Untuk memenuhi tugas mata kuliah praktikum Fisika Dasar yang dibina oleh
Dosen Pengampu,
Disusun Oleh:
KELOMPOK 6
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Fisika Dasar pada semester genap 2018/2019. Laporan ini disusun oleh
penulis untuk memenuhi nilai akhir Praktikum Fisika Dasar di Sekolah Tinggi
Teknologi Mandala Bandung.
Penulis juga ingin mngucapkan terima kasih dengan tulus kepada Pak
Ganjar Kurniawan, M. Si selaku dosen pengampu praktikum fisika dasar karena
telah membimbing penulis dengan baik dalam mempelajari materi serta berbagai
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tentunya laporan ini masih
jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu penulis menerima dengan tangan terbuka kritik dan saran
yang membangun untuk membuat makalah ini menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
orang khususnya penulis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
PRAKTIKUM KE 1 ...............................................................................................1
PRAKTIKUM KE 2 .............................................................................................17
PRAKTIKUM KE 3 .............................................................................................27
PRAKTIKUM KE 4 .............................................................................................35
PRAKTIKUM KE 5 .............................................................................................44
PRAKTIKUM KE 6 .............................................................................................53
ii
Hana Alyanita Tanggal Percobaan : 28 Maret 2019
1821106
S1 – Teknik Elektro
1. Tujuan Percobaan
a. Menentukan besaran-besaran dalam arus bolak-balik
b. Mengukur besaran dalam arus bolk-balik
3. Teori Dasar
Arus listrik ada dua macam, yaitu arus listrik searah (DC) dan arus listrik
bolak balik (AC). Arus listrik bolak-balik adalah arus listrik yang mengalir
dalam dua arah dan besarnya selalu berubah terus menerus sesuai dengan
waktunya. Bisa dikatakan bahwa arus ini mirip seperti sebuah fungsi yang
nilainya berubah sesuai dengan waktunya.
a. Besaran arus dan tegangan bolak-balik
Besarnya arus dan tegangan bolak-balik dirumuskan dengan
I = Imax sin ωt
V = Vmax sin ωt
1
2
Dengan:
Vmax = tegangan maksimal (Volt)
Vef = tegangan efektif (Volt)
Imax = kuat arus maksimal (Ampere)
Ief = kuat arus efektif (Ampere)
3
V = Vmax sin ωt
I = Imax sin ωt
Vmax = Imax . R
V = I.R
𝑑𝑙 𝑑(𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 sin 𝜔𝑡
𝜀 = −𝐿 = −𝐿
𝑑𝑡 𝑑𝑡
I = Imax sin 𝜔𝑡
V = Vmax sin (𝜔𝑡 + π/2)
V = Vmax cos 𝜔𝑡
XL = 𝜔𝐿 atau XL = 2πfL
Vmax = XL . Imax
VL = XL.I
Dengan:
𝜔 = frekuensi sudut (rad/s)
𝑓 = frekuensi (Hz)
L = induktansi inductor
Vmax = tegangan maksimum pada inductor (Volt)
VL = tegangan antara ujung-ujung inductor (Volt)
6
1 1
𝑋= =
𝜔𝐶 2𝜋𝐹𝐶
Vmax = Xc.Imax
Vc = Xc.I
Dengan,
V = tegangan sesaat pada kapasitor (volt)
Vmax = tegangan maksimum pada kapasitor
Vc = tegangan antara ujung-ujung kapasitor (Volt)
Vr = I.R
VL = I.XL
𝑉 = √𝑉𝑟 2 + 𝑉𝑙 2
𝑍 = √𝑅2 + 𝑋𝑙 2
𝑉 = 𝐼. 𝑍
V = Imax Z sin (ωt + 𝜑)
𝑉𝑙 𝑅
Tan 𝜑 = 𝑉𝑟 = 𝑋𝑙
Vmax = Imax Z
Vc = I.R
Vc = I.Xc
𝑉 = √𝑉𝑟 2 + 𝑉𝑐 2
𝑍 = √𝑅2 + 𝑋𝑐 2
V = Imax Z sin (ωt + 𝜑)
𝑉𝑐 𝑋𝑐
Tan 𝜑 = 𝑉𝑟 = 𝑅
Vmax = Imax Z
Vr = I.R
Vc = I.Xc
VL = I.XL
𝑉 = √𝑉𝑟 2 + (𝑉𝑙 2 − 𝑉𝑐 2 )
𝑍 = √𝑅2 + (𝑋𝑙 2 − 𝑋𝑐 2)
𝑉𝑙−𝑉𝑐 𝑋𝑙−𝑋𝑐
Tan 𝜑 = =
𝑉𝑟 𝑅
1 1 1
𝑓𝑟 = √ 𝑑𝑎𝑚 𝜔𝑟 = √ = 2𝜋𝑓𝑟
2𝜋 𝐿𝑐 𝐿𝑐
9
4. Prosedur percobaan
1) Mengukur tegangan efektif sumber arus bolak-balik
a. Putar tombol pemilih multimeter pada kedudukan voltmeter AC 30
Volt. Ukur dan catat tegangan yang keluar dari sekunder trafo. Ulangi
dengan cara membalikkan probe multimeter tersebut. Berbedakah
hasilnya?
2) Mengukur impedansi rangkaian arus bolak-balik
a. Ambil induktor dan resistor 100Ω. Putar tombol pemilih multimeter
pada kedudukan pengukuran ohmmeter dan tera/kalibrasi kedudukan
nol ohm dengan cara menempelkan probe-probe nya. Ukur dan catat
hambatan inductor RL dan hambatan resistor R dengan multimeter.
b. Susun rangkaian berikut
Gambar. 5
10
Gambar 6
= : sumber arus searah
C : kapasitor 1000µF
R : resistor 100Ω
S : saklar/pemutus arus
mA : miliamperemeter DC
Ukur dan catat potensial Vr, VL, dan Vs dengan multimeter dan arus
dibaca melalui miliamperemeter AC. Dari data yang diperoleh,
hitunglah reaktansi kapasitif, induktif dan impedansi rangkaian diatas.
Apakah VS = VR + VL + VC ?
11
mA: miliamperemeter
SG: Signal Generator
Gambar 7.
b. Pembahasan Gambar 6
Pada gambar rangkaian 6, diperlukan Induktor, resistor, kapasitor,
saklar on-off (opsi, jika tidak dipaki pun masih bisa) serta sumber arus
AC. Pada percoban kali ini, digunakan Induktor 1000 lilitan dengan
hambatan dalam (RL), Kapasitor sebesar 1000µF, Resistor sebesar 100Ω
dan sumber tegangan AC sebesar 6,25V.
Dari rangkaian, diperoleh dari hasil pengukuran sebagai berikut:
a. Beda potensial pada VR didapat sebesar 0,25V
b. Beda potensial pada VL didapat sebesar 5,20V
c. Beda potensial pada VC didapat sebesar 5,85V
d. Arus yang terbaca pada multimeter sebesar 54.5mA
c. Pembahasan Gambar 7
Terakhir pada percobaan gambar rangkaian 7. Pada rangkaian tersebut,
dibutuhkan kapasitor sebesar 1000µF, Induktor 1000 lilitan dengan
hambatan dalam (RL) sebesar 12.5Ω dan juga signal generator untuk
menetukan frekuensi.
Berikut disertakan pula grafik nilai tegangan (Volt) dan arus (mA)
terhadap Frekuensi (Hz)
Nilai V (Volt)
4.5
4.45
4.4
4.3 4.29
Nilai V (Volt)
4.26
4.2 4.23 4.21
4.16
4.1 4.11 4.13
4.07 4.08 Nilai V (Volt)
4
3.9
3.8
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Frekuensi (Hz)
200 198.2
150
50
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Frekuensi (Hz)
Arus searah (DC) adalah arus yang nilai dan arahnya tetap, sedangkan arus
bolak-balik (AC) adalah arus yng nilai dan arahnya berubah. Rangkaian diatas
berupa rangkaian RL dan RLC. Rangkaian RL Seri ataupun rangkaian RLC
Seri bila dihubungkan dengan sumber arus AC dapat diketahui impedansi (Z)
nya. Dari rangkaian diatas juga dapat diketahui apakah rangkaian termasuk
rangkaian kapasitif, induktif ataupun resonansi dengan cara mencari X L atau
XC nya. Sedangkan resonansi terjadi apabila XL = XC. Rangkaian bersifat
kapasitif apabila XC > XL dan rangkaian bersifat induktif apabila XL > XC.
Dalam rangkaian RL, tidak ada komponen kapasitor (C) maka nilai X C dan VC
= 0, dalam rangkain RC, tidak ada komponen Induktor (L) maka nilai X L dan
VL = 0, dalam rangkaian LC, tidak ada komponen Resistor (R) maka nilai R
dan VR = 0. Besar sumber frekuensi juga berpengaruh terhadap besar nilai
tegangan pada rangkaian RLC seri yaitu semakin besar nili frekuensi, semakin
besar pula nilai tegangan induktornya, namun semakin kecil nilai tegangan
kapasitornya.
b. Saran
Buku panduan percobaan harus disusun lebih baik lagi. Masih banyak
langkah-langkah percobaan yang tidak jelas. Selain itu, ketersediaan alat-alat
masih kurang sehingga ada beberapa komponen yang tidak bisa mendukung
jalannya percobaan. Seharusnya ada lebih dari 1 pembimbing di laboratorium
agar praktikum berjalan dengan kondusif dan meminimalisir kesalahan dalam
praktikum sehingga hasil laporan yang di dapat sesuai dengan tujuan
percobaan.
16
7. Daftar Pustaka
a. http://nyarifisika.blogspot.com/2017/10/rangkaian-seri-rl-rc-dan-rlc-
pada.html
b. http://makalah-elektrical-enginering.blogspot.com/2017/07/rangkaian-rlc-
pada-mata-kuliah.html
c. https://www.academia.edu/35313470/Laporan_rlc
d. https://rumushitung.com/2015/03/24/arus-dan-tegangan-bolak-balik-
fisika-sma/
Bagus Gianto Tanggal Percobaan : 4 April 2019
1421022
S1 – Teknik Elektro
1. Tujuan
a. Mampu menentukan ketidakpastian pada hasil pengukuran tunggal
b. Mampu menentukan ketidakpastian pada hasil pengukuran berulang
c. Mampu menghitung ketidakpastian pada akhir percobaan
3. Teori Dasar
X adalah besaran fisika tertentu yang nilai benarnya X 0 ingin diketahui
melalui pengukuran. Contoh : suhu kamar, kelembaban udara, ukuran benda,
arus listrik, dalam massa kalorimeternya, dan sebagainya. Asas teori
pngukuran berbunyi, “SUATU PENGUKURAN SELALU DIHITUNG”.
Asas ini mengatakan bahwa nilai X0 tidak mungkin kita ketahui dengan tepat
lewat suatu eksperimen, dari percobaan kita selalu memperoleh nilai X yang
tidak tepat sama dengan X0.
3.1 Nilai skala terkecil (least count) NST Alat ukur
Pengukuran dilakukan dengan suatu alata ukur , dan SETIAP
ALAT UKUR MEMILIKI NILAI SKALA TERKECIL . Setiap
alat ukur memiliki skala berupa panjang atau busur. Pada skala
terdapat goresan besar dan kecil sebagai pembagi, dibubuhi nilai
tertentu. Secara fisik, jarak antara dua goresan kecil bertetangga tidak
pernah kurang dari 1 mm. Mengapa demikian?. Karena mata manusia
17
18
agak sukar melihat jarak kurang dari 1 mm dengan tepat. (pada jarak
pandang 25 cm, 1 mm adalah resolasi mata normal maksimum).
Keadaan menjadi lebih buruk lagi jika ujung/pinggir objek yang diukur
tajam. Nilai 1 mm skla inilah yang disebut NST alat ukur.
𝑥1+𝑋2 + ……..𝑋𝑛
𝑋− =
𝑁
(iii) Karena X bukanlah X0, padanya terdapat suatu
penyimpangan/ketidakpastian. Ketidakpastian pada nilai rata-
rata sampel X- ini, adalah deviasi standar nilai rata-rata sampel
:
1 𝑛 ∑ 𝑋1 2 − (∑ 𝑋1 )2
𝑆𝑋 = √
𝑛 𝑛−1
Besaran inilah yang dipakai sebagai x pengukuran berulang.
1
i Di Di
1 11.7 136.89 1 .
2 11.8 139.24 = =1 .
1
3 11.9 141.61
4 12.0 144
5 12.0 144 2 2
1 𝑛 ∑ 1 − ( ∑ 𝑛1 )
6 12.0 144 =
7 12.0 144 𝑛 𝑛 −1
8 12.0 144
9 12.3 151.29 1 1 (1 )− 1
=
10 12.3 151.29 1 1 −1
∑ 120 1440.32
= 0.059
0 06
Dari contoh diatas : ∆ I/I = ×1 % = % untuk arus pertama
12 00
0 06
dan ∆ I/I = ×1 % = 1⁄ % untuk arus kedua (dibulatkan).
12 00
4. Prosedur percobaan
a. Mengukur diameter bola dan tebal balok dengan metode pengukuran
tunggal ;
1. Ukur diameter bola menggunakan mikrometer, catat hasil pengukuran
dan masukan kedalam rumus untuk pengukuran tunggal.
2. Ukur tebal balok menggunakan mikrometer , catat hasil pengukuran
dan masukan kedalam rumus untuk pengukuran tunggal.
b. Mengukur diameter luar, diameter dalam dan tinggi tabung dengan metode
pengukuran tunggal ;
1. Ukur diameter luar tabung menggunakan jangka sorong, catat hasil
pengukuran dan masukan kedalam rumus untuk pengukuran tunggal.
2. Ukur diameter dalam tabung menggunakan jangka sorong, catat hasil
pengukuran dan masukan kedalam rumus untuk pengukuran tunggal.
3. Ukur diameter tinggi tabung menggunakan jangka sorong, catat hasil
pengukuran dan masukan kedalam rumus untuk pengukuran tunggal.
c. Mengukur lebar balok diameter dengan metode pengukuran berulang ;
1. Ukur lebar balok menggunakan jangka sorong. Lakukan pengukuran
sebanyak 10 kali dengan pendekatan berbeda, catat hasil pengukuran
dan masukan kedalam rumus untuk pengukuran berulang.
22
1 1
Ketidakpastian pengukuran (KTP) = ∆D = NST = 2 ( 1) = 0,005 mm
2
Db = Su + Sn . nst (mm)
Interval pengukuran (D) = Db ± ∆D (mm)
= 16 + 0,21 (0,01)
= 16,0021 ± 0,005 (mm)
= 16 + 0,0021
16,0021 + 0,005 = 16,0071 mm
1 1
Ketidakpastian pengukuran (KTP) = ∆D = NST = 2 ( 1) = 0,005 mm
2
Db = Su + Sn . nst (mm)
Interval pengukuran (D) = Db ± ∆D (mm)
= 14,5 + 0,42 (0,01)
= 14,5042 ± 0,005 (mm)
= 14,5 + 0,0042
14,5042 + 0,005 = 14,5092 mm
1 1
Ketidakpastian pengukuran (KTP) = ∆D = NST = 2 ( 5) = 0,025 mm
2
Db = Su + Sn . nst (mm)
Interval pengukuran (D) = Db ± ∆D (mm)
= 3,65 + 0,25 (0,05)
= 3,6625 ± 0,025 (mm)
= 3,65 + 0,0125
3,6625 + 0,025 = 3,6875 mm
1 1
Ketidakpastian pengukuran (KTP) = ∆D = NST = ( 5) = 0,025 mm
2 2
Db = Su + Sn . nst (mm)
Interval pengukuran (D) = Db ± ∆D (mm)
= 30 + 0,05 (0,05)
= 30,0025 ± 0,025 (mm)
= 30 + 0,0025
30,0025 + 0,025 = 30,0275 mm
1 1
Ketidakpastian pengukuran (KTP) = ∆D = NST = 2 ( 5) = 0,025 mm
2
Db = Su + Sn . nst (mm)
Interval pengukuran (D) = Db ± ∆D (mm)
= 50 + 0,05 (0,05)
= 50,0025 ± 0,025 (mm)
= 50 + 0,0025
50,0025 + 0,025 = 50,0275 mm
Pb Pb2
(mm) (mm)
1 16,21 262,76
∑ 𝑃𝑏 158 51
2 15,8 249,64 (𝑃𝑏) = = = 15 851
𝑛 1
3 15,79 249,32
4 15,73 248,69
5 15,82 250,27 1
2
𝑛 ∑ 𝐿2𝑝 −(∑ 𝐿𝑝 )
𝐾𝑇𝑃 ( 𝑃𝑏) = 𝑛 √ 𝑛−1
6 15,89 252,49
7 15,83 250,58
8 15,75 248,06
9 15,87 251,85
10 15,78 249,0
Rata-rata 15,85 258,26
∑ 158,51 2512,66
= 6
Interval = Pb ± ∆Pb
= 15,851 ± 0,0362
b. Saran
Sebaiknya peralatan yang berada di laboratorium dilengkapi lagi
sehingga bisa menunjang kelancaran praktikum. Selain itu, akan lebih baik
jika terdapat lebih dari 1 pembimbing agar bisa mengarahkan praktikum
lebih kondusif sehingga tujuan praktikum dapat tercapai dengan baik dan
benar.
7. Daftar Pustaka
1. https://fisikazone.com/ketidakpastian-pengukuran/
2. https://lecturer.ppns.ac.id/amie/2015/04/29/uncertainty-measurements-
ketidakpastian-pengukuran/
3. https://www.siswapedia.com/pengukuran-tunggal-dan-pengukuran-
berulang/
4. https://sainsmini.blogspot.com/2015/02/ketidakpastian-pada-pengukuran-
tunggal.html?m=1
5. Buku Petunjuk Praktikum Fisika Dasar Sekolah Tinggi Teknologi
Mandala
M. Ikbal S Hana Alyanita Tanggal Percobaan : 11 April 2019
1831007 1821106
1. Tujuan Percobaan
a. Memahami Hukum Hooka.
1) Mengungkapkan Hukum Hooka untuk sebuah pegas.
2) Menentukan Konstanta pegas.
b. Menganalisa getaran pegas
1) Menentukan persamaan gerak pegas.
2) Menentukan hubungan antara waktu getar, konstanta pegas, massa
beban dan percepatan gravitasi.
3) Menentukan massa efektif pegas.
3. Teori Dasar
Pegas adalah salah satu contoh benda elastis. Oleh sifat elastisnya
ini, suatu pegas yang di beri gaya tekan atau gaya regang akan kembali
pada keadaan setimbangnya mula-mula apabila gaya yang bekerja di
hilangkan. Gaya pemulih pada pegas banyak dimanfaatkan dalam bidang
teknik dan kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam shock breaker dan
springbed. Sebuah pegas berfungsi meredam getaran pada roda kendaraan
melewati jalan yang tidak rata. Pegas-pegas yang tersusun didalam
springbed akan memberikan kenyamanan pada saat orang tidur. (
Mikarajuddin, 2008 )
27
28
dan mencapai batas elastisitas, maka panjang benda akan kembali seperti
semula.
Pegas ada yang disusun secara tunggal, ada juga yang disusun
secara seri atau pararel. Untuk pegas yang disusun seri, pertambahan
panjang total sama dengan jumlah masing-masing pertambahan panjang
pegas. Sehingga pertambahan total x adalah : x = x 1 + x2. Sedangkan untuk
pegas yang disusun pararel, pertambahan panjang masing-masing pegas
sama, yaitu x1 = x2 = x3 dengan demikian:
kp = k1 + k2………………. (2)
Tentu saja nilai tetapan pegas dari setiap pegas berbeda-beda yang
disebabkan oleh berbagai factor. Yang pertama adalah luas permukaan
pegas. Semakin besar luar permukaan suatu pegas maka akan semakin
besar pula nilai tetapannya, begitu pun sebaliknya. Yang kedua adalah
suhu, semakin tinggi suhu yang diterima oleh suatu pegas makan akan
semakin kecil nilai tetapannya, begitu pun sebaliknya, saat suhu tinggi,
partikel-partikel penyusun pegas mendapat energy dari luar sehingga
memberikan energy pula kepada partikel penyusun pegas untuk bergerak
sehingga ikatan antar partikel merenggang. Yang ketiga adalah diameter
pegas, semakin besar diameter pegas makan akan semakin besar nilai
tetapannya, begitu pula sebaliknya. Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan
nilai tetapan pegas tidak sama, tergantung pada kondisi yang dialami oleh
setiap pegas masing-masing (Crowell, 2006).
ketika pada sebuah pegas dibebani dengan sebuah massa m1, maka gaya
yang menyebabkan pegas bertambah panjang adalah gaya dari massa
tersebut, sehingga berlaku :
m.g = k.x ……………….(3)
dengan g adalah percepatan gravitasi. Selain dengan cara pembebanan,
konstanta pegas k dapat dicari dengan cara getaran pegas. Sebuah benda
bermassa m di bebankan pada pegas dan simpangkan dari posisi
setimbangannya, maka akan terjadi getaran pegas dengan periode getaran
T sebagai berikut :
𝑚
𝑇 = 2𝜋√ ……….(4)
𝑘
4. Prosedur Percobaan
a. Timbanglah pegas, ember dan masing-masing keping bebasn (cukup 5
keping beban) dengan menggunakan neraca teknis untuk menentukan
massa masing-masing.
b. Gantungkan pegas pada statip, dan gantungkan ember pada ujung
bawah dari pegas. Berilah simpangan dan lepaskan, sistem akan
melakukan ghs. (jika ternyata perioda getarnya terlalu kecil, sehingga
sukar diamati, tambahkan beberapa keping beban kedalam ember, dan
anggaplah massa dari keping-keping beban + ember sebagai massa
“ember kosong”).
c. Catatlah waktu dengan stopwatch waktu yang diperlukan untuk
melakukan 5 getaran pada waktu “ember kosong”.
d. Catatlah waktu yang diperlukan untuk melakukan 5 getaran setelah
ember diberi tambahan 2 keping beban, 3 keping beban dan seterusnya
sehingga pada akhirnya ember terisi dengan 5 keping beban tambahan.
31
Objek Massa
Tabung (Ember) 33 gram
Beban/Keping 1 8 gram
Beban/Keping 2 10 gram
Beban/Keping 3 9 gram
Beban/Keping 4 11 gram
Beban/Keping 5 10 gram
F = k. ∆𝐿
𝐹 0.6
𝑘= = = 𝟏𝟕. 𝟏𝟒 𝑵/𝒎
∆𝐿 0.035
b. Saran
Buku panduan percobaan harus disusun lebih baik lagi. Masih banyak
langkah-langkah percobaan yang tidak jelas. Selain itu, ketersediaan
alat-alat masih kurang sehingga ada beberapa komponen yang tidak
bisa mendukung jalannya percobaan. Seharusnya ada lebih dari 1
pembimbing di laboratorium agar praktikum berjalan dengan kondusif
dan meminimalisir kesalahan dalam praktikum sehingga hasil laporan
yang di dapat sesuai dengan tujuan percobaan.
7. Daftar Pustaka
Mikarajuddin. 2008. Fisika Mekanika Klasik. Jakarta : Esis
Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika jilid I. Jakarta : Erlangga
Keenan, Charles W. 1980. Fisika untuk Universitas jilid I. Jakarta :
Erlangga
Haliliday, David. 1997. Fisika Dasar. Jakarta : Erlangga
Andrey Firmando Tanggal Percobaan : 18 April 2019
1821405
S1 – Teknik Elektro
1. Tujuan Percobaan
a. Menyelidiki hubungan antara jarak benda (s), jarak bayangan (s’) dan
jarak titik api (f)
3. Teori Dasar
Secara umum lensa dibagi menjadi 2 jenis yaitu lensa cembung dan
lensa cekung. Pada lensa cekung cahaya yang sejajar dan dekat dengan sumbu
optik (paraksial) dibiaskan menyebar seakan-akan berasal dari suatu titik
fokus maya di belakang lensa, oleh sebab itu lensa cekung dikatakan bersifat
35
36
Harga o atau i positif bila benda atau bayangannya bersifat nyata dan negatif
bila bersifat maya.
Sebuah benda H diletakan disebelah kiri lensa positif dan bayangan sejati H 1
yang terbentuk sebelah kanan dapat diamati pada layar. Berdasarkan hukum
kesamaan segitiga, dengan H1 adalah besar bayangan dan H besar objek.
b. Bayangan DIperkecil
Dalam kasus jarak d yang sama antara objek dan bayangan (posisi I)
diperoleh bayangan diperbesar, kita dapat merubah posisi dari lensa sehingga
jarak objek dan bayangan berubah (posisi II) hingga diperoleh bayangan yang
jelas namun diperkecil seperti terlihat dari Gambar B.
38
Bila S = SII (jarak objek pada posisi I = jarak bayangan pada posisi II) dan
karena S = SII. Sedangkan
diketahui S + S1 = d dan S + S1 = e, maka diperoleh hubungan:
jarak fokusnya diantara lensa positif dan layar. Bayangan pada layar oleh
lensa positif merupakan benda dari lensa negatif. Jarak antara lensa negative
dan layar (I) adalah S. Geser-geserkan layar sehingga terbentuk bayangan
yang jelas pada layar, maka jarak layar (II) dengan lensa negatif dalam hal ini
adalah S’. Jarak fokus lensa negatif dapat ditentukan dengan persamaan:
4. Prosedur Percobaan
4.1.Persiapan Percobaan
a. Susunlah alat-alat yang diperlukan seperti Gambar 1 di bawah ini,
berurutan dari kiri, sumber cahaya, lensa f=100mm, diafragma, lensa
f=200mm, meja optik/layar.
b. Sebagai benda digunakan diafragma anak panah yang diterangi sumber
cahaya.
c. Sebagai layar penangkap bayangan digunakan meja optik yang
diposisikan berdiri seperti pada Gambar 1.
40
Gambar 2
h. Atur kesesuaian sumber cahaya dengan catu daya maupun sumber
listriknya (PLN).
i. Sambungkan rel presisi yang satu dengan rel presisi yang lain agar
diperoleh rel yang lebih panjang. (Penyambungan tidak tergambar
dalam Gambar 1).
4.2.Langkah-langkah Percobaan
a. Aturlah agar jarak sumber cahaya ke lensa f=100mm sama dengan 10
cm
b. Aturlah jarak antara lensa (f=200mm) dengan benda (celah panah) 30
cm sebagai jarak benda (s).
c. Geser layar menjauhi atau mendekati lensa sehingga diperoleh
bayangan yang jelas (tajam) pada layar.
41
d. Ukur jarak layar ke lensa sebagai jarak bayangan (s’) dan isikan
hasilnya ke dalam tabel pada kolom hasil pengamatan.
e. Ulangi langkah b sampai d untuk jarak-jarak benda seperti yang tertera
dalam tabel di bawah.
f. Lengkapi isian tabel di bawah dengan hasil perhitungan yang berkaitan
dengan data.
Line
0.210
0.205
0.200
0.195
0.190
1/s'
0.185
Line
0.180
0.175
0.170
0.165
0.033 0.029 0.025 0.022 0.020
1/s
Berdasarkan data yang diperoleh dan tergambar pada grafik diatas, dapat
diketahui hubungan antara 1/s’ terhadap 1/s yakni semakin jauh jarak
benda (s), maka semakin kecil jarak bayangannya (s’).
ada kesalahan prosedur, dan hasil percobaan tidak menyimpang dari target
yang ditentukan.
7. Daftar Pustaka
a. Halliday, David dan Resnick, Robert. 1978. Fisika Jilid 2 Edisi ketiga
(terjemahan). Jakarta: Erlangga
b. https://dokumen.tips/documents/lensa-positif-dan-negatif.html
Andre Yosefan Tanggal Percobaan : 25 April 2019
1821102
S1 – Teknik Elektro
1. Tujuan
a. Untuk menentukan koefisien muai panjang dari beberapa jenis logam
b. Memahami pemuaian pada zat padat
3. Teori Dasar
Pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh
perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor.
Pemuaian terjadi pada 3 zat yaitu pemuaian pada zat padat, pada zat cair, dan pada
zat gas. Pemuaian pada zat padat ada 3 jenis yaitu pemuaian panjang (untuk satu
demensi), pemuaian luas (dua dimensi) dan pemuaian volume (untuk tiga
dimensi). Sedangkan pada zat cair dan zat gas hanya terjadi pemuaian volume
saja, khusus pada zat gas biasanya diambil nilai koofisien muai volumenya sama
dengan 1/273. Pemuaian yang terjadi pada tiga zat yaitu:
1. Pemuaian pada zat padat
Dalam Pemuaian pada zat padat terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Pemuaian panjang
b. Pemuaian luas
c. Pemuaian volume
2. Pemuaian pada zat cair
Ternyata Pada zat cair, hanya terjadi pemuaian volume. Khusus untuk air,
pemuaian tidak berlaku pada suhu 0°C sampai dengan 4°C karena pada selang
44
45
suhu tersebut volume air mengalami penyusutan. Sifat air itu dinamakan
anomali air.
3. Pemuaian pada zat gas
Seperti halnya zat cair, zat gas pun juga hanya mengalami pemuaian volume.
Pemuaian zat padat adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh
perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor.
Pemuaian pada zat padat ada 3 jenis yaitu pemuaian panjang, pemuaian luas, dan
pemuaian volume. Pemuaian panjang adalah bertambahnya ukuran panjang suatu
benda karena menerima kalor, pada pemuaian panjang nilai lebar dan tebal sangat
kecil jika dibandingkan dengan muai panjang benda tersebut, sehingga lebar dan
tebal dianggap tidak ada atau bisa diabaikan. Pemuaian panjang suatu benda
dipengaruhi oleh panjang awal benda tersebut, koefisien muai panjang sendiri
dipengaruhi oleh jenis benda atau jenis bahan yang digunakan. Nilai koefisien
muai panjang alumunium dan tembaga menurut standar internasional adalah
sebesar 1.2x10 -5 /°C dan 1.7x10 -5 /°C (Joseph, 1978 :197). Ketika sebuah benda
mengalami pemanasan, volumenya selalu meningkat dan setiap dimensi
meningkat bersamaan. Pada tingkat mikroskopis kita dapat menentukan sebuah
ketepatan antara hubungan panjang pada obyek dengan perubahan suhu,
penambahan pada ukuran dapat dipahami pada istilah peningkatan energi kinetik
akibat setiap molekul bertubrukan sangat kuat dengan molekul disebelahnya.
Molekul-molekul berhasil mendorong satu sama lain sampai terpisah dan
mengembangkan benda (Joseph, 1978 : 198). Jika temperatur benda padat
dinaikkan maka benda padat tersebut akan memuai. Dapat diamati dari sebuah
batang logam yang memiliki panjang [L] dan pada suhu atau temperatur [T]
tertentu. Jika temperatur atau suhunya berubah maka perubahan panjang akan
sebanding dengan perubahan suhu dan panjang mula-mula. Pernyataan ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
ΔL = ᾳ Lo ΔT
46
L=Lo(1+ᾳ. ΔT)
L = Panjang akhir
Manfaat Pemuaian
Dalam kehidupan sehari-hari kita, kita dapat menemukan beberapa contoh dari
manfaat pemuaian tersebut. Berikut ini adalah beberapa manfaat pemuaian yang
ada dalam kehidupan sehari-hari kita yaitu:
47
Ban baja yang berdiameter lebih kecil dari pelek roda ketika ingin dipasang harus
dimuaikan lebih dulu untuk mempermudah.
2. Pengelingan
Botol kaca yang memiliki tutup logam sering kali sukar untuk dibuka. Untuk
membukanya, tutup botol dipanaskan terlebih dahulu dengan api. Ketika
dipanaskan, tutup botol logam akan memuai lebih cepat dari pada botol kaca
sehingga tutup akan longgar dan mudah dibuka.
4. Keping bimetal
Bimetal artinya dua buah logam. Keping bimetal adalah dua keping logam yang
memiliki koefisien muai panjang berbeda (biasanya kuningan dan besi) yang
dikeling menjadi satu. Keping bimetal sangat peka terhadap perubahan suhu. Pada
suhu normal panjang kedua logam sama, jika suhunya naik, kedua logam memuai
dengan pertambahan panjang yang berbeda, akibatnya keping bimetal
membengkok ke arah logam yang mempunyai koefisien terkecil. Pembengkokan
bimetal dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan misalnya saklar alarm
bimetal, atau termometer bimetal.
48
Pemasangan sambungan rel kereta api dibuat dengan renggang, agar terdapat
ruang untuk pemuaian rel di siang hari. Hal ini dilakukan untuk mencegah agar rel
kereta tidak melengkung ketika memuai karena dapat membahayakan perjalanan
kereta api.
Di antara sambungan baja pada jembatan dan konstruksi bangunan selalu dibuat
celah, karena celah itu dipergunakan untuk memberikan ruang bagi pemuaian
disiang hari.
Kabel telepon atau listrik yang dipasang di antara dua tiang selalu dibuat kendor,
untuk mencegah agar kabel tidak putus ketika terjadi penyusutan di malam hari
karena turunnya suhu.
Ukuran bingkai jendela selalu dibuat sedikit lebih besar daripada ukuran kaca. Hal
ini terjadi dimaksudkan untuk memberi ruang bagi pemuaian kaca di siang hari.
Jika tidak ada ruang untuk pemuaian maka, kaca bisa pecah saat terjadi pemuaian.
4. Prosedur percobaan
1. Memasangkan logam besi dengan panjang mula-mula 600 mm, dan suhu
awalnya 30,2°C pada penjepit logam.
49
2. Memasang logam besi dengan selang yang menghubungkan pada ketel uap
dan gayung.
3. Menghubungkan bagian tengah besi pada bangian ujung dari thermocouple.
4. Memasangkan ketel uap hingga pipa memuai dan menggerakkan jarum
pada skala penunjuk perubahan panjang.
5. Mengamati jarum yang bergerak hingga mencapai angka maksimum serta
suhu akhir yang dihasilkan dan mencatat hasilnya.
6. Mencatat perubahan panjang dan perubahan suhu dari batang logam besi.
7. Menghitung koefisien pemuaian panjang dari logam besi dengan
menggunakan rumus yang telah ada.
8. Melakukan percobaan 1 sampai 7 pada batang logam tembaga.
Diketahui : ΔL = 0.013
Lₒ = 0.6 m
50
Tₒ = 26 °C
T1 = 92 °C
Jawab : ΔL = ᾳ Lₒ ΔT
0.013 = ᾳ 0.6 . 66
0.013 = ᾳ . 39.6
ᾳ = 3.28 x 10−4 °C
Diketahui : ΔL = 0.013
Lₒ = 0.6 m
Tₒ = 27 °C
T1 = 95 °C
Jawab : ΔL = ᾳ Lₒ ΔT
0.013 = ᾳ 0.6 . 68
0.013 = ᾳ . 40.8
ᾳ = 3.18 x 10−4 °C
51
Setelah dilakukan perhitungan pemuaian panjang dari kedua jenis pipa logam
tersebut, maka hasil dari koefisien pemuaian panjang dari pipa alumunium adalah
3.28 x 10−4 °C dan dari pipa tembaga adalah 3.18 x 10−4 °C , dapat diketahui
bahwa koefisien muai panjang pada logam jenis alumunium dalam standar
internasional adalah 1.2 x 10-5 °C. Dan koefisien muai panjang pada logam jenis
tembaga dalam standar internasional adalah 1,7x10-5 °C. Dapat dilihat perbedaan
dari hasil percobaan terhadap standar internasional, hal ini dapat disebabkan oleh
faktor yang dapat mempengaruhi dalam percobaan, seperti kurangnya ketelitian,
tingkat kepresisian alat, dalam pengukuran perubahan suhu dari kedua pipa
tersebut, sehingga didapatkan dalam perhitungan koefisien pemuaian panjang
yang lebih kecil dibandingkan dengan koefisien muai panjang pada standar
internasional.
Percobaan dimulai dengan mengukur panjang awal benda pada kedua pipa
tersebut yang memiliki panjang yang sama sebesar 500 mm yang dijepit pada
tiang penjepit yang terdapat jarum penunjuk, dengan suhu awal pengukuran yaitu
26 C untuk pipa alumunium dan 27 C untuk pipa tembaga. Pipa tersebut
dihubungkan pada selang pada ketel, dan ketel yang sudah diisi dengan air
tersebut dipanaskan pada kompor listrik hingga suhu mendekati titik didih.
Berdasarkan hasil pengamatan dan percobaan ini, masing-masing pipa mengalami
perubahan panjang dan perubahan suhu yang berbeda. Hal ini membuktikan
adanya perbedaan penyerapan kalor atau panas pada pipa. Setelah dipanaskan
mencapai titik didih suhu yang dicapai sebesar 92 C pada jarum penunjuk
menunjukan angka 1,3 cm pada pipa alumunium. Sedangkan pada pipa tembaga
suhu yang dicapai sebesar 95 C pada jarum penunjuk yang menunjukan angka 1,3
cm. Setelah didinginkan kedua jenis pipa mengalami perbedaan. Yakni, untuk
pipa alumunium untuk mencapai angka semula, suhu yang diukur sebesar 30 C.
52
Sedangkan untuk pipa tembaga untuk mencapai angka semula, suhu yang
diukur sebesar 36 C. Hal ini menunjukan bahwa perubahan kembali setelah
didinginkan untuk pipa jenis tembaga lebih cepat dibandingkan dengan pipa
alumunium. Namun apabila dipanaskan, pipa alumunium lebih cepat untuk
mengalami pemuaian pertambahan panjang bila dibandingkan dengan pipa
tembaga.
1. Kesimpulan
a. Berdasarkan hasil pengamatan, benda dapat mengalami pemuaian ketika
benda tersebut dipanaskan, yang mana pemuaian tersebut dapat diamati
dengan adanya perubahan panjang dan suhu.
b. Pemuaian terjadi pada pipa alumunium dengan koefisien pemuaian panjang
adalah 3.28 x 10−4 °C sedangkan koefisien pemuaian pada pipa tembaga
hanya 3.18 x 10−4 °C.
2. Saran
Pada praktikum secara keseluruhan berjalan dengan baik meskipun
terdapat kendala dalam hal pengukuran dengan skala, namun untuk
mendapatkan hasil percobaan sesuai dengan harapan maka harus dilakukan
dengan teliti dan hati-hati, alat yang mumpuni, serta manfaatkan waktu
dengan sebaiknya sehingga memperoleh hasil yang diinginkan.
7. Daftar Pustaka
1821106 1821102
S1 – Teknik Elektro
1. Tujuan
a. Mempelajari penggunaan Hukum-hukum Newton
b. Mempelajari gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan
c. Menentukan momen inersia roda atau katrol
3. Teori Dasar
a. Pengertian Gerak
Apa yayang menyebabkan sebuah benda dapat bergerak. Benda
dikatakan bergerak ketika ada gaya yang diberikan sehingga gaya dapat
dikatakan sesuatu yang menyebabkan sebuah benda bergerak lebih cepat.
Gerak dibagi atas 2 yaitu gerak linier dan gerak rotasi, gerak linier adalah
gerak yang dilakukan secara lurus atau perpindahan lurus, sedangkan
gerak rotasi adalah gerak yang bergerak secara menggelinding
Galileo melakukan pengamantan mengenai benda-benda jatuh
bebas. Ia menyimpulkan dari pengamatan-pengamatan yang dia lakukan
bahwa benda-benda berat jatuh dengan cara yang sama dengan benda-
benda ringan. Tiga puluh tahun kemudian. Robert Boyle, dalam sedertan
eskperimen yang dimungkinkan oleh pompa vakum barunya,
53
54
b. Hukum Newton
Dalam mempelajari konsep dinamika gerak, teori yang palin penting
dan yang banyak dipki adalah hukum Newton. Hukum Newton dibagi atas
Hukum Newton 1, Newton 2, dan hukum Newton 3. Ketiga hukum
Newton diatas dijelaskan sebagai berikut:
1) Hukum Newton 1
Menyatakan bahwa, “Jika resultan gaya yang bekerja pada suatu
sistem sama dengan nol, maka sistem dalam keadaan setimbang.”
∑F = 0………. (1)
Keterangan:
∑F = Jumlah gaya yang bekerja
2) Hukum Newton 2
Menyatakan bahwa, “Bila gaya resultan F yang bekerja pada suatu
benda dengan massa ‘m’ tidak sama dengan nol, maka benda resebut
mengalami percepatan kearah yang sama dengan gaya”. Percepatan a
berbanding lurus dengan gaya dan berbanding terbalik dengan massa
benda.
55
F = m.a …… (2)
Keterangan:
F = Gaya
a = Percepatan
m = massa benda
Hukum Newton 2 memberikan pengertian bahwa:
a) Arah percepatan bend sama dengan arah gaya yang bekerja pada
benda
b) Besarnya percepatan berbanding lurus dengan gaya nya.
c) Bila gaya bekerja pada benda maka benda mengalami percepatan
dan sebaliknya bila benda mengalami percepatan tentu ada gaya
penyebabnya.
3) Hukum Newton 3
Setiap gaya yang diadakan pada suatu benda, menimbulkan gaya
lain yang sama besarnya dengan gaya tadi, namun berlawanan arahnya.
Gaya reaksi ini dilakukan benda pertama pada benda yang
menyebabkan gaya. Hukum ini dikenal dengan Hukum Aksi Reaksi.
Hukum ini dirumuskan sebagai berikut:
Faksi = -Freaksi ……. (3)
Keterangan:
Faksi = gaya yang diberikan pada suatu benda
-Freaksi = gaya yang diberikan benda
c. Gerak lurus
Dinamika gerak mempelajari tentang berbagai jenis gerak. Konsep
yang harus dipelajari adalah konsep gerak lurus. Gerak lurus adalah suatu
objek yang lintasannya berupa garis lurus. Dapat pula jenis gerak ini
disebut sebagai suatu translasi beraturan. Pada rentang waktu yang sama
terjadi perpindahan yang besarnya sama (Andriasani, 20130.
56
3) Momen inersia
Bila sebuah benda berputar melalui porosnya, maka gerak
melingkar ini berlaku persamaan-persamaan gerak yang ekivalen dengan
persamaan-persamaan gerak linier. Dalam hal ini besaran fisis momen-
momen inersia (I) yang ekivalen dengan besaran fisis massa (m) pada
gerak linier. Momen inersia suatu benda terhadap pors tertentu nilainya
57
(𝑚 + 𝑚1) ± 𝑚2
a= 𝑔 … … … . . (8)
𝑚 + 𝑚1 + 𝑚2 + 𝐼/𝑟2
Keterangan:
a = percepatan gerak
m = massa beban
r = jari-jari katrol
g = percepatan gravitasi
4) Pesawat Atwood
Pesawat atwood adalah alat yang digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara tegangan, energy potensial dan energy kinetic dengan
menggunakan 2 pemberat (massa berbeda) dihubungkan dengan tali pada
sebuah katrol. Benda yang lebih berat diletakkan lebih tinggi posisi nya
disbanding yang lebih ringan. Jadi benda yang berat akan turun karena
gravitasi dan menarik benda yang lebih ringan karena adanya tali dan
katrol. Dengan menggunakan pesawat atwood memungkinkan kita untuk
mengamati bagaimana sebuah benda bergerak lurus beraturan (GLB) dan
gerak lurus berubah beraturan (GLBB) (Anonym, 2011).
58
4. Prosedur Percobaan
a) Ukur berapa panjang jari-jari roda katrol
b) Menimbang massa beban tambahan m, M1 dan M2 pada neraca teknis
c) Mengunci M1 pada pengunci G, kemudian memasang beban tambahan m
pada M2
d) Atur jarak antara A dan B sejauh 30 cm
e) Lepas pengunci G dan sistem akan bergerak
f) Catat waktu yang diperlukan untuk bergerak dari titik A menuju titik B
g) Sekarang kunci kembali M1 dan lepaskan M2
h) Atur jarak antara A dan B sejauh 40 cm
i) Kemudian lepaskan pengunci G maka sistem akan bergerak
j) Catat waktu yang diperlukan untuk bergerak dari titik A menuju titik B
m = 5gr
r = 6.5cm = 0,065 m
titik A di 74 cm
titik B di 99 cm
∆x = 99-74 = 25 cm
a) Pada bandul 5 gram dengan jarak 25 cm:
s = 25 cm
t = 1,27 detik
2𝑠 (2)(25) 50
𝑎= 2
= 2
= = 31,1 𝑐𝑚/𝑠 2
𝑡 1,27 1,6129
𝑣 = 𝑎 𝑥 𝑡 = 31,1 𝑥 1,27 = 39,497 𝑐𝑚/𝑠
𝑚. 𝑔
𝐼 = (( ) − (2𝑀 + 𝑚)) 𝑥 𝑟 2
𝑎
5 𝑥 980
𝐼 = (( ) − (2 𝑥 103 + 5)) 𝑥 6,52
31,1
4900
𝐼 = (( ) − 211) 𝑥 42,25
31,1
𝐼 = 2258,26 𝑔𝑟/𝑐𝑚2
b) Pada bandul 5 gram dengan jarak 30 cm:
s = 30 cm
t = 2,2 detik
2𝑠 (2)(30) 60
𝑎= 2
= 2
= = 12,396 𝑐𝑚/𝑠 2
𝑡 2,2 4,84
𝑣 = 𝑎 𝑥 𝑡 = 12,396 𝑥 2,2 = 27,271 𝑐𝑚/𝑠
𝑚. 𝑔
𝐼 = (( ) − (2𝑀 + 𝑚)) 𝑥 𝑟 2
𝑎
5 𝑥 980
𝐼 = (( ) − (2 𝑥 103 + 5)) 𝑥 6,52
12,396
4900
𝐼 = (( ) − 211) 𝑥 42,25
12,396
𝐼 = 7785,83 𝑔𝑟/𝑐𝑚2
60
Massa a
No S (cm) t (s) v (cm/s) I (gr/cm2)
Keping (gr) (cm/s2)
1 25 cm 1,27 31,1 39,497 2258,26
5 gr
2 30 cm 2,20 12,396 27,271 7785,83
x 1,735 21,748 33,384 5022,045
∆x 0,216 87,459 37,368 7.638.507,526
Massa
No S (cm) t (s) v (cm/s)
Keping (gr)
1 25 cm 0,72 34,722
5 gr
2 30 cm 0,55 54,545
x 0,635 44,633
∆x 0.007 98,237
61
6. Kesimpulan
a. Kesimpulan
Pesawat Atwood merupakan alat yang dapat dijadikan sebagai
aplikasi atau sebagai alat yang dapat membantu dalam membuktikan
hukum-hukum Newton ataupun gejala-gejala lainnya. Melalui pesawat
atwood ini dapat mengetahui nilai kecepatan, percepatan, gaya gesek
gravitasi, dan momen inersia dari suatu benda. Pada pesawat atwood
semakin berat beban yang digantung disalah satu tali maka semakin cepat
pula gerakan tali yang akan turun dan sebaliknya jika kedua ujung tali
tersebut diberi beban yang sama atau sedikit berbeda maka gerakannya
akan dipercepat. Adanya hasil nilai perhitungan dalam bentuk negative
62
terjadi karena adanya beberapa hal yaitu kesalahan sdm dalam mengukur
atau kurangnya presisi alat dan pengaruh dari gaya lain.
b. Saran
c. Buku panduan percobaan harus disusun lebih baik lagi. Masih banyak
langkah-langkah percobaan yang tidak jelas. Selain itu, ketersediaan alat-
alat masih kurang sehingga ada beberapa komponen yang tidak bisa
mendukung jalannya percobaan. Seharusnya ada lebih dari 1 pembimbing
di laboratorium agar praktikum berjalan dengan kondusif dan
meminimalisir kesalahan dalam praktikum sehingga hasil laporan yang di
dapat sesuai dengan tujuan percobaan.
7. Daftar Pustaka
https://www.hajarfisika.com/2017/09/laporan-praktikum-pesawat-atwood.html
https://www.academia.edu/30226424/Laporan_fisika_dasar_pesawat_atwood
Rahman, Yuzrizal.2009.Fisika Dasar 1 : Edisi 1.Jakarta : Universitas Terbuka
Tipler, Paul A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Erlangga
Buku Praktikum Fisika Dasar Sekolah Tinggi Teknologi Mandala