Anda di halaman 1dari 3

Tugas Kelompok Ke 2

Minggu ke 6

PT. Waskita Karya


Terungkapnya kasus Waskita Karya, salah satu BUMN Jasa Konstruksi yang diduga melakukan
rekayasa laporan keuangan patut dicermati secara mendalam. Di tengah gembar gembor pelaksanaan
implementasi good corporate governance (GCG) BUMN, kasus ini memberikan tamparan keras untuk
Kementerian Negara BUMN. Kasus Waskita, yang disebut-sebut sebagai Enron-nya Indonesia
menunjukkan bahwa Kementerian Negara BUMN perlu berupaya lebih keras lagi dalam implementasi
GCG di BUMN.

Terbongkarnya kasus ini berawal saat pemeriksaan kembali neraca dalam rangka penerbitan
saham perdana tahun lalu. Direktur Utama Waskita yang baru, M. Choliq yang sebelumnya menjabat
Direktur Keuangan PT Adhi Karya (Persero) Tbk, menemukan pencatatan yang tak sesuai, dimana
ditemukan kelebihan pencatatan Rp 400 miliar. Direksi periode sebelumnya diduga melakukan rekayasa
keuangan sejak tahun buku 2004-2008 dengan memasukkan proyeksi pendapatan proyek multitahun ke
depan sebagai pendapatan tahun tertentu.

Kasus ini memberikan beberapa pelajaran berharga. Pertama, implementasi GCG di Indonesia
ternyata masih sekedar formalitas belaka. Fakta ini terungkap dari keengganan Direksi Waskita
melaksanakan GCG di Waskita. Walaupun di Waskita telah beberapa kali assessment (pemetaan)
implementasi GCG, namun tetap saja kasus ini tidak terlacak. Hal ini menunjukkan betapa canggih dan
cermatnya penutupan jejak dari kasus ini. Hasil assessment GCG yang dilakukan Konsultan, pada akhirnya
kemungkinan besar hanya menjadi hiasan lemari Direksi belaka, yang digunakan sebagai “penggugur
kewajiban” terhadap kewajiban implementasi GCG. Hal ini menguatkan hipotesa penulis yang beberapa
kali mengungkapkan bahwa jika GCG hanya sekedar menjadi formalitas, maka tunggulah saat
kehancurannya. Tunggulah saatnya dimana bom waktu siap meledak dan menimbulkan guncangan
skandal sebagai akibat lemahnya implementasi GCG.

Kedua, terlihat bahwa terjadi kerjasama sistemik melakukan rekayasa keuangan yang dilakukan
karena lemahnya fungsi internal control. Hal ini menunjukkan bahwa pihak-pihak yang melakukan internal
control mulai dari Dewan Komisaris sampai dengan Internal Audit tidak melakukan fungsinya dengan baik.
Hal ini patut disayangkan mengingat GCG merupakan alat kontrol yang menciptakan check and balances
yang digunakan dalam pengawasan pengelolaan perusahaan. Kementerian BUMN selaku pemegang
saham dalam hal ini tidak dapat disalahkan, mengingat selaku pemegang saham Kementerian BUMN telah
menempatkan wakilnya untuk melakukan pengawasan yang melekat pada diri Dewan Komisaris. Selain
itu, potensi terjadinya kerjasama dengan Auditor Eksternal semakin mencuatkan dugaan kasus ini sebagai
kasus Enron-nya Indonesia.
Ketiga, GCG di BUMN belumlah menjadi corporate culture. Implementasi GCG pada hakikatnya
adalah menjadi corporate culture. Lemahnya implementasi GCG menunjukkan bukti bahwa GCG baru
sampai tataran compliance driven, belum menjadi culture. Tidak menjadi culture pada hakikatnya
membuka peluang terjadinya fraud. Fraud dapat dengan mudah terjadi, apabila insan perusahaan
mendiamkan saja terjadinya pelanggaran. Kebijakan whistleblower yang memungkinkan terjadinya
pelaporan pelanggaran secara dini penulis nilai juga belum diterapkan di Waskita.

Langkah Selanjutnya

Apa yang harus dilakukan selanjutnya? Citra BUMN yang beberapa tahun terakhir menunjukkan
tren positif seiring dengan pelaksanaan implementasi GCG berpotensi terpuruk kembali. Tidak bisa tidak,
penyelesaian masalah ini harus dilakukan secara menyeluruh dan sistemik dengan menggabungkan
paradigma GCG dan penegakan hukum.

Langkah pertama adalah dengan mengusut tuntas dan jelas pihak-pihak yang terlibat.
Kementerian BUMN telah melakukan langkah tepat dengan mengganti direksi yang diduga terlibat dalam
perkara ini. Namun demikian, mengganti direksi saja tidaklah cukup. Perlu dilakukan pembersihan besar-
besaran terhadap intern Waskita dengan mengganti para pihak yang terlibat. Jika hanya pimpinannya saja
yang diganti, tidak tertutup kemungkinan dimasa mendatang kasus ini akan terulang. Auditor Eksternal
yang membantu pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab di Waskita dalam melakukan rekayasa
keuangan harus dihukum seberat-beratnya, baik perusahaan maupun individunya.

Langkah kedua adalah dengan memperkuat implementasi GCG. Kementerian BUMN harus
menyadari bahwa penguatan implementasi GCG mutlak diperlukan agar kasus yang sama tidak terulang.
Kementerian BUMN tidak cukup hanya dengan “memaksa” BUMN memiliki kelengkapan infrastruktur dan
softstructure, namun harus menekankan pada tataran implementasi. Perusahaan dapat menunjuk
konsultan yang akan menginternalisasi dan menginstitusionalisasi penerapan GCG secara menyeluruh dan
holistik. Paradigma pendekatan GCG yang compliance driven harus ditinggalkan dan diganti dengan
penerapan GCG sebagai corporate culture. GCG haruslah menjadi sistem, struktur dan budaya yang satu
sama lain tidak terpisahkan. Kasus ini diharapkan menjadi pemicu maraknya implementasi GCG, yang
selama beberapa tahun ini kelihatannya adem ayem belaka.

Langkah ketiga adalah dengan menerapkan dan memperkuat internal control system dan
kebijakan whistleblower. Internal control system yang dimiliki BUMN selama ini sangatlah lemah dan tidak
tertata dengan rapi. Tindakan yang dilakukan baru sebatas mengobati sesuatu yang telah terjadi, belum
sampai pada tahap pencegahan.

Selain itu, sangat sedikit BUMN yang memiliki kebijakan whistleblower dan menerapkannya.
Kebijakan ini akan sangat bermanfaat untuk mendeteksi terjadi fraud. Pelapor harus dilindungi dari
kemungkinan balas dendam dan tindakan berbahaya lainnya dari pihak yang dilaporkan. Berkaca pada
Cinthya Cooper, whistleblower kasus Worldcom yang meraih persons of the year dari majalah Time, maka
Cinthya hanyalah seorang internal auditor biasa. Cinthya hanya internal auditor yang melaksanakan
tugasnya sehari-hari. Dalam pelaksanaan tugasnya inilah Cinthya menemukan kecurangan yang dilakukan
jajaran top management Worldcom. Ini menunjukkan bahwa dengan sistem yang kuat, pelanggaran akan
dapat diminimalisir. Bayangkan beban yang harus ditanggung tidak hanya oleh negara namun juga oleh
karyawan Waskita? Bayangkan kerugian yang ditanggung hanya demi memperoleh citra dan kebaikan
belaka.

Instruksi :

1. Buatlah analisis pengendalian internal yang terdapat pada PT. Waskita Karya sesuai narasi
tersebut diatas!
2. Buatlah usulan perbaikan pengendalian internal untuk PT. Waskita Karya!

Anda mungkin juga menyukai