Anda di halaman 1dari 16

The Dhapur and Pamor of

Indonesian Kris
2016
(alm. Mpu Djeno Harumbrodjo Version)
Kris’ Anatomy (ricikan Keris)
D: Kebodengen D: KeboSelurung D: RonTeki D: Betok
P: Rekepbayu P: Adeg 3 Ler D: Sombro
D: KeboTeki P: Beraswutah P: Pendul P: Pendul
P: AdegLembut

D: JalakSanguTumpeng D: JalakSegoroMuncar
D: JalakTilamSari D: JalakGore P: TunggakSemi D: JalakUcupMadu P: Tepen
P: Tambal D: JalakDinding P: Adeg 1 Ler
P: Tepen P: Adek 3 Ler

D: JalakSumelangGandring D: KoloMunyeng
D: BangoDolok
P: UjungGunung P: MayangMekar P: KembangPolo
D: AnggrekSumelangGandring D: JalakSanguTumpengRobyong D: PasopatiMoroSebo
P: Tritik P: Tambal P: RongenDuru
D: MengkangKurungan
D: Sindur D: Brojol D: LalerMengeng
P: AdegKurung D: TilamUpih P: Koso P: BerasWutah P: Tambal
D: JalakMorosebu P: Tunggak
P: UdanIris

D: SujenAmpel D: Pasopati
P: BerasWutah D: KeboKantong D: Trisulo
D: KolomSani
P: KembangAnggrek
D: KondoBesuki
P: BerasWutah P: UdanMas P: TegoWarno
P: BerasWutah
D: Duwung D: PudakSetegal D: BimoKurdo D: Kolodete
D: Sinom
P: Pendul D: Sinom P: Ujung P: LaweSetukel P: Tritik
P: MayangMekar P: BerasWutah

D: DamarMurup
D: Pamungkas P: BerasWutah D: DamarMurupTuding D: JangkungMayat D: JangkungMangkurat
P: AdegLembut P: BerasWutah P: AdegLembut D: SegoroWinotan
P: BerasWutah P: BerasWutah

D: Jangkung D: ManglarMonga D: UruBingDamar


D: JangkungKoneng P: Tritik D: CampurBawur P: AdegLembut
P: BendoSegodo
P: Adeg 3 Ler P: BerasWutah
D: JangkungPacar
P: Brondong
D: NgamperButo D: Sepokal D: SostroBuntolo D: Karatjan D: Trimurdo D: NogoBuntolo
P: BerasWutah P: BerasWutah P: BerasWutah P: BerasWutah P: BerasWutah P: BerasWutah

D: KoloBendu D: TriKolo D: Gundolo D: Pituruh D: Godo D: Bindi


P: BerasWutah P: BerasWutah P: BerasWutah P: BerasWutah P: BerasWutah P: BerasWutah

D: Larngatap D: Critodeles D: SemarTinanding D: YuyuRumpung D: KernoTinanding D: Mendarang


P: NogoRangsang P: UdanMas P: MayangMekar P: MayangMekar P: TambalWengkon P: UdanLiris
Arti Simbolis Bentuk Keris -> Lurus dan Luk
lebih detil dapat diuraikan sebagai berikut:

Luk (Istilah keris berlekuk) mulai dari luk 3 sampai luk 29, bisa dibayangkan nama-nama keris
yang ada pasti ada ribuan.
Luk 1 (Lurus) : melambangkan kepercayaan diri dan mental yang kuat.
Juga melambangkan keteguhan hati dan kekuatan iman dengan filosofi hidup hanyalah singkat,
‘mampir ngombe’ karena itu air yang diminum haruslah berkualitas ‘ Banyu kang weninge
kalintangan’ (air yang sangat jernih)
Dapur Tilam Upih, dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman daun
untuk tidur, diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh
karena itu, banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dapur
Tilam Upih. Ini menunjukkan adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya
nanti bisa memperoleh ketenteraman dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.

Luk 3 : melambangkan permohonan untuk keberhasilan cita-cita dan diberikan kekuatan untuk
mengatasi segala tantangan.
Juga melambangkan bahwa Tuhan-lah yang berkuasa atas segala ciptaan-Nya. Kita sebagai
salah satu ciptaan-Nya harus melindungi dan mengayomi juga menjadi saluran berkat bagi
sesama.
Dapur Jangkung bermakna tinggi semampai, maksudnya si pemilik keris ini selalu dilindungi
dengan baik oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Luk 5 : dicintai oleh banyak orang karena dapat berkomunikasi dan bersosialisasi dengan baik.
Juga melambangkan manusia harus mengasah panca indranya menuju ke arah yang baik, yaitu
di jalan Tuhan seperti simbolisasi ksatria Pandawa yang terampil, membela kebenaran dan
kepentingan orang banyak.
Dapur Pulang Geni bermakna Ratus atau Dupa atau juga Kemenyan. Bahwa manusia hidup
harus berusaha memiliki nama harum dengan berperilaku yang baik, suka tolong menolong
dan mengisi hidupnya dengan hal-hal atau aktivitas yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Berkelakuan yang baik dan selalu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak,
tentu namanya akan selalu dikenang walau orang tersebut sudah meninggal. Oleh karena itu,
keris dapur Pulang Geni umumnya banyak dimiliki oleh para pahlawan atau pejuang.

Dapur Pandawa bermakna sebagai tauladan dalam kehidupan bermasyarakat dengan


mencontoh para tokoh Pandawa dalam pewayangan, dimana watak Yudistira yang tekun
beribadah dan jujur, watak Bima yang setia dan perkasa, watak Arjuna yang lembut dan sakti,
watak Nakula yang pandai, serta watak Sadewa yang memahami budaya.

Luk 7 : melambangkan kewibawaan dan kewaspadaan.


Juga melambangkan keharmonisan kita dengan alam semesta dengan hidup gotong royong dan
saling tolong menolong.
Dapur Megantara, dalam bahasa Jawa berasal dari dua kata yaitu Mega yang berarti
awan/angkasa raya dan Antara yang berarti luas tak terbatas. Makna bagi pemilik keris
berdapur Megantara adalah agar si pemilik senantiasa berhati luas dan lapang seperti angkasa
raya. Megantara dilukiskan sebagai keris berluk 7 (pitu) sehingga pemiliknya juga
(PITULUNGAN) rajin membantu orang lain

Luk 9 melambangkan kewibawaan, kharisma dan kepemimpinan/ksatria (berani berbuat,


berani bertanggung jawab).
Juga melambangkan menjadi pemimpin yang baik yang bertanggung jawab.
Dapur Kidang Soka memiliki makna "kijang yang berduka". Bahwa hidup manusia akan selalu
ada duka, tetapi manusia diingatkan agar tidak terlalu larut dalam duka yang dialaminya.
Kehidupan masih terus berjalan dan harus terus dilalui dengan semangat hidup yang tinggi.

Luk 11 melambangkan kemampuan dan ambisi untuk mencapai pangkat serta sukses yang
tinggi.
Juga melambangkan manusia jangan sekali-kali melupakan rasa welas asih, karena semua
manusia lahir dari cinta kasih orang tua, hidup rukun dengan sesama dan Berkat dari Tuhan.
Dapur Sabuk Inten, merupakan salah satu dapur keris yang melambangkan kemakmuran dan
atau kemewahan. Dari aspek filosofi, dapur Sabuk Inten melambangkan kemegahan dan
kemewahan yang dimiliki oleh para pemilik modal, pengusaha, atau pedagang pada zaman
dahulu. Keris Sabuk Inten ini menjadi terkenal, selain karena legendanya, juga karena adanya
cerita silat yang sangat populer berjudul Naga Sasra Sabuk Inten karangan Sabuk Inten
karangan S.H. Mintardja pada tahun 1970-an.

Luk 13 melambangkan : kehidupan stabil dan tenang.


Juga melambangkan tujuan akhir dari perjalanan hidup manusia ialah kembali kepada
pencipta-Nya, sehingga jangan lupa untuk selaras dan selalu berada di jalan Tuhan.
Dapur Sengkelat mengandung makna nyala (kehidupan) hati, maksudnya adalah perilaku yang
luhur, dimana setiap siang dan malam kita selalu waspada dalam keadaan apapun.

Angsar
adalah daya kesaktian yang dipercaya oleh sebagian orang terdapat pada sebilah keris. Daya
kesaktian atau daya gaib itu tidak terlihat, tetapi dapat dirasakan oleh orang yang percaya.
Angsar dapat berpengaruh baik atau posistif, bisa pula sebaliknya.
Pada dasarnya, semua keris ber-angsar baik. Tetapi kadang-kadang, angsar yang baik itu belum
tentu cocok bagi setiap orang. Misalnya, keris yang angsar-nya baik untuk seorang prajurit,
hampir pasti tidak cocok bila dimiliki oleh seorang pedagang. Keris yang angsar-nya baik untuk
seorang pemimpin yang punya banyak anak buah, tidak sesuai bagi pegawai berpangkat
rendah.
Guna mengetahui angsar keris, diperlukan ilmu tanjeg. Sedangkan untuk mengetahui cocok dan
tidaknya seseorang dengan angsar sebuah keris, diperlukan ilmu tayuh.

Dapur
Adalah istilah yang digunakan untuk menyebut nama bentuk atau type bilah keris. Dengan
menyebut nama dapur keris, orang yang telah paham akan langsung tahu, bentuk keris yang
seperti apa yang dimaksud. Misalnya, seseorang mengatakan: "Keris itu ber-dapur Tilam Upih",
maka yang mendengar langsung tahu, bahwa keris yang dimaksud adalah keris lurus, bukan
keris yang memakai luk. Lain lagi kalau disebut dapur-nya Sabuk Inten, maka itu pasti keris
yang ber-luk sebelas. Dunia perkerisan di masyarakat suku bangsa Jawa mengenal lebih dari
145 macam dapur keris. Namun dari jumlah itu, yang dianggap sebagai dapur keris yang baku
atau mengikuti pakem hanya sekitar 120 macam saja. Serat Centini, salah satu sumber tertulis,
yang dapat dianggap sebagai pedoman dapur keris yang pakem memuat rincian jumlah dapur
keris sbb:

Keris lurus ada 40 macam dapur. Keris luk tiga ada 11 macam. Keris luk lima ada 12 macam.
Keris luk tujuh ada 8 macam. Keris luk sembilan ada 13 macam. Keris luk sebelas ada 10 macam.
Keris luk tigabelas ada 11 macam. Keris luk limabelas ada 3 macam. Keris luk tujuhbelas ada 2
macam. Keris luk sembilan belas, sampai luk duapuluh sembilan masing-masing ada semacam.
Namun, menurut manuskrip Sejarah Empu, karya Pangeran Wijil, jumlah dapur yang dianggap
pakem lebih banyak lagi. Catatan itu menunjukkan dapur keris lurus ada 44 macam, yang luk
tiga ada 13 macam, luk sebelas ada 10 macam, luk tigabelas ada11 macam, luk limabelas ada 6
macam, luk tujuhbelas ada 2 macam, luk sembilanbelas sampai luk duapuluh sembilan ada dua
macam, dan luk tigapuluh lima ada semacam.
Jumlah dapur yang dikenal sampai dengan dekade tahun 1990-an, lebih banyak lagi.

Dapur dan ricikannya


1. Betok : Bilahnya lebar ,agak pendek biasanya tipis , dengan gandik polos pejetan tikel
alis tidak jelas
2. Brojol : tanpa ricikan hanya pejetan
3. Tilam Upih : ricikan keris Lurus, terdapat pijetan dan tikel alis pejetan
4. Jalak :
5. Panji Anom : tikel alis ,sogokan , sraweyan ,greneng
6. Jaka Supa
7. Semar Betak : gandik berukir naga atau lung lungan ,kembang kacang , greneng
8. Regol : gandik dua, pejetan , tingil di dua sisi , pejetan sampai pinggir , bentuk simetris
9. Karna Tinanding : gandik dua, tikel alis 2, pejetan 2, sogokan, ri pandan , greneng
10. Kebo Teki : bilah pendek dan agak lebar lambe gajah 3 ,kmbng kcang , greneng
11. Kebo Lajer atau Mahesa Lajer :
12. Jalak Ruwuh :pejetan, tingil ,ada ada, gusen
13. Sempana Bener : ricikan Luk 7, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dan
greneng.
14. Jamang Murub : sgokan pndek , bilh brbingkai ( lis lisan )
15. Tumenggung : lmbe gjh, kmbng kcng, srweyan, greneng
16. Pantrem
17. Sinom Worawari : semua keris lurus yg brgusen disbut wora wari
18. Condong Campur
19. Kalamisani : lmbe gjh 2, kmbng kacang , sogokan, greneng, gusen, krwingan , tikel alis
20. Pasopati : lambe gajah , kembang kacang pogog , sogokan , ri pandan , gusen ,
21. Jalak Dinding : pejetan , tingil, gusen
22. Jalak Sumelang Gandring : sgokan satu di dpan, srweyan , tingil
23. Jalak Ngucup Madu
24. Jalak Sangu Tumpeng : sogokan 2 ,sraweyan tingil
25. Jalak Ngore : sraweyan , greneng
26. Mundarang
27. Yuyu Rumpung : bilah sprti pedang suduk gnja kelap lintah
28. Mesem
29. Semar Tinandu : kmbng kcang 2 , sgokan
30. Ron Teki : gndik pnjang, kmbng kcng, lbe gjh 2, sgokn hnya 1 di dpn
31. Dungkul : bilah seperti tilam upih ricikan ganja
32. Kelap Lintah : duri basis bilah mlengkung ke atas tnpa gnja
33. Sujen Ampel : lmbe gjh, kmbng kcng, jnggot 2, ri pndn brsusun, bdan bilah agk tbal
34. Lar Ngatap
35. Mayat Miring : bilah agak membungkuk , gusen , sogokan hanya satu , ada ada seperti
punuk (punggung)
36. Kanda Basuki
37. Putut Kembar
38. Mangkurat
39. Sinom : tikel alis , sgokn, srweyan , greneng
40. Kala Munyeng
41. Pinarak : bilah seperti pedang tusuk gndik pnjng, sgkan
42. Tilam Sari : gusen, ruwingan
43. Jalak Tilam Sari : tingil , gusen, kruwingan
44. Wora Wari : semua keris lurus yg brgusen disbut wora wari
45. Marak : sgkn hnya satu di dpa , greneng
46. Damar Murub
47. Jaka Lola : satu sgkan di dpan , greneng tak sempurna, ujung gunung
48. Sepang
49. Cundrik
50. Cengkrong : gandik panjang bilah melengkung
51. Naga Tapa
52. Jalak Ngoceh
53. Kala Nadah
54. Balebang
55. Pundhak Sategal/ Pudak Jangkung : ricikan keris Luk tiga, terdapat pijetan dan tikel
alis, pudak sategal dan sraweyan
56. Kala Dite
57. Pandan Sarawa
58. Jalak Barong atau Jalak Makara
59. Bango Dolok Leres
60. Singa Barong Leres
61. Kikik
62. Mahesa Kantong
63. Maraseba
64. Pendawa Cinarita : ricikan Luk 5, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dua,
sogokan dua, sraweyan dan greneng
65. Carang Soka dengan ricikan Luk 9, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dua,
sogokan dua, sraweyan dan greneng
66. Sabukinten dengan ricikan Luk 11, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah ,
sogokan dua, sraweyan dan greneng.
67. Sengkelat dengan ricikan Luk 13, terdapat kembang kacang, jalen, lambe gajah dua,
sogokan dua, sraweyan, ripandan dan greneng.

Seiring perkembangan jaman, saat ini diperkirakan Dhapur untuk keris lurus dan ber-luk ada
lebih dari 440 buah, luk 3, luk 5, luk 7, luk 9, luk 11, luk 13, luk 15, luk 17, luk 19, luk 21, luk 23,
luk 25, luk 27, dan luk 29.
Termasuk di antaranya tokoh semacam Ki Nom Mataram, Pangeran Wijil (II) di Kartasura, dan
oleh tim keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin Kanjeng Gusti Pangeran
Adipati Anom, Hamengkunagara (III) (Susuhunan Pakoe Boewana V) sebagaimana dituliskan
sebagai salah satu bahan pembahasan di dalam Suluk Tambangraras atau Serat Centhini.
Di dalam pada itu, unsur-unsur yang melekat dan bahan-bahan yang digunakan untuk
pembuatan keris, dicandra dan ditafsirkan melalui kandungan pesan-pesannya yang bernuansa
Moral dan Etik yang kuat, terutama di dalam kaitan dengan kesinambungan wilayah kehidupan
mikrokosmos (jagad kecil) dan makrokosmos (jagad besar).

BEBERAPA FILOSOFI DHAPUR


1) Filosofi Dhapur BROJOL
Dhapur Brojol, sebagaimana dhapur keris lainnya merupakan suatu karya yang mempunyai
muatan spiritual berupa ajaran-ajaran hidup. Secara terminology, brojol memang identik dan
terkait dengan masalah kelahiran. Brojol merupakan ungkapan peristiwa kelahiran jabang bayi
ke dunia.. Keris berdhapur brojol, sebagai simbol kelahiran bayi sebenarnya bukan pada proses
kelahiran itu sendiri (mbrojol-lahir) yang akan disampaikan, akan tetapi ditujukan pada
kesucian jabang bayi yang baru dilahirkan, yaitu fitrah manusia. Bayi yang dilahirkan tentunya
sangatlah polos dan bersih.
Pesan yang ingin disampaikan oleh empu melalui keris dhapur brojol adalah agar manusia
dapat dilahirkan kembali secara spiritual, disucikan, atau kembali ke fitrah atau “Born Again”.
Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhkan
diri dari perbuatan jahat. Nurani manusia selalu merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh
di dalam lubuk hati manusia, pada dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus
mengikuti jalan agama yang benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya, fitrah yang
diajarkan agama. Pijetan menunjukkan kelapangan hati, Gandik polos menunjukkan ketabahan
Dhapur Brojol mempunyai ricikan Pijetan yang merupakan symbol dari kelapangan hati.
Gandik polos merupakan simbol ketabahan dalam menjalani hidup. Kelapangan hati terhadap
sesuatu yang diperoleh, khususnya terhadap keadaan yang tidak menyenangkan hati. Fitrah
manusia itu pada dasarnya memiliki kecondongan percaya pada kekuasaan dan takdir Tuhan.
Namun demikian, orang harus wajib berikhtiar, harus berusaha semampunya (wiradat).
Namun usaha tersebut perlu dijalani sewajarnya, ora ngoyo atau memaksakan diri diluar batas
kemampuannya, melanggar ajaran agama dan merugikan orang lain. Orang yang hidup ngoyo
dan neko-neko (bertingkah), cenderung untuk berbuat dan berperilaku tidak baik, yang justru
menjauhkan dirinya dari pencapaian fitrahnya sebagai manusia.
2nd version : Mengandung nasehat agar orang hanya menyampaikan suatu persoalan yang
dapat dilaksanakan, tidak ngambra-ambra, dipertimbangan dengan bijak, serta tidak gampang
obral janji;
2) Filosofi Dhapur TILAM UPIH
TILAM UPIH, dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman daun untuk
tidur. Diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh karena
itu banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dhapur tilam
Upih. Ini menunjukkan adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya nanti
bisa memperoleh ketenteraman dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
2nd version : Mengandung makna pasemon dunia pakerisan, jika seseorang telah mencintai
keris sikapnya bagaikan orang yang mencintai seorang perempuan yang menjadi isterinya,
dimana ingatan pikirnya selalu tertuju kepadanya.
3) Filosofi Dhapur SABUK INTEN
SABUK INTEN, merupakan salah satu dhapur keris yang melambangkan kemakmuran dan atau
kemewahan. Dari aspek philosofi, dhapur Sabuk Inten melambangkan kemegahan dan
kemewahan yang dimiliki oleh para pemilik modal, pengusaha atau pedagang pada jaman
dahulu. Keris Sabuk Inten ini menjadi terkenal, selain karena legendanya, juga karena adanya
cerita silat yang sangat populer berjudul Naga Sasra Sabuk Inten karangan S.H. Mintardja pada
tahun 1970-an.
2nd version : mengandung makna suatu yang lebih berharga adalah hati dimana kemuliaan
manusia akan ditentukan oleh dasar syariat dan etika yang baik;
4) Filosofi Dhapur SENGKELAT
SENGKELAT, adalah salah satu dhapur keris yang sangat popular di masyarakat. Hal ini tidak
lepas dari cerita di balik pembuatan keris Sengkelat, dimana bahan besinya terbuat dari cis
(besi penggiring onta) milik Rasululloh SAW, pemberian Sunan AMPEL (versi lain mengatakan
Sunan Kalijogo) kepada Empu Supo Mandrangi yang pada akhirnya dibuat menjadi Pusaka
Keraton Majapahit dan diberi nama Kanjeng Kyai Ageng Sengkelat.
Keris dhapur Sengkelat merupakan keris Luk 13 yang banyak dipakai dan dimiliki oleh para
pimpinan, petinggi dan pegawai pemerintahan guna menjaga stabilitas. Lambang dari keris Luk
13 adalah kestabilan dalam berbagai bidang. Kestabilan dapat diraih jika ketulusan dan
kebijaksanaan ada pada hati pemiliknya.
2nd version : mengandung maknanya nyala (kehidupan) hati, maksudnya adalah perilaku yang
luhur, dimana pada setiap siang dan malam dalam keadaan apapun hendaknya kewaspadaan
jangan sampai ditinggalkan;
5) Filosofi Dhapur NAGASASRA
NAGA SASRA, adalah salah satu nama Dhapur Keris Luk 13 dengan Gandik berbentuk kepala
Naga yang badannya menjulur mengikuti sampai ke hampir pucuk bilah. Umumnya keris
dhapur Naga Sasra dihiasi dengan kinatah emas sehingga penampilannya terkesan indah dan
lebih berwibawa. Keris Dhapur Naga Sasra berarti Ular yang jumlah sisiknya seribu (beribu-
ribu) dan juga dikenal sebagai keris dhapur Sisik Sewu.
Dalam budaya Jawa, Naga diibaratkan sebagai Penjaga. Oleh karena itu banyak kita temui pada
pintu sebuah Candi ataupun hiasan lainnya yang dibuat pada jaman dahulu. Selain Penjaga,
Naga juga diibaratkan memiliki wibawa yang tinggi.
6) Filosofi Dhapur PULANG GENI
PULANG GENI , merupakan salah satu dhapur keris yang populer dan banyak dikenal karena
memiliki padan nama dengan pusaka Arjuna. Pulang Geni bermakna Ratus atau Dupa atau juga
Kemenyan. Bahwa manusia hidup harus berusaha memiliki nama harum dengan berperilaku
yang baik, suka tolong menolong dan mengisi hidupnya dengan hal-hal atau aktifitas yang
bermanfaat bagi bangsa dan negara. Dengan berkelakuan yang baik dan selalu menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak, tentu namanya akan selalu dikenang walaupun
orang tersebut sudah meninggal. Oleh karena itu, Keris dhapur Pulang Geni umumnya banyak
dimiliki oleh para pahlawan atau pejuang.
7) Filosofi Dhapur PANDAWA
PANDAWA adalah Dhapur keris yang banyak terdapat dan dimiliki masyarakat. philosofi dari
Dhapur Pandawa ini adalah tentang kehidupan bermasyarakat, maksudnya agar kita dapat
mencontoh para tokoh Pandawa dalam pewayangan, antara lain :
a. Yudhistira : Tekun beribadah dan Jujur
b. Bima : Setia dan Perkasa
c. Arjuna : Lemah Lembut dan Sakti
d. Nakula : Pandai berdagang / berwirausaha
e. Sadewa : Pandai beternak / berolah pertanian.
Selanjutnya tinggal kita ingin di posisi mana, yang sesuai dengan bidang kita.
2nd version : mengandung makna tentang jalan lima yang benar, bahwa rahasia kematian dari
manusia terletak, dari hari pasarannya (Pon-Wage-Kliwon-Legi-Pahing);
8) Dhapur Pandhawa Cinarita mengandung makna tentang lima bentuk ajaran untuk dituakan,
yakni menguasai pengetahuan, inderanya wening, bersikap sabar, narima, tidak bersikap
murka;
9) Filosofi Dhapur PUTHUT KEMBAR
PUTHUT KEMBAR, oleh banyak kalangan awam disebut sebagai Keris Umpyang. Padahal
sesungguhnya Umpyang adalah nama seorang mPu, bukan nama dhapur keris. PUTHUT, dalam
terminologi Jawa bermakna Cantrik, atau orang yang membantu atau menjadi murid dari
seorang Pandhita / mPu pada jaman dahulu.
Bentuk Puthut ini konon berasal dari legenda tentang cantrik atau santri yang diminta untuk
menjaga sebilah pusaka oleh sang Pandhita. Juga diminta untuk terus berdoa dan mendekatkan
diri kepada Sang Pencipta. Bentuk orang menggunakan Gelungan di atas kepala, menunjukkan
adat menyanggul rambut pada jaman dahulu. Bentuk wajah, walau samar tetapi masih terlihat
jelas guratannya. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa dhapur Puthut mulanya dibuat oleh
mPu Umpyang yang hidup pada era Pajang awal. Tetapi inipun masih belum bisa dibuktikan
secara ilmiah karena tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah.
10) Filosofi Dhapur SUMELANG
Keris Lurus SUMELANG, dalam bahasa Jawa bermakna kekhawatiran atau kecemasan terhadap
sesuatu. Sedangkan Gandring memiliki arti setia atau kesetiaan yang juga bermakna
pengabdian. Dengan demikian, Sumelang Gandring memiliki makna sebagai bentuk dari sebuah
kecemasan atas ketidaksetiaan akibat adanya perubahan.
Ricikan keris ini antara lain : gandik polos, sogokan satu di bagian depan dan umumnya dangkal
dan sempit, serta sraweyan dan tingil. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa keris dhapur
Sumelang Gandring termasuk keris dhapur yang langka atau jarang ditemui walau banyak
dikenal di masyarakat perkerisan.
Konon salah satu pusaka kerajaan Majapahit ada yang bernama Kanjeng Kyai Sumelang
Gandring.
11) Filosofi Dhapur JALAK NGORE
Jalak adalah burung yang pandai dan rajin mencari makan, berkelakuan baik, mudah diberi
pelajaran dan setia. Sedangkan Ngore berarti bersolek. Dhapur ini membawa pesan bahwa
seseorang harus pandai memperindah kata-kata saat menguraikan kalimat untuk mencapai
cita-cita. Tentunya agar dapat menguraikan kata-kata perlu belajar dan pengalaman yang
memadai serta tidak menyakiti orang lain.
2nd version : maknanya pikiran yang berjalan, sedang manusia tidak boleh terburu-nafsu dan
sesuatu yang akan dilakukan harus terlebih dahulu dipikirkan secara sungguh-sungguh;
12) Filosofi Dhapur JALAK SANGUTUMPENG
Jalak adalah burung yang pandai dan rajin mencari makan, berkelakuan baik, mudah diberi
pelajaran dan setia. Sedangkan Sangutumpeng adalah suatu istilah tentang suatu pesan “bekal
Selamat”. Tumpeng dalam tradisi masyarakat Jawa sebagai sarana mengucap syukur kepada
Tuhan YME dalam acara selamatan. Dhapur ini membawa pesan bahwa seseorang harus pandai
bersyukur dan menyikapi apa yang terjadi dengan penuh kearifan sehingga nantinya “bekal
selamat” akan diperoleh di masa kini dan masa yang akan datang.
2nd version : mengandung makna tempat keyakinan bahwa rejeki memang dari Allah, sehingga
manusia itu jangan wancak kalbu, menjadi khawatir tidak memperolehnya karena Allah itu
Maha Pemurah dan Pengasih;
13) Filosofi Dhapur KIDANG SOKA
KIDANG SOKA, memiliki makna Kijang yang berduka. Bahwa hidup manusia akan selalu ada
Duka, tetapi manusia diingatkan agar tidak terlalu larut dalam duka yang dialaminya.
Kehidupan masih terus berjalan dan harus terus dilalui dengan semangat hidup yang tinggi.
14) Filosofi Dhapur RAGA PASUNG
RAGA PASUNG, atau Rangga Pasung memiliki makna sesuatu yang dijadikan sebagai Upeti.
Dalam hidup di dunia, sesungguhnya hidup dan diri manusia ini telah diupetikan kepada Tuhan
YME. Dalam arti bahwa hidup manusia ini sesungguhnya telah diperuntukkan untuk beribadah,
menyembah kepada Tuhan YME. Dan karena itu kita manusia harus ingat bahwa segala sesuatu
yang kita miliki di dunia ini sesungguhnya semu dan kesemuanya adalah milik Tuhan YME.
15) Filosofi Dhapur BETHOK BROJOL
BETHOK BROJOL, adalah keris dari tangguh Tua juga. Keris semacam ini umumnya ditemui
pada tangguh Tua seperti Kediri/Singosari atau Majapahit. Dikatakan Bethok Brojol karena
bentuknya yang pendek dan sederhana tanpa ricikan kecuali Pijetan seperti keris dhapur
Brojol.
16) Filosofi Dhapur MEGANTORO
Megantoro merupakan salah satu nama dhapur yang cukup terkenal dari sekian banyak dhapur
dalam dunia perkerisan. Bentuk keris ini cukup unik karena keris ini dikategorikan sebagai
keris berluk yaitu luk 7. Keunikan keris ini adalah luk hanya ada di bagian bawah dan luk yang
ke 7 terlihat lurus sehingga terkesan keris ini terdiri dari dua bagian yaitu berluk dan lurus.
Dalam khasanah bahasa Jawa Megantoro berasal dari dua kata yaitu Mego (Mega) yang berarti
awan / angkasa raya dan Antoro bermakna luas tidak terbatas. Nilai falsafah dari Megantoro
adalah agar si pemilik keris Megantoro dapat memiliki hati yang lapang selapang / seluas
angkasa raya. Disisi lain masyarakat Jawa juga mengenal falsafah numerologi yaitu angka 7
dalam bahasa Jawa disebut PITU, yang kemudian dalam khasanah otak-atik gatok, sarwo dosok,
dikenal pitu sebagai kependekan daripada kata Pitulungan yang berarti pertolongan
bermaksud empu mengharapkan agar si pemilik keris selalu mendapatkan pertolongan
daripada Yang Maha Kuasa dari sesama serta selalu menolong sesama dan selamat sentosa.
17) Dhapur Jalak Tilamsari dimaksudkan sebagai penutup, maknanya agar orang selalu berada
dalam sadar meski sedang tidur sekalipun, sehingga selalu dalam keadaan waspada;
18) Dhapur Jalak Dhindhing mengandung makna tentang hijab/kijab atau sekat, maksud tiga
perkara itu, rahasianya dilangitlah, manusia itu yang pasti harus menyebut, Allah dengan
Muhammad, ketiganya para rasul Allah;
19) Dhapur Carita mengandung pesan tentang pengetahuan yang benar, dimana kemampuan
keilmuan membutuhan dukungan jaringan dari mereka yang lebih senior dan berpengalaman;
20) Dhapur Sabuktampar mengandung makna kuat tetapi tidak kentara, yakni bahwa rahasia
kekuatan ditentukan oleh hati dan diri pribadi;
21) Dhapur Sempana mengandung makna tentang cita-cita bahwa kejelasan dari suatu
pengetahuan harus mampu melakukan prediksi dan perkiraan-perkiraan keadaan secara
cerdas;
22) Dhapur Carangsoka mengandung makna tentang kecenderungan kerja, bahwa orang
hendaknya dalam hidupnya diniatkan untuk menebar benih kebajikan;
23) Dhapur Kyai Semar Bethok mengandung makna sesuatu yang masih gelap harus dijelaskan,
yang menuntut kewajiban manusia mencari kehidupan yang menghasilkan, namun tidak rucah
dan melakukan pekerjaan yang tidak terhormat;
24) Dhapur Semar Tinandhu mengandung menghilangkan kegelapan dengan amalan, bahwa
perasaan manusia dalam hidup jangan kosong, dan harus memiliki simpanan ilmu agar
selamat;
25) Dhapur Semar Angujiwat mengandung maknanya tentang sikap optimis dengan selalu
mengingat kebenaran, sehingga dalam segala kehendaknya, manusia tidak tergesa-gesa dengan
hati yang terang dan sikap yang sareh sehingga langkahnya tepat;
26) Dhapur Pandhawa Rarya mengandung makna lima persoalan hati (merah, hitam, putih,
kuning, hijau), dimana hidup manusia jangan hanyut ke dalam sikap yang melanggar kelima
persoalan itu;
27) Dhapur Sempana Blandhong mengandung makna pandangan yang jernih sehingga maneges
manekung, manusia dalam berkehendak harus didasarkan pandangan yang tajam (bersikap)
meneb tanpa hati yang tergesa, sehingga cita-citanya tercapai;
28) Dhapur Sempana Kinjeng mengandung makna hidup itu bagaikan mimpi, yang pada akhirnya
manusia itu akan mengalami kematian;
29) Dhapur Condhong Campur mengandung makna ketajaman hati, dimana manusia harus
mampu menyatu dengan segala masalah, tidak kaku dan mengedepankan sikap terlihat baik.
30) Dhapur Campur Bawur mengandung makna kehendak yang pasti, bahwa manusia harus
jumblah, kecenderungan mengawinkan pikirannya dengan Gusti, bagaikan bercampurnya
tembaga emas menjadi suwasa yang murni
31) Dhapur Pudhak Sategal mengandung makna adalah bentuk yang jadi bahwa, pikiran manusia
akan muncul secara spontan karena tidak banyak artinya kalau terlambat;
32)Dhapur Carubuk mengandung makna momot bakuh pengkuh, dimana manusia hendaknya
jangan menghindari tantangan dengan memilih yang baik-baik dan menolak yang jelek;
33)Dhapur Sadak mengandung makna kenceng kumandel, agar manusia tidak selalu mengubah-
ubah sikapnya hanya karena dorongan nafsu karena akan mengikis kepercayaan dari
sesamanya;
34)Dhapur Rara Siduwa mengandung makna tentang manusia yang sering khilaf, agar dirinya
selalu menjaga agar tidak selingkuh;
35)Dhapur Kebo Dhengdheng mengandung makna tentang sesuatu yang enak karena meresap,
agar manusia mampu komunikasi dengan enak, mudah dan diterima oleh sesamanya.
36)Dhapur Putri Sinaroja mengandung makna untuk saling melengkapi, dimana manusia itu
bermacam-macam, tidak ada yang persis sama dan selalu ada saja bedanya
37)Dhapur Karno Tinandhing mengandung makna sebanding, dimana manusia dituntut untuk
selalu mencari pengetahuan tanpa akhir;
38)Dhapur Tebu Sauyun mengandung makna tentang tindakan terpuji, dimana manusia
hendaknya bersikap jujur dengan cita-rasa yang sama dan tidak selalu ingin menang sendiri.

Luk
Istilah ini digunakan untuk bilah keris yang tidak lurus, tetapi berkelok atau berlekuk. Luk pada
keris selalu gasal, tidak pernah genap. Hitungannya mulai dari luk tiga, sampai luk tigabelas. Itu
keris yang normal. Jika luknya lebih dari 13 atau 15, dianggap sebagai keris yang tidak normal,
dan disebut keris kalawijan atau palawijan.
Jumlah luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap. Selain itu, irama luk keris dibagi menjadi
tiga golongan.
Pertama, luk yang kembar atau samar. Kedua, luk yang sedeng atau sedang. Dan ketiga, luk yang
rengkol - yakni yang irama luknya tegas
Dulu, keris kalawijan ini diberikan pada orang-orang yang berbeda dengan orang yang normal,
yakni orang yang eksentrik, yang terlalu pintar, yang punya kelebihan, atau yang punya
kekurangan.
Untuk bisa membedakan dhapur keris yang satu dengan lainnya, orang perlu lebih dahulu
memahami berbagai komponen atau ricikan keris. Tanpa tahu dan faham benar mengenai
ricikan keris, mustahil orang bisa mengetahui atau menentukan nama dhapur keris.

Mendak
adalah sebutan bagi cincin keris, yang berlaku di Pulau Jawa, Bali, dan Madura.
Di daerah lain biasanya digunakan istilah cincin keris. Mendak hampir selalu
dibuat dari bahan logam: emas, perak, kuningan, atau tembaga. Banyak di
antaranya yang dipermewah dengan intan atau berlian. Pada zaman dulu ada
juga mendak yang dibuat dari besi berpamor.
Selain sebagai hiasan kemewahan, mendak juga berfungsi sebagai pembatas
antara bagian hulu keris atau ukiran dengan bagian warangka.

Selut
seperti mendak, terbuat dari emas atau perak, bertatahkan permata. Tetapi fungsi selut
terbatas hanya sebagai hiasan yang menampilkan kemewahan. Dilihat dari bentuk dan
ukurannya, selut terbagi menjadi dua jenis, yaitu selut njeruk pecel yang ukurannya kecil, dan
selut njeruk keprok yang lebih besar.
Sebagai catatan; pada tahun 2001, selut nyeruk keprok yang bermata berlian harganya dapat
mencapai lebih dari Rp. 20 juta!
Karena dianggap terlalu menampilkan kemewahan, tidak setiap orang mau mengenakan keris
dengan hiasan selut.

Anda mungkin juga menyukai