Proposal Hilma Dan Rahma
Proposal Hilma Dan Rahma
Pencapaian Targeting Life Skill in 4-H Generasi Z melalui Pendekatan Resolusi Konflik
Remaja
(Studi Kasus Kehidupan Siswa Berasrama SMP QSBS Alkautsar561)
Disusun oleh:
Hilma Humaeroh SMP QSBS ALKAUTSAR 561
Rahma Pertiwi SMP QSBS ALKAUTSAR 561
2019
FORM ABSTRAK
JUDUL : Pencapaian Targeting Life Skill Generasi Z melalui Pendekatan Resolusi Konflik Remaja
(Studi Kasus Kehidupan Siswa Berasrama SMP QSBS Alkautsar561)
BIDANG : Psikologi Sosial
1. Objek penelitian berupa
KATEGORI : Ilmu Sosial dan Kemanusiaan o Manusia
o Hewan
NAMA : Hilma Humaeroh, Rahma Pertiwi o Tumbuhan
o Pembuatan Alat
SEKOLAH : SMP QSBS ALKAUTSAR561 o Lain-lain
4. Metode Penelitian
o Wawancara
o Kuisoner
o Studi Laboratorium
o Observasi
o Studi literature
Catatan:
Hapus yang tidak perlu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Generasi Z saat ini merupakan calon generasi emas bangsa Indonesia diharapkan akan
membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan berpengaruh di mata
dunia. Generasi Z merupakan generasi yang paling muda yang baru memasuki angkatan kerja
dan juga termasuk generasi yang telah hidup di tengah perkembangan teknologi sehingga
generasi Z harus mampu memiliki kecakapan hidup dalam memahami, menguasai dan
bersikap bijak dalam penggunaan teknologi tersebut. Selain dalam peningkatan kecakapan
dalam penggunaan teknologi, generasi Z juga perlu memiliki kecakapan dalam mengelola
jiwa dan hati sehingga dapat mempunyai sikap anti kekerasan yang sampai saat ini masih
banyak terjadi di Indonesia.
Fenomena tawuran, geng motor, demo ricuh, perang antarwilayah, dan bentrokan
massa merupakan fenomena kekerasan di Indonesia yang menunjukkan bahwa konflik di
Indonesia belum sepenuhnya dapat dipecahkan dengan baik secara menyeluruh. Banyaknya
kekerasan yang terjadi dikalangan remaja saat ini menunjukkan bahwa generasi Z bangsa
Indonesia masih banyak membutuhkan bimbingan dan pendidikan agar mampu mencapai
kecakapan mengelola hubungan dan kepedulian terhadap persatuan dan kedamaian dalam
kehidupan bermasyarakat.
Salah satu pendekatan yang dapat di gunakan dalam meningkatkan targeting life skill
adalah dengan metode resolusi konflik yaitu sebuah metode penggunaan cara-cara demokratis
dalam memecahkan konflik sehingga pihak yang berkonflik dapat mencapai tujuan dengan
tanpa melibatkan kekerasan. Metode ini diharapkan dapat menjadi pendekatan yang efektif
dan solutif dalam mengurangi jumlah kasus konflik yang mengarah pada kekerasan yang
dilakukan oleh remaja yang tidak lain merupakan generasi Z. Sehingga bangsa Indonesia
dapat menitipkan cita cita luhur generasi emas pada generasi ini. Berdasarkan hal tersebut
membuat peneliti merasa tertarik untuk meneliti “Pencapaian Targetting Life Skill Generasi
Z melalui Pendekatan Resolusi Konflik Remaja”.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana metode dalam penerapan pendekatan resolusi konflik
dalam kehidupan remaja.
2. Untuk mengetahui bagaimana tahapan dan proses pencapaian targeting life skill
melalui metode resolusi konflik dalam kehidupan remaja.
3. Untuk mengetahui bagaimana hasil dari targeting life skill melalui metode resolusi
konflik dalam kehidupan remaja.
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Pendidikan: Penelitian ini diharapkan mampu memberikan inovasi baru dalam
peningkatan targeting life skill remaja melalui pembelajaran disekolah.
1.4.2. Masyarakat: Penelitian ini diharapkan mampu memberikan solusi dalam
permasalahan penanganan kekerasan dan konflik dimasyarakat.
BAB II
TEORI DASAR
2.1. Targeting Life Skill
Departmen Pendidikan Nasional membagi life skills (kecakapan hidup) menjadi
empat jenis, yaitu:
1. Kecakapan personal (personal skills) yang mencakup kecakapan mengenal diri (self
awareness) dan kecakapan berpikir rasional (social skills).
2. Kecakapan sosial (social skills).
3. Kecakapan akademik (academic skills).
4. Kecakapan vokasional (vocational skills).
Kecakapan Mengenal
Diri (Self Awareness)
Kecakapan Sosial
Life Skills
(LS)
Kecakapan Akademik
Spesific Life Skills-SLS
(Kecakapan Spesifik)
Kecakapan Vokasional
Kecakapan diri (personal skill) menurut Philips (2012, hlm. 40-43) adalah jenis
kecakapan yang pertama kali perlu dikembangkan, di antaranya sebagai berikut.
1) Kecakapan religius meliputi pengkhayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
mandiri, motivasi berprestasi, komitmen dan percaya diri.
2) Kecakapan berpikir rasional (thinking skill) meliputi berpikir kritis dan logis, berpikir
sistematis, cakap menyusun rencana secara sistematis, cakap memecahkan masalah
secara sistematis.
3) Kecakapan sosial (social skill) meliputi kecakapan berkomunikasi lisan/tertulis,
kecakapan berkerjasama, kolaborasi, lobi, kecakapan berpartisipasi, kecakapan
mengelola konflik, dan kecakapan mempengaruhi orang.
4) Kecakapan akademik (academic skill) meliputi kecakapan merancang, melaksanakan,
dan melaporkan hasil penelitian ilmiah, kecakapan membuat karya tulis ilmiah, dan
kecakapan mentransfer dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitian untuk memecahkan
masalah, baik berupa proses maupun produk.
5) Kecakapan vokasional (vocational skill) meliputi kecakapan menemukan algoritme,
model, atau prosedur untuk mengerjakan suatu tugas.
Kecakapan hidup merupakan interaksi antara pengetahuan dan kecakapan sehingga
manusia mampu hidup secara mandiri dan mememiliki kesiapan matang menghadapi
persoalan hidup. Kecakapan hidup bukan hanya mengandung makna mempunyai
kemampuan tertentu (vocational job), namun juga memiliki kemampuan dasar
pendukung secara fungsional, seperti: membaca, menulis, berhitung, merumuskan, dan
memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam kelompok, dan
menggunakan teknologi.
Pendidikan kecakapan hidup biasanya dilaksanakan melalui kegiatan
intra/ekstrakulikuler guna mengembangkan potensi dan kemampuan terpendam peserta
didik sesuai dengan karakteristik individual, kematangan emosional dan tingkat spiritual
dalam rangka mempersiapkan pengembangan diri dengan konten materi yang sudah
menyatu dengan sejumlah mata kuliah yang ada. Materi dan bahan ajar mata kecakapan
hidup selalu dihubungkan dengan situasi, kondisi serta kebutuhan masyarakat sekitar
agar peserta didik mempersiapkan bekal hidup. Materi dan bahan ajar yang sudah
menyatu dalam mata kuliah digabungkan sehingga struktural membentuk kesatuan.
Keterampilan ini memiliki nilai sangat besar dalam kehidupan secara umum dan
memperlengkapi kita untuk menjadi efektif dan mencapai lebih banyak dalam setiap
kegiatan. Keterampilan ini sangat banyak, generik dan berlaku untuk seluruh hidup
menunjukan kecakapan hidup bermanfaat untuk lebih bahagia.
Satori (2002) mencoba menyajikan suatu model hubungan antara life skills,
employability skills, vocational skills, dan spesific occupattonal skills.Konsep life skills
telah diuraikan di atas. Istilah employability skills, mengacu pada serangkaian
keterampilan yang mendukung seseorang untuk menunaikan pekerjaannya supaya
berhasil. employability skills meliputi tiga keterampilan utama, yaitu:
1. Keterampilan dasar
a. Keterampilan berkomunikasi lisan
b. Membaca (mengerti dan dapat mengikuti alur berfikir)
c. Penguasaan dasar-dasar berhitung
d. Keterampilan menulis.
2. Keterampilan berfikir tingkat tinngi
a. Keterampilan pemecahan masalah
b. Keterampilan belajar
c. Keterampilan berfikir inovatif dan kreatif
d. Keterampilan membuat keputusan
3. Karakter dan keterampilan afektif
a. Tanggung jawab
b. Sikap positif terhadap pekerjaan
c. Jujur, hati-hati, teliti, dan efisien
d. Hubungan antar pribadi, kerjasama dan bekerja dalam tim
e. Percaya diri dan memiliki siakap positif terhadap diri sendiri
f. Penyesuaian diri dan fleksibel
g. Penuh antusias dan motivasi
h. Disiplin dan penguasaan diri
i. Berdandan dan berpenampilan menarik
j. Memiliki intregritas pribadi
k. Mampu bekerja mandiri tanpa pengawasan orang lain.
Tujuan pendidikan life skills dapat mengacu pada undang-undang Nomor. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribaian, kecerdasan,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kecakapan hidup memiliki pemahaman yang sangat luas dan mendalam bahkan
menyangkut berbagai aspek yang terkait dengan psikologi, kemandirian, keterampilan,
dan cara manusia menyikapi persaingan hidup yang sangat kompetitif. Kecakapan hidup
menurut CCE (2006, hlm.1) meliputi kompetesi psikososial dan keterampilan
interpersonal yang membantu orang mengambil keputusan, memecahkan masalah,
berpikir kritis dan kreatif, berkomunikasi secara efektif, membangun hubungan yang
sehat, berempati dengan orang lain, dan mengelola kehidupan mereka dengan cara yang
sehat dan produktif. Pada dasarnya, ada dua jenis keterampilan yang berhubungan
dengan berpikir disebut sebagai “kemampuan berpikir,” dan keterampilan yang berkaitan
dengan berhubungan dengan orang lain disebut sebagai “keterampilan sosial.”
Gambar 2.1.
Targeting life skill
Sumber:
2.2. Generasi Z
Generasi Z merupakan generasi yang paling muda yang baru memasuki angkatan
kerja. Generasi ini biasanya disebut dengan generasi internet atau Igeneration. Generasi Z
lebih banyak berhubungan sosial lewat dunia maya. Sejak kecil, generasi ini sudah
banyak dikenalkan oleh teknologi dan sangat akrab dengan smartphone dan dikategorikan
sebagai generasi yang kreatif.
Karakteristik generasi Z lebih menyukai kegiatan sosial dibandingkan generasi
sebelumnya, lebih suka di perusahaan start up, multi tasking, sangat menyukai teknologi
dan ahli dalam mengoprasikan teknologi tersebut, peduli terhadap lingkungan, mudah
terpengaruh terhadap lingkungan mengenai produk ataupun merekmerek, pintar dan
mudah untuk menangkap informasi secara cepat.
Bagi Generasi Z, informasi dan teknologi adalah yang sudah menjadi bagian dari
kehidupan mereka, karena mereka lahir dimana akses terhadap internet sudah menjadi
budaya global, sehingga berpengaruh terhadap nilai dan pandangan tujuan hidup mereka.
Generasi Z merupakan yang mahir dan gandrung akan teknologi informasi dab aplikasi
komputer. Informasi yang dibutuhkan untuk kepentingan pendidikan maupun pribadi
akan mereka akses dengan cepat dan mudah. Generasi Z sangat suka dan sering
berkomunikasi dengan semua kalangan khususnya lewat jejaring sosial seperti facebook,
twitter atau SMS. Melalui media ini mereka menjadi lebih bebas berekspresi dengan apa
yang dirasa dan berpikir secara spontan.
Cenderung toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli dengan lingkungan.
Terbiasa dengan berbagai aktifitas dalam satu waktu yang bersamaan. Misalnya
membaca, berbicara, menonton, dan mendengar musik secara bersamaan. Cenderung
kurang dalam berkomunikasi secara verbal, cenderung egosentris dan individualis,
cenderung ingin serba instan, tidak sabaran, dan tidak menghargai proses.
2.3. Resolusi Konflik
Konflik merupakan faktor yang turut membangun perkembangan masyarakat. Konflik
akan bisa membangun solidaritas kelompok dan hubungan antar warga negara maupun
antar kelompok. Konflik tidak bisa dihindari oleh setiap aktor, namun yang paling
penting adalah cara untuk menyelesaikan konflik agar ancaman (threat) bisa menjadi
kesempatan (oppurtunity) dan bahaya timbulnya konflik terbuka secara meluas
dilokalisasi dengan membangun suatu model pencegahan dan penanggulangan dini
(Sihbudi dan Nurhasim, ed., 2001).
Suatu kebiasaan khas dalam konflik adalah memberikan prioritas yang tinggi guna
mempertahankan kepentingan pihaknya sendiri ( Hugh Miall dkk, 1999). Jika
kepentingan si A bertentangan dengan kepentingan B, A cenderung mengabaikan
kepentingan B, atau secara aktif menghancurkannya. Menurut Miall (1999), pihak –
pihak yang berkonflik biasanya cenderung melihat kepentingan mereka sebagai
kepentingan yang bertentangan secara diametrikal, oleh karena itu, Miall (1999),
berkesimpulan bahwa hasil yang diperoleh adalah hasil kalah- menang.
Untuk itu, menurut Dahrendorf (1984), perlu diadakan suatu peraturan pertentangan yang
mensyaratkan tiga faktor. Pertama, kedua kelompok yang terlibat dalam pertentangan
harus mengakui pentingnya dan nyatanya situasi pertentangan dan dalam hal ini,
mengakui keadilan fundamental dari maksud pihak lawan. Pengakuan adilnya maksud
lawan tentu saja bukan berarti bahwa subtansi kepentingan lawan harus diakui sebagai
adil dari awal. Pengakuan di sini berarti bahwa kedua kelompok yang bertentangan
menerima untuk apa pertentangan itu, yakni menerimanya sebagai suatu hasil
pertumbuhan yang tak terelakkan.
1. Negosiasi, suatu proses untuk memungkinkan pihak- pihak yang berkonflik untuk
mendiskusikan berbagai kemungkinan pilihan dan mencapai penyelesaian melalui
interaksi tatap muka.
2. Mediasi, suatu proses interaksi yang dibantu oleh pihak ketiga sehingga pihakpihak
yang berkonflik menemukan penyelesaian yang mereka sepakati sendiri.
3. Arbitrasi atau perwalian dalam sengketa, tindakan oleh pihak ketiga yang diberi
wewenang untuk memutuskan dan menjalankan suatu penyelesaian.
Resolusi konflik tanpa kekerasan sangat bermanfaat jika pihak yang terlibat
konflik saling memerlukan satu sama lain untuk mencapai tujuannya. Sallah satu
pihak bisa memaksa lawan konfliknya untuk memberiakn konsensi dengan diam,
tidak melakukan sesuatu yang dibutuhkan lawan konfliknya.
3.1.Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Menurut Moleong (2007, hlm. 6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah:
Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
3.2.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus
menurut alwasilah (2015, hlm. 65) menyebutkan bahwa studi kasus layak untuk meneliti
fenomena yang terjadi tanpa meneliti merubah keadaan yang teliti, studi kasus cocok untuk
penelitian skala kecil yang berkonsentrasi pada suatu topik sehingga kepahamannya
mendalam.
Alasan peneliti menggunakan metode penelitian studi kasus adalah hal ini berdasarkan
fenomena yang akan diteliti membutuhkan pengumpulan data secara dalam terperinci.
Penelitian ini mencangkup skala kecil dan topik khusus yaitu Pencapaian Targeting Life Skill
dari Generasi Z Melalui Pendekatan Resolusi Konflik Remaja.
3.3.1.Tempat Penelitian: Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP QSBS Al Kautsar 561.
3.3.2.Waktu Penelitian: Waktu penelitian ini akan dilaksanakan mulai dai bulan Februari
hingga Mei 2019.
3.4.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
wawancara dan observasi.
3.4.1.Teknik Observasi
Teknik pengumpula data selanjutnya adalah observasi. Menurut idrus (2009, hlm.
101) menyatakan bahwa observasi atau pengamatan meupakan aktifitas pencatatan fenomena
yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat diartikan secara terlibat (partisipatif)
ataupun nonpartisipatif.
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif yaitu
peneliti melakukan pengamatan dengan cara terlibat langsung dalam proses pendekatan
resolusi konflik yang dilakukan dalam kehidupan siswa-siswi di SMP QSBS Al-Kautsar 561.
3.4.2.Teknik Wawancara
Pedoman Wawancara
3.6. Analisis Data
Analisis data diperlukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan agar dapat
mengungkapkan permasalahan penelitian. Hal ini dilakukan untuk memperoleh jawaban
yang serasi untuk menjawab pertanyaan pokok penelitian. Dalam analisis penelitian
kualitatif yang akan digunakan pula dalam penelitian ini menggunakan tiga tahap umum,
yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Reduksi data, (merangkum data, penyeleksian data) adalah: data yang diperoleh
dari hasil observasi, wawancara ataupun dokumentasi yang direkam dan dicatat,
daitafsirkan atau diselelsi, hasil penyeleksian dapat diorganisasikan datanya lalu
kemudian dicari kesimpulannya dijadikan temuan terhadap masalah yang diteliti.
B. Penyajian data, berbentuk teks naratif sesuai dengan permasalahannya, yaitu
data yang disajikan terlebih dahulu kemudian disusun secara sistematis agar data
yang diperoleh dapat menjelaskan dan menjawab masalah yang diteliti kemudian
dibahas sesuai observasi, wawancara dan dokumentasi.
C. Konklusi/verifikasi, yaitu melihat kembali dan memaknai data-data yang
dikumpulkan untuk dianalisis, selanjutnya melakukan cross check (membaca
berulang-ulang) untuk menguji kebenaran, dan konklusi yang dibuat. Sehingga
terdapat validitas data yang teruji, maka dapat ditarik simpulan dalam bentuk
deskriptif sebagai laporan penelitian.
3.7.Rencana Pelaksanaan Penelitian
Berdasarkan beberapa hal yang telah dijelaskan oleh peneliti, maka rencana kegiatan
penelitian yang akan dilakukan adalah dapat dijelaskan dalam bentuk tabel berikut ini.
https://dosen.perbanas.id/teori-generasi/
https://parent.binus.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/Generasi-X-Y-Z.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/260136-pengembangan-model-
pendidikan-life-skill-03073323.pdf