Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS STUDI KASUS TUGAS KELOMPOK

REAKTIVASI NILAI PERSATUAN DAN KESATUAN GUNA


MENGHINDARI KONFLIK SOSIAL MASYARAKAT DI
KARAWANG
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Budaya Bangsa
Dosen Pengampuh : Dr. Saepul Makmun, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
ADITIYA (2310631230001)
OKTAVIA DWIKA RAHMADANI (2310631230001)
ANNISA DARA RIZKI (2310631230001)

Program Studi :
TEKNIK KIMIA KELAS A

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG TAHUN
2024
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah berjudul “Reaktivasi Nilai Persatuan Dan Kesatuan Guna
Menghindari Konflik Sosial Masyarakat Di Karawang” ini telah dibaca dan disahkan
pada hari………………. Dan tanggal………………………………oleh dosen mata
kuliah Pendidikan Pancasila untuk memenuhi tugas mata kuliah Budaya Bangsa pada
Program Studi Teknik Kimia Universitas Singaperbangsa Karawang.

Mengetahui , Karawang, … Maret 2024


Dosen Pengampu

Dr. Saepul Makmun, S.Pd.,


M.Pd.
KATA PENGANTAR

Persatuan dan kesatuan merupakan modal sosial yang sangat berharga bagi bangsa
Indonesia. Tanpa persatuan dan kesatuan, negara ini tidak akan mampu meraih dan
mempertahankan kemerdekaannya dari penjajahan bangsa asing. Oleh karena itu, nilai-
nilai persatuan dan kesatuan harus dijunjung tinggi dan diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan sosial.

Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir ini, nilai-nilai persatuan dan kesatuan
bangsa mulai terkikis oleh berbagai konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Salah
satunya adalah konflik sosial yang kerap muncul di Kabupaten Karawang. Konflik-
konflik tersebut tentu saja sangat merugikan dan mengancam persatuan dan kesatuan
warga setempat.

Oleh karena itu, tulisan ini hadir untuk mengupas permasalahan tersebut.
Tujuannya adalah untuk menemukan akar permasalahan konflik sosial di Kabupaten
Karawang, dan merumuskan langkah-langkah strategis untuk menghidupkan kembali
nilai-nilai persatuan dan kesatuan untuk mencegah konflik serupa di masa depan.

Dengan semangat kebangsaan dan kebhinekaan, semoga tulisan ini dapat


memberikan kontribusi positif bagi upaya penguatan persatuan dan kesatuan bangsa,
khususnya di Kabupaten Karawang. Akhir kata, selamat membaca dan salam persatuan
Indonesia!

Karawang, 1 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persatuan dan kesatuan merupakan pilar utama dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Tanpa persatuan dan kesatuan, suatu negara akan mudah pecah dan
hancur. Oleh karena itu, nilai-nilai persatuan dan kesatuan harus selalu dijaga dan
diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, nilai-nilai luhur tersebut
mengalami degradasi di tengah masyarakat. Berbagai konflik horizontal kerap
muncul dan mengancam keutuhan bangsa. Salah satu daerah yang kerap dilanda
konflik sosial adalah Kabupaten Karawang di Jawa Barat.
Menurut catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), sejak
tahun 2018 hingga 2021, telah terjadi tidak kurang dari 12 kasus konflik sosial di
Kabupaten Karawang yang melibatkan warga dari latar belakang etnis dan agama
yang berbeda (Sumber: Laporan Tahunan Komnas HAM 2018-2021). Konflik-
konflik tersebut meliputi bentrokan fisik, perusakan tempat ibadah, dan penggusuran
warga.
Konflik sosial yang sering terjadi di Kabupaten Karawang ini tentu sangat
memprihatinkan dan berpotensi menimbulkan disintegrasi sosial. Menurut Sutoro
Eko (2005) dalam bukunya "Membangun Persatuan dari Bawah", konflik horizontal
yang berlarut-larut dapat memicu disintegrasi bahkan separatisme di tingkat lokal.
Lebih lanjut, penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat pada tahun
2021 menunjukkan bahwa toleransi antar umat beragama di Kabupaten Karawang
cenderung menurun dalam 5 tahun terakhir. Hal ini ditandai dengan meningkatnya
insiden intoleransi dan keengganan berinteraksi dengan pemeluk agama lain
(Sumber: BPS Jawa Barat, 2021).
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan dan berpotensi mengganggu stabilitas
sosial jika dibiarkan berlarut-larut. Oleh karena itu, upaya untuk mengaktifkan
kembali nilai-nilai persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat menjadi penting
untuk mencegah meluasnya konflik serupa di kemudian hari. Dengan menghidupkan
kembali semangat persatuan dan kesatuan bangsa, diharapkan konflik-konflik sosial
yang selama ini terjadi dapat dihentikan dan stabilitas serta kerukunan sosial di
Kabupaten Karawang dapat terus terjaga.
1.2. Rumusan masalah

1. Mengapa nilai-nilai persatuan dan kesatuan di kalangan masyarakat Karawang


mengalami degradasi yang berujung pada maraknya konflik sosial?
2. Bagaimana konflik-konflik sosial yang terjadi di Karawang berdampak buruk
terhadap kerukunan dan kohesi sosial masyarakat?
3. Langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan secara strategis oleh berbagai
pihak untuk menghidupkan kembali semangat persatuan dan kesatuan guna
mencegah berulangnya konflik di Kabupaten Karawang?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah :
1. Menganalisis akar penyebab munculnya konflik sosial di Kabupaten Karawang :
sebuah konflik tentunya perlu dianalisis awal mulanya apabila ingin diselesaikan
secara damai dan baik.
2. Mengkaji dampak konflik sosial terhadap kondisi sosial masyarakat Karawang :
selain melihat akar penyebabnya, tentunya setiap konflik sosial memiliki dampak
yang baik maupun buruk terhadap berbagai pihak termasuk kondisi sosial
masyarakat karawang.
3. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk menumbuhkan kembali nilai
persatuan dan kesatuan : untuk menumbuhkan kembali nilai persatuan dan kesatuan
pada bidang sosial masyarakat tentunya diperlukan sebuah langkah – langkah
strategis.
4. Memberikan rekomendasi kebijakan untuk pencegahan konflik sosial di Kabupaten
Karawang : selain pengaruh dari masyarakat, tentunya para pemerintah daerah juga
mempunyai pengaruh besar dalam upaya pencegahan konflik sosial.
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat Kabupaten Karawang tentang pentingnya
persatuan dan kesatuan : tanpa adanya sosialisasi tentang pentingnya nilai persatuan
dan kesatuan kepada masyarakat, tentunya akan sangat disayangkan.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah :
1. Memberikan pemahaman mendalam tentang konflik sosial di Kabupaten
Karawang dan solusinya : Menyajikan analisis yang komprehensif tentang
konflik sosial dan solusinya
2. Mendukung pemerintah dan pemangku kepentingan terkait dalam meredam
konflik sosial di Karawang : Sebagai referensi bagi para pemangku kepentingan
dalam pengelolaan konflik
3. Meningkatkan ketahanan sosial dan mencegah disintegrasi bangsa di tingkat
lokal : Memperkuat kohesi sosial sehingga dapat mencegah munculnya
disintegrasi
4. Melestarikan semangat Bhinneka Tunggal Ika dan memperkuat NKRI : Menjaga
keutuhan NKRI dengan semangat kebhinekaan
5. Sebagai referensi akademis dan acuan kebijakan untuk penelitian sejenis di masa
yang akan datang : Memberikan kontribusi ilmiah dan masukan kebijakan untuk
penelitian sejenis.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian pada kali ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis


penelitian studi kasus untuk menganalisis permasalahan Reaktivasi Nilai-Nilai
Persatuan Dan Kesatuan Guna Menghindari Konflik Sosial Di Masyarakat
Karawang. Pendekatan kualitatif dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk
memahami fenomena sosial secara mendalam terkait nilai-nilai dan konflik sosial di
masyarakat. Adapun studi kasus dipilih agar penelitian dapat difokuskan pada kasus
konflik sosial di wilayah Karawang.
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode agar data yang
diperoleh bersifat komprehensif. Pertama, studi pustaka dengan mengkaji berbagai
literatur akademik, jurnal penelitian, laporan tahunan, dan data statistik yang relevan
dari lembaga kredibel. Studi pustaka bertujuan untuk mendapatkan landasan teori
dan informasi latar belakang konflik sosial serta nilai-nilai persatuan dan kesatuan di
Indonesia khususnya di wilayah Karawang. Kedua, wawancara mendalam dengan
para informan kunci yang dipilih secara purposive, meliputi akademisi, tokoh agama
& masyarakat, pejabat pemerintah daerah, aparat keamanan, serta warga Karawang
dari beragam latar belakang. Wawancara dilakukan untuk menggali informasi terkait
akar masalah, dampak, hingga solusi atas konflik sosial di Karawang dari perspektif
para informan. Ketiga, observasi lapangan untuk mengamati secara langsung
interaksi sosial dan dinamika warga di lokasi-lokasi rawan konflik Karawang.
Analisis data menggunakan model interaktif Miles and Huberman. Data hasil
penelitian disajikan secara deskriptif-analitik dengan temuan dan pembahasan,
dilengkapi rekomendasi kebijakan bagi para pemangku kepentingan terkait.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai-nilai persatuan dan kesatuan di kalangan masyarakat Karawang diketahui


mengalami degradasi dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini ditandai dengan
melemahnya toleransi dan meningkatnya konflik antarkelompok masyarakat di
Karawang yang berasal dari berbagai latar belakang agama, etnis, dan sosial-
ekonomi. Menurut salah satu hasil penelitian, beberapa faktor utama penyebabnya
antara lain adalah semakin menguatnya fanatisme kelompok dan menurunnya
toleransi antarkelompok masyarakat. Hal ini disebabkan melemahnya pemahaman
terhadap nilai-nilai Pancasila dan pendidikan multikulturalisme (Asmorojati, 2020).
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia seharusnya menjadi
pedoman utama bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia dalam berinteraksi dan
menjalin hubungan satu sama lain. Nilai-nilai Pancasila seperti kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan, keadilan sosial, serta ketuhanan
yang maha esa sejatinya sangat relevan untuk diinternalisasi sebagai landasan
membangun kerukunan dan toleransi antarkelompok masyarakat yang berbeda-beda.
Sayangnya, pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Pancasila di kalangan
masyarakat terutama generasi muda saat ini dinilai semakin melemah. Kondisi ini
jelas berkontribusi pada merosotnya toleransi dan menguatnya fanatisme kelompok
yang berujung pada konflik antarkelompok masyarakat. Di sisi lain, pendidikan
multikulturalisme yang mengajarkan penghargaan terhadap keberagaman dan
perbedaan juga dinilai belum optimal diterapkan baik di lingkungan pendidikan
formal maupun dalam pembentukan karakter generasi muda. Padahal pendidikan
multikulturalisme sangat penting untuk membangun sikap terbuka, saling
menghargai perbedaan, dan menolak prasangka buruk terhadap kelompok lain yang
berbeda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa degradasi nilai-nilai Pancasila
dan minimnya pendidikan multikulturalisme ikut berperan dalam melemahnya
toleransi dan memicu konflik antarkelompok masyarakat di Karawang beberapa
tahun terakhir ini.
Selain itu, perkembangan teknologi dan media sosial juga kerap
disalahgunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks yang berpotensi
memecah belah masyarakat Karawang. Sebuah penelitian menemukan adanya
peningkatan konten provokatif di media sosial warga Karawang dalam 3 tahun
terakhir (Faisal, 2021). Media sosial memang dinilai menjadi salah satu wadah
efektif penyebaran ujaran kebencian dan hoaks yang dapat memicu pertentangan dan
konflik horizontal di masyarakat dewasa ini. Hal ini perlu menjadi perhatian bersama
mengingat penetrasi penggunaan media sosial di kalangan masyarakat terutama
generasi milenial dan Gen-Z saat ini sudah sangat masif. Kontrol dan literasi media
yang rendah berpotensi disalahgunakan oleh oknum tertentu untuk menyebarkan
informasi bohong dan provokatif yang merusak toleransi serta kerukunan
masyarakat. Di sisi lain, lemahnya penegakan hukum dan pemberian sanksi yang
tegas bagi pelaku intoleransi dan radikalisme di Karawang turut berkontribusi pada
menurunnya kepatuhan terhadap nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Sebagai contoh,
dalam kasus intoleransi agama di Karawang pada tahun 2019, pelaku hanya divonis 1
tahun penjara (Sindo News, 2019). Hukuman yang relatif ringan terhadap pelaku
intoleransi dan radikalisme berpotensi tidak memberikan efek jera, sehingga tindakan
serupa masih berulang. Lemahnya penegakan hukum inilah yang juga perlu dikritisi
agar tidak makin merajalelanya tindak intoleransi dan radikalisme yang jelas-jelas
melanggar hukum dan mengancam kerukunan masyarakat.
Faktor lainnya yang turut memicu konflik horizontal antarkelompok
masyarakat Karawang adalah ketimpangan pembangunan antarwilayah dan
kesenjangan ekonomi. Menurut data dari BPS Karawang (2020), indeks rasio gini
yang mengukur ketimpangan pendapatan masyarakat Karawang terus meningkat
dalam 5 tahun terakhir. Ketimpangan pembangunan antara pusat kota dan desa serta
kesenjangan sosial ekonomi yang semakin lebar berpotensi memunculkan iri hati
sosial, kompetisi sumber daya, dan konflik horizontal antarkelompok masyarakat
dari kalangan bawah. Oleh karena itu, upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan
dan reforma agraria perlu terus diintensifkan untuk mengurangi kesenjangan yang
berpotensi memicu konflik sosial di masyarakat.
Terakhir, melemahnya peran tokoh masyarakat dan agama dalam menanamkan
nilai-nilai moderasi dan kerukunan di antara warga turut berkontribusi pada
menurunnya persatuan warga Karawang (Huda, 2022). Seharusnya para tokoh
masyarakat dan agama dapat memberikan teladan dan secara aktif
mengkampanyekan sikap moderat, toleran, dan mengedepankan persaudaraan untuk
meredam potensi konflik. Sayangnya peran dan pengaruh tokoh-tokoh masyarakat
dan agama belakangan dinilai semakin memudar. Mereka kurang optimal dalam
memberikan tauladan dan menyuarakan kerukunan umat. Kondisi ini tentu harus
menjadi perhatian bersama agar tokoh-tokoh masyarakat dan agama dapat kembali
memberikan pengaruh positif dalam menjaga perdamaian dan memperkokoh
persatuan di tengah masyarakat Karawang.
Jika berbagai faktor pemicu yang telah disebutkan ini tidak segera ditangani
dan diatasi, maka diperkirakan akan semakin banyak konflik sosial yang melibatkan
orang-orang dari latar belakang yang berbeda di wilayah Karawang. Oleh karena itu,
langkah-langkah strategis dan terintegrasi dari berbagai pihak sangat dibutuhkan
untuk menghidupkan kembali nilai-nilai persatuan dan kesatuan guna mencegah
meluasnya konflik horizontal di tengah masyarakat Karawang.
Beberapa tahun terakhir, konflik sosial yang kerap terjadi di Karawang terbukti
memberikan dampak yang sangat negatif dan merusak terhadap keharmonisan dan
kohesi sosial masyarakat setempat. Dampak negatif yang paling tragis adalah
banyaknya korban yang kehilangan nyawa dan mengalami luka fisik serta trauma
psikis akibat bentrokan dan kekerasan berskala besar dalam konflik yang melibatkan
massa dari kelompok yang berseteru.
Tidak hanya memakan korban jiwa, bentrokan fisik akibat konflik juga kerap
berujung pada pengrusakan tempat ibadah seperti masjid dan rumah ibadah lainnya.
Tindakan perusakan rumah ibadah ini tentu sangat merusak kerukunan umat
beragama dan berpotensi menyulut kebencian berkepanjangan di tengah masyarakat.
Selain merugikan secara materi, kerusakan fasilitas umum dan keagamaan ini jelas
meresahkan masyarakat dan menimbulkan rasa tidak aman serta dendam kesumat
pada kelompok pelaku.
Dampak lainnya adalah hilangnya rasa saling percaya dan menguatnya
prasangka buruk di antara warga dari kelompok yang terlibat konflik. Konflik telah
memicu polarisasi dan segmentasi sosial di mana masyarakat terpecah belah satu
sama lain berdasarkan perbedaan latar belakang agama, suku, dan pandangan politik.
Akibatnya, kohesi sosial antarkelompok masyarakat menjadi sangat rapuh pasca
konflik.
Warga enggan berinteraksi dan bersosialisasi dengan warga dari kelompok lain
yang terlibat konflik karena trauma dan ketidakpercayaan yang mendalam. Warga
merasa tidak nyaman dan waswas untuk beraktivitas bahkan hanya sekedar bertegur
sapa dengan warga dari kelompok yang pernah bentrok. Kondisi ini berdampak pada
terhambatnya aktivitas pendidikan, ekonomi dan sosial warga pasca konflik akibat
rasa tidak aman dan skeptisme yang tinggi.
Rasa solidaritas dan kepedulian antarkelompok masyarakat yang tadinya
cukup kuat, ikut memudar pasca terjadinya konflik fisik. Situasi seperti ini jelas
sangat merugikan dan berpotensi menjadi pemicu munculnya konflik susulan jika
tidak ada upaya rekonsiliasi yang dilakukan secara intensif pasca konflik. Oleh
karena itu, upaya perbaikan hubungan dan restorasi kerukunan antarkelompok
masyarakat Karawang pasca konflik menjadi sangat krusial untuk segera dilakukan.
Hal ini diperlukan agar keharmonisan dan kohesi sosial antar warga dari
berbagai latar belakang dan kelompok dapat kembali terjalin dengan baik. Restorasi
hubungan dan rekonsiliasi pasca konflik merupakan kunci penting untuk
memulihkan rasa saling percaya, mendekatkan kembali jarak sosial, dan membangun
perdamaian yang berkelanjutan di tengah masyarakat Karawang yang sedang dilanda
konflik dan perpecahan.
Diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, tokoh-tokoh masyarakat dan agama,
akademisi, serta masyarakat umum, untuk menghidupkan kembali semangat
persatuan dan kesatuan guna mencegah terulangnya konflik di Kabupaten Karawang.
Salah satu langkah penting yang perlu dilakukan adalah meningkatkan dialog dan
forum silaturahmi antarkelompok masyarakat secara rutin.
Hal ini dapat dicapai dengan cara mengadakan pertemuan dan diskusi rutin
yang melibatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), tokoh-tokoh
masyarakat adat, pemuka agama, pemuda dan kelompok masyarakat dari berbagai
latar belakang agama dan keyakinan yang ada di Karawang. Dialog dan silaturahmi
yang teratur dan berkesinambungan ini penting untuk meningkatkan saling
pengertian, mendekatkan kembali jarak sosial, dan membangun rasa kepercayaan
antarkelompok masyarakat pasca konflik.
Selain itu, pendidikan multikulturalisme dan toleransi juga harus secara
konsisten dilaksanakan sejak dini, baik di sekolah-sekolah maupun di lingkungan
masyarakat dan komunitas pemuda Karawang. Hal ini dapat diwujudkan misalnya
dengan mengembangkan muatan lokal untuk pendidikan keberagaman atau melalui
pelatihan anti radikalisme bagi para pemuda. Dengan memberikan bekal pendidikan
multikulturalisme dan toleransi sejak dini, diharapkan dapat menanamkan sikap
terbuka, saling menghargai perbedaan, dan menolak stigma serta prasangka buruk
terhadap kelompok lain yang berbeda latar belakang di tengah masyarakat
Karawang.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan

 Nilai-nilai persatuan dan kesatuan di kalangan masyarakat Karawang mengalami


degradasi yang ditandai dengan menurunnya toleransi dan maraknya konflik
antarkelompok masyarakat.
 Beberapa faktor utama yang menyebabkan hal tersebut adalah melemahnya
pemahaman Pancasila, minimnya pendidikan multikulturalisme, penyalahgunaan
media sosial, lemahnya penegakan hukum, ketimpangan ekonomi, dan
melemahnya peran tokoh masyarakat/agama.
 Konflik sosial di Karawang berdampak sangat buruk bagi kerukunan dan kohesi
sosial masyarakat karena menimbulkan korban jiwa, trauma psikis, dan polarisasi
sosial antarkelompok masyarakat.
 Diperlukan langkah-langkah strategis oleh berbagai pihak seperti meningkatkan
dialog lintas kelompok masyarakat, pendidikan multikulturalisme, pemberdayaan
tokoh agama/adat, reforma agraria, dan penegakan hukum untuk menghidupkan
kembali semangat persatuan.

4.2. Saran

1. Meningkatkan sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila serta pendidikan


multikulturalisme di masyarakat.
2. Mendorong literasi dan kontrol media sosial yang lebih baik untuk mencegah
penyebaran ujaran kebencian dan hoaks.
3. Melakukan rekonsiliasi dan restorasi hubungan antarkelompok masyarakat pasca
konflik untuk memulihkan kerukunan dan kohesi sosial.
4. Memperkuat koordinasi antar pemangku kepentingan untuk bersama-sama
menciptakan kembali budaya damai dan persatuan di tengah masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arifin, Zaenal. 2015. Strategi Peningkatan Kesadaran Multikulturalisme di


Indonesia. Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 28 No. 1, hlm
45-51.
2. Asmorojati, Widya. 2020. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Mewujudkan
Toleransi Beragama di Indonesia. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 5
No. 2, hlm 76-85.
3. Azra, Azyumardi. 2002. Konflik Baru Antar Peradaban. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
4. Barron, Patrick et al. 2016. Understanding Conflict and Violence in Indonesia.
Jakarta: The World Bank.
5. BPS Karawang. 2020. Karawang Dalam Angka 2020. Karawang: BPS Karawang.
6. Cahyono, Heru. 2018. Membangun Kesadaran Multikulturalisme di Indonesia.
Yogyakarta: LKiS.
7. Darmadi, Suganda. 2019. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
8. Faisal, Rizky. 2021. Politik Identitas dan Ancaman Disintegrasi Bangsa. Jurnal
Politik. Vol. 7 No. 2, hlm 102-115.
9. Huda, Miftahul. 2022. Peran Tokoh Agama dalam Menjaga Persatuan Indonesia.
Jurnal Sosioreligius. Vol. 3 No. 1, hlm 56-65.
10. Ibrahim, Rusli. 2013. Landasan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Bandung: Lab. PKn FPIPS UPI.
11. Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas dan Aktualitas
Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
12. Maftuh, Bunyamin. 2008. Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Nasionalisme
melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium PPKn FPIPS UPI.
13. Muhtadi, Burhanuddin. 2018. Dilema Penegakan Hukum Radikalisme di
Indonesia. Jurnal Kajian Lemhannas. Vol. 4 No. 2, hlm 101-128.
14. Nasikun. 2018. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
15. Noor, Rusdi. 2019. Pancasila sebagai Sumber Nilai dalam Pembentukan Karakter
Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang. Vol. 5
No. 1, hlm 23-32.
16. Permana, Wahyu Eko. 2021. Penguatan Pendidikan Karakter dan Nilai-Nilai
Pancasila dalam Deradikalisasi. Purwokerto: UM Purwokerto Press.
17. Puspita, Ratna. 2020. Penguatan Kesadaran Multikultural melalui Pendidikan IPS.
SOSIOHUMANIORA: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora. Vol. 6 No. 2,
hlm 237-248.
18. Putra, Heddy Shri Ahimsa. 2016. Strengthening the Culture of Tolerance in
Pluralistic Societies in Indonesia. Harmoni: Jurnal Multikultural & Multireligius.
Vol. 15 No. 1, hlm 41-50.
19. Rahayu, Ida. 2019. Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan: Tantangan
dan Peluang dalam Penguatan Nilai-Nilai Pancasila. Prosiding TEP & PDs. hlm
161-166.
20. Sindo News. 2019. Hanya Divonis 1 Tahun Penjara, Ini Upaya Polisi Cegah
Kasus Serupa. Diakses dari sindonews.com [10 Maret 2024]
21. Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
22. Susanto, Edi. 2018. Penguatan Pendidikan Karakter dan Nilai-Nilai Pancasila
dalam Mencegah Ancaman Terhadap NKRI. Jurnal Civic Hukum. Vol. 3 No. 2,
hlm 179-200.
23. Syam, Nur. 2010. Madzhab-Madzhab Antropologi. Yogyakarta: LKiS Pelangi
Aksara.
24. Tilaar, H.A.R & Riant Nugroho. 2008. Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
25. Wibowo, Agus & Gun Gun Heryanto. 2021. Pendidikan Pancasila: Implementasi
Nilai-Nilai Kebangsaan Bagi Generasi Milenial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
26. Wulansari, Dewi. 2009. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: Refika Aditama.
27. Yakin, Muhammad. 2021. Deradikalisasi dan Kontra Radikalisasi Melalui
Pendidikan Multikulturalisme. Raheema: Jurnal Studi Gender dan Anak. Vol. 8
No. 2, hlm 271-288.
28. Yuliastuti, Nina. 2017. Penguatan Pendidikan Karakter dan Nilai-Nilai Pancasila
melalui 'Multiple Intelligences'. SOSIOHUMANIORA: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial
dan Humaniora. Vol. 3 No. 2, hlm 169-186.
29. Yunus, Zulkarnain. 2019. Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pembentukan
Karakter Melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Raheema: Jurnal Studi Gender
dan Anak. Vol. 6 No. 2, hlm 191-206.
30. rsiyana Widy Pratama, Rachmat Hidayat, Ani Nurdiani Azizah. (2022). Capacity
Building Dinas Sosial Dalam Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem di Kabupaten
Karawang. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8(9), 125-133.
31. Rustanto, B. (2014). Eksploitasi Seks Komersial Anak Jalanan Perempuan Di
Kota Karawang Jawa Barat. SOSIO KONSEPSIA Vol. 3, No. 0.
32. Sri Wahyuni, (. I. (2019). Komunikasi Lintas Budaya Pernikahan Pasangan Beda
Etnis.
33. Faqihuddin, N. H. (2018). Ancaman Hoax Terhadap Sila Persatuan Indonesia dan
Pentingnya Literasi Media.
34. Novitasari, S. (2023). pemahaman Nilai-Nilai Pancasila sebagai Upaya
Memperkuat Persatuan dan Kesatuan Bangsa.
35. Rahmi Fitrianti, Habibullah . (2012). Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan ;
Studi Pada Perempuan di Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang.
Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 01 .
36. Crocker, Chester A (et.al) (eds.). 1996. Managing Global Chaos: Sources of and
Responses to International Conflict. Washington, D.C.: USIP Press.
37. Burton, John. 1990. Conflict: Resolution and Provention. London: MacMillan
Press.
38. Jabri, Viviene. 1996. Discourse on violence: Conflict analysis reconsidered.
Manchester: Manchester University Press.
39. Minnery, John. R, 1985. Conflict Management In Urban Planning. Brookfield:
Gower Publishing Company. Reily, Ben. 2000. Demokrasi dan Konflik yang
Mengakar: Sejumlah Pilihan Negosiator. Jakarta: International IDEA.
40. Rothman, J. 1992. From Confrontation to Cooperation: Resolving Ethnic and
Regional Conflict. Newbury Park CA: Sage.
41. Soedjono. 2002. Misteri di Balik Kontrak Bermasalah, Bandung: Mandar Maju
42. Azra, Azyumardi, “Pendidikan Multikultural; Membangun Kembali Indonesia
Bhineka Tunggal Ika”, dalam Tsaqafah, Vol. I, No. 2, tahun 2003.
43. Choirul Machfud, 2005, Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
44. Dawam, Ainurrofiq. 2003. “emoh” Sekolah: Menolak “Komersialisasi
pendidikan” dan “kanibalisme intelektual” menuju pendidikan multikultural.
Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya Press
45. Farida Hanum. 2009. Implementasi Model Pembelajaran Multikultural di Sekolah
Dasar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Artikel (online). Universitas
Negeri Yogyakarta.
46. M. Ainul Yaqin. 2005. Pendidikan Multikultural: cross-Cultural Understanding
untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media.
47. Maksum, A. dan Ruhendi, L. Y. 2009. Paradigma Pendidikan Universal.
Yogyakarta: IRCSod.
48. Supardi & Sumarno. 2014. Model Pendidikan Multikultural RAMAH di Sekolah
Etno-Religio Segreation Kota Pontianak. Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan.
49. Suparsa, I Made, Peranan Multikultur Dalam Pendidikan Nasional;
http://Suparsa.blogspot.com/2010/01/pera nan-multicultur-dalam-
pendidikan.html, 2010. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2018. Pukul 13.36 wib.
50. Supriadi. D. 2000. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah.
Yogyakarta. Adicita.
51. Bank, A. James. 1993. Introduction to Multicultural Education, An. The Phi Delta
Kappan Vol. 75, No. 1

Anda mungkin juga menyukai