Anda di halaman 1dari 123

STANDAR PROSEDUR

OPERASIONAL ICU –
CCU- HCU

RSUP Dr. KARIADI

RSUP Dr. KARIADI / FK UNDIP


SEMARANG
2012
Semarang, 10 Oktober 2012

Kepada Yth :

Direktur RSUP Dr. Kariadi Semarang

Di tempat

Perihal : Pengesahan protap PGD

Lampiran : 1 (satu) berkas

Dengan hormat,

Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan penderita kritis, kami telah menyusun
Standar Prosedur Operasional Pelayanan Medik untuk bagian ICU-CCU-HCU
sebagai standar baku pelayanan penderita di ruang intensif.
Sehubungan dengan hal tersebut, kami mohon legitimasi dari Rumah Sakit
atas Standar Operasional Prosedur yang terlampir.
Demikian untuk dijadikan periksa dan atas izin Bapak, kami mengucapkan
terimakasih.

Hormat kami,

Ka. Instalasi Rawat Intensif

( Dr.Jati Listiyanto Pujo,Sp.An, KIC )


NIP : 130 516 880
DAFTAR ISI

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
RS. DR. KARIADI PEMENERIMAAN PASIEN BARU
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Menerima pasien baru berasal dari UGD, Poliklinik, Paviliun
Garuda, dan Ruangan
Tujuan Memberikan pelayanan keperawatan pada pasien kritis yang sesuai
dengan indikasi medis
Kebijakan Pasien mem
Standar Alat Tempat tidur siap pakai
Humidifier Oksigen
Kanul Oksigen
Masker Oksigen
Standar infus
Bed side monitor
Ventilator dan Trolly Emergency bila diperlukan
Standar Pasien
Prosedur 1. Sebelum pasien masuk ICU/ CCU Dokter pengirim terlebih
dahulu konsul ke Dokter ICU/ CCU, apakah ada/ tidak indikasi
rawat ICU/ CCU
2. Dokter ICU/ CCU menginformasikan pada perawat ICU/ CCU
tentang pasien yang akan masuk
Diagnosa
Kalau memakai ventilator, tanyakan BB pasien
3. Perawat pengirim menginformasikan kepada pasien/ keluarga
tentang biaya di ICU/ CCU
4. Perawat pengirim menginformasikan kepada perawat ICU/
CCU tentang pasien
Tanggungan Askes/ SKTM/ JPS
Klas perawatan
5. Persiapan
Kamar/ Tempat tidur sesuai dengan kelas perawatan
Alat monitor EKG Bed sid beserta aksesorinya
( termometer, tensimeter, saturasi O2/ humidifier dan kanul
oksigen, perawat EKG)
Ventilator bila diperlukan
Catatan medis
6. Pindahkan pasien ke tempat tidur yang telah disiapkan, atur
posisi tidur kondisi pasien Pasang O 2, monitor EKG Bed Sid,
termometer, tensimeter, saturasi O2, Pasang ventilator bila
diperlukan.
7. Menerima operan dengan perawat pengirim
tentang : Obat yang telah diberikan
Obat yang dibawa
Catatan medik, foto thoraks bila ada
Kartu mondok
8. Pengkajian
9. Jelaskan pada keluarga pasien tentang peraturan – peraturan RS:
Penunggu pasien/ kartu merah
Jam berkunjung ke pasien
Makanan yang boleh di bawa untuk
pasien Pasien/ jas pengunjung
Hak dan kewajiban pasien
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU / NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR PENERIMAAN PASIEN BARU PASCA BEDAH JANTUNG
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Penanganan pasien dengan penyakit jantung setelah dilakukan bedah
jantung
Tujuan Dapat meningkatkan fungsi jantung melalui koreksi bedah
jantung
Mempermudah/ mempercepat penanganan perawatan
pasien Mempersingkat perawatan di ruang ICU
Kebijakan
Standar Alat a. Tempat tidur khusus dan lengkap, ditambah
1 buah handuk besar ( untuk
kepala ) Selimut tebal 1 buah
Mesin penghangat
Standar infus 2 buah menempel ditempat tidur
bagian kepala
b. Syring pump 2 buah
c. Water Seal Drainage ( WSD )
d. Bed Side Monitor lengkap
e. Suction, terdiri dari :
f. Stetoskop 1 buah.
g. Standar infus mobile 2 buah
h. Papan observasi dan formulirnya :
Flow sheet untuk observasi 1 buah
Format untuk intruksi dokter ( CM 4 )
Format pemeriksaan laboratorium ( Hematologi, Kimia
Klinik I, II, III ) masing – masing 1 lembar
Format pemeriksaan rongent foto 1 buah
Format untuk menempel rekaman EKG
i. 1 meja untuk alat suction dan laborat
Suction dalam ukuran nomor 10 sebanyak 5
buah Koom steril 1 buah
NaCl botol 1 buah
1 botol EDTA untuk pemeriksaan hematologi
1 botol citras untuk pemeriksaan faktor pembekuan 1
botol kosong untuk pemeriksaan kimia darah.
Spuit 1 cc untuk pemeriksaan BGA
Spuit 5 cc untuk aspirasi samppel
darah Spuit 10 cc untuk pengambilan
darah Heparin 1 buah
j. Slang Water Pass untuk Zero
k. 1 rool penyambung listrik
l. 1 buah respirator ( ventilator )
Standar Pasien
Prosedur - Surat penerimaan pasien baru dari kamar operasi harus 2
orang perawat
Perawat pertama berdiri sebelah kanan
Segera kaji pasien warna kulit dan pengembangan
dada Sambungkan ETT ke ventilator yang telah diset
Observasi gerakan dada, bunyi nafas dikedua paru
Kaji tingkat kesadaran ( bila sadar katakan operasi
telah selesai dan pasien berada di
ICU Mengosongkan kantong urine
Serah terima dengan perawat OK.
Perawat kedua berdiri di sebelah kiri pasien
Kaji irama jantung
Bersama perawat Ok memasang sistem
monitor, lakukan Zero dan kalibrasi
Hubungkan low suction dada dengan WSD
dengan tekanan 20 cm H2O.
Mengecek dosis obat yang diberikan bersama perawat
OK.
Semua telah termonitor, catat semua parameter yang
ada.
Beri label/ nama pada semua line
Kaji kepatensian tubing yang terpasang
Setelah 30 menit ventilator terpasang cek
laboratorium Diagnosis
HB, HT
ADTT, TT, PTT
Albumin, Ureum Creatin, CK, CKMB
EKG lengkap 12 lead
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MENILAI TINGKAT KESADARAN MENGGUNAKAN
Jl. Dr. Soetomo 16 “ GLASGOW COMA SCALE “ ( GCS )
Semarang No. Dokumen No. Revisi Halaman
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Menilai tingkat kesadaran secara kuantitatif
Tujuan Mengetahui tingkat kesadaran
Kebijakan
Standar Alat Formulir GCS
Standar Pasien Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan tindakan yang akan
dilakukan.
Prosedur Mengobservasi skala Glasgow, coma pasien berdasarkan respon
pasien terhadap rangsangan komando verbal dan rasa nyeri meliputi:
1. Respons membuka mata :
1) Tidak membuka mata sama sekali meskipun ada
rangsang verbal/ nyeri
2) Membuka mata bila ada rangsangan nyeri
3) Membuka mata bila dikomando/ suara
4) Spontan membuka mata tanpa rangsangan
2. Respons verbal :
1) Tidak ada respons
2) Menjawab dengan kata yang tidak dimengerti
3) Menjawab dengan tidak tepat
4) Menjawab pertanyaan dengan kacau
5) Orientasi baik pasien dapat menjawab pertanyaan dengan
baik dan benar
3. Respons motorik
1) Tidak ada respons
2) Extensi
3) Dapat fleksi abnormal
4) Dapat menghindar dari rasa nyeri
5) Dapat melokalisir rasa nyeri
6) Dapat menggerakkan ekstremitas sesuai
komando Menghitung nilai Glasgow coma scale :
1. Nilai maksimal = respons membuka mata + responrs verbal
+ Respon motorik : 15
2. Nilai minimal = Respons membuka mata + Respons verbal
+ Respon motorik 3
Unit Terkait ICU/ CCU/HCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR TEKNIK PEMASANGAN MONITOR
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian
Tujuan Untuk memonitor hantaran listrik dari otot – otot jantung secara
terus menerus, sehingga akan dapat diketahui dengan cepat bila
terdapat kelainan terutama gangguan irama ( Arytmia )
Kebijakan
Standar Alat 1. EKG monitor yang telah siap pakai
2. Elektroda 3 buah ( merah, hitam, kuning )
3. Jelly EKG/ kapas basah
4. Plester/ Micropor
Standar Pasien 1. Memberitahu pada penderita tentang kegunaan dari pemasangan
alat EKG monitor, bila pasien sadar.
2. Bersihkan daerah tempat pemasangan elektroda, bila perlu
dicukur dan dibersihkan dengan kapas alkohol
Prosedur Elektroda direkatkan di daerah dada setelah diberikan jelly/ kapas
1. Posisi basah sebagai penghantar arus dengan posisi kabel mengarah ke
Pemasangan mesin EKG. Serta letak lead sebagai berikut :
Lead 1. Elektroda warna merah
Posisinya diatas V 5 ( diatas intercosta 4 kanan )
2. Elektroda warna kuning
Posisinya diatas V 5 ( diatas intercosta 5 kiri )
3. Elektroda warna hitam/ hijau
Posisinya sejajar dengan elektroda warna merah, pada intercosta
sebelah kiri ( fungsinya sebgaai ground (n)
Setelah elektroda terpasang mesin EKG dihidupkan dan gambaran
2. Problem akan terlihat dilayar EKG.
Gambaran EKG Set alarm dengan batasan paling bawah nadi 60x/ menit dan batasan
Dilayar Monitor nadi maksimal 100x/ menit.
1. Gambaran tidak jelas
Disebabkan oleh intensitas cahaya terlalu tinggi/ rendah, kurang
bersih tempat pemasangan elektroda.
2. Gambaran tidak stabil/ naik turun
- Pasien gelisah/ bergerak – gerak
- Viksasi elektroda tidak baik/ tidak kuat
3. Gambaran bergetar/ tebal
- System arde/ ground tidak berfungsi dengan baik
- Ada elektronik yang terpasang dengan berdekatan
- Kemungkinan jelly kering
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR TEKNIK PENGAMBILAN EKG 12 LEAD
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian
Tujuan Suatu pencatatan grafis dari potensial listrik yang ditimbulkan pada
waktu jantung mengadakan kontraksi – mekanis.
Kebijakan
Standar Alat 1. Mesin EKG lengkap dengan
- Elektroda untuk daerah ekstrimitas 4 buah ( merah, kuning,
hitam, hijau )
- Elektroda untuk daerah dada/ Precardial 6 buah ( No. 1-6 )
2. Jelly EKG/ Kontak paper/ kapas basah
Standar Pasien 1. Pasien diberitahu tentang guna dari perekaman EKG tersebut
2. Pasien dibaringkan ditempat tidur, pasien harus dalam posisi
tenang dan semua otot dilemaskan.
3. Daerah tempat pemasangan elektroda diberikan terlebih dahulu
bila perlu dicukur
4. Beri tanda lokasi tempat pemasangan Lead Precardial
Prosedur 1. Standar Lead/ Ekstremity Lead
1. Lokasi - Elektroda warna merah dipasang pada lengan kanan
pemasangan - Elektroda warna kuning dipasang pada lengan kiri
Lead/ Elektroda - Elektroda warna hitam dipasang pada tungkai kanan
- Elektroda warna hijau dipasang pada tungkai kiri
2. Precardial Lead
- V1 pada intercosa 4 kanan, mendekati stemum
- V2 sejajar dengan V1 intercosa sebelah kiri
- V3 pertengahan antara V2 dan V1, V4 pada intercosa 5 kiri,
memotong garis med Clavicula
- V5 pada bagian anterior axilla, sejajar dengan V4
- V6 pada bagian med axilla, sejajar dengan V5
2. Cara Perekaman 1. Pada daerah extrimitas yang akan dipasang elektroda diberi
EKG kontak paper/ kapas basah
2. Pada daerah dada tempat pemasangan elektroda setelah
dibersihkan lalu diberi jelly EKG secukupnya.
3. Setelah electroda terpasang semua mesin EKG dihidupkan
kemudian dilakukan kalibrasi sehingga memberikan gambar
gelombang setinggi 1 milli Volt/ 10 kotak ke atas. Demikian pula
setelah selesai perekaman harus dilakukan kalibrasi sehingga
dapat diketahui bahwa besarnya gambaran sesuai dengan
kriterianya.
4. Standarisasi pacuan/ amplitudo = 1 milli Volt ( 10 mm )
5. Kabel arde ( ground ) dipasang pada lantai/ isis dari tempat tidur
yang terbuat dari besi ( berhubungan dengan tanah )
6. Untuk setiap lead dibuat/ direkam 3-4 komplek, kecuali ada
arytmia dapat direkam lebih panjang lagi
7. Filter dipergunakan bila gambaran terlalu tebal
8. Alat posisi stop bila mengganti/ merobah daerah perekaman
9. Buat nama, umur, tanggal, jam pengambilan/ perekaman pada
kertas hasil rekaman EKG
10. Setelah selesai melakukan perekaman bersihkan elektroda dari
sisa – sisa Jelly EKG
11. Alat – alat EKG dirapikan kembali untuk setiap saat dapat
digunakan dan sebaiknya semua kabel disimpan dalam keadaan
tergantung ( tidak tertekuk )
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR TROLLEY EMERGENCY
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Meja yang berisi obat, cairan dan alat untuk tindakan
kegawatdaruratan
Tujuan 1. Untuk tindakan penyelamatan jiwa pasien
2. Memudahkan cara kerja
Kebijakan
Standar Alat Meja minimal 3 susun
Meja atas berisikan :
Obat – obat emergency
Alat – alat tindakan invasif
Stetoskop
Kapal alkohol
Plester
Baterey
Bak spuit
Sarung tangan

Meja tengah berisikan :


Alat – alat intubasi
Alat terapi oksigen
Bengkok
Meja bawah berisikan :
Cairan koloid
Cairan kristaloid
Standar Pasien 1. Pasien gagal nafas
2. Pasien henti jantung
3. Pasien gangguan irama jantung ( VT, SVT, VF, dll ) yang
membahayakan jiwa pasien
Prosedur Apabila pada pasien terjadi hal – hal seperti diatas ( standar pasien )
maka trolley emergency segera dibawa mendekat ke pasien untuk
memudahkan tindkaan kegawat daruratan.
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR PEMASANGAN KATETER VENA SENTRAL
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Pemasangan kateter vena pada pembuluh darah vena besar yang
digunakan atas indikasi tertentu
Tujuan 1. Memantau kebutuhan cairan
2. j
Kebijakan
Standar Alat kontraindikasi:infeksi pada kulit diatas vena yang dituju
trombosis vena yang dituju
fraktur atau curiga fraktur klavikula atau proksimal costa
sisi vena yang dituju
gangguan koagulasi
Standar Pasien 4. Pasien gagal nafas
5. Pasien henti jantung
6. Pasien gangguan irama jantung ( VT, SVT, VF, dll ) yang
membahayakan jiwa pasien
Prosedur Persiapan alat:
Operator menggunakan baju operasi, penutup kepala, sarung tangan
dan pelindung wajah steril
Lidocain 1%
Kassa steril
Syring –non Luer lock
Skalpel
Dilator
Jarum
Guide wire
Saline pembilas
Kateter vena sentral dengan ukuran sesuai
Benang jahit
Persiapan pasien:
Posisikan pasien tredelenburg 10-15⁰ untuk melebarkan vena
dan mengurangi resiko emboli udara
Palingkan wajah penderita menjauhi vena yang dituju
Tempatkan bantalan kain dibawah bahu vena yang dituju agar
klavikula lebih menonjol
Identifikasi vena subklavia:
Vena subklavia terletak di sepertiga tengah klavikula
Prosedur tindakan:
Terlebih dahulu lakukan informed consent tindakan pada pasien
(bila memungkinkan) dan keluarga pasien.
Bila pasien sadar, jelaskan bahwa wajahnya akan ditutupi doek
steril namun pernapasannya tidak akan terganggu Desinfeksi daerah
tindakan selama 60 detik
Isi lumen kateter dengan salin untuk mengecek kelancaran lumen
Lepaskan penutup pada port dimana guide wire akan keluar nantinya
Infiltrasi kulit dengan lidokaine 1%
Capailah daerah yang dituju dengan jarum yang membentuk 30⁰
terhadap kulit dan sumbu panjang jarum diarahkan ke arah
sternal notch
Tusuklah kulit tepat dilateral sepertiga tengah klavikula teruskan
kearah sternal notch dengan jarum berjalan tepat di bawah
klavikula Umumnya vena dapat dicapai dengan mudah tepat
dibawah klavikula
Seorang asisten harus memantau monitor EKG untuk
memperhatikan adanya tanda-tanda aritmia selama memasukkan
guide wire, adanya aritmia menunjukkan guide wire telah
mencapai jantung dan bila terjadi aritmia tarik guide wire sampai
aritmia hilang.
Setelah guide wire dimasukkan, tarik jarum dengan guide wire
tetap ditempatnya
Dengan menggunakan skalpel buatlah insisi kecil disuperfisial ujung
guide wire untuk memepermudah memasukkan dilator
Masukkan dilator melalui guide wire dengan cara memegang ujung
dilator sambil memutar masuk
Lepas dilator, apabila terjadi perdarahan atasi dengan kassa
tekan dan tetap mempertahankan posisi guide wire
Pasang kateter pada guide wire dengan tangan tangan satunya
tetap mempertahankan guide wire pada posisinya.

Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU


RS. DR. KARIADI PEDOMAN RESUSITASI JANTUNG PARU
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Halaman
Semarang Revisi
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Resusitasi jantung paru adalah prosedur darurat yang dilakukan dalam
upaya untuk mempertahankan fungsi otak secara manual sampai
tindakan lebih lanjut yang diambil untuk mengembalikan sirkulasi
darah dan pernapasan secara spontan pada pasien henti jantung

Tujuan Mempertahankan fungsi otak serta mengembalikan sirkulasi darah dan


pernapasan secara spontan
Kebijakan
Prosedur
Tidak ada respon dengan

tidak bernapas atau

napas tidak normal

(hanya gasping)

Cari defibrilator
Aktifkan respon darurat

(cari pertolongan)

Mulai Resusitasi Jantung


Paru
Cek irama jantung.

Beri kejut listrik bila indikasi.

Cek ulang tiap 2 menit

1. Segera kenali indikasi RJP yaitu pasien tidak ada respon


dengan tidak bernapas ataunapas tidak normal
2.Aktifkan respon darurat dengan mencari bantuan dan defibrilator
3. Letakkan pasien diatas alas rata dan keras
4. Cek ada tidaknya pulsasi karotis paling lama 10 detik.
5. Lakukan pijat jantung diikuti bantuan napas
6. Rasio RJP adalah 30:2 pada pasien dewasa (1 atau 2 penolong).
Sedang pada bayi dan anak rasio 30:2 (1 penolong) dan 15:2 (2
penolong)
7. Kecepatan pijat minimal 100 x/menit dengan kedalaman minimal
2 inch (5 cm) pada dewasa dan sekitar 1,5 inch (4cm) pada bayi
8. bila defibrilator datang, cek irama jantung. Beri kejut listrik bila
ada Indikasi.
9. Evaluasi irama jantung dan pernapasan setiap 2 menit
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MENYIAPKAN PASIEN DAN ALAT UNTUK
Jl. Dr. Soetomo 16 TINDAKAN DC SHOCK
Semarang No. Dokumen No. Revisi Halaman
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian DC Shock adalah suatu alat elektrik untuk memberikan arus listrik searah
otot jantung baik secara langsung maupun melalui dinding dada.
Tujuan Menghilangkan spesifik artmia atau ventrikel fibrilasi
Kebijakan
Standar Alat Alat dalam keadaan lengkap dan siap pakai terdiri dari :
1. Defibrilator
2. EKG Monitor
3. Jelly EKG
4. Terapi Oksigen
5. Set resusitasi jantung paru. Trolly Emergensi
Standar Pasien 1. Pasien diberitahu penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan
dilakukan
2. Posisi pasien diatur telentang datar dengan kepala lebih rendah
dari badan

2. Tentukan energi yang diperlukan dengancara memutar


atau menggeser tombol energi
3. Padle diberi jelly secukupnya
4. Letakkan padle dengan posisi padle apeks diletakkan pada
apeks jantung dan padle sternum diletakkan pada garis sternal
kanan dibawah klavikula.
5. Charge energi/ tunggu sampai energi terisi penuh, untuk mengetahui
energi sudah penuh, banyak macamnya tergantung dari defibrilator
yang dipakai, ada yang memberi tanda dengan menunjukkan angka
double yang diset, ada pula yang memberi tanda dengan bunyi
bahkan ada juga yang memberi tanda dengan nyala lampu.
6. Jika energi sudah penuh, beri aba-aba dengan suara keras dan jelas
agar tidak ada lagi anggota tim yang masih ada kontak dengan
pasien atau korban, termasuk juga yang mengoperatorkan
defibrilator, sebagai contoh DEFIBRILASI SIAP!!!!
7. Kaji ulang layar defibrilator terhadap : apakah gambaran masih VF/
VT tanda nadi, apakah energi sesuai dengan yang diset, dan apakah
modus yang dipakai adalah asinkron, jika semua benar, berikan
energi tersebut dengan cara menekan kedua tombol dischafe pada
kedua padle sambil menekan kedua padle kira – kira 10 kg.
8. Kaji ulang apakah tindakan kedua atau ketiga diperlukan, jika
diperlukan lakukan segera seperti urutan diatas denagn cepat
dan padle jangan diangkat dari dada pasien kecuali ada
perubahan gambaran EKG.
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MEMBERIKAN TERAPI OKSIGEN
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat, sesuai kebutuhan.
Tujuan Memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia
Kebijakan
Standar Alat 1. Pipa Oropharing ( Guedel )
2. Kateter nasal/ hidung
3. Pipa Nasopharing
4. Kanule Binasal
5. Sungkup muka dengan selang oksigen ( masker oksigen )
6. Sungkup muka “ Rebreathing “ dengan kantong O2
( Partial Rebreating )
7. Sungkup muka “ Non Rebreathing dengan kantong O2”
8. Sungkup muka Venturi ( Ventury mask )
9. Sungkup muka Derosol
Standar Pasien
Prosedur 1. Pipa Oropharing ( Guedel )
a. Alat – alat yang diperlukan
1. Pipa oropharing ( Guedel )
2. Spatel lidah
b. Cara pemasangan
1. Hnya dimasukkan bila mandibula agak lemas dan pasien
tidak sadar
2. Buka mulut dengan paksa dan tekan lidah dengan spatel
dan dimasukkan pipa ( guedel ) dengan lengkungan
menghadap kelangit – langit kemudian putar 180 derajat
tanpa mendorong lidah kebelakang
2. Katering nasal/ hidung
a. Alat – alat yang diperlukan
b. Cara pemasangan
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi
3. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi
4. Untuk memperkirakan dalam Kateter ukur jarak antara
lubang hidung sampai ke ujung telinga.
5. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen
sesuai kebutuhan
6. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan
7. Beri pelican atau jelly pada ujung nasal Kateter
8. Masukkan Kateter melalui lubang hidung ke
nasopharing sebatas ukuran yang telah ditentukan
9. Gunakan plester untuk fiksasi Kateter, antara bibir atas
dan lubang hidung.
10. Aliran oksigen sesuai yang diinginkan ( aliran maksimal
6 liter/ menit ).
3. Pipa Nasopharing
a. Alat – alat yang diperlukan
1. Pipa Nasopharing
2. Jelly
b. Cara pemasangan
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2. Beri pelican ( Jelly ) pada ujung pipa
3. Masukkan ke lubang hidung yang paten sampai
ujungnya berada di hipopharings ( ditandai aliran
udara yang lancar )
4. Kanule Binasal
a. Alat – alat yang diperlukan
1. Kanul binasal
2. Jelly
3. Sumber Oksigen dengan humidifier
b. Cara pemasangan
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2. Terangkan prosedur pada pasien
3. Hubungkan kanul dengan selang oksigen ke humidifier
dengan aliran O2 yang rendah. Beri pelican ( Jelly ) pada
kedua ujung kanul dan masukkan kedua ujung kanul ke
dalam lubang hidung.
4. Fiksasi selang Oksigen
5. Aliran O2 sesuai dengan yang diinginkan
6. Atur aliran O2 sesuai dengan yang diinginkan
5. Sungkup muka dengan selang oksigen ( Masker oksigen )
a. Alat - alat yang diperlukan
1. Sungkup muka selang Oksigen
2. Critikal O2 dengan Humidifier
b. Cara pemasangan
1. Terangkan prosedur pada pasien
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3. Membebaskan jalan nafas dengan mengisap sekresi
4. Atur posisi pasien
5. Membuka regulator untuk menentukan tekanan Oksigen
6. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman
jika perlu dengan kain kassa pada daerah yang tertekan.
7. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan
sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit
8. Atur aliran O2 sesuai dengan yang diinginkan. Terapi O2
dengan masker oksigen mempunyai efektifitas aliran 5-8
liter/ menit dengan konsentrasi O2 ( Fl )2 ) yang didapat
40-60%
6. Sungkup muka “ Non Rebreathing dengan Kantong O2
a. Alat – alat yang diperlukan
1. Sungkup muka “ Non Rebreating “
2. Sentral O2 deng humidifier
3. Kain Kasa
b. Cara pemasangan
1. Terangkan prosedur pada pasien
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi
4. Atur posisi pasien
5. Membuka regulator untuk menentukan tekanan Oksigen
sesuai dengan kebutuhan
6. Mengatur aliran Oksigen sesuai kebutuhan, terapi O2
dengan rebretaing mask mempunyai efektifitasaliran 6-
15 liter/ menit dengan konsentrasi O2 ( Fl O2 ) 55-90%
7. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang
antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian
kantong reservoir
8. Memasang nono rebreathing mask pada daerah lubang
hidung dan mulut
9. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala
melewati bagian atas telinga.
10. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan
sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.
7. Sungkup muka “ Rebreathing “ dengan kantong O2
( Partial Rebreathing )
a. Alat – alat yang diperlukan
1. Sungkup muka “ Rebreathing “
2. Sentral O2 dengan humidifier
3. Kain kasa
b. Cara pemasangan
1. Terangkan prosedur pada pasien
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi
4. Atur posisi pasien
5. Membuka regulator untuk menentukan tekanan
oksigen sesuai dengan kebutuhan
6. Mengatur aliran – aliran Oksigen sesuai dengan
kebutuhan, terapi O2 dengan rebreating O2 ( FlO2 ) 35
– 60% serta dapat meningkatkan nilai Pa CO2
7. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup
lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3
bagian kantong reservoir. Sesuai dengan aliran O2,
kantong akan terisi aktu ekspirasi dan hampir
kuncup waktu inspirasi
8. Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati
bagian atas telinga
9. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan
sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit
8. Sungkup muka venturi ( Ventury Mask )
a. Alat – alat yang diperlukan
1. Ventury mask
2. Sentral O2 dengan humidifier
3. Kain kasa
b. Cara pemasangan
1. Terangkan prosedur pada pasien
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi
4. Atur posisi pasien
5. Membuka regulator untuk menentukan tekanan
oksigen sesuai dengan kebutuhan
6. Mengatur aliran Oksigen sesuai kebutuhgan terapi O2
dengan masker ventury mempunyai efektifitas aliran
2-15 liter/ menit dengan konsentrasi O2 ( Fl O2 ) 24 –
60%
Contoh
Ventury mask merk Hudson
- Biru 2 liter/ menit ( 24%)
- Putih 4 liter/ menit ( 28% )
- Orange 6 liter/ menit ( 31% )
- Kuning 8 liter/ menit ( 35% )
- Merah 10 liter/ menit ( 40% )
- Hijau 15 liter/ meniut ( 60% )
7. Memasang ventury mask pada daerah lubang hidung
dna mulut
8. Mengikat tali ventury mask dibelakang kepala
melewati bagian atas telinga
9. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan
sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit
9. Sungkup Muka Derosol
a. Alat – alat yang diperlukan
1. Alat – alat yang diperlukan
2. Sungkup muka derosol
3. Sentral O2 dengan humidifier
4. Kain kasa
b. Cara pemasangan
1. Terangkan prosedur pada pasien
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3. Hubungkan selang O2 pada humidifier dengan
aliran rendah.
4. Setelah sungkup dihubungkan dengan nebulizer
atur aliran O2 sebesar 10 liter/ menit
5. Aliran O2 diatur sesuai dengan kebutuhan pasien,
uap hendaknya selalu terlihat
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MENGUKUR TIDAL VOLUME
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Mengukur tidak volume adalah tindakan untuk mengukur jumlah
udara yang masuk ke dalam paru dalam satu siklus pernafasan
Tujuan 1. Menegtahui kapasitas paru
2. Menentukan apakah pasien memerlukan penggunaan ventilator
Kebijakan
Standar Alat 1. Spirometer lengkap dengan konektor
2. Cuff inflator pada pasien denga ETT
3. Set penghisap sekresi lengkap dan siap pakai
4. Sungkup muka atau mouth piece pada pasien yang
bernafas spontan
5. Tisu
6. Bengkok
Standar Pasien 1. Pasien diberitahu penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan
dilakukan
2. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan

a. Menghubungkan spirometer dengan mouth piece


pasien, dan kemudian mengukur Tidal Volume pasien
untuk beberapa kali bernafas.
b. Melepaskan spiro dari pasien
c. Mencatat hasil pengukuran TV
2. Pada pasien dengan memakai ETT/ ventilator
a. Melakukan penghisapan sekresi
b. Menghubungkan spirometer ke ETT, kemudian
membaca TV pasien untuk beberapa kali bernafas
c. Melepaskan spirometer dari ETT dan segera
hubungkan kembali dengan set T. Piece/ ventilator
d. Mencatat hasil TV.
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR TEKNIK PEMASANGAN INTUBASI
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Melakukan pipa udara napas buatan ke dalam trachea melalui hidung
( NTT ) atau melalui mulut ( OTT )
Tujuan 1. Membebaskan jalan napas
2. Untuk pemberian napas mekanis ( dengan respirator )
3. Untuk memudahkan penghisapan sekresi
Kebijakan
Standar Alat 1. Laryngoscop
2. Magills
3. Mandrin
4. OTT dan NTT
5. Xylocain jelly
6. Sarung tangan ( handshoen ) yang steril
7. Trolly Emergency dan Sedasi
8. Xylocain Spray
9. Spuit 2,5 cc, unuk pemberian obat-obatan bila diperlukan
10. Spuit 20, untuk mengisi cuff ( balon ) Cuff inflation
11. Guedel
12. Stetoscop
13. Suction kateter dan perlengkapannya
14. Ambu Bag
15. ETT
16. Ventilator lengkap dengan sirkulasinya yang sudah di seting
17. Bantal
18. Plester
19. Gunting
20. Monitor EKG

2. Beritahu pasien
3. Pastikan pasien dalam posisi tidur terlentang
Prosedur 1. Emergency trolly didorong mendekat kesisi tempat tidur pasien
2. Pasang monitor EKG untuk memonitor gambaran EKG
selama pemasangan ETT agar segera dapat mengatasi bila
terjadi gangguan irama jantung ( misal bradicardi )
3. Cek alat – alat yang diperlukan dan pilih ukuran ETT
sesuai kebutuhan
4. Beri pelumas pada ujung ETT sampai daerah “ cuff “
5. Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik
6. Letak bantal di oksiput setinggi ± 10 cm dan kepaal
tetap ekstensi
7. Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan pharing
8. Buka mulut dengan cara “ cross finger “ dan tangan
kiri memegang laringoskop
9. Masukkan bilah laringoskop menelusuri mulut sebelah kanan,
sisihkan lidah ke kiri. Masukkan bilah laringoskop menelusuri
mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri. Masukkan bilah
sampai mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah atau
bibir tidak terjepit antara bilah dan gigi pasien
10. Angkat laringoskop ke atas dan kedepan dengan kemiringan
30-40 derajat, jangan menggunakan gigi sebagai titik tumpuan.
11. Bila pita suara sudah terlihat, lakukan sellick maneuver,
masukkan ETT sambil memperhatikan bagian prosimal dari
“ cuff “ ETT melewati pita suara ± 1-2 cm atau pada orang
dewasa kedalaman ETT ± 19-23 cm.
12. Waktu untuk intubasi tidak boleh > dari 30 detik
13. Lakukan ventilasi dengan menggunakan “ bagging “ dan lakukan
auskultasi, pertama pada lambung kemudian pada paru kanan dan
kiri sambil memperhatikan perkembangan dada.
14. Bila terdengar suara “ gargling” pada lambung dan dada tidak
mengembangkan, lepaskan ETT lakukan hiperventilasi
kembali selama 30 detik dengan O2 100% selanjutnya
lakukan intubasi kembali
15. Kembangkan balon “ Cuff “ dengan menggunakan spuit 20 cc
atau 10 cc dengan volume secukupnya sampai tidak terdengar
suara kebocoran udara dimulut saat dilakukan ventilasi ( “
bagging “ )
16. Lakukan fiksasi ETT dengan plester agar tidak terdorong
atau tercabut.
17. Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100%, kemudian
sambungkan ke respirasi mekanik ( ventilator )
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR PEMASANGAN VENTILATOR MEKANIK
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Pemasangan ventilator adalah suatu tindakan memasang Alat Bantu Nafas
untuk membantu pernafasan pasien secara mekanik.
Tujuan 1. Memberikan kekuatan mekanis pada paru untuk mempertahankan
pertukaran O2 dan CO2 yang fisiologis
2. Mengambil alih ( manipulasi ) tekanan jalan napas dan pola
pernapasan untuk memperbaiki pertukaran O 2 dan CO2 secara efisien
dan oksigenisasi yang adekuat.
3. Mengurangi kerja otot jantung dengan jalan mengurangi kerja paru.
Kebijakan
Standar Alat 1. Ventilator lengkap dan siap pakai
2. Spirometer
3. Air viva ( ambu bag )
4. Set pengisap sekresi
5. Cuff inflator atau spuit 10 cc
Standar Lingkungan Meletakkan ventilator disamping tempat tidur sisi kiri kepala pasien 1.
Standar Pasien Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan
dilakukan
2. Posisi diatur sesuai kondisi pasien
Prosedur 1. Mekanik
- Indikasi a. Respiratory rate 35 kali/ menit
b. Tidal Volume kurang dari 5 cc/ kg berat badan
c. Maksimal inspiratory force kurang lebih 20 mmHg
2. Oksigenisasi
a. Pa O2 kurang dari 60 mmHg dengan Fl O2 Room Air 21%
b. Pa O2 kurang dari 70 mmHg dengan Fl O2 40%
c. Pa O2 kurang dari 100 mmHg dengan Fl O2 100%
3. Ventilasi
Pa CO2 lebih dari 50 mmHg
- Pelaksanaan Penetapan pemasangan ventilator dilakukan oleh dokter
1. Pada pasien dengan pernapasan kendali
a. Mengisap sekresi
b. Bekerjasama dengan dokter dalam menentukan pola pernapasan
kendali dengan cara :
1. Menentukan Tidal Volume ( TV ) 8-12 cc/ kg berat badan
2. Menentukan Minute Volume ( MV ) RR x TV
3. Menentukan Frekuensi pernapasan 12 kali/ menit
4. Menentukan konsentrasi oksigen ( Fl O2 ) sesuai kebutuhan
5. Mengatur sensitifitas kearah kendali sesuai jenis ventilator
yang digunakan
c. Menilai volume udara yang masuk dengan cara membaca jarum
petunjuk pada jarum ventilator
d. Menentukan sistem alarm volume udara yang masuk/ tekanan
udara, sesuai dengan jenis ventilator yang digunakan
e. Menentukan sensitifitas kearah negative 20 cm H2O bagi pasien
dengan resusitasi otak
f. Menghubungan ventilator ke pasien dengan memakai konektor
2. Pada pasien dengan pernapasan assisted
a. Terangkan prosedur pada pasien
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
c. Mengisap sekresi
d. Bekerjasama dengan dokter dalam menentukan pola
pernapasan assisted dengan cara assisted
1. Menentukan sensitifitas sesuai jenis ventilator yang digunakan
2. Mengatur ventilator dengan frekuensi pernapasan 10 x/menit,
agar bila pasien apnoe ventilator dapat membantu pernapasan
3. Menentukan tidal volume disesuaikan dengan frekuensi
pernapasan yang disiapkan yaitu 10 kali/ menit
4. Menentukan konsentrasi oksigen
5. Menghubungkan ventilator ke pasien dengan
memakai konektor
6. Melakukan observasi setiap 30 menit antara lain :
a. Kerja ventilator
b. Tensi, nadi, pernapasan dan tanda – tanda synotik
c. Tanda – tanda fighting ( penolakan bantuan ventilator)
3. Pasien dengan pernapasan “ Sincronyize Intermitten
Mandatory Ventilation “ ( SIMV )
a. Terangkan Prosedur tindakan yang akan dilakukan
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
c. Mengisap sekresi
d. Bekerjasama dengan dokter dalam menentukan pola
pernapasan SIMV dengan cara :
e. Melakukan observasi setiap 30 menit antara lain :
1. Kerja Ventilator
2. Tensi, nadi, pernapasan, dan tanda – tanda syanotik
3. Tanda – tanda fighting ( penolakana bantuan ventilator )
4. Pada pasien pernapasan “ Positive End Expiratory Pressure “ (PEEP )
a. Menentukan tekanan positif sesuai kondisi pasien
b. Pola napas kendali dengan PEEP, cara kerjanya sama pada
pasien pernapasan kendali, ditambah dengan pemasangan katip
pada selang ekspirasi.
c. Pola assisted dengan PPEP, cara kerjanya sama pada pasien
dengan assisted, ditambah dengan pemasangan katup pada sekang
ekspirasi.
d. Pola pernapasan SIMV dengan PEEP, cara kerjanya sama pada
pasien dengan SIMV, ditambah dengan pemasangan katup
pada selang ekspirasi.
5. Pada pasien dengan pernapasan “ Contiuous Positif Airway Pressure “
( CPAP )
a. Mengatur ventilator ke arah CPAP pada pasien yang
sudah bernapas spontan
b. Menghubungkan selang ekspirasi kedalam botol berisi air untuk
pasien yang sudah tidak memakai ventilator, tetapi masih
memerlukan tekanan positif pada akhir ekspirasi. Besarnya tekanan
positif dalam alveoli sama dengan panjang selang ekspirasi yang
masuk kedalam air.
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MENGAMBIL DARAH UNTUK PEMERIKSAAN
Jl. Dr. Soetomo 16 ANALISA GAS DARAH
Semarang No. Dokumen No. Revisi Halaman
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Mengambil darah arteri untuk pemeriksaan gas dalam darah yang
berhubungan dengan fungsi respirasi dan metabolisme
Tujuan 1.Mengetahui keadaan Oksigen dalam metabolisme sel

2. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2


3. Kemampuan Hb dalam melakukan transportasi O2 dan CO2
4. Mengetahui tekanan O2 dalam darah arteri jaringan
perifer secara terus menerus.
Kebijakan
Standar Alat a. Alat – alat steril
1. 1 buah spuit 1 cc
2. 2 lembar kain kasa steril
b. Alat – alat tidak steril
1. Kapas alcohol dalam tempatnya
2. Perlak dan alasnya
3. Gabus, plester dan gunting balutan
c. Obat : Heparin injeksi
Standar Pasien 1. Pasien diberitahu penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan
dilakukan.
2. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan

2. Mengisi spuit 1 cc dengan Haparin 0,1 cc


3. Memasang perlak dibawah anggota tubuh yang akan ditusuk
4. Menentukan dan meyakinkan arteri yang akan ditusuk
5. Mendesinfeksi daerah arteri yang akan ditusuk
6. Menusuk arteri dengan posisi jarum yang berbeda
sesuai dengan letak arteri :
a. Radialis posisi 45 derajat
b. Brachialis posisi 60 derajat
c. Femoralis posisi 90 derajat
7. Menekan daerah bekas penusukan dengan kasa steril selama 5
– 15 menit, kemudian diplester.
8. Mengeluarkan udara dari dalam spuit dan ujung jarum
ditusuk dengan gabus.
9. Memasang label identitas pasien pada spuit yang berisi
bahan pemeriksaan.
10. Mengobservasi Tensi, Nadi, Suhu, dan Pernapasan serta
daerah bekas penusukan.
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MEMASANG T. PIECE DINDING
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Suatu tindakan pemberian oksigen dan humidifikasi melalui Piece
dalam proses akhir “ Penyapihan “ pasien dari penggunaan ventilator
dengan ETT masih terpasang
Tujuan 1. Melatih pasien agar dapat bernafas dengan mandiri
2. Mencegah kerusakan dinding trakea akibat penekanan cuff
dari RTT secara terus menerus.
3. Memberi terapi oksigen dan pelembaban udara inspirasi
yang lebih efektif agar oksigenisasi
Kebijakan
Standar Alat 1. Humidifier atau sejenisnya
2. Flowmeter 2 buah
3. Air oksi ( gantungan inline nebulizer )
4. Selang inspirasi sepanjang 1,5 meter
5. Selang ekspirasi 30 cm
6. Konektor berbentuk T/V
7. Aquades
Standar Pasien 1. Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan tindakan yanga akan
dilakukan
2. Posisi pasien diatur semi fowler
Prosedur 1. Memasang flowmeter dan humidifier pada tabung oksigen/
sentral oksigen
2. Memasang flowmeter dan humidifier pada tabung udara
tekan/ sentral udara tekan
3. Mengatur aliran O2 dengan cara membuka flowmeter
sesuai kebutuhan. Dengan rumus

Y = O2 murni ( 100% konsentrasi


O2 ) X = Udara ( 21%)
4. Memasang selang O2 pada botol humidifier udara
5. Mengatur aliran udara dengan cara membuka flowmeter
sesuai kebutuhan
6. Menyambung selang inspirasi pada T/V konektor
7. Memasang selang ekspirasi pada T/V konektor
8. Mengobservasi uap dari humidifier
9. Memasang T/V konektor ke ETT
10. Melakukan observasi dan mendokumentasikan
a. Tensi, nadi, pernafasan
b. Tidal Volume
c. Sekresi yang keluar ( Jumlah, warna, konsistensi, bau )
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MEMANTAU SATURASI OKSIGEN ( SaO2 ) DALAM DARAH
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Tindakan untuk mengetahui kadar oksigen dalam darah lewat perifir
Tujuan 1. Mengetahui kadar oksigen dalam darah
2. Mengetahui kondisi keadekuatan respirasi
3. Mengetahui terjadinya hipoksia
Kebijakan
Standar Alat 1. Pulse oksimetri
2. Kapas alkohol 70%
Standar Pasien 1. Pasien diberi penjelasan tentang tujuan yang akan dilakukan
2. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan
3. Bersihkan ibu jari/ salah satu jari dengan kapas alkohol
Prosedur 1. Hubungkan probe ke ibu jari/ salah satu jari pasien
2. Tekan power stand bay  ON
3. Tekan system kalibrasi. Terlihat pada layar grafis pouls,
angka saturasi, dan heart rate
4. Catat hasil pada buku/ lembar catatan
5. Tekan powr stand bay  OFF
6. Lepaskan probe dari pasien
7. Simpan alat pada tempatnya
Standar Hasil - 90 – 100% Normal
- < 90% Hipoksia
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MELAKUKAN FISIOTERAPI DADA
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Fisioterapi dada adalah tindakan penepukan dada untuk pencegahan
penumpukan sekresi yang mengakibatkan tersumbatnya jalan napas
dan komplikasi penyakit pernapasan lainnya.
Tujuan 1. Untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat dan mencegah
infeksi saluran pernapasan pada pasien tirah baring
2. Merangsang terjadinya batuk dan mempertahankan
kelancaran sirkulasi darah.
3. Mencegah kolaps paru yang disebabkan retensi sputum
Kebijakan
Standar Alat 1. Handuk untuk alas
2. Bantal
3. Minyak untuk digosokkan pada bagian tubuh yang tertekan
4. Set penghisap sekresi lengkap siap pakai
5. Stetoskope
6. Bengkok
7. Tissu
Standar Pasien 1. Pasien diberitahu penjelasan tentang tindakan yang akan
dilakukan.
2. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan
Prosedur 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2. Melatih pernapasan ( breathing exercise ) dan batuk efektif
3. Mengajarkan pasien teknik relaksasi sesuai kondisi pasien
4. Menepuk ( “ perkusi/ clapping “ ) untuk membantu agar
sekresi yang melekat pada dinding alveoli dan terdorong
sehingga dapat keluar percabangan bronkus dan trakea
sehingga merangsang batuk.
a. Kontra indikasi
1. Patah tulang rusuk ( fraktur costae )
2. Infeksi paru akut
3. Perdarahan/ haemoptoe
4. Asma akut
5. Daerah penepukan ada lika
6. Myocard infark
b. Caranya :
1. Penepukan dilakukan secara seksama pada dinding
torak pasien
2. Posisi pasien pada satu sisi miring
3. Posisi perawat berdiri dibelakang pasien sambil
satu tangan.
4. Posisi tangan perawat telungkup membuat rongga
5. Menggetarkan/ vibrasi
Untuk mendorong keluar sekresi yang tertimbun dialveoli
dengan bantuan menggetarkan dinding toraks pada saat
ekspirasi
Caranya :
a. Posisi pasien diatur pasa satu sisi ( miring )
b. Posisi perawat berdiri dibelakang pasien sambil satu
tangan diletakkan pada bagian dada anterior dan satu
tangan lain pada bagian posterior
c. Berikan tekanan pada saat pasien ekspirasi dengan
menggunakan dinding dada pasien
6. Memberikan posisi drainase ( “ Postural drainase “ )
Untuk mengalirkan sekresi dari dalam paru napas agar
mudah dihisap caranya :
a. Mengatur posisi lateral dalam sikap menungging 10 –
20 derajat/ posisi “sim”
b. Mengatur posisi lateral dalam sikap lurus
c. Mengatur posisi terlentang
d. Mengatur posisi telungkup
e. Lamanya posisi postural drainase 15-20 menit
f. Mengembalikan posisi pasien ke posisi semula
Unit Terkait
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MENGISAP SEKRESI
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Pengispaan sekresi adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan
napas dengan memakai kateter pengisap melalui nasotrakeal tube
( NTT ), orotrakeal ( OTT ), trakeostomi tube ( TT ) pada
saluran pernapasan bagian atas

2. Mengurangi retensi skutum dan merangsang batuk


3. Mencegah terjadinya infeksi paru
Kebijakan
Standar Alat 1. Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap
pakai.
2. Kateter penghisap steril dengan ukuran 20
3. Pinset steril atau sarung tangan steril.
4. Cuff inflator atau spuit 10 cc
5. Arteri klem
6. Alas dada/ handuk
7. Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam pinset
8. Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter
9. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam
kateter suction yang sudah dipakai.
10. Ambu bag/ air viva dan selang O2
11. Pelicin/ Jelly
12. NaCl 0,9%
13. Spuit 5 cc
Standar Pasien 1. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan
Prosedur 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2. Sebelum dilakukan penghisapan sekresi
a. Memutar tombol oksigen pada ventilator ke arah 100%
b. Menggunakan air viva dengan memompa 4-5 kali/
ambubag dengan konsentgrasi Oksigen 15 kali/ menit
c. Melepasakan hubungan ventilator dengan ETT
3. Menghidupkan mesin penghisap sekresi
4. Menyambung selang suction dengan suction kateter steril
kemudian perlahan dimasukkan kedalam saluran pernapasan.
5. Membuka lubang pada pangkal kateter penghisap pada
saat kateter dimasukkan ke ETT.
6. Menari Kateter penghisap kira – kira 2 cm pada saat adanya
rangsangan batuk untuk mencegah trauma pada carina
( percabangan bronkus kiri dan kanan ).
7. Menutup lubang melipat pangkal, kateter penghisp
kemudian suction kateter ditarik dengan gerakan memutar.
8. Mengobservasi tendi, nadi, dan pernapasan selama
dilakukan penghisapan sekresi.
9. Memberikan oksigen setelah satu kali penghisapan dengan
cara bagging
10. Bila melakukan suction kembali hubungkan selang ventilasi pada
pasien dan beri kesempatan pasien untuk bernapas 3-7 kali
11. Memasukkan Na Cl 0,9% sebanyak 3-5 cc melalui ETT
untuk mengencerkan sekresi yang kental dan lengket
12. Melakukan bagging
13. Mengempiskan cuff pada penghisapan sekresi terakhir saat
kateter berada di dalam ETT, sehingga sekresi yang
lengket disekitar cuff dapat terhisap.
14. Mengisi kembali Cuff dengan, udara menggunakan cuff
inflator setelah ventilator dipasang kembali.
15. Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian direndam
dengan cairan desinfektan dalam tempay yang disediakan
16. Mengobservasikan dan mencatat :
a. Tensi, nadi, suhu dan pernapasan
b. Hipoksia
c. Perdarahan
d. Diritmia
e. Sputum : warna, jumlah, konsistensi bau
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR TEKNIK EKSTUBASI
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Pengangkatan pipa napas buatan ( NTT/ OTT ) dari trakhea
Tujuan 1. Mencegah kerusakan dinding saluran pernapasan bagian atas
dari penekanan ETT
secara terus menerus
2. Supaya pasien dapat bernafas seperti semula ( secara
normal melalui hidung )
3. Dapat berbicara dan menelan seperti biasa ( makan, minum )
4. Memberi perasaan nyaman terhadap pasien
5. Supaya pasien dapat batuk dengan efektif dan
dapat mengeluarkan sputum sendiri
Kebijakan
Standar Alat 1. Emergency Trolly
2. Laringoscope
3. Peralatan suction yang lengkap
4. Spuit 20 cc
5. Sarung tangan
6. Masker oksigen dan perlengkapannya
7. Ambu Bag
8. Bengkok
Standar Pasien
Prosedur 1. Mendorong emergency trolly mendekat kesisi tempat tidur
untuk persiapan agar dapat mengantisipasi segera apabila ada
kejadian – kejadian yang tidak diinginkan
2. Beritahu pasien akan rencana pengangkatan pipa
pernapasan (ETT)
3. Pasien dianjurkan nafas dalam dan batuk
4. Lakukan penghisapan sekresi sampai bersih
5. Plester tube dilepas dan berikan oksigen 100% melalui ETT
menggunakan ambu bag. Suction Kateter dimasukkan
kedalam tube, ditarik bersama dengan suction kateter sambil
memutar pengangkatan tube, penerikan ETT dilakukan pada
saat inspirasi.
6. Setelah pengangkatan ETT beri 02 dengan konsentrasi 5-8
liter dengan menggunakan masker non rebrething
7. Observasu ketat tanda – tanda sesak napas, suara
pernapasan, tanda – tanda vital dan analisa gas darah, 30
menit setelah exbulasi dan selanjutnya bila dianggap perlu
8. Bersihkan alat – alat untuk siap digunakan segera dan
cuci tangan.
Unit Terkait Intensif Care Unit
Referensi :
1. Terapi Saluran Pernapasan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta
2. Terapi Oksigen Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta
RS. DR. KARIADI PROSEDUR PEMBERIAN THERAPI TITRASI
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Pemberian therapi secara intravena dengan menggunakan syring
pump
Tujuan Memberikan terapi secara terus menerus dalam waktu tertentu
Kebijakan
Standar Alat - Syring pump dan kabel
- Three Way Stop Cock
- Extention Tube
- Kapas alkohol
- Plestre atau hipafik
- Gunting
- Spuit 20 cc dan 50 cc
- Abocath nomor 18, 20
- Torniquet
- Kalkulator
- Kertas dan alat tulis
Standar Pasien
Prosedur 1.Cuci tangan
2.Pasien diberitahu
3.Oplos obat yang diberikan sesuai dengan perhitungan yang
mudah, dengan syring ( spuit )
4. Sambungkan syring ( spuit ) dengan Three Way Stop Cock
dan Extention Tube
5. Isi extention tube dengan cairan
6. Buka balutan dan plester pada intra vena cateter
( infus )/ kateter vena pusat
7. Lepas intra vena line ( infus ) dan sambungkan extention
pada intra vena cateter/ kateter vena pusat.
8. Sambungkan intra vena line ( infus ) pada Three Way
Stop Cock.
9. Pasang syring ( Spuit ) 20 cc atau 50 cc pada syring pump.
10. Tekan power On dan pada layar terlihat tampilan angka “OO”
11. Tekan tombol rate ( Tanda panah ^/v ) sesuai angka
yang dikehendaki
12. Tekan start – Buat label dan tempelkan
13. Tekan stop dan Three Way Stop Cock jika akan
mengganti cairan ( obat )
14. Tekan start kembali dan Three Way Stop Cock dibuka
15. Catat pada catatan perawatan ( CM 17 )
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU Referensi
Buku Cardiologi Dasar Untuk Perawat dan ACLS
RS. DR. KARIADI HEPARINISASI
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Memasukkan obat heparin secara titrasi melalui intravensi
menggunakan alat
Tujuan Mencegah terjadinya Reoklusi
Kebijakan
Standar Alat 1. Alat
- Seyring Pump
- Spuit 3 cc dan 50 cc
- Threee Way Stop Cock
- Extension tube
2. Obat
- Heparin evion 25.000 unit
- D5% untuk pelarut
Standar Pasien Pasien diberitahu, akan diberikan obat Heparin dengan alat
Prosedur 1. Hisap heparin 1 cc ( 5.000 unit dengan spuit 3 cc suntikan
melalui intravena )
2. Larutan heparin 20.000 unit ( 4 cc dengan D5 ad 40 cc ( 1 cc
= 500 unit )
3. Pasang spuit 50 cc yang sudah diisi heparin tersebut diatas
dan pasang Three Way Stop Cock dan Extension tube,
hubungkan dengan Aboath yang telah dipasang pada pasien
4. Pasang souit tersebut diatas dan hidupkan Seyring Pump
dan dosis
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI S.O.P PENGAMBILAN SAMPLE PTTK
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian PTTK adalah pemeriksaan salah satu faktor coagulasi darah
Tujuan Untuk mengendalikan/ menentukan dosis heparin
Kebijakan
Standar Alat 1. Alat dan reasensia
- Spuit 3 cc
- Tokniquet
- Kapas alkohol
- Tabung reaksi berisi Na. Citras 3,13% 0,3cc ( Tulis
identitas pasien/ ruang kegiatan
2. Formulir Pemeliksaan Coagulasi
Isi formulir : nama pasien, umur, jenis kelamin, ruang, register,
tanggal, jam
Standar Pasien Pasien diberitahu tentang pemeriksaan PTTK
Prosedur - Pilih vena yang jelas ( biasanya vena media cubiti )
- Pasang tokniquet
- Desinfeksi bagian yang akan di vena fungsi
- Hisap darah sebanyak 2,7 cc
( perbandingan : Na Citras 0,3 cc/l, darah 2,7 cc/9
- Masukkan darah kedalam tabung tersebut dicampur pelan –
pelan supaya tidak lysis
- Kirim ke laboratorium
- Setelah jadi, hasil laporkan ke Dokter
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MENYIAPKAN PASIEN DAN ALAT UNTUK TINDAKAN
Jl. Dr. Soetomo 16 PEMASANGAN “ CENTRAL VENOUS CATHETER “ ( CVC )
Semarang No. Dokumen No. Revisi Halaman
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Tindakan pemasangan CVC adalah memasukkan kateter vena sentral
melalui pembuluh darah tepi sehingga ujungnya berada di atas
muara atrium kanan ( Vena Cara Superior dan Inferior )
Tujuan Untuk mengetahui tekanan vena sentral dan menilai jumlah cairan
dalam tubuh
Kebijakan
Standar Alat 1. Alat seteril
a. Set CVP lengkap terdiri dari :
- Manometer CVP
- Kateter vena sentral
- Three Way
- Spuit 20 cc
- 2 buah infus set
b. Doek lubang
c. Kain kasa
d. Kapas
e. Sarung tangan
2. Alat tidak steril
3. Obat – obatan
a. Obat luka anestasi
b. Obat luka
4. Cairan desinfektan
a. Yodium
b. Betadin
c. Alkohol 70%
Standar Pasien Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
Prosedur 1. Menggantungkan cairan infus pada standar infus
2. Menempelkan manometer CVP pada standar infus
3. Tindakan pemasangan CVP oleh Dokter
4. Menyambung selang CVP dengan kateter ( CVP yang
telah dipasang oleh Dokter )
5. Memberi zat desinfektan pada bekas tusukan CVP
6. Memfiksasi kateter CVP
7. Menutup bekas tusukan dengan kasa steril
8. Memasang plester lebar diatas kain kassa sampai
tertutup seluruhnya
Unit Terkait Unit yang akan memasang CVC
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MELAKUKAN PEMANTAUAN CVC
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Pemantauan CVP adalah pengukuran tekanan vena central untuk
menilai jumlah cairan dalam tubuh secara berkala dan
berkesinambungan
Tujuan Untuk mengetahui tekanan vena central dan menilai jumlah cairan
dalam tubuh
Kebijakan
Standar Alat 1. Water pas
2. Cairan isotonic bila diperlukan
Standar Pasien Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan tindakan yang akan
dilakukan
Prosedur 1. Mengganti cairan infus dengan cairan isotonik bila terpasang
cairan hypertonic
2. Mempercepat cairan tetesan infus untuk menilai
kelancaran aliran cairan.
3. Menghentikan aliran cairan ke asien dengan memutar
Three Way Stop Cooch
4. Mengalirkan cairan infus kearah manometer sampai setinggi
20 cm H2O diatas titik nol
5. Menghentikan cairan infus yang mengalir kearah
manometer dengan mengunci infus set.
6. Mengalirkan cairan dari manometer ke pasien dengan
cara memutar Three Way Stop Coch
7. Menentukan titik nol pada manometer dengan cara mengukur
antara inter costae 4 pada garis mid axial menggunakan
water pas.
8. Menunggu sampai cairan dalam manometer tidak turun
lagi sambil memperhatikan andulasi yang sesuai dengan
irama pernapasan.
9. Menghitung nilai CVP
10. Mengalirkan kembali tetesan infus menuju pasien
Unit Terkait Unit yang mempunyai pasien terpasang CVP
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MEMANTAU HEMODINAMIK SECARA INVASIF
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Tindakan pemasangan kateter ke dalam darah arteri
Tujuan 1. Diperolehnya data akurat tentang sistolik, diastolik, dan “ Mean
Arterial Pressure “ ( tekanan darah arteri rata – rata )
2. Mengurangi efek suatu pengobatan yang diberikan
3. Mengurangi rasa sakit/ memberi rasa aman pada pasien
yang sering dilakukan pemeriksaan analsa gas darah
4. Indikasi
5. Pasien dengan tekanan yang tidak stabil
6. Pengambilan sample darah yang dilakukan untuk AGD
7. Pasien yang menggunakan obat inotropik dan fasodilator
Kebijakan
Standar Alat a. Alat steril
1. Tranducer
2. Cairan “ Frsh “ ( Na Cl 0,9% yang sudah
diheparinisasi dengan perbandingan 1 : 1 atau 1 cc
NaCl 0,9% : 1 unit heparin )
3. Admintration set
4. Flush Device/ alat flush
5. Diapragma dome
6. Menometer line
7. Thre Way Stock Coch
8. Ekstension tubing/ angiocath ( Cateter arteri )
9. Spuit 2,5 cc; 1 cc
10. Duk bolong
11. Kain Kassa
12. Benang 3.0 ( Catgut )
13. Jarum kulit
14. Gunting benang
15. Sarung tangan
b. Alat tidak steril
1. Holder tranducer
2. Monitor tekanan ( oscilloscope )
3. Kabel tranducer
4. Gulungan handuk ( rolled towel )
5. Preessure bag ( kantong tekanan )
6. Standar infus
7. Bengkok
8. Plester
9. Water pas
c. Obat – obatan
1. Obat anaestesi local
2. Zalf desinfektan
d. Cairan Desinfektan
1. Betadin
2. Alkohol 70%
Standar Pasien a. Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan tindakan yang akan
dilakukan
b. Menanyakan apakah pasien alergi terhadap obat
Prosedur 1. Menyiapkan sistem flush siap pakai dengan cara
menghubungkan “ administration set “ ke cairan Flush
2. Membebaskan udara dari sistem flush yang siap pakai
3. Masukkan cairan flush kekantong tekanan ( preessure bag )
dan berikan tekanan 300 mmHg.
4. Hubungkan kabel tranducer kemonitor tekanan
5. Menyambung/ menghubungkan kateter dengan manometer
line melalui Three Way Stop Coch.
6. Menghubungkan kabel tranducer dari monitor tekanan
ke trandducer
7. Menekan titik nol pasien yaitu pada pertengahan axilla
( letak jantung )
Unit Terkait Unit yang mempunyai monitor invasif
RS. DR. KARIADI PROSEDUR MENYIAPKAN PASIEN DAN ALAT UNTUK TINDAKAN
Jl. Dr. Soetomo 16 PERITONIAL DIALISIS
Semarang No. Dokumen No. Revisi Halaman
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian Tindakan peritorial dialisis adalah tindakan untuk memasukkan
cairan dialisi kedalam rongga peritoneum dan mengalirkan kembali
keluar dari rongga peritoneum ke dalam botol penampung.
Tujuan Menurunkan kadar ureum, kreatinin dan sisa – sisa metabolisme di
dalam darah
Kebijakan
Standar Alat a. Alat steril
1. Spuit 5 cc dengan jarum No.12 dan 18
2. Semprit 10 cc dengan jarum No.2
3. Mangkok kecil
4. Mousqito yang lancip dan tidak bergigi
5. Arteri klem/ pean
6. Gunting
7. Bisturi
8. Jarum besar panjang
9. Duk operasi 4 lembar
10. Sarung tangan 2 pasang
11. Agrave
12. Pinset anatomi
13. Pinset chirurgic
14. Kain kasa
15. Doek klem
16. Kateter peritoneum
17. Troicard
18. Korentang
19. Kapas dalam tempatnya
20. Kateter dan penampung urine.
b. Alat tidak steril
1. Standar infus
2. Baskom berisi air hangat
3. Bengkok
4. Gunting verband
5. Plester
c. Obat – obatan dan cairan
1. Antibiotic
2. Obat anastesi local
3. Kel injeksi
4. Obat anti koagulan ( heparin )
5. Cairan dianalisa sesuai kebutuhan antara lain :
a. Yodium 3%
b. Betadin
c. Alkohol 70%
6. Dextrosa 40%
Standar Pasien a. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan
c. Daerah bawah perut dicukur sehari sebelum tindakan dilakukan
d. Kandung kemih dikosongkan, bila perlu dengan
memasang kateter
Prosedur a. Tindakan peritonial dianalisis oleh dokter
b. Membuka pakaian pasien daerah perut
c. Bekerjasama dengan dokter selama tindakan berlangsung
d. Memfiksasi kateter dianalisi pada daerah perut setelah
kateter terpasang
e. Menyambung selang pengeluaran cairan peritoneal
kekantong penampung
f. Menilai kelancaran cairan dialisis yang masuk dan keluar
g. Mengukur cairan yang keluar dan masuk
h. Mengobservasi konsistensi, jumlah dan warna cairan
yang keluar
Unit Terkait Unit yang mempunyai pasien yang akan dipasang peritonial dialisis
RS. DR. KARIADI S.O.P PASIEN PINDAH KE RUANG LAIN
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001)
Pengertian Menidahkan/ alih rawat pada pasien yang sudah tidak ada indikasi
rawat intensif yang telah dinyatakan oleh Dokter ICU/ CCU ke
ruangan.
Tujuan Memberikan pelayanan keperawatan lanjutan pada pasien di ruangan
Kebijakan
Standar Alat - Kereta dorong/ kusi roda/ tempat tidur
- O2/ transport
Standar Pasien - Jelaskan pada pasien/ keluarga bahwa kondisi pasien sudah
tidak perlu dirawat di ruang ICU/ akan dipindah diruangan
Prosedur
Pindahkan pasien ke kereta dorong ke ruangan yang dituju -
- Operkan pada perawat yang menerima tentang
Kondisi pasien, obat yang telah diberikan dan
program Therapy/ CCU, foto bila ada, kartu mondok
Catat dibuku Expedisi pindah ruang
- Laporkan ke Billing No. 252
- Laporkan ke bagian Gizi
- Bereskan dan bersihkan, rapikan alat – alat yang telah dipakai
- Bersihkan tempat tidur dan jemur kasur
- Pasang kembali Tempat Tidur dan jemur kasur
- Pasang kembali Tempat Tidur, kasur dan pasang sprei
dengan rapi ( siap pakai )
Unit Terkait ICU/ CCU – PICU / NICU
RS. DR. KARIADI PROSEDUR PERAWAT PASIEN YANG TELAH MENINGGAL DUNIA
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pengertian
Tujuan 1. Supaya jenazah berada dalam keadaan bersih dan rapi
2. Untuk memberi kesan yang baik kepada keluarga pasien
Kebijakan
Standar Alat 1. Celemek dua buah
2. Kain segi tiga ( mitella ) dan pembalut
3. Alat – alat untuk memandikan
4. Bengkok
5. Pincet anatomis
6. Kapas berlemak
7. Beberapa potong kapas lembab
8. Pakaian mayat
9. Tempat alat tenun yang kotor
10. Laken bersih
11. Brankar ( kereta dorong ) dengan alas yang bersih
12. Formulis identitas jenazah yang isinya
- Nama
- Jenis kelamin
- Umur
- Alamat
- Ruangan
- Nomor register
- Tanggal/ waktu meninggal
13. Daftar alat tenun yang ditinggalkan pada jenazah ( kamar mayat
Standar Pasien
Prosedur 1. Mencuci tangan
2. Memakai celemk
3. Melepaskan semua perhiasan yang ada pada pasien dan
dimasukkan kedalam kantong tertentu, kemudian
diserahkan kepada keluarganya
4. Memandikan jenasah ( lihat perasat memandikan pasien
5. Bila ada luka, balutlah luka itu dengan baik
6. Memasukkan kapas berlemak ke dalam lobang pelepasan
(anus) jenazah dengan menggunakan pinset
7. Mengenakan pakaian jenazah
8. Menutup mata dengan kapas lembab agar dapat tertututup rapat
9. Memasukkan kapas berlemak ke dalam lobang hidung,
lobang telinga jika diperlukan
10. Mengikat rahang dengan kain segi tiga atau pembalut
agar mulut jenazah tidak terbuka ( menganga )
11. Merapatkan kedua kaki jenazah kemudian diikat
dengan pembalut
12. Meletakkan tangan ( posisi tangan ) sesuai dengan
tradisi/ agama yang dianut jenasah
13. Merapikan tempat tidur, kemudian menutup jenazah
dengan sprei bersih
14. Setelah dua jam meninggal, jenazah dibwa dengan brankas
khusus ke kamar jenazah dengan formulir identitas.
15. Memindahkan jenazah ke tempat yang sudah disediakan
di kamar jenazah.
16. Memenitikan formulir identitas diatas seprei
17. Merapikan jenazah dan menyerahkan kepada keluarga dan
penanggung jawab kamar jenazah
18. Mencuci tangan
19. Membuka celemek dan digantungkan tepat yang tersedia.
20. Mencuci tangan
21. Membawa kembali brankas ke ruangan untuk di belakang
22. Mencuci tangan
Unit Terkait ICU/ CCU/ PICU/ INICU

RSUP Dr. Kariadi PENILAIAN SCAP ( ATS 2007 )


SEMARANG No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Pengertian -

Tujuan -

Kebijakan -
 Kriteria Minor :
Prosedur 1. RR ≥ 30x/menit
2. PaO2 / FiO2 ratio ≤ 250
3. Infiltrate multilobar
4. Bingung / confusion (disorientasi
5. Uremia (BUN ≥ 20 mg/dl)
6. Leukopenia (WBC count < 4000 sel/mm3)
7. Trombositopenia (< 100.000 sel/ mm3)
8. Hipotermia (<36ºC)
9. Hipotensi membutuhkan resusitasi cairan yang
agresif

 Kriteria Mayor :
1. Ventilasi mekanik invasive
indikasi
2. Syok septic dengan vasopresor

Unit terkait -
RSUP Dr. PROTOKOL PENGATURAN PEEP DAN FiO2
Kariadi
No. Dokumen No. Revisi Halaman
SEMARANG

PROSEDUR Tanggal Terbit Ditetapkan


TETAP Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Pengertian -

Tujuan -

Kebijakan -
RASIO PEEP & FiO2 PADA VENTILASI MEKANIK
Prosedur
PEE 5 5 8 8 10 10 10 12 1 14 14 16 16 20-
P 24

FiO2 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5 0.6 0.7 0.7 0.7 0.8 0.9 0.9 0.9 1.0

1. Ruang rawat ICU


Unit terkait 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten
RSUP Dr. Kariadi PROTOKOL RASIO I : E
SEMARANG No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Pengertian -

Tujuan -

Kebijakan -
RASIO I : E
Prosedur Insp. Pause time I : E Ratio
Time % %
20 0 1:4
20 5 1:3
25 0 1:3
20 10 1 : 2.3
25 5 1 : 2.3
33 0 1:2
25 10 1 : 1.9
33 5 1 : 1.6
20 20 1 : 1.5
33 10 1 : 1.3
25 20 1 : 1.2
20 30 1:1
50 0 1:1
33 20 1.1 : 1
25 30 1.2 : 1
50 5 1.2 : 1
50 10 1.5 : 1
33 30 1.9 : 1
67 0 2:1
50 20 2.3 : 1
67 5 2.6 : 1
67 10 3.4 : 1
67 20 4:1
80 0 4:1
Unit terkait 1. Ruang rawat ICU
2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai
asisten
RSUP Dr. Kariadi PROSEDUR CHALLENGE TEST
SEMARANG
No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Pengertian -

Tujuan -

Kebijakan -
CHALLENGE TEST
Prosedur Nilai CVP :

1 cm H20 = 0.7 mmHg


1 mmHg = 1.3 cm H20
6 mmHg = 7.8 cm H20
10 mmHg = 13.6 cm H20

Bila nilai CVP :

< 7.8 cm H20 loading cairan 200cc


7.8 cm H20 – 13.6 cm H20 loading cairan 100 cc
> 13.6 cm H20 loading cairan 50 cc

Setelah 10 menit lihat responnya.


Bila kenaikan CVP :

<2 hypovolemik
2-5 normovolemik
>5 hypervolemik

Unit terkait 1. Ruang rawat ICU


2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai
asisten
RSUP Dr. Kariadi BRONKHOSKOPI
SEMARANG No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pemeriksaan bronchus dengan alat dilakukan pada pasien yang
Pengertian memerlukan.
Memberikan pelayanan bronkoskopi pada pasien yang
Tujuan memerlukan pemeriksaan bronkus.
Pelaksanaan bronkoskopi dilakukan oleh dokter konsultan THT
Kebijakan dan residen THT sebagai asisten.
1. Informed consent pasien dan keluarga
Prosedur 2. Pemeriksaan : untuk syarat bronkoskopi
EKG
Tes faal paru
Koagulasi : PT, APTT, fibrinogen
3. Sebelum bronkoskopi
Pasien puasa : minimal 4 jam sebelumnya
Injeksi steroid : 1 jam sebelum tindakan
Nebulisasi : dengan antikolinergik ½ - 1 jam
sebelum tindakan
Pemberian Antitusif
4. Monitoring selama tindakan :
Saturasi O2
EKG
Respirasi
5. Siapkan troli EMG
ETT intubasi
Pneumothorax
6. Anestesi
Menggunakan lidocain (gel) s.d 8.4 mg/ig (N : 1.5
mg/ig)

Unit terkait 1. Ruang rawat ICU


2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai
asisten
RSUP Dr. Kariadi PENYAPIHAN PASIEN ARDS DENGAN
SEMARANG SPONTANEOUS BREATHING TRIAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Pemberian percobaan nafas spontan pada pasien dengan ARDS.


Pengertian
Pemberian percobaan nafas spontan pada pasien ARDS sehingga
Tujuan pasien dapat bernafas tanpa bantuan ventilasi mekanik.
Pelaksanaan pemberian percobaan nafas spontan dilakukan oleh
Kebijakan dokter konsultan intensive care dan residen intensive
care sebagai asisten.
1. Persiapan pasien : pebaikan penyakit dasar, tidak ada
Prosedur penyakit baru.
2. Syarat :
a. Vasopressor & sedative kontinu telah diberikan
penggunaannya.
b. Terdapat reaksi batuk pada pasien bila dilakukan
penghisapan lendir
c. PaO2 / FiO2 > 200
d. Ventilasi semenit (MV) < 15 L/menit
e. Rasio frekuensi / tidal volume < 105 pada
spontaneous breathing trial selama 2 menit.
3. Dilakukan spontaneous breathing trial selama 20-
120 menit.
4. Bila terdapat salah satu criteria dibawah ini dalam waktu
yang cukup lama saat trial menunjukkan gagal
penyapihan & perlu dikembalikan ke mode bantuan nafas
sebelumnya, yaitu :
a. RR > 35 x/menit
b. SaO2 < 50%
c. /nadi > 140 x/menit atau terjadi perubahan ≥ 70%
dibandingkan sebelumnya.
d. SBP > 180 mmHg atau < 90 mmHg
e. Agitasi, berkeringat, cemas
f. Rasio frekuensi RR/tidal volume > 105
Unit terkait 1. Ruang rawat ICU
2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai
asisten
RSUP Dr. Kariadi TERAPI TROMBOPROFILAKSIS
SEMARANG

No. Dokumen No. Revisi Halaman


PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Pengelolaan untuk mencegah terjadinya thrombosis pada pasien


Pengertian
Memberikan terapi kepada pasien rawat inap agar tidak
Tujuan mengalami thrombosis.
Pelaksaan pemberian terapi pencegahan thrombosis dilakukan
Kebijakan oleh dokter konsultan intensive care dan residen intensive care
sebagai asisten.
Faktor – faktor risiko tromboemboli :
Prosedur 1. Pembedahan
Pembedahan mayor : abdomen, ginekologi, urologi,
orthopedic, bedah saraf, operasi kanker.
2. Trauma
Multiple trauma, injury spinal chord, fraktur tulang
belakang, trauma pangkal paha dan pelvis.
3. Keganasan
Beberapa keganasan, metastase/local (risiko meningkat
selama kemoterapi dan radioterapi)
4. Penyakit akut
Stroke, infark miokard, gagal jantung, sindroma
kelemahan neuromuscular seperti SGB dan myasthenia
gravis.
5. Faktor spesifik pasien
Riwayat tromboemboli, obesitas, umur > 0 tahun,
keadaan hiperkoagulasi (terapi estrogen)
6. Faktor yang berhubungan dengan ICU
 Penggunaan ventilasi mekanik berkepanjangan
 Paralise neuromuscular (karena obat)
 CVC, severe sepsis
 Trombositopenia (penggunaan heparin)

Trombo Profilaksis
1. Trauma mayir : enoxaparin 2 x 30 mg sc / kompres kaki
2. Injury spinal chord : enoxaparin 2 x 30 mg sc + kompres
kaki
3. Operasi intracranial : kompres kaki
4. Operasi ginekologi:
 Jinak : unfractioned heparin 2x5000 IU sc
 Ganas : unfractioned heparin 3x5000 IU sc atau
enoxaparin 2x30 mg sc
5. Operasi urologi
 Tertutup : mobilisasi dini
 Terbuka : unfroctioned heparin 2x5000 IU sc
6. Penderita risiko tinggi : unfractioned heparin 2x5000 IU
sc / enoxaparin 1x40 mg sc
Unit terkait 1. Ruang rawat ICU
2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai
asisten
RSUP Dr. Kariadi TERAPI PENCEGAHAN TROMBOSIS
SEMARANG No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Pengelolaan untuk mencegah terjadinya thrombosis pada pasien.


Pengertian
Memberikan terapi kepada pasien rawat inap agar tidak
Tujuan mengalami thrombosis.
Pelaksaan pemberian terapi pencegahan thrombosis dilakukan
Kebijakan oleh dokter konsultan intensive care dan residen intensive
care sebagai asisten
1. Pemeriksaan awal sebelum pemberian terapi anti
Prosedur thrombosis dengan laboratorium : darah rutin, PTT/K,
PTT/K.
2. Cara penyediaan : heparin 20.000 IU (4 cc) dalam 500 ml
larutam
3. Cara pemberian : dosis awal 80 IU/kgBB kemudian
dilanjutkan dengan dosis kontinyu 18 IU/kgBB (BB
actual)/jam. selanjutnya dilakukan pemeriksaan PTT 6
jam kemudian. Hasil yang diperoleh digunakan untuk
mengatur dosis sebagai berikut (table dibawah).
PTT PTT ratio Dosis bolus Infus kontinyu
<35 <1.2 80 IU/kgBB 4 IU/kgBB/jam
35-45 1.2-1.5 40 IU/kgBB 2 IU/kgBB/jam
45-70 1.5-2.3 - -
71-90 2.3-3.0 - 2 IU/kgBB/jam
>90 >3 - Stop infuse selama 1
jam kemudian 3
IU/kgBB/jam

4. Pemeriksaan PTT tiap 6 jam setelah pengaturan dosis dan


dilakukan monitor tiap hari dengan target PTT : 45-70.
Unit terkait 1. Ruang rawat ICU
2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai
asisten
RSUP Dr. Kariadi KRITERIA AKIN
SEMARANG No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

-
Pengertian
-.
Tujuan
-
Kebijakan
KRITERIA AKIN
Prosedur Derajat Kriteria kreatinin kriteria urine output
1 Peningkatan serum < 0.5 ml/kgBB/jam
kreatinin ≥0.3 mg/dl atau selama lebih dari 6
peningkatan ≥150%- jam
200% (1.5-2x)
2 Peningkatan serum < .5 ml/kgBB/jam
kreatinin 200%-300% (>2- selama > 12 jam
3x)
3 Peningkatan serum < 0.3 ml/kgBB/jam
kreatinin >300% (>3x) selama 2 jam atau
atau kreatinin serum ≥ anuria 12 jam
mg/dl dengan peningkatan
akut sedikitnya 0.5 mg/dl

Indikasi & saat mulai RRT


1. Overload cairan yang tidak berespon dengan pemberian
diuretika
2. Hiperkalemia (> 0.5 mmol/L atau kadar meningkat
dengan cepat)
3. Azotemia (urea >36 mmol/L)
4. Asidosis berat (pH < 7.1)
5. Oliguria (urine output < 50 ml) selama 12 jam
6. Komplikasi uremia seperti perdarahan, pericarditis, atau
encephalopathy
7. Overdosis obat dengan toksin yang dapat didialisa atau
difiltrasi
8. Pasien yabg memerlukan jumlah cairan banyak, nutrisi
parenteral atau prodeuk darah namun berisiko timbulnya
edema paru atau ARDS (Acute Respiratory
Distress Syndrome)
9. Gagal jantung
10. Hipernatremia atau hipotermia (suhu inti ≥ 39,5ºC atau ≤
30ºC)
11.Disnatremia berat (Na ≥ 160 mmol/L atau ≤ 115 mmol/L

Unit terkait 1. Ruang rawat ICU


2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai
asisten
RSUP Dr. Kariadi PANDUAN TATA LAKSANA ANTIBIOTIK
SEMARANG No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Pemberian antibiotic pada pasien rawat inap ICU
Pengertian
Memberikan antibiotic pada pasien rawat inap ICU yang efisien
Tujuan dan rasional.
Pelaksanaan pemberian antibiotik dilakukan oleh dokter
Kebijakan konsultan intensive care dan residen intensive care sebagai
asisten.
1. INFEKSI INTRA ABDOMEN
Prosedur a. Regimen tunggal
 Kombinasi β laktam / inhibitor β laktamase
o Ampicilin sulbactam
o Piperacilin tazobactam
 Carbapenem
o Imipinem / cilastin
o meropenem
 Cefalosporin
o Cefotetan
o Cefixitin
b. Regimen kombinasi
 Regimen berbasis aminoglikosid
o Gentamisin // amikasin plus
antianaerob (clindamycin /
metronidazole)
 Regimen berbasis cephalosporin
o Cefuroxime + metronidazole
o Ceftriaxone / cefotaxime / cefepime +
metronidazole
 Regimen berbasis quinolon
o Ciprofloxacin + metronidazole

2. TERAPI EMPIRIK AWAL HAP / VAP PADA PASIEM


YANG TIDAK DIKETHAUI FAKTOR MDR, EARLY
ONSET & BERAT / RINGANNYA PENYAKIT

Strep. Pneumonia Ceftriaxone atau


MSSA Levoflaxacin / ciprofloxacin
E. coli Atau
Enterobacter Sp. Ampicilin sulbactam
Proteus Sp. Atau
Serratia marcescens Karbapenen
3. TERAPI EMPIRIK AWAL UNTUK HAP, VAP, HCAP
PADA PASIEN LATE ONSET / RISIKO MDR
PATOGEN DI ATAS
MDR pathogen :
 Ps. Aeruginosa
 K. pneumonia ESBE (+)
 Acinobacter Sp.
 MRSA
 Legionella pneumonia
Terapi empiris yang diberikan :
Cephalosporin
-Ceftazidime 3x2 gr
-Cefeprime 2-3x1-2 gr
atau
Karbapenem
-Imipinem 4x500 mg/ 3x1 gr
-Meropenem 3x1 gr
atau
Β lactamase inhibitor
Piperacilin tazobactam 4x4-5 gr
Ditambah
Antipseudomonas
Fluoroquinolon
-Ciprofloxacin 3x400 mg
-Levofloxacin 1x750 mg
atau
aminoglikosid
-Amikasin 20 mg/kgBB/hari
-Gentamisin 7 mg/kgBB/hari
Ditambah
-Vancomysin 2x15 mg/kgBB
-Linezolid 2x600 mg

Unit terkait 1. Ruang rawat ICU


2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai
asisten

RSUP Dr. Kariadi PROTOKOL PENGATURAN GULA DARAH


SEMARANG No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Terapi untuk mengatur kadar gula darah pasien yang mengalami


Pengertian hiperglikemia
Pemberian terapi untuk mengatur kadar gula darah pasien yang
Tujuan mengalami hiperglikemia di ICU
Pelaksanaan pemberian percobaan nafas spontan dilakukan oleh
Kebijakan dokter konsultan intensive care dan residen intensive care
sebagai asisten.
1. Persiapan pasien : pemeriksaan gula darah sewaktu/GDS
Prosedur 2. Protocol pengaturan GDS tergambar dibawah ini :
KADAR GULA DARAH SAAT MASUK ICU :
120-140 mg/dl (normal) 140-200 mg/dl > 200 mg/dl

Tanpa insulin insulin 1 IU/jam insulin (GDS : 100) U/jam

1 jam 1 jam 1 jam

GDS > 20 % tetap ± 20% GDS, insulin = (GDS: 150)


U/jam. bila dosis insulin <
awal dosis tetap

1-2 jam

Insulin sesuai dengan Bila GD tidak dapat


dikendalikan insulin 1 U/jam
Penurunan GDS
(missal : GDS 25 %
Insulin 25%)

Target : 120-140 mg/dl

3. Bila terjadi hipoglikemia :


 Jika GD < 120 mg/dldosis insulin sesuai
penurunan GD dan GD diperiksa ½ jam
kemudian, jika GD naik hingga > 200 mg/dl dosis
insulin = (GDS/150) U/jam
 STOP insulin bila GD < 80 mg/dl beri glukosa
40% 25 cc ulang GD 15 menit kemudian.
 Untuk penderita DM, dosis insulin disesuaikan
dengan kebutuhan insulin sebelumnya.

Unit terkait 1. Ruang rawat ICU


2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai
asisten

RSUP Dr. Kariadi PROSEDUR EARLY GOAL DIRECT THERAPY


SEMARANG No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Penentuan tujuan / target awal terapi dan tindakannya pada
Pengertian pasien dengan sepsis
Memberikan terapi kepada pasien ICU untuk mencapai target
Tujuan awal yang telah ditentukan
Pelaksanaan pemberian percobaan nafas spontan dilakukan oleh
Kebijakan dokter konsultan intensive care dan residen intensive care
sebagai asisten.
1. Persiapan pasien
Prosedur 2. Tabel pengelolaan tujuan terapi dijelaskan dibawah ini
Patient admit to EMG dept.with SIRS criteria and SBP < 90 mmHg
(after crytstalloid fluid challenge 20-30 cc/kg over 30 min) or lactate > 4
mmol/L

Early Goal Direct Therapy for 6 hours


(CVP 8-12 mmHg, MAP ≥65≤90 mmHg, urine ≥0.5 ml/kh/hr, ScvO2
≥ 70%, SaO2 ≥ 93%, Ht ≥ 30%, CI, VO2)

Supplement O2 ± Endotracheal Intubation Mechanical Ventilation

Central venous and arterial catheterization

Sedation, paralysis (if intubated), or both

crystalloid
CV colloid
P
< 65 mmHg

MA Vasoactive agent
P
≤70
Tranfusion of RC until
ScvO2 hematokrit ≥ 30% ≥70

≥70

Inotropic agents :
no Dobutamin was started at 2.5
Goal mcg/kg/mnt increased by 2.5
mcg/kg/mnt avery 3 mnt
Dobutamin was decreased /
discontinue if MAP < 65 mmHg
or HR > 120 x/mnt
ye

Hospital

Unit terkait 1. Ruang rawat ICU


2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai
asisten

RSUP Dr. Kariadi PENYEDIAAN OBAT DAN PERALATAN KEGAWATAN


SEMARANG
No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Obat-obat emergensi dan peralatan standar yang harus tersedia di
Pengertian ICU
Mendukung pelayanan terhadap kegawatan pasien yang dirawat
Tujuan
Semua tempat perawatan yang menjadi ruang lingkup ICU
Kebijakan harus tersedia
A. Alat Pembebas Jalan Napas
Peralatan 1. AMBU Bag lengkap
2. Masker / Sungkup Muka semua ukuran (lengkap)
3. Laringoskop dan blade
4. Pipa ET lengkap
5. Pipa nasofaringeal lengkap
6. Pipa orofaringeal lengkap
7. Forseps Magill
8. Pipa trakeostomi lengkap
9. Masker (Non dan Rebreathing)
10.Kateter penghisap
B. Alat Tranfusi dan Infus
1. Infusion pump
2. Syringe pump
3. Infus set/Tranfusi set/Extention tube
4. IV catheter
5. Three way stopcock
6. Umbilical catheter
7. Venvlon
C. Monitor
1. Bedside monitor : pulse oxymetri, tekanan darah
invasif dan non invasif
2. EKG
3. Respirasi
4. Temperatur
D. Lain-lain
1. NGT (feeding tube)
2. Spuit
3. Kateter urin
E. Obat-obatan
1. Adrenalin
2. Aminophylin
3. Atropin Sulfas
4. Calcium Chlorida 10 % / Ca Gluconas 10 %
5. Dexamethason
6. Diazepam
7. Dilantin
8. Digoxin
9. Diphenhidramin
10. Dopamin
11. Dobutamin
12. Dextrose 40 %
13. Heparin
14. Lidokain
15. Manitol
16. Midazolam
17. Meperidin
18. Morfin
19. Naloxone
20. Na Bikarbonat
21. Phenytoin
22. Phenobarbital
23. Furosemide inj.
24. Klonidin inj.
F. Cairan-cairan
a. Cairan kristaloid
Cairan yang mengandung molekul elektrolit
1. Sodium Chloride (NaCl 0,9 %)
2. Ringer Laktat
3. Maintenance : D5% dengan elektrolit NaCl dan
KCl
b. Cairan koloid
Cairan pengganti plasma sebelum
mendapatkan tranfusi
1. HAES steril 6 %, HAES steril 10 %
2. Expafusin
3. Albumin 2,5 % dan 5 %
Unit terkait UGD, HCU, ICU di RSDK Semarang

RSUP Dr. Kariadi INDIKASI PERAWATAN PENDERITA DI ICU


SEMARANG
No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Penentuan penderit yang dapat dirawat di ICU


Pengertian
Memberikan batasan penderita yang akan mendapat pelayanan
Tujuan ICU
Penderita dalam keadaan kritisdan masih dalam keadaan dapat
Kebijakan ditolong (reversible dan recoverable)
I. Indikasi Umum
Prosedur 1. Semua penderita yang membutuhkan bantuan
pernapasan mekanik atau alat bantuan khusus lainnya
2. Semua penderita yang membutuhkan monitoring secara
cermat dan ketat
II. Indikasi Khusus
1. Kelainan pada saluran pernapasan : Pneumonia,
Bronkiolitis, Laringitis dirawat di ICU apabila : dengan
pengobatan yang klasik tidak memberikan hasil yang
baik atau menuju kea rah terjadinya kegagalan
pernapasan
2. Kelainan pada system kardiovaskuler seperti syok :
hipovolemik, kardiogenik, septic. Syok hipovolemik
dan septic yang tidak menunjukkanrespon yang baik
terhadap pengobatan klasik atau didapatkan
komplikasi menuju ke arah kegagalan pernapasan.
Setiap syok kardiogenik / syok septic apapun
penyebabnya, untuk pengawasan EKG (bedside) /
pemantauan ketat hemodinamik.
3. Keracunan
Kasus-kasus keracunan makanan, obat-obatan, zat
kimia yang memerlukan pengobatan suportif misalnya :
hemodialisis, tranfusi tukar, bantuan napas mekanik,
syok.
4. Penderita paska bedah mayor yang membutuhkan
ventilator
III. Prioritas Indikasi Rawat ICU
Mengingat terbatasnya tempat / tenaga / sarana, maka
prioritas medikasi rawat ICU :
1. Syok kardiogenik apapun sebabnya
2. Syok septic dengan komplikasinya
3. Kegagalan pernapasan apapun sebabnya

UGD, HCU, SMF lain di RSDK Semarang


Unit terkait
RSUP Dr. Kariadi ALUR PERAWATAN PASIEN
SEMARANG (FLOW OF PATIENTS)
No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Pelayanan pasien yang akan mendapat perawatan di ICU


Pengertian
Memudahkan persiapan penderita yang akan mendapat
Tujuan perawatan di ICU
Mengatur tanggung jawab pelayanan di ICU
Kebijakan
A. - Bila dari ruangan : dokter di ruangan mengajukan
Prosedur permintaan tertulis kepada dokter ICU dengan menyebut
indikasi rawatnya
- Penderita yang berasal dari poliklinik atau dari
luardapat langsung meminta persetujuan dokter ICU
secara trtulis untuk dapat dirawat di ICU setelah
berkonsultasi dengan supervisor ICU
- Di luar jam kerja, dokter jaga ICU dapat bertindak
mewakili dokter ICU setelah berkonsultasi dengan
supervisor ICU
B. Dokter (supervisor) ICU member persetujuan atau
penolakan secara tertulis lewat dokter jaga ICU, setelah
melihat pasien langsung dan mempertimbangkan keadaan,
tempat, fasilitas dan indikasi rawat.
C. Setelah disetujui penderita diserahterimakan dan
selanjutnya dirawat oleh dokter jaga ICU dan pengelolaan
dikonsultasikan dengan supervisor ICU.
D. Konsultasi dengan konsulen UPF lain dikerjakan secara
tertulis oleh dokter ICU sesuai indikasi
E. Dokter (supervisor) ICU akan memperhatikan saran dari
konsultan untuk bahan pertimbangan dan penatalaksanaan
penderita
F.Segera setelah tidak ada indikasi untuk dirawat di ICU, atas
keputusan dokter ICU penderita dikembalikan ke ruangan
asal penderita, dipulangkan atau meninggal
UGD, HCU, SMF lain di RSDK Semarang
Unit Terkait

RSUP Dr. Kariadi TATA CARA JAGA ICU


SEMARANG
No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Peraturan yang di buat untuk mengatur tugas jaga ICU


Pengertian
Supaya pelayanan pasien dan pencatatan pasien di ICU dapat
Tujuan berjalan baik
Dokter jaga ICU melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur
Kebijakan
1. Serah terima pasien dengan segala permasalahannya dari
Prosedur dokter ICU ke dokter jaga dengan aturan :
a. Senin – Kamis pukul 13.30
b. Jumat pikul 11.00
c. Sabtu pukul 12.30
d. Minggu / Hari libur Pagi pukul 08.00
Malam pukul 20.00
2. Atasi kegawatan melakukan program konsul
supervisor PGD atau sub bagian lain yang terkait
3. Menulis laporan jaga di buku laporan
4. Menyerahkan pasien dengan segala prmasalahannya dari
dokter jaga ke doktr ICU
Dokter Jaga ICU di RSDK Semarang
Unit Terkait

RSUP Dr. Kariadi ALUR TRANSPOR PENDERITA DENGAN KEGAWATAN DI


SEMARANG LINGKUNGAN RS DR. KARIADI
No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Setiap pasien yang akan dikirim dilakukan stabilisasi sebelum


Pengertian ditransportasikan ke ruangan
Pengaturan tim persiapan transport penderita gawat
Tujuan
Pengiriman penderita harus berdasarkan prosedur transport yang
Kebijakan telah dibuat

Prosedur
PASIEN SETUJU DIRAWAT

DOKTER PENGIRIM MENGHUBUNGI DOKTER


PENERIMA

Keadan pasien, Diagnostik, alas an dirawat,


PERSIAPAN TRANSPOR

STABILISASI PASIEN

A. Airway

Pasien : jalan napas terbuka dan adekuat, bila perlu


intubasi dengan posisi yang benar Sarana : tanki O2,
suction
B. Breathing

Pasien : evaluasi gerak dada, pengembangan dada


adekuat, BGA, saturasi O2
Sarana : tanki O2, Ambu Bag, pulse oksimetri

C. Sirkulasi

Pasien : perfusi adekuat, pasang kateter, jalur i.v.


stabil bila ada resiko kegagalan sirkulasi :
VS, CVP
Sarana : infuse set, cairan i.v., kateter dan urine bag

D. Obat

Obat-obatan emergensi sesuai kegawatan saat

Dikirim dengan didampingi dokter dan paramedis

UGD, HCU, ICU, SMF lain di RSDK Semarang


Unit Terkait
RSUP Dr. Kariadi BANTUAN NAPAS BUATAN (VTP)
SEMARANG
No. Dokumen No. Revisi Halaman
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Ventilasi tekanan positif digunakan untuk memberikan


Pengertian bantuan pernafasan
Menentukan batas waktu penghentian VTP dan tanggung jawab
Tujuan pelaksanaannya
Penentuan batas waktu penghentian VTP berdasarkan prosedur
yang tepat telah dibuat
Kebijakan
Prosedur

Unit terkait HND, UGD, ICU di RSDK Semarang


RSUP Dr. Kariadi PENYAPIHAN VENTILATOR MEKANIK
SEMARANG No. Dokumen No. Revisi Halaman

PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Proses penyapihan berarti pengurangan bertahap bantuan


Pengertian ventilasi mekanik dan mengarahkan pada pernapasan spontan

Tujuan Pasien dapat bemapas spontan


Semua pasien yang mengalami gagal napas dan mampu tanpa
Kebijakan bantuan ventilator mekanik
1. Laksanakan penyapihan pada pagi hari setelah penderita cukup
Prosedur istirahat di malam hari
2. Semua obat sedasi dan pelumpuh otot sudah dihentikan dan
habis pengaruhnya untuk menghindari depresi pernapasan
3. Perubahan setting ventilator untuk penyapihan :
a) Penurunan FiO2 dilakukan bertahap 2-5%
b) Pada ventilator pressure PIP diturunkan 2 cm H2O setiap
2-4 jam jangan menurunkan PIP kurang dari 20-25 cm
H2O atau melewati batas pengembangan dada dan suara
napas yang adekuat agar tidak terjadi hipoventilasi.
Setelah stabil IMV rate diturunkan
c) Pada ventilator volume IMV dapat langsung dikurangi
secara periodik 25% setiap 2-4 jam sambil mengawasi
kualitas pernapasan spontan
d) PEEP dikurangi 2 cm H2O setiap 22-4 jam dan
dipertahankan sampai 2-3 cm H2O ( PEEP fisioiogis )
4. Setiap perubahan parameter ventilator di atas seharusnya
dikonfirmasi dengan analisa gas darah. Selain itu perlu
diperhatikan parameter kegagalan percobaan penyapihan :
- peningkatan / penurunan frekuensi
jantung lebih dan 20 kali / menit
- peningkatan frekuensi napas lebih dari
10 kali/menit
- tekanan diastolik naik/turun lebih dari 20
mmHg
- terjadi aritmia/ diritmia
- pernapasan paradoksal / kelelahan otot
napas
- saturasi O2 kurang dari 90% ( pulse
oksimetri )
- perburukan hasil analisis gas darah
( hipoksia, asidosis respiratonk akut)

Unit terkait ICU di RSDK Semarang


RSUP Dr. Kariadi PENENTUAN KEMATIAN BATANG OTAK
SEMARANG
No. Dokumen No. Revisi Halaman
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001

Mati batang otak suatu keadaan jaringan otak rusak sedemikian


Pengertian beratnya sehingga fungsi vitalnya rusak ireversibel dan tidak lagi
tergantung pada keadaan jantung.
Untuk menyamakan penilaian / diagnosis kematian batang otak
Tujuan
Diagnosis kematian batang otak harus melalui prosedur yang
Kebijakan ditetapkan

Prosedur 1. Hakekatnya seseorang telah meninggal jika batang otaknya


sudah mati. Oleh karena itu penentuan kematian seseorang
dapat dilakukan dengan hanya melakukan pemeriksaan
terhadap fungsi batang otak saja.
2. Untuk mengetahui fungsi batang otak perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap :
a) Respon terhadap sekitar ( perintah, rangsangan, gerak, dan
sebagainya )
b) Gerakan otot dan postur dengan catatan bahwa pasien
tidak dalam sedang berada dibawah pengaruh obat
pelemas otot
c) Reflek pupil
d) Reflek komea
e) Respon motorik syaraf kranial terhadap
rangsangan
f) Reflek menelan atau batuk jika tuba endotrakeal didorong
kebawah
g) Reflek vestibulo okuler bila air es dimasukkan kedalam
telinga
h) Napas spontan jika respirator dilepas dalam waktu cukup (
± 10 menit ) sehingga PCO2 melebihi 50 torr
3. Pemeriksaan tersebut pada ayat 2 baru boleh dilakukan paling
sedikit 6 jam setelah onset apneu dan koma.
4. Jika hasil dari pemeriksaan tersebut pada ayat 2 negatif maka
diagnosis kematian batang otak belum dapat ditegakkan
sebelum dilakukan pemeriksaan yang kedua untuk
kepentingan konfirmasi, sehingga karenanya pasien harus
tetap dianggap masih hidup dan diperlakukan sebagaimana
layaknya.
5. Pemeriksaan yang kedua untuk kepentingan konfirmasi
tersebut diatas baru boleh dilakukan paling cepat 2 jam
setelah pemeriksaan pertama
6. Jika pemeriksaan yang kedua juga menunjukkan hasil yang
negatif maka diagnosis kematian batang otak dapat
ditegakkan dan selanjutnya pasien dinyatakan meninggal serta
dibuat surat kematiannya
7. Pemeriksaan angiografi dan EEG tidak diperlukan, tetapi
dokter dapat melakukannya jika merasa ragu terhadap hasil
perneriksaan seperti tersebut di atas
8. Dalam hal pasien meninggal ( dinyatakan meninggal ) maka
segala macam peralatan penunjang kehidupannya harus
dicabut, kecuali pasien dipersiapkan menjadi donor cadaver.

Unit terkait ICU di RSDK Semarang


RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN KETOASIDOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)
NIP.196108201988121001
Pengertian Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kegawatan penyakit metabolik dan
endokrin sebagai komplikasi Diabetes Mellrtus tipe I karena difisiensi insulin
yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak
serta dijumpai adanya hiperlikemia, ketosis dan asidosis.
Tujuan Sebagai upaya menekan angka kematian akibat KAD sampai 2%
Kebijakan Penanganan KAD mesti dilaksanakan sesuai urutan serta pengelolaan yang
benar untuk menghindari kefatalan akibat kesalahan prosedur
Prosedur 5. Diagnosa
Anamnesia : Poliuria, polidipsi dan polifagi. Pernapasan cepat dan dalam
(Kussmaul), napas bau aseton, berat badan menurun , syok atau koma,
nyeri perut, malaise, Dehidrasi berat tetapi poliuria. Faktor presipitasi :
terlambat diagnosis, infeksi, trauma, komplikasi lain.
Pemeriksaan : gejala asidosis, dehidrasi dengan/tanpa syok bahkan koma
Penunjang : gula darah, urinasila, BGA, elektrolit darah, keton darah,
darah tepi langkap, fungsi ginjal, kultur darah, urin dan twiggorok, x foto
dada
Kriteria diagnosis : gula darah > 300 mg%, asidosis metabolik (pH<7,3 :
HCO3<15 mEq/1) dan ketosis
6. Tata Laksana :
Indikasi rawat PICU ; pH < 7,0: umur < 2 tahun; tidak sadar : GDS >
1000 mg% atau kondisi lain yang memerlukan perawatan di PICU. Selain
itu pasien dirawat di HND.
Pokok-pokok terapi adalah :
1. Terapi cairan
2. Insulin
3. Koreksi gangguan elektrolit
4. Penanganan infeksi

a. Manajemen airway dan breathing


Jika perlu penderita dilakukan intubasi dan pemakaian
ventilator mekanik

RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN KETOASIDOSIS


Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Terapi cairan dan elektrolit
Bila syok infuse RL, NaCl atau koloid sesuai protap syok Rehidrasi
Cara perhitungan kebutuhan cairan pada KAD :
1. Tentukan derajat dehidrasi .......%A
2. Tentukan defisit cairan A x BB ( kg x
1000=Bml
3. Tentukan kebutuhan rumatan / 48 jam C ml
4. Tentukan kebutuhan total dalam 48 jam B + C = D ml
5. Tentukan dalam tetesan per jam D/48 = ... ml/jam
Contoh : anak LPB Im2-BB 30 kg dehidrasi 10%, lama terapi 36 jam
I jam I 500cc NaCl 0,9% x RL
I jam II 500cc NaCl 0,45% + KCl 20 mEq
Jam III s/d 12 jam 2000 cc/jam = 2400cc D 5% + NaCl
0,2% +
Cl 40
mEq/I Total 36 jam = 5400 cc

Koreksi Na hati-hati, hitung dulu Na sesungguhnya


1,6 (gula darah -100)
Na sesungguhnya - Na terlibat 
100

Koreksi ditemukan hipernatremia maka lama resusitasi cairan 72 jam


infuse NaCl 0,45%
Kalium diberikan sejak awal resusitasi kecuali pada anuria Dosis K =
5 mEq/kgBB/hari diberikan dengan kekuatan larutan 20-40 nEq/I
dengan kecepatan tidak lebih dari 0,5 mEq/kg/jam

Estimas Losses accumulation :


- air 100cc/kg (60-100)
- Na 6 mEq/kg (5-15)
- K 5 mEq/kg (4 – 6)
- CI4 mEq/kg (3-9)
- POH 3 mEq/kg

RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN KETOASIDOSIS


Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
Ditetapkan
STANDART Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama

OPERASIONAL

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
Kebutuhan cairan rumatan :
BB kebutuhan cairan perhari
3-10 kg 100ml/kg
10-20 kg 1000 ml + 50ml/kg setiap BB di atas 10kg
>20kg 1500 ml + 20ml/kg setiap BB diatas 20 kg

Serum osmolarity (mOsm/kg) =

Serum Na (mEq/I) x 2  glukosa (mg/dl ~)  BUN (mg/dl)


18 3

Jenis cairan resisutasi awal NaCl 0,9% / RL. Bila kadar gula darah sudah
turun mencapai < 250 cc mg/dl cairan diganti dengan D5% in 0,45%
saline.

c. Pemberian Insulin
Diberikan setelah syok teratasi dan resusitasi cairan dimulai.
Mulai bolus 0,1 U/kgBB Rl, dilanjutkan dengan drip 0,1 U/kgBB/jam (50
U
Rl + 500 cc NaCl, ambil 50cc untuk BB 30kg-30cc/jam)
Bila GDS turun menjadi 300 mg/dl dosis insulin diturunkan 0,05 U/kg/jam
dan tambahkan infus glukosa 5% atau 10% pada infus sampai asidosis
penurunan GDS tak boleh > 100 mg dalam 1 jam
Intake peroral dimulai bila secara metabolik sudah stabil (BicNat >
15, GDS
<200, pH>7,3. Sebelum insulin dihentikan intake peroral diberikan dengan
menambah dosis insulin sbb :
- Untuk makan dengan dosis insulin digandakan 2 kali selama
makan sampai 30 menit setelah selesai.
- Untuk makan besar dosis insulin digandakan 3 kali selama
makan sampai 60 menit setelah selesai.

RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN KETOASIDOSIS


Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)


NIP.196108201988121001
d. Asdosis
pH>7,1 tak perlu koreksi bicnat
pH<7,1 koreksi dengan rumus 0,3 x BB x BE
asidosis menetap walau dengan insulin 0,1 U/kg/jam : kemungkinan
karena : Sepsis berat – asidosis laktat; insulin degradation; salah dosis.
e. Monitoring
GDS tiap 2 jam, elektrolit dan BGA tiap 2-4 jam dalam 24 jam Nadi, RR,
tensi, neurologist, balans cairan, suhu, ketonuri negative. Bila ada
gangguan elektrolit perlu segera di koreksi.

f. Penanganan infeksi
Gunakan antibiotik yang adekuat

g. Diit:
Puasa sampai metabolik stabil : GDS<200;HCO3>15;pH>7,3

Unit terkait HND anak – ICU di RSDK Semarang

RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN REAKSI TRANFUSI


Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)
NIP.196108201988121001
Pengertian Reaksi transfusi adalah reaksi reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam
24 jam setelah transfusi
Tujuan Sebagai panduan penanganan reaksi transfusi
Kebijakan Reaksi transfusi merupakan reaksi akut yang membahayakan jiwa yang
memerlukan tindakan penanganan segera
Prosedur 1. Reaksi hemolisis mayor
- hentikan gejala transfusi
- pertahankan tekanan darah dan perrusi ginjal
- berikan cairan NaCl atau RL
- berikan hidrokortison adrenalin intravena
- jika terjadi gagal ginjal kelola sesuai penatalaksanaan gagal ginjal
2. Pasien dengan darah terinfeksi
- Penatalaksanaan sesuai protap syok
- Segera diberi antibiotika sebelum hasil kultur keluar
3. Pasien dengan reaksi alergi
- Gejala; galal, urtikaria, kasus berat edema
- Segera berikan antihistamin dan hidrokortison
- Perlu komponen yang dicuci pada transfuse selanjutnya
4. Pasien dengan overload cairan
- Gejala; pusing batuk, tanda edema pulmo
- Jika ditemukan gagal jantung, kelola sesuai penatalaksanaan
gagal jantung
- Berikan diuretika
- Pencegahan : tetesan lambat
Unit terkait UGD, HND, ICU, di RSDK Semarang

RS. DR. KARIADI TEKNIK TRANSFUSI


Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)
NIP.196108201988121001
Pengertian Transfusi darah merupakan sesuatu rangkaian proses pemindahan darah
seorang donor darah kepada resipien
Tujuan Menyamakan tindakan teknik transfusi darah
Kebijakan Semua tindakan transfuse darah harus memenuhi prosedur teknik transfusi
darah
Prosedur : 1. Tentukan indikasi transfusi dengan jelas dan tepat
2. Pilih darah/komponen darah yang akan diberikan secara efisien
3. Hitung jumlah volume darah yang akan ditransfusi
4. Ambil contoh darah untuk uji laboratorium (golongan darah, tes
cocok serasi)
5. Cocokkan darah yang datang dari Bank darah / PMI
6. Prosedur di bangsal :
- Perawat dan dokter bangsal sudah mengetahui rencana transfusi
- Darah yang datang dicek sekali lagi
- Lakukan uji kebocoran kantung darah
- Catat waktu mulai dan selesai transfusi darah
7. Persiapan Transfusi darah
- Siapkan peralatan infuse : tiang penyangga, set transfusi tipe “y”,
lokasi jalur, ukuran jarum kateter (no 18-20), filter 170 mikroliter
- Bekerja aseptik, penderita imunosupresif / netropeni (sarung
tangan harus steril)
- Jangan tambah obat apapun dalam kantung darah
- Jaga temperatur darah (hipertemi berakibat hemolisis,
hipotermi berakibat aritma / henti jantung)
- Kecepatan infus :
o Kehilangan darah akut, kecepatan >100 per menit sampai sistolik
100 mmgh
o Anemia kronis 4 jam untuk setiap unit darah (jangan > 2ml/mnt)
o Penderita penyakit jantung, paru dan ginjal bila perlu
o Diberikan > 2 unit darah akan lebih aman dibagi 2 kali secara
terpisah
o Transfusi trombosit diberikan tidak lebih 10ml/mnt
o Cyropresipitat dan F VIII diberikan tidak lebih 10ml/mnt
o PRC atau darah yang sedikit plasmanya, viskositas terlalu tinggi
kecepatan aliran berkurang, sehingga perlu dicampur dengan
saline fisiologi 50-100 ml/unit

RS. DR. KARIADI TEKNIK TRANSFUSI


Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)
NIP.196108201988121001
8. Pemantauan :

9. Pilih darah/komponen darah yang akan diberikan secara efisien


10. Hitung jumlah volume darah yang akan ditransfusi
11. Ambil contoh darah untuk uji laboratorium (golongan darah, tes
cocok serasi)
12. Cocokkan darah yang datang dari Bank darah / PMI
13. Prosedur di bangsal :
- Perawat dan dokter bangsal sudah mengetahui rencana transfusi
- Darah yang datang dicek sekali lagi
- Lakukan uji kebocoran kantung darah
- Catat waktu mulai dan selesai transfusi darah
14. Persiapan Transfusi darah
- Siapkan peralatan infuse : tiang penyangga, set transfusi tipe “y”,
lokasi jalur, ukuran jarum kateter (no 18-20), filter 170 mikroliter
- Bekerja aseptik, penderita imunosupresif / netropeni (sarung
tangan harus steril)
- Jangan tambah obat apapun dalam kantung darah
- Jaga temperatur darah (hipertemi berakibat hemolisis,
hipotermi berakibat aritma / henti jantung)
- Kecepatan infus :
o Kehilangan darah akut, kecepatan >100 per menit sampai sistolik
100 mmgh
o Anemia kronis 4 jam untuk setiap unit darah (jangan > 2ml/mnt)
o Penderita penyakit jantung, paru dan ginjal bila perlu
o Diberikan > 2 unit darah akan lebih aman dibagi 2 kali secara
terpisah
o Transfusi trombosit diberikan tidak lebih 10ml/mnt
o Cyropresipitat dan F VIII diberikan tidak lebih 10ml/mnt
o PRC atau darah yang sedikit plasmanya, viskositas terlalu tinggi
kecepatan aliran berkurang, sehingga perlu dicampur dengan
saline fisiologi 50-100 ml/unit
RS. DR. KARIADI TEKNIK TRANSFUSI
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
Ditetapkan
STANDART Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
- Diberikan > 2 unit darah akan lebih aman dibagi 2 kali
secara terpisah
- Transfuse trombosit diberikan tidak lebih 10ml/mnt
- Cryspresipitat dan F VIII diberikan tidak lebih 10 ml/mnt
- PRC atau darah yang sedikit plasmany, vikositas terlalu
dicampur dengan saline fisiologis 50-100 ml/mnt
8. Pemantauan :
5-30 menit pertama transfuse, terutama atau kecepatan tetesan
dari reaksi transfuse
Pantau tanda vital, dieresis, lokasi jalur infus (reaksi inflamasi
& ekstravasasi)
9. Evaluasi akhir :
Lepas jalur infuse, cek sekitar lokasi bila tak ada tanda radang
segera tekan dan tutup dengan kassa steril
Bila ada tanda radang, kirim ujung kateter ke laboratorium bakteriologi
Bila ada resiko overload sirkulasi pantauan diteruskan sampai 120/24
jam pasca transfuse
Unit terkait UGD, HND, ICU, di RSDK Semarang
RS. DR. KARIADI MISTENIA GRAVIS
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
Pengertian Kelemahan otot-otot yang bertambah waktu digunakan secara berulang-ulang
atau terus menerus dan membaik setelah istirahat.
Tujuan Menciptakan kondisi optimal guna menyembuhkan dan mengantisipasi bila
terjadi ancaman gagal nafas.
Kebijakan Penanganan miastenia gravis dengan segera dan tepat akan mencegah
terjadinya kematian, pengobatannya disesuaikan dengan prosedur yang tepat.
Prosedur 1. Kriteria Diagnostik; > Anamnesis :
Diplopia
Sakit kepala
Gangguan menelan
Lekas lelah setelah aktivitas secara terus menerus > Pemeriksaan
Tes kuantitatif kekuatan otot >> waktu abduksi lengan ke depan
Reflek Fisiologis normal > Tes Watemberg
2. Diagnosis diferensial :
Sindroma “Lambert –
Eaton” Botulisme
Kelemahan / kelumpuhan karena gangguan vaskuler, neuropati
3. Pemeriksaan penunjang
Farmakoiogik test: Neostigmin / edrophonium
tes EMG
X Foto toraks AP dan lateral. Untuk melihat pembesaran kelenjar
Thymus CT Scan Toraks > Imunologis; Anti-Ach R radiomunoassay
4. Konsultasi > Imunologi
Pulmunologi > bedah toraks
4. Perawatan Rumah Sakit: > Rawat Inap segera > Bila krisis
miastenia, diupayakan dirawat di ruang ICU
RS. DR. KARIADI MISTENIA GRAVIS
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
Ditetapkan
STANDART Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
5. Terapi:
Antikonesterase:
Piridostigmin 3 • 6 kali 30 – 120 mg
Neostigmin 4 kali 15 mg > Kortikosteroid : dosis tergantung respon
> Imunosupresif non steroid, Azatioprin / siklofosfamid > timektomi
> plasmafareis
6. Standar Rumah Sakit
Rumah Sakit Type B Pendidikan
7. Penyulit
Paralisis otot, dapat karena : > Krisis Miastenik > Krisis KoHnergik
8. Inform Consent : Perlu
9. Standar Tenaga
Dokter ahli syaraf
Dokter ahli Penyakit Dalam
Dokter ahli bedah Toraks
10. Lama Perawatan
Tergantung keadaan 8. Masa pemulihan satu (1) minggu
11. Out put Komplikasi : > Paralisis pernafasan > infeksi > Sembuh parsial
12. Patologi Anatomi
Perlu, bila Timektomi
13. Otopsi
Jarang
Unit terkait UGD, HnD, ICU, di RSDK Semarang
RS. DR. KARIADI SINDROMA GUILLAI BARRE
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
Pengertian Gangguan fungsi syaraf akut, post infeksi dengan abnormalitas autoimun,
ditandai parese ekstremitas bagian distal yang progresif, biasanya bersifat
ascending.
Tujuan Mampu melaksanakan perawatan ICU yang efektif untuk pasien-pasien SGB.
Prosedur 1. Kriteria Diagnosis
Sindroma biasanya didahului dengan mialgia atau parestesi tungkai
Kelemahan atau rasa tebal bagian distal yang progresif biasanya
bersifat “ascending”
Kelemahan biasanya simetris dan lebih nyata disbanding
gejala sensoris. Tipe kelemahan fkasid
Dapat mengenai syaraf kranialis terutama kedua syaraf fasialis
(±40%) Gangguan miksi jarang terkena (±10%)
Kadang-kadang disertai kelumpuhan otot-otot pernapasan
dengan gejala sesak napas
Lebih dari 50% penderita mempunyai riwayat infeksi saluran nafas
dan perut 1-3 minggu sebelumnya.
2. Diagnosis banding :
Poliomyelitis
Botulisme
Neuropati akibat keracunan logam
berat Paralisis periodic
Poliraiosistisakut
Tick paralisis
Porfiria intermiten
akut Miastenia gravis
Infeksi HIV
RS. DR. KARIADI SINDROMA GUILLAI BARRE
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD,
KPTI
NIP 140 094 663
3. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan LCS ------------ disosiasi cytoalbumin (>2
minggu) Pemeriksaan EMG
 Konduksi syaraf menurun
 Latensi memanjang
 F-respon menurun Test Fungsi Respirasi
4. Konsultasi
Bagian rehabilitasi medic / PRU
Lain-lain tergantung komplikasi
5. Perawatan Rumah Sakit:
a) Bila penderita dalam fase progresif penyakit
b) Bila timbul gejala-gejala kelumpuhan otot pernapasan, seperti:
Frekuensi nafas > 35 kali per menit
Kapasitas vital < 15 ml / kg
BB Poa2 < 70 mmHg
PaCO2 > 50 mmHg
c) Bila disertai gangguan fungsi otonom, seperti :
Retensi urin
Hipertensi atau hipotensi ortostatik
Sinus takikardi atau sinus bradikardi
d) Bila disertai kelumpuhan syaraf kranialis.
6. Terapi:
A. Terapi Spesifik
a) Pergantian plasma
Diberikan 4-5 kali dalam 8-10 hari dengan dosis 250 ce/kgBB
Diberikan seawall mungkin dan tidak diberikan bila perjalanan
penyakit sudah lewat 3 minggu kecuali masih
Nampak progresifitas penyakit
RS. DR. KARIADI SINDROMA GUILLAI BARRE
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
b) Imunoglobulin intra vena Dosis ; 0,4 gr/kgBB per hari selama 5 hari
c) Steroid dosis tinggi tidak mempunyai bukti bermanfaat
pada pengobatan SGB
d) Perawatan di ICU dengan intubasi ventilator bila timbul gagal nafas
B. Terapi Umum
1. Yang terutama perawatan umum dari penderita
2. Monitoring kapasitas vital pernafasan dan fungsi jantung
3. Pencegahan thrombosis vena dengan pemberian heparin sub cutaneus
5000 Unit tiap 12 jam
4. Monitoring munculnya komplikasi:
Hipertensi (S>200 mmHg) diberi Beta adrenergic
bloker Hipotensi Postural ------ Posisi Supina
Bradi Aritmia -------- Atropin Suifat
Infeksi ----- Antibiotika adekuat
5. Program rehabilitasi
7. Standar Rumah Sakit:
Rumah Sakit Type B Pendidikan
8. Penyulit:
Terutama kegagalan pernafasan dan infeksi sekunder
9. Inform Consent:
Sesuai Keadaan (Bila ada tindakan khusus)
10. Standar Tenaga
Dokter ahli syaraf
Dokter ahli rehabilitasi medic
Konsulen lain sesuai keadaan
RS. DR. KARIADI SINDROMA GUILLAI BARRE
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
11. Lama Perawatan
Tergantung keadaan, bila tanpa komplikasi berkisar 3 minggu
12. Masa Pemulihan
Bervariasi, tergantung perjalanan beratnya penyakit
13. Out put
Tergantung Jenisnya:
75% : Sembuh Total
10% : Dengan kecacatan ringan
10% : Dengan kecacatan berat
5% : meninggal dunia
14. Patologi Anatomi
Tidak perlu
15. Otopsi
Tidak ada
Unit terkait Bagian Rehabilitasi Medik, lain-lain tergantung komplikasi
RS. DR. KARIADI STROKE
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
Pengertian Gangguan fungsi syaraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak, terjadi secara mendadak atau secara cepat timbul gejala atau tanda yang
sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu
Tujuan Mampu melaksanakan perawatan yang efektif untuk pasien-pasien stroke.
Prosedur 1. Macam / Jenis Stroke :
a. Stroke infark : trombolitik; emboji; hemodinamik
b. Stroke Hemoragik : Pendarahan Intr serebral; Pendarahan sub
Araknoid
c. Stroke usia muda
2. Kriteria Diagnosis
Gangguan fungsi syaraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak, terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara
cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala atau tanda yang sesuai
dengan daerah fokal otak yang terganggu.
2.A. * Defisit Neurologis dapat berupa
TIA : sembuh Total dalam 24 jam
RIND : sembuh total dalam waktu 3 minggu
Completed stroke
 Stroke Siriraj < 0 atau negative
 Tanda-tanda kenaikan TIK jarang timbul pada masa awal
(baru muncul hari III-V)
 Khusus untuk kausa Emboli, biasanya didapat kelainan jantung
 Kesadaran biasanya masih completed stroke
2.B. * Klinis selalu merupakan completed stroke
Biasanya diikuti dengan kesadaran menurun / koma,
nyeri kepala, muntah, kejang.
Tanda-tanda kenaikan TIK timbul awal (tensi naik, bradikardi
relative, tanda herniasi)
RS. DR. KARIADI STROKE
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
Stroke sirijaj diatas 0 atau posistif
Pada PSA dan pendarahan ventrikel dapat ditemukan tanda kaku
kudu dan meninggal.
2.C. * Biasanya ditemukan kelainan berupa
Penyakit Jantung (aritmia, gangguan katub jantung, infark, DC)
----- 8-35%
Gangguan hematologic (sindrom hiperkoagulasi,
abnormalitas koagulasi – fibrinolisis, abnormal platelet dan
gangguan koagulasi darah):3-18%
Penggunaan kontrasepsi oral ----- 4-16%
Migren ----- 2-8%
Penggunaan obat-obatan seperti alcohol, kokain heroin,
simpatomimetik, dll.
Kadang ditemukannya ada tumor otak
Kelainan pembuluh darah (Cavernous malformation, A VM,
Coartation aorta Ehler - Sanlas dan Marfan’s syndrome lebih
banyak terjadi pada masa kehamilan.
3. Diagnosis diferensial :
Epilepsy
Gangguan metabolic (hipoglikemia, uremia, ensefolopati hepatic,
dll) Syncope
Tumor otak
Gangguan elektrolit (hipoglikemia, hiponatremia)
Intoksikasi obat (alcohol, barbiturate,
transquilizer) Migren
Infeksi (meningitis, ensefalitis)
Ensefalopati hipertensi
Kelainan psikiatri
4. Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium : darah rutin, trorabosit, hematokrit, TAT,
RS. DR. KARIADI STROKE
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
Ureum, kreatinin, gula darah, asam urat, kolesterol,
trigliserid, LDL, HDL, Na, K, urinalisa
X Foto Thoraks
EKG : Echokardiografi.
EEG CTScan
Doppler
Angiografi
MRI
5. Konsultasi:
Bagian Penyakit Dalam
Bagian Mata
Bagian Rehabilitasi medik/PRU
Bagian bedah syaraf – stroke
hemoragik Lain-lainsesuai keadaan
6. Perawatan Rumah Sakit
Untuk seraua jenis stroke pada fase akut, dengan patokan
 Infark ( 7-10 hari)
 Pendarahan ( 3 minggu )
Untuk penderita stroke dengan penyulit ( dekubitus luas,
infeksi sekunder, dll )
7. Terapi
7.A. Stroke Infark
7. A1. Pengobatan umiun; Pedoman 5B:
Jalan napas, oksigenasi, fungsi paru harus diperhatikan
Tekanan darah jangan diturunkan pada fase akut
Bila terjadi kejang harus segera diatasi
Bila terjadi TIK meningkat harus segera diturunkan. Bila terjadi
retensio urin ---- pasang kateter intermiten. Bila inkonsistensia
urin pada laki-laki ----- pasang kondom kateter.
RS. DR. KARIADI STROKE
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
Pada wanita pasang kateter
Jaga agar defekasi teratur, bila tidak dapat makan ---- pasang sonde
7. A2. Pengobatan pada penyebabnya : farmakoterapi disini akan berhasil
baik bila dilakukan secara dini, 6 jam sesudah permulaan stroke.
a) Prevensi terjadinya irombosis ( antikoagulan)
Platelet anti agregasi
- Obat Utama : aspirin, dosis 650 – 975 mg/hari
- Obat alternatif : ticlopidin, dosis 500
mg/hari Antikoagulan
- Heparin, dengan alat injector otomatis dengan monitor CT scan ;
dosis awal 1000 IU diikuti infuse konstan 800 – 1200 IU dan
pemeriksaan faal hematologis yang ketat. Dihentikan jika platelet
< 100.000.
Sebaiknya dihentikan bila penderita stabil dalam waktu 72 jam.
Dapat diberikan secara sub kutan 2 kali sehari dengan dosis awal
20.000 IU, kemudian diturunkan sampai 15.000 IU tiap 12 jam.
- Low Molecular Weight Heparinoid ( fiuksiparin); Dosis
0,4mg/kgBB sub kutis 2 kali sehari selama 10 hari.
Trombolisis
- Urokmase, streptokinase (lama)
- TA ---- fibrinolisis local, Dosis : 0,9 mg/kgBB IN selama 60
menit.

b) Memperbaiki aliran darah ke otak:


Memperbaiki faktor hemorheologi:
- Pentoxifillyn (trental): dosis 15 mg/kgBB/Hari drip selama
5 hari dilanjutkan oral 2x 400mg
RS. DR. KARIADI STROKE
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
Hemodilusi
Hemodilusi hipervolemik dengan hydroxyethyl starch
atau pentastrach yang lebih baik dan pada dextran 40%.
Indikasi:
Stroke dengan Ht tinggi. Bermanfaat untuk stroke baru: 6-12 jam.
Ht jangan diturunkan di bawah 33%. KI: Decompensasi
kordis, gagal ginjal.
Menaikkan tekanan
perfusi. Vasodilatasi
c) Neuroproteksi atau sitiproteksi
Clsium Chanel broker Nimodipin; 2,1 cc/jam dengansyringe
pump (7 hari), dilanjutkan oral 3x selama 1 bulan.
Metabolic activator
Co – Dergorine Mesilate : 1 x 4,5 mg per os
- CDP Chofin dengan dosis 2 x 250 mg IV
7. A3. Pengobatan faktor
resiko Tekanan darah
Dilakukan penurunan tekanan darah setelah fase akut, kecuali
Tensi sistolik > 220 mmHg, Diastolik > 120 mmHg.
Gunakan antihipertensi yang bekerja cepat:
 Klonidin ; dosis awaf 75 pg, im, monitoring tensi tiap 15 menit.
Dosis maksimal 1200ug. Jika tidak respon dengan IV, dosis 75
ug dalam ml glukosa 5% (pelan). Bila setelah 40 menit
diastolic tetap > 120 mmHg, berikan secara drip dengan dosis
0,9 – 1,05 mg dalam 500 ml lanitan R solo, mulai dengan 12
tetes per menit.
 Nifedipin sublingual; Dosis 5 mg sub lingual.
Gula darah
 Reduksi -/+ (GD < 200 mg %) ------ insulin (-)
 Reduksi ++ (GD 200 – 250) ------- insulin 4 IU sk
RS. DR. KARIADI STROKE
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
 Reduksi +++ (GD 250 – 300) ------- insulin 8 IU sk
 Reduksi ++++ (GD >300 ) ------ insulin 12 IU
sk Kelainan Jantung : Tergantung jenis kelainannya
Suhu Tubuh : Penurunan suhu tubuh (jika ›› ) dengan cooling
atau aspirin
Peninggian TIK :
Manitol 100 cc/4 jam. Pastikan tidak ada gagal ginjal, dehidrasi.
7. B. Stroke Henografik

o Umum ( 5B sda)
o Medikamentosa
 PIS : Asam traneksamat 6 x 1 gr
 PSA : calcium Channel Blockers; Dosis 60-90 mg oral tiap
4jam selama 21 hari
7.B2. Operatif: Konsul Bedah syaraf
Terapi Rehabilitasi ( untuk semua jenis stroke );
 Stroke Infark : segara dilakukan Ft aktif stroke
 Hemografik : segera FT pasif : dilanjutkan aktif setelah 2 –
3 minggu.
8. Standar Runah Sakit
Rumah Sakit Type B Pendidikan
9. Penyulit
o Perdarahan, Infkrk semakin luas
o Iniark yang diikuti perdarahan
o Ada Komplikasi penyakit lain ( Jantung, ginjal, DM dll)
o Karena lama terbaring; dekubitus, pneumonia, UTI
10. Inform Consent
Periu ( untuk CT scan, operasi)
RS. DR. KARIADI STROKE
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
11. Standar Tebaga
Dokter ahli syaraf
Dokter ahli bedah syaraf
Dokter ahli rehabilitasi
medik Dokter ahli radiology
Dokter ahli penyakit dalam
Konsulen lain sesuai keadaan
12. Lama perawatan
Stroke Infark : 7 s/d 10 hari
Stroke Hemoragik : 3 minggu
13. Masa Pemulihan
Bervariasi, tergantung beratnya penyakit
14. Out put
Tergantung Jenisnya
TIA dan RIND : dapat sembuh total
Yang lainnya ; umumnya sembuh parsial ( ada sequele )
Karena biasanya disertai penyakit lainnya (jantung, ginjal,
hipertensi, DIVI dll) komplikasi menjadi tumpang tindih.
15. Patologi Anatomi
Bila dilakukan tindakan bedah (tidak terlalu penting)
16. Otopsi
Bila perlu (permintaan polisi, badan hokum, asuransi atau yang
berwenang atas ijin keluarga)
Bagian Penyakit Dalam, Bagian Mata, Bagian Rehabilitasi Medis,
Unit terkait Bagian Bedah Syaraf, lain-lain sesuai keadaan.
RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN SYOK
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
Pengertian Syok adalah suatu sindrom klinik yang disebabkan tidak cukupnya perfusi
jaringan dan hipoksia jaringan. Mungkin berhubungan dengan hipotensi.
Biasanya ditandai adanya hipoperfusi, perubahan status mental, oliguri dan
asidosis.
Secara garis besar ada 4 macam syok : kardiogenik, hipovolemik, distributif
dan obstruktif.
Syok kardiogenik : penyebab primer menurunnya fungsi jantung, ditandai
menurunnya kontraktilitas, meningkatnya tekanan pengisian, menurunnya
kerja ventrikel kiri, menurunnya tekanan pengisian ventrikel kiri dan
meningkatnya tahanan perifer sistemik.
Syok distributif: disebabkan karena hilangnya tekanan vaskuler perifer
dengan efek hipovolemi relative. Ditandai curah jantung meningkat atau
normal, tahanan perifer sistemik rendah, tekanan pengisian ventrikel turun
atau norma disebabkan karena sepsis, anafilaksis, neurogenik, insufiensi senal
akut.
Syok obstruktif: disebabkan hambatan yang kuat dalam pengisian jantung.
Ditandai menurunnya curah jantung, meningkatnya tahanan perifer sitemik,
gangguan tekanan pengisian ventrikel kiri tergantung etiologinya.

Tujuan : menyamakan pengelolaan syok.


Unit yang terkait : Bagian Anestesi dan Interna di ICCU/CCU RSDK
Semarang
Prosedur Syok kardiogenik: terapi aritmia, gangguan fungsi diastolic mungkin
membutuhkan rehudrasi, penggunaan obat inotropik.
Bila CO tunin, BP turun, SVR naik berikan dobutamin 5mg/kgBB/menit.
Bila tekanan darah sangat rendah, berikan obat yang berefek inotropik dan
vasopresor nor epinephrine
RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN SYOK
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
Syok hipovomelik: tujuan terapi untuk restorasi volume intravakuler,
dengan target optimalkan blood pressure, pulse dan, organ perfusion.
Terapi :
- Crystalloid solution ( osmolality ) : RL atau NaCl 0,9%
- Pendarahan sebaiknya diganti darah
- Bila hypovoleinia telah teratasi, baru boleh diberi vasoactive agent
(dopamine atau dobutamin).
Syok distributif: termasuk golongan ini : septic shock, anaphylactic
shock, neurogenic shock dan acute adrenal insufficiency.
a. Anaphylactic Shock
Etiologi: reaksi antigen-antibody ( antigen : IgE)
Patogenesis : antigen ----* pelepasan mediator kimiawi endogen
(histamine, serotonin dll) ----›› permeabilitas vaskuler
endothelial meningkat disertai bronchospasme.
Gejala : pruritus, urtikaria, angio edema, palpitatasi, dyspnea dan
shock. Tindakan :
- Baringkan pasien dengan posisi shock (kaki lebih tinggi).
- Adreanlin : dewasa 0,3-0,5 mg SC (lar. 1 :1000), anak = 0,01
mg/kg subkutan.
- Pasang infuse NaCl 0,9%
- Corticosteroid : Dexamethasone 0,2 mg/kg i.v.
Bila terjadi bronchospasme dapat diberikan aminophyllin 5-6mg/kg
i.v bolus pelan-pelan, lanjutkan drips 0,4-0,9 ing/kg/min.
Fungsi adreanalin : meningkatkan kontraktilitas myocard, vasokonstriksi
vaskuler, meningkatkan tekanan darah dan bronchodilatasi.
b. Neurogenic Shock
Sering terjadi pada cervical atau high thoracic spinal cord injury
dan dengan karakteristik hypotension, sering disertai bradycardia.
RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN SYOK
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
Ditetapkan
STANDART Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
Gangguan neurologis: flaccid paralysis, loss of extremity reflexes
dan priapism.
Tindakan :
- Volume resuscitation for hypotension
- Vasopressor if volume loading does not reverse hypotension.
c. Acute Adrenal
[sufficiency] Etiologi:
Gangguan glandula Adrenal : autoimmune disease, adrenal
hemonhage, HIV infection, ketokonazole,
meningococcemia, granulomatous disease.
Gangguan Hypothaiamush Pituitary axis: with drawal from
glucocorticoid therapy.
Laboratory : hyponatremia, hyperkalemia, acidosis, hypoglycemia
dan prerenal ozotemia.
High Risk patiens : sepsis, acute anticoagulation post CABG,
gtucocorticoid therapy was with draw whitin the past 12 months, AIDS,
disseminated tuberculose.
Tindakan :
- Infuse D5 Normal Saline untuk meningkatkan tekanan darah
- Berikan dexamethason 4 mg i.v kemudian 4 mg setiap 6 jam
- Atasi factor pencetus
Bila diagnose disapat : Hydrocortison 100mg setiap 8 jam atau sebagai
infuse kontinyu 300 mg lebih dari 24 jam. Periksa base line sample
darah untuk cortisol, electrolyte. Manisfestasi Klinis : Lemah,
nausea/vomiting, nyeri perut, orthostatic hypotension, hipotensi tak
teratasi dengan volume resusitasi atau vasopressor agent, demam.
Syok obstruktif:
Tujuan terapi untuk menghilangkan obstruksi.
Tindakan :
 Crystaloid isotonic untuk maintenance of intravascular volume.
 Surgery.
Unit terkait HND, UGD, SMF bagian lain, ICYU di RSDK Semarang
RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN CEDERA KEPALA
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI
NIP 140 094 663
Pengertian Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok usia
produktif.
Tujuan Menciptakan kondisi optimal guna penyembuhan cedera Primer, dan
mencegah sertai mengatasi penyulit ( cedara sekunder ) berupa antara lain
hipertensi intra cranial, hipotensi sitemik, dan hipoksi hipoksemia, yang
berpotensi mengakibatkan iskemia dan kematian.
Kebijakan Penanganan cedera kepala dengan segera dan tepat akan mencegah terjadinya
cedera sekunder dan angka mortalitas
Protokol Berdasarkan semua informasi yang telah diuraikan diatas, maka disusunlah
Pengelolaan manual prosedur pengelolaan penderita cedera kepala sebagai berikut :
Penderita Cendera 1. Indikasi rawat inap
Kepala 2. Pengelolaan penderitaan di UGD
3. Indikasi pemeriksaan neuromejing diagnostife
4. Pengelolaan penderita di ruangan/ICU
5. Indikasi tindakan bedar syaraf

1. Indikasi rawat inap


1.1. CKS dan CKB, setelah resusitasi medis di UGD
1.2. CKR/penderita sadar, bilamana :
1.2.1. Memerlukan observasi lebih lanjut, antara lain:
Gejala klinis berat (konfusi/disorientasi, nyeri kepala/muntah-
muntah hebat, riwayat pingsan . 10 menit, dan masih amnesia
> 1 jam post-trauma)
Penilaian sulit (anak rewel, intoksikasi obat/alcohol,
sehabis kejang/epilepsy)
Observasi di rumah sulit (jauh dari RS, anak-anak
tanpa penanggung jawab)
Ada fraktur linear pada foto polos cranium
RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN CEDERA KEPALA
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
1.2.2. Memerlukan tindakan diagnostic dan terapeutik lebih
lanjut:
- Ada darah/ LCS keluar dari hidung atau telinga
- Ada fraktur impresi, dan/ atau fraktur terbuka pada
tengkorak/kalvarium.
- Cedera tembus (anak peluru, dan sebagainya)
- Ada deficit neurologic fokal, termasuk kejang post-trauma
2. Pengelolaan penderita UGD:
2.1. Stabilitas sirkulasi dan pernafasan; Bila mungkin, harus sudah
dimulai sejak dari lokasi/tempat terjadinya kecelakaan, dan saat
transportasi menuju RS/UGD, dan selanjutnya setelah penderita
tiba di UGD.
2.2. Identifikasi gangguan metabolic lain yang bias menyebabkan koma
(hipoterm, hiper/hipoglikemi, obat-obat depresan, alcohol, dan
gangguan pada hati, pada ginjal, dan sebagainya), dan faktor-
faktor resiko lainseperti usia, waktu kejadian, dan mekanisme
trauma.
2.3. Evaluasi klinis dan neurologis awal; penilaian beratnya cedera
kepala atas dasar skor GCS dan adanya deficit neurologis fokal,
serta evaluasi adanya cedera organ/ system lain pada cedera
ganda.
3. Indikasi pemeriksaan Neuromejing Diagnostik:
3.1. Foto polos cranium, untuk melihat adanya gambaran fraktur:
3.1.1. Pada CKR bila :
- Ada riwayat pingsan atau amnesia yang lama
- Pasien bingung atau gaduh-gelisah, sakit kepala progresif dan
muntah di UGD.
- Penilaian yang sulit (akibat alcohol, obat depresan, post
serangan epilepsy)
- Trauma pada wajah yang cukup berat.
RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN CEDERA KEPALA
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
Ditetapkan
STANDART Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
- Anak kecil, terutama bila curiga kasus penyiksaan (child abuse)
- Deficit neuroligik foka, termasuk kejang, bila fasilitas CT scan
tak terssedia.
3.1.2. Pada CKS dan CKB bila fasilitas CT Scan tak tersedia dan
referral/rujukan sulit.
3.2. CT Scan kepala:
3.2.1. Penderita dengan penurunan kesadaran (CKS dan CKB)
3.2.2. CKR bila:
- Fraktur cranium yang disertai deficit neuroligik fokal dan/
atau kejang.
- Penurunan GCS > 2 skor selama observasi,
- Perbedaan diameter pupil > 1 mm
- Fraktur ampresi lebih dari 1 tabula, dan
cedera tembus/penetran.
- GCS < 15 yangtidak kembali normal dalam 24 jam, terutama
bila penderita usia tua, dengan riwayat jatuh dari ketinggian.
Bila memungkinka, sebaiknyasegera dikerjaka, dan bila
hasilnya menunjukkan ada fesi intra krainai, harus segera
dilakukan konsultasi bedah syaraf, sebelum
terjadinya ancaman/ tanda-tanda herniasi otak.
3.3. Foto polos region lain atas indikasi (leber lateral, abdomen, otak,
tulang panjang).
4. Pengelolaan di ruangan ICU
4.1. Mengatasi peninggian TIK (hipertensi intra cranial), berupa
4.1.1. Evakuasi hematom intra cranial, confused brain, atau
dekompresi efesterna.
RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN CEDERA KEPALA
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
4.1.2. Perbaikan oksigenasi/ventilasi, bila perlu dlakukan
instubasi.
4.1.3. Pemberian diuretic ostomik, dengan Manitol0,5-1 g/kgBB,
secara bolus/tetesan cepat, bila perlu diulang setiap 4-6
jam asal tidak terjadi dehidrasi sistematik, atau osmolalitas
plasma tidak > 310mosm/L
4.1.4. Pengawasan keseimbangan elektrolit, hindari
hipo/hipernatremi.
4.1.5. Perbaiki venous out flow dengan posisi kepala 20-3- derajat
lebih tinggi.
4.2. Mengatasi hipotensi sistemik;
4.2.1. Mengatasi anemia akbat pendarahan atau sebab-sebab lain.
4.2.2. Memelihara masukan cairan dan elektrolit yang adekuat
(normovolemi) dengan larutan yang isoosmoler atau
sedikit hiperosmoler. Restriksi cairan tidak dianjurkan.
4.2.3. Mencegah septicemia terutama pada fraktur dasar
tengkorak yang disertai rinore dan otore. Naiknya pH/
berkurangnya keasaman cairan lambung merupakan
salah satu penyebab kolonisasi kuman.
4.2.4. Hati-hati terhadap pemakaian obat-obatan sedatif yang
berakibat hipotensi
4.3. Mencegah dan mengatasi hipoksia dan hipoksemia;
4.3.1. Evaluasi frekuensi nafas, dan bila mungkin pemeriksaan
gas darah (BGA).
4.3.2. Intubasi dilakukan apabila:
- Insufisiensi pernafasan (PaO2 < 90 mmHg atau bila dengan
02 < 130 mmHg, atau Pa CO2 > 60 mmHg).
- Hiperventilasi neurogenik sehingga PaCO2 < 35 mmHg.
RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN CEDERA KEPALA
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
- Ada gangguan irama pernafasan dan/atau penderita
sering kejang-kejang.
- Fraktur mandibula bilateral, atau ada peradaban profiis
intra oral.
- Untuk pemindahan penderita antar rumah sakit
4.3.3. Penderita dengan bantuan ventilasi, diusahakan supaya
PaO2 > 150 mmHg, dan PaCO2 30-35 mmHg.
5. Indikasi tindakan pembedahan/kraniotomi:
5.1. Emerjensi/segera:
5.1.1. Hemalom ekstraserebral (epidural, subdural), dengan efek
desakruang ( tabala 10 mm, dan/atau garis tengah bergeser
> 5 mm, dan/atau ada penyempitan sisterna perimesenfalik
atau ventrikel tertius).
5.1.2. Hematom intra cerebral denga efek pendesakan dan dilokasi
yang operable.
5.1.3. Fraktur terbuka, dengan fragmen impresi, denga atau tanpa
robekan dura.
5.1.4. Tanda-tanda kompresi syaraf optic.
5.2. Elektif/terprogram:
5.2.1. Fraktur impresi tertutup dengan deficit neurologic minimal
dan pasien stabil.
5.2.2. Hematoma intracranial dengan efek masa dan deficit
neurologic yang minimal, dan penderitaan stabil.
6. Lain-lain:
6.1. Pemberian nutrisi yang ada kuat secara enternal maupun
parenteral, dengan tuba nasogastrikatau nasoduodenum
(terjadi keadaan hipermetabolisme, dan kebutuhan kalori naik
1.4-1.5 kali kebutuhan normal)
6.2. Infeksi, terutam dari saluran nafas dapat menyebabkan hipertermi
dan menaikkan kebutuhan oksigen jaringan sehingga
memperberat iskemia yang ada.
6.3. Kejang, selain mengakibatkan asfiksia, juga menaikan
RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN CEDERA KEPALA
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
Kebutuhan o2 otak.
6.4. Pendarahan lambung akibat stress ulcer sering timbul dan harus
dicegah, sebaiknya dengan obat-obatan yang tidak menaikkan
pH cairan lambung.
6.5. Pemakaian steroid terbukti tidak member manfaat ataupun
perbedaan bermakna pada hasil pengelolaan CKB, bahkan
dapat menyebabkan penyulit lain seperti meningkatnya resiko
infeksi dan resiko perdarahn lambung.

Difus Brain Injury


Secara klinis berdasarkan lamanya koma (gangguan kesadaran).
Pembagian ini berkaitan erat dengan berat dan luasnya kerusakan pada akson
yang juga tergantung pada gaya inersia yang terjadi. Dibagi menjadi :

- Classic concussion : Penderita sadar dalam 6 jam pertama


setelah cedera.
- Difus brain injury ringan : koma antara 6-24 jam.
- Difus brain injury sedang : koma dalam 24 jam.
- Difus brain injury berat : koma > 24 jam juga disertai tanda-
tanda disfungsi batang otak.
Klasifikasi Diffuse Injury:
- Diffuse Injury I No Visible intracranial pathology on CT
- Diffuse Injury II Cistern present; midline shift 0-5 mm and/or
lesion densities present (may include bone fragment or
foreign body) No high or mixed density lesion > 25 ml
- Diffuse Injury III Cistern compressed or absent; midline shift 0-
5 mm (swelling) No high or mixed densty lesion > 25 ml
RS. DR. KARIADI PENGELOLAAN CEDERA KEPALA
Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Semarang
Telp. 024-84134998
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
- Diffuse Injury IV Midline shift > 5mm; No high or mixed density
lesion > 25 ml (shift)
Evacuated mass : any lesion surgically evacuated
Non evacuated mass : High or mixed density lesion > 25 ml not
evacuated Prognosis dan Uapaya terapeutik
Diperkirakan sekitar 35% kematian pada cedara kepala
disebabkan oleh diffuse Brain Injury.
Tanda-tanda yang mengarah pada prognosis yang jelek antara lain
deserebrasi atau dekortikasi postural, adanya kelainan reflek pupil,
lesi DAI yang multiple, lokasi lesi di kedalaman otak, terutama yang
disertai kenaikan TIK dan adanya edema umum dan perdarahan
intravertrikel. Prognosis yang buruk bila terdapat lesi hemoragis.
Terapi :
Ciptakan kondisi lingkungan yang favourable untuk perbaikan sel-sel
yang sakit dan mencegah/ menghindari adanya penyulit (cedera
sekunder) yang bias memperburuk keadaan sel-sel yang sakit
tersebut. Karena sampai saat ini tidak ada obat atau tindakan yang
dapat menyembuhkan cedera primer pada parenkim otak.
Unit terkait HND, UGD, SMF bagian lain, ICU di RSDK Semarang
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
Pengertian EPH, Getosis, Hipertensi dalam kehamilan, Pre-eklampsia, Eklampsia
Tujuan - Definisi
- Diagnosis
- Tatalaksana
- Penilaian janin / ibu
- Terapi Anti-Hipertensi
- Terapi Anti-Kejang
- Rujukan
BATASAN
Pre-eklampsia timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini
dapat timbul sebelum 20 minggu, bila terjadi penyakit trofobiastik.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan
atau nafas yang ditandai dengan timbulnyakejang dan atau koma.
Sebelumnya wanita tadi menunjukan gejala-gejalapre-eklampsia (kejang-
kejang timbul bukan akibat kelainan neurologic).
Hipertensi kronik adalah adanya hipertensi yang menetap oleh sebab
apapun, yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dan 20 minggu, atau
hipertensi yag menetap setelah 6 minggu paska persalinan. Superimposed
pre-eklampsia / eklamsia ialah timbulnya pre-eklampsia atau eklamsia pada
hipertensi kronik.
“Transient Hypertensioon” ialah timbulnya hipertensi dalam
kehamilan pada wanita tekanan darahnya normal dan tidak mempunyai gejala-
gejala hipertensi kronik atau pre-eklampsia. Gejala ini akan hilang setelah 10
hari pasca persalinan.
Klasifikasi :
- Hipertensi yang telah ada sebelumnya / Hipertensi kronis
- Hipertensi gestasional
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
Tanpa proteinuria (hipertensi dalam kehamilan, transient hypertension)
- Tanpa kondisi yang merugikan
- Dengan kondisi yang tnemegikan (pre eklampsia berat, eklamsia)
Dengan proteinuria (hipertensi dalam kehamilan, pre eklampsia)
- Tanpa kondisi yang merugikan
- Dengan kondisi yang merugikan (PEB, Eklampsia)
- Dengan protenuria dan kondisi sampingan
- Hipertensi sebelumnya dengan superimposed hipertensi
gestasional dengan proteinuia
- Saat antenatal tidak terklarifikasi
Deifnisi
Hipertensi
o Nilai absolute ≥ 140/90 mmHg
o Peningkatan ≥ 30/3 5 mmHg
o TD diastolic ‘90mmHg
Posisi duduk dengan lengan setinggi
jantung Ukuran cuff sesuai
Stigmomanometer air raksa akurat
Bunyi Korotkoof I dan IV direkam
Konfirmasi TD dalam ≥ 4 jam kecuali bila sangat tinggi
Proteinuria :
Protein urin ≥ 2+ pada dipstick
Protein urin ≥ 300mg/d pada urin 24 jam
proteinuria Mengindikasikan disfungsi glomerular
Pikiran pemeriksaan urin 24 jam bila protein urin ≥ 1+ pada dipstick
Edema mungkin akibat dari vasopasma dan penurunan tekanan onkotik
namun bukan merupakan bagian definisi.
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
Manifestasi keparahan :
Hipertensi gestational dengan komplikasi
 TD diastolic > 110 mmGh
 Bukti laboratorium ↓ platelet, ↑LFTs, ↑asam urat
 Efek renal-proteinuria > 3 g/d, oliguria
 Efek SSP-kejang, sakit kepala, gangguan pengelihatan
 Keterlibatan organ lain paru-paru, hati, hematology
 Gangguan janin
Sebelumnya dikenal sebagai pre-eklampsia berat

KRITERIA DIAGNOSIS
Pre-eklampsia ringan :
Ditemukan gejala-gejala sebagai berikut:
- Tensi sistolik 140 mmHg atau lebih, atau
- Tensi diastolic 90 mmHg atau lebih, atau
- Kenaikan tensi sistolik 30 mmHg atau lebih, atau
- Kenaikan tensi diastolic 15 mmHg atau lebih

Pre-eklampsia berat :
Bila didapatkan satu lebih gejala dibawah ini, pre-eklampsia
digolongkan berat.
1. Tekanan darah sistolik160 mmHg atau lebih tekanan darah diastolic
110 mmHg atau lebih. Tekanan darah ini tidak menurun, meskipun
ibu hamil dirumah sakit dan sudah menjalani rawat berbaring.
2. Proteinuria lebih dari 3 gr/24 jam atau 2+ dalam pemeriksaan kualitatif
3. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24 jam yang
disertai kenaikan kadar kjcatmui plasma
4. Kenaikan kadar asam urat (uric acid)
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
5. Kenaikan kadar enzyme hepar
6. Gangguan visus dan serebal
7. Nyeri epigastirum atau nyeri pada knadran kanan atas abnomen
8. Edema paru-pam dan sianosis
9. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat
10. Adanya “HELP Syndrome” (Hemolysis, Elevated liver enzyme,
low count < 100.000/mm).
11. Desseminated Intravascular Coagulation (DIG)

DIAGNOSIS BANDING
- Hipertensi menahun
- Kelainan ginjal
- Epilepsi
PEMERIKSAAN PENUJANG
1. Pre-eklampsia riugan : - Urine lengkap
2. Pre-eklamsia berat/ekiampsia:
- Pemeriksaan Hematologi:
Hemoglobin, hematrokit, trombosit, CT, BT, PTT, PTTK, Fibrinogen
- Pemeriksaan fungsi hepar :
DGOT, SGPT, LDH, Bilirubin, Glukosa dan Anomia
- Pemeriksaan fungsi ginjal:
Proteinuri, Urin rutin, Kreatinin, asam urat, akumulasi urin 24 jam.
KONSULTASI
- Bagian Saraf
- Bagian Mata
- Bagian Penyakit Dalam (sub bagian ginjal dan hipertensi)
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
PENGELOLAAN
1. Pre-ekiampsia ringan : istarahat dan sedative
a. Rawat jalan / ambulator :
- Banyak istirahat
- Diet – cukup protein, rendah kabohidrat, lemak dan garam.
- Sedavita ringan ( kalau tidak bias istirahat ) tablet Fenabarbital
3x30mg per-oral selama 7 hari atau tablet Diazepam 3x2 mg
per-oral selama 7 hari.
- Roboransia
- Kujungan ulang tiap 1 minggu
b. Pre-eklampsia ringan yang dirawat :
- Pada kehamflan preterm ( 37 minggu )
Bila tekanan darah mencapai normotensi selam
perawatan persalinannya ditunggu sampai aterm
Bila tekanan darah turun, belum mencapai normotensi selainnya
perawatan, maka kehamilannya dapat diakhiri pada kehamilan >
37 minggu.
- Pada kehamilan aterm (>37 minggu)
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan
untuk melakukan induksi persalinan
- Cara persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu
memperingan kala II dengan bantuan tindakan obsetetri.
2. Pada pre eklampsia berat prinsip penatalaksanaan
adalah : o Pengurangan strees
o Penilaian keadaan ibu dan janin
o Terapi tekanan darah diastolik > 110
mmHg o Terapi mual dan muntah
o Terapi nyeri epigastrik
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD,


KPTI
NIP 140 094 663
o Pertimbangan profilaksis kejang
o Pertmibangan waktu / cara persalinan

Pengurangan Stress
 Komponen TD ibu adalah adrenergic
 Minimalkan rasa tidak nyaman ibu
 Beberapa komponen
- Ruangan tenang, tidak terlalu terang, terisolasi
- Protocol tatalaksana terencan dengan baik
- Penjelasan rencana dengan jelas pada pasien / keluarga
- Minimlakan rangsangan
- Pendekatan tim yang konsisten dan meyakinkan
- Bidan / perawat, obstetric, anestesi, hematology dari
anak Penilaian keadaan ibu secara klinis
 Tekanan darah
o Penilaian derajat keparahan
o Konsistensi dalam pengukuran
o Hubungan TD tinggi dengan CVA bukan kejang
 Sistem saraf pusat
o Keberadaan dan keparahan sakit kepala
o Gangguan pengelihatan – buta krotikal, kabur
o Tremor, iribilitas, hiper refleksi, somnolen
o Mual dan muntah

 Hematologi Edema,
Pendarahan, pretekiae

 Hepatik
Nyeri kuadran kanan atas dan epigastrik
Mual dan muntah
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD,


KPTI
NIP 140 094 663
 Ginjal
Output dan warna urin
Penilaian Keadaan Ibu secara Laboratorium

 Hematlogi
Hemoglobin, Platelet, asupan darah : burr
cell PTT, INRfibrinogen, FDP
LDH, asam urat, bilirubin
 Hepatik
SGPT, SGOT, LDH
(glukosa, ammonia terhadap R/O AFLP)
 Ginjal
Proteinuria
Kreatinin, urea, asam urat
Penilaian Keadaan Janin :
- Gerakan janin
- Penilaian denyut jantung janin
- Ultrasonografi untuk perkembangan
- Profil biofisik
- Pemeriksaan Doppier arus darah : tali pusat, a. cerbri
media Terapi mual dan muntah :
- Antiereatik pilihan

Terapi nyeri subhepatik atau epigastrik :


- Morfin 2-4 mg IV
- Antasid
- Minimalkan palpasi

Terapi Anti-hipertensi bertujuan :


- Minimalkan risiko CVA pada ibu
- Memaksimalkan kondisi ibu untuk persalinan aman
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
- Mendapatkan waktu untuk penilaian lebih lanjut :
Memfasilitasi persalinan pervaginam bila mungkin
Memperpanjang kehamilan bila tepat / mungkin

Obat anti – hipertensi sebagai terapi akut :


Penyebab β :
- Antenolol, labelol
Penyekat kanal kalsium :
- Nifedipin 3-8x 10 mg/oral
- ISDN
Obat anti – Hipertensi sebagai terapi rumatan :
Obat Simpatolotik yang bekerja sentral :

- Methyl-dopa : dosis 500-3000 mg po dalam 2-4 dosis terbagi


- Sebagai obat pilihan pada hipertensi esensial
- Keuntungan – efek samping minimal dan aman
Penyekat β :
 Labetanol
- Mengkombinasikan penyekat ª dan P dengan ISA
- Dosis – dosis maksimum 300mg IV
20 mg IV diikuti oleh 20 – 80 mg IV dititrasi sesuai TD
- Perhatian respon janin terhadap
hipoksia  Atenolol
- Antagonis reseptor “, obat oral
- Dosis-50-100 mgpoOD
- Perhatian – DM, asma, * FH dasar, terdapat variabilitas
Resiko IUGR pada penggunaan kronik
Penyekat Kanal Kalsium
 Nifedipin
- Relaksasi langsung otot polos vascular
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
- Dosis – Adalat – PA 10 mg bid * 80 mg/h
- Efek samping – toksitas magnesium, edama, flushing, sakit
kepala, palpitasi, tokolitik, penggunaan bentuk kerja pendek
tidak dianjurkan
ACE inhibitor kontraindikasi pada kehamilan

Hidralazin
 Onset intravena yang cepat berguna untuk krisis hipertensi
 Dosis – dosis tes 5 mg IV -* 5- 10 mg q 20-40 menit
 Perhatian – hipotensi dengan fetal compromise dapat terjadi pada
pasien asetilator lambat dan hipovelemik
 Efek samping- dapat menyebabkan Flushing, sakit kepala, takikardia

Krisis Hipertensi
 Stabilikan hipertensi berat
- Gunakan hidraiazin, penyekat “, dan / atau Adalat- PA
- Tujuan -> mempertahankan TD diastolic pada 90-100 mmHG
- Monitor status janin sementara menterapi TD
o Profilaksis kejang
o Status volume intra vascular
- Kateter Foley jarang mengalami ARF
- Jangan kelebihan cairan -> jarang membutuhkan CVP
o Lahirkan

Profilaksis Kejang :
 Sulit diprediksi siapa yang akan mengalami kejang
 Tidak berhubungan dengan derajat hipertensi atau protenuria
 MgSO4 merupakan agen pilihan bila profilaksis kejang
diindikasikan
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
Magnesium Sulfat :
 Standar obsetri namun tidak digunakan pada keadaan lain
 Dosis 2-4 g/jam IV atau 4g 1M q4h
 Efek samping-lemas, paralysis, toksisitas jantung
 Monitor-refleks, Pernapasan, derajat kesadaran >> Resiko tinggi
terutama pada pasien dengan oliguria atau mendapat penyekat
kanal Ca²
 Antidotum :
- Hentikan infuse magnesium
- Kalsium gulkonas 10% 10ML IV selama 3 menit
Terdapat 2 jenis perawatan/ tindakan pada Pre-eklampsia berat?
Eklampsia, yaitu :
A. Aktif, berarti kehamilan segera diakhiri/ diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medicinal
a. Indikasi :
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/ lebih
keadaan dibawah ini:
Ibu
o Kehamilan > 37 minggu
o Adanya gejala/ tanda impending eklampsia
o Kegagalan terapi perawatan konservatif
Dalam waktu atau setelah 5 jam sejak dimulainya pengobatan
medicinal terjadi kenaikan tekanan darah
Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medicinal.
Gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan)
Janin
- Adanya tanda-tanda “fetal distrees”
- Adanya tanda-tanda IUGR
- Laboratorik
- Adanya “HELI.P Syndrome”
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
b. Pengobatan medicinal :
- Segera masuk rumah sakit
- Istirahat berbaring ke satu sisi (kiri)
- Infuse dengan larutan Ringer Lactate 500cc (60-125 cc/jam)
- Antasida
- Diet -> Cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
- Pemberian obat anti kejang MgSO4
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu CaC12 (kalsium
Klorida) dalam 10% dalam 10 cc diberikan IV 3 menit
(dalam keadaan siap pakai).
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit
- Produksi urin > 100cc dalam 4 jam sebelumnya
(0,5 cc/KgBB/jam)
Suifes magnesikus dihentikan bila :
- Ada tanda-tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pasca persalinan
- Dalam 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan
(normontensi).
- Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada :
Edema paru-paru
Payah jantung kongestif
Edema anasarka
- Anti hipertensi diberikan bila:
Tekanan darah tinggi
- Sistolik> 180mmHg
- Diastolik> 110mmHg
- Obat-obatan ami hipertensi yang akan diberikan dalam bentuk
suntikan yang tersedia di Indonesia ialah Klonidin.
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
1 ampul mengandung 0,15 mg/cc Klonidin dilarutkan dalam 10cc
larutan garam faali atau air untuk suntikan. Disuntikan mula-mula
5 cc IV perlahan-lahan selama 5 menit. Tekanan darah diukur 5
menit kemudian bila belum ada penurunan, maka diberikan lagi 5
cc IV dalam 5 menit (sisanya). Klonidin dapat diberikan tiap 4 jam
sampai tekanan darah diastolic menjadi normotensi. Pilihan lain
adalah Khloral Hidrat atau Hidrasillin.
- Kardiotonik
Indikasi pemberian kardiotonik ialah bila ada tanda-tanda menjurus
payah jantung. Jenis kardiotonik yang diberikan ialah Cedilanid D.
perawatan dilakukan bersama dengan bagian penyakit jantung
- Lain-lain :
Obat-obatan antipiretika
Diberikan bila suhu rectal di atas 38.5ºC» dapat dibantu dengan
pemberian kompres dingi atau alcohol.
Antibiotika Diberikan
atas indikasi:
Anti nyeri
Bila penderita merasa kesakitan/ gelisah karena kontraksi rahim,
dapat diberikan Pethidin HCL 50-75 mg sekali saja (selambat-
lambatnya 2jam sebelum janin lahir.
B. Pengobatan Obsterik
Kapan Persalinan dilakukan
 ≥ 37 minggu dengan hipertensi gestasional
 ≥ 34 minggu dengan hipertensi gestasional berat
 ≥ 34 minggu dengan :
- TD diastolik yang sulit dikontrol
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
- Bukti lab adanya keterlibatan multi organ yang memburuk
- Dugaan gawat janin
- Kejang tidak terkontrol
- Gejala responsive terhadap terapi yag sesuai.
Selama ini yang dilakukan pada bagian obsteri RSUP Dr. Kariadi masih
dipertimbangkan secara kasus perkasus. Oleh karean itu dalam rangka
menurunkan morbiditas ibu dan anak dilakukan : Terminasi dengan
menggunakan induksi Piton-drip diberikan pada kasus-kasus pre-
ekmapsia ringan, berat, atau eklampsia, dengan syarat:
 Bishop Score 5 atau lebih.
 Apabila dalam 12 jam tidak masuk ke fase aktif diteruskan dengan
sectio Caesaria.
Terminal dengan Sectio Caesaria dikerjakan bila :
 Bishop Score kurang dari 5
 Primigravida atau belum pernah melahirkan pervaginam.
C. Konservatif, berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medicinal,
a. Indikasi :
Kehamilan preterm (37 minggu) tanpa disetai tanda-tanda
impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan medicinal
Sama dengan perawatan medicinal pada pengolahan secara aktif.
c. Pengobatan obsterik :
 Selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi speni
perawatan aktif, hanya disini tidak ada tenninasi.
 Sulfas magnesikus dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda
pre-eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
RS. DR. KARIADI GESTOSIS
Jl. Dr. Soetomo 16
Semarang
Telp. 024-84134998 No. Dokumen No. Revisi Halaman
Fax : 8318617
STANDART Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI


NIP 140 094 663
 Bila telah 24 jam tidak ada perbaikan, maka keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medicinal dan segera diterminasi.
3. Perawatan Eklampsia A.
Pengobatan medicinal.
1. Obat dan kejang MgSO4
a.) “Loading dose” :
4 gr MgSO4 40% dalam larutan 10 cc IV selama 10 menit.
Disusul 10 gr IM MgSO4 40% dalam larutan 25 cc diberikan
kepada bokong kanan dan kir, masing-masing 5
gr b.) “Maintenance dose”
Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gr IM MgSO4.
2. Dosis tambahan : Bila kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2
gr IV selama 4 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah
pemberian terakhir.
3. Dosis tambahan 2 gr hanya diberikan sekali saja. Bila telah
dosis tambahan masih kejang, maka diberikan Amorbabital 3-
5mg/KgBB/fV pelan-pelan.
4. Obat-obatan suportif:
Lihat pengobatan suportif pre-eklampsia
5. Perawatan pada serangan kejang :
- Dirawat dikamar isolasi yang cukup terang.
- Masukan sudip lidah ke mulut penderita.
- Kepala direndahkan, daerah orofarings dihisap.
- Fiksasi badan pada tempat tiduran cukup kendor guna
menghindarkan fraktur.
6. Perawatan penderita koma :
- Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan
menggunakan “Glasgow Pittburgh Coma Scale”.
RS. DR. KARIADI PROSEDUR PEMASANGAN KATETER VENA SENTRAL SUBKLAVIA

Jl. Dr. Soetomo 16 No. Dokumen No. Revisi Halaman

Semarang

Telp. 024-84134998

Fax : 8318617
Ditetapkan
PROSEDUR TETAP Tanggal Terbit
Direktur Utama

Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K)

NIP.196108201988121001

Pengertian Pemasangan kateter vena pada pembuluh darah vena besar yang
digunakan atas indikasi tertentu
Tujuan 3. Memantau kebutuhan cairan
4. Jalur memasukkan cairan
5. Jalur memasukkan obat
Kebijakan Sebagai salah satu jalur vena yang digunakan sesuai indikasi pada
pasien yang membutuhkan

Standar Alat Persiapan alat:

Operator menggunakan baju operasi, penutup kepala, sarung tangan


dan pelindung wajah steril
Lidocain 1%

Kassa steril

Syring –non Luer lock

Skalpel

Dilator

Jarum

Guide wire

Saline pembilas

Kateter vena sentral dengan ukuran sesuai

Benang jahit
Standar Pasien Indikasi:

Monitor hemodinamik

Jalur pemberian nutrisi perenteral dan obat yang dapat menimbulkan


iritasi bila diberikan lewat perifer
Jalur pacu jantung tranvena emergency

Hipovolemia

Ketika akses jalur perifer sulit didapatkan

Terapi hemodialisa atau continues renal replacement therapies

Kontraindikasi:

Infeksi pada kulit diatas vena yang dituju.

Trombosis vena yang dituju.

Fraktur atau curiga fraktur klavikula atau proksimal costa sisi vena
yang dituju.
Gangguan koagulasi.

Prosedur Persiapan pasien:

a) Posisikan pasien tredelenburg 10-15⁰ untuk melebarkan vena


dan mengurangi resiko emboli udara.
b) Palingkan wajah penderita menjauhi vena yang dituju.
c) Tempatkan bantalan kain dibawah bahu vena yang dituju
agar klavikula lebih menonjol.

Identifikasi vena subklavia:

Vena subklavia terletak di sepertiga tengah klavikula

Prosedur tindakan:

a) Terlebih dahulu lakukan informed consent tindakan pada


pasien (bila memungkinkan) dan keluarga pasien.
b) Bila pasien sadar, jelaskan bahwa wajahnya akan ditutupi
doek steril namun pernapasannya tidak akan terganggu
c) Desinfeksi daerah tindakan selama 60 detik
d) Isi lumen kateter dengan salin untuk mengecek kelancaran
lumen
e) Lepaskan penutup pada port dimana guide wire akan keluar
nantinya
f) Infiltrasi kulit dengan lidokaine 1%
g) Capailah daerah yang dituju dengan jarum yang membentuk
30⁰ terhadap kulit dan sumbu panjang jarum diarahkan ke
arah sternal notch
h) Tusuklah kulit tepat di lateral sepertiga tengah klavikula
teruskan kearah sternal notch dengan jarum berjalan tepat di
bawah klavikula
i) Umumnya vena dapat dicapai dengan mudah tepat dibawah
klavikula
j) Seorang asisten harus memantau monitor EKG untuk
memperhatikan adanya tanda-tanda aritmia selama
memasukkan guide wire, adanya aritmia menunjukkan guide
wire telah mencapai jantung dan bila terjadi aritmia tarik
guide wire sampai aritmia hilang.
k) Setelah guide wire dimasukkan, tarik jarum dengan guide
wire tetap ditempatnya
l) Dengan menggunakan skalpel buatlah insisi kecil superfisial
ujung guide wire untuk memepermudah memasukkan dilator
m) Masukkan dilator melalui guide wire dengan cara memegang
ujung dilator sambil memutar masuk
n) Lepas dilator, apabila terjadi perdarahan atasi dengan kassa
tekan dan tetap mempertahankan posisi guide wire
o) Pasang kateter pada guide wire dengan tangan satunya tetap
mempertahankan guide wire pada posisinya.
p) Bila terasa tahanan, kemungkinan jalur kurang lebar. Jika hal
itu terjadi, lepas kateter dan masukkan dilator, lebarkan jalur
masuk dan lepas dilator. Kemudian masukkan kateter
kembali.
q) Masukkan kateter sampai kedalaman pertemuan atrium
kanan dan vena kava superior.
r) Cabut guide wire, dan periksa masuknya darah ke semua
port.
s) Bilas port dengan saline, dan pasang penutup dan fiksasi.
t) Tutup tempat insersi dengan penutup steril.
u) Lakukan pemeriksaan foto thoraks untuk menilai ketepatan
pemasangan kateter dan memastikan tidak terjadi
hematothoraks dan pneumothoraks.

Unit Terkait ICU/ CCU – PICU/ NICU

Anda mungkin juga menyukai