Anda di halaman 1dari 143

--------------- RD - Collection 2002 ---------------

1
ruptur dari organ abdomen yang berongga atau perdarahan dari organ padat abdomen akan
TRAUMA ABDOMEN menyebabkan peritonitis yang mudah dikenal, padahal penilaian
-------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 pasien sering terganggu karena intoksikasi alkohol, penggunaan obat – obatan
terlarang, cedera otak atau syaraf tulang belakang, trauma thorak dan fraktur pelvis.
Perdarahan yang jumlahnya banyak di dalam rongga abdomen kadangkala tidak
memberikan perubahan yang nyata, sehingga pada keadaan ini merupakan indikasi
Di USA, trauma abdomen merupakan penyebab kematian terbanyak disebabkan untuk dilakukan peritoneal lavage.
karena trauma, terutama pada umur kurang dari 40 tahun. Sedangkan di negara – Penegakan diagnosis dan penanganan trauma abdomen secara dini dapat mengurangi
negara industri, trauma juga merupakan penyebab kematian terbanyak. Lebih dari morbiditas dan kematian. Dimana pada prinsipnya penanganan trauma abdomen
140.000 kematian terjadi setiap tahun diakibatkan trauma karena kecelakaan, selalu berprinsip pada penanganan Primary Survey dan Secondary Survey.
sedangkan di Indonesia didapatkan 10. 000 kecelakaan disebabkan karena lalu
lintas. Disamping karena kecelakaan lalu lintas penyebab dari trauma abdomen bisa
disebaban jatuh dari ketinggian, trauma karena olah raga, penganiyaan dan masih
Anatomi Abdomen
banyak yang lain. Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diafragma
Trauma abdomen adalah masalah yang umum terjadi pada suatu trauma dan dan pintu masuk pelvis. Dimana abdomen sebagian berhubungan dengan thorak
memberi andil 10-15% total kematian akibat trauma.Trauma abdomen sering terjadi bagian bawah, sehingga batas atas dari abdomen adalah garis antar papila mamae
pada usia muda dan produktif dimasyarakat.Penyebab utama trauma abdomen dan batas bawah adalah ligamentum inguinal dan simpisis pubis dan batas lateral
berasal dari kecelakaan lalu lintas (KLL) yaitu 65-75%, dengan resiko tinggi pada oleh garis aksilaris anterior.
usia 15-40 tahun. Angka kejadian trauma abdomen pada leki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan yaitu 2-4 dibanding 1. Mekanisme trauma abdomen dapat Pembagian Regio Abdomen
berasal dari trauma tumpul ( blunt) atau tajam (penetrating). Secara klinis abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal dan dua
Trauma tumpul dapat berasal dari trauma benturan dengan kekuatan dan kecepatan garis horizontal. Masing – masing garis vertikal melalui pertengahan antara spina
tinggi, mengakibatkan ruptur organ intraabdomen, baik organ padat seperti iliaka anterior superior dan simpisis pubis. Garis horizontal yang atas, kadang –
hepar,lien, pankreas, empedu, ginjal maupun organ berongga seperti gaster, usus. kadang dinamakan bidang subcostal, menghubungkan titik terbawah pinggir costa
Shearing injuries terjadi bila sabuk pengaman atau lap belt dipakai dengan cara yang satu sama lain. Titik ini merupakan pinggir inferior costa X dan terletak
salah. Desceleration injuries terjadi bila ada gerakan/tarikan /regangan yang berseberangan dengan vertebra lumbalis III. Garis horizontal yang bawah, sering
berbeda arah antara organ intraabdomen yang bergerak ( hati dan lien) dengan organ dinamakan bidang intertubercularis, menghubungkan tuberculum pada crista iliaca.
yang tidak bergerak, misalnya pada kecelakaan kendaraan bermotor. Pada pasien Bidang ini terletak setinggi corpus vertebra lumbalis V.
yang dilakukan laparotomi akibat blunt injury, organ yang paling sering terkena
adalah lien (40-55%), hati (35-45%),dan hematom retroperitonium (15%).
Pada trauma tajam/tusuk/tembus dan luka tembak, kecepatan rendah menyebabkan
kerusakan jaringan karena laserasi atau terpotong. Trauma tajam merusak organ
hanya disekitar luka. Paling sering mengenai hati (40%), usus kecil (30%),
diafragma (20%) dan usus besar (15%). Luka tembak menyebabkan cedera lebih
banyak karena perjalanannya lebih panjang didalam tubuh dan energi kinatiknya
lebih besar, dapat mengenai usus kecil (50%), usus besar (40%),hepar (30%),
struktur vaskuler abdomen (25%). Cedera pada trauma tajam lebih sering dideteksi
dengan baik dibanding trauma tumpul

Abdomen merupakan organ ketiga yang paling sering terkena trauma, setelah kepala
dan thorak. Setiap trauma abdomen harus ditanggungi secara agresif karena
merupakan trauma yang berbahaya. Pada pemeriksaan fisik abdomen, biasanya akan
mengalami perubahan pada beberapa jam kemudian, sehingga bila tidak kita
dapatkan hasil yang positif, harus kita lakukan observasi. Ada anggapan bahwa
2
1. Pars superior duodeni dimana bagian ini setinggi vertebra lumbalis I dan berjalan dari medial
ventral ke kanan dorsal untuk kemudian membelok ke kaudal menjadi
2.
Pars descendens duodeni. Pars descendens pergi ke caudal setinggi vertebra
lumbalis I,II,III untuk membelok ke medial ventral dan menjadi
3.
Pars inferior duodeni. Dimulai sebagai pars horizontal, ia menyilangi
vertebra lumbalis III dari sebelah ventral untuk pergi ke kranial dan datang di
sebelah kiri dari vertebra lumbalis II sebagai
4.
Pars ascendens duodeni. Dan selanjutnya pars ascenden akan melanjutkan
sebagai yeyenum. Antara pars ascendens duodeni dan yeyenum ada belokan
yang disebut fleksura duodenojejunalis, disini ada peralihan dari
retroperitoneal ke intraperitoneal.

Radik mesenteri merupakan perlekatan mesenterium dari jejenum dan ileum


mulai dari fleksura duodenojejunalis setinggi vertebra lumbalis II disebelah kiri
kemudian pergi ke kanan kaudal menyilangi kolumna vertebralis ventral dari
vertebra lumbalis III dan datang di fossa iliaka dekstra.
Kolon ascendens mulai sebagai coecum di fossa iliaka dekstra kemudian ke arah
kranial dan berjalan ke lateral dari pars descendens duodeni setinggi vertebra
Regio – regio yang dimaksud, yaitu : lumbalis II akan membelok ke medial sebagai fleksura koli dekstra untuk menjadi
1. Epigastrium kolon transversum. Radiks mesokolika transversalis mulai dari fleksura koli dekstra
2. Hypocondrium kanan pergi ke medial menyilangi pars descendens duodeni di sebelah ventral dari kaput
3. Hipocondrium kiri dan korpus pankreas, menyilangi kolumna vertebra setinggi vertebra lumbalis I.
4. Lumbalis kanan Fleksura koli sinistra merupakan tempat dimana kolon transversum membelok ke
5. Umbilicalis kaudal dan menjadi kolon descendens yang terdapat retroperitoneal. Kolon
6. Lumbalis kiri descendens pergi ke kaudal sampai pada fossa iliaka sinistra untuk melanjutkan diri
7. Iliaca kanan ke medial sebagai kolon sigmoid. Sedangkan rektum terletak retroperitoneal dan
8. Hypogastrium mulai setinggi vertebra sakralis III.
9. Iliaca kiri Hepar terletak dibawah lindungan costa bagian bawah dan sebagian besar massanya
terletak pada hypocondrium kanan dan regio epigastrica. Fundus dari vesika velea
Disamping itu ada yang membagi abdomen dalam 4 kuadran, berdasarkan garis terletak berhadapan dengan ujung costa IX kanan.
imajenier, satu garis vertikal dan satu garis horizontal yang saling berpotongan pada Lien terletak pada regio hypocondrium kiri dan dibawah lindungan costa IX,X,XI.
umbilicus. Kuadran – kuadran itu adalah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah Pankreas terletak menyilang bidang transpilorica. Caput pankreas terletak dibawah
dan kiri bawah. dan kanan, collum pankreas terletak pada bidang transpilorica dan corpus dan cauda
terletak di atas dan kiri bidang transpilorica.
Topografi Isi Abdomen Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri dan kutub bawahnya akan teraba
Cardia dieratkan oleh esofagus yang berada di sebelah oralnya melalui lanjutan pada regio lumbalis pada saat inspirasi, sedangkan normal ginjal kiri tidak teraba.
antara kedua krura medialis diafragmatika yang membentuk hiatus esofagus setinggi Vesica urinaria dan uterus yang membesar akan dapat ditemukan pada bagian bawah
vertebra torakalis X. Fundus terletak tepat di caudal dari scapula difragma sebelah dinding anterior abdomen pada regio hypogastrium.
kiri untuk terus menjadi korpus di sebelah kiri dari kolumna vertebralis, kemudian
dia akan melingkungi kolumna vertebralis sebelah ventral untuk menjadi pars Pada dasarnya, trauma abdomen dibagi 2 , yaitu
pylorika. Pylorus terdapat setinggi vertebra lumbalis I disebelah kanannya dan  Trauma tumpul
dieratkan karena terdapat peralihan dari intraperitoneal dengan retroperitoneal. a. Trauma tumpul abdomen biasanya dapat berupa kompresi ( pukulan
Duodenum dibagi dalam 4 bagian, yaitu langsung ), misalnya kena pinggir bawah stir mobil pada tabrakan
kendaraan bermotor.
3
b. Cedera crush ( tekanan ) pada isi abdomen. Kekuatan ini akan merusak bentuk clamp aplication, hepatic vasculer isolation dan kontrol retrohepatic caval bleeding.
organ padat atau berongga dan akibatnya akan menyebabkan ruptur dari organ Teknik terapi definitif pada hepar: kompres manual, electrocouter, bahan
tersebut. hemostatis atau glues, ligasi hepar, hepatotomi secara finger fracture dan
c. Dapat juga disebabkan karena shearing injuries, dimana pada keadaan ini ligasi vascule serta reseksi bila trauma hebat pada segmen lateral lobus kiri,
trauma terjadi karena adanya suatu alat penahan seperti seat belt ( sabuk segmen hepar yang hampir lepas, atau saat lepas packing ada jaringan hepar
pengaman ) yang dipakai secara salah. 3 yang mati.
d. Pasien yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor juga dapat menderita Pada trauma kaput pancreas “kocker manoeuvre” dapat dilakukan. Bagian
cedera decelerasi / accelerasi karena gerakan yang berbeda dari bagian badan inferior pankreas dilihat dengan “cossel brasch menoevre”.Trauma korpus
yang bergerak dan yang tidak bergerak. pankreas dilakukan pankreastektomi dan splenektomi. Trauma kaput pankreas
dimana duktus bilier dan spincter oddie rusak dilakukan “whipple prosedur”.
Sebagian preventable death disebabkan karena tidak diketahuinya perdarahan Trauma abdomen organ padat dengan hemodinamik stabil masih ada
abdomen. Diperkirakan 6% penderita trauma tumpul abdomen memerlukan pertimbangan tindakan non operatif/konservatif, terutama pada anak, angka
laparotomi, terutama perdarahan organ padat akibat KLL sepeda motor. Indikasi keberhasilan trauma lien dengan penatalaksanan non operatif diatas 90%
kecurigaan trauma tumpul abdomen jika ditemukan unknown bleeding, syok,
trauma dada mayor, fraktur pelvis, penurunan kesadaran, defisit basa, hematuria,  Trauma tajam
adanya jejas abdomen dan mekanisme trauma yang besar. a. Trauma tajam menerangkan adanya cedera yang timbul oleh karena
transfer energi dari benda tajam ke jaringan tubuh pada saat benda
tersebut menembus dan melalui jaringan tubuh
b. Cedera trauma tajam lebih sering bisa dideteksi daripada trauma tumpul.

Modalitas diagnostik :
 Pemeriksaan fisik Trauma tajam abdomen dibedakan dalam 2 jenis :
 DPL a. Luka tembak, dibedakan 2 jenis :
Keuntungan DPL dapat dilakukan cepat, komplikasi minimal, sensitif dan 1) Kecepatan rendah :< 1000 feet/detik, umumnya karena senjata sipil /
spesifik untuk perdartahan intraabdomen (90%),tetapi tak dapat polisi. Akan menyebabkan kerusakan jaringan karena laserasi atau
mengidentifikasi organ yang cedera, termasuk yang retroperitoneal dan false terpotong
positif pada fraktur pelvis 2) Kecepatan tinggi : > 3000 feet/detik, umumnya senjata standart militer.
Akan terjadi pengalihan energi yang lebih banyak ke organ abdomen
 CT-Abdomen dengan akibat adanya perlubangan tambahan sementara dan peluru
CT-Abdomen dapat mengetahui derajat kerusakan organ, cedera mungkin akan pecah, sehingga cedera organ akan lebih banyak yang
intra/retroperitoneal , perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi serta monitor terkena.
perkembangan pasien, namun kurang sensitif pada cedera usus b. Luka tusuk, bisa dibedakan oleh karena pisau, golok, obeng, pisau lipat, kaca
atau benda – benda tajam lainnya. Kerusakan yang terjadi berupa laserasi, dan
 USG Abdomen kerusakan organ lebih sedikit dibandingkan dengan luka tembak kecepatan
USG mudah dikerjakan, dapat diulang, noninvasif, akurasinya tergantung tinggi
tenaga radiologi. USG dapat dikerjakan pada trauma tumpul yang tidak
stabil, bila tak ada USG dapat dilakukan DPL Trauma tajam bisa karena luka tikam dan luka tembak, baik dengan low velocity
. (<1000 feet/detik) maupun high velocity (>3000feet/detik).Cedera potensial dari
 Laparoskopi. organ intraabdomen dapat dideteksi dari lokasi luka. Harus diteliti kemungkinan
cedera di tempat lain (high indeks of suspicion). Tindakan penanganan awal tetap
Prosedur laparotomi harus dikerjakan secara sistimatik. Bila terjadi berpedoman pada prinsip ATLS. Adanya tanda iritasi peritoneal menunjukkan
koagulopati,asidosis dan hipotermia akibat perdarahan masif yang tak bisa cedera organ intraperitoneum.DRE ditemukan darah menunjukkan cedera usus, bila
dikontrol, segera lakukan “damage kontrol surgery. Kontrol perdarahan pada tidak ada gejala klinis positif harus tetap waspada. Pemasangan pipa lambung dan
trauma hepar dilakukan dengan perihepatic packing, pringle manoeuvre, liver
4
kateter menetap penting untuk diagnostik atau monitoring adanya perdarahan lewat pada kuadran atas. Bila pada perkusi didapatkan bunyi redup kemungkinan adanya suatu
NGT atau kateter. hemoperitenum.

Diagnosis  Palpasi
Tanda yang andal dari iritasi peritoneum adalah nyeri lokal atau menyeluruh
Anamnesa
sampai dengan didapatkan adanya suatu defans muskuler, dimana hal ini
Dapat kita lakukan setelah initial assesment tidak ada kelainan. Anamnesis dari
sering sulit diperiksa pada pasien yang mempunyai kecenderungan untuk
riwayat trauma sangat penting untuk menilai cedera yang terjadi, terutama anamnesis
mengeraskan dinding abdomen
tentang mekanisme trauma dan waktu kejadian traumanya karena hal ini sangat
Tujuan dari palpasi adalah untuk mendapatkan adanya nyeri tekan superfisial,
mempengaruhi prognosis dari pasien.
nyeri tekan dalam atau nyeri tekan lepas, disamping itu dengan palpasi kita
Pasien dengan penurunan kesadaran maka sebaiknya dilakukan aloanamnesis, terhadap
dapat menentukan kemungkingan organ abdomen yang cedera melihat letak
orang yang mengantar atau saksi yang mengetahui kejadian traumanya. Untuk
dari nyeri tekannya. Nyeri tekan lepas terjadi ketika tangan menyentuh perut
mengarahkan pada diagnosis trauma abdomen pada pasien yang sadar tidak banyak
diangkat dengan tiba – tiba, dan biasanya menandakan adanya peritonitis yang
mengalami kesulitan, karena kita bisa menanyakan setiap gejala yang muncul seperti
itmbul akibat darah atau material usus.
nyeri perut, adanya mual dan muntah dan gejala akut abdomen yang lainnya. Sebaliknya
pada pasen dengan penurunan kesadaran disamping kita hanya bisa melakukan
 Pemeriksaan rectum dan perineal
aloanamnesa, gejala – gejala subyektif dari pasien akan sulit kita dapatkan sehingga kita
Tujuan dari pemeriksaan colok dubur pada pasien trauma tumpul abdomen
membutuhkan pemeriksaan fisik yang ke arah trauma abdomen dan bila perlu kita
adalah menilai respon ari tonus sfinkter, posisi prostat ( adanya prostat
melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
melayang menandakan adanya ruptur uretra ), dan untuk menentukan apakah
Disamping itu yang paling penting adalah keterangan mengenai tanda – tanda vital,
ada tulang pelvis yang patah. Pada , colok dubur digunakan untuk
cedera yang kelihatan, dan respon terhadap perawatan pra rumah sakit harus kita
mengkonfirmasikan adanya darah akibat perforasi atau untuk memperoleh
dapatkan bila pasien perlu dirawat di tempat lain setelah kejadian trauma.
spesimen tinja untuk pemeriksaan tinja.

 Pemeriksaan genital
Pemeriksaan Fisik Adanya darah pada lubang uretra merupakan tanda yang bermakna untuk
 Inspeksi kemungkinan adanya cedera uretra. Pemeriksaan scrotum juga penting untuk
Pasien harus ditelanjangi sebelumnya, periksa dinding abdomen sebelah anterior menilai adanya ekimosis atau hematom yaitu menandakan adanya cedera dari
dan posterior, bagian dada dan perineum dari luka goresan, robekan, luka uretra. Sedangkan pada robekan pada vagina dapat juga disebabkan adanya luka
tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya omentun atau usus halus dan tombus atau fragmen tulang dari fraktur tulang pelvis.
status kehamilan.
 Pemeriksaan gluteal
 Auskultasi Pada 50% kasus pada daerah ini akan ditemukan cedera intraabdomen yang
Dengan auskultasi ditentukan apakah ada bising usus atau tidak. Darah intra lebih berat, termasuk cedera daerah dubur di bawah lipatan peritoneum.
peritoneum yang bebas atau kebocoran ( ekstravasasi ) abdomen akan
memberikan gejala illeus, yang nantinya mengakibatkan hilangnya bising usus.  Evaluasi luka tembus
Cedera pada costa, vertebra dan pelvis akan memberikan gejala seperti illeus Bila ada dugaan luka tembus dinding abdomen, kita harus memeriksa lukanya
juga, jadi meskipun tidak ada cedera di dalam abdomen, bunyi bising usus dapat secara lokal untuk mengetahui dalamnya luka. Dan pemeriksaan ini sangat
tidak terdengar atau menghilang. berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. Prosedur ini tidak
dilakukan untuk luka di atas costa, karena akan menyebabkan terjadinya
 Perkusi pneumothorak.
Tindakan ini biasanya menyebabkan timbulnya pergerakan dari peritoneum, dan
dapat menunjukan adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat  Pemeriksaan lokal luka tusuk
menunjukkan bunyi timpani yang disebabkan akibat dilatasi dari lambung akut
5
Pada pasien trauma dengan tanda – tanda peritonitis yang tidak jelas, maka  Diagnostic Peritoneal Lavage ( DPL)
pemeriksaan lokal pada luka tusk yang dilakukan akan bermanfaat, karena 25 – 33 DPL merupakan suatu prosedur diagnosis yang akurat dan dilakukan dengan
% dari luka tusuk di perut depan tidak menembus peritoneum. cepat tetapi invasif dan sangat berperan dalam menentukan pemeriksaan
Dengan kondisi steril dan anestesi lokal, jalan luka diikuti melalui lapis dinding berikutnya, dan dianggap 98% sensitif untuk perdarahan intraperitoneum.
abdomen, bila ditemukan penetrasi melalui fascia depan maka kemungkinan Pemeriksaan ini dilakukan pada trauma tumpul abdomen dengan
adanya cedera intraperitoneum akan lebih tinggi. hemodinamik yang tidak stabil, penderita multitrauma, yaitu antara lain :
1. Penurunan kesadaran, karena cedera kepala, intoksikasi alkohol,
Pemeriksaan Penunjang pengunaan obat – obat terlarang, adanya cedera vertebra
 Laboratorium 2. Adanya cedera pada struktur yang berdekatan, misalnya pada costa
Darah diambil dan dilakukan pemeriksaan untuk golongan darah dan pemeriksaan bagian bawah,pelvis, vedera dari lumbal atau spine.
laboratorium rutin pada pasien trauma dengan hemodinamik stabil, dan pada pasien 3. Adanya keraguan pada hasil pemeriksaan fisik
dengan hemodinamik yang abnormal perlu ditambahkan pemeriksaan crossmatch 4. Antisipasi kehilangan kontak yang panjang dengan penderita, karena
dan pemeriksaan laboratorium khusus seperti darah lengkap, elektrolit, glukose, tindakan anestesi umum untuk cedera yang lain dari abdomen,
amilase, tingkat alkohol, gas darah dan pemeriksaan kehamilan pada pasien wanita. pemeriksaan ronsen yang lama waktunya seperti angiografi
Pemeriksaan urin rutin juga perlu dilakukan terutama untuk analisis urin, kadar obat
– obatan, dan untuk pemeriksaan test kehamilan. Disamping itu, DPL dapat juga dilakukan pada pasien trauma dengan
hemodinamik yang stabil dengan indikasi diatas, namun fasilitas USG dan
 Pemeriksaan Radiologis CT scan tidak tersedia.
a. Trauma Tumpul abdomen Untuk kontraindikasi dari pemeriksaan DPL ada dua macam yaitu kontra
Pemeriksaan radiologis servikal lateral, toraks anteroposterior (AP) dan pelvis indikasi secara mutlak dan relatif. Pasien dengan indikasi untuk dilakukan
adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien dengan mutipel trauma. Pada laparotomi merupakan kontraindikasi mutlak untuk dilakukan pemeriksaan
pasien dengan hemodinamik stabil atau normal maka pemriksaan ronsen abdomen DPL. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi adanya riwayat operasi
bisa dilakukan dalam keadaan telentang dan berdiri, hal ini untuk mengetahui udara abdomen sebelumnya, pasien dengn kegemukan yang tidak sehat, cirosis
ekstraluminal di retroperitoneum atau adanya udara bebas di bawah diafragma, yang sudah lanjut, dan adanya riwayat kelainan koagulasi sebelumnya
diman dua keadaan ini memerlukan tindakan laparotomi segera. Hilangnya Teknik yang digunakan untuk DPL adalah infra umbilikalbaik yang terbuka
bayangan psoas line pada ronsen abdomen juga menandakan adanya cedera maupun tertutup, sedangkan pad pasien dengan patah tulang panggul atau
retroperitoneum. kehamilan yang tua, lebih disukai pendekatan supraumbilikal terbuka untuk
Bila posisi tegak merupakan kontraindikasi karena adanya nyeri atau adanya
cedera pada vertebra, maka dapat dilakukan pemeriksaan samping secara mencegah masuk ke dalam hematom panggul atau merusak uterus yang
berbaring ( left lateral decubitus ) untuk mengetahui adanya udara bebas di intra membesar.
peritoneum. Bila ditemukan darah, isi usus, serat sayuran, atau cairan bile melalui kateter
pencuci pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, harus dilakukan
b. Trauma tajam abdomen laparotomi segera. Kalau darah gross atau isi usus tidak tersedot, pencucian
Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil dengan luka tembus abdomen dilakukan dengan 1000ml larutan RL yang dipanasi. Dilakukan penekanan
tidak perlu untuk dilakukan pemeriksaan ronsen. Kalau pasien dengan abdomendan log roll, untuk menyakinkan pencampuran yang memadai dari isi
hemodinamik stabil dan mempunyai traumatembus diatas umbilicus atau diduga abdomen dengan cairan pencuci, setelah itu cairan yang keluar dikirim ke
adanya cedera torakoabdominal, maka pemeriksaan ronsen toraks posisi tegak laboratorium untuk analisa kuantitatif bila isi usus, serat sayuran atau cairan bile
sangat berguna untuk membuktikan apakah ada hematothorak atau tidak terlihat.
pneumototaks., atau dapat juga untuk melihat adanya udara intraperitoneum Pada DPL ini dapat terjadi false positif dan false negatif. False positif bila terjadi
Setelah petanda dipasang pada semua tempat keluar masuk toraks, abdomen dan perdarahan retroperitoneal atau fraktur pelvis dan false negatif pada ruptur
pelvis pada pasien dengan hemodinamik yang stabil dapat dilakukan diafragma, perforasi kecil pada usus, vesika urinaria, trauma retroperitoneal pada
pemeriksaan ronsen abdomen dengan posisi tidur (supine) untuk menentukan duodenum, kolon dan pankreas.
jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. Tes yang positif dan memerlukan tindakan laparotomi bila didapatkan:
1. didapatkan aspirasi darah segar kurang lebih 10 ml
6
2. angka eritrosit ≥ 100.000/mm3 Dengan CT scan akan memberikan informasi yang berhubungan dengan cedera organ tertentu
3. angka lekosit ≥ 500/mm3 dan tingkat beratnya dan juga dapat mendiagnosis cedera retroperitoneum dan
4. adanya cairan empedu organ panggul yang sukar untuk diakses melalui pemeriksaan fisik ataupun
5. adanya material makanan / feces DPL.
Kontraindikasi penggunaan CT scan antara lain adanya penundan karena
Hasil DPL dikatakan ragu – ragu bila : menunggu scanner, pasien yang tidak mau bekerjasama dan tidak dapat
1. warna cairan aspirasi pink ditenangkan dengan aman, atau alergi terhadap obat kontras. CT scan bisa
2. angka eritrosit antara 50.000 – 100.000/mm3 gagal mendeteksi cedera usus, diafragma dan pankreas. Bila tidak ada cedera
3. angka lekosit antara 100 – 500/mm3 hepar atau lien, adanya cairan bebas di rongga perut menandakan cedera pada
usus dan / atau mesenterium dan harus dilakukan tindakan laparotomi segera.
Dan dikatakan negatif bila
1. warna cairan aspirasi jernih Penatalaksanaan
2. angka eritrosit ≤ 50.000/mm3
Penanganan pertama pada pasien trauma abdomen harus selalu melakukan
3. angka lekosit ≤100/mm3
Initial Assesment dari A ( airway ), B ( breathing and C spine ),C ( circulation
). Semua trauma yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja
Pasien dengan hasil DPL yang negatif memerlukan observasi 24 jam dan kalau
dan kecelakaan dari olahraga harus dipikirkan adanya trauma abdomen, sampai
perlu dilakukan DPL ulang.
dipastikan tidak terbukti sebagai suatu trauma abdomen. Trauma abdomen yang
tidak terdiagnosa sejak dini merupakan penyebabkan kematian yang sering
 USG
terjadi. Dan lebih dari 20% pasien dengan perdarahan intraabdomen tidak
Pada tahun 1998, diperkenalkan USG untuk mendiagnosis kasus – kasus trauma dan
menunjukan tanda – tanda peritonitis pada awal pemeriksaan.
sangat mudah untuk dioperisakan oleh seorang dokter ahli bedah. Pemeriksaan USG
Pasien dengan trauma tumpul abdomen biasanya sulit untuk didiagnosa,
untuk kasus – kasus trauma diberi nama FAST yaitu Focused Assesment for the
terutama pasien dengan trauma yang lain yaitu cedera kepala berat, dimana akan
Sonographic examination of Trauma.
mengaburkan diagnosis dari trauma abdomen, disamping itu dapat juga
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang tidak invasif, memberikan diagnostik
disebabkan adanya intoksikasi karena alkohol, penggunaan obat – obatan
imaging jaringan lunak yang akurat. Kemampuan pengambilan citra multi planar,
terlarang, cedera pada struktur yang berdekatan seperti costa, vertebre ataupun
real time imaging, biaya lebih murah dan dapat menentukan perlu tidaknya tindakan
pelvis. Sehingga pada keadaan ini dibutuhkan pemeriksaan penunjang selain
laparotomi pada pasien trauma abdomen segera setelah kejadian trauma.
pemeriksaan fisik.
Kearuratan USG abdomen dilaporkan angka sensitifitasnya berkisar antara 70 –
90%, sedangkan kelemahannya USG tidak dapat melihat adanya cedera pada
tulang dan masih tergantung dari kemampuan operator.
Pada trauma tumpul abdomen yang paling penting adalah melihat adanya cairan
Penanganan Trauma tajam
bebas yang diperkirakan sebagai suatu perdarahan diantara organ – organ
Setiap kasus abdomen membutuhkan penanganan bedah. Dan paling sering
abdomen. Cairan bebas yang minimal dapat dilihat di empat tempat yaitu fossa
disebabkan oleh senjata pisau. Penting untuk diingat bahwa trauma tajam abdomen
hepatorenal ( morison pouch ), transducer diletakkan dis ebelah pinggang kanan,
dengan luka pada daerah abdomen tinggi bisa saja menembus cavum thorak dan
fossa splenorenal ( kiri ), daerah rectovesikal ( paravesikal), dan daerah
cedera tembus pada dada terutama di daerah inferior dari papila mamae atau pada
rectavaginal ( cavum douglasi).
ujung dari scapula lebih sering mengakibatkan cedera pada organ intraabdominal
dibandingkan dengan intrathorakalis. Pada pasien dengan curiga trauma abdomen
 CT SCAN
denga disertai shok, kita harus curiga adanya trauma pada vaskular (bisa pada aorta
CT scan merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transpor pasien ke
ataupun vena cava) atau adanya perdarahan dari organ solid abdomen. Dan pada
scanner, pemberian kontras oral melalui mulut atau NGT, pemberian kontras
keadaan ini sangat perlu tindakan bedah.
intravena dan scanning dari abdomen atas ke bawah. Ini semua memerlukan
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasien trauma tajam abdomen :
waktu dan hanya dapat digunakan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil
1. apakah ada perlukaan / cedera organ dalam
dimana tidak tampak indikasi ntuk dilakukan laparotomi secara segera.
2. apakah ada indikasi operasi
3. apakah rencana penanganannya
7
4. apakah diperlukan pemeriksaan penunjang 4. gambaran radiologis tampak ruptur diafragma
5. hal – hal apa yang perlu diwaspadai 5. adanya luka tembak
6. adakah peran resusitasi dibandingkan operasi 6. adanya hasil positif pada pemeriksaan DPL
7. adakah peran terapi konservatif
Penanganan Trauma pada
Untuk trauma tusuk modalitas yang harus diperhatikan antara lain : 1. Hepar
1. penilaian klinis, segera lakukan eksplorasi pasien bila disertai dengan shok, Tergantung dari berat ringannya derajat kerusakan hepar. Tindakan berupa :
eviserasi, ataupun adanya tanda – tanda peritonitis.  Penjahitan
2. observasi klinis, bila trauma tanpa disertai syok, eksplorasi ataupun tanda – tanda  Debridement dan ligasi vaskuler yang robek
peritonitis. Observasi dengan tes darah serial ( hb dan hct ), USG dan pemeriksaan  Packing – ligasi a. Hepatica
klinis.
2. Lien
Bila abdomen selama observasi tetap tenang dan pasien tidak ada keluhan apapun,  Splenorapi
pasien dinyatakan aman dari trauma abdomen. Bila gejala atau tanda – tanda klinis  Splenectomi
semakin memburuk, pasien perlu dilakukan tindakan eksplorasi. Pilihan tindakan ini sangat tergantung pada :
1) Keadaan umum penderita
Penanganan Trauma Tumpul  Stabilitas hemodinamik
Trauma tumpul abdomen biasanya sulit untuk dilakukan evaluasi, terutama pada  Ada / tidak hipotermi
pasien disertai penurunan kesadaran. Bila pasien memiliki tanda – tanda peritonitis  Profil faal koagulasi
yang jelas, tindakan yang haarus dilakukan adalah eksplorasi. Bila pasien disertai stasu 2) Ada multi trauma atau tidak
mental yang berubah atau GA dibutuhkan untuk cedera non abdominal atau cedera 3) Luasnya kerusakan liennya sendiri
spinal. Pasien trauma abdomen dengan penurunan kesadaran yang tidak dapat
dilakukan evaluasi terhadap pemeriksaan klinis secara akurat, maka sangat mungkin Pada dasarnya bila kerusakan di bagian jaringan liennya dilakukan
kita membutuhkan pemeriksaan tambahan. splenorapi dan bila lesi pada daerah hilus biasanya berakhir dengan
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan berupa DPL, USG, laparoskopi. Setiap splenektomi
tindakan yang akan diambil dalam menangani pasien truma abdomen, kita harus
malakukan pemeriksaan secara berulang, terutama pada pasien dengan shok, karena 3. Usus Halus
shok dapat mengaburkan hasil pemeriksaan fisik abdomen kita, dan pemeriksaan ini  Perforasi yang sederhana dapat dilakukan jahit all layer – continous
harus dilakukan oleh orang yang sama. Untuk setiap pasien trauma harus dilakukan  Ruptur total dilakukan reseksi dan anatomose end to end dengan jahitan
pemasangan nasogastrik tube dan DC, hal ini perlu untuk diagnostik dan terapetik. all layer – continous
 Kerusakan yang multipel dan luas, dimana membutuhkan reseksi, lebih
Untuk kasus – kasus tert\entu NGT tidak boleh dipasang yaitu pada kasus dengan baik dilakukan ligasi atau stapler pada ujung usus, dan anastomose
curiga fraktur cribiformis. Dan pada hasil pemriksaan didapatkan prostat yang dilakukan setelah kondisi pasien memungkinkan.
melayang, darah pada meatus uretra dan adanya hematom pada scrotum maka itu 4. Kolon
merupakan kontra indikasi untuk dilakukan pemasangan DC. Pada pasien trauma Prinsipnya sama dengan trauma pada usus halus, atau dilakukan exteriorisasi
wanita kita harus curiga adanya kehamilan sehingga kita harus berpikir kearah atau kolostomi
cedera pada uterusnya sampai terbukti tidak ada kelainan.
Pasien – pasien trauma abdomen membutuhkan tindakan bedah terutama eksplorasi 5. Pankreas dan Sistem Biliaris
laparotomi bila dalam pemeriksaan fisik dan penunjang kita dapatkan : shok tanpa Cukup dilakukan drainage dulu, dan bila diperlukan rekonstrauksi dapat
sebab yang jelas direncanakan kemudian setelah keadaan pasien stabil.
1. rigid silent abdomen
2. adanya eviserasi 6. Trauma Ginjal
3. hasil pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran udara bebas dalam cavum Trauma ginjal: Bila terletak dipedikel dipertimbangkan nefrektomi dengan
abdomen sebelumnya dilakukan cross-clamping sekitar pedikel diikuti IVP durante
8
operasi untuk menilai fungsi ginjal kontralateral. Bila trauma sederhana
/parenkim ginjal dilakukan ligasi atu partial nefrektomi

7. Trauma pada ureter - dipasang stent dulu, kemudian reanastomosis


8. Trauma buli  dijahit dengan teknik dua lapis dan kateterisasi menetap

Penanganan
A .Kondisi pasien tidak stabil
Pasien syok harus segera laparotomi bersamaan dengan prosedur resusitasi di
kamar operasi.Indikasi laparotomi darurat antara lain: syok hipovolemik dengan
distensi abdomen yang masif, eviserasi, gejala iritasi peritoneum seperti defans
muskuler,nyeri tekan lepas, hilangnya suara usus, epiplocel

B. Kondisi pasien stabil


Dapat dilakukan pilihan berbagai prosedur diagnostik yang tepat sesuai indikasi
dan fasilitas yang ada, antara lain BNO,IVP,USG,CT-abdomen atau diagnostik
peritoneal lavage. Zantut et al (1997) menyatakan bahwa dengan laparoskopi
diagnostik tindakan laparotomi eksplorasi dapat dikurangi sampai 54,3%.
Ketiga jenis tindakan tersebut harus dilaksanakan dengan tepat dan adekuat untuk
PERITONITIS mencapai hasil terapi yang optimal sehingga dicapai mortalitas dan morbiditas yang
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 rendah

Peritonitis adalah keadaan akut abdomen yang sering dijumpai akibat inflamasi dan Anatomi Peritoneum
infeksi selaput peritoneum rongga abdomen. Peritonitis suatu kumpulan gejala Peritoneum adalah selaput serosa tipis dan tembus cahaya. Peritoneum adalah
akibat iritasi peritoneum yang dapat disebabkan oleh bakteri, kimiawi atau darah. membrana serosa yang melapisi rongga perut dari diafrahma meluas kebawah
Berdasarkan proses terjadinya peritonitis dapat dikelompokkan menjadi peritonitis sampai pelvis. Dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
primer , sekunder,tertier dan intra peritoneal abses. Peritonitis adalah kasus  Peritoneum parietale  melapisi dinding perut dari dalam
yang memerlukan penanganan segera karena angka mortalitasnya tinggi. Secara  Peritoneum viserale (tunika serosa) yang melapisi organ-organ dalam perut.
umum angka mortalitas peritonitis bervariasi dari : Ringan (<10%), Sedang (<20%), Organ yang hampir seluruhnya dilapisi oleh peritoneum disebut organ intra
dan Berat (20 – 80%). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka peritoneal, sedangkan yang tidak dilapisi atau dilapisi kurang dari sepertiganya
morbiditas dan mortalitas antara lain adalah tipe penyakit primer atau penyebab, disebut organ ekstra / retroperitoneal.
lama penyakit sebelum operasi , adanya kegagalan organ sebelum terapi, usia serta
keadaan umum pasien. Peritonitis yang ditemukan lebih awal akan memberikan  Peritoneum yang menghubungkan peritoneum parietale dan viserale juga
prognosis yang lebih baik. Pengobatan standart infeksi intraabdominal terdiri dari berfungsi
kontrol sumber kontaminasi dari bakteri didalam rongga peritoneal dan drainase, sebagai alat penggantung :
serta debridement dari infeksi yang pada umumnya memerlukan tindakan  mesenterium : penggantung usus halus.
pembedahan, terapi antimikroba yanng memiliki daya bakterisida pada  mesenteriolum / mesoapendiks
mikroorganisme yang menjadi penyebabnya, dan tindakan suportif berupa  mesokolon transversum
oksigenasi yang adekuet, terapi cairan dan pengelolaan nutrisi. Ketiga jenis tindakan  mesosigmoideum,mesovarium,mesosalpinks,dsb.
tersebut harus dilaksanakan secara tepat dan adekuat untuk mencapai hasil terapi
yang optimal sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.  Peritoneum yang menggantung bebas sebagai duplikatur : omentum

Kedua jenis peritoneum ini terdiri atas selapis epithel pipih simplek, disebut
Infeksi intra abdominal adalah respon inflamasi pada peritoneum terhadap mesothelium Celah diantara peritoneum parietalis dan peritoneum visceralis
mikroorganisme dan toksinnya yang menghasilkan eksudat purulen pada rongga
disebut cavitas peritonealis. Pada keadaan normal celah ini mengandung sedikit
peritoneum. Infeksi pada rongga peritoneum (intraperitoneal) berbentuk suatu
cairan yang dikenal sebagai liquor peritonii. Pada laki-laki celah ini merupakan
infeksi difus yaitu peritonitis atau fokal yaitu berupa abses intraperitoneal /
celah atau cavitas yang tertutup, tetapi pada perempuan terdapat hubungan dengan
intraabdominal Walaupun tingkat pengetahuan dan pilihan terapinya telah
dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina. Celah atau rongga peritonium
berkembang pesat, sampai dengan saat ini infeksi intra abdominal masih merupakan
secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu sakus mayor dan minor, dan keduanya
salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Tingkat mortalitasnya
dihubungkan oleh foramen Winslowi. Pada sakus mayor terdapat beberapa area
dapat hanya 1% saja pada pasien dengan apendisitis perforasi, namun bisa mencapai
yang potensial secara anatomi maupun fisiologi terkumpulnya cairan atau pus. Area
20% atau lebih pada pasien dengan perforasi kolon atau trauma penetrans pada
tersebut adalah subhepatika kanan, subdiafragma kanan dan kiri, paracolic
abdomen, bahkan dapat mencapai 81% pada pasien yg mendapatkan infeksi intra
gutters dan pelvis.
abdominal pasca operasi. Morbiditas yang dapat timbul, baik sebagai akibat
komplikasi tindakan pembedahan, maupun perjalanan penyakitnya sendiri,
Ruangan-ruangan yang terdapat didalam rongga peritoneum adalah :
menambah lamanya masa perawatan dirumah sakit dan tidak jarang memerlukan
1. Ruang Subhepatika kanan
tindakan pembedahan ulang Pengobatan standar infeksi intra abdominal terdiri dari
Ruang ini dibatasi oleh sebelah atas: permukaan bawah dari lobus kanan hepar,
kontrol dari sumber kontaminasi bakteri di dalam rongga peritoneal dan drainase,
sebelah bawah : fleksura hepatica dan mesokolon tranversum. Disebelah medial
serta debridemen dari infeksi yang pada umumnya memerlukan tindakan
terikat oleh bagian kedua dari duodenum dan ligamentum hepatoduodenal, dan
pembedahan; terapi anti mikroba yang memiliki daya bakterisida pada
sebelah lateral oleh dinding abdomen. Sebelah posterior ruangan ini terbuka
mikroorganisme yang menjadi penyebabnya; dan tindakan suportif berupa
menuju kantong dari Morison, salah satu dari beberapa ruang dalam pada rongga
oksigenasi yang adekuat, terapi cairan, dan pengelolaan nutrisi.
peritoneum yang dapat menjadi tempat pengumpulan cairan dan terbentuknya
abses.
2. Ruang Subfrenika kanan
Ruang ini terletak pada hemidiafrahma kanan dan permukaan superior dari lobus
kanan hepar disebelah medial terikat oleh ligamentum falsiforme dan sebelah
posterior oleh ligamentum koronaria kanan dari hepar.

3. Ruang Subfrenika kiri


Ruang ini meluas dari sebelah atas lobus hepar kiri, posterior ke lien dan
anteroinferior ke bawah lobus kiri hepar. Batas medial posterior adalah
ligamentum triangulare sinistra dari hepar, sebelah lateral ruangan tersebut
meluas diantara diafrahma dan lien. Pada bagian lateral ini aliran cairan dari
bawah dapat mengalir diantara lien dan ginjal. Bagian subhepatik dari ruang
subfrenika kiri dibagi anterior dan superior oleh permukaan inferior dari lobus
hepar kiri dan posterior oleh dinding anterior dari gaster dan ligamentum
gastrohepatika.

4. Ruangan Parakolika
Dibagi menjadi bagian kanan dan kiri. Sebelah kanan antara dinding abdomen
dan kolon asenden dan sebelah kiri antara dinding abdomen dan kolon desenden.
Disebelah kiri hubungan antara ruangan ini dan subfrenika dibatasi oleh
ligamentum prenikolika. Di inferior hubungannya dengan rongga pelvis
dihalangi oleh kolon sigmoid. Sebelah kanan dapat berhubungan langsung antara
ruang parakolika kanan dengan ruang subfrenika kanan, subhehepatik dan pelvis. Omentum merupakan jaringan yang kaya vascularisasi dan lemak dengan
mobilitas yang besar, memegang peranan penting untuk mekanisme pertahanan
5. Kantong Lesser alamiah untuk mengatasi inflamasi dan infeksi peritoneum, dapat bersifat sealing
Ruangan ini terletak di posterior dari gaster dan ligamentum gastrohepatika. off leakage dan membawa kolateral pada viscera yang iskemi, juga berhubungan
Sebelah posterior ruangan ini dibatasi oleh lobus kaudatus hepar dan sebelah dengan adhesi.
inferiornya oleh mesokolon transversum. Permukaan anterior dari pancreas
merupakan batas belakang dari ruangan ini. Walaupun terdapat hubungan
Mesenterium adalah lapisan peritoneum yang berlapis ganda yang membungkus
langsung antara kantong lesser dan kavum peritonii mayor melalui foramen
suatu organ dan menghubungkannya dengan dinding abdomen. Dikedua
winslowi, sangat jarang infeksi yang terbentuk pada cavum peritonii mayor yang
permukaannya dilapisi oleh mesotelium dan bagian tengahnya merupakan jaringan
meluas ke kantong lesser. Infeksi yang terbentuk pada rongga ini biasanya dari
ikat longgar yang mengandung sejumlah sel-sel lemak dan nodi limfatiki, bersama-
organ-organ yang dekat dan membatasinya seperti dari gaster dan pancreas.
sama dengan pembuluh darah, limfe, dan saraf yang datang dari dan ke viscera atau
organ.
6. Rongga pelvis
Rongga pelvis adalah rongga yang sangat tergantung pada rongga peritoneum
Peritoneum viscerale dan mesenterium mendapat darah dari arteri splanknikus ,
pada posisi tegak dan semitegak. Di anterior ruang ini dibatasi oleh kandung
vena kembali masuk ke vena porta. Peritoneum parietale mendapatkan darah dari
kencing dan dinding abdomen, sebelah posterior oleh rectum, tulang-tulang
cabang pembuluh darah dari interkostal distal, subkostal, lumbal dan iliaka serta
dinding pelvis dan retroperitoneum. Pada wanita ruangan ini dibagi lagi menjadi
kembali melalui vena cafa inferior.
bagian anterior dan posterior oleh uterus. Anterior adalah kantong uterovesikal,
Peritoneum parietale diinervasi oleh saraf spinal yang sama dengan inervasi pada
dan posterior adalah kantong rektouterina. Daerah ini berada di anterior dari
dinding abdomen, sensitif terhadap stimuli. Setiap iritasi pada peritoneum parietale
rectum dan merupakan lokasi tersering dari abses rongga pelvis (Moore, 1992;
menimbulkan nyeri somatik. Peritoneun viscerale diinervai dari aferen autonum dan
Stern, 1997).
relatif kurang sensitif, respon primer hanha pada tarikan dan distensi serta tekanan,
tak terdapat reseptor nyeri , sehingga respon kualitas dan lokasi nyeri serta spasme
otot terjadi akibat iritasi pada peritoneum parietale.
Fisiologi  Hipovolemia
Proses inflamasi menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan eksudasi cairan ke
Peritoneum merupakan single layer of mesothelial cells dengan membran basalis
dalam rongga peritoneum dan jaringan ikat longgar subendotelial. Adanya
yang ditopang oleh jaringan ikat yang kaya dengan pembuluh darah. Permukaan
usus yang atonik dan berdilatasi juga akan mengakumulasikan cairan dalam
peritoneum luas kira-kira 1,8 m2 dan merupakan membran semi permeabel . Kira-
lumen. Kecepatan hilangnya cairan ini bisa mencapai 6-10 liter dalam 24
kira 1m2 berfungsi sebagai pertukaran pasif cairan ekstraseluler, air, elektrolit, dan
jam sehingga dapat menyebabkan syok hipovolemik.
makromolekul dengan kecepatan 30 ml/jam. Penebalan 1mm peritoneum dapat
terakumulasi 18 liter cairan. Pada keadaan normal terdapat kurang lebih 50 ml cairan
 Peningkatan tekanan intra abdomen
peritoneum dengan ciri : berat jenis 1,016, konsentrasi protein < 3 gr/dl . Cairan ini
Respon pertama usus terhadap iritasi peritoneal terjadinya hipermotilitas
disekresi oleh peritoneum viscerale dan masuk sirkulasi intra peritoneal. Cairan dari
kemudian terjadi depresi motilitas usus sehingga terjadi illeus paralitik.
suprakolika kanan mengalir kelateral melalui subhepatika kranial ke subdiagfragma
Terdapatnya cairan dalam peritoneum, rongga peritoneum distensi serta
kanan, kaudal sepanjang paracolic gutters dan pericaecal berakhir pada rongga
akumulasi cairan dalam usus akan menambah tekanan intra abdominal.
pelvis. Dari rongga pelvis berjalan ke kranial melalui kedua paracolic gutters ,
Peningkatan tekanan ini akan berpengaruh negatif terhadap fungsi paru-paru ,
kemudian ke subdiagfragma dan ke medial kembali. Sedangkan cairan dari supra
jantung, ginjal, perfusi hepar, intestinal dan splanknikus. Hal ini akan
kolika kiri mengalir kearah kranial dan kaudal samapi pada subdiagfragma dan
menyebabkan terjadinya distres respirasi, kegagalan multi organ dan akhirnya
paracolic gutters kiri . Pergerakan sirkulasi teresebut ditimbulkan oleh tekanan
kematian.
negatif akibat pergerakan diagfragma juga dibantu oleh gerakan usus yang
menggerakkan cairan ke lateral dan kemudian bergerak ke atas.
 Respon pertahanan terhadap inflamasi
Ada dua mekanisme pertahanan peritoneum terhadap infeksi bakteri yaitu :
Adanya stimulus seperti endo dan eksotoksin bakteri, trauma, akan
 Bakteri dieliminasi dari rongga peritoneum melalui sirkulasi intraperitoneum
merangsang respon imun , baik respon imum seluler maupun humoral.
ke saluran limfe, masuk ke duktus torasikus dan kemudian masuk sirkulasi
sistemik, kemudian diatasi oleh mekanisme pertahanan sistemik.
 Bakteri intraperitoneum akan diatasi oleh masuknya lekosit polimorfonuklear ,  Respon sekunder
Respon sistemik pada inflmasi peritoneum sama dengan respon organ lain
opsonisasi dan makrofag, semuanya akan menimbulkan reaksi inflamasi lokal.
terhadap trauma dan operasi. Gejala akibat inflamasi sangat bervariasi
menurut luas daerah yang terkena , lokasi, etiologi dan onset timbulnya..
Respon terhadap cedera, infeksi dan inflamasi  Respon endokrin
Peritonitis merupakan stimuli pada beberapa organ endokrin. Segera
 Respon prim er
 Peradangan membran medula adrenal mengeluarkan adrenalin dan nor adrnalin yang
Setelah terjadi luka atau injury, histamin dan faktor yang mempengaruhi menyebabkan vasokonstriksi sistemik, takikardi dan keluarnya keringat.
permeabilitas membran peritoneum akan dikeluarkan oleh mast sel Kortek adrenal akan mensekresi hormon kortisol dalam 2-3 hari pertama.
peritoneum, sehingga menyebabkan peningkatan vaskuler peritoneum. Sekresi aldosteron dan ADH akan meningkat sebagai respon dari
Terjadi transudasi cairan yang diikuti oleh eksudasi cairan yang kaya protein hipovolemi. Dengan demikian akan terjadi retensi air dan natrium.
ke rongga peritoneum. Pada fase vaskuler dan fase transudasi, peritoneum
berfungsi sebagai two way street sehingga toxin atau bahan-bahan lain yang  Respon jantung
ada dalam cairan peritoneum dapat diabsorbsi masuk kedalam cairan limfe, Penurunan volume cairan ekstraseluler akan menyebabkan terjadinya
kemudian ke aliran sistemik. Transudasi cairan interstitiel ke dalam rongga penurunan venous return dan cardiac output. Keadaan asidosis akan
peritoneal diseluruh peritoneum yang meradang diikuti dengan eksudasi menyebabkan melemahnya daya kontraktilitas jantung dan menambah
cairan kaya protein. Cairan eksudat dalam rongga peritoneum mengandung menurunnya cardiac output. Pemberian cairan intra vena akan
banyak fibrin dan plasma protein lain yang dapat menggumpal memperbaiki keadaan ini.
menimbulkan perlengketan yang membantu melokalisir sumber penyebaran.
Penyembuhan peritoneum setelah cidera biasanya sangat cepat, dan terjadi  Respon respirasi
secara simultan. Tiga hari setelah cedera, permukaan luka akan ditutupi oleh Distensi abdomen akibat adanya edema peritoneal, illeus paralitik dan
jaringan ikat yang mirip dengan mesotelium. Pada hari kedelapan regenerasi adanya rasa nyeri akan menghambat gerakan pernafasan. Frekwensi
mesotel akan terjadi degan sempurna. pernafasan akan meningkat oleh kaarena adanya hipoksia dan metaboilk
asodosis dan pada akhirnya akan terjadi alkalosis respiratorik.
Adanya hiperventilasi ringan, alkalosis respiratorik dan penurunan  Peritonitis tertier
kesadaran merupakan tanda dini adanya sepsis. Adalah peritonitis yang terjadi setelah dilakukan tindakan pembedahan dan
terapi antibiotika pada peritonitis sekunder, kemudian terjadi infeksi yang
 Respon ginjal berlanjut dan super infeksi, atau gangguan sistim imunitas pada pasien
Hipovolemi, penurunan cardiac output akan menyebabkan penurunan sehingga tidak dapat menahan infeksi dan peritonitis menjadi persisten, serta
Renal blood Flow dan GFR sehingga terjadi peningkatan sekresi ADH berakhir dengan kematian.
dan Aldosteron,. Reabsorbsi garam dan air meningkat dan sekresi Misal :
kalium akan meningkat.  Peritonitis tanpa dapat dibuktikan adanya patogen
 Peritonitis karena jamur
 Respon metabolik  Peritonitis akibat bakteri yang patogenitasnya rendah
Metabolisme rate biasanya meningkat oleh karena kebutuhanb akan
oksigen meningkat. Bersamaan dengan itu kapasitas paru dan jantug  Abses intraperitoneal/intraabdominal
untuk mengeluarkan oksigen menurun, sehingga menyebabkan Adalah infeksi yang terbatas (terlokalisir) pada rongga peritoneum
terjadinya metabolisme anaerob. Oleh karena terjadi hipoperfusi dari
ginjal maka clearence asam akan terhambat sehingga terjadi asidosis Infeksi intraabdominal dapat mengalami komplikasi yang berupa sepsis, beberapa
metabolik. hal yang perlu dipahami dari sepsis berdasarkan konsensus yang telah disepakati
oleh “The American College of Chest Physicians and The Society of Critical Care
Klasifikasi peritonitis Madicine” pada bulan Agustus 1991, apabila terdapat infeksi bakteri yang berat,
maka akan terjadi perubahan fisiologis dan disfungsi organ berupa :
Saat ini peritonitis dibagi menjadi 3 berdasarkan sumber dan kausa kontamiasi
mikroba. • Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), adalah respon inflamasi
 Peritonitis primer terhadap berbagai sebab yang ditandai oleh dua atau lebih perubahan berikut ini
Adalah inflamasi difus yang disebabkan oleh bakteri dan tanpa disertai adanya yaitu perubahan temperatur tubuh (>38 0C atau <36 0C), denyut jantung
gangguan integritas organ dan saluran pencernaan. Pada keadaan ini sangat >90x/menit, frekuensi pernafasan >20x/menit atau PaCO2 >32 torr, dan
jarang ditemukan infeksi polimikrobial. Infeksi dapat terjadi sebagai hitung lekosit > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3.
penyebaran hematogen atau limfogen dari organ ekstraperitoneal • Sepsis adalah respon tubuh sistemik terhadap infeksi dengan SIRS dan dapat
Misal : dibuktikan adanya infeksi.
 Peritonitis spontan pada anak • Sepsis Berat adalah sepsis yang disertai dengan hipoperfusi atau disfungsi “
 Peritonitis spontan pada dewasa end Organ “.
 Peritonitis pada pasien dengan CAPD • Syok Septik adalah sepsis yang disertai dengan hipotensi dan perfusi jaringan
 Peritonitis tuberkulosis dan peritonitis granulomatosis yang inadekuat walaupun telah mendapat resusitasi cairan.
• Sindroma Sepsis adalah terdapatnya tanda dan gejala sepsis yang tidak dapat
 Peritonitis sekunder dibuktikan adanya focus infeksi atau bakteri di dalam darah.
Adalah infeksi akut pada peritoneum yang difus dan disebabkan oleh perforasi • Bakterimia adalah ditemukannya bakteri di dalam darah.
atau kebocoran suatu anastomosis intestinal atau pankreatitiis nekrotikans yang • Multiple Organ Dysfunction Syndrome adalah terdapat perubahan fungsi
terinfeksi. Tidak termasuk ke dalam golongan ini adalah perforasi ulkus organ pada pasien secara akut sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan
peptikum kurang dari 12 jam, dan perforasi pada usus halus akibat trauma yang tanpa suatu intervensi.
kurang dari 24 jam, apendisitis non perforasi, kolesistitis akuta dan nekrosis
usus simpe SIRS, Sepsis, dan syok septik sering berhubungan dengan infeksi bakteri, namun
Misal : bakterimia tidak selalu dijumpai. Hal ini disebabkan bakterimia dapat terjadi transien,
 Acute perforation peritonitis seperti yang sering ditemukan pada trauma mukosa usus. Bakterimia dapat terjadi
 Perforasi gastrointestinal primer (yaitu tanpa diketahui adanya fokus infeksi) atau dapat pula sekunder (lebih
 Iskhemia intestinal sering), yaitu berasal dari suatu fokus intra atau ekstra vaskuler yang dapat
 Pelvioperitonitis diindentifikasi.
 Anastomosis yang terbuka
Patogenesis dan Patofisiologi Perforasi yang berhubungan dengan perdarahan dan perforasi akibat trauma
penetrans akan sering berakibat pada peningkatan konsentrasi hemoglobin didalam
Infeksi intra abdominal seringkali disebabkan oleh perforasi dari traktus bilio-enterik
rongga peritoneum maupun jaringan lunaknya yang telah terkontaminasi. Oleh
yang melepaskan mikroba di dalam rongga peritoneum. Pergerakan fisiologis
karena itu adanya hematoma intraperitoneal pada kedua keadaan tersebut akan
normal di dalam cairan peritoneal akan menyebarkan kontaminan mikroba didalam
mempercepat multiplikasi mikroba.
kavum peritonei. Selanjutnya infeksi berkembang dan bergantung kepada beberapa
faktor yaitu :
Benda Asing
Debris seluler dan sisa makanan yang belum terdigesti akibat perforasi pada kolon
Jumlah Bakteri
akan mempunyai efek penting sebagai benda asing. Demikian pula dengan bahan-
Meskipun peritonitis dan infeksi intra abdominal sering dibahas sebagai satu
bahan material yang digunakan pada penjahitan di dalam abdomen atau benda asing
kesatuan penyakit, peritonitis dapat timbul sebagai akibat perkembangan dari
yang menyebabkan trauma penetrans juga dapat meningkatkan proliferasi bacteria.
berbagai penyakit. Faktor penting yang membedakan ringan atau beratnya peritonitis
Jaringan mati dapat terjadi sebagai akibat devaskularisasi jaringan akibat trauma
adalah jumlah bakteri residen pada traktus gastrointestinalis pada saat perforasi
penetrans maupun pembedahan sendiri. Jaringan mati dan benda asing akan menjadi
terjadi.
tempat berproliferasinya mikroba yang akan sulit dicapai oleh mekanisme
Sebagai akibat hal tersebut diatas, maka perforasi pada gaster akibat ulkus peptikum
fagositosis sel-sel imun.
tidak segera terkontaminasi oleh bakteri karena kondisi hiperasiditas yang
menyebabkan rendahnya koloni bakteri. Sedangkan perforasi pada apendisitis,
Faktor Sistemik
konsentrasi bakteri intralumen apendiks adalah 106 s/d 107 per gram isi apendiks.
Faktor sistemik dapat pula mengurangi respon pertahanan tubuh dan meningkatkan
Pada kolon rektosigmoid bahkan lebih tinggi lagi yaitu terdapat kontaminasi dengan
virulensi bakteri pada peritonitis. Penyakit penyerta seperti Diabetes Melitus, atau
konsentrasi 1010 s/d 1011 pergram feses pada saat perforasi. Oleh karena itu pada
malnutrisi kalori dan protein dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi.
kedua keadaan tersebut akan terjadi peritonitis yang berat.
Obesitas akan menyebabkan masalah di dalam respon tubuh terhadap kontaminasi
jaringan lunak karena tebalnya lemak pada omentum dan mesenterium, serta dinding
Adanya obstruksi
abdomen. Alkoholisme akut dan kronis akan menyebabkan debilitas keadaan
Obstruksi dapat menyebabkan meningkatnya potensi kontaminasi bakteri. Apabila
sistemik tubuh. Obat-obatan yang digunakan sebelumnya secara jangka panjang,
terjadi strangulasi dan dan kemudian perforasi, maka cairan usus pada bagian prok
seperti kortikosteroid, akan meningkatkan virulensi peritonitis.
mal dari obstruksi akan memiliki konsentrasi bacteria yang lebih tinggi
dibandingkan jika tidak terdapat obstruksi. Demikian pula pada obstruksi “gastric
Respon Inflamasi
outlet” terdapat peningkatan konsentrasi bakteri dari pada tanpa obstruksi. Sebagai
Respon inflamasi adalah mekanisme utama untuk eradikasi mikroba yang terdapat
pegangan adalah konsentrasi bacteria akan meningkat secara logaritmik dengan
pada cavum peritonei. Proliferasi mikroba akan menyebabkan degranulasi sel Mast,
semakin distalnya letak usus. Hal ini berarti bahwa perforasi pada ulkus peptikum
aktifasi kaskade koagulasi, aktifasi trombosit local, kaskade komplemen, dan sistim
akut dan kanker kolorektal yang pada keduanya dianggap sebagai peri tonitis
bradikinin (sistim kontak). Aktifasi seluruh sinyal inflamasi tersebut akan
sebetulnya adalah dua penyakit yang berlainan sebab adanya perbedaan jumlah
menyebabkan produksi factor-faktor kemotaksis yang selanjutnya akan menarik
bakteri yang berhubungan dengan lokasi anatomis.
netrofil dan makrofag ke dalam lokasi inflamasi yang ditimbulkan oleh kontaminasi
dan proliferasi bakteri.
Hemoglobin
Interaksi proses fagositosis sistim imun dengan proliferasi mikroba akan
Meskipun jumlah bacteria adalah factor yang penting di dalam menentukan derajat
menghasilkan 3 hal, yaitu :
beratnya peritonitis akut, beberapa factor ajuvan lainnya dapat meningkatkan
Pertama adalah inokulasi bacteria dan kecepatan proliferasinya melampaui kapasitas
proliferasi mikroba dan virulensi bakteri pada proses peritonitis. Hemoglobin telah
pertahanan tubuh sehingga akan menimbulkan diseminasi sistemik mikroba dan
diketahui sebagai factor ajuvan di dalam proliferasi bakteri. Pemecahan hemoglobin
respon septic. Dalam keadaan tanpa terapi yang agresif diseminasi sistemik tersebut
di dalam kavum peritoneum akan menyebabkan sumber protein yang segera tersedia
akan berakhir dengan kematian.
untuk aktifitas metabolisme bakteri dan mungkin lebih penting lagi, adalah sebagai
sumber Fe (zat besi). Zat besi adalah unsur yang penting sekali untuk pertumbuhan
Kedua adalah apabila jumlah dan virulensi mikroba yang minimal, kemudian diikuti
dan proliferasi mikroba. Adanya hemoglobin juga mempercepat proses replikasi
oleh kemampuan eradikasi sistim imun maka peritonitis akan mereda dan mikroba
bakteri. Telah pula dibuktikan bahwa hasil metabolisme hemoglobin oleh bacteria
patogen dapat dibunuh. Keadaan ini dapat terjadi pada perforasi ulkus peptikum.
dapat mengasilkan produksi sampingan yaitu leukotoksin yang akan meningkatkan
daya invasi infeksi.
Terakhir, adalah konsentrasi mikroba tetap tinggi di dalam rongga peritoneum dan Sinergisme polimikrobial
sistim imun tubuh dapat melokalisir proses infeksi, namun tidak berhasil Ditemukannya infeksi yang polimikrobial membuktikan bahwa pada peritonitis
mengeradikasi kuman patogen sehingga akan terbentuk rongga abses. Abses sekunder terdapat sinergisme diantara bacteria yang mengkontaminasi rongga
mewakili suatu proses pertahanan antara kuman patogen dengan sistim imun. Oleh peritoneum. Adanya toksin yang dihasilkan oleh E. coli akan menimbulkan respon
karena itu drainase abses dan terapi antibiotik sangat diperlukan untuk eradikasi infeksi dan adanya B. fragilis akan mengeksaserbasi proses infeksi. Dengan
kuman dan keselamatan hidup pasien. demikian terjadi sinergisme pada kombinasi inokulasi B. fragilis dan E. coli.

Mikrobiologi Peritonitis Kultur cairan peritoneal


Meskipun cairan peritoneum dapat dilakukan kultur secara rutin, namun manfaatnya
Lokasi perforasi
tidak banyak mengubah jenis terapi empirik pada tahap awal. Disamping itu pula,
Mikrobiologi peritonitis bergantung kepada sumber dari kontaminasi. Perforasi pada
ternyata perubahan jenis antibiotika setelah tersedia hasil kultur dan tes sensitifitas
gaster hanya mempunyai mikroba yang minimal atau bahkan tidak terdapat bakteri
tidak memberikan kelebihan di dalam manfaat terapi. Oleh karena pengambilan
yang dapat dikultur. Dalam keadaan ini sesungguhnya hanya proses kimiawi saja.
kultur cairan peritoneal akan menambah biaya, maka pengambilan kultur pada saat
Perforasi pada usus halus akan lebih banyak meliputi bakteri gram negatif,
operasi pertama tidak harus dikerjakan secara rutin.
sedangkan makin kearah kolon dan rectum akan semakin banyak bakteri gram
negatif dengan berbagai jenis bakteri anaerob. Beratus jenis bakteri anaerob dapat
ditemukan pada kultur dari kolon, namun demikian hanya beberapa jenis saja yang Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
dapat menjadi patogen pada peritonitis.
Proses patofisiologis secara ringkas pada infeksi intraabdominal dapat dilukiskan
Tabel 2. Isolasi bakteri dari kultur intraoperatif pasien infeksi intraabdominal pada gambar 3. Setelah terjadi invasi bakteri dari sumber infeksi maka terlepas
toksin yang selanjutnya akan memicu respon sistemik dan gangguan pada berbagai
% of Patient with Organism sistim organ yang pada ujungnya adalah terjadi hipoksi dan syok septik yang apabila
___________________________________________ tidak dilakukan terapi maka akan menimbulkan “second insult” yang akan disusul
Organism Gorbach Stone Solomkin Mosdell oleh “Multiple Organ Failure (MOF)” dan berakhir dengan kematian. Sebagai akibat
1974 1975 1990 1991 proses patofisiologis tersebut maka manifestasi klinis pada penderita peritonitis
Gram-negative Aerobes sekunder akan ditemukan penurunan kesadaran, takipnea,takikardia, hipotensi,
Escherichia coli 61 67 58 69 febris, oligouria dan payah jantung. Tentu saja apabila telah terjadi sepsis maka
Enterobacter/Klebsiella sp. 37 32 39 23 dapat terjadi tanda-tanda SIRS, sepsis berat sampai dengan syok septic dan
Proteus sp. 22 28 6 3 “Multiple Organ Dysfunction”. Pada peritonitis tersier akan ditemukan tanda-tanda
Pseudomonas aeruginosa 17 20 15 19 sepsis yang tidak jelas, yaitu keadaan hiperdinamik pada sistim kardiovaskuler, “low
Gram-positive Aerobes grade fever”, dan adanya hipermetabolisme yang umum. Konsumsi oksigen tidak
Staphylococcus sp. 34 6 11 11 terlalu terganggu seperti halnya pada sepsis. Seringkali pula focus infeksi sulit
Anaerobes ditemukan. Sedangkan pada intraabdominal abses yang khas ditemukan adalah
Bacteriodes fragillis 26 34 23 45 febris yang “spiking” disertai dengan nyeri tumpul, anoreksia, dan penurunan berat
Other Bacteriodes sp. 58 51 21 badan. Jumlah lekosit meningkat dan fungsi organ di dekat abses terganggu (Genuit,
Fusobacterium sp. 14 8 6 5 2002).
Peptosreptococcus sp. 26 14 7 16
Enterococcus sp. 4 23 23 11 Sistem Skoring
Oleh karena berjalan dalam multifaset, infeksi intraabdominal sulit untuk dinilai
derajat berat penyakit dan progresifitas terapinya. Letak anatomis sumber infeksi
Dari table tersebut dapat terlihat bahwa Escherichia coli adalah jenis bakteri batang dan gangguan fisiologis yang timbul menentukan hasil terapinya. Mortalitas pasien
gram negatif yang paling banyak ditemui, sedangkan untuk jenis bakteri anaerob berhubungan dengan beratnya respon sistemik dan keadaan fisiologis premorbid
adalah Bacteroides fragilis. Oleh karena itu secara ringkas jenis patogen yang yang dapat diestimasi dengan menggunakan system scoring Acute Physiology and
ditemukan pada peritonitis sekunder dan tersier dapat dilihat pada table 3. Chronic Health Evaluation II (APACHE-II). Oleh the Surgical Infection Society
sistem ini telah ditetapkan sebagai metode yang paling baik untuk menilai
stratifikasi resiko infeksi intraabdominal.
Diagnosis Pengelolaan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah sangat penting di dalam menentukan  Non operatif
diagnosis etiologi, perlunya tindakan bedah, dan kebutuhan alata Bantu diagnosis Sebelum dilakukan operasi perlu dilakukan persiapan operasi yang meliputi
lainnya. Pada anamnesis yang penting adalah tentang onset keluhan yang sering sebagai berikut :
berupa nyeri abdomen akut yang ditandai gejala-gejala SIRS, yaitu febris. Diskripsi • Resusitasi cairan : Cairan kristaloid harus diberikan untuk mengatasi
sifat nyeri abdomen serta perubahannya pada perjalanan waktu penting pula untuk dehidrasi atau syok, sedangkan darah atau komponen darah diberikan
mendiagnosis kemungkinan etiologinya. jika ada anemia.
Pemeriksaan fisik untuk menilai tanda vital, adanya dehidrasi, anemia, kesadaran • Oksigenasi dan bantuan ventilasi, jika terdapat tanda-tanda hipoksemia,
pasien merupakan tanda-tanda penting yang harus diperhatikan untuk menilai ventilasi alveolar yang tidak adekuat.
kemungkinan sudah terjadinya sepsis berat. Tanda-tanda peritonitis ditemukan pada • Intubasi, kateterisasi, dan pemantauan hemodinamik : Pemasangan
pemeriksaan khusus abdomen yaitu terdapat tanda-tanda iritasi peritoneum : nasogastrik tube untuk dekompresi, CVP untuk monitor volume dan
1. Nyeri tekan hemodinamik pasien.
2. Nyeri lepas • Obat-obatan : Obat analgetik jangan diberikan sampai dengan jelas
3. “defence musculair”, dan “muscle guarding”. adanya indikasi operasi. Obat-obat vasoaktif dapat diberikan jika
4. Ditemukan pula tanda-tanda ileus paralitik sperti distensi abdomen, bising terdapat tanda syok setelah volume telah mencukupi>
usus yang menurun sebagai akibat penyebaran pus intraperitoneal.
• Pengendalian suhu tubuh > 38,50 C perlu diberikan obat antipiretik untuk
mencegah kesulitan saat anesthesia
Pemeriksaan colok dubur dan vagina dapat memberikan infprmasi luasnya daerah
nyeri, maupun kemungkinan adanya massa abses di pelvis
 Operatif :
Pemeriksaan laboratorium darah yaitu hemoglobin, lekosit, dan hitung jenis lekosit Tindakan operasi bertujuan untuk mengontrol sumber primer kontaminasi
dapat menunjukkan anemia, lekositosis, atau lekopenia, dan adanya lymphopenia bakteri, sedangkan non-operatif terdiri dari terapi suportif, antibiotika, dan
dan pergeseran ke kiri. Pemeriksaan kimia darah seperti ureum, kreatinin, gula “surveillence” infeksi residual.
darah, protein, LFT (Liver Function Test) dan elektrolit penting untuk menilai Pengelolaan bedah didasarkan pada 3 prinsip utama yaitu eliminasi sumber
komplikasi kegagalan organ ganda. infeksi, reduksi jumlah bakteri kontaminan di dalam rongga peritoneum, dan
mencegah terjadinya infeksi yang yang persisten dan rekuren ( Genuit, 2002).
Pemeriksaan radiologis “X-ray” pada abdomen dengan tiga posisi menunjukkan
1. Tanda-tanda ileus paralitik Terapi bedah pada peritonitis adalah sebagai berikut :
2. Hilangnya bayangan pre peritoneal fat • Kontrol sumber infeksi : Dilakukan pembedahan definitive sesuai
3. Pelebaran rongga diantara usus. dengan etilogi sumber infeksinya, tipe dan perluasan dari pembedahan
tergantung dari proses dasar penyakit dan berat dari infeksi
Pada keadaan abses intra abdominal pemeriksaan ultrasonografi abdomen dan CT- intraabdominal tersebut
scan sangat penting karena akurasi pemeriksaan fisik yang sangat rendah.
Pemeriksaan ini diambil setelah keadaan hemodinamik stabil. CT-scan adalah yang • Pencucian rongga peritoneum : Teknik pencucian dilakukan dengan
terbaik untuk menentukan lokasi dan luasnya abses. debridement, “suctioning”, kain kassa, lavase, dan irigasi intra-operatif
Kelemahan ultrasonografi adalah bayangan yang tidak jelas pada distensi usus, untuk menghilangkan pus dan jaringan nekrotik
ketidak nyamanan pasien, obesitas,dan gangguan gas dalam usus Dengan
berkembangnya radiology intervensional, kedua pemeriksaan tersebut dapat pula • Debridement radikal :
digunakan sebagai sarana drainase perkutaneus. Teknik ini menghilangkan seluruh jaringan nekrotik, pus, dan fibrin
sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang signifikan. Tidak ada
perbedaan hasil yang signifikan antara debridement standar dengan
radikal. Dengan demikian, saat ini debridement radikal lebih banyak
ditinggalkan karena seringkali menambah perdarahan.
• Irigasi kontinyu post-operatif : • Abses :
Pada teknik ini dipasang “drain” sebanyak 4 – 6 buah intra peritoneal Drainase perkutaneus dengan bimbingan USG atau CT Scan (Balint,
dengan siklus aliran cairan melalui infus berulang, baik dari luar maupun 2000; Kok, 2000) Untuk pasien dengan APACHE score 15 sampai
dalam rongga peritoneum. Bahaya teknik ini adalah erosi pada usus dengan 24 atau >25, memberikan mortalitas yang lebih rendah
halus, dan sering timbul masalah dengan oklusi pada drain. Meskipun dibandingkan dengan bedah terbuka.
demikian sampai dengan saat ini belum ada penelitian dalam jumlah • Indikasi :
kasus yang besar yang menunjukkan kelebihannya dibanding dengan - Abses unilokuler
debridement standar. - Lokasi abses dekat dengan dinding abdomen
• Drainase secara bedah terbuka dilakukan dengan indikasi :
• Etappen lavase atau “Stage Abdominal Repair”(STAR) : - Kegagalan drainase perkutaneus
Sejak operasi laparotomi yang pertama telah direncanakan untuk - Adanya abses pancreas atau karsinomatosa
dilakukan relaparotomi, biasanya dalam interval 24 jam. Tindakan - Adanya fistula enterokutaneus yang “high output”
dilakukan oleh karena kesulitan di dalam penutupan rongga abdomen - Adanya abses pada “lesser sac”
sehingga dapat menimbulkan “Abdominal Compartement Syndrome” - Abses yang multilokuler
yang dapat membahayakan fungsi ventilasi, kardiovaskuler, maupun - Abses interloop usus
ginjal. Kerugian teknik ini adalah hernia insisionalis, adanya fistula
enterokutaneus, pneumonia akibat pemakaian ventilator yang
berkepanjangan, peningkatan infeksi nasokomial, dan memperpanjang
waktu perawatan. Oleh karena itu dikembangkan pula teknik penutupan
sementara dengan mesh (Vicryl,Dexon),non absorbable mesh (GORE-
Peritonitis Sekunder
TEX,polyprophylen), zipper, velcrolike closure devices, vacuum-assisted
closure (VAC) atau “artificial burr device Patofisiologi
• Indikasi teknik ini adalah : Peritonitis sekunder disebabkan oleh : inflamasi, infeksi, perforasi, iskemi sistema
1. Prediksi mortalitas > 30% (APACHE > 15) gastrointestinal maupun genitourinaria, ekstravasasi urin dan bile. Faktor yang
2. Kondisi pasien tidak memungkinkan penutupan definitive mempengaruhi beratnya peritonitis adalah: tipe kontaminasi bakteri, nature of initial
3. Sumber infeksi tak dapat dieliminasi atau dikontrol injury, nutrisi penderita, status imunologi dan kontaminasi paska operasi. Derajat
4. Debridement inkomplit beratnya peritonitis sekunder berdasarkan kausa dibagi menjadi :
5. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol dan dipasang packing  Ringan
6. Edema peritoneum eksesif Pada perforasi apendisitis, perforasi gastroduodenal dan salpingitis akut angka
7. Iskemia usus yang vitalitasnya belum dapat dipastikan mortalitas kurang 10%.

• Indikasi dilakukannya relaparotomi pada peritonitis tersier :  Sedang


ο Perdarahan berlanjut, kebocoran anastomosis, “uncontrolled Pada perforasi divertikulitis , perforasi usus halus non vaskuler, kolesistitis
spillage”, infeksi intraabdominal mengalami progresi, dan elevasi ganggrenosa , multiple trauma, angka mortalitas kurang 20%.
tekanan intraabdominal yang bisa menimbulkan “Abdominal
Compartement Syndrome”.  Berat
ο Pendekatan Tim untuk menentukan indikasi re-operasi : Pada perforasi usus besar,cidera iskemi usus halus , pankreatitis akut nekrotikan
- Spesialis bedah serta komplikasi paska operasi, angka kmatian 20-80%.
- Intensivis
- Spesialis Anestesi Kontaminasi peritoneum menyebabkan cedera mesothel untuk melepaskan histamin
ο Untuk dapat memutuskan perlunya relaparotomi perlu pengenalan dan vasoaktif peptida lainnya, dimana akan menyebabkan peningkatan
dengan indeks kecurigaan yang tinggi, “timing” yang tepat, serta permeabilitas vaskuler dan terjadi eksudasi protein tinggi fibrinogen.
pemilihan jenis prosedur bedah yang paling tepat. Thromboplastin juga dilepaskan menyebabkan perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Fibrin berperanan untuk eradikasi dan lokalisir bakteri, jika gagal akan terbentuk  Gejala sistemik
peritonitis. Fibrin juga berperan timbulnya adhesi. Pada sisi lain bakteri bebas akan Febris, mengigil, takikardi, berkeringat , respirasi yang cepat dan dangkal,
dibuang melalui diafragmatic clearence. Kontaminasi peritoneum juga melepaskan dehidrasi, oligouria, disorientasi bahkan syok. Biasnya juga diikuti anoreksia,
sitokin, opsonin, lekosit dan makrofag dan stimuli limfosit melaalui aktifasi sistem nausea, dan vomitus. Terdapat lekositosis dengan pergeseran kekiri dan
komplemen, semuanya membantu menghancurkan bakteri. Jika kontaminasi hemokonsentrasi. Pada pemeriksaan rongen abdomen didapatkan paralisis usus,
peritoneum berlanjut dan tubuh tak dapat mengatasinya terjadi septikemi . distensi usus halus dan kolon, lemak preperitoneal dan bayangan psoas
Pada mulanya peritonitis terloklisir dan daerah yang terkena akan dikelilingi oleh menghilang. Udara terdapat dalam loop usus, dinding usus menebal serta
omentum, usus, mesenterium dan jarigan ikat, dan dapat meluas keseluruh rongga mungkin didapatkan udara bebas. Udara bebas tampak pada foto semi errect,
perut. Infeksi peritoneum dapat meyebar sistemik menimbulkan sepsis dan toksemia lateral dekubitus.
yang berperan padaa depresi miokard, penurunan curah jantung dan gangguan
perfusi jaringan. Timbulnya septikemia pada peritonitis bervariasi tergantung Penatalaksanaan
virulensi bakteri , jumlah bakteri, durasi proliferasi bakteri, dan interaksi sinergisme.  Praoperasi
Toksemia juga menyebabkan penurunan faal paru karena perfusi yang buruk pada  Resusitasi cairan
sirkulasi paru dan hipovoleme akibat edema paru dan penekanan diagfragma akibat Inflamasi luas pada membran peritoneum menyebabkan cairan tertimbun
distensi usus. Keadaan ini biasa disebut ARDS. pada cavum peritoneum dan ruang interstitiel. Cairan kristalod harus
diberikan untuk mengatasi dehidrasi dan syok, sedangkan darah dan
Gambaran Klinis komponen darah diberikan jika ada anemia, dan dilakukan pemantauan
Gambaran kliis peritonitis sekunder tergantung pada beratnya , lamanya infeksi , hemodinamik.
umur dan keadaan umum penderita. Penemuan klinis dapat dibagi menjadi 2 gejala  Oksigenasi dan bantuan ventilasi
lokal dan sistemik yaitu : Jika ada tanda2 hipoksemia, ventilasi aveolar yang tidak adekuat.
 Gejala lokal  Intubasi , kateterisasi dan pemantauan hemoinamik, pemasangan nasogastic
Nyeri perut merupakan keluhan utama paien dengan peritonitis , tetapi tidak tube untuk dekompresi, CVP untuk memonitor volume dan hemodinamik.
jelas pada fresh surgical wound. Nyeri dapat timbul mendadak, pada palpasi  Obat-obatan
dan rebound tenderness. Mulanya rasa nyeri dapat menggambarkan asal Obat analgetik jangan diberikan samapi dengan jelas adanya indikasi
terjadinya proses penyakit. Rasa nyeri menetap, rasa terbakar dan diperberat operasi. Antibiotik diberikan loading dose begitu diagnosis peritonitis
dengan dengan gerakan . Perluasan nyeri dapat lokal dan difus tergantung ditegakan.
luasnya inflamasi peritoneum parietale. Tetapi jika inflamasi dapat diisolasi  Pengendalian suhu tubuh, jika suhu tubuh > 38,5 perlu diberikan antipiretik.
oleh omentum dan loop usus maka intensitas nyeri berkurang dan lokasi
menjadi tidak jelas. Pergeseran antara organ viscera yang meradang dengan  Durante operasi
peritoneum parietale juga menimbulkan rasa nyeri baik oleh radangnya Pengelolaan bedah didasarkan pada 3 prinsip utama yaitu eliminasi sumber
maupun akibat gesekan antara kedua perioneum. Adanya defans muskular infeksi, reduksi jumlah bakteri kontaminan didalam rongga peritoneum dan
merupakan tanda utama pada pemeriksaan, akibat inflamasi peritoneum mencegah terjadinya infeksi yang persisten dan rekuren.
parietale dan reflek spasme otot.
Perut distensi , hiperresonansi pada perkusi akibat akumulasi udara pada usus  Pascaoperasi
yang paralise, pekak hepar meningkat jika terdapat udara bebas intra Pada prinsipnya cairan dan nutrisi serta penunjanglainnya tetap diteruskan,
peritoneum. Bising usus akan melemah atau menghilang karena usus yang monitor ventilasi, produksi urine, analisa gas darah, ureum kreatinin dan faktor
inflamasi menjadi paralisis. pembekuan. Antibiotik diterusakan dan tergantung beratnya peritonitis.
Terjadi akumulasi cairan dirongga peritoneum, interstisiel dan lumen usus. Topangan nutrisi parenteral dan enteral.
Pelepasan toksin dan gangguan keseimbangan elektrolit terutama hipokalemia
berperan pada distensi dan gangguan peristaltik usus. Cairan dan elektrolit
bergeser ke rongga ketiga, terjadi hipovolemia, dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan asam basa.
Obstruksi usus halus paling sering disebabkan adhesi post operasi (64-79%)
ILLEUS kemudian hernia (15-25%) dan tumor (10-15%), sisanya disebabkan oleh invaginasi
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 dan inflammatory bowel disease. Frekwensi-frekwensi ini bervariasi pada kelompok
umur yang berbeda. Obstruksi colon paling sering disebabkan karena tumor (60%),
diverticulitis (15%) dan volvulus (15%). Hampir seperempat pasien dengan tumor
colorectal dating dengan keluhan obstruksi (Coleman MG, Moran BJ, 1999).
Obstruksi usus adalah keadaan dimana terjadi hambatan baik secara total ataupun Pada saat yang lalu angka mortalitas ileus obstruksi adalah lebih dari 50%, saat ini
parsial oleh karena gangguan murni mekanik yang mengakibatkan terjadinya menurun menjadi kurang dari 10%, karena perkembangan pengetahuan tentang
kegagalan usus untuk mendorong isi usus (Lehrer J.K., 2002). terapi cairan dan elektrolit, antibiotika dan dekompresi gastrointestinal (Coleman
Ileus merupakan gangguan gerakan usus yang lebih bersifat fungsional daripada MG, Moran BJ, 1999).
mekanik. Hal ini dikarenakan kurangnya kekuatan usus untuk melakukan gerakan Pada ileus obstruksi simple terdapat akumulasi cairan, baik di lumen usus , dinding
peristaltic mendorong isi usus. Ileus dapat disebabkan oleh anestesi, gangguan usus maupun pada kavum peritoneum sebagai transudat. Jika tidak ada penggantian
nervus pada usus, intestinal iskemik, infeksi usus, gangguan elektrolit atau penyakit cairan, hemokonsentrasi yang progresif, hipovolemi, insufisiensi renal, syok dan
metabolik. Akibat dari ileus ini distensi abdomen yang bersisi gas dan cairan. Proses kematian dapat terjadi. Terjadi juga akumulasi gas di gastrointestinal (Jong WD,
dari kejadian ini mirip dengan obstruksi mekanik Syamsuhidajat R, 1998).
Levine BA, Aust JB (1995) mendifinisikan obstruksi usus sebagai sumbatan bagi Obstruksi ini juga akan meningkatkan peristaltik dalam usahanya untuk mendorong
jalan distal isi usus. Mungkin ada dasar mekanik, tempat sumbatan fisik terletak penyebab obstruksi. Peristaltik ini bersifat traumatik kepada sistem usus, karena
melewati usus atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus yang didefinisikan sebagai jenis akan menambah udem usus (Jong WD, Syamsuhidajat R, 1998).
obstruksi apapun, tetapi istilah ini umumnya telah berarti ketakmampuan isi usus
menuju ke distal sekunder terhadap kelainan sementara motilitas. 2. “Closed loop” Obstruksi
Ileus obstruksi terjadi karena terdapat gangguan transit isi usus dari oral ke anal “Close loop” obstruksi, dimana bagian usus aferen dan eferen usus tersumbat
yang disebabkan sumbatan anatomi. Sumbatan ini dapat dikelompokkan menjadi adalah situasi klinis yang sangat berbahaya, karena cepat menjadikannnya
(Birbaun EH, Fleshman JW, Kodner IJ, 1994): strangulata. Apabila sumbatan colon dengan valvula ileocecal kompeten, maka
a. Faktor dalam lumen close loop yang terjadi akan mengakibatkan perforasi caecum berdasarkan hukum
 Meconium Laplace (Zinner MJ, McFadden DW, 1994).
 Intusepsi
 gall stones 3. Obstruksi strangulata
 impactions, contoh : cacing
Gejala dan tanda klinis ileus obstruksi, dikenal dengan empat gejala atau tanda
b. Faktor dinding usus cardinal, yaitu (Kodner IJ, Birnbaun EH, Fleshman JW, 1994) :
 congenital, misal : atresia, stenosis, imperforated anus 1. Nyeri abdomen yang bersifat cramping. Sifat cramping ini disebabkan periode
 trauma hiperperistaltik usus dalam usahanya untuk menghilangkan sumbatan. Sifatnya
 inflamasi, misal : regional enteritis, chronic laceratif colitis difus dan tak terlokalisisr.
 tumor dinding usus 2. Muntah. Biasanya muncul pada fase-fase awal obstruksi. Waktu muncul muntah
bervariasi, tergantung pada letak obstruksi. Pada obstruksi bagian atas, muntah
c. Faktor ekstra lumen biasanya muncul lebih awal. Bahkan pada obstruksi colon bila valvula ileocecal
 Adesi kompeten muntah bisa muncul terlambat. Isi muntah dapat bilous pada letak
 hernia tinggi dan feses pada obstruksi letak rendah.
3. Obstipasi. Obstipasi adalah merupakan karakteristik obstruksi. Akan tetapi
Obstruksi mekanik memiliki beberapa type (Moses S, 2003) : pasien dapat secara spontan flatus maupun defekasi segera setelah obtruksi
1. Obstruksi mekanik simple karena masih adanya feses dan gas pada segmen usus sebelah distal obstruksi.
Obstruksi simple merujuk kepada ileus obstruksi dengan suplai darah yang 4. Distensi abdomen. Distensi abdomen adalah penemuan klinis terakhir pada ileus
intak. Jika pembuluh darah mesenterik tersumbat, terjadilah ileus strangulata onbstruksi. Dapat pula tidak terdapat tanda distensi ini, yaitu pada obstruksi usus
Sering terdapat pembagian ileus obstruksi letak tinggi dengan letak rendah level atas jika terjadi muntah dan mendekompresi sistem usus bagian proksimal
ataupun obstruksi usus halus dengan obstruksi colon sumbatan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan tanda-tanda dehidrasi dari ringan sampai
berat. Hematokrit yang meningkat, peningkatan ureum dan kretinin yang dapat pula
peningkatan leukosit (> 10.000) (Morris JA, Sawyers JL, 1995).
Pemerikasaan radiologis merupakan pemerikasaan penunjang yang sangat penting
dan harus dikerjakan segera. Foto abdomen supine dan LLD biasanya yag paling
sering dikerjakan. Pada obstruksi usus, secara radiologis akan terlihat air fluid level
dan fenomena cascade (Levine BA, Aust JB, 1995).

Prinsip terapi ileus obstruksi adalah terap elektrolit dan terapi cairan, dekompresi
sistem usus dan intervensi bedah. Prosedur bedah pada ileus obstruksi dapat dibagi
menjadi lima katagori, tergantung pada temuan intraoperatif, yaitu (Townsend CM,
Thompson JL, 1994):
1. Prosedur tanpa membuka sistem usus, contoh : adhesiolisis
2. Enterotomy untuk membuang benda yang menyebabakan obstruksi
3. Reseksi anastomose
4. Bypass, biasanya pada keganasan
5. Pembuatan stoma, missal : ileostoma atau colostomy
Obstruction due to hernia Obstruction due to Obstruction due to volvulus
Indikasi operasi (Coleman MG, Moran BJ, 1999) :
mesenteric occlusion
• Absolut
1. Peritonitis umum
2. Peritonitis lokal
3. Perforasi visceral
4. Hernia irreponibilis
• Relatif
1. Teraba massa
2. “Virgin” abdomen
3. Kegagalan perbaikan secara konservatif
• Dicoba untuk konservatif
1. Obstruksi parsial
2. Riwayat operasi sebelumnya
3. Keganasan stadium terminal
4. Keraguan diagnosis dengan kemungkinan ileus

Sedangkan Moses (2003) menyatakan perlu dilakukan intervensi bedah jika :


1. Terapi dengan NGT ternyata tidak adekwat
2. Gejala yang menetap setelah 48 jam perawatan konservatif

Obstruction due to Obstruction due to


Obstruction due to tumor adhesions
intussusception
AP ENDISITIS
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection
Apendisitis akut dapat terjadi pada semua umur. Pada anak sering terjadi sekitar
2002 umur 6-10 tahun. Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan
hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara
anak, orang tua dan dokter. Sebagian besar anak belum mampu untuk
Apendisitis akut adalah infeksi bacterial pada apendiks vermiformis. Apendisitis mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada
akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera untuk umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi negatif sebesar 20%
mencegah komplikasi yang lebih buruk Jika telah terjadi perforasi, maka komplikasi dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran, 1996).
dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan komplikasi Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah
pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi. membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan
Di Amerika Serikat ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor
setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1975 – 1991. Terdapat 15 – 30 persen (30 – 45 Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan
persen pada wanita) gambaran histopatologi yang normal pada hasil apendektomi. dengan mudah, cepat dan kurang invasif . Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat
Keadaan ini menambah komplikasi pascaoperasi, seperti adhesi, konsekuensi beban sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan
sosial-ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja, dan produktivitas. laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan praoperasi dan untuk menilai
Tingkat akurasi diagnosis apendisitis akut berkisar 76 – 92 persen. Pemakaian derajat keparahan apendisitis (Alvarado, 1986; Rice, 1999). Instrumen lain yang
laparoskopi, ultrasonografi, dan Computed Tomography Scanning (CT-scan), adalah sering dipakai pada apendisitis akut anak adalah klasifikasi klinikopatologi dari
dalam usaha meningkatkan akurasi diagnosis apendisitis akut. Beberapa Cloud. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan gejala klinis dan temuan
pemeriksaan laboratorium dasar masih banyak digunakan dalam diagnosis durante operasi (Cloud, 1993). Morbiditas dan mortalitas apendisitis akut anak
penunjang apendisitis akut. C-rective protein (CRP), jumlah sel leukosit, dan hitung masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan keterlambatan diagnosis dan penanganan
jenis se neutrofil (differential count) adalah petanda yang sensitif proses inflamasi. pembedahan, pembedahan yang terlambat mungkin tetap berhubungan dengan
Pemeriksaan ini sangat mudah, cepat, dan murah untuk Rumah Sakit di daerah. CRP perforasi. Sebagian besar penderita dengan risiko apendisitis perforasi
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4 – 6 jam setelah mempunyai skor Alvarado yang tinggi
terjadinya proses inflamasi, yang dapat dilihat dengan melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80 - 90% dan lebih
dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak Epidemiologi
memerlukan waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah. Sejarah apendisitis dimulai pada tahun 1827 oleh Melier yang pertama kali
menyebutkan proses inflamasi di sekum dengan typhlitis atau perityphlitis.
Nyeri abdomen akut di luar sebab trauma memberikan banyak kemungkinan Sebelumnya pada tahun 1735, Claudius Amyant melakukan apendektomi pertama
diagnosis. Untuk menetapkan diagnosisnya kadangkala sangat sulit sehingga kali pada saat operasi hernia inguinal. Kemudian Reginald H dan Fitz adalah orang
berdampak pada morbiditas penderita. pertama yang memeriksa apendiks secara histopatologi dari hasil operasi. Sejarah
Dombal (1990) mengemukakan bahwa akurasi diagnosis pada nyeri abdomen akut modern apendisitis dimulai dari tulisan klasik Charles McBurney tahun 1889, yang
hanyalah 45-65%. Penderita abdomen akut umumnya terlambat masuk ke Rumah dipublikasikan dalam New York Surgical Society on Nov 13,1889. McBurney
Sakit, sehingga biasanya sudah disertai macam-macam penyulit yang perlu diatasi mendiskripsikan inflamasi akut di kuadran kanan bawah biasanya disebabkan oleh
lebih dahulu dan memerlukan penanganan yang lebih kompleks. Keterlambatan apendisitis, yang sebelumnya disebut oleh Melier dengan typhlitis atau perityphlitis
dapat disebabkan oleh ketidaktahuan atau penderita tidak mengerti, atau Angka mortalitas yang tinggi dari apendisitis akut mengalami penurunan dalam
keterlambatan disebabkan oleh dokter yang tidak melakukan diagnosis atau bahkan beberapa dekade. Hawk et al, membandingkan kasus apendisitis akut pada periode
membuat diagnosis yang salah, atau keterlambatan disebabkan oleh penanggulangan 1933 – 1937 dengan 1943 – 1948. Angka mortalitas pasien apendisitis akut dengan
yang terlambat di Rumah Sakit peritonitis local menurun dari 5% menjadi 0%. Angka mortalitas pasien apendisitis
akut dengan peritonitis umum menurun dari 40,6% menjadi 7,5%. Pada tahun 1930,
Nyeri abdomen pada anak disebabkan oleh kecerobohan diet atau infeksi saluran 15 kasus meninggal karena apendisitis dari 100 ribu populasi, sedangkan 30 tahun
pencernaan, namun dokter harus selalu mempertimbangkan adanya apendisitis akut kemudian hanya 1 kasus meninggal dari 100 ribu polpulasi. Pada tahun 1977,
karena hal tersebut merupakan kasus abdomen akut yang paling penting dan paling mortalitas pasien dengan apendisitis akut tanpa perforasi 0,1% – 0,6% dan dengan
banyak pada anak perforasi 5%
(65,28%), pelvikal (31,01%), subsekal (2,26%), preileal (1%) dan postileal serta
Apendiks Vermiformis parakolika kanan (0,4%) (Schwartz, 1990).
Pada 65% kasus apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan apendiks
Apendiks sebagai bagian dari sistem pencernaan mulai diterangkan secara
memungkinkan bergerak dalam ruang geraknya tergantung pada panjangnya
tersendiri pada awal abad 16. Adalah seorang pelukis Italia terkenal yang bernama
mesoapendiks. Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal yaitu di
Leonardo da Vinci yang pertamakali menggambarkan apendiks sebagai organ
belakang sekum, dibelakang kolon askenden atau tepi lateral kolon askenden. Gejala
tersendiri. Pada waktu itu disebutnya orecchio yang berarti telinga. Sebelumnya
klinis apendisitis ditentukan oleh letak dari apendiks. Pada posisi retrosekal, kadang-
apendisitis hanya dapat dibuktikan dengan dilakukannya bedah jenasah. Pada tahun
kadang appendiks menjulang kekranial ke arah ren dekster, sehingga keluhan
1736 oleh Amyand, seorang dokter bedah Inggris, berhasil dilakukan operasi
penderita adalah nyeri di regio flank kanan. Dan kadang diperlukan palpasi yang
pengangkatan apendiks pada saat melakukan operasi hernia pada anak laki-laki.
agak dalam pada keadaan tertentu karena appendiks yang mengalami inflamasi ini
Dialah yang dikenal sebagai orang yang pertamakali melakukan operasi
secara kebetulan terlindungi oleh sekum yang biasanya mengalami sedikit dilatasi
apendektomi .
Letak appendik mungkin juga bisa di regio kiri bawah hal ini dipakai untuk penanda
Istilah apendisitis pertamakali digunakan oleh Reginal Fitz, 1886, seorang profesor
kemungkinan adanya dekstrokardia. Kadang pula panjang appendiks sampai
patologi anatomi dari Harvard, untuk menyebut proses peradangan yang biasanya
melintasi linea mediana abdomen, sehingga bila organ ini meradang mengakibatkan
disertai ulserasi dan perforasi pada apendiks. Tiga tahun kemudian (1889), Charles
nyeri perut kiri bawah. Juga pada kasus-kasus malrotasi usus kadang appendiks bisa
Mc Burney seorang profesor bedah dari universitas Columbia menemukan titik
sampai diregio epigastrum, berdekatan dengan gaster atau hepar lobus kanan.
nyeri tekan maksimal dengan melakukan penekanan pada satu jari yaitu tepat di
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar antara
1,5-2 inchi dari spina iliaca anterior superior (SIAS) yang ditarik garis lurus dari
2-22 cm. Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan
SIAS tersebut ke umbilikus. Titik tersebut kemudian dikenal sebagai titik Mc
ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut
Burney
terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda untuk mencari basis
apendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan ke
Anatomi dan Embriologi dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut dengan titik Mc
Sistem digestif yang secara embriologi berasal dari midgut meliputi duodenum Burney. Kira-kira 5% penderita mempunyai apendiks yang melingkar ke belakang
distal muara duktus koledukus, usus halus, sekum dan apendiks, kolon asendens, sekum dan naik (ke arah kranial) pada posisi retroperitoneal di belakang kolon
dan ½ sampai ¾ bagian oral kolon transversum. Premordium sekum dan apendiks askenden. Apabila sekum gagal mengalami rotasi normal mungkin apendiks bisa
Vermiformis (cecal diverticulum) mulai tumbuh pada umur 6 minggu kehamilan, terletak di mana saja di dalam kavum abdomen. Pada anak-anak apendiks lebih
yaitu penonjolan dari tepi antimesenterium lengkung midgut bagian kaudal. Selama panjang dan lebih tipis daripada dewasa oleh karena itu pada peradangan
perkembangan antenatal dan postnatal, kecepatan pertumbuhan sekum melebihi akan lebih mudah mengalami perforasi. Sampai umur kurang lebih 10 tahun,
kecepatan pertumbuhan apendiks, sehingga menggeser apendiks ke arah medial di omentum mayus masih tipis, pendek dan lembut serta belum mampu membentuk
depan katup ileosekal. Apendiks mengalami pertumbuhan memanjang dari distal pertahanan atau pendindingan (walling off) pada perforasi, sehingga peritonitis
sekum selama kehamilan. Selama masa pertumbuhan bayi, terjadi juga pertumbuhan umum karena apendisitis akut lebih umum terjadi pada anak-anak daripada dewasa
bagian kanan-depan sekum, akibatnya apendiks mengalami rotasi kearah postero- (Raffensperger. Apendiks kekurangan sakulasi dan mempunyai lapisan otot
medial dan menetap pada posisi tersebut yaitu 2,5 cm dibawah katup ileosekal, longitudinal, mukosanya diinfiltrasi jaringan limfoid. Pada bayi apendiks berbentuk
sehingga pangkal apendiks di sisi medial. Organ ini merupakan organ yang tidak kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini
mempunyai kedudukan yang menetap didalam rongga abdomen. Hubungan pangkal memungkinkan menjadi sebab rendahnya kasus apendisitis pada umur tersebut ,
apendiks ke sekum relatif konstan, sedangkan ujung dari apendiks bisa ditemukan 1990).
pada posisi retrosekal, pelvikal, subsekal, preileal atau parakolika kanan. Posisi Apendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan apeksnya
apendiks retrosekal paling banyak ditemukan yaitu 64% kasus. menempel pada sekum. Apendiks pada bayi berbentuk konikal. Panjang apendiks
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa bervariasi dari 2 – 20 cm dengan panjang rata-rata 6 – 9 cm. Diameter masuk
dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh lumen apendiks antara 0,5 – 15 mm. Lapisan epitel lumen apendiks seperti pada
darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa epitel kolon tetapi kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Apendiks
yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila mempunyai lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang
letak apendiks retrosekal maka tidak tertutup oleh peritoneum viscerale (Soybel, merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar
2001). Menurut Wakeley (1997) lokasi apendiks adalah sebagai berikut: retrosekal berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 tenia koli
diperbatasan antara sekum dan apendiks. Pada masa bayi folikel kelenjar limfe
submukosa masih ada. Folikel ini jumlahnya terus meningkat sampai puncaknya Sintopi adalah posisi organ terhadap organ-organ disekitarnya, Apendiks vermiformis
berjumlah sekitar 200 pada usia 12 – 20 tahun. di sebelah bawah sekum di ventral ureter kanan, a. testikularis kanan, bisa di depan ileum
Setelah usia 30 tahun ada pengurangan jumlah folikel sampai setengahnya, dan
berangsur menghilang pada usia 60 tahun. Mesoapendiks terletak dibelakang ileum
atau dibelakang ileum.
terminal yang bergabung dengan mesenterium intestinal.
Vaskularisasi appendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika berupa Malrotasi atau maldesesnsus dari sekum akan mengakibatkan kelainan letak dari
appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks, apendiks sehingga mungkin saja terletak disepanjang daerah fossa iliaka kanan dan
sehingga apabila terjadi trombus pada appendiksitis akuta akan berakibat berbentuk area infrasplenik kiri. Dalam hal terdapat transposisi dari visera maka apendiks
gangren, dan bahkan perforasi dari appendiks tersebut. Arteri apendikuler adalah dapat terletak di kwadran kiri bawah. Mengingat akan kemungkinan-kemungkinan
cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. kelainan posisi atau letak sekum ini sangat penting, karena hal ini sering
Kadang-kadang pada mesenterium yang inkomplet, arteri ini terletak panda dinding mendatangkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila terjadi peradangan pada
sekum. Pada mesoapendiks yang pendek dapat berakibat apendiks yang terfiksir apendiks tersebut. Suatu anomaly yang sangat jarang terjadi adalah duplikasi
(immobile). Kadang-kadang arteri apendikularis berjumlah dua. . Namun demikian apendiks seperti dikemukakan oleh Green. Sementara menurut Waugh duplikasi
pangkal appendik ternyata mendapatkan vaskularisasi tambahan dari cabang-cabang apendiks ini tidak ada hubungannya dengan duplikasi sekum. Kedua apendiks
kecil arteri sekalis anterior dan posterior . mungkin terbungkus dalam sarung fibrous dan dikelilingi oleh satu lapisan otot dan
Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan diri ke vena rongganya mungkin berhubungan sebagian atau seluruhnya atau mungkin berasal
mesenterika superior. Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke lymfonodi secara terpisah dari sekum. Ada yang berpendapat bahwa apendiks yang kedua
ileosekal Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua noduli limfatisi merupakan suatu divertikel sekum yang kongenital.
yang terletak pada mesoapendiks. Dari sini cairan limfe berjalan melalui sejumlah Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang sempit
noduli limfatisi mesenterika untuk mencapai noduli limfatisi mesenterika superior. dan seperti traktus intestinalis lainnya secara normal berisi bakteri, resiko stagnasi
Syaraf apendiks berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari dari isi apendiks yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan
pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri adanya suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan
visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla valvula Gerlach . Dengan adanya benda-benda asing yang terperangkap dalam
spinalis setinggi segmen torakal X karena itu nyeri visceral pada apendiks bermula lumen apendiks, posisinya yang mobil, dan adanya kinking, bands, adhesi dan lain-
disekitar umbilikus. lain keadaan yang menyebabkan angulasi dari apendiks, maka keadaan akan
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan semakin diperburuk. Banyaknya jaringan limfoid pada dindingnya juga akan
ke dalam lumen dan selanjutnya dicurahkan ke sekum mempermudah terjadinya infeksi pada apendiks.
Organ lain di luar apendiks yang mempunyai peranan besar apabila terjadi
Menurut Tranggono (1989) mempelajari posisi anatomi apendiks vermiformis peradangan apendiks adalah omentum. Ini merupakan salah satu alat pertahanan
meliputi pembahasan secara topografi yaitu : tubuh apabila terjadi suatu proses intraabdominal termasuk apendiks. Pada umur
1. Holotopi dibawah 10 tahun pertumbuhan omentum ini pada umumnya belum sempurna,
Holotopi adalah posisi yang sebenarnya dari suatu organ pada tubuh manusia. masih tipis dan pendek, sehingga belum dapat mencapai apensdiks apabila terjadi
Apendiks vermiformis terletak di kwadran kanan bawah dan di region iliaka peradangan apendiks. Hal inilah yang merupakan salah satu sebab lebih mudah
kanan. terjadi perforasi dan peritonitis umum pada apendisitis anak.
.
2. Skeletopi Ca ta tan-------------------------------------------------------------
Skeletopi adalah posisi organ manusia menunjuk pada kerangka atau tulang. Appendiks vermiformis (umbai cacing) terletak pada puncak caecum , pada
Pangkal apendiks vermiformis terletak pada perpotongan garis interspinal pertemuan ke-3 tinea coli yaitu :
dengan garis lateral vertikal dari titik pertengahan ligamentum inguinale dan  Taenia libra
ventral fossa iliaka kanan  Taenia omentalis
 Taenia mesocolica
3. Sintopi.
Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat
Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula
appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumen bagian
proksimal menyempit , bagian distal melebar. Hal ini berlawanan pada bayi, sehingga
menyebabkan rendahnya insidensi appendisitis pada usia tersebut.

Secara histologis mempunyai 4 lapisan yaitu tunika :


 Mukosa
 Sub mukosa  banyak terdapat limfoid
 Muskularis
Terdapat Stratum circulare(dalam) dan stratum longitudinale (luar), stratum
longitunale merupakan gabungan dari ke-3 taenia coli.
 Serosa  hanya pada appendiks letak intraperitoneal

Posisi appendik :
1. Ileocecal
2. Antecaecal  di depan caecum
3. Retrocaecal  Intra & Retro peritoneal
4. Anteileal
5. RetroIleal
6. Pelvical

Appendiks mendapat vaskularisasi dari a.Appendicularis  a.Iliocolica  a.


Mesenterica superior. a. Appendicularis merupakan suatu arteri yang tidak
memiliki kolateral (endarteri) , sehingga jika tersumbat mengakibatkan ganggren.
Darah dari appendiks di drainage ke v. appendicularis  v. Ileocolica. Innervasi
appendiks dari cabang n.X (parasimpatis), sehingga nyeri viseral pada appendisitis
bermula disekitar umbilikus.
Patofisiologi
Grade Appendisitis pada Anak :
Apendiks vermiformis pada manusia biasanya dihubungkan dengan “organ sisa yang
I. Simple
tidak diketahui fungsinya”. Pada beberapa jenis mamalia ukuran apendiks sangat
II. Suppuren
besar seukuran sekum itu sendiri, yang ikut berfungsi dalam proses digesti dan
III. Ganggren S-S-G-R-A
absorbsi dalam sistem gastrointestinal Pada percobaan stimulasi dengan rangsangan,
IV. Ruptur
apendiks cenderung menekuk ke sisi antimesenterial. Hal ini mengindikasikan
V. Abses
serabut muskuler pada sisi mesenterial berkembang lebih lemah.
Gambaran Appendicogram : Filling defect, Non Filling defect, Parsial, Irreguler, Secara anatomi pembuluh arteri masuk melalui sisi muskuler yang lemah ini.
Tail mouse Kontraksi muskulus longitudinal akan diikuti oleh kontraksi muskulus sirkuler
secara sinergis, lambat, dan berakhir beberapa menit. Gerakan aktif dapat dilihat
pada bagian pangkal apendiks dan semakain ke distal gerakan semakin berkurang.
Pada keadaan inflamasi, kontraksi muskuli apendiks akan terganggu
Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15 – 25 cmH2O dan
meningkat menjadi 30 – 50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal
tekanan panda lumen sekum antara 3 – 4 cmH2O, sehingga terjadi perbedaan
tekanan yang berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk sekum.
Mukosa normal apendiks dapat mensekresi cairan 1 ml dalam 24 jam (Riwanto I,
1992). Apendiks juga berperan sebagai sistem immun pada sistem gastrointestinal
(GUT). Sekresi immunoglobulin diproduksi oleh Gut-Associated Lymphoid Tissues
(GALD) dan hasil sekresi yang dominan adalah IgA. Antibodi ini mengontrol tinggi serat tidak hanya memperpendek waktu transit feses dalam kolon, tetapi
proliferasi bakteri, netralisasi virus, dan mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen dapat juga mengubah kandungan bakteri. Hill et al menyimpulkan bahwa bakteri
intestinal lainnya. Pemikiran bahwa apendiks adalah bagian dari sistem GALD yang yang terdapat dalam feses orang Amerika dan Inggris (yang mengkonsumsi
mensekresi globulin kurang banyak berkembang. rendah serat) lebih tinggi dibandingkan feses orang Uganda, India, dan Jepang.
Hal ini dapat dibuktikan pada pengangkatan apendiks tidak terjadi efek pada sistem Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya insidesi apendisitis di negara maju
immunologi Meskipun kelainan pada apendisitis akut disebabkan oleh infeksi seperti Amerika dan Inggris yang kurang mengkonsumsi serat lebih besar
bakteri, faktor yang memicu terjadinya infeksi masih belum diketahui secara jelas. dibandingkan di Afrika dan Asia
Pada apendisitis akut umumnya bakteri yang berkembang pada lumen apendiks Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan
adalah Bacteroides fragilis dan Escherichea colli. Kedua bakteri ini adalah flora ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan aliran dalam
normal usus. Bakteri ini menginvasi mukusa, submukosa, dan muskularis, yang muara apendiks berperan besar dalam patogenesis apendisitis. Jaringan limfoid
menyebabkan udem, hiperemis dan kongesti local vaskuler, dan hiperplasi kelenjar pertamakali terlihat di submukosa apendiks sekitar 2 minggu setelah kelahiran.
limfe. Kadang-kadang terjadi trombosis pada vasa dengan nekrosis dan perforasi Jumlah jaringan limfoid meningkat selama pubertas, dan menetap dalam waktu 10
Beberapa penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi terjadinya tahun berikutnya, kemudian mulai menurun dengan pertambahan umur. Setelah
apendisitis akut diantaranya: obstruksi lumen apendiks, Obstruksi bagian distal umur 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks
kolon, erosi mukosa, konstipasi dan diet rendah serat Percobaan pada binatang dan (Kozar dan Roslyn, 1999; Way, 2003). Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
manusia menunjukkan bahwa total obstruksi pada pangkal lumen apendiks dapat oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran
menyebabkan apendisitis. Beberapa keadaan yang mengikuti setelah terjadi pencernaan termasuk apendiks adalah Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
obstruksi yaitu: akumulasi cairan intraluminal, peningkatan tekanan intraluminal, pelindung infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
obstruksi sirkulasi vena, stasis sirkulasi dan kongesti dinding apendiks, efusi, sistem imun tubuh, sebab jaringan limfoid disini kecil jika dibandingkan jumlah di
obstruksi arteri dan hipoksia, serta terjadinya infeksi anaerob. Pada keadaan klinis, saluran pencernaan dan seluruh tubuh (Sjamsuhidayat, 1997
faktor obstruksi ditemukan dalam 60 - 70 persen kasus. Enam puluh persen
obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian melibatkan
oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh faktor obstruksi yang lain. Keadaan obstruksi seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina muskularis dan
berakibat terjadinya proses inflamasi Obstruksi pada bagian distal kolon akan lamina serosa . Proses awal ini terjadi dalam waktu 12 – 24 jam pertama. Obstruksi
meningkatkan tekanan intralumen sekum, sehingga sekresi lumen apendiks akan pada bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal
terhambat keluar. Arnbjornsson melaporkan prevalensi kanker kolorektal pada usia apendiks, sehingga mucus yang terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi.
lebih dari 40 tahun, ditemukan setelah 30 bulan sebelumnya dilakukan apendektomi, Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminer meningkat, kondisi ini akan
lebih besar dibandingkan jumlah kasus pada usia yang sama. Dia percaya bahwa memacu proses translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman di dalam
kanker kolorektal ini sudah ada sebelum dilakukan apendektomi dan menduga lumen apendiks cepat. Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang
kanker inilah yang meningkatkan tekanan intrasekal yang menyebabkan apendisitis menyebabkan udem. Kondisi yang kurang baik ini akan memudahkan invasi bakteri
dari dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks,
Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa Entamoeba histolytica, Trichuris maka terjadilah keadaan yang disebut apendisitis fokal , atau apendisitis simple .
trichiura, dan Enterobius vermikularis dapat menyebabkan erosi membrane Obstruksi yang berkelanjutan menyebabkan tekanan intraluminer semakin tinggi dan
mukosa apendiks dan perdarahan. Pada kasus infiltrasi bakteri, dapat menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Sirkulasi venular akan
menyebabkan apendisitis akut dan abses Pada awalnya Entamoeba histolytica mengalami gangguan lebih dahulu daripada arterial. Keadaan ini akan menyebabkan
berkembang di kripte glandula intestinal. Selama infasi pada lapisan mukosa, parasit udem bertambah berat, terjadi iskemi, dan invasi bakteri semakin berat sehingga
ini memproduksi ensim yang dapat menyebabkan nekrosis mukosa sebagai pencetus terjadi pernanahan pada dinding apendiks, terjadilah keadaan yang disebut
terjadinya ulkus. Keadaan berikutnya adalah bakteri yang menginvasi dan apendisitis akuta supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut tekanan intraluminer
berkembang pada ulkus, dan memprovokasi proses inflamasi yang dimulai dengan akan semakin tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial.
infiltrasi sel radang akut Hal ini menyebabkan terjadinya gangren pada dinding apendiks terutama pada
Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sekum, yang dapat daerah antemesenterial yang relatif miskin vaskularisasi. Gangren biasanya di
diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan berkembangbiaknya bakteri. tengah-tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid. Keadaan ini disebut apendisitis
Penyebab utama konstipasi adalah diet rendah serat. Diet rendah serat dapat gangrenosa. Apabila tekanan intraluminer semakin meningkat, akan terjadi
menyebabkan feses menjadi memadat , lebih lengket dan berbentuk makin perforasi pada daerah yang gangrene tersebut. Material intraluminer yang infeksius
membesar, sehingga membutuhkan proses transit dalam kolon yang lama Diet akan tercurah ke dalam rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal maupun
general tergantung keadaan umum penderita dan fungsi pertahanan omentum. Apabila
fungsi omentum baik, tempat yang mengalami perforasi akan ditutup oleh omentum,
terjadilah infitrat periapendikular .
Apabila kemudian terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga yang berisi Akibat sumbatan / obstruksi mengakibatkan sekresi mukus terganggu , sehingga
nanah di sekitar apendiks,terjadilah keadaan yang disebut abses periapendikular. tekanan intra lumen meningkat mengakibatkan gangguan drainage pada :
Apabila omentum belum berfungsi baik, material infeksius dari lumen apendiks • Limfe :
tersebut akan menyebar di sekitar apendiks dan terjadi peritonitis lokal. Selanjutnya Oedem  kuman masuk  ulcerasi mukosa  Appendisitis akut
apabila keadaan umum tubuh cukup baik, proses akan terlokalisir , tetapi apabila • Vena :
keadaan umumnya kurang baik maka akan terjadi peritonitis general . TrombusIskhemikuman masuk pus  Appendisitis Supuratif
Pemakaian antibiotika akan mengubah perlangsungan proses tersebut sehingga dapat • Arteri :
terjadi keadaan keadaan seperti apendisitis rekurens, apendisitis khronis, atau Nekrosis  kuman masuk  ganggren  Appendisitis ganggrenosa 
yang lain. Apendisitis rekurens adalah suatu apendisitis yang secara klinis Perforasi  peritonitis umum
memberikan serangan yang berulang, durante operasi pada apendiks terdapat
peradangan dan pada pemeriksaan histopatologis didapatkan tanda peradangan akut. Appendisitis akut setelah 48 jam dapat menjadi :
Sedangkan apendisitis khronis digambarkan sebagai apendisitis yang secara klinis 1. Sembuh
serangan sudah lebih dari 2 minggu, pendapatan durante operasi maupun 2. Kronik
pemeriksaan histopatologis menunjukkan tanda inflamasi khronis, dan serangan 3. Perforasi
menghilang setelah dilakukan apendektomi. Bekas terjadinya infeksi dapat dilihat 4. Infiltrat / abses
pada durante operasi, dimana apendiks akan dikelilingi oleh perlekatan perlekatan Ini terjadi bila proses berjalan lambat, ileum terminale, caecum dan omentum
yang banyak. Dan kadang-kadang terdapat pita-pita bekas peradangan dari apendiks akan membentuk barier dalam bentuk infiltrat. Pada anak-anak dimana
keorgan lain atau ke peritoneum. Apendiks dapat tertekuk, terputar atau terjadi omentum pendek dan orang tua dengan daya tahan tubuh yang menurun sulit
kinking, kadang-kadang terdapat stenosis partial atau ada bagian yang mengalami terbentuk infiltrat, sehingga kemungkinan terjadi perforasi lebih besar.
distensi dan berisi mucus (mukokel). Atau bahkan dapat terjadi fragmentasi dari
apendiks yang masing-masing bagiannya dihubungkan oleh pita-pita jaringan parut. Sampai saat ini masih menjadi perdebatan dan spekulasi umum di kalangan para
Gambaran ini merupakan “gross pathology” dari suatu apendisitis khronika . ahli mengenai penyebab pasti dari apendisitis. Beberapa penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intra sekal yang
Etiologi & Patogenesis berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora
Penyebab belum diketahui normal kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis. Ada
Faktor yang mempengaruhi : beberapa teori yang sudah diajukan, seperti teori sumbatan, teori infeksi, teori
 Obstruksi konstipasi dan teori hygiene ,namun hal ini juga belum jelas benar. Diperkirakan
1. Hiperplasi kelenjar getah bening (60%) pula bahwa pada penderita tua obstipasi merupakan factor resiko yang
2. Fecolith (35%)  masa feces yang membatu utama,sedangkan pada umur muda adalah adanya pembengkakan sistim limfatik
3. Corpus alienum (4%)  biji2an apendiks akibat infeksi virus. Disebut pula adanya perubahan konsentrasi flora usus
4. Striktur lumen (1%)  kinking , krn mesoappendiks pendek, adesi dan spasme sekum mempunyai peranan yang besar.
Pada teori sumbatan dikatakan bahwa terjadinya apendisitis diawali adanya
 Infeksi sumbatan dari lumen apendiks. Hal ini disokong dari hasil pemeriksaan histologis
Biasanya secara hematogen dari tempat lain, misal : pneumonia, tonsilitis dsb. pascaoperasi dan eksperimen pada binatang percobaan. Seperti yang di dapat oleh
Antara lain jenis kuman : E. Coli, Streptococcus Collins yang dikutip oleh Arnbjornsson pada 3400 kasus, 50% nya telah terbukti
apendisitis dan ditemukan adanya factor obstruksi ini. Condon menyebutkan bahwa
Ada 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendisitis : apendisitis adalah akibat dari obtruksi yang diikuti infeksi. Disebutkan bahwa 60%
1. Adanya isi lumen kasus berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan limfoid
2. Derajat sumbatan yang terus menerus submukosa dan 35% karena stasis fekal atau fekalit sementara 4% karena benda
3. Sekresi mukus yang terus menerus asing lainnya dan 1% karena striktur atau hal-hal lainnya yang menyebabkan
4. Sifat inelastis / tak lentur dari mukosa appendik penyempitan dari lumen apendiks.Teori ini juga didukung oleh penemuan
Wangensteen dan Brower (1939) yang mengatakan bahwa pada 75% apendisitis akut
terdapat obstruksi dari lumen apendiks, dan pada apendisitis gangrenosa seluruhnya
terdapat obstruksi.
Selanjutnya apendisitis yang berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan Radang appendix biasanya disebabkan karena obstruksi lumen yang disertai dengan
hyperplasia jaringan limfoid submukosa disebutkan lebih banyak lagi terjadi pada infeksi. Appendicitis diklasifikasikan sebagai berikut: (Ellis, 1989)
anak-anak, sementara obstruksi karena fekalit atau benda asing lebih banyak 1. Acute appendicitis tanpa komplikasi. (cataral appendicitis)
ditemukan sebagai penyebab apendisitis pada orang dewasa. Adanya fekalit Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mucosa saja. Appendix
dihubungkan oleh para ahli dengan hebatnya perjalanan penyakitnya kadang tampak normal, atau hanya hiperemia saja. Bila appendix tersebut
Bila terdapat fekalit (apendikolit) pada pasien-pasien dengan gejala akut dibuka, maka akan tampak mukosa yang menebal, oedema dan kemerahan.
kemungkinan apendiks telah mengalami komplikasi yaitu gangren 77%, sedang bila Kondisi ini disebabkan invasi bakteri dari jaringan limpoid ke dalam dinding
tidak ditemukan apendikolit dan hanya gangren 42%.Satu seri lain menyebutkan appendix. Karena lumen appendix tak tersumbat. Maka hal ini hanya
bahwa apendisitis akut dengan apendikolit terdapat kemungkinan gangren atau menyebabkan peradangan biasa.
perforasi sebanyak 50% . Selain fekalit dan hyperplasia kel limfoid kita hendak Bila jaringan limpoid di dinding appendix mengalami oedema, maka akam
tidak boleh melupakan sebab obstruksi yang lain ,apalagi untuk negara kita mengakibatkan obstruksi lumen appendix, yang akan mempengaruhi feeding
Indonesia dan negara-negara Asia khususnya yaitu penyumbatan yang disebabkan sehingga appendix menjadi gangrena, seterusnya timbul infark. Atau hanya
oleh cacing dan parasit lainnya. mengalami perforasi (mikroskopis), dalam hal ini serosa menjadi kasar dan
Bila terjadi infeksi, bakteri enteral memegang peranan yang penting. Pada penderita dilapisi eksudat fibrin Post appendicitis acute, kadang-kadnag terbentuk adesi
muda yang memiliki jaringan limfoid yang banyak, maka akan terjadi reaksi radang yang mengakibatkan kinking, dan kejadian ini bisa membentuk sumbatan pula
dan selanjutnya jaringan limfoid akan berproliferasi akibat selanjutnya akan
mengakibatkan penyumbatan pada lumen apendiks. Hal inilah yang menjadi alasan 2. Acute appendicitis dengan komplikasi:
mengapa ada yang beranggapan bahwa obstruksi yang terjadi merupakan adalah  Peritonitis.
proses lanjutan dari inflamasi yang terjadi sebagai akibat adanya infeksi. Kalaupun  Abses atau infiltrat.
obstruksi berperan hanyalah pada proses awalnya saja.19 Selanjutnya dipercaya juga
bahwa infeksi bakteri enterogen merupakan factor patogenetik primer pada proses Merupakan appendicitis yang berbahaya, karena appendix menjadi lingkaran
apendisitis. tertutup yang berisi “fecal material”, yang telah mengalami dekomposisi.
Diyakini bahwa adanya fekalit didalam lumen apendiks yang sebelumnya telah Perbahan setelah terjadinya sumbatan lumen appendix tergantung daripada isi
terinfeksi hanya memperburuk dan memperberat infeksi karena terjadinya sumbatan. Bila lumen appendix kosong, appendix hanya mengalami distensi
peningkatan tekanan intraluminar apendiks. Ada kemungkinan lain yang menyokong yang berisi cairan mucus dan terbentuklah mucocele. Sedangkan bakteria
teori infeksi enterogen ini adalah kemungkinan tertelannya bakteri dari suatu focus penyebab, biasanya merupakan flora normal lumen usus berupa aerob (gram +
di hidung atau tenggorokan sehingga dapat menyebabkan proses peradangan pada dan atau gram - ) dan anaerob
apendiks. Secara hematogen dikatakan mungkin saja dapat terjadi karena dianggap Pada saat appendix mengalami obstruksi, terjadi penumpukan sekresi mucus,
apendiks adalah “tonsil” abdomen. yang akan mengakibatkan proliferasi bakteri, sehingga terjadi penekanan pada
Pada teori konstipasi dapat dikatakan bahwa konstipasi sebagai penyebab dan moukosa appendix, dikuti dengan masuknya bakteri ke dalam jaringan yang lebih
mungkin pula sebagai akibat dari apendisitis. Tapi hal ini masih perlu dipertanyakan dalam lagi. Sehingga timbulah proses inflamasi dinding appendix, yang diikuti
lagi, sebenarnya apakah konstipasi ini benar berperan dalam terjadinya apendisitis. dengan proses trombosis pembuluh darah setempat. Karena arteri appendix
Banyak pasien-pasien konstipasi kronis yang tidak pernah menderita apendisitis dan merupakan end arteri sehingga menyebabkan daerah distal kekurangan darah,
sebaliknya orang –orang yang tidak pernah mengeluh konstipasi mendapatkan terbentuklah gangrene yang segera diikuti dengan proses nekrosis dinding
apendisitis. Penggunaan yang berlebihan dan terus menerus dari laksatif pada kasus appendix.
konstipasi akan memberikan kerugian karena hal tersebut akan merubah suasana Dikesempatan lain bakteri mengadakan multiplikasi dan invesi melalui erosi
flora usus dan akan menyebabkan terjadinya keadaan hyperemia usus yang mukosa, karena tekanan isi lumen, yang berakibat perforasi dinding, sehingga
merupakan permulaan dari proses inflamasi. Bila kebetulan sakit perut yang dialami timbul peritonitis. Proses obstruksi appendix ini merupakan kasus terbanyak untuk
disebabkan apendisitis maka pemberiaan purgative akan merangsang peristaltic yang appendicitis. Dua per tiga kasus gangrene appendix, fecalith selalu didapatkan
merupakan predisposisi untuk terjadinya perforasi dan peritonitis. Bila kondisi penderita baik, maka perforasi tersebut akan dikompensir dengan
proses pembentukan dinding oleh karingan sekitar, misal omentum dan jaringan
viscera lain, terjadilah infiltrat atau (mass), atau proses pultulasi yang bergerak ke bawah ke dalam pelvis (diantara organ-organ pelvis pada wanita). Ini
mengakibatkan abses periappendix juga memungkinkan appendik untuk berpindah ke belakang kolon (disebut
appendik retrokolika). Pada kasus lain, inflamasi pada appendik dapat tampak
sebagai inflamasi pada organ lain, sebagai contoh, organ-organ pelvis pada wanita.

Manifestasi Klinis Apendisitis akut


a. Symptoma. Etiologi dan Patogenesis
a. Peranan Lingkungan: diet dan higiene
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdominal. Secara klinis nyeri dimulai
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
difus terpusat di daerah epigatrium bawah atau umbilical , dengan tingkatan sedang
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
dan menetap, kadang-kadang disertai dengan kram intermiten. Nyeri akan beralih
menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan
setelah periode yang bervariasi dari 1 hingga 12 jam, biasanya 4 - 6 jam , nyeri
meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semuanya ini akan
terletak di kuadran kanan bawah. Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis.
mempermudah timbulnya apendisitis Diet memainkan peran utama pada
Hal ini begitu konstan sehingga pada pemeriksaan perlu ditanyakan pada pasien.
pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian
Vomitus terjadi pada 75% kasus, umumnya hanya satu dua kali. Umumnya ada
apendisitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi
riwayat obstipasi sebelum onset nyeri abdominal. Diare terjadi pada beberapa
serat dan konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma
pasien. Urutan kejadian symptoms mempunyai kemaknaan diagnosis banding yang
kolon adalah penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan
besar, lebih dari 95% apendisitis akut, anoreksia merupakan gejala pertama, diikuti
menghasilkan feses dengan konsistensi keras
oleh nyeri abdominal dan baru diikuti oleh vomitus, bila terjadi.
b. Peranan Obstruksi
b. Signa. Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam apendisitis akut.
Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperature jarang lebih dari 1°C, Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20%
frekuensi nadi normal atau sedikit meninggi. Adanya perubahan atau peninggian anak-anak dengan apendisitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah
yang besar berarti telah terjadi komplikasi atau diagnosis lain perlu diperhatikan. serat Frekuensi obstruksi meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi.
Pasien biasanya lebih menyukai posisi supine dengan paha kanan ditarik ke atas, Fekalit ditemukan 40% pada kasus apendisitis sederhana (simpel), sedangkan
karena suatu gerakan akan meningkatkan nyeri. Nyeri kuadran kanan bawah secara pada apendisitis akut dengan gangren tanpa ruptur terdapat 65% dan apendisitis
klasik ada bila apendiks yang meradang terletak di anterior. Nyeri tekan sering akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90%
maksimal pada atau dekat titik yang oleh McBurney dinyatakan sebagai terletak Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami edema
secara pasti antara 1,5 – 2 inchi dari spina iliaca anterior pada garis lurus yang dan hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem gastrointestinal
ditarik dari spina ini ke umbilicus. Adanya iritasi peritoneal ditunjukkan oleh adanya atau sistem respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen apendiks.
nyeri lepas tekan dan Rovsing’s sign. Adanya hiperestesi pada daerah yang Megakolon kongenital terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan
diinervasi oleh n. spinalis T10, T11, T12 , meskipun bukan penyerta yang konstan ke dalam lumen apendiks dan hal ini merupakan salah satu alasan terjadinya
adalah sering pada apendisitis akut. Tahan muskuler terhadap palpasi abdomen apendisitis pada neonatus.
sejajar dengan derajat proses peradangan, yang pada awalnya terjadi secara Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
volunteer seiring dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan spamus apendiks karena parasit seperti Entamuba hystolityca dan benda asing mungkin
otot, sehingga kemudian terjadi secara involunter. Iritasi muskuler ditunjukkan oleh tersangkut di apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala,
adanya psoas sign dan obturator sign. namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya perforasi

PENYULIT Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya apendisitis adalah adanya


Menjadi penyulit untuk mendiagnosis appendisitis adalah posisi dari appendik dalam obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi
perut dapat bervariasi. Kebanyakan appendik terdapat di perut kanan bawah. mukosa yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan
Appendik seperti bagian lain dari usus, memiliki mesenterium. Mesenterium ini distensi lumen akut sehingga akan terjadi kenaikkan tekanan intraluminer dan
adalah suatu membran seperti kertas yang melekatkan appendik pada struktur lain di sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta iskemia. Akibat dari keadaan
dalam abdomen. Jika mesenterium lebar, memungkinkan appendik untuk bergerak. tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh lapisan dinding
Sebagai tambahan, appendik dapat lebih panjang dari normal. Kombinasi dari apendiks , lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk
mesenterium yang lebar dan appendik yang panjang memungkinkan appendik untuk kedalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan
bereaksi berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dan menahan nyeri. Oleh karena nyeri yang sangat, penderita segera dibawa ke
dinding yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan rumah sakit.
intraluminer akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding apendiks

akan bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa dinding Gejala Klinis
apendiks Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika, kemudian Merupakan kasus akut abdomen yang dimulai dengan ketidaknyamanan perut
vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari dibagian atas, diikuti dengan mual dan penurunan nafsu makan. Nyeri menetap dan
apendiks, infark seterusnya melanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus terus menerus, tapi tidak begitu berat dan diikuti dengan kejang ringan didaerah
berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus epigastrium, kadang diikuti pula dengan muntah, kemudian beberapa saat nyeri
akan tercurah kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pindah ke abdomen kanan bawah. Nyeri menjadi terlokalisir, yang menyebabkan
pada peritoneum parietale Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat ketidakenakan waktu bergerak, jalan atau batuk.Penderita kadang juga mengalami
tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk mengatasi infeksi konstipasi. Sebaliknya karena ada gangguan fungsi usus bisa mengakibatkan diare,
tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. dan hal ini sering dikacaukan dengan gastroenteritis acute. Penderita appendicitis
Pada anak-anak omentum belum berkembang dengan sempurna, sehingga acute biasanya ditemukan ditemukan terbaring di tempat tidur serta memberkan
kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal ini akan mengakibatkan penampilan kesakitan. Mudah tidaknya gerakan penderita untuk menelentangkan
apendiks cepat mengalami komplikasi . diri merupakan tanda ada atau tidaknya rangsang peritoneum ( somatic pain).
Pemeriksaan pada abdomen kanan bawah, menghasilkan nyeri terutama bila
c. Peranan Flora Bakterial penderita disuruh batuk.. Pada palpasi dengan satu jari di regio kanan bawah ini,
Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya akan teraba defans musculer ringan . Tujuan palpasi adalah untuk menentukan
beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam apakah penderita sudah mengalami iritasi peritoneum atau belum. Pada
apendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya Penemuan kultur dari cairan pemeriksaan auskultasi, peristaltik usus masih dalam batas normal, atau kadang
peritoneal biasanya negatif pada tahap apendisitis sederhana. Pada tahap sedikit menurun. Suhu tubuh sedikit naik, kira-kira 7,8 der.C, pada kasus appendix
apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli banyak yang belum mengalami komplikasi. Nyeri di epigastrium kadang merupakan awal
ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk Proteus, dari appendicitis yang letaknya retrocaecal/ retroileal Untuk appendix yang terletak
Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri retrocaecal tersebut, kadang lokasi nyeri sulit ditentukan bahkan tak ada nyeri di
aerobik yang paling banyak dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita abdomen kanan bawah. Karena letak appendix yang dekat dengan uretra pada lokasi
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforasi banyak ditemukan bakteri retrocaecal ini, sehingga menyebabkan frekuensi urinasi bertambah dan bahkan
anaerobik terutama Bacteroides fragilis . hematuria. Sedang pada appendix yang letaknya pelvical, kadang menimbulkan
gejala seperti gastroenteritis acut .

Diagnosis klinis Untuk appendicitis acute yang telah mengalami komplikasi, misal perforasi,
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan dasar diagnosis peritonitis dan infiltrat atau abses, gejala klinisnya seperti dibawah ini (Ellis, 1989).
apendisitis akut. Apendisitis akut adalah diagnosis klinis. Penegakkan diagnosis Perforasi :
terutama didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah dasyat
tambahan hanya dikerjakan bila ada keragu-raguan atau untuk menyingkirkan dan mulai dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3 der. C). Jumlah lekosit
diagnosis. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki- yang meninggi merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.
laki, perempuan dua kali lebih banyak mempunyai apendiks normal daripada laki-
laki dalam kasus apendektomi, Primatesta (1994) melaporkan bahwa perempuan Peritonitis :
tiga kali lebih banyak dibanding laki-laki dalam insidensi kasus apendektomi Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis yang
negatif. Hal ini dapat disadari mengingat perempuan yang masih sangat muda telah mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan
sering timbul gejala mirip apendisitis akut terutama penyakit ginekologis. Hal-hal tindak lanjut daripada peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans
penting yang dapat membantu penegakkan diagnosis apendisitis akut adalah bahwa musculer yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan
apendisitis biasanya mempunyai perjalanan akut atau cepat. Dalam beberapa jam gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala-
sudah timbul gejala atau bahkan memburuk oleh karena nyeri, penderita biasanya gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat.
cenderung mempertahankan posisi untuk tidak bergerak. Penderita tampak apatis
Abses / infiltrat :
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah. menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi
Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah “walling off” (pembentukan nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale
dinding) oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah dengan
massa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut. Masa mula-mula bisa
berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk
USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini, ataupun berjalan kaki.
beberapa ahli menganjurkan anti biotika dulu, setelah 6 minggu kemudian
dilakukan appendektomi. Hal ini untuk menghindari penyebaran infeksi • Muntah (rangsangan viseral)  akibat aktivasi n.vagus
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
Anamnesis anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita apendisitis akut, bila hal ini
• Nyeri / Sakit perut tidak ada maka diagnosis apendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75%
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan
seluruh saluran cerna , sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut ( tidak kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul
pin-point). Mula2 daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apa apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria
bila telah terjadi inflamasi ( > 6 jam ) penderita dapat menunjukkan letak nyeri,
karena bersifat somatik. • Obstipasi  karena penderita takut mengejan
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Setiap anak dengan gejala Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri
nyeri abdomen yang belum pernah mengalami apendektomi seharusnya dicurigai dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak
menderita apendisitis. Anak yang sudah besar dapat menerangkan dengan jelas apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum
permulaan gejala nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Anak
dapat menunjuk dengan satu jari tempat permulaan nyeri, dimana saja yang
• Panas (infeksi akut)  bila timbul komplikasi
pernah nyeri dan sekarang dimana yang nyeri
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 -
Setelah itu dilanjutkan dengan anamnesis terpimpin seperti misalnya: 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
a. Bagaimana hebatnya nyeri ?
b. Apakah nyerinya mengganggu anak sampai tidak mau main atau anak Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang
tinggal di tempat tidur saja ? beragam. Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami
c. Apakah nyerinya sampai menyebabkan anak tidak mau masuk sekolah ? inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut,
d. Apakah anak dapat tidur seperti biasa semalam ? apendiks retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung, apendiks pelvikal
e. Apakah pagi ini makannya baik dan cukup seperti biasa ? akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan apendiks retroileal bisa
menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri spermatika dan
Beberapa anak dapat menentukan dengan tepat waktu mulainya nyeri yang ureter
dihubungkan dengan peristiwa tertentu, umpamanya nyeri sesudah makan
malam, sesudah berolah raga atau sesudah bangun tidur. Anak dapat
menunjukkan dan menceritakan perjalanan rasa nyeri, kadang-kadang perlu juga Pemeriksaan Fisik
bantuan informasi dari orang tuanya. Perlu diperhatikan bahwa sebagian orang Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak pada tempat
tua sering membesar-besarkan keluhan anaknya. yang bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah. Kadang-kadang diagnosis
Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama salah pada anak prasekolah, karena anak dengan anamnesis yang tidak karakteristik
makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi dan sekaligus sulit diperiksa. Anak akan menangis terus-menerus dan tidak
apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks kooperatif.
yang mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri  Inspeksi
yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit,
dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada
dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan appendikuler abses.
dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring pada meja
nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan periksa. Anak menunjukkan ekspresi muka yang tidak gembira. Anak tidur
miring ke sisi yang sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
ekstensi meningkatkan nyeri . peritoneal pada sisi yang berlawanan

 Palpasi
Pada pemeriksaan abdomen pada anak dengan permukaan tangan yang • Psoas sign (+)
mempunyai suhu yang sama dengan suhu abdomen anak. Biasanya cukup Pada appendik letak retrocaecal, karena merangsang peritoneum
dipanaskan dengan menggosok-gosok tangan dengan pakaian penderita. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
Tangan yang dingin akan merangsang otot dinding abdomen untuk peradangan yang terjadi pada apendiks
berkontraksi sehingga sulit menilai keadaan intraperitoneal. Terkadang kita Ada 2 cara memeriksa :
perlu melakukan palpasi dengan tangan anak itu sendiri untuk mendapatkan 1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan
otot abdomen yang tidak tegang. Abdomen biasanya tampak datar atau sedikit pemeriksa, pasien memfleksikan articulatio coxae
kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan kanan  nyeri perut kanan bawah.
sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Umpamanya 2. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
mulai dari kiri atas, kemudian secara perlahan-lahan mendekati daerah pemeriksa, nyeri perut kanan bawah
kuadran kanan bawah. Palpasi dengan permukaan dalam (volar) dari ujung-
ujung jari tangan, dengan tekanan yang ringan dapat ditentukan adanya nyeri • Obturator Sign (+)
tekan, ketegangan otot atau adanya tumor yang superfisial. Waktu melakukan Dengan gerakan fleksi & endorotasi articulatio coxae pada posisi telentang
palpasi pada abdomen anak, diusahakan mengalihkan perhatiannya dengan  nyeri (+)
boneka atau usaha yang lain, sambil memperhatikan ekspresi wajahnya. Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
Hindari gerakan yang cepat dan kasar karena hal ini akan menakuti anak dan difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal
membuat pemeriksaan nyeri tekan tidak mungkin dilakukan tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah :
• Nyeri tekan (+) Mc.Burney  Perkusi  Nyeri ketok (+)
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik  Auskultasi
Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis Peristaltik normal, peristaltik(-) pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat appendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
• Nyeri lepas (+)  rangsangan peritoneum dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus
(dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan  Rectal Toucher / Colok dubur  nyeri tekan pada jam 9-12
penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Colok dubur juga tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis pada anak kecil karena biasanya menangis terus menerus
• Defens musculer (+)  rangsangan m.Rektus abdominis
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang Pada anak kecil atau anak yang iritabel sangat sulit untuk diperiksa, maka anak
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. dimasukkan ke rumah sakit dan diberikan sedatif non narkotik ringan, seperti
pentobarbital (2,5 mg/kg) secara suppositoria rektal. Setelah anak tenang, biasanya
• Rovsing sign (+) setelah satu jam dilakukan pemeriksaan abdomen kembali. Sedatif sangat membantu
Penekanan perut sebelah kiri  nyeri sebelah kanan, karena tekanan untuk melemaskan otot dinding abdomen sehingga memudahkan penilaian keadaan
merangsang peristaltik dan udara usus , sehingga menggerakan intraperitoneal
peritoneum sekitar appendik yang meradang (somatik pain)
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita Tanda Peritonitis umum (perforasi) :
melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini 1. Nyeri seluruh abdomen
2. Pekak hati hilang
3. Bising usus hilang 1. mempersiapkan berbagai bentuk fagosit (lekosit polimorfonuklear,
makrofag) pada tempat tersebut.
2. pembentukan berbagai macam antibodi pada daerah inflamasi.
3. menetralisir dan mencairkan iritan.
4. membatasi perluasan inflamasi dengan pembentukan fibrin dan terbentuknya
Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi dengan dinding jaringan granulasi.
gejala-gejala sebagai berikut: Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apendisitis akut,
a. Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3,
b. Demam tinggi lebih dari 38,50C dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika
c. Lekositosis (AL lebih dari 14.000) jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan
d. Dehidrasi dan asidosis peritonitis (Raffensperger, 1990). Menurut Ein (2000) pada penderita apendisitis
e. Distensi akut ditemukan jumlah lekosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi
f. Menghilangnya bising usus atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3. Sedang Doraiswamy
g. Nyeri tekan kuadran kanan bawah (1979), mengemukakan bahwa komnbinasi antara kenaikan angka lekosit dan
h. Rebound tenderness sign granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa appendicitis
i. Rovsing sign acut
j. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal Tes laboratorium untuk appendicitis bersifat kurang spesifik., sehingga hasilnya juga
kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkkan diagnosa. Jumlah lekosit
Insidensi perforasi apendiks pada anak di bawah umur 6 tahun lebih dari 50%, ini untuk appendisitis akut adalah >10.000/mmk dengan pergeseran kekiri pada
berhubungan dengan dinding apendiks yang lebih tipis dan omentum mayus yang hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan
berkembang belum sempurna dibanding anak yang lebih besar granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendicitis acute (Bolton et al, 1975).
Dalam penelitiannya Schwartz (1999) melaporkan bahwa anak di bawah umur 8 Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan appendicitis acut, memiliki
tahun mempunyai angka perforasi dua kali lebih besar daripada anak yang lebih jumlah lekosit dan granulosit tetap normal (Nauts et al, 1986).
besar. Sedang menurut Way (2003) insidensi perforasi apendiks pada anak di bawah Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam diagnosis apendisitis akut adalah
umur 10 tahun sebesar 50%. Perforasi apendiks paling sering terjadi di distal C-rective protein (CRP). Petanda respon inflamasi akut (acute phase response)
obstruksi lumen apendiks sepanjang tepi antimesenterium (Kozar dan Roslyn, dengan menggunakan CPR telah secara luas digunakan di negara maju. Nilai
1999). Pada 2-6% penderita dengan apendisitis menunjukkan adanya massa di senstifitas dan spesifisits CRP cukup tinggi, yaitu 80 - 90% dan lebih dari 90%.
kuadran kanan bawah pada pemeriksaan fisik. Hal ini menunjukkan adanya Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak memerlukan
inflamasi abses yang terfiksasi dan berbatasan dengan apendiks yang mengalami waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah
inflamasi (Lally, 2001). Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan
kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa sangat penting pada
Pemeriksaan penunjang anak dengan keluhan nyeri abdomen untuk menentukan atau menyingkirkan
kemungkinan infeksi saluran kencing. Apendiks yang mengalami inflamasi akut dan
1. Laboratorium menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan
Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal jumlah sel lekosit 10-15 sel/lapangan pandang (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993).
keluhan nyeri kwadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut. .
Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan
neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit
2. Foto Polos abdomen
Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu.
infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium
Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai
yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut Pemeriksaan laboratorium
dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus (Cloud, 1993).
merupakan alat bantu diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal
Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan
dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler,
bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada
neurologik, humoral dan seluler. Fungsi inflamasi di sini adalah memobilisasi semua
daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-akan
bentuk pertahanan tubuh dan membawa mereka pada tempat yang terkena jejas
terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan
dengan cara:
menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini
tampak pada penderita apendisitis akut (Mantu, 1994). Bila sudah terjadi perforasi, apendiks supurasi atau gangrene ditandai dengan distensi lumen oleh cairan,
maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks
Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya. perforasi ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas
intraperitonial, dan abses tunggal atau multipel (Gustavo GR, 1995).

Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan
maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 – 94%, dengan nilai
distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak preperitoneal sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92% (Erik K, 2003). Pemeriksaan dengan
menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi Ultrasonografi (USG) pada apendisitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara
mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih
level) yang menunjukkan adanya obstruksi (Raffensperger, 1990; Mantu, 1994). dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur
Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith (kotoran yang mengeras dan atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses
terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat pembukaan apendiks dapat diidentifikasi.
appendik) yang dapat menyebabkan appendisitis. Ini biasanya terjadi pada anak- Ultrasound adalah suatu prosedur yang tidak menyakitkan yang menggunakan
anak. Foto polos abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola gelombang suara untuk mengidentifikasi organ-organ dalam tubuh. Ultrasound dapat
bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD ( decubitus ), kalsifikasi mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses. Walaupun begitu, appendik
bercak rim-like( melingkar ) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendik. hanya dapat dilihat pada 50% pasien selama terjadinya appendisitis. Oleh karena itu,
Pada appendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari dengan tidak terlihatnya apendiks selama ultrasound tidak menyingkirkan adanya
appendikolit : kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis. appendisitis. Ultrasound juga berguna pada wanita sebab dapat menyingkirkan
adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba falopi dan uterus yang
Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada kasus- gejalanya menyerupai appendisitis. Hasil usg dapat dikatagorikan menjadi normal,
kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat menentukan non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain, atau kemungkinan appendik.
penyakit lain yang menyertai apendisitis Hasil usg yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas, atau ileus.
Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke Hasil usg dikatakan kemungkinan appaendik jika ada pernyataan curiga atau jika
kolon dari anus untuk memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika menggambarkan ditemukan dilatasi appendik di daerah fossa iliaka kanan, atau dimana usg di
keadaan kolon di sekitar appendik dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan konfermasikan dengan gejala klinik dimana kecurigaan appendisitis.
pada kolon. Impresi ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan
dengan gagalnya barium memasuki appendik (20% tak terisi) Terisinya sebagian 3. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
dengan distorsi bentuk kalibernya tanda appendisitis akut,terutama bila ada impresi Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan
sekum. Sebaliknya lumen appendik yang paten menyingkirkan diagnosa appendisitis skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak sekitar
akut. Bila barium mengisi ujung appendik yang bundar dan ada kompresi dari luar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan
yang besar dibasis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya appendik tanda mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 – 100% dan 96 –
abses appendik Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah 97%, serta akurasi 94 – 100%. Ct-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks
intestinal lainnya yang menyerupai appendiks, misalnya penyakit Chron’s, inverted dengan abses atau flegmon
appendicel stump, intususepsi, neoplasma benigna/maligna. Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut:
Ultrasonografi CT-Scan
2. Ultrasonografi Sensitivitas 85% 90 - 100%
Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut maupun Spesifisitas 92% 95 - 97%
apendisitis dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis apendisitis akut diperlukan Akurasi 90 - 94% 94 - 100%
keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen. Apendiks yang Keuntungan Aman Lebih akurat
normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang meradang tampak relatif tidak mahal Mengidentifikasi abses dan
sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada flegmon lebih baik
penampakan longitudinal, dan gambaran target pada penampakan transversal Dapat mendignosis kelainan lain Mengidentifikasi apendiks
(Gustavo GR, 1995) Keadaan awal apendisitis akut ditandai dengan perbedaan pada wanita normal lebih baik
densitas pada lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 – 11 mm. Keadaan Baik untuk anak-anak
Kerugian Tergantung operator Mahal inflamasi adalah untuk melawan agen pengrusak, awal proses perbaikan, dan
Sulit secara tehnik Radiasi ion mengembalikan fungsi jaringan yang rusak. Proses inflamasi dapat berlangsung
Nyeri Kontras akut dan kronik. Inflamasi akut dapat disebabkan oleh agen mikroba (virus,
Sulit di RS daerah Sulit di RS daerah bakteri, jamur, dan parasit), trauma, nekrosis jaringan oleh kanker, arthritis
rematiod, luka bakar, dan toksin yang disebabkan oleh obat atau radiasi.
Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat berguna untuk
mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular sekaligus menyingkirkan Keadaan inflamasi merangsang tubuh untuk mengeluakan sitokin dan hormon yang
adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendisitis. berfungsi dalam regulasi haematopoesis, sintesis protein, dan metabolisme. Sistem
immun dibagi menjadi dua, immun bawaan (innate immune) dan immune didapat
4. Laparoskopi (Laparoscopy) (adaptive immune) Immun bawaan terdiri dari sel fagosit, sistem komplemen, dan
Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun penggunaanya untuk fase akut protein, bekerja tanpa melalui proses spesifik dan memori. Ketika sel
kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang bedah, fagosit teraktivasi, maka ia akan memacu sintesis sitokin. Sitokin tidak hanya
laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat berfungsi dalam regulasi sistem immun bawaan, tetapi juga sistem immun yang
mendiagnosis apendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digenakan untuk didapat.
melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat terutama Ada 4 komponen yang menyertai proses inflamasi akut, yaitu:
pada pasien wanita. Pada apendisitis akut laparoskopi diagnostik biasanya 1. Dilatasi vaskuler (permaebilitas vaskuler meningkat)
dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi Dilatasi vaskuler (permaebilitas membaran meningkat) adalah relaksasi
muskulus vaskuler yang menyebabkan jaringan hiperemis. Proses transudasi
yang terjadi melalui membran sel, diikuti lepasnya sel PMN
5. Histopatologi (polimorfonuklear) ke jaringan. Jika fibrinogen terekstravasasi kedalam
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis
jaringan juga, maka terjadilah mekanisme pembekuaan .
apendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran
histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa
2. Emigrasi neutrofi
belum adanya kriteria gambaran histopatologi apendisitis akut secara universal dan
Emigrasi neutrofil dimulai dengan menempelnya sel ini pada permukaaan
tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan
endotel. Sel PMN tampak dominan menempel pada permukaan endotel.
opersi Riber et al, pernah meneliti variasi diagnosis histopatologi apendisitis akut.
Emigrasi sel neutrofil pada area inflamasi disebabkan adanya faktor kemotatik.
Hasilnya adlah perlu adanya komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi
Keterlibatan proses immun-kompleks dalam proses awal inflamasi,
dengan ahli bedahnya.
menyebabkan faktor kemotaktik mengaktivasi komplemen C5a. Komplemen
C5a ini kemudiaan menyebabkan sel PMN tertarik ke area inflamasi. Produk
Difinisi histopatologi apendisitis akut: bakteri juga bersifat kemotaktik terhadap sel PMN. Intensitas dan durasi
1 Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel. emigrasi sel PMN biasanya dalam 24-48 jam, tergantung faktor kemotaktik
2 Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel. pada area inflamasi
Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan
3 epitel. 3. Eemigrasi sel mononuclea
4 Sel granulosit diatas lapisan serosa apendiks dengan abses apendikuler, Proses ini dimulai 4 jam setelah adanya stimulasi dan mencapai puncaknya 16-
dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa. 24 jam. Pada keadaan awal respon seluler, sel mononuklear akan tampak dalam
jumlah sedikit bersama sel polimorfonuklear. Keluarnya sel mononuclear ini
5 Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan distimulasi oleh proses fagositosis debris, produk fagositosis neutrofil, dan
keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis. sitokin . Proses terakhir inflamasi adalah proliferasi seluler

Reaksi fase akut (Acute phase reaction) 4. Pproliferasi seluler.


Reaksi fase akut adalah pertahanan pertama tubuh dalam melawan proses inflamasi Proses ini diawali dengan proliferasi fibroblas yang dimulai dalam 18 jam dan
(innate immune), yang berfungsi tanpa melalui sistem spesifik dan memori (adaptive mencapai puncaknya 48 sampai 72 jam. Fibroblas mengeluarkan acidic
immune). Inflamasi adalah respon terhadap kerusakan jaringan oleh stimulus yang mukopolysaccharides yang menetralisis afek beberapa mediator kimiawi. Pada
dapat berupa trauma mekanik, nekrosis jaringan, dan infeksi. Tujuan proses akhir proses ini diharapkan kembalinya fungsi area yang terkena inflamasi,
namun dalam beberapa keadaan, proses ini berakhir dengan terbentuknya abses Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
dan granuloma apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar
20%. Pada apendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.

Diagnosis Banding
 Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat)
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit dipertimbangkan sebagai diagnosis
 Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg)
banding, diantaranya adalah berasal dari saluran pencernaan seperti gastroenteritis,
 Diet rendah serat
ileitis terminale, tifoid, divertikulitis meckel tanpa perdarahan, intususepsi dan
 Antibiotika spektrum luas
konstipasi. Gangguan alat kelamin perempuan termasuk diantaranya infeksi rongga
 Metronidazol
panggul, torsio kista ovarium, adneksitis dan salpingitis. Gangguan saluran kencing
 Monitor : Infiltrat, tanda2 peritonitis(perforasi), suhu tiap 6 jam, LED, AL 
seperti infeksi saluran kencing, batu ureter kanan. Penyakit lain seperti pneumonia,
bila baik mobilisasi  pulang
demam dengue dan campak
 Kelainan Gastrointestinal
Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengoreksi dehidrasi ringan. Pipa
• Cholecystitis akut
nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk mengurangi bahaya
• Divertikel Mackelli muntah pada waktu induksi anestesi. Pada apendisitis akut dengan komplikasi
Merupakan suatu penonjolan keluar kantong kecil pada usus halus yang berupa peritonitis karena perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, karena
biasanya berlokasi di kuadran kanan bawah dekat dengan appendik. biasanya keadaan anak sudah sakit berat. Timbul dehidrasi yang terjadi karena
Divertikulum dapat mengalami inflamasi dan bahkan perforasi ( robek atau muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan febris. Anak memerlukan
ruptur). Jika terjadi inflamasi atau perforasi, harus ditangani dengan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan.
pembedahan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi
• Enterirtis regional abdomen dan mencegah muntah. Kalau anak dalam keadaan syok hipovolemik maka
• Pankreatitis diberikan cairan ringer laktat 20 ml/kgBB dalam larutan glukosa 5% secara
intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indikasi.
 Kelainan Urologi
Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan dan
• Batu ureter kekurangan cairan. Sebelum pembedahan, anak harus memiliki urin output sebanyak
• Cystitis 1 ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan demam diberikan acetaminophen suppositoria
(60mg/tahun umur). Jika suhu di atas 380C pada saat masuk rumah sakit, kompres
 Kelainan Obs-gyn alkohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol demam.
• Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan apendisitis,
• Salphingitis akut (adneksitis)  keputihan (+) antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi apendisitis.
Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan. Antibiotika
Penyakit peradangan panggul. Tuba falopi kanan dan ovarium terletak dekat berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman. Pemberian
appendik. Wanita yang aktif secara seksual dapat mengalami infeksi yang antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-kasus perforasi
melibatkan tuba falopi dan ovarium. Biasanya terapi antibiotik sudah cukup, dan apendisitis . Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat
pembedahan untuk mengangkat tuba dan ovarium tidak perlu. kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob
dan anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi
Penatalaksanaan ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg) dalam
 Appendiktomi dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan
 Cito  akut, abses & perforasi menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi. Metronidasol aktif terhadap
 Elektif  kronik bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan.
Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin
Pembedahannya adalah dengan apendektomi, yang dapat dicapai melalui insisi Mc  Dilakukan Incisi Gridion(MC.Burney) / paramedian / transversal pada kulit
Burney (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993). Tindakan pembedahan pada kasus dengan mess / pisau besturi kira-kira 5–7 cm  kontrol perdarahan
apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui  Incisi diperdalam lapis demi lapis dengan mess / cauter sampai tampak
laparotomi (Raffensperger,1990; Mantu, 1994; Ein, 2000). Aponeurosis MOE
 Aponeurosis MOE dibuka dengan mess searah seratnya, diperlebar ke
craniolateral dan caudomedial dengan pertolongan pinset anatomis,
Wondhaak tumpul dipasang dibawah MOE, sampai tampak MOI yang
Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi : seratnya transversal
1. Cutis 6. MOI  MOI dan m.Transversus abdominis dibuka secara tumpul dengan klem / pean
2. Sub cutis 7. M. Transversus dengan bantuan pinset anatomis searah seratnya , kemudian diperlebar dengan
3. Fascia Scarfa 8. Fascia transversalis langenback sampai tampak peritonium warna putih mengkilat, haak dipasang
4. Fascia Camfer 9. Pre Peritoneum dibawah m. Transversus abdominis
5. Aponeurosis MOE 10. Peritoneum  Dengan pinset chirrugis 2 buah peritoneum diangkat  gunting diantara kedua
pinset, perhatikan cairan yang keluar : pus, udara, darah  peritoneum dijepit
APPENDECTOMY dengan kocher sonde 2 buah  pinset dilepas  diperluas kearah cranial dan
caudal dengan gunting dengan tuntunan dua jari / pinset untuk
 Appendisitis Akut disebut : Appendictomi Chaud
melindungi usus / organ lain  pasang langenback 2 buah
 Appendisitis Kronis disebut : Appendictomi Froid
 Evaluasi apakah ada cairan, darah atau pus  pus(+) lakukan pemeriksaan
bakteriologis
Indikasi  Cari Caecum dengan tanda2 :
1. Appendisitis Akut
• Warna putih
2. Appendisitis kronis
• Terdapat taenia coli
3. Peri appendicular infiltrat dalam stadium tenang (a-Froid)
4. Appendiks terbawa pada laparatomi operasi kandung empedu • Dinding tebal
5. Appendisitis perforata • Terdapat appendices epiploica

 Setelah caecum ditemukan dikeluarkan / diluxir dengan pinset anatomis 


Macam Incisi pada appendectomi dengan dua jari / gaas basah, ditarik kearah bawah, keluar dan keatas 
 Gridiron incision ( Mc Burney incision) appendiks akan ikut keluar  Identifikasi appendiks (odem, hiperemis, fecalith)
 Incisi tegak lurus garis Mc Burney  Bila appendiks mudah keluar lanjutkan dengan antegrade appendictomy, dan bila
 Caecum lebih mudah dipegang sukar keluar lanjutkan dengan retrograde appendictomy.
 Kontaminasi kuman minimal

 Incisi Paramedian kanan


 Antegrade Appendictomy
 Caecum lebih sukar dipegang • Setelah appendiks keluar, mesoappendiks dipegang dengan klem arteri /
 Kontaminasi lebih besar Ellis klem dekat ujung appendiks.
 Terutama pada wanita, sekaligus explorasi adnexa, genetalia interna, • Pasang klem 2 buah diantara appendiks dan mesoappendik dari ujung
meragukan appendiks  mesoappendiks digunting diantara kedua klem 
mesoappendiks diligasi dengan zide 2.0  ulangi terus sampai pangkal
 Incisi Transversal appendiks
• Pangkal appendiks dijepit dengan 2 klem / kocher  dilandasi kasa
Prosedur Appendektomi betadin dipotong dengan mess  pangkal appendiks diligasi side 2.0 
 Desinfeksi medan operasi dengan alkohol 70 % kemudian betadin 10 % klem dilepas  bekas appendik yang terpotong dicauter untuk cegah
 Pasang doek steril kecuali daerah tindakan  pasang doek klem  pasang doek fistel
lubang • Buat tabakzak naad / jahitan tembakau sekitar pangkal appendiks pada
lapisan seromuscularis caecum dengan side 2.0  appendiks dipegang
dengan pinset anatomis dorong kearah caecum, sambil mempererat
tabakzak naad, sedikit demi sedikit sambil melepas pinset pelan-pelan  Komplikasi yang terjadi setelah pembedahan apendisitis diantaranya adalah
Caecum dimasukkan kembali ke rongga perut infeksi. Beberapa tahun yang lalu insidensi infeksi setelah pembedahan sebesar
• Lakukan penutupan luka 20-40%, insidensi ini mengalami penurunan sampai sekitar 5% setelah
- Peritoneum dijahit dengan catgut Plain 2.0 secara continous digunakannya tripel antibiotika. Infeksi setelah pembedahan sering terjadi pada
withtlocking / jelujur Feston apendisitis perforasi atau gangrenosa. Meskipun infeksi bisa terjadi di sejumlah
- MOI & M.Transversus abdominis dijahit simpul / interupted dengan lokasi, infeksi yang terletak di lokasi pembedahan yang paling sering, yaitu pada
catgut chromic 2.0 luka subkutan dan dalam rongga abdominal. Insidensi kedua komplikasi ini
bervariasi tergantung pada derajat apendisitis, umur penderita, kondisi fisiologis
- Aponeurosi MOE dijahit simpul dengan plain catgut 2.0 dan tipe penutupan luka.
- Subcutis dijahit simpul dengan cromic 2.0 Obstruksi intestinal bisa terjadi setelah pembedahan pada kasus apendisitis, hal ini
- Cutis dijahit simpul dengan side 3.0 disebabkan oleh abses, phlegmon intraperitoneal atau adhesi. Infertilitas dapat
terjadi pada perempuan dengan apendisitis perforasi (Cloud, 1993; Lally, 2001).
 Retrograde Appendictomy
• Setelah caecum keluar , appendiks sukar dikeluarkan, mesoappendiks di Komplikasi Lain :
basis appendiks dibuka kemudian dibuat lubang pada mesenterium  Nekrosis dinding appendiks
dengan klem yang tertutup  Perforasi dinding appendiks  pus keluar masuk cavum peritonii
• Pangkal Appendiks diklem melalui lubang tersebut  diligasi dengan • General peritonitis
zide 2.0  dipotong antara klem dan ikatan  bekas potongan dicauter • Periappendikular infiltrat / Phlegmon / Mass
• Buat tabak zak naad  appendiks diinvaginasikan kecaecum dengan Appendiks yang mengalami perforasi(mikroperforasi) segera
pinset  tabak zak dieratkan pelan-pelan sambil melepas klem ditutup (walling of) oleh omentum dan usus halus  gumpalan
• Mesoappendiks diklem  dipotong secara retrograde  diligasi dengan massa rdangberlanjut mjd:Periappendicular abses
zide 2.0  Sepsis
 Appendisitis kronis

Komplikasi Penyulit Appendektomi :


Bila tidak ditangani dengan baik maka apendisitis akut dapat mengalami perforasi 1. Durante Operasi
dan berlanjut menjadi peritonitis lokal maupun umum.  Perdarahan dari a. mesenterium / omentum
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah perforasi baik berupa perforasi bebas  Robekan sekum atau usus lain
maupun perforasi pada bagian apendiks yang telah mengalami pendindingan
(Walling off) sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan mesoapendiks, 2. Pasca Operasi
apendiks, sekum dan lengkung usus yang disebut sebagai massa periapendikuler  Perdarahan
Pada anak sering terjadi perforasi bebas, hal ini disebabkan oleh:  Infeksi
1. ding apendiks yang masih tipis,  Hematom
2. anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis dan proses  Paralitik ileus
pendindingan kurang sempurna,  Peritonitis
3. perforasi berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.  Fistel usus
 Streng Ileus karena band
Terjadinya massa periapendikuler bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi  Hernia sikatrik
ditutupi pendindingan oleh omentum dan lengkung usus. Pada massa
periapendikuler yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran Sistem skor Alvarado
pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis umum
Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan
Komplikasi lain yang cukup berbahaya adalah pylephlebitis, yaitu merupakan
gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak, orang tua dan
thrombophlebitis supurativa pada sistem vena porta akibat perluasan infeksi
dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal
apendisitis. Gejalanya berupa menggigil, demam tinggi, ikterik ringan dan abses
yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka
hepatik (Way, 2003).
apendektomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%
(Ramachandran, 1996). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas tidak lengkap maka skor Alvarado semakin rendah, mendekati 1, ini mengarahkan
pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara kepada apendisitis kronis atau bukan apendisitis.
untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan
instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring yang didasarkan pada gejala dan tanda klinis
Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, apendisitis akut, telah banyak dipergunakan. Pada tulisan aslinya, Alvarado
cepat dan kurang invasif (Seleem; Amri dan Bermansyah, 1997). Alfredo Alvarado merekomendasikan untuk melakukan operasi pada semua pasien dengan skor 7
tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan atau lebih dan melakukan observasi untuk pasien dengan skor 5 atau 6
dua temuan laboratorium.
Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat Skor Alvarado untuk diagnosis apendisitis akut:
keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko
meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri tekan di abdomen Gejala dan tanda: Skor
kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan , temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis Nyeri berpindah 1
dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis
mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga Anoreksia 1
kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10 (Alvarado, 1986; Rice, 1999). Mual-muntah 1
Nyeri fossa iliaka kanan 2
Skor Alvarado Nyeri lepas 1
Faktor Risiko Skoring 0
Peningkatan suhu > 37,3 C 1
~ migrasi nyeri 1
~ nausea dan vomitus 1 Jumlah leukosit > 10x103/L 2
~ anoreksia 1 Jumlah neutrofil > 75% 1
Tanda
~ nyeri kuadran kanan Total skor: 10
2
bawah
~ nyeri lepas tekan 1 Andersson, dalam studi meta-analisis gejala klinis dan laboratorium mendapatkan
~ temperatur > 37,20C 1 hasil bahwa riwayat nyeri berpindah (migration pain) dari umbilikus dan reaksi
Laboratorium peritoneal (nyeri tekan kanan bawah, nyeri lepas/Rebound’s sign, Rovsing’s sign)
~ angka lekosit > 10.000 2 adalah informasi diagnostik apendisitis akut yang penting (Andersson, 2004)
~ persentase netrofil >
1 ALVARADO SCORE
75%
1. Vomitus/nausea 1 Nilai : < 4 kronis
2. Anoreksia 1 4 – 7 ragu2
Penelitian yang dilakukan oleh Amri dan Bermansyah (1997) mengenai skor 3. NT Mc Burney 2 > 7 akut
Alvarado pada diagnosis apendisitis akut dengan skor pembatas (cut off point) 6 , 4. Nyeri lepas 1
didapatkan sensitivitas: 90,90% dan spesifisitas: 75,75% dengan akurasi diagnostik: 5. Nyeri alih 1
83,33%, Tranggono (2000) melaporkan dengan memakai skor pembatas (cut off 6. Demam > 37,2 C 1
point) 7 didapatkan sensitivitas: 71,43% dan spesifisitas: 69,09% dengan akurasi 7. AL > 10.000 2
diagnostik 69,74%. Sedangkan Fenyo melaporkan sensitivitas: 90,20% dan 8. Segmen > 70 1
spesifisitas: 91,40%. Nilai 10
Berdasarkan skoring terhadap faktor risiko yang digunakan dalam sistem skor
Alvarado seperti tertulis di atas maka dapat diasumsikan bahwa semakin lengkap
gejala, tanda dan pemeriksaan laboratorium yang muncul atau keberadaannya positif Klasifikasi Klinikopatologi Cloud
maka skor Alvarado akan semakin tinggi, mendekati 10, ini mengarahkan kepada Klasifikasi apendisitis pada anak yang sampai saat ini banyak dianut adalah
apendisitis akut atau apendisitis perforasi. Demikian pula sebaliknya jika semakin klasifikasi yang berdasarkan pada stadium klinikopatologis dari Cloud, klasifikasi
ini berdasarkan pada temuan gejala klinis dan temuan durante operasi :
1. Apendisitis Simpel (grade I): Stadium ini meliputi apendisitis dengan apendiks kesembuhannya diperlukan tindakan pembedahan. Demikian juga setelah
tampak normal atau hiperemi ringan dan edema, belum tampak adanya eksudat tindakan pembedahan kadang-kadang terdapat komplikasi yang dapat
serosa. memperpanjang masa perawatan dan bahkan dapat meningkatkan angka
2. Apendisitis Supurativa (grade II): Sering didapatkan adanya obstruksi, apendiks mortalitas.
dan mesoapendiks tampak edema, kongesti pembuluh darah, mungkin didapatkan
adanya petekhie dan terbentuk eksudat fibrinopurulen pada serosa serta terjadi
kenaikan jumlah cairan peritoneal.
Pada stadium ini mungkin bisa tampak jelas adanya proses “ Walling off “ oleh Menurut Al Ibrahim et al (1990), resiko terjadinya infeksi setelah pembedahan
omentum, usus dan mesenterium didekatnya. dapat berasal dari faktor pembedahannya, maupun dari faktor penderita sendiri.

3. Apendisitis Gangrenosa (grade III): Selain didapatkan tanda-tanda supurasi I. Faktor Resiko Dari Pembedahan.
didapatkan juga adanya dinding apendiks yang berwarna keunguan, kecoklatan Beberapa hal yang dapat menimbulkan infeksi pasca bedah dari segi pembedahan
atau merah kehitaman (area gangren). Pada stadium ini sudah terjadi adanya adalah :
mikroperforasi, kenaikan cairan peritoneal yang purulen dengan bau busuk. a. Tipe prosedure bedah.
Pembedahan pada mata mempunyai resiko infeksi yang paling rendah. Angka
4. Apendisitis Ruptur (grade IV): Sudah tampak dengan jelas adanya ruptur infeksi yang tinggi terjadi pada pembedahan toraks, bedah umum dan
apendiks, umumnya sepanjang antimesenterium dan dekat pada letak obstruksi. kandungan. Angka infeksi pasca bedah paling tinggi didapatkan pada
Cairan peritoneal sangat purulen dan berbau busuk. pembedahan perut yang menembus organ berongga.

5. Apendisitis Abses (grade V): Sebagian apendiks mungkin sudah hancur, abses b. Lama pembedahan.
terbentuk disekitar apendiks yang ruptur biasanya di fossa iliaka kanan, lateral Pembedahan yang berlangsung 2 jam atau lebih berhubungan dengan
dari sekum, retrosekal, subsekal atau seluruh rongga pelvis bahkan mungkin kejadian infeksi pasca bedah yang tinggi.
seluruh rongga abdomen. c. Pembedahan emergency
Dibanding dengan pembedahan elektif, pembedahan emergency mempunyai
Menurut klasifikasi klinikopatologi Cloud apendisitis akut grade I dan II belum angka infeksi pasca bedah yang lebih tinggi.
terjadi perforasi (apendisitis simpel) sedangkan apendisitis akut grade III, IV dan V d. Faktor lokal
telah terjadi perforasi (apendisitis komplikata). Faktor lokal yang meningkatkan terjadinya infeksi termasuk adanya jaringan
nekrotik, rongga mati, penurunan perfusi lokal, hematoma dan adanya benda
asing.
Antibiotika Profilaksis pd Apendisitis Kronis e. Derajat pencemaran luka selama pembedahan
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 Infeksi luka merupakan penyebab tersering terjadinya infeksi pasca bedah,
dan merupakan tipe terbanyak dari infeksi nosokomial setelah infeksi traktus
Pemberian antibiotika pada kasus kasus bedah bertujuan untuk menurunkan urinarius. Terjadinya infeksi pasca operasi sangat ditentukan oleh derajat
morbiditas dan mortalitas infeksi bedah. Infeksi bedah didefinisikan sebagai infeksi pencemaran oleh mikroorganisme, dan derajat tersebut berhubungan
yang terjadi setelah tindakan pembedahan atau kasus-kasus infeksi yang langsung dengan prosedur yang dilakukan.
penyembuhannya memerlukan tindakan pembedahan disamping anti biotika.
The Nationale Reserch Counsil telah mengusulkan klasifikasi luka operasi
Iinfeksi bedah dibedakan dengan infeksi medikal, oleh karena pada infeksi bedah
berdasarkan atas kontaminasinya dan peningkatan resiko operasi sebagai
terdapat masalah mekanik atau anstomis yang harus diatasi dengan tindakan invasif
berikut :
atau tindakan pembedahan. Al Ibrahim et al, (1990) mengatakan kasus kasus infeksi
setelah pembedahan adalah masalh klinik yang besar. Dikatakan di Amerika Serikat 1) Luka bersih (kelas I)
insidensi luka infeksi setelah pembedahan secara keseluruhan diperkirakan sebesar Luka bersih adalah luka yang tidak menembus rongga –rongga di dalam
7,5 %, dan angka tersebut menimbulkan peningkatan biaya perawatan sebesar 10 tubuh termasuk traktus gastrointestinalis, respiratorius dan traktus
juta dolar setiap tahun. Proses radang yang mengenai appendik fermiformis atau urogenitalis. Tidak terdapat pelanggaran terhadap teknik aseptik, dan
appendisitis adalah merupakan salah satu contoh kasus infeksi bedah, karena untuk tidak terdapat proses peradangan di tempat lain. Tempat pembedahan
steril dan kontaminasi bersumber dari luar. Stafilokokus aureus adalah Tumor ganas yang solid pada traktus digestivus dapat menimbulkan
penyebab terbanyak infeksi luka operasi pada luka bersih. Luka bersih obstruksi, ulserasi dan perforasi yang dapat merupakan predisposisi
mempunyai angka infeksi pasca operasi yang terendah (1-4%). Contoh untuk terjadinya infeksi.
prosedure operasi yang termasuk luka bersih adalah operasi hernia. e. Pemondokan yang lama sebelum pembedahan
Diluar kasus-kasus emergency, angka infeksi pasca operasi didapatkan
lebih tinggi jika pemondokan preoperasi lebih lama.

2) Luka Bersih terkontaminasi (klas II) f. Penggunaan anti biotika sebelumnya


Yang termasuk luka bersih terkontaminasi adalah luka operasi yang Penggunaan anti biotika terhadap infeksi yang sedang berlangsung atau
menembus traktus digestivus traktur respiratorius tetapi tidak terjadi infeksi sebelumnya akan menimbulkan perubahan flora mikrobial yang
pencemaran yang berarti. Prosedure tersebut termasuk menembus orofaring, normal dan bahkan dapat menimbulkan pseudomembranous colitis.
vagina, traktus urinarius dan traktus billiaris yang tidak terinfeksi. g. Terapi dengan imunosupresif
Pelanggaran kecil terhadapap teknik aseptik juga diklasifikasikan sebagai h. Terdapatnya infeksi pada tempat lain
luka bersih terkontaminasi. Pada luka jenis ini terjadi tambahan pencemaran Angka infeksi pasca bedah pada penderita yang mengalami infksi
dari bakteri endogen, dan angka infeksi mencapai 5-15 %. Prosedure operasi sebelum pembedahan, didapatkan 3-4 kali lebih besar dibandingkan
yang damasukkan dalam kategori ini antara lain : koleksistektomi, dengan penderita yang tidak mengalami infeksi.
appendektomi subtotal gastrektomi, dan partial kolektomi. i. Tipe rumah sakit
Infeksi pasca bedah didapatkan lebih tinggi pada rumah sakit
3) Luka Kontaminasi (klass III) pendidikan dibandingkan dengan rumah sakit yang bukan tempat
Prosedure yang termasuk kelas ini adalah prosedure yang disertai pendidikan.
pencemaran yang nyata dari isi organ berongga, adnya inflamasi akut tanpa
terdapatnya pus. Luka trauma yang baru , dan luka operasi yang disertai
pelanggaran besar terhadap teknik aseptik dimasukkan ke dalam kategori Antibiotika Profilaksis dan Pembedahan
ini. Angka kejaian infeksi pasca bedah adalah 15-40% Menurut Al Ibrahim et al (1990), tujuan pemberian antibiotika profilaksis pada
. pembedahan adalah untuk mencegah infeksi. Namun demikian perlu ditekankan
4) Luka Kotor (klasIV) disini bahwa untuk mencegah infeksi pasca bedah perlu memperhatikan empat hal
Luka operasi kotor adalah luka operasi yang tercemari oleh pus atau terdapat yaitu :
perforasi fiscus. Luka traumatik yang lama juga termasuk dalam kategori 1) taktik pembedahan,
luka kotor. Angka infeksi pasca operasi adalah 40% atau lebih. 2) Teknik pembedahan,
3) perawatan pre dan pasca operasi,
4) pemberian antibiotika (Geroulanos et al, 1989).
II. Faktor Resiko Dari penderita Menurut Al Ibrahim et al, (1990), masih didapatkan beberapa kontroversi dalam hal
Faktor resiko dari penderita dapat bersifat umum dan dapat bersifat organ
pemberian anti biotika profilaksis, baik dalam hal diberi atau tidak, cara pemberian
spesifik atau lokal. Yang termasuk faktor-faktor umum adalah sebagai berikut :
maupun jenis antibiotika yang dipergunakan. Untuk beberapa macam prosedur
a. Malnutrisi.
pembedahan yang mempunyai resiko infeksi yang rendah pemberian antibiotika
Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% penderita yang dipondokkan
profilaksis adalah tidak pada tempatnya.
mungkin mengalami gangguan nutrisi. Gangguan nutrisi yang berat akan
Menurut Alexander et al (1991), kontroversi yang berkepanjangan tersebut
menyebabkan insidensi pasca operasi yang tinggi khususnya infeksi luka
disebabkan oleh karena kurangnya pengertian mengenai prinsip-prinsip dasar
operasi.
mengenai anti biotika dan infeksi bedah. Keputusan pemberian anti biotika
b. Umur diatas 65 tahun
profilaksis haruslah didasarkan kepada besarnya manfaat yang didapat,
Penelitian menunjukkan bahwa angka infeksi pasca operasi meningkat
dibandingkan dengan besarnya efek yang merugikan.
sesuai dengan peningkatan umur. Angka infeksi tersebut mencapai 8-13%
lebih tinggi pada penderita yang berumur 65 tahun atau lebih.
Prinsip-prinsip pemberian antibiotika profilaksis dijelaskan sebagai berikut (Jones,
c. Diabetes melitus  Penderita sangat rentan terhadap infeksi.
1988 ; Al Ibrahim et al 1990).
d. Tumor ganas
1. Antibiotika profilaksis dan tipe luka
Pemberian anti biotoka profilaksis sebaiknya difunakan pada opersi-operasi yang (1990), menggunakan cefoxitim 2 gr perioperatif dan ditambah 1 gr lagi 6 jam
mempunyai resiko infeksi pasca operasi tinggi. Anti biotika profilaksis diberikan berikiutnya untuk appendisitis yang tidak perforasi. Apabila penderita alergi
juga pada operas-operasi dengan luka bersih yang bila terjadi infeksi menimbulkan terhadap safalospirin atau penicilin, digunakan bagi yang tidak perforasi
akibat yang sangat berat, seperti endokarditis pada penggantian kelep, atau pada metronidazole 500 mg preoperatif dan gentamisin 1,5 mg /kg iv. Menurut
penggantian sendi panggul dengan protesa. Luka kotor ditangani seperti Alexander et al (1991), telah dapat dibuktikan dengan jelas bahwa pemberian anti
penanganan luka infeksi dan antibiotika profilaksis tidak mencukupi. biotik yang maksimal akan tercapai bila pemberiannya akan dilakukan
2. Penentuan jenis kuman preoperatif.
Bakteri yang paling banyak menimbulakn infeksi pada luka bersih adalah
stapilokokus dan stretokokus. Dilain pihak pada luka bersih terkontaminasi Apendektomi Insidental
atau luka kontaminasi, bakteri yang menimbulkan infeksi biasanya bersumser -----------------------------------------------------------------------------------------------------D-Collection 2002
dari daln seperti dari traktus digestivus atau traktus urinarius. Bakteri yang
sering menimbulkan infeksi tersebut sebaiknya diidentifikasi, dan antibiotika
yang dipilih haruslah cocok dengan mikroorganisme tersebut. Apendektomi Insidental ialah Suatu tindakan apendektomi dengan tujuan
sebagai propilaksis. Pelaksanaan apendektomi insidental merupakan hal yang
3. Timing dan konsentrasi dari antibiotika kontroversial, mungkin sebaiknya tak perlu dilakukan pada sebagian besar penderita.
Dengan beberapa perkecualian seperti contoh anti biotika yang terarbsobsi Apendektomi insidental secara selektif pada penderita dengan resaiko tinggi untuk
pada pembedahan kolorektal antibiotika sebaiknya telah sampai pada tempat apendisitis atau nyeri kuadran kanan bawah mungkin memegang peranan.
operasi, dengan konsentrasi yang cukup pada saat melakukan irisan, dan Apendektomi insidental pada histrektomi atau cholecystictomi tidak akan
konsentrasi tersebut dipertahankan selama pembedahan. meningkatkan komplikasi, tetapi tidak akan meningkatkan efektifitas secara
finansial (cost) jika ini meningkatkan charge pembedahan, sebab sebagian besar
4. Efek samping dan pembiayaan apendisitis terjadi pada penderita muda dan sebagian besar apendektomi insidental
Antibiotika yang dipilih sebaiknya yang menimbulkan efek samping yang terjadi pada penderita tua, insidental apendektomi secara rutin mungkin tidak akan
paling minimal, dan kalau mungkin yang mempunyai harga yang paling murah. berpengaruh secara nyata terhadap pengurangan rawat inap karena apendisitis.
Meskipun insidental apendektomi dikontra indikasikan pada kondisi-kondisi
5. Lama penggunaan antibiotika tertentu, penerapannya secara selektif pada penderita muda (misal 10 – 30 th) pada
Penggunaan antibiotika profilaksis sebaiknya dalm waktu pendek, misalnya status kesehatan yang baik, tetapi beresiko apendisitis mungkin menguntungkan.
selama operasi. Penggunaan yang lama tampaknya tidak memberikan hasil Perempuan muda yang menderita keluhan pelvis berulang atau nyeri, mungkin
yang lebih baik. Dilain pihak penderita akan dirugikan oleh biaya yang menguntungkan untuk dilakukan insidetal apendektomi.
seharusnya tidak perlu dan resiko efek samping yang mungkin terjadi. Kami telah sering melakukan insidental apendektomi saat insisi kanan bawah di
lakukan untuk operasi-operasi seperti reduksi intususepsi, ini pada umumnya
dipikirkan untuk mengurangi kebingungan bila jika terjadi nyeri kanan bawah di
Pemberian antibiotika pd Apendisitis kemudian hari. Tidak ada trial sedara klinik yang mendukung yang berhubungan
Luka operasi pada pembedahan appendisitis pada umumnya termasuk katagori luka
dengan aproach beyeleuf. Apendektomi insidental pada kondisi-kondisi tertentu
bersih terkontaminasi, kecuali terjadi gangren atau perforasi dari appendik (Al
seperti limpodenectomi secara radial perinatal untuk kanker testis atau groft
Ibrahim et al 1990 ; Condon et al 1991 ).
vasculer, di kaitkan dengan konplikasi infeksi yang lebih tinggi sebaiknya dihindari.
Dikatakan pemberian anti biotika profilaktis pada appendisitis masih merupakan
Pada studi dengan 4,5 kasus dengan insidental apendektomi pada 1910 anak yang
kontroversi. Penelitian kontrol-trial yang membandingkan pemberian antibiotika
mengalami nefrektomy karena williams tumor, tidak ditemukan peningkatan
dan plasebo, secara konsisiten menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang
komplikasi infeksi atau obstruksi post operasi pada penderita yang mengalami
efektif terhadap kuman anaerob, baik terhadap pemberian tersendiri maupun
insidental apendektomi. Indikasi lain insidental apendektomi mungkin meliputi akut
pemberian kombinasi terbukti terbukti efektif dalam menurunkan infeksi luka pasca
atau kronis di kuadran kanan bawah dimana apendisitis di temukan normal saat
operasi. Sedangkan pemberian antibiotika yang terutama aktif terhadap kuman aerob
eksplorasi. Sebagai tambahan penderita dengan crohn’s desease yang merasa nyeri
tidak konsisten efektif. Dikatakan hal ini adalah merupakan penemuan yang aneh,
kuadran kanan bawah, saat dilakukan operasi eksplorasi pada umumnya cenderung
sebab kebanyakan kuman yang berhasil diisolasi dari luka adalah escherichia coli
di lakukan apendektomi untuk menghindari dilema diagnostik di masa yang akan
(Alexander et al 1991). Meskipun eschericia coli adalah kuman aerob, pemberian
datang. Menurut Tai Sugimoto (1987), secara cost sangat menguntungkan dilakukan
anti anaerob tampaknya sangat esensial. Antibiotika mungkin mempunyai peranan
dilakukan apendektomi incidental.
yang kecil kecuali appendik dalam keadaan gangren atau perforasi. Al Ibrahim et al
Appendektomi incidental masih kontrapersial untuk dilakukan, ada 4 indikasi untuk
dilakukan appendektomi incidental menurut sabiston 2001:
• nyeri perut kanan bawah yang terusmenerus
• tumor williams
• pada durante operasi ditemukan apendik, hiperenis, udema
• Banyak Preperitoneal fat  H.Adiposa, H.epigastrika
HERNIA • Distensi dinding perut  ascites, partus
----------------------------------------------------------------------------------------------------D-Collection 2002 • Sikatrik  jahitan tak sempurna
• Penyakit yang melemahkan otot2 dinding perut  poliomyelitis
anterior
Definisi
Suatu keadaan keluarnya jaringan/organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu Faktor2 yang mempengaruhi Insiden Hernia
lubang/celah keluar di bawah kulit atau menuju rongga lainnya ( secara  Herediter  Individu type asthenik (fascia transversa abdom lemah)
kongenital / aquisital)  Umur dan Pekerjaan  usia > 50 th krn dinding perut mulai melemah
Kelainan kongenital misal : batang otak turun melalui foramen occipital magnum.  Jenis Kelamin
Berdasarkan definisi di atas , bila ada suatu organ yang keluar sampai ke kulit  HIL banyak pada laki2 krn terdapat processus vaginalis peritonii
disebut Hernia, misal : post laparatomi, timbul infeksi pada jahitan sehingga jahitan  H.Femoralis banyak pada wanita karena :
robek (dehisiensi) dan terjadi eviserasi ( jahitan robek organ keluar ke permukaan • Sering partus  tekanan intraabdominal meningkat dan anulus
kulit ). Hernia terjadi akibat adanya tempat2 yang lemah disebut Locus Minoris femoralis melemah
Resistentiae (LMR), misal : • Bentuk pelvis lebih horisontal  tekanan lig inguinale lebih besar 
• Acquisita : Fascia transversa abdominis anulus femoralis melemah
• Kongenital : Processus vaginalis peritonii persistent  Keadaan Tubuh
Obesitas  preperitoneal fat banyak  fasc transversa abdominis lemah 
Bagian-bagian Hernia H.Adiposa
1. Pintu Hernia  LMR yang dilalui kantong hernia
2. Kantong Hernia  peritoneum parietal  Conjoint tendon dibentuk oleh MOAI & m.transversus abdominis
Tidak semua hernia mempunyai kantong, misal : H.Incisional,H.Adiposa  Trigonum Hasselbachii terletak antara m.rektus abdominis dan Fovea
3. Leher Hernia  bagian tersempit inguinalis medialis
4. Isi Hernia  Gaster, usus, vu, ovarium, omentum
Pembagian Hernia
Etiologi  Secara Klinis
 Kongenital • Reponabilis  dapat dimasukkan kembali tanpa operasi
• Sempurna  proses intra uterin • Irreponabilis  Tidak dapat dimasukkan, harus operasi (strangulasi)
Terjadi sejak lahir, misal : H.Umbilikalis, H.Epigastrika, Omphalocele • Inkarserata  H.Irreponabilis disertai gejala Illeus
congenital • Akreta  mengalami perlengketan

• Tidak Sempurna  Hernia Abdominalis


Waktu lahir tak tampak, setelah ada faktor predisposisi baru nampak, misal : • Externa
HIL akibat processus vaginalis abdominis persistens tak dapat masuk ke Isi hernia berasal dari cavum abdominalis melalui LMR keluar sampai
scrotum subkutis, terdiri dari :
 HIL, HIM
 Acquisita  Umbilikalis
• Tekanan intra abdominal yang meninggi  Epigastrika
Pada pasien2 yang sering mengejan, faktor pencetus : Batuk kronis, BPH,  Lumbalis
partus, ascites,vesicolithiasis  Semilunaris
• Konstitusi tubuh  Pelvica  femoralis, obturatoria, perinealis, ischiadica
Orang gemuk lebih sering dari orang kurus (Asthenis), karena banyak
jaringan lemaknya • Interna
Isi hernia dari cavum abdominalis masuk ke rongga lain
Diagnosis ditentukan dengan rontgen foto Komplikasi Hernia
• Intra-peritonealis
• Perlekatan / H.Akreta
 H.Epiploicum Winslowi
• Hernia Irreponabilis
 H.Bursa omentalis
 H.Mesenterica • Jepitan  vaskularisasi terganggu  iskhemi  ganggren  nekrose
• Retro-peritonealis • Infeksi
 H.paraduodenalis • Obstipasi  obstruksi / konstipasi
 H.recessus illeocecalis • Hernia Inkarserata  Illeus
 H.recessus sigmoideus
• Hernia Diafragmatica  Morgagni. Bochdalek, Hiatal Diagnosis
 Anamnesis
 Ada tidaknya kantong  Timbul benjolan/massa yang semakin membesar pada posisi berdiri dan
• Berkantong  peritoneum akan mengecil pada posisi tidur
• Tidak berkantong  H.adiposa, H.Incisionalis, H.sikatriks  Pada anak kecil : sering nangis? mengejan, batuk, kencing lancar/tidak
 Pada usia lanjut : pekerjaan & aktivitas,penyakit kronis, BPH, sering partus
 Hernia bentuk khusus  Hernia femoralis : benjolan pada kaki
• Hernia Richter  Bila isinya usus  3 hari menimbulkan hernia inkarserata
Sebagian dinding usus menonjol, sedang sebagian besar dari usus diluar  Bila isinya bukan usus  gangguan (-) misal : tuba,omentum,ovarium
kantog hernia.
 Pemeriksaan Fisik
• Hernia Littre  Inspeksi
Kelainan embrionik, adanya divertikulum Meckeli yang keluar melalui • Pasien disuruh berdiri & mengejan  timbul benjolan pada lipat paha,
LMR bentuk lonjong (lateral), bulat (medial)
• Beda dengan limphadenopati  benjolan tetap ada pada posisi tidur
• Hernia Sliding • Benjolan di atas lipat paha (Inguinalis), dibawah lipat paha
Suatu keadaan dimana organ peritoneal (usus,colon sigmoid) seakan (femoralis)
meluncur kebawah, dan akan membentuk dinding posterior kantong • Benjolan pada scrotum kemungkinan : tumor, H.scrotalis atau
hernia. hidrocele. diapanaskopi  (+) hidrocele
Untuk bedakan tumor atau hernia  disuruh mengejan  bertambah
• Hernia Interstitialis besar (hernia)
Akibat kesalahan reposisi, sehingga organ tidak masuk ke cavum
abdomen tetapi masuk ke celah antara jaringan (lamina  Palpasi
musculoaponeurotic) • Teraba massa , fluktuasi(+), batas tegas
Akibat yang ditimbulkan : pembuluh darah pecah, ruptur isi hernia • Beda HIL & HIM  Pada HIL :
• Anulus inguinalis lateral ditekan, penderita disuruh mengejan 
• Hernia Pantalon teraba benjolan
Terdapatnya H.Inguinalis dan medial secara bersama-sama pada satu • Annulus inguinalis medial ditekan, penderita mengejan  teraba
sisi. benjolan
• Pada anak-anak : teraba silk sign (seperti benang sutera), merupakan
• Hernia Spiegel proc vaginalis persisten
Terjadi pada linea semilunaris dibawah linea semisirkularis, namun  Perkusi  tympani bila isinya usus
diatas vasa epigastriga inferior menyilang tepi lateral m.rektus  Auskultasi  suara usus
abdominis  Diapanaskopi (Transiluminasi)  melihat ada tidaknya cairan untuk
membedakan dengan hidrokele
• Hernia Permagna  separo isi rongga perut masuk ke kantong hernia
Penanganan Hernia • Hernioraphy
Mengikat leher hernia & menggantungkannya ke conjoint tendon
 Konservatif
 Reposisi  memasukan isi hernia ke dalam cavum abdomen
 Suntikan  setelah reposisi berhasil, cairan sklerotik (alkohol/kinin) • Hernioplasty
 Sabuk hernia  bila pintu hernia masih kecil Menjahitkan conjoint tendon pada ligamentum inguinale, agar LMR
hilang dan dinding perut menjadi kuat
 Operatif
 Indikasi Operasi Hernia pada Anak.
• Hernia Reponabilis  elektif  Usia < 1 tahun  teknik MICHELE BENC
• Hernia Irreponabilis  2x24 jam Dilakukan tanpa membuka aponeurosis musculus abdominis externus (tanpa
• Hernia Inkarserata  Speed operasi membuka canalis inguinalis medialis)
• Menilai keadaan hernia Cara :
• waktu : mengambil kantong hernia lewat annulus inguinalis medialis  herniotomy 
- < 24 jam : baru terjadi jepitan hernioraphy tanpa digantung pada conjoint tendon, tanpa hernioplasty
- 24 – 28 jam : Iskhemi
- 48 – 72 jam : Ganggren  Usia > 1 tahun  teknik POTT
- > 3 hari : nekrosis Cara : canalis inguinalis dibuka herniotomy  hernioraphy tanpa digantung
pada conjoint tendon , tanpa hernioplasty
• Usus :
 Kondisi usus membiru / iskhemi / nekrose
 Vaskularisasi :
Bila setelah pemberian NaCl (5 mnt) terjadi perubahan warna Hernia Inguinalis Lateralis
usus, dari biru menjadi merah (viabel), bila tetap (non
viabel/nekrose) Adalah hernia yang melalui annulus inguinalis abdominalis (lateralis/internus) dan
Bila non-viabel : mengikuti jalannya spermatid cord di canalis inguinalis serta dapat melalui annulus
- KU baik dilakukan reseksi kemudian disambung end to inguinalis subcutan (externus) sampai scrotum. Mempunyai LMR pada :
end  tutup  herniorapi, hernioplasty • Kongenital : Annulus inguinalis lateralis/internus  akibat kegagalan
obliterasi proc. Vaginalis peritonii
- KU jelek : dilakukan Vorlagerung/exteriorisasi • Acquisital : bagian lateral fovea inguinalis lateralis
Usus yg nekrose dikeluarkan ditaruh diatas paha, beri
lubang untuk keluar feses. 2-3 hari bila KU baik dilakukan Hernia inguinalis disebut juga hernia scrotalis bila isi hernia sampai ke scrotum
usus yang lubang di reseksi terus E to E anastomose.
 Peristaltik  (+) setelah pemberian NaCl terjadi peristaltik
Batas2 canalis inguinalis :
 Dinding depan : aponeurosis MOAE
 Tujuan :  Dinding belkg : Fascia transversa abdominis (muka)
• Reposisi isi hernia Peritoneum parietal (belakang)
• Menutup pintu hernia untuk hilangkan LMR  Atas : Tepi bebas m.transversus abdominis (belakang)
• Mencegah residif dengan memperkuat dinding perut Tepi bebas MOAI (muka)
 Caudal : Ligamentum inguinale
 Tahap Operasi
• Herniotomy Disebelah dalam canalis inguinalis disilangi oleh vasa epigastrica inferior , cabang
Membuka & memotong kantong hernia serta mengembalikan isi hernia vasa illiaca externa, merupakan dasar untuk membedakan HIL & HIM pada durante
ke cavum abdominalis operasi.
Fascia m.Transversus abdominis, annulus inguinalis internus, pre-peritoneal fat,
Hernia Inguinalis Medialis 
peritoneum
Adalah hernia yang berjalan melalui dinding inguinale ke belakang, medial dari vasa
epigastrica inferior ke daerah yang dibatasi oleh Trigonum Inguinalis / Hasselbachii Tehnik Operasi
(merupakan LMR)  Incisi inguinal 2 jari medial SIAS sejajar ligamentum inguinale ke tuberculum
pubicum
Batas2 Trigonum Hasselbachii :
 Caudal : Ligamentum inguinale  Incisi diperdalam sampai sampai nampak aponeurosis MOE  tampak crus
 Lateral : arteri epigastrica inferior medial dan lateralis yang merupakan anulus eksternus
 Media : Tepi lateral m.rektus abdominis  Aponeurosis MOE dibuka kecil dengan pisau , dengan bantuan pinset anatomis
dan gunting dibuka lebih lanjut ke kranial sampai anulus internus dan ke kaudal
DD benjolan pada lipat paha : sampai membuka annulus inguinalis eksternus. Hati2 dengan N.Ilioinguinalis
 Hidrocele pada funiculus spermaticus maupun testis dan N.Iliohypogastrik. M.cremaster disiangi sampai nampak funiculus
Cara membedakan : spermaticus
 Funiculus dibersihkan dicantol dengan kain kasa dibawa ke medial, sehingga
• Penderita mengejan, benjolan membesar  hernia
nampak kantong peritoneum
• Diapanaskopi (+)
 Peritoneum dijepit dengan 2 bh pinset  dibuka  usus didorong ke cavum
 Kriptorchismus
abdomen dengan melebarkan irisan ke proksimal sampai leher hernia,
 Limadenopati / Limadenitis inguinal
kantong sebelah distal dibiarkan
 Varices V>Sapena magna
 Leher hernia dijahit dengan kromik  puntung ditanamkan di bawah conjoint
 Lipoma
tendo dan digantungkan
 Selanjutnya dilakukan hernioplasty secara :
HERNIOTOMY  Ferguson
Indikasi : Funiculus spermaticus ditaruh disebelah dorsal MOE & MOI abdominis.
1. Hernia Inkarserata / Strangulasi (cito) MOI & transversus dijahitkan pada ligamentum inguinale dan meletakkan
2. Hernia Irreponabilis funiculus di dorsalnya. kemudian aponeurosis MOE dijahit kembali,
3. Hernia Reponabilis  atas indikasi sosial : pekerjaan sehingga tidak ada lagi canalis inguinalis.
4. Hernia Reponabilis yang mengalami incarserasi (HIL,Femoralis)
 Bassini
Prinsip semua hernia harus dioperasi, karena dapat menyebabkan inkarserasi / MOI & transversus abdominis dijahitkan pada ligamentum inguinal,
strangulasi. Herniotomy pada dewasa lebih dulu faktor2 penyebab harus dihilangkan Funiculus diletakkan disebelah ventral  aponeurosis MOE tidak dijahit,
dulu, misal BPH harus dioperasi sebelumnya. sehingga canalis inguinalis tetap ada.
Kedua musculus berfungsi memperkuat dinding belakang canalis,sehingga
Anatomi Hernia LMR hilang
 Kulit, subcutaneus fat & fascia superficialis
 Aponeurosis MOE  Halsted
 MOI & Transversus abdominis serta Conjoint tendon Dilakukan penjahitan MOE, MOI dan m.transversus abdominis, untuk
 Fascia & m. cremaster memperkuat / menghilangkan LMR. Funiculus spermaticus diletakkan di
 Funiculus Spermaticus subcutis
 Arteri spermatica cabang aorta Cara Ferguson dan Bassini dilakukan pada orang dewasa. Cara Halsted
 Vena spermatica dilakukan pada orang tua, supaya dinding perut lebih kuat
 Vas deferens
 Processus Vaginalis  Kemudian luka ditutup lapis demi lapis
 Ligamentum inguinale (Poupart)  Aponeurosis MOE jahit simpul dengan cromic catgut
 Arteri Epigastrica Inferior  Subcutan fat dijahit simpul dengan catgut
 Trigonum Hesselbachii  Kulit dijahit dengan zyde secara simpul
Komplikasi Herniotomy Arteri dan Vena Obturatoria biasanya berada di sebelah posterolateral sedamgkan
 Durante Operasi nervus obturatorius berada diatasnya. Kadang-kadang dijumpai adanya pembuluh
 Lesi funiculus spermaticus darah yang melingkari leher hernia, merupakan anastomosis antara ; a. obturatoria
 Lesi usus, vu, vasa epigastrica inferior, vasa iliaca ekterna cabang a. illiaca interna dan cabang dari a. iliaca externa.
 Putusnya a.Femoralis Panjang canalis obturatorius 2-3 cm, diameter vertical 1,8 cm dan diameter
 Post Operasi horizontal 1,3 cm. Kantong hernia melewati canalis inguinalis kedepan dan ke atas
 Hematom, Infeksi, Wound dehisiensi dengan jalan salah satu dari tiga kemungkinan, pertama kantong hernia berada diatas
 Atropi testes dan didepan m obturator externes dibelakang m. pectineus (ini yang paling sering),
 Hydrocele kedua kantong hernia berada diantara bagian atas dan tengah dari serabut m.
 Rekurens obturator externus dan yang ketiga kantong hernia berada diantara m.obturator
externus dan membrana obturatoria (Watson 1948; Shackelford 1961).
Adanya herniasi isi rongga abdomen kedalam canalis obturatorius mengakibatkan
tertekannya nervus obturatorius sehingga menimbulkan gejala nyeri pada paha
Hernia Umbilikalis bagian medial sesuai dengan persyaratan nervus obturatorius. Gejala ini
kemudian disebut sebagai tanda Howsship-Romberg (Watson 1948). Ekstensi,
 Intra-uterina=fetalis (ompalocele) abduksi dan rotasi internal akan menambah nyeri sedangkan fleksi paha akan
Akibat kegagalan visera untuk kembali ke rongga abdomen menyebabkan mengurangi rasa sakitnya. Adanya penekanan pada n.obturatorius juga akan
dinding ventral perut fetus tak terbentuk. mengurangi reflek aduktor paha (Hannington,1980). Merupakan bentuk hernia yang
Tindakan operatif dilakukan dengan memotong sebagian usus dan dinding jarang dijumpai.
usus dirapatkan. Romberg pada tahun 1848. Operasi hernia obturatoria dengan laparotomi
pertamakali dekerjakan oleh Hilton pada tahun 1848, namun penderita meninggal.
 Infantilis Keberhasilan pertama kali operasi dikerjakan oleh Henry Obrey pada tahun 1851
 Kongenital tidak sempurna (Watson 1948). Kebanyakan penderita datang dengan keluhan obstruksi intestinal
 Akuisita  akibat : dengan penyebab yang tidak diketahui atau terduga sebelumnya. Gejala lain yang
• Perawatan tali pusat kurang baik mungkin bisa dijumpai adalah riwayat obstruksi intestinal berulang, teraba massa di
• Kesalahan pemotongan tali pusat pangkal paha serta ecchymosis. Gejala klinis yang timbul umumnya kurang
• Tekanan intraabdominal yang meninggi (batuk, menangis) diperhatiakan oleh karena usia penderita, sebelum obstruksi intestinal menjadi
 Penanganan dengan meletakkan uang logam diikatkan diatas tonjolan manifes. Biasanya diagnosis ditegakkan setelah dilakukan laparotomi
Beberpa penulis menyebutkan wanita 6 atau 7 kali laki-laki. Pada wanita keadaan
 Dewasa pelvis yang lebih lebar, arah canalis obturatorius yang lebih oblique diyakini
Pada wanita gemuk, sering partus karena aponeurosis sekitar umbilikus kendor . menambah resiko terjadinya hernia obturatoria. Hernia obturatoria lebih sering
Operatif Cara MAYO dijumpai sebelah kanan. Obstruksi intestinal dijumpai pada semua kasus. Gejala ini
merupakan gejala utama yang membawa penderita ke rumah sakit. Biasanya gejala-
gejala awal yang timbul kurang diperhatikan oleh penderita karena usianya
Hernia Obturatoria Obstruksi intestinal yang disebabkan oleh hernia obturatoria kira-kira 0,5% dari
seluruh kasus obstruksi intestinal (Abrahamson,1990). Adanya riwayat obstruksi
 LMR : membran obturatoria intestinal berulang dijumpai pada satu penderita. Kami menemukan tanda Howship
 Keluhan : nyeri bagian medial kanan atas  gejala illeus
Romberg pada 3 kasus, hampir sama seperti yang dikemukakan oleh Gray et al pada
tahun 1978 (Bjork, 1988). Tanda ini akan semakin jelas bila tungkai digerakkan
Hernia obturatoria adalah suatu hernia yang melewati canalis obturatoris pada os
pada posisi ekstensi, abduksi atau rotasi interna. Untuk pemeriksaan obyektif akibat
innominata (Watson, 1948; Shackelford 1961). Foramen obturatorium sebagian
penekanan n.obturatorius bisa dikerjakan pemeriksaan refleks aduktor paha
besar ditutup oleh membrana obturatoria. Bagian dari Foramen obturatorium di (Hannington,1980). Semua penderita ini pada laporan tidak didapatkan massa pada
sebelah anterosuperior tidak ditutupi oleh membrana obturatoria dan membentuk daerah inguinal, kecuali satu penderita dengan desertai hernia fermoralis pada sisi
suatu saluran yaitu canalis obturatoria, tempat lewatnya arteri, vena dan nervous
yang sama. Ecchymosis juga tidak kami dapatkan.
obturatorius.
Gambaran radiologis berupa dilatasi usus halus yang berakhir didaerah foramen
obturatorius atau di atas ramus os pubicus serta kemungkinan adanya udara dalam HIL & HIM
satu loop usus yang terperangkap didaerah foramen obturatorium bisa menjadi Epigastrika Femoralis
petunjuk adanya hernia obturatoria. Externa Semilunaris Obturatia
Pelvica
Perinealis
Hernia Epigastrika Iskiadika
 LMR : linea alba antara proc xiphoideus dan umbilikus Berdsr arah
 Jenisnya : Spuria & vera Herniasi
Epiploica winslowi
Hernia Semilunaris Bursa omentalis
 Disebut juga Hernia SPIEGELI Cavum
 LMR : sudut yang dibentuk pertemuan linea semisirkularis dengan linea Abdomen Mesenterika paraduodenal
semulunaris Retroperitoneal illeocoecal
Interna sigmoid
Hernia Diafragmatica Traumatik
Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu Cavum  Diafragmatika
pada diafragma Thorax Non-traumatik
 Traumatica  hernia akuisita, akibat pukulan, tembakan, tusukan
 Non-Traumatica Berkantong  kantong peritoneum
 Kongenital
Berdsr ada/tidaknya
• Hernia Bochdalek / Pleuroperitoneal
Kantong H.Epiploica
Selah dibentuk pars lumbalis, pars costalis diafragma
H.Incisional
• Hernia Morgagni / Para sternalis
Tidak berkantong H.adiposa
Celah dibentuk perlekatan diafragma pada costa dan sternum
H.Incisional
 Akuisita  Hernia Hiatus esophagus
H.Sikatriks
Sempurna (umbilikaliss, epigastrika)
Kongenital
Tak sempurna(umbilikalis, inguinalis)
Penyebab Hernia Residif
Hernia Tekanan Intra abdominal meningkat
Konstitusi tubuh (kurus lebih sering)
Distensi dinding perut (ascites,partus) Disiplin ilmu yang pertama kali tertarik pada kasus hernia adalah ilmu bedah. Dalam
Aquisita sejarahnya tahun 1558 SM di Mesir telah dilakukan pengobatan untuk hernia denagn
Pre-peritoneal fat banyak melakukan suatu tekanan dari luar (Sabiston 1986). Kamber dkk pada permulaan
Sikatriks (jahitan tak sempurna) abad ke 19 telah mempelajari struktur anatomis dari canalis inguinalis. Sedangakan
Penyakit yg melemahkan otot perut laser pada abad ke 19 melakukan berbagai metode pembedahan dan mengatur
(poliomyelitis anterior akut) kembali lapisan anatomis dari canalis inguinalis dengan memperhatikan hubungan
sekitarnya (Ein , SH 1976). Bank pada tahun 1884 mengatakan bahwa pengobatan
Reponabilis hernia yang definitif adalah dengan melakukan ikatan yang baik, kegagalan dalam
Irreponabilis  perlengketan (H.Akreta) tindakan tersebut didapatkan akibat kelemahan ikatannya. Ferguson pada tahun 1894
Secara Klinis menekankan ligasi tinggi dari kantong hernia tanpa merusak struktur anatomis dari
Strangulasi  Vaskularisasi terganggu canalis inguinalis dengan melakukan insisi aponeurosis dari m obliquus externus
Inkarserata  disertai Illeus mekanik
Pada tahun 1894 Bassini melaporkan 206 operasi hernia tanpa menimbulkan Irving (1987) berpendapat bahwa bila hernia rekuren terjadi kurang dari 6 bulan
kematian akibat operasi meski kemudian 3 pasien meninggal. Pasien bervariasi dari hal tersebut disebabkan olek karena kesalahan teknik, tapi bila terjadi setelah 6
anak-anak sampai orang tua. Ada 11 orang terkena infeksi, pada kasus ini adlah bulan pasca operasi maka hal tersebut disebabkan oleh penipisan dari fascia.
hernia yang mengalami strangulasi. Kemudian ia melakukan Follow up hampir
kepada semua pasien selama 5 tahun. Ternyata hanya 8 orang mengalami recurensi. Sementara itu oleh Brendan (1993) dikatakan kesalahan teknik tersebut meliputi :
Phenomena tersebut tentu saja membuat dia diangkat sebagai bapak Herniorapy 1. Teknik operasi yang ketinggalan zaman, oleh Guarnieri (1992) dikatakan
Modern. Selama 100 tahun kemudian hampir seluruh kasus hernia inguinalis bahwa teknik Halsted dan Bassini menimbulkan rekurensi 4%.
diperbaiki dengan metode Bassini atau dengan variasinya (Abrahamson 1984). 2. Penggunaan benang jahitan yang tidak tepat, syarat benang jahitan yang baik
adalah :
Masih menjadi kontroversi mengenai apa yang sesungguhnya menjadi penyebab - dapat menjaga kekuatan lebih dari 6 bulan.
timbulnya hernia inguinalis. Disepakati adanya 3 faktor yang mem pengaruhi - Indek inflamasi rendah.
terjadinya hernia inguinalis yaitu meliputi : - Membentuk ikatan yang kuat
1. Processus vaginalis presistent - Tidak bisa diserap.
Hernia mungkin sudah tampak sejak bayi tapi kebanyakan baru terdiagnosis
sebelum pasien mencapai usia 50 tahun (Schrock RT 1991). Analisis dari data Pada benang sutera (side) 40% kekuatannya akan hilang setelah 40 hari dari
statistik otopsi dan pembedahan menunjukkan bahwa 20% laki-laki yang masih 80% setelah 80 hari didalam tubuh, disamping menimbulkan respon inflamasi,
mempunyai prosesus vaginalis hingga saat dewasanya merupakan predisposisi sehingga oleh Brendan (1993) merekomendasi penggunaan benang
hernia inguinalis (Lichtenstein, IL 1987). Polypropilene dan monofilamen polyamide ukuran 3/0 sebagai benang pada
waktu melakukan hernioplasty.
2. Naiknya tekanan intra abdominalsecara berulang
Naiknya tekanan intra abdominal biasa disebabkan karena batuk atau tertawa 3. Hematom / infeksi luka operasi.
terbahak-bahak, partus, prostat hipertrofi, vesiculolitiasis, carsinoma kolon, 4. melakukan operasi hernia bilateralsecara serentak, sebaiknya ada selang waktu
sirosis dengan asites, splenomegali masif merupakan faktor resiko terjadinya 3 sampai 5 minggu antara operasi hernia sesisi dengan sisi yang lain.
hernia inguinalis (Morton, JH 1984). Brendan (1993) mengatakan bahwa
merokok lama bisa menjadi sebab direk hernia inguinalis dengan mekanisme, Diagnosis hernia biasanya tidak sulit, keluhan utama berupa perasaan discomfort
terjadinya pelepasan serum elasytyolitik yang menyebabkan terjadinya penipisan ketika ada benjolan yang timbul pada lokasi hernia pada waktu batuk atau tertawa
fascia transversalis keras yang dapat mereda atau hilang pada saat istirahat baring (Morton JH 1984).
Pada acites, keganasan hepar, kegagalan fungsi jantung, penderita yang
menjalani peitoneal dianalisa mnyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal Komplikasi yang sering terjadi pada hernia inguinalis lateralis adalah dimana usus
sehingga membuka kembali prosesus vaginalis sehingga terjadi indirek hernia atau alat-alat viscera yang terjepit tidak dapat masuk kembali ke rongga abdomen
mengakibatkan gsngguan passase usus berupa penyumbatan saluran cerna atau
3. Lemahnya oto-otot dinding abdomen (Abrahamson 1984). terjadi necrosis sampai perforasi. Akibat penyumbatan usus terjadi aliran balik
Akhir-akhir ini beberapa peneliti sepakat bahwa lemahnya otot-otot dan fascia berupa muntah-muntah sampai dehidrasi dan shock dengan berbagai akibat lain.
dinding perut pada usia lanjut, kurangnya olahraga, adanya timbunan lemak, Ketika terjadi komplikasi maka tindakan elektif harus diubah menjadi tindakan
serta penurunan berat badan dan fitness memungkinkan adanya angka kesakitan emergency.
hernia (Abrahamson 1984). Komplikasi yang terjadi sesudah operasi mungkin juga bisa terjadi, sebagaimana
Peacok (1978) mengatakan bahwa abnormalitas struktur jaringan kolagen dan operasi pada umumnya yaitu :
berkurangnya konsentrasi hidroksi prolin berperan penting terhadap • Komplikasi umum meliputi atelektasis pulmo, emboli pulmo, thrombophlebitis
berkurangnya daya ikat serabut kolagen dan ini ada hubungannnya dengan dan retensi urine.
mekanisme rekurensi hernia ataupun adanya kecenderungan sifat-sifat familier • Komplikasi lokal meliputi perdarahan disekitar incisi, trauma vesica urinaria,
dari hernia (Abrhamson 1984). trauma vas defferens, trauma usus, trauma sistem syaraf, dan infeksi pada
daerah yang diincisi (Abrahamson, 1984).
Indikasi operasi pada hernia inguinalis yaitu pada saat hernia terdiagnosis. Tehnik yang dilakukannya (1884) adalah ligasi tinggi kantong hernia dan
Pertimbangan lain adalah keadaan umum penderita , gizi, penyakit lain yang memperkuat dasar dari canalis inguinalis dengan menjahitkan conjoint tendon ke
menyertai. Operasi dilakukan dengan anestesi umum, dan bila Hb kurang dari 10 ligamentum inguinale di bawah funikulus spermatikus.
gr% bisa dilakukan amnestesi lokal (Basu, Ss, 1986). Oleh Brendan (1993) Kemudian hampir bersamaan waktunya William S. Halsted (1852 – 1922) pada
dikatakan pada laki-laki umur lebih dari 70 tahun, hernianya reponibel spontan, jenis tahun 1889 melakukan tehnik secara Halsted I, yaitu dengan meletakkan funikulus
direk hernia, dengan leher hernia yang lebar sebaiknya tidak dilakukan operasi, spermatikus di atas dari aponeurosis oblikus eksternus.
kecuali bila menimbulkan stress bagi penderita. Pada tahun 1893 muncul tehnik Halsted II, dimana transposisi dari funikulus
Meski telah dilakukan pemeriksaan fisik, namun perlu juga dilakukan pemeriksaan spermatikus tidak dilakukan, tetapi dilakukan imbrikasi pada aponeurosis oblikus
penunjang lainnya untuk mengetahui sebab terjadinya kenaikkan tekanan intra eksternus. Prosedur Halsted II juga dikenal sebagai tehnik Ferguson – Andrew. Ahli
abdominal yang mungkin mengambil bagian sebagai peyebab terjadinya hernia yang pertama memperkenalkan tehnik imbrikasi pada aponeurosis oblikus eksternus
inguinalis. Meski belum jelas hubungan antra karsinoma kolon dengan timbulnya adalah E. Wyllys Andrews (1856- 1927), sedangkan Fergusson tetap menempatkan
hernia tapi pemeriksaan rektum dengan jari serta penentuan ada tidaknya darah funikulus spermatikus pada tempatnya semula.
dalam fases harus dikerjakan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik yang Penggunaan ligamentum iliopectineale (ligamentum Cooper) atau ligamentum
menyeluruh (Schrock, R.T, 1991). pubicum superius sebagai tempat menautkan dinding parietal medial adalah tehnik
yang diperkenalkan oleh Georg Lotheissen ( 1868 – 1935 ). Tehnik ini dipopulerkan
Prinsip dasar yang berhubungan dengan keberhasilan operasi hernia inguinalis oleh Chester B. McVay , di Amerika dikenal luas sebagai tehnik McVay.
meliputi pengikatan tinggi atas kantong dan reparasi yang adekuat yang tidak Kemudian timbul tehnik serupa dari Shouldice dan lain lain. Perkembangan
mengubah fisiologi canalis inguinalis. Lapisan antero lateral dinding abdomen selanjutnya muncul tehnik ”tension-free” yang diperkenalkan oleh Lichtenstein.
memainkan peranan dalam pemotongan hernia inguinalis. Ahli bedah harus Di RS. Sarjito herniorepair dengan tehnik tension free telah dikenal sejak
mengetahui lapisan ini dari kulit sampai peritoneum (kantong) jika ingin pertengahan tahun 90. Penelitian ini akan menunjukkan profil penderita yang
memperoleh hasil operasi yang baik. mengalami tindakan herniorepair, gambaran kasus kasus yang mengalami hernia
Pada tipe operasi ferguson, seluruh lapisan ditempatkan superfisual terhadap residif dan pemakaian tehnik tension free pada beberapa kasus..
funiculus. Pada operasi Halsted funiculus diletakkkan subkutan dengan lapisan yang Angka kejadian hernia ingunalis lateralis residif bervariasi antara 1 -5 %, menurut
direparasi terletak lebih dalam terhadap lapisan funiculus (Thorek,P, 1985). Warko ( 1997 ) angka residif sebesar 10 %. Timbulnya hernia inguinalis lateralis
Akhir-akhir ini ada kecenderungan penggunaan protesa berupa lembaran sistesis residif menjadi permasalahan yang penting dalam penanganan operasi hernia.
(dari bahan prolypropilene) untuk menutupi defek dinding perut. Keuntungan dari Pemakaian material prostese semakin meningkat sehubungan dengan terjadinya
penggunaan protesa tersebut adalah tidak merubah struktur anatomis dari dinding residif. Peningkatan tersebut didasari oleh beberapa hal, antara lain berkurangnya
perut dan tidak menimbulkan ketegangan dinding perut (Gilbert, 1992). rasa nyeri pasca operasi, proses penyembuhan berlangsung lebih cepat serta
rendahnya angka rekurensi.
Akhirnya yang diharapkan penderita sehabis menjalani operasi hernia adalah sbb: Timbulnya kasus residif lebih dipengaruhi oleh tehnik reparasi dibandingkan dengan
 perasaan tidak enak minimal cepat jalan. faktor konstitusi penderita. Pada hernia inguinalis lateralis penyebab residif yang
 Luka bersih cepat sembuh, tidak ada infeksi. paling sering ialah penutupan anulus inguinalis internus yang tidak memadai,
 Kekambuhan (rekurensi) kurang dari 1%. diantaranya karena diseksi kantong yang kurang sempurna, tidak ditemukan kantung
 Cepat kembali pulih seperti sediakala ( setelah 6 minggu pasca operasi hernia, atau ada lipoma preperitoneal. Berhasil tidaknya tindakan operasi hernia
penderita bisa melakukan kegiatan seperti sedia kala ( Brendan,1993 ). tergantung pada ketrampilan dan pengetahuan dari ahli bedah yang bersangkutan.
Kegagalan operasi yang berakibat munculnya rekurensi yang timbul dengan segera,
dianggap sebagai kekurangan dari ahli bedah.
Herniorepair Timbulnya rekurensi setelah sekian lama pasca operasi biasanya akibat terjadinya
kerusakan jaringan daerah operasi.
Inguinal herniorepair adalah tindakan operasi yang cukup sering dilakukan dalam Hernia lebih banyak dijumpai pada pria dibandingkan dengan wanita. Berbagai
bidang bedah umum. Evolusi tindakan untuk inguinal herniorepair dewasa ini telah faktor penyebab berperan pada lemahnya pintu masuk hernia di anulus internus yang
menunjukkan perubahan. cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu
Sejak lebih seratus tahun yang lalu Edoardo Bassini(1844 - 1924) memperkenalkan diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu tersebut.
tehnik muskuloaponeurotik repair untuk menutup defek pada dinding abdomen. Tidak terdapat perbedaan yang bermagna mengenai letak hernia pada sisi kanan
maupun kiri.
Pada prinsipnya hernia dapat dijumpai pada setiap usia, tetapi kejadian hernia Gangguan metabolisme kolagen yang terjadi pada hernia inguinalis lateralis residif
meningkat dengan bertambahnya umur disebabkan oleh meningkatnya penyakit pada orang dewasa menyebabkan kelemahan dinding fascia transversalis. Dalam
yang menimbulkan peningkatan tekanan intra abdomen , juga oleh karena faktor upaya untuk mengurangi terjadinya rekurensi dan memperkuat hernioplasti, sudah
usia, kekuatan jaringan penunjang menjadi berkurang. Meningkatnya tekanan intra dikembangkan bemacam-macam tehnik termasuk pemakaian jaringan autolog dan
abdomen secara kronik antara lain disebabkan oleh batuk kronik, pembesaran prostat biomaterial. Pemakaian mesh dengan metode Lichtenstein sudah dimulai sejak 16
jinak, konstipasi dan ascites. tahun yang lalu. Pasca operasi didapatkan nyeri yang minimal. Pemakaian tehnik ini
Hernia inguinalis lateralis residif adalah hernia yang terjadi kurang dari 6 bulan. cukup efektif dengan angka rekurensi 0 – 2 % dan dapat dikerjakan dengan anestesi
Hal tersebut disebabkan oleh karena kesalahan tehnik operasi hernia sebelumnya, lokal maupun regional. Mesh yang baik bersifat tahan terhadap infeksi,
tetapi jika terjadinya residif setelah 6 bulan, maka hal tersebut disebabkan oleh permeabilitas molekuler tinggi, transparansi, tahan terhadap kekuatan mekanis dan
karena penipisan fascia. tidak menimbulkan reaksi dengan jaringan sekitarnya.
Sebenarnya residif lebih banyak terjadi pada hernia inguinalis medialis
dibandingkan hernia inguinalis lateralis. Pada operasi reparasi hernia inguinalis
lateralis, jika ahli bedah kurang memperhatikan status dinding posterior kanalis
inguinalis yang lemah, akan mengakibatkan terjadinya hernia inguinalis medialis Maydl’s Hernia
residif, demikian sebaliknya, adanya kesalahan atau hanya terlalu memperhatikan
adanya hernia inguinalis medialis, dan tidak eksplorasi adanya hernia inguinalis Adalah hernia yang berisi 2 loop usus yang berada dalam kantong hermia, sementara
lateralis dengan baik seperti adanya prosesus vaginalis persisten, akan menyebabkan 1 loop yang lain masih tetap di dalam rongga abdomen loop-loop usus besar ini
terjadinya hernia inguinalis lateralis residif. bersama-sama membentuk huruf W. Loop yang intra abdomen mungkin bisa
Penyebab hernia inguinalis residif antara lain : menjadi gangren, sendiri ataupun bersama-sama dengan loop yang berada di
- Kelemahan pada saat melakukan identifikasi kantong hernia kantong hermia. Frekuensi terjadinya sama banyak antara usus besar dan usus kecil.
- Terjadinya infeksi pada luka operasi Hernia ini jarang terjadi, hanya 0,6 % dari Inguinalis strangulata dan harus
- Kondisi yang menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan intra abdominal diperhatikan pada hernia yang besar dan berhubungan dengan nyeri abdomen.
- Kesalahan tehnik operasi, misalnya : ketegangan penjahitan serta terjadinya
kekurangan dalam menutup anulus inguinalis internus. Struktus iskhemik ini dapat menjadi obstruksi strangulasi ketika usus yang
inkarserata tidak direseksi pada saat hernioraphy, walaupun usus tersebut kelihatan
Tidak ada tehnik operasi yang dapat menjamin bahwa tidak akan terjadi residif. sehat. Penyempitan tubuler ataupun anuler biasanya terjadi pada ileum akibat
Yang penting diperhatikan ialah mencegah terjadinya tegangan pada jaringan saat fibrosis pada tempat iskhemik.Keadaan struktur ini dapat menimbulkan gejala
melakukan plasti dan kerusakan pada jaringan. Umumnya dibutuhkan plasti dari berhari-hari atau bertahun-tahun setelah hernioraphy. Konstipasi, diare,
bahan sitetis yaitu mesh. Pemakaian mesh tidaklah tanpa masalah. Jika dikerjakan penurunan berat badan merupakan gejala yang umum. Terapi pilihannya adalah
tanpa memperhatikan prinsip sterilitas akan timbul infeksi. reseksi dari segmen yang terlibat. Jika penjahitannya ceroboh pada ligasi tinggi
Keuntungan pemakaian mesh antara lain : kantong hernia kemungkinan akan mencederai usus yang mengakibatkan
- Aman, terutama pada pasien dengan penyakit penyerta yang kronik. terbentuknya abses atau obstruksi usus.Terlepas dari pertanyaan loop usus itu sehat
- Efektif dan kuat. atau tidak selama manipulasi dari kantong, harus dilakukan laparatomi explorasi
- Penyembuhan berlangsung lebih cepat. untuk diagnosis pasti. Di lain pihak trombosis mesenterik pada loop yang terlibat
- Nyeri pasca operasi minimal. megakibatkan perforasi yang tertunda, meskipun usus kelihatan sehat pada prosedur
- Jarang menimbulkan komplikasi. yang biasa.

Hernia residif yang berulang, pada beberapa kasus, disebabkan oleh kelainan Pemahaman dengan jelas anatomi normal dan abnormal daerah inguinalis penting
produksi, maintenans dan absorbsi jarigan kolagen. Peacock et all cit Hartanto ( untuk memahami prinsip yang mendasari herniorafi inguinalis. Daerah tubuh ini
1997 ) merekomendasi prosedur reparasi hernia inguinalis lateralis residif berulang merupakan salah satu daerah yang paling rumit anatominya, karena beberapa lapis
berdasarkan hipotesanya bahwa rekurensi terjadi oleh karena kelainan lokal dari dinding abdomen berbeda arah seratnya dan berakhir dalam lipat paha. Kita tidak
metabolisme jaringan kolagen. Stimulasi sintesa kolagen untuk mempertahankan boleh menjadi frustasi dalam usaha awal memahami gambaran anatomi daerah
keseimbangan sintesa kolagens dan kolagenolisis, dengan cara mengoreksi defek inguinalis, karena hanya setelah melihat dalam kamar operasi, seseorang dapat
hernia dengan grafting jarigan sebagai indikator sintesa kolagen. memahami secara penuh masalah yang rumit ini. Struktur anatomi yang ditemukan
dalam daerah inguinalis.
Hernia Inguinalis Indirek Penanganan
Hernia ini disebut juga Hernia Inguinalis Interalis, karena keluar dari rongga Penanganan Maydl’s Hernia pada prinsipnya sama dengan hernia lainnya. Terapi
peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh pilihannya adalah laparatomi explorasi dan reseksi dari segmen usus yang terlibat.
epigastrika inferior, kemudian masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup
panjang menonjol keluar menonjol keluar dari anulus inguinalis eksterna Apabila Tehnik Operasi
hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke scrotum disebut hernia scrotalis. Incisi median perdalam ldl sampai peritoneum. Peritoneum dibuka keluar cairan
Berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga serous hemorhagis. Explorasi tampak 2 loop usus halus ± 60 cm kehitaman proximal
Hasselbach. Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk dan distal dari loop berada di anulus inguinalis. Sistim usus dibebaskan dari kantong
lonjong sedangkan hernia medialis tonjolan berbentuk bulat.Bila isi hernia terjepit hernia tampak usus halus kehitaman ± 150 cm dari lig Treitz sepanjang 100 cm ke
oleh cincin hernia disebut hernia Inkarserata atau hernia Strangulata. Hernia arah anal dengan jarak ± 3 cm dari ileosekal dan non viabel : diputuskan untuk
Inkarserata berarti isi kantong terperangkap tidak dapat kembali kedalam rongga reseksi anastomose ileoasendostomi end to end dan cek pasase lancar. Kemudian
abdomen disertai gangguan pasase. Secara klinis hernia inkarserata lebih dilakukan herniorepair dari dalam cavum abdomen. Pasang drain intraperitoneal.
dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan
vaskularisasi disebut hernia strangulata. Operasi darurat untuk hernia inkarserta .
merupakan operasi terbanyak nomor dua setelah operasi darurat untuk apendisitis.
Selain itu hernia inkarserata merupakan penyebab astruksi usus nomor satu di Hernia Paraduodenalis
Indonesia.
Hernia paraduodenalis dextra merupakan salah satu bentuk dari hernia interna
Etiologi dimana usus keluar dari cavum retroperitoneum melalui fossa messentericoparietalis
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya proses vaginalis yang yang terletak dibawah duodenum (Watson, 1948).
terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga abdomen dan kelemahan otot dinding Keberadaan hernia interna sangat jarang dijumpai. Penulisan pertama kasus hernia
perut karena usia. interna yang terjadi di sekitar duodenum ditulis oleh Bardenove tahun 1779,
kemudian Neubeuer menulis pada tahun 1786, abad berikutnya pada tahun 1857,
treitz menulis dan berusaha menguraikan secara anastomis tentang terjadinya hernia
Gambaran klinis hernia
diskitar duodenum tersebut. Pada tahun 1939 Hansman dan Morton menghimpun
kasus-kasus hernia interna dari literature-literature dan kemudian dibuat moriogram
Jenis Reporibel Nyeri Obstruksi Toksik berdasar lokasi hernia. Hasil yang diperoleh 53% terletak disekitar duodenum, 13 %
Reponibel + - - - disekitar coecum, 8% tepi mesenterium, 8% pada foramen winslowi, 7% didaerah
Ireponibel - - - - pelvis, 6% didaerah sigmoideum, dan 5% dilain tempat.(Watson 1948). Hernia
Inkarserata - + + - paraduodenalis dextra menempati urutan ke tiga dari seluruh hernia interna.
Strangulata - ++ + ++ Terbanyak adalah hernia paraduodenalis sinistra dan kedua ditempati oleh hernia
mesocolica tranversalis (Hansman dan Mortan, 1939; cit watson 1948). Andrew
Diagnosis 1923, menyebutkan bahwa hernia paraduodenalis terjadi sebagai akibat adanya
malrotasi usus pada masa kehidupan embryonal, pendapat ini diperkuat oleh
Obstruksi usus Longacre 1934, Zimmerman dan Anson 1967 (Ellis, 1990).
Nekrosis/gangren
Gejala/Tanda pada hernia
hernia strangulata Willwert etal membagi hernia paraduodenalis kedalam tiga tipe;
inkarserata
1. Hernia paraduodenalis sinistra
Nyeri Kolik Menetap
2. Hernia paraduodenalis dextra
Suhu badan Normal Normal / meninggi 3. Hernia mesocolica tranversalis (Ellis, 1982).
Denyut nadi Normal/meninggi Meninggi
Lekosit Normal Leukositasis Beberapa hernia paraduodenalis adalah asymtomatis kecuali bila sudah mengalami
Rangsang Peritoneum - Jelas komplikasi baik berupa strangulasi, volvulus ataupun perforasi. Biasanya penderita
Sakit sedang / berat Berat datang berobat sebagai kasus abdomen.
Diagnosis sebagian besar ditegakkan selama operasi (Watson, 1948) Dengan adanya Pipa coecolica seperti halnya pipa duodenojejunalis, berputar berlawanan arah jarum
kemajuan teknologi kedokteran di bidang radiologi, Carty dan Present jam sebesar 270 derajat, berawal dari bawah arteria mesenterica superior dan
mengemukakan bahwa diagnosis hernia paraduodenalis dapat ditegakkan sebelum berakhir disebelah kanan arteria tersebut. Pada minggu ke VIII embrional putaran
operasi yaitu dengan mengacu pada gambaran radiologis foto abdomen tiga posisi duodenum mencapai bagian ke III atau dibawah arteri, dan pada minggu ke X
dimana dijumpai gambaran letak usus mengelompok ditengah atau di kanan atas , duodenum sudah mencapai bagian ke IV. (Bill 1979).
tidak akan berubah letaknya pada perubahan posisi penderita. Kelainan-kelainan perputaran usus akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat
Terapi pada hernia paraduodenalis tidak ada keistimewaan yang menyolok, namun terbawa sampai dewasa. Bill (1979) membagi kelainan perputaran usus menjadi 3
keterlambatan penegakkan diagnosis preoperatif dapat menyebabkan keadaan stadium :
penderita menjadi lebih serius. Stadium pertama usus bertambah panjang tetapi tidak mengalami perputaran dan
tetap berada diatas arteria mesenterica superior, hal ini akan menyebabkan terjadinya
Anatomi dan Embriologi volvulus usus halus.
Beberapa recessus berada disebelah kiri pars ascenden duodeni dan fleksura
Stadium ke dua kelainan berupa kelianan perputaran dan fixasi duodenum. Bila
duodenojejunalis. Besar dan dalamnya recessus bervariasi pada masing-masing
duodenum tidak berputar sedangkan colon berputar normal akan dapat menimbulkan
individu. Recesus yang paling sering sebagai tempat terjadinya hernia
obstrutif duodenum oleh band atau hernia paraduodenalis dextra. Bila duodenum
paraduodenalis adalah yang dibentuk oleh adanya plica duodenomesocolica superior
dan colon bersama-sama berputar terbalik dapat mengakibatkan terjadinya destruksi
dan plica duodenomesocolica inferior. Keduanya berorigo pada titik perlekatan
colon oleh jeratan vasa mesenterica. Bila duodenum berputar terbalik sedangkan
mesocolon descenden dan berjalan melengkung dari kiri ke kanan disebelah atas
kolon berputar normal dapat menyebabkan terjadinya hernia paraduodenalis sinistra.
flexura duodenujejunalis dan disebelah bawah pars ascenden duodeni. Di sebelah
kiri pars ascenden dijumpai fossa yang disebut fossa paraduodenalis, pertama kali
Stadium tiga kelinan pada perputaran dan fixasi kolon. Bila duodenum berputar
dikemukakan oleh Landzert tahun 1871. Fosa ini terbentuk akibat adanya plica
normal sedangkan colon tidak berputar akan menyebabklan terjadinya volvulus. Bila
peritoni dan plica venosa yang menyelimuti vena mesenterika inferior. Fossa
terjadi perputaran colon dan duodenum, tetapi fixasi di flexura hepatis tidak
Landsert masih banyak dijumpai pada bayi dan jarang pada dewasa, dan merupakan
semprna akan menyebabkan terjadinya obstruksi duodenum oleh ladd’s band.
pintu hernia paraduodenalis sinistra. Plica superior melengkung ke bawah
Perlengketan yang tidak sempurna dari coecum dan mesenterium akan
membentuk celah yang disebut fossa dudenalis superior Broeseki. Fossa ini
memungkinkan terjadinya volvulus coecum. Herniasi diseputar ligamentum Treitz
dijumpai pada 40% sampai 50% dari populasi. Plica inferior melengkung ke atas dan
akan menyebabkan terjadinya hernia interna.
membentuk celah disebut sebagai fossa duodenalis inferior dari Treitz. Fossa Treitz
dijumpai pada 70% samapai 75% dari populasi.
Fossa mesentericoparietalis pertamakali ditulis oleh Waldayer pada tahun 1874, Manifestasi klinik.
disebutkan disebelah ventral dibatasi oleh penonjolan plica peritoni akibat dari Hansman dan Morton pada tahun 1939, didalam reviewnya menemukan bahwa
adanya arteria mesenterika superior saat terletak sedikit dibawah duodenum dan hernia paraduodenalis sinistra tiga kali lebih banyak dari dextra, frekuensi pada laki-
disebelah dorsal dibatasi oleh peritoneum parietalis yang terletak disebelah kanan laki 4 kali daripada perempuan dan hernia paraduodenalis tidak dipengaruhi oleh
aorta. Fossa ini sangat harang dijumpai pada orang dewasa (Netter 1978). usia. Sedangkan isi hernia semakin tambah usia semakin besar isisnya (Watson,
Berdasarkan fikasi dan hubungan usus halus dewasa terhadap arteria mesenterica 1948). Penderita hernia ini tidak mempunyai gejala yang khas secara klinis, bila ada
superior, tampak bahwa gaster dan duodenum bagian pertama terletak di sebelah keluhan biasanya berupa tanda-tanda obstruktif partial atau total.
depan atas arteri tersebut, duodenum bagian ke II (pars ascenden) terletak disebelah Pada penderita yang mengalami strangulasi keadaan akan menjadi serius. Pendeirta
kanan dari arteri, duodenum bagian ke III (pars tranversum) terletak dibawah dari akan tampak kesakitan menetap sesuai lokasi dan akan berkurang dengan posisi
arteri dan bagain ke IV (pars ascenden) terletak disebelah kiri dari arteria mengurangi grafitasi. Tanda obstruksi akan dijumpai dan peristaltik mengalami
mesenterica superior. Pada keadan embrional diketahui bahwa pipa duodenojejunal penurunan bahkan dapat berhenti. Pada kasus yang berat septik syok enterorhargica,
terletak sesuai dnegan gaster yaitu disebelah atas dari arteria mesenterika superior. perforasi dan peritonitis dapat menyertai keadaan ini (Watson, 1948).
Bertolak dari keadaan tersebut dapat dimengerti bahwa pipa duodenojejunalis
berputar mengelilingi arteria mesenterica superior sebesar 270 der. Pada orang Beberapa hernia paraduodenalis pada prinsipnya sama dengan hernia lainnya yaitu
dewasa, ileum terminal, coecum dan colon dextra terletak disebelah kanan dari reposisi dan herniorapi secara hati-hati dan halus. Tindakan herniorapy pada
arteria mesenterika superior. Pada embryo, ileocaecal dan colon dextra terletak penderita hernia paraduodenalis dextra yaitu dengan menjahit plica peritoni
dibawah dari arteria mesenterica superior. (diventral celah fossa messentericoparietalis) dengan peritoneum parietalis
disebelah kanan dari aorta kemudian ditutup dengan graft omentum.
Tindakan tambahan yang lain tergantung dari komplikasi yang menyertainya Spontan herniasi biasanya dihasilkan oleh peningkatan tekanan intra abdomen , dan
(Watson 1948). Tindakan reseksi masif dapat menimbulkan gejala “short bowel beberapa predisposisi yang didapat adalah atropi otot yang disebabkan oleh polio,
syndrome” yang cukup menyulitkan pada perawatan pasca operasi. (Tilson 1983). kegemukan, umur tua atau penyakit keterbelakangan mental Hernia bisa
mengandung usus halus, lemak retro peritoneal, ginjal, kolon, omentum, lambung,
ovarium atau apendiks.
Pasien biasanya asimtomatik tetapi bisa mengeluh nyeri pinggang bawah, kolik atau
Hernia Lumbalis adanya sensasi tarikan . Jika hernia mengandung usus, kadang-kadang sebuah massa
dapat diraba pada regio flank dan suara usus dapat didengar. Pada pasien gemuk
Hernia Lumbalis adalah kecacatan dinding abdominal posterolateral yang jarang massa sulit dideteksi. Strangulasi jarang terjadi sebab leher hernia umumnya lebar.
terjadi, dapat menyebabkan ileus obstruksi dan sulit untuk mendiagnosis secara Untuk mendiagnosis suatu hernia lumbal sangat ditekankan untuk menggunakan
klinis , maupun radiologis. Di daerah lumbal antara iga XII dan krista iliaka ada pemeriksaan penunjang dengan CT-scan (Computed Tomography).
dua buah trigonum masing-masing trigonum kostolumbalis superior (Grynfelt) Repair dari hernia lumbal membuat insisi secara oblik atau vertikal tepat diatas
berbentuk segitiga terbalik dan trigonium kostolumbalis inferior atau trigonum massa dari arah punggung kemudian menjahit secara aproksimasi antara muskulus
ileolumbalis (Petit) berbentuk segitiga. Frekwensi kejadian yang paling banyak oblikus eksternus dengan muskulus latissimus dorsi, dilanjutkan dengan
adalah pada trigonum kosto lumbalis inferior (2:1). menggunakan mesh dan menggunakan flap fasia gluteal (sepanjang garis dashed)
Trigonum kosto lumbalis superior (Grynfelt) dibatasi oleh, kranial: costa XII, untuk menutupi bekas defek yang masih ada.
anterior: tepi bebas muskulus oblikus internus abdominis, posterior: tepi bebas Pemilihan bahan tergantung seberapa besar ukuran defek, untuk defek yang kecil
muskulus sakrospinalis, dasarnya: aponeurosis muskulus transversus abdominis, cukup dengan menutup fasia dan otot dengan benang surgilon no 0, untuk defek
tutupnya: muskulus latissimus dorsi. Trigonum kosto lumbalis inferior (Petit) yang besar dengan menggunakan mesh ( satu atau dua lapis), graft flap atau
dibatasi oleh: kaudal: krista iliaka, anterior: tepi bebas muskulus oblikus eksternus keduanya jika diperlukan.
abdominis, posterior: tepi bebas muskulus latissimus dorsi, dasarnya: muskulus
oblikus internus abdominis, tutupnya: fascia superfisialis .
Hernia Diafragmatika

1. Hiatal Hernia
Hernia hiatus oesofagus adalah suatu keadaan defek pada diafragma yang
mengakibatkan isi dalam kavum abdomen masuk kedalam kavum thoraks, yang
pada umumnya adalah gaster.
Angka kejadian hiatus hernia di USA dan juga negara-negara barat meningkat sesuai
umur mulai dari 10% pada usia dibawah 40 tahun (th) sampai 70% pada usia diatas
70th. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan burkit et al, menerangkan
bahwa kurangnya konsumsi serat dan keadaan kronis konstipasi menjelaskan
hubungan angka kejadian hiatus hernia yang tinggi dinegara-negara barat
Ada dua bentuk keadaan hernia pada hiatus oesofagus yaitu Sliding hernia dan
Para-oesofagal hernia Manifestasi klinis yang diakibatkan karena keadaan hernia
hiatus oesofagus dapat berupa gejala ringan yang dikenal dengan bouchard’s triad
yaitu nyeri pada epigastrik, muntah dan tidak dapat dilalui pada pemasangan naso
gastic tube sampai gejala yang berat berupa sindroma distres pernafasan dan
Hernia Lumbalis biasanya didapat (acquired) 80% atau kongenital, jika didapat gangguan pencernaan
bisanya 55% kasus disertai trauma, operasi atau peradangan 25%. Perbandingan Diagnosis hernia hiatus oesofagus, dapat diketahui melalui anamnesis, pemeriksaan
antara laki-laki : perempuan (3:1) , perbandingan sisi kiri dan sisi kanan (2:1), pasien fisik terutama regio thoraks yaitu didapatkan suara usus, suara pernafasan menurun
biasanya berumur antara 50-70 tahun. sampai tidak terdengar dan suara jantung menjauh dari lesi.
Pada pemeriksaan radiologi akan didapatkan gambaran usus pada rongga thoraks Predisposisi terjadinya hiatal hernia adalah kelemahan otot-otot penyusun
dada gambaran diafragma menghilang, paru-paru kolap dan jantung terdorong diafragma, wanita lebih banyak dari laki-laki, kurang komsumsi serat dalam diet,
kontralateral , juga dapat dilakukan prosedur pemeriksaan endoskopi keadaan konstipasi lama, oesofagitis kronis yang menybabkan terjadinya
Terapi hernia hiatus oesofagus yang paling baik adalah mengembalikan pada posisi pemendekan oesofgus karena terbentuk fibrosis, kehamilan dan asites.
semula sesuai anatomi melalui jalan operasi yang dikenal dengan prosedur Belsey’s, Cara mendiagnosis hiatal hernia didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
Neissen’s atau Hill’s. terutama regio thoraks yaitu didapatkan suara usus, suara pernafasan menurun
Prognosis hernia hiatus oesofagus umumnya baik, meskipun beberapa pasien akan sampai tidak terdengar dan suara jantung menjauh dari lesi.
mengalami refluks gastro esofagal kronis dan dapat juga residif. Pemeriksaan penunjang khususnya radiologi thoraks dan abdomen 3 posisi terutama
regio thoraks yaitu didapatkan gambaran usus dan tidak didapakan diafragma.
Dikenal ada 2 bentuk hiatal hernia yaitu : Penunjang lainnya yaitu endoskopi..
1). Sliding hernia”
salah tempat secara anatomis (masuknya) oesofagogaster junction melalui hiatus Gambaran klinis hiatal hernia dapat berupa gejala ringan yang dikenal bouchard’s
oesofagus kedalam kavum thoraks” triad3, heart burn, chest pain dan sampai keadaan yang buruk yaitu sindrom distress
pernafasan dan atau obstruksi saluran cerna.
2). Para-oesofagal hernia “
oesofagogastric tetap pada tempatnya yaitu dibawah diafragma tetapi fundus dan Penatalaksanaan hernia hiatus oesofagus adalah mengembalikan keposisi semula
kurvatura mayor bergulung masuk kerongga dada melalui hiatus oesofagus sesuai anatomi melalui pembedahan, dikenal ada 3 cara :
1. Operasi Belsey’s : secara transthorakal sampai terlihat oesofagus intra
Tipe-tipe hiatal hernia adalah sebagai berikut : abdominal, kemudian diperkuat dengan cara melakukan plikasi gaster secara
Type Description keliling sebanyak 280 derajat sampai distal oesofagus.
Prognosis tindakan ini 10 –15 % akan terjadi rekuren.
H0 No Hiatal Hernia
H1 Sliding Hernia 2. Operasi Neissen’s Fundoplikasi yang dapat dilakukan secara trans abdominal
Gastrooesophagal juntion above diafragma maupun trans thorakal dimana tindakannya adalah melakukan fundoplikasi
H2 Norma position of gastrooesophageal secara keliling 360 derajat antara distal oesofagus dan fundus gaster, prognosis
Protrusion of the stomach alongside the oesophageal keberhasilannya 96%
H3 Componen Of Sliding and paraoesophageal hernias
The gastropesophageal juntion is in the chest, the Operasi Hill’s, yaitu secara trans abdominal kemudian melakukan gastropexi
stomach roll trough the hiatus in a paraoesophageal
H4 position
Large hiatal defect with components of sliding hernia and/or 2. Bochdalek
paraoesophageal hernia accopanied by another abdominal
organ ( colon, spleen, Pancreas, small Bowel ) Hernia Bochdalek adalah defek kongenital diafragma bagian posterolateral yang
menyebabkan hubungan antara kavum thoraks dengan kavum abdomen,
Secara embrional diafragma disusun oleh 3 bagian yaitu : sehingga terjadi protusi organ intra abdomen ke kavum thoraks.
1) septum transversum Foramen Bochdalek merupakan celah sepanjang 2 sampai 3 cm di posterior
2) Mesenterium dorsal diafragma setinggi kosta 10 dan 11, tepat di atas glandula adrenal. Kadang-kadang
3) membran pleuroperitoneum dari didnding tubuh. defek ini meluas dari lateral dinding dada sampai ke hiatus esophagus. Kanalis
pleuroparietalis ini secara normal tertutup oleh membran pleuroparietal pada
kehamilan minggu ke-8 sampai ke-10. Kegagalan penutupan kanalis ini dapat
Etiologi
menimbulkan terjadinya hernia Bochdalek.
1). Traumatik manifestasi klinisnya dapat akut, intermediet dan lambat sampai 2-3
Hernia Bochdalek merupakan kelainan yang jarang terjadi. McCulley adalah orang
tahun.
pertama yang mendeskripsikan kelainan ini pada tahun 1754. Bochdalek pada tahun
2). Non traumatik dapat diakibatkan karena kelemahan otot-otot hiatus oesofagus
1848 menggambarkan secara detail aspek embriologi dari hernia ini. Tipe yang
yang pada umumnya terjadi pada orang berusia pertengahan.
paling sering terjadi (80%) adalah defek posterolateral atau hernia Bochdalek.
Penyebab pasti hernia Bochdalek masih belum diketahui. Hal ini sering Pada dewasa yang asimtomatik diagnosis biasanya ditemukan pada pemeriksaan CT
dihubungkan dengan penggunaan thalidomide, quinine, nitrofenide, antiepileptik Scan atau MRI yang dilakukan untuk penyakit lain.
atau defisiensi vitamin A selama kehamilan.
Insidensi pada neonatus tercatat antara 1 : 2000 – 5000. Pada dewasa insidensi Penataksanaan
dilaporkan bervariasi antara 0.17% yang dilaporkan oleh Mullens dkk sampai Tindakan pembedahan dapat dilakukan baik melalui pendekatan abdomen maupun
setinggi 6% yang dilaporkan oleh Gale. Hal ini didapat dari penelitian retrospektif thoraks. Pendekatan abdomen mempunyai keuntungan dapat mengoreksi malrotasi
dari pemeriksaan CT Scan yang dilakukan untuk berbagai tujuan. pada saat yang bersamaan. Lebih mudah menarik organ ke bawah dari pada
Hernia Bochdalek paling banyak dijumpai pada bayi dan anak-anak. Pada dewasa mendorong organ ke dalam kavum abdomen yang sempit. Isi hernia biasanya
sangat jarang ( sekitar 10% dari semua kasus) dan sering terjadi misdiagnosis meliputi usus halus dan sebagian usus besar. Lien juga sering masuk ke kavum
dengan pleuritis atau tuberculosis paru-paru. Kadang-kadang pada anak yang lebih thoraks. Kadang-kadang lobus kiri hepar, glandula adrenal kiri atau ginjal kiri juga
besar juga sering diduga sebagai staphylococcal pneumonia. tampak Melalui incisi subcostal organ abdomen dibebaskan dari rongga thoraks,
menampakkan defek pada diafragma.
Manifestasi klinis Ahli bedah lain lebih suka melakukan incisi vertikal karena dapat menunjukkan
Biasanya pada neonatus terjadi distres pernafasan, infeksi saluran nafas rekuren, bagian ventral hernia. Tepi anterior diafragma keseluruhan tampak jelas dengan
muntah dan sianosis, karena kolapnya paru-paru yang terkena dan pergeseran menarik ke atas dinding abdomen. Memasukkan kateter karet ke dalam kavum
struktur mediastinum ke sisi kontralateral serta terganggunya venous return ke thoraks dapat membantu menurunkan tekanan negatif di sekitar organ abdomen, tapi
jantung . tidak harus dilakukan. Organ abdomen yang herniasi ditarik dengan hati-hati ke
Pada dewasa, gejala-gejala gastrointestinal lebih sering tampak, karena obstruksi dalam kavum abdomen. Kadang-kadang terjadi adhesi yang cukup berat antara tepi
sub akut, atau batuk yang persisten dan masalah saluran nafas. Kadang defek dengan fleksura lienalis kolon. Diseksi dengan hati-hati pada tepi posterior
ditemukan kasus insidental pada laparotomi atau pemeriksaan CT Scan dan MRI diafragma, yang biasanya tertutup oleh lapisan peritoneum yang berlanjut dengan
yang dilakukan untuk penyakit lain. pleura parietalis, akan membuat komponen otot posterior tidak menggulung
Sebuah review menyatakan bahwa 80-90% hernia terjadi di sisi kiri (kemungkinan sehingga bisa dijahit dengan tepi anterior. Loop usus yang inkarserasi harus
karena perlindungan dome kanan diafragma oleh hepar), lebih sering pada wanita dibebaskan dengan hati-hati. Setelah hernia berhasil direduksi, dimasukkan retractor
dan tidak mempunyai kantong. Pada 20% kasus terdapat kantong yang berasal dari pada defek untuk melihat kavum thoraks. Kantong hernia harus dicari walaupun
membran pleuroperitonealis. Ukuran defek bervariasi dari kecil dengan ukuran sering sulit karena tipis dan transparan. Biasanya tepi defek tajam dan nyata. Jika
lubang 2 – 3 cm sampai meliputi seluruh diafragma. Defek dapat meluas dari terdapat kantong, tepi defek menjadi tidak jelas dan tertarik ke arah kavum thoraks.
dinding dada bagian lateral sampai ke hiatus esophagus. Hernia Bochdalek Kantong hernia ditarik ke abdomen dan dieksisi. Celah diafragma ditutup dengan
dilaporkan berhubungan dengan hipoplasia paru-paru, sequestrasi ekstralobaris, dan jahitan terputus satu lapis dengan benang non-absorbable. Jika tepi posterior tidak
defek jantung. Derajat hipoplasia secara langsung berpengaruh pada kelangsungan ada, jahitan dapat dibuat melingkari kosta, karena muskulus interkostal tidak cukup
hidup pasien kuat sebagai penahan. Defek yang besar dapat ditutup dengan memasang Marlex
mesh atau Gortex membran atau dengan membuat flap dari peritoneum, fascia
Diagnosis posterior, dan muskulus transversalis dari dinding kiri atas abdomen. Setelah repair
Pada anak-anak berdasarkan pada pemeriksaan klinis di mana terdapat abdomen diafragma selesai, dipasang chest tube pada rongga thoraks.
yang scaphoid dan adanya suara usus di thoraks. Pada center yang maju saat ini telah Pada beberapa kasus, mediastinum bergeser terlalu cepat ke kiri, dengan
didiagnosis antenatal dengan ultrasonografi pada 40-90% kasus. Pada postnatal, overdistensi paru-paru kanan. Keadaan overekspansi ini kadang-kadang dapat
pemeriksaan sinar-X dada sederhana atau jika meragukan dengan barium meal dan menimbulkan pneumothoraks pada sisi kontralateral. Pemasangan chest tuhe pada
follow through biasanya dapat untuk diagnostik. Gambaran khas berupa sisi kontralateral disarankan karena insidensi pneumothoraks yang relatif tinggi pada
radiolusensi multipel di dalam dada karena loop usus yang terisi gas dengan sisi yang berlawanan dari hernia diafragmatika. Suction dipasang pada setiap chest
pergeseran mediastinum ke sisi kontralateral, menimbulkan pola yang kadang- tube untuk mempertahankan struktur mediastinum pada garis tengah.
kadang menyerupai malformasi adenomatoid kistik di paru-paru. Pada dewasa Penutupan dinding abdomen dapat menimbulkan masalah, karena sering kali organ
diagnosis sering salah sampai timbul kecurigaan yang kuat. abdomen tidak muat ditempatkan di dalam kavum abdomen. Charles dkk
Thomas dkk menemukan sekitar 38% pasien hernia Bochdalek dewasa terjadi merekomendasikan hanya penutupan kulit dengan penundaan penutupan otot yang
misdiagnosis, di mana sering keliru didiagnosis sebagai efusi pleura, empyema, kista dapat dilakukan pada situasi tersebut.
paru-paru dan pneumothoraks.
Pada keadaan ini dapat menimbulkan terjadinya hernia ventralis, tetapi tekanan pada
diafragma dan vena cava inferior akan berkurang. Hernia ventralis direpair 10 hari
sampai 2 minggu kemudian, setelah kavum abdomen sudah cukup meluas untuk
menampung usus.
Monitor dengan rontgen dada berulang setelah operasi perlu dilakukan. Chest tube
dapat diklem bila mediastinum telah berada pada garis tengah dan ahli anestesi
mencatat adanya peningkatan pengembangan paru. Jika ventilasi mekanis
diperlukan, tekanan inspirasi positif dapat meningkatkan resiko pneumothoraks pada
paru-paru yang overdistensi.

Prognosis keseluruhan pada hernia diafragmatika kongenital pada neonatal belum


meningkat banyak, terutama pada bayi yang sudah menunjukkan gejala dalam 24
jam pertama kehidupannya. Walaupun penggunaan tekhnik terbaru dari oksigenasi
membran ekstra korporeal, angka survival masih sekitar 50-65%. Derajat hipoplasia
paru-paru mempengaruhi keberhasilan. Pada dewasa prognosis lebih baik karena
tidak adanya hipoplasia paru-paru.

Hernia Bochdalek adalah defek kongenital diafragma bagian posterolateral yang


menyebabkan hubungan antara kavum thoraks dengan kavum abdomen. Kanalis
pleuroparietalis ini secara normal tertutup oleh membran pleuroparietal pada
kehamilan minggu ke-8 sampai ke-10. Kegagalan penutupan kanalis ini dapat
menimbulkan terjadinya hernia Bochdalek.

3. Morgagni

Hernia Bochdalek
yang merupakan cabang
GASTER a. lienalis.
------------------------------------------------ RD - Collection 2002 -------------------------------------------- Arteria gastrika dextra merupakan cabang a.hepatica propia dan berjalan dibelakang
- curvatura minor, sedang a.hepatika propia berjalan di1igamentum hepatoduodenale.
Persyarafan simpatis gaster seperti biasanya melalui serabut syaraf yang menyertai
arteri. Impuls dihantarkan melalui serabut efferent saraf simpatis. Serabut syaraf
Anatomi parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurusi sel parietal di fundus dan corpus
Gaster merupakan bagian gastrointestinal yang terletak diantara oesofàgus dan dan sel ini berfungsi untuk menghasilkan asam gaster. Nervus vagus anterior
duodenum. Terdiri dari : memberi cabang ke kantong empedu, hati dan anthrum sebagai syaraf Latarjet
1. Cardia merupakan muara oesofagus. anterior, sedangkan n vagus posterior memberi cabang ke ganglion seliakus untuk
2. Fundus adalah bagian gaster yang timbul disebelah kiri cardia. organ visera gaster dan ke anthrum sebagai syaraf Latarjet posterior.
3. Corpus merupakan bagian utama dari gaster dan kelanjutan dari fundus.
Berdasarkan faalnya gaster dibagi menjadi dua bagian yaitu tiga perempat proximal
Corpus berlanjut membentuk anthrum pyloricum dan berakhir sebagai pylorus, yaitu yang terdiri dari fundus dan corpus yang berfungsi sebagai penampung makanan
muara gaster dalam duodenum. Gaster mempunyai permukaan anterior dan serta memproduksi asam gaster dan pepsin. sedang seperempat distal atau anthrum
posterior, batas medial sebagai curvatura minor. Sedangkan batas lateral sebagai berfungsi untuk mencampur dan mendorong ke duodenum serta memproduksi
curvalura mayor. Lapisan otot gaster atau tunika muskularis adalah motor gaster gastrin. Kemampuan gaster menampung makanan kurang lebih 1500 cc, karena
yang terdiri dari serat otot polos. Otot ini terdiri dari lapisan dalam yang sirkuler dan mampu menyesuaikan ukuran dengan kenaikan tekanan intraluminer tanpa
lapisan luar yang longitudinal. Ada lapisan yang paling dalam yang terdiri dari serat gangguan peregangan dinding
oblique yang membentang dari insisura cardiaca sampai perbatasan corpus dan pars
pilorika. Pars pilorika terdiri dari dua gelung otot sirkuler yang dihubungkan oleh
jaras otot longitudinal. Dila ta si Ga ster ------------------------------- RD - Collection
2002
Vaskularisasi gaster berasal
dari truncus celiacus yang
merupakan cabang dari
Dila ta si g a ster adalah suatu keadaan adinamik dari gaster yang berakibat
aorta dan mensuplai
terjadinya distensi yang luar biasa dimana didalamnya berisi udara dan cairan.
seluruh gaster, hepar, lien,
Dilatasi gaster merupakan keadaan akut abdomen yang mengancam jiwa dan
sebagian duodenum serta
memerlukan tindakan medis dan mungkin pembedahan segera. Dilatasi gaster
pancreas.
berarti distensi atau pembesaran gaster. Ini mungkin berhubungan dengan volvulus
Truncus celiacus bercabang
atau torsi gaster, ataupun puntiran gaster pada aksis panjangnya. Sekali gaster
menjadi a.hepatica
terpuntir isi dari gaster tersebut terperangkap didalam dan membentuk gas. Gaster
komunis, a. gastrica sinistra
mengalami pembesaran (distensi) dan terjadi penekanan arteri-arteri dan vena-vena
dan arteria lienalis (trias
besar dalam cavum abdomen, menghambat aliran darah dan menjadikan tekanan
Hailer).
darah ke organ tersebut berkurang. Jika hal ini terjadi, maka akan terjadi
Arteria hepatika komunis
peningkatan denyut jantung dan nadi menjadi lemah dan akan berlanjut menjadi
memberi cabang
syok. Dilatasi gaster yang cukup besar dapat menggeser kedudukan lien dan dapat
a.gastroduodenalis dan
menghentikan sirkulasi darah ke lien yang menyebabkan udem lien sampai dengan
a.gastroduodenalis memberi
nekrosis. Semua kejadian tersebut dapat terjadi dalam hitungan menit sampai dalam
cabang a. gastroomentalis
hitungan jam, jika keadaan ini terjadi maka diperlukan tindakan medis ataupun
dextra dan menuju
bedah segera.
curvatura mayor serta
Dilatasi gaster bisa terjadi secara mekanis maupun fungsional. Dimana mekanis
beranastomose dengan
yaitu adanya sumbatan didaerah gastric outlet, dan biasanya berakibat dilatasi gaster
a.gastroomentalis sinistra
yang kronis. Sedang pada yang fungsional biasanya merupakan komplikasi dari
operasi , trauma berat. Gerakan peristaltik dikendalikan oleh sistem saraf enterik.
Adanya manipulasi bedah dan anestesi mengakibatkan pengurangan aktivitas kekuatan
dorong usus atau post operative i1eus.
Peristaltik biasanya kembali normal setelah 24 jam pasca operasi. Sedangkan
setelah laparotomi peristaltik gaster kembali normal setelah 48 jam.
Patologi
Walaupun gaster mampu untuk adaptasi dengan mudah pada penambahan isi
Dilatasi gaster akut bisa juga merupakan komplikasi post operasi yang dapat
maupun peningkatan tekanan intra gastric yang digunakan sebagai mekanisme
merupakan penyulit pasca bedah. Sebab dilatasi dapat sangat besar sehingga bisa
adaptasi namun kadang melewati batas fisio1ogis. Penambahan tekanan intra gastrik
berakibat fatal. Apabila ditangani secara cepat akan segera kembali normal namun
dapát berakibat terjadinya obstruksi venosa dan mukosa, yang berakibat terjadinya
jika terlambat bisa berakibat fatal oleh karena bisa berakibat gangguan elektrolit,
peregangan dan perdarahan, dan jika berlanjut akan terjadi nekrosis dan perforasi.
syok, terjadinya kolaps paru dan torsi jantung.
Wharton melaporkan telah melakukan operasi pada 3 pasien dilatasi gaster akut pada
penderita Prede Willi syndrome. Dimana gaster tampak adanya ischemic
Etiologi gastroenteritis, infark mukosa yang difus dengan multifocal transmural necrosis.
Distensi gaster juga akan berakibat menekan diafragma sehingga dapat berakibat
Secara garis besar dilatasi gaster disebabkan oleh obstruksi mekanik dan kelainan
terjadinya kolaps lobus inferior paru kiri juga bisa terjadi rotasi jantung dan
fungsional. Obstruksi mekanik misalnya pada gastric outlet obstruction, dimana
obstruksi vena cava inferior serta terjadinya volvulus. Volvulus gaster bisa terjadi
gaster disini dapat sangat besar dan berisi cairan sampai 5 liter dan juga udara.
karena dilatasi gaster , dimana axis rotasinya adalah cardia dan pilorus atau disebut
Ulkus peptikum juga merupakan sebab terjadinya sumbatan pada gastric outlet,
organo axial volvulus, atau garis yang melintang di tengah gaster antara curvatura
keadaan ini bisa terjadi oleh karena spasme, odema, inflamasi dan scar. Dan
minor dan mayor atau disebut, mesenteroaxial volvulus. Kasus volvulus ini
letaknya biasanya pada bulbus duodenum atau pilorus dan jarang pada daerah
kebanyakan terjadi pada abnormalitas diaphragma, misal eventerasio ataupun hernia
antrum distal. Hipertropi pilorus juga sering sebagai sebab terjadinya dilatasi gaster ,
Terjadinya distensi gaster yang akut juga disebabkan oleh karena vagovagal respon
dimana hipertropi otot pilorus bisa idiopatik, bisa juga karena gastritis ataupun ulkus
yang ditandai oleh adanya bradikardi keringat dingin, pucat, hipotensi dan
peptikum.
abdominal pain. Dilatasi gaster juga akan berakibat terjadinya hipokloremia,
Pada bayi bisa juga terjadi hipertropi pilorus , dimana biasanya terjadi setelah
hipokalemia, alkalosis oleh karena keluarnya cairan dan elektrolit. Schwarts
minggu pertama, yang ditandai dengan muntah yang proyektil dan palpabel dengan
mengatakan terjadinya dilatasi gaster berakibat terjadinya pemendekan sfingter
pemeriksaan.
esopagus bagian bawah, sehingga berakibat pengurangan resistensi sfingter terhadap
Karsinoma gaster merupakan penyebab ke dua terjadinya sumbatan pada gastric
refluk. Distensi gaster yang masif biasanya merupakan hasil aerophagia yang terjadi
outlet. Dimana gambaran anuler biasanya terlihat pada daerah anthrum. Prolaps dan
karena penambahan pharingeal swallowing. Dimana setiap sekali terjadi pharingeal
polip antrum dapat sebagai penyebab terjadinya sumbatan, biasanya terjadi secara
swalowing menghasilkan cairan gaster 2 cc.
intermiten.
Dilatasi gaster juga bisa terjadi pada obtruksi duodenum ataupun usus halus bagian
atas. Misal adanya Arteria Mesenterica Syndrom ,dimana disini duodenum pars tiga Gambaran Klinis
tertekan oleh arteri mesenterika superior sehingga terjadi dilatasi duodenum dan  Akut
gaster, dilatasi disini bisa kronis maupun akut. Dilatasi gaster akut biasanya terjadi setelah adanya trauma operasi abdomen
Dilatasi gaster tanpa obstruksi mekanik atau dilatasi fungsional bisa terjadi pada ataupun anestesi inhalasi dengan menggunakan face masks dan perut dapat
komplikasi pasca operasi perut, setelah trauma berat pada thorak dan tulang sangat distensi. Adapun gejala yang mungkin timbul pada penderita dilatasi
belakang, pada pasien yang immobilisasi, adanya penyakit inflamasi pada abdomen gaster akut adalah:
misal peritonitis, pancreatitis, appendisitis. Dilatasi juga bisa terjadi pada pasien 1. Distensi perut bagian atas
dengan abdominal pain yang berat misal pada kolik bilier maupun rena1. 2. Pucat
Pasien pasca vagotomi juga dapat terjadi dilatasi gaster dengan prosentase kurang 3. Bradikardi
lebih 10%, baik truncal, selective ataupun hyghly selective vagotomy Pasien pasca 4 .Hipotensi
operasi, ataupun anestesi dengan menggunakan face mask dapat terjadi dilatasi 5. Regurgitasi
gaster akut segera setelah operasi. 6. Shock
Selain itu pasien diabetes dan penggunaan obat misal atropin dan anticholinergic, 7. hiccup /tersedak
elektrolit imbalance, koma, keracunan obat, aerophagia dan kelainan yang idiopatik 8. Gejala gangguan elektrolit
bisa berakibat terjadinya dilatasi tambung.
Yang harus diwaspadai pada penderita dilatasi gaster akut adalah penderita
dapat dengan cepat menjadi shock. ini biasanya terjadi pada awal pasca
operasi dan masih dalam pengaruh pembiusan.
Mungkin terjadi secara klinis tidak ada tanda yang mencolok kecuali ulu hati
yang tidak cekung namun pasien sudah jatuh dalam keadaan shock.Keadaan
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dilatasi gaster adalah:
dapat manjadi lebih buruk apabila terjadi vomitus disertai dengan aspirasi dan
1. Pemberian cairan dan elektrolit
adanya perdarahan gaster
Pemberian caiaran dan elektrolit secara intra vena akan segera menolong
penderita dari shock yang irreversible .Terutama pada penderita dilatasi gaster
 kronis. yang akut.
Dilatasi gaster kronis biasanya disebabkan oleh karena obstruksi mekanik, 2. Pemasangan nasogastric aspiration
misal adanya sumbatan pada gastric outlet contohnya pada pyloric stenosis, Penanganan dilatasi gaster akut sesungguhnya simple , namun jika tidak
dan adanya external traction misal adhesi ataupun adanya desakan tumor pada dilakukan segera dapat berakibat fatal., yaitu pemberian nasogastric aspiration
daerah pylorus. Disamping itu adanya atonia usus juga bisa berakibat untuk mengeluarkan cairan dan udara. Gaster biasanya membutuhkan waktu 24
terjadinya dilatasi gaster kronis, misal pada penyakit Rickets dan malnutrisi sampai 48 jam untuk kembali normal. Sehingga selama periode ini pemasangan
berat naso gastric tube tetap dipertahankan .
Penderita dengan operasi Bilroth I juga bisa berakibat terjadinya dilatasi gaster
kronis, dimana disini bisa terjadi scar ataupun distorsi pada daerah 3. Medikamentosa
gastroduodenal anastomosis.Disini pasien timbul gejala perut terasa penuh dan
tidak nyaman, muntah dan adanya gambaran gaster yang di1atasi. 4. Pembedahan.
Atoni serta pengosongan yang lambat dari gaster merupakan komplikasi awal Pembedahan diperlukan apabila ditemukan adanya tanda -tanda nekrosis dan
dari vagotomi, dimana ini terjadi karena tidak adanya koordinasi peristaltik perforasi. Warthon melaporkan ada 6 pasien dilatasi gaster akut, 3 pasien dengan
karena hilangnya singgle dominan pace maker. Disini akan terjadi dilatasi nekrosis gaster, 2 pasien sembuh spontan dan satu pasien meninggal karena
gaster yang bersifat kronis dengan gejala yang dominan adalah adanya nausea sepsis dan gangguan koagulasi. Tiga pasien yang terjadi nekrosis dilakukan
dan kembung. operasi gastrektomi. Willeke juga melaporkan telah melakukan operasi reseksi
Dilatasi gaster kronis juga terjadi pada penderita sindroma arteria mesenterika gaster pada pasien wanita 19 tahun pada penderita dilatasi gaster akut dengan
superior, dimana gejala yang timbul adalah nyeri epigastrik dengan rasa penuh nekrosis pada penderita anorexia nervosa!12. Eggerdottir melaporkan adanya
dan adanya kembung sesudah makan serta adanya muntah. Gejala ini biasanya dilatasi gaster dengan volvulus pada 31 anjing , dimana 21 anjing dilakukan
intermiten dengan periode tiap minggu atau bulan. operasi reposisi dan gastropexy serta 10 anjing hanya dilakukan reposisi tanpa
gastropexy. Ternyata yang tidak dilakukan gastropexy terjadi rekuren sebanyak
Radiologi 50%. Sedangkan yang dilakukan gastropexy tidak ada yang rekuren
Gambaran radiologis pada penderita dilatasi gaster karena obstruksi mekanik bisa
Pada penderita dilatasi gaster kronis penatalaksanaannya tergantung pada
sangat besar , yaitu akan tampak gambaran large air-fluid level. Gambaran pada
penyebabnya. Pada penderita dilatasi gaster pasca vagotomi penatalaksanaanya
stenosis pilorus adalah gaster distensi dengan air fluid level dengan gambaran udara
dengan pemasangan nasogastrc tube, pemberian obat berupa obat prokinetik seperti
yang sedikit pada usus.
metchlopropamid. Dan apabila gejalanya terlalu berat bisa dilakukan operasi dengan
Pada penderita hipertropic pilorus pada pemeriksaan barium akan tampak
melakukan reseksi gaster. Pada penderita dengan hipertropi pilorus pada anak dapat
pemanjangan dan penyempitan kanal pilorus serta gambaran gaster yang diIatasi.
dilakukan piloroplasti cara Ramstedt, sedangkan pada dewasa menggunakan
Gambaran radiologi pada sindrom arteria mesenterika superior dilakukan dengan
metode Heineke-Mikuliez dan metode Finney.
pemeriksaan barium meal, dimana akan tampak garis linier ekstrinsik yang menekan
Dilatasi gaster pada penderita pasca operasi gaster misal pada operasi Bilroth I dan
pada duodenum pars tiga .
II, dimana biasanya terjadi gangguan pengosongan gaster oleh karena hubungan
gaster dan usus tertutup oleh udem, terlipat, invaginasi atau penyebab mekanis
lainya. Tindakan awal adalah pemberian cairan dan elektrolit, kemudian
pemasangan nasogastric tube, namun apabila gagal dilakukan relaparatomi. Dilatasi
gaster kronis akibat adanya sindrom arteri mesenteria superior penatalaksanannya
yaitu dengan pemasangan nasogastnc tube, posisi knee-elbow setelah penderita makan Paul Caseel et al 1976, menemukan lokasi terbanyak pada korpus (35%), Pilorus
supaya isi gaster cepat kosong atau operasi duodeno jejunostomi. (29%), Fundus (16%), ekstensif (13%), dan leather bottle (7%).

Gejala yang terbanyak adalah :


Ka rsinoma Ga ster ------------------- RD - Collection
1. kehilangan berat badan (80%)
2002 2. nyeri perut (72%)
3. nafsu makan berkurang (57%)
4. muntah (44%)
Karsinoma lambung dikenal sebagai karsinoma dini (KLD), dan karsinoma lanjut 5. perubahan kebiasaan buang air besar (35%)
(KLL). Karsinoma lambung dini (KLD), adalah karsinoma lambung yang 6. nyeri menelan (14%)
terbatas mengenai jaringan mukosa dan submukosa dari lambung. 7. anemia (12%)
Batasan tersebut pertama kali diungkapkan oleh Japanese Gastroenterological 8. pendarahan (10 %).
Endoskopi Society. Batasan ini tidak memperhatikan ada tidaknya anak sebar di
kelenjar getah bening. Bila penanganan karsinoma lambung dini tertunda akan Pemeriksaan khusus
mengakibatkan karsinoma lanjut yang berprognose buruk dan terjadi penetrasi di Achlorhidria 65% penderita karsinoma lambung disertai achlorhidria, bila
lapisan muskularis. Sebagian besar terdapat anak sebar di kelenjar getah bening dibandingkan dengan penderita normal sebanyak 15%-25%. Pepsinogen disini
lokal dan deposit pada peritoneum dan hati. Bila karsinoma lambung dini terbatas ditemukan 31% penderita dengan karsinoma lambung dan 6% pada penderita
pada mukosa, ketahanan hidup 5 tahun mencapai 99,5%-100%. Bila sampai kontrol.
submukosa, ketahanan hidup lima tahun mencapai 95,1 %-95,3%. Sedang pada CEA pada penderita karsinoma lambung, 19%-35% penderita akan terjadi
karsinoma lambung lanjut ketahanan hidup lima tahun hanya 20% (petrus et al, peningkatan CEA. CEA untuk tindak lanjut saja, bukan untuk diagnose. Fetal
1989). Sulfoglikoprotein Antigen (FSA), pada asam lambung terdeteksi 96%, pada
Menurut Japanese Gastroenterological Endoskopi Society, KLD diklasifikasikan karsinoma lambung 14% pada kelainan lambung yang jinak (Glen RD 1989).
secara makroskopi sebagai berikut,
1. Potruded (tipe I) Pemeriksaan radiologi meliputi pemeriksaan saluran cerna bagian atas dengan
2. Superficial (tipe II) kontras ganda dengan ketepatan diagnose sekitar 66%, endoskopi dengan ketepatan
elevated (II a) diagnose 71% (Thomas EW et al 1980), CT Scan dan endoskopi ultrasound guna
flat (II b), menentukan keterlibatan dinding lambung oleh keganasan (Humphrey et al, 1988).
depressed (II c). sebagian besar berupa adenokarsinoma dan sekitar 1 % Laparoskopi untuk menentukan stadium dan kurabilitas.
berupa skeuameus dan adenoakantoma
Yang terbanyak adalah tipe II c. tipe I dan II a biasanya berupa
adenokarsinoma diferensiasi baik, tipe II b dan II c tingkat defereensiasi Penatalaksanaan
bervariasi 1. Pembedahan. Khemoterapi kadang dipertimbangkan.
2. Berdasarkan anak sebar yang jauh pembedahan merupakan paliasi, dan
3. Excavatif (tipe III)  merupakan differensiassi jelek dan undiferensiasi. khemoterapi merupakan terapi primer.
3. Merupakan locally advanced dan non resektable. Reseksi dapat diupayakan,
Sebagian besar KLD terdapat di lambung sebagian distal dan pada spesimen reseksi namun biasanya gagal, dan pengobatan tambahan serupa khemoterapi dan
10 % merupakan lesi multisentrik (Glen RD 1989). irradasi (Glen RD 1989).

Ahli patologi, radiologi dan endoskopi membagi KLLdengan klasifikasi Borman. Melalui deteksi dini dan pembedahan dini dapat dicapai penyembuhan permanen
1. Tipe I polipoid dan ketahan hidup 5 tahun meningkat. Nilai harapan hidup ditunjang dengan reseksi
2. tipe II ulkeratif luas untuk mendapatkan sayatan bebas tumor dan diseksi luas kelenjar. Diseksi luas
3. tipe III ulkeratif dan infiltratif kelenjar sangat menunjang harapan hidup, meskipun sudah lanjut (X De Arextabala
4. tipe IV lesi difusi infiltratif atau linitis plastika (glen RD 1989). cit John Pitter 1990). Namun demikian makin luas reseksi makin tinggi angka
komplikasi. Sehingga dengan demikian, beberapa pakar yang bersifat moderat
mengungkapkan bahwa reseksi luas (gastrektomi total) dan diseksi luas kelenjar,
hasilnya tidak jauh berbeda dengan reseksi subtotal tanpa deseksi luas kelenjar.

X De Arexcabala 1987, menggunakan tindakan bedah sesuai dengan letak tumor : Menurut The Japanese Reserch Society for Gastrik Cancer membuat klasifikasi
1. Tumor terletak di proksimal lambung dilakukan gastrektomi total disertai reseksi lambung berdasarkan radikalitas ( R ).
splenektomi dan reseksi ekor pankreas. Pada R 1, pembersihan limfonodi terbatas pada group nodus primer yaitu
2. Tumor terletak di bagian tengah lambung atau distal lambung, dilakukan sekeliling kardia, sepanjang kurvatura mayor dan minor, dan sekitar pilorus.
gastrektomi subtotal. Pada R 2 terdapat penambahan pembersihan limfonodi di sekitar arteri utama
3. Pankreas ikut terlibat, tanpa anak sebar yang jauh, dilakukan yaitu : a. gastrika kiri, a. coeloaca, a. hepatik komunis, a. lienalis. Disamping itu
pankratikoduodenektomi. limfonodi di retropankreatik dan reseksi pada korpus dan ekor pankreas.
Pada R 3 reseksi meluas pada limfonodi di porta hepatis, di belakang kaput
Bila fasilitas pemeriksaan potong beku ada, dinding sayatan harus diperiksa. Bila pankreas, sekitar mesenterium, sekitar limfonodi paraaorta. Kadang melibatkan
tidak ada fasilitas, Maruyama et al (cit John Pitter 1990), menganjurkan reseksi kolektomi parsil, hepatik lobektomi, sub total pankreatiktomi,
paling sedikit 2-5 cm dari tepi luar tumor. pankreatikoduodenektomi.

Untuk melakukan deseksi kelenjar limpe, perlu dipahami secara klinik penyebaran Mengenai perluasan reseksi lambung adalah sebagai berikut : bila tumor stadium
kelenjar limpe dengan lokalisasi tumor. awal dan sirkum skrib sayatan tepi batas tumor 2 cm dan bila lesi lanjut dan
1. Tumor terletak disatl lambung, yang terserang kelenjar sepanjang ke dua infiltratif maka tepi bebas tumor 5 cm.
kurvatura dan sekitar pylorus, sepanjang a. gastrika sinistra dan a. hepatika.
Disamping disekitar daerah cabang-cabang limpe dan limpe sendiri. Dilakukan gastrektomi total bila :
2. Tumor terletak di tengah lambung , kelenjar yang paling diserang sepanjang 1. Jarak tepi irisan proksimal sampai kardia kurang dari panjang yang diperlukan
kurvatura mayor dan minor, sekitar pilorus dan sekitar jungciton untuk memperoleh tepi bebas tumor.
eshophaghogastrik. 2. Tumor melibatkan 2 atau 3 bagian lambung.
3. Tumor yang terletak pada proksimal lambung, , penyebaran sepanjang kurvatura 3. Karsinoma difuse tidak tergantung ukurannya, (CS. Humprey et al, 1988).
minor, sekeliling junktion eshophagogastrik dan sekitar pembuluh-pembuluh
limpe (X De Arexabalacit. John Pitter, 1990) lihat tabel 1 dan 2. Omentum minus harus dibebaskan dari hati. Penghilangan omentum mayus harus
termasuk lamina anterior dari mesokolon tranversum (bursektomi) guna menjamin
Kelenjar limpe regionalis lambung a/v kolika dan menghilangkan limfonodi yang menyertai pembuluh darah.
Group 1 paracardial kanan Group 9 A. coeliaka
Group 2 Paracardial kiri Group 10 Hilus lien Reseksi kuratif adalah
Group 3 Kurvatura minor Group 11 A.Lienalis 1) tidak ada sisa di peritoneum dan hati,
Group 4 Kurvatura mayor Group 12 Pedikle hati 2) lapisan serosa tidak terlibat tumor,
Group 5 Suprapilorik Group 13 Retropankreatik 3) tepi bebas tumor,
Group 6 Infrapilorik Group 14 Cabang mesenterik 4) reseksi melebihi level nodus yang terlibat N. bila level R sesuai dengan N, reseksi
Group 7 A. gastrika Group 15 A. kolika media dikategorikan reseksi kuratif relatif.
Group 8 A.hepatikuskomunis Group 16 Para aorta
Masih terdapat kontroversi mengenai metode rekontruksi sesudah reseksi lambung.
Dan berbagai prosedur dapat dibagi atas dasar prosedur duodenal by pass dan
Kelompok kelenjar limpe sekitar lambung yang berhubungan dengan letak tumor rekonstruksi dimana memulihkan kontinuitas duodenum. Yang terpenting apakah
Letak tumor R1 R2 R3 sesudah reseksi lambung, kuratif ataukah tidak. Bila reseksi kuratif rekontruksi
Lambung distal 3,4,5,6 1,7,8,9 2,10,11,12,13,14 harus mengembalikan kontinuitas duodenum, sehingga dengan demikian tercapai
Lambung tengah 1,3,4,5,6 2,7,8,9,10,11 12,13,14 pemberian nutrisi yang baik.
Lambungproksimal 1,2,3,4 5,6,7,8,9,10,11 12,13,14 Penderita dengan gastrektomi distal dan kuratif, prosedur Bilroth I merupakan
Seluruh lambung 1,2,3,4,5,6 7,8,9,10,11 12,13,14 tindakan terpilih. Bila penderita dengan gastrektomi total atau subtotal kuratif
dipergunakan interposisi yeyunal. Bila penderita dengan reseksi non kuratif
pilihannya adalah duodenal by pass (polia untuk gastrektomi distal dan Roux en Y
atau loop jejunustomi dengan entero enterik anastomose untuk reseksi ekstensif).

Pengobatan ajuvant termasuk :


5 FU, mitomicin C, adriamicin (doxorubicin) dan metyl CCNU
FAM (5 FU + adriamiacin + mitimicin C).

Beberapa gejala yang memerlukan tindakan paliasi adalah : sakit, muntah, nyeri
menelan, perdarahan dan kelemasan. Yang paling baik melakukan gastrektomi
paliatif. Bila keadaan memungkinkan diperlukan gastrektomi total. Bila tumor non
resektable dan terletak di anthrum, dilakukan gastrojejunustomi antekolika. Jejunum
dianastomosekan dengan kurvatura mayor. Pada karsinoma di antrum dan
inoperable dilakukan Devine’s exclusion by pass operation. Bila terdapat nyeri
menelan dan pada antrum dilakukan intubasi dengan tube celestine.

Sebenarnya keluhan karsinoma lambung didni adalah berupa dispepsi, mual


muntah,nyeri epigastrum, hematemesis dan melena dan berat badan menurun.
Gejala berat badan dan anemi sering lepas dari perhatian dokter. Demikian pula
pemerikasaan darah tersamar. Karsinoma lambung lanjut dicurugai bila terdapat
gangguan menelan, masa di ulu hati, ascites, pleurral effusi dan pembesaran kelenjar
supra klavikula.
Padapemeriksaan foto saluran cerna bagian atas, diperlukan kecermatan bila
statement normal. Bila memungkinkan diperlukan gastrokopi bila gejala melanjut (
Thomas EW et al, 1981).
Strategi pembedahan karsinoma lambung adalah :
1. Meradikasi fokus primer dan anak sebar di limponodi regioner dengan tujuan
pembedahn kuratif.
2. Paliatif dengan mengurangi ukuran tumor atau reseksi paliatif dengan tujuan
menghilangkan komplikasi seperti perdarahan, stenosis atau kehilangan protein
yang disebabkan pertumbuhan tumor.
3. Untuk nutrisi seperti gastrostomi atau enestrotomi (Thoyihusa N et al 1988).
.
Indikasi pembedahan emergency, bila perdarahan berlangsung terus atau terjadi
perdarahan ulang dan shock. Sedang Nagayo cit Hiroshi et al 1988, menganjurkan
tindak pembedahan emergency bila penderita tidak pulih dari shock, sesudah
transfusi 1000 mL. Namun demikian ahli bedah menghadapi dilema mengenai safety
penderita dengan radikalitas disisi lain.
Penderita dengan non resektable berprognose buruk, diperlukan prosedur paliatif
seperti by pass anastomose atau tube feeding. Dengan parenteral nutrisi seperti
hiperelimentasi temperer akan meningkatkan status penderita sehingga toleransi
terhadap kemoterapi. (Thosifusa N et al, 1988).
HEPAR Terdapat dua bentuk dasar kista hepar yaitu:
------------------------------------------------- RD - Collection 2002 ---------------------------------------------
-- 1. Kista Hepar Kongenital
a. Hamartoma
Anatomi Kista hamartoma mesensimal, biasanya mencapai ukuran yang sangat
Hepar dibagi oleh fisura umbilikalis dan ligamentum falsiformis menjadi dua lobus, besar. Sebuah kista bisa mencapai ukuran 20x20x20 cm dengan berat
yaitu lobus kanan yang lebih besar dan lobus kiri. Pada permukaan inferior lobus lebih dari 2 kg. Mikroskopis ditandai dengan pertumbuhan yang
kanan dan visura transversa bilus. Sebelah anterior dari fisura tersebut disebut lobus berlebihan dari jaringan mesensimal.
kwadratus, yang dibatasi sebelah kiri oleh fisura umbilikalis dan sebelah kanan fosa
kandung empedu.Posterior dari visura tranversa bilus adalah lobus ke empat disebut b. Epidermoid
lobus spigel. Kista epidermoid, oleh Schullinger dan kawan kawan dilaporkan
Secara fungsional hepar dibagi menjadi segmen-segmen menurut distribusi dari adanya dua kiste soliter epitel gepeng berlapis.
cabang-cabang vena portae dan vena-vena hepatika . Lobus kanan hepar dibagi dua
sektor dan masing-masing sektor dibagi dua segmen. Sektor anterior sebelah inferior c. Non parasitik simpel.
disebut segmen V sedang yang superior disebut segmen VIII. Sektor posterior Kista non parasitik simpel, suatu kista soliter yang tumbuh sangat
sebelah inferior disebut segmen VI dan sebelah superior disebut segmen VII. Lobus besar dan bisa berisi 1 sampai 3 liter cairan. Kista dibatasi oleh
kiri hepar dibagi 2 sektor. Sektor anterior dibagi 2 segmen oleh fisura umbilikalis. jaringan yang lunak, tersusun atas epitel kolumner, kuboid atau
Segmen medial disebut segmen IV dan yang lateral disebut segmen III. Sektor gepeng.
posterior hanya satu segmen yaitu segmen II. Lobus spigel disebut juga segmen I
(Bismuth 1986).
2. Kista akuisita terdiri dari kista hidatidosa dan kista traumatika.
Kista Traumatika, biasanya akibat tidak langsung dari trauma tumpul abdomen.
Kista Hepa r ---------------------------------------------------- RD - Kista dibatasi oleh jaringan granulasi dan jaringan fibrous. Kista ini dapat
Collection 2002 berhubungan dengan sisten bilier dimana bila terjadi perdarahan pada kista
akan mengakibatkan hemobilia. Kista traumatika dapat ditemukan beberapa
Pendahuluan hari sampai beberapa bulan setelah trauma.
Kista hepar merupakan suatu kelainan yang jarang dijumpai pada anak. Pada Teratoma dan mesenchimoma bisa juga terjadi seperti massa kistik. Tetapi hal ini
pemeriksaan fisik penderita dengan distensi abdomen, kadang disebabkan oleh sangat jarang.
adanya suatu kista hepar. Biasanya kista hepar berbentuk soliter tunggal tanpa gejala
Diagnosis kista hepar dapat ditegakkan dengan suatu pemeriksaan fisik dengan
yang menyolok. Baru setelah kista begitu besarnya, akan menimbulkan keluhan rasa
ditambah pemeriksaan penunjang berupa Ultrasonografi atau CT Scan abdomen
tidak enak dan adanya masa intra abdominal.
berupa suatu lesi bulat atau oval dengan ukuran beberapa milimeter sampai lebih
Kista hepar yang disebut juga non parasitic or solitary cyst adalah suatu bentuk dari 20 cm.
kelainan pada hepar yang biasanya asimptomatik. Berdasarkan tempatnya, kista
Prinsip penanganan kista hepar adalah: apabila kista kecil dan asimptomatis maka
hepar dibedakan menjadi tiga:
dibiarkan saja. Bila kista besar dilakukan reseksi. Kista besar yang berhubungan
1. Intrahepatik dengan sistem bilier harus dilakukan kolangiografi dilanjutkan dengan drainage
internal.
2. Parsial intrahepatik
3. Ekstrahepatik.
lainnya seper ti CT scan mempunyai ketepatan diagnosis 92,6%, angiografi
hepatik 90,5% dan scintigrafi 98,5%. Sedangkan pemeriksaan USG tidak infasif
Ka rsinoma Hepa toselluler --------- RD - dan tidak
Collection 2002
terlalu mahal diabndingkan dengan pemeriksaan lain dan mempunyai ketepatan
diagnosis yang tinggi dalm mendeteksi karsinoma hepatoseluler fase dini yaitu
Karsinoma primer pada hepar adalah jarang, terdapat 1,87% yang ditemukan pada 100% (Pusponegoro, 1983).
otopsi, dan merupakan 2,5 % dari semua kanker di USA (Muller TR, 1980)
Pengenalan sifat dan gejala klinis, prosedur diagnosis akan sangat membantu Terapi
menegakkan diagnosis secara dini dan merupakan faktor utama untuk penanganan 1. lobektomi kanan atau kiri,
tumor ini dengan baik. Penanganan karsinoma primer hepar pada umumnya dengan 2. extended lobektomi,
operasi baik lobektomi maupun radikal partial hepatektomi. Mortalitas operasi 3. segmentektomi
sangat tinggi sampai dengan 25%. Dilaporkan satu kasus wanita, 65 tahun dengan 4. ligasi arteria hepatika atau diarterialisasi dengan sitostatika.
keluhan utama adanya benjolan di bagian perut bagian atas tengah, yang dilakukan
operasi dengan reseksi hepar dan gaster. Hasil dari patologi anatomi adalah
karsinoma hepatoseluler yang infiltrasi ke gaster. Keadaan umum penderita
sementara ini baik. Dalam penanggualangan karsinoma hepatoseluler di Indonesia
ada dua masalah yang menjadi hambatan. Pertama penderita datang terlambat yang
disebabkan karena ketidaktahuan penderita atau karena dokter tidak mampu
menegakkan diagnosis dini (Pusponegoro, A.D, 1983).
Karsinoma primer pada hepar merupakan tumor yang relatif jarang yaitu 2,5% dari
semua kanker di USA. Dibeberapa tempat di Afrika, insidensi kanker ini bervariasi
dari 30%-50% dari semua kanker. Hal ini disebabkan kemungkinan adanya sirhosis
oleh karena makanan yang mengandung mikotoxins (Muller 1980). Karsinoma
hepatoseluler biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda dan relatif tanpa
gejala : biasanya tumor ditemukan oleh penderita sendiri oleh karena adanya masa.
Karsinoma kepatoseluler juga sering pada penderita tua yang mempunyai gejala
sirhosis hepatis sebelumnya (Muller, 198).

Diagnosis Klinis
Gejala dari karsinoma hepatoseluler dapat berupa lemah, kehilangan berat badan,
anemia, asites, ikterik, edema tungkai bawah. Kadang penderita sendiri menemukan
adanya benjolan pada perut bagian atas kanan. Kadang nyeri abdomen atas terutama
sebelah kanan yang menjalar ke arah samping atau pinggang kanan, nyeri akan
bertambah pada saat menarik nafas panjang atau batuk. Keluhan akan berkurang
apabila penderita tidur dengan posisi miring ke kanan.
Pada pemeriksan fisis hampir 100% penderita ditemukan adanya hepatomegali
dengan sifat yang kkhas, yaitu permukaan yang berbenjol atau bertonjolan, perabaan
keras dan nyeri raba. Pada perabaan dapat ditemukan suara gesekan (fiction rub)
mungkin disebabkan oleh infiltrasi tumor pada peritoneum pardetale didaerah sekitar
hati. Pada aus kultasi kira-kira 15% tumor ditemukan bising sistolik bernada rendah,
pada daerah hati yang bertonjolan, dihubungkan dengan hipervaskularisasi pada
daerah tumor (Syaifullah Noer, 1993). Pemeriksaan Alpha photo Protein (AFP)
serum tes juga penting untuk diagnosis dan tindak lanjut karsinoma hepatoseluler.
Ketepatan diagnosis dengan kenaikan kadar AFP 88,9%. Pemeriksaan penunjang
Kelainan pada Saluran Bilier :
SALURAN BILIER 1. Batu empedu
-----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
Teori terjadinya batu :
• Supersaturasi : empedu terlalu pekat  pengendapan  batu
• Nidus (inti) : terbentuk dari epitel desquamasi, bakteri, benda asing.
Anatomi : Jika nidus diselimuti endapan empedu  batu
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit
hepar dan disekresi oleh hepar ke dalam Terbanyak jenis batu kolesterol, bersifat radiolusen. Sedang pada kandung
canaliculi biliaris. Canaliculi ini akan kemih bersifat radioopak, karena mengandung kalsium yang bersifat menyerp
bermuara pada ductus biliaris sinar X. Lokasi batu pada vesica felea (cholelithiasis) atau duktus choledocus
interlobularis. Duktus-ductus ini akan (choledocolithiasis).
membentuk duktus hepaticus dextra dan Predisposisi terjadinya batu : 3F
sinistra. Kedua duktus ini akan  Female (wanita)
membentuk Duktus Hepaticus Comunis,  Forty (diatas 40 tahun)
duktus ini bersatu dengan duktus  Fatty (gemuk)
cysticus (dari vesica felea) membentuk
ductus Choledochus. Ductus ini bersama  Cholelithiasis
ductus pankreaticus mayor (Wirsungi) K linis :
bermuara kedalam papilla duodeni mayor  Sakit perut kanan atas (hipokondrium kanan)
(papila Vater) di duodenum pars
 Dispepsia
descendens. Pada muara ini terdapat
 Kolik  menetap, hilang timbul, mual, muntah
Spincter Oddi. Ductus hepaticus
 Ikterik ringan
comunis dengan ductus choledochus
Akibat sumbatan batu pada collum vesika velea sehingga terbentuk
disebut Common Bile Duct ( CBD) .
kantong Hartmann yang mendesak CBD  MIRIZZI’S Syndrome
Empedu mengandung garam empedu,
pigmen empedu (bilirubin), lechitin,
colesterol dan elektrolit. Jumlah cairan Diagnosis :
sehari 500-100 cc/hari. Vesica felea  USG  Akurasi 95%, tampak gambaran :
merupakan suatu kantong yang berfungsi @ Akustic Shadow  batu empedunya
memekatkan dan menyimpan empedu. @ Double Layer  edema dinding fesica felea
Dibagi menjadi 4 bagian : fundus ,
corpus, infundibulum dan collum. Dari  Kolangiografi (oral, iv)
collum berlanjut menjadi ductus cysticus. Syarat : - kandung empedu sehat
Infundibulum menonjol seperti kantong - ductus cysticus baik
disebut kantong HARTMANN. - bilirubin < 3
Vesica felea diperdarahi oleh a. cystica
cabang a.hepatica dekstra. Ada suatu  PTC  d.biliaris  melihat anatomi di proksimal sumbatan
daerah yang dibentuk oleh ductus  ERCP  papila vater  melihat anatomi di distal sumbatan
cysticus, CBD, dan cabang a.cysticus  Scintigraphy  anatomi dan fungsi biliar/ letak kebocoran
disebut TRIGONUM CALOT, daerah  CT Scan  tidak khas
ini penting untuk identifikasi a.cysticus
dan ductus cysticus pada tindakan
Cholecystektomi.
Komplikasi : Terapi :
 Kolik  Operasi eksplorasi bilier  open or laparaskopi
 Keganasan akibat iritasi kronis, calcified gall bladder 20% ca vesika Tindakan setelah batu diambil, maka CBD dapat langsung tutup primer
felea atau pasang drainase temporer ( t-tube)
 Kolesistitis  trauma mukosa kandung empedu oleh batu
 Adhes  Fistel  Gall stone Ileus  Perforasi  peritonitis  By pass ke duodenum (koledokoduodenostomi laterolateral) atau
 Mucocele / hidrops  sumbatan pada leher kadung empedu jejenum (koledocoyeyenostomi Roux en Y )
 Empyema Dilakukan bila ada striktur di duktus koledokus distal atau di papilla
vater yang sulit untuk didilatasi atau sfingterotomi
Terapi :
 Non Operatif  batu jenis kolesterol, berlangsung 2 bulan
 Operatif :  Kista Koledokus
 Cholecystectomi  kandung empedu & batu diambil Penyakit traktus biliaris biasanya jarang pada usia anak-anak. Kista biliaris dapat
 Cholecystostomi hanya batu terjadi pada ekstra hepatal, intrahepatal, atau pada keduanya. Kista ini terdapat
pada CBD dan harus dilakukan pengambilan karena berpotensi menjadi
Indikasi Operasi ganas.
- Batu simtomatik Tahun 1723 Vater dan Ezler mendiskripsikan suatu keadaan abnormal pada
- Batu A-simptomatik : anatomi traktus biliaris, di mana terjadi pelebaran dari duktus koledokus. Mc
- diameter > 2 cm meningkatkan resiko kolesistitis Whoter pada tahun 1924 melaporkan yang pertama kali tentang eksisi kista
- Kegananasan koledokus disertai anastomosis duktus hepatis kommunis dengan duodenum

 Choledocolithiasis Anatomi dan klasifikasi.


Batu terletak pada CBD atau ekstrahepatal. Jenisnya : Todani dkk, membuat suatu klasifikasi berdasarkan gambaran kolangiografi,
- Batu primer  biasanya jumlah banyak menjadi 5 tipe sbb :
- Batu sekunder  batu di CBD sedikit biasanya ada batu 1. Tipe I
divesika felea Merupakan dilatasi konsentris dari CBD/CHD. Ini merupakan tipe yang
paling banyak terjadi ( 90 % kasus ), biasanya berhubungan dengan anomali
Klinis : sistem pankreatikobiliaris. Tipe ini dibagi menjadi 3 sub tipe, yaitu :
 Ikterus obstruktif IA : Kistik/Sakular dilatasi CBD
 Kolangitis intermitten IB : Fokal Segmental dilatasi CBD
 Kolik IC : Diffus atau silidris dilatasi CBD
 Post kolesistektomi
2. Tipe II  divertikel yang keluar dari CBD atau CHD, (kira-kira 3 % kasus )
Diagnosis :
3. Tipe III
 Ikterus (bilirubin serum meningkat), alkali phospatase meningkat,
Koledokele, merupakan suatu dilatasi kistik pada CBD bagian distal, di mana
dapat dibedakan dengan keganasan. Alkali pospatase terdapat pada
dinding CBD herniasi ke dalam duodenum.
sel pelapis saluran empedu.
Pada koledokolithiasis kerusakan epitel tidak banyak shingga kadar
4. Tipe IV
alkali sekitar 300 IU/ltr, sedang pada keganasan epitel banyak
IV A  Multipel ekstra hepatik dan intra hepatik kiste
hancur sehingga alkali meningkat sampai ribuan . N: 40-100 IU/ltr
IV B  Multiple ekstra hepatik kiste.
 AL meningkat
5. Tipe V  Single atau multipel intra hepatik kista
 USG  akurasi < 80%
Patologi Terapi
Dinding biasanya menebal oleh karena proses inflamasi dan fibrosis. Pada tipe Prinsipnya menjamin penyaluran empedu bejalan lancar secara anatomi dan
III tampak gambaran mukosa duodenum. Pada bayi dan anak biasanya fisiologi.
didapatkan gambaran obstruksi komplet atau hampir komplet pada bagian distal. Drainase interna dari kiste ke duodenum dipopulerkan oleh Gross dan
Pada pasien dewasa biasanya bagian distal masih patent. Pada kasus tanpa Fonkalsurd sebagai suatu cara pembedahan yang aman dan efektif.
komplikasi, gambaran hepar biasanya masih normal. Kadang pada kasus dengan Komplikasi yang terjadi biasanya rekuren kolangitis, kolelithiasis,
inflamasi yang ringan didapatkan fibrosis pada periportal hepar. pankreatitis dan striktura anastomosis, yang memerlukan tindakan re-operasi.
Rox-en-y cysto-jejunostomy dikembangkan untuk mengurangi kolangitis,
Patofisiologi merupakan tindakan yang populer dan efektif.
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya kista koledokus masih merupakan suatu
perdebatan. Beberapa kemungkinan adalah karena kelemahan dinding secara Kasai dan Ishida (1970) melaporkan hasil yang memuaskan dengan cara eksisi
kongenital, abnormalitas pada mukosa, dan obstruksi kongenital. Todani pada kiste. Sekarang umumnya setuju bahwa kiste koledokus memerlukan eksisi
tahun 1984 menganalisis dari ERCP, menyebutkan bahwa kebanyakan pasien komplet. Secara hati-hati kiste didiseksi dari arteri dan vena hepatika. Bagian
mempunyai anomali pada sistem pankreatikobiliaris, di mana duktus distal pada retropankreas harus dieksisi secara komplet untuk mencegah
pankreatikus utama bermuara pada CBD pada tempat yang agak jauh dari timbulnya malignansi dari sisa-sisa residual kiste. Tehnik operasi yang hati-hati
spingter Oddii, sehingga memungkinkan refluk enzim pankreas ke CBD dan diperlukan untuk mencegah injury terhadap duktus pankreatikus.
mengiritasi dinding sehingg dilatasi. Kelainan ini terjadi kira-kira pada 96 % Follow up post operasi dilakukan tiap 3 bulan pada tahun pertama, dan kemudian
pasien anak. Tipe II terjadi bisanya karena ruptur CBD pada masa prenatal. setiap tahun. Pada setiap datang diperiksa fungsi hepar, amilase serum, dan USG
hepar dan pankreas.
Gambaran Klinis
Kista Koledokus terjadi lebih banyak pada wanita dari pada pria ( 4 : 1 ). Kira-
kira 18 % terjadi pada umur < 1 th, dan 60 % pada umur < 10 th. Pada bayi 2. Radang
umur 1 – 3 bulan mempunyai gambaran klinis seperti atresia biliaris. Kiste  Kolesistitis
terlihat pada 2 % bayi dengan obstruksi jaundice. Pada dewasa manifestasi klinis Merupakan radang pada vesika felea yang disebabkan oleh faktor
bervariasi. predisposisi :
Klinis berupa TRIAS KLASIK ALONSO: - Batu yang menyebabkan obstruksi
1. Abdominal pain - Tumor di dalam saluran empedu atau tumor ekstra duktus bilier yang
2. Massa yang teraba pada perut kanan atas menekan saluran bilier
3. Jaundice,
Dibagi menjadi :
Epigastric pain merupakan simptom yang terbanyak disusul dengan panas dan - Akut  obstruksi collum vesika fellea atau obstruksi duktus sistikus
jaundice terjadi pada 25 % kasus. Gejala tersebut bisa terjadi secara berulang. - Kronis  hampir akibat batu
Komplikasi yang kadang terjadi (jarang) misalnya obstruksi biliaris, hipertensi
porta, rekuren pankreatitis dan bilier peritonitis.
Hidrops Kolesistitis
Terjadi akibat sumbatan total di collum vesika fellea sehingga tidak ada
Diagnosis aliran sekresi vesika fellea. Lama kelamaan debris dan sel2 radang
o USG diabsorbsi oleh vesika fellea kembali sehingga cairan akan menumpuk dan
o ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography) jarang berwarna bening.
dilakukan pada bayi dan anak, oleh karena invasive dan potensial terjadi Terapi :
komplikasi kolangitis dan pankreatitis. PTC (Percutaneus Transhepatic - Konservatif  antibiotika, anti inflamasi, diet rendah lemak
Cholangiography), merupakan prosedur yang invasive juga. Intravena - Operatif  kolesistektomi
Cholangiography dengan Computer Tomografi juga jarang dilakukan.
o Prosedur bedah yang bisa dilakukan untuk diagnosis adalah Cholangiography
Operatif.
 Kolangitis Faktor Prognostik / Mortalitas Operasi :
Merupakan peradangan pada Saluran bilier akibat adanya obstruksi. 1. AL > 10.000 mmk
Akut Supuratif 2. Suhu > 38 C
Keadaan dimana banyak terdapat pus, dimana merupakan indikasi 3. Usia > 55 tahun
untuk spoed laparotomi. Tanda TRIAS CHARCOT : 4. Keganasan
1. Demam 5. Albumin serum < 3,5 gr%
2. Ikterik 6. GOT/GPT > 100
3. Menggigil 7. Alkali Phospatase serum > 100
8. Bilirubin Total > 10 gr%
Sklerosing kolangitis  peradngan seluruh dinding saluran bilier
dimana saluran menjadi keras dan menyempit Penilaian Score Mortalitas:
7 – 8 : 100 % pasien meninggal
Terapi : AB, Steroid, drainase 6 : 85 % pasien meninggal
5 : 70 % pasien meninggal
4 : 16 % pasien meninggal
1 - 3 : 0 % pasien meninggal
3. Ikterus obstruksif
Akibat sumbatan saluran bilier, akan terjadi kolestasis. Operasi dapat dilaksanakan bila pasien mempunyai Score dibawah 4
Tanda-tanda :
 Bilirubin total (serum) > 3 gr%
 Pelebaran saluran bilier (USG) 4. Trauma
Tumpul
Penyebab : Dapat menimbukan ruptur bilier  peritonitis bilier.
 Ektrahepatal  koledocolithiasis, kolelithiasis, keganasan Tindakan dilakukan drainase dulu setelah membaik baru direpai
 Intrahepatal  sklerosing kolangitis, keganasan (hepatoma)
Tajam  Akibat iatrogenik. Biasanya dilakukan repair langsung
Komplikasi :
 Infeksi  kolangitis, sepsis, peritonitis
 Kerusakan hati  sirosis
5. Neoplasma
Kolangiokarsinoma (Klatskin Tumor)
Terapi : Lokasi sering pada proksimal duktus hepatikus kanan atau kiri
 Drainage
- Interna Karsinoma Vesika Felea  St awal diterapi kolesistektomi dan reseksi hati
Mengalirkan empedu ke duodenum (by pass) / yeyenum (Roux-en Y) Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan batu kandung empedu
bersifat permanen di antaranya adalah iritasi, radang atau infeksi kandung empedu, empyema,
perforasi kandung empedu, gallstone ileus, sindrom Mirizzi’s ataupun
- Eksterna degenerasi ke arah tumor / neoplasma pada kandung empedu
Mengalirkan empedu keluar tubuh dngan menggunakan T-tube Hubungan yang erat antara batu kandung empedu dengan tumor kandung
bersifat temporer empedu telah diketahui, meskipun patogenesis yang pasti masih belum
diketahui. Insidensi terjadinya tumor kandung empedu pada pasien batu
 Operatif : kandung empedu pada literatur adalah berkisar antara 1-5% (Wagman, 2004).
- Kuratif (batu diambil) Insidensi tumor kandung empedu pada wanita lebih besar daripada pria,
- Paliatif (hilangkan penyebab) dengan rasio lebih kurang 2 : 1 (Wagman, 2004 ).
Tumor pada saluran empedu, termasuk kandung empedu, sebenarnya penyebaran langsung ke hepar. Sering terlihat invasi langsung dari tumor ke
merupakan kasus yang relatif jarang, namun merupakan masalah yang serius struktur di sekitarnya seperti gaster, duodenum, hati, pankreas, khususnya
karena menurut angka statistik di beberapa negara menunjukkan kenaikan pada kasus-kasus yang sudah lanjut (Roslyn, 1999 ; Wagman, 2004).
insidensi yang signifikan. Jika tumor ini dapat ditemukan pada stadim awal
mempunyai prognosis yang baik, tetapi jika ditemukan pada stadium lanjut Penggolongan stadium tumor ganas kandung empedu berdasarkan TNM :
mempunyai prognosis yang buruk (Roslyn, 1999 ; Synder, 2003). Usia Stadium
tengah terjadinya tumor adalah 73 tahun (Wagman, 2004). Faktor 0 : Tis N0 M0
keturunan / ras berperan dalam tumor kandung empedu, dengan frekwensi 5 IA : T1 N0 M0
– 6 kali populasi normal pada orang Mexico, Alaska dan Hispanic. IB : T2 N0 M0
Telah banyak dibahas di literatur tentang hubungan antara batu kandung IIA : T3 N0 M0
empedu dengan terjadinya tumor kandung empedu, meskipun patogenesis IIB : T1-3 N1 M0
yang pasti masih belum diketahui. Diduga bahwa adanya batu mengakibatkan III : T4 anyN M0
iritasi kronis pada dinding kandung empedu, kalsifikasi dinding kandung IV : anyT anyN M1
empedu, porcelaine gallbladder (dihubungkan dengan insidensi keganasan
sebesar 20%), yang berlanjut pada metaplasi, displasi, dan neoplasma. Batu Tumor Primer (T)
empedu yang berukuran lebih dari 2,5 cm merupakan faktor resiko Tx : Tumor primer tidak dapat diakses
Polip kandung empedu juga diduga merupakan faktor predisposisi terjadinya T0 : Tak ada bukti tumor primer
tumor kandung empedu. Polip yang merupakan faktor resiko adalah polip Tis : Karsinoma insitu, displasia high grade
dengan ukuran diameter lebih dari 1 cm (Roslyn, 1999 ; Dept of Surg USC, T1a : Tumor menginvasi lamina propria
2004). Typhoid carrier juga merupakan faktor resiko terjadinya tumor T1b : Tumor menginvasi lamina muskularis
kandung empedu dengan mekanisme yang belum jelas (Wagman, 2004). Satu T2 : Tumor menginvasi jaringan ikat perimuskuler, tak ada invasi ke liver
pasien tumor kandung empedu pada penelitian ini merupakan typhoid carrier T3 : Tumor menembus serosa/ peritoneum visceral, atau invasi langsung ke
yang pernah dirawat dua kali di rumah sakit karena typhoidnya. Adanya liver atau salah satu organ atau struktur di dekatnya, seperti lambung,
kelainan kromosom atau genetik juga telah diteliti, di antaranya adalah duodenum, kolon, pankreas, omentum, atau saluran empedu ekstra
adanya mutasi pada onkogen BCL2 yang berhubungan dengan fungsi hepatal.
diferensiasi dan penurunan progresivitas tumor, dan mutasi pada P53 yang T4 : Tumor menginvasi vena porta, atau arteri hepatika, atau menginvasi ke
berperan dalam proses programe cell death atau proses apoptosis dan beberapa organ atau struktur di dekatnya.
pencegahan invasi tumor ke perineural.
Secara histologis, hampir semua tumor kandung empedu adalah ganas, Regional Limfonodi (N)
adenokarsinoma (85%), sisanya (15%) adalah skuamous sel karsinoma, Nx : Limfonodi regional tidak dapat diakses
campuran antara skuamous dan glanduler, anaplastik, karsinoid, GIST, atau N0 : Tidak ada metastase ke limfonodi regional
tumor metastase dari tempat lain, misalnya dari metastase karsinoma paru ( N1 : Terdapat metastase ke limfonodi regional
Barnes, 2002 ; Machado, 1998 ; Kibler, 2004). Sering tumor kandung
empedu teridentifikasi intraoperatif, yaitu ditemukan massa atau penebalan Metastase Jauh (M)
dinding kandung empedu yang melekat erat ke hati atau jika ditemukan lesi Mx : Metastase Jauh tidak dapat diakses
polipoid yang teraba atau terlihat menonjol ke dalam lumen kandung M0 : Tidak ada metastase jauh
empedu. Terdapat pula tumor kandung empedu yang ditemukan secara “tidak M1 : Terdapat metastase jauh
sengaja” oleh ahli patologi anatomi pada kasus pengangkatan kandung
empedu atas indikasi lainnya, misalnya batu kandung empedu (Kiran, 2001 ; Catatan : Klasifikasi ini tidak termasuk sarkoma dan tumor karsinoid.
Roslyn, 1999). Ekstensi langsung tumor ke hapar, kolon, duodenum, saluran empedu,
Penyebaran tumor kandung empedu pertama kali adalah ke sistem dinding abdomen atau diafragma tidak dimasukkan sebagai metastasis.
lokoregional, kemudian baru mengadakan metastase jauh. Pada pasien yang
dioperasi pengangkatan kandung empedu karena dicurigai adanya masa Gejala / keluhan tumor kandung empedu pada stadium awal, biasanya tidak
tumor yang terbatas pada kandung empedu, intraoperatif ditemukan adanya ada. Pada stadium yng lebih lanjut, gejalanya mirip dengan penyakit kandung
penyebaran limfatik di hilus hepar sebesar 25%, dan 70% sudah mengalami empedu yang lain, seperti nyeri pada perut kwadran kanan atas, mual,
muntah, intoleransi makanan tinggi lemak, nafsu makan menurun, ikterik / dipakai adalah 5-FU, Capecitabine (Xeloda), Gemcitabine (Gemzar), dan
kuning, dan penurunan berat badan. Gejala-gejala yang tidak spesifik ini Cisplatin. Biasanya 5-FU, Capecitabine, dan Gemcitabine diberikan
mengakibatkan terlambatnya perhatian klinis untuk mendiagnosis tumor bersama Leucovorin. Agen kemoterapi lainnya yang masih terus diteliti,
kandung empedu, sehingga berperan dalam rendahnya angka terapi kuratif di antaranya adalah oxaliplatin, docetaxel dan doxorubicin. Juga sedang
pada pasien (Barnes, 2002 ; Kiran, 2001 ; Roslyn, 1999 ; Wagman, 2004). diteliti tentang hepatic arterial chemoterapy dengan menggunakan agen
Tanda klinis pada tumor kandung empedu yang dapat ditemui berupa nyeri floxuridine (Murr, 2004 ; Wagman, 2004).
tekan pada perut kwadran kanan atas, massa pada perut kwadran kanan
atas, hepatomegali, ikterus, leukositosis, anemia, peningkatan enzim ALP - Radioterapi ajuvan,
> 100, dan ascites. Hasil pemeriksaan laboratoris pada tumor kandung Biasanya hanya dipakai pada terapi paliatif. Belum ada informasi yang
empedu bersifat non spesifik (Barnes, 2002 ; Kiran, 2001 ; Roslyn, 1999 ; lengkap mengenai terapi ini.
Wagman, 2004).
Prognosis tumor kandung empedu tergantung pada ;
Untuk menegakkan diagnosis tumor kandung empedu sering dilakukan - Stadium.
pemeriksaan penunjang berupa USG, CT-scan, MRI, ERCP, maupun PTC. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada kanker kandung empedu yang
Pada pemeriksaan USG didapatkan penebalan dinding kandung empedu dan terbatas pada mukosa adalah 83%, yang sudah menembus seluruh
kadang dapat memperlihatkan penyebaran tumor ke hilus hepar maupun ketebalan dinding adalah 33%, yang sudah menyebar ke limfonodi atau
penyebaran metastase ke hepar. Pemeriksaan CT scan dan MRI lebih baik metastase adalah 0 – 15%.
daripada USG dalam mencari adanya penyebaran ke limfonodi hilus hepar,
ke hepar, maupun ke struktur-struktur lain yang berdekatan. ERCP dan - Tipe terapi.
Transhepatic cholangiography sangat membantu untuk diagnosis, terutama Angka ketahanan hidup juga berbeda secara signifikan pada pasien
pada pasien dengan klinis ikterus, untuk menentukan dimana lokasi dengan reseksi kuratif, dengan reseksi paliatif, dan dengan terapi non
sumbatannya dan adanya keterlibatan hepar. Sering tumor kandung empedu reseksi (unresectable). Angka ketahanan hidup juga meningkat dengan
teridentifikasi intraoperatif, yaitu ditemukan massa atau penebalan dinding pemberian kemoterapi dan terapi suportif.
kandung empedu yang melekat erat ke hati atau jika ditemukan lesi polipoid
yang teraba atau terlihat menonjol ke dalam lumen kandung empedu (Kiran,
2001 ; Roslyn, 1999).

Terapi operatif tumor kandung empedu adalah berdasarkan perluasan lokal


dari tumornya. Tumor yang hanya menginvasi mukosa, menembus stratum
muskularis, tapi tidak menginvasi serosa, hanya membutuhkan terapi
operatif kolesistektomi saja. Tumor yang sudah mengenai atau menembus
serosa atau menginfiltrasi hepar, disamping pengangkatan tumornya di
kandung empedu, juga harus dilakukan reseksi gallbladder bed (segmen IV
dan V hepar) dan limfadenektomi porta hepatis. Penyebaran pada limfonodi
sekitar kandung empedu masih merupakan kondisi yang kuratif, sedang
penyebaran pada limfonodi sekitar duktus koledokus menunjukkan kondisi
paliatif (Wagman, 2004).
Terapi lanjutan berupa :
- Kemoterapi ajuvan.
Penelitian di Jepang menunjukkan terapi dengan 5-FU dan mitomycin-C
menghasilkan angka ketahanan hidup (survival) yang lebih baik pada
pasien tumor kandung empedu yang dilakukan terapi kolesistektomi.
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien yang diberi kemoterapi
adalah 26% dibanding 14% pada pasien yang hanya mendapat terapi
kolesistektomi dan observasi saja. Agen kemoterapi yang biasanya
Sering juga terjadi gangguan pembekuan darah yang disebabkan adanya gangguan
Icterus Obstruksi ----------------------RD-Collection 2002 ekskresi empedu di usus, tidak ada vitamin K yang diserap, sehingga terjadi
gangguan gamma-karboksilasi faktor II, VII, IX, XI, yang membutuhkan vitamin K.
Adanya gangguan fungsi hati karena obstruksi bilier, akan mengakibatkan gangguan
Ikterus adalah istilah umum untuk pewarnaan kuning pada kulit, membran detoksikasi endotoksin oleh hati, dengan akibat terjadinya endotoksemia yang
mukosa, atau sklera yang disebabkan berbagai macam gangguan. Warna kuning meracuni ginjal sehingga mengakibatkan gagal ginjal.
pada sklera ini disebabkan begitu banyaknya elastin pada sklera yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap bilirubin. Manifestasi klinis dari ikterus merupakan akibat Metabolisme Bilirubin
peningkatan bilirubin pada plasma, suatu metabolik normal dari hemoglobin. Kadar Bilirubin adalah pigmen kuning kemerahan dengan struktur C33H36O6N4. jumlah
normal bilirubin pada plasma darah adalah pada kisaran 0,2 sampai 1 mg/dL. Warna total produksi bilirubin perhari adalah 300 mg. Sebagian besar bilirubin ini
kuning/ikterus terlihat pada sklera bila kadar bilirubin mencapai nilai di atas 2,5 merupakan hasil pemecahan eritrosit tua yang berumur 100 –120 hari pada sistem
mg/dL. Warna kuning pada kulit dan membran mukosa baru akan terlihat bila kadar retikuloendotelial. Sebagian kecil lainnya merupakan hasil dari sumber
bilirubin mencapai nilai 5-6 mg/dL. noneritropoietik hasil metabolisme dari enzim-enzim dan protein-protein yang
Pada umumnya ikterus terbagi menjadi ikterus prehepatal, hepatal, dan post mengandung heme, dan juga dari eritropoietik yang tidak efektif pada sumsum
hepatal. Ada juga yang membagi menjadi ikterus hemolitikus, ikterus hepatoseluler, tulang.
dan ikterus obstruktif. Selain itu ada pembagian medical jaundice dan surgical
jaundice.
Yang termasuk dalam medical jaundice adalah ikterus pada hemolisis, defek Sistem Retikuloen
dotelial Globin
transport, penyimpanan dan eksresi bilirubin, dan penyakit yang menyebabkan
kerusakan sel-sel hati. Yang termasuk dalam surgical jaundice adalah stasis bilier Destruksi sel darah
karena penyakit / kerusakan parenkim hepar, atau obstruksi mekanis saluran bilier 80 - 85%
intrahepatal maupun ekstrahepatal. Dalam perspektif bedah, sistem pembagian yang Merah tua
paling bermanfaat untuk pedoman terapi adalah dengan membedakan apakah Hemoglobin Heme
kelainannya di hati (baik itu karena peningkatan produksi bilirubin atau penurunan
kemampuan ekskresi) atau obstruksi pada saluran bilier ekstrahepatal.
Beberapa proses jinak maupun ganas dapat mengakibatkan obstruksi mekanis aliran Heme oxygenase
empedu. Penyebab ikterus obstruktif yang sering terjadi adalah batu pada duktus Metabolisme
koledokus (koledokolitiasis), tumor pada kaput pankreas, dan kolangiokarsinoma. protein dan enzim
Biliverdin
Kemudian yang relatif jarang adalah striktur koledokus, striktur/stenosis ampulla yang mengandung
Vateri, stenosis spingter Oddi, sindrom Mirizzi’s, impaksi parasit / cacing ascaris, heme di hati
Sumsum Tulang Biliverdin
kista koledokus, kista / pseudokista pankreas, sklerosing kolangitis, dan lain-lain.
reductase
Pada prinsipnya ikterus obstruktif disebabkan adanya gangguan aliran empedu di Destruksi eritrosit
dalam duktus hepatikus atau duktus koledokus. Jadi penyebabnya dapat pada eritropoiesis
merupakan pendesakan dari luar dinding duktus, seperti pada tumor kaput pankreas, in efektif Bilirubin
kista / pseudokista pankreas, atau tumor / massa pada hillus hepatis; dapat
berasal dari dinding duktus itu sendiri, seperti pada striktur koledokus, sklerosing
kolangitis, maupun tumor dinding duktus (kolangiokarsinoma); dapat berasal dari
sumbatan di dalam lumen duktus, seperti pada batu saluran empedu, adanya impaksi
15 - 20%
parasit atau cacing, dan yang sangat jarang dapat berupa invaginasi gaster ke
duodenum seperti dilaporkan Marijata (2005). Bilirubin non konjugasi (disebut juga Bilirubin I atau Bilirubin indirek) mempunyai
Pada ikterus obstruktif dapat timbul komplikasi berupa kolangitis asenderen yang afinitas yang tinggi terhadap albumin, yang akan mengikatnya secara reversibel.
ditandai dengan Charcot’s triad, yaitu nyeri pada abdomen kanan atas, ikterus, dan Metabolisme bilirubin mempunyai tahapan – tahapan, yaitu di hati, usus halus, dan
demam. Dapat berkembang menjadi abses hati. Kematian dapat mencapai 20% pada ginjal. Metabolisme bilirubin di hati melalui 3 fase : pengambilan, konjungasi, dan
orang tua. ekskresi. Bilirubin I akan dilepaskan oleh albumin dari ikatannya pada membran
plasma sel – sel hati (hepatosit).
Kemudian di dalam hepatosit bilirubin akan diikat oleh ligandin dan dibawa ke 2. Pemeriksaan Fisik
retikulum endoplasma yang akan mengubahnya menjadi larut dalam air. Enzim Pasien datang dengan ikterus perlu diperiksa secara menyeluruh dengan penekanan
glukoronil transferase akan mengkatalisis konjungasi antara bilirubin dengan asam pada daerah tertentu. Tempat pertama dimana peningkatan bilirubin dapat dideteksi
glukoronat (uridine diphosphate glucoronic acis, suatu derivat glukosa) untuk adalah di sklera, sebagai hasil afinitas elastin pada bilirubin yang biasanya bisa
membentuk bilirubin monoglukoronid (BMG) dan bilirubin diglukoronid (BDG) terlihat bila kadar bilirubin mencapai 2,5 mg/dL. Kuning pada kulit dan membran
dengan enzim yang sama. Baik BMG maupun BDG akan disekresikan kedalan mukosa tidak terlihat, kecuali bila kadar bilirubin sudah melebihi 6 mg/dL. Pada
kanalikuli biliaris dan dieksresikan ke empedu, dengan 85 % BDG dan 15 % BMG. penyakit hati kronis bisa didapatkan hepatosplenomegali, spider angioma, erytema
Dengan begitu bilirubin pada keadaan terkonjugasi dan larut dalam air memasuki palmaris, ginekomastia dan ascites. Pembesaran hati yang berbenjol-benjol
saluran bilier dan mengalir ke duodenum. merupakan karakteristik pada karsinoma hati (primer atau sekunder). Suara bruit
Bakteri yang ada pada usus halus bagian distal / anal mengubah bilirubin pada hati biasanya terjadi pada karsinoma hepatoseluler. Pasien dengan obstruksi
terkonjugasi menjadi urobilinogen dan stercobilinogen, yang kemudian akan diubah maligna pada duktus koledokus distal sering mempunyai kandung empedu yang
menjadi urobilin dan stercobilin yang memberi warna coklat pada tinja. Pada membesar, distensi dan mudah dipalpasi (Courvoisier’s gallbladder).
persentase kecil urobilinogen akan direabsorbsi di ileum terminal dan kolon dan
diekskresikan lewat ginjal. Ketiadaan urobilinogen pada urine menunjukkan adanya 3. Pemeriksaan Laboratorium
obstruksi bilier komplit, sedangkan peningkatan kadarnya di dalam urine dapat Pemeriksaan laboratorium, di samping didapatkan peningkatan kadar bilirubin,
berasal daari peningkatan produksi bilirubin, seperti pada hemolisis. Tinja akolik dapat ditemukan juga disfungsi hati dan trauma seluler akut pada sel-sel hati,
terjadi bila bilirubin tidak terdapat pada usus untuk diubah menjadi urobilinogen dan sehingga didapatkan peningkatan pada liver function test. Serum alkali pospatase
stercobilin. Karena bilirubin nonkonjugasi terikat pada albumin, maka tidak dan gamma Glutamil Transferase akan meningkat secara patognomonis pada
diekresikan lewat urine. Sebaliknya bilirubin terkonjugasi larut dalam air dan tidak obstruksi bilier, dimana derajat peningkatannya sesuai dengan berat dan lama
terikat protein, oleh karena itu difiltrasi glomerulus dan diekskresikan melalui urine. obstruksinya. Alkali pospatase diproduksi oleh sel-sel kanalikuli biliaris sebagai
respon dari peningkatan tekanan hidrostatik intraduktal, dan merupakan penanda
Diagnosis Ikterus Obstruktif yang spesifik dan muncul awal pada obstruksi bilier. Serum transaminase (aspartat
1. Anamnesis dan alanin) juga meningkat pada kelainan yang melibatkan saluran bilier, karena
Informasi yang penting untuk menuju diagnosis dapat diperoleh dari anamnesis yang adanya trauma pada sel-sel hati (mengganggu integritas membran sel hati), sehingga
teliti. Banyak pasien ikterus datang berobat setelah anggota keluarganya melihat transaminase dalam sitoplasma sel hati dapat keluar ke sistemik melalui membran
perubahan kuning pada sklera/kulit penderita. Anamnesis tentang pemakaian obat- sel yang rusak.
obatan atau makanan tertentu misalnya wortel atau tomat dalam jumlah yang banyak Lekositosis dengan netrofilia sering terlihat pada kasus kolesistitis atau kolangitis
yang dapat menimbulkan warna kuning pada kulit, jangan dilupakan. Umur akut, walaupun bukan merupakan temuan yang spesifik, karena peningkatan lekosit
penderita, jenis kelamin, gejala gatal, nyeri, penurunan berat badan, merupakan data ini dapat berasal dari proses infeksi atau inflamasi di mana saja di seluruh tubuh
yang penting untuk menyusun diferensial diagnosis yang baik. ataupun di dalam rongga abdomen.
Keterangan mengenai warna urine dan tinja dapat membantu mengklasifikasikan Penurunan kadar albumin sering ditemui pada pasien dengan keganasan, tak
masalah sebagai nonconjugated atau conjugated bilirubinemia. Waktu terjadinya terkecuali keganasan saluran bilier (kolangiokarsinoma) maupun Ca kaput pankreas.
ikterus pada usia yang sangat muda bisanya merujuk pada kelainan herediter / Penanda tumor seperti CA 19-9 dan CEA dapat membantu menegakkan diagnosis
kongenital pada metabolisme bilirubin di hati. Gejala penyerta seperti anoreksia, keganasan ini, walaupun sifatnya tidak spesifik. Pada pemeriksaan imunohistokimia
lekas lelah, merujuk pada proses kronik pada parenkim hati seperti pada abses hati dapat pula ditemukan mutasi ataupun abnormalitas onkogen K-ras pada kodon 12
pyogenik. Nyeri perut mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi akut . Juga didapatkan kelainan P53 yang merupakan gen yang mengatur apoptosis.
seperti pada hepatitis akut atau obstruksi bilier ekstrahepatal. Ikterus yang berat Pada urinalisis didapatkan peningkatan bilirubin terkonjugasi (bilirubinuria) dan
dengan tidak ada nyeri akut merupakan karakteristik pada obstruksi neoplastik penurunan / tidak adanya urobilinogen pada urine. Pada pemeriksaan tinja dapat
khususnya jika disertai penurunan berat badan. Gatal sangat sering muncul sebagai ditemukan tinja akolik (dempul), tidak didapatkan pewarnaan dari sterkobilin. Pada
gejala ikterus obstruktif, tetapi biasanya tidak muncul pada anemia hemolitik. Urine keganasan juga dapat ditemukan adanya perdarahan samar pada tinja (ocult blood
yang gelap menunjukkan conjungated hiperbilirubinemia dan tinja akolik test).
menunjukkan obstruksi bilier komplit. Prognostik faktor yang dipakai untuk meramalkan mortalitas operasi sebagian juga
berasal dari hasil pemeriksaan laboratorium, seperti hitung lekosit, albumin,
AST/ALT, alkali pospatase, dan bilirubin total. 11.
Biasanya dijabarkan sebagai berikut : b. CT Scan (Computed Tomographic Scanning)
- AL > 10.000 CT scan abdomen lebih inferior dibanding USG dalam mendiagnosis batu empedu,
- Suhu > 38°C tetapi lebih superior dibanding USG dalam pemeriksaan pasien dengan obesitas dan
- Usia > 55 th banyaknya gas dalam sistem usus. Penggunaan CT scan terutama adalah untuk
- Keganasan menilai status saluran ekstrahepatal dan struktur – struktur di dekatnya. CT scan
- Albumin serum < 3,5 g% merupakan perangkat diagnostik pilihan pada keganasan vesika felea, keganasan
- AST/ALT > 100 saluran empedu ekstrahepatal, dan keganasan kaput pankreas. CT scan dapat
- Alkali Phospatase serum > 100 berperan sebagai bagian dari perangkat diagnostik dalam penegakan ikterus
- Bilirubin total > 10 g% obstruktif. CT scan juga dapat menilai stadium tumor dengan menunjukkan adanya
keterlibatan limfonodi dan vaskuler. Jadi CT scan lebih baik dalam penilaian
Mortalitas operasinya : stadium dan operabilitas tumor.
-1 – 3 : 0%
-4 : 16% c. ERCP (Endoscopic Retrograd Cholangio Pancreaticography)
-5 : 70% Dengan menggunakan endoskopi, duktus koledokus dapat dikanulasi melalui papilla
-6 : 85% duodeni mayor, dan kolangiografi dapat dilakukan dengan fluoroskopi. Prosedur ini
-7 – 8 : 100% membutuhkan sedasi. Keuntungan ERCP adalah bisa mendapatkan visualisasi secara
langsung daerah ampulla dan akses ke duktus koledokus distal, dengan
kemungkinan intervensi terapeutik. Jika didapatkan batu pada duktus koledokus,
4. Pemeriksaan Pencitraan sfingterotomi dan ekstraksi batu dengan Dormia basket dapat dilakukan. Di tangan
Pemeriksaan pencitraan yang sering dilakukan adalah USG, USG-endoskopi, CT- ahli yang berpengalaman, angka kesuksesan tindakan ini mencapai 90%. Komplikasi
scan, ERCP, HIDA-scan, MRI, MRCP dan PTC. tindakan ini adalah pankreatitis dan kolangitis pada 5% pasien.

a. USG (Ultrasonografi) d. PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography)


Pemeriksaan ultrasonografi adalah pemeriksaan yang pertama kali dilakukan pada Saluran empedu intrahepatik dapat diakses perkutan dengan jarum kecil dengan
pasien dengan kelainan pada saluran empedu. Pemeriksaan ini bersifat non invasif, tuntunan fluoroskopi. Melalui guide wire, kateter dimasukkan. Dari kateter ini,
tidak nyeri, tidak menimbulkan resiko radiasi pada pasien, dan dapat dilakukan pada kolangiografi dapat dilakukan, bahkan intervensi terapeutik dapat dilakukan, seperti
pasien – pasien dengan segala kondisi (baik s/d jelek). Pemeriksaan ini tergantung menginsersikan drain bilier dan stenting. PTC sangat berguna pada striktur duktus
kepada ketrampilan dan pengalaman operatornya. Organ-organ di sekitarnya dapat koledokus dan tumor karena dapat menunjukkan kondisi anatomis di proksimal
diperiksa pada saat yang sama. Pasien yang gemuk, pasien dengan obesitas, dan kelainan. Resiko tindakan ini adalah perdarahan, kolangitis, leakage empedu.
pasien dengan distensi usus mungkin sulit untuk diperiksa dengan ultrasonografi.
Saluran empedu ekstrahepatal dapat terlihat dengan baik dengan ultrasonografi, e. Radioisotop Scanning
kecuali pada saluran empedu retroduodenal. Dilatasi duktus hepatilus / koledokus Sintigrafi bilier merupakan perangkat evaluasi yang non invansif untuk hati, vesica
pada pasien ikterus obstruktif menegakkan adanya obstruksi sebagai penyebab felea, duktus bilier, dan duodenum, baik informasi anatomis dan fungsional. Dimetil
ikterusnya. Sering tempat obstruksi, dan kadang penyebabnya, dapat diketahui Iminodiacetic Acid (HIDA) yang dilabel dengan 99Technetium diinjeksikan
dengan USG. Batu kecil pada duktus koledokus sering tertanam di distal saluran di intravena. Zat ini akan dibersihkan oleh sel-sel Kupffer di hati dan dieksresikan ke
belakang duodenum, sehingga sulit untuk dideteksi. Dilatasi duktus koledolus pada empedu. Pengambilan zat ini di hati dapat dideteksi dalam 10 menit, sedang
USG, normal diameter biasanya kurang dari 8mm, batu – batu kecil pada vesika kandung empedu, duktus biliaris dan duodenum akan tampak dalam 60 menit.
felea, dan adanya manifestasi klinis ikterus, dapat dijadikan asumsi bahwa pada Pengisian vesika felea dan CBD dengan penundaan atau tidak ada pengisian di
duktus koledokus terdapat batu yang menyebabkan obstruksi. Tumor pada ampulla duodenum mengindikasikan obstruksi daerah ampulla Vateri. Sensitifitas dan
Vateri mungkin sulit untuk didiagnosa dengan USG, kecuali yang sudah menyebar spesifisitas pemeriksaan ini sekitar 95%. 1,2,12.
ke supraduodenal. Ultrasonografi dapat mengevaluasi invasi tumor ke porta hepatis,
suatu petanda klinis untuk resektabilitas tumor ampulla Vateri. Untuk ikterus
obstruktif ultrasound mempunyai sensitifitas 70 – 95 % dan spesifisitas 80 – 100 %.
f. MRI (Magnetic Resonance Imaging) Pada tes awal ultrasonografi dapat mencari adanya batu di kandung empedu, juga
Memberikan informasi anatomi hati, vesika felea dan pankreas seperti pada CT scan. dapat menunjukkan ukuran/kaliber duktus koledokus. Karena batu pada duktus
Dalam mendeteksi koledokolitiasis, mempunyai sensitivitas 95% dan spesifisitas koledokus mempunyai tendensi untuk bergerak ke bawah, ke arah distal duktus
89%. Penggunaan MRI dengan teknik terbaru menggunakan kontras, akan koledokus, penampakannnya pada ultrasonografi dapat terhalang oleh gas usus
meningkatkan keakuratan gambaran anatomik saluran empedu dan saluran pankreas, (duodenum), tetapi adanya dilatasi duktus koledokus > 8 mm pada ultrasonografi
seperti pada pemeriksaan MRI dengan metode MRCP (Magnetic Resonance pada pasien dengan batu empedu, ikterus, dan nyeri bilier sangat patut diduga
Cholangiopancreatography). adanya koledokolitiasis. ERCP merupakan baku emas pada diagnosis
koledokolitiasis, dengan keuntungan adanya kemungkinan tindakan terapetik pada
g. Endoskopik Ultrasound saat diagnosis. Keberhasilan diagnosis mencapai 90 %, dengan morbilitas kurang
Membutuhkan endoskop khusus dengan ultrasound pada ujungnya. Hasilnya dari 5 % (cholangitis dan pankreatitis). Endoskopik ultrasonografi dan PTC kurang
tergantung kepada operator, tapi merupakan pemeriksaan imaging yang non invasif sensitif dan jarang dilakukan pada koledokolitiasis.
pada saluran empedu dan struktur-struktur di sekitarnya. Berguna pada evaluasi Pada pasien yang dicurigai adanya batu di duktus koledokus, pre operatif ERCP atau
tumor saluran empedu dan resektabilitasnya. Endoskop ultrasound ini mempunyai intra operatif cholangiografi dapat memperlihatkan batu tersebut. Jika pada ERCP
lubang biopsi, yang memberi akses untuk biopsi tumor dengan tuntunan ultrasound. terlihat batu, sfingterotomi dan ekstraksi batu koledokus dapat dilakukan, diikuti
dengan laparoskopik kolesistektomi. Eksplorasi duktus koledokus secara
laparoskopik juga dapat dilakukan pada koledokolitiasis, dengan akses dari duktus
sistikus atau lewat duktus koledokus.
Penyebab tersering ikterus obstruktif Eksplorasi CBD secara terbuka bisa dilakukan jika laparoskopi tidak
1. Koledokolitiasis memungkinkan. Jika dilakukan koledokotomi, T.tube (atau NGT) harus diletakkan
Merupakan penyebab tersering obstruksi saluran bilier ekstrakepatal. Batu bisa pada tempatnya sebagai drainase. Pada kasus impaksi batu pada ampulla yang sulit
tunggal atau multipel, besar atau kecil. Lebih kurang 10% dari pasien kolelitiasis, diambil, biasanya terdapat pelebaran duktus koledokus sampai mendekati 2 cm
mempunyai batu di duktus koledokus. Sekitar 20 – 25 % pasien di atas 60 tahun diameternya, sehingga koledokoduodenostomi atau Roux-en-Y koledokojejunostomi
dengan batu empedu simptomatik mempunyai batu pada duktus koledokus dan mungkin menjadi pilihan terbaik.
kandung empedu. Sebagian besar batu koledokus pada negara barat terbentuk di
dalam kandung empedu dan bermigrasi melalui duktus sistikus ke duktus koledokus. 2. Tumor kaput pankreas
Batu ini diklasifikasikan sebagai batu koledokus/koledokolitiasis sekunder, sebagai
Adenokarsinoma adalah neoplasma tersering pada pankreas. Kaput pankreas
lawan dari batu primer, yang terbentuk secara langsung di duktus koledokus. Batu
merupakan bagian pankreas yang paling sering terkena + 60 – 70 %. Karsinoma
sekunder biasanya batu koleterol, sedangkan batu primer biasanya berwarna coklat
pankreas merupakan tumor yang relatif jarang, di Amerika merupakan 2 % dari
dan berhubungan dengan stasis bilier dan infeksi yang sering terlihat pada populasi
kasus keganasan yang baru muncul, tapi merupakan 5 % dari penyebab kematian
di Asia. Penyebab stasis bilier yang mengakibatkan terbentuknya batu primer di
karena keganasan dan menduduki peringkat kelima sebagai penyebab kematian
antaranya adalah striktur saluran bilier, stenosis papilla, tumor, ataupun batu
setelah kanker pulmo, payudara, prostat, kolorektal dan ovarium. Pembedahan
sekunder yang sudah terbentuk sebelumnya. Koledokolitiasis bisa tanpa gejala dan
merupakan satu-satunya terapi kuratif. Penyebab karsinoma pankreas tidak
sering ditemukan tanpa sengaja. Dapat pula menyebabkan obstruksi, baik komplit
diketahui. Faktor resikonya adalah merokok, pankreatitis kronis, diabetes mellitus.
atau inkomplit, atau dapat bermanifestasi dengan kolangitis atau pankreatitis. Nyeri
Mutasi onkogen K-ras didapat pada 75 % pasien. Terdapat juga over ekspresi C-erb
yang dapat terjadi sifatnya hampir sama dengan nyeri kolik pada impaksi batu di
B-12, HER2/neu, dan Bcl-2. Kerusakan tumor supressor gen P53 juga didapat pada
duktus sistikus. Pemeriksaan fisik bisa normal, tetapi nyeri tekan ringan pada
50 % pasien. Karsinoma pankreas biasanya berkembang tanpa gejala pada awalnya,
epigastirum atau regio kanan atas sering ditemukan. Mual, muntah, dan ikterus juga
dan sebagian besar pasien sudah mempunyai stadium yang lanjut pada saat
sering ditemukan. Gejala – gejala ini dapat bersifat intermitent, seperti nyeri dan
diagnosis. Sekitar 70 % tumor berkembang di kaput pankreas, sebuah lokasi yang
ikterus yang disebabkan adanya batu yang mengalami impaksi temporer pada
sering menimbulkan striktur pada bagian intrapankreatik dari duktus koledokus dan
ampulla tetapi sering terlepas lagi, berlaku seperti ‘ball valve”. Batu yang relatif
menimbulkan ikterus. Adanya warna kuning pada sklera dan kulit disertai urine yang
kecil dapat melewati ampulla secara spontan dengan akibat hilangnya gejala dan
gelap seperti kola/teh dan tinja yang pucat/akolik. Gatal merupakan gejala yang
tanda klinis yang ada. Tetapi dapat juga batu menjadi impaksi komplit,
lazim. Pada tumor yang kecil tidak ada rasa sakit, tapi pada tumor yang sudah besar
mengakibatkan ikterus berat yang progresif.
dapat menginvasi persarafan retroperitoneal dan mengakbatkan nyeri perut dan back
Peningkatan serum bilirubin, alkali pospatase, dan transaminase sering didapatkan,
pain. Penurunan berat badan sering didapatkan. Diabetes didapat pada 20 % pasien.
tetapi pada sepertiga kasus, hasil tes fungsi hati adalah normal.
Pada 15 % pasien, terdapat distorsi duodenum menimbulkan gejala seperti obstruksi inferior dibanding Whipple standar. Pada kasus-kasus tertentu dapat dilakukan total
gastrik outlet. Kadang gejala pankreatitis akut karena sumbatan tumor pada kaput ini pankreatektomi atau parsial pankreatektomi.
merupakan tanda/gejala yang pertama kali muncul. Oleh karena itu, pada pasien Terapi ajuran kemoterapi dan radioterapi untuk karsinoma pankreas masih
dengan akut tanpa penyebab yang jelas, apakah itu batu empedu atau alkohol, ERCP kontroversial. Agen kemoterapi yang biasa dipakai adalah 5 Fluorouracil.
sangat membantu untuk menyingkirkan lesi anatomis karsinoma kaput pankreas ini. Pada kasus yang lanjut, dimana tumor sudah unresectable, dan tindakan yang
Tumor pada korpus dan kauda pankreas tidak secara khas mengenai duktus diambil adalah paliatif. Untuk tatalaksana obstruksi bilier dapat dilakukan surgical
koledokus dan jarang bergejala ikterus. Pada pemeiksaan klinis didapatkan kuning by pass, endoscopic stenting, dan transhepatic stenting. Sten palstik yang dipakai
pada sklera dan kulit, kandung empedu mengalami pembesaran dan dapat teraba biasanya berukuran 7-10 French yang mempunyai median patency 4 bulan. Stent
pada regio kanan atas (Courviosier’s sign). Tumor kaputnya sendiri jarang bisa metal lebih mahal, tetapi mempunyai median patency yang lebih lama, melebihi
diraba. Pada stadium lanjut kadang ditemukan limfadenopati pada supraklavikula median survival pada kelompok pasien paliatif ini. Pada penelitian RCT, tindakan
kiri (Virchow’s Node), asites, karsinosis dengan teraba tumor pada omentum. Pada bedah mempunyai morbiditas dan mortalitas dini yang lebih besar dibanding
ultrasonografi dapat terlihat massa pankreas yang hipoekhoik dibanding dengan stenting. Tapi pada stenting mempunyai angka kegagalan jangka panjang yang lebih
jaringan pankreas normal di sekitarnya, disertai pelebaran duktus pankreatikus, tinggi. Keduanya tetapi tidak berbeda dalam hal survival. Pasien dengan angka
duktus biliaris dan dilatasi vesika felea (Courvoisier Gallbladder). CT Scan harapan hidup lebih dari 6 bulan atau yang membutuhkan gastrojejunostomi untuk
merupakan alat bantu diagnostik pilihan bila tumor kaput pankreas dicurigai. obstruksi duodenum mungkin lebih baik diterapi bedah. Pasien dengan metastace
Sebaiknya dipakai kontras per oral atau intravena. Suatu area inhomogen pada kaput yang luas, karsinosis, asites, terapi terbaik dengan stenting.
pankreas dan pelebaran saluran bilier dapat terlihat. Pelebaran saluran bilier dapat Obstruksi duodenum terjadi pada 10-20 % (15%) pasien karsinoma pankreas. Terapi
intra maupun ekstra hepatal, dan saluran bilier yang mengalami pelebaran dapat utama dengan gastrojejunostomi baik dengan laparoskopi atau bedah terbuka. Pada
tiba-tiba berhenti pada daerah dimana merupakan pertemuannya dengan massa penelitian RCT, pada pasien dengan resiko rendah untuk terjadi obstruksi gastric
tumor. Pelebaran duktus pankreatikus dan vesika felea juga dapat terlihat. outlet, tidak ada perbedaan yang bermakna pada survival pada pasien dengan atau
Keunggulan CT scan adalah jika sudah terjadi metastase tumor ke limfonodi, tanpa gastrojejunostomi. Tetapi osbtruksi gastric outlet kemudan terjadi pada banyak
metastase ke hati atau organ-organ di sekitarnya, asites, trombosis pembuluh darah pasien tanpa gastrojejunostomi yang akhirnya memerlukan tindakan bedah. Oleh
pada daerah tumor, biasanya dapat dilihat. Kadang tumor kaput pankreasnya sendiri karena itu disarankan untuk melakukan gastrojejunostomi profilaksi pada pasien
mungkin tidak terlihat, tapi adanya tanda-tanda tersebut di atas mengarahkan ke tumor laparotomi. Tidak ada penelitian adekuat yang membandingkan keunggulan
diagnosis tumor kaput pankreas. bedah terbuka dengan laparoskopi pada tindakan gastrojejunostomi by pass ini.
Tindakan bedah merupakan satu-satunya tindakan yang potensial kuratif untuk
karsinoma pankreas. Untuk lesi pada kaput pankreas, ada empat tindakan bedah 3. Kolangio Karsinoma
utama yaitu : Kolangio karsinoma adalah adenokarsinoma dari duktus bilier intra maupun ekstra
- standard Whipple pancreaticoduodenectomy hepatal, merupakan tumor yang jarang yang timbul dari epitel saluran bilier. Sekitar
- pylorus preserving pancreaticoduodenectomy 2/3 terletak pada percabangan duktus hepatikus. Reseksi bedah merupakan satu-
- total pancreatectomy satunya tindakan yang bersifat kuratif, tetapi celakanya sebagian besar pasien sudah
- regional pancreatectomy mempunyai stadium yang lanjut pada saat diagnosis, oleh karena itu tindakan
paliatif untuk drainase bilier dan mencegah gagal hati dan kolangitis sering
Operasi standar untuk keganasan periampuller yang dikenal sebagai Whipple merupakan satu-satunya tindakan yang bisa diambil. Sebagian besar pasien dengan
prosedur dipopulerkan oleh Whipple di Amerika pada tahun 1935. Pada operasi ini penyakit yang unresectable akan meninggal dalam satu tahun ke depan
kaput pankreas, duodenum, kandung empedu, duktus koledokus distal Insidensi kolangiokarsinoma pada otopsi sekitar 0,3 %. Rasio laki-laki : perempuan
(intrapankreatik), antrum, direseksi secara en-block beserta limfonodi di sekitarnya. adalah 1,3 : 1. Usia terpapar diantara 50 sampai 70 tahun ( usia pertengahan ).
Kemudian dilakukan rekonstruksi pankreaticojejunostomi, koledokoyeyunostomi, Faktor resiko kolangiokarsinoma adalah sklerosing kolangitis , stasis bilier, batu
dan gastroyeyunostomi. saluran bilier, diet nitrosamin, kista koledokus, hepatolitiasis, biliary-enteric
Traverso dan Longmire pada tahun 1978 melakukan preservasi pilorus pada anastomosis dan infeksi saluran bilier oleh Clonorchis sinenssis, Opisthorcchis
Whipple prosedur dengan tujuan untuk mempertahankan fungsi gaster dan felineus, dan tifoid carrier.
menurunkan angka ulkus pada anastomose. Kondisi yang tidak menguntungkan Lebih dari 95 % kanker saluran bilier adalah adenokarsinoma. Secara morfologis
yang bisa muncul adalah batas reseksi tumor yang tidak adekuat pada proksimal terbagi menjadi noduler (tersering), schirrous, infiltrasidifus, dan papiller. Secara
duodenum. Belum ada penelitian RCT yang membandingkan tehnik ini dengan anatomis terbagi menjadi distal, proksimal, dan perihiler. Intrahepatik
Whipple standar, tapi dari beberapa studi kasus, terlihat bahwa tehnik ini tidak lebih kolangiokarsinoma diterapi seperti karsinoma hepatoseluler dengan hepatektomi jika
memungkinkan. Sekitar 2/3 kolangiokarsinoma terletak di perihiler, yang dikenal Dekompresi bilier non operatif dapat dilakukan pada pasien yang inresectable saat
sebagai Klatskin tumor. penilaian diagnosis. Perkutaneus drainase biasanya dilakukan pada tumor yang
Gejala klinis yang sering muncul pada kolangiokarsinoma adalah ikterus yang proksimal. Untuk tumor distal, drainase interna dengan endoskopi sering merupakan
painless. Pruritus, nyeri ringan epigastrium, nafsu makan menurun, lemah dan berat pilihan. Pada drainase interna dan eksterna ini terdapat resiko kolangitis yang cukup
badan menurun bisa muncul. Simpton kolangitis muncul pada 10 % pasien tinggi, disamping resiko sumbatan drainasenya/stent. Walaupun melalui tindakan
kolangiokarsinoma, tetapi biasnya muncul setelah adanya manipulasi sistem bilier. bedah terbuka mempunyai keberhasilan potensi drainase yang lebih tinggi dan
Kecuali ikterus, pada pemeriksaan fisik biasnya normal. Kadang-kadang pasien yang resiko kolengitis yang lebih rendah, intervensi operasi ini tidak dianjurkan pada
asimptomatik ditemukan mempunyai kolangiokarsinoma pada saat ditemukan pasien dengan metastasis.
peningkatan kadar alkalifosfatase dan γGT. Test pertama kali biasanya dengan USG Tidak ada bukti yang nyata tentang manfaat kemoterapi ajuvan pada
dan CT scan. Pada tumor perihiler didapatkan pelebaran saluran bilier intrahepatal kolenagiokarsinoma. Radioterapi ajuvan juga tidak terbukti meningkatkan kualitas
tetapi dengan normal atau kolaps kandung empedu dan duktus bilier distal dari hidup maupun harapan hidup/survival pada pasien yang dilakukan reseksi tumornya.
tumor. Tumor bilier distal menunjukkan dilatasi pada saluran bilier intrahepatal, Pada pasien yang unresectable sering diterapi dengan 5 FU atau kombinasi 5 FU
ekstrahepatal dan kandung empedu. USG dapat menentukan level sumbatan dan dengan mitomycin-C dan Deksorubicin, tetapi respon ratenya rendah, sekitar 10 %
dapat menyingkirkan adanya batu sebagai penyebab ikterus obstruktif. Biasanya dan 30 %. Kombinasi radioterapi dengan kemoterapi mungkin lebih efektif daripada
sangat sulit untuk memvisualisasikan tumornya sendiri pada USG maupun CT scan terapi tunggal untuk tumor yang unresectable, tapi belum ada bukti RCT yang
standar. Saluran bilier ditentukan dengan kolangiografi. Dengan PTC dapat menunjang, begitu pula dengan interstitiel brachyterapi dengan Iridium 192 yang
menunjukkan perluasan tumor ke arah proksimal, yang merupakan faktor yang dikombinasi dengan radiasi eksterna masih dalam penelitian.
sangat penting untuk menentukan resektabilitas tumor. ERCP digunakan untuk Sebagian besar pasien dengan perihiler kolangiokarsinoma datang dengan stadium
evaluasi tumor di bagian distal. Untuk evaluasi adanya keikutsertaan vaskuler, lanjut yang unresectable. Pasien yang unresectable ini mempunyai survival antara 5
angiografi celiac mungkin diperlukan. MRI juga dapat digunakan sebagai sampai 8 bulan. Penyebab kematian tersering adalah gagal hati dan kolangitis. Untuk
pemeriksaan yang non invasif untuk menentukan anatomi saluran bilier, limfonodi, yang resectable, angka harapan hidup 5 tahun adalah sekitar 10-30%, dan untuk
dan keterlibatan vaskuler, juga pertumbuhan tumor itu sendiri. pasien yang margin bebas tumor bisa mencapai 40 5. Mortalitas operasi pada
Pasien harus menjalani operasi eksplorasi jika mereka tidak mempunyai tanda-tanda perihilar kolangiokarsinoma sekitar 6-8 %. Pasien dengan distal kolangiokarsinoma
metastasis atau tumor yang unresectable. Bagaimanapun juga, walau dengan lebih sering resectable sehingga mempunyai prognosis yang lebih baik. Angka
semakin canggihnya perangkat bantu diagnostik USG, CT Scan, MRI, lebih dari ½ harapan hidup 5 tahun untuk yang resectable adalah sekitar 30-50% dan median
yang menjalani operasi eksplorasi ternyata mempunyai keterlibatan pada survival 32-38 bulan.
peritoneum, metastase pada limfonadi atau hepar, atau sudah locally advanced Resiko rekurensi setelah reseksi tumor sangat ditentukan oleh negativitas margin
disease yang tidak memungkinkan reseksi. Pada pasien-pasien ini, bypass untuk reseksi dan kebersihan dari limfonodi yang positif tumor. Terapi untuk rekurensi
dekompresi bilier dan kolestektomi untuk mencegah terjadinya kolestitis akut harus adalah paliatif untuk gejala yang ada, terapi bedah tak dianjurkan.
dilakukan. Untuk kolangiokarsinoma perihiler yang enresectable, Roux-en-Y
kolangiojejunostomi ke saluran-saluran bilier segmen II atau segmen III atau ke
duktus hepatikus kanan dapat dilakukan. Untuk reseksi kuratif, lokasi tumor dan
perluasan lokalnya sangat menentukan luas reseksi. Tumor perihiler yang mengenai
bifurkasio dan duktus koledokus proksimal (Bismuth-Corlette tipe I dan II) tanpa
invasi vaskuler, merupakan kandidat untuk eksisi lokal tumor, dengan
limfadenektomi portal, kolesistektomi dan eksisi koledokus, dan bilateral
hepatikojejunostomi. Jika tumor mengenai duktus hepatikus kanan atau kiri,
(Bismuth-Corlette tipe IIIa atau IIIb) maka lobektomi kanan atau kiri harus
dilakukan. Seringkali reseksi lobus kaudatus diperlukan karena perluasan langsung
tumor.
Kolangiokarsinoma sebelah distal lebih sering bersifat resectable. Biasanya diterapi
dengan pylorus preserving pankreatoduodenektomi (Whipple Prosedur). Untuk yang
unresectable pada eksplorasi, Raoux-en-Y hepatojejunostomi, kolesistektomi, dan
gastrojejunostomi untuk mencegah obstruksi gastrik outlet harus dikerjakan.
Limpa adalah organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui
LIMPHA darah dan tubuh belum atau sedikit memiliki anti bodi. Kemampuan ini akibat
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 adanya mikrosirkulasi yang unik pada limpa. Sirkulasi ini memungkinkan aliran
yang lambat sehingga limpa punya waktu untuk memfagosit bakteri, sekalipun
opsonisasinya buruk. Antigen partikulat dibersihkan dengan cara yang mirip oleh
efek filter ini Dan antigen ini merangsang respon anti bodi lg M di centrum
Anatomi germinale. Sel darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati
Limpa berasal dari diferensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsal. Berat limpa.
rata-rata pada manusia dewasa berkisar 75-100 gram, biasanya sedikit mengecil Limpa dapat secara selektif membersihkan bagian-bagian sel darah merah : dapat
setelah berumur 60 th , ukuran dan bentuk bervariasi : panjang ± 7cm . Limpa membersihkan sisa sel darah merah normal, Howell-Jolly dan sel siderosit
terletak di kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada permukaan bawah diafragma, Pappenheimer. Sel darah merah tua akan kehilangan aktifitas enzimnya dan limpa
terlindung oleh iga ke 9, 10, dan 11. Limpa terpancang ditempatnya oleh lipatan mengenali kondisi ini akan menangkap dan menghancurkannya. Pada asplenia kadar
peritoneum yang diperkuat oleh beberapa ligamentum suspensorium yaitu tufsin dan ada dibawah normal. Tufsin adalah sebuah tetra peptida yang melingkupi
1. Ligamentum splenophrenika dipasterior (mudah dipisahlan secara tumpul ). sel – sel darah putih dan merangsang fagossitosis dari bakteri dan sel-sel darah tua.
2. Ligamnetum gastrosplenika  berisis vasa gastrika brevis Properdin adalah komponen penting dari jalur alternatif aktivasi komplemen, bila
3. Ligamentum splenokolika terdiri dari bagian lateral omentum majus kadarnya dibawah normal akan mengganggu proses opsonisasi bakteri yang
4. Ligamentum splenorenal. berkapsul seperti meningokokkus, dan pneumokokkus ( Trunkey, 1990 ).
Hipersplenisme adalah filtrasi berlebihan terhadap unsur sel darah oleh limpha.
Limpa merupakan organ paling vaskuler. Vaskularisasinya meliputi arterilienalis,
variasi cabang pankreas dan beberapa cabang dari gaster (vasa Brevis). Arteri Ruptur Lien
lienalis merupakan cabang terbesar dari trunkus celiakus. Biasanya menjadi 5-6 Pecahnya lien bisa terjadi akibat trauma tajam, trauma tumpul, trauma iatrogenik
cabang pada hilus sebelum memasuki lien. Pada 85 % kasus, arterilienalis bercabang maupun spontan. Pad ruptur sponta bisa akibat :
menjadi 2 yaitu ke pole superior dan inferior sebelum memasuki hilus. Sehingga 1. Penyakit infeksi  Malaria, mononukleasis infeksiosa
hemi splenektomi bisa dilakukan pada keadaan tersebut (Danne, 1999). 2. Penyakit hemaotologik  jinak, ganas
Vena lienalis bergabung dengan vena mesenterika superior membentuk vena porta. 3. Bendungan  hipertensi portal
Limpa asesoria ditemukan pada 30 % kasus. Paling sering terletak di hilus limpa,
sekitar artei lienalis,ligamentum splenokolika, ligamentum gastrosplenika,
ligamentum splenorenal, dan omentum majus. Bahkan mungkin ditemukan pada Patologi
pelvis wanita, pada regio presakral atau berdekatan dengan ovarium kiri dan pada Kelainan patologi dikelompokkan menjadi :
scrotum sejajar dengan testis kiri (Schwartz, 1997) Dibedakan menjadi 2 tipe : I. Cedera kapsul
1. Berupa konstriksi bagian organ yang dibatasi jaringan fibrosa. II. Kerusakan parenkim  fragmentasi, pole bawah hampir lepas
2. Berupa massa terpisah. III. Kerusakan hillus  splenektomi parsial
IV. Avulsi Limpha  splenektomi total
V. Hematoma subkapsuler
Patofisiologi Tanda 2 ruptur lien gejala yang timbul biasanya :
Fungsi limpa dibagi menjadi 5 kategori (Trunkey, 1990) : - Syok hipovolemi dengan atau tanpa takikardi dan penurunan tekanan darah.
1. Filter sel darah merah - Nyeri perut kiri atas atau punggung kiri
2. Produksi opsonin-tufsin dan properdin - Nyeri pada puncak bahu disebut tanda KEHR
3. Produksi Imunoglobulin lg M Nyeri alih melalui n.frenikus ke puncak bahu jika rangsangan pada permukaan
4. Produksi hematopoesis in utero bawah peritoneum diafragma
5. Regulasi T dan B limfosit - Laboratorium  leukositosis

Pada janin usia 5-8 bulan limpha berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah
merah dan putih, dan tidak berfungsi pada saat dewasa.
Penatalaksanaan Trauma mayor yang berakibat terlepasnya kapsul limpa, khas ditemukan pada
pasien dengan perdarahan yang lambat. Pada pasien ini sering kali ada
Splenorapy hematom subkapsuler yang besar. Anyaman mesh polygkycolic acid sangat
Bertujuan untuk mempertahankan limpa yang fungsional dengan menjahit menolong dalam mengamankan hemostasis pada kasus ini (Irving , 1996)
limpa yang mengalami laserasi, tetapi jika perdarahan telah berhenti sebaiknya
tidak dilakukan lagi karena dapat memicu terjadinya perdarahan ulang.
Ligasi Arteri Lienalis
Penjahitan dengan benang poliglycolic acid 0, dilanjutkan dengan ligasi arteri
Masih merupakan suatu kontroversi pada penanganan trauma limpa. Ada satu
yang mengarah ke pole tersebut. Jika perdarahan aktif tetap berlangsung, total
laporan yang mendukung teknik ini, Namun pengalaman di San Francisco
atau parsial splenektomy (Irving, 1996).
General Hospital tidak mendukung prosedur ini sejak 2 kasus ligasi arteri
lienalis menimbulkan nekrosis limpa ( Trunkey, 1990 ).
Splenektomy
 Parsial Autotransplantasi Limpa
Jika fragmen limpa terputus total atau parsial, biasanya di pole atas atau
Autotransplantasi masih merupakan kontroversi pada penanganan trauma limpa.
bawah dapat dilakukan tindakan yang lain. Arteri lienalis utama biasanya
Sebaiknya autoransplantasi dilakukan, karena ada beberapa bukti fungsi
bercabang sebelum menembus limpa. Cabang-cabang ini adalah end arteri
sebagian limpa dapat kembali yaitu sebagai penyaring sel darah merah.
yang memungkinkan untuk dilakukannya tindakan parsial splenektomy.
Produksi opsonin kemungkinan sedikit sekali atau bahkan tidak ada lagi, tetapi
hal ini masih diperdebatkan.
 Total Terdapat juga bukti bahwa penanaman jaringan limpa secara luas pada
Indikasi mutlak : peritoneum atau SPLENOSIS tidak melindungi pasien dari overwhelming
- Tumor primer infeksi Splenosis dapat terjadi diseluruh abdomen dan paling sering ditemukan
- Kkelainan hematologik dengan hipersplenisme jelas yang tak dapat secara kebetulan saat laparatomy oleh sebab lain. Splenosis berbeda dengan
diatasi dengan pengobatan lain (anemia hemolitik kongenital) limpa asesoria secara histologis yakni kehilangan elastisitas dan serabut otot
polos pada kapsulnya. Beberapa fakta menyatakan bahwa limpa hasil implan
Indikasi Relatif : tidak dapat terjadi bila tidak tersedia massa jaringan yang baik dan adanya
- Kelainan hematologik tanpa hipersplenisme jelas, tetapi splenektomy vaskularisasi yang sangat berbeda dari sirkulasi limpa yang normal (Schwartz,
dapat memulihkan kelainan hematologik 1997).
- Ruptur limpa Reimplantasi merupakan aurotransplantasi jaringan limpa yang dilakukan
- Hipersplenisme pada sirosis hati dengan varises esofagus setelah splenektomy. Caranya ialah dengan membungkus irisan parenkim
- Splenomegali yang mengganggu karena besarnya limpa limpa dengan slices 1-mm (Boone and Peitzman, 1998) diameter ± 0,5 cm
- Sewaktu operasi radikal onkologik di perut bagian atas (lambung, (Schwartz, 1997) dengan omentum atau menanamnya di pinggang belakang
pankreas) peritoneum (Karnadiharja, 1997). Viabilitas dari hasil implantasi ditunjukkan
dengan kembalinya tuftsin, opsonin komplemen, dan lg M ke level normal
Metode : (Schwartz, 1997), radionuclide scan 3-4 bulan post operasi untuk melihat
1. Limpa dibebaskan dari Ligamentum splenorenal dan gastrosplenika fungsi, ukuran , dan lokasinya ( Skandalakis, 1995) Fakta menunjukkan bahwa
2. Pedikel dipegang oleh asisten dan ditekan, lalu kauda pankreas dipisahkan autotransplantasi jaringan limpa pada omemtum pada akhirnya fungsi limpa
secara tumpul dari hilus dan pembuluh darah dapat diperlihatkan. secara imunologis akan baik. Sebuah tinjauan tentang masalah ini
3. Diseksi dekat kekapsul akan menampilkan arteri kutub yang sesuai manyimpulkan bahwa studi pada manusia dan binatang yang dilakukan
4. Kemudian arteri ini diligasi ganda. autotransplantasi limpa relatif aman dan mudah dilakukan yang memulihkan
5. Wedge reseksi dilakukan dengan cutting diathermy. Jahitan matras kelevel dasar beberapa parameter hematologi dan imunologi. Beberapa aspek
dengan benang absorbel seperti polikglaktin 0, dipakai untuk mengontrol dari fungsi reticuloendotelial juga membaik. Studi radiosotop menunjukan pada
rembesan dari tipe yang terbuka (Irving, 1996). banyak pasien autotransplantasi pada omentum majus menghasilkan jaringan
yang tumbuh secara bermakna.
Spleny Wrapping Procedure
PERAWATAN PASCA SPLENEKTOMY Komplikasi splenektomy (Trunkey, 1990) :
Banyak pasien yang tidak mengalami komplikasi post splenektomy. Pada umumnya 1. Perdarahan intra peritoneal persisten
jumlah trombosit meningkat sangat tajam sampai 2 juta per mm3 dan tidak 2. Pankreatitis post operasi
diperlukan terapi khusus selain hidrasi yang cukup. Jika diperlukan dapat diberikan 3. Devaskularisasi lambung
obat pencegah agregasi platelet seperti asam salisilat, dipridamol, dekstran atau jika - Fistula gaster
pasien resiko tinggi dipakai heparin (trunkey, 1990; Schwartz, 1997). Penulis lain - Abses subfrenik
mengatakan bahwa jika jumlah trombosit lebih dari 1 juta mm3 sebaiknya deberikan - Peritonitis
aspirin dosis rendah atau heparin (Danne, 1999; Irving, 1996). Pasien yang
mengalami efusi dan kolapnya lobus bawah paru kiri biasanya memberikan respon 4. Komplikasi tromboemboli
yang baik dengan fisioterapi. - Trombosis vena suprarenalis
Peningkatan insidensi sepsis umumnya disebabkan oleh H influenza, pnemokokkus, - Trombosis vena dalam (dvt)
meningikokkus, Stapilokokkus dan H influenza pada anak perlu diberikan - Emboli paru
antibiotika propilaksi melawan H influenza sampai dewasa (Schwartz, 1997).
Amoksilin 250 mg perhari atau penoksimetilpenisilin 250 mg 2 kali sehari dapat 5. Infeksi
diberikan, walaupun belum ada kesepakatan apakah obat ini akan diberikan selama - Akut post operasi
hidup atau 5 tahun saja. Waktu pemberian vaksinasi masih kontroversi. Beberapa - Bahaya yang timbul belakangan
penulis merekomendasikan anatara 3 sampai 4 minggu pasca operasi. Dan setelah 5
tahun dilakukan vaksinasi ulang pnemovax (Boone and Peitzman, 1998). Penulis lain menganjurkan untuk melakukan autotransplantasi oleh karena beberapa
alasan yaitu aman. Mudah dilakukan, fungsi retikuloendotelial dan fungsi
imunologis kembali baik. Ada beberapa kekurangan yaitu produksi opsonin
KOMPLIKASI SPLENEKTOMY kemungkinan kecil sekali tau bahkan tidak ada dan tidak dapat secara adekuat
- Perdarahan awal post operasi harus dimonitor secara teliti, terutama pasien menyaring bakteri berkapsul. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada pasien post
dengan trombositopenia atau kelainan mieloproliperasi. Perdarahan umumnya splenektomy dengan pertumbuhan limpa hasil autotransplantasi dibandingkan
berasal dari vasa gastrika brevis atau kauda pankreas. Jika pada 24 jam pertama dengan tanpa autotransplantasi.
ada manifestasi perdarahan lebih dari 1 atau 2 unit maka ada indikasi untuk Beberapa faktor yang menyebabkan hal ini yaitu (Timens W;Leemans R) :
operai ulang untuk mengontrol sumber perdarahan dan evakuasi hematom untuk 1. Total jumlah darah yang disaring sedikit.
mencegah timbulnya abses subfrenik (Trunkey, 1990). 2. Mikroanatomi limpa hasil autotransplantasi kemungkinan tidak sesuai untuk
- Atelektase lobus inferior kiri aliran darah yang pelan sebagaimana pada limpa yang normal yang merupakan
- Trombosis vena dalam (dvt). faktor penting untuk kontak yang lama antara antigen, phagosit, dan imun
- Emboli paru. respon.
Trombosis vena splenika dengan perluasan ke vena porta dan vena mesenterika 3. Untuk memeriksa fungsi Imun limpa hasil autotransplantasi ada 2 hal yang
superior jarang terjadi. Umumnya pada pasien dengan kelainan mieproliperasi dievauasi :
atau sepsis yang mengakibatkan abses intra abdomen (Scwartz, 1997). (a) kapasitas phagositosis : tidaj ada teropsiniasi secara buruk.
- Trauma pada pankreas akibat truma murni atau akibat tindakan splenektomy (b) kapasitas imun respon humoral dengan perhatian khusus antigen T1-2
dapat menimbulkan pankreatitis post operasi. polisakarida.
- Devaskularisasi kurvatura mayor akibat pemotongan vasa gastroepiploika dapat Dengan adanya kedua bahan ini pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya terdapat
terjadi kebocoran atau fistula. Komplikasi ini timbul 3 sampai 4 hari post fungsi limpa hasil autotransplantasi menjadi tidak bermakna dalam mengevaluasi
operasi. Komplikasi lain yaitu infeksi, baik akut yang timbul setelah operasi atau kemampuan menjalankan fungsi imun yang sebenarnya.
injeksi lanjut.
Pemberaian amoksilin atau penoksimetil penisilin sebagai antibiotik profilaksi
Splenektomy mengakibatkan berbagai defel imunologi termasuk respon anibodi diberikan 5 tahun atau seumur hidup belum ada kesepakatan. Ketuaan dan penyakit
yang buruk terhadap imunisasi, defisiensi tuftsin dan penurunan level serum lg M, mempengaruhi resiko post splenektomy. Resiko ini paling besar pada bayi dan
Properdin, Opsonin. Walaupun studi pada hewan menunukan bahwa 25 % dari menurun perlahan seiring dengan pertumbuhan dari masa anak ke masa dewasa.
jaringan limpa sudah cukup untuk berfungsi sebagai pertahanan melawan bakteri Namun resiko ini tidak pernah hilang.
Diperkirakan 80 % kasus OPSI terjadi di dalam periode 2 tahun pertama post
splenektomy (Ein, 1993). Karena banyak kematian pada sepsis post
splenektomysebenarnya dapat dicegah, Sehingga bila ada demam harus segera
dikenali dan ditangani dengan tepat. Orang tua yang memiliki anak tanpa limpa
harus diajarkan untuk segera mencari pertolongan medis bila ada demam sehingga
dapat dievaluasi secara tepat dan dapat diberikan perlindungan antibiotik yang tepat
secepat mungkin.
Ductus pancreatikus mayor bergabung dengan CBD dan bermuara di ampula vateri,
PANKREAS dimana terdapat sphincter Odii, yang dikontrol oleh neural dan hormonal untuk
-------------------------------------------------- RD-Collection 2002 ----------------------------------------------- mengatur sekresi cairan pancreas dan empedu ke dalam dupdenum. Sphincter odii
- juga berguna untuk mencegah refluk cairan empedu ke dalam duktus
pancreatikus
Ductus pancreatikus minor biasanya menerima aliran dari bagian superior caput
pancreas dan bermuara di duodenum bagian kedua melalui papilla minor, letaknya 2
Anatomi cm proximal dari ampula Vateri. , merupakan duktus pankreatikus utama, berjalan
Pancreas terletak di belakang peritoneum setinggi vertebra lumbal ke dua. Beratnya dari kauda samai ke korpus terletak 1/3 margo superior pankreas. Saluran pankreas
sekitar 75 sampai 100 gram dan panjangnya sekitat 15-20 cm.. Pankreas terletak di berdiameter 5-6 mm.
belakang lambung di retroperitoneal, terdiri dari Vaskularisasi berasal dari a.gastroduodenalis dan a.mesenterika superior, disarafi
Caput oleh n.splanknikus mayor dan minor melalui pleksus dan ganglion seliakus.
Caput pancreas terletak berdekatan dengan lengkungan duodenum dan berada
di sebelah kanan vasa mesenterica superior. Sisi depan caput pancreas disilang
oleh mesocolon transversum dan berdekatan dengan vena cava, vena renalis
dan arteri renalis dextra. Processus uncinatus, yang merupakan bagian dari
caput, terletak melingkar ke arah posterior vassa mesenterika superior. CBD
terletak di sebelah posterior caput dan bergabung dengan ductus pancreaticus
mayor di ampulla vateri.

Collum
Collum pancreas terletak di atas vasa mesenterika superior. Collum pancreas
dapat dibedakan dengan caput melalui tonjolan yang berisi vasa mesenterika
superior.

Corpus
Sisi anterior corpus pancreas ditutupi oleh peritoneum. Mesocolon transversum
melekat pada tepi inferior. Corpus pancreas terletak di sebelah posterior
dinding gaster dan di atas aorta pada percabangan arteri mesenterica superior.

Arteri dan vena mesenterika supperior terletak di belakang colum pankreas.


Cauda.
Cauda pancreas merupakan bagian kecil dari pancreas dan terletak di sebelah Pankreas meruppakan organ eksorin terdiri dari kelenjar asiner dan endokrin terdiri
anterior ginjal kiri. Cauda pancreas terletak berdekatan dengan lien, flexura dari pulau Langerhans.
colon sinistra dan ligamentum reno-lienalis sehingga bagian ini seringkali Arteri celiaca dan arteri mesenterica superior mengalirkan darah ke pancreas
cedera saat dilakukan splenektomi. melalui cabang-cabang utamanya. Caput pancreas mendapat suplai dari cabang-
cabang arteri gastrodudenal dan arteri mesenterica superior. Percabangan tersebut
Sebagai organ eksokrin ia mengalirkan enzim pencernaan ke duodenum pars juga menyuplai duodenum part III, sehingga bila diperlukan tindakan reseksi, maka
descendens melalui 2 saluran : kedua bagian tersebut harus terangkat. Corpus dan cauda mendapat vaskularisasi
dari splenic arteri, yang merupakan cabang dari trunkus celiacus.
 Duktus pankreatikus mayor (Wirsungi)
Terdapat 3 cabang utama, yaitu :
 Duktus pankreatikus minor (Santorini)
1) arteri pancreaticus dorsalis, yang terletak dekat trunkus celiacus
Ductus pancreaticus mayor, atau ductus wirsungi, berjalan sepanjang pancreas dan 2) arteri pancreaticus, memberikan vaskularisasi untuk corpus pancreas
bergabung dengan Common Bile Duct (CBD) untuk kemudian bermuara di 3) arteri pancreaticus caudalis, yang memberikan suplai ke cauda pancreas.
duodenum. Diameter duktus pancreatikus sekitar 2 sampai 3,5 mm dan berisi 20 -------------- Ketiga cabang utama tersebut mengadakan kolateralisasi dengan
cabang dari cauda, corpus dan processus uncinatus. arteri pancreatucoduodenal inferior.
Aliran vena pancreas dan duodenum mengikuti aliran darah arteri. Vena biasanya Sekresi exocrine dan endokrine pancreas diatur oleh saraf simpatis dari nervus
terletak lebih superfisial dan semuanya bermuara ke vena porta. Karena vena-vena sphlanchnicus, saraf parasimpatis dari nervus vagus dan peptidergic neuron,
caput pancreas dialirkan ke vena mesenterika superior dan vena porta, pada tindakan yang mensekresi amine dan peptide.
diseksi pada pancreaticoduodenectomi lebih aman jika dilakukan diseksi neck Serabut parasimpatis merangsang sekresi eksokrin dan endokrin, sedangkan serabut
penkreas disebelah anterior dari vena porta. simpatis efek dominannya adalah inhibisi. Peptidergic neuron mensekresi hormon
seperti : somatostatin, vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitonin gene-related
peptide (CGRP) dan galanin. Pancreas mempeunyai banyak serabut saraf sensorik
yang berperanan pada timbulnya nyeri intrinsik pada kasus pancreatitis kronis dan
tumor pancreas.

Fisiologi Pancreas
 Fungsi Exocrine
Sekresi pancretic juice berkisar 500 – 800 mL/hari, berupa cairan alkaline yang
mengandung enzym-enzym pencernaan, yaitu :
(1) Amilase, yang berfungsi hidrolisis karbohidrat dan glikogen menjadi glukosa,
maltosa, maltotriose, dan dextrins,
(2) Lipase, yang berfungsi menghidrolisis asam lemak,
(3) Trypsin dan chymotrypsin yang berfungsi untuk memecah protein dalam daging,
(4) Beberapa nukleus, misalnya deoxyribonuclease dan ribonuclease, yang berfungsi
Aliran lymphe di pancreas sangat banyak dan tersebar rata di seluruh bagian memecah DNA dan RNA. Sebagian besar enzym-enzym tersebut dibuat dan
pancreas, dan hal ini yang bertanggungjawab terhadap tingginya angka metastase disimpan di pancreas dalam bentuk yang inaktif, dan akan menjadi aktif setelah
pada carsinoma pancreas. Aliran lymphe di caput pancreas bermuara di celiaca disekresikan oleh duodenum dengan bantuan enzym enterokinase.
dan lnn mesenterika superior dan merupakan aliran lymphe utama. Pembuluh
limfe anterior bermuara di kelenjar getah bening (KGB) peripyloric, dan pembuluh Pancreatic juice juga mengandung sejumlah garam-garam inorganik, termasuk
limfe dari corpus dan cauda bermuara di KGB pancreatosplenic sepanjang vena sodium (140mmol/l), potassium (10 mmol/l), chloride (20 mmol/l) dan bicarbonate
splenica. Tidak adanya “peritoneal barrier” pada permukaan posterior pancreas (110 mmol/l) dan air sejumlah 1500 – 3000 ml/hari. Cholecystokinin adalah mayor
menyebabkan terdapat hubungan langsung antara pembuluh limfe intra pancreatic stimulant dari sekresi pancreatic exocrine, tetapi sejumlah zat-zat neurocrine juga
dan jaringan retroperitoneal. Kondisi anatomi ini memungkinkan terjadinya berperan, termasuk acethylcholine, vasoactive intestinal polypeptide, gastrin-
rekurensi yang tinggi setelah reseksi kanker pankreas. releasing peptide dan P substance. Inhibitor utama sekresi pancreatic exocrine
adalah somatostatin.
 Fungsi Endocrine Akibat langsung cedera pankreas menimbulkan :
Sekresi hormon pankreas dihasilkan oleh sel-sel pulau Langerhans. Setiap pulau  Perdarahan
berdiameter 75 – 150 mikron yang terdiri dari sel beta (75%), sel alfa (20%), sel Perdarahan ini penting karena a.mesenterika superior yang memvaskularisasi
delta (5%) dan beberapa sel C. Sel alfa menghasilkan glukagon dan sel beta usus berjalan di collum pankreas, sehingga akan menimbulkan cedera arteri
merupakan sumber insulin, sedangkan sel delta menghasilkan somatostatin, tersebut akibat seluruh segmen usus akan iskhemi dan mati.
gastrin, dan polipeptida pankreas.
Glukagon juga dihasilkan oleh mukosa usus, menyebabkan terjadinya glikogenesis  Peritonitis
dalam hepar dan mengeluarkan glukosa ke dalam aliran darah. Fungsi insulin Cedera pankreas menimbulkan enzim pankreas yang bersifat proteolitik akan
terutama untuk transfer glukosa dan gula lainnya melalui membran sel ke jaringan, lepas dan mengenai peritoneum (peritonitis)
terutama sel-sel otot, fibroblast dan jaringan lemak. Bila cadangan glukosa tidak
ada, maka lemak akan digunakan untuk metabolisme sehingga akan timbul ketosis  Mengganggu fungsi organ eksokrin dan endokrin
dan asidosis. Rangsangan utama pengeluaran insulin dipengaruhi oleh kadar gula
darah. Semua jenis zat gizi seperti glukosa, asam amino, dan asam lemak Diagnosis  Ditegakkan secara pasti pada saat durante operasi
merangsang pengeluaran insulin dalam derajt yang berbeda-beda.  Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
Patologi  Laboratorium  analisa serum dan urin, amilase lipase
 CT Scan
Meskipun sel epitel ductus (epithelial ductal cell) hanya 5% dari seluruh massa
 DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage)
pancreas, tetapi sel-sel tersebut merupakan sel asal dari hampir semua tumor
Cara : Masukkan cairan RL 10 cc/kgBB ke dalam cavum peritonii sampai
pancreas. Ciri khas secara mikroskopis tumor duktus pancreas adalah adanya sel
habis. Selanjutnya cairan dialirkan ke dalam kantong dan dilakukan
kelenjar kecil dan besar yang berbeentuk cuboid atau collumnar dan mensekresi
penilaian secara :
cairan mucin. Kelenjar melekat pada jafingan fibrous, sehingga tumor teraba
 Kualitatif :
keras.Derajat difernsiasi dari ductal carsinoma bervariasi. Poor differentiated tumor
menunjukkan gambaran sel kelenjar yang lebih sedikit dan lebih banyak sel epitel • Darah
yang mengalami anaplasia. Hampir semua penderita tumor pancreas juga menderita • Sisa makanan  cedera usus
pancreatitis kronis dan dilatasi duktus, atrofi dan fibrosis parenkim asinus, dan • Keruh seperti busa  cedera pankreas
derajat infiltrasi kelenjar getah bening yang bervariasi. Beberapa pasien juga Akibat enzim mencerna lemak menghasilkan asam lemak  reaksi
menderita pancreatitis akut, dimana pada pemeriksaan histologi ditemukan infiltrasi penyabunan jika bercampur dengan calsium
sel PMN.
 Kuantitatif  Eritrosit > 10.000, lekosit > 500  gangguan intra abdominal
Kelainan pada Pankreas :
1. Trauma Penanganan traum a
 Konservatif
Dapat berupa trauma tumpul, tajam, tembak atau iatrogenik.
 Observasi
Klasifikasi kerusakan pankreas 4 Derajat :
 Operatif :
I. Kontusio ringan , hanya oedem
 Drainage ekternal
II. Robekan pankreas, duktus ankreatikus besar normal
 Drainage internal  Cara Roux-en-Y atau Mouth Fish tehnik.
III. Cedera duktus pankreatikus besar
 Reseksi
IV. Cedera pankreas dan duodenum
 Bila bagian kerusakan pada :
Pada derajat I enzim pankreas keluar sebagian, sedang derajat II ke atas enzim • Cauda  pankreatektomi distal sekalian splenektomi
pankreas lepas  peritonitis. • Corpus  Pankreatikojejunostomi / Roux en Y
• Caput  Pankreatikodudenektomi / Whipple operasi
K om plikasi Pemeriksaan setelah 48 jam
 Infeksi, Fibrosis 1. Hematokrit turun > 10% 1
 Fistula 2. Ureum darah > 5 mg/dl 1
 Pseudokista 3. Kalsium < 8 mg/dl 1
Bentuk pertahanan tubuh membatasi penyebaran enzim. Akibat 4. Saturasi O2 turun 1
terlukanya duktus besar dimana sekresi pankreas tetap berlangsung, 5. Defisit basa > 4 meq/l 1
tekanan tidak mampu membuka spincter oddi, sehingga cairan terkumpul 6. Sequestrasi cairan > 61 1
disekitar pankreas  pseudokista Bila terdapat 3 kriteria angka kematian 5%, bila 5 kriteria atau lebih 50%

2. Radang / Pankreatitis Terapi :


Biasanya konservatif dengan :
Pankreatitis tidak disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus , tetapi akibat
 Puasa , Infus, NGT
autodigesti oleh enzim pankreas. Sumbatan saluran pankreas yang
 Antibiotika
menyebabkan refluks diduga kuat sebagai penyebab.
 Pemantauan : cairan elektrolit, hipokalsemia
Faktor pemicu :
 Laparotomi : drainage, debridement
 Alkoholisme
 Alkohol menghambat pembentukan alpha2 antitripsin, merupakan
pelindung enzim pankreas. Selain untuk merusak sel2 pankreas. 3. Batu Pankreas
 Post trauma Dapat menimbulkan ikterus obstruksi, dan gambaran radiologi biasanya
 Batu empedu / kolelithiasis radioopak. Tindakan operatif dengan drainage internal, reseksi atau jalan pintas
Pankreatikojejunostomi Side to Side (Mouth Fish teknik) dengan cara
Secara Patologi pankreatitis dibagi 4 : membuka saluran pamkreas dan dilekatkan pada jejenum
1. Udematosa
2. Infiltratif 4. Pseudokista
3. Hemorrhagika Pseudokista pankreas adalah pengumpulan cairan pancreas yang dibatasi
4. Nekrotikans jaringan fibrous dan jaringan granulasi dari jaringan retriperitoneum,
peritoneum, atau lapisan serosa organ visera. Cairan pankreas ini berisi enzim-
K linis : enzim yang dihasilkan oleh jaringan pankreas, darah, atau jaringan pankreas
 Rasa nyeri di daerah pertengahan epigastrrium timbul tiba-tiba yang sudah mati. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh pankreatitis dan trauma
 Muntah tanpa mual dahulu pankreas.
 Pemeriksaan fisik : Pada penanganan pseudokista pankreas, diperhatikan penilaian waktu yang tepat,
- demam, takikardi, lekositosis keadaan pseudokista dan hubungan pseudokista dengan organ visera lain.
- Tanda Gray-Turner  gambaran bercak darah di perut samping Penanganan pilihan yang disepakati oleh para ahli, terhadap pseudokista
- Tanda Cullen  bercak darah di daerah pusar pankreas yang dindingnya sudah kuat dan yang tanpa komplikasi, ialah drenase
 Lab : Kadar amilase darah & urin meningkat dalam 2 jam interna kistojejunostomi Roux en Y karena keberhasilan dalam waktu pendek
dan lama terbukti baik serta komplikasinya paling sedikit
Prognosis :
Sesuai Kriteria RANSON : Etiologi
Pemeriksaan pertama Nilai  Pankreatitis akut.
1. Umur > 55 tahun 1 Menyebabkan kerusakan duktus dan jaringan pankreas, sehingga cairan
2. Lekosit > 15.000/mm3 1 pankreas keluar ke sekitar jaringan pankreas. Sebelum terkumpul cairan ini
3. Kadar Glukosa > 200 mg/dl 1 dapat meluas ke krainal atau kaudal dalam jaringan retroperitoneum sampai
4. LDH > 35 U/I 1 medistinium atau skrotim. Cairan dapat meluas pula ke dalam bursa
5. SGOT > units/dl 1 omentalis dan ke ruangan paranenal. Cairan akan merangsang terjadi reaksi
pembentukan jaringan fibrous dan jaringan granulasi yang akan membatasi
 Trauma Diagnosis
Trauma dapat langsung atau menggencet pankreas sehingga terjadi kerusakan  Riwayat penyakit.
duktus pankreas dan jaringan pankreas. Enzim-enzim kelenjar pankreas dan Seseorang dengan riwayat pankreatitis oleh apapun sebabnya di curugai akan
debis lain yang terjadi akibat trauma akan keluar dan terkumpul disekitar terjadi pseudokista pankreas. Pankreatitis akut sebelumnya 7-10 hari yang lalu
jaringan pankreas. Pseudokista pankreas yang disebabkan oleh trauma sering atau pankreatitis kronis yang kemudian didapatkan sakit perut menetap, mual
didapatkan dindingnya sudah kuat walaupun masih dengan gejala pankreatitis atau muntah suspek terjadi pseudokista pankreas.
akut. Pseudokista pankreas pada anak-anak lebih dari 50 % disebabkan oleh
trauma  Gejala klinis dan pemeriksaan fisis.
Sakit yang menetap di epigastium terjadi pada 90 % penderita, mual dan
 Pankreatitis kronis. muntah hampir terjadi pada separoh penderita, berat badan yang turun terjadi
Pada pankreatitis kronis terjadi endapan protein, pembatuan dan striktur pada 40 % penderita, dan adanya massa di epigastrium terjadi pada sekitar 60
sehingga dapat menyebabkan robekan duktus pankreas di bagian % penderita. Panas badan dan ikterus terutama terdapat pada pseudokista yang
proksimalnya. Enzim-enzim pankreas keluar dari duktus dan terkumpul di disebabkan oleh pankreatitis karena sumbatan duktus billiaris
luar duktus. Pankreatitis kronis juga menyebabkan fibrosis parensim
pankreas. Pseudokista yang terjadi di sini juga kronis, dindingnya sudah kuat  Pemeriksaan laboratories panunjang.
dan pada awalnya berada didalam kelenjar pankreas. Amilase di dalam serum yang tetap tinggi, kenaikan leukosit, anemia,
kelainan ro foto dada, kenaikan bilirubin, dan kenaikkan waktu protrombin..
Manifestasi Klinis Pemeriksaan ultrasonografi dan CT Scan ketepatan diagnosisnya 90-98 %.
Pankreatitis menyebabkan keluarnya cairan pankreas dari duktus dan cairan Karena tidak invasif, ultrasonografi sering digunakan untuk pengawasan rutin
pankreas. Cairan masuk jaringan retroperitoneum dan bursa omentalis pada stadium akut pseudokista. Ultrasonografi juga dapat dipakai sebagai
mengakibatkan edema jaringan tersbut. Pada awalnya jaringan tersebut belum penuntun pada aspirasi cairan untuk pemeriksaan PA, apabila curiga
terkumpul, disebut stadium akut pseudokista. Stadium ini dengan ultrasonografi kemungkinan tumor pankreas. Pemeriksaan dengan CT Scan dapat diketahui
dan CT Scan terlihat seperti gelembung – gelembung di depan pankreas, bursa besarnya, jumlah, tebal dinding, perluasan di jaringan retriperitoneum,
omentalis, ruangan pararenal sebelah kiri, ruangan sub hepatik, mediastinum dan perlekatan dan hubungan dengan pseudokista dengan organ visera lain.
retroperitoneum lain yang berisi cairan pankreas. Keadaan ini didapatkan lebih Pemeriksaan endoskopi retrograd kholangiopankreatikografi dikerjakan
50 % dari penderita hepatitis akut Cairan ini mengakibatkan reaksi jaringan terutama pada pseudokista yang disebabkan oleh pankreatitis kronis dan yng
retroperitoneum sehingga terbentuk jaringan fibrous dan jaringan granulasi dengan ikterus, untuk mengetahui adanya kelainan duktus pankreas, adanya
dalam waktu 6-4 minggu. Terbentuk ruangan berisi cairan pankreas yang hubungan antara pseudokista dengan duktus pankreas, adanya pseudokista
dindingnya berupa jaringan fibrous dan jaringan granulasi kuat. Bradley (cit multipel, dan adanya obstruksi duktus billiaris. Pemeriksaan tambahan yang
Rattner & Warshaw, 1990) mengamati terhadap 24 penderita pankreatitis akut lain adalah angiografi. Cara pemeriksaan ini dikerjakan bila curiga adanya
selam minggu pertama, 42% pengumpulan cairan yang terjadi hilang sendiri. perdarahan, pseudoaneorisma, hipertensi portal dan curiga tumor pankreas
Pengamat lain melaporkan antara 8 – 85 % dari cairan yang terkumpul akan
hilang sendiri, dalam waktu 2-3 minggu. Komplikasi
Pseudokista pankreas yang disebabkan oleh pankreatitis kronis tidak ada - Komplikasi infeksi.
hubungannya dengan stadium akut pankreatitis Pseudokista ini umumnya sudah Didapatkan pada pseudokista pankreas yang isinya banyak mengandung
dibatasi jaringan fibrous atau jaringan granulasi mulai awal dan tidak dapat jaringan nikrosis dan yang disebabkan oleh obstruksi duktus billiaris.
hilang sendiri
Pseudokista pankreas yang disebabkan oleh trauma sering tidak dipikirkan dan - Komplikasi obstruksi.
diketahui sudah dibatasi dinding yang kuat karena tertutup oleh gejala Komplikasi ini sering ditemukan terhadap duodenum dan duktus biliaris.
pankreatitis akut (Rattner & Warshaw, 1990). Obtruksi terhadap duedonum terutama terjadi pada pseudokista yang terdpat
di kaput pankreas.
Thompson et al (1989), menemukan kejadian obstruksi terhadap duktus
billiaris antara 14 dan 26 % dari pseudokista karena pankreatitis yang
mempunyai gejala hiperbilirubinemi selama sakit.
- Komplikasi perdarahan.  Drenase interna.
Komplikasi ini tidak langsung. Terjadi karena erosi pseudokista terhadap Pada pseudokista pankreas yang dindingnya sudah kuat, penanganan yang
mukosa gastrointestinal atau erosi terhadap pembuluh darah di dekatnya. paling baik ialah drenase interna. Pada cara ini angka mortalitas di bawah 2
Enzim pankreas dapat pula menyebabkan pseudoaneurisma pembuluh darah, % dan angka kekambuhan di bawah 5 %.
sehingga kalau pecah terjadi perdarahan akut. Drenase interna pseudokista dapat masuk kedalam gaster, duodenum, duktus
koledukus, atau usus kecil tergantung letak pseudokista terhadap organ visera
- Komplikasi lain , Ruptur dan fistula. tersebut. Pseudokista yang dindingnya melekat pada gaster dikerjakan
Dinding pseudokista pankreas dapat ruptur, isinya masuk rongga kistogastrotomi, yang terdapat pada kaput pankreas dikerjakan
peritoneum terjadi peritonitis. Dinding dapat robek pelan-pelan sehingga kistoduodenostomi kecuali ada jaringan parensim pankreas yang tebal antara
isinya masuk rongga peritoneum sedikit-sedikit, sehingga terjadi asites dinding pseudokista dengan mukosa duodenum. Pseudokista yang menempel
cairan pankreas. Pseudokista dapat menyebabkan erosi saluran pada duktus kholedokus dikerjakan kistokholedokostomi, yang disebabkan
gastrointestinal terjadi fistula antara pseudokista dengan saluran gastro oleh pankreatitis kronis biasanya disertai dilatasi duktus pankreatikus utama,
intestinal pada keaadan ini lebih baik dikerjakan leteral pankreotikojejunostomi. Pada
pseudokista yang terdapat pada kospus dan di kauda pankreas serta tidak ada
Penanganan perlekatan dengan gaster dipilih dikerjakan kistojejunostomi. Dari tiga
Idealnya ialah bila dindingnya sudah kuat dan dengan drenase interna. Kuatnya macam cara terakhir ini sering di kombinasi dengan roux en Y.
dinding pseudokista terjadi sekitar 4-6 minggu Beberapa ahli sependapat bahwa drenase interna kistojejunostomi Roux en Y
 Perkutaneus drenase. adalah cara drenase interna terhadap pseudokista pankreas yang paling
Cara ini dikerjakan dengan bimbingan ultrasonografi dan CT Scan. disukai. Karena keberhasilannya dalam waktu pendek dan lama terbukti baik
Pengeluaran cairan dengan cara ini tidak dapat bersih. Kemungkinan serta komplikasinya paling sedikit
kambuh besar ialah 70 %. Apabila pengeluaran cairan dilanjutkan memakai
kateter dalam jangka lama, dapat terjadi fistula.
5. Neoplasma
Tumor Pancreas merupakan salah satu jenis keganasan yang relatif jarang
 Endoskopi drenase. ditemukan, insidennya hanya sekitar 2% dari seluruh tumor di USA pada tahun
Cara ini dikerjakan terhadap pseudokista kronis yang dindingnya melekat
1995, di Eropa sekitar 4% pada tahun 1997, di Asia terutama di Jepang tahun
pada gaster atau duodenum. Dengan diatermi dibuat fistula antara
1997 dijumpai sebanyak 10,3/100.000 pertahun pada laki-laki, dan 5,5/100.000
pseudokista dengan gaster atau duodenum. Dikerjakan pada penderita
pertahun pada perempuan, tetapi angka kematian karena tumor pancreas adalah
dengan keadaan umum jelek. Sering terjadi komplikasi perdarahan dan
5% dari seluruh kematian karena kanker. Hal tersebut menyebabkan tumor
robekan dinding, isi masuk peritoneum terjadi peritonitis.
pancreas menjadi penyebab kematian karena kanker ke empat pada laki laki dan
kelima pada permpuan di USA setelah kanker paru, payudara, prostat, colorectal
 Reseksi distal pankreas. dan ovarium .
Cara ini dikerjakan pada pseudokista yang terdapat di kauda pankreas.
Sampai saat ini tindakan bedah merupakan satu-satunya pengobatan kuratif pada
Sebelumnya didahului dengan pemeriksaan ERCP (endoskopi retrograd
tumor pancreas. Meskipun telah banyak kemajuan untuk meningkatkan
kholangio pancreatografi) untuk melihat keadaan duktus pankreas di sebelah
keamanan extirpasi tumor pancreas, tetapi hanya sedikit hasilnya dalam
proksimalnya dan membantu rencana luasnya reseksi. Apabila duktus
peningkatan angka ketahanan hidup lima tahun (5 years survival rate). Banyak
pankreas di sebelah distalnya buntu akan kambuh sakit, pankreatitis atau
sekali faktor patologis dan klinis yang diidentifikasi dapat menentukan prognosis
ruptur.
dari tumor pancreas.
Penyebab pasti tumor pancreas masih belum diketahui. Hanya beberapa faktor
 Drenase eksterna. epidemiologi yang diduga berkaitan dengan tumor pancreas, tetapi perannya
Dikerjakan pada keadaan darurat untuk menolong jiwa penderita, karena
hanya pada sebagian kecil pasien. Merokok, sebagai contoh, berkaitan erat
terjadi komplikasi infeksi di dalam pseudokista, perdarahan dan ruptur,
dengan peningkatan yang signifikan secara statistik dengan kejadian tumor
sedang dinding kista masih lunak, tidak dapat dijahit
pancreas, sekitar empat kali orang yang tidak merokok. Kemajuan ilmu
biomolekuler membantu kita untuk menentukan abnormalitas genetik pada
beberapa pasien.
Mutasi pada K-ras oncogen ditemukan pada 75% pasien dengan tumor pancreas. Tabel 2 : Staging Tumor Pancreas.
Oncogenes lainnya seperti C-erb B-12, HER2/neu dan Bcl 2 juga tampak
dominan pada tumor pancreas. Hilangnya fungsi p53 tumor supressor tampak Klasifikasi TNM untuk menentukan staging tumor pancreas
pada setengah dari penderita tumor pancreas. Dengan semakin majunya ilmu Kriteria TNM
biomolekuler, diharapkan dapat ditemukan metode baru dalam strategi Tumor Primer
pencegahan dan pengobatan tumor pancreas. T1 Tidak ada penyebaran langsung tumor keluar pancreas
Sekitar 60% sampai 70% pancreatic ductal carsinoma berada di caput pancreas, T2 Ada penyebaran tumor keluar pancreas tetapi masih terbatas (ke
sekitar 15 % terjadi di corpus, 10% berada di cauda dan 5% sampai 15% duodenum, saluran empedu, atau lambung)
lokasinya difuse Invasi yang pertama-tama terjadi adalah pada salurn T3 Penyebaran tumor yang sudah meluas, tidak bisa di reseksi lagi
empedu dan duodenum bagian pertama. Hampir semua tumor pancreas juga T4 Penyebaran langsung tumor tidak bisa ditentukan
menginvasi retroperitoneum, baik secara langsung atau melalui saraf otonom dari
plexus coeliacus. Invasi perineural hampir selalu terjadi. Pada setengah kasus, Kelenjar Getah Bening
dinding vena mesenterika superior juga terinvasi. Karsinoma pada corpus dan N0 Tidak ada infiltrasi ke kelenjar getah bening
cauda dapat menginvasi vena splenica melalui trombosis dan varises gastric. N1 Ada infiltrasi ke kelenjar getah bening
Juga dapat terjadi lokal invasi ke arteri mesenterica superior dan splenica, Nx Infiltrasi ke kelenjar getah bening tidak bisa ditentukan
mesocolon transversum, lambung, ginjal dan kelenjar adrenal kiri.
Tempat yang paling sering menjadi tempat metastase tumor pancreas adalah Metastase jauh
kelenjar getah bening regional, juxtaregional dan hepar. Walaupun terkenanya M0 Tidak ada metastase jauh
kelenjar getah bening bukan kontraindikasi reseksi, pada saat dilakukan reseksi M1 Ada metastase jauh
tumor, kelenjar getah bening yang terinfiltrasi juga harus diambil. Mx Metastase jauh tidak bisa ditentukan
Staging
Tabel 1 : Tempat Metastase Carcinoma Pancreas Stage 1 T1, T2, N0, M0
Tidak ada atau ada penyebaran terbatas dari tumor ke struktur yang
berdekatan , tanpa adanya infiltrasi kelenjar getah bening atau
metastase jauh. Penyebaran terbatas dari tumor artinya struktur
yang terinfiltrasi beserta pancreas dapat ikut direseksi en block bila
dilakukan tindakan bedah kuratif

Stage II T3, N0, M0


Penyebaran tumoe sudah meluas ke struktur sekitarnya, tanpa
adanya infiltrasi kelenjar getah bening atau metastase jauh. Tidak
bisa lagi dilakukan reseksi

StageIII T1-3, N1, M0


Ada infiltrasi kelenjar getah bening tetapi secara klinis tidak ada
metastase jauh

Stage1V T1-3, N0-1, M1


Ada metastase jauh ke hepar atau tempat lainnya
Diagnosis Transcutaneous ultrasonography adalah langkah pertama yang dilakukan pada
 Gejala klinis penderita dengan jaundice. Adanya dilatasi CBD atau intrahepatic bile duct
Gejala-gejala awal tumor pancreas sering sulit dideteksi, baik oleh pasien menunjukkan gambaran obstruksi bilier ekstrahepatik. Jika dengan USG terdapat
maupun dokternya, menyebabkan sering terjadinya keterlambatan dalam gambaran batu sebagai penyebab obstruksi, maka pemeriksaan selanjutnya
diagnosis. Adanya penurunan berat badan sampai 10 kg atau lebih, mual- adalah dengan ERCP (endoscopy retrograde cholangiopancreatography), untuk
muntah, atau konstipasi menunjukkan tumor pada stadium yang lanjut. menunjukkan adanya batu CBD. Bila pada USG tidak tampak batu, maka
Tumor pancreas pada stadium awal biasanya tidak memberikan keluhan dan kemungkinan penyebab obstruksi adalah tumor periampuler pancreas atau
sebagian besar pasien sudah memasuki stadium lanjut pada saat terdiagnosis. pancreatitis kronis, dan pemeriksaan lanjutan adalah dengan CT Scan. Pada
Sekitar 70% tumor pancreas berada di bagian caput pancreas dan sering pasien dengan kemungkinan karsinoma pankreas tanpa tanda-tanda jaundice
terjadi striktur CBD pars pancreatikus sehingga menyebabkan terjadinya (hanya penurunan berat badan), maka pemeriksaan CT scan merupakan alat
icterus. Icterus pada sclera dan kulit biasanya disertai dengan urin yang diagnostik pertama).
berwarna seperti teh, feses berwarna pucat seperti dempul. Pruritus juga FNAB (Fine-needle Aspiration Biopsy) dengan bantuan CT atau USG untuk
sering terjadi dan sangat menggangu penderita. Pada tumor yang masih kecil pemeriksaan sitologi dapat membedakan antara kronik pankreatitis dan karsinoma
dan tahap dini, icterus tidak disertai nyeri, tetapi semakin besar ukuran tumor, pankreas, dan dapat menyediakan sampel jaringan pada penderita stadium lanjut
saraf retroperitoneal dapat terinfiltrasi dan menyebabkan nyeri pada yang tidak dapat dilakukan paliatif atau surgical terapi.
punggung dan abdomen. Diabetes terjadi pada sekitar 20% kasus. Pada Modalitas pemeriksaan lainnya adalah endoscopy ultrasonography, pemeriksaan
sekitar 15% kasus, tumor menyebabkan gangguan peristaltik di duodenum ini lebih sensitif dibandingkan CT scan maupun USG, dapat mendeteksi tumor
sehingga sering menyebabkan gejala yang mirip dengan gastric outlet dengan diameter < 2,5 Cm. Karsinoma pankreas akan tampak sebagai gambaran
obstruction. Kadang-kadang pancreatitis akut yang disebabkan obstruksi yang hypoechoic area pada pancreatic substance. Pemeriksaan ini berguna untuk
ductus pancreatikus merupakan tanda awal adanya tumor, sehingga pada mendeteksi adanya invasi vaskuler(5,10,14).
pasien dengan pankreatitis akut yang tidak jelas penyebabnya, seperti batu
empedu atau konsumsi minuman beralkohol, pemeriksaan ERCP sangat
berguna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tumor yang Therapi
menyebabkan obstruksi duktus pancreatikis. Tumor pada corpus dan cauda  Operative
pancreas jarang disertai ikterus. Tumor ini tumbuh sampai akhirnya Reseksi tumor satu-satunya modalitas terapi utama pada karsinoma pankreas
menginfiltrasi saraf sphlancnicus, yang menyebabkan penderita merasakan yang resectable. Sayangnya hanya sedikit pasien yang dapat dilakukan reseksi
nyeri tumpul di daerah epigastrium yang menjalar ke punggung. tumor, karena sering penderita datang dengan stadium lanjut. Kombinasi dengan
Pemeriksaan fisik pada penderita tumor pancreas umumnya berkaitan dengan chemotherapy dan radiasi dapat meningkatkan survival penderita dengan tumor
adanya ikterus. Jika kandung empedu sudah membesar, biasanya kandung yang resectable. Kebanyakan tumor pancreas yang resectable lokasinya di daerah
empedu teraba pada garis midclavicula di arkus kosta (courvoisier’s law) caput, kemungkinan karena onset jaundice munculnya lebih dini daripada bila
sedangkan tumornya sendiri jarang teraba. Pada tumor pancreas yang lokasi tumornya pada corpus maupun cauda.
letaknya di corpus dan cauda, trombosis vena lienalis sering terjadi dan dapat Untuk lesi yang terletak pada caput pancreas, ada 4 presedur operasi utama yang
menyebabkan splenomegali. Pada stadium lanjut sering didapatkan dapat diterapkan :
pembesaran kelenjar getah bening pada supraklavikula kiri (Virchow’s node) (1) Whipple pancreaticoduodenectomy,
atau daerah peri umbilikal (sister mary’s node). Gejala extra abdominal tumor (2) Pylorus-preserving pancreaticoduodenectomy,
pancreas adalah terjadinya trombosis vena dan migratory thrombophlebitis. (3) Total pancreatectomy,
(4) Regional pancreatectomy.
Pemeriksaan Penunjang.
Pada pemeriksaan laboratorium tidak banyak membantu dalam menegakkan Tetapi tidak ada bukti-bukti klinis maupun randomized trials yang mengatakan
diagnosis, lebih banyak untuk mengarahkan adanya obstruksi bilier. Pada salah satu dari ke-4 teknik tersebut memberikan survival yang lebih baik. Untuk
karsinoma stadium lanjut biasanya dijumpai : peningkatan bilirubin (terutama lesi-lesi yang terletak di corpus dan cauda, distal pancreatectomy merupakan
fraksi terkonjugasi), peningkatan alkaline phosphatase, peningkatan serum pilihan terbaik.
transaminase, pemanjangan waktu prothrombin, dan peningkatan serum Operasi standard untuk keganasan periampular adalah prosedur Whipple,
amylase. yang pertamakali diperkenalkan oleh Whipple di United States pada tahun 1935
dan oleh Kausch di Jerman pada tahun 1912.
Pada teknik operasi ini, caput pancreas dekat vena porta, duodenum, Obstruksi Duodenum dan Muntah
gallbladder, ductus choleducus pada daerah intrapancreas dan antrum Invasi ke duodenum pada saat diagnosis dibuat terjadi kurang lebih pada
direseksi secara enblok termasuk kelenjar limfe yang terkena. Kemudian ¼ pasien dengan kanker pancreas, ± 1/3 pasien dengan gejala mual dan
dilakukan rekonstruksi berupa pancreatikojejunostomi, muntah. Gastroenterostomy profilaksis masih kontroversi, walaupun
choledocojejunostomi , dan gastrojejunostomi. beberapa penulis mengatakan gastroenterostomi pada saat bypass bilier
tidak menambah mortalitas operasi, dan untuk menghindari reoperasi
 Adjuvant Chemotherapy dan Radiation Therapy. karena obstruksi duodenum.
Postoperative.
Chemoterapi dengan 5-FU (5 Fluorouracil) dan external beam radiation Nyeri
therapy setelah reseksi nampaknya memberikan hasil yang lebih baik. Pada umumnya nyeri pasien dengan karsinoma pankreas gradasinya
Komplikasi yang dapat terjadi adalah leukopenia, mukositis, dan diare, sedang sampai berat, kemungkinan disebabkan oleh invasi tumor di
tetapi tidak ada komplikasi yang mengancam jiwa. persarafan retroperitoneal. Penanganannya adalah dengan chemical celiac
block. Komplikasi yang sering terjadi adalah orthostatic hypotensi yang
Preoperative. berlangsung dalam beberapa hari. Dapat juga dilakukan ablasi dengan
Pada beberapa pasien, radioterapi ditunda sampai betul-betul sembuh dari alkohol saat operasi bypass pada bilier dan gaster.
operasinya. Kemampuan endoskopi dalam menangani jaundice, dan
tumor nampaknya dapat direseksi, dapat diberikan 5-FU dan radioterapi Karsinoma pankreas merupakan keganasan yang sangat jarang terjadi, penderita
preoperative. Tumor distaging ulang setelah terapinya komplet. Bila tidak laki-laki lebih banyak dari perempuan, dan mengenai usia sekitar 40 – 60 tahun.
terdapat bukti-bukti metastase setelah restaging, dilakukan tindakan Sampai saat ini belum ada faktor resiko yang pasti berperan dalam timbulnya
laparotomi. Chemoradiation therapy nampaknya efektif dalam mencegah karsinoma pankreas. Pasien pada umumnya datang dengan stadium lanjut, dimana
lokal rekuren, dan meningkatkan median survival ± 2 tahun, hasilnya sudah terjadi penurunan berat badan, ikterus berat, teraba massa di epigastrium,
sama dengan postoperative adjuvant therapy. ascites dan adanya pembesaran hepar. Keadaan ini menyebabkan terapi yang
dilakukan tidak maksimal, berupa operasi bypass untuk mengatasi obstruksi bilier,
 Therapy Palliative Carcinoma Pancreas. obstruksi duodenum dan mengatasi rasa nyeri. Gold standar terapi pada
Jaundice karsinoma pankreas yang resectable adalah dengan melakukan eksisi tumor.
Jika jaundice nya ringan ringan, mungkin tidak memerlukan terapi. Tanda dan gejala yang menunjukkan bahwa tumor sudah stadium lanjut adalah
Progresifitas natural dari jaundice berhubungan dengan kegagalan fungsi adanya : jaundice, berat-badan menurun, pemeriksaan laboratorium pada test
hepatoseluler dan abnormalitas koagulasi. Obstruksi bilier ekstrahepatik fungsi lever menunjukkan peningkatan, hasil serum marker Ca 19-9 yang tinggi,
disertai anoreksia dan gejala-gejala pada saluran cerna. Adanya gejala pada pemeriksaan fisik teraba massa intraabdomen, dan dari pemeriksaan
pruritus, memerlukan tindakan untuk menghilangkan stasis bile duct. Jika penunjang USG/Ct Scan adanya gambaran obstruksi bilier.
penderita dilakukan eksplorasi, tetapi unresectable, dilakukan bilier Penangan pada pasien stadium lanjut ditujukan untuk mengatasi adanya
bypass. Jejenum lebih baik digunakan sebagai conduit dari duodenum, obstruksi bilier, obstruksi duodenum dan rasa nyeri karena penekanan tumor
karena resiko obstruksi duodenum dapat terjadi pada progresifitas tumor. pada saraf di retroperitoneal. Operasinya berupa bypass hepaticojejunostomi
Dekompresi endoskopi dengan stents untuk mengatasi jaundice lebih atau choledocojejunostomi, gastrojejunostomi, dan block pada plexus celiacus.
sering menimbulkan sepsis dan rekuren jaundice dibanding bypass, tetapi
bypass mempunyai morbiditas dan mortalitas lebih tinggi. Metode
nonsurgical dikerjakan pada pasien-pasien dengan simptom yang berat
(ex: pruritus, deep jaundice), dan kanker stadium lanjut. Surgical bypass
baik dikerjakan bila pasien mempunyai harapan hidup paling sedikit 3
bulan.
Pertama, enzim yang mencernakan protein disekresi sebagai bentuk prekursor
Pa nkrea titis Akuta -------------------RD-Collection 2002 inaktif (zimogen) yang harus diaktifkan oleh tripsin. Tripsinogen, bentuk inaktif
tripsin, dalam keadaan normal diubah menjadi tripsin oleh kerja enterokinase dalam
usus halus. Setelah tripsin terbentuk maka enzim ini mengaktifkan semua enzim
proteolitik lainnya. Inhibitor tripsin terdapat dalam plasma dan dalam pankreas,
Pada beberapa tahun terakhir ini penanganan pankreatitis akut sudah mulai bergeser yang dapat berikatan dan menginaktifkan setiap tripsin yang dihasilkan secara tidak
dari dari tindakan bedah emergency ke perawatan ICU yang lebih agresif. Di saat sengaja, sehingga pankreas normal tidak terjadi pencernaan proteolitik. Refluks
terapi konservatif dilakukan di fase awal, tindakan pembedahan tetap empedu dan isi duodenum ke dalam duktus pankreatikus telah dikemukakan sebagai
dipertimbangkan untuk dilakukan di fase lanjut. Tindakan bedah yaitu debridement mekanisme yang mungkin terjadi untuk pengaktifan enzim pankreas. Hal ini
masih merupakan gold standar untuk terapi infeksi pankreas dan nekrosis mungkin terjadi bila terdapat saluran bersama, dan batu empedu menyumbat ampula
peripankreas. Vateri. Atonia dan edema sfingter Oddi dapat mengakibatkan refluks duodenum.
Perkembangan di pemeriksaan radiologi diagnostik dan minimal invasif surgery Obstruksi duktus pankreatikus dan iskemia pankreas juga berperan.
membuat perubahan besar pada penanganan penyakit bedah akhir dekade ini.
Beberapa contohnya adalah endoscopic retrograde cholangiografi (ERCP) dan Kedua, enzim aktif yang diduga memiliki peranan penting pada autodigesti pankreas
sphincterotomy, fine needle aspiration for bateriology (FNAB), percutaneus atau adalah elastase dan fosfolipase A. Fosfolipase A dapat diaktifkan oleh tripsin atau
drainase perendoskopi dari cairan peripankreatik, pseudokista sampai abses, juga asam empedu. Enzim ini mencernakan fosfolipid membran sel. Elastase diaktifkan
seperti angiografi selektif dimana kateternya langsung diinsersikan ke lokasi untuk oleh tripsin dan mencernakan jaringan elastin dinding pembuluh darah,
mengembolisasi pankreatitis akut hemoragika dimana hal ini bersifat diagnostik dan mengakibatkan perdarahan. Pengaktifan kalikrein oleh tripsin diduga berperan atas
terapetik. Walau bagaimanapun majunya tehnik instrumentasi penunjang ketajaman timbulnya kerusakan lokal dan hipotensi sistemik. Kalikrein menyebabkan
klinisi dalam menentukan jenis tindakan sangat diperlukan dan menentukan. vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, invasi sel darah putih dan nyeri.

Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut pankreas dan ditandai oleh Tanda dan Gejala
berbagai derajat edema, perdarahan dan nekrosis pada sel-sel asinus dan pembuluh Gejala pankreatitis akut yang paling menyolok adalah nyeri perut hebat yang
darah. Mortalitas dan gejala klinis bervariasi sesuai derajat proses patologi. Bila timbul mendadak dan terus-menerus. Biasnya nyeri dirasakan di epigastrium,
hanya terdapat edema pankreas, mortalitas berkisar 5-10%, sedangkan perdarahan tetapi dapat terpusat di kanan atau di kiri garis tengah. Nyeri sering menyebar ke
masif nekrotik mempunyai mortalitas 50-80%. Pankreatitis akut dengan edema saja punggung dan penderita mungkin merasa lebih nyaman bila duduk sambil
biasanya pasien akan segera membaik dan bisa sembuh sempurna, didapatkan lebih membungkuk ke depan. Nyeri tersebut sering disertai nausea dan vomitus. Nyeri
dari 90% kasus dengan gejala menghilang dalam satu minggu setelah terapi. biasanya hebat selama 24jam dan kemudian mereda selama beberapa hari.
Pankreas kembali normal baik struktur maupun fungsinya. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan berbagai derajat syok, takikardi, dan demam.
Pada dinding abdomen terdapat nyeri tekan, tetapi rigiditas dan bukti adanya
Etiologi dan Patogenesis peritonitis hanya terjadi bila peradangan mengenai peritoneum. Bising usus mungkin
Faktor etiologi utama pada pankreatitis akut adalah penyakit saluran empedu dan kurang atau tidak ada. Perdarahan retroperitoneal berat dapat bermanifestasi sebagai
alkohol. Penyebab yang lebih jarang adalah trauma, khususnya luka peluru atau memar pada pinggang atau sekitar umbilikus.
pisau, tukak duodenum yang mengadakan penetrasi, hiperparatiroidisme,
hiperlipidemia, infeksi virus dan obat-obat tertentu seperti kortikosteroid dan Diagnosis pankreatitis akut biasanya ditegakkan bila ditemukan peningkatan kadar
diuretik tiazid. Seringkali penyebab yang mempercepat terjadinya pankreatitis tidak amilase serum. Kadar amilase serum meningkat selama 24-72 jam pertama dan
dapat ditemukan. besarnya mungkin mencapai lima kali kadar normal. Kadar amilase kemih dapat
Pankreatitis sangat sering ditemukan pada orang dewasa, tetapi jarang terdapat pada tetap meningkat sampai 2 minggu setelah pankreatitis akut. Perubahan biokimia lain
anak-anak. Pada pria, pankreatitis lebih sering dikaitkan dengan alkoholisme, adalah peningkatan kadar lipase serum, hiperglikemia, hipokalsemia dan
sedangkan pada wanita lebih sering dikaitkan dengan batu empedu. hipokalemia. Hipokalsemia merupakan temuan yang cukup sering, kelainan ini
Terdapat persetujuan umum bahwa mekanisme patogenetik yang umum pada disebabkan oleh nekrosis lemak yang nyata dan disertai pembentukan sabun
pankreatitis adalah autodigesti, tetapi bagaimana enzim-enzim pankreas diaktifkan kalsium. Hipokalemia dapat cukup hebat sampai menyebabkan tetani. Didapatkan
tidak jelas. Pada pankreas normal, terdapat sejumlah mekanisme pelindung terhadap pula lekositosis.
pengaktifan enzim secara tidak sengaja dan autodigesti.
Radiodiagnostik Imaging steril. Infeksi sekunder akan menimbulkan abses bakterial yang dapat menyebabkan
Sekitar duapertiga kasus dengan foto polos abdomen didapatkan abnormalitas. Ynga syok septik.
paling sering tampak adalah dilatasi segmen tertentu dari gastrointestinal (sentinel Komplikasi berupa perdarahan terutama pada pankreatitis nekrotikans dapat
loop) seperti jejunum, colon transversum atau duodenum di sekitar pankreas. menyebabkan kematian. Perdarahan dapat berasal dari tukak peptik dan erosi
Gambaran distensi kolon kanan dengan gambaran udara yang mendadak menghilang pembuluh darah sekitar pankreas disertai trombosis v.lienalis dan v.porta.
di pertengahan colon transversum(colon cut off sign) yang disebabkan karena Pseudokista pankreas dapat timbul setelah lebih dari dua minggu perjalanan
spasme dari colon yang teriritasi disekitar pankreas. Kedua gambaran ini relatif tidak pankreatitis akut yang gejala pankreatitisnya sempat mereda dulu. Pseudokista ini
spesifik. Kalsifikasi glandular bisa didapatkan terutama pada pankreatitis kronik. terjadi karena pengumpulan cairan pankreas yang dikelilingi membran jaringan ikat.
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan pembengkakan karena edema pankreas Walaupun kista dapat hilang spontan, dengan pemeriksaan ultrasonografi
jelas, pelebaran duktus, cairan sekitar pankreas dan mungkin batu empedu. pseudokista ini lebih sering ditemukan.
Pemeriksaan CT scan adalah pemeriksaan yang terbaik karena dapat membedakan Serangan pankreatitis yang berulang dapat menyebabkan kalsifikasi pankreas,
adanya nekrosis, abses, maupun pankreatitis tanpa nekrosis. CT scan pankreas diabetes mellitus sekunder, dan steatorea terutama pada pankreatitis alkohol.
dengan menggunakan kontras intravena seharusnya dilakukan pada penderita
pankreatitis akut yang tidak menunjukkan tanda perbaikan dalam 48-72 jam. Dengan Terapi
zat kontras daerah yang mengalami nekrosis dapat diidentifikasi karena tidak akan Penanganan pankreatitis akut sampai beberapa dekade ini masih kontroversial,
berisi kontras. Jadi CT scan dapat memberikan nilai prognosis berdasarkan derajat bervariasi dari terapi konservatif sampai tindakan bedah yang agresif. Kini sudah
kerusakan pankreas. Dengan lima derajat kerusakan pankreas dari A sampai E mulai diketahui patofiosiologi dari pankreatitis akut, dengan penampilan klinis dari
(A=normal, B=edema/pembesaran, C=inflamasi peripankreas, D=single fluid yang ringan sampai yang berat yaitu pankreatitis nekrotikan. Sebagian besar
collection, E=multiple fluid collection). pankreatitis (80%) bergejala ringan dan sembuh sendiri hilang gejalanya dalam 3-5
Kelebihan lainnya adalah jika daerah nekrosis dapat diidentifikasi dapat dilakukan hari. Pasien dengan pankreatitis ringan berespon baik dengan terapi konservatif,
aspirasi dengan jarum suntik untuk mengambil spesimen pemeriksaan kultur dan membutuhkan lebih sedikit terapi cairan infus dan analgetik. Lain halnya dengan
pewarnaan gram yang berguna untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi. pankreatitis berat yang bermanifestasi gagal organ dengan komplikasi lokal seperti
Gambaran yang didapatkan bisa berupa relatif normal, phlegmon pankreas, nekrose nekrosis, pembentukan abses atau pseudokista. Pankreatitis berat bisa didapatkan
pankreas, pseudokista maupun abses. Pada pseudokista pankreas bisa diperkirakan pada 15-20% dari semua kasus pankreatitis akut.
tebal dari kapsul kista tersebut. Secara umum semua pasien dengan pankreatitis akut sedang sampai berat
Beberapa minggu setelah gejala pankreatitis mereda, ERCP bisa dilakukan untuk seharusnya dirawat di ICU dan dirawat oleh di RS Pusat rujukan dimana tim
menentukan penyebab dari pankreatitis yang belum diketahui, seperti pada penderita spesialisnya ada (ahli ICU, ahli endoskopi, ahli radiologidiagnostik dan ahli bedah)
dengan tanpa riwayat minum alkohol dan tidak adanya bukti batu empedu. sehingga mampu memberikan terapi suportif yang maksimum. Komplikasi bisa
muncul kapan saja sehingga reassessment dan monitoring kontinyu diperlukan.
Komplikasi Saat ini infeksi dari pankreas yang nekrosis merupakan faktor resiko terbesar
Komplikasi pankreatitis akut ini sangat bergantung pada perjalanan klinisnya. Yang penyebab sepsis sampai muncul kegagalan multi organ yang merupakan komplikasi
paling sering terjadi adalah syok dan kegagalan fungsi ginjal. Hal ini terjadi selain pankreatitis akut yang paling mengancam jiwa. Infeksi pada pankreas yang nekrosis
karena pengeluaran enzim proteolitik yang bersifat vasoaktif dan menyebabkan bisa didapatkan pada 40-70% dari pasien dengan pankreatitis nekrotikan. Saat ini
perubahan kardiovaskuler disertai perubahan sirkulasi ginjal, juga disebabkan oleh penanangan pankreatitis akut sudah bergeser dari tindakan bedah derbidement awal
adanya sekuestrasi cairan dalam rongga retroperitoneum dan intraperitoneum, ke terapi konservatisf agresif di ICU.
terutama pada pankreatitis hemoragika dan nekrotikans. Dimana terapi konservatif dilakukan pada fase awal dan tindakan bedah dilakukan
Kegagalan fungsi paru akibat pankreatitis akut akdang terjadi dan menyebabkan pada fase kedua. Perkembangan di bidang radiodiagnostik imaging dan tehnik
prognosis yang buruk. Hal ini terjadi akibat adanya toksin yang merusak jaringan minimal invasif membuat perubahan besar pada banyak penanganan kasus bedah.25
paru yang secara klinis dicurigai bila ada tanda hipoksia ringan sampai edema paru Pada prinsipnya ada dua tujuan terapi yang dilakukan pada penanganan awal
yang berat berupa sindrom ARDS. Fungsi paru juga menurun akibat efusi pleura pankreatitis akut, pertama yaitu terapi supportif dan terapi spesifik pada komplikasi
yang biasanya terjadi di sebelah kiri. Pergerakan diafragma sering terbatas akibat yang muncul. Kedua adalah membatasi dari perkembangan memberatnya respon
proses di dalam rongga perut. infalmasi dan nekrosis dengan spesifik memutus rantai patogenesisnya. Dengan
Nekrosis yang kemudian menjadi abses dapat terjadi dalam perjalanan pankreatitis tingginya angka mortalitas , penanganan bedah tidak dianjurkan. Pengobatan primer
akut. Proses lipolitik dan proteolitik menyebabkan trombosis dan nekrosis iskemik dini pada pankreatitis akut adalah dengan obat-obatan, sedangkan pembedahan
sekunder sehingga mula-mula timbul massa radang atau flegmon atau abses yang dibatasi pada keadaan dimana saluran empedu mengalami obstruksi atau
mengalamin komplikasi spesifik seperti pseudokista pankreas. Sasaran pengobatan Pada penelitian prospektif randomized trial (RCT) membandingkan tindakan
adalah menghilangkan nyeri, mengurangi sekresi pankreas, pencegahan atau reseksi/debridement pankreas pada fase awal (dalam 72 jam dari gejala muncul)
pengobatan syok, perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan pengobatan dengan fase lanjut (paling tidak 12 hari dari onset gejala) didapatkan angka mortalitas
infeksi sekunder. Syok dan hipovolemia diatasi dengan infus plasma dan elektrolit 56% dibanding 27%.33 Saat ini telah disepakati bahwa tindakan bedah pada
dengan menggunakan hematokrit, tekanan vena sentral dan produk urin sebagai pankreatitis akut berat dilakukan sebisa mungkin pada fase lanjut. Tiga atau empat
petunjuk apakah pergantian volume cukup atau tidak. Untuk mengatasi nyeri minggu dari onset gejala dianggap waktu yang cukup optimal untuk melakukan
diberikan meperidin (Demerol) dan bukan opiat, karena kurang menyebabkan tindakan bedah dimana batas antara jaringan nekrotik dan sehat menjadi tegas
spasme sfingter Oddi. Penghentian semua asupan oral dan penyedotan isi lambung sehingga mengurangi perdarahan dan pengambilan jaringan eksokrin/endokrin yang
yang terus-menerus akan mengurangi peregangan usus dan mencegah isi yang asam sebenarnya masih sehat dan dibutuhkan. Hanya pada kasus pankreatitis nekrotikan
masuk ke duodenum dan merangsang sekresi pankreas. Bila terdapat infeksi perlu yang terbukti terinfeksi dan muncul komplikasi perdarahan masif atau perforasi usus
diberikan antibiotik dan dapat diberikan selama 2 minggu pertama dengan harapan dibutuhkan tindakan bedah segera.
dapat mencegah abses pankreas m Abses pankreas diobati dengan drainase melalui Pseudokista dirawat dengan drainase interna antara dinding anterior kista dan dinding
dinding anterior abdomen atau pinggang. posterior antrum lambung. Pada pseudokista pankreas tidak ada satu cara yang dapat
Karena perkembangan jaringan nekrosis tidak bisa dicegah maka pemberian untuk menangani setiap kasus.Untuk pseudokista akut harus ditunggu 4-6 minggu
antibiotik profilaksi pada pankreatitis akut berat adalah rasional. Efektivitas sampai terbentuk dinding kista yang matur dan baru dikerjakan drainase. Penulis lain
pemberian antibiotik profilaksi dalam menurunkan angka komplikasi sepsis dan mengatakan lama tunggu 4-6 minggu dihitung dari mulai saat diagnosis ditegakkan.29
mortalitas dari pankreatitis nekrotikan telah dibuktikan oleh beberapa penelitian. Drainase perkutan dikerjakan dengan bimbingan USG dan CT Scan. Apabila
dikerjakan simple aspirasi mempunyai angka rekurensi 70%, tetapi bila dilakukan
Terapi kausatif juga diperlukan pada gall stone pankreatitis dengan batu yang pemasangan kateter (seperti drainase eksterna) angka keberhasilan mencapai 67-81%.
impacted, sepsis bilier atau obstruksi jaundice. Meskipun belum ada konsesus yang Drainase endoskopi dikerjakan pada pseudokista kronis dengan membuat fistel
jelas untuk indikasi penggunaan ERCP dan endoscopic sphincterotomy (ES), secara enterokista, umumnya dibuat fistel antara kista dengan lumen gaster atau dengan
umum diindikasikan pada kolangitis akut dangan atau tanpa obstruksi jaundice. lumen duodenum.30 Drainase endoskopik ini dapat juga dikerjakan pada pseudokista
Tehnik ini dapat memperbaiki gejala dan mencegah progresifitas penyakit bila post trauma dengan hasil memuaskan, bahkan dikatakan tindakan bedah pada
dilakukan lebih awal. Sebaliknya kolesistektomi terbuka dengan eksplorasi duktus drainase interna dan ekstirpasi mempunyai morbiditas yang tinggi berupa fistel dan
biliaris supraduodenal dan insersi T-tube tidak dianjurkan pada penanganan pasien sepsis.31 Dianjurkan dilakukan drainase operatif atau dikerjakan pungsi aspirasi
pankreatitis berat dengan batu empedu. meskipun dengan pungsi ini hasilnya kurang memuaskan karena rekurensinya tinggi.
Indikasi intervensi bedah pada pankreatitis akut nekrotikan : Dari penelitian penggunaan perkutaneus kistogastrostomi pada kasus-kasus
1. Infeksi jaringan nekrosis pankreas pseudokista post pankreatitis kronis mempunyai angka komplikasi berupa
2. Pada jaringan nekrosis yang steril, bila : pankreatitis nekrotikan persisten, ketidaktepatan penempatan kateter sebesar 5% dan 11% terbentuk abses.32
pankreatitis akut fulminant Penanganan drainase endoskopik hanya berfaedah bila tidak ada indikasi yang pasti
3. Munculnya komplikasi pankretitis akut, seperti perforasi usus dan perdarahan apakah akan dilakukan pembedahan atau drainase perkutan.

Penegakan diagnosis untuk mengetahui jaringan nekrotik steril atau terinfeksi sangat Pseudokista yang terletak pada bagian kauda dapat dilakukan reseksi pankreas distal
penting dalam penanganan pankreatitis nekrotikan. Pemeriksaan penunjang yang termasuk pada kasus post trauma. Penanganan dengan drainase eksterna mempunyai
dilakukan adalah dengan CT scan tampak udara di retroperitoneal atau dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, tetapi cara ini tetap menjadi pilihan dan sangat
FNAB dari jaringan pankreas atau peripankreas yang nekrotik FNAB dilakukan bermanfaat pada penanganan pseudokista dengan kondisi penderita yang jelek dengan
dengan akurat, aman dan dilakukan oleh ahlinya dengan bimbingan CT atau USG, tujuan lifesaving. Pada 12-20% dari penanganan dengan cara ini akan terjadi fistel
diindikasikan pada pasien dengan CT terbukti nekrotik dan klinis sepsis. atau rekurensi. Drainase interna merupakan tindakan terbaik dengan syarat bahwa
Bila infeksi muncul terapi yang dilakukan adalah dengan secara mekanik membuang dinding kista sudah matur dengan angka mortalitas 2% dan rekurensi 5%.
jaringan nekrotik. Pasien pankreatitis nekrotikan berat dapat jatuh ke dalam kondisi
kritis dalam berberapa jam sampai beberapa hari dari onset gejala. Beberapa tahun Untuk giant pseudokista sebaiknya dilakukan drainase eksterna atau dibuat drainase
yang lalu intervensi bedah dianjurkan untuk dilakukan saat komplikasi sistemik ke jejunum, dan untuk kista pada korpus dan kauda yang tidak melekat ke gaster
organ muncul. Mortalitas dari intervensi awal bedah ini lebih dari 65% dibuat kistojejunostomi.
Bila fase akut penyakit mereda, makanan oral dapat diberikan. Pemberian makanan
dapat dimulai dengan karbohidrat yang paling sedikit merangsang sekresi pankreas.
Usahakan untuk menentukan sebab peradangan. Penderita dinasehati untuk tidak
minum alkohol paling sedikit selama 3 bulan, dan bila pankreatitis diduga
diakibatkan alkohol, sebaiknya penderita tidak lagi minum alkohol selamanya.

Prognosis
Prognosis pankreatitis akut dapat diprediksi berdasarkan kriteria klinis dan kriteria
radiologis. Kriteria Ranson adalah kriteria klinis yang paling sering digunakan.
Ranson mempunyai 11 kriteria yang kemudian dianalisis multivariat untuk
memprediksi survival dari penderita pankreatitis akut. Kriteria ini meliputi 5 poin
yang dinilai pada waktu pemeriksaan pertama dan 6 poin yang dinilai 48 jam
kemudian. Dengan tabel kriteria Ranson dapat dipastikan derajat kegawatan
pankreatitis akut. Mortalitas pankreatitis akut sangat bergantung pada gambaran
klinis dan berkisar antara 1 sampai 75%. Pada setiap kriteria Ranson diberikan
angka 1. Angka kematian untuk pasien yang kurang dari tiga kriteria kira-kira 5%,
sedangkan pasien dengan lima atau lebih kriteria positif adalah diatas 50%. Dengan
mengenal stadium awal perjalanan serangan pankreatitis berat, dapat dilakukan
pengelolaan yang rasional dalam pengobatan pankreatitis tersebut.

Tabel kriteria pankreatitis akut menurut Ranson


Pemeriksaan pertama Pemeriksaan setelah 48jam
Umur >55th Hematokrit turun >10%
Sel lekosit >15.000/mm3 Ureum darah >5 mg/dL
Kadar glukosa >200 mg/dL Kalsium <8 mg/dL
LDH (lakto dehidrogenase) >35 U/L Saturasi O2 darah arteri turun
SGOT .250 units/dL Defisit basa >4 meq/L
Sekuesterisasi cairan >6 liter

Acute Physioloy and Chronic Health Enquiry (APACHE-II) juga bisa untuk
memprediksi outcome dari proses pankreatitis akut.Sistem ini mempunyai kelebihan
dengan dapat dihitung secara berulang tiap waktu. Nilai skor dibawah 9
menunjukkan derajat pankreatitis akut yang ringan dengan survival rate yang tinggi,
sedang skor nilai diatas 13 mempunyai kecenderungan mortalitas yang tinggi.
APACHE-II lebih kompleks dan lebih banyak kriteria yang dinilai daripada Ranson
sehingga jarang dipergunakan.
Pentingnya mengetahui adanya proses nekrosis pada pankreas bisa didapatkan
dengan CT scan, dan bisa mendapatkan gambaran derajat kerusakannya. Nekrosis
lebih dari 50% dari jaringan pankreas dan adanya akumulasi cairan yang banyak di
peripankreatik area serta adanya gambaran udara menunjukkan prognosis yang
buruk.
CARSINOMA KOLOREKTAL Anatomi kolon
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 Embriologi kolon kanan berasal dari usus tengah (mid gut) sedang kolon kiri
sampai dengan rektum berasal dari usus belakang (hind gut). Kolon adalah bagian
traktus gastrointestinal, terletak diantara valvula Ileocecal (Bauhini) dan Rektum.
Keganasan kolorektal adalah setiap adenokarsinoma yang terletak antara Berdasar innervasi dan vaskularisasinya dibagi menjadi 2 yaitu :
valvula ileosekal sampai dengan kanalis ani. Di Amerika Serikat keganasan ini  Kolon kanan
menempati urutan ke-2 setelah kanker paru (laki-laki) dan urutan ke-3 setelah Terdiri atas caecum, colon ascenden, flexura hepatis, dan separo kolon
kanker payudara (perempuan). Di Indonesia keganasan kolorektal urutan ke-5 transversum bagian kanan
setelah karsinoma serviks, payudara, kelenjar limfe dan kulit, keganasan kolorektal  Kolon kiri
banyak terjadi pada usia 60-69 tahun. Sedangkan menurut Duke, karsinoma Terdiri atas colon transversum bagian kiri, flexura lienalis, kolon descendes dan
kolorektal pada perempuan terbanyak pada umur 40-59 thn, sementara pada laki-laki kolon sigmoid. Kolon ascendens dan descendens terletak retroperitoneal,
antara umur 60-79 thn. sedang sekum, colon transversum dan sigmoid terletak intraperitoneal
Ca kolon lebih sering pada wanita, sedang ca rekti sering pada laki-laki. Pada (memiliki alat penggantung).
usia muda penderita laki-laki sering pada kolon kanan sedang wanita pada kolon
kiri. 50% keganasan kolorektal tumbuh di kolon sigmoid. Meskipun diagnosis Panjang kolon kira-kira 1/5 panjang seluruh traktus gastrointestinal. Diameter kolon
keganasan kolorektal pada umumnya tidak sulit, masalah yang masih dihadapi terbesar pada kolon cecum (8 cm) sedang terkecil pada kolon sigmoid (2,5 cm),
sampai saat ini salah satunya adalah sebagian besar penderita datang sudah dalam sehingga bila ada sumbatan misal tumor pada cecum tidak akan menimbulkan
stadium lanjut, bahkan seringkali telah disertai komplikasi obstruksi, perdarahan obstruksi, bila terjadi pada kolon sigmoid akan menimbulkan obstruksi. Dinding
dan perforasi.. kolon dari luar kedalam terdiri dari mukosa, submukosa/muskularis dan serosa.
Pembedahan kuratif seringkali tidak dapat dilakukan, bahkan angka kematian yang Tunika muskularis terdiri atas stratum sirkuler dan longitudinal. Lapisan otot
diakibatkannya cukup tinggi. Penyebab keterlambatan diagnosis ini dapat longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut Tenia, yang lebih pendek
disebabkan oleh karena faktor penderitanya sendiri maupun keterlambatan diagnosis dari kolon itu sendiri, sehingga kolon berlipat-lipat berbentuk seperti sakulus yang
dari dokter yang memeriksanya. Ukuran yang sering dipakai untuk mengevaluasi disebut " Haustra". Lapisan longitudinal membentuk 3 taenia (omentalis,
hasil pengelolaan keganasan kolorektal adalah mortalitas dan komplikasi mesokolika, libra), mulai dari pangkal appendiks berakhir pada ujung kolon
pembedahan, kekambuhan lokal, dan angka harapan hidup. Kebocoran anastomosis sigmoid. Dari tepi taenia keluar tonjolan2 serosa berisi lemak disebut appendices
merupakan komplikasi utama dan penyebab paling sering dari kematian pasca epiploicae. Tenia dan haustra dapat digunakan untuk membedakan kolon dengan
operasi. Terapi dari karsinoma kolorektal adalah dengan pembedahan, baik bersifat bangunan lain. Jadi kolon dapat dibedakan dengan bangunan lain karena adanya
paliatif maupun kuratif,sedangkan kemoterapi dan radiasi hanyalah bersifat paliatif. taenia koli, haustra, incisura, appendises epiploica dan omentum mayus pada kolon
Mortalitas dari tindakan pembedahan akan meningkat pada penderita tua dan adanya transversum.
gejala obstruksi intestinal. Untuk itu dicari suatu tanda yang dapat menunjukkan Kolon transversum dan kolon sigmoideum terletak intra peritoneal dan
adanya karsinoma kolorektal, diantaranya adalah dengan pemeriksaan kadar CEA. dilengkapi dengan mesenterium. Kolon dimulai dari sekum yang terletak pada
Namun pada kenyataannya kenaikan kadar CEA tidak spesifik hanya untuk adanya regio iliaka dekstra (intra peritoneal), kemudian menjadi kolon asenden yang
karsinoma kolorektal saja, karena peningkatan kadar CEA juga terdapat pada berjalan kekranial kira-kira setinggi VL-2 membentuk fleksura koli dekstra
karsinoma gastro intestinal yang lain, dan pada beberapa tumor jinak. (hepatika) dimana letak kolon asenden ini retro peritoneal, dari fleksura koli dekstra
Faktor predisposisi : berlanjut menjadi kolon transversum yang letaknya intra peritoneal, membelok
 Diet rendah serat kekiri menyilangi linea mediana setinggi VL-2 kemudian berjalan ke kraniodorsal
 Polip Adenomatosa sampai setinggi VL-1 membentuk fleksura koli sinistra (lienalis), kemudian menjadi
 Poliposis Familial  100% mengalami karsinoma pada usia 40 th kolon desenden yang terletak retroperitoneal membelok ke dorsomedial menjadi
 Kolitis Ulcerosa kolon sigmoid yang letaknya intra peritoneal dan kira-kira setinggi VS-3 menjadi
 Kolitis Granulosa (Grohn disease) rektum, dengan panjang kurang lebih 12 cm yang terletak retroperitoneal tanpa
mesenterium. Dinding kolon dari dalam keluar tersusun mulai dari tunika mukosa,
Karsinoma Sinkronosa  Tumbuhnya karsinoma yang sama di dua tempat atau tunika muskularis, dan tunika serosa. Tunika muskularis terdiri dari dua
lebih pada kolon / rektum pada saat bersamaan lapisan,yaitu: longitudinal dan sirkularis.
Karsinoma metakronus  Timbulnya karsinoma baru yang sebelumnya pernah
dilakukan reseksi karsinoma
Tunika muskularis longitudinalis membentuk tiga buah bangunan seperti pita yang Anatomi Rektum
terletak disebelah anterior, posterior dan medial ; masing-masing disebut tenia
Rektum merupakan lanjutan dari kolon , panjang 12-13 cm, mempunyai stratum
omentalis, tenia mesokolika dan tenia libera. Diantara masing-masing tenia ada
longitudinal melingkar sempurna, sehingga tidak ditemukan tunika serosa, taenia,
bangunan yang disebut sakulus. Tenia ini merupakan bangunan yang dapat
haustra, incisura dan appenices epiploica. Bagian proksimal tertutup peritoneum
dipergunakan untuk membedakan dari bangunan lain. Pada sekum yang terletak di
dibagian anterior dan lateral.Pada permukaan dalam dinding rektum terdapat lipatan
fossa iliaka dekstra seluruh tenia menuju dasar sekum pada satu titik yaitu
mukosa seperti spiral disebut Valvula rektalis (Houston), yang berfungsi menutupi
appendiks.
lesi ringan pada pemeriksaan proktoskopi. Valvula tengah letak setinggi lipatan
Pada perkembangannya sekum menjadi bagian dari usus besar berukuran panjang
peritoneum sekitar 10-12 cm dari anal verge.
dan lebar sekitar 5-6 cm yang ditutup oleh peritoneum, dimana penutupan ini
Rektum divaskularisasi :
kadang-kadang tidak komplet sehingga berpengaruh terhadap mobilitasnya. Kolon
asenden, kolon desenden, fleksura koli dekstra, sinistra, dan rektum relatif sukar • Hemorrhoidalis superior lanjutan a.mesenterika inferior
digerakkan, dimana tidak terdapat mesenterium dan tidak tertutup peritoneum • Hemorrhoidalis media cabang a.hypogastrica
(serosa) pada bagian posterior dan lateralnya. Bila terdapat keganasan di daerah ini, • Hemorrhoidalis inferior cabang a.pudenda interna
mempunyai potensi untuk meluas kearah posterior dan lateral. Sebaliknya kolon
transversum dan kolon sigmoid adalah tergantung pada mesenterium, dapat Aliran vena rektum :
bergerak bebas, sehingga bila ada keganasan di daerah yang dapat bergerak bebas • 2/3 bagian atas (1/3 atas, 1/3 tengah)  v. hemorrhoidalis superior 
ini, resiko terjadinya penyebaran sel-sel ganas ke-dalam rongga peritoneum lebih v.mesenterika inferior  v.lienalis  v.porta.
besar dari pada rekurensi lokal. Maka wajar bila tumor telah menyebar kesekitar • 1/3 bagian bawah  v. hemorrhoidalis superior & media, inferior  v. iliaka
atau telah menginvasi ke-organ-organ sekitarnya, sehingga tindakan operasi untuk interna  v. cava inferior
mengambil tumor menjadi tidak adekwat.
Pada rektum tidak terdapat tunika serosa, tenia, haustra, incisura, dan apendices Sehingga bila terjadi keganasan di daerah kolon dan 2/3 bagian atas rektum akan
epiploica. Rektum mempunyai tiga lipatan transversal, yang disebut valvula dari metastase ke hepar, sedang 1/3 bagian bawah rektum akan metastase ke hepar atau
Houston yang terbentuk dari lapisan mukosa dan otot sirkuler . Di sekeliling rektum pulmo
terdapat otot-otot dasar panggul yang terdiri atas ; m. piriformis, m. koksigeus, m.
levator ani. Dua valvula atas dan bawah terletak pada sebelah kiri, satu valvula Persarafan kolon dan rektum dipersarafi oleh serabut :
ditengah pada sebelah kanan. Valvula tengah kanan ini terletak setinggi lipatan • Simpatik dari n.splanknikus dan pleksus presakralis
peritoneum, pada orang dewasa kira-kira 10-12 cm dari anal verge. Dibawah
• Parasimpatik dari n.vagus
valvula Houston yang tengah ini lumen rektum melebar yang disebut ampula rekti.
Sehingga lesi pada kolon kanan mula2 dari epigastrium, sedang lesi pada kolon
Rektum dibagi menjadi tiga bagian oleh ketiga valvula ini menjadi ; 1/3 bagian
kiri mulai terasa di daerah epigastrium atau bawah pusat
proksimal, 1/3 bagian tengah, 1/3 bagian distal
Vaskularisasi kolon dari cabang aorta abdominalis yaitu a. mesenterika superior & Limfonodi pada dinding kolon dan arteri terbagi 4 kelompok :
a. mesenterika inferior. Kolon kanan divaskularisasi dari cabang a.mesenterika  Lnn epiploica  pada permukaan dinding kolon
superior, yaitu  Lnn paracolica  sepanjang a.marginalis dan disisi dalam kolon
• Illeocolica  ileum terminale, sekum, kolon ascenden proksimal  Lnn intermediate  di sepanjang cabang2 a.mesenterika
• Colica dextra  kolon deskendens  Lnn centralis  di sepanjang aorta abdominalis
• Colica media  flexura koli dekstra & kolon transversum
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, ini penting dalam menilai
Kolon kiri divaskularisasi cabang a.mesenterika inferior, yaitu : keganasan dan dalam merencanakan reseksi tumor. Sumber metastase melalui aliran
• Colica sinistra  kolon deskendens limfe adalah pada muskularis mukosa. Jadi selama tumor belum mencapai
• Sigmoidea  kolon sigmoid muskularis mukosa, kemungkinan besar belum terjadi metastase keganasan.
• Hemorrhoidalis superior  rektum. .

Aliran vena kolon mengikuti aliran arteri. Pada v.mesenterika superior membawa
darah balik  vena porta, sedang v. mesenterika inferior  v. lienalis  sistem
porta
Fisisologi Kolon & Rektum
Fungsi usus besar adalah untuk menyerap air,vitamin dan elektrolit, ekskresi mukus,
serta menyimpan feses dan kemudian mendorong keluar. Dari 700-1000 ml cairan
usus halus yang diterima kolon, 150-200 ml dikeluarkan sebagai feses perharinya.
Udara yang ditelan sewaktu makan ,minum, atau menelan ludah , maka oksigen dan
CO2 didalamnya diserap usus sedangkan nitrogen didalamnya bersama gas hasil
pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Usus besar tidak menunjukkan
gerakan peristaltik yang nyata. Hanya saat-saat tertentu dalam jangka waktu yang
agak lama terjadi gelombang peristaltik yang kuat. Gerakan ini dimulai dari kolon
asenden, diteruskan kolon transversum, kolon desenden, dan sigmoid, gerakan ini
disebut gerakan massa (mass movement), yang sering dipercepat oleh adanya
makanan yang masuk gaster melalui reflek gastrokolika. Dalam keadaan normal
rektum selalu kosong, bila terjadi gerakan yang mendesak isi kolon sampai ke
rektum, maka ujung-ujung syaraf di dinding rektum akan terangsang. Akibatnya
muskulus sfingter ani relaksasi dan terjadi proses defekasi, selain juga dibantu
adanya kontraksi otot dinding perut dan penurunan diafragma yang akan menambah
desakan intra abdominal.

Etiologi
Terdapat beberapa hipotesis sebagai penyebab terjadinya karsinoma kolorektal,
antara lain ;
1. Diet rendah serat dan tinggi lemak hewani
Lemak hewani menyebabkan perubahan pola flora normal usus, dimana akan
meningkatkan asam empedu yang diduga sebagai bahan karsinogenik
2. Alkohol
Menimbulkan penurunan kadar kalsium, mengakibatkan perubahan polip
menjadi ganas.
3. Kolesistektomi
Kira2 10 tahun kemudian akan meningkatkan insiden keganasasan , dimana
seresi asam empedu meningkatkan resiko terjadi keganasan
4. Operasi diversi urin paska total sistektomy. Misal pada ana ureter dengan kolon
sigmpoid (Colon Conduit)
5. Pasca radiasi daerah pelvis  tumor jinak ginekologis

Adapun kelompok yang mempunyai resiko tinggi terjadinya karsinoma kolorektal


ialah ;
• Umur lebih dari 40 thn
• Riwayat penyakit, kolitis ulserativa, kolitis granulomatosa, karsinoma
kolorektal, karsinoma organ genitalia wanita,karsinoma payudara
• Riwayat keluarga, dengan familial poliposis , sindrom gardner, polip
kolorektal,dll.
Penyebab dari karsinoma kolorektal sampai saat ini belum diketahui. Beberapa  Infiltratif difus.
faktor yang diduga berpengaruh adalah lingkungan, diet, dan genetika. Angka Dibanding tipe lainnya lesi bentuk infiltratif difus lebih jarang
insidensi di Asia, Afrika, dan Amerika selatan rendah, akan tetapi insiden ini pada frekuensinya, biasanya merupakan lesi ektensif yang menginfiltrasi
orang-orang yang pindah ke negara yang mempunyai insiden tinggi menimbulkan dinding usus, sering kali sepanjang 5-8 cm. Lesi ulseratif atau
pemikiran adanya faktor lingkungan yang berpengaruh. Diet diantara faktor infiltratif memiliki prognosis lebih buruk dibanding lesi polipoid.
lingkungan, mempunyai pengaruh yang besar pada kejadian Ca kolorektal
adalah diet tinggi lemak dan kolesteral. Diet lemak akan menyebabkan 2. Tipe histologi dan diferensiasi / mikroskopis
peningkatan produksi asam empedu dan steroid netral dan meningkatkan Sebagian besar tipe histologis keganasan kolorektal, 90–95 % adalah
degradasi bakteri sehingga karsiogenesis kolon. Diet tinggi serat dilaporkan adenokarsinoma. Tipe histologik lain yang dapat ditemukan pada keganasan
sebagai faktor penting pada rendahnya karsinoma kolorektal penduduk asli kolorektal adalah karsinoma sel skuamosa, leiomiosarkoma, karsinoma
Afrika. Efek yang mungkin dari serat pada karsiogenesis kanker kolorektal adalah adenoskuamosa, karsinoid, limfoma maligna dan melanoma.
menurunkan waktu transit fekal melewati usus, sehingga menurunkan waktu Broder 1925, mengklasifikasi adenokarsinoma berdasarkan derajat
eksposur karsiogenesis fekal, menurunkan mikroflora karsiogenesis di usus dan diferensiasinya. Dia mengemukakan 4 gradasi berdasarkan persentase sel-sel
menurunkan ph fekal sehingga mengakibatkan penurunan aktifitas enzimatik dan tumor yang mengalami diferensiasi , yakni : diferensiasi baik, sedang, jelek,
diilusi dari karsiogenesis lewt peningkatan material fekal. Selenium, vitamin C, D dan tak terdiferensiasi atau anaplastik. Duke mengajukan klasifikasi lain
dan E, indole dan betakaroten dilaporkan mempunyai pengaruh menurunkan dalam bentuk sistem penomoran yang lebih mempertimbangkan susunan sel-sel
karsiogenesis usus besar. Keturunan, beberapa sindrom poliposis premaligna genetic dari pada persentase sel-sel terdiferensiasi, yaitu grade I, grade II dan grade
telah diduga berhubungan dengan kanker kolorektal seperti familial denomatous III.
polyposis (FAP) coli, dan heredeter non polopolis Colorectal cancer (HNPCC).
Inflammatory Bowel Disease, pasien dengan flamatory bowel disease (Colitis 3. Penyebaran.
Ulceratif dan Crohn Disease) mempunyai insidensi yang tinggi untuk terjadinya • Ekstensi langsung
kolorektal tinggi. Dapat terjadi secara transversal atau longitudinal/radial. Pada transversal
lesi mengenai seluruh lingkaran lumen usus. Penyebaran intramural secara
Patologi longitudinal bisa ke arah proksimal atau distal. Penyebaran longitudinal ke
1. Gambaran makroskopis. arah distal telah mendapat perhatian besar dari para peneliti dalam upaya
 Ulseratif menentukan seberapa jauh usus harus di reseksi untuk menghindari
Bentuk lesi dapat sirkuler atau berbentuk oval dengan tepi menonjol dan tertinggalnya sel-sel kanker di sebelah distal lesi primer.
dasar nekrotik. Tipe ini dapat mengenai lebih dari satu kuadrant Quer dan Grinnell mengusulkan reseksi sejauh 5 cm dari batas
lingkaran usus dan cenderung infiltratif dalam mukosa sehingga dapat makroskopis tumor untuk mengindari rekurensi. Black dan Waugh,
menyebabkan perforasi usus. Williams, Pollet dan Michaels berpendapat cukup reseksi sejauh 2 cm untuk
mencapai tujuan yang sama. Namun hal ini sulit diterapkan pada keganasan
 Polipoid rektum sedapat mungkin kita mempertahankan fungsi kontinensia.
Bentuk bunga kol (cauliflower), tipe lesi menonjol ke dalam lumen dan Penyebaran secara radial juga menyertai pertumbuhan secara transversal.
biasanya tidak disertai infiltrasi dinding usus. Tidak jarang sebagian Secara klasik dinyatakan bahwa penyebaran tipe ini mengenai lapisan-lapisan
permukaan lesi mengalami ulserasi yang akan bertambah luas sejalan usus secara berurutan, dari mukosa, submukosa, lapisan otot sampai akhirnya
dengan bertambahnya waktu. Bentuk ini lebih sering dijumpai di sekum menembus serosa dan mengenai organ atau struktur lain di dekatnya.
dan kolon asendens.
• Metastase limfogen
 Anular atau stenosis Pola penyebaran lokal yang lain adalah invasi perineural. Penyebaran dapat
Lesi tumbuh melingkar di dalam lumen usus, hal ini menyebabkan mencapai jarak sejauh 10 cm dari lokasi tumor primer. Pada mulanya
kontriksi lumen usus yang menimbulkan obstruksi. Bentuk yang panjang disimpulkan bahwa metastase limfonodi terjadi hanya setelah penyebaran sel-
lebih sering dijumpai pada rektum, sedang lesi yang pendek lebih sering sel tumor menembus dinding usus dan menginfiltrasi jaringan di sekitarnya.
dijumpai di kolon transversum dan kolon desendens sampai sigmoid. Juga terdapat asumsi yang menyatakan bahwa invasi limfonodi terjadi secara
gradual kontinyu. Namun penelitian belakangan menunjukkan metastase
limfonodi dapat terjadi pada tumor yang masih terbatas pada dinding usus.
Demikian juga terdapat fenomena diskontinyu, dimana sel-sel tumor tidak 4. Penentuan stadium ( Staging ).
metastase ke limfonodi terdekat namun ke limfonodi level yang lebih tinggi. Klasifikasi Dukes adalah yang pertama kali diterima, mula-mula diterapkan
Adanya blokade limfonodi oleh sel tumor dapat menyebabkan aliran limfatik untuk kanker rektum tetapi kemudian diperluas penggunaannya untuk keganasan
retrograd ke segala arah, proksimal, distal maupun lateral, melalui arkade kolon. Klasifikasi Dukes ini kemudian mengalami pengembangan dan
marginal. Risiko metastase limfonodi akan meningkat, demikian juga jumlah modifikasi oleh peneliti lain. Selain sistem Dukes sistem klasifikasi stadium
limfonodi yang terkena, sesuai dengan tingginya derajat keganasan tumor. keganasan kolorektal yang saat ini secara luas digunakan adalah sistem Astler-
Coller dan sistem TNM yang dibuat oleh AJCC (American Joint Committee for
• Metastase hematogen Cancer) dan UICC (Union Internationale Contre de Cancer).
Sel-sel kanker dapat menyebar melalui pembuluh darah ke organ-organ lain.
Pada keganasan kolorektal organ yang paling sering terkena adalah hepar, Klasifikasi Dukes 1932
melalui aliran vena porta. Organ berikutnya yang sering terkena adalah
Dukes A : Tumor terbatas pada dinding rektum / kolon
paru, melalui aliran vena kava. Metastase tulang ke sakrum, pelvis dan
Dukes B : Tumor mencapai jaringan ekstra rektum/kolon, limfonodi regional (-)
vertebra terjadi melalui pleksus venosus vertebralis
Dukes C : Tumor metastase limfonodi regional
===== Gabriel et al 1935 membagi Dukes C menjadi :
• Implantasi. C1 : metastase limfonodi regional
Terjadi dimana sel-sel tumor lepas dari tumor primer menempel pada C2 : metastase limfonodi lebih jauh, pada level ligasi pembuluh darah.
permukaan struktur lain. Modus kejadiannya dapat berupa terlepasnya sel-sel
intraluminer, dari permukaan serosa ke rongga peritoneum atau akibat
Klasifikasi Dukes modifikasi Kirklin, 1940
manipulasi pembedahan sel-sel tumor menempel pada luka operasi atau Stadium A : Belum terjadi penetrasi pertumbuhan tumor pada muskularis mukosa
organ lain. Stadium B1 : Tumor menginvasi, sampai muskularis propria tapi belum menembus,
B2 : Tumor telah menembus muskularis propria
Ringkasan Stadium C : Tumor telah metatase ke llimfonodi
A. Kolon
 Langsung Klasifikasi Dukes modifikasi Astler-Coller, 1954
 Sirkuler  melingkari dinding kolon terutama kolon kiri (kalibernya Stadium B1 : Tumor menginvasi, tapi belum menembus, muskularis propria
kecil) B2 : Tumor telah menembus muskularis propria
 Longitudinal  Melalui limfe submukosa < 5 cm dari tepi tumor Stadium C1 : Tumor terbatas pada dinding usus dengan keterlibatan limfonodi
 Menembus dinding kolon dan menginfiltrasi organ didekatnya (hepar, Stadium C2 : Tumor telah menembus dinding usus dengan terlibatan limfonodi
gaster, duodenum, lienm pankreas & dinding perut
 Hematogen  melalui vena ke vena porta ke hepar tumbuh di hepar Tumbull 1967, Stadium D untuk penderita dengan penyebaran jauh ke hepar, pulmo,
 Limfogen tulang dan tumor , dibagi :
Paling sering, melalui lnn regional sesuai perjalanan areteri/vena, sehingga Stadium D1 : tmor masih mungkin dilakukan reseksi paliatif
pada operasi tumor colon limponodi harus dibuang Stadium D2 : tumor tidak mungkin dilakukan reseksi
 Gravitasi / Transperitoneal  menembus sampai lapisan serosa
 Syaraf  prognosis buruk Kedua sistem di atas tidak mempertimbangkan adanya metastase jauh. Klasifikasi
 Intraluminer  biasanya terjadi pada luka sambungan (anastomose) Dukes tidak mempertimbangkan derajat histologi tumor dan jumlah limfonodi yang
terkena. Padahal keduanya telah diketahui berkaitan erat dengan ketahanan hidup
B. Rektum atau survival. Dalam upaya mengatasi maalah-masalah yang ada pada klasifikasi
 Langsung Dukes, kemudian dibuat sistem klasifikasi berdasarkan keadaan klinikopatologis,
Tidak melebihi 6 cm. Menginfiltrasi vagina, prostat, VU atau os sacrum . yakni ekstensi tumor ( T ), kondisi limfonodi regional ( N ) dan ada tidaknya
Untuk mengetahui sudah menembus dinding dilakukan RT, bila mobil berati metastase jauh ( M ).
belum menembus dinding.
 Limfogen
 Hematogen
 Saraf
K lasifikasi Sistem TNM AJCC/ UI CC Dalam menentukan stadium karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran
T - Tumor primer histologik dibagi menurut klasifikasi Dukes, dimana klasifikasi Dukes ini dibagi
Tx : Tumor primer tak dapat dinilai berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma didinding usus.
T0 : Tak terbukti adanya tumor Adapun klasifikasi untuk karsinoma kolorektal yang telah dilaporkan oleh Dukes
Tis : Karsinoma in situ pada tahun 1932 yaitu sebagai berikut:
T1 : Tumor menginvasi submukosa a. Lesi hanya melibatkan dinding rektum
T2 : Tumor menginvasi muskularis propria b. Lesi telah menembus jaringan perirektum tanap keterlibatan nodus.
T3 : Tumor menginvasi subserosa c. Metastase ke limphonodi regional.
T4 : Tumor menembus menginvasi organ/struktur lain
Gambaran Klinis dan Diagnosis
N - Limfonodi
Menurut Deyle (Simadibrata,1983) pertumbuhan karsinoma kolorektal dapat dibagi
Nx : Metastase limfonodi tak dapat dinilai
dalam tiga fase yaitu :
N0 : Metastase limfonodi tak ada
• Fase karsinogen, yang berlangsung dalam waktu puluhan tahun
N1 : Metastase 1-3 limfonodi perikolika
• Fase asimtomatis,yang dapat berlangsung bertahun-tahun
N2 : Metastase ≥ 4 limfonodi perikolika
• Fase simtomatis, yang berlangsung dalam waktu berbulan-bulan
N3 : Metastase limfonodi sepanjang arteri bernama
Terdapat dua kategori manifestasi klinis:
M - Metastase  Akut/ emergensi
Mx : Adanya metastase jauh tak dapat dinilai Kasus-kasus emergensi muncul berupa obstruksi, perforasi atau perdarahan.
M0 : Metastase jauh tak ada Secara umum semakin distal letak tumor semakin besar resiko untuk terjadi
M1 : Metastase jauh obstruksi. Hal ini disebabkan karena kaliber kolon kiri lebih smpit dari kolon
kanan serta pada kolon kiri kadar cairan semakin berkurang.
TNM Dukes
Stadium O Tis N0 M0  Kronik/elektif.
Stadium I T1 N0 M0 A Pada kasus elektif kompleks simptom yang muncul sering kali ditentukan oleh
T2 N0 M0 A lokasi tumor primernya. Biasanya pembagian lokalisasi tumor kolorektal
adalah sebagai berikut : kolon kanan mulai sekum sampai dengan 1/3 tengah
Stadium II T3 N0 M0 B kolon transversum, kolon kiri mulai 1/3 distal kolon transversum sampai
T4 N0 M0 B dengan sigmoid, dan rektum.
Stadium III Semua T N1 M0 C Beberapa hal yang mendasari adanya perbedaan tanda dan gejala keganasan di
Semua T N2 M0 C ketiga lokasi tersebut adalah:
1. Diameter kolon kanan lebih besar dibanding kolon kiri.
Stadium IV Semua T Semua N M1 D
2. Tumor di kolon kanan cenderung lebih lunak, ulseratif dan rapuh,
sedangkan tumor kolon kiri cenderung sirkuler dan sirous.
UICC sepakat bahwa ekstensi karsinoma kolorektal tidak dapat dinilai sepenuhnya 3. Konsistensi feses di kolon kanan lebih cair dibanding kolon kiri.
pada saat pembedahan. Karena itu AJCC kemudian membuat serangkaian prefiks 4. Secara embriologis kolon kanan berasal dari midgut, sedangkan kolon kiri
untuk klasifikasi TNM untuk menggambarkan ekstensi penyakit pada tempat dan berasal dari hindgu.
waktu yang berbeda, yaitu cTNM ( clinical diagnostic staging ), sTNM ( surgical
evaluation staging ), pTNM ( postsurgical pathological staging ), rTNM (
Anamnesis terpenting yang pertama harus diambil adalah adanya :
retreatment staging ) misalnya pada laparatomi kedua, dan aTNM(autopsy staging ). 1. Perubahan pola kebiasaan buang air besar, dibanding sebelumnya.
Setiap anamnesis adanya perubahan pola b.a.b harus dicurigai keganasan
sampai dibuktikan lain. Oleh karena lumennya yang lebih besar, bentuk tumor
yang tidak sirkuler dan konsistensi feses yang masih encer, maka pengaruh
obstruksi tumor di kolon kanan lambat terjadi sehingga anamnesis yang khas
perihal perubahan pola b.a.b juga lambat terjadi.
Hal ini berbeda dengan tumor kolon kiri, dimana anamnesis perubahan pola Bila klinis curiga keganasan kolorektal sedang radiologis tidak menunjukkan
b.a.b adalah sangat menonjol, berupa konstipasi atau obstipasi dan perubahan kelainan kolonoskopi merupakan indikasi. Pemeriksaan foto toraks dan
kaliber feses sampai akhirnya menimbulkan obstruksi total. ultrasonografi abdomen membantu memperlihatkan kemungkinan adanya metastase
pulmo dan hepar. Meskipun tidak spesifik, pemeriksaan kadar CEA serum dapat
2. Perdarahan lebih sering terjadi pada tumor kolon kanan. membantu konfirmasi diagnostik. Pada penderita dengan tumor yang belum
Ini disebabkan karena bentuk tumor yang eksofitik dan rapuh, mudah terjadi penetrasi dinding usus, CEA serum biasanya tidak meningkat. Peningkatan CEA
ulserasi. Hanya saja karena konsistensi feses yang masih encer, perdarahan memiliki korelasi tinggi dengan rekurensi tumor dan adanya metastase.
yang terjadi berlangsung sedikit-sedikit dan sukar dilihat dengan mata
telanjang (occult bleeding). Akibatnya penderita akan kelihatan anemis tanpa Gejala klinis karsinoma kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma kolon
diketahui sebabnya. Namun demikian apabila tumor tumbuh semakin besar kiri sering bersifat skirotik, sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan
akan terjadi perdarahan yang nyata. Akibat anemia yang berlangsung lama, obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan
muncul kelemahan, anoreksia dan gangguan pencernaan makanan, sehingga jarang trjadi stenosis dan feces masih cair sehingga faktor obstruksi jarang. Gejala
berat badan menurun. Infeksi sekunder juga terjadi di daerah tumor yang dan tanda dini karsinoma kolorektal tidak ada. Umumnya gejala pertama timbul
mengalami ulserasi sehingga terjadi kolitis dan diare. karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat
Perdarahan akibat tumor di kolon kiri jarang terjadi karena bentuk tumor yang penyebaran. Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola
keras atau sirous. Anemia jarang terjadi, nafsu makan penderita biasanya tetap defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan adanya lendir darah. Makin ke
baik. Infeksi sekunder juga jarang sehingga kolitis dan diare pun jarang terjadi. distal letak tumor, feses makin menipis atau seperti kotoran kambing atau lebih cair
disertai lendir darah. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri di daerah
3. Apabila tumor telah menembus lapisan serosa akan timbul rasa sakit. panggul berupa tanda penyakit lanjut. Gambaran klinik tumor sekum dan kolon
Sesuai dengan asal usul embriologisnya, rasa nyeri akibat tumor di kolon kanan asendens tidak khas. Dispepsi, kelemahan umum, penurunan berat badan dan anemia
akan dirasakan di atas umbilikus, sedangkan yang dari kolon kiri akan merupakan gejala umum, karena itu penderita sering datang dengan keadaan umum
dirasakan di bawah umbilikus. Waktu datang di rumah sakit, pada penderita yang jelak. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang
tumor kolon kanan biasanya sudah teraba masa abdomen. Hal itu berbeda dirasakan sakit berbeda karena asal embriogenik yang berlainan, yaitu dari midgut
dengan tumor kolon kiri, meskipun tumornya masih kecil dan tidak teraba, dan hindgut. Nyeri dari kolon kiri bermula dibawah umbilikus sedang dari kolon
penderita sudah datang mencari pertolongan karena tanda-tanda obstruksi. kanan di epigastrium.

4. Pada keganasan rektum, gejala yang menonjol di perasaan b.a.b tak puas. Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
Bentuk tumor yang eksofitik dan iritasi feses yang keras menyebabkan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dan kontras. Pemeriksaan
perdarahan per rektal. Infeksi sekunder menyebabkan proktitis yang ditandai ini sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian
diare palsu berupa lendir dan darah saja. Tenesmus dirasakan mula-mula pagi diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan
hari saja, tetapi lama kelamaan akan dirasakan sepanjang hari. Nyeri di daerah tambahan ditujukan pada saluran kemih untuk kemungkinan tekanan pada ureter kiri
perianal akan muncul bila tumor sudah infiltrasi ke bagian posterior yaitu atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk melihat adanya metastasis
pleksus sakralis. Pada pemeriksaan colok dubur tumor dengan mudah akan jauh. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi daerah perut, bila teraba
dapat diraba. menunjukkan keadaan sudah lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba
daripada kolon bagian lain. Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan
5. Dehidrasi & Hipokalemia  akibat sekresi mukkus yang dihasilkan tumor dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh jelas penting pada semua kasus
dengan kecurigaan keganasan kolorektal. Pemeriksaan anoskopi dan sigmoidoskopi
Ringkasan klinis
serta kolonoskopi akan melengkapi pemeriksaan secara fisik. A. Kolon kanan
Pemeriksaan colon in loop dengan kontras ganda barium/udara akan sangat Ukuran lumen relatif besar, dinding tipis, mudah distensi dan isinya feces cair
membantu menegakkan diagnosis, terutama tumor yang tidak teraba dengan Gejala :
pemeriksaan colok dubur. Dengan pemeriksaan ini akan tampak gambaran kas  Lemah dan mudah lelah karena anemia berat (mikrositik hipokromik)
keganasan kolorektal , lesi massa (filling defect) atau lesi konstriksi (apple-core).  Perubahan kebiasaan defekasi (tidak khas), obstruksi jarang
Bila kontras tidak bisa masuk lumen usus disiapkan untuk operasi.  Keluhan dyspeptik (Mencret)
 Kadang teraba benjolan oleh penderita atau pemeriksa
B. Kolon kiri Penatalaksanaan
Ukuran lumen relatif kecil, feces semi solid. Karsinoma cenderung melingkari
1. Operatif
dinding usus.
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindakan bedah. Tujuan utama
Gejala :
tindakan bedah ialah memperlancar saluran cerna biak bersifat kuratif maupun
 Perubahan pola kebiasaan defekasi, konstipasi semakin berat, kadang diare
non kuratif. Penilaian preoperatif yang menyeluruh hendaknya selalu dilakukan
 Nyeri perut
terhadap setiap penderita, meliputi dua aspek yakni kelayakan operasi dan derajat
 Perdarahan peranum
penyebaran tumor. Penilaian atas kelayakan operasi meliputi pemeriksaan klinis
 Penurunan berat badan
yang teliti dengan perhatian khusus pada sistem respirasi dan kardiovaskuler serta
 Terdapat obstruksi parsial / total dengan nyeri kolik abdomen
status nutrisi penderita. Penilaian terhadap derajat penyebaran penyakit hingga kini
 Tidak teraba massa tumor  karena terletak diposterior usus halus
masih mengandalkan pada pemeriksaan klinis bersama dengan evaluasi radiografik
sederhana. Perkembangan dalam hal pencitraan telah memungkinkan dilakukannya
C. Rektum
penilaian preoperatif yang lebih komprehensif. Filosofi umum dalam penanganan
Gejala :
penderita keganasan kolorektal adalah bahwa hampir semua penderita hendaknya
 Berak berupa lendir campur darah
dipertimbangkan untuk operasi. Bahkan bila telah terjadi metastse jauh,
 Merasa tidak puas setelah berak
pengambilan tumor primer biasanya akan meringankan keluhan penderita. Jika
 Tidak didapatkan nyeri kecuali bila ca mengenai kanalis ani atau kulit
tumor melekat atau menginvasi organ lain disekitarnya seperti usus halus, ovarium,
 Lnn inguinal perlu diperiksa dan di biopsi
atau uterus maka reseksi en bloc harus dilakukan bila secara teknis memungkinkan.
 Sebagian besar teraba pada colok dubur
Adesi tersebut mungkin hanya akibat reaksi inflamasi, namun hal ini tidak bisa
dipastikan sebelum dilakukan reseksi dan pemeriksaan patologi anatomi. Kalaupun
Laboratorium adesi tersebut akibat infiltrasi tumor, tidak selalu ada keterlibatan limfonodi
 Darah rutin : Hb, AL sehingga eksisi lokal secara radikal dapat bersifat kuratif. Apabila perlekatan
 Urinalisa tersebut hanya sekadar dilepaskan, sedangkan pemeriksaan histopatologi kemudian
 Faal Hepar : serum protein, Bilirubin, alkali fosfatase membuktikan akibat infiltrasi tumor, maka kesempatan untuk sembuh akan hilang
 Faal Ginjal : ureum, kreatinin begitu saja. Bila tumor primer tidak dapat diangkat, operasi mungkin hanya berupa
 CEA (Carsinoma Embrionik Antigen) N < 2,5 unit shunting atau pembuatan stoma, yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
- Diambil dari urin atau feces obstruksi. Sebelum operasi penderita hendaknya dalam keadaan fisik dan mental
- Kadar < 10 ng/ml stadium dini yang sebaik mungkin. Aspek spesifik dalam persiapan preoperasi meliputi preparasi
- Kadar > 10 ng/ml stadium lanjut kolon, antibiotik profilaksi, serta advis dan konseling perihal stoma.
------------------------------------------------- berfungsi : Prinsip pembedahan keganasan kolorektal yang dilaksanakan sekarang ini adalah
 Deteksi Ca kolon & rektum ( 70% ) sederhana namun sampai pada taraf tertentu tergantung pada tujuannya, apakah
 Follow up setelah tindakan  4 minggu , 3 & 6 bulan kuratif ataukah hanya paliatif. Pembedahan kuratif memerlukan prosedur radikal,
- Menentukan prognosis dimana tumor diangkat secara en bloc bersama dengan pedikel vaskuler dan
sebanyak mungkin struktur limfatiknya; batas reseksi usus harus adekuat.
Pem eriksaan R adiologis Prosedur paliatif dirancang hanya untuk menghilangkan keluhan, dapat berupa
 Thorax Foto  kemungkinan metastase ke paru eksisi tumor yang terbatas atau sekadar tindakan bypass saja
 Barium in Loop  Gambaran khas “ shouldering” atau apple core
deformity” a. Pembedahan elektif keganasan kolon.
 IVP  kemungkinan infiltrasi ke ureter / ginjal  Kolon kanan dilakukan hemikolektomi kanan baku, dengan
 Endoskopy  Proktoskopi, sigmoideskopi, kolonoskopi, cystoscopi (bila curiga mengikutsertakan ileum distal sepanjang 10 cm. Arteria yang dipotong
metastase ke kandung kencing) adalah arteria ileokolika, kolika dekstra dan cabang kanan kolika media.
Anastomosis dilakukan antara ileum dan kolon transversum proksimal.
Bila klinis curiga suatu keganasan kolorektal, sedang radiologis tidak menunjukkan Prosedur yang lebih radikal adalah dengan melakukan hemikolektomi
kelainan COLONOSCOPY merupakan indikasi kanan yang diperluas. Dalam prosedur ini arteria kolika media dipotong
dekat percabangannya dengan arteria mesenterika superior.
 Pertengahan kolon transversum dilakukan hemikolektomi kanan yang c. Pembedahan emergensi.
diperluas lebih jauh lagi dengan anastomosis antara ileum dan kolon Kurang lebih 20 % kasus keganasan kolorektal datang dalam keadaan emergensi,
desendens proksimal. Alternatifnya, hanya dilakukan reseksi kolon berupa obstruksi ataupun perforasi. Apabila lokasi tumor berada di kolon kanan,
transversum dan arteria kolika media saja kemudian dilakukan anstomosis secara umum dapat diterima penangannnya dalam bentuk operasi satu tahap,
kolon asendens dengan kolon desendens. berupa reseksi dan anastomosis primer. Terdapat banyak perdebatan perihal
pembedahan pada kasus keganasan kolon kiri yang mengalami obstruksi.
 Kolon kiri dilakukan hemikolektomi kiri baku dengan memotong arteria Sebagian ahli bedah merekomendasikan operasi tiga tahap yaitu kolostomi untuk
mesenterika inferior. Anastomosis dilakukan antara kolon transversum dan dekompresi pada tahap pertama, reseksi tumor pada tahap berikutnya diteruskan
rektum. Sebagian ahli bedah melakukan prosedur yang lebih selektif. Pada penutupan kolostoma pada tahap akhir. Sebagian ahli bedah lain memilih operasi
tumor sigmoid misalnya, hanya dilakukan reseksi kolon sigmoid dan arteria dua tahap, yaitu reseksi tumor dan kolostomi pada tahap pertama dilanjutkan
sigmoidea kemudian dilakukan anastomosis antara kolon desendens dan penutupan kolostoma pada tahap berikutnya. Pada kasus tertentu, misalnya
rectum. tumor pada rektosigmoid dilakukan prosedur Hartmann.
Tindakan yang lebih agresif dengan satu tahap operasi, yaitu reseksi tumor dan
Adanya metastase peritoneum (peritoneal seedings), metastase hepar multipel anastomosis primer merupakan tindakan yang populer saat ini. Menurut
atau metastase pulmoner merupakan indikasi dilakukannya prosedur paliatif. beberapa penelitian tindakan satu tahap ini, dibandingkan tindakan beberapa
Dalam hal ini hanya dilakukan pengangkatan tumor primer dengan reseksi yang tahap, memberikan kualitas hidup yang lebih baik, mempunyai mortalitas dan
terbatas. Apabila tumor primer secara teknis tidak dapat diangkat, maka komplikasi operasi yang masih dapat diterima dan sangat menguntungkan
diperlukan prosedur bypass atau pembuatan stoma untuk mengatasi obstruksi. penderita karena tidak ada masalah stoma, perawatan singkat dan menghemat
biaya.
b. Pembedahan elektif keganasan rektum.
 Sepertiga atas rektum  reseksi anterior. Banyak penelitian 2. Terapi ajuvan
memperlihatkan bahwa reseksi anterior memberikan hasil kuratif dan Fakta bahwa angka harapan hidup penderita keganasan kolorektal yang relatif statis
seaman reseksi abdominoperineal (operasi Miles). dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini telah menstimulasi para peneliti untuk
 Sepertiga bawah rektum hampir secara universal ditangani dengan reseksi mengeksplorasi bentuk-bentuk terapi ajuvan yang dapat melengkapi tindak
abdominoperineal. pembedahan. Peranan radioterapi dalam penanganan keganasan kolon sangat
terbatas. Penelitian-penelitian radioterapi ajuvan lebih terkonsentrasikan pada
Kontroversi muncul pada penanganan tumor yang berlokasi di sepertiga tengah keganasan rektum dimana rekurensi lokal merupakan masalah yang besar.
rektum. Hasil-hasil reseksi abdominoperineal memperlihatkan tidak lebih Radioterapi eksternal merupakan cara pemberian yang biasa dilakukan, pre atau
superior dari operasi yang mempertahankan sfingter anus seperti reseksi pasca operasi dengan alasan yang berbeda pada tiap kasus.
anterior rendah dan koloanal anastomosis. Apabila tumor tidak dapat  Dasar pemikiran radioterapi preoperasi adalah, bahwa metoda ini akan
diangkat karena telah terfiksasi pada dinding pelvis, maka pembuatan mengurangi viabilitas sel tumor sehingga memperbaiki kontrol lokal dan
stoma merupakan pilihan satu-satunya untuk mengantisipasi terjadinya ketahanan hidup; di samping itu juga dapat mempermudah reseksi kuratif
obstruksi. melalui penurunan stadium tumor (downstaging).
Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan  Dasar pemikiran radioterapi postoperatif adalah memungkinkan seleksi
sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limphe penderita dengan peningkatan rekurensi lokal berdasarkan hasil pemeriksaan
retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan histopatologi spesimen operasi.
seluruhnya dengan rektum melalui anus atau melalui abdomen. Reseksi anterior
rendah pada rektum dilakukan melalui lapartomi dan dibuat anastomosis Akan tetapi kerugiannya adalah risiko radiasi usus halus lebih besar karena cenderung
kolorektal atau koloanal rendah. Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk turun ke dalam rongga pelvis dan lebih banyak pasien yang tidak menyelesaikan
mencegah atau mengatasi obstruksi atau menghentikan perdarahan supaya terapinya oleh karena merasa telah menjalani operasi. Kombinasi radioterapi
kualitas hidup penderita lebih baik. Jika tumor tidak dapat diangkat dapat preoperatif dan postoperatif telah banyak dilakukan, namun berkaitan dengan
dilakukan diversi dengan membuat kolostomi. Pada metastase hati yang tidak peningkatan morbiditas. Bertolak belakang dengan radioterapi, kebanyakan penelitian
lebih dari dua atau tiga nodul dapat dipertimbangkan eksisi hepar. kemoterapi ajuvan lebih terfokus pada keganasan kolon dari pada keganasan rektum.
Regimen yang digunakan adalah 5-fluorouracil (5-FU) dengan atau tanpa
penambahan levamisole.
Kesimpulan yang diambil oleh Heriot dan Kumar berdasarkan review sejumlah  Khemoterapi
penelitian adalah bahwa radioterapi preoperasi dan kemoradioterapi postoperasi 5 Fluorourasil merupakan suatu antinepolstik drug dengan mekanisme kerja
menghasilkan perbaikan survival penderita dengan keganasan rektum Dukes C dan sebagai suatu anti metabolik dengan menghambat enzim dalam sintesa asam
menurunkan rekurensi lokal. Sedangkan kemoterapi 5-FU postoperasi dapat nukleat.
menghasilkan perbaikan survival penderita keganasan kolon Dukes C. Namun 5 FU adalah suatu anti neoplastik dengan mekanisme kerja mengubah enzim
penggunaan dan kombinasi terapi ajuvan yang optimal masih tetap belum jelas. menjadi nucleotide dalam mekanisme penggunaan aktivitas anti neoplastik
adalah terjadinya pengurangan fosfat nucleotide dengan enzim ribonucleotide
Ringkasan Terapi difosfat reduktase pada permukaan deoxynucleotide dan terakhir terbentuknya 5-
Setelah menentukan stadium klinipatologi, penderita direncakanan untuk fluoro-2-deoxyuridine-5-fosfat (F-dUMP). Interaksi antara F-dUMP dan enzim
pengobatan. Pengobatan dibagi menjadi : thymidilate sintesa merupakan faktor penting dari aksi obat sitotoksik Aksi
sitotoksik dan toksisitas umum.
 Operatif Peranan utama aksi 5-FU pada jaringan normal adalah pada sumsum tulang dan
 Kuratif  pengambilan / pengangkatan semua tumor
epitelium gastro intestinal dan mukosa oral. Penyerapan dan ekskresi. 5-FU
• Cecum dan colon ascendens  Hemikolektomi Dextra diserap secara perenteral, karena penyerapan melalui saluran cerna tidak dapat
• Flexura hepatika  Hemikolektomi kanan extended (luas) dipastikan dan tidak dapat diserap secara sempurna. Sedangkan proses
• Kolon transversum  Reseksi E to E metabolisme terjadi terutama sekali di dalam hati dan diekskresi melalui feses
• Kolon descendens  Hemikolektomi sinistra dan urine.Kegunaan toksisitas dan klinikal 5-FU menunjukkan bahwa obat ini
• Kolon sigmoid  Reseksi mengakibatkan respon pasial atau total pada 10-30% pasien dengan metastase
• REKTUM : karsinoma dada dan saluran cerna, vesika urinaria, prostat dan pankreas. Tingkat
 12 cm dari anus : Reseksi anterior respon yang tinggi dapat dilihat bila 5-FU digunakan dengan kombinasi
 6 – 12 cm dari anus : Low reseksi / abdominal reseksi antineoplastik lain, seperti cyclophosphamide dan methotrexate (Womark et al.,
 < 6 cm : Mile’s operasi / abdominoperineal reseksi 1998).
 Paliatif  Tumor tidak diangkat karena telah metastase. Tujuan :
menghilangkan gejala obstruksi Efek samping.
• Colon kanan: Illeotransversostomi Gejala awal yang paling tidak mengenakkan adalah anorexia dan nausea,
• Kolon kiri : Transvercolostomi kemudian diikuti dengan gejala diare dan stomatitis. Ulserasi mukosa usus dapat
• Rektum : Sigmoidostomi terjadi menyeluruh dan mengakibatkan diare yang fluminan dan akhirnya
kematian. Leuikopenia pada umumnya terjadi antara hari ke sembilan dan
 Radioterapi keempat belas setelah suntikan pertama. Anemia dan trombositopeni mungkin
Tujuan efek sitotoksik selektif pada sel tumor dengan kerusakan minimal pada juga terjadi kerontokan rambut bahkan sampai total alopecia.
jaringan normal di sekitarnya baik struktur maupun fungsinya. Dilakukan pada
pra-bedah, pasca-bedah, atau tumor yang tidak dilakukan pembedahan / Aturan penggunaannya.
inoperabe. Radioterapi paska bedah hanya diberikan pada keganasan Sesuai dengan protokol Onkologi RSUP Dr. Sardjito pemberian kemoterapi
rektosigmoid Dukes B, C dan D. Dosis 5000 cgy seluruh pelvis. dengan 5-Fluoro-Uracyl (5-FU) diberikan untuk keganasan kolorektal stadium B,
Pada kasus tanpa reseksi dan atau anastomose dilakukan segera paska bedah, C dan D, dengan dosis: (dewasa, BB 60 kg).
sedang kasus dengan reseksi dan atau anastomose dilakukan setelah 14 hari - Loadding dose: 500 mg, i.v pelan/drip, 5 hari berturut-turut.
paska bedah. - Maintenance:
Pada karsinoma rekti radiasi dapat diberikan pra bedah, pasca bedah atau pada 1 kali per minggu 500 mg i.v pelan atau
kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pembedahan. Penelitian Farmiok dan 5 kali berturut-turut, 500 mg i.v pelan setiap 4 minggu (1 bulan), lama
Levitt (1994 cit. Maryata, 1996) menunjukkan bahwa residif lokal lebih sering pemberian 48 kali.
pada kelompok yang dilakukan radiasi pasca bedah (21 %) bila dibandingkan
dengan radiasi prabedah (12%), sedangkan infeksi luka perineal lebih sering
pada kelompok yang dilakukan radiasi pra bedah (33 %), dibanding dengan
kelompok yang dilakukan radiasi pasca bedah (18 %).
pemberian kemoterapi baik waktu pemberian,dosis,serta cara pemberian
KEMOTERAPI CA COLORECTAL yang tepat.
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
b) Pembelahan sel dan Sistem Kontrol
Operasi karsinoma kolorectal merupakan tindakan kuratif yaitu pada karsinoma Sel ganas berhubungan dengan tidak adanya mekanisme pengaturan yang
kolorektal yang masih terlokalisir atau stadium awal.Tidak semua pasien normal dari pertumbuhan sel jaringan. Pertambahan volume tumor ternyata
karsinoma kolorektal dapat sembuh dengan tindakan operasi. Angka tanpa perkecualian berlangsung lebih lambat daripada yang diharapkan
kemungkinan hidup pada karsinoma kolorektal dengan tindakan operasi saja, berdasar atas pertambahan sel.Ini dapat diterangkan dengan adanya
stadium 0 100%; Stadium I : T1-97%; T2-90%; Stadium II: T3-78%,T4-63%; kehilangan sel. Pada tumor-tumor yang tumbuh cepat sering kali di dalam
Stadium III: Semua T,N1 (1-3 Limfonodi positif),M0-56-66%, Semua T;N2(4 atau pusat tumor,karena kurangnya aliran darah terdapat nekrosis jaringan.Tetapi
lebih limfonodi regional positif) M0-26-37%;stadium IV: semua M1 (adanya yang lebih penting adalah kemungkinan adanya kematian sel yang
metastase jauh)-4% Angka kemungkinan hidup 5 tahun penderita karsinoma terprogram atau apoptosis.Bentuk fisiologik kematian sel terjadi di semua
kolorektal pada akhir-akhir ini semakin meningkat,hal ini disebabkan oleh beberapa jaringan dan merupakan bagian yang penting dari keseimbangan jaringan
hal antara lain teknik operasi yang semakin berkembang serta nutrisi dan obat-obat yang normal.Pada akhir masa hidup sel normal,intinya mengkondensasi,DNA
paska operasi karsinoma kolorektal yang semakin baik. dipecah kedalam proses spesifik yang menggunakan energi,sisa sel dibuang
Meskipun perkembangan pengobatan adjuvant akhir-akhir ini berkembang secara (biasanya melalui fagositosis oleh makrofag).Untuk apoptosis telah
cepat dan sangat maju, akan tetapi hanya sedikit saja meningkatkan survival pasien ditemukan gen-gen pengatur yang spesifik,diantaranya gen bcl-2 yang
karsinoma kolorektal dalam stadium lanjut. Atas dasar itu pencegahan primer, dalam memblokade apoptosis dan gen p53 yang menginduksi apoptosis.Teoritis
arti mencegah terjadinya karsinoma kolorektal dan pencegahan sekunder, dalam arti dapat dijumpai pertumbuhan tumor tanpa kenaikan aktivitas
menemukan kasus dalam stadium dini harus dikembangkan dalam rangka menekan pembelahan,hanya karena pengurangan apoptosis.Dalam kenyataanya pada
morbiditas dan mortalitas pasien KKR. banyak tumor terdapat kenaikan aktivitas pembelahan dan penurunan
Perkembangan obat kemoterapi baru, kombinasi obat, cara pemberian apoptosis yang relatif. Tumor menunjukan waktu duplikasi yang konstan.satu
kemoterapi,serta perkembangan obat kemoterapi adjuvant untuk keganasn kolorektal sel tumor untuk menjadi tumor dengan volume 1 cm3 dibutuhkan 30
terbukti dalam beberapa penelitian-penelitian terbaru dapat meningkatkan duplikasi.Jika dalam keadaan tertentu waktu duplikasi 100 hari dan tetap
kemampuan hidup penderita karsinoma kolorektal. konstan, maka dibutuhkan waktu 8 tahun.Dalam sepuluh duplikasi berikutnya
volume neningkat dari 1 cm3 menjadi 1000 cm 3 Ini berarti tumor-tumor
kebanyakan sudah lama ada jauh sebelum kita dapat menunjukan dengan
Prinsip Kemoterapi alat-alat diagnostik yang amat canggih.jadi seluruh periode observasi
A. Biologi sel Tumor klinik,diagnostik dan terapi berlangsung sesudah pembelahan sel ke tiga
1. Sifat Dasar Metastase Karsinoma puluh. Tingkat pertumbuhan tumor merupakan refleksi dari proporsi
Pengobatan karsinoma dilakukan dengan cara pemberian obat kemoterapi secara pembelahan aktif dari sel (fase pembelahan),lama dari satu siklus sel
sistemik,oleh karena sifat dasar dari metastase sel karsinoma yang terjadi secara (doubling time),dan jumlah sel yang mati. Variasi dari ketiga faktor
sistemik. diatas,mempengaruhi varisi waktu pertumbuhan tumor. Pertumbuhan tumor
menunjukan karakteristik dari kurva pertumbuhan Gompertzian, dimana
2. Pertumbuhan Sel Tumor doubling time dipengaruhi oleh variasi dari ukuran tumor.Tumor tumbuh
a) Toksisitas Selektif lebih cepat pada volume tumor yang lebih kecil.Pada tumor yang semakin
Tidak ada perbedaan secara khusus yang dapat dilihat pada sifat biokimia besar,pertumbuhan melambat oleh karena proses yang kompleks yang
dari sel karsinoma dengan sel-sel normal yang mengalami proliferasi secara dipengaruhi oleh kematian sel,aliran darah ke tumor serta suplay dari
cepat, misalnya pada epitel gastrointestinal,sumsum tulang belakang,dan oksigen.Kemoterapi dikembangkan dengan memperhatikan tidak adanya
kulit.Oleh karena itu efek kemoterapi baik pada karsinoma maupun sel resistensi silang,pendekatan induksi dan intensifikasi,dan regimen kemoterapi
jaringan normal sama-sama akan menerima efek terapeutik maupun adjuvant.
toksisitas.Meskipun terdapat sedikit perbedaan pada enzim di level seluler
antara sel-sel karsinoma dan sel normal,efek toksisitas hanya sedikit
berbeda,yang dapat diperkecil lagi dengan cara mempertimbangkan
3. Siklus Sel Gambar 1. mengambarkan skematik siklus sel. Dari fase G0 sel dengan stimulus
Pertumbuhan tumor biasanya mempunyai keseimbangan khas yang positif yaitu yang adekuat sel dapat kembali ke fase G1.sel postmitotik tidak dapat kembali ke
dibuat sel-sel lebih banyak dari pada sel-sel yang rusak. Tetapi,kecepatan fase G1. Fase G1 berubah menjadi fase S,dalam fase ini sel mensintesis DNA
pertumbuhan ini biasanya lebih rendah dari pada jaringan fetal normal dan untuk melipatkan dua kali material genetic sebagai persiapan untuk pembelahan.
jaringan yang dalam keadaan regenerasi. Sebelum sel membelah diri (fase-M) terdapat fase G2,dalam hal ini inti berisi
Waktu yang dibutuhkan suatu tumor untuk melipatkan volumenya,bergantung DNA dua kali lipat. Waktu minimum siklus sel,diukur pada sel dalam kultur
kepada tipe tumor dan keadaannya, dapat bervareasi dari berminggu-minggu jaringan, kira-kira 16 jam. In vivo waktu ini untuk epitel usus adalah 12
sampai bertahun-tahun.Tambahan volume ini bergantung kepada waktu yang jam,untuk epidermis 21 hari dan untuk hepar 160 hari.Lama fase S dan G2
berlangsung antara dua pembelahan sel,pertumbuhan (persentase sel-sel yang umumnya konstan. Variabilitas yang besar, juga untuk sel-sel tumor, terdapat
tumbuh aktif),dan jumlah sel yang mati dalam periode tertentu.Waktu yang dalam fase G0 dan fase G1. Terdapat sel-sel yang bertahun-tahun atau selamanya
berlalu antara dua pembelahan sel adalah penting.Waktu siklus sel sendiri berada dalam fase G0, yaitu sel yang telah berdiferensiasi dengan satu fungsi
biasanya konstan. spesifik.Terdapat sensitivitas yang sangat berbeda dari sel terhadap pengaruh
eksogen, seperti sinar ionisasi dan sitostatika, dalam berbagai fase siklus sel.
Fase S, sel mempunyai kenaikan kadar DNA (antara kuantitas diploid dan
tetraploid) maka dengan mengukur banyaknya DNA didalam inti dapat
ditentukan banyaknya sel dalam fase S dari siklus sel. Ini merupakan suatu
ukuran untuk aktivitas pembelahan sel di dalam tumor. Di dalam jaringan sel
fase S dapat divisualisasikan oleh DNA yang dilabel. Untuk itu digunakan 3H-
thymidine atau bromodeoxyuridine.
Fraksi sel yang berproliferasi dapat juga ditunjukan dengan bantuan teknik
imunohistokimia. Untuk itu digunakan antigen yang hanya berekspresi di dalam
inti sel yang membelah. Yang terkenal adalah terutama antigen Ki -67 yang
sekarang dengan antibody monoclonal(MIB-I) juga dapat dicetak dengan
paraffin) dan PCNA ( proliferating cell nuclear antigen)suatu protein penolong
dari polimerasi DNA. Kemampuan untuk menentukan fraksi pertumbuhan di
dalam tumor adalah penting karena ini mempunyai arti prosnotik; tumor dengan
fraksi fase S yang tinggi(membelah diri dengan sangat aktif) biasanya
mempunyai prognosis yang lebih jelek dari pada tumor dengan fraksi fase S
yang rendah. (Carlin,1994;Roediger 1999;Smets,1999;Wagman 2003)

B. Kematian Sel dan Kemoterapi


Terapi kanker dengan sitostatika berdasar atas eliminasi (pembunuhan) sel sel
tumor dengan sesedikit mungkin efek yang merugikan terhadap jaringan
normal.Dari penelitian suatu dosis tertentu dari kemoterapi membunuh sel-sel
tumor dalam suatu fraksi yang konstan.Suatu grafik yang menggambarkan
logaritma jumlah sel yang masih hidup terhadap jumlah tindakan (=intensitas
tindakan) akan memberikan hubungan linier dosis efek pada gambar 2 diperikan
kurva ketahanan hidup,disamping itu gambar ini memuat data kuantitatif lain
yang diperlukan untuk pengertian prinsip-prinsip terpenting dari terapi
sitostatika.Suatu tumor yang beratnya 1 kg mengandung kira-kira 1012 sel dan
terjadi paling sedikit 40 duplikasi sel asal yang berubah menjadi maligna.Batas
bawah deteksi klinis (dengan palpasi,pemeriksaan rotgen dan lain sebagainya)
berada pada kira-kira 109 sel,ini berarti satu tumor seberat kira-kira 1 gram.Garis
A,B,dan C menggambarkan 3 tumor pada diagnosis berbeda besarnya dan
dengan sensitivitas intrinsik yang berbeda-beda terhadap bentuk terapi yang d. Toleransi
dipilih,sensitivitas tergambar dalam kemiringan kurva dosis efek. Batas Toleransi untuk terapi (balok vertikal yang bergaris-garis dalam gambar 2)
tergantung pada banyak faktor dan berbeda untuk tiap obat. Pada penderita muda
dengan kemampuan penyembuhan besar batas ini lebih tinggi.Mereka dapat
diterapi dengan lebih intensif,yang meningkatkan keberhasilan relatif kemoterapi
pada penderita kanker muda.Peningkatan batas toleransi dengan perawatan yang
baik,penanggulangan infeksi,makanan yang disesuaikan dan tindakan suportif
seperti tranfusi darah dan sebagainya dapat membantu keberhasillan kemoterapi.

e. Terapi Adjuvan
Insensitivitas relatif tidak harus menutup kemoterapi sebagai bagian dari
penanganan.Sesudah pengambilan dengan pembedahan tumor yang
makroskopik,kemoterapi adjuvan dapat memperbaiki prognosisnya dengan
mengeliminasi sisa tumor yang tampak dan penyebaran mikroskopik.situasi ini
digambarkan oleh garis C pada gambar 2.

Dari gambar 2 diatas jelas bahwa suatu jalur yang penting dari terapi, yaitu reduksi
sel dari 109 sampai dengan <1, yang sering kali tidak dikuatkan dengan
pengamatan/follow up yang nyata baik klinis maupun penunjang,sehingga sering
Gambaran skematis dari gambar 2 dapat menjelaskan pengertian-pengertian kali terjadi kekambuhan yang tidak diketahui lebih awal .
onkologik penting sebagai berikut : (Smets,1999;Moertel,1994;Ray,2003)
a. Remisi Komplit dan Penyembuhan
Tercapainya remisi komplit,artinnya reduksi sel sampai < 109 Jadi hilangnya
tumor yang kelihatan (deteksi klinis),belum berarti sama sekali bahwa penderita C. Terminologi pada pemberian Kemoterapi
telah sembuh, 1. Induksi
Misalnya tumor A setelah terapi kemoterapi memberikan efek paling sedikit Kemoterapi dosis tinggi,biasanya merupakan suatu kombinasi obat,yang
meniadakan 10 duplikasi terakhir. diberikan dengan maksud untuk memacu timbulnya remisi total pada saat
diberikan regimen terapi,terminology ini biasanya digunakan pada karsinoma
b. Kemungkinan Penyembuhan hematologi tetapi sering juga diterapkan pada tumor-tumor solid.
Penyembuhan dengan kemoterapi sebenarnya adalah suatu pernyataan
statistik.Pada skala logaritmik kurva efek dosis tidak pernah tercapai 0 (sisa sel 2. Konsolidasi
tumor 0=100% kemungkinan penyembuhan) tetapi dikatakan dengan sukses Pengulangan pemberian regimen induksi pada pasien yang mendapatkan remisi
apabila dapat mereduksi jumlah sel tumor sampai 10-1,misalnya untuk tumor A total dengan maksud meningkatkan angka kesembuhan
sesudah 6 tidakan pemberian kemoterapi,berarti kemungkinan residif 10% dan
bahwa penderita dengan kepastian 90% tersembuhkan. 3. Intensifikasi
Kemoterapi yang diberikan setelah adanya remisi komplet dengan pemberian
c. Sensitivitas intrinsik dosis tinggi regimen yang sama dengan induksi atau obat lain dengan dosis
Faktor terpenting untuk terapi yang berhasil dengan kemoterapi adalah tinggi dengan maksud meningkatkan angka kesembuhan dan lama remisi
sensitivitas intrinsik,yang dinyatakan dengan derajat kemiringan kurva efek-
dosis.Hal ini dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa malignitas yang 4. Maintenance
sensitif terapi mempunyai banyak sel,dapat disembuhkan dengan Pemberian kemoterapi dengan waktu yang lama,dosis rendah,bisa tunggal
kemoterapi,sedangkan tumor dengan jumlah sel yang sedikit tidak sensitif ataupun kombinasi kemoterapi pada pasien yang sudah mengalami remisi
dengan kemoterapi oleh karena adanya sensitivitas intrinsik dari masing masing komplet,dengan maksud menghambat pertumbuhan ulang dari sel-sel tumor.
tumor.
5. Adjuvant E. Pembagian dan Mekanisme Kerja Sitostatika
Pemberian kemoterapi dosis tinggi dalam waktu singkat,biasanya merupakan
kombinasi regimen kemoterapi yang diberikan pada pasien yang tidak ditemukan
adanya residu sel tumor setelah operasi ataupun adioterapi,yang diberikan
dengan maksud untuk mematikan residu sel tumor.

6. Neoadjuvant
Adjuvant kemoterapi yang diberikan pada periode preoperatif ataupun
perioperatif.

7. Paliatif
Kemoterapi yang diberikan untuk mengkontrol keluhan dan kualitas hidup
pasien diamana tindakan kuratif tidak bisa dilakukan lagi.

8. Salvage
Kemoterapi yang mempunyai potensial kuratif,dosis tinggi dan biasanya
kombinasi,regimen ini diberikan pada pasien yang gagal atau kambuh etelah
diberikan regimen curative kemoterapi yang lain.

D. Prinsip Kombinasi Kemoterapi


Kombinasi kemoterapi diberikan dengan memperhatikan tiga hal peting yang
tidak bisa didapatkan efek terapinya dengan satu macam obat kemoterapi, yaitu
a. Dapat memberikan kemampuan membunuh sel kanker yang
maksimal,dengan toksisitas yang masih dapat ditoleransi dari obat yang
digunakan
b. Dapat memberikan efek dengan cakupan yang luas untuk populasi tumor
yang heterogen
c. Dapat mencegah atau menghambat terjadinya resistensi terhadap obat lainnya

Pemilihan regimen untuk kombinasi,harus memenuhi prinsip-prinsip dibawah ini


 Obat diketahui aktif pada pemberian tanpa kombinasi (regimen
tunggal),terutama yang dapat memberikan efek remisi komplet
 Obat dengan mekanisme aksi yang berbeda sebaiknya dikombinasikan a. Antimetabolit
dengan maksud untuk dapat memberikan efek terapi tambahan pada tumor Antimetabolit yang terkenal adalah Sitosin Arabinosid,5-Fluorourasil dan
 Obat dengan ambang batas toksisitas yang berbeda sebaiknya Metrotreksat. Mereka merupakan satu golongan senyawa alamiah atau sintetik
dikombinasikan untuk dapat memberikan efek terapi yang maksimal yang berhubungan erat dengan unsur bangun asam-asam nukleat. Dengan itu
 Obat diberikan pada dosis optimal dan waktu pemberian yang sesuai mereka dapat ikut serta dalam sistem transport dam proses metabolit sampai
 Obat diberikan pada interval waktu yang konsisten strukturnya yang berbeda memblokade proses lebih anjut. Antimetabolit 5-
 Obat dengan pola resistensi yang berbeda, diberikan untuk meminimalkan fluorourasil dalam strukturnya ada hubungan dengan urasil, yaitu unsur bangun
resistensi silang. (Ray,2003;Carlin,1994) RNA dan timin, unsur bangun DNA. 5-Fluorourasil bersifat menghambat
pertumbuhan dan mematikan sel karena sebagai basa yang salah dimasukkan ke
dalam RNA dan menghambat pembuatan unsur bangun untuk DNA. Efek
terakhir ini adalah yang terpenting untuk efek sitostatika.
b. Zat Pengakil F. Resistensi Kemoterapi
Zat pengakil meliputi sejumlah derivat nitrogen mustard (antara lain Resistensi obat-obat kemoterapi pada pengobatan Tumor menjadi penyebab
melfalan,klorambusil,siklofosfamid). Ikatan-ikatan yang kadang-kadang sangat utama kegagalan pengobatan kemoterapi pada pasien karsinoma. Perkembangan
kompleks mempunyai kesamaan, yaitu bahwa mereka mempunyai satu atau dua resistensi obat sebanding dengan jumlah sel tumor serta banyaknya mutasi yang
golongan alkil yang reaktif,ini dapat membuat ikatan basa DNA,terutama dengan telah terjadi pada sel tumor
guanin,dengan membentuk ”adduct”.Pembuatan cross-link,artinya
penghubungan dua rantai DNA dengan reaksi ganda,sangat penting untuk Prisip dasar resistensi pada kemoterapi yaitu :
sitotoksisitasnnya. Zat Pengakil diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia dan 1. Resistensi Sitotoksik
mekanisme ikatan dari masing masing kovalennya.Yang termasuk dalam zat Sel Tumor yang tetap berada pada fase G1 siklus sel, yang berarti sel tumor
pengakil yaitu : Nitrogen Mustards,Nitrousureas,Agen Platinum. tidak aktif melakukan mitosis, resisten terhadap pemberian kemoterapi. Hal
ini dinamakan ”cytotoksik drug resistence”Untuk mengatasi resistensi
c. Produk Produk Alamiah dilakukan pemberian kemoterapi secara intravena infus dengan cara
Sejumlah besar sitostatika mula-mula diisolasi dari bahan-bahan alamiah, yaitu pemberian kontinyu
tumbuh-tumbuhan, jamur, bakteria. Zat-zat ini dan derivatnya merupakan famili
yang bervareasi dari produksi alamiah. 2. Resistensi Kemoterapi secara Biomekanis
1. Antitumor antibiotik Beberapa mekanisme dibawah ini menghambat obat aktif kemoterapi
Bleomycin bekerja dengan melakukan intercalase DNA pada rangkaian bekerja secara baik pada target sel pada sel tumor,yaitu :
guanine-cytosine dan guanine-thymine,yang mengakibatkan spontan a. Kerusakan pada transport obat
oxidasi dan pembentukan oxigen radikal bebas yang mengakibatkan b. Kerusakan aktivasi obat
terputusnya rangkaian DNA c. Meningkatnya inaktivasi obat
2. Anthracyclines d. Perubahan pada repair DNA
Antibiotik antrasiklin merupakan produk dari Streptomyces percentus var e. Amplifikasi target sel pada gene
caesius. Mekanisme kerja dari obat ini adalah intercalasi antara pasangan- f. Meningkatnya ”competing biomechanical pathways”
pasangan basa DNA dan menghambat topoisomerases I dan II dari DNA. g. Perubahan struktur kimia pada sel target
Pembentukan Oksigen radikal bebas dari sisa metabolit Doxorubisin h. Meningkatnya subtansi pesaing
diperkirakan sebagai penyebab kardiotoksisitas.
3. Epipodophyllotoxins Untuk mengatasi phenomena ini,diberikan kombinasi obat yang bekerja
Etoposide adalah epipodophyllotoxin yang diekstrak dari akar podophyllum secara sinergis,sebagai contoh pemberian 5-FU yang dilanjutkan dengan
peltatum (mandrake). Obat ini bekerja dengan menghambat topoisomerase pemberian Leukovorin,dimana akan memberikan efek menurunkan
II dengan cara menstabilkan komplek DNA-Topomerase II yang akan resistensi obat kemoterapi secara biomekanis
menghambat sintesis DNA, dan siklus sel akan berhenti pada fase G1
4. Vinka alkaloids 3. Multiple Drug Resisten (MDR)
Vinka Alkaloids adalah derivat dari tanaman vinca rosea. Vinka alkaloid Ekspresi berlebihan dari gene MDR1 (multidrug resisten) merupakan
bekerja dengan mengikat tubulin yang terjadi pada saat fase S , yang mediator penyebab utama dari resistensi obat dan encodes 170 kd
berakibat pengeblokan polimerasi dari microtubulus. transmebrane p-glikoprotein. P-Glikoprotein adalah energi yang diperlukan
5. Taxanes dalam sistem pompa pada membran sel untuk memindah toksin dan
Taxanes bekerja dengan meningkatkan stabilitas dan kekuatan ikatan dari metabolisme dalam sel ke luar sel.Tinginya level dari MDR1 berhubungan
microtubular,yang akan memblokir siklus sel pada mitosis. dengan resistensi dari agen sitotoksik.Tumor yang mengekspresikan gene
6. Analog Camtothecin MDR1 memberikan respon yang rendah terhadap pengobatan kemoterapi.
Inorectan (CPT-11(Camtosar)) dan Topotecan(Hycamtin)termasuk dalam
golongan obat ini.Obat ini merupakan analog semisintetik dari
camptothescin alkaloid,yang merupakan derivat tumbuhan dari cina yaitu
pohon camptotheca acuminata,yang bekerja menghambat topoisomerase I
dan mencegah fase elongasi dari replikasi DNA
tertinggal atau tersisa,atau yang metas ke tempat lain setelah operasi ( Hepar)
KEMOTERAPI CA COLORECTAL yang sangat kecil dan sulit terdeteksi.
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
c. Neo-adjuvant (Curatif/Paliatif)
A. Pemberian Kemoterapi Karsinoma Kolorektal Neoadjuvant kemoterapi pada karsinoma kolorektal diberikan sebelum
1. Syarat Pemberian Kemoterapi operasi.Pemberian ini dimaksudkan untuk mengecilkan ukuran massa tumor
a. Diagnosis Telah Tegak sehingga ahli bedah dapat melakukan pengakatan tumor dengan komplikasi
Diagnosis Tumor secara Histologi serta Stadium dari tumor harus sudah seminimal mungkin.Pada pemberiaan kemoterapi bersamaan dengan
ditegakkan hal ini berguna untuk ,menentukan respon tumor terhadap radioterapi,akan memberikan hasil yang efektif.
pengobatan,menentukan tujuan pengobatan secara tepat (kuratif atau
paliatif) 3. Kontraindikasi Pemberian Kemoterapi
Pada beberapa jenis tumor,kemoterapi tidak dapat memberikan bukti/hasil untuk
b. Kondisi Pasien Yang Optimal sel tumor baik paliatif maupun kuratif,sehingga pemberian kemoterapi tidak
Status kesehatan pasien sangat penting untuk menentukan apakah pasien dianjurkan misalnya pada Ca Tyroid,Carsinoma Renal,Ca Cervical,Ca
dapat mengikuti seluruh program tahapan kemoterapi yang dievalusi Pancreas,Ca Bilier dan sebagainya, Kontraindikasi relaif bila tidak memenuhi
sesuai umur,pemeriksaan meliputi performance status,fungsi hepar,fungsi syarat pemberian diatas.
ginjal,fungsi jantung,fungsi paru,darah lengkap.
B. Protokol Pemberian Kemoterapi Karsinoma Colon
c. Adanya Penanda Tumor 5-Fluorouracyl (5FU).
Kecuali pada adjuvan kemoterapi yang standar diberikan,Pemberian Obat ini disintesa oleh Heidelberger pada 1957 dan digunakan sebagai terapi baku
kemoterapi harus didahului dengan adanya alat ukur yang objektif sejak 40 tahun yang lalu, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi. Pada
terhadap respon pemberian kemoterapi misalnya (ukuran menentukan awalnya 5-FU diberikan secara bolus i.v., namun bukti penelitian secara acak pada
penurunan besar tumor,level antigen tumor). penderita kanker usus besar stadium lanjut menunjukkan bahwa pemberian secara
infus kontinyu baik dengan atau tanpa leukovorin memberikan hasil yang lebih
d. Adanya Sarana penunjang superior dibanding pemberian secara bolus i.v. Hal ini disebabkan karena
Sarana laboratorium dan radiologi sangat penting untuk mengetahui respon konsentrasi plasma cepat turun dibawah nilai ambang sitotoksik akibat degradasi
dari pemberian kemoterapi juga menentukan efek samping yang yang berlangsung secara cepat. Keuntungan lain efek samping lebih rendah
terjadi,sehingga dapat dicegah morbiditas serta dapat dimaksimalkan efek dibanding iv bolus (penekanan fungsi sumsum tulang, diare, mukositis,
terapi kemoterapi sengan efek samping seminimal mungkin. erythrodysesthesia/hand-foot syndrome).
2. Indikasi Pemberian Kemoterapi
5-FU plus Leucovorin (Folinic Acid/FA)
a. Kemoterapi Primer (Paliatif) Leucovorin, juga suatu biomodulator untuk 5-FU. Penggunaan leucovorin
Kemoterpi primer pada karsinoma kolorektal diberikan pada karsinoma didasarkan dari hasil studi preklinik yang menunjukkan bahwa leucovorin
kolorektal stadium lanjut,atau yang sudah mengadakan metastase jauh pada meningkatkan kadar N5N10-methylenetetrahydrofolate, yang menyebabkan
organ tubuh yang lain.Pada keadaan ini operasi tidak dapat menghilangkan pembentukan komplek tersier yang stabil dari thymidylate synthase (TS), suatu
karsinoma,oleh karena itu tindakan yang paling tepat dalam melawan atau koenzim 5-FU (dalam bentuk 5-fluorodeoxyuridine), dan folat. Kombinasi 5-FU
membunuh sel kanker adalah dengan kemoterapi,diharapkan dapat dengan leucovorin menghasilkan angka respon yang lebih tinggi dibanding 5-FU
mengurangi ukuran dari massa tumor,mengurangi gejala simtomatik saja.
(misalnya nyeri) dan memperbaiki kwalitas dan harapan hidup.
Mayo ( 5-Fluorourasil/Leucovorin)
b. Adjuvant Kemoterapi (Curatif) Indikasi
Adjuvant kemoterapi pada karsinoma kolorektal diberikan setelah kanker  T3-4 N0M0 dengan resiko tinggi terjadinya Obstruksi atau perforasi
dilakukan operasi.Operasi kemungkinan tidak dapat mengangkat seluruh  T(semua)N1-2M0
kangker.Adjuvan kemoterapi juga akan membunuh sel-sel kanker yang  T(semua)N(semua)M1
Regimen Outcomes
 Leucovorin 20 mg/m2 iv bolus,bersamaan pemberian 5-FU hari 1-5  Memberikan respon perbaikan 30% angka ketahanan hidup 5 tahun
 5-FU 425 mg/m2 iv bolus diberikan hari 1-5  Memebrikan hasil yang lebih bermakna dibandingkan dengan pemberian 5-FU
- siklus diulang setiap 4 minggu,8 minggu kemudian diulang setiap 5 minggu secara bolus
- adjuvant kemoterapi diberikan 6 siklus
- Metastase,diberikan sampai terjadi penurunan dari progresivitas tumor atau Pemberian 5-FU dengan Infus yang kontinyu
adanya intoksikasi yang tidak dapat ditoleransi lagi Indikasi  T(semua)N(semua)M1
Regimen  5-FU 300 mg/m2 iv diberikan dengan infus scr kontinyu slama 24 jam
Hasil Outcomes
- Adjuvan - Memberikan respon perbaikan 20-30% angka ketahanan hidup 5 tahun
 30 % memberikan perbaikan angka ketahanan hidup - Memebrikan hasil yang lebih bermakna dibandingkan dengan pemberian 5-FU
 Rata-rata angka ketahanan hidup 5 tahun adalah 66% secara bolus
- Metastase
Memberikan respon lebih baik 20-30 % pada angka ketahanan hidup 5 tahun Capecitabine (Xeloda)
Capecitabine merupakan fluorinated pyrimidine oral yang digunakan pada kanker
Roswell Park (5-Fluorourasil/Leucovorin) usus besar stadium lanjut. Setelah diabsorbsi, obat ini diubah menjadi 5-FU melalui
Indikasi 3 tahap: pertama, di hepar, menjadi 5’-deoxy-5-fluorocytidine, selanjutnya menjadi
 T3-4 N0M0 dengan resiko tinggi terjadinya Obstruksi atau perforasi 5’-deoxy-5-fluorouridine oleh cystidine deaminase (dalam sel hepar dan sel tumor),
 T(semua)N1-2M0 dan terakhir menjadi 5-FU oleh thymidine phosphorilase. Enzym terakhir ini lebih
 T(semua)N(semua)M1 aktif di sel tumor. Asam folinat tidak digunakan dalam kombinasi dengan
capecitabine karena memerlukan penurunan dosis capecitabine tanpa peningkatan
Regimen efektifitas (Miwa et all 1998, Van Kutsem et all,2000).
 5-FU 600 mg/m2 iv
 Leucovorin 500mg/m2 diberikan dalam drip(infus) selama 2 jam setiap minggu Indikasi  T(semua)N(semua)M1
selama 6 minggu Regimen
 adjuvant kemoterapi diberikan 4 siklus Capecitabine 2500mg/m2/hari sediaan oral dibagi dalam 2 kali dosis pemberian
 Metastase,diberikan sampai terjadi penurunan dari progresivitas tumor atau selama 14 hari diulang setiap 3 minggu ( 2 minggu pengobatan dilanjutkan 1 minggu
adanya intoksikasi yang tidak dapat ditoleransi lagi massa istirahat)

Hasil Outcomes
- Adjuvan - Memberikan respon perbaikan 25-30% angka ketahanan hidup 5 tahun
 30 % memberikan perbaikan angka ketahanan hidup - Memebrikan hasil yang lebih bermakna dibandingkan dengan pemberian 5-FU
 Rata-rata angka ketahanan hidup 5 tahun adalah 66% secara bolus pada pengobatan paliatif pada kasus yang telah metastasis
- Metastase
Memberikan respon lebih baik 20-30 % pada angka ketahanan hidup 5 tahun Pemberian 5-FU Dosis Tinggi
Indikasi  T(semua)N(semua)M1
De Gramont (5-Fluorourasil/Leucovorin) Regimen
Indikasi  T(semua)N(semua)M1 - 5-FU 2600 mg/m2 iv diberikan dengan infus secara kontinyu selama 24 jam
Regimen - Pemberian diulang setiap minggu
 Leucovorin 200 mg/m2 iv diberikan drip (infus) selama 2 jam
 Dilanjutkan dengan pemberian 5-FU 400 mg/m2 iv bolus,dilanjutkan dengan 5- Outcomes
FU 600 mg/m2 iv diberikan dalam infus selama 22 jam diberikan 2 hari - Memberikan respon perbaikan 20-30% angka ketahanan hidup 5 tahun
berturut-turut - Tosisitas lebih rendah dibandingkan pemberian leucovorin dan 5-FU secara
 Siklus pemberian diulang setiap 2 minggu bersamaan
Irinotecan C. Protokol Pemberian Kemoterapi Karsinoma Rectum
Irinotecan merupakan suatu inhibitor topoisomerase I yang baru. Obat ini disintesa 5-Fluorourasil (Adjuvant)
dari Camphoteca acuminata, suatu pohon yang berasal dari China, bekerja dengan Indikasi
mengadakan interaksi topoisomerase-I. Sebagai pengobatan lini ke dua, irinotecan - T(semua)N1-2M0
bila dibanding dengan pengobatan suportif saja atau 5FU secara infus, menunjukkan - T3-4N0M0
perpanjangan hidup (9.2 bulan vs 6.5 bulan, p=0.0001), dan ( 10.8 bulan vs 8.5
bulan, p=0.035) . Irinotecan dapat diberikan dengan dosis 350 mg/m2 setiap 3 Regimen
minggu (bagi penderita usia lanjut atau dengan status performan 2: 300mg/m2), atau - 5-FU 500 mg/m2 iv bolus hari 1-5
125mg/m2 seminggu sekali sebanyak 4 kali diikuti periode istirahat selama 2 - 5 FU 225 mg/m2/hari diberikan dalam infus,diulang tiap 5 minggu
minggu. Pemberian irinotecan tunggal merupakan terapi lini ke 2 setelah gagal - 5-FU 450 mg/m2 iv bolus
dengan 5-FU .
Sebagai pengobatan lini pertama, irinotecan plus 5-FU/FA dibandingkan dengan 5- Outcomes  Respon 60% angka ketahanan hidup 5 tahun
FU/FA saja pada studi secara acak fase III menunjukkan hasil perpanjangan masa
penyakit menjadi progresif (8.5 bulan vs 6.5 bulan p=<0.001) , dan perpanjangan D. Chemoradiasi
hidup (17.4 bulan vs 14.1 bulan, p=<0.001) . Toksisitas irinotecan berupa diare dan Chemoradiasi secara uji klinis lebih memberikan hasil yang bermakna dibandingkan
sindroma kolinergik. Meskipun terdapat toksisitas namun kualitas hidup meningkat. radiasi saja atau operasi saja pada kasus karsinoma kolorekral. Radiasi diberikan
Indikasi  T(semua)N(semua)M1 dengan indikasi bila tumor bed yang terletak retroperitoneal dengan T3 Nodul
Regimen Positif karena dari penelitian sebelumnya ditulis recurensi lokal sebesar 30%,selain
- Pemberian setiap 1 minggu itu digunakan untuk mengatasi recurensi lokal pada karsinoma di rektum
Irinotecan 125 mg/m2/minggu iv diberikan selama 90 menit, selama 4 minggu
berturut-turut,istirahat 2 minggu,pemberian diulang pada minggu ke 6 Fluorourasil+Leukovorin + Radiasi
- Pemberian setiap 3 minggu  Radiasi diberikan 1,8 Gy diberikan dalam waktu 5 hari dalam seminggu (total
Irinotecan 350 mg/m2 iv diberikan selama 90 menit setiap 3 minggu( pada dosis pemberian 45-54 Gy selama 5-6 minggu)
penderita tua > 70 tahun,atau riwayat radiasi pada regio pelvis dan abdomen  Fluorourasil 400mg/m2 IV Bolus selama 2 jam setelah pemberian
diberikan dosis 300mg/m2 iv diberikan selama 90 menit) Radiasi,diberikan pada hari 1-4 pada minggu 1-5 pembrian radiasi
 Leukovorin 20 mg/m2 IV Bolus diberikan segera sebelum pemberian
Outcomes Fluorourasil
- Memberikan respon 15-30 % pada kasus yang sukar disembukan /tidak efektif
dengan pemberian 5-FU
- Respon 20-30% angka ketahanan hidup 5 tahun
E. Efek Samping Kemoterapi
Kemoterapi mempunyai mekanisme kemampuan yang cepat dalam membunuh atau
- Bermakna memberikan perubahan dalam kualitas hidup penderita
menghambat pembelahan sel kanker,yang juga mempunyai efek yang cepat pula
dalam pembelahan sel-sel yang sehat pada tubuh manusia seperti pembelahan yang
Irinotecan/Leucovorin/5-Fluorourasil cepat pada mukosa rongga mulut,mukosa pada traktus gastrointestinal,folikel
Indikasi  T(semua)N(semua)M1
rambut, Sumsum Tulang belakang. Efek samping kemoterapi ,yaitu :
Regimen
• Mual-mutah
- Irinotecan 125 mg/m2/minggu iv dibrikan 90 menit diikuti dengan pemberian
Efek samping mutah pada pemberian kemoterapi bervareasi tergantung jenis
Leucovorin 20 mg/m2 bolus dan 5-FU 500 mg/m2 bolus
kemoterapi,dosis,individu.Reseptor kemoterapi akan memacu daerah pada
- Diberikan kombinasi kemoterapi setiap minggu selama 4 minggu
Ventrikel empat,Cortek cerebri dan saluran cerna yang akan menimbulkan
- 2 minggu masa istirahat
rangsang mutah
- Siklus pemberian diulang setiap 6 minggu
Outcomes • Nafsu makan berkurang
- Memberikan respon perbaikan 30-50% angka ketahanan hidup 5 tahun • Rambut Rontok
- Memebrikan hasil yang lebih bermakna dibandingkan dengan pemberian • Sariawan
Inorectan,5-FU,Leukoverin sebagai agen tunggal atau tanpa kombinasi dengan • Rash pada tangan dan kaki
kemoterapi lain.
• Diare f. CT Scan Thorak
Diare isotonik pada pemberian kemoterapi terjadi oleh karena terjadinya Dilakukan setiap 6 bulan,4sikluis bila telah dilakukan reseksi paru
penggudulan/semakin tipisnya mukosa usus
g. Colonoskopi diulang setiap tahun,dilanjutkan setiap 3 tahun bila :
Efek samping kemoterapi pada sumsunm Tulang Belakang meliputi meningkatnya • Tidak ada polip multiple yang sinkronous
resiko infeksi (Lekopeni),Perdarahan pada luka ringan (Trombositopeni),Kelemahan • Pasien ditemukan polip baru selama pengamatan
yang berhubungan dengan anemia.
Efek samping kemoterapi biasanya akan hilang bila kemoterapi dihentikan

F. Pengamatan Pasien Paska Operasi/Pengobatan Kemoterapi pada


Karsinoma Kolorectal
a. Pemeriksaan Fisik,meliputi colok dubur,pemeriksaan darah samar pada feses
yang dilakukan setiap 3 bulan selama 2 tahun,kemudian dilanjutkan setiap 6
bulan selama 5 tahun
b. Colon In loop setiap 3 bulan selama 2 tahun,kemudian dilanjutkan setiap 6 bulan
selama 6 tahun
c. Pemeriksaan CEA
CEA berkorelasi dengan volume tumor dengan respon terapi antitumor dan
berhubungan dengan sisa tumor setelah dilakukan reseksi.CEA akan menurun
menjadi normal dalam 4-8 minggu setelah reseksi kuratif.Dua puluh sampai 30
% kekambuhan tidak disertai peningkatan CEA,sensitivitasnya dan spesifitasnya
untuk mendeteksi kekambuhan antara 70-80%.Monitoring CEA dapat
mendeteksi kekambuhan sekitar 6 bulan sebelum tanda dan gejala klinik
muncul.CEA yang meningkat perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan
kekambuhan,yang menjadi kontroversi apakah CEA diatas 5 ng/ml,atau
peningkatan setelah pemeriksaan 2x meningkat atau adanya kurva peningkatan
CEA sebagai dasar pemeriksaan Lanjut.Suatu uji acak terkontrol follow-up
dengan pemeriksaan intensif CEA dibanding konvensional menunjukan tidak
terdapat perbedaan tentang survival kedua kelompok. NCCN merekomendasikan
pemeriksaan CEA setiap 3 bulan untuk 2 tahun pertama dan setiap 6 bulan untuk
5 tahun berikutnya pada pasien dengan metastase terbatas yang potensial untuk
direseksi,misalnya potensial untuk reseksi hepar dan paru-paru.

d. Rotgen Thorak
• Setiap 12 bulan,5 siklus pada Dukes B2 atau C
• Setiap 6 bulan,10 siklus,bila dilakukan reseksi hepar atau adanya metastase
intra abdomen
• Setiap 3 bulan selama 20 siklus bila dilakukan reseksi paru oleh karena
adanya metastase ke paru

e. CT Scan Abdomen
• Setiap 6 bulan,4 siklus,dilanjutkan setiap tahun selama 3 tahun bila ada
reseksi hepar atau adanya metastase intraabdomen
• Setiap 6 bulan,4 siklus,dilajutkan setiap tahun selama 3 tahun bila telah (Roediger,1994;Smets,1999; Ellenhorn,2003)
dilakukan reseksi ca recti
 Sindroma Cronkhite Canada
PENYEBAB KANKER USUS BESAR Sindroma ini ditandai adanya polip pada sistem pencernaan yang lain,
hiperpigmentasi kulit, alopesia ( kebotakan ) dan kuku jari yang mengkerut. Jenis
tumor ini tidak diturunkan secara genetik dan gejalanya biasanya muncul pada
umur 60 an.
Tumor didalam istilah medis ( kedokteran ) diartikan benjolan dengan berbagai
penyebab misalnya infeksi, akibat trauma ataupun proses pertumbuhan sel/ jaringan  Sindroma Peutz – Jegher
yang abnormal. Tetapi didalam istilah awam tumor diartikan sebagai pertumbuhan Sindroma ini terdiri dari polip pada sistim pencernaan dan adanya bintik
sel / jaringan abnormal atau kaknker. Sedangkan didalam istilah medis tumor kehitaman pada kulit maupun lapisan lendir ( mukosa ). Gejala yang terjadi
sebagai proses pertumbuhan sel / jaringan abnormal disebut neoplasia ( neo= baru berupa muntah, perdarahan dan nyeri perut. Banyak kasus sindroma Peutz –
plasia= pembelahan. Untuk mempermudah sebaiknya kita sebut saja sebagai tumor, Jegher disertai kanker pada pankreas, payudara dan indung telur. Penyakit ini
yang digolongkan menjadi 2 yaitu tumor jinak dan tumor ganas ( kanker ) sering muncul pada umur 10 – 30 tahun dan diturunkan ( genetik )secara
Tumor jinak berarti suatu pertumbuhan jaringan abnormal ( benjolan ) yang tumbuh dominan.
setempat. Sel-selnya tidak menyebar sehingga tidak menimbulkan efek kesehatan
yang serius, kecuali bila benjolan cukup besar. Misalnya pada usus besar akan dapat  Polip Inflamasi
menimbulkan sumbatan usus. Sedangkan tumor ganas ( kanker ) adalah berjalan Inflamasi berarti radang, tipe ini dapat terjadi tunggal atau beberapa yang sering
yang tumbuh secara cepat dan sel-selnya menyebar selain ke jaringan sekitar juga disertai radang usus besar.
akan menyebar ke organ lain melalui pembuluh getah bening, pembuluh darah. Dan
sel-selnya bersifat ganas ( merusak ) sel atau organ lain sehingga menimbulkan efek  Polip Hiperplastik
kesehatan yang serius. Beberapa tumor jinak dapat berubah menjadi tumor ganas. Polip ini sering disebut juga polip metaplastik. Jenis ini merupakan polip yang
Tumor usus besar baik tumor jinak maupun tumor ganas akan menimbulkan dampak banyak pada usus besar. Polip hiperplastik termasuk tumor non neoplastik/ jinak,
yang mempengaruhi fungsi usus besar sebagai bagian dari alat pencernaan. tetapi sering didapatkan bersama pada pasien dengan kanker usus besar.
Penyebabnya dicurigai adalah akibat virus.
Tumor Jinak Usus Besar ( kolon )
Polip merupakan bentuk yang paling umum pada tumor jinak kolon. Polip  Polip Jinak Neoplastik
merupakan penonjolan bertangkai dari jaringan kolon yang menonjol kedalam  Polip Adenomatous
saluran kolon. Adenoma kolon berarti tumor jinak pada kelenjar usus besar. Kira – kira 1/3 –
Terdapat 2 tipe polip jinak yaitu non neoplastik dan neoolastik. 2/3 penduduk Amerika Serikat umur > 65 tahun menderita polip adenoma. Polip
 Polip Non neoplastik ini mempunyai 3 tipe yaitu ; tubular, tubulovillous dan adenoma tubular. Yang
 Hamartoma paling banyak adalah jenis tubular ( 75 % ). Sebagian besar polip adenoma
Merupakan pertumbuhan sel kolon berlebihan secara “ normal “ , artinya sel- mempunyai. Ukuran diameter < 1 cm. Dan hanya sebagian kecil ( 4 % )
selnya tidak mengalami perubahan sifat. Jenis ini tidak berpotensi menjadi berukuran > 2 cm. Polip jenis ini mempunyai permukaan rata dan halus
ganas ( kanker ).
 Polip Neoplastik Herediter
 Polip Juvenile Sesuai dengan namanya polip tersebut diturunkan secara autosomal dominan.
Polip ini terutama terjadi saat anak –anak, hanya kadang –kadang terdapat Polip adenoma herediter ( familial ) merupakan tumor yang mengenai hampir
pada orang dewasa. Diagnosa diketahui oleh karena sering adanya seluruh saluran pencernaan tidak hanya usus besar. Gejala klinis pertama kali
perdarahan, prolaps dan gejala adanya nyeri perut akibat terputusnya polip dijelaskan oleh Corvisart, dan gambaran secara genetik ( keturunan ) dijelaskan
tersebut. Kadang –kadang dapat menimbulkan komplikasi invaginasi. Polip oleh Cripps. Penjelasan lebih lanjut yang bersifat autosom dominan tersebut
juvenile ini secara umum dihubungkan dengan faktor keturunan ( genetik ) ditemukan oleh Dukes dan Lockhart- Mummery. Letak gen yang membawa
yang bersifat autosom dominan. Oleh karena berhubungan dengan faktor kelainan tumor ini ialah pada lengan panjang kromosom nomor 5. Polip
keturunan, bebrapa anggota keluarganya kemungkinan juga menderita polip neoplastik herediter ini terjadi pada umur 20 tahunan, tetapi kadang-kadang
tersebut bahkan dapat dijumpai anggota keluarga yang menderita kanker terjadi pada umur lebih muda. Tumor jinak ini sangat penting oleh karena
lambung, usus dua belas jari ( usus halus ) atau kanker pankreas. berpotensi menjadi ganas ( kanker ) kasus menjadi ganas mencapai hampir 100 %,
artinya polip neoplastik herediter dapat berubah menjadi ganas apabila tidak
diterapi. Umur rata- rata saat didiagnosis menjadi kanker kurang lebih 40 tahun, Sedangkan pada sindroma Lynch II apabila kanker kolon disertai kanker pada
tetapi kadang- kadang didapatkan kasus tumor ini pada umur 10 tahunan. organ lain seperti ginjal, ureter, kandung kemih, usus halus, kandung empedu,
Manifestasi polip familial ini pertama kali dijelaskan oleh Gardner. Gejala- lambung, payudara, indung telur dan rahim. Pada pemetaan genetik kelainan
gejalanya berupa polip yang difus ( merata ) diseluruh usus besar disertai tumor ini terdapat pada kromosom nomor 2 pl5 – 16. Dan masih banyak lagi faktor-
pada organ bagian tubuh yang lain seperti tulang, kulit, lambung, pankreas dan faktor genetik pada kanker kolon yang didasarkan kelainan kromosom.
kelenjar gondok. Jenis lain dari tumor ini yang disebut sindroma Turcot
merupakan polip neoplastik herediter yang disertai tumor pada jaringan syaraf.
Sindroma ini merupakan variasi fenotip dari polip familial sindroma Gardner PENGOBATAN PADA KANKER USUS BESAR
tetapi diturunkan secara autosom resesif
Kanker usus besar (kolon dan rektum) menduduki urutan ke II dalam hal kematian
akibat penyakit kanker di Amerika (US) dengan 147.000 kasus baru setiap tahunnya.
Tumor Ganas Usus Besar ( Karsinoma kolon ) Diperkirakan pada tahun 2004 jumlah penderita yang meninggal mencapai 57.000
Epidemiologi orang. Angka kejadian global untuk kanker kolorektal sebesar 950.000 per tahun
Kasus karsinoma kolon meningkat dinegara industri dan peningkatan ini diduga dengan sekitar 50-60% telah mengadakan metastase Jadi, mereka ini merupakan
akibat pengaruh lingkungan ( pola makanan ) yang kaya lemak. Ditambah lagi kalau calon penderita yang akan mendapat terapi sistemik. Angka ketahanan hidup
secara genetik sudah terdapat kelainan tumor usus besar. penderita kanker usus besar bervariasi tergantung status penyakit. Penyakit dengan
stadium I mempunyai prognosis yang paling baik, dengan angka ketahanan hidup 5
Etiologi ( Penyebab ) tahun >80% . Penyakit dengan stadium II mempunyai angka ketahanan hidup 5
tahun yang bervariasi, 70% untuk T3N0M0, dan 30% untuk T4,N0,M0. Stadium III
• Faktor Diit ( makanan )
(Dukes C) mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 30-50%, sedangkan
Diantara faktor lingkungan, diit merupakan implikasi paling sering pada
stadium IV turun menjadi 8%.
pertumbuhan kasus kanker kolon. Diit tinggi serat yang banyak terdapat pada
Akhir-akhir ini angka ketahanan hidup lima tahun untuk kanker kolorektal stadium
sayuran dan buah-buahan merupakan kunci rendahnya kasus kanker kolon
I, II dan III makin meningkat. Hal ini disebabkan karena kemajuan yang sangat pesat
seperti yang terjadi pada penduduk asli Afrika. Hipotesis ( perkiraan ) ini
dalam penatalaksanaan yang meliputi pemeriksaan penyaring (skrining),
adalah bahwa dengan diit tinggi serat menyebabkan lewatnya feses dan
kemoprevensi, pengobatan paliatif, tindakan bedah dan kemoterapi ajuvan. Beberapa
pengosongan kolon menjadi lebih cepat. Hal seperti ini membuat kontak antara
studi klinik secara acak antara tahun 1980-1990 menunjukkan bahwa pengobatan
bahan yang bersifat karsinogen ( penyebab ) kanker dengan sel permukaan
dengan kombinasi obat yang berbasis 5-fluorouracyl (5-FU) lebih superior
kolon menjadi lebih kecil . Sebaliknya diit tinggi lemak menyebabkan angka
dibanding terapi suportif saja . Diantara obat yang berperan sebagai biomodulator
kasus usus besar meningkat seperti yang terjadi dinegara- negara industri. Pola
yang sering digunakan adalah leucovorin. Obat ini dapat meningkatkan angka
makanan yang tinggi lemak ini menyebabkan peningkatan asam empedu
respon obyektif dan angka ketahanan hidup . Usaha berikutnya untuk meningkatkan
ditambah sterol maupun bakteri pada feses yang bersifat sebagai karsinogen.
efektifitas 5-FU adalah pemberian secara infus, yang dianggap cara paling efektif
Disebutkan juga bahwa alkohol pun merupakan faktor yang dapat
dan kurang toksik. Namun, peningkatan efektifitas ini masih dianggap terlalu kecil.
meningkatkan kanker kolon, walaupun mekanismenya belaum diketahui secara
Dengan datangnya obat yang lebih baru seperti irinotecan dan oxaliplatin, maka
jelas.
efektifitas menjadi sangat meningkat, meskipun efek toksiknya juga meningkat.
Perkembangan paling baru (2003), adalah penggunaan antibodi (bevacixumab dan
• Faktor Genetik ( Keturunan )
cetuximab) sebagai terapi target molekul, yang makin meningkatkan efektifitas
Dengan kemajuan dibidang penelitian biomarker pengaruh genetik merupakan
terapai ajuvan kanker kolorektal.
salah satu faktor yang penting pada perkembangan kanker kolon. Pada kanker
Secara garis besar, pengobatan kanker usus besar terdiri atas pembedahan sebagai
usus besar polip adenoma seperti Hereditary. Non Polyposis Colorectal Cancer
terapi utama dan terapi tambahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesembuhan
( HNPCC ) merupakan bentuk agregasi kanker kolorektal yang diturunkan.
penderita. Tindakan pembedahan berupa reseksi usus, termasuk drainage kelenjar
Pada HNPCC lebih jelas didalam pemetaan genetik ( keturunan ) pada pasien
limfe yang terdekat. Pembedahan bersifat kuratif bila bisa mengangkat seluruh
kanker kolon. Pada silsilah keluarga nya umumnya ditemukan 3 atau lebih
bagian usus besar yang mengandung tumor, mesenterium terdekat yang
anggota keluarga yang menderita kanker kolorektal dengan salah satu
mengandung drainage kelenjar limfe, serta setiap organ ataupun jaringan yang
didiagnosis sebelum umur 50 tahun. Tumor ini diturunkan secara autosom
melekat pada tumor. Penilaian stadium penyakit merupakan faktor penting untuk
dominan seperti pada sindroma Lynch I ( kanker kolon sebelah kanan ).
menentukan pilihan terapi.
Penggolongan stadium kanker usus besar menurut AJCC (American Joint 5-FU plus Levam isol.
Committee on Cancer) / International Union Against Cancer (UICC): Levamisol, suatu obat cacing yang dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh secara
1. Stadium 0: tumor insitu (Tis), tumor masih terbatas dalam sel epitel atau pada nonspesifik, merupakan biomodulator. Pengobatan dengan kombinasi 5-FU plus
lamina propria, belum ada penyebaran ke kelenjar limfe (N0) maupun ke organ levamisol ini diberikan selama jangka waktu satu tahun.
jauh (M0).
2. Stadium I: invasi tumor sampai ke submukosa (T1) (Dukes A), atau ke
muskularis propria (T2), tetapi belum ada penyebaran ke kelenjar limfe (N0)
5-FU plus Leucovorin (Folinic Acid/ FA)
Leucovorin, juga suatu biomodulator untuk 5-FU. Penggunaan leucovorin
maupun metastasis jauh (M0). Pengobatan penderita dengan tumor stadium I
didasarkan dari hasil studi preklinik yang menunjukkan bahwa leucovorin
berupa pembedahan saja, tidak perlu pemberian pengobatan tambahan.
meningkatkan kadar N5N10-methylenetetrahydrofolate, yang menyebabkan
3. Stadium II: invasi tumor ke seluruh lapisan muskularis propria hingga ke
pembentukan komplek tersier yang stabil dari thymidylate synthase (TS), suatu
subserosa, atau ke jaringan perikolon atau perirektal tetapi bukan peritoneum
koenzim 5-FU (dalam bentuk 5-fluorodeoxyuridine), dan folat. Kombinasi 5-FU
(T3) (Dukes B); atau invasi langsung ke organ/struktur lain, dan/atau
dengan leucovorin menghasilkan angka respon yang lebih tinggi dibanding 5-FU
menyebabkan perforasi peritoneum visceralis (T4), namun belum ada metastase
saja. Leucovorin bisa diberikan dalam:
di kelenjar limfe (N0) maupun organ jauh (M0). Untuk stadium II Dukes B,
beberapa studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan angka ketahanan hidup • dosis rendah: 20 mg/m2, diikuti segera dengan 5-FU 425mg/m2, keduanya
bagi penderita yang mendapat terapi pembedahan plus kemoterapi dibanding diberikan secara injeksi i.v. cepat selama 5 hari berturut-turut, diulang setiap 4
dengan pembedahan saja. Namun bagi penderita stadium II yang mengalami minggu untuk selama 6 bulan (regimen Mayo Clinic).
perforasi atau gambaran patologi menunjukkan diferensiasi jelek • dosis tinggi: 200mg/m2, iv selama 2 jam, diikuti dengan 5-FU 400mg/m2, i.v.
(undifferentiated), secara individual harus dipertimbangkan kemungkinan untuk bolus dan 5-FU 600mg/m2, i.v. selama 22 jam, diberikan dalam 2 hari berturut-
mendapat kemoterapi, karena meskipun sekitar 75% penderita kanker usus besar turut. Siklus diulang setiap 2 minggu (regimen de Gramont).
dapat dilakukan pengangkatan seluruh tumor, namun hampir 50% penderita
meninggal karena metastasis. Hal ini disebabkan karena adanya residu tumor I rinotecan
yang tidak dapat terdeteksi pada saat dilakukan operasi (7). Irinotecan merupakan suatu inhibitor topoisomerase I yang baru. Obat ini disintesa
4. Stadium III: tumor dengan setiap T, metastasis ke 1-3 kelenjar limfe regional dari Camphoteca acuminata, suatu pohon yang berasal dari China, bekerja dengan
(N1) (Dukes C), atau metastasis ke ≥4 kelenjar limfe regional, tetapi belum ada mengadakan interaksi topoisomerase-I.
metastasis jauh. Terapi tambahan utamanya ditujukan untuk penyakit dengan Sebagai pengobatan lini ke dua, irinotecan bila dibanding dengan pengobatan
stadium III. suportif saja atau 5FU secara infus, menunjukkan perpanjangan hidup (9.2 bulan vs
5. Stadium IV: tumor dengan setiap T, setiap N, dan telah metastasis jauh (Dukes 6.5 bulan, p=0.0001)(8), dan ( 10.8 bulan vs 8.5 bulan, p=0.035) (9).
D). Irinotecan dapat diberikan dengan dosis 350 mg/m2 setiap 3 minggu (bagi penderita
usia lanjut atau dengan status performan 2: 300mg/m2), atau 125mg/m2 seminggu
sekali sebanyak 4 kali diikuti periode istirahat selama 2 minggu. Pemberian
Pengobatan Tambahan Kanker Kolon irinotecan tunggal merupakan terapi lini ke 2 setelah gagal dengan 5-FU (10).
Sebagai pengobatan lini pertama, irinotecan plus 5-FU/FA dibandingkan dengan 5-
5-Fluorouracyl (5FU). FU/FA saja pada studi secara acak fase III menunjukkan hasil perpanjangan masa
Obat ini disintesa oleh Heidelberger pada 1957 dan digunakan sebagai terapi baku penyakit menjadi progresif (8.5 bulan vs 6.5 bulan p=<0.001) (11), dan
sejak 40 tahun yang lalu, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi. Pada perpanjangan hidup (17.4 bulan vs 14.1 bulan, p=<0.001) (12). Toksisitas irinotecan
awalnya 5-FU diberikan secara bolus i.v., namun bukti penelitian secara acak pada berupa diare dan sindroma kolinergik. Meskipun terdapat toksisitas namun kualitas
penderita kanker usus besar stadium lanjut menunjukkan bahwa pemberian secara hidup meningkat.
infus kontinyu baik dengan atau tanpa leukovorin memberikan hasil yang lebih
superior dibanding pemberian secara bolus i.v. Hal ini disebabkan karena
konsentrasi plasma cepat turun dibawah nilai ambang sitotoksik akibat degradasi Capecitabine (X eloda)
yang berlangsung secara cepat. Keuntungan lain efek samping lebih rendah Capecitabine merupakan fluorinated pyrimidine oral yang digunakan pada kanker
dibanding iv bolus (penekanan fungsi sumsum tulang, diare, mukositis, usus besar stadium lanjut. Setelah diabsorbsi, obat ini diubah menjadi 5-FU melalui
erythrodysesthesia/hand-foot syndrome). 3 tahap: pertama, di hepar, menjadi 5’-deoxy-5-fluorocytidine, selanjutnya menjadi
5’-deoxy-5-fluorouridine oleh cystidine deaminase (dalam sel hepar dan sel tumor),
dan terakhir menjadi 5-FU oleh thymidine phosphorilase. ]
Enzym terakhir ini lebih aktif di sel tumor (13). Asam folinat tidak digunakan
dalam kombinasi dengan capecitabine karena memerlukan penurunan dosis
capecitabine tanpa peningkatan efektifitas (14).

Oxaliplatin
Oxaliplatin merupakan diaminocyclohexane platinum yang baru. Oxaliplatin lebih
dianjurkan untuk dikombinasi dengan 5FU/FA, karena pada studi preklinik telah
ditunjukkan adanya sinergi antara 5-FU dan oxaliplatin.
Sebagai terapi lini ke dua, kombinasi oxaloplatine /5FU/FA dalam regimen
FOLFOX4 menunjukkan peningkatan respon obyektif sebesar 9.9% maupun masa
bebas penyakit progresif sebesar 4.6 bulan, dibanding dengan oxaliplatin sebagai
terapi tunggal (1.3%, 1.6 bulan) atau LV5FU2 (0%, 2.7 bulan) (15).
Sebagai terapi lini pertama, de Gramont dkk meneliti regimen 5-FU bolus atau
secara infus, yang dimodulasi dengan FA (LV5FU2) secara sendiri atau kombinasi
dengan oxaliplatin (FOLFOX4). Dalam studi ini ditunjukkan bahwa terapi
kombinasi memberikan respon yang signifikan (50% vs 22%) serta perpanjangan
masa bebas penyakit progresif yang signifikan pula (16).

Terapi dengan target molekul


Terapi dengan target molekul saat ini sedang diteliti. Termasuk dalam kelompok ini
adalah:
1. Cetuximab (C225, Erbitux). Merupakan antibodi kombinasi human/mouse yang
ditargetkan pada reseptor pertumbuhan sel epitel (epithelial growth factor
receptor/EGFR).
2. Bevacixumab (Avastin) merupakan antibodi monoklonal yang berasal dari
manusia yang ditargetkan mengikat faktor pertumbuhan sel endotel pembuluh
darah (vascular endothelial growth factor/VEGF) (6).

TERAPI KANKER USUS BESAR PADA STADIUM LANJUT


Kanker usus besar sering mengalami kekambuhan. Lokasi kekambuhan biasanya
pada tempat anastomosis atau pada kelenjar limfe terdekat (para-aorta, para-cava).
Kekambuhan pada kelenjar limfe regional dan retroperitoneal memberi petunjuk
status penyakit yang sistemik dan mempunyai prognosis jelek. Metastasis pada hati
dan paru merupakan metastasis non nodal yang paling sering terjadi pada kanker
usus besar. Reseksi dari metastasis atau metastasektomi merupakan tindakan yang
sering dilakukan. Reseksi pada metastasis di hepar dapat memberi angka
kesembuhan sekitar 5-60% tergantung dari jumlah metastasis dan stadium
penyakit.
Pengobatan tambahan pada metastasis hepar setelah dilakukan reseksi sedang
diteliti. Pemberihan floxuridine intra arterial, menggunakan kateter yang
dimasukkan pada arteria hepatika, bergantian dengan pemberian 5-FU plus
leucovorin secara sistemik, akan meningkatkan ketahanan hidup serta menurunkan
kekambuhan di liver .
Sistem limfatika pada rectum mengikuti arah aliran ke kranial dan ke lateral. Ke
KARSINOMA REKTUM cranial meliputi peritoneum pelvis, mesokolon pelvis, dan glandula pada bifurcatio
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 sebelah kiri a. illiaca komunis mengikuti a. hemmorrhoidales superior. Ke lateral
berasal dari sekitar m. levator ani, glandula sacralis dan glandula illiaca interna,
basis vesica urinaria dan vesica seminalis (Thorex, 1962).
Karsinoma kolon dan rektum adalah keganasan yang paling sering terjadi pada lki-
laki dan wanita di Amerika Serkat dan menjadi penyebab kematian ke dua karena
kanker. Pada laki-laki menempati rangking di bawah karsinoma paru dan prostat. Patologi
Sedangkan pada wanita menempati ranking, dibawah karsinoma payudara. Secara umum keganasan kolonik digambarkan sebagai fungating, ulcerating
(Goldberg 1989). Ditahun 1989 America Cancer Society memperkirakan 151.000 atau stenosing 25% fungating (polypoid), 61% ulcerating, 7% stenozing dan 7%
kasus baru karsinoma kolorektal di Amerika Serkat adalah 1 dan 25 orang . lainya (Imbembo, 1991).
Karsinoma kolon dan rektum sering terjadi pada orang tua dengan kemungkinan Tumor ganas epithelieal dari daerah rectum dapat dibagi dalam 5 bentuk morfologi
yang sama antara laki-laki dan perempuan. Dari laporan 862 pasien, hanya 31 utama : adenokarsinoma, signet ring adenokarsinoma, scirrus tumor dan karsinoma
(3,6%) dibawah 41 tahun. Insidensi meningkat secara gradual dengan bertambahnya simplex. Adenokarsinoma adalah keganasan yang paling sering muncul
umur seperti keganasan lain . (Sugarbaker, 1982).
Terapi karsinoma rectum dengan tindakan reseksi meliputi 63,6%. Ini meningkat
dari 381 ke 685 dalam 20 tahun (WH Allum et al 1993). Terutama ada kenaikan Klasifikasi
jumlah tindakan reseksi anterior sejalan dengan penurunan jumlah tindakan reseksi Sistem staging untuk karsinoma rektum telah dilaporakan oleh Dukes pada tahun
abdominoperineal (APR). Lebih dari 50% pasien berumur diatas 80 tahun hanya 1932. Duke menyatakan 3 kategori :
menerima pengobatan lokal atau tidak menerima pengobatan sama sekali. A. Lesi hanya melibatkan dinding rectum.
Mortalitas operasi cenderung meningkat pada pendeita tua dan resiko tinggi, B. Lesi telah menembus jaringan peri rektum tanpa keterlibatan nodus.
terutama bila dengan gejala obstruksi intestinal. C. Metastase ke limfonodi regional.

Anatomi Oleh Kirklin sistem dukes dimodifikasi dengan menambahkan kategori B1 dan B2.
Rektum berarti lurus, walaupun pada manusia bentuknya tidak lurus. Rectum Aster dan Coller (1954) menambahkan C1 dan C2. Modifikasi Asler Coller dari
dimulai pada titik saat kolon tidak mempunyai mesenterium. Biasanya dimulai sistem Dukes digunakan sampai saat ini, dan stage D ditambahkan untuk pasien-
didepan vertebra sacralis III. Dapat dilihat dengan bersatunya taenia menjadi pasien dengan metastase jauh (Goldberg, 1989).
musculus longitudinalis tebal yang melapisi rektum. Perbedaan dengan kolon
adalah tidak bersacculasi, tidak bertaenia atau appendices epiploicae. Histologi Grading
Rectum dapat dibagi 3 bagian berdasar letak valve houston. Dua katup terletak dikiri Hampir semua karsinoma rektum adalah adenokarsinoma, dengan pemunculan
dan satu dikanan. Valve yang ditengah (kanan) yang paling menonjol dan terletak histoligo yang berbeda. Tahun 1925 Broders membagi gambaran mikroskopik dari
pada lekukan peritoneal. Jarak valve houston tengah ini 10-12 cm dari anal verge. karsinoma rectum dalam 4 grade untuk menunjukkan tingkat defferensiasi. Grimmel
Rectum mengikuti kelengkungan sacrum dan cocigea dan berakhir 2,5 cm (pada mencoba menggunakan grading ini untuk menentukan prognosis, Grimnnel
linea pectinea) didepan ujung cocigea dengan membelok kebawah dan kebelakang menyatakan lebih praktis menentukan grade karsinoma kolorektal dalam hubungan
masuk dalam kanalis anal. Rectum disuplai darah dari 3 arteri hemorrhoidales yaitu dengan tendensi invatif secara lokal, susunan glanduler, polaritas nukleus, dan
1. A. Hemoroidalis supperior merupakan lanjutan dari a. mesenteria interior. frekuensi dari mitosis. Saat ini sistem grading dipakai seluruh dunia.
2. A. Hemorrhoidalis media (2 buah) cabang dari a.illiaca internal. Sistem grading ini telah dimodifikasi sebagai : differensiasi baik (low grade),
3. A. Hemoroidalis inferior (2 buah) cabang dari a. Pudenda interna. differensiasi sedang (average grade) dan defferensiasi jelek (high grade).
Sebagai tambahan sekitar 10-15% dari karsinoma kolorektal memproduksi musin
Aliran vena bagian 1/3 bagian atas melalui v. hemorroidalis superior yang mengalir dan disebut musinosa karsinoma. Tipe ini lebih bertendensi invasif secara lokal dan
ke v.mesentarica inferior dan selanjutnya ke v. porta 1/3 bagian media mengalir ke jauh serta membawa prognosis yang jelek. Karsinoma Signet ring sel, karsinoma
v. hemorroidalis media ke v. illiaca interna. 1/3 bagian bawah melalui v. musinosa intra seluler yang jarang juga disebut mempunyai prognosis yang buruk
hemoroidalis inferior ke v. Pudenda interna selanjutnya ke v. illiaca interna. Oleh (Goldberg 1989).
sebab itu metastase primer mengalir ke luar melalui kapiler ke hepar pada 1/3 atas
rectum. Pada 2/3 bawah rectum mungkin metastase ke pulmo.
Diagnosis KARNOFSKY PERFORMANCE STATUS
Pada sebagian besar pasien karsinoma rectum gejala yang muncul adalah minimal, Penilaiaan kualitas hidup pasien setelah terapi pada karsinoma rektum digunakan skala
walaupun karsinoma dalm stadium lanjut. Saat tumor membesar dapat Karnofsky Performance Status.
bermanifestasi dengan hemathochezia, perubahan dari kebiasaan BAB atau
kaliber tinja, nyeri pelvic (tenemus) atau obstruksi dari usus besar. Tabel IV. Skala Karnofsky Performance Status
Penemuan-penemuan klinis ini hampir semuanya terlambat bersamaan dengan 100 Normal, tidak ada keluhan, tidak ada gejala atau tanda penyakit.
pertumbuhan tumor, sehingga membutuhkan usaha untuk deteksi dini dan 90 Memungkinkan untuk melakukan aktivitas normal, dengan gejala/tenda
penanganan dini(Kodner, 1985; Schrock, 1994). penyakit minimal.
Penanganan didni pada penderita dengan riwayat adenomatous polyp dan dilakukan 80 Terganggu bila melakukan aktivitas normal, gejala/ tanda penyakit tampak
fecal occult blood test. Fecal occult blood test dianjurkan setiap tahun dan jelas.
sigmoidescopy dianjurkan 5 tahun sekali setelah berumur 50 tahun. Fecal occult 70 Mampu merawat diri sendiri, tidak mampu melakukan aktifitas normal atau
blood test ketelitiannya mencapai 70-80% pada pasien karsinoma kolorektal kegiatan aktif.
(Lieberman, 1994; Steele 1994). 60 Membutuhkan bantuan keluarga, tetapi masih mungkin melakukan
Pemeriksaan pertama adlah rectal toucher dengan dijumpai masaa keras, kasar perawatan diri sendiri.
dengan bentukan permukaan tidak teratur. Kalau gagal penderita melakukan 50 Sebagian besar dilakukan dengan bantuan keluarga dan membutuhkan
manufer valsava untuk meraba letak tumor yang tinggi. Selanjutnya adalah perawatan penyakitnya.
anoskopi/proctoskopi, kemudian sigmoideskopi yang memepunyai sensitifitas 40 Tidak mampu melakukan apa-apa, membutuhkan perawatan dan bantuan
sampai dengan 50%. Langkah selanjutnya barium enema yang dapat menilai lesi keluarga secara khusus.
sampai dengan diameter 1 cm, terutama dengan double kontras. Sensitifitas 30 Betul-betul tidak mampu melakukan apa-apa, dibutuhkan perawatan rumah
pemeriksaan mencapai 80-90%. sakit walauppun tidak terancam kematian
Pemeriksaan laboratorium dengan memeriksa carcinoembrionic antigen (CEA),
yang secara normal tidak diproduksi pada orang dewasa. CEA diproduksi oleh 20 Membutuhkan perawatan rumah sakit. Sangat menderita dan memerlukan
karsinoma kolorektal, walaupun tidak spesifik (Goldberg, 1989; Liberman 1994). bantuan aktif.
10 Dalam proses kematian/ sekarat
0 Mati
Terapi
Prinsip terapi bila memungkinkan menyelamatkan m. spincter ani dan menghindari
kolostomi. Prosedur yang dianjurkan reseksi abdominoperineal dan rektum, reseksi Karnofsky performance status dapat dibagi menjadi 3 :
anterior atau eksisi lokal. Semua tergantung dari letak, mobilitas dan staging dari 80-100% : memungkinkan untuk melakukan aktivitas normal dan tidak
tumor (Goldberg 1989 ; Schrok 1994). membutuhkan perawatan khusus.
Terapi adjuvant berupa khemoterapi dan terapi radiasi dianjurkan pada pasien 50-70% : tidak memungkinkan untuk bekerja, bisa dirawat dirumah dan dapat
reseksi kuratif. Radiasi diberikan sebanyak 5000-5500 rad dalam 5-6 minggu dengan melakukan perawatan diri sendiri, membutuhkan sedikit bantuan keluarga.
area tembak (10x10 cm) Radiasi terapi memberikan peran yang penting pada pasien 0-40% : Tidak mungkin untuk merawat diri sendiri, membutuhkan perawatan
karsinomar rektum, seperti terlihat adanya kenaikan lokal kontrol sebanyak 13 % dirumah sakit dan penyakitnya berkembang dengan cepat.
pada radiasi dan khemoterapi pasca operasi (Farniok 1994).
Kemoterapi sebetulnya mempunyai manfaat yang terbatas untuk karsinoma
kolorektal stadium lanjut. Digunakan 5 FU sebagai single agent. Dosis 12 mg/kg
berat badan per hari, intravena. Selama 5 hari dan diulang tiap 6-8 minggu. Alasan
utama pemberiannya adalah telah terjadi penyebaran limfonodi pada duke C dan
penetrasi ke serosa pada duke B (Sugar baker 1982).
Khemoterapi termasuk : terapi adjuvant, menghambat rekurensi karsinoma pada
penderita tanpa gejala penyakit yang tampak setelah terapi inisial; pengobatan pada
stadium lanjut; terapi paliatif (Formann 1994).
PREPARASI KOLON Persiapan Kolon
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
Pada pembedahan kolorektal persiapan kolon yang mutlak harus dilakukan untuk
mencegah infeksi pasca bedah. Persiapan kolon meliputi : 1. mengosongkan lumen
dari feses, 2. mengurangi jumlah lumen didalam lumen dengan cairan antisepsis,
pemberian antibiotika yang tidak diserap, Pemberian anti biotika profilaksi secara
Pada pembedahan kolorektal sering dijumpai penyulit yang berupa infeksi pada luka sistimatik.Ketika usaha tersebut diatas dilakukan dalam suatu kesatuan karena
operasi : abses intraabdominal dan sepsis. Resiko terjadinya penyulit infeksi akibat masing-masing akan saling mengisi kekurangannya.
pencemaran isi kolon, berkisar antara 25-75% dari pembedahan kolorectal (Ibrahim
Ahmadsyah, 1991). Persiapan kolon prabedah merupakan usaha mencegah 1. Pengosongan lumen kolon dari feses
pencemaran terjadinya kontaminasi dan penyulit infeksi pada pembedahan Membersihkan kolon dari feses akan mencegah terjadinya kontaminasi oleh
kolorektal. Meskipun kolon dan rektum tidak mungkin secara mutlak dapat massa feses yang banyak mengandung kuman. Banyak cara yang dianjurkan
dilakukan sterilisasi, mengosongkan kolon dari feses dan dengan pemberian anti untuk dapat mengosongkan lumen kolon dengan baik mencakup pengaturan diet
biotik baik lokal maupun sistemik. Hal tersebut diatas hanya menguarangi jumlah dan pembersihan secara mekanis. Dianjurkan untuk pengosongan kolon dalam
kuman dalam lumen kolon dan rectum. Mengenai cara dan waktu melakukan kurun waktu 48-72 jam, periode yang terlalu lama dapat menyebabkan gangguan
persiapan kolon sebelum pembedahan banyak prosedur baku yang dianjurkan. keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi serta diet rendah sisa (bebas serat)
Pilihan cara apa yang dipakai didasarkan kondisi setempat dengan memperhatikan dalam 1-2 hari pra bedah dan makan cair satu hari pra bedah (Schrock, R,T,
keamanan dan kenyamanan dari pasien. 1988).
Fungsi utama kolon adalah untuk menyimpan sisa makanan yang nantinya harus Membersihkan kolon secara mekanis dapat dilakukan dengan enema atau irigasi
dikeluarkan, absorpsi air, elektrolit dan asam empedu. Absorsi air dan elektrolit total saluran cerna. Bahan yang dipakai untuk enema sebaiknya larutan garam
terutama dilakukan di kolon sebelah kanan yaitu di sekum dan kolon asenden. fisiologis agar tidak menggangu keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagai
Selain fungsi absorbsi, kolon juga melakukan sekresi dan ekresi. Sekresi kolon katartik dapat digunakan MgSO4 (garam inggris)atau preparat laksan lainnya.
berupa cairan kental mukus yang terdiri dari 98% air yang mengandung 85-53 Teknik pengososngan kolon “Whole Bowel Irrigation” oleh Crapp, (cit,
meQ/L baik berupa bikarbonat maupun amilase, maltosa invertase, peptidase dan Ibrahim Ahmadsyah, 1991) untuk pasien tanpa tanda-tanda obstruksi usus.
musin (Cohn, T,Jr 1986). Dalam lumen kolon dan rektum terdapat kuman dalam Dengan menggunakan pipa lambung dimasukkan cairan garam fisiologis 4-5
jumlah besar sekali, yang tidak dapat menembus membran mukosa normal. Bila L/jam selama 3-4 jam terus menerus sampai air yang keluar perrektal menjadi
membran mukosa rusak oleh penyakit, trauma atau bila lumen terbuka, bakteri dapat jernih. Tetapi cara ini menimbulkan rasa tidak enak bagi pasien, cara lain yang
menyerang jaringan di dekatnya dan menyebabkan infeksi dari ringan sampai berat diajukan ialah : “ Manitol Bowel Preparation” dengan cara memberi minum
tergantung dari jumlah kuman yang ada, resistensi jaringan dan keadaan umum larutan manitol yang bersifat menarik air dari dinding kolon, awalnya
pasien. Sebagian besar kuman yang terdapat dalam kolon tidak patogen, dan kuman memberikan hasil yang baik dalam membersihkan kolon. Tetapi kemudian
yang tetap bertahan ketika terjadi kontaminasi yang dapat menimbulkan infeksi diketahui cara ini mengakibatkan penurunan natrium dan kalium serta air
biasanya adalah ; E.coli, kuman aerob gram negatif dan bacteriodes fragilis sehingga merupakan resiko tinggi bagi usia lanjut.
kuman anaerob gram negatif.
Pembedahan pada kolon dan rektum mempunyai resiko terjadi infeksi pasca bedah 2. Mengurangi jumlah kuman dalam lumen kolon
akibat terjadinya; (Ibrahim ahmadsyah, 1991)  Pemakaiaan antisepsis.
1. Pencemaran oleh isi kolon selama pembedahan. Massa feases mengandung 10 Anti sepsis ideal harus memenuhi beberapa syarat, yaitu : (Jones 1976)
pangkat 10 bakteri gram/feses, bila dalam tindakan pembedahan terjadi bersepektrum luas, efek toksis yang rendah, tetap stabil dalam enzim
pencemaran feses maka akan terkontaminasi bakteri dalam jumlah yang cukup pencernaan, berkemampuan untuk mencegah perkembangan dan
banyak sehingga terjadi infeksi. pertumbuhan bakteri yang resisiten, bereaksi cepat, diserep dalam jumlah
2. Pencemaran isi kolon akibat kebocoran anastomosis. Persiapan yang tidak baik terbatas dan tetap aktif dalam diet prabedah, tidak mengiritasi usus,
akan menyebabkan pencemaran pada dinding tepi kolon yang akan dilakukan diperlukan dosis kecil dan larut dalam air, mencegah jamur tumbuh
anastomosis oleh kuman, yang akan menyebabkan terbentuknya abses kecil, berlebihan. Dalam penelitiannya membuktikan povidone iodine 10%
terbentuk trombosis pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi nekrosis pada yang diencerkan dengan larutan garam fisiologis menjadi 5 %.
tepi anastomosis lalu menyebabkan kebocoran. Kebocoran anastomosis akan
menyebabkan pencemaran rongga peritoneal sehingga terbentuk abses intra
abdominal atau peritonitis umum.
 Dengan antibiotika per oral Menurut Standart Amerika Serikat :
Usaha pengosongan kolon hanya dapat mengurangi jumlah kuman dalam 2 hari sebelum 1 hari sebelum Hari operasi
lumen kolon secara terbatas. Sehingga perlu disertai pemberian anti biotik Diet bebas serat Cair, bila perlu dengan Puasa
peroral yang tidak diserap, yang dapat lebih menurunkan jumlah bakteri Infus untuk penggantian
dalam feses. Tetapi pemberian anti biotik ini bukannya tidak beresiko, Mekanik lar. Sodium Lar. Sodium fosfat
karena pemberian dalam jangka lama dapat menyebabkan timbulnya fosfat 15 ml peroral jam 10 15 Ml peroral jam 10 pagi,
bakteri yang resisten atau jamur berakibat super infeksiintramural. pagi, lavemen sore hari lavemen sore hari
sampai rectum bersih
 Antibiotika sistemik profilaksis Antibiotik neomicin 1 gr Neomicin 1.5 gr atau
Pemberian antibiotik sistemik hanya untuk meningkatkan kansentrasi anti atau tetra siklin eritromisin tetra siklin / eritromisin
biotik dalam serum. Prinsip dasar pemberiannya adalah : (Watimena, 1987) base 250 mg pada jam 10, base 250 mg
pemberian disesuaikan dengan jenis kuman yang diharapkan akan 13,17 dan 21 pada jam 10,13,17 dan 21
mengontaminasi, dosis harus cukup tinggi, pemberian dalam jangka waktu
singkat, pemberian dihentiakan dalam waktu 24 jam, diberikan sesaat Theodore R. Schrock, MD, 1988 mengemukakan sebagai berikut :
sebelum operasi dan selama operasi supaya mencapai konsentrasi yang Selama dua hari pra bedah makan diet cair dan dilakukan pengosongan lumen kolon
cukup didalam serum dan jaringan ketika terjadi kontaminasi. dengan irigasi kolon, dan beberapa pasien delaksan dan enema dapat dipergunakan.
Pemberian antibiotika peroral neomisin dan eritromisin base masing-masing 1 gr,
Bila melihat hal-hal tersebut diatas persiapan kolon dilakukan dalam waktu singkat, diberikan pada jam 13, 12, dan 23 satu hari sebelum operasi. Untuk lebih efektif
ditambah penggunaan antibiotik peroral yang tidak diserap dan antibiotik sistemik ditambahkan metronidazole 3 x 200-750 mg sehari peroral selam dua hari sebelum
profilaksis, sehingga dapat menghindari resiko penyulit akibat persiapan kolon yang operasi.
tidak baik.
Menurut Edi Purwako, 1991, persiapan kolon yang dilakukan di RSUP DR Sedang menurut penelitian, Bruce G wolff, MD dkk, 1988 Mengemukakan “Lavage
SARDJITO tahun 1987-1989 sebagai berikut : Lama persiapan selama 2-3 hari, Regimen 1 Day Before Operation” sebagai berikut:
dengan diet rendah serat, dilakukan lavemen pagi sore, dan malam sebelum operasi Diet Norestriction, except liquid meal evening
dilakukan levemen dengan larutan garam fisiologis. Mechanical Oral administration of lavage solution from 1 pm to 6 pm ;
4-6 L until rektal effluent clear
antibiotics Neomicyn 2 gr; metronidazole 2 gr, orally at 7 pm and 11 pm
Ibrahim Ahmadsyah, 1991 menganjurkan sebagai berikut :
Pra bedah Diet Laksan Enema Antibiotik • Polythylene glycol, potassium chloride, sodium bicarbonat, and sodium sulfat,
hari ke (GOLTELY) Braintree Laboratories inc, Braintree, Mass.
II Makan lunak MgSO - Metronidazole 2 x 1gr
bebas serat 4 15gr suppo Sedang yang dilakukan di RSUP dr Sardjito pada persiapan kolon sekarang ini
I Makan cair MgSO Saline Metronidazole 1 gr sebagai berikut :
4 39gr suppo Lama persiapan kolon : 3 hari
0 Puasa - Saline Aminoglikosid/ Diet : bubur kecap selam persiapan
sefalosporin bersama Mekanis : Lavemen pagi dan sore
induksi anastesi Laksan : Dulcolaks 3 x 1 tab
Antibiotik : SG 3 x 1 gr Neomisin 3 x 500 mg
ANOREKTUM
-----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002

Anatomi
Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal dari entoderm.
Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitel pelapisnya,
vaskularisasinya, inervasi dan drainase limfatiknya. (Marijata, 2000).
Lumen rektum dilapisi mukosa glanduler usus sedang kanalis ani dilapisi epitel
squamosum stratifikatum lanjutan kulit luar. Jadi tidak ada mukosa anus. Daerah
batas antara rektum dan kanalis ani disebut Anorectal Junction ditandai oleh linea
pectinea / linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearah
rectum ada kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rectalis
yang berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis. Setinggi linea dentata ini ada
crypta analis dan muara muara analis.
Panjang kanalis ani kira kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal canal
mulai anal verge sampai ke linea dentata dan Surgical anal canal untuk
kepentingan klinis yang dimulai dari analverge sampai cincin anorektal yang
merupakan batas paling bawah dari otot puborectalis yang dapat diraba pada waktu
Vaskularisasi kanal anal berasal dari :
RT.
 A. Hemorrhoidalis superior  cabang a. mesenterika inferior
Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-otot
 A. Hemorrhoidalis media  cabang a. iliaca eksterna
pubococcygeus, ileococcygeus dan puborectalis. Otot-otot yang berfungsi mengatur
 A. Hemorrhoidalis inferior  cabang a. pudenda
mekanisme kontinensia adalah :
1. Pubo-rektal merupakan bagian dari otot levator ani
Aliran vena diatas anorektal junction melalui sistem porta sedang canalis ani
2. Sfingter ani eksternus (otot lurik)
langsung ke vena cava inferior.
3. Sfingter ani internus (otot polos)
 V. Hemorrhoid superior
Berasaldari plexus venosus hemorrhoidalis internus bermuara ke v.mesenteruca
Batas antara spincter ani eksternus & internus disebut garis Hilton. Muskulus yang inferior  v.porta
menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang memegang peranan terpenting dalam Vena ini tidak mempunyai valvula, sering untuk penyebaran kanker
mengatur mekanisme kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m. pubo-
rektal tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia.  V. Hemorrhoid inferior
Muskulus puborektalis yang merupakan bagian m. levator ani membentuk jerat yang Mengalirkan darah dari v.pudenda interna  v.iliaca interna  vena cava.
melingkari rektum sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum juga ditopang Sering menimbulkan gejala hemorrhoid.
oleh fascia pelvis parietalis (fascia Waldeyer), ligamentum laterale kanan dan kiri
yang ditembus oleh a/v hemorrhoidales media dan mesorektum. Ligamentum dan Aliran limfe dari rektum mengikuti vasa hemoroidales superior ke lnn mesenterika
mesorektum memfiksasi rectum ke permukaan anterior sacrum. inferior menuju lnn para aorta, sedang dari kanalis ani menuju ke lnn inguinalis
Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorektal, kemudian lnn illiaca ekterna dan lnn illiaci kommunis, sehingga bila ada
ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa
keganasan dan infeksi dapat menyebar sampai inguinal.
ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengan Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif terhadap rasa
sentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior diafragma urogenital sakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa sakit.
(ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus perineal, diafragma Rektum diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus mesenterika inferior dan
urogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina posterior. Ring anorektal n.presakralis (hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan saraf parasimpatis dari S2,3,4.
dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan bagian serabut m. levator ani
mengelilingi bagian bawah anus bersama m. spincter ani ekternus.
Pemeriksaan Anorektum ( Proktologi )
 Inspeksi & Palpasi Pengobatan
Dideteksi : Fissura ani, abses perianal, fistel perianal, hemorrhoid, prolaps  Medika mentosa  diet berserat, laxantia ringan
 Colok dubur / RT  Skleroterapi injeksi pada jaringan submukosa
 Anuskopi  Melihat kanalis ani dan bagian bawah rektum sejauh 10 cm  Ligasi dengan cincin karet
 Proktoskopi : 15 cm  Cryosurgery (bedah beku)
 Proktosigmoideskopi : melihat rektum, colon sigmoid  Intra Red Cauter / IRC  menjadi fibrosis
 Posisi pasien pada pemeriksaan Anorektum :  Hemorrhoidectomi
1. Knee chest (menungging)  Indikasi :
2. Lithotomi  Derajat III & IV
3. Sims (miring kekiri dengan paha ditekuk)  Perdarahan kronis dan anemia
 Hemorrhoid derajat IV dengan nyeri akut dan trombosis

 Metode :
 Langenback  tonjolan soliter
HEMORRHOID  Milligan Morgan  tonjolan 3 tempat utama ( 3,7, 11)
 Whiteheat  tonjolan sirkuler
Adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemorrhoidalis.
 Hemorrhoid Interna
Adalah varises pleksus hemorrhoidalis superior terletak diatas linea pectinea /
linea dentata ditutupi oleh mukosa. Letak benjolan : jam 3 (lateral kiri), jam 11
(kanan depan), jam 7 (kanan belakang ) kadang sirkuler Abses Anorektal
Ada 4 derajat :
I. Perdarahan saja Etiologi : Eschericia coli, Proteus vulgaris, Streptococcus, Staphylococcus,
II. Perdarahan & prolaps di luar anus saat defekasi, kembali spontan Bacteroides
III. Prolas bisa direposisi secara manual Lokasi :
IV. Prolaps tidak dapat direposisi 1. Abses Perianal  dibawah kulit anus
2. Abses Ischiorectal  fossa ischiorektal
3. Abses Retrorektal  posterior rektum
 Hemorrhoid Externa
4. Abses Submukosa  di atas kanalis ani
Adalah varises pleksus hemorrhoidalis inferior dibawah linea dentata ditutupi
5. Abses marginal  pada kanalis ani , dibawah lapisan anoderm
kulit.
6. Abses Pelvirektal  di atas m.levator ani dibawah peritoneum
7. Abses Intramuskular  diantara m.spincter ani ekternus & internus
Kinis
Diagnosis hemorrhoid ditegakkan bila ditemukan : Prinsip pengobatan : Insisi dan Drainase serta antibiotika
 Perdarahan rektal, prolaps, discomfort Abses setelah di drainase kemungkinan akan menjadi fistel sehingga perlu tindakan
 Discharge mukoid dari rektum Fistulotomi atau Fistulektomi.
 Anemia skunder
 Anuskopi

Gejala dan Tanda


 Perdarahan  Darah tidak bercampur feses (hematochesia)
 Nyeri  Pada hemorrhoid externa yang alami trombosis
 Benjolan  bila hemorrhoid membesar keluar waktu defekasi
3. Infeksi pelvis
FISTULA ANOREKTAL Infeksi daerah pelvis menyebabkan abses supralevator kronis, yang meluas ke
kaudal melalui spatium intermuskularis ke perineum menjadi suatu fistula
intersfingterik atau dapat menembus m. levator ani menjadi abses ischiorectal
yang kemudian menjadi fistula ekstrasfingterik..
Fistula in ano atau sering disebut sebagai fistula perianal atau fistula ani,
merupakan penyakit yang bersifat kronis-residif. Penyakit ini sering merupakan 4. Trauma perineal
tahap lanjut dari proses pernanahan di daerah perianal atau daerah sekitar anorektal. Fistel perianal bisa merupakan suatu komplikasi dari cedera daerah perianal oleh
Abses anorektal yang khas mulai sebagai suatu infeksi dalam kriptus-kriptus anus karena trauma tumpul atau trauma tajam.
yang kemudian menyebar dalam jaringan. Proses pernanahan bisa berasal dari
infeksi kelenjar anus atau infeksi lanjutan dari daerah sebelah atas, misalnya 5. Penyakit-penyakit anus
penyakit Crohn, kolitis ulserativa dan lain sebagainya. Melihat namanya dari a. Fissura ani, Hemorroid
penyakit ini, yaitu “ fistula in ano “ berarti ada fistula yang menghubungkan dua Fisura ani dapat mengalami komplikasi menjadi fistel superfisial yang
lubang. Baik fistulanya sendiri maupun kedua lobang yang dihubungkannya, pendek dari dasar fisura sampai pada papilla anal, biasanya fistel terletak
mempunyai gambaran satu peradangan menahun, yakni dengan adanya jaringan pada jam 6 dan merupakan 7 % kausa dari fistel perianal . Hemoroid yang
granulasi. Untuk penyembuhannya, maka fistula beserta ke-dua lobangnya harus mengalami komplikasi infeksi dapat berkembang menjadi fistel perianal.
dilakukan eksisi, dengan perkataan lain harus dilakukan tindakan bedah untuk eksisi
tersebut. Oleh karena itu, penyakit ini tidak bisa dilakukan pengobatan tanpa b. Operasi daerah anus
tindakan bedah. Luka operasi yang mengalami infeksi kronis misalnya pasca tindakan pada
Angka kejadian fistula para anal pada laki-laki dan perempuan tidak terlalu berbeda, hemoroid dapat berkembang menjadi fistel.
tetapi ada yang mengatakan perbandingannya 4,6:1 untuk laki-laki
c. Peradangan usus
Definisi  Tuberkulosis
Fistula adalah hubungan yang abnormal antara suatu saluran dengan saluran lain, Penyakit ini dapat menimbulkan fistula perianal, dimana baksil tuberkel
atau antara suatu saluran dengan dunia luar melalui kulit. Fistula perianal merupakan di dalam sputum dan masuk jaringan perianal melalui eksoriasi dari
suatu saluran berongga yang berisi jaringan granulasi. Fistula ini mempunyai muara kanal anal yang terkontaminasi melalui kontak dengan jari penderita
( primer atau interna ) di dalam kanalis ani dan satu atau dua muara ( sekunder atau yang mengandung baksil tuberkel.
eksterna ) dalam kulit perianal.
Fistula adalah saluran dilapisi epitel / jaringan granulasi yang menghubungkan  Penyakit Crohn’s
2 ruangan. Beda sinus hanya memiliki 1 lubang keluar. Sebagian besar fistula Marson dan Lockhart-Mummery tahun 1959, telah menunjukkan
anorektal berasal dari Crypta ani pada anorectal junction. karakteristik histologi dari penyakit ini dengan follikel giant-cel yang
tampak dalam jaringan granulasi dari abses anal sekunder dan fistula.
Etiologi Lebih dari 50% penderita penyakit crohn,s ditunjukkan adanya fistula
1. Teori kelenjar anus perianal.
Jika glandula analis terinfeksi maka terbentuk abses pada daerah intersfingterik,
kemudian abses pecah dan membentuk fistula kearah perineal. Penyebab fistel 6. Abses anorektal
biasanya infeksi piogenik (non spesifik), tetapi dapat juga infeksi yang spesifik. Merupakan infeksi yang terlokalisasi dengan penumpukan nanah pada daerah
Gordon (1994) 90 % pasien fistel perianal berhubungan dengan abses pada anorektal. Abses perianal biasanya nyata, tampak sebagai pembengkakan yang
daerah intersfingkter yang disebabkan karena infeksi glandula anal . berwarna merah, nyeri, panas dan akhirnya berfluktuasi. Penderita demam dan
tidak dapat duduk di sisi pantat yang sakit.
2. Kongenital
Fistel perianal pada neonataus pernah dilaporkan oleh Duhamel (1975) dan
Fitzgerald et al (1985) , pada beberapa kasus dijumpai bahwa saluran fistel
dilapisi oleh epitel kolumner dan transsisional ini menunjukkan adanya kelainan
pertumbuhan dan kelainan bawaan.
Patogenesis  Keighley menggolongkan berdasarakan :
Patogenesis abses fistula anorektal adalah melibatkan infeksi yang timbul di epitel
kriptoglandular yang melapisi saluran anus. Sfingter internal diduga berperan Horizontal Track
sebagai barier terhadap infeksi yang berjalan dari sisi lumen ke jaringan perirektal Goodsall tahun 1900, mengatakan bahwa
dalam. Barier ini dapat dirusak oleh kripta Morgagni, yang dapat menembus melalui saluran yang terletak di sebelah ventral dari
sfingter internal ke dalam ruang intersfingterik . Infeksi dapat meluas ke ruang garis horisontal yang melewati titik tengah
superior, inferior, atau lateral. Hal ini akan mengakibatkan infeksi di ruang anus pada posisi lithotomi, maka akan di
intersfingterik atau ruang isciorektalis, atau perluasan sampai ke ruang supralevator. drainase langsung ke daerah linea dentata.
Abses juga dapat tetap di dalam ruang intersfingterik. Sedangkan saluran yang terletak di sebelah
dorsal dari garis horisontal akan didrainase
dengan membentuk suatu alur yang
Klasifikasi
melengkung ke garis tengah posterior kanalis
Ada 2 macam klasifikasi untuk menentukan jenis fistula ani. Masing-masing
anal.
klasifikasi merupakan klasifikasi berdasarkan anatomis yang berusaha
Rumus ini tidak selalu memberikan gambaran
menunjukkan arah atau letak fistula pada daerah anorektal..
demikian. Dapat terjadi bahwa satu fistula ani
dengan lubang luar di daerah posterior
 Menurut Milligan-Morgan ( 1934 ) mempunyai fistel lurus ke arah liang anus.
 Tipe subkutan / Submuskuler
Sebaliknya fistula ani anterior dapat
Saluran fistula berada antara kulit & m.spincter ani di bawah kulit anus.
mempunyai saluran fistel melengkung ke
Saluran bisa buntu ke arah daerah perianal dengan lobang keluarnya di linea
arah liang anus baik hanya satu sisi atau dua
pektinea atau merupakan fistula lengkap dengan lobang dalam di linea
sisi menyerupai ladam kuda (Horse shoe
pektinea dan lobang luar di kulit daerah perianal.
Type).
Hubungan lubang masuk dan lubang keluar dijelaskan Hukum SALMON
 Tipe anal rendah ( fistula in ano rendah )
GOODSALL :
Saluran fistel pada tipe ini tidak melewati tingkat garis/linea pektinea dan
1. Buat garis imajiner transversal melalui pertengahan anus
kalau ada lobang dalam maka lobang dalam ini tidak akan melewati linea
2. Lubang fistel keluarnya didepan (anterior) garis imajiner, lubang masuk pada
pektinea.
anorektum tepat berhadapan langsung (bentuk lurus)
3. Lubang fistel keluarnya dibelakang (posterior) garis imajiner, lubang masuk
 Tipe anal tinggi ( fistula in ano tinggi )
selalu di linea mediana belakang (jam 6 )
Saluran fistel melewati tingkat linea pektinea tetapi tidak melewati tingkat
4. Perkecualian bila ada lubang didepan dan belakang bersama-sama, biasanya
cincin ano-rektal. Bila ada lobang dalam, maka lobang dalam ini berada
merupakan perpanjangan
diantara linea pektinea dan cincin ano-rektal.
Vertikal Track
 Tipe ano-rektal Saluran vertikal dengan mudah diklasifikasikan menjadi intersfingterik jika saluran
Saluran fistel pada tipe ini melewati tingkat cincin ano-rektal. Bila ada
tersebut terletak antara sfingter ani internum dan eksternum atau transfingterik jika
lobang dalam, maka lobang dalamnya berada di atas cincin ano-rektal.
saluran tersebut menyilang sfingter ani ekternum pada jalan antara anus dan
perineum. Fistula tipe suprasfingterik adalah fistula intersfingterik dimulai dari
 Tipe submukosa atau tipe intermuskuler tinggi
lapisan intersfingterik meluas ke atas menuju supralevator menembus diafragma
Saluran fistel berada di antara otot sirkuler dan otot longitudinal dan lobang
levator masuk kedalam fossa ischiorectalis selanjutnya keluar perineum. Sedangkan
masuk berada pada linea pektinea dan lobang keluar berada pada atau di
fistula ekstrasfingterik adalah fistula yang biasanya berhubungan dengan fistula tinggi
atas cincin ano-rektal.
dimana saluran akan masuk ke rektum di luar cincin anorektal.
Menurut Milligan-Morgan, 60-70 % fistula in ano merupakan fistula in ano
rendah.
Parks dkk (1976) mengklasifikasikan fistula ani menurut letak dan jalannya saluran 2. Fistula Transfingterik
fistel menjadi : Disini saluran berjalan dari anus ke perineum melewati sfingter ani eksterna
1. Fistula Intersfingterik 1. Sederhana, Fistula yang belum ada komplikasi, jenisnya tidak homogen.
Letaknya diantara sfingter interna dan sfingter ekterna, terbagi menjadi beberapa Saluran masuk kedalam kanalis anal pada level yang tinggi atau rendah,
macam : menembus serabut bawah sfingter ekterna dengan internal opening pada
a. Sederhana, internal opening pada valvula analis melewati sfingter interna linea dentata, masuk kedalam fossa ischiorectalis dan keluar ke daerah
menuju glandula yang terinfeksi, turun kebawah kedaerah intersfingterik perianal. (h-j)
berakhir ke perianal 2. Saluran tanpa perianal opening dengan abses rekurensi alur bagian distal
b. Sederhana dengan abses dan eksternal opening tertutup, bila drainase pada tertutup, sehingga terjadi abses ischiorectal berulang (k)
eksternal opening tidak adequat , akan tertutup terjadi rekurensi abses 3. Saluran tinggi tertutup, keadaan ini sering terjadi dan membahayakan alur
perianal sekunder, biasanya akibat tindakan kuretase abses ischiorektal (l)
c. Saluran tertutup tinggi, dimana alur sekunder meluas keatas pada bidang 4. Saluran tinggi tertutup dengan abses supralevator, keadaan ini juga
intersfingterik menuju pararektal, tetapi tidak masuk ke rektum dan tidak membahayakan jika fistula primer dan sekunder tidak teridentifikasi
membentuk abses. dengan jelas. (m)
d. Saluran tinggi dan memasuki rektum
e. Saluran tinggi dengan abses supralevator, saluran sekunder naik keatas dan
membentuk abses supralevator
f. Saluran tinggi dengan abses supralevator tanpa perineal opening, saluran
dari line dentata masuk ke daerah intersfingterik naik keatas membentuk
abses supralevator
g. Saluran tinggi masuk rektum tanpa perianal opening

3. Fistula Suprasfingterik
Fistula di atas m.sfingter ani ekternus dan menembus m.levator ani
1. Sederhana,
Sebagian besar disebabkan oleh abses supralevator dengan komplikasi
membentuk fistula intersfingterik menembus m.levator ani ke fossa
ischiorectalis dan didrainase keperineum.
Saluran fistula berawal dari daerah intersfingterik dan melengkung
melewati puborektalis dan sfingter ekterna (n)
2. Fistula dengan penyebaran ke suprasfingterik dengan abses. (o)
4. Fistula Ekstrasfingterik  Pemeriksaan :
Sebagian besar akibat iatrogenik, keadaan ini jarang dijumpai. Dapat disebabkan  Inspeksi :
abses didaerah pelvis akibat infeksi rektum atau organ ginekologi yang Tampak lubang keluar fistel yang basah dan bau. Tampak muara eksternal,
menembus diafragma pelvis dan discharge keluar kedaerah perineum. (p-q) kebanyakan lubang tunggal kadang disertai keluarnya discharge. Bentuk
muara eksternal yang irreguler kemungkinan sebagai proses tuberkulose,
sedang bentuk indurasi disertai warna indolen kemungkinan penyakit
Chron’s. Muara eksternal merupakan papula yang menonjol dan berwarna
kemerah-merahan.

 Palpasi
Teraba saluran seperti benang keras, dengan bidigital diketahui arah
fistel, teraba indurasi lubang sesui hukum Salmon Goodsall .Pemeriksaan
colok dubur sangat penting untuk menentukan abses di daerah
intersfingterik, supralevator, dan letak indurasi yang merupakan muara
internal.

 Sondase :
Masukan dari lubang kulit sampai lubang anorektum Membantu mencari
muara internal. Pemeriksaan ini dapat menimbulkan fistula palsu bila tidak
hati-hati dan kadang-kadang dapat merusak jalannya fistula yang sebenarnya.
Sondase tidak boleh dilakukan bila penderita kesakitan

Thomson 1962 , mengklasifikasikan berdasarkan letak muara primer :  Anuskopi / Proktoskopi  melihat lubang dalam anus atau rektum
a. Letak Tinggi, dimana muara primer terletak di atas ring anorektal 5% Pemeriksaan ini diperlukan untuk melihat letak internal opening, melihat
b. Letak rendah , dimana muara primer terletak dibawah ring anorektal 90% track rektum-internal spingter high anal dan melihat mukosa rektum apakah
ada inflamasi atau kelainan lain yang kadang memerlukan tindakan biopsi .
Anestesi umum diperlukan bila dirasakan sakit dengan pemeriksaan ini .
Identifikasi fistula
Klinis : Untuk mengetahui fistula dapat dilakukan dengan cara:
 Anamnesa : - Irigasi salin. Dengan angiokateter dimasukan lewat eksternal opening
 Keluar discharge dari lubang sekitar anus, terus menerus atau intermiten dan disemprot salin sehingga tampak cairan keluar dari internal opening
berupa pus atau cairan keruh ke anal kanal.
 Ada riwayat abses berulang, perlu juga ditanyakan riwayat operasi - Methylen blue . Methylen blue disemprotkan lewat eksternal opening
sebelumnya maupun riwayat infeksi pada organ daerah panggul atau maka tampak cairan biru keluar lewat internal opening .
abdomen bawah . - Sondase (probe). Menggunakan sondase dari eksternal opening dengan
 Pada fistula karena Keganasan atau Crohn’s Disease disertai perubahan jari telunjuk dalam anal kanal maka dapat ditentukan letak internal
bowel habit, faeses berdarah dan lendir, nyeri perut dan berat badan turun opening .
Pada dasarnya kondisi ini tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi bila terbentuk
abses maka akan terasa nyeri dan akan berkurang bila abses pecah. Keluhan Radiologis
yang tersering adalah bengkak dan nyeri (bila muara ekternal tertutup) dan  Fistulografi
keluar discharge. Dilakukan dengan memakai kontras, untuk mendeteksi perluasan dari
fistula perianal dan adanya muara internal. Pemeriksaan ini dilakukan
pada penderita yang tidak ditemukan muara internalnya atau penderita
yang menjalani operasi fistula perianal pertama tidak berhasil. 4,11
Kelemahan pemeriksaan ini karena tidak dilakukan anestesi sehingga Terapi
masih ada tahanan dari m. sfingter, akibatnya aliran kontras berhenti Tujuan utama terapi adalah menghilangkan tempat yang terinfeksi dengan
dan biasanya terjadi kesalahan diagnosis. Kesalahan ini baru diketahui mempertahankan fungsi anorektal. Terapi untuk fistula ani hanyalah dengan
saat operasi dimana pasien dalam stadium anestesi dimasukkan metilen pembedahan. Dasar tindakan pembedahan adalah membuang / menghilangkan
blue ke lubang luar, saat itu akan diketahui fistelnya sempurna saluran fistel beserta lobang penghubungnya tanpa menimbulkan inkontinensia.
Prinsip-prinsip tindakan pada fistel perianal
 Foto thoraks a. Lubang masuk anorektum harus ditemukan dan dieksisi
Sebaiknya dilakukan untuk mengetahui penyebabnya. Untuk b. Saluran harus diidentifikasi semuanya
mendeteksi adanya faktor predisposisi akibat tuberkulosis. c. Setelah saluran dibuka tidak boleh ditutup harus tetap terbuka
d. Penyembuhan luka dari dalam ke luar
 Intra anal Ultrasonografi
Ini merupakan cara diagnosis baru yang menjanjikan untuk dapat Pengelolaan fistula perianal tergantung dari jenisnya :
mengidentifikasi saluran fistel . Dengan menggunakan transducer 1. Fistula Intersfingterik
dengan gelombang 7 – 10 MHz intra anal . Dengan bantuan injeksi Park dkk menyarankan melakukan eksisi sebagian besar sfingter interna dan
hydrogen peroksida pada lubang luar dapat membantu mengetahui arah membebaskan jaringan intersfingterik untuk mengangkat seluruh kelenjar yang
dan letak saluran . Dengan bantuan alat ini memberikan akurasi 50 % potensial terinfeksi.
lebih baik daripada RT saja a. Fistula sederhana dengan saluran rendah, eksisi fistula dan m.sfingter ani
internus dipotong sebagian, selanjutnya luka operasi dirawat secara
Differensial Diagnosis terbuka
 Sinus Pilonidal  arah saluran ke sacrococcygeal b. Fistula dengan saluran tinggi tertutup, dilakukan pemotongan m.sfingter
Sinus pilonidalis sakrokoksigeal pada hakekatnya tidak berhubungan dengan interna sampai batas tertinggi dari alur tersebut.
anorektum. Kelainan ini disebabkan oleh rambut di garis tengah di bagian atas c. Saluran tinggi dan memasuki rektum, eksplorasi daerah intersfingterik,
lipatan gluteal terutama pada pria yang berambut banyak. Oleh gesekan, rambut sehingga saluran nampak jelas, fistula dieksisi dan dibiarkan terbuka
masuk kulit. Kelainan ini biasanya asimptomatik sampai mengalami infeksi d. Saluran tinggi tanpa perineal opening, dilakukan eksisi bagian bawah
akut. Radang menunjukkan gambaran infeksi akut sampai menjadi abses dan serabut m.sfingter ani interna sesuai letak predisposisi kekambuhan
terbentuk fistel setelah abses pecah. Fistel tidak akan sembuh karena sarang e. Saluran tinggi dengan abses supralevator, abses didrainase ke internal
rambut di dalamnya merupakan “ benda asing “. opening pada kripte Morgagni, selanjutnya dilakukan sfingterotomi interna
dan drainase ke ampula rekti
 Hidradenitis supurativa f. Fistula yang disebabkan infeksi pada pelvis, dilakukan kuretase jika perlu
Merupakan radang kelenjar keringat apokrin yang biasanya membentuk fistel dipasang drain, dimana infeksinya harus diatasi terlebih dahulu.
multipel subkutan yang kadang ditemukan di perineum dan perianal. Penyakit
ini biasanya ditemukan di ketiak dan umumnya tidak meluas ke struktur yang 2. Fistula Transfingterik
lebih dalam. Saluran dieksisi dan luka dibiarkan terbuka. Dengan menggunakan seton dan
dibiarkan dalam jangka waktu tertentu sampai terjadi fibrosis, sebelum
 Morbus Crohn dilakukan pemotongan bagian inferior dari m.sfingter ani internus.
Merupakan penyakit radang kronis yang menbentuk granulasi. Pada awal
penyakit ditemukan edema dinding usus disertai limfagiektasis. Pada stadium 3. Fistula Suprasfingterik
lanjut mungkin terjadi obstruksi parsial yang dapat mengalami penyulit berupa Bila tanpa abses, dilakukan eksisi saluran dan sebagian m.sfingter ani interna,
perforasi di dalam massa radang yang mengakibatkan fistel intern antar kelok saluran yang terl;etak dilateral sfingter ekterna didiseksi dan fistel yang dekat
usus, maupun ekstern yang paling sering terjadi di perianal. dengan levator ani dikonversikan pada daerah intersfingterik. Bila dengan
abses tindakannya sama tetapi abses didrainase ke dalam rektum
 Koloperineal fistel  dengan fistulografi, kontras naik sampai kolon sigmoid
 Urethroperineal fistel  akibat instrumen kateter atau businasi 4. Fistula Ekstrasfingterik
Bila disebabkan oleh infeksi anorektal biasanya dilakukan kolostomi, kemudian
jaringan kelenjar yang terinfeksi dieksisi.
Beberapa teknik pembedahan pada fistula ani yaitu : 3. Penggunaan Seton
1. Fistulotomi Diterapkan pada fistula ani tinggi komplit (mempunyai lubang dalam ). Saluran
Identifikasi muara eksternal dan internal dengan sonde, kemudian saluran fistel sebelah luar m.sfingter eksterna dilakukan laying open disertai kerokan,
diinsisi dengan pisau atau elektrokauter. Selanjutnya saluran dibuka dari lubang sedangkan bagian medial (intrasfingter ) dipasang benang katun menembus
asalnya sampai ke lubang kulit, dasar fistel dikerok dengan kuretase dikirim lubang dalam (Seton). Pemasangan seton dimaksudkan untuk drainase pus,
untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas, dibersihkan dari jaringan granulasi, identifikasi alur dan memotong sfingter serta merangsang terbentuknya jaringan
tepi luka dieksisi luas sampai lubang dalam kanal anal. Luka dibiarkan terbuka fibrotik di sekeliling saluran fistel
(tidak boleh dijahit), sehingga penyembuhan dimulai dari dalam / Pada hari ke-6 atau lebih, seton dilepaskan atau digunakan sebagai Guide untuk
persekundam intentionem. Luka ditutup dengan kasa. Luka biasanya akan memotong sfingter dan kemudian mengerok saluran fiste / fistulotomi. Jaringan
sembuh dalam waktu agak lama fibrotik diharapkan akan memegang sfingter pada tempatnya dengan demikian
diharapkan tidak akan tidak terjadi inkontinensia. Pada fistula anal tinggi
pembedahan tidak bisa hanya dengan laying open karena banyak memotong
m.puborektalis.
Penggunaan Seton mempunyai keuntungan :
a. Nyeri akibat jaringan iskemik dan nekrotik dapat disesuaikan oleh penderita
dengan cara dikendorkan atau dikencangkan
b. Merupakan metode satu tahap.

2. Fistulektomi
Sebelum melakukan tindakan ini anatomi fistel harus dketahui dan tidak
dianjurkan penggunaan sonde untuk mencegah salah rute akibat sondase. Pada
fistulektomi saluran fistel dieksisi seluruhnya, luka yang terjadi kemudian
ditutup lapis demi lapis. 6

4. Mucosal advancement flap


Eksisi seluruh saluran fistel disertai penutupan lubang dalam menggunakan
rectal mucosal advancement flap dikemukakan oleh Elting (1912) dengan
melakukan eksisi saluran fistel, tidak banyak muskulus sfingter eksterna yang
dipotong diharapkan mengurangi gangguan inkontinensia. Juga lubang dalam
ditutup (untuk fistula komplit) mengurangi kemungkinan rekurensi.

5. Fibrin glue
Perkembangan terakhir dalam bidang bioteknologi ditemukan beberapa tissue
adhesive material, seperti fibrin glue yang mulai dipakai pada terapi fistel
perianal dengan angka keberhasilan 60 % dalam 1 tahun follow up. Masih
diperlukan pengamatan dalam jangka lama untuk pemakaian fibrin glue ini pada
terapi fistel perianal
Pembedahan yang baik tanpa diikuti perawatan pasca bedah yang baik dapat
menimbulkan kekambuhan. Prinsipnya penyembuhan luka harus dari dalam menuju
kearah luar. Oleh karena itu perawatan luka ditujukan pada luka sebelah dalam.
Luka bagian dalam harus diusahakan bebas dari kumpulan nanah atau serum.
Kontrol yang teratur pada minggu awal sangat penting untuk penyembuhan luka.
Yang paling penting adalah memastikan penyembuhan dari dalam.dengan
pemeriksaan rektal.

KOMPLIKASI
Hasil terapi dapat dilnilai dari lama perawatan, lama penyembuhan luka, nyeri pada
bekas luka operasi, rekurensi dan gangguan kontinensi pada daerah anorektal
Komplikasi penanganan fistula perianal adalah :

• Inkontinensia
Suatau keadaan diamana material dari anus keluar tanpa disadari oleh
penderitanya, akibat kerusakan sfingter ani eksternal (Elliot et al, 1987) .
Kejadian inkontinensia berkisar 3 – 7 % pada tindakan fistulotomi.

• Rekurensi
Angka rekurensi pada umumnya kurang dari 8,6 % pada fistulektomi lebih
rendah dari pada dengan tindakan fistulotomi, dan lebih rendah lagi untuk
tindakan dengan pemakaian seton .
Rekurensi terjadi apabila pada saat tindakan ( Ahmadsyah, 2003) :
o Lubang di dalam tidak dibuang
o Saluran kolateral masih tersisa
o Operasi tidak adekuat karena takut inkontinentia
o Pasca perawatan bedah tidak adekuat

.
Philip Thorek menyebutkan bahwa prolaps rekti kemungkinan akibat hilangnya
PROLAP REKTI fiksasi rektum dan cavum douglasi yang dalam.
Michel Keyghley mengajukan bebarapa teori terjadinya rektal prolaps yaitu:
Beberapa teknik pembedahan untuk prolaps rekti banyak dikenal, tetapi jenis operasi a. Invaginasi.
secara optimal masih dalam perdebatan. Terdapat tiga jalur pendekatan operasi Teori ini berdasarkan pada pemeriksaan radiologi dimana pasien diminta untuk
prolap rekti yakni: abdominal, perineal dan transsakral. mengeluarkan barium yang dimasukkan ke dalam rektumnya. Panjang dinding
Pendekatan abominal meliputi anterior reseksi dan Ripstein prosedur. Pendekatan depan dan belakang rektum yang prolaps adalah sama panjang.
perineal dikenal metode Delorme, Altemeier dan Tiers prosedur. Dedangkan
transsakral yakni prosedur pendekatan melalui insisi posterior para sacral. Masing – b. Sliding Hernia
masing pendekatan mempunyai keuntungan dan kerugian. Pendekatan abdominal Teori ini menyebutkan bahwa rektal prolaps merupakan suatu sliding hernia,
memerlukan kondisi prabedah yang optimal dengan rekurensi yang lebih rendah. dimana rektum prolaps melalui dasar pelvis yang lemah akibat dari panjangnya
Biasa dilakukan pada penderita yang lebih muda. Pendekatan perineal dilakukan atau dalamnya refleksi peritoneal yang mobil.
untuk penderita yang lebih tua, kondisi kurang kurang optimal, dengan rekurensi c. Defisiensi dasar pelvis
yang lebih tinggi. Sedangkan pendekatan transsakral mempunyai rekurensi yang Sebagian besar pasien terutama usia tua dengan komplet rektal prolaps
lebih kecil dibandingkan abdominal, baik untuk pasien yang lebih tua. mempunyai kelemahan dasar pelvis. Pendapat ini menyebutkan bahwa
defisiensi levator ani merupakan abnormalitas primer pada rektal prolaps.
Anatomi dan fisiologi Walaupun ada beberapa pasien rektal prolaps dengan dasar pelvis yang normal.
Rektum dengan mesorektumnya terletak berdempetan dengan lengkung sacrum,
sedang rektosigmoid junction terletak pada promontorium yang bergerak turun 2-3 Diagnosis
cm dengan manuver Valsava (Zinger Michel J, 1997). Rektum tetap berada di Pasien biasanya memberikan riwayat pengeluaran kotoran yang tidak tuntas disertai
pelvis oleh karena disokong atau digantung oleh muskulus levator ani yang terdiri prolaps rektum dengan keluhan utama prolap itu sendiri.
dari m. puborektalis, m. pubokoksigeus dan m. ileokoksigeus. Muskulus
puborektalis berperan dalam mempertahankan kontinensi. Muskulus ini menempel
pada margo inferior facies dorsalis simphisis pubis berjalan ke belakang dan
mengitari rectum di bagian belakang . Muskulus puborektalis bersama dengan m.
sfingter ani interna dan eksterna membentuk cincin anorektal (Skandalakis John, Terdapat gejala tekanan dan rasa sakit
1995). Kontraksi muskulus puborektalis akan menarik rectum ke depan sehingga pada anus, discharge mukosa, konstipasi,
mempertajam sudut anorektal. Relaksasi muskulus puborektalis ini akan mengejan, kadang timbul perdarahan.
mengakibatkan melebarnya sudut anorektal sehingga rectum menjadi lebih vertical Keyghley,1996 membagi prolaps rekti
(Corman Marvin, 2002). menjadi:
Gambar 1; Gambaran Prolaps Rekti
Patofisiologi
Penyebab pasti rektal prolaps tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
berpengaruh terhadap timbulnya rektal prolaps antara lain: (Corman Marvin, 2002)
 Konstipasi
 Penyakit neurologi
 Jenis kelamin perempuan Prolaps mukosa yang disebabkan oleh
 Rektosigmoid yang redundan putusnya jaringan pengikat antara
 Cavum Douglasi yang dalam submukosa dengan jaringan otot rektum
 Lemahnya fiksasi rektum pada sakrum di bawahnya
 Invaginasi Gambar 2: Prolaps Mukosa
 Prosedur operasi
intususepsi interna (occult rectal prolaps) yang dapat didiagnosis dengan Penanganan operatif
proktografi defekasi Tujuan utama penanganan operatif pada prolaps rekti adalah mengontrol
prolapsnya(Keighley, 2001). Dikenal dua macam pendekatan operasi untuk prolaps
rekti yaitu abdominal dan perineal.(Lawrence Way, 1994,2003) Disebutkan bahwa
pendekatan abdominal mempunyai tingkat kekambuhan yang lebih rendah, volume
rektum yang tetap tetapi risiko yang lebih tinggi. Pendekatan perineal menghindari
anastomosis intraabdominal dengan mengangkat rektum sehingga mengurangi
prolaps rekti komplit dengan volume rektum dan mempunyai tingkat kekambuhan yang lebih tinggi. Pendekatan
gambaran sebagai protrusi seluruh abdominal dipilih untuk penderita kurang dari 50 tahun dengan kondisi baik.
ketebalan rektum melalui anal verge. Pendekatan abdominal untuk penderita intususepsi atau prolaps rekti dengan fungsi
Gambar 3: Prolaps Komplit sfingter normal adalah reseksi sigmoid dengan atau tanpa rektopeksi dan rektopeksi
saja.
Pada operasi rektopeksi, setelah rektum dimobilisasi cukup untuk mereduksi prolaps
seluruhnya, dibuat sling untuk meresuspensi rekrum tinggi di dalam pelvis.
Nonabsorbable Mersilene mesh dijahitkan ke fascia prasakralis dengan sejumlah
jahitan terputus menggunakan benang nonabsorable yang lunak. Ujung bebas sling
yang cukup panjang dijahitkan pada rekrum. Sling rektal dibentuk sedemikian rupa
Defekografi sangat efektif dalam identifikasi kondisi praprolaps dan gangguan sehingga 1 cm bagian rektum bebas dari mesh di anterior. Mersilene mesh dipotong
defekasi yang lain. Dengan menggunakan fluroskopi proyeksi lateral, pasien posisi menjadi panjang yang tepat sehingga tidak ada pita konstriktif yang ditimbulkan
duduk dan disuruh megejan. Sudut normal anorektal saat istirahat adalah 90o + 4,76 yang selanjutnya dapat menimbulkan obstruksi. Jahitan seromuskuler dikerjakan
dan 111o + 5,02 saat mengejan. Disamping intususepsi dan merenggangnya rektum sementara asisten menahan traksi untuk meresuspensi segmen rektosigmoid (David
dan sakrum, kelainan defekografi yang dapat ditemukan adalah: C Sabiston, 1997).
 Megarektum
 Abnormalitas sudut anorektal
 Non relaxing puborektal
 Desensus perineal
 Ptrolaps mukosa
 Rektokel

DIAGNOSIS BANDING
 Prolaps hemoroid
 Polip rekti
 Prolaps mukosa
 Invaginasi Sigmoidorektal

PENANGANAN
Gambar 4: Mesh dijahitkan ke fascia Gambar 5: Jahitan seromuskuler dan
Penanganan prolaps rekti meliputi nonoperatif dan operatif.
presakralis traksi oleh asisten
Penanganan prolaps rekti non operatif meliputi:
 Koreksi knstipasi
 Manual support defekasi Pendekatan abdominal yang lain adalah reseksi sigmoid / anterior reseksi. Operasi
 Latihan otot perineum ini dikerjakan dengan menggunakan teknik standart mengangkat rektum bagian
 Stimulasi elektronik tengah dan atas sampai sigmoid yang redundant. Kemudian dilanjutkan dengan
 Injeksi sklerosing agent anastomosis rektum tengah atau bawah dengan kolon kiri. Kemudian rektum
 Koaglasi infrared. dikembalikan sesuai dengan lengkung sakrum. Angka kejadian inkontinensi pada
teknik ini tinggi karena menurunnya kapasitas rektum. Oleh karena itu teknik ini
dipilih untuk penderita dengan konstipasi praoperasi.
Pendekatan perineal yang lain adalah prosedur Delorme, berupa mukosal
proctektomi dengan plikasi dinding rektum yang prolaps. Insisi mukosa dimulai 1
cm proksimal linea dentata. Dengan elektrokauter, mukosa dipotong mlingkar.
Kemudian distiping sampai apek prolaps rektum. Usaha ini lebih mudah dengan
menyuntikkan salin ke dalam sub mukosa rektum. Kemudian kelebihan mukosa
dipotong, muskularis diplikasi secara longitudinal sedemikian rupa sehingga
menyerupai akordion yang difiksasi dengan jahitan absorbable 2-0 dilanjutkan
dengan menjahit antar mukosa rektum.

Gambar 6: Gambar 7:
Reseksi sebagian rektum dan sigmoid Anastomosis kolon kiri dengan
rektum

Untuk penderita yang lebih tua dan risiko tinggi, banyak ahli bedah memilih
pendekatan perineal berupa Thiersch prosedur. Bahkan prosedur ini dapat digunakan
Gambar 8: Mukosektomi pada metode Delorme
dengan anastesi lokal. Prosedur ini bertujuan menyempitkan anus dengan
menempatkan secara melingkar seutas benang perak. Oleh karena benang perak ini
banyak menimbulkan ulcerasi, maka saat ini banyak digunakan bahan lain sepeerti
nilon, polipropilen, mesh dan lain lain.
Dengan membuat insisi kecil di anterior dan posterior 1 cm di luar anal verge,
benang diselipkan dari insisi anterior ke posterior kiri dan kanan pada fosa
ischiorektalis. Kemudian dibuat simpul di posterior. Dilator Hegar nomor 16 atau 18
digunakan untuk mengukur lumen anus. Luka yang ada ditutup dengan benang
absorbable 3-0 atau 4-0.

Gambar 9: Plikasi dinding rekrum dilanjutkan penjahitan mukosa

Prosedur repair prolaps rekti yang lain adalah prosedur Altemeier berupa
proktektomi komplit dan sering disertai sigmoidektomi parsial. Apeks prolaps rekti
ditraksi kemudian dilakukan insisi melingkar 1 cm diatas linea dentata. Rektum
keseluruhan dieversikan, eksteriorisasi rektum dan kolon sigmoid serta repair
peritoneum. Selanjutnya rektum dan kolon sigmoid redundan dipotong dilanjutkan
dengan anastomosis kolon dengan anus dengan jahitan terputus yang penyerapannya
Gambar 7: Sirklase anal metode Thiersch lama.
Gambar 10:
Prosedur Altemeier
Insisi melingkar 1 cm diatas
linea dentata dilanjutkan
mobilisasi rektum dan kolon
sigmoid keluar.

Gambar 13: Mobilisasi rektum


Gambar 11:
Prosedur Altemeier
Rektum beserta kolon sigmoid
dipotong dilanjutkan dengan
anastomosis kolon dengan cincin anus
secara melingkar dengan jahitan
terputus dan bahan yang
penyerapannya lama.

Disamping pendekatan abdominal dan perineal seperti tersebut diatas, dikenal pula
pendekatan penanganan prolaps rekti yang lain yaitu pendekatan transakral berupa
reseksi dan rektopeksi transakral. Dengan insisi kulit kurang lebih 7 cm dimulai dari Gambar 14: Rektopeksi
titik tepat sebelah kiri sakrokoksigeal junction sampai ke perianal sepanjang sakrum,
rektum dan pararektal fat dimobilisasi secara tumpul dan tajam. Kemudian
dilakukan reseksi sigmoid ataupun rektopeksi seperti tindakan lainnya dan diakiri
dengan penutupan luka.

Gambar 12: Insisi pada pendekatan transakral


Di Amerika Serikat dan Britania Raya, konstipasi lebih banyak dijumpai pada
DISFUNGSI ANOREKTAL wanita dari pada laki-laki (rasio 2 : 1), kulit berwarna, dan usia di atas 60 tahun,
----------------------------------------------------------------------------------------------- RD – Collection 2002
serta individu dengan aktivitas fisik dan asupan kalori endah. Selain itu, kasus
konstipasi lebih banyak ditemukan pada kelompok masyarakat yang memiliki
pendapatan dan status pendidikan rendah. Prevalensinya bervariasi dari 1.9 s.d. 27.2
Disfungsi anorektal adalah gejala dan tanda gangguan fungsi defekasi yang dapat
% , dengan estimasi rentang 12 s.d. 19 %. Pada kelompok usia di atas 65 tahun, 26
disebabkan oleh berbagai penyakit atau kelainan. Gejala klinik disfungsi anorektal
% laki-laki dan 34 % wanita mengeluh konstipasi.
meliputi inkontinensia, konstipasi, atau kombinasi keduanya.
Kedua jenis gejala ini merupakan masalah klinik utama di dalam pengelolaan
disfungsi anorektal, dan keduanya dapat pula dijumpai sebagai gejala kombinasi Etiologi
pada seseorang penderita. Agar supaya pengelolaannya berhasil dengan baik, maka 1. Etiologi Inkontinensia :
pemahaman yang mendalam tentang patofisiologi disfungsi anorektal sangat penting 1.1. Gastro-intestinal:
karena terapi kausatif dapat dilakukan berdasarkan hal tersebut. Melalui berbagai a) “overflow fecal impaction”
teknik pemeriksaan klinik, laboratorik dan pencitraan khusus, mekanisme b) Proctitis : Radiasi, ulserativa,
patofisiologi pada berbagai jenis penyakit yang menyebabkan disfungsi anorektal c) Karsinoma rekti
dapat dipahami dengan baik. Seiring dengan itu pula, diagnosis etiologi berbagai 1.2. Neurologik : stroke, dementia, multipel sclerosis.
penyakit penyebabnya dapat ditegakkan. Oleh karena itu, pemahaman fisiologi 1.3. Metabolik: Diabetes Mellitus.
defekasi dan patogenesis serta patofisiologi berbagai etiologi gangguan tersebut 1.4. Trauma:
menjadi dasar yang sangat esensial di dalam pengelolaannya, termasuk di dalam a) Otot-otot Sphincter ani
proses diagnostiknya. b) Partus,
c) Bedah anorektal, misalnya hemorrhoidektomi, fistulektomi, dll.
Epidemiologi d) Sexual abused
Disfungsi anorektal lebih banyak dijumpai pada kelompok lanjut usia. Inkontinesia 1.5. Anomali Kongenital
dapat menyebabkan kehidupan pribadi maupun sosial penderitanya menjadi sangat 1.6. Idiopatik
terganggu. Sedangkan, Konstipasi dapat ditemukan pada lebih 60 % kelompok
lanjut usia. Meskipun demikian, belum banyak masyarakat yang mengenal dan 2. Etiologi Konstipasi:
menganggapnya sebagai masalah yang mengganggu dan memerlukan pertolongan 2.1. Gangguan transport feses kolorektal:
dokter. Apalagi faktor budaya dan pandangan masyarakat terhadap kelompok ini a) Sekunder karena faktor struktural: tumor, striktura, volvulus, dan
yang berbeda-beda di berbagai kelompok masyarakat. Oleh karena itu, saat ini tidak penyakit pada sistem saraf enterik
jarang di berbagai negara insidensi gangguan ini tidak dilaporkan secara akurat. b) Obstruksi outlet:
Selain itu pula, pengetahuan ataupun interpretasi terhadap gejala inkontinensia Terdapat urgensi untuk defekasi, tetapi defekasi menjadi sulit dan
maupun konstipasi pada masyarakat awam maupun kalangan para dokter sendiri membutuhkan mengedan yang kuat. Hal ini bisa karena :
menimbulkan masalah di dalam menentukan prevalensinya, maupun diagnosis • Perubahan morfologik : rectal intussusepsi, prolaps atau
etiologi kelainan ini. Data epidemiologi diperlukan untuk memperoleh faktor rektocele.
etiologi maupun risiko yang akan dapat membantu akurasi diagnosis melalui • Gangguan fungsional : anismus (kontraksi paradox), penyakit
evaluasi klinik. Hirschsprung, dan desecending perineum syndrome.
Secara keseluruhan inkontinensia dapat dijumpai pada pria maupun perempuan c) Inersia kolon (slow transit )
dengan insidensi yang sama, namun di dalam sebuah survei di Amerika Serikat
diperoleh data bahwa inkontinensia mayor lebih banyak dijumpai pada perempuan. 2.2. Konstipasi ekstrakolon, penyebabnya adalah:
Prevalensi inkontinensia berkisar antara 1.4 s.d. 7 % dari laporan-laporan di a Penyakit sistemik: DM, hypo-thyroidisme
berbagai negara maju. Berdasarkan analisis multivarian, faktor risiko tertinggi b Panyakit neurologik
adalah perempuan, usia lanjut, kondisi kesehatan individu yang buruk, dan c Faktor psikologik
imobilisasi yang lama. d Obat-obatan
e Immobilisasi pasien
f Defisiensi diet
g Kebisaaan defekasi yg buruk
Berbagai jenis etiologi tersebut menyebabkan gangguan di dalam proses defekasi 3. Pemeriksaan laboratorik
normal melalui berbagai mekanisme yang berbeda. Namun demikian, secara umum Pemeriksaan patologi klinik terutama penting di dalam mendiagnosis penyebab
berbagai penyebab tersebut akan mempengaruhi faktor-faktor penting di dalam primer pada konstipasi yang sering disebabkan oleh kelainan metabolik, seperti
proses defekasi yang normal yaitu fungsi mental, volume dan konsistensi feses, diabetes mellitus, hiperkalsemia, hipotiroidi, dan hipokalemia. Oleh karena fasilitas
transit kolon, kemampuan distensibilitas rektum, fungsi sphincter ani, sensasi laboratorium telah tersedia di banyak pusat pelayanan kesehatan primer, maka
anorektal, dan berbagai refleks anorektal. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi pemeriksaan ini tentunya dapat dilakukan pada tahap pelayanan primer oleh dokter
berbagai etiologi tersebut bekerja dan mempengaruhi proses defekasi normal berada umum atau spesialis Bedah..
di luar jangkauan pembahasan makalah ini.
4. Pemeriksaan khusus:
Pendekatan Diagnostik Pemeriksaan spesifik meliputi pemeriksaan pencitraan seperti radiografi,
Sebagai langkah awal di dalam proses penegakan diagnosis disfungsi anorektal ultrasonografi, dan kedokteran nuklir, maupun pemeriksaan fungsi saraf, otot,
adalah penetapan kriteria diagnosis standar baik untuk gejala inkontinensia maupun maupun fungsi defekasi. Pemeriksaan khusus ini berguna untuk eksklusi penyakit
konstipasi. Hal ini sangat penting, mengingat sampai dengan saat ini terdapat banyak atau kelainan struktural anorektal dan konfirmasi etiologi penyakit atau kelainan
kriteria yang dijadikan definisi untuk kedua kelainan tersebut. Kriteria standar fungsional anorektal. Berbagai jenis pemeriksaan khusus ini membutuhkan sarana
berguna untuk kesamaan pelaporan dan interpretasi hasil diagnostik maupun dan prasarana khusus, serta sumber daya manusia dengan kualifikasi tertentu. Selain
terapinya. Secara prinsip proses diagnosis selanjutnya adalah tidak berbeda dengan itu, beberapa pemeriksaan membutuhkan biaya yang tidak kecil, sehingga pada
penyakit-penyakit lainnya yaitu melalui tahapan sebagai berikut: umumnya fasilitas ini hanya dimiliki oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan
subspesialistik yang berbentuk suatu pusat diagnostik dan laboratorium penyakit
1. Anamnesis: kolorektal. Oleh karena itu, pemeriksaan khusus sebaiknya dilakukan di pusat-pusat
Anamnesis yang tepat dan lengkap sangat berperanan di dalam penegakan kriteria pelayanan tersier (subspesialistik).
diagnosis gejala atau keluhan utama. Meskipun demikian, komunikasi terhadap
pasien tentang hal ini tidak selalu mudah mengingat mayoritas pasien sudah berusia Diagnosis Inkontinensia
lanjut. Di dalam deskripsi keluhan utama penting sekali untuk menjelaskan terhadap Kriteria diagnosis inkontinensia berdasarkan American Gastroenterological
pasien mengenai jenis keluhan yang ditanyakan. Untuk dapat meningkatkan Association (AGA) adalah pasase material feses (>10 ml) yang tak terkontrol dan
jangkauan pelayanan terhadap disfungsi anorektal di masyarakat, maka kemampuan terjadi secara kontinu atau berulang selama paling sedikit 1 bulan pada
anamnesis para dokter dan perawat di dalam masalah ini pada tahap pelayanan seseorang berusia > 3 atau 4 (berdasarkan American Psychiatric Association)
primer sangat perlu ditingkatkan. Apalagi saat ini, dengan adanya sistem dokter tahun.
keluarga dan referal rumah sakit yang baik, kasus-kasus yang memang Kriteria ini penting sekali diketahui oleh setiap dokter yang bekerja baik pada
membutuhkan rujukan ke tingkat pelayanan sekunder maupun tersier dapat tingkat pelayanan primer, maupun tersier yaitu para dokter subspesialis, sehingga
terseleksi dengan baik. Oleh karena itu para dokter keluarga maupun spesialis bedah terdapat definisi yang sama di dalam pelaporan kasus-kasus inkontinensia secara
umum sudah saatnya dapat mengenal masalah ini dengan baik melalui proses internasional.
pelatihan ataupun pendidikan di dalam kurikulum pendidikannya. Berdasarkan derajat klinik , inkontinensia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
• Inkontinensia minor:
2. Pemeriksaan Fisik adalah inkontinensia pada gas (flatus) atau feses cair yang sering ditemukan
Pemeriksaan status generalis penting untuk mendeteksi tanda-tanda penyakit membasahi pakaian dalam.
sistemik maupun metabolik yang mungkin dapat menjadi etiologi disfungsi
anorektal. Namun demikian, pemeriksaan anorektal dan abdomen lebih mempunyai
• Inkontinensia mayor:
peranan penting, baik untuk mengevaluasi kelainan neurologik ataupun diagnosis
adalah inkontinensia pada feses padat dan evakuasi feses secara spontan tanpa
eksklusi berbagai penyakit atau kelainan anorektal struktural. Beberapa prosedur disadari penderita.
pemeriksaan fisik sederhana dapat memberikan petunjuk berbagai kelainan
fungsional, meskipun akurasinya rendah dan sangat bergantung pada pengalaman
pemeriksa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan colok dubur
tidak mempunyai korelasi yang kuat dengan pemeriksaan fungsi anorektal yang
objektif.
Evaluasi pasien dengan keluhan inkontinensia dimulai dengan pemeriksaan Penilaian sensasi rectum yang berkorelasi langsung dengan inkontinensia adalah
anamnesis dan fisik diagnostik batas ambang awal timbulnya sensasi rectum oleh adanya balon pada
Anamnesis pemeriksaan tersebut. Batas ambang ini penting untuk penggunaan terapi
Di dalam proses anamnesis beberapa hal penting yang harus diketahui adalah biofeedback, penderita dengan batas ambang yang buruk tidak akan mendapat
deskripsi dari gejala inkontinensia yaitu onset, durasi, dan frekuensi inkontinensia, manfaat dari terapi biofeedback. Parameter lainnya tidak memiliki korelasi yang
kualitas feses (solid atau cair), penggunaan pad, frekuensi defekasi, adanya rasa signifikan di dalam pengelolaan inkontinensia.
urgensi, dan efeknya terhadap kehidupan sehari-hari.
Perlu juga diketahui riwayat kelainan atau penyakit sebelumnya yang mungkin dapat b). Pudendal nerve terminal latency(PTNL)
menjadi faktor etiologi, yaitu trauma (terutama saat partus pada wanita), bedah Alat ini mengukur lama waktu yang diperlukan untuk merangsang kontraksi otot
anorektal sebelumnya, penyakit Diabetes Mellitus, gejala gangguan neurologik, sphincter ani externa setelah dirangsangnya nervus pudendus oleh elektroda. Jika
riwayat radiasi, diare/konstipasi sebelumnya, serta kelainan pelvic lainnya seperti terdapat perlambatan > 2 milidetik, terdapat kerusakan saraf tersebut. Walaupun
adanya gejala inkontinensia urinae. demikian, tidak terdapat korelasi yang kuat antara gejala klinik dengan temuan
histologi.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum ditujukan untuk mencari gejala/tanda penyakit yang c) Ultrasonografi endorektal
berkaitan dengan penyakit sistemik atau metabolik. Di luar hal tersebut, Dewasa ini ultrasonografi endorektal memiliki peranan penting di dalam
pemeriksaan umum tidak memberikan informasi penting di dalam penegakan diagnosis inkontinensia, karena secara akurat dapat mendeteksi adanya defek
diagnosis dibandingkan dengan pemeriksaan lokal pada daerah anorektal. struktural otot-otot sphincter, dinding rectum, dan otot puborektalis. Selain itu,
Pemeriksaan fisik pada daerah anorektal dimulai dengan inspeksi daerah perineal alat ini mudah penggunaannya, invasive minimal, biayanya relatif terjangkau,
dan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan colok dubur. Dengan inspeksi dapat serta telah cukup tersedia di berbagai rumah sakit. Alat ini sangat akurat di dalam
diidentifikasi adanya dermatitis akibat inkontinesia kronik, fistula ani, prolaps mendiagnosis adanya rupture otot-otot sphincter pada penderita yang
hemorrhoid, dan rektum. Sedangkan tujuan pemeriksaan colok dubur adalah untuk menunjukkan adannya kemungkinan kerusakan sphincter tersembunyi pada
menilai tonus sphincter ani, gerakan dan sudut otot puborectalis, proses penurunan pemeriksaan manometri. Gambaran normal maupun adanya defek pada otot
dasar pelvic, squeeze response, eksklusi kelainan struktural, dan skibala. sphincter pada pemeriksaan ini dapat dilihat pada gambar 1., dan 2.

Pemeriksaan khusus
Selain untuk konfirmasi diagnostik etiologi disfungsi anorektal, pemeriksaan khusus
diperlukan untuk eksklusi kelainan struktural yang dapat menyebabkan keluhan
inkontinensia. Pemeriksaan feses harus dilakukan pada pasien dengan adanya
riwayat diarrhea. Visualisasi seluruh kolon dan rektum sebaiknya dilakukan baik
dengan kolonoskopi, atau pun prokto-sigmoidoskopi. Apabila pemeriksaan-
pemeriksaan tersebut tidak menunjukkan adanya kelainan struktural, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan fungsi kolorektal. Gambar 1. : Gambaran lapisan dinding rectum dengan otot-otot sphincter normal
pada pemeriksaan ultrasonografi endorektal.
a). Manometri anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal dapat mengevaluasi tekanan anal maksimal
pada saat istirahat, amplitudo dan durasi squeeze pressure otot-otot sphincter,
refleks inhibisi rektoanal, batas ambang sensasi rectum volunter, rectal
compliance, serta tekanan rectum dan sphincter ani pada saat mengedan.
Parameter penting yang memiliki korelasi dengan inkontinensia adalah adanya
tekanan sphincter yang rendah pada saat istirahat menunjukkan adanya disfungsi
otot sphincter ani interna, sedangkan penurunan squeeze pressure memberi
petunjuk adanya disfungsi otot sphincter ani eksterna. Prolapsus rekti dapat
terjadi pada tekanan yang sangat rendah.
Gambar 2A, Gambar 2B.
Gambar 2. : Pencitraan oleh ultrasonografi endorektal.Gambar 2 A., menunjukkan Diagnosis Konstipasi
adanya robekan moderat pada otot sphincter externa. Gambar 2B menunjukkan
defek pada kedua lapisan otot sphincter anterior, yaitu sphincter interna dan eksterna Kriteria diagnosis konstipasi menurut konsesus internasional (Rome II) dan
sebagai akibat persalinan. rekomendasi American Gastroenterological Association adalah ditemukannya dua
atau lebih kriteria sebagai berikut paling sedikit selama 12 minggu:
d) Defekografi : a) Mengedan pada paling sedikit 25 % defekasi.
Pemeriksaan ini tidak banyak berguna, kecuali pada pasien inkontinensia yang b) Perasaan evakuasi inkomplit pada paling sedikit 25% defekasi.
disertai oleh prolapsus rekti/rektocele. c) Sensasi obstruksi anorektal pada paling sedikit 25% defekasi.
d) Membutuhkan manuver manual untuk membantu evakuasi pada paling sedikit
e). Elektromyografi: 25% defekasi
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan elektroda jarum atau e) Feses keras pada paling sedikit 25% defekasi.
permukaan pada otot-otot sphincter untuk mengevaluasi kemungkinan adanya f) Defekasi kurang dari 3 kali dalam seminggu.
kerusakan neurogenik atau myopathi yang menyebabkan keluhan inkontinensia.
Pemeriksaan ini dirasakan kurang nyaman, sehingga sudah banyak ditinggalkan, Menurut Wald, sebagai tambahan adalah bahwa konstipasi tidak dapat ditegakkan
serta saat ini ultrasonografi endorektal telah menggantikan pemeriksaan ini. apa bila pada defekasinya ditemukan pula feses cair atau lembek, dan seluruh
kriteria diagnosis irritable bowel syndrome terpenuhi.(lihat tabel 1.)
Ringkasan algoritma evaluasi diagnostik inkontinensia dapat dilihat pada gambar 3.:
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab pendekatan diagnosis, prosedur penegakan
diagnosis meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
Anamnesis
Bagian penting di dalam anamnesis adalah mengetahui perjalanan keluhan
konstipasi, yaitu dengan mencatat onset dan durasi keluhan tersebut. Pengamatan
dan catatan frekuensi defekasi selama dua minggu dapat membantu menegakkan
diagnosis konstipasi, jika terdapat keraguan di dalam konsep dan persepsi pasien
tentang hal tersebut. Tidak jarang, keluhan yang dianggap sebagai konstipasi oleh
pasien, sesungguhnya masih dalam batas frekuensi defekasi pada orang normal.
Selanjutnya perlu diperhatikan riwayat yang berhubungan dengan penyebab
sekunder yang berupa etiologi ekstrakolon. Riwayat penggunaan obat-obatan yang
dapat menyebabkan konstipasi perlu diketahui dan dicatat hubungan antara saat
penggunaan obat pertama kali dengan munculnya keluhan.( tabel 2.)

Berbagai gejala yang disebabkan oleh berbagai penyakit sistemik atau neurologik
yang mungkin menyebabkan konstipasi harus ditanyakan di dalam anamnesis.
Selain itu, berbagai gejala yang mungkin berhubungan dengan adanya penyakit atau
gangguan struktural (anatomik) seperti misalnya nyeri abdomen atau perdarahan per
anum perlu juga dicari. Adanya mengedan yang berlebihan dan sensasi evakuasi
yang inkomplit setelah defekasi perlu juga ditanyakan. Keluhan anemia pun dapat
menjadi petunjuk adanya penyebab struktural pada kolon atau rectum.
Apabila pada anamnesis terdapat keluhan-keluhan dan tanda-tanda memberikan
kemungkinan adanya penyebab struktural, maka pemeriksaan selanjutnya untuk
konfirmasi ataupun menyingkirkan kemungkinan etiologi kelainan anatomic perlu
dilakukan, baik berupa pemeriksaan fisik diagnostik, maupun pemeriksaan khusus
Gambar 3.: Algoritma evaluasi diagnostik inkontinensia (Dikutip dari Stendal , C. lainnya.
Colonic and anorectal disorders, in Stendal C (Ed), Practical Guide to
Gastrointestinal Function Testing, Blackwell Science, 1997: 91 – 111.)
A. Tabel 1.: Kiriteria diagnostik Rome II untuk IBS(Irritable Bowel Syndrome) Tabel 2.; Obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi
dan konstipasi fungsional kronik Analgesik
Anticholinergik Antispasmodik
IBS Konstipasi kronik Anti depessan
Antipsikotik
At least 12 weeks, which need not be Loose stools are not present and there are Agen yang mengandung Suplemen besi
consecutive, in the preceding 12 insufficient criteria for IBS. kation Alumunium (antacid, sucralfate)
months of abdominal discomfort or At least 12 weeks, which need not be Agen yang Opiat
pain that has 2 of the 3 following consecutive, in the preceding 12 months of mengaktifkan system Antihipertensi
features: 2 of the following: saraf Bloker ganglionik
Vinca alkaloid
Calcium channel blockers
5HT3 antagonist
Relieved with defecation and/or Straining > 25% of the time

Onset associated with a change in Lumpy or hard stools > 25% of defecations
frequency of stool and/or Pemeriksaan fisik:
Meskipun pemeriksaan status generalis tidak memberikan banyak informasi pada
Onset associated with a change in Sensation of incomplete evacuation > 25% penderita konstipasi kronik, tahapan ini tidak boleh dilewati, karena apabila terdapat
form (appearance) of stool. of defecations tanda-tanda gangguan atau penyakit sistemik/metabolik atau neurologik dapat
teridentifikasi. Apabila terdapat kecurigaan terhadap penyebab neurologik,
Sensation of anorectal pemeriksaan saraf autonom harus dilakukan dengan lengkap.
obstruction/blockage > 25% of defecations Pemeriksaan regio abdomen penting sekali dilakukan untuk mengidentifikasi
kemungkinan adanya tanda-tanda distensi usus, scar operasi, maupun skibala.
Symptoms that cumulatively support Manual maneuvers to facilitate > 25% of Tanda-tanda obstruksi usus mekanik juga perlu diperhatikan.
the diagnosis of IBS include: defecations Seperti halnya pada pemeriksaan anorektal untuk inkontinensia, inspeksi daerah
anorektal dan pemeriksaan colok dubur pun harus dilakukan. Pada inspeksi harus
• Abnormal stool frequency diidentifikasi kemungkinan terdapatnya tanda-tanda asymetric anal opening
(> 3 per day or < 3 per (gaping), fissura ani dan hemorrhoid yang prolaps. Penilaian Anal wink reflex juga
week) harus dilakukan untuk menilai adanya gangguan neurologik. Sedangkan pada
pemeriksaan colok dubur dilakukan pemeriksaan kontraksi otot pubo-rectalis dan
• Abnormal stool form sphincter externa ketika pasien mengedan untuk mengidentifikasi pasien dengan
(hard/lumpy or dyssynergia pelvic floor.
loose/watery)
Pemeriksaan khusus
• Abnormal stool passage Pemeriksaan alat bantu khusus, terutama yang bersifat pencitraan bermanfaat untuk
menyingkirkan penyebab struktural pada kolon dan rectum. Sebaliknya,
• Passage of mucus pemeriksaan fungsional dapat memberikan konfirmasi diagnostik adanya disfungsi
anorektal.
• Bloating or feeling of
a) Endoskopi:
abdominal distension
Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi adalah metode diagnostik terbaik
untuk mengidentifikasi lesi-lesi yang menyebabkan striktura atau obstruksi pada
< 3 defecations per week
kolon dan rectum. Kelebihan lainnya, pada keduanya dapat dilakukan biopsy
pada setiap lesi yang dicurigai dan sekaligus bisa dilakukan tindakan terapeutik,
seperti polipektomi. Kolonoskopi memberikan hasil diagnostik yang lebih baik
untuk kasus-kasus yang disertai anemia atau perdarahan per anum tersamar.
b) Radiografi Pada keadaan pelvic floor dyssynergia tekanan sphincter ani eksterna meningkat
Foto polos abdomen berguna di dalam mendeteksi adanya retensi feses di kolon manakala terjadi peningkatan intrarektal dan ekspulsi feses yang seharusnya
yang dapat menjadi petunjuk adanya megakolon, serta monitor hasil menurun ketika proses defekasi normal terjadi. Diskoordinasi kedua tekanan
pembersihan kolon pada pasien dengan skibala.Enema barium bermanfaat untuk inilah yang menyebabkan gangguan defekasi.
mengidentifikasi perubahan struktural kolon dan adanya mega kolon atau
rectum, serta memerlukan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan f) Balloon test (expulsion test)
kolonoskopi. Pemeriksaan inipun memberikan gambaran khas pada penyakit Ini test yang sangat sederhana, yaitu memasukkan balon yang diisi air hingga
Hirschsprung oleh adanya gambaran transisi antara bagian kolon atau rectum 150 ml ke dalam rectum, kemudian dinilai kemapuan ekspulsi balon tersebut
yang aganglionik dengan daerah usus yang berdilatasi pada bagian proksimalnya. keluar dari rectum. Pada keadaan normal tidak akan terdapat kesulitan untuk
melakukan ekspulsi balon tersebut.
c) Colon transit studies
Dengan mempergunakan zat radiofarmaka yang ditelan sebagai marka dan g) Electromyografi
dipantau perjalanannya pada kolon dan rektum melalui radiografi, maka waktu Pemeriksaan ini dapat ditambahkan pada pemeriksaan manometri untuk menilai
transit feses pada kolon dan rectum dapat dinilai, setelah pasien memperoleh diet otot puborectalis dan sphincter ani eksterna. Pada keadaan anismus terdapat
tinggi serat, serta tidak diberikan laksatif, enema dan obat-obatan yang dapat keadaan paradox yaitu peningkatan aktivitas otot-otot tersebut pada saat defekasi
mempengaruhi fungsi kolon dan rectum. Interpretasi pemeriksaan ini adalah yang seharusnya menurun pada keadaan normal.
sebagai berikut:
• Jika terdapat perlambatan transit di kolon kanan, maka disimpulkan bahwa h) Pudendal nerve terminal motor latency
kolon mengalami inersia. Alat ini mengukur lama waktu yang diperlukan untuk merangsang kontraksi otot
• Apabila radiofarmaka dapat menjalani transit pada kolon dengan secara sphincter ani externa setelah dirangsangnya nervus pudendus oleh elektroda
normal dan timbul stagnasi di rectum, maka terdapat perlambatan pada outlet. secara trans rektal. Jika terdapat perlambatan > 2 milidetik, terdapat kerusakan
• Mayoritas pasien dengan konstipasi kronik menunjukkan transit kolon yang saraf tersebut. Kerusakan saraf tersebut terjadi pada keadaan descending
normal. perineum syndrome. Kerusakan saraf bisa disebabkan oleh persalinan per
vaginam atau mengedan hebat pada anus sempit dalam waktu lama.
d) Defekografi
Pemeriksaan ini menilai proses defekasi pasien dengan cara memasukkan barium
padat seperti feses ke dalam rectum, kemudian proses evakuasi dari rectum
dipantau melalui fluoroskopi atau pita video ketika pasien duduk di atas toilet
yang didesain khusus untuk pemeriksaan ini. Evaluasi yang dapat dilakukan
melalui teknik ini adalah struktur anorektal, sudut anorektal, baik pada keadaan
istirahat maupun ekspulsi barium dari rectum. Kelainan yang dapat diidentifikasi
adalah pelvic floor dyssyinergia, intussuscepsi, prolaps rekti, rektocele, dan
obstruksi fungsional. Dengan menggunakan videomanometri, rekaman
perubahan tekanan akan dinilai korelasinya dengan defekografi. Interpretasi hasil
pemeriksaan ini membutuhkan tingkat pengalaman yang tinggi, sehingga variasi
hasil interpretasi para ahli radiologinya dapat lebih rendah.

e) Manometri anorektal
Parameter yang berguna pada pemeriksaan konstipasi adalah sensasi rectum dan
compliancenya, relaksasi sphincter interna, dan pola manometri ketika ekspulsi
alat (pseudodefekasi). Manometri akan dapat menyingkirkan diagnosis penyakit
Hirschsprung, apabila ketika muncul distensi rectum, otot sphincter ani interna
akan mengalami relaksasi.
Permasalahan yang sering menyertai FEK adalah kehilangan cairan dan elektrolit,
FISTEL ENTERO-KUTAN ekskoriasi kulit, malnutrisi, infeksi dan sepsis. Kehilangan cairan pada fistula
--------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 bagian proksimal dapat mencapai 4 liter perhari, penderita jatuh dalam keadaan
hipovolemik, gangguan elektrolit dan pencernaan, sehingga dapat jatuh dalam
keadaan gangguan nutrisi yang berat .

FISTULA adalah hubungan abnormal antara dua permukaan yang ditutup epitel, Menurut Terjadinya FEK dibagi menjadi :
berupa saluran berlapis epitel atau jaringan granulasi Fistula Enterokutan (FEK) • Early
adalah hubungan abnormal antara lumen usus dan permukaan kulit. – Terjadi beberapa hr setelah Pembedahan
Penyebabnya dapat primer atau sekunder akibat kebocoran anastomose atau trauma – Sbg besar disebabkan krn kesalahan tehnik operasi
operasi pada usus. Diagnosis ditegakkan secara klinis, bila diperlukan dengan tes – Tdp tanda2 peritonitis
norit dan pemeriksaan radiologis dengan kontras.. – Umumnya perlu tindakan pembedahan segera

Fistula enterokutan dapat diklasifikasikan: • Late


Berdasarkan ANATOMI dapat berupa : – Terjadi diatas 5 hr post-operatif
 Internal – Disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka, Nutrisi, post-radiasi, dll
Fistula internal menghubungkan dua organ yang sama atau sistem organ yang
berbeda Re-Operasi adalah tindakan yg plg baik pd Early post-operative GI fistulae bl
 Eksternal keadaan penderita memungkinkan
Disebut juga fistula enterokutan (FEK) menghubungkan antara lumen usus
dengan permukaan kulit.

Secara FISIOLOGI berdasarkan jumlah cairan yang dikeluarkan :


 High-Output Product (HOP)  lebih dari 500 cc/hari,
 Moderate-Output Product (MOP)  antara 200 – 500 cc/hari,
 Low-Output Product (LOP)  kurang dari 200 cc/hari.

Secara ETIOLOGI dibedakan menurut asal mula terjadinya fistula, seperti post
operatif dari hernia repair, appendisitis dll Berdasarkan hubungan dengan jaringan
sekitarnya dan panjang saluran, FEK dapat dibagi menjadi :
 Simpel
Simpel bila hanya ada satu hubungan tanpa kantong abses dan salurannya
pendek
 Komplek. Penatalaksanaan
Bila lebih dari satu fistula dan panjang, atau melewati beberapa organ viskus, Penanganan FEK dibagidalam 5 fase, yakni :
atau fistula berada dalam kantong abses. 1. Stabilisasi dan proteksi kulit
2. Investigasi
Fistula enterokutan bisa timbul spontan dari usus yang sudah tidak sehat akibat 3. Keputusan penanganan
proses keganasan, tetapi kebanyakan timbul paska operatif akibat kebocoran 4. Terapi definitif
anastomosis atau trauma operasi pada usus. 5. Penyembuhan
Kebocoran anastomosis usus dapat terjadi akibat :
1. Teknik operasi yang tidak baik
2. Jahitan yang terlalu tegang Dalam penentuan pilihan penanganan FEK perlu dilakukan investigasi fistula,
3. Obstruksi bagian distal sehingga dapat menjawab pertanyaan dari mana asal fistula, apakah ada
4. Penyakit malignansi pada sisi anastomose diskontinuitas saluran pencernaan, apakah ada obstruksi usus bagian distal,
5. Malnutrisi, Sepsis . bagaimana kondisi usus disekitar saluran fistula, apakah disertai rongga abses.
Untuk itu semua perlu dilakukan pemeriksaan : 4. Kontrol terhadap sepsis,
1. Fistulografi Bahwa selain langsung melalui suatu saluran, fistula dapat juga sebelumnya
2. Pemeriksaan kontras barium melalui rongga-rongga abses sebelum akhirnya muncul dipermukaan kulit.
3. Endoskopi dan deteksi kantong abses dengan USG/CT scan . Rongga-rongga abses ini tentu saja akan merupakan tempat untuk
perkembangbiakan bakteri. Untuk itu pada setiap fistula perlu diselidiki
Penanganan tergantung klasifikasi FEK. : apakah terdapat abses didalam rongga abdomen. Bisa dengan sekaligus
 Konservatif pada pemeriksaan fistulografi atau memeriksanya dengan USG atau CT
FEK simpel dan tak ada penyakit penyerta, Tujuan akhir dari perawatan scan . Juga diberikan antibiotik yang sesuai dengan kultur dan sensitivitas
konservatif adalah terjadinya penutupan fistula secara spontan. tes.
Penanganan konservatif berupa resusitasi cairan awal, proteksi kulit sekitar
muara fistula dan pemberian nutrisi, baik parenteral maupun enteral, pada  Operatif
kasus yang berat diperlukan parenteral total. Penanganan operatif ada 2 macam :
Kegagalan terapi konservatif dapat disebabkan diskontinuitas saluran 1. Untuk memungkinkan penutupan fistula secara spontan  drainase abses,
pencernaan, adanya obstruksi bagian distal , drainase saluran fistula melewati pemasangan pipa gastrostomi atau jejunostomi.
kantong abses, infiltrasi saluran fistula oleh proses penyakit dasarnya misal 2. Laparatomi dengan reseksi anastomosis usus, mengangkat semua kantong
kolitis, keganasan, kerusakan jaringan oleh radiasi abses dan eksteriorisasi usus dengan stoma bila diperlukan
Penting untuk diketahui dalam perawatan konservatif adalah
1. Suport nutrisi, Penanganan penderita FEK dimulai dengan tindakan konservatif, kecuali ada
Problem yang terjadi bersumber pada kurang sempurnanya fungsi absorbsi indikasi untuk dilakukan tindakan operasi segera, yaitu peritonitis umum dan
dan tingginya pengeluaran cairan lewat fistula, terutama pada fistula jenis perdarahan.
high-output. Belum lagi dengan kadaan sepsis yang mungkin menyertai, Tindakan operatif diperlukan apabila terdapat obstruksi bagian distal, kantong abses,
sehingga banyak pasien jatuh dalam keadaan malnutrisi. Penghentian kontinuitas terputus, fistula mukokutaneus atau dengan perawatan konservatif
makan dan minum lewat oral adalah baik untuk mengurangi jumlah cairan selama lebih dari 6 minggu atau tidak sembuh .
fistula dan sekresi intestinal. Beberapa pasien bahkan seringkali ada yang Tindakan operatif berupa laparatomi eksplorasi, reseksi anastomosis, atau dengan
memerlukan nutrisi parenteral jangka panjang. Dengan membaiknya diversi eksterna.
kondisi nutrisi dan istirahatnya usus, jenis fistula tertentu akan dapat
menutup secara spontan.

2. Kehilangan cairan dan elektrolit,


Fistula berpengeluaran tinggii (HOP) lebih dari 500 ml/hari dapat
menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang mengarah pada
kolapsnya sistem sirkulasi. Pencatatan jumlah cairan yang keluar lewat
fistula sangat penting, di samping perhitungan pengeluaran dan
pemasukan lainnya, hinggatercapai keseimbangan yang diinginkan.

3. Menjaga kulit,
Cairan intestinal akan menyebabkan ekskoriasi dan rasa tidak enak pada
kulit pasien, sehingga bagaimanapun caranya diusahakan agar jangan
sampai mengenai kulit. Pengurangan jumlah pengeluaran cairan lewat
fistula, disamping sangat berguna untuk mengurangi kehilangan cairan dan
lektrolit, juga sangat membantu dalam pengelolaan terhadap iritasi kulit
oleh cairan fisatula.
Ca ta tan --------------------------------------------------

Penatalaksanaan Bedah
• Buka luka lama seluruhnya, dpt diperluas.
• Bebaskan semua perlekatan, dr Lig Treitz – Valv Bauchini
• Cuci rongga abd dg NaCl 0.9 %, sebanyak mungkin kira2 5 liter
• Pilihan penatalaksanaan pd kebocoran anastomosis
– Kebocoran kecil pd Px dg kondisi baik, pus minimal, tindakan adalah
reseksi anastomosis ulang, Penjahitan lgs pd daerah yg bocor sgt tidak
dianjurkan (keadaan Px tdk sebaik pd saat Ox Pertama)
– Bl Meragukan reseksi ulang & keluarkan sebagai stoma
• Pd daerah kolon  keluarkan sebagai stoma
• Untuk duodenum, anjuran adalah dijahit ulang & psg drain
• Menghilangkan daerah abses dg drenase yg baik
• Luka Ox dijahit jarang untk drenase

Prinsip penatalaksanaan Fistula Di Bag Bedah


FKUI?RSCM
• Atasi Sepsis
• Lokalisasi fistula
• Kendalikan kebocoran anastomosis dr fistula
• Lindungi kulit
• Perbaiki nutrisi Px, hingga balans Nitrogen +
• Bl mgkn cari dan eliminasi penyebab fistula
• Tentukan waktu perawatan konservatif fistula agar menutup, sambil
memperbaiki Nutrisi, elektrlit
• Lakukan koreksi pembedahan fistula setelah Px dlm kondisi optimal

Sepsis  Hrs diatasi pd saat kita membuat Dx


– Drenase abses
– Drenase cairan usus dg baik
– Buka Jahitan kulit

Lindungi kulit
• Buat stoma diatas fistula
• Atasi iritasi kulit dg melokalisir fistula, tampung dg stoma bag
• Atasi maserasi kulit dg Ointment, atau obat topikal lainya, penutup luka lainya
spt tegaderm, intersheet thin

Anda mungkin juga menyukai