Anda di halaman 1dari 8

Edulinguistik Dasar Literasi Digital Santri Menghadapi Revolusi

Industri 4.0 di Pesantren Darul Falah Be-Songo Semarang

Elfrida Nurutstsany1
1
Santri Pondok Pesantren Darul Falah Be-Songo Semarang Angkatan 2016
elfridatsany@gmail.com

ABSTRAK
Skill berbahasa merupakan dasar interaksi dan komunikasi dalam mendapatkan
informasi dan pengetahuan. Kemampuan literasi berkaitan erat dengan
komunikasi dan sumber referensi untuk meningkatkan produktivitas sumber daya.
Pesantren menjadi salah satu tempat yang mendukung untuk mengasah
kemampuan berbahasa dalam meningkatkan literasi. Revolusi Industri 4.0
menuntut santri mampu mengerti beragam bahasa. Keragaman daerah pesantren
dan kegiatan wajib bahasa di Pesantren Darul Falah Be-Songo Semarang dapat
melatih edulinguistik santri. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif didukung dengan studi literasi. Program wajib tiga bahasa (arab, inggris,
jawa) yang diterapkan di pesantren Darul Falah Be-Songo Semarang melatih
kemampuan santri agar terbiasa menggunakan bahasa internasional. Edulinguistik
menjadi sebuah upaya dasar dalam membentuk kemampuan literasi digital yang
dirancang untuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0. Santri dituntut
memiliki kemampuan literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia agar
dapat berguna dengan baik di lingkungan masyarakat.

Kata Kunci : “Edulinguistik, Literasi, Santri, Revolusi Industri 4.0”


Latar Belakang
Indonesia menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 dimana semua
sistem informasi mulai terhubung secara digital (Yahya, 2018). Perkembangan
teknologi dapat mengoptimalkan dan menyederhanakan beragam kebutuhan
manusia, terutama perkembangan informasi. Perkembangan infromasi akan
meningkat bahkan hingga taraf internasional. Penyedia informasi mulai berlomba-
lomba meningkatkan kualitas informasi agar dapat bersaing di era revolusi
industri 4.0.
Kemampuan literasi berbanding lurus dengan jawaban kebutuhan
penyediaan informasi yang berkualitas. Literasi informasi adalah kemampuan
seseorang dalam melakukan pencarian informasi dan penyediaan informasi.
Kemampuan literasi akan membentuk kepercayaan diri, indepedensi, penuh
inisiatif, dan motivasi tinggi dalam melakukan berbeagai aktivitas (Anwar, 2017).
Programme for International Student Assesment (PISA) dapat dijadikan
rujukan dimana posisi Indonesia pada peringkat 64 dari 72 negara (OECD, 2012).
Hasil tersebut berbanding lurus dengan The Indonesia Competitiveness Report
yang menunjukkan posisi Indonesia pada peringkat 41 dari 140 negara (WEF,
2011). Data tersebut membuktikan bahwa daya saing yang dimiliki Indonesia
rendah. Salah satu penyebabnya dipengaruhi oleh kemampuan literasi masyarakat
Indonesia yang rendah (Luke, 2002).
Edulinguistik merupakan proses pembelajaran dalam meningkatkan
kemampuan berbahasa (Ma’arif, 2018). Program kegiatan di Pondok Pesantren
Darul Falah Be-Songo berupa wajib bahasa menjadi salah satu bentuk program
edulinguistik. Santri Darul Falah Be-Songo Semarang memiliki jadwal-jadwal
tertentu untuk berinteraksi dengan tiga bahasa utama yakni arab, inggris, dan
jawa. Kegiatan wajib bahasa melatih kemampuan berbahasa santri sehingga
terbiasa dan memahami komunikasi bahasa asing. Program penguasaan literasi
informasi dapat menciptakan keterampilan literasi (skill based literacy)
(Permatasari, 2015). Perlu dilakukan evaluasi serta verifikasi informasi sebelum
digunakan, termasuk keterampilan mencari informasi, menyeleksi sumber
informasi secara cerdas, memilah-milah serta menilai sumber informasi, dan
menggunakan atau menyuguhkan informasi secara bertanggung jawab.
Kondisi pesantren yang dalam suatu lingkup populasi manusia terdiri dari
beragam individu yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Beragam
karakteristik tersebut menjadi keragaman informasi. Kebutuhan informasi menjadi
lebih banyak dan memperluas pengetahuan. Sistem diskusi menjadi kebiasaan dan
rutinitas di pesantren. Kebiasaan dalam pesantren menjadi pola budaya (culture)
yang mengakar bagi santri. Oleh karena itu posisi santri sangat berperan terhadap
peningkatan mutu literasi di Indonesia sebagai agent of change dalam menghadapi
tantangan revolusi industri 4.0 (Suradi, 2018).
Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah deskriptif
kualitatif yang didukung dengan sumber data secara studi literasi (Moleong,
2002). Penulis menggambarkan Edulinguistik yang diterapkan di Pondok
Pesantren Darul Falah Be-Songo menjadi bekal meningkatkan kualitas literasi
santri dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0. Data diperoleh melalui
observasi secara langsung berdasarkan studi kasus. Analisis data memerlukan
referensi yang berasal dari buku, jurnal, hasil seminar, dan informasi lainnya yang
mendukung tentang edulinguistik dan literasi santri dalam menghadapi revolusi
industri 4.0.
Hasil dan Pembahasan
Literasi harus terencana (planned) agar memberikan dampak positif
terhadap capaian literasi pada masa mendatang. Tiket memasuki kehiduppan
masyarakat yang nyata berupa sosial, politik, pendidikan, ekonomi, dan lainnya
melibatkan kemampuan literasi yang dimiliki individu. Definisi literasi
merupakan keterampilan menggunakan informasi baik cetak (printed) maupun
tertulis (written) difungsikan dalam masyarakat supaya seseorang mencapai tujuan
dan mengembangkan potensi serta pengetahuannya. Terdapat tiga ranah
keterampilan literasi, yakni : 1) literasi prosa (pengetahuan dan keterampilan
memahami dan menggunakan informasi dari teks, seperti editorial, cerita, brosur,
dan buku-buku petunjuk); 2) literasi dokumen (pengetahuan dan keterampilan
menempatkan dan menggunakan informasi, seperti surat amaraan kerja, jadwal
transportasi, peta, tabel, diagram, gambar, matrik, dan bagan); 3) literasi
kuantitatif (pengetahuan dan keterampilan mengoperasikan aritmetik) (Wray,
2004).
Bahasa menjadi suatu objek yang berkaitan erat dengan literasi.
Kemampuan literasi bukan hanya menulis tetapi juga membaca. Antara menulis
dan membaca diperlukan sebuah kode interaksi yakni bahasa. Jadi bahasa
merupakan perantara interaksi yang digunakan dalam kegiatan menulis dan
membaca. Titik rawan rendahnya kemampuan literasi dipengaruhi oleh konsumsi
ragam bahasa di lingkungan. Pendidikan kemampuan bahasa (edulinguistik) hal
yang tepat untuk meningkatkan konsumsi bahasa.
Pondok Pesantren Darul Falah Be-Songo merupakan salah satu pondok
modern yang 100% santrinya adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang. Seorang mahasantri memiliki tanggung jawab dan mindset
yang lebih terbuka dan memiliki bekal wawasan pengetahuan yang lebih luas.
Program wajib bahasa yang diterapkan di Pesantren Darul Falah Be-Songo
merupakan salah satu upaya untuk membiasakan santri berbahasa internasional.
Terdapat tiga bahasa yang wajib digunakan, yakni bahasa arab, inggris, dan jawa.
Santri dituntut berinteraksi menggunakan bahasa tersebut secara bergantian
selama satu minggu. Contohnya minggu pertama menggunkan bahasa arab,
minggu kedua menggunakan bahasa inggris, dan khusus untuk hari Minggu
menggunakan bahasa jawa. Penambahan kosakata baru dilakukan di setiap akhir
pekan. Prinsip dari program wajib bahasa adalah “no lenguage no serve”.
Keragaman budaya dan sosial yang berada di lingkungan masyarakat
pesantren menyumbat laju komunikasi. Bahkan santri yang berasal dari jawa
belum tentu lancar berbahasa jawa. Hal ini menjadi sebuah tantangan untuk
menemukan solusi terbaik dalam pengelolaan program wajib bahasa. Kemampuan
wajib bahasa yang dilakukan dalam komunikasi sehari-hari diujikan pada kegiatan
public speaking berupa khitobah empat bahasa. Selain kemampuan berbahasa,
kemampuan berbicara di depan umum diujikan kepada santri agar memberikan
latihan mental saat terjun pada masyarakat.
Terlaksananya program wajib bahasa dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal, termasuk pembiasaan literasi yang sangat ditentukan oleh
lingkungan sekitar. Para santri dan ustadz/ustadzah harus saling bertindak sebagai
stakeholder dalam program wajib bahasa tersebut. Sarana dan prasarana dalam
menunjang pembiasaan literasi masih terbatas, khususnya ketersediaan
perpustakaan yang representatif dan sumber-sumber belajar yang memadai.
Pembiasaan literasi harus dimulai dari hal yang mendasar agar kebutuhan literasi
terpenuhi dengan baik. Harapannya seluruh komponen menjadi literat. (Wray,
2004) menetapkan ciri seorang anak literat, yaitu : 1) mampu membaca dan
menulis dengan lancar dan percaya diri serta memahaminya; 2) mampu membaca
dan menilai bacaannya; 3) mampu mengetahui dan memahami unsur fiksi dan
puisi; 4) mampu menggunakan teks non-fiksi; 5) mampu memonitor dan
membetulkan bacaannya; 6) mampu merencanakan, menyusun draf, merevisi, dan
menyuting tulisannya; 7) mampu merangkai kata-kata dan memaknainya serta
memperkaya kosakata; 8) mampu memahami bunyi, ejaan, dan kaidah-kaidah
bahasa secara tepat; 9) memiliki rasa ketertarikan yang kuat terhadap tulisan.
Menghadapi era revolusi industri 4.0, santri dituntut kompetitif dan tidak
hanya cukup mengandalkan literasi lama ( membaca, menulis, dan matematika).
Modal dasar untuk berkiprah kepada masyarakat melalui literasi baru. Literasi
baru terdiri dari literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia. literasi data
adalah kemampuan untuk membaca, menganalisis dan menggunakan informasi
(big data) di dunia global. Literasi teknologi memahami cara kerja mesin, aplikasi
teknologi (coding, artificial intelligence, engineering principle) (Schwab, 2016).
Literasi manusia adalah memanusiakan manusia agar dapat berguna dengan baik
di lingkungan masyarakat termasuk humanities, komunikasi dan desain.
Literasi digital disiapkan untuk menghadapi revolusi industri 4.0 yang
pertama kali digunakan oleh Paul Gilster. Kemampuan menggunakan teknologi
dan informasi dari piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks
seperti akademik, karir dan kehidupan sehari-hari. Jadi, literasi digital adalah
kemampuan menggunakan teknologi disertai cara mengambil, menggunakan, dan
menganalisis informasi yang disediakan oleh media digital secara bersama
(Riedling, 2007).
Kiprah santri sebagai masyarakat pesantren memiliki wenang sebagai
pusat produksi pemikiran Islam di Indonesia (Soleh, 2001). Tidak hanya bidang
pendidikan saja, melainkan sentral dalam peningkatan kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat. Realita kehidupan manusia pada revolusi industri 4.0 telah
mengubah cara hidup, kerja, komunikasi, dan interasi dengan lainnya. Kemajuan
di bidang informasi dan teknologi hingga teknik material telah mengalami
percepatan yang signifikan hingga membawa perubahan radikal pada semua
dimensi kehidupan (Pouris, 2012).Literasi digital diterapkan dalam sistem
manajemen pesantren dan proses pembelajaran di lingkungan pesantren. Sistem
manajemen pesantren membantu pengelolaan administrasi dan sumbe rdaya di
pesantren mulai informasi dan sistem penerimaan, menjalankan aktivitas belajar
mengajar, sampai santri menyelesaikan masa belajar mereka akan terekan rapi
dalam manajemen pesantren berbasis teknologi (Gazali, 2018).
Kemampuan literasi digital pada aspek pendidikan berupa peningkatan
kemampuan dalam mengakses dan menggunakan berbagai sumber pengetahuan
berbentuk digital seperti e-book, e-paper, e-journal. Selain itu proses mencari
sumber pengatahuan diperlukan seperti mengoperasikan beragam perangkat lunak
pada sistem komputer yang diperlukan dalam kegiatan literasi. Contoh konkrit
peralihan naskah keagamaan dari cetak ke bentuk digital perangkat lunak
(software) seperti Maktabah Syamila, Maktabah At- Tafsir, I- Waris, dan bergam
kitab lainnya (Wahyuddin, 2016). Peralihan tersebut akan banyak membantu
proses pembeljaran dan percepatan pemahaman secara komprehensif mengikuti
perkembangan zaman dan teknologi yang ada
Pesantren Darul Falah Be-Songo mulai membiasakan santri akrab dengan
literasi teknologi. Kemampuan berbahasa yang dilatih setiap hari diterapkan pada
produksi media sosial dan jurnalistik secara online. Beragam akun sosial media
yang dimiliki oleh pondok pesantren menyediakan ruang bagi para santri untuk
mempublikasikan hasil karyanya secara online. Kemampuan tersebut tentunya
didukung oleh kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap santri, seperti
pemahaman tentang teknologi, mengerti bahasa yang digunakan secara
internasional, dan mengetahui tata aturan yang berlaku atau kode etik secara
internasional. Penyebaran hasil karya secara online memiliki jangkauan informasi
yang lebih luas sehingga dapat dengan mudah diakses oleh seluruh masyarakat
secara internasional. Skill multitalent yang dimiliki akan mendukung sumber daya
santri agar dapat berguna dengan baik di lingkungan masyarakat.
Simpulan
Program kegiatan berbasis edulinguistik yanng diterapkan di Pondok
Pesnatren Darul Falah Be-Songo Semarang menuntut santri untuk terbiasa
berinteraksi dengan tiga bahasa utama yakni bahasa arab, inggris, dan jawa. Bekal
tiga bahasa digunakan sebagai dasar pemenuhan kebutuhan informasi secara
internasional. Santri era revolusi industri 4.0 dituntut untuk mampu
mengoparasikan kemampuan literasi data, teknologi dan manusia. Sumber daya
santri yang memiliki bekal literasi baru akan siap dan berguna dengan baik di
lingkungan masyarakat.
Daftar Pustaka
Anwar, R.K, dkk. 2017. Pengembangan Konsep Literasi Informassi Santri :
Kajian Pesantren Arafah Cililin Bandung Barat. Jurnal Ilmiah Agama
dan Sosial Budaya. Vol 2(1) : 131-142.
Gazali, E. 2018. Pesantren di Antara Genarasi Alfa dan Tantangan Dunia
Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0. OASIS Jurnal Ilmiah Kajian
Islam. Vol 2 (2) : 94 – 109.
Ma’arif, S. 2018. Education as a Foundation of Humanity Learning From The
Pedagogy of Pesantren in Indonesia. Journaal of Social Studies
Education Reseach. Vol 9(2) : 104 – 123.
Moleong, L.J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda
Karya.
OCED. 2012. Literacy in The Information Age : Final Report of The International
Literacy Survey. Paris : OECD.
Permatasari, A. 2015. Membangun Kualitas Bangsa dengan Budaya Literasi.
Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta : 146-156.
Pouriss, A. 2012. Technology Trends : A Review of Technologies and Policies.
Institute for Technological Innovation, Business Enterprises at
University of Petoria. December : 61-62.
Riedling, A.M. 2007. An Educaator’s Guide to Information Literacy : What Every
High School Senior Needs to Know. Portland : Book News Inc.
Schwab, K. 2016. The Fourth Industrial Revolution. Genewa, Switzerland :
World Economic Forum.
Soleh, M. 2001. Kebermaknaan Hidup Mahasiswa Reguler dan Mahasiswa
Unggulan (Santri) Universitas Islam Indonesia. Jurnal Psikologika.
Vol 6(2) : 59 – 64.
Suradi, A. 2018. Analisis Dampak Transformasi Pendidikan Pesantren Terhadap
Penanaman Jiwa Keikhlasan Santri di Pondok Pesantren. Jurnal
Pendidikan Islam. Vol 6(1) : 197-218.
Yahya, M. 2018. Era Industri 4.0 : Tantangan dan Peluang Perkembangan
Pendidikan Kejuruan Indonesia. Makalah Ilmiah. Makassar :
Universitas Negeri Makassar.
Zuhri. 2016. Globalization and Pesantren Respone. Tadrib. Vol 2(2) : 1 – 21.
Wahyuddin, W. 2016. Kontribusi Pondok Pesatren Terhadap NKRI. Saintifika
Islammica : Jurnal Kajian Keislaman. Vol 3 (1) : 21 – 42.
World Economic Forum. 2011. The Indonesia Competitiveness Report 2011:
Sustaining the Growth Momentum. Genewa : World Economic Forum
Center for Global Competitiveness and Center for Regional
Strategies’ Asia Team.
Wray, D. 2004. Teaching Literacy Effectively in The Primary School. New York :
Taylor & Francis.

Anda mungkin juga menyukai