Anda di halaman 1dari 16

A.

KONSEP TEORI HALUSINASI


1. Pengertian
Menurut Depkes (2000) yang disitasi oleh Dermawan & Rusdi
(2013) halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera
tanpa ada rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
panca indera terjadi pada saat kesadaran individu penuh/ baik.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu
yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi
palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan,perbaan atau
penghiduan, pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.
( Keliat, 2012).
Menurut Agus (2003) yang disitasi oleh Syafitri, Rochdiat, dkk
(2016) halusinasi merupakan persepsi sensori yang palsu yang tidak
berkaitan dengan stimuli eksternal yang nyata; mungkin terdapat atau
tidak terdapat interpretasi waham tentang pengalaman halusinasi klien.
2. Etiologi
Menurut Rawlins & Heacock (1988) yang disitasi oleh Dermawan &
Rusdi (2013) etiologi halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi, yaitu :
a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tetapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat
ditimbulkan dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar
biasa, kesulitan-kesulitan untuk tidur dalam jangka waktu yang
lama.
b. Dimensi Emosional
Terjadi halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebihan yang
tidak dapat di atasi.
c. Dimensi Intelektual
Penunjukan fungsi ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha ego
sendiri melawan impuls yang menekan -> menimbulkan
kewaspadaan mengontrol perilaku dan mengambil seluruh
perhatian klien.
d. Dimensi Sosial
Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang
tidak memuaskan sehingga kooping yang digunakan untuk
menurunkan kecemasan akibat hilangnya control terhadap diri.
e. Dimensi Spiritual
Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan mahkluk sosial,
mengalami ketidakharmonisan berinteraksi.
3. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Laraia (2005) yang disitasi oleh Dermawan &
Rusdi (2013).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

a. Distrosi pikiran a. Gangguan


a. Pikiran logis piker atau
b. Ilusi
b. Persepsi akurat delusi
c. Reaksi emosi > /
c. Emosi konsisten b. Sulit merespon
<
dengan emosi
d. Perilaku aneh
pengalaman c. Perilaku
atau tidak biasa
d. Perilaku sesuai disorganisasi
e. Menarik diri
e. Berhubungan d. Isolasi sosial
sosial
4. Jenis-jenis
Menurut Dermawan & Rusdi (2013) halusinasi terbagi menjadi 2,
yaitu :
a. Halusi Non Patologis
Menurut NAMI (National Alliance For Mentally III) halusinasi
dapat terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa.
Pada umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang
berlebihan atau kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obatan
(halusinasinogenik).
1) Halusinasi Hipnogonik : persepsi sensori yang palsu yang
terjadi saat seseorang jatuh tertidur.
2) Halusinasi Hipnopomik : persepsi sensori yang palsu yang
terjadi pada saat seseorang terbangun tidur.
b. Halusinasi Patologis
1) Halusinasi Pendengar (Auditory)
2) Halusinasi Penglihat (Visual)
3) Halusinasi Pencium (Olfactory)
4) Halusinasi Pengecapan (Gusfactory)
5) Halusinasi Perabaan (Taktil)
5. Klasifikasi
Menurut Stuart (2016), yaitu :
a. Pendengaran
Mendengar kegaduhan atau suara paling sering dalam bentuk
suara. Suara yang berkisar dari kegaduhan atau suara yang
sederhana, suara berbicara tentang klien, menyelesaikan
percakapan tentang 2 orang atau lebih tentang orang yang
berhalusinasi. Pikiran mendengar dimana klien mendengar suara-
suara yang berbicara pada klien dan perintah yang memberi tahu
klien untuk melakukan sesuatu kadang-kadang berbahaya.
b. Penglihatan
Rangsangan visual dalam bentuk penglihatan cahaya, gambaran
geometris, tokoh kartun atau adegan atau bayangan rumit dan
kompleks, bayangan dapat menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat monster.
c. Penciuman
Mencium bau tidak enak busuk, dan tengik seperti darah, urine
atau feses, kadang-kadang bau menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang
dan demensia.
d. Gustatory/ pengecapan
Perasaan tidak enak,kotor dan busuk seperti darah, urine atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimuslus yang jelas
merasa sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Kenestetik
Merasa fungsi tubuh seperti denyut darah melalui pembuluh darah
dan arteri, mencerna makanan atau membentuk urine.
g. Kinestetik
Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergerak.
6. Faktor Predisposisi
Menurut Muhith (2017) faktor presdiposisi adalah faktor resiko
yang mempengaruhi jenis dan jumlah yang dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stress. Faktor ini dipengaruhi oleh baik dari klien
maupun keluarganya.
a. Faktor Perkembangan
Jika perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami
kecemasan.
b. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masayarakat dapat menyebabkan sesorang
merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat
klien dibesarkan.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya streess yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat haluzinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
d. Faktor Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas ,
terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah
yang mengambil jarak dengan anaknya. Sementara itu hubungan
interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang
bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berahkir dengan gangguan
orientasi realita.
e. Faktor Genetic
Secara genetik halusinasi dapat diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian kromosom yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih
dalam tahap penelitian.
7. Faktor Presipitasi
Menurut Muhith (2017) faktor presipitasi yaitu stimulus yang
dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan
yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Faktor ini terjadi karena
adanya rangsangan dari lingkungan seperti partisipasi klien dalam
kelompok, suasana sepi/ isolasi sering sebagai pencetus adanya
halusinasi karena hal tersebut dapat menyebabkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
8. Mekanisme Kooping
Menurut Stuart (2016) mekanisme koping yang sering digunakan
klien dengan halusinasi melputi :

a. Regresi berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan


pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya untuk mengelola
ansietas, menyisakan sedikit tenaga untuk aktifitas sehari - hari
(menjadi malas beraktifitas sehari-hari )
b. Proyeksi merupakan upaya untuk menjelaskan presepsi yang
membingungkan menetapkan tanggung jawab pada orang lain
atau sesuatu (mencoba menjelaskan gangguan presepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu
benda)
c. Menarik diri berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan
dan keasyikan dengan pengalaman internal (sulit mempercayai
orang lain dan asik dengan stimulus internal dan keluarga
mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
d. Pengingkaran sering di gunakan oleh klien dan keluarga.
Mekanisme kooping ini adalah sama dengan penolakan yang
terjadi setiap kali seseorang menerima informasi yang
menyebabkan rasa takut dan ansietas. Hal ini memungkinkan
memberi waktu pada seseorang untuk mengumpulkan sumber
daya internal dan eksternal dan kemudian beradaptasi dengan
stressor secara bertahap
9. Fase-fase Halusinasi
Berikut ini akan diuraikan tiga fase halusinasi, karakteristik dan
perilaku klien menurut Depkes, RI (2000) yang dsitasi oleh
Dermawan & Rusdi (2013).
Fase / Tahap Karakteristik Perilaku Klien
Fase I : Comforting - Mengalami - Tertawa atau
- Menyenangkan ansietas tersenyum yang
atau memberi rasa kesepian, rasa tidak sesuai.
nyaman. bersalah dan - Menggerakkan
- Tingkat ansietas ketakutan. bibir tanpa suara.
sedang secara - Mencoba - Pergerakan mata
umum halusinasi berfokus pada yang cepat.
merupakan suatu pikiran dan - Respon verbal
kesenangan. dapat yang lambat.
menghilangkan - Diam dan
ansietas. dipenuhi sesuatu
- Pikiran dan yang
pengalaman mengasyikkan.
sensori masalah
ada dalam
control
kesadaran non
psikotik.
Fase II : (Condeming) - Pengalaman - Ansietas : terjadi
Halusinasi menjadi sensori peningkatan
menjijikkan. menakutkan. denyut jantung,
- Menyalahkan - Merasa RR dan TD.
- Tingkat dilevehkan oleh - Perhatian dengan
kecemasan berat alam sensorik lingkungan
secara umum tersebut. kurang.
halusinasi - Mulai merasa - Penyempitan
menyebabkan rasa kehilangan kemampuan
antipasti. control. konsentrasi.
- MD dari orang - Kehilangan
lain non kemampuan
psikotik. membedakan
halusinasi dengan
realita.
Fase III : (Controling) - Klien - Perintah
- Tingkat menyerahkan halusinasi ditaati.
kecemasan berat. dan menerima - Sulit berhubungan
- Mengkontrol atau pengalaman dengan orang lain.
mengendalikan sendiri - Perhatian terhadap
- Pengalaman (halusinasi). lingkungan
sensori (halusinasi - Isi halusinasi kurang hanya
tidak dapat ditolak menjadi beberapa detik.
lagi) atraktif. - Gejala fisik
- Kesepian bila ansietas berat :
pengalaman berkeringat,
berakhir tremor,
psikotik. ketidakmampuan
mengikuti
petunjuk.
Fase IV : (Conquering) - Pengalaman - Perilaku panik
- Klien panik. sensorik - Resti menciderai :
- Menakutkan menakutkan bunuh diri atau
- Klien sudah di jika klien tidak membunuh orang
kuasai oleh mengikuti lain.
halusinasi. perintah - Refleksi isi
halusinasi. halusinasi : amuk,
- Bisa agitasi, menarik
berlangsung diri/ katatonik.
dalam beberapa - Tidak mampu
jam atau hati berespon terhadap
apabila tidak petunjuk yang
ada interaksi kompleks.
terapeutik. - Tidak mampu
- Psikotik berat. merespon lebih
dari satu orang.
B. ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan menurut (Keliath, 2012) meliputi :
a. Jenis dan isi halusinasi menurut data objektif dan subjektifnya
Data objektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku
pasien, sedangkan data subjektif dapat dikaji dengan melakukan
wawancara dengan pasien.

Jenis Data objektif Data subjektif


Halusinasi
Dengar atau suara Bicara tertawa sendiri. Mendengar suara – suara atau
Marah – marah tanpa kegaduhan.
sebab. Mendengar suara yang bercakap –
Mencondongkan telinga cakap.
ke arah tertentu. Mendengar suara memerintah
Menutup telinga. melakukan sesuatu yang berbahaya.
Penglihatan ‘Menunjuk – nunjuk ke Melihat bayangan, sinar, bentuk
arah tertentu. geometris, bentuk kartun, melihat
Ketakutan pada sesuatu hantu atau monster.
yang tidak jelas.

Penghidu Tampak seperti Mencium bau – bau an seperti bau


mencium bau – bau an darah, urin, feses terkadang bau
tertentu. yang menyengatkan.
Menutup hidung.
Pengecapan Sering meludah. Merasakan rasa seperti darah, urin,
Muntah. atau feses
Perabaan Menggaruk – garuk Mengatakan ada serangga di
permukaan kulit permukaan kulit.
Merasa seperti tersengat listrik.

b. Kaji waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan halusinasi


Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi
munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi
terjadi? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya apakah
terus menerus atau hanya sekali kali? Situasi terjadinya apakah
kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal ini
dilakukam untuk menentukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi
dapat direncanakan tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
c. Respon terhadap halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul. Perawat dapat menanyakan pasien hal yang dirasakan atau
dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga dengan
mengobservasi prilaku pasien saat halusinasi timbul.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Keliat & Akemat (2012) :
a. Risiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
b. Resiko gangguan sensori/persepsi: halusinasi berhubungan
dengan menarik diri.

Menurut Muhith (2017) diagnosa keperawatan dengan halusinasi


terdiri dari :

a. Isolasi Sosial : Menarik diri berhubungan dengan gangguang


konsep diri : harga diri rendah.
b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan toleransi aktivitas.
3. Prinsip-prinsip penanganan halusinasi
Menurut Keliat, Akemat, dkk (2012), prinsip menangani pasien
dengan halusinasi meliputi:
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
Sedangkan menurut Stuart (2016) prinsip-prinsip penanganan
halusinasi antara lain :
a. Pertahankan kontak mata
b. Berbicara secara sederhana dan dengan suara yang sedikit lebih
keras dari biasanya.
c. Panggil klien dengan nama panggilannya.
d. Gunakan sentuhan yang sesuai.
4. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan menurut Keliat & Akemat (2012) :
a. Risiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
Tujuan Keperawatan :
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
tersebut terjadi.
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda dari perilaku
kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya
4) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengendalikan
perilaku kekerasan yang dilakukannya.
Tindakan Keperawatan :
1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya, pasien harus merasa
aman dan nyaman dalam berinteraksi dengan perawat. Tahap
intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat dalam membina
hubungan saling percay yaitu :
a) Berjabat tangan
b) Mengucapkan salam terapeutik
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak waktu, topik, dan tempat setiap kali
bertemu dengan pasien.
2) Diskusikan bersama pasien tentang penyebab dari perilaku
kekerasan sekarang dan yang lalu.
3) Diskusikan perasaan, tanda dan gejala yang dirasakan pasien
jika terjadi penyebab perilaku kekerasan baik secara fisik,
psikologis, sosial, spiritual, dan intelektual.
4) Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan pada saat marah :
a) Verbal
b) Terhadap orang lain
c) Terhadap diri sendiri
d) Terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat dari perilaku kekerasannya
6) Diskusikan bersma pasien tentang bagaimana cara
mengendalikan perilaku kekerasan, yaitu dengan cara :
a) Fisik : pukul kasur/bantal, tarik napas dalam
b) Mengonsumsi obat
c) Sosial/verbal dengan cara menyatakan secara asertif rasa
marahnya
d) Spiritual dengan cara beribadah sesuai dengan keyakinan
yang dianut oleh pasien.
7) Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk
mengendalikan perilaku kekerasannya.
b. Resiko gangguan sensori/persepsi: halusinasi berhubungan dengan
menarik diri.
Tujuan Keperawatan :
1) Pasien dapat mengenali halusinasi yang sedang dialaminya.
2) Pasien dapat mengontrol halusinasi yang sedang dialaminya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optmal.
Tindakan Keperawatan :
1) Bantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat
berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
didengar, dilihat atau dirasa), waktu terjadinya halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,
dan situasi yang menyebabkan halusinasinya.
2) Melatih pasien dalam mengontrol halusinasi
Terdapat 4 cara dalam mengontrol halusinasi yaitu :
a) Menghardik halusinasi
Cara mengendalikan diri terhadap halusinasi yang dialami
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Berikut ini
tahapan intervensi yang dilakukan oleh perawat dalam
mengajarkan pasien, yaitu :
(1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
(2) Memeragakan cara menghardik
(3) Meminta pasien memperagakan ulang
(4) Memantau penerapan cara dan menguatkan perilaku
pasien.
b) Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu
seseorang dalam mengontrol halusinasinya.
c) Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul kembali,
maka seseorang yang mengalami halusinasi tersebut harus
disibukkan dengan aktivitas yang dilakukan secara teratur.
Tahapan intervensi yang dilakukan oleh perawat dalam
memberikan aktivitas yang terjadwal dan teratur yaitu :
(1) Menjelaskan pentingnya melakukan aktivitas yang
teratur untuk mengatasi halusinasinya.
(2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dlakukan oleh
pasien
(3) Melatih pasien untuk melakukan aktivitas
(4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari pasien dengan
aktivitas yang telah dilatih.
d) Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur pada pasien dapat membantu
pasien dalam mengontrol halusinasinya. Tahap intervensi
yang dapat dilakukan oleh perawat agar pasien dapat
minum obat secara teratur yaitu :
(1) Menjelaskan kegunaan obat
(2) Menjelaskan akibat yang timbul jika putus obat
(3) Menjelaskan cara mendapatkan obat
(4) Menjelaskan cara minum obat dengan prinsip 5 benar
(benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu,
dan benar dosis).

5. Standar Pelaksanaan
Standar Pelaksanaan menurut Keliat & Akemat (2012) yaitu :
a. Tindakan keperawatan pada pasien
Tujuan keperawatan :
1) Pasien dapat mengenal halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
SP 1 pasien: membantu pasien mengenal halusinasi, cara
mengontrol halusinasi,mengjar pasaien mengontrol halusinasi
dengan menghardik halusinasi.
SP 2 pasien: melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
bercakap cakap bersama orang lain
SP 3 pasien: melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
melaksanakan aktivitas terjadwal
SP 4 pasien: melatih pasien minum obat secara teratur
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
Tujuan keperawatan :
1) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien, baik di RS
maupun di rumah
2) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif
untuk pasien
SP 1 keluarga : memberikan pendidikan kesehatan tentang
pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi
dan cara cara merawat pasien halusinasi
SP 2 keluarga : melatih keluarga peraktik merawat pasien
langsung dihadapan pasien. Memberi
kesempatan kepada keluarga untuk
memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi langsung dihadapan pasien
SP 3 keluarga : membuat perencanaan ulang bersama
keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, D., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Keliat, B. A., & Akemat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa
Komunitas. Jakarta: EGC

Keliat, B. A., Akemat, Helena, N., & Nurhaeni, H. (2012). Keperawatan


Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.

Muhith, N. (2017). Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Stuart, G. W. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.


Indonesia: Elsevier.

Syafitri, E. N., Rochdiat, W., Wiyani, C., & Wahyu, R. (2016). Buku Panduan
Praktikum Keperawatan Jiwa II. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai