Oleh:
Evelyn (12016000455)
JAKARTA
2019
I. Kronologis kejadian
PT. Waskita Karya adalah salah satu BUMN Jasa Kontruksi yang diduga
tamparan keras untuk Kementerian Negara BUMN. Kasus Waskita, yang disebut-
BUMN perlu berupaya lebih keras lagi dalam implementasi GCG di BUMN.
Terbongkarnya kasus ini berawal saat pemeriksaan kembali neraca dalam rangka
penerbitan saham perdana tahun lalu. Direktur Utama Waskita yang baru, M.Choliq
yang sebelumnya menjabat Direktur Keuangan PT. Adhi Karya (Persero) Tbk,
400 miliar. Direksi periode sebelumnya diduga melakukan rekayasa keuangan sejak
GCG di Indonesia ternyata masih sekedar formalitas belaka. Fakta ini terungkap
tetap saja kasus ini tidak terlacak. Hal ini menunjukan betapa canggih dan
cermatnya penutupan jejak dari kasus ini. Hasil assessment GCG yang dilakukan
pada akhirnya hanya menjadi hiasan lemari Direksi belaka yang digunakan sebagai
1
Kedua, terlihat bahwa terjadi kerjasama sistemik melakukan rekayasa
keuangan yang dilakukan karena lemahnya fungsi internal control. Hal ini
menunjukan bahwa pihak - pihak yang melakukan internal control mulai dari
Dewan Komisaris sampai dengan Internal Audit tidak melakukan fungsinya dengan
baik. Hal ini patut disayangkan mengingat GCG merupakan alat kontrol yang di
perusahaan.
sampai tataran Compliance Driven belum menjadi Culture. Tidak menjadi Culture
pada hakikatnya membuka peluang terjadinya fraud. Fraud dapat dengan mudah
pada tahun 2004-2008 dengan jumlah ±400 milyar dengan cara memasukkan
2
Kantor Akuntan Publik yang mengaudit:
Cara yang dilakukan manajemen agar kecurangan tidak terdeteksi oleh auditor
pada saat itu adalah sumber audit yang digunakan oleh KAP merupakan data dan
bukti yang diberikan oleh Manajemen Waskita. Data yang diberikan kepada KAP
kebenarannya oleh Direksi. Hal ini dilakukan sebagai jaminan bahwa tidak ada
dilakukan oleh KAP hanya berdasarkan data dan bukti yang diberikan oleh
Manajemen Waskita.
diakui jika pendapatan itu terjadi di periode yang bersangkutan saja. Yang
Kelemahan yang kedua terletak pada auditor yang mengaudit PT Waskita Karya
Waskita, yang mana tidak diketahui apakah data yang disetujui manajemen ini ada
andil dari manajemen sendiri dalam penyajian informasi yang keliru atau informasi
3
telah diutak-atik. Sikap auditor yang kurang skeptis kepada informasi yang
diberikan manajemen inilah yang dimanfaatkan oleh direksi agar tetap dapat
IV. Sanksi
BUMN ke dua pihak, yakni pihak direksi yang berpartisipasi dalam fraud yang
terdiri dari dua direksi dan satu mantan direksi Waskita terkait dengan kasus
Marsono dan Triatman. Sementara satu mantan direksi Waskita yang dinonaktifkan
adalah Kiming Marsono yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Nindya
Karya.
Ishak, Sales, Soewondo, dan Rekan (2003-2005) serta KAP Helianto dan rekan
V. Rekomendasi
Agar kasus Tipikor seperti ini tidak terjadi lagi, maka kami menyarankan hal-hal di
bawah ini:
4
Dalam merekrut karyawan harus memilih yang berintegritas dan memiliki
moral yang baik, juga pentingnya integritas yang baik bagi kelangsungan
usaha perusahaan.
Mendahulukan kepentingan publik dari pada kepentingan pribadi.
Melakukan peninjauan atau evaluasi sistem pengendalian internal
perusahaan.
Corporate governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam
rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya
fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-
kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal,
pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian
yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah,
mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan
dari kerugian.
Investigasi yang dilakukan auditor forensik. Dalam peranannya auditor
forensik yaitu menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan
ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu
hanya berupa pelanggaran kecil terhadap kebijakan perusahaan ataukah
pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau
penyalahgunaan asset.
Penyusunan standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas mengisi
jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang
dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus bersamaan dengan sosialisasi dan
implementasi (enforcement) tanpa ada pengecualian yang tidak masuk
akal.
Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan
tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat
mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk terpilih.