ADMINISTRASI
Teori Dan Praktik Dalam Melakukan
Penelitian Administrasi
i
Undang-undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Pasal 72
ii
METODE PENELITIAN
ADMINISTRASI
Teori Dan Praktik Dalam Melakukan
Penelitian Administrasi
PENERBIT:
CV. AA. RIZKY
2021
iii
METODE PENELITIAN
ADMINISTRASI
Teori Dan Praktik Dalam Melakukan Penelitian
Administrasi
Penulis:
Dr. Delly Maulana, MPA.
Penerbit:
CV. AA. RIZKY
Jl. Raya Ciruas Petir, Puri Citra Blok B2 No. 34
Kecamatan Walantaka, Kota Serang - Banten, 42183
Hp. 0819-06050622, Website : www.aarizky.com
E-mail: aa.rizkypress@gmail.com
Anggota IKAPI
No. 035/BANTEN/2019
ISBN : 978-623-6942-85-7
xii + 154 hlm, 23 cm x 15,5 cm
iv
PRAKATA
v
sangat luas, kita bisa meneliti tentang kebijakan publik dan
manajemen publik yang fokus dibeberapa bidang kajian,
misalnya kajian kemiskinan, kesehatan, lingkungan,
transportasi, pendidikan, dan lain-lain yang berkaitan dengan
urusan publik. Dalam buku ini menjelaskan tentang konsep
meteodologi penelitian, serta aplikasi penerapannya dan
dilengkapai dengan penerapan aplikasi dalam membantu
riset si peneliti, misanya tentang mendeley, Nvivo, SPSS,
penting mereview jurnal untuk penelitian, dan strategi
publikasi ilmiah.
Kami sadari bahwa buku yang anda pegang sekarang
ini masih banyak kelemahan dan kekurangan, untuk itu saran
maupun kritiknya kami harapkan. Semua kelemahan maupun
kekurangan dalam buku ini sepenuhnya menjadi tanggung
jawab kami. Akhir kata kami ucapkan selamat membaca.
Penulis,
vi
DAFTAR ISI
PRAKATA ...................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................... x
DAFTAR GAMBAR....................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................ 1
1.1. Konsep Kebenaran dan Penelitian ......... 1
1.2. Pentingnya Penelitian ............................ 2
1.3. Perbedaan Metode Penelitian Kualitatif
dan Kuantitatif ....................................... 4
1.4. Hal-hal yang Dibutuhkan dalam
Penelitian ............................................... 10
BAB II KONSEP ADMINISTRASI PUBLIK.......... 13
2.1 Pengertian Administrasi Publik ............. 13
2.2 Ruang Lingkup Administrasi Publik ..... 18
2.3 Perkembangan Ilmu Administrasi
Publik ...................................................... 22
2.4 Isu-isu Penelitian Administrasi Publik ... 32
BAB III METODE PENELITIAN KUANTITATIF.. 35
3.1 Proses Penelitian, Rumusan Masalah,
Teorisasi, dan Paradigma Penelitian...... 35
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian dalam
Penelitian Kuantitatif ............................. 46
3.3 Skala Pengukuran dalam Metode
Penelitian Kuantitatif ............................. 53
3.4 Cara Pengumpulan Data dan Sumber
Data........................................................ 56
3.5 Teknik Analisis Data ............................. 57
vii
BAB IV METODE PENELITIAN KUALITATIF .... 65
4.1 Paradigma dalam Penelitian Kualitatif .. 65
4.2 Teori-Teori dalam Penelitian Kualitatif 67
4.3 Rumusan Masalah dalam Penelitian
Kualitatif ............................................... 68
4.4 Kerangka Teoritik dalam Penelitian
Kualitatif ............................................... 71
4.5 Populasi dan Sampel Penelitian serta
Cara Pengumpulan Data dalam
Penelitian Kualitatif .............................. 73
4.6 Teknik Analisis dan Keabsahan Data
dalam Penelitian Kualitatif .................... 76
BAB V MEREVIEW JURNAL DALAM
PENELITIAN ............................................... 81
5.1 Pentingnya Mereview Jurnal dalam
Melakukan Penelitian ........................... 81
5.2 Bagaimana Caranya .............................. 82
BAB VI PUBLIKASI ILMIAH .................................. 85
6.1 Pentingnya Publikasi Ilmiah ................. 85
6.2 Format Penulisan Template Jurnal ........ 87
6.3 Cara Mensubmit Artikel pada OJS 3 .... 89
BAB VII MANAJEMEN REFERENSI ...................... 93
7.1 Mengenal Mendeley .............................. 93
7.2 Instalasi dan Menjalankan Mendeley ..... 94
BAB VIII TEKNIK ANALISIS DATA
MENGGUNAKAN NVIVO ........................ 97
8.1 Manfaat NVivo dalam Analisis Data
Kualitatif ............................................... 97
8.2 Langkah-langkah yang Harus
Dilakukan .............................................. 97
viii
BAB IX SISTEMATIKA PENULISAN
PENELITIAN SOSIAL ................................ 103
BAB X CONTOH PENELITIAN SOSIAL .............. 111
DAFTAR PUSTAKA ...................................................... 151
TENTANG PENULIS ..................................................... 154
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
Gambar 5.3 Portal Emerald Insight ............................... 83
Gambar 6.1 Tahapan Proses Publikasi Ilmiah ............... 86
Gamber 6.2 Contoh Template Jurnal ............................. 87
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang jauh dianggap bisa mengungkapkan fakta yang menjadi
fokus penelitiannya.
Kegiatan penelitian memerlukan metode yang jelas.
Oleh karenanya, salah satu langkah yang harus dilakukan
oleh peneliti adalah menentukan metode. Secara garis besar
ada dua metode penelitian, yakni metode penelitian kualitatif
dan metode penelitian kuantitatif. Walaupun secara praktik
kita tidak bisa terlalu kaku dalam menentukan metode apa
yang akan kita pakai dalam melakukan riset, bahkan
keduanya bisa kita pakai. Misalnya menggunakan mixed
method atau metode campuran, dan atau bisa juga kita
menggunakan multi method, terutama dalam kegiatan
pengumpulan data, sebab pada hakikatnya penelitian harus
menekankan pada aspek validitas, reabilitas, logis, dan
objektifitas.
2
b. Mereplikasi (replicate knowledge) ilmu pengetahuan,
yakni menguji hasil-hasil penelitian sebelumnya
berdasarkan hasil penlitian yang baru atau menguji hasil
penelitian sebelumnya pada lingkup penelitian (setting)
yang baru;
c. Memperluas (expand knowledge) ilmu pengetahuan yang
ada, yakni memperluas penelitian pada ide-ide baru;
d. Memperluas prespektif (broaden prespective) dengan
menyuarakan kelompok responden dan atau subjek-
subjek penelitian yang tidak pernah didengar selama ini
(voice of the voiceless).
Kedua, penelitian dapat juga memperbaiki praktik-
praktik yang ada. Dalam konteks ini, penelitian dilakukan
untuk menyediakan berbagai solusi dan perbaikan yang
ditawarkan oleh hasil penelitian tersebut. Penelitian selalu
memberikan input, saran, dan atau rekomendasi baru untuk
memperbaiki praktik-praktik yang ada; Ketiga, hasil
penelitian juga dapat membantu para penentu kebijakan
untuk memformuasi kebijakan baru demi suatu perbaikan.
Dalam konteks pendidikan, misalnya hasil penelitian dapat
membantu para politisi dan pemerintah yang sedang mencari
solusi terhadap masalah kualitas pendidikan misalnya; dan
Keempat, penelitian juga dapat membantu mahasiswa untuk
membengun keterampilan sebagai seoramg peneliti dalam
pengembangan konsep, penulisan, dan bahkan peng-
organisasian konsep dengan cara mengikuti berbagai
prosedur penelitian ilmiah.
Kemudian, tujuan dari penelitian menurut Sugiyono
(2008:3) mengungkapkan bahwa penelitian memiliki
3
tujuandan kegunaan tertentu. Secara umum tujuan penelitian
ada 3 (tiga) macam,yakni : bersifat pene,uan, pembuktian,
dan pengembangan. Penemuan,berarti data yang diperolah
dari penelitian itu adalah data yang betul-betul baru yang
sebelumnya belum diketahui. Pembuktian, berarti data yang
diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-
raguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu, dan
pengembangan berarti memperdalam dan memperluas
pengetahuan yang telah ada.
4
postpostivime. Metode ini disebut juga sebagai metode
artisitik karena proses penelitian bersifat seni (kurang
terpola), dan disebut sebagai metode interpretative karena
data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi
terhadap data yang ditemukan dilapangan. Metode ini juga
sering disebut metode penelitian naturalistic karena
penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural
setting); disebut juga metode etonografi, karena pada
awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian
bidang antropologi budaya; disebut metode kualitatif karena
data yang terkumpul dan analisisnya bersifat kualitatif.
Tabel 1.1
Perbedaan Aksioma Antara Metode Kualitatif dan
Kuantitatif
Metode
Aksioma Dasar Metode Kualitatif
Kuantitatif
Sifat Realitas Dapat Ganda, holistic,
diklasifikasikan, dinamis, hasil
kongkrit, kontruksi, dan
teramati, terukur pemahaman
Hubungan Independen, Interaktif dengan
Peneliti dengan supaya terbangun sumber data supaya
yang diteliti objektifitas memperoleh makna
Hubungan Sebab-akibat Timbal
Variabel balik/interaktif
X Y
X Y
5
Kemungkinan Cenderung Transferability
Generalisasi membuat (hanya mungkin
generalisasi dalam ikatan
konteks dan waktu)
Peranan Nilai Cenderung bebas Terikat nilai-nilai
nilai yang dibawa
peneliti dan sumber
data
Sumber : Sugiyono (2008:10)
6
variabel bersifat interaktif
2. Menguji teori 2. Menemukan teori
3. Mencari 3. Menggambarkan
generalisasi yang realitas yang
mempunyai nilai kompleks
produktif 4. Memperoleh
pemahaman makna
3. C. Teknik Pengumpulan C. Teknik Pengumpulan
Data Data
1. Kuesioner 1. Participant
2. Obesrvasidan observation
wawancara 2. In dept Interview
terstruktur 3. Dokumentasi
4. Triangulasi
4. D. Insturmen Penelitian D. Instrumen Penelitian
1. Test angket, 1. Peneliti sebagai
wawancara instrument (human
terstruktur instrument)
2. Instrumen yang 2. Buku catatan atau
telah terstandar log book, tape
recorder, camera,
dan lain-lain
E. Data E. Data
1. Kuantitatif 1. Deskriptif kualitatif
2. Hasil pengukuran 2. Dokumen pribadi,
variable yang catatan lapangan,
diopersionalkan ucapan, dan
dengan tindakan
7
menggunakan responden,
instrumen dokumen, dan lain-
lain
F. Sampel F. Sampel
1. Besar 1. Kecil
2. Representatif 2. Tidak
3. Sedapat mungkin representative
random 3. Purposive,
4. Ditentukan sejak snowball
awal 4. Berkembang
selama proses
penelitian
G. Analisis G. Analisis
1. Setelah selesai 1. Terus menerus
pengumpulan data sejak awal sampai
2. Deduktif akhir penelitian
3. Menggunakan 2. Induktif
statistic untuk 3. Mencari pola,
menguji hipotesis model, thema teori
H. Hubungan dengan H. Hubungan dengan
Responden Responden
1. Dibuat berjarak, 1. Empati, akrab
bahkan sering supaya
tanpa kontak memperoleh
supaya objektif pemahaman yang
2. Kedudukan mendalam
peneliti lebih 2. Kedudukan
tinggi dari sama,bahkan
8
responden sebagai guru, atau
3. Jangka pendek konsultan
sampai hipotesis 3. Jangka lama,
dapat dibuktikan sampai datanya
jenuh, dapat
ditemukan
hipotesis atau teori
I. Usulan Desain I. Usulan Desain
1. Luas dan rinci 1. Singkat, umum
2. Literatur yang bersifiat sementara
berhubungan 2. Literatur yang
dengan masalah, digunakan bersifat
dan variable yang sementara, tidak
diteliti menjadi pegangan
3. Prosedur yang utama
spesifik dan rinci 3. Prosedur bersifat
langkah- umum seperti akan
langkahnya merenakan tour/
4. Masalah piknik
dirumuskan 4. Masalah bersifat
dengan spesifik sementara dan akan
dan jelas ditemukan setelah
5. Hipotesis studi pendahuluan
dirumuskan 5. Tidak dirumuskan
dengan jelas hipotesis karena
6. Ditulis secara justru akan
rinci dan jelas menemukan
sebelum terjun ke hipotesis
9
lapangan 6. Fokus penelitian
ditetapkan setelah
dieroleh data awal
dari lapangan
J. Kapan Penelitian J. Kapan Penelitian
dianggap selesai ? dianggap selesai ?
Setelah semua Setelah tidak ada data
kegiatan yang yang dianggap baru/
direncanakan dapat jenuh
diselesaikan
K. Kepercayaan K. Kepercayaan terhadap
terhadap hasil hasil penelitian
penelitian Pengujian kredibilitas,
Pengujian validitas dependenbilitas, proses
dan reabilitas dan hasil penelitian
instrument
Sumber : Sugiyono, (2008:14-16)
10
a. Objektif, factual, yaitu peneliti harus memiliki sikap
objektif dan peneliti memulai pembicaraannya
berdasarkan fakta;
b. Open, fair, responsibility, yaitu peneliti hasrus bersikap
terbuka terhadap berbagai saran, kritik, dan perbaikan diri
berbagai kelangan. Begitu pula peneliti harus bersikap
wajar, jujur dalam pekerjannya, serta dapat mempertang-
gungjawabkan semua pekerjannya secara ilmiah;
c. Curious, wanting to know, yaitu peneliti harus memiliki
sikap ingin tahu terutama kepada apa yang diteliti dan
senantiasa haus akan pengetahuan-pengetahuan baru.
Berarti bahwa peneliti adalah orang-orang yang peka
terhadap informasi dan data;
d. Innvective always, yaitu peneliti harus memili daya cipta,
kreatif, dan senang terhadap inovasi.
Selanjutnya peneliti sebagai seorang ilmuwan, juga
dituntut memiliki kemampuan lain seperti :
a. Think, critically, systematically, yaitu peneliti adalah yang
memiliki wawasan, memiliki kemampuan kritik, dan
dapat berpkir sistematis;
b. Able to create, innovate, yaitu peneliti harus memiliki
kemampuan mencipta, akera harus selalu menemukan
atau membuat penemuan-penemuan baru;
c. Communicate affectivity, yaitu harus memiliki
kemampuan untuk berkomunikasi dan memengaruhi
pihak lain dengan komunikasi itu;
d. Able to identify and formulate problem clearly, yaitu
mampu mengenal dan meremuskan masalah dengan jelas;
11
e. View a problem in wider content, yaitu peneliti mampu
melihat suatu masalah dalam konteks yang luas karena
suatu masalah biasanya tidak berdiri sendiri.
Selain sikap, dedikasi, dan kemampuan tersebut di
atas, peneliti juga dituntut menguasai cabang ilmu
pengetahuan yang ada hubungannya dengan permasalahan
yang diteliti. Secara konkrit, ada beberapa aspek yang
dibutuhkan oleh peneliti dalam melakukan kegiatan
penelitian, yaitu :
a. Sikap, pengetahuan, serta pandangan peneliti terhadap
lingkungan masyarakat, para informan, responden, dan
warga masyarakat lainnya;
b. Memperhatikan sikap dan pandangan informan,
responden, serta warga masyarakat lainnya terhadap diri
peneliti termasuk sikap dan pandangan peneliti asing dan
peneliti berjenis kelamin lain;
c. Memperhatukan masalah keuntungan dan kesulitan
penelitian tunggal jika dibandingkan dengan penelitian
bersama dalam satu tim;
d. Memperhatikan masalah pengembangan rapor yang wajar
dalam wawancara serta kemampuan peneliti untuk
mengenal dirinya
e. Memperhatikan sikap para pegawai di pusat maupun di
daerah terhadap peneliti dan proyek penelitiannya;
f. Memperhatikan masalah penyesuaian pandangan etik para
informan, responden, dan warga masyarakat, dengan
pandangan etik dari peneliti terhadap topik persoalan
yang sedang diteliti.
12
BAB II
KONSEP ADMINISTRASI PUBLIK
13
yang dinamis dan berkelanjutan yang digerakan dalam
rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan orang
dan material melalui koordinasi dan kerjasama, seperti
perencanaan, pengorganisasian dan kepemimpinan secara
implisit termasuk dalam definisi tersebut. Menurutnya juga,
bahwa tugas-tugas adminstrasi meliputi kegiatan
mengidentifikasikan kembali serta menginterpretasikan dan
menggunakan tujuan organisasi sebagai tuntutan program
dan pelayanan, mengemankan sumber daya keuangan,
fasilitas staff dan berbagai bentuk dukungan lainnya,
mengembangkan struktur dan prosedur organisasi,
memanfaatkan kepemimpinan dalam proses pembuatan
kebijakan, pengembangan prosedur, dan prinsip-prinsip
operasi, mengevaluasi program dan kepegawaian secara
berkesinambungan, dan membuat perencanaan, serta
melakukan penelitian, dan menggunakan kepemimpinan
dalam proses perubahan yang dibutuhkan dalam organisasi
pelayanan manusia.
Menurut Riant Nugroho (2004:9) ada tiga alasan
pokok sulit merumuskan administrasi publik. Pertama,
karena begitu banyak definisi administrasi publik. The Liang
Gie (1981), salah seorang pakar administrasi publik yang
pertama di Indonesia pada tahun 1970-an berhasil
mengeinventarisir 45 definisi administrasi publik. Kerumitan
semakin bertambah karena istilah ini berasal dari bahasa
Inggris, yaitu public administration, di mana tidak ada
kesepakatan atau ketunggalan dalam penerjemahan ke
bahasa Indonesia. Ada yang menggunakan istilah
administrasi publik, administrasi Negara, administrasi
14
pemerintahan, bahkan ada yang secara khusus merujuk
kepada birokrasi maupun sebuah “sistem politik”. Kamus
Inggris-Indonesia yang paling banyak digunakan di
Indonesia karya John M. Echols dan Hassan Shadily, bahkan
menerjemahkan “public administration“ sebagai ilmu “ilmu
ketetaprajaan, ilmu usaha Negara, administrasi pemerintahan
atau Negara”; Kedua, kalaupun public administration hanya
dianggap sebagai ilmu usaha Negara, maka urusan Negara di
hari ini berkembang disbanding Negara di masa lalu. Negara
bahkan membentuk berbagai organisasi yang tidak diurus
dengan cara Negara saja. Hal ini ditunjukan dalam bentuk
adanya Badan-Badan Usaha Milik Negara (baik dikelola
Negara maupun bukan oleh Negara), lembaga-lembaga
kemitraan (partnership) antara Negara dan sektor
masyarakat yang berupa quasi government organization.
Kesemuanya menjadi definisi administrasi Negara. Bahkan
dalam bukunya Riant Nugroho yang berjudul Reinventing
Indonesia (2001), menyatakan bahwa makna administrasi
bukan sebagai administrasi saja, namun sebagai sebuah
manajemen.
Perlu diketahui bersama bahwa saat ini ilmuwan
administrasi publik lebih menempatkan proses administrasi
sebagai pusat perhatian (fokus) dan lembaga pemerintah
sebagai tempat praktik (lokus). Jika lokus ilmu administrasi
publik menjadi semakin jelas, maka pertanyaan berikutnya
adalah apa yang menjadi fokus perhatian ilmu administrasi
publik. Kegelisahan tersebut kemudian dijawab dengan
munculnya studi kebijakan publik sebagai pokok perhatian
ilmuwan administrasi publik. Hal ini merupakan implikasi
15
yang sangat logis karena kebijakan publik merupakan output
utama dari pemerintah (Dwiyanto, 2007). Menurut Ripley
(1985) mengungkapkan bahwa bagi pemerintah, kebijakan
merupakan instrumen pokok yang dapat dipakai untuk
mempengaruhi perilaku masyarakat dalam upaya
memecahkan berbagai persoalan publik (public affairs).
Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
kebijakan domestik yang bersifat: distributive policy,
protective regulatory policy, competitive regulatory policy,
dan redistributive policy. (http://pa.fisipol.ugm.ac.id)
Sementara itu, menurut Nigro dan Nigro dalam
Keban (2008:5-6) mengemukakan administrasi publik adalah
usaha kerjasama kelompok dalam suatu lingkungan publik,
yang mencangkup ketiga cabang, yaitu : judikatif, legislatif,
dan eksekutif; mempunyai peranan penting dalam
memformulasikan kebijakan publik, sehingga menjadi
bagian dari proses politik; yang sangat berbeda dengan cara-
cara yang ditempuh oleh adminsitrasi swasta dan individu
dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan
Starling melihat administrasi publik sebagai semua yang
dicapai pemerintah, atau dilakukan sesuai dengan yang
dijanjikan pad awaktu kampenye pemilihan. Dengan kata
lain batasan tersebut menekankan aspek the accomplishing
side of government dan seleksi kebijakan publik.
Kondisi tersebut diperkuat oleh ungkapan Chandler
dan Plato dalam Keban (2008:8), yakni administrasi publik
adalah proses dimana sumber daya dan personel publik
diorganisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan,
mengimplemtasikan, dan mengelola (manage) keputusan-
16
keputusan dalam kebijakan publik. Kedua pengarang
tersebut juga menjelaskan bahwa administrasi publik
merupakan seni dan ilmu (art dan science) yang ditunjukan
untuk mengatur public affairs dan melaksanakan berbagai
tugas yang telah ditetapkan. Dan sebagai suatu disiplin ilmu,
administrasi publik melalui perbaikan atau penyempurnaan
terutama di bidang organisasi, sumber daya manusia, dan
keuangan.
Dari semua batasan defnisi yang diungkapkan di atas
maka ada beberapa makna penting yang harus diingat
berkenaan dengan hakekat administrasi publik, yakni :
1. Bidang tersebut lebih berkaitan dengan dunia eksekutif,
meskipun juga berkaiatn dengan dunia judikatif dan
legislatif.
2. Bidang tersebut berkenaan dengan formulasi dan
implementasi kebijakan publik.
3. Bidang tersebut juga berkaiatan dengan masalah
manusiawi dan usaha kerjasama untuk mengemban tugas-
tugas pemerintah.
4. Meskipun bidang tersebut berbeda dengan administrasi
swasta tetapi ia overlapping dengan adminsitrasi swasta.
(Keban, 2008:7)
Sementara itu, untuk memudahkan pemahaman
tentang administrasi publik maka ada beberapa ciri-ciri
administrasi publik menurut Miftah Thoha dalam Kerati
(2010:5) adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan yang diberikan bersifat urgen, yaitu
menyangkut kepentingan semua lapisan masyarakat yang
menyangkut kepentingan dan hajat orang banyak.
17
2. Pelayanan yang diberikan pada umumnya bersifat
monopoli atau semi monopoli. Dalam hal ini bentuk
pelayanan yang diberikan tidak bisa dibagi kepada
organisasi-organisasi lainnya.
3. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat umum,
relative berdasarkan undang-undang dan peraturan yang
memberikan warna legalitas sehingga umumnya sulit atau
lambat menyesuiakan diri pada tuntutan-tuntutan
masyarakat.
4. Dalam memberikan pelayanan tidak dikendalikan oleh
harga pasar, permintaan pelayanan oleh masyakat tidak
didasarkan akan perhitungan laba rugi, melainkan
ditentukan oleh rasa pengabdian kepada masyarakat
umum.
5. Usaha-usaha dilakukan terutama dalam Negara demokrasi
ialah sangat tergantung pada penilaian rakyat banyak.
Itulah sebabnya pelayanan yang diberikan adil tidak
memihak, proposional, bersih, dan mementingkan
kepentingan orang banyak dibandingkan kepentingan
pribadinya atau kelompoknya.
18
1. Organisasi Publik, yang pada prinsipnya berkenaan
dengan model-model organisasi, dan prilaku birokrasi.
2. Menajemen publik yaitu berkenaan dengan sistem ilmu
manajemen, evaluasi program dan produktivitas,
anggaran publik, dan manajemen sumber daya manusia.
3. Implementasi yaitu menyangkut pendekatan terhadap
kebijakan publik dan implementasinya, privatisasi,
administrasi antar pemerintahan dan etika birokrasi.
Dimock & Dimock dalam Posolong (2007:20)
membagi empat komponen administrasi publik, yaitu :
1. Apa yang dilakukan pemerintah : pengaruh kebijakan dan
tindakan-tindakan politis, dasar-dasar, wewenang
lingkungan kerja pemerintah, penentuan tujuan-tujuan,
kebijakan-kebijakan administrasi yang bersifat dalam, dan
rencana-rencana.
2. Bagaimana pemerintah mengatur organisasi, personalia,
dan pembiayaan usaha-usahanya : struktur administrasi
dari segi formalnya.
3. Bagaimana administrator mewujudkan kerjasamanya
(teamwork). Aliran dan proses administrasi dalam
pelekasanaan, dengan titik berat pada pimpinan, tuntutan,
koordinasi, pelimpahan wewenang, hubungan pusat
dengan bagian-bagian, pengawasan, moril, hubungan
masyarakat dan sebagainya.
4. Bagaimana pemerintah bertanggung jawab baik mengenai
pengawasan oleh badan-badan perwakilan rakyat, badan
yudikatif, dan berbagai badan lainnya.
19
Sementara itu, Keban (2008:10) mengatakan bahwa
unsur pokok dari dinamika administrasi publik adalah
sebagai berikut :
1. Manajemen faktor eksternal dan internal.
2. Pengaturan struktur organisasi agar kewenangan dan
tanggung jawab termasuk prilakunya sesuai kondisi dan
tuntutan lingkungan.
3. Respons secara benar terhadap kebutuhan, kepentingan
dan aspirasi masyarakat dalam bentuk pembuatan
keputusan dan kebijakan publik.
4. Pengaturan moral dan etika melalui kode etik agar semua
penggunaan kemampuan, kompetensi dan profesi tidak
disalahgunakan untuk kepentingan diluar kepentingan
publik.
5. Pengenalan karakteristik lingkungan dimana adminstrasi
publik itu beroperasi, baik dalam konteks hubungan antar
lembaga Negara, lembaga swasta, masyarakat, dan
lingkungan lain seperti lingkungan politik, ekonomi,
sosial, dan budaya.
6. Akuntabilitas kinerja, yaitu suatu janji kepada publik yang
harus dipenuhi atau ditepati, dan dapat dipertanggung-
jawabkan melalui berbagai kegiatan pelayanan atau
pemberian barang-barang publik.
Keban (2008:11-12) juga mengungkapkan bahwa ada
6 (enam) dimensi strategis dalam administrasi publik, yaitu :
1. Dimensi Kebijakan, yaitu menyangkut proses pembuatan
keputusan untuk penentuan tujuan dan cara atau alternatif
terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Proses tersebut
dapat dianalogikan dengan sistem kerja otak pada
20
manusia yang memberikan arahan atau tujuan dari suatu
tindakan.
2. Dimensi struktur, yaitu berkenaan dengan pangaturan
struktur yang meliputi pembentukan unit, pembagian
tugas antar unit (lembaga-lembaga publik) untuk
mencapai tujuan dan target, termasuk wewenang dan
tanggung jawabnya. Proses tersebut dapat diumpamakan
dengan sistem organ tubuh manusia, yang memiliki peran
dan fungsi tersendiri, dan siap melaksanakan tugas setelah
mendapat perintah dari otak.
3. Dimensi manajemen, yaitu menyangkut proses bagaimana
kegiatan-kegiatan yang telah dirancang dapat
diimplementasikan (digerakan, diorganisir dan dikontrol)
untuk mencapai tujuan organisasi melalui prinsip-prinsip
manajemen dini dapat dianalogikan dengan sistem
jantung dan urat nadi yang menyalurkan darah keseluruh
tubuh termasuk ke organ-organnya agar dapat bergerak
dan berfungsi.
4. Dimensi etika, yaitu memberikan tuntutan moral terhedap
administrator tentang apa yang salah dan apa yang benar,
atau apa yang baik dan yang buruk. Ini diibaratkan
dengan sistem sensor pada tubuh manusia seperti
perasaan, intuisi, dan suara hati nurani yang sering
memberikan teguran atau mengendalikan diri manusia.
5. Dimensi lingkungan, yaitu suasana dan kondisi sekitar
yang mempengaruhi seluruh dimensi yang ada. Hal ini
dapat dianalogikan dengan suhu atau iklim serta
karakteristik lokasi dimana tubuh manusia bertumbuh dan
berkembang. Mana kala iklim atau suhu serta lokasi
21
kurang cocok dengan tubuh manusia maka tubuh tersebut
akan sakit atau terhambat untuk berkembang. Iklim
tergambar dalam sistem politik, ekonomi, budaya, dan
teknologi yang mewarnai administrasi publik dari suatu
Negara. Karena itu kemampuan-kemampuan diri terhadap
perubahan lingkungan menjadi sangat vital.
Dari beberapa ungkapan-ungkapan di atas dapat
disimpulkan bahwa ruang lingkup dari administrasi publik
adalah menyelesaikan persoalan masalah publik dan
pemenuhan kebutuhan publik. Adapun beberapa ruang
lingkup dari adminsitrasi publik adalah kebijakan publik,
manajemen publik, etika administrasi publik, lingkungan-
lingkungan administrasi publik (politik, sosial, ekonomi,
budaya, dan teknologi), birokrasi, dan organisasi publik.
22
paradigma sebagai suatu model konsepsi umum dari suatu
realitas berdasarkan aturan-aturan teoritis yang diformulasi,
(5) paradigma sebagai perangkat kenyataan, seperangkat
hasil observasi yang membutuhkan penjelasan teoritis, (6)
paradigma sebagai kerangka teori kosa kata yang
berhubungan dengan seperangkat konsep dimana proporsi
dari suatu teori diformulasi, (7) paradigma sebagai kerangka
observasi, kosa kata yang berasosiasi dengan seperangkat
konsep dimana proposisi observasi diformulasi.
Oleh karena itu, Robert T. Golembiewski dalam
Suparayogi (2011:10) menyatakan bahwa dalam
perkembangan ilmu administrasi publik perlu menekankan
kepada focus dan locus. Fokus ini diartikan sebagai
memperlihatkan kajian dari bidang studi tersebut, ini
diartikan sebagai memperlihatkan dari bidang studi tersebut.
Sedangkan lokus sendiri memperlihatkan kepada tempat dari
bidang studi tersebut. Selanjutnya, Robert T. Golembiewski
dalam Kencana (1999:28) menganggap bahwa fokus dan
lokus dari ilmu administrasi publik dapat dilihat dari
paradigmanya.
Nicholas Henry dalam Pasolong (2007:28-30) dan
Katika (2010:34-37) mengemukakan ada lima paradigma
dalam administrasi publik, yakni :
1. Paradigma Pertama, Dikotomi antara Politik dan
Administrasi (1900-1926)
Fokus dari ilmu administrasi Negara terbatas pada
masalah-masalah organisasi, kepegawaian, dan
penyusunan anggaran dalam birokrasi serta pemerintahan.
Sedangkan masalah-masalah pemerintahan, politik, dan
23
kebijaksanaan adalah domain dari ilmu politik. Lokus dari
paradigma ini adalah mempersalahkan dimana seharusnya
administrasi Negara ini berbeda dengan ilmu politik, hal
ini diungkapkan oleh Frank J. Goodnow dan Leonald D.
White dalam bukunya politict and administration, bahwa
fungsi pokok pemerintahan berbeda antara menggunakan
kacamata politik dengan administrasi Negara. Oleh
karena itu, politik dan administrasi Negara harus
dipisahkan dengan berpusat pada birokrasi pemerintahan.
2. Paradigma Kedua, Prinsip-prinsip Administrasi Negara
(1927-1937)
Lokus dari administrasi Negara tidak merupakan
masalah dalam pradigma ini, yang penting fokusnya,
yaitu: prinsip-prinsip administrasi dipandang dapat
berlaku universal pada setiap bentuk organisasi dan setiap
lingkungan sosial budaya. Pada masa ini administrasi
Negara memiliki prinsip-prinsip yang jelas, yakni
administrasi Negara dapat diterapkan di Negara mana saja
walaupun berbeda, kebudayaan, lingkungan, visi dan
lainnya, sebab fokus memegang peranan yang penting,
dibandingkan lokus. Prinsip administrasi yang terkenal
dari Gulick dan Urwick adalah POSDCORB (planning,
organization, staffing, directing, reporting, and
budgeting).
3. Paradigma Ketiga, Administrasi Negara sebagai Ilmu
Politik (1950-1970)
Pada paradigama ini merupakan suatu usaha untuk
menetapkan kembali hubungan konseptual antara
administrasi Negara dengan ilmu politik. Konsekuensi
24
dari usaha ini adalah keharusan untuk merumuskan
bidang ini paling sedikit dalam hubungan dengan fokus
keahliannya yang esensial. Dalam fase ini Waldo
memperotes perlakuan ilmu politik terhadap ilmu
administrasi yang menyebutkan administrasi bukan lagi
dianggap sebagai ilmu politik berdasarkan Laporan
Komisi Ilmu Politik sebagai suatu disiplin dari ASPA
(American Political Science Assocation).
Selanjutnya, dalam periode ini juga terjadi kritikan
oleh Herbert Simon dalam bukunya yang berjudul
Administrative Behavior. Simon mengatakan bahwa
politik dan administrasi tidak akan dipisahkan sedikit pun,
sebab setiap prinsip administrasi ada suatu counter prinsip
dan karena itu menyebabkan keseluruhan ide dari prinsip-
prinsip tersebut dapat dibantah. Sedangkan dalam
bukunya Elements of Public Administration yang
disunting oleh Morselin dalam Kertati (2010:34)
menunjukkan bahwa administrasi tidak akan bebas nilai,
dan sebenarnya nilai yang ada adalah politik.
4. Paradigma Keempat, Adminsitrasi Negara sebagai Ilmu
Administrasi (1954-1970)
Perkembangan ini diawali dengan ketidaksenangan
bahwa ilmu administrasi dianggap sebagai ilmu kelas dua
setelah ilmu politik. Sebagai suatu paradigma, pada fase
ini ilmu administrasi hanya memberikan fokus, tetapi
tidak pada lokusnya. Hal ini dikarenakan ada pengaruh
dari fakultas administrasi bisnis dan pada tahun 1956
terbitlah jurnal Administrative Science Quarterly sebagai
25
sarana menyuarakan pendapat dan konsepsi-konsepsi dari
paradigma ini.
Dalam periode ini pengembangan organisasi makin
banyak mendapatkan perhatian sebagai bidang khusus
ilmu administrasi. Sebagai suatu focus, pengembangan
organisasi menawarkan alternative ilmu politik yang
menarik bagi banyak ahli administrasi Negara.
Pengembangan organisasi sebagai suatu bidang ilmu
berakar dari psikologi sosial dan demokratisasi.
Berangkat dari kenyataan tersebut, maka para ahli
administrasi Negara mulai menerima bahwa makna
Negara bukan berarti makna institusi, tetapi sebagai
makna filosofis, normative, dan etika. Negara diartikan
sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan
umum. Oleh karena itu, konsep penentuan kepentingan
umum memberikan tonggak pembatas bagi administrasi
Negara dan sebuah lokus untuk bidang studi ini.
5. Paradigma Kelima, Administrasi Negara sebagai Ilmu
Administrasi Negara (1970)
Meskipun kekacuan intelektual masih berlangsung,
gagasan Simon di tahun 1947 bagi suatu dualism
akademik dari administrasi Negara mendapatkan
validitasnya yang baru. Belum ada fokus bidang studi
yang bisa disebut ilmu administrasi yang murni, yang ada
adalah teori organisasi yang selama dua setengah
dasawarsa memusatkan perhatiannya bagaimana dan
mengapa organisasi bekerja, bagaimana prilaku orang-
orang di dalamnya dan mengapa demikian, serta
bagaimana dan mengapa keputusan dibuat. Selain itu,
26
kemajuan-kemajuan yang meyakinkan telah tercipta
dalam memperbaiki teknik-teknik terapan dari ilmu
manajemen dan penerepannya di sektor Negara.
Dalam paradigma ini terdapat sedikit kemajuan
tentang lokus yang menggembarkan relevansi anatar
kepentingan umum, penentuan kebijakan unum dari para
ahli bidang ini, sehingga masing-masing Negara bisa
menentukan faktor-faktor sosial fundamental terutama
bagi Negara-negara terbelakang sebagai lokusnya.
Pada masa ini juga terdepat berkurangnya
perbedaan atas sektor swasta dan nagara, sebab dalam
paradigma ini terdapat keluwesan lokus. Terlebih lagi
para ahli administrasi Negara banyak memberi perhatian
pada bidang ilmu lain yang tidak dipisahkan dengan ilmu
administrasi Negara, seperti ilmu politik, teori organisasi,
ilmu kebijakan, dan ekonomi politik. Kondisi ini jelas
menunjukkan bahwa ilmu administrasi Negara
mempunyai warna sendiri dalam ilmunya.
Selanjutnya kurang lebih sepuluh tahun kemudian
terjadi pergeseran paradigma yang dikenal dengan nama
post-bureucratic paradigm oleh Barzley (1992) dan dengan
Armajani (1997), kalau paradigma birokratik lebih
menekankan tentang kepentingan publik, efesiensi,
administrasi, dan kontrol, maka paradigma post-birokratik
menekankan hasil yang berguna bagi masyarakat, kualitas
dan nilai, produk, dan keterikatan terhadap norma; kalau
paradigma birokratik mengetumakan fungsi, otoritas, dan
struktur, maka paradigma post-birokratik mengutamakan
misi, pelayanan dan hasil akhir (outcome); kalau paradigma
27
birokratik menilai biaya, menekankan tanggung jawab
(responsibility), maka paradigma post-birokratik
menekankan pemberian nilai bagi masyarakat, membangun
akuntabilitas dan memperkuat hubungan kerja; kalau
paradigma birokratik mengutamakan ketaatan pada aturan
dan prosedur, maka paradigma post-birokratik menekankan
pemahaman dan penerapan norma-norma, identifikasi dan
pemecahan masalah, serta proses perbaikan yang
berkesinambungan; dan kalau paradigma birokratik
mengutamakan beroperasinya sistem-sistem administrasi,
maka paradigma post-birokratik menekankan pemisahan
antara pelayanan dengan kontrol, membangun dukungan
terhadap norma-norma, memperluas pilihan pelanggan,
mendorongkegiatan kolektif, memberikan insentif,
mengukur dan menganalisis hasil, dan memperkaya umpan
balik. (Keban, 2008:35)
Saat bersamaan muncul paradigma baru bersifat
reformatif di Amerika Serikat, yaitu “Reniventing
Governement” yang disampaikan oleh Osbrone dan T.
Gabler (1992) dan kemudian dioperionalkan oleh Osbrone
dan Plastrik (1997) yang diinspirasikan oleh Presiden
Reagen yang melihat Government is not the solution to our
problems. Government is the Problems. Di dalam paradigma
ini, pemerintah harus bersifat (1) catalytic; (2) community-
owned; (3) competitive; (4) mission-drivien; (5) result-
oriented; (6) customer-driven; (7) enterprising; (8)
anticipatory; (9) decentralized; dan (10) market-oriented.
Paradigma ini juga dikenal dengan nama New Public
Management (NPM) di Inggris. Paradigma NPM melihat
28
bahwa paradigma terdahulu, yaitu administrasi klasik kurang
efektif dalam memecahkan masalah dalama pemberian
pelayanan publik, termasuk membangun masyarakat. Hood
dalam Vigoda (2003:813) mengungkapkan bahwa ada tujuh
komponen doktrin dalam NPM, yaitu : (1) Pemanfaatan
manajemen professional; (2) Penggunaan indikator kinerja;
(3) penekanan yang lebih besar pada kontrol output; (4)
pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil; (5)
pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi; (6) penekanan
gaya sektor swasta pada praktek manajemen; dan (7)
penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi
dalam penggunaan sumber daya. (Keban, 2008 : 35-36)
Sebagai antitesa dari New Public Management
(NPM) adalah New Public Service (NPS). NPS merupakan
paradigma baru yang mucul pada tahun 2003 yang
diungkapkan oleh J.V Denhardt & R.B. Denhardt dengan
judul buku “The New Public Service: Serving not Stering”.
Dalam buku ini menyatakan NPS lebih mengedepankan
democracy, pride and citizen dari pada market, competition
and customers. Secara detail ada beberapa ide dalam buku
ini, yaitu :
1. Serve Citizen, not Customers. Kepentingan publik adalah
hasil dari sebuah dialog tentang pembagian nilai dari pada
kumpulan dari kepentingan individu. Oleh karena itu,
aparatur pelayanan publik tidak hanya merespon
keinginan pelanggan (customers), tetapi lebih fokus pada
pembangunan kepercarayaan koloborasi dengan dan
diantara warga Negara (citizen).
29
2. Seek the Public Interset. Administrasi publik harus
member kontribusi untuk membangun sebuah
kebersamaan, membagi gagasan dari kepentingan publik,
tujuannya adalah tidak untuk menmukan pemecahan yang
cepat yang dikendalikan oleh pilihan-pilihan individu.
Lebih dari itu, adalah kreasi dari pembagian kepentingan
dari tanggung jawab.
3. Value Citizenship over entrepreneurship. Kepentingan
publik adalah lebih dimajukan oleh komitemen aparatur
pelayanan publik dan warga Negara untuk membuat
kontribusi lebih berarti dari pada oleh gerakan para
manejer swasta sebagai bagian dari mencari keuntungan
dari publik.
4. Think Strategicaly, Act Democracally. Pertemuan antara
kebijakan dan program agar bisa dicapai secara lebih
efektif dan berhasil secara bertanggung jawab mengikuti
upaya bersama dan proses-proses kebersamaan.
5. Recognized that Accountability is not simple. Aparatus
pelayanan publik seharusnya penuh perhatian lebih baik
dari pada pasar. Mereka juga harus mengikuti peraturan
perundang-undangan dan konstitusi, nilai-nilai
masyarakat, norma-norma politik, standar-standar
professional dan kepentingan warga Negara.
6. Serve Rather than steer. Semakin bertambah penting bagi
pelayanan publik untuk mengunakan andil, nilai
kepemimpinan mendasar dan membantu warga
mengartikulasikan dan mempertemukan kepentingan yang
menjadi bagian mereka lebih dari pada berusaha untuk
30
mengontrol atau mengendalikan masyarakat pada
petunjuk baru.
7. Value people, not Just Productivity. Organisasi publik dan
kerangka kerjanya dimana mereka berpartisipasi dan lebih
sukses dalam kegiatannya kalau mereka mengoperasikan
sesuai proses kebersamaan dan mendasarkan diri pada
kepemimpinan yang hormat pada semua orang.
(Pasolong, 2007 : 36)
Sementara itu, G. Shabbis Cheema (2007) dalam
Keban (2008:37-38) mengungkapkan bahwa ada empat fase
administrasi publik yang juga menggambarkan
perkembangan paradigma administrasi publik. Empat
paradigma tersebut adalah :
1. Traditional public administration, yang berorientasi pada
hirarki, kontinuitas, ketidakberpihakan, standarisasi,
legal-rational, otoritas, dan profesionalitas.
2. Public management, yang memusatkan perhatioan pada
penerapan prinsip-prinsip manajemen termasuk efesiensi
dalam pemakaian sumberdaya, efektivitas, orientasi pada
kekuatan pasar, dan lebih sensitif terhadap kepentingan
publik. Paradigma ini menyarankan juga peran sektor
swasta yang lebih besar, memperkecil ukuran sektor
publik, dan memperkecil domain dari traditional public
administration.
3. New Public Management, yang diarahkan pada prinsip
fleksibilitas pemberdayaan, inovasi dan orientasi pada
hasil, out-sourcing, dan contracting out, serta promosi
etika profesi dan manajemen serta anggaran berbasis
kinerja.
31
Governanace, yaitu suatu sistem nilai, kebijakan, dan
kelembagaan dimana urusan-urusan ekonomi, social, dan
politik dikelola melalui interaksi antara masyarakat,
pemerintah, dan sektor swasta. Paradigma ini mengutamakan
mekanisme dan proses dimana para warga masyarakat dan
kelompok dan mengartikulasikan kepentingannya,
memediasi berbagai perbedaan-perbedaannya, dan
menjalankan hak dan kewajibannya. Pemerintah diharapkan
dapat memaikan perannya dalam menciptakan lingkungan
politik dan hokum yang kondusif, sementara sektor swasta
memainkan perannya dalam menciptakan pekerjaan, dan
pendapatan. Sedangkan masyarakat madani (civil society)
menyelenggarakan interaksi sosial dan politik secara sehat.
Pendek kata, esensi dari paradigma terakhir ini adalah
memperkuat interaksi antar actor tersebut dalam
memperomosikan people-orientated development.
32
Pembangunan
Pemberdayaan
E-Governement
Kalobarasi Dan Kemitraan
Lingkungan Dan Manajemen Bencana
Dan lain-lain berkaitan dengan urusan public.
****
33
34
BAB III
METODE PENELITIAN KUANTITATIF
35
Dari gambar di atas jelas bahwa proses penelitian
kuantitatif diawali dengan proses perumusan masalah,
namun sebelumnya peneliti harus menggambarkan latar
belakang masalah. Latar belakang masalah yang baik adalah
peneliti harus melakukan pra riset terlebih dahulu, sehingga
peneliti bisa menggambarkan permasalahan seobjektf
mungkin. Setelah itu, peneliti menggambarkan teori-teori
yang menjadi landasan dalam penelitiannya sesuai dengan
judul yang akan diteliti. Kemudian peneliti membuat
kerangka berpikir sesuai dengan variable-variabel yang akan
diteliti, dalam penelitian kuantitatif akan selalu sebab akibat
atau kausalitas.
Dan setelah itu, peneliti menggamarkan hipotesis
tentang variabel-variabel yang akan diteliti. Lalu melakukan
metode pengumpulan data (kuesioner, observasi, dan
dokumentasi), serta menentukan sampel dari sebuah
populasi, dalam penentian sampel peneliti harus menghitung
secara detail sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian
kuantitatif, sebab dalam penelitian kuantitatif nilai
representatif merupakan syarat penting yang harus
diperhatikan oleh peneliti. Setelah itu, diujikan secara
statistik dan dianalisis datanya, serta dibahas sesuai dengan
data yang diperoleh dari lapangan. Kemudian hasil dan
pembahasan tersebut disimpulakan dan disampaikan
rekomendasi-rekomendasi perbaikan dalam menyelesaikan
permasalahan yang diteliti oleh peneliti.
36
3.1.2. Perumusan Masalah dalam Metodologi Penelitian
Kuantitatif
Masalah dapat diartikan suatu penyimpangan antara
apa yang seharusnya dengan apa yang benar-bener terjadi
atau antara yang normative dengan realitas yang terjadi, atau
antara teori dan praktik yang terjadi. Stoner dalam Sugiyono
(2008:32) mengemukakan bahwa masalah-masalah dapat
diketahui atau dicari apablia terdapat penyimpangan antara
pengalaman dengan kenyataan, antara apa yang
direncanakan dengan kenyataan, adanya pengaduan, dan
kompetisi.
Bungin (2010:51) mengungkapkan bahwa dalam
menentukan masalah, peneliti harus menentukan topik yang
ingin peneliti ambil. Topik dipandang sebagai kerangka
besar dalam masalah, sedangkan masalah adalah bagian-
bagian dalam topik. Topik yang bagus akan melahirkan
masalah yang bagus dan masalah yang bagus akan
menghasilkan judul-judul penelitian yang menarik.
Topik Masalah Judul
Gambar 3.2 Hubungan Topik, Masalah, dan Judul
Sumber : Bungin, 2010:51
37
dan masalah penelitian, yakni pertimbangan objektif (nilai
penemuannya sangat tinggi, masalah yang dibutuhkan untuk
diteliti, dan memiliki novelty, dan lain-lain) dan
pertimbangan subyektif (waktu, kemampuan dan dan teknis,
politis, dan lain-lain). Kemudian, ada beberapa bentuk
rumusan masalah dalam penelitian kuantitatif, yakni :
a. Rumusan masalah Deskriptif adalah rumusan masalah
yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan
variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih
(variabel yang berdiri sendiri). Jadi dalam penelitian ini
peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada
sampel yang lain, dan mencari hubungan variabel itu
dengan variabel yang lain. Contoh rumusan ini adalah
seberapa puas masyarakat tentang pelayanan yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah Kota Serang. Atau
seberapa baik kinerja pegawai di Dinas Pertanian
Kabupaten Serang.
b. Rumusan Masalah Komperatif adalah rumusan masalah
penelitian yang membandingan keberadaan satu variabel
anatar sampel yang satu dengan sampel lainnya atau di
daerah yang satu dengan daerah yang lain, atau antara
waktu yang satu dengan waktu yang lainnya. Contohnya
adalah Sejauhmana kinerja pegawai di Dinas
Pertambangan Kota Serang dan Dinas Pendidikan Kota
Serang. Atau sejauhmana kepuasan masyarakat Kota
Serang terhadap pelayanan publik di era TB Haerul Jaman
dengan era Syaprudin.
c. Rumusan Masalah Asosiatif adalah rumusan masalah
penelitian yang bersifat menyanyakan hubungan antara
38
dua variabel atau lebih. Ada 3 (tiga) hubungan antar
variabel, yakni hubungan simetris, hubungan kausal, dan
hubungan interaktif/timbal balik. Contoh hubungan
simetris adalah hubungan antara motivasi dengan kinerja
di Pemeritah Kota Cilegon. Sedangkan hubungan kasual
adalah seberapa besar pengaruh antara motivasi terhadap
kinerja di Pemerintah Kota Cilegon. Kemudian, hubungan
interaktif atau timbal balik adalah Hubungan antara
motivasi dan kinerja. Di sini dapat dinyatakan motivasi
mempengaruhi kinerja dan juga kinerja mempengaruhi
motivasi di Pemerintah Kota Cilegon.
39
konseptualisasi penelitian kuantitatif adalah bahwa peneliti
harus bisa membaca teori yang akan digunakan dalam
penelitiannya, baik grand theory, middle theory, dan
application theory. Dan yang terpenting, peneliti bisa
membuat application theory-nya yang nantinya akan
digunakan dalam menentukan indikator-indikator penelitian.
40
variabel tergantung). Akan tetapi, hubungan varibel ini
biasanya tidak bisa dipikirkan secara sederhana sehingga
harus diperlukan pembahasannya terutama dalam analisis
multivirat dan bivirat. Misalnya hubungan variabel dalam
analisis bivirat yaitu kinerja tidak maksimal dipengaruhi oleh
human relation pegawai yang tidak baik. Hal ini terlihat pada
gambar di bawah ini :
41
c. Adanya sistem
prestasi
a. Lingkungan
3. Mencapai kerja yang
Tujuan kondusif
b. Teman sejawat
yang humanis
c. Saling
Mendukung
4. Komunikasi a. Persepsi
secara pegawai akan
manusiawi tujuannya
hidupnya akan
direalisasikan
oleh organisasi
b. Organisasi
mempunyai
persepsi untuk
merealisasikan
tujuan pegawai
akan
memenuhi
kebutuhan
a. Kerjasama
yang erat antar
pegawai
b. Saling
memanusiakan
dalam
berkomunikasi
42
Kinerja 1. Mutu a. Mutu
(Y) Pekerjaan pekerjaan
pegawai secara
kuantitas dan
kualitas
2. Kejujuran a. Kejujuran
karyawan pegawai di
organisasi
publik
3. Inisiatif a. Inistiatif
4. Kehadiran pegawai dalam
5. Sikap bekerja
6. Kerjasama b. Kehadiran
pegawai
7. Keandalan c. Sikap pegawai
dalam bekerja
8. Pengeta- d. Kerjasama
huan pegawai dalam
tentang bekerja
pekerjaan e. Keandalan
9. Tanggung pegawai dalam
jawab bekerja
dan f. Pengetahuan
10. Pemanfa- pegawai akan
atan pekerjaan yang
waktu digelutinya
kerja g. Tanggung
jawab pegawai
dalam bekerja
h. Pemanfaat
43
waktu kerja
secara
maksimal
Gambar 3.5
Hubungan Data Variabel dalam Analisis Multiverat
44
dengan menguji hipotesis dengan data dilapangan. Hipotesis
berfungsi sebagai guide dalam proses penelitian karena
sesunggungnya esensi dalam penelitian kuantitatif adalah
menguji hipotesis.
Gambar 3.6
Penggunaan Sumber Teori dan Empiris untuk Hipotesis
Sumber : Bungin, (2010:76)
45
Hipotesis ini mempertegas Ho atau Ha dalam stetment yang
lebih spesifik pada parameter (indikator) tertentu dari
variabel yang dihipotesiskan.
46
Selanjutnya sampel adalah sebagain dari populasi
yang dianggap sebagai representatif dari populasi. Artinya
tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi, sebetulnya
secara objektif penelitian itu harus dilakukan keseluruhannya
atau dikenal dengan sensus Karena idealnya agar hasil
penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus
melakukan sensus, namun karena sesuatu hal, seperti peneliti
bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa
dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan
elemen atau unsur tadi, hal tersebut merupakan sempel
penelitian.
47
banyak melakukan kekeliruan, karena banyak elemen yang
diteliti; dan ke (4) Jika elemen populasi bersifat homogen.
48
amat rendah. Untuk menghindari kebiasaan sampel, maka
dilakukan jalan pintas, yaitu dengan memperbesar jumlah
sampel. Oleh karenanya, apabila suatu penelitian
menghendaki derajat presisi yang tinggi, karena derajat
presisi menentukan besar kecilnya sampel. Pada
permasalahan ini, presisi juga tergantung pada tenaga,
biaya dan waktu karena untuk mencapai derajat presisi
yang tinggi maka peneliti membutuhkan faktor tersebut
untuk mendapatkan sampel yang besar, begitu sebaliknya.
4. Penggunaan teknik sampling yang tepat. Penggunaan
teknik sampling juga harus betul-betul diperhatikan kalau
mau mendapatkan sampel yang representatif. Salah
penggunaan teknik sampling berarti salah pula dalam
memperoleh sampel. Suatu contoh, pada populasi yang
berstarata dengan ciri-ciri khusus, tidak mungkin sampe
diambil secara random, karena nantinya ada beberapa
strata atau unit-unit khusus yang tak terwakili. Seharusnya
untuk populasi semacam itu, amat bijaksana kalau
digunakan teknik non random, seperti strata sampling.
(Bugin, 2010:104)
Perencanaan sampel dengan bobot yang representatif
seperti penjelasan di atas kadang kurang memuaskan
peneliti, karena kadang upaya mendiskrispikan populasi
kurang berhasil disebabkan karena populasi mewakili ciri tak
terhingga. Karena itu harus dilakukan perhitungan secara
pasti jumlah besaran sampel untuk populasi tertentu. Hal ini
sebenarnya jalan pintas untuk mengindari berbagai kesulitan
karena populasi memiliki karakter yang sukar digambarkan.
49
Rumus perhitungan sampel
n= N
N (d) 2 + 1
Keterangan:
n = Jumlah sampel yang dicari
N = Jumlah populasi
d = Nilai presisi (ditentukan dalam contoh sebesar 90%)
atau a:1
50
3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel
Selanjutnya ada 2 (dua) teknik pengambilan sampel,
yakni Probability sampling dan Non probability sampling.
Probability sampling terdiri dari simple random,
propotionalite stratified random, dispropotionalite stratified
random, dan area random. Non probabelity sampling
meliputi : sampling sistematis, sampling kuota, sampling
aksidental, purposive sampling, sampling jenuh, dan
snowball sampling.
Tabel 3.3
Probability Sampling dan Non Probability Sampling
Probability sampling Non Probability sampling
Simple Random => Sampling Sistematis =>
Pengambilan sampe dari adalah teknik pengambilan
populasi secara acak tanpa sampel berdasarkan urutan
memperhatikan strata. dari anggota populasi yang
Anggota harus homogen telah diberi nomor urut.
Misalnya anggota populasi
terdiri dari 100 orang. Dari
semua anggota itu diberi
nomor urut 1 sampai 100.
Pengambilan sampel bisa
diambil nomor ganjil saja
atau genap saja.
propotionalite stratified Sampling Kuota => adalah
random => digunakan jika teknik untuk menentukan
populasi mempunyai sampel dari populasi yang
anggota atau strata yang mempunyai ciri-ciri tertentu
51
tidak homogen secara sampai jumlah (kuota) yang
proporsional. Misalnya S3 : diinginkan. Sebagai contoh,
30, S2 : 30, S1 : 30 akan melakukan penelitian
tentang pendapatan
masyarakat terhadap
pelayanan masyarakat dalam
urusan ijin.
Dispropotionalite stratified Sampling Insidental =>
random => Teknik ini adalah teknik penentuan
digunakan untuk sampel berdasarkan
menentukan jumlah sampel, kebetulan, yaitu siapa saja
bila populasi berstrata yang secara kebetulan/
tetapi kurang proporsional. insendental bertemu dengan
Misalnya S3 : 20, S2 : 30, peneliti dapat digunakan
S1 : 40. sebagai sampel.
Area Random => Teknik Sampling Jenuh => Teknik
ini digunakan untuk penentuan sampel bila
menentukan sampel bila semua anggota populasi
objek yang akan diteliti digunakan sebagai sampel.
atau sumber data sangat Hal ini sering dilakukan
luas, misalnya penduduk jumlah relatif kecil, kurang
suatu negara, provinsi, atau dari 30 orang, atau penelitian
kabupaten. Untuk yang ingin membuat
menentukan penduduk generalisasi dengan
mana yang akan dijadikan kesalahan yang sangat kecil.
sumber data maka Istilah ini dinamakan sensus,
pengambilan sampelnya karena semua anggota
berdasarkan daerah populasi dijadikan sampel.
52
populasi yang telah Snowball Sampling =>
ditetapkan. Tekni penentuan sampel
yang mula-mula jumlahnya
kecil, kemudian membesar.
Sugiyono, 2007:91-97
53
b. Baik => 4
c. Kurang Baik => 3
d. Tidak Baik => 2
e. Sangat tidak baik => 1
Untuk menghitung kesimpulan tentang persepsi
responden tentang kualitas pelayanan publik yang
dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut :
• 25 orang menjawab sangat baik
• 40 orang menjawab baik
• 5 orang menjawab kurang baik
• 20 orang menjawab tidak baik
• 10 orang menjawab sangat tidak baik
Maka jawabannya adalah :
• SB => 25 x 5 = 125
• B => 40 x 4 = 160
• KB => 5 x 3 = 15
• TB => 20 x 2 = 40
• STB => 10 x 1 = 10
350
5 x 100 = 500 => 350/500 X 100 % = 70 %
Maka
54
• Angka 21% – 40% = Tidak Baik
• Angka 41% – 60% = Kurang Baik
• Angka 61% – 80 % = Baik 70 %
• Angka 81% – 100 % = Sangat Baik
2. Skala Guttman
Skala ini menekankan jawab reseponden “ya atau
tidak”. Atau “benar atau salah”. Contoh : Apakah anda
setuju atau tidak bahwa kualitas pelayanan KTP di
Indonesia saat ini sangat baik. Jawabannya adalah :
a. Ya
b. Tidak
3. Semantic Deferensial
Skala ini adalah skala yang dalam bentuk mencekis
atau memilik antara jawaban postif dan jawaban negatif.
Hal ini sesuai dengan contoh berikut ini :
Berkualitas 5 4 3 2 1 Tidak Berkualitas
Demokratis 5 4 3 2 1 Otoriter
Sejahtera 5 4 3 2 1 Tidak Sejahtera
4. Ratting Scale
Ratting scale adalah skala pengukuran yang
menkankan jawaban reseponden secara interval tentang
baik atau tidak baik. Hal ini terlihat pada contoh berikut
ini :
55
Tabel 3.4 Contoh Ratting Scale
56
dari dokumen-dokumen yang berikaitan dengan penelitian si
peneliti, data tersebut dapat didapatkan di media berita, baik
online maupun offline, laporan penelitian, peraturan
pemerintah, dan lain-lain yang dapat memberikan
kelengkapan data untuk dijadikan sebagai hasil penelitian.
Sementara itu, jika dilihat dari sumbernya, sumber
data terdiri dari sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang
didapatkan langsung dari lapangan, seperti kuesioner dan
observasi. Sedangkan data sekunder adalah data yang
didapatkan peneliti dari dokumen orang lain,baik laporan
penelitian, media online atau offline, dan lain-lain.
57
Gambar 3.8 Contoh Input Data
58
717
x100% = 68,9 % atau tergolong baik. Presentase
1040
nilai responden adalah seperti berikut ini.
59
Keterangan interpretasi skor :
Angka 0% – 25% = Sangat Tidak Baik
Angka 26% – 50% = Tidak Baik
Angka 51% – 75% = Baik
Angka 76% – 100 % = Sangat Baik
4. Selanjutnya peneliti harus membagi pertanyaan yang
ganjil dan genap untuk mendapatkan hasil validitas dan
reabilitas data penelitian. Dan menjumlah secara
herizontal dan vertikal seperti gambar 3.8.
5. Setelah itu, peneliti dapat mendapatkan valitas dan
reabilitas data dengan cara mengujinya dengan
menggunakan SPSS. Hal ini terlihat pada gambar di
bawah ini :
60
Gambar 3.10 Mengimport Data dari Excel ke SPSS
61
Gambar 3.11 Menganalisis Korelasi dengan SPSS
62
dengan t tabel maka terdapat pengaruh antara variabel X
terhadap variabel Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa t
hitung > t tabel dengan demikian Ho ditolak dan
konsekuensinya hipotesis alternatif (Ha) diterima.
r n2
to
1 (r ) 2
Gambar 3.13
Proses Pengelolahan Data untuk Mendapatkan t hitung
dengan Menggunakan Softwere SPSS 22
63
X ke kelas dependent dan variebel Y ke kelas indepedent,
maka hasilnya seperti gambar di bawah ini :
Gambar 3.13
Proses Hasil Pengelolahan Data untuk Mendapatkan
t hitung dengan Menggunakan Softwere SPSS 22
****
64
BAB IV
METODE PENELITIAN KUALITATIF
65
dan observasi. Kemudian, ada beberapa ciri dalam penelitian
kualitatif (Irwan, 2005:1.25-1.28), yakni :
Mengkonstruksi realitas makna sosial dan budaya, yaitu
penelitian kualitatif tidak hanya mengkonfirmasi realitas
(uji hipotesis), tetapi membangun realitas sebelumnya
tersembunyo (implisit)
Terfokus pada interaksi perestiwa dan proses, yaitu
melihat dinamika proses yang melatarbelakangi sebuah
realitas
Variabel-varibel yang kompleks dan sulit diukur, yaitu
banyak variabel yang berkontribusi dalam sebuah objek
penelitian, dan bersifat interaktif
Kontekstual, yaitu kebenaran yang didapat bersifat
kontekstual tidak universal. Sehingga sebuah penelitian
akan dipengaruhi oleh waktu dan tempat, walaupun fokus
kajiannya sama.
Keterlibatan peneliti sangat penting, yaitu peneliti harus
bisa aktif dan berinteraksi dengan baik dengan stuasi dan
kondisi lapangan. Bahkan, peneliti bisa merasakan apa
yang dirasakan oleh informan dengan cara peneliti
melakukan observasi partisipasi.
Latar belakang alamai, yaitu peneliti tidak bisa dapat
mengontrol atau mereakayasa apapun yang diteliti, harus
alamiah dan apa adanya. Bahkan, penelitian dalam
kualitatif akan bisa berubah terus dari awal sampai akhir
penelitian, karena bersifat dinamis.
Sampel purposive, dalam penelitian kualitatif sampel
yang akan dijadikan informan biasanya sudah
66
dipertimbangkan oleh peneliti. Untuk bisa
mengembangkan penelitian lebih baik, terkadang peneliti
juga menggunakan snowball sampling, yakni menanyakan
kepada beberapa infoman atas rekomendasi dari informan
sebelumnya, sehingga data akan semakin banyak seperti
bola salju.
Analisis induktif, dalam penelitian kualitatif, peneliti
mengumpulkan data-data dari lapangan sedikit demi
sedikit bergerak ke atas ke arah yang lebih umum sampai
menemukan sebuah teori.
Pertanyaan why lebih penting dibandingkan what.
Pertanyaan dalam penelitian kualitatif selalu menanyakan
kenapa, dibanding apakah.
67
2. Etnometodologi
Teori ini berasumsi bahwa setiap masyarakat
mempunyai kebiasanaan, aturan, konsesus, untuk
mengatur kehidupan sehari hari mereka. Maka penelitian
kualitatif dengan etnometodologi mengharuskan peneliti
mengamati dan mencatat yang dapat diihat seperti apa
adanya (naturalistik).
3. Fenomenologi
Teori yang percaya bahwa tingkah laku manusia
merupakan akibat dari konsep, makna, yang hidup di
dalam kepalanya. Maka, realitas yang kasat mata ini
adalah bersifat subjektif dan multi interpretasi. Maka,
untuk memahami perilaku manusia, kita harus berusaha
memahami apa yang sebenarnya ada di dalam benak
mereka.
4. Budaya
Setiap masyarakat mempunyai sistem budaya yang
khas milik mereka. Sistem budaya ini menjadi acuan dan
tolak ukur dalam mereka sehari-hari. Maka, dengan
pendekatan budaya, seorang peneliti pertama-tama harus
memahami perilaku-perilaku nyata dalam masyarakat itu.
Tetapi ia tidak boleh berhenti di sini , ia terus meneliti
lebih jauh dan lebih dalam untuk makna tersirat yang
berada di balik perilaku nyata itu.
68
peneliti tetap, sehingga sejak awal sampai akhir penelitian
sama. Yang kedua, masalah yang dibawa peneliti setelah
memasuki penelitian berkembang, yaitu memperluas atau
memperdalam masalah yang telah disiapkan. Dengan
demikian judul cukup disempurnaan. Dan yang ketiga,
masalah yang dibawa peneliti berkembang sehingga judul
penelitian harus diganti. (Sugiyono, 2008:205)
Kondisi itu bisa terjadi dalam penelitian kualitatif
yang dinamis. Oleh karena itu, peneliti dalam penelitian
kualitatif harus memiliki kemampuan untuk bisa memetakan
secara mendalam masalah penelitian dengan mengamati
keseluruhan situasi sosial yang ada pada objek penelitian,
termasuk lokus, aktor, maupun aktivitasnya. Untuk itu
peneliti harus bisa membatasi penelitian yang akan diteliti.
Sebelum melakukan perumusan masalah penelitian,
peneliti harus melakukan identifikasi penelitian. Idnetifikasi
penelitian harus dinarasikan pada latar belakang masalah
penelitian sesuai dengan fakta dan data. Oleh karena itu,
peneliti sebelum melakukan penelitian harus melakukan pra
riset, agar bisa memahami dan memetakan fokus penelitian
dan aktor-aktor yang terkait dalam penelitian tersebut.
Menurut Creswell (2010:8) mengemukakan bahwa untuk
identifikasi penelitian perlu dilakukan agar tidak terlalu luas
dan tidak terlalu sempit, sehingga dapat membantu peneliti
untuk membatasi area penelitian.
Kemudian menurut Strauss & Corbin dalam Bandur
(2014:32-33) menyatakan bahwa salah satu bagian yang
paling sulit dalam melakukan penelitian ialah menentukan
topik penelitian. Untuk lebih memahami tentang masalah
69
penelitian, kita perlu membandingkannya dengan topik
penelitian, tujuan penelitian, dan rumusan masalah
penelitian. Hal ini terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4.1
Perbedaan Topik, Masalah Penelitian, Tujuan Penelitian, dan
Rumusan Penelitian
Sumber : Bandur, (2014:33)
70
d. Rumusan masalah penelitian bertujuan mempersempit
tujuan penelitian dan perlu dirumuskan dalam sebuah
kalimat tanya agar dapat dijawab oleh peneliti
berdasarkan data penelitiannya.
71
hasil penelitian, dan rekomendasi penelitian; dan
keempat, relevansi penelitian tersebut dengan penelitian
anda. Lalu dibuat metriknya, minimal penelitian
sebelumnya sekitar 10 judul penelitian
Diskripsi Teori
a. Grand Theory
b. Middle Theory
c. Emperical Theory
Kerangka Berpikir
Gambar di bawah merupakan kerangka berpikir dalam
penelitian kualitatif. Ingat bahwa teori-teori yang
dinarasikan dalam diskripsi teori harus dijadikan referensi
dan digambarkan dalam kerangka berpikir.
72
Setelah membuat kerangka berpikir, peneliti harus
membuat instrumen penelitian untuk dijadikan sebagai
pedoman dalam membuat pedoman wawancara. Hal ini
terlihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1
Fokus, Fenomena, Sub Fenomena, dan Instrumen Penelitian
73
dalam penelitian kualitatif. Oleh karena itu, hal yang harus
dilakukan terlebih dahulu oleh peneliti adalah melakukan pra
survey untuk menanyakan informan-informan yang
berkaitan dengan penelitian anda sekaligus memetakan
masalah penelitian yang akan diteliti.
Sedangkan cara pengumpulan data dalam metode
penelitian kualitatif, yaitu dengan melakukan wawancara
mendalam, fokus grup diskusi, observasi, dan dokumentasi.
Hal ini diungkapkan oleh Creswell (2010:150-151),
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan
melalui observasi, wawancara, studi dokumen, dan bahan-
bahan audiovisual (audiovisual materials). Jenis sumber data
yang dapat dipakai adalah sumber data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung
dari lapangan, baik hasil wawancara, FGD, maupun
observasi. Sementara itu, data sekunder adalah data yang
diperoleh dari dokumen-dokumen hasil penelitian atau kajian
dari orang lain/lembaga lain.
Untuk lebih rinci maka akan dijelaskan konsep
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yakni sebagai
berikut :
1. Wawancara Mendalam
Metode ini merupakan metode pengumpulan data
yang banyak digunakan dalam penelitian kualitatif. Cara
pengumpulan data ini dapat membantu peneliti untuk
memahami fenomena sacara mendalam dari beberapa
persepsi individu-individu. Sebelum melakukan
wawancara mendalam, peneliti harus menyiapkan
pedoman wawancara dari hasil definisi operasionalis
74
berupa pertanyaan-pertanyaan, tetapi itu hanya sekedar
pedoman saja, perlu ada seni untuk peneliti dalam
menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang dibutuhkan
dalam penelitiannya, rilek dan interaktif merupakan kunci
keberhasilan dalam mendapatkan data yang dibutuhkan.
2. Observasi
Teknik pengumpulan data ini merupakan teknik
yang dibutuhkan dalam penelitian kualitatif untuk
memhami fakta dan peristiwa tentang kajian yang diteliti
oleh peneliti. Observasi terdiri dari observasi langsung
dan observasi partisipasi. Observasi langsung adalah
proses dimana peneliti mengamati langsung berbagai
perestiwa,sikap,dan prilaku yang diamati. Bahkan,
Marshall dan Rosman dalam Bandur (2014:93)
mengungkapkan bahwa kegiatan ini disitilahkan sebagai
field notes, yakni deskripsiyang detail, konkrit, dan tanpa
penilaian peneliti terhadap apa yang diteliti termasuk
tindakan-tindakan dan interaksi yang ditemukan peneliti
dalam proses pengumpulan data. Sedangkan observasi
partisipasi adalah pengumpulan data yang berevoluasi
dari penelitian ilmu antropologi budaya dan sosiologi.
(Marshall dan Rosman dalam Bandur, 2014 : hal 92)
3. Focus Group Discussions (FGD)
Dalam teknik ini peneliti mengumpulkan beberapa
informan dalam satu kegiatan untuk mendiskusikan
masalah yang akan diteliti. Cara ini akan menghemat
waktu dan tenaga karena semua informan kunci
memberikan informasi tentang masalah yang akan diteliti.
75
4. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dari
beberapa sumber data sekunder, seperti media (online
maupun offline), laporan penelitian, peraturan perundang-
undangan atau kebijakan yang berkaitan dengan fokus
yang akan diteliti.
76
dianalisis. Deskripsi ini melibatkan usaha penyampaian
informasi secara detail mengenai orang-orang, lokasi-
lokasi, atau peristiwa-peristiwa dalam setting tertentu.
5. Menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini
akan disajikan kembali dalam narasi/laporan kualitatif.
6. Menginterpretasikan atau memaknai data. Seperti
mengajukan pertanyaan “pelajar apa yang bisa diambil
dari semua ini”, pertanyaan ini akan membantu peneliti
mengungkapkan esensi dari suatu gagasan.
77
4.6.2. Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian kualitatif harus
memenuhi beberapa persyaratan sehingga dapat dipandang
sebagai penelitian yang ilmiah dan memiliki tingkat
kepercayaan terhadap hasil penelitian. Creswell (2010:284-
289) mengungkapkan bahwa untuk menciptakan keabsahan
dalam penelitian kualitatif, maka ada beberapa hal yang
harus dilakukan, yakni : (1) harus memenuhi validitas data;
dan (2) memenuhi realiabilitas data.
1. Validitas
Validitas kualitatif merupakan upaya pemeriksaan
terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan
prosedur-prosedur tertentu. Prosedur-prosedur tersebut
adalah :
Mentrangulasi sumber-sumber data yang berbeda
dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari
sumber-sumber tersebut dengan menggunakannya
untuk membangun justifikasi tema-tema secara
koheren. Tema-tema yang dibangun berdasarkan
sejumlah sumber data atau perespektif dari partisipan
akan menambah validitas penelitian
Menerapkan member checking untuk mengetahui
akurasi hasil penelitian. Member checking ini dapat
dilakukan dengan membawa kembali laporan akhir
atau deskripsi-deskripsi atau tema-tema spesifik ke
hadapan partisipan untuk mengecek apakah meraka
merasa bahwa laporan tersebut akurat.
Membuat deskripsi yang kaya dan padat (rich and
thick description) tentang hasil penelitian. Deskripsi ini
78
setidaknya harus berhasil menggambarkan setting
penelitian dan membahas salah satu elemen dari
pengalaman partisipan.
Mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa peneliti ke
dalam penelitian. Dengan melakukan refleksi diri
terhadap kemungkinan munculnya bias dalam
penelitian, peneliti akan mampu membuat narasi yang
terbuka dan jujur yang akan dirasakan oleh pembaca.
Refleksitas dianggap sebagai salah satu karakteristik
kunci dalam penelitian kualitatif.
Menyajikan informasi yang berbeda atau negatif
(negative or discrepent information) yang dapat
memberikan perlawanan pada tema-tema tertentu.
Memanfaatkan waktu yang relatif lama dilapangan
atau lokasi penelitian.
Melakukan tanya jawab dengan sesama rekan peneliti
untuk meningkatkan keakuratan hasil penelitian.
2. Reliabilitasi
Reliabilitasi kualitatif mengidikasikan bahwa
pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika
diterapkan oleh peneliti-peneliti lain untuk proyek-proyek
yang berbeda. Adapun prosedur yang harus dilakukan
untuk menciptkan reliabilitas penelitian adalah sebagai
berikut :
Ceklah hasil transkripsi untuk memastikan tidak
adanya keselahan yang dibuat selama proses
transkripsi.
79
Pastikan tidak ada definisi dan makna yang
mengambang mengenai kode-kode selama proses
coding. Hal ini dapat dilakukan dengan terus
membandingkan data dengan kode-kode atau dengan
menulis catatan tentang kode-kode atau definisi-
definisnya.
*****
80
BAB V
MEREVIEW JURNAL DALAM
PENELITIAN
81
• Dengan mereview jurnal kita bisa mengetahui relevansi
peneliti lakukan dan melihat persamaan serta
perbedaannya.
82
menggunakan portal science direct. Hal ini terlihat pada
gambar di bawah ini :
83
insight masih banyak lagi portal-portal lain yang bisa
dijadikan sumber referensi. Misalnya springer link, ebsco,
proquest, dan lain-lain. Namun portal-portal tersebut tidak
open access.
Lalu bagimana cara merivew jurnal agar menemukan
celah pengetahuan baru, masalah baru dan metode baru dari
sekian banyak riset yang telah dilakukan oleh peneliti lain,
yakni sebagai berikut :
• Tulis identitas jurnal (Judul, tahun, nama penulis,
institusi, nama jurnal, volume nomor, ISSN, dan DOI)
• Gambarkan tujuan penelitian dan perumusan
penelitiannya
• Teori dan metode penelitian yang dipakai
• Hasil penelitian dan rekomendasi penelitian
• Relavansi dengan penelitian kita, jika perlu kita melihat
perbedaan dan persamaannya dengan penelitian kita
• Didiskripsikan lalu dibuat matriknya
Tabel 5.1 Metrik Penelitian-penelitian Sebelumnya
84
BAB VI
PUBLIKASI ILMIAH
85
• Menelusuri literatur ke beberapa pangkalan data
(database) terkemuka agar dapat dibuat perkembangan
penelitian yang dilakukan (state of the art), dan penelitian
yang dihasilkan memiliki kebaruan (novelty).
• Membuat catatan detail terkait dengan sumber yang akan
kita gunakan dalam penulisan, terkait dengan siapa
penulisnya, kapan diterbitkan, dan di mana diterbitkan.
Hal ini sepatutnya dilakukan di awal penelitian sewaktu
menyusun proposal penelitian, bukan di akhir ketika
menyiapkan naskah publikasi.
• Menggunakan gaya penulisan dan referensi standar sesuai
dengan yang diminta seperti Harvard, Chicago, atau
Turabian; jangan pernah mencampur adukan gaya
penulisan.
• Menggunakan aplikasi referensi dalam pengutipan dan
pembuatan daftar referensi atau bibliografi seperti
Mendeley, Zotero, Refwork, atau Endnote.
• Membuat pernyataan jelas jika akan menyalin langsung,
mengutip (pharaprasing) atau meringkas (summarizing).
• Jangan pernah mengutip referensi yang tidak jelas atau
tidak lengkap sumbernya sebaik apapun isinya
(Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi, 2019)
PEMERIKSAAN
PENGIRIMAN
PENGEMBALIAN GALEY PROOF,
PENGIRIMAN PERBAIKAN NASKAH YANG
NASKAH OLEH PENYELESAIAN TERBIT
NASKAH NASKAH SUDAH
EDITOR IN CHIEF ADMINISTRASI
DIPERBAIKI
DAN EDITING
86
Agar naskah dapat dipublikasi dengan baik, maka
penulis harus memperhatikan hal berikut ini :
• Tepat waktu, relevan, berbasis bukti penelitian ilmiah
yang dirancang dengan baik dan ditulis dengan baik;
• Mengikuti arah perkembangan;
• Membuat naskah yang jelas, logis, dan mudah dibaca;
• Bersedia menerima saran mitra bestari sebagai cara untuk
meningkatkan mutu naskah; dan
• Memperhatikan kebutuhan pembaca.
87
Pertama, Judul dan Identitas Penulis. Judul harus
bisa menggambarkan fokus dan lokus tentang artikel kita,
ingat judul harus boombastis tapi harus sesuai dengan
content penelitan. Selanjutnya identitas penulis berisi tentang
kita, dan temen-teman kita yang menulis, dari institusi mana,
alamat institusi, termasuk kode pos, serta email dari masing-
masing atau salah satu penulis sebagai penulis
korespondensi.
Kedua, Abstrak. Abstrak adalah gambaran tentang
apa yang kita tulis dalam artikel. Abstrak terdiri dari latar
belakang tentang apa yang kita tulis dalam artikel kita, teori
yang kita gunakan, metode penelitian, hasil dan pembahasan,
serta rekomendasi. Ingat abstrak biasanya dibatasi, tidak
boleh lebih dari 150-200 kata, tergantung yang disyaratkan
oleh pengelola jurnal.
Ketiga, Kata kunci/keywords. Berisi kata-kata kunci
yang dijadikan penulis sebagai kata-kata yang
menggambarkan tentang konten artikel yang kita buat.
Biasanya ada tiga kata kunci, atau empat kata kunci yang
bisa digambarkan dalam artikel yang dibuat oleh penulis.
Keempat, Pendahuluan. Berisi latar belakang
penelitian, bagaimana seharusnya dan bagaimana faktanya,
serta pemetaan kajian yang mengkaji tentang fokus
penelitian yang akan diteliti oleh peneliti. Selanjutnya pada
subtema pendahuluan juga berisi tentang tujuan penelitian
yang akan diteliti dan fokus apa yang akan diteliti oleh si
peneliti.
Kelima, Metode Penelitian. Dalam sub tema ini
menggambarkan tentang metode apa yang dipakai dan
88
bagaimana operasionalisasinya (metode apa yang dipakai,
bagimana pengumpulan datanya, dan bagaimana
menganalisanya). Ingat ini operasionalisasi penelitian, tidak
perlu menggambarkan secara teoritik.
Keenam, Hasil dan Pembahasan. Pada tahapan ini,
penulis harus menggambarkan sub bahasan yang akan
menjawab apa yang menjadi tujuan penelitian, tentu harus
digambarkan sekomperahensif mungkin tentang gambaran
yang diteliti. Penulis juga harus mengakaitkan dengan teori-
teori untuk membedah dan menganalisis data yang telah
digambarkan dalam penelitian yang diteliti.
Ketujuh, Kesimpulan. Berisi tentang simpulan dari
hasil penelitian yang penulis gambarkan pada diskusi dan
pembahasan, ingat simpulan bukan mengcopy paste dari
hasil dan pembahasan, tetapi berisi sari patinya. Dalam
bagian ini penulis harus bisa merekomendasikan sebagai
solusi tentang permasalahan yang diteliti oleh peneliti.
Kedelapan, Daftar Referensi. Hampir semua
pengelola jurnal mengarahkan penulis untuk menggunakan
aplikasi manajemen referensi, salah satunya menggunakan
mendeley. Nanti akan dibahas pada bab selanjutnya.
89
1. Register
2. Mengisi form
90
4. Submit
*****
91
92
BAB VII
MANAJEMEN REFERENSI
93
upaya untuk mengintegrasikan “citation & reference
manager” ke dalam sebuah jejaring sosial. Dengan jejaring
semacam ini, peneliti di berbagai belahan dunia dapat
berkolaborasi dan melakukan sharing data penelitian.
(http://lib.ugm.ac.id/ind/?page_id=336 didownload tanggal
27 Januari 2021 Jam 16.30 Wib).
94
3. Memasukan artikel atau apapun ke mendeley, yakni
dengan cara klik Add, lalu upload sumber data didesktop
anda. Lalu artikel anda akan masuk ke aplikasi ini.
95
anda, lalu isi sesuai dengan metadata. Isi dengan lengkap
agar kualitas refernsi anda akan baik pada daftar referensi
*****
96
BAB VIII
TEKNIK ANALISIS DATA
MENGGUNAKAN NVIVO
97
1. Membuat Project Baru
98
3. Menambahkan data sesuai dengan cara pengmpulan data
99
4. Mengkoding
Bold data yang akan dikoding, lalu klik kanan, lalu klik
code selection, lalu klik code selection at new code, lalu
tuliskan koding untuk variabel apa.
100
5. Mendapatkan laporan dari hasil pengolahan data
menggunakan Nvivo
101
Nanti akan seperti digambar di bawah ini. Anda bisa
menyesuaikan garis hubungan, apakah satu arah,
asosiastif, atau asemetris (atau saling mempengarhi)
*****
102
BAB IX
SISTEMATIKA PENULISAN
PENELITIAN SOSIAL
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menggambarkan
ruang lingkup dan kedudukan masalah yang
akan diteliti dalam bentuk uraian secara
deduktif-induktif (dari umum ke khusus).
Latar belakang masalah perlu diuraikan secara
jelas, factual, dan logis, serta menunjukkan
data-data yang relevan. Ingat segala sesuatu
data harus jelas sumbernya.
1.2. Identifikasi Masalah
Mendeteksi aspek-aspek masalah yang akan
diteliti yang berkaiatan dengan tema/judul
yang akan diteliti. Ingat, bahwa seluruh
identifikasi masalah harus digambarkan
terlebih dahulu di latar belakang masalah.
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian
Dari sejumlah masalah hasil identifikasi
tersebut maka ditetapkan sejumlah masalah
yang paling penting untuk diteliti sesuai
dengan judul penelitian. Hal ini perlu dibatasi
agar masalah yang akan diteliti fokus dan
103
sesuai dengan judul penelitian. Setelah itu,
dibuat perumusan masalah penelitian yang
ditetapkan dalam bentuk masalah penelitian,
apakah masalah penelitian deskriptif,
asosiatif, atau komparatif.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang
sasaran yang ingin diteliti. Perumusan
masalah penelitian dengan tujuan penelitian
harus sesuai.
1.5. Kegunaan Penelitian
Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis
temuan dan hasil penelitian yang akan
didapat.
1.6. Sistematika Penulisan
Menjelaskan isi perbab
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, DESKRIPSI TEORI
DAN HIPOTESIS
2.1. Penelitian-penelitian sebelumnya
Menggambarkan berbagai penelitian-
penelitian sebelumnya yang berkaiatan
dengan focus penelitian yang akan diteliti.
2.2. Deskripsi Teori
Mengkaji berbagai teori yang relevan,
mutahir, dan berkaitan dengan variabel yang
tercantum dengan judul. Relevan adalah
sesuai dengan judul yang akan diteliti,
sedangkan mutahir adalah teori yang
104
dicantumkan tidak usang atau berasal dari
buku-buku yang lama.
Selanjutnya, deskrpsi teori harus memenuhi
kaidah-kaidah penyaduran secara ilmiah baik
menggunakan foot note maupun
menggunakan body note. Teori yang dipakai
oleh penulis harus memuat variabel dan
indicator sehingga penulis mudah membuat
defenisi opersaional dan membantu pada saat
membuat kuesioner atau pedoman
wawancara.
2.3. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir menggambarkan alur
berpikir peneliti sebagai keberlanjutan dari
kajian teori untuk memberikan penjelasan
kepada pembaca. Biasanya untuk
memperjelas maksud si peneliti, kerangka
berpikir dilengkapi dengan sebuah bagan yang
menunjukkan kerangka berpikir dari sebuah
teori yang gambarkan oleh peneliti. Terdiri
dari grand theory, middle theory, dan
emperical theory
2.4. Hipotesis Penelitian (Kuantitatf)
Hipotesis penelitian merupakan jawaban
sementara terhadap permasalahan yang akan
diteliti, dan akan diuji kebenarannya.
Hipotesis dirumuskan berdasarkan kajian teori
serta kerangka berpikir.
105
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Menjelaskan desain yang akan digunakan
dalam penelitian serta pendekatannya, apakah
menggunakan eksperimen dan survey
(kuantitatif) dan etnograpy, grounded theory,
studi kasus, fenomenalogi, dan penelitian
naratif (kualitatif)
3.2. Instrumen Penelitian
Di dalam penelitian kuantitatif peneliti akan
menggunakan instrumen untuk mengumpul-
kan data, sedangkan dalam penelitian
kualitatif peneliti akan lebih banyak menjadi
instrumen karena dalam penelitian kualitatif
peneliti merupakan key instrument. Macam-
macam skala dalam penelitian administrasi
adalah Skala likert, Skala guttman, Rating
scale, Semantic Deferntial, dan Skala
Thurstone.
Di dalam instrument penelitian juga
digambarkan tentang definis operasional dari
variabel-variabel yang akan diteliti
3.3. Definisi Konseptual dan Definisi
Operasional
Dalam bagian ini peneliti harus bisa
menjelaskan variable secara konseptual dan
juga harus bisa menjelaskan variable secara
operasional
106
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian
Menjelaskan wilayah penelitian dan
penentuan jumlah sampel penelitian. Populasi
adalah sesuatu hal yang dijadikan sebagai unit
analisis penelitian Populasi bisa berupa
kumpulan manusia atau benda, sedangkan
Sampel atau contoh adalah sebagian dari
populasi yang karakteristiknya hendak diteliti.
Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat
dikenakan pada populasi, adalah sampel yang
bersifat representatif atau yang dapat
menggambarkan karakteristik populasi.
Teknik pengambilan sample atau teknik
sampling adalah teknik pengambilan sampel
dari populasi. Sampel yang merupakan
sebagaian dari populasi tsb. kemudian diteliti
dan hasil penelitian (kesimpulan) kemudian
dikenakan pada populasi (generalisasi).
Teknik pengambilan sampel sesuai dengan
metode yang digunakan oleh si peneliti.
Selain itu, jika menggunkan metode kualitatif
maka peneliti harus bisa menggambarkan
siapa yang akan menjadi informan. Oleh
Karena itu, peneliti harus melakukan pra riset.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Menggambarkan tentang teknik pengumpulan
data oleh penelitian. Apakah menggunakan
kuesioner, wawancara, observasi, dan
107
dokumentasi. (sesuaikan sesuai dengan
metode, apakah kualitatif atau kuantitatif)
3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Menjelaskan teknik analisis yang digunkan
oleh penulis dan beserta rasionalitasnya.
Teknik analisis data harus sesuai dengan data
yang akan diteliti. Jika penelitia menggunakan
analisis data kuantitatif maka mengunkan
pengujian hipotesis, tetapi sebelumnya
mengunkan persyaratan uji statatistik yang
validasi data dan rebilitasi data. Sedangkan,
jika peneliti menggunakan data kualitatif
maka menggunakan kaidah-kaidah kualitatif,
seperti menggunakan metode triangulasi serta
melakukan uji keabsahan data.
3.7. Tempat dan Waktu Penelitian
Menjelaskan tentang tempat dan rencana
waktu penelitian akan dilakaksanakan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
Menjelaskan tentang gambaran objek
penelitian, yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi, proses
kebijakan dan lain-lain yang berkaiatan
dengan gambaran umum
4.2. Deskripsi Data Penelitian
Menjalaskan hasil penelitian yang telah diolah
dari data mentah dengan menggunakan teknik
108
analisis data yang relevan, baik menggunakan
metode kuantitatif maupun kualitatif
4.3. Uji Syarat Statistik (untuk metode
kuantitatif)
Melakukan uji syarat statistic dengan
mengunkan validasi data dan rebilitasi data
penelitian.
4.4. Pengujian Hipotesis (untuk metode
kuantitatif)
Melakukan pengujian terhadap hipotesis
dengan menggunakan teknik analisis statistic
yang sudah ditentukan semula, seperti korelasi
dan regresi. Sedangkan perhitungan
selengkapnya dilampirkan dalam lampiran.
4.5. Interpetasi Hasil Penelitian
Melakukan penafsiran terhadap hasil akhir
pengujian hipotesis, kendatipun hasil
perhitungan statistic itu sendiri sudah
merupakan bentuk kesimpulan. Namun yang
dimaksud dalam interpetasi disini yaitu
dikaitkan dengan rumusan masalah atau
menjawab rumusan masalah penelitian.
4.6. Pembahasan
Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap
hasil analisis data, baik menggunakan metode
kuantitatif maupun kualitatif.
109
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil
penelitian
5.2. Rekomendasi
Menggambarkan tentang saran yang
direkomendasikan untuk memperbaiki
masalah
Halaman Lampiran terdiri dari :
1. Daftar Pustaka
Menjelaskan tentang daftar referensi yang digunakan oleh
peneliti, baik buku, undang-undang atau peraturan, dan
internet
Contoh :
Ismanto, Banten Menuju Keterbukaan Informasi : Best
Practice KIP, Proceeding Otonomi Daerah, LAB
ANE FISIP Untirta, 2011
---------------, Peraturan Komisi Informasi Nomor 1
Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi
Publik, Dihubkom dan Informatika Provinsi
Banten, Serang, 2011.
www.transparency.org
2. Kuesioner atau pedoman wawancara
3. Lampiran perhitungan
4. Surat pengajuan penelitian
5. Surat keterangan penelitian
6. Foto-foto yang berkaitan dengan penelitian
110
BAB X
CONTOH PENELITIAN SOSIAL
ABSTRAK
111
intensitas pemagangan, pendampingan, dan konsultasi yang
rendah sehingga kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap
tingkat kemampuan dan pengetahuan mitra binaan.
Walaupun ada permasalahan dalam pola pemberdayaan
ekonomi yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis
Pemberdayaan Ekonomi (UPT PEM) Kota Cilegon, tetapi
program ini berpengaruh terhadap perubahan peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga mitra binaan
(walaupun tidak terlalu signifikan).
Untuk mengefektifkan program ekonomi masyarakat
di Kota Cilegon maka rekomendasi yang diajukan adalah :
pertama, meningkatkan intensitas pendampingan dan
pemagangan, kedua, menciptakan pelayanan yang
berkualitas, yakni cepat dan tidak berbelit-belit, ketiga,
meningkatkan intensitas sosialisasi melalui audensi, media
(elektronik dan cetak), serta penyuluhan.
1
Kemiskinan struktural kemiskinan yang disebabkan kebijakan
atau peraturan yang diskriminatif
112
pendistribusian kemandirian ekonomi), serta akses di bidang
politik.
Posisi ini menunjukkan bahwa kelompok perempuan
dalam posisi yang tidak berdaya, terutama bagi perempuan
miskin. Fakta tersebut didukung oleh data tingkat
keberhasilan pembangunan manusia atau Human
Development Index (HDI) di negara kita yang masih jauh
dari kata ”berhasil”.
Tabel 1
Perbandingan Peringkat Indeks Pembangunan Manusia di
Asia
Negara Tahun
2002 2003 2004 2005 2007
Malaysia 59 58 59 61 63
Thailand 70 74 76 73 78
Filipina 77 85 83 84 90
China 96 104 94 85 81
Indonesia 110 112 111 110 107
Vietnam 109 109 112 108 105
Kamboja 130 130 130 130 131
Myanmar 127 131 132 129 132
Laos 143 135 135 133 130
Sumber : Human Development Report 2007-2008
113
Kamboja, dan Myanmar). Di dalam Human development
Index (HDI) terdapat juga indikator Gender-related
Development Index (GDI), indikator ini berkaitan dengan
ada atau tidaknya ketimpangan gender dalam pembangunan.
Gender-related Development Index (GDI) berfungsi untuk
mengukur angka harapan hidup, melek huruf, partisipasi
murid sekolah dan GDP riil per kapita antara laki-laki dan
perempuan. Angka GDI juga merupakan ukuran pencapaian
HDI (Human Development Index), namun dengan
memperhitungkan kesenjangan pencapaian antara
perempuan dan laki-laki. GDI adalah HDI yang disesuaikan
oleh adanya kesenjangan gender, sehingga selisih yang
semakin kecil antara GDI dan HDI menyatakan semakin
rendahnya kesenjangan gender serta dapat diketahui
seberapa jauh negara telah mampu meningkatkan kualitas
sumber daya manusianya dan bagaimana posisi negara kita
dengan negara lain.
Tabel 2
Gender-related Development Index (GDI), Tahun 2007-2008
Combined gross GRDI GDI
Adult
enrolment ratio Value Rank
Life Literacy rate Estimated earned
for primary,
Negara Expectancy (% aged 15 income (PPP US
secondary and
at birth older ) 1995- $) 2005
tertiary
2005
education (%)
P L P L P L P L
Malaysia 76.1 71.4 85.4 92.0 77 72 5,751 15,861 0.802 58
Thailand 74.5 65.0 90.5 94.9 72 71 6,695 10,732 0.799 71
Filipina 73.3 68.9 93.6 91.6 83 79 3,883 6,375 0.768 77
China 74.3 71.0 86.5 95.1 69 70 5,220 8,213 0.776 73
Indonesia 71.6 67.8 86.8 94.0 67 70 2,410 5,280 0.721 94
Vietnam 75.7 71.9 86.9 93.9 62 66 2,540 3,604 0.732 91
Kamboja 60.6 55.2 64.1 84.7 56 64 2,332 3,194 0.594 114
Myanmar 64.2 57.6 86.4 93.9 51 48 … …… …… ……
Sumber : UNDP- Human Development Report 2007-2008
114
Apabila dilihat dari capaian masing-masing indikator
menurut jenis kelaminnya, maka peringkat Indonesia masih
berada di urutan yang cukup rendah di ASEAN, yakni di
urutan 94 dan hanya lebih tinggi dari Negara Kamboja yang
berada diurutan 114. Berdasarkan nilai GDI tampak adanya
ketimpangan gender, dimana pada indikator angka melek
aksara, perempuan hanya mempunyai nilai 86.8 %
dibandingkan laki-laki yang mempunyai nilai 94.0.
Sedangkan Gabungan APK (Angka Partisipasi Kasar) SD
sampai dengan perguruan tinggi, perempuan memiliki
tingkat yang rendah dalam indikator ini, yakni sekitar 67 %
dibandingkan laki-laki yang memiliki angka sekitar 70 %.
Dalam kinerja pembangunan untuk perempuan masih terjadi
ketimpangan. Tetapi pada usia harapan hidup, laki-laki lebih
rendah dibandingkan dengan perempuan. Untuk perkiraan
pendapatan masih terjadi ketimpangan, yakni perempuan
mempunyai perkiraan pendapatan sekitar 2,410 dolar,
sedangkan laki-laki yang mendapatkan perkiraan pendapatan
sekitar 5,280 dolar. Secara realitas ketimpangan ini lebih
disebabkan karena akses perempuan terhadap kesempatan
yang mendatangkan pendapatan lebih rendah dari pada akses
laki-laki. Perempuan juga lebih kecil kemungkinannya untuk
bekerja, namun lebih besar kemungkinannya untuk tidak
dipekerjakan. Dan perempuan juga lebih kecil
kemungkinanya bekerja di sektor formal dimana tingkat
pendapatannya lebih tinggi. Hal ini terlihat dari proporsi
tenaga kerja perempuan lebih banyak di sektor informal,
yakni sekitar 70 %. Besarnya kaum perempuan bekerja di
sektor informal memunculkan dua indikasi. Pertama, adanya
115
keterbatasan akses; dan yang kedua, keinginan perempuan
untuk memilih sektor informal yang sangat fleksibel, leluasa,
dan mudah.2
Fakta tersebut mengindikasikan sebetulnya faktor apa
lagi yang menjadi ganjalan dalam menyetarakan gender di
negara ini. Darwin (2005) mengatakan bahwa sumber
permasalahan lain yang menyebabkan kebijakan kesetaraan
gender tidak begitu maksimal adalah budaya patriarki. Dia
menyebutkan bahwa budaya inilah penyebab terjadi
diskriminasi, marginalasi, pelecehan, ekploitasi akibat
sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan,
sistem pengambilan keputusan, sistem risorsi bias gender,
sistem pembagian kerja, dan sistem kepemilikan. Budaya ini
juga yang memberi pembenaran terhadap penguasaan atau
superioritas laki-laki atas perempuan, budaya seperti ini
ditemukan hampir di semua sejarah peradaban manusia.
Secara tradisonal manusia diberbagai belahan dunia menata
diri atau tertata dalam bangunan masyarakat patriarki. Pada
masyarakat seperti ini, laki-laki diposisikan superior
terhadap perempuan diberbagai sektor kehidupan baik di
sektor domestik maupun publik. Hegemoni ini mendapat
legitimasi dan nilai-nilai sosial, agama, hukum negara, serta
terisolasi secara turun temurun dari generasi kegenerasi. 3
Apabila ditarik ke masa silam tentang kehidupan
perempuan Jawa, maka kita akan melihat ayat-ayat citra
2
Sekter Deputi Peningkatan kualitas hidup perempuan,
Kebijakan peningkatan produktivitas ekonomi perempuan (PPEP), 2007
hal 2-3
3
Lihat Muhadjir Darwin, Negara dan Perempuan: Reorientasi
Kebijakan Publik, 2005 hal 64
116
sebuah kepatuhan dalam ketidakberdayaan. Sebuatan
”wanita” bagi kaum perempuan lebih diartikan sebagai
”wani ing tata” (berani di tata) atau ”konco wingking”
(teman di belakang) sebagai istilah untuk menyebut
perempuan sebagai istri. Itu semua memberikan gambaran
tentang kedudukan perempuan dalam struktur dan status
sosial yang bernuansa ketertindasan. Sebuah keadaan yang
mengambarkan perempuan sebagai sosok yang dilemahkan
oleh tradisi kebudayaan, sehingga dirasakan membelenggu
keleluasaan perempuan untuk dapat mengembangkan potensi
sosial dan keperibadiannya dalam kesetaraan dan keadilan.4
Perempuan dalam kehidupan yang seakan dilanda
ketidakmerdekaan dan dibebani masalah ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga sudah barang tentu
menjadi problema ketidakberdayaan dalam sisi ruang yang
berbeda. Oleh karenanya, fakta tersebut membuat perempuan
mencari alternatif pekerjaan yang bersifat informal.
Pekerjaan yang sering dilakukan adalah usaha mikro, yakni
menjalankan usaha secara kecil-kecilan. Istilah lazimnya
adalah unit usaha mikro. Usaha ini memerlukan sedikit
modal (kadang tanpa modal). Produk yang sering digeluti
adalah makanan, nyamikan, dan barang kerajinan tangan.
Apabila dilihat kontribusi perempuan dalam
menggerakan ekonomi rakyat yang sangat bermakna dalam
pembangunan nasional maka perempuan menempati 60 %
pengusaha mikro, kecil dan menengah. Namun kondisi
tersebut belum begitu menggembirakan. Kendala terbesar
4
Diambil dari brosur Koperasi Perempuan Nuansa Mandiri
Kota Semarang
117
yang dihadapi oleh perempuan pengusaha mikro umumnya
pada aspek pemasaran, permodalan, sumber daya manusia,
dan teknologi dan serta rendahnya penguasaan perempuan
pada aset produksi.5 Berikut data pesoalan yang dihadapi
UKM dalam mengelola usahanya.
Tabel 3
Persoalan yang Dihadapi UKM dalam Mengelola Usahanya
(persen)
Industri kecil dan
Jenis Kesulitan Industri kecil
rumah tangga
Kesulitan modal 40,8 36,63
Pengadaan bahan baku 23,75 16,76
Pemasaran 16,96 4,43
Teknik produksi dan 3,07 26,89
manajemen 15,74 17,36
Persaingan
Sumber : Data BPR, diolah dalam Ismawan
5
Sekter Deputi Peningkatan kualitas hidup perempuan,
Kebijakan peningkatan produktivitas ekonomi perempuan (PPEP), 2007
hal 5
118
dan 16, 76 % (dalam usaha kecil).6 Hal ini juga diperkuat
oleh beberapa studi yang mengindikasikan bahwa akses
terhadap kredit, pengusaha perempuan diperkirakan
mempunyai akses yang lebih kecil, 11% dibandingkan laki-
laki, 14%.7 Fenomena problem permodalan dalam usaha
mikro lebih disebabkan karena ”masih adanya ketidakadilan
dalam penyalurannya atau sulitnya akses”, misalnya, (1)
usaha mikro sering dipersulit untuk bisa mendapatkan modal
(seperti prosedur yang berbelit-belit); (2) harus ada jaminan;
dan yang (3) banyak lembaga keuangan tidak menyediakan
permodalan bagi usaha mikro.
Pergeseran pola pembangunan daerah yang harus pro
terhadap kesetaraan gender diperkuat oleh peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 132 tahun 2003 tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Daerah. Kabijakan ini merupakan tindak lanjut dari Inpres
No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
pembangunan nasional. Kebijakan ini juga didasari oleh
undang-undang No. 7 tahun 1984 tentang konvensi
mengenai pengahapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan serta undang-undang No. 25 tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-
2004.
6
Lihat Amelia Maika dan Eddy Kiswanto, Pemberdayaan
Perempuan Miskin pada Usaha Kecil dipedesaan Melalui Lembaga
Keuangan Mikro (Gremen Bank), 2007 hal 3
7
Laporan penelitian SMERU tentang ”Usaha Mikro dalam
Rangka Peningkatan Ekonomi Perempuan (Sukabumu, Bantul,
Kebumen, Padang, Surabaya, dan Makasar), tahun 2003 hal 2
119
Tujuan dari kebijakan ini adalah bagaimana
ketidaksetaraan atau ketidakadilan gender dalam
pembangunan di daerah bisa terminimal.isir melalui strategi-
strategi pembangunan yang tercangkup dari perencanaan
pembangunan sampai pelaksanaan pembangunan. Dengan
didelegasikan urusan-urusan pemberdayaan perempuan ke
daerah maka penulis akan melokuskan penelitiannya di salah
satu daerah yang merupakan bagian dari Provinsi Banten,
yakni Kota Cilegon.
Kota Cilegon dipilih sebagai daerah penelitian karena
beberapa alasan, yaitu : Pertama, tingkat Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Cilegon yang
senantiasa meningkat tidak serta merta membawa
kesejahteraan masyarakat, bahkan iklim yang tidak kondusif
bagi pembangunan perekonomian masih saja terjadi.
Fenomena ini timbul dari berbagai dampak, salah satunya
adalah masih terdapat penduduk miskin di Kota Cilegon.
Dalam prespektif gender, kemiskinan sangat terkait erat
dengan isu gender. Penanggulangan kemiskinan dengan
sudut pandang gender perlu memprioritaskan
penganggulangan kemiskinan bagi RTM (Rumah Tangga
Miskin) yang kepala rumah tangganya perempuan. Kedua,
keberadaan usaha atau perusahaan dari berbagai bidang
usaha menjadi potensi ekonomi yang sangat penting bagi
pembanguanan daerah Kota Cilegon, juga dari sisi
kesejahteraan masyarakat. Suatu daerah perkotaan yang
berkembang karena pengaruh sektor industri akan
menyebabkan berkembang pula sektor perdagangan dan jasa
baik skala kecil, menengah maupun besar.
120
Dan yang Ketiga, adanya upaya Pemerintah Daerah
Kota Cilegon membuat sebuah program pemberdayaan
ekonomi melalui Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan
kemiskinan dengan cara memberikan akses permodalan,
serta peningkatan kemampuan wirausaha kepada masyarakat
miskin, pengangguran, dan usaha mikro. Program ini juga
merupakan program satu-satunya yang dikelola oleh
pemerintah daerah di Provinsi Banten. Kalaupun ada, tetapi
program tersebut merupakan program dari pemerintah pusat,
seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan PNPM Mandiri.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk melihat hasil program pemberdayaan ekonomi
yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (UPT PEM) Kota
Cilegon dalam memberdayakan ekonomi.
2. Untuk melihat dampak program yang telah dilakukan oleh
Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat (UPT PEM) Kota Cilegon dalam
meningkatkan kondisi ekonomi kaum perempuan di Kota
Cilegon yang nantinya akan berpengaruh terhadap tingkat
kesejahteraannya.
Keaslian Penelitian
Saat ini banyak peneliti yang sudah mengungkap
tentang kekuatan usaha mikro yang dilakukan oleh kaum
perempuan dalam mengentaskan kemiskinan. Tetapi
121
spesifikasi dan perbedaan lokus membuat penelitian ini akan
berbeda satu sama lain, sehingga banyaknya penelitian
dalam ranah ini akan membuat semakin sempurna.
Contohnya penelitian yang dilakukan oleh Amelia
Maika dan Eddy Kiswanto (2007), yang melakukan
penelitian di lembaga keuangan mikro Mitra Usaha Mandiri
di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui fenomena
pemberdayaan yang dilakukan oleh lembaga keuangan Mitra
Usaha Mandiri. Sedangkan metode kuantitatif untuk melihat
dampak dari program ini, terutama peningkatan
kesejahteraan anggota dari lembaga ini. Penelitian ini juga di
tambah dengan metode FGD (focus group discussion)
dengan kelompok penerima kredit. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah pemberian kredit terhadap perempuan
memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan
kehidupan rumah tangganya.
122
tindakan-tindakan penanggulangan tertentu dari pendekatan-
pendekatan inovatif, contohnya terdapat di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin.8
Hal ini dipertegas oleh ungkapkan Muhadjir Darwin
bahwa kemiskinan yang dialami oleh perempuan bersifat
spesifik, sehingga dibutuhkan adanya penanganan yang
khusus. Hal yang sama juga kalau kita melihat kemiskinan
yang ditemukan jika kita melakukan pengelompokan sosial
dengan cara lain, misalnya dari pendekatan usia, kemampuan
fisik dan kondisi lingkungan. Kemiskinan yang dialami
anak-anak atau manula, orang beda kemampuan, atau
kemiskinan yang dialami suku terasing, masyarakat nelayan,
atau masyarakat miskin kota adalah juga spesifik dan
memerlukan penanganan yang juga spesifik.9
Situasi spesifik ini mudah diterangkan jika
kemiskinan dipahami sebagai masalah struktural. Terjadi
stuasi kemiskinan sangat terkait dengan posisi individu
dalam proses perubahan sosial ekonomi dan serta akses
politik. Salah satu hambatan struktural yang perlu menjadi
perhatian disini adalah relasi gender (gender relation) yang
tidak setara dan tidak adil. Marginalisasi, diskriminasi, dan
ekploitasi terhadap perempuan dan anak menjadi sebab
parahnya masalah kemiskinan yang dihadapi oleh negara
berkembang. Oleh karenanya untuk mengentaskan
kemiskinan di negara dunia ketiga perlu adanya
8
Lihat Britha Mikkelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan
Upaya-upaya Pemberdayaan, 2001 hal 195
9
Lihat Muhadjir Darwin, Negara dan Perempuan : Reorientasi
Kebijakan Publik, 2005 hal 165
123
keseimbangan gender. Upaya ini telah menjdi komitmen
global. hal ini terlihat dari rekomendasi yang diberikan oleh
United national millennium declaration (2000) untuk
diterapkan di semua Negara, yakni ;
“To promote gender equality and empowerment of
women as effective ways to combat poverty, hunger,
and disease and to stimulate development that suit
enable” (United nations, 2000)10
Sumber permasalahan lain yang menyebabkan
kemiskinan bagi perempuan di Indonesia adalah budaya
patriarki. Budaya ini penyebab terjadi diskriminasi,
marginalasi, pelecehan, ekploitasi akibat sumber
pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem
pengambilan keputusan, sistem risorsi bias gender, sistem
pembagian kerja, dan sistem kepemilikan.11
Dari penjelasan-penjelasan di atas maka sebenarnya
kemiskinan pada perempuan lebih ditafsirkan sebagai suatu
kondisi ketiadaan access pada pilihan-pilihan dan hak-hak
yang seharusnya melekat di bidang sosial, politik, ekonomi,
kebudayaan dan lingkungan hidup. Konsep yang amat dekat
dengan konsep kemiskinan adalah impoverishment (hal-hal
menyebabkan perempuan menjadi lebih miskin). Proses
impoverishments adalah sebuah proses aktif menghilangkan
akses dan hak-hak dasar yang secara sistematik direproduksi
dan diciptakan oleh sejumlah mekanisme global seperti
kerusakan lingkungan hidup, kehancuran sumberdaya rakyat,
inflasi, pengangguran, budaya patriarki dan politik utang luar
10
Ibid, hal 166
11
Ibid, hal 166
124
negeri. Proses inilah yang dikenal sebagai proses pelemahan
(disempowerment) ekonomi, ekologi, sosial, politik dan
kebudayaan khususnya bagi kaum perempuan.
12
Ibid, hal 3
125
mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah
setahun.13
Fungsi dari lembaga keuangan mikro adalah sebagai
intermediasi dalam aktifitas suatu perekonomian. Jika fungsi
ini berjalan baik, maka lembaga keuangan tersebut
menghasilkan nilai tambah. Aktifitas ekonomi disini tidak
membedakan antara usaha yang dilaksanakan kecil atau
besar, karena yang membedakan hanya besarnya nilai
tambah berdasarkan skala usaha. Hal ini berarti usaha kecil
pun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan
memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya
meningkatkan pendapatan masyarakat salah satunya dapat
dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan
jasa intermediasi lembaga keuangan, termasuk usaha
produktif yang dilakukan oleh masyarakat miskin. Lembaga
keuangan mikro merupakan salah satu pendekatan efektif
untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin,
mengurangi kemiskinan serta pengangguran.14
Pengentasan kemiskinan dapat dilaksankan melalui
banyak sarana dan program baik bersifat langsung maupun
tidak langsung. Usaha ini dapat berupa transfer payment dari
pemerintah, misalnya program pangan, kesehatan,
pemukiman, pendidikan, Keluarga Berencana, maupun usaha
yang bersifat produktif. Misalnya melalui pinjaman dan
bentuk mikro kredit. Secara hipotesis, kaitan antara
pemberdayaan kredit mikro dengan upaya pengentasan
kemiskinan merupakan pintu masuk relatif mudah bagi
13
Lihat www.microcreditsummit.org/abautmicrocredit.htm
14
Lihat Hadinoto, Kiat Sukses Kredit Mikro, 2004 hal 88
126
orang yang akan menjadi pengusaha pemula. Jika pengusaha
pemula itu tumbuh dan berkembang akan terentaskan karena
menjadi pengusaha atau karena trickle down effect dari
semakin banyaknya pengusaha mikro.15
Menurut Marguiret Robinson (2000), pinjaman
dalam bentuk micro credit merupakan salah satu upaya yang
ampuh dalam menangani kemiskinan. Hal tersebut
didasarkan bahwa pada masyarakat miskin sebenarnya
terdapat perbedaan klasifikasi diantara mereka, yang
mencakup: pertama, masyarakat yang sangat miskin (the
extreme poor) yakni mereka yang tidak berpenghasilan dan
tidak memiliki kegiatan produktif, kedua, masyarakat yang
dikategorikan miskin namun memiliki kegiatan ekonomi
(economically active working poor), dan ketiga, masyarakat
yang berpenghasilan rendah (lower income) yakni mereka
yang memiliki penghasilan meskipun tidak banyak. 16
Sebetulnya dalam masyarakat sendiri telah
berkembang mekanisme layanan keuangan yang bermanfaat
bagi orang miskin, misalnya rotating savings and credit
assocatiion (ROSCA), arisan, pegadaian, dan bank thithil-
layanan keuangan harian yang dikelola sebagaimana
layaknya bank oleh perorangan. Lembaga serta mekanisme
layanan keuangan ini tidak selalu efisien dan menjadi pilihan
yang menyenangkan bagi masyarakat miskin. Namun
keberdaannya menunjukan bahwa kebutuhan finansial
masyarakat miskin sebenarnya sudah cukup berkembang
15
Lihat Wijaya, Kredit Mikro Bukan Hibah, 2005 hal 1
16
Lihat Wiloejo Wirjo Wijono, Pemberdayaan Lembaga
Keuangan Mikro sebagai salah pilar keuangan nasional
127
dalam berbagai variasinya, dari yang bersifat individual
sampai kelompok, dari yang sangat ramah dan empati
terhadap kesulitan masyarakat miskin sampai yang bersifat
eksploitatif terhadap rakyat miskin.17
Pendekatan baru program microfinance yang
mencangkup layanan kredit, simpan-pinjam, dan tabungan
itu mulai diujicobakan pada tahun 1994 di enam negara pilot
project. Negara-negara itu meliputi Bolivia, Guetemala,
Kenya, Mali, Nepal, dan Filipina. Pendekatan baru tersebut
kemudian banyak diterapkan di negara-negera lainnya.
Program microfinance yang baru ini ditunjukan untuk
membangun lembaga-lembaga keuangan yang dapat berjalan
secara berkesinambungan serta mandiri, mampu membiayai
sendiri kegiatan operasinya melalui pendapatan yang
diterima. Layanan microfinance ditunjukan bagi perempuan
miskin yang digunakan untuk mengembangkan kegiatan
produktif yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga dan
kesejahteraan anak pada gilirannya. Selain itu diharapkan
dapat meningkatkan kelas ekonomi mereka melalui layanan
microfinance serta aktivitas-aktivitas income-generating
lainnya. Secara umum tujuan program microfinance adalah
sebagai berikut :
a. Peningkatan pendapatan keluarga akan sekaligus
meningkatkan kesejahteraan anak.
17
Lihat Amelia Maika dan Eddy Kiswanto, Pemberdayaan
Perempuan Miskin pada Usaha Kecil dipedesaan Melalui Lembaga
Keuangan Mikro (Gremen Bank), 2007 hal 4
128
b. Program yang ditunjukan bagi perempuan miskin
merupakan salah satu cara yang paling efektif dan efesien
untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
c. Mengaitkan kredit serta tabungan dengan ranah lain akan
meningkatkan pula keseluruhan investasi dalam
kesehatan, pendidikan, dan lingkungan anak.18
Metodelogi Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya ditentukan oleh
pertanyaan penelitian. Berdasarkan pertanyaan penelitian,
maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif dan kuantitatif. Hal ini sesuai dengan
saran dan kritik para peneliti sosial atas penelitian kuantitatif
yang bersifat deduktif dan cenderung gagal melahirkan
pemikiran teoritis baru. Dalam banyak hal kedua bentuk data
tersebut diperlukan, bukan kuantitatif menguji kualitatif
melainkan kedua bentuk tersebut digunakan bersama dan
apabila dibandingkan masing-masing dapat digunakan untuk
keperluan menyusun teori. Metode ini juga diperlukan untuk
memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial
yang diteliti dapat dilakukan usaha menambahkan informasi
kualitatif pada data kuantitatif.19
Metode penelitian kualitatif lebih memfokuskan
untuk melihat pola kegiatan pemberdayaan ekonomi
terhadap kaum perempuan yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Kota Cilegon melalui Unit Pelaksana Teknis
18
Ibid, hal 4-5
19
Lihat Singarimbun dan Efendi, dalam Metode Penelitian
Survai hal 9
129
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat secara deskripsi faktual
yang terjadi di lapangan, sedangkan metode penelitian
kuantitatif untuk mengukur keberhasilan hasil (intermediate
outcomes) program pemberdayaan ekonomi sekaligus
melihat dampak (final outcomes) perubahan yang dirasakan
oleh perempuan setelah mendapatkan program-program
yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat (UPT PEM) Kota Cilegon, terutama
dalam meningkatkan kondisi ekonomi kaum perempuan
yang sekaligus akan meningkatkan kesejahteraan
keluarganya.
Tabel 4 Metode Evaluasi Program
Pengukuran Informasi
Jenis Kelompok
Kondisi yang
Evaluasi Kontrol
Sebelum Sesudah Diperoleh
Single Tidak Ya Tidak Ada Keadaan
Program Kelompok
after only sasaran
Single Ya Ya Tidak Ada Perubahan
program Kelompok
before-after sasaran
Comparative Tidak Ya Ada Keadaan
after-only klp
sasaran
dan klp
kontrol
Comparative Ya Ya Ada Efek
before-after program
130
thd klp
sasaran
dan klp
kontrol
Sumber : Finsterbusch dan Motz (1980) dalam AG Subarsono:138
131
mikro. Fakta tersebut seharusnya dijadikan perhatian oleh
Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Kota Cilegon untuk menyederhanakan prosedur pinjaman,
tidak memberikan agunan pada pinjaman, memberikan
tingkat kecepatan dalam mencairkan pinjaman, dan
memberikan suku bunga yang terjangkau. Indikator-
indikator tersebut perlu diperhatikan, karena akan
memberikan efek keberhasilan terhadap program
pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dijalankan oleh
UPT PEM Kota Cilegon.
132
dan penguatan usaha. hal ini terlihat dari data lapanagan di
bawah ini :
Bagaimana prosedur yang ditentukan oleh UPT
PEM dalam meminjam uang
90.00% 76.67%
80.00%
70.00% Bagaimana
60.00% prosedur yang
50.00% ditentukan oleh
40.00%
30.00% 16.66% UPT PEM dalam
20.00% 6.67% meminjam uang
10.00% 0.00%
0.00%
Sangat Berbelit-
Mudah
Sangat Mudah
Berbelit-belit
belit
133
jaminan. Hal ini terlihat dari grafik di bawah ini yang
menyatakan bahwa jaminan tidak ada :
Apa yang dijadikan jaminan Ibu dalam meminjam
modal di UPT PEM Kota Cilegon
120%
100%
100%
Apa yang dijadikan
80% jaminan Ibu dalam
60% meminjam modal
40% di UPT PEM Kota
Cilegon
20%
0% 0% 0%
0%
n
h
da
n
a
a
sa
ra
m
A
ia
u
da
ak
h
R
er
en
id
P
T
K
134
Tingkat Kecepatan Pencairan Pinjaman
Tingkat kecepatan pencairan pinjaman kepada mitra
binaan dalam proses pinjaman merupakan syarat mutlak
untuk melihat keberhasilan UPT PEM Kota Cilegon sebagai
lembaga yang mandiri serta memberikan pelayanan yang
terpadu dan profesional, sesuai dengan tujuan unit ini. Tetapi
realitasnya berbeda, unit ini masih memberikan pencairan
pinjaman yang sangat lama kepada mitra binaan. Kondisi
tersebut disebabkan karena pencairan tidak ditentukan oleh
syarat dan prosedur yang sudah dipenuhi oleh calon mitra
binaan, tetapi lebih ditentukan dengan sudah terpenuhi atau
tidaknya target mitra binaan yang akan diberikan pelatihan.
Hal ini terlihat dari grafik di bawah yang menyatakan bahwa
kecepatan pencairan pinjaman setelah proses pengajuan yang
ditentukan oleh UPT PEM Kota Cilegon masih dirasakan
sangat lambat :
Bagaimana kecepatan proses pencairan pinjaman
setelah proses pengajuan
70.00% 63.30%
60.00%
50.00% Bagaimana
kecepatan proses
40.00%
pencairan
30.00% 20.00% 16.67% pinjaman setelah
20.00% proses pengajuan
10.00% 0.00%
0.00%
at
at
at
at
ep
ep
ep
ep
C
C
C
C
g
t
k
ga
an
da
an
Ti
ur
S
Grafik 3
Persentase Kecepatan Proses Pencairan Setelah Pengajuan
Sumber : Data lapangan
135
Dari data di atas menujukkan bahwa persepsi mitra
binaan soal kecepatan proses pencairan pinjaman setelah
proses pengajuan kurang cepat. Kondisi ini merupkan efek
dari sistem pencairan pinjaman yang ditentukan oleh sudah
atau tidaknya target mitra binaan yang akan diberikan
pelatihan, bukan dari sudah atau tidaknya calon mitra binaan
dalam memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh UPT
PEM Kota Cilegon.
136
dilaksankan oleh UPT PEM Kota Cilegon. Hal ini terlihat
dari grafik di bawah ini :
Apakah Suku Bunga Pinjaman Terjangkau
90% 80%
80%
70%
60% Apakah Suku
50%
40% Bunga Pinjaman
30% 20% Terjangkau
20%
10% 0% 0%
0%
u
u
u
u
ka
ak
ka
gk
ng
ng
ng
an
rja
ja
ja
j
er
er
er
e
T
tT
T
T
ng
ak
ga
id
a
an
ur
T
S
Grafik 4
Persentase Persepsi Mitra Binaan Terhadap Suku Bunga
Pinjaman
Sumber : Data lapangan
137
pinjaman. Saat ini Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Kota Cilegon mengalami dilematis, di
satu sisi unit ini harus memberdayakan masyarakatnya
secara ekonomi dengan memberikan kemudahan bagi
masyarakat dalam meminjam modal, tetapi di satu sisi
kemacetan pinjaman terus bertambah tiap tahunnya.
80.00%
68.90%
70.00%
57.40%
60.00%
Jumlah mitra
50.00%
38.50% binaan (%)
40.00%
24.30% Jumlah pinjaman
30.00%
(%)
20.00%
6.80%
4.05%
10.00%
0.00%
Pengembangan
Penguatan
Perintisan
Usaha
Usaha
Usaha
Grafik 5
Persentase Total Jumlah Mitra Binaan dan Pinjaman
Tahun 2008
Sumber : UPT PEM Kota Cilegon tahun 2008 yang diolah
138
Tingkat kemacetan yang tinggi dari klasifikasi
penguatan usaha dan perintisan usaha disebabkan oleh dua
faktor, yakni faktor usaha mitra binaan yang bangkrut dan
karakter mitra binaan itu sendiri. Tetapi faktor yang paling
dominan dalam menyebabkan kemacetan pinjaman pada
klasifikasi perintisan usaha dan pengutan usaha adalah faktor
karakter mitra binaannya, karena mereka menganggap
bahwa pinjaman dari UPT PEM Kota Cilegon merupakan
uang hibah, sehingga mereka enggan untuk
mengembalikannya, walaupun mereka mampu untuk
mengembalikannya.
139
kesejahteraan ini menggunakan konsep kesejahteraan
subjektif, artinya responden sendiri menilai kondisi
kehidupan mereka. Seperti halnya kemiskinan, kesejahteraan
memiliki konsep yang beragam dan memiliki ukuran yang
berbeda-beda pula. Dalam teori psikologi konsep tersebut
dikenal sebagai subjektive wellbeing (SWB). Dalam studi
yang dilakukan oleh Ravallion dan Lockshin, menunjukkan
bahwa kesejahteraan secara subjektif berhubungan dengan
pendapatan seseorang (relative income at individual level).20
20
Lihat Amelia Maika dan Eddy Kiswanto, Pemberdayaan
Perempuan Miskin pada Usaha Kecil dipedesaan Melalui Lembaga
Keuangan Mikro (Gremen Bank), 2007 hal 10
140
anak saya anak saya anak saya Tidak Tahu
3.33%
3.33%
6.67%
16.67%
Grafik 6
Persentase Perubahan Mitra Binaan Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Konsumsi Sebelum dan Sesudah Diintervensi
Program Pemberdayaan Ekonomi
Sumber : Data lapangan
141
konsumsi yang tidak terlalu signifikan disebabkan karena
pendapatan mereka tidak sebanding dengan tingkat
pengeluaran mereka yang semakin hari semakin naik. Data
terakhir tahun 2009 menunjukkan kenaikan inflasi di
Provinsi Banten salah satunya dipicu oleh kenaikan harga
bahan-bahan makanan.21
anak saya
saya dan
lebih dari
20%
16.67%
mencukupi
kebutuhan
anak saya
saya dan
Hanya
73% Sesudah
73% Sebelum
kebutuhan
anak saya
memenuhi
saya dan
Kurang
6.67%
10%
Grafik 7
Persentase Perubahan Mitra Binaan Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Sebelum dan
Sesudah Diintervensi Program Pemberdayaan Ekonomi
Sumber : Data lapangan
21
BPS Provinsi Banten Tahun 2009
142
Dari data di atas menunjukkan bahwa program
pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh UPT PEM
Kota Cilegon mempengaruhi perubahan pemenuhan
kebutuhan pelayanan kesehatan rumah tangga, walaupun
tidak terlalu signifikan. Hal ini terlihat dari data yang
menunjukkan bahwa mitra binaan yang memberikan persepsi
hanya bisa memenuhi kebutuhan kesehatan sebelum dan
sesudah tidak ada perubahan. Kondisi ini disebabkan bahwa
pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan masih dianggap
mahal, terutama pada harga obat-obatan dan jasa sehingga
mereka masih sulit dalam memenuhinya.
143
pendidikan pendidikan
kebutuhan kebutuhan
80% Sesudah
76.67% Sebelum
pendidikan
mencukupi
kebutuhan
anak saya
Kurang
6.67%
10%
0% 20 40 60 80 100
% % % % %
Grafik 8
Persentase Perubahan Mitra Binaan Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Anak Sebelum dan
Sesudah Diintervensi Program Pemberdayaan Ekonomi
Sumber : Data lapangan
144
uang saku. Data terakhir tahun 2009 menunjukkan bahwa
kelompok pendidikan merupakan salah satu pemicu inflasi di
Provinsi Banten.22
Kesimpulan
Sebagian kaum perempuan di Indonesia masih
terkungkung dalam posisi yang tidak berdaya. Kondisi
tersebut menyebabkan kaum perempuan mencari alternatif
pekerjaan yang bersifat informal. Usaha mikro merupakan
alternatif pekerjaan yang dipilih oleh sebagian kaum
perempuan, namun kondisi tersebut tidak dikuti oleh
keterbukaan akses, baik akses permodalan, pemasaran, dan
sumber daya.
Sementara itu, dalam era otonomi daerah, program
pemberdayaan ekonomi didelegasikan ke daerah. Oleh
karenanya Pemerintah Daerah di Negara kita sangat gencar
membuat program pemberdayaan ekonomi. Sama halnya
dengan daerah Kabupaten/Kota lain di Indonesia, Kota
Cilegon sangat intens dalam mengimplementasikan
program-program pemberdayaan ekonomi yang bertujuan
untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan
pengangguran. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kota
Cilegon membuat dan melaksanakan program pemberdayaan
ekonomi melalui Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan
Ekonomi (UPT PEM) Kota Cilegon, yaitu dengan cara
memberikan akses permodalan serta peningkatan
22
Ibid
145
kemampuan wirausaha kepada masyarakat miskin,
pengangguran, dan usaha mikro.
Tetapi berdasarkan analisis hasil (intermadiate
outcomes) dan dampak (final outcomes) dari program ini,
maka kesimpulannya adalah program pemberdayaan
ekonomi masyarakat yang dilakukan oleh Unit Pelaksana
Teknis Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (UPT PEM)
Kota Cilegon dalam meningkatkan kondisi ekonomi mitra
binaan kaum perempuan dari klasifikasi perintisan usaha dan
penguatan usaha kurang efektif. Kondisi ini tampak dari
beberapa permasalahan, yaitu :
Pertama, tingkat kecepatan pencairan sangat lama.
Data menunjukkan kurang cepatnya pencairan pinjaman
setelah proses pengajuan masih dirasakan oleh mitra binaan,
yakni sekitar 63,3 %. Kondisi ini disebabkan karena cepat
lambatnya pencairan tidak ditentukan oleh syarat dan
prosedur yang sudah terpenuhi, tetapi lebih ditentukan
dengan sudah terpenuhi atau tidaknya target mitra binaan
yang akan diberikan pelatihan. Kedua, tingkat kemacetan
masih terbilang tinggi, walaupun ada penurunan, yakni dari
30 % (2005) menjadi 9,78 % (2008). Kemacetan pinjaman
tertinggi terdapat diklasifikasi penguatan usaha, yakni sekitar
57,4 %, sedangkan yang kedua ditempati oleh klasifikasi
perintisan usaha sekitar 38,5 %, dan yang ketiga dari
klasifikasi pengembangan usaha sekitar 4,05 %. Kondisi
tersebut disebabkan oleh beberapa hal, seperti karakter mitra
binaannya, usaha yang bangkrut, dan mendesaknya
kebutuhan. Tetapi yang paling dominan disebabkan oleh
karakter mitra binaannya.
146
Ketiga, menunjukkan sebagian besar mitra binaan
hanya bisa mencukupi kebutuhan pendidikan anak-anakanya.
Kondisi ini disebabkan oleh masih tingginya harga
pemenuhan kebutuhan pendidikan. Walaupun ada program
bebas biaya untuk sekolah dasar dan menengah pertama di
Kota Cilegon, tetapi untuk pendidikan menengah atas masih
dibebani biaya. Kondisi ini akan semakin memberatkan
orang tua setelah ditambah biaya-biaya lain, seperti biaya
transportasi, biaya uang saku, dan biaya perlengkapan
sekolah.
Rekomendasi
Untuk mengefektifkan program ekonomi masyarakat
di Kota Cilegon maka rekomendasi yang diajukan adalah :
pertama, meningkatkan intensitas pendampingan dan
pemagangan, kedua, menciptakan pelayanan yang
berkualitas, yakni cepat dan tidak berbelit-belit, ketiga,
meningkatkan intensitas sosialisasi melalui audensi, media
(elektronik dan cetak), serta penyuluhan.
DAFTAR PUSTAKA
147
Lembaga Penelitian Universitas Atmajaya,
Yogyakarta.
Bahan bacaan training fasilitasi pemberdayaan masyarakat
kerjasama inspirit innovation cirles dan access pada
21-26 Juni 2004 di Waingapu, Sumba
Darwin, Muhadjir. 2005. Negara dan Perempuan:
Reorientasi Kebijakan Publik, Yogyakarta Graha
Guru
Dwi A N, Ismi. 2007. Qua Vadis Pembangunan Pro
Gender?, Yogyakarta
Hadinoto, Sutanto. 2004. Kiat sukses Kerdit Mikro, PT Alex
Media Komputindo, Jakarta
Imawan, Riswandha, 2000, Metode Penelitian Sosial,
Program Studi Ilmu Politik, Konsentrasi Politik
Lokal dan Otonomi Daerah UGM, Yogyakarta
Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, 2007. Kebijakan
Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan,
Satker Deputi Peningkatan Kualitas Hidup
Perempuan, Jakarta
Leggerwood, Joanna. 1999. Microfinance Handbook, an
Institutional and Perspective, World Bank
Microcredit Summit. 1997. The Microcredit Campaign – A
project of Result Educational Fund,
http:/www.microcreditsummit.org/abautmicrocredit.
tm
Mikkelsen, Britha. 2001. Metode Penelitian Partisipatoris
dan Upaya-upaya Pemberdayaan, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta
Marzuki, 2002. Metodelogi Riset, BPFE UII, Yogyakarta
148
SMERU. 1997-2003. Defenisi Usaha Mikro. Menteri
Pemberdayaan Perempuan RI.
Soetrisno, Loekman. 1995. Subtansi Permasalahan
Kemiskinan dan Kesenjangan, ICMI dan PSKK
UGM, Yogyakarta
Subarsono. AG, 2005, Analisis Kebijakan Publik : Konsep,
Teori, dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1995, Metode
Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta
Sudjana. 1990. Teknik Analisis Data Kualitatif, Tarsito,
Bandung
SMERU. 2003. Usaha Mikro dalam Rangka Peningkatan
Ekonomi Perempuan (Sukabumu, Bantul, Kebumen,
Padang, Surabaya, dan Makasar), Jakarta
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2003, Kemitraan dan Model-
model Pemberdayaan, Gava Media, Yogyakarta
Wijono, Wirjo W, Pemberdayaan Lembaga Keuangan
Mikro Sebagai Pilar Keuangan Nasional.
htp:/www.Tempo Interaktif.com/
Wijaya, Krisna. 2005. “Kerdit Mikro Bukan Hibah”, Harian
Kompas. http:/www.kompas.com/
Keban T, Yeremias. 2008. Enam Dimensi Strategis
Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu, Gava
Media, Yogyakarta.
149
Literatur Lain
UNDP, 2008. Human Development Report 2007-2008
ILO. 2003, Working Out Of Poverty, Report Of the Director-
General, International Confrence, 91st Session,
Geneva
Literature P2K, 2006
www.pikiran-rakyat.com,
www.Kompas.com
BPS, 2005. Cilegon Dalam Angka, Banten.
BPS dan Pemerintah Provinsi Banten, 2007. Statistik dan
Analisa Gender Provinsi Banten Tahun 2007, Banten
*****
150
DAFTAR PUSTAKA
151
Keban, Yeremias T. 2007. Pembangunan Birokrasi di
Indonesia: Agenda Kenegaraan yang Terabaikan,
Pidato Pengukuran Guru Besar pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi. 2019. Pedoman
Publikasi Ilmiah 2019. Ristekdikti. Jakarta.
Kemitraan Partnership. 2013. Indonesia Governance Index.
Kemitraan Parthership. Jakarta
Lembaga Administrasi Negara. 2000. Akuntabilitas dan
Good Governance, Modul Sosialisasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP).
Jakarta
Nugroho. D, Riant. 2004. Kebijakan Publik (Formulasi,
Implementasi, dan Evaluasi). Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Pesolong, Herbani. 2011. Teori Administrasi Publik.
Penerbit Alfabeta. Bandung.
Persons, Wayne. 2005. Public Policy : Pengantar Teori dan
Praktik Analisis Kebijakan Publik. Prenada Media.
Jakarta.
Irawan, Prasetya. 2006. Metodologi Penelitian Administrasi.
Universitas Terbuka. Tangerang Selatan
Suprayogi Sugandi, Yogi. 2011. Administrasi Publik
(Konsep dan Perkembangan Ilmu di Indonesia).
Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta.
Bandung.
152
Waldo, Dwight. 1996. (terjemahan). The Study of Public
Administration. Bumi Aksara. Jakarta.
Yin, Robert K. 1996. Studi Kasus: Desain dan Metode (terj).
Raja Grafindo Persada. Jakarta
Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Barang_publik, diunggah pada
tanggal, 14-5-2013, jam 11,16 WIB
http://pa.fisipol.ugm.ac.id)
http://garuda.ristekbrin.go.id/
https://sciencedirect/
https://emerald/insight/
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/otoritas
153
TENTANG PENULIS
*****
154