Anda di halaman 1dari 19

PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota

dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di daerah Madiun dan sekitarnya terdapat banyak organisasi beladiri atau

perguruan silat yang lahir dan berpusat di Kota Madiun Pencak silat sebagai

warisan budaya dan cabang olah raga beladiri telah menarik minat warga

masyarakat terutama para remaja didaerah Madiun dan sekitarnya untuk terlibat

didalamnya. Beberapa organisasi beladiri atau perguruan pencak silat di Kota

Madiun, antara lain: Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), Persaudaraan Setia

Hati Winongo (PSHW), Kera Sakti, Tapak Suci, Pagar Nusa, Cempaka Putih, Pro

Patria dan lain-lain.

Organisasi beladiri tersebut sebagian telah meningkat jumlah pengikutnya

dan menciptakan fanatik kelompok yang berlebihan. Fanatisme tersebut telah

menciptakan sekat pembatas dalam kehidupan bermasyarakat yang

mengakibatkan rawan korban jiwa dan harta. Hal ini disebabkan oleh anggota

muda perguruan persaudaraan Pencak Silat yang masih labil dan saling unjuk

kekuatan serta saling mengejek. Jiwa muda yang fanatik rentan terbakar masalah

pribadi, kelompok dan politik.

Dua perguruan pencak silat yang memiliki banyak massa dan anggotanya

sering bentrok adalah PSHT dan PSHW. Dua perguruan pencak silat yang

sebenarnya memiliki latar belakang sejarah sama dan mengalami konflik panjang

dari sejak awal pendiriannya hingga berkembang sampai sekarang. Para pengikut

1
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

atau warga pencak silat dari dua kubu perguruan silat tersebut bisanya langsung

diposisikan sebagai kawan (saudara) seperguruan atau sebagai pihak lawan

(musuh) perguruan. Akibatnya perseteruan yang sebenarnya masalah pribadipun

dapat berubah menjadi pertikaian antarkelompok yang meluas. Hal ini

menyebabkan ancaman bagi keamanan dan perdamaian didaerah Kabupaten

Madiun dan Kota Madiun serta kabupaten-kabupaten di sekitarnya, seperti

Kabupaten Ponorogo, Ngawi, Magetan dan Pacitan. Konflik memungkinkan

menyebar karena kedua perguruan silat tersebut telah berkembang pesat hingga

memiliki cabang diseluruh penjuru Indonesia serta luar negeri.

Adanya konflik dua perguruan PSHT dan PSHW yang terus berkelanjutan

dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kamtibmas diwilayah Madiun dan

sekitarnya. Kepolisian Resort Madiun telah memperkuat peran dan fungsi

pemolisian masyarakat sebagai imbangan dalam mengatasi dan mencegah

terjadinya konflik antara PSHT dan PSHW di Madiun. Data menunjukkan dari

147 kasus yang masuk di Polres Madiun 2008 sampai 2012, ternyata hanya dapat

ditangani 65% saja melalui cara-cara konvensional (kawal, jaga, tangkap).

Melalui penguatan peran pemolisian masyarakat, maka saat ini kasus-kasus

kekerasan yang bersifat kelompok mulai dapat ditemukan solusinya. Peran aktif

dari kepolisian dalam melakukan pemolisian masyarakat dan pemerintah daerah

dalam memelihara perdamaian telah membuktikan bahwa masyarakat bukan

hanya obyek melainkan subyek dalam menjaga keamanan dan ketertiban

masyarakat bersama polisi dan pemerintah.

2
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, penelitian ini berusaha

mengungkap berbagai permasalahan yang menjadi penyebab perselisihan

antarperguruan pencak silat yang sudah bertahun-tahun terjadi di wilayah Madiun.

Selain mencari akar penyebab konflik, penelitian ini juga berusaha mendalami

lebih lanjut solusi penyelesaian konflik yang dipandu melalui pertanyaan

penelitian berikut:

1. Mengapa terjadi konflik antara anggota PSHT dan PSHW?

2. Bagaimana peran pemolisian masyarakat dalam mengelola konflik antara

PSHT dan PSHW?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini penting ditinjau dari sisi akademis sebagai upaya

mengembangkan pemahaman dan analisis yang lebi komprehensif tentang akar

penyebab konflik di masyarakat lokal yang dilatarbelakangi perbedaan organisasi

massa. Secara lebih rinci penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bentuk-bentuk, akar penyebab dan dampak konflik yang

diakibatkan perseteruan antara dua perguruan pencak silat PSHT dan

PSHW diwilayah Kabupaten dan Kota Madiun.

2. Mengetahui dan menganalis peran pemolisian masyarakat di lingkup

Polres Madiun kota dan Polres Madiun dalam mengatasi konflik

perguruan pencak silat PSHT dan PSHW.

3
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3. Merumuskan atau memformulasikan strategi apa yang harus dilakukan

atau lebih tepat dalam penyelesaian konflik antara perguruan pencak silat

PSHT dan PSHW diwilayah Kabupaten dan Kota Madiun.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini, antara

lain :

1. Hasil Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan

ilmu pengetahuan tentang ilmu konflik dan resolusi konflik dalam

masyarakat terutama dalam organisasi kemasyarakatan.

2. Penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi terhadap pemolisian didaerah

Kota dan Kabupaten Madiun dalam penyelenggaraan keamanan dan

ketertiban masyarakat yang minim konflik dan tepat resolusi.

3. Mendorong keberhasilan kepolisian dalam menyelenggarakan pemolisian

masyarakat.

4. Merekomendasikan pilihan-pilihan lebih untuk strategi pemolisian

masyarakat yang lebih efektif dan komprehensif dalam mewujudkan

keamanan dan ketertiban masyarakat.

1.5. Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai konflik antara dua perguruan Pencak Silat PSHT

dan PSHW yang terjadi di Kabupaten dan Kota Madiun. Dalam penelusuran

penulis, sampai saat ini telah ada beberapa tesis/penelitian yang membahas

4
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

tentang konflik pencak silat didaerah Madiun serta beberapa jurnal penelitian

terkait masalah perguruan pencak silat di Madiun.

Disertasi Harwanto (2012), Dosen Universitas PGRI Adi Buana Surabaya,

dengan judul "Konflik Kekerasan Antar kelompok Organisasi Beladiri Pencak

Silat dalam Perspektif Sosiologi Olahraga". Dengan fokus penelitian mengenai

konflik antara PSHT dan PSHW yang telah terjadi berlarut-larut, Harwanto

mengatakan bahwa konflik terjadi karena latar belakang pemahaman nilai ajaran

pencak silat yang tidak terinternalisasi dengan maksimal. Dalam penelitian

disimpulkan bahwa pencak silat yang merupakan cabang olahraga tidak dimaknai

secara tuntas dalam pemahaman ilmu yang diajarkan oleh perguruannya.

Perilakunya tidak mencerminkan nilai sportivitas dan tanggung jawab. Menurut

Harwanto, “Kekerasan bagi anggota organisasi pencak silat dimaknai sebagai

unjuk kekuatan (prestis organisasi). Kekerasan ini merupakan bagian dari uji

kemampuan (prestis individu), balas dendam karena konflik masa lalu, solidaritas

anggota yang berlebihan, serta fanatisme”.

Berbeda dari penelitian Harwanto, penelitian ini akan melihat bentuk

kekerasan komunal tidak hanya disebabkan karena masalah balas dendam, prestis

atau fanatisme. Dalam penelitian ini konflik juga dilihat sebagai fenomena

lemahnya koordinasi, mediasi dan komunikasi antarkelompok perguruan.

Penelitian Dany Rosanty (2011), mahasiswa MPRK UGM, dengan judul

penelitian “Sejarah dan Dinamika Konflik antara Perguruan Pencak Silat Setia

Hati Terate dan Setia Hati Winongo di Kabupaten Madiun”. Penelitian Rosanty

menggambarkan tentang sejarah dan dinamika konflik yang terjadi antara PSHT

5
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dan PSHW secara periodik setiap tahunnya dengan memfokuskan penelitian pada

tahun 2007. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa “konflik antara kedua

perguruan pencak silat yang terjadi bersamaan dengan ritual tahunan masyarakat

seperti keceran atau sah-sahan, halal bi halal dan Suro ”.

Berbeda dari penelitian Rosanty, penelitian ini akan melihat pendekatan

yang dipakai kepolisian dalam mengantisipasi konflik yang hampir terjadi secara

periodik bersamaan dengan ritual tahunan organisasi beladiri. Penelitian ini

dilakukan di dua tempat yaitu di Kota Madiun sebagai tempat kantor/padepokan

pusat PSHT dan PSHW dan Kabupaten Madiun sebagai contoh penyebaran

pengaruh dan anggota dari kedua perguruan Pencak Silat tersebut.

Penelitian Ali Maksum (2009) menggambarkan konflik antar kelompok

dalam olahraga, apalagi yang bermuatan kekerasan, merupakan fenomena yang

kompleks dan bisa jadi berbeda dalam bentuk dan pewujudannya dari waktu ke

waktu. Penelitian ini berusaha menemukan fakta empiris terkait dengan konflik

kekerasan antar kelompok organisasi PSHT dan PSHW. Studi ini sampai pada

kesimpulan bahwa “konflik terjadi karena proses pembentukan identitas sosial

yang terdistorsi”.

Dibandingkan penelitian Maksum, penelitian ini melihat bahwa konflik

terjadi karena kurangnya sinergi antar tiga sektor utama: organisasi beladiri,

kepolisian, peran masyarakat sebagai kekuatan bersama.

Penelitan Bernardo Idalina Leto (2009) menggambarkan kerjasama polisi

dan masyarakat dalam menyelesaikan konflik pengungsi dan konflik arte

6
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

marsiais konflik kelompok bela diri) yang terjadi di Timor Leste dengan

menerapkan manajemen konflik BAHA (Buka Analiza Hatan Avaliasaun).

Penelitian Bernardo ini lebih ih berfokus pada upaya mencari model yang

paling tepat agar polmas secara berkelanjutan dapat mengatasi masalah konflik di

daerah yang masyarakatnya relatif memiliki latar belakang yang sama, yakni suku

dan bahasa yang sama (Tetun).

Di samping itu, penelitian Sri Gunting (2012) mendorong supaya:

1. Dalam mengatasi fenomena perkelahian antar kedua perguruan silat yang

kerap terjadi, Polri selaku pengampu kepentingan dan otoritas keamanan

harus terlebih dahulu memahami sejarah dan karakter konflik kedua

perguruan, mengenali faktor-faktor pencetus dan pendorong terjadinya

konflik.

2. Bahwa tindakan kepolisian dalam mengatasi fenomena perkelahian antar

kedua perguruan silat yang kerap terjadi Polri dapat melakukan upaya

pencegahan dan penindakan.

3. Bahwa setiap strategi yang diterapkan Polri harus disesuaikan dengan

tantangan, eskalasi konflik yang terjadi serta kondisi dalam masyarakat

dan menyesuaikan dengan kualitas dan kuantitas kekuatan Polri yang

siap diterjunkan ke lapangan.

4. Bahwa setiap strategi yang diterapkan Polri mengandung resiko yang

perlu dikelola secara profesional dengan mempertimbangkan

kemanfaatan dan adanya pendidikan hukum kepada kedua massa

perguruan silat dan masyarakat secara umum.

7
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Dari uraian penelitian terdahulu dapat diketahui beberapa hal yang menurut

penulis anggap sebagai kekurangan, yaitu tidak mengungkap pengaruh simbol-

simbol organisasi ditengah masyaraka terhadap konflik, peran tokoh kunci dan

partisipasi masyarakat non anggota organisas dalam penyelesaian konflik Dalam

penelitian ini, penulis ingin melakukan penelitian dari aspek persepsi dan masalah

para anggota perguruan yang sudah diakui menjadi warga atau pendekar dari

kedua perguruan PSHT dan PSHW atau generasi sekarang yang telah salah

mewarisi permusuhan serta membesarkan masalah menjadi permusuhan. Dalam

penelitian ini juga memberikan resolusi yang dapat digunakan oleh semua pihak

(pemerintah, kepolisian dan masyarakat) sebagai bagian dari upaya pemolisian

dan penyelesaian konflik antara dua perguruan serta mencegah terjadinya konflik

baru dengan perguruan lain.

1.6. Argumen Utama

Terdapat tiga konsep utama yang menjadi kerangka dasar pemikiran

penelitian ini, yaitu akar konflik, peran dan efektifitas pemolisian masyarakat, dan

strategi alternatif dalam mengatasi konflik antara PSHT dan PSHW.

Sesuai dengan kerangka pemikiran teresebut maka untuk menjawab

pertanyaan pertama pada rumusan masalah diatas penulis berargumen bahwa akar

penyebab konflik antara PSHT dan PSHW adalah masalah sistem rekrutmen dan

pelatihan, yakni adanya perbedaan yang mencolok dalam proses rekrutmen dan

pelatihan anggota atau warga. Adanya perbedaan waktu latihan, beratnya materi

latihan fisik dan mental spritual, perbedaan biaya menjadi anggota yang jauh

8
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

berbeda dan banyak anggota PSHT yang belum dilantik atau disyahkan yang tidak

merasa kuat mejalani latihan berpindah ke PSHW sehingga terjadi kecemburuan

dimana PSHT satu sampai dua tahun untuk menyandang predikat warga sedang

yang keluar langsung disyahkan menjadi warga PSHW menambah memperjelas

garis pembeda sehingga menambah permusuhan sampai mengakar ke setiap

individu anggota atau warganya. Maka perlu diadakan kontrol kualitas dan

kwantitas menyandang gelar pendekar atau warga oleh badan pengawas organisasi

pencak silat yaitu IPSI.

Sementara itu, sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian yang kedua,

penulis melihat bahwa pemolisian masyarakat merupakan langkah terobosan

polisi dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, tapi tidak

sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah. Dalam pemolisian masyarakat

dibutuhkan kerjasama kemitraan bersama stakeholder antara lain kepolisian,

pemerintah dan masyarakat dalam mendeteksi gejala-gejala yang dapat

menimbulkan masalah dan mendapatkan solusi untuk mengantisipasi

permasalahan tersebut. Namun, peran stakeholder dan pemolisian masyarakat

terkadang gagal dalam membendung permasalahan di tingkat bawah. Pemda

Kabupaten dan Pemerintah Kota Madiun serta instansi terkait dan masyarakat

dalam mengelola aset budaya asli Madiun yang jelas memiliki simpatisan yang

sangat banyak belum dikelola secara maksimal sehingga menimbulkan konflik.

Salah satu bukti bahwa pemkot dan pemda Madiun tidak mengelola aset pencak

silat yang ada adalah tidak adanya kontrol dan izin pendirian tugu atau simbol

perguruan pencak silat yang terletak dipinggir jalan raya. Banyaknya tugu yang

9
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

berdiri dipinggir jalan mengakibatkan terkotak-kotaknya masyarakat menjadi

nampak jelas sehingga memicu terjadinya konflik.

1.7. Kerangka Konseptual

Agar penelitian ini lebih terarah sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan

penelitian yang ingin dicapai, maka kerangka konseptual penelitian ini dibangun

ke dalama tiga tahapan sebagai berikut: (1) akar penyebab konflik, (2) efektifitas

peran organisasi kepolisian dan masyarakat (Polmas) dalam menyelesaikan

konflik, (3) strategi alternatif penyelesaian konflik.

Langkah pertama untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah memahami

dan menganalisis akar penyebab konflik, antara lain dengan mengkaji latar

belakang mengapa konflik muncul. Di samping itu, perlu juga dipresentasikan

secara ringkas sejarah organisasi yang menaungi massa yang terlibat konflik

untuk memperjelas latar belakang konflik. Dalam hal ini organisasi massa yang

membawahi dan menyatukan berbagai elemen masyarakat yang memiliki

kepentingan atau nilai-nilai tertentu. Organisasi ini berperan penting dalam

membentuk spirit dan perilaku anggotanya, sebagaimana dikatakan Sakata (2005)

yakni aiming to nurture people ‘spirit’ to support specific programs or issues, e.g

good citizens, mutual cooperation, cultural family, unity of communy,etc.

Di Indonesia, organisasi massa dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan.

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang

Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), yang dimaksud dengan Organisasi

Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga

10
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

negara Republik Indonesia secara suka rela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi,

fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Setelah pemahaman mendalam tentang latar belakang organisasi

kemasyarakatan kemudian dilakukan pengumpulan data tentang peristiwa,

dokumen dan observasi tentang terjadinya konflik PSHT dan PSHW. Selain itu,

Fahardian (2005: 3) melihat konflik masyarakat di Indonesia berhubungan erat

dengan isu moral legitimacy, trust, personal dan social identification. Sementara

Wilson (2008:15) mengasumsikan kemungkinan adanya konflik sosial yang

spontan, terkoordinasi, faktor provokasi, serta pengaruh leader. Dalam melihat

akar konflik, penelitian ini menyakini bahwa faktor sejarah seperti pendapat

Coppel, dapat mendorong konflik. Sebagaimana yang terjadi dalam sejarah

Madiun pernah mengalami masa suram pada masa revolusi terjadi kekerasan dan

peristiwa PKI 1948. Perkembangan konflik di Madiun di era modern bisa jadi

disebabkan ego organisasi dan mengacu pendapat Wilson, disebabkan pula oleh

provokasi kelompok, yang diperparah oleh lemahnya pengaruh leader dalam

menciptakan suasana kondusif bagi tercapainya keamanan dan kerukunan.

Sebagaimana diketahui masyarakat Madiun pada umumnya, keberadaan

organisasi beladiri yang masanya besar ini seringkali dijadikan kendaraan politik

bagi „sang ketua‟ untuk memperebutkan posisi kepala daerah. Dikarenakan „sang

ketua‟ mempunyai pengaruh massa yang sangat banyak dan luas sehingga sangat

membantu dalam kesuksesan dalam berpolitik.

Langkah berikutnya adalah menganalisis peran pemolisian masyarakat dan

peran aktor dalam penyelesaian konflik. Stakeholder yang perlu diteliti adalah

11
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

pemerintah daerah, kepolisian, tokoh-tokoh masyarakat termasuk anggota

organisasi perguruan yang berkompeten (A. Roberto, 2005; Lyons, 1999;

Banurusman,1995). Menurut Perkap Nomor 07 Tahun 2008 tentang pemolisian

masyarakat. Kepolisian dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat

tidak mungkin dilakukan oleh Polisi sepihak, namun dibutuhkan kerjasama dan

kemitraan bersama masyarakat dalam mendeteksi gejala yang dapat menimbulkan

masalah dan mendapatkan solusi untuk mengantisipasi permasalahan dalam

masyarakat. Untuk mengetahui sejauh mana peran aktor dalam polmas, maka

yang akan diungkap adalah bentuk-bentuk kesepakatan, keselarasan antar

stakeholder, produk kebijakan atau peraturan daerah, komunikasi antaraktor,

umpan balik masyarakat dan lain-lain. Konsep pemolisian masyarakat yaitu suatu

program penertiban masyarakat yang lebih mengutamakan pendekatan proactive,

problem solving dan partnership yang diawali dari cara pandang dan nilai-nilai

masyarakat lokal dalam menyelesaikan isu bersama yang jadi perhatian polisi dan

warga (Scheider, 2003 cit Bayley & Shearing, 1998).

Thurman (1995) menekankan pemahaman polmas sebagai kegiatan

pemolisian yang berbasis inisiatif lokal, yakni masyarakat memiliki andil sebagai

sutradara terciptanya tatanan sosial dengan memberi laporan kriminalitas secara

suka rela dan aktif terlibat dalam community–based problem solving. Thurman

(dalam Kerley & Benson, 2000:48).

Berikutnya, langkah ketiga adalah menganalisis strategi penyelesaian

konflik. Ada perbedaan makna antara resolusi konflik, manajemen konflik dan

penyelesaian (settlement). Manajemen konflik adalah ketrampilan dalam

12
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

menemukan formula alternatif dalam penyelesaian konflik („by alternative dispute

resolution skills‟) dan dapat menampung atau membatasi konflik, settlement

adalah „dengan proses wewenang dan hukum‟ („by authoritative and legal

processes’) dan dapat dipaksakan oleh kelompok elit yaitu pemerintah dan

Penegak hukum (McCollum, 2009). Resolusi konflik berorientasi praktis dan

normatif, artinya menghentikan konflik dengan cara-cara yang analitis dan masuk

ke akar permasalahan (Brigg, 2008:1). Resolusi konflik, berbeda dari manajemen

konflik atau settlement, mengacu pada hasil yang diinginkan setiap pihak yang

berkonflik atau menurut pandangan pihak-pihak yang terlibat konflik

(McCollum,2009: Panggabean, 2010). Diharapkan dengan adanya strategi

alternatif dalam penyelesaian konflik yang terjadi selama ini, yang salah satu

caranya adalah menghilangkan fanatisme kelompok atas organisasinya sendiri

kepada organisasi ketiga yang lebih inklusif bagi kedua belah pihak. Berikut ini

kerangka pikir untuk menjawab ketiga permasalahan penelitian yang diangkat di

tesis ini:

13
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Organisasi Massa

Konflik

Bentuk-bentuk Akar Penyebab Dampak konflik


Konflik Konflik

Peran
Stakeholder

Pemerintah Kepolisian Masyarakat

Strategi

Resolusi Konflik Manajemen


konflik
Settlement

Bagan 1: Kerangka Pikir Ketiga Masalah Penelitian

1.8. Metodologi Penelitian

Penelitian tentang konflik organisasi beladiri di Madiun ini merupakan studi

yang menggunakan metodologi kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk

menjelaskan fenomena secara mendalam melalui pengumpulan data di lapangan

melalui keterlibatan langsung peneliti. Penelitian ini tidak mengutamakan

14
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

besarnya populasi atau sampling (Moleong, 2007). Jika data yang terkumpul

sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu

mencari sampling lainnya. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada persoalan

kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data.

Agar lebih sesuai dengan metode yang digunakan dan fenomena di

lapangan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus

adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin

data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara

komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau

peristiwa secara sistematis (Moleong, 2007).

Jenis data penelitian yang digunakan di dalam tesis ini, antara lain:

1. Data primer

Berupa hasil wawancara langsung penulis dengan pihak yang

mengetahui, melihat dan mengalami suatu peristiwa yang terjadi. Data

berupa wawancara dengan Kepolisian, ketua perguruan, paguyuban, anggota

perguruan dan masyarakat yang mengalami atau mengetahui konflik.

2. Data sekunder

Berupa peta demografi kedua perguruan PSHT dan PSHW di wilayah

Kabupaten dan Kota Madiun, kalender kamtibmas, data krimnalitas, Pola

pengamanan Kepolisian, catatan rapat serta data dari pihak yang terkait isu

konflik pencak silat, meliputi pemerintah daerah, DPRD, tokoh masyarakat,

tokoh perguruan, tokoh pemuda, Kapolres Madiun Kota, Kapolres Madiun

dan pihak-pihak yang terlibat konflik.

15
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

a. Data perkembangan jumlah anggota, dua perguruan pencak silat PSHT

dan PSHW di wilayah Kabupaten dan Kota Madiun.

b. Data pengamanan Polres Madiun Kota dan Polres Madiun dalam

kegiatan Suran Agung dan halal bihalal (Setia Hati Winongo) dan

Pengesahan Anggota Baru (SH Terate).

c. Data perjanjian damai atau MOU antara dua perguruan pencak silat

PSHT dan PSHW di wilayah Kabupaten dan Kota Madiun.

d. Data kejadian konflik dua perguruan pencak silat PSHT dan PSHW di

wilayah Kabupaten dan Kota Madiun 1990-2014.

e. Data operasi pendukung sebelum pelaksanaan kegiatan dari dua

perguruan pencak silat di wilayah Kabupaten dan Kota Madiun, yaitu

Operasi Minuman Keras dan Operasi Ketertiban Lalu lintas.

f. Data kegiatan Polmas dan Bhayangkara pembina keamanan dan

ketertiban masyarakat (babinkamtibmas) dalam mengemban fungsi

pemolisian masyarakat dalam mencegah terjadinya konflik antara dua

perguruan pencak silat PSHT dan PSHW di wilayah Kabupaten dan

Kota Madiun.

Tahapan penelitian ini mencakup; tahap persiapan, tahap penelitian

lapangan, tahap penyelesaian laporan.

a. Tahap persiapan

Dimulai dengan mengumpulkan bahan dan data terkait dengan

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, kemudian dilanjutkan

dengan penyusunan penelitian melalui penulisan dan penyusunan data dan

16
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

teori dalam tulisan dan analisis hasil penelitian dibawah bimbingan dosen

pembimbing. Setelah memperoleh persetujuan pembimbing dilanjutkan

dengan menyiapkan kelengkapan penelitian lapangan berupa sarana dan

prasaran pendukung penelitian seperti kamera, alat perekam dan buku.

Tahapan waktu penelitian ditetapkan bersama dengan dosen pembimbing

untuk penyelesaian tiap tahapan penelitian agar dapat terlaksana secara

terukur.

b. Tahap penelitian

1) Penelitian kepustakaan

Dilakukan dengan pengumpulan serta pengolahan data sekunder yang

berkaitan dengan materi penelitian.

2) Penelitian lapangan

Mengumpulkan data primer melalui oservasi/wawancara kelapangan

guna mengumpulkan data-data yang diperlukan berkaitan dengan

permasalahan.

3) Lokasi penelitian

Kota Madiun (Polres Madiun kota) dan Kabupaten Madiun (Polres

Madiun)

c. Tahap penyelesaian

Dilakukan dengan menganalisis data-data primer dan sekunder yang

berhasil dikumpulkan melalui penelitian lapangan maupun penelitian

kepustakaan. Kemudian dilanjutkan dengan penulisan dan penyusuanan

tesis di bawah supervise dosen pembimbing.

17
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

d. Analisis

Analisis data sebagai proses pengorganisasian dan mengurutkan data

ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar dari inti data sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis seperti yang disarankan

oleh data. Analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi

satuan yang dapat dikelola, mengelompokkan, menseleksi, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan memutuskan data apa

yang paling tepat untuk mencari model penyelesaian konflik dalam

penelitian ini. Analisis penelitian ini berupaya memperoleh jawaban atas

permasalahan yang menjadi topik utama dalam penelitian melalui deskriptif

analitik.

1.9. Sistematika Penulisan

Penelitian berjudul “Pemolisian Masyarakat dan Penyelesaian Konflik: studi

kasus Polres Madiun Kota dan Polres Madiun dalam mengatasi konflik antara

PSHT dan PSHW” ini disusun dengan penulisan sebagai berikut :

Bab satu pendahuluan, terdiri atas latar belakang, masalah, pertanyaan

penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, argumen utama, kerangka

konseptual, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab dua analisis akar penyebab konflik dan disertai dengan uraian mengenai

bentuk-bentuk dan dampak konflik antara PSHT dan PSHW di Kabupaten dan

Kota Madiun. Pemahaman atas peta stakeholder juga dibutuhkan untuk

18
PEMOLISIAN MASYARAKAT DAN PENYELESAIAN KONFLIK (Studi Kasus Upaya Polres Madiun Kota
dan Polres
Madiun Dalam Mengatasi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan
Persaudaraan Setia Hati Winongo)
IBNU TAUFIK
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

menelusuri akar penyebab konflik dengan mengunakan pohon konflik dan

pemetakan konflik yang dapat menjelaskan siapa saja aktor-aktor yang terlibat

dalam konflik serta isu yang menyertai masing-masing pihak. Di samping itu, bab

dua juga akan secara umum mengambarkan profil PSHT dan PSHW dan lokasi

konflik di Kabupaten dan Kota Madiun dari aspek sosio-geografi yang dilengkapi

dengan peta dan gambar.

Bab tiga berisi tentang analisis peran kepolisian dan stakeholder dalam

pemolisian masyarakat dan keterkaitannya secara langsung atau tidak langsung

dengan efektifitas penyelesaian konflik. Penulis menggambarkan bahwa tindakan

pemolisian yang dilakukan Polres Madiun dan Polres Madiun Kota merupakan

bagian dari agenda rutin dalam menghadapi konflik, tetapi masih memungkinkan

dilakukan penyesuaian atau terobosan lain agar lebih efektif dalam menyelesaikan

persoalan, yaitu bagaimana manajemen konflik, settlement, dan resolusi konflik

dapat dilakukan.

Bab empat berisi efektifitas pemolisian yang telah dilakukan dalam

menyelesaikan konflik antara PSHT dan PSHW yang terjadi di wilayah Madiun.

Bab lima menguraikan kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat mendorong

penyelenggaraan dan pembinaan ormas yang minimum konflik dan tepat resolusi.

19

Anda mungkin juga menyukai