Anda di halaman 1dari 13

PENGUKURAN BIAYA KUALITAS

Sebelum kualitas itu dapat diukur, perlu dipahami mengenai pengertian atau
definisi dari kualitas. Kualitas adalah derajat atau tingkat kesempurnaan. Oleh karena
itu, kualitas adalah ukuran relative kesempurnaan (a relative measure of goodness).
Dalam hal ini kualitas suatu produk dapat diartikan sebagai suatu produk yang sesuai
dengan harapan pelanggan. Pada umumnya dikenal ada dua tipe kualitas, yaitu
kualitas rancangan (quality of design) dan kualitas kesesuaian (quality of
conformance), yang dibahas sebagai berikut:

a. Kualitas rancangan (quality of design) merupakan fungsi dari sebuah


spesifikasi produk. Misalnya fungsi dari sebuah jam adalah memungkinkan
seseorang mengetahui jam berapa saat ini. Kualitas rancangan akan berbeda
antara satu produk dengan produk yang lain. Kualitas rancangan dipengaruhi
oleh variasi komponen produk, baik dari sisi kualitas, jenis bahan baku, harga,
nilai artistic, dan lain-lain. Dalam hal ini, semakin tinggi kualitas rancangan,
yang biasanya direfleksikan dalam biaya manufaktur yang tinggi, semakin
tinggi pula harga jualnya.
b. Kualitas kesesuaian (quality of conformance) merupakan sebuah ukuran
bagaimana sebuah produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi yang telah
ditetapkan. Jika sebuah produk memenuhi semua spesifikasi rancangan, maka
produk tersebut dapat berfungsi (digunakan) secara baik. Contoh: seseorang
membeli sebuah jam dengan spesifikasi tertentu, dan berharap jam tersebut
dapat digunakan untuk jangka waktu tertentu. Ketika pertama kali orang
tersebut menyesuaikan waktu dengan memutar tombol, ternyata tombol
tersebut terlepas dan patah, sehingga jam tersebut menunjukkan waktu yang
lebih lambat 20 menit per hari. Apa jenis ukuran kualitas yang akan dipakai
disini?

Dari dua tipe kualitas diatas, kualitas kesesuaian yang seharusnya lebih
diutamakan. Karena produk yang tidak memenuhi kualitas kesesuaianlah yang sering
kali menimbulkan masalah bagi perusahaan. Sehingga dalam bab ini, ketika
membicarakan masalah kualitas, hal ini berarti membahas mengenai kualitas
kesesuaian.

Jargon Biaya Kualitas

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pelaporan biaya kulitas, terlebih


dahulu akan dibahas mengenai berbagai istilah atau jargon dalam biaya kualitas
sebagai berikut:

1. Biaya kualitas (cocts of quality) adalah biaya yang terjadi karena kualitas
produk yang dihasilkan rendah. Dengan demikian biaya kualitas berhubungan
dengan kreasi, identifikasi, reparasi, dan pencegahan terjadinya produk yang
tidak sempurna (cacat). Biaya kualitas dapat diklafikasikan ke dalam 4
klasifikai yaitu biaya pencengahan (prevention cots), biaya penilaian
(appraisal cots), biaya kegagalan internal (internal failure cots), dan biaya
kegagalan ekternal (external failure cots).
2. Biaya pencegahan (prevention cots) adalah biaya yang terjadi untuk
mencegah terjadinya cacat pada produk atau jasa yang dihasilkan. Jika biaya
pencengahan naik, diharapkan cots of failure turun. Dengan demikian, biaya
pencengahan dikeluarkan untuk menurunkan jumlah produk yang tidak
memenuhi syarat (nonconforming units).
3. Biaya penilaian (appraisal cots) adalah biaya yang terjadi untuk menentukan
apakah produk atau jasa memenuhi syarat (standar) yang telah ditetapkan.
Ada dua jenis standar yang ditetapkan dalam biaya penilaian ini, yaitu:
a. Product acceptance mencakup pengambilan sampel (sampling) dari
sekelompok produk jadi untuk menentukan apakah sampel tersebut telah
memenuhi standar kualitas tertentu. Jika ya, maka barang tersebut
diterima.
b. Process acceptance mencakup penentuan sampel barang ketika barang
tersebut masih dalam proses, untuk melihat apakah proses pembuatan
barang diawasi dan dapat menghasilkan barang yang tidak cacat
(sempurna). Jika tidak, maka seluruh proses produksi dihentikan, sampai
dengan dilakukannya tindakan koreksi.
Tujuan utama fungsi appraisal adalah untuk mencengah terjadinya
pengiriman produk yang tidak sempurna ke pelanggan.
4. Biaya kegagalan internal (internal failure cots) adalah biaya yang terjadi
karena dideteksinya produk atau jasa yang tidak sempurna sebelum produk
tersebut dikirimkan kepada pihak eksternal. Biaya ini timbul sebagai akibat
gagalnya deteksi yang dilakukan oleh aktivitas appraisal.
5. Biaya kegagalan eksternal (external failure cots) adalah biaya yang terjadi
karena produk atau jasa yang dihasilkan gagal memenuhi standar setelah
produk tersebut sampai ke tangan pembeli.

Tabel berikut ini menyajikan ringkasan dari berbagai jenis biaya kualitas dan
beberapa contohnya:

Ringkasan Jenis Biaya Kualitas dan Contohnya

Biaya Pencegahan Biaya Penilaian


Rekayasa ulang kualitas Inspeksi bahan baku
Pelatihan kualitas Inspeksi pengepakan
Perencanaan kualitas Penerimaan produk
Audit kualitas Penerimaan proses
Pengkajian rancangan Pengujian lapangan
Quality circles Verifikasi pemasok
Biaya Kegagalan Internal Biaya Kegagalan Eksternal
Sisa bahan Kehilangan penjualan
Pengerjaan ulang Retur dan potongan
Penghentian proses Garansi
Inspeksi ulang Reparasi
Pengujian ulang Product liability
Pengubahan rancangan Penyesuaian keluhan pelanggan
PELAPORAN INFORMASI BIAYA KUALITAS

Sistem pelaporan biaya kualitas adalah esensial jika sebuah organisasi serius
dalam memperbaiki dan mengendalikan biaya kualitas. Tahap pertama dan paling
sederhana dalam pembuatan laporan ini adalah hanya mencatumkan biaya kualitas
yang terjadi untuk tahun berjalan. Jika informasi pada laporan tersebut dapat
diklasifikasikan ke dalam empat klasifikasi biaya kualitas, maka informasi tersebut
akan memberikan dua manfaat. Pertama, laporan tersebut memudahkan manajer
mengukur financial impact-nya. Kedua, laporan tersebut memungkinkan manajer
mengakses manfaat relative setiap katergori.

Contoh Laporan Biaya Kualitas

Signifikansi keuangan dari suatu biaya kualitas dapat lebih mudah diketahui dengan
menyajikan biaya-biaya ini sebagai persentase dari penjualan seusungguhnya (actual
sales). Di bawah ini adalah contih laporan biaya kualitas.

PT Merapi

Laporan Biaya Kualitas

Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Maret 2010

(dalam ribuan)

Realisasi Tetap Persentase dari


Biaya penjualan
Biaya pencegahan.
-Perencanaan kualitas Rp. 35.000
-Pelatihan kualitas 80.000 Rp. 115.000 4.11%

Biaya penilaian
-Inepeksi bahan baku Rp. 20.000
-Penerimaan produk 10.000
-Penerimaan proses 38.000 68.000 2,43%

Biaya kegagalan internal


-Sisa bahan Rp. 50.000
-Pengerjaan ulang 35.000 85.000 3,04%

Biaya kegagalan internal


-Komplain pelanggan Rp. 25.000
-Garansi 25.000
-Reparasi 15.000 65.000 2,32%
Total biaya kualitas Rp. 333.000 11,90%

Pada contoh laporan biaya kualitas di atas, tampak bahwa besarnya biaya
kualitas hamper 12% dari penjualan. Dengan rule of thumb total biaya kualitas yang
tidak melebihi 2,5% dari penujalan, PT Merapi masih mempunyai banyak
kesempatan untuk menaikkan tingkat labanya dengan cara menurunkan biaya kualitas
tersebut. Namun demikian, perlu untuk diperhatikan bahwa penurunan biaya tersebut
harus melalui peningkatan kualitas. Penurunan biaya kualitas tanpa disertai
peningkatan kualitas dapat menjadi strategi yang berbahaya bagi perusahaan.

Lebih lanjut, informasi yang berhubungan dengan distribusi relative biaya


kualitas dapat diperoleh dengan cara menyusun suatu pie chart seperti contoh berikut
ini.

Pie Chart Biaya Kualitas


Gambar di atas menunjukkan pie chart biaya kualitas berdasarkan data pada laporan
biaya kualitas PT. Merapi. Dalam hal distribusi relative biaya kualitas, manajer
bertanggung jawab untuk mengukur tingkat kualitas optimal dan menentukan jumlah
relative yang wajar untuk setiap kategori biaya. Ada dua macam cara pandang
terhadap biaya kualitas yang optimal, yaitu pandangan tradisional yang sering dikenal
sebagai acceptable quality level dan pandangan yang biasanya diadopsi oleh
perusahaan ”kelas duania” yang sering disebut total quality control. Masing-masing
cara pandang tersebut memberikan gambaran bagi manajer mengenai bagaimana
biaya kualitas seharusnya dikelo. Masing-masing cara pandang tersebut lebih lanjut
dibahas dibawah ini.

Optimal Distribution of Quality Cots: Traditional View

Pendapat umum menyatakan bahwa biaya optimal tercapai pada titik potong
antara failure cots (internal dan eksternal) dan control cots (prevention dan
appraisal). Jika control cots naik, maka failure cots harus turun. Sepanjang
penurunan failure cots lebih besar dibandingkan kenaikan control cots, perusahaan
sebaiknya melanjutkan upaya pencegahan atau pendeteksian nonconforming units.
Pada akhirnya, suatu titik tercapai pada saat setiap tambahan kenaikan upaya
pencegahan nonconforming units tersebut menyerap biaya yang lebih besar
disbandingkan dengan penurunan failure cots-nya. Tanpa perubahan teknologi, titik
ini menggambarkan tingkat minimum total biaya kualitas. Titik tersebut adalah titik
optimal antara control cots dan failure cots. Hubungan antara control cots dan failure
cots digambarkan dalam gambar berikut.

Traditional Quality Cots

Pada gambar tersebut terlihat kedua fungsi biaya kualitas yaitu control cots
dan failure cots. Dalam gambar tersebut diasumsikan bahwa persentase produk cacat
(defective units) meningkat dengan menurunnya jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan prevention dan appraisal. Sebaliknya, failure cots meningkat dengan
meninggkatnya produk cacat. Dari fungsi total biaya kualitas tersebut, terlihat bahwa
total biaya kualitas turun seiring dengan meningkatnya kulitas sampai pada suatu titik
tertentu. Persentase defect optimal terjadi pada titik potong antara failure cots dan
control cots. Level ini disebut dengan acceptable quality level (AQL).

Distribusi Optimal Biaya Kualitas

Untuk perusaahaan yang beroperasi dalam lingkungan industri maju,


kompetisi terjadi sangat ketat dan kualitas merupakan hal yang stratejik dan dapat
memberikan keuntungan kompetitif. Jika terjadi kesalahan, maka perusahaan dapat
mengkapitalisasinya dengan menurunkan jumlah defective unit dan sekaligus
menurunkan jumlah biaya kualitas (pendenkatan ini disebut dengan quality cots
management). Level optimal untuk biaya kualitas terjadi ketika perusahaan
menghasilkan zero defect.

Zero-Defect

PENGGUNAAN INFORMASI BIAYA KUALITAS

Tujuan utama pelaporan biaya kualitas adalah untuk memperbaiki dan


memudahkan proses perencanaan, pengendalian dan pembuatan keputusan. Contoh:
untuk menerapkan program pemilihan pemasok guna meningkatkan kualitas input
bahan baku maka seorang manajer memerlukan informasi biaya kualitas sekarang per
jenis dan per kelompok, informasi tentang tambahan biaya untuk program tersebut
dan taksiran penghematan untuk setiap jenis dan kategori biaya. Kapan penghematan
dan biaya tersebut terjadi juga harus diproyeksikan. Jika efek kas telah diproyeksikan,
maka dilakukan analisis penganggaran modal untuk mengukur kelayakan program.
Jika hasilnya menguntungkan dan program tersebut dilaksanakan, maka selanjutnya
dilakukan monitoring melalui pelaporan kinerja.

Penggunaan informasi biaya kualitas untuk keputusan implementasi program


kualitas dan evaluasi keefektifan dari program tersebut, hanyalah salah satu manfaat
dari penggunaan system biaya kualitas. Manfaat penggunaan informasi biaya kualitas
yang tidak kalah pentingnya adalah untuk keputusan penentuan harga stratejik
(strategic pricing) dan untuk analisa biaya-volume-laba, seperti terlihat pada scenario
A (strategic pricing) dan scenario B (analisis CVP) berikut ini.

Scenario A: Penentuan Harga Strategik

Tuan Kartika, manajer pemasaran PT Merbabu memperoleh informasi bahwa


pangsa pasar salah satu lini produknya (yaitu produk low-priced) kembali turun. Dia
berfikir bahwa salah satu cara untuk menghindari penurunan lebih jauh yaitu dengan
menurunkan harga jual. Tetapi dia menyadari bahwa harga jual tersebut tidak akan
dapat menutupi biaya produksi dan biaya pemasaran produk tersebut. Dia juag
menyadari bahwa strategi ini tidak akan dibiarkan begitu saja oleh para pesaing.
Kemungkinan yang lain adalah menghapus lini produk tersebut dan hanya
berkonsentrasi pada lini produk berkualitas medium dan high-level. Tetapi, lagi-lagi
dia menyadari bahwa strategi ini hanyalah merupakan pemecahan masalah jangka
pendek karena para pesaing pasti juga akan bersaing pada lini produk tersebut.

Pada rapat pimpinan, Tuan Kartika menyampaikan strategi yang mungkin bias
dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan harus mengadopsi pengendalian kualitas total
dan berusaha untuk menurunkan biaya produksi melalui penurunan biaya kualitas.
Jika biaya kualitas dapat diturunkan sehingga harga jual dapat turun sebesar 15%
maka Tuan Kartika yakin dapat meningkatkan pangsa pasar dan kemampulabaan low-
priced produk. Strategi ini dapat diaplikasikan untuk semua lini produk, tetapi untuk
saat ini strategi tersebut hanya difokuskan pada low-priced produk karena lini produk
tersebutlah yang terancam. Tuan Kartika kemudian memintan Tuan Joko-controller
perusahaan untuk menyiapkan data mengenai kualitas biaya produk low-priced. Data
yang diperoleh meliputi data laporan pendapatn tahun terakhir dan perkiraan biaya
kualitas untuk lini produk tersebut seperti tampak dalam laporan berikut.

Lini Produk: Low-Level


(dalam ribuan rupiah)

Pendapatan (1.000.000 @ Rp20) Rp. 20.000.000


Harga Pokok Penjualan: (15.000.000)
Biaya-biaya Operasi: (3.000.000)
Laba Operasi Rp. 2.000.000
Biaya Kualitas (estimasiian)
Inspeksi bahan baku Rp. 200.000
Sisa bahan 800.000
Rejects 500.000
Pengerjaan ulang 400.000
Inspeksi produk 300.000
Pekerjaan garansi 1.000.000
Total Rp. 3.200.000
Setelah memperoleh data tersebut, Tuan Kartika berkoordinasi dengan
manager departemen pengendalian kualitas (Quality Control Departemen). Manajer
pengendalian kualitas yakin dapat menurunkan biaya kualitas sebesar 50%. Dengan
informasi tersebut, Tuan Kartika menghitung bahwa dengan penurunan biaya kualitas
sebesar 50% akan menghasilkan penurunan biaya produksi sekitar Rp. 1.600 per unit
(Rp. 1.600.000.000/Rp. 1.000.000). penurunan ini sedikit lebuh besar dari 50%
penurunan yang diperlukan sebesar Rp. 3.000 (penurunan sebesar 15% dari Rp.
20.000) berdasarkan hasil perhitungan tersebut, Tuan Kartika memutuskan untuk
menurunkan biaya sebesar Rp. 1.000 secara langsung, Rp. 1.000 pada enam bulan
berikutnya, dan Rp. 1.000 pada 12 bulan berikutnya. Penurunan bertahap ini akan
menghindari terjadinya erosi yang lebih lanjut pada pangsa pasar dan memberi
kesempatan bagi departemen pengendalian kualitas untuk secara bertahap
menurunkan biaya kualitas.
Scenario A menggambarkan informasi biaya kualitas dan implementasi
program pengendalian kualitas total berkonstribusi secara signifikan terhadap
keputusan stratejik. Informasi ini juga memberikan gambaran bahwa peningkatan
kualitas bukanlah sebuah solusi bagi segala masalah. Penurunan biaya kualitas
tidaklah sebesar yang diperlukan untuk penurunan harga jual secara keseluruhan.
Produktifitas yang lain diperlukan untuk memastikan solusi jangka panjang, misalnya
mengimplementasikan JIT, kemungkinan dapat menurunkan biaya yang berhubungan
dengan persediaan.

Scenario B: Analisis Biaya-Volume-Laba

Tuan Andri, manajer pemasaran, dan Tuan Bambang, design engineer, sedang
tidak berbahagia. Mereka yakin bahwa proposal produk baru mereka akan disetujui.
Pada kenyataanya proposal mereka ditolak dan mereka menerima laporan berikut dari
controller perusahaan.

Laporan: Analisis Produk Baru, Proyek 675


Proyeksi penjualan 44.000 unit
Kapasitas produksi 45.000 unit
Harga jual per unit Rp. 60.000
Biaya variabel per unit Rp. 40.000
Biaya-biaya tetap:
Pengembangan produk Rp. 500.000.000
Manufaktur 200.000.000
Penjualan: 300.000.000
Total Rp. 1.000.000.000
Proyeksi impas: 50.000 unit
Keputusan: Ditolak
Alasan: Titik impas lebih besar dari kapasitas produksi dan proyeksi volume
penjualan.
Tuan Andri dan Tuan Bambang tidak mempercayai laporan tersebut dan
meminta penjelasan yang lebih detail mengenai laporan tersebut. Mereka
mempertanyakan mengapa ada Rp. 3.000 biaya sisa bahan per unit dan Rp. 2.000
biaya pengerjaan ulang per unit. Menurut Bardiono, asisten controller, Rp. 3.000
biaya scrap ditelusuri dari produk yang telah ada. Berdasarkan pemjelasan tersebut,
Tuan Andri dan Tuan Bambang menjelaskan kepada Bardiono bahwa biaya Rp. 3.000
per unit tersebut akan dapat dieliminasi karena produk baru tersebut dirancang
dengan mengeliminasi berbagai pemborosan dan dibuat dengan menggunakan mesin
yang telah dikendalikan. Lebih lanjut, mereka menjelaskan bahwa biaya sebesar Rp.
2.000 per unit juga dapat dieliminasi karena produk tersebut mengatasi masalah
kegagalan produk, sehingga juga dapat mengeliminasi biaya tetap sebesar Rp.
1.000.000.000 yang berhubungan dengan reparasi produk.

Setelah Bardiono yakin akan penjelasan tersebut, dia menghitung ulang


proyek tersebut. Dengan penurunan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per unit dan
penurunan biaya tetap sebesar Rp. 1.000.000.000, titik impas tercapai pada tingkat
produksi sebanyak 36.000 unit. Proyek produk baru tersebut menjadi diterima.

Scenario B tersebut di atas menggambarkan pentingnya klasifikasi biaya


kualitas berdasarkan perilaku biaya. Scenario tersebut juga menekankan pentingnya
mengidentifikasi dan melaporkan berbagai kualitas biaya secara terpisah. Produk baru
dirancang untuk mengurangi biaya kualitas dan hanya dengan mengetahui biaya
kualitas, Tuan Andri dan Tuan Bambang dapat menemukan kesalahan dalam analisis
impas.

Pelaporan biaya kualitas sehingga dapat digunakan untuk pengambilan


keputusan hanyalah merupakan salah satu tujuan dari system biaya kualitas yang
baik. Tujuan yang lain adalah sebagai pengendalian biaya kualitas, yang merupakan
factor penting dalam membantu outcome yang diharapkan dapat tercapai. Keputusan
harga pada scenario A, contohnya, tergantung pada rencana menurunkan biaya
kualitas.
PENGENDALIAN BIAYA KUALITAS

Pelaporan biaya kualitas saja tidak cukup untuk menjamin bahwa biaya
tersebut dikendalikan. Pengendalian yang baik memerlukan standard dan sebuah
pengukuran terhadap realisasi, sehingga kinerja dapat ditaksir dan tindakan koreksi
dapat dilakukan jika diperlukan. Laporan kinerja biaya kualitas mempunyai dua
bagian yang esensial, yaitu: realisasi dan standar. Jika ada penyimpangan realisasi
terhadap standar, maka penyimpangan ini akan digunakan untuk mengevaluasi
kinerja manajerial dan memberikan sinyal tentang adanya masalah. Laporan kinerja
juga memberikan umpan balik sehingga manajer dapat menilai perilakunya dan
sebagai dasar untuk melakukan tindakan koreksi jika diperlukan.

Laporan kinerja juga penting untuk merancang program perbaikan kualitas.


Contoh laporan biaya kualitas untuk PT Merapi mengharuskan para manajer
mengidentifikasi berbagai macam biaya yang seharusnya tampak pada laporan
tersebut. Hal ini diperlukan untuk dapat mengidentifikasi tingkat kinerja kualitas saat
ini dan mulai memikirkan tingkat kinerja kualitas yang seharusnya dicapai. Sehingga
identifikasi kualitas merupakan elemen kunci dalam laporan kinerja kualitas.

Jenis-jenis Laporan Kinerja Kualitas

Laporan kinerja kualitas harus mengukur kemajuan yang telah direalisasi oleh
program perbaikan kualitas organisasi. Ada empat jenis kemajuan yang dapat diukur
dan dilporkan, yaitu:

1. Kemajuan yang berkaitan dengan current-period standard (interim standars


report).
2. Kemajuan yang berkaitan dengan last year’s quality performance (one-year
trend report).
3. Trend kemajuan sejak dimulai program perbaikan kualitas (multiple-period
trend report).
4. Kemajuan yang berkaitan dengan long-range standard (long-range report).

Anda mungkin juga menyukai