PANDUAN HPK
PANDUAN HPK
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap pasien adalah unik, dengan kebutuhan, kekuatan, nilai-nilai dan kepercayaan masing-
masing. RSIA Andhika membangun kepercayaan dan komunikasi terbuka dengan pasien,
untuk memahami dan melindungi nilai budaya, psikososial serta nilai spiritual setiap pasien.
Hasil pelayanan pasien akan bertambah baik bila pasien atau keluarga atau mereka yang
berhak mengambil keputusan, diikutsertakan dalam keputusan pelayanan dan proses yang
sesuai harapan budaya.
Untuk meningkatkan hak pasien di RS,dimulai dengan mendefinisikan hak pasien, kemudian
mendidik pasien dan staf RS tentang hak tersebut.
Pasien diberitahukan hak mereka dan bagaimana harus bersikap. Semua staf tenaga klinik
dan tenaga non klinik dididik untuk mengerti,menyadari akan tanggung jawab agar memberi
pelayanan dengan penuh perhatian dan hormat guna menjaga martabat pasien, melindungi
dan mengutamakan hak pasien secara efektif.
Dengan memahami hak pasien dan keluarganya RSIA Andhika mengharapkan dapat
mencapai standar RS sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien
2. Meningkatkan kredibilitas dan akuntabilitas RS
3. Meningkatkan kepercayaan pengguna jasa layanan
4. Melaksanakan kegiatan sesuai kaidah keilmuan dan peraturan yang berlaku
5. Mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam proses pelayanan kesehatan yang akan
diterimanya agar terjalin kerja sama yang saling mendukung untuk mendapatkan
layanan kesehatan bermutu tinggi dan aman bagi pasien.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu dibuat pedoman mengenai hak dan kewajiban
pasien sesuai dengan peraturan dan UU yang berlaku.
B. TUJUAN
TUJUAN UMUM
Untuk meningkatkan mutu pelayanan RS dengan mengutamakan hak dan kewajiban pasien
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
TUJUAN KHUSUS
Agar dapat dipakai sebagai acuan terlaksananya pelayanan sesuai Hak pasien dan keluarga
melalui proses :
1. Mengidentifikasi, melindungi dan meningkatkan hak pasien
2. Memberitahukan pasien tentang haknya pasien
3. Mengidentifikasi, melindungi, menjaga privasi dan kerohanian.
4. Melibatkan keluarga pasien, bila memungkinkan, dalam keputusan tentang
pelayanan pasien
5. Mendapatkan persetujuan tindakan (informed consent)
6. Mendidik staf tentang hak pasien
C. SASARAN
Pedoman hak & kewajiban pasien ini dapat menjadi panduan kepada seluruh petugas
pelayanan kesehatan dan karyawan RSIA Andhika dalam melaksanakan kegiatan pemberian
hak & kewajiban pasien.
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN & KELUARGA
A. Pengertian
1. Arti Hak ada bermacam-macam diantaranya :
a. Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang telah ada
sejak lahir bahkan sebelum lahir.
b. Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung
pada kita sendiri.
E. Tata Laksana
1. Tata laksana pemberian hak pasien dan keluarga dengan cara :
a. Mengadakan media seperti spanduk di titik strategis yang memuat hak pasien.
b. Mengadakan diklat atau pelatihan pemberian hak pasien dan keluarga.
c. Sosialisasi SPO pemberian hak pasien dan keluarga
d. Pemberian formulir persetujuan umum (general consent) yang berisi informasi
hak pasien dan keluarga pasien
e. Di setiap nurse station diberi informasi berupa leaflet/tulisan tentang hak
pasien dan keluarga maupun kewajiban pasien dan keluarga
2. Tata Laksana pemberian penjelasan hak pasien dan keluarga :
a. Pasien dan keluarga pasien dijelaskan tentang hak pasien dan keluarga yaitu:
1) Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
RS.
2) Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
3) Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi.
4) Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional.
5) Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi.
6) Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
7) Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di RS.
8) Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) di RSIA Andhika.
9) Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-
data medisnya.
A. Pengertian
1. Agama menurut etimologi, terminologis,
a. Agama dan Religi (Etimologi) Agama dalam bahasa Indonesia sama artinya
dengan peraturan. Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta ‘a’ berarti tidak
dan ‘gamma’ berarti kacau, agama berarti tidak kacau.
b. Pengertian Agama secara Terminologis menurut Harun Nasution adalah suatu
system kepercayaan dan tingkahlaku yang berasal dari suatu kekuatan yang
ghaib.Menurut Al Syahrastani, agama adalah kekuatan dan kepatuhan yang
terkadang biasa diartikan sebagai pembalasan dan perhitungan (amal
perbuatan akhirat). (M. Ali Yatim Abdullah, 2004:5)
c. Menurut Prof. Dr. Bouqet mendefinisikan agama adalah hubungan yang tetap
antara diri manusia dengan yang bukan manusia yang bersifat suci dan
supernatur, dan yang bersifat berada dengan sendirianya dan yang
mempunyaikekuasaan absolute yang disebutTuhan.(Abu Ahmadi,
1984:14).Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah system yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepadaTuhan Yang
Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia
dan manusia serta lingkunganya.
d. Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta, agama yang berarti “tradisi”.
Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsepini adalah religi yang berasal dari
bahasa latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat
kembali” Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya
kepadaTuhan.
e. Emile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu system yang terpadu
yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang
suci. Kita sebagai ummat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus
meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang
sempurna kesuciannya.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penggunaan panduan pelayanan kerohanian RSIA Andhika hanya pada
pasien di ruang rawat inap, dan atas permintaan pasien/keluarga. Rohaniawan yang
dapat disediakan oleh RSIA Andhika hanya agama Islam. Pelaksanaan pelayanan
kerohanian pasien dikoordinir oleh penanggung jawab kerohanian yang ditunjuk oleh
RS. Apabila pasien atau keluarga pasien menghendaki pelayanan kerohanian
dilakukan oleh rohaniawan yang ditunjuk mewakili keluarga, maka RS menyediakan
perangkat kerohanian yang diperlukan pada saat perawatan pasien.
C. Tata laksana
1. Pasien atau keluarga pasien meminta pelayanan kerohanian melalui
perawat/bidan di ruang rawat inap RSIA Andhika.
2. Pasien atau keluarga pasien mengisi formulir permintaan pelayanan kerohanian
dan Perawat/bidan menerangkan poin – poin dalam formulir tersebut.
3. Formulir Permintaan Pelayanan Kerohanian harus di tanda tangani oleh
pasien/keluarga dan perawat ruangan.
4. Perawat/bidan menghubungi penanggung jawab via telpon dengan
- Siswandi (0817-4965-260)
- Agustini (0815-1334-0813)
5. Perawat/bidan meyiapkan perangkat pelayanan kerohanian yang dibutuhkan
6. Penanggung jawab menghubungi rohaniawan
7. Penanggung jawab mengantarkan rohaniawan ke ruang perawatan
8. Pelayanan kerohanian dilaksanakan
Pasien/keluarga
A. Pengertian
1. Perlindungan Pasien
Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-hak pasien selama dalam
perawatan di RS dari segala bentuk ancaman dan tindakan yang akan mengancam fisik,
mental dan emosional.
2. Kekerasan fisik adalah
Semua bentuk tindakan atau perlakuan yang dapat menyakitkan secara fisik yang
mengakibatkan cedera ringan sampai pada dampak yang mengakibatkan kematian.
3. Keamanan adalah.
Kondisi atau keadaan dimana seseorang merasa nyaman , tentram.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Perlindungan Pasien dari Kekerasan Fisik ini meliputi Kriteria
yang dapat digolongkan sebagai tindakan kekerasan, upaya-upaya yang dilakukan RSIA
Andhika dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan fisik serta prosedur pelaporan bila
dijumpai tindak kekerasan fisik pada pasien, di UGD, rawat jalan maupun rawat inap.
C. Tata Laksana
1. Daftar kelompok beresiko (yang mendapatkan perlindungan) dari tindak kekerasan,
a. Pasien bayi/anak-anak
b. Pasien wanita
c. Pasien lanjut usia
d. Pasien gangguan jiwa
e. Pasien Koma (kesadaran menurun), operasi (UGD yang tidak ada keluarganya)
f. Pasien dengan gangguan komunikasi.
2. Kriteria kekerasan fisik di lingkungan RS terdiri atas:
a. Pelecehan seksual
b. Pemukulan
c. Penelantaran
SECURITY
OLAH TKP
TUTUP TKP
Manajer Umum
Kepolisian
(jika perlu)
A. Pengertian
Pelayanan terhadap informasi pasien yang bersifat rahasia adalah suatu upaya dari
RSIA Andhika untuk melindungi data pasien yang bersifat rahasia dari pihak lain
terhadap penyalahgunaan data atau penyalahgunaan informasi pasien dari orang
yang tidak berhak atasnya.
B. Ruang Lingkup
Secara umum persetujuan membuka informasi yang dilakukan di RSIA Andhika
dilakukan di Unit Gawat Darurat, Unit Rawat Jalan, Unit Rawat Inap, bagian Rekam
Medis dengan maksud dan tujuan adalah sebagai berikut :
1. Maksud
Agar dapat dipakai sebagai pedoman atau prosedur tetap yang harus ditaati bagi
petugas pelayanan kesehatan dan unit terkait
2. Tujuan
a. Memberikan informasi secara benar terhadap pengunjung dan pasien
b. Agar terlaksana pelayanan kesehatan yang memuaskan
c. Terjalin komunikasi yang baik antara RS dengan pengunjung dan Pasien.
C. Tata Laksana
1. Menjaga kebersihan ruangan sebelum dan sesudah bekerja setiap harinya.
2. Mempersiapkan perangkat kerja (leaflet RS, daftar tarif, daftar ruangan, daftar
praktek dokter, daftar perusahaan kerjasama).
3. Pelaksanaan kegiatan :
a. Tata Rekening
Sebagai pelaksanaan kerja petugas informasi
1) Memberikan informasi kepada pengunjung/pasien tentang pelayanan
kesehatan dan fasilitas yang dimiliki RS meliputi (tarif, daftar dokter,
fasilitas ruangan, alur pasien berobat dll)
BAB VI
PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF
A. Pengertian
Komunikasi adalah aktifitas atau proses untuk mengekspresikan ide dan perasaan atau
pemberian informasi (Oxford - Advanced Learner’s Dictionary).
Komunikasi yang efektif
Adalah Suatu komunikasi yang singkat, jelas, lengkap, akurat, tepat waktu dan mudah
dipahami oleh penerima, sehingga akan mengurangi kesalahan dan dapat menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi itu dapat secara elektronik, lisan atau tertulis. Komunikasi yang paling
mudah mengalami kesalahan adalah perintah yang diberikan secara lisan dan yang
diberikan melalui telepon, bila diperbolehkan dengan peraturan perundangan.
Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis melalui unit pelayanan pasien untuk
melaporkan hasil pemeriksaan segera/cito.
Komunikasi yang efektif ini terutama ditujukan untuk para pemberi layanan (tenaga
medis, tenaga penunjang medis dan tenaga non medis yang terkait)di RSIA Andhika.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelaksanaan komunikasi yang efektif antar para pemberi layanan, yaitu
antara dokter dengan pasien, dokter dengan dokter, dokter dengan perawat, perawat
dengan pasien dan pasien dengan tenaga pemberi kesehatan lainnya RSIA Andhika.
A. Pengertian
1. Adalah suatu usaha yang dilakukan oleh pasien untuk mendapatkan informasi
mengenai berbagai suatu kondisi sakit/penyakit yang berbeda dengan informasi
yang diperoleh dari dokter sebelumnya.
2. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP).
3. Suatu usaha untuk memohon pendapat dari Dokter spesialis lain yang
berkompetensi sama, sehubungan dengan manajemen penatalaksanaan seorang
pasien.
B. Ruang Lingkup
Second opinion dapat diminta oleh pasien/keluarga pasien atau atas saran DPJP.
Second Opinion dapat dilaksanakan internal RS maupun eksternal RS, dengan
memilih dokter dari dalam maupun luar RS yang mempunyai kompetensi yang sama,
atau pasien/keluarga mempunyai dokter pilihan sendiri
C. Tata laksana
1. Hal –hal yang dapat diajukan second opinion antara lain :
a. Permintaan Pasien dan atau keluarga.
b. Tindakan dan diagnosis dirasa tidak lazim dan tidak sesuai oleh pasien
c. Pasien dan atau keluarga meminta pendapat dokter lain tentang penyakitnya
d. Second opinion harus seizin dari DPJP
2. Permintaan Second Opinion di RSIA Andhika dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Dokter/Perawat/Bidan menerima keinginan dan permintaan pasien/keluarganya
untuk mendapatkan second opinion dari dokter lain yang tidak merawat dengan
kompetensi yang sama baik di dalam maupun di luar RSIA Andhika.
Panduan HPK RSIA Andhika Page 25 of 87
b. RSIA Andhika tidak menghalangi pasien/keluarganya untuk melakukan second
opinion dan pasien boleh mencari sendiri namun diarahkan dari rumah sakit agar
sesuai dengan riwayat penyakit dan diagnosis yang dialami oleh pasien.
c. Dokter/Perawat/Bidan yang menerima permintaan dari pasien/keluarga kemudian :
1. DPJP menjelaskan kepada pasien/keluarga tenaga dokter yang mempunyai
kompetensi yang sama.
2. DPJP mempersilahkan pasien/keluarga menentukan dokter untuk second opinion
baik di dalam maupun di luar RSIA Andhika.
3. Pasien/keluarga mengisi formulir second opinion yang ditanda tangani oleh
pasien/keluarga dan disetujui oleh DPJP.
4. Perawat/bidan mendokumentasikan formulir second opinion yang sudah diisi dan
ditanda tangani ke dalam rekam medis.
BAB VIII
PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN
A. Pengertian
Informed Consent terdiri dari kata informed yang berarti telah mendapatkan informasi
dan consent berarti persetujuan yang dimaksud dengan informed consent dalam profesi
kedokteran adalah pernyataan setuju atau ijin dari seorang pasien yang diberikan
bebas, rasional, tanpa paksaan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan
terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup tentang kegiatan kedokteran yang
dimaksud.
Definisi/pengertian berikut ini adalah yang terkait dengan pelaksanaan Persetujuan
Tindakan Kedokteran (Informed Consent).
B. Tujuan
1. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya
tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan
tanpa sepengetahuan pasiennya.
2. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat
negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko (Permenkes No. 290/menkes /per/ III/2008
pasal 3).
a. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
b. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan
kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik
atau rehabilitative yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
c. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam
C. Ruang Lingkup
1. Dasar Hukum
Dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran
adalah :
3) Anak-anak kandung.
4) Saudara-saudara kandung.
5) Pasien dengan usia dibawah 21 tahun, persetujuan/penolakan diberikan
oleh mereka sesuai urutan hak sebagai berikut :
a) Ayah atau ibu kandung.
b) Saudara-saudara kandung yang sudah dewasa.
6) Pasien dengan usia dibawa 21 tahun, tidak mempunyai orang tua atau
berhalangan hadir, persetujuan/penolakan diberikan oleh mereka sesuai
urutan hak sebagai berikut :
a) Ayah/Ibu angkat.
b) Saudara-saudara kandung yang sudah dewasa.
c) Keluarga terdekat.
d) Induk Semang.
5. Informasi/Penjelasan
a. Informasi/penjelasan tentang tindakan medik yang akan dilakukan harus
adequat (cukup) dan disampaikan dengan bahasa yang mudah
difahami/dimengerti.
Informasi/penjelasan dianggap adequate apabila meliputi :
1) Diagnosa dan prognose penyakit
2) Tujuan/alasan tindakan medik yang akan dilakukan dan prospek kebersihan.
3) Resiko, manfaat, komplikasi dan side effect (akibat ikutan) yang mungkin
terjadi. Resiko-resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang
dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :
a) Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut
b) Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
4) Prognose penyakit bila tindakan medis dilakukan atau tidak dilakukan
5) Alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan resiko masing-masing
b. Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran adalah :
D. Tata Laksana
1. Umum
a. Masalah kesehatan setiap orang adalah tanggung jawab masing-masing. Sepanjang
keadaan kesehatannya tidak mengganggu orang lain maka keputusan untuk
mengobati atau tidak mengobati dirinya, sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya.
b. Tindakan kedokteran yang dilakukan dokter untuk meningkatkan atau memulihkan
kesehatan seseorang, hanya merupakan upaya yang tidak wajib diterima oleh yang
bersangkutan. Sesungguhnya dalam pelayanan kedokteran tidak seorangpun yang
dapat memastikan hasil akhirnya. Oleh karena itu tidak pada tempatnya bila
penerimaannya dipaksakan.
c. Tindakan kedokteran akan lebih berhasil guna dan berdaya guna bila terjalin
kerjasama yang baik antara dokter dan pasien. Penjelasan yang cukup (adequat)
tentang penyakit pasien merupakan kewajiban dokter dan hak pasien.
2. Tata Laksana Pemberian Informasi dan Persetujuan Umum (General Concent)
a. Setelah pasien bersedia/setuju untuk dirawat inap atas perintah dokter yang
merawatnya (dari poliklinik UGD), Pasien/keluarga diarahkan ke bagian informasi
dan registrasi rawat inap.
b. Tata laksana informasi/penjelasan di ruang informasi/ registrasi rawat inap sebagai
berikut :
1) Petugas informasi ucap salam, perkenalkan diri
2) Memastikan/ mengecek ulang identitas pasien & persyaratan rawat inap
A. Pengertian
DNR atau do-not-resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga
medis untuk tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter,perawat, dan tenaga
emergensi medis tidak akan melakukan usaha CPR emergency bila pernapasan
maupun jantung pasien berhenti.
CPR atau cardiopulmonary resuscitation adalah suatu prosedur medis yang
digunakan untuk mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan spontan
pasien bila seorang pasien mengalami kegagalan jantung maupun pernapasan. CPR
melibatkan ventilasi paru (resusitasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung) dan
kompresi dinding dada untuk mempertahankan perfusi ke jaringan organ vital
selama dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan respirasi dan ritme jantung
yang spontan. CPR lanjut melibatkan DC shock,insersitube untuk membuka jalan
napas, injeksi obat-obatan ke jantung dan untuk kasus-kasus ekstrim pijat jantung
langsung (melibatkan operasi bedah toraks).
Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien maupun di
catatan yang dibawa pasien sehari-hari, di RS atau Keperawatan, atau untuk pasien
di rumah. Perintah DNR di RS memberitahukan kepada staf medis untuk tidak
berusaha menghidupkan pasien kembali sekalipun terjadi henti jantung. Bila
kasusnya terjadi di rumah, maka perintah DNR berarti bahwa staf medis dan tenaga
emergency tidak perlu melakukan usaha resusitasi maupun mentransfer pasien ke
RS untuk CPR.
B. Ruang lingkup
Ruang lingkup Panduan penolakan resuscitate/DNR ini meliputi pengertian tentang
DNR, tentang indikasi pasien yang memenuhi untuk dilakukan DNR, alasan-alasan
C. Tata laksana
1. Tata Laksana Umum
a. Menghormati keinginan pasien dan keluarganya :
1) Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka
dalam kasus-kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergency wajib
melakukan tindakan resusitasi
2) Ketika memutuskan untuk menuliskan perintah DNR, dokter tidak boleh
mengesampingkan keinginan pasien maupun walinya
3) Perintah DNR dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat dilepaskan)
b. Kriteria DNR
1) Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten
mengambil keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau
bagi pasien yang dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh
keluarga terdekat, atau wali yang sahyang ditunjuk oleh pengambil
keputusan dalam keluarga.
2) Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan
diskusi perihal DNR dengan pasien/walinya:
a) Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah
atau CPR hanya menunda proses kematian yang alami
b) Pasien tidak sadar secara permanen
c) Pasien berada pada kondisi terminal
d) Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian
dibanding keuntungan jika resusitasi dilakukan
c. Mengapa DNR penting?
CPR bila berhasil, akan mengembalikan denyut jantung dan pernapasan
sekaligus kehidupan pasien. Kesuksesan suatu CPR bergantung pada keadaan
keseluruhan pasien. Umur sendiri tidak menentukan apakah CPR akan berhasil,
meskipun penyakit dan kecacatan pasien yang umumnya sudah tua biasanya
membuat CPR kurang berhasil. Ketika pasien sakit berat atau berada pada
kondisi terminal, CPR bisa tidak berhasil atau hanya berhasil sebagian, dan
meninggalkan pasien dengan kerusakan otak atau pada kondisi medis yang
lebih buruk daripada sebelum jantungnya berhenti. Pada kasus-kasus ini,
beberapa pasien memilih untuk dirawat tanpa usaha agresif resusitasi sampai
kematian mereka terjadi secara natural.
1) Hak pasien yang berhubungan dengan DNR
Perintah DNR hanyalah sebuah keputusan mengenai CPR dan tidak terkait
dengan usaha pengobatan lainnya.
2) Etik dalam DNR
DNR sudah dikenal secara luas oleh tenaga kesehatan, kuasa hukum,
pengacara, dan lainnya bahwa DNR adalah sah secara medis dan etik dengan
ketentuan tertentu. Untuk beberapa pasien, CPR justru mendatangkan lebih
banyak masalah daripada keuntungan, dan dapat bertentangan dengan
keinginan atau harapan pasien itu sendiri.
3) DNR membutuhkan consent atau persetujuan pasien
A. Pengertian
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan
jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional
yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan.(International Association for
the Study of Pain).
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki
hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik
adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering
sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.
B. Ruang Lingkup
1. Ada beberapa faktor dalam penanganan nyeri yaitu :
a. Tipe Nyeri
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus Conference on Pain
mengkategorikan nyeri menjadi 3 (tiga) tipe yaitu
1) Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau pembedahan
2) Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang
dalam masa penyembuhan atau tidak progresif
3) Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau
proses penyakit lain yang progresif.
b. Respon terhadap Nyeri
C. Tata laksana
1. Anamnesis.
a. Riwayat penyakit sekarang.
1) Onset nyeri: akut atau kronik, traumatik atau non-traumatik.
2) Karakter dan derajat keparahan nyeri: nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa
terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.
3) Pola penjalaran/penyebaran nyeri
4) Durasi dan lokasi nyeri
5) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan,
mual/muntah, atau gangguan keseimbangan/kontrol motorik.
6) Faktor yang memperberat dan memperingan
7) Kronisitas
8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respons
terapi
9) Gangguan/kehilangan fungsi akibat nyeri/luka
10) Penggunaan alat bantu
11) Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar
(activity of daily living)
12) Singkirkan kemungkinan potensi emergency pembedahan, seperti adanya
fraktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang
berhubungan dengan sindrom kauda ekuina.
b. Riwayat pembedahan/penyakit dahulu.
c. Riwayat psiko-sosial.
1) Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika
2) Identifikasi pengasuh/perawat utama (primer) pasien
3) Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan
eksaserbasi nyeri
4) Pembatasan/restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang
berpotensi menimbulkan stres. Pertimbangkan juga aktivitas penggantinya.
5) Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat
menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien
dengan program penanganan/manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien
dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi/psikofarmaka.
6) Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi
pasien/keluarga.
d. Riwayat pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat
benda berat, membungkuk atau memutar; merupakan pekerjaan tersering yang
berhubungan dengan nyeri punggung.
e. Obat-obatan dan alergi
1) Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu
studi menunjukkan bahwa 14% populasi di AS mengkonsumsi suplemen/
herbal, dan 36% mengkonsumsi vitamin)
2) Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, durasi, efektifitas,
dan efek samping.
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan
tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak
mampu melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi/palpasi), tidak
menghasilkan pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot
e. Pemeriksaan sensorik
Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pin prick), getaran,
dan suhu.
f. Pemeriksaan neurologis lainnya
1) Evaluasi nervus kranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah
atau servikal dan sakit kepala
2) Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk mencetuskan
klonus membutuhkan kontraksi > 4 (empat) otot.
3) Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif menunjukkan lesi
upper motor neuron)
4) Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan
melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari ke hidung, pergerakan tumit
ke tibia), tes disdiadokokinesia, dan tes keseimbangan (Romberg dan
Romberg modifikasi).
g.Pemeriksaan khusus
1) Terdapat 5 (lima) tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi
tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5
(lima) tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi.
2) Kelima tanda ini adalah:
a) Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik
b) Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik
c) Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif)
d) Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes/pemeriksaan nyeri.
e) Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah-pindah) saat
gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang berbeda (distraksi)
j. Pemeriksaan radiologi
1). Indikasi:
a) Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang
b) Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang,
penyakit inflamatorik, dan penyakit vascular.
c) Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau
ereksi.
d) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
e) Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
b. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan karakteristik
nyeri.
2) Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur,
ketidaksegarisan vertebra, spondilolistesis, spondilolisis, neoplasma)
3) MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang (herniasi diskus,
stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang diskus, keganasan, kompresi
tulang belakang, infeksi)
4) CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus, stenosis spinal.
5) Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi perubahan
metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitis dini, fraktur kompresi yang
kecil/minimal, keganasan primer, metastasis tulang)
k. Asesmen Psikologi
1) Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi.
2) Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
3) Nilai adanya dukungan sosial, interaksi social
i. Tramadol
1) Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi OAINS.
2) Indikasi: Efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri kanker,
osteoarthritis, nyeri punggung bawahm neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia
pasca-herpetik, nyeri pasca-operasi.
3) Efek samping: pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
4) Jalur pemberian: intravena, epidural, rektal, dan oral.
5) Dosis tramadol oral: 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal: 400mg dalam
24 jam.
6) Titrasi: terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi, terutama
digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk
terhadap pengobatan atau memiliki risiko tinggi jatuh.
Jadwal titrasi tramadol
Protokol Dosis inisial Jadwal titrasi Direkomendasikan
Titrasi untuk
Titrasi 10-hari 4 x 50mg 2 x 50mg selama 3 hari. Lanjut usia
selama 3 Naikkan menjadi 3 x 50mg selama 3 Risiko jatuh
hari hari. Sensitivitas
Lanjutkan dengan 4 x 50mg. medikasi
Dapat dinaikkan sampai tercapai efek
analgesik yang diinginkan.
Titrasi 16-hari 4 x 25mg 2 x 25mg selama 3 hari. Lanjut usia
selama 3 Naikkan menjadi 3 x 25mg selama 3 Risiko jatuh
hari hari. Sensitivitas
Naikkan menjadi 4 x 25mg selama 3 medikasi
hari.
Panduan HPK RSIA Andhika Page 48 of 87
Naikkan menjadi 2 x 50mg dan 2 x
25mg selama 3 hari.
Naikkan menjadi 4 x 50mg.
Dapat dinaikkan sampai tercapai efek
analgesik yang diinginkan.
j. Opioid
1) Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat ditiadakan
oleh nalokson.
2) Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufentanil, meperidin.
3) Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
4) Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
5) Efek samping:
a) Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:
(1) Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian
secara infus, opioid long acting
(2) Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin,antihistamin,
antiemetik tertentu)
(3) Adanya kondisi tertentu: gangguan elektrolit, hipovolemia, uremia,
gangguan respirasi dan peningkatan tekanan intrakranial.
(4) Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten
b) Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan
menggunakan skor sedasi, yaitu:
(1) 0 = sadar penuh
(2) 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan
(3) 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah
dibangunkan
(4) 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
(5) S = tidur normal
c) Sistem Saraf Pusat:
(1) Euforia, halusinasi, miosis, kekakukan otot
(2) Pemakai MAOI : pemberian petidin dapat menimbulkan koma
d) Toksisitas metabolit
(1) Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, twitching, mioklonus
multifokal, kejang
(2) Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk
penatalaksanaan nyeri pasca-bedah
(3) Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi ginjal,
terutama pada pasien usia > 70 tahun
e) Efek kardiovaskular :
(1) Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian; status volume
intravascular; serta level aktivitas simpatetik
(2) Morfin menimbulkan vasodilatasi
(3) Petidin menimbulkan takikardi
f) Gastrointestinal: Mual, muntah. Terapi untuk mual dan muntah: hidrasi
dan pantau tekanan darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan
pasca-bedah, atasi kecemasan pasien, obat antiemetic.
ya tidak
Saat dosis telah diberikan, lakukan
monitor Apakah diresepkan opioid IV?
dak setiap 5 menit selama Minta untuk diresepkan
minimal 20 menit.
Tunggu hingga 30 menit dari
pemberian dosis terakhir sebelum ya
mengulangi siklus. Gunakan spuit 10ml
Dokter mungkin perlu untuk Ambil 10mg morfin sulfat dan
meresepkan dosis ulangan campur dengan NaCl 0,9%
hingga 10ml (1mg/ml)
Berikan label pada spuit
Siapkan NaCl ATA
Ya, tetapi telah diberikan U
dosis total Gunakan spuit 10ml
ya Ambil 100mg petidin dan
campur dengan NaCl 0,9%
hingga 10ml (10mg/ml)
Observasi rutin Berikan label pada spuit
tidak
ya tidak
Jika skor nyeri 7-10: berikan 2ml
Jika skor nyeri 7-10: berikan 3ml
Jika skor nyeri 4-6: berikan 1 ml
Jika skor nyeri 4-6: berikan 2 ml
Keterangan:
Skor nyeri: Skor sedasi: *Catatan:
0 = tidak nyeri 0 = sadar penuh Jika tekanan darah sistolik
1-3 = nyeri ringan 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah < 100mmHg: haruslah
4-6 = nyeri sedang dibangunkan dalam rentang 30%
7-10 = nyeri berat 2 = sedasi sedang, sering secara konstan tekanan darah istolik
mengantuk, mudah dibangunkan normal pasien (jika
3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan diketahui), atau carilah
S = tidur normal saran/bantuan.
Anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Asesmen nyeri
tidak
Apakah nyeri berlangsung Lihat manajemen nyeri
> 6 minggu? kronik.
ya
Pertimbangkan untuk merujuk
tidak ke spesialis yang sesuai
Nyeri bersifat tajam, menusuk, Nyeri bersifat difus, seperti Nyeri bersifat menjalar, rasa
terlokalisir, seperti ditikam ditekan benda berat, nyeri terbakar, kesemutan, tidak
tumpul spesifik.
Panduan HPK RSIA Andhika Page 53 of 87
d. Algoritma Manajemen Nyeri Akut
Pencegahan
Lihat manajemen
tidak Edukasi pasien
nyeri kronik.
Pertimbangkan ya Terapi farmakologi
untuk merujuk ke Konsultasi (jika perlu)
Apakah nyeri > Prosedur pembedahan
spesialis yang
6 minggu? Non-farmakologi
sesuai
ya
tidak
Kembali ke kotak
‘tentukan
mekanisme nyeri’ Analgesik adekuat?
Mekanisme
nyeri sesuai?
tidak ya
ya
Efek samping Manajemen
pengobatan? efek samping
tidak
Follow-up /
nilai ulang
Asesmen nyeri
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fungsi
Pasien dapat mengalami jenis
Tentukan mekanisme nyeri nyeri dan faktor yang
mempengaruhi yang beragam
Perifer (sindrom nyeri regional Nyeri miofasial Artropati inflamasi Nyeri punggung bawah
kompleks, neuropati HIV, (rematoid artritis) Nyeri leher
gangguan metabolik) Infeksi Nyeri musculoskeletal
Sentral (Parkinson, multiple Nyeri pasca-oparasi (bahu, siku)
sclerosis, mielopati, nyeri pasca- Cedera jaringan Nyeri viseral
stroke, sindrom fibromyalgia)
tidak
Apakah nyeri kronik? Pantau dan observasi
ya
tidak
Asesmen lainnya
Masalah pekerjaan dan disabilitas
Asesmen psikologi dan spiritual
Faktor yang mempengaruhi dan
hambatan
Prinsip level 1
Intervensi
Layanan primer
Pelengkap untuk mengukur
/ tambahan
pencapaian tujuan dan meninjau ulang
rencana perawatan
Asesmen hasil
Obat Non-obat
Analgesik Kognitif
Analgesik adjuvant Fisik
anestesi perilaku
Terapi non-obat10
Kognitif Perilaku Fisik
Informasi Latihan pijat
Pilihan dan control terapi relaksasi fisioterapi
Distraksi dan atensi umpan balik positif stimulasi termal
Hypnosis modifikasi gaya hidup/perilaku stimulasi sensorik
Psikoterapi akupuntur
TENS (transcutaneous
electrical nerve stimulation)
A. Pengertian
1. Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi si
sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau
suatu kecelakaan.
2. Menjelang Ajal (dying)
Secara etiologi berasal dari kata “dying” yang berarti mendekati kematian.Menjelang
ajal (dying) adalah proses ketika individu mendekati akhir hayatnya atau disebut
kematian.
3. Meninggalatau Kematian
Meninggal adalah pasien yang didiagnosa telah meninggal oleh ahli kedokteran yang
berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan denyut jantung terhenti.
(P.J.M.Stevens, dkk, 282, 1999)
Pasien pada tahap terminal (proses meninggal) mempunyai kebutuhan khusus untuk
dilayani penuh hormat dan kasih. Pemberian pelayanan pada pasien tahap terminal
termasuk :
a. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan permintaan pasien dan
keluarga.
b. Menghargai nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya.
c. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan.
d. Memberi respon pada hal psikologis, emosional, spiritual dan budaya dari pasien
dan keluarganya.
RS memastikan pemberian asuhan yang tepat bagi pasien yang kesakitan atau dalam
proses kematian dengan cara :
a. Melakukan intervensi untuk mengurangi rasa nyeri dan gejala primer atau sekunder
b. Mencegah gejala-gejala dan komplikasi sejauh yang dapat diupayakan
c. Melakukan intervensi dalam masalah psikososial, emosional dan spiritual dari
pasien dan keluarga, menghadapi kematian dan kesedihan.
d. Melakukan intervensi kepada pasien dan keluarga didasarkan pada agama/
kepercayaan dan budaya.
e. Pasien dan keluarga terlibat dalam mengambil keputusan terhadap asuhan.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari panduan pasien terminal menjelang ajal dan meninggal meliputi :
1. Unit Terkait
2. Tahapan pasien Terminal
3. Tanda – tanda klinik menjelang kematian.
4. Asuhan keperawatan pasien terminal
5. Hak-hak pasien terminal
6. Bantuan Perawat untuk pasien terminal
7. Faktor – faktor yang perlu dikaji oleh perawat
8. Diagnosa Keperawatan
9. Intervensi
10. Evaluasi
C. Tata Laksana
1. Ruang Rawat Inap
Pada Unit Rawat Inap, perawatan pasien terminal dilaksanakan oleh perawat dengan
keluarga pasien. Rohaniwan dibutuhkan atas permintaan pasien dan/atau keluarga
pasien.
Pasien yang diidentifikasi akan mengalami kematian adalah pasien yang mengalami
penurunan fungsi otak yang hebat, disertai penurunan fungsi organ yang lainnya.
Apabila pasien tidak mengizinkan pemberi pelayanan kesehatan untuk mencoba
menyelamatkan hidup mereka, maka keputusan ini harus dihormati, tetapi fokus
memberi pelayanan (dokter, perawat, dst)tetap pada usaha penyembuhan.
2. Tahap – tahap Pasien Terminal
Menurut Kubler – Rosa (1969), tahap – tahap menjelang ajal (dying) ada 5 tahap,
yaitu :
a. Menolak/Denial
Pada fase ini, pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan
menunjukkan reaksi menolak.
b. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi pasien mengancam kehidupannya dengan
segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita – citanya.
c. Menawar/Bargaining
Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
d. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin
banyak menangis.Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping
pasien yang sedang melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
e. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga
tentang kondisi yang terjadi dan hal – hal yang akan terjadi yaitu kematian.Fase ini
sangat membantu apabila klien dapat menyatakan reaksi – reaksinya atau rencana
– rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya : ingin bertemu
dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat.
3. Tanda – Tanda Klinik Menjelang Kematian.
a. Kehilangan Tonus Otot, ditandai :
1) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
2) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
3) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai : nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi, dsb.
4) Penurunan control spinkter urinary dan rectal.
5) Gerakan tubuh yang terbatas.
b. Kelambatan dalam sirkulasi, ditandai :
1) Kemunduran dalam sensasi.
2) Cyanosis pada daerah ekstermitas.
3) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
c. Perubahan – perubahan dalam tanda – tanda vital.
A. Pengertian
1. Pasien
Pasien merupakan konsumen bagi sebuah RS yang berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan professional.Selain itu juga pasien berhak
mendapatkan perlindungan atas pelayanan yang diterimanya dari petugas
kesehatan. Pasien juga memiliki kewajiban untuk mentaati segala aturan yang
diberlakukan RS, pasien RSIA Andhika adalah masyarakat umum.
2. Komplain/Keluhan
Adalah saran dan masukan berupa kritikan dan atau keberatan yang disampaikan
secara lisan ataupun tertulis dari pihak eksternal maupun internal RS mengenai
kinerja yang dihasilkan oleh RS
3. Pasien Komplain
adalah Suatu tindakan/keluhan yang dilakukan pasien berkaitan dengan :
a. Pelayanan Medik
b. Pelayanan dan etika keperawatan
c. Pelayanan sarana dan prasarana system dll
B. Ruang lingkup
1. Identifikasi keluhan, pencarian alternatif solusi, pemilihan solusi, penerapan solusi
dan penyelesaian keluhan yang terkait dengan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
IGD dan pelayanan unsur pendukung RS atau pelayanan di RSIA Andhika secara
menyeluruh.
2. Media yang membantu dalam menjembatani komplain antara pasien dan RS, misal :
a. Melalui media angket, selebaran, kuisioner
b. Proses distribusi dilakukan oleh Unit Marketing dan diletakkan di Rekam
Medis (Pendaftaran Rawat Jalan), setiap ruangan Rawat Inap , di UGD, Rawat
Jalan
3. Unit Marketing yang melakukan pengelolaan data.
4. Unit Marketing yang melakukan atau bertugas untuk penyelesaian komplain
5. Dalam pelaksanaan penyelesaian komplain yang melakukan proses Identifikasi
keluhan, pencarian alternative solusi, pemilihan solusi, penerapan solusi dan
penyelesaian keluhan untuk Pelayanan yang terjadi di Rawat Inap, Rawat Jalan dan
UGD, dilaksanakan oleh unit Marketing.
6. Pelaksanaan penyelesaian komplain pelanggan, dapat dilakukan dan ditangani
dalam kurun waktu 24 jam atau waktu tertentu saja.
C. Tata Laksana
1. Prinsip Komplain
RSIA Andhika, harus selalu siap dalam menghadapi komplain dari pasien, hal ini
untuk memperoleh pelayanan yang bermutu serta memberikan kepuasan pasien
dalam pelayanan RS maka prinsip dalam pengelolaan komplain adalah :
a. Menyediakan sarana untuk penyampaian komplain berupa email ke
Manager Marketing, kotak saran atau formulir untuk pengisian komplain
yang diserahkan kebagian Pendaftaran.
Panduan HPK RSIA Andhika Page 69 of 87
b. Komplain segera ditindak lanjuti dengan bagian yang berkonflik
c. Seluruh komplain dilaporkan kepada Pimpinan RS
Cara pandang yang positif, bahwa complain adalah suatu bentuk kepedulian
pasien, untuk memperoleh pelayanan yang bermutu
2. Bentuk/Klasifikasi komplain (Keluhan)
a. Keluhan yang disebabkan oleh pelayanan Medik
b. Keluhan yang disebabkan oleh pelayanan keperawatan (Etik Keperawatan)
c. Keluhan yang disebabkan oleh sarana, prasarana (Umum)
3. Alasan terjadinya komplain yaitu berupa :
a. Ketidak tahuan
b. Ketidak pastian
c. Kesalahpahaman
d. Ketidakpuasan
e. Melanggar aturan yang dibuat RSIA Andhika
4. Penyampaian komplain dapat melalui :
a. Secara lisan dapat berupa :
1) Telepon
2) Langsung datang
b. Secara tulisan dapat melalui :
1) Kotak saran
2) Surat lewat pos
c. SMS
d. EmaiL
e. Media masa (Koran, majalah)
5. Strategi menghadapi komplain
a. Dengarkan
1) Biarkan pasien melepaskan kemarahannya. Cari fakta inti
permasalahannya, jangan lupa bahwa pada tahap ini kita berurusan
dengan perasaan dan emosi, bukan suatu yang rasional. Emosi selalu
menutupi maksud pasien yang sesungguhnya.
2) Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi pasien
yang lelah, gelisah, sakitkhawatir akan vonis dokter, dll.
3) Tatap mata pasien dan fokus, jauhkan semua hal yang merintangi
konsentrasi kita pada pasien (telepon, terima tamu dll)
4) Ulangi setiap fakta yang dikemukakan pasien, sebagai tanda kita benar-
benar mendengarkan mereka.
b. Berusaha sependapat dengan pasien
Bukan berarti kita selalu membenarkan pasien, namun sebagai salah satu
taktik meredakan marahnya pasien, kita mencari point-point dalam
pernyataan pasien yang bias kita setujui. Misalnya, “Ya Pak, saya
sependapat bahwa tidak seharusnya pasien menunggu lama untuk bisa
mendapat kamar. Tapi saat ini kamar perawatan kami memang sedang
penuh, kami berjanji akan mencarikan jalan keluarnya dan melaporkannya
pada Bapak sesegera mungkin, “.
c. Tetap tenang dan kuasai diri,
1) Ingatlah karakteristik pasien diRS adalah mereka yang sedang cemas,
gelisah dan khawatir akan kondisi diri atau keluarganya, sehingga sangat
D. Pengelolaan Komplain
KEPALA UNIT
( Perawat Ruangan)
Selesai Tidak
Selesai
Marketing
Selesai dalam
1 hari kerja
Selesai Tidak
Selesai
Direktur Utama
Selesai Tidak
Selesai
Konsultan
Selesai Tidak
Selesai
Mediasi
Selesai Tidak
Selesai
Pengadilan
A. Pengertian
Informed Consent terdiri dari kata informed yang berarti telah mendapatkan informasi
dan consent berarti persetujuan yang dimaksud dengan informed consent dalam profesi
kedokteran adalah pernyataan setuju atau izin dari seorang pasien yang diberikan
bebas, rasional, tanpa paksaan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan
terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup tentang kegiatan kedokteran yang
dimaksud.
Definisi/pengertian berikut ini adalah yang terkait dengan pelaksanaan Persetujuan
tindakan Kedokteran (Informed Consent ).
1. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien.
2. Tindakan kedokteran yang selanjutnya adalah suatu tindakan medis berupa
preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitative yang dilakukan oleh dokter
terhadap pasien.
3. Dokter adalah dokter, dokter spesialis, lulusan pendidikan Kedokteran baik di dalam
maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
4. Tindakan Kedokteran adalah tindakan yang bersifat diagnostik terapeutik yang
dilakukan kepada pasien.
5. Tindakan Invasif adalah tindakan kedokteran langsung yang dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh.
6. Dokter adalah dokter umum, dokter spesialis, yang bekerja di RSIA Andhika.
7. Orang Tua adalah ayah dan ibu ;
a. Ayah : • Ayah kandung.
Ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan.
b. Ibu : • Ibu kandung.
• Ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan.
• memberikan persetujuan/penolakan apabila ayah tidak ada atau
berhalangan
c. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak
kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.
8. Suami adalah seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang wanita
berdasarkan peraturan Undang-Undang yang berlaku.
9. Istri adalah seorang wanita dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki-laki
berdasarkan peraturan Undang-Undang yang berlaku. Apabila yang bersangkutan
mempunyai lebih dari satu istri, persetujuan/penolakan dapat dilakukan oleh salah
satu dari mereka.
10. Wali adalah orang yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum
dewasa, untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut
hukum menggantikan kedudukan orang tua.
11. Induk Semang adalah orang yang wajib mengawasi dan ikut bertanggung jawab
terhadap pribadi orang lain seperti pemimpin asrama anak perantauan atau kepala
rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.
Panduan HPK RSIA Andhika Page 76 of 87
12. Gangguan mental adalah sekelompok gejala psikologis atau perilaku yang secara
klinis menimbulkan penderitaan dan gangguan dalam fungsi kehidupan seseorang,
meliputi gangguan mental berat, retardasi mental sedang, retardasi mental berat,
dementia senilis.
13. Pasien Gawat Darurat adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat
atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.
14. Pengampu adalah orang atau badan yang ditetapkan pengadilan sebagai pihak yang
mewakili kepentingan seseorang tertentu (dalam hal ini pasien) yang dinyatakan
berada di bawah pengampuan (curatele).
B. Tujuan
1. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya
tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan
tanpa sepengetahuan pasiennya.
2. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat
negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan
medik ada melekat suatu resiko (Permenkes No. 290/menkes/per/ III/2008 pasal 3).
C. Ruang Lingkup
a. Ruang lingkup panduan ini meliputi :
1) Dasar hukum.
2) Tujuan persetujuan tindakan kedokteran (Informed Consent).
3) Yang berhak memberikan informasi/penjelasan.
4) Yang berhak memberikan persetujuan/penolakan.
5) Informas /Penjelasan.
6) Syarat persetujuan tindakan kedokteran.
7) Dasar Hukum
b. Dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran
adalah :
1) Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
2) Peraturan pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
3) Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 159b/Menkes/SK/PER/II/1988 tentang RS.
4) Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 585/Menkes/SK/VI/1993 Tentang
berlakunya Standar Pelayanan RS dan Standar Pelayanan Medis di RS.
5) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 749 a/Menkes/Per/ IX /1989 tentang Rekam
Medis/Medical record.
6) Peraturan Menteri Kesehatan No.585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan
Tindakan medis.
7) Kep Menkes No.1507/Menkes/SK/X/ 2005 tentang Pedoman Pelayanan Konseling
Testing HIV / AIDS secara sukarela
8) Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008 tentang persetujuan tindakan
kedokteran
9) Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik nomor HK.00.06.3.5.1866 tentang
Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medik.
10) Konsil Kedokteran Indonesia, Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik,
Jakarta, 2006.
D. Tata Laksana
1. Umum
a. Masalah kesehatan setiap orang adalah tanggung jawab masing-masing.
Sepanjang keadaan kesehatannya tidak mengganggu orang lain maka
keputusan untuk mengobati atau tidak mengobati dirinya, sepenuhnya
menjadi tanggung jawabnya.
b. Tindakan kedokteran yang dilakukan dokter untuk meningkatkan atau
memulihkan kesehatan seseorang, hanya merupakan upaya yang tidak wajib
diterima oleh yang bersangkutan.Sesungguhnya dalam pelayanan kedokteran
tidak seorangpun yang dapat memastikan hasil akhirnya. Oleh karena itu tidak
pada tempatnya bila penerimaannya dipaksakan.
c. Tindakan kedokteran akan lebih berhasil guna dan berdaya guna bila terjalin
kerjasama yang baik antara dokter dan pasien. Penjelasan yang cukup
(adequat) tentang penyakit pasien merupakan kewajiban dokter dan hak
pasien.
2. Tata Laksana Pemberian Informasi dan Persetujuan Umum (General Concent)
a. Setelah pasien bersedia/setuju untuk dirawat inap atas perintah dokter yang
merawatnya (dari poliklinik/UGD), Pasien/keluarga diarahkan ke bagian
informasi dan registrasi rawat inap.
A. Pengertian
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan Pasien (DPJP)
adalah seorang dokter (petugas medis) yang memiliki tanggung jawab dan wewenang
untuk mengelola rangkaian asuhan medis pasien (diagnosis, informasi terapi,
perawatan pasien, rencana perawatan selanjutnya,permintaan pemeriksaan
penunjang lainnya, rujukan dan pemulangan) dan mengupayakan keselamatan
pasien serta mencegah terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
2. Macam-Macam DPJP
a. DPJP Utama
adalah Dokter Penanggung Jawab utama terhadap asuhan keperawatan Pasien
saat berobat di RS yang meliputi Poli Rawat Jalan, UGD, ruang rawat inap,kamar
operasi dan ruang tindakan lainnya.
b. DPJP konsulen
adalah Dokter yang menerima/menjawab konsultasi dari DPJP Utama baik berupa
konsultasi sesaat maupun permintaan rawat bersama, karena pasien juga
memiliki diagnosis diluar kompetensi DPJP Utama. DPJP konsulen bertanggung
jawab terhadap asuhan keperawatan pasien yang sesuai dengan kompetensinya
(keahliannya). Contoh: DPJP Jantung, DPJP Neurologi, DPJP Paru dan lainlain.
3. Serah terima DPJP
a. Serah terima DPJP adalah suatu kesepakatan untuk serah terima pasien dari DPJP
Utama kepada DPJP konsulen bila DPJP Utama menilai bahwa pasien tersebut
sudah tidak adalagi perawatan khusus yang membahayakan, tapi penyakit lain
yang ditangani oleh DPJP konsulen masih memerlukan penanganan yang
serius/khusus.
b. Kedua belah pihak harus mengisi blangko “Serah Terima DPJP” dan diparaf oleh
kedua belah pihak. Selanjutnya DPJP konsulen ini menjadi DPJP Utama yang baru.
B. Ruang Lingkup
Panduan ini dipakai di seluruh Departemen untuk semua pasien yang di rawat di Poli
Rawat Jalan, UGD, ruang rawat inap, kamar operasi dan ruang tindakan lainnya.
C. Tata Laksana
1. Pada saat pasien diindikasikan untuk di rawat inap maka harus ditentukan DPJP
sebelum pasien dibawa ke ruang rawat inap
2. Untuk pasien rawat jalan dan UGD, DPJP Utama adalah dokter yang merawat pasien
saat itu.
3. Untuk pasien rawat inap yang berasal dari Unit Gawat Darurat, DPJP utama adalah
dokter konsulen pada waktu pasien berobat di UGD sesuai dengan diagnosis utama
4. Jika pasien berobat ke unit rawat jalan untuk menentukan pasien tersebut dirawat
atau tidak adalah DPJP
5. Untuk pasien rawat inap yang berasal dari unit rawat jalan, DPJP adalah dokter yang
memeriksa pasien tersebut di unit rawat jalan.
6. Dalam hal tertentu,pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan diperbolehkan
memilih dokter DPJP utama, dengan persetujuan managemen RS dan sepanjang tidak
membahayakan keselamatan pasien.
Panduan HPK RSIA Andhika Page 86 of 87
7. DPJP Utama melaksanakan pengelolaan serangkaian asuhan medis pasien, seperti:
a. Melakukan evaluasi/follow up untuk menentukan diagnosis/perkembangan
pasien
b. Memberi informasi terapi kepada pasien dan atau keluarganya
c. Merencanakan pemeriksaan selanjutnya
d. Membuat permintaan pemeriksaan penunjang lainnya atau pemeriksaan ulang
e. Mengkonsulkan kepada teman sejawat yang kompetensinya sesuai bila
ditemukan hal-hal diluar kompetensinya, dengan menulis lembar konsul, untuk
rawat bersama atau hanya konsul untuk saat ini
f. Merujuk dan memulangkan pasien.
g. Melengkapi file pasien secepatnya:
1) bila pulang dalam keadaan hidup : dalam 24 jam.
2) bila pulang dalam keadaan meninggal : dalam 48 jam.
7. DPJP konsulen :
a. Melakukan pemeriksaan pasien sesuai dengan permintaan dari DPJP Utama.
b. Menuliskan jawaban hasil pemeriksaan dilembar konsul.
c. Memberikan usul atau saran kepada DPJP Utama, baik terapi, rawat bersama
atau lainnya.
d. Melakukan follow up bila diminta atau disetujui untuk rawat bersama.
8. Serah terima DPJP :
a. Kedua belah pihak saling mendiskusikan keadaan pasien.
b. Kesepakatan untuk serah terima pasien dari DPJP Utama kepada DPJP konsulen
dibuktikan dengan mengisi blangko “Serah Terima DPJP” dan diparaf oleh kedua
belah pihak.
c. Selanjutnya DPJP konsulen menjadi DPJP Utama yang baru.
9. Dalam hal perawatan bersama, seorang DPJP hanya memberikan asuhan medis
sesuai dengan bidang keahliannya.