Fraktur PDF
Fraktur PDF
TINJAUAN PUSTAKA
7
8
II.1.2 Etiologi
Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan
tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan
berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan
membengkok yang menyabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis
tulang yang menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi,
kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
(Arif muttaqin, 2008).
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer, 2002).
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya
fraktur terjadi pada umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor.
Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada
laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormone pada menopause (Reeves, 2001).
II.1.5 Patofisiologi
12
13
b. Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa mal union, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan
atau perpanjang.
1) Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara
normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan
sklerosis pada ujung-ujung fraktur, Terapi konservatif selama 6
bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Lebih 20 minggu dilakukan
cancellus grafting (12-16 minggu).
15
2) Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Tipe
I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan
fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang
masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi
fiksasi dan bone grafting. Tipe II (atrophic non union) disebut juga
sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul
sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, rosesunion tidak
akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
3) Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbulkan
deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
4) Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed
union sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota
gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi
tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
5) Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan
imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler,
perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon.
Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan
periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita
dengan kekakuan sendi menetap (Apley & Solomon,1993).
16
a) Konservatif
Terdiri atas
(1) Proteksi semata-semata
Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih
lanjut misalnya dengan cara memberikan sling (mitela)
pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak
bawah.
Indikasi:
Terutama diindikasikan pada fraktur-fraktur tidak
bergeser, fraktur iga yang stabil falangs dan metacarpal
atau fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu
fraktur kompresi tulang belakang, impaksi fraktur pada
humerus proksimal serta fraktur yang sudah mengalami
union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi
radiologik.
(2) Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)
Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya
memeberikan sedikit imobilisasi, biasanya
mempergunakan plester of paris (gips) atau dengan
bermacam-macam bidai dari plastic atau metal.
Indikasi:
Digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan
posisinya dalam proses penyembuhan.
(3) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi
posisinya dalam proses penyembuhan.
24
2) Fraktur terbuka
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi
hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi
kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.
Luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar
menembus kulit (from within) atau dari luar oleh karena
tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (from
without).
Fraktur terbuka merupakan keadaan darurat yang
memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi
resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.
Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam
penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan
dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-
ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang
dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.
Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat
(pusponegoro A.D., 2007), yaitu:
Derajat I : terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka
ini di dapat dari tusukan fragmen-fragmen tulang dari dalam.
Derajat II : Luka lebih besar disertai dengan rusaknya kulit
subkutis. Kadang-kadang ditemukan adanya bebda-benda asing
di sekitar luka.
Derajat III : luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada
derajat II. Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon
dan otot-otot saraf tepi.
33
Tabel 2.1
Klasifikasi yang dianut menurut Gustilo, Merkow dan
Templeman
Grade Keadaan Klinis
yang hebat.
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan
arteri yang memerlukan perbaikan tanpa
memperhatikan tingkat kerusakan jaringan
lunak.
Ekstremitas bawah
a. Kaki: fleksi, ekstensi, hiperekstensi, adduksi, abduksi, rotasi internal,
dan rotasi eksternal.
b. Lutut: fleksi dan ekstensi.
c. Pergelangan kaki: dorso fleksi, dan plantar fleksi.
d. Telapak kaki: supinasi, dan pronasi.
39
Tabel 2.2
Rentang gerak sendi
Pergerakan Rentang Kelompok otot
(cakupan)
1. Sendi temporomandibular
(synovial joint)
a. Membuka mulut. 1-2.5 inci Masseter, temporalis.
b. Menutup mulut. Menutup rapat Pterigoid lateralis
c. Protrusion. 0,5 inci Pterigoid medialis.
d. Retrusion. 0,5 inci
e. Lateral Motion. 0,5 inci
2. Tulang belakang (pivot joint)
a. Fleksi. 45º setiap sisi Sternokleidomastoid
b. Ekstensi. 45º Trapezius
c. Hiperekstensi. 10º Trapezius
d. Fleksi lateral. 45º Sternokleidomastoid
e. Rotasi. 90º Sternokleidomastoid,
trapezius.
3. Bahu (ball and socket joint)
a. Fleksi. 80º Pektoralis mayor,
korakobrakialis, deltoid,
bisep brakii.
b. Ekstensi. 180º Teres mayor
c. Hiperekstensi. 50º Latissimus dorsi,
deltoid, teres mayor.
d. Abduksi. 180º Deltoid, suprasinatus.
e. Abduksi. 230º Pektoralis mayor, teres
mayor.
f. Sirkumduksi. 360º Deltoid,
40
korakobrakialis,
latissimus dorsi, teres
mayor.
g. Rotasi eksternal. 90º Subskapularis,
pektoralis mayor,
latissimus dorsi, teres
mayor.
h. Rotasi internal. 90º Bisep brakii, brakialis,
brakioradialis.
4. Siku (hinge joint)
a. Fleksi. 150º Trisep brakii
b. Ekstensi. 150º Bisep brakii, supinator
c. Rotasi untuk supinasi 70-90º Pronator teres, pronator
d. Rotasi untuk pronasi 70-90º quadrates.
5. Pergelangan tangan
(condyloid joint)
a. Fleksi. 80-90º Fleksor karpiradialis,
fleksor karpiulnaris.
b. Ekstensi. 80-90º Fleksor karpiradialis
longus, ekstensor
karpiradialis brevis,
ekstensor karpiulnaris.
c. Hiperekstensi. 80-90º Fleksor karpiradialis
longus, ekstensor
karpiradialis brevis,
ekstensor karpiulnaris.
d. Fleksi radial. Hingga 20º Ekstensor karpiradialis
longus, ekstensor
karpiradialis brevis,
41
fleksor karpiulnaris.
e. Fleksi ulna. 30-50º Ekstensor karpiulnaris,
fleksor karpiulnaris.
6. Tangan dan jari-jari
(condyloid and hinge joint)
a. Fleksi. 90º Interoseus dorsalis
manus, fleksor
digitorum superfisialis.
b. Ekstensi. 90º Ekstensor indici,
ekstensor digiti minimi.
c. Hiperekstensi. 30-50º Ekstensor indici,
ekstensor digiti minimi.
d. Abduksi. 25º Interoseus dorsalis
manus.
e. Adduksi. 25º Interoseus Palmaris.
7. Ibu jari (sadle joint)
a. Fleksi. 90º Fleksor polisis brevis,
oponen polisis.
b. Ekstensi. 90º Ekstensor polisis brevis,
ekstensor polisis longus.
c. Abduksi. 30º Abductor polisis brevis,
abduktor polisis longus.
d. Adduksi. 30º Adductor polisis
travensus, adductor
polisis obliqus.
e. Oposisi. Bersentuhan
8. Pinggul (ball and socket
joint).
a. Fleksi. 90º-120º Psoas mayor, iliakus,
42
iliopsoas.
b. Ekstensi. 90º-120º Gluteus maksimus,
adduktor magnus,
semitendinosus,
semimembranosus.
c. Hiperekstensi. 30º-50º Gluteus maksimus,
adduktor magnus,
semitendinosus,
semimembranosus.
d. Abduksi. 40º-50º Gluteus medius, gluteus
minimus.
e. Adduksi. 20º-30º past Adductor magnus,
midline adductor brevis,
adductor longus.
f. Sirkumduksi. 360º Psoas mayor, gluteus
maksimus, gluteus
medius, adductor
magnus.
g. Rotasi internal. 90º Gluteus minimus,
gluteus medius, tensor
fascialata.
h. Rotasi eksternal. 90º Obquadratus eksternus,
obturator internus,
quadrates femoris.
43
II.3.2 Emosi
Kondisi psikologis seseorang dapat memudahkan perubahan
perilaku yang dapat menurunkan kemampuan mobilisasi yang baik.
Seseorang yang mengalami perasaan tidak aman, tidak termotivasi dan
harga diri yang rendah akan mudah mengalami perubahan dalam
mobilisasi.
Orang yang depresi, khawatir atau cemas sering tidak tahan
melakukan aktivitas sehingga lebih mudah, lelah karena mengeluarkan
energy cukup besar dalam ketakutan dan kecemasannya jadi pasien
mengalami keletihan secara fisik dan emosi (Potter & Perry, 1999).
Hubungan antara nyeri dan takut bersifat kompleks. Perasaan takut
50
II.3.6 Pengetahuan
Pasien yang sudah diajarkan mengenai gangguan muskuloskeletal
akan mengalami peningkatan alternative penanganan. Informasi
mengenai apa yang diharapkan termasuk sensasi selama dan setelah
penanganan dapat memberanikan pasien untuk berpartisipasi secara aktif
dalam pengembangan dan penerapan penanganan. Informasi khusus
mengenai antisipasi peralatan misalnya pemasangan alat fiksasi
eksternal, alat bantu mobilisasi (trapeze, walker, tongkat), latihan dan
medikasiharus didikusikan dengan pasien (Brunner & suddarth, 2002).
52
Faktor Predisposisi :
A. Konsep Fraktur
1. Defenisi
2. Etiologi
3. Manifestasi klinis
4. Klasifikasi
5. Patofisiologi
6. Komplikasi
7. Faktor penyembuhan
tulang
8. Pemeriksaan penunjang
9. Prinsip dan metode
pengobatan
Faktor pendukung
Mobilisasi dini:
1. Manfaat mobilisasi Pelaksanaan mobilisasi dini
2. Jenis mobilisasi
3. Gerakan mobilisasi
4. Persiapan mobilisasi
5. Alat yang digunakan
6. Pelaksanaan mobilisasi
Faktor pendorong
1. Kondisi kesehatan
2. Emosi
3. Gaya hidup
4. Dukungan sosial
5. Pengetahuan