Puji dan Syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yesus dan Bunda Maria,
karena atas segala berkat, anugerah, bimbingan dan tuntunan-Nya kepada penulis
sehingga dengan segala keterbatasan yang dimiliki telah dimampukan-Nya untuk
menyelesaikan proposal ini dengan judul OPTIMASI pH, MASSA, WAKTU
KONTAK dan TEMPERATUR ADSORPSI LOGAM Cu2+ MENGGUNAKAN
KARBON AKTIF DARI KAYU KUSAMBI ASAL PULAU TIMOR.
i
6. Squad Schleichera Oleosa : Prisky, Amanda, Rini, dan Irna yang selalu
menemani, menyemangati dan setia membantu penulis dalam
penyelesaian proposal ini.
7. Teman-teman FOSFAT’14, FIFA’14, FATIKAN’14 yang telah
mendampingi, memotivasi dan setia membantu penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian penyusunan
proposal ini.
8. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan namanya satu-persatu yang
telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan
proposal ini.
Semoga teriring Doaku kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
penyusunan proposal ini mendapat rahmat dan berkat dari Tuhan Yesus. Penulis
menyadari pula bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
segala kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan
proposal ini sangatlah diharapkan. Akhirnya semoga proposal ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Penulis ..................................................................................................................... ii
BAB I....................................................................................................................... 1
PENDAHALUAN ................................................................................................... 1
iii
2.7 Asam Sulfat (H2SO4) sebagai Aktivator ...................................................... 16
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Uji XRF karbon aktif kayu kesambi ...................................... 30
Tabel 3.2 Hasil Uji FT-IR karbon aktif kayu kesambi ................................... 31
Tabel 3.3 Hasil uji AAS karbon aktif kayu kesambi ....................................... 31
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.7 Data hasil hubungan antara pH terhadap daya serap logam Cu(II)
.......................................................................................................................... 20
Gambar 2.8 Pengaruh Variasi Massa Sekam Padi Terhadap Ion Logam Cu dan
Pb ..................................................................................................................... 21
Gambar 2.9 Data hasil hubungan antara waktu kontak terhadap daya serap
logam Cu(II) ..................................................................................................... 22
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHALUAN
1
kepala, sakit perut, pusing, muntah, diare, sirosis hati, kerusakan otak, penyakit
ginjal dan deposisis tembaga di kornea.
Metode yang paling umum digunakan untuk menghilangkan tembaga dari
air limbah adalah presipitasi, fitoremediasi, filtrasi membran, metode biologis,
pertukaran ion dan adsorpsi. Enam metode pemisahan konvensional pertama
memiliki banyak kerugian misalnya, biaya operasional dan modal yang tinggi,
sedangkan adsorpsi telah banyak digunakan dalam penghapusan tembaga dari air
limbah karena operasi yang sederhana, lebih effisien dan biayanya yang rendah.
Sejumlah adsorben dari limbah industri, hasil sampingan pertanian dan bahan
biologi telah terbukti dapat menghilangkan kadar tembaga, seperti graphene,
amino-functionalized titanate nanotbe, adsorben glisin didoping pilipirol,
adsorben dolomit berbiaya rendah, jarum pinus, karbon aktif, dan lainya. Dari
beberapa adsorben tersebut adsorpsi karbon aktif masih jauh lebih
menguntungkan karena memiliki luas permukaan yang lebih spesifik dan volume
berpori, lebih sederhana, efisiensi tinggi dan relatif rendah biaya. Oleh karena itu
karbon aktif adalah salah satu adsorben yang paling baik untuk menghilangkan
logam berat dari limbah industri (Yasin, dkk., 2018). Meskipun demikian untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dalam proses adsorpsi maka perlu diperhatikan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses adsorpsi seperti pH, waktu
kontak, temperatur, dan massa dari adsorben.
2
2010). Namun dengan berkurangnya ion H+ pada pH yang terlalu tinggi
mengakibatkan semakin banyaknya ion OH- yang justru mengakibatkan
terbentuknya presipitan sehingga adsorpsi cenderung menurun. Hal tersebut
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Setyawan, dkk., 2018) tentang
arang kulit kacang tanah sebagai adsorben logam tembaga yang kemudian
dilakukan optimasi pH dengan memvariasikan pH 3 hingga pH 8, dari data hasil
penentuan pH optimum diketahui bahwa kondisi pH optimum adsorpsi ion logam
Cu(II) oleh arang kulit kacang tanah tercapai pada pH 4 dengan kemampuan daya
serap sebesar 45,6533 mg/g. Adsorpsi ion Cu(II) oleh adsorben arang aktif
meningkat dari pH 3 ke pH 4. Pada pH asam terjadi protonasi gugus amina (-NH2)
pada adsorben menjadi –NH3+yang mengurangi situs aktif pada permukaan
adsorben untuk mengadsorpsi ion Cu(II). Ion H+ pada larutan juga dapat bersaing
dengan ion logam untuk situs aktif (-NH2) sehingga dapat menurunkan ion yang
teradsorpsi. Pada pH 5 dan 8 jumlah adsorpsi ion Cu(II) oleh arang aktif semakin
menurun yang disebabkan jumlah ion Cu(II) dalam larutan semakin berkurang
karena terbentuknya endapan yang menyebabkan jumlah ion Cu(II) yang terdapat
dalam larutan berkurang bahkan hilang karena ion Cu(II) akan terikat dengan
gugus –OH dan membentuk endapan Cu(OH)2. Ion Cu(II) mulai membentuk
endapan Cu(OH)2 pada pH 5, 6, dan mengendap sempurna pada pH 7,1.
Selain faktor pH atau derajat keasaman, faktor lain yang perlu diuji adalah
waktu kontak. Waktu kontak dan tumbukan merupakan faktor penting dalam
adsorpsi. Menurut teori tumbukan, kecepatan reaksi tergantung pada jumlah
tumbukan persatuan waktu. Makin banyak tumbukan yang terjadi maka reaksi
semakin cepat berlangsung hingga mencapai kesetimbangan. Lama waktu kontak
mempengaruhi kapasitas adsorpsi (q) yang diperoleh (Debnath dan Ghosh, 2008;
Ho dkk, 2000). Pada prinsipnya semakin lama waktu kontak maka akan semakin
banyak logam yang dapat diadsorpsi oleh adsorben karena pembentukan senyawa
komplek akan terus berlangsung sampai pada waktu tertentu dimana situs aktif
pada adsorben silika termodifikasi kitosan tepat jenuh oleh ion logam. Apabila
lewat jenuh terjadinya pelepasan kembali ion-ion logam yang sudah terikat pada
3
adsorben dan menyebabkan pori-pori adsorben mengalami penyusutan
kembali.Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Setyawan, dkk., 2018) dalam
penentuan waktu kontak optimum dilakukan bertujuan untuk mengetahui waktu
optimum yang dibutuhkan arang kulit kacang teraktivasi H3PO4 untuk
mengadsorpsi larutan logam Cu(II). Variasi waktu kontak yang digunakan adalah
45 menit hingga 120 menit.Menurut hasil data yang disajikan menunjukkan
bahwa waktu kontak optimum yang diperlukan adsorben arang kulit kacang tanah
untuk menyerap logam berat Cu(II) terjadi pada waktu pengadukan 75 menit
dengan kemampuan daya serap sebesar 8,5448 mg/g. Penurunan kemampuan
daya serap ion Cu2+ yang teradsorpsi oleh arang aktif kulit kacang tanah terjadi
pada waktu kontak selama 75 menit sampai pada waktu kontak selama 120 menit
disebabkan karena penurunan konsentrasi ion logam Cu(II) yang terjadi sebelum
karbon aktif mengalami kejenuhan yaitu mencapai keadaan di mana karbon aktif
tidak dapat lagi menyerap logam berat.
Selain faktor pH dan waktu kontak, faktor lain yang perlu diuji adalah
massa adsorben. Massa adsorben juga sangat berpengaruh pada proses adsorpsi.
Pada prinsipnya, jika massa adsorben yang digunakan semakin besar maka
efisiensi penyerapan ion logam juga semakin meningkat (Refilda, dkk., 2001). Hal
ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh (Nurhasni, 2014), pada
penelitian tersebut massa adsorben divariasikan dari 0,5 gram hingga 1,5 gram.
Dan dari data hasil penelitian, penyerapan maksimum ion logam Cu terjadi pada
massa 1,5 gram dan efisiensi penyerapan ion logam adalah sebesar 60,37 %.
Setelah faktor pH, waktu kontak dan massa, faktor yang juga
mempengaruhi proses adsorpsi adalah temperatur.Optimasi temperatur dilakukan
untuk mengetahui apakah adsorpsi pada temperatur yang berbeda berpengaruh
terhadap kapasitas adsorpsi ion logam.Pada penelitian yang dilakukan oleh
(Hidayat & Rahardjo, 2010) tentang optimasi kapasitas adsorpsi gliserol,
optimasi temperatur dilakukan dari suhu 20oC hingga 60oC. Dari data hasil
penelitian diketahui bahwa nilai adsorpsi tertinggi pada suhu 30oC, dan kemudian
mengalami penurunan adsorpsi secara linear dengan bertambahnya temperatur.
4
Hal ini disebabkan karena meningkatnya temperatur, kemungkinan akan
menyebabkan akuades (H2O) berdifusi lebih cepat ke dalam pori-pori adsorben
serta berinteraksi dengan adsorben, sehingga akan terjadi kompetisi antara
akuades dengan gliserol yang akan mengakibatkan penurunan jumlah adsorpsi.
Karbon aktif dapat dibuat dari bahan yang dapat diperoleh dari bahan
limbah pertanian seperti sekam padi, tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit,
tempurung kemiri, kayu kesambi, dan sebagainya. Untuk mendapatkan karbon
aktif yang baik maka sebaiknya menggunakan kayu keras seperti kayu kusambi.
Kayu kesambi sangat kuat dan keras serta sangat unggul sebagai kayu bakar dan
pembuatan karbon. Di NTT, kayu kesambi ditemukan tumbuh subur dan
menyebar didaerah pegunungan serta daerah beriklim kering dibeberapa pulau di
NTT, salah satunya yaitu di pulau Timor. Secara turun temurun, orang-orang di
pulau Timor sudah memakai kayu kesambi untuk berbagai keperluan, seperti
sebagai bahan bangunan. Yang menarik dari kayu kesambi adalah bisa digunakan
sebagai pengawet nira, pengawet daging dan juga ikan.
5
Ada 2 tahap utama proses pembuatan karbon aktif yakni proses
karbonisasi dan proses aktivasi. Pada penelitian ini, metode aktivasi yang
digunakan dalam pembuatan karbon aktif adalah metode aktivasi kimiawi dengan
tujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan karbon yang dapat
menyebabkan karbon mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia
sehingga luas permukaannya bertambah dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi.
Dari uraian di atas, setelah mengetahui bahaya dan sifat beracun dari
logam tembaga atau Cu(II) dan juga kelimpahan dari kayu kesambi yang ada di
pulau Timor sehingga dapat digunakan sebagai karbon aktifmaka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Optimasi pH, Massa, Waktu Kontak
dan Temperatur Adsorpsi Logam Cu2+ Menggunakan Karbon Aktif Dari Kayu
Kesambi Asal Pulau Timor”
6
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi ilmiah tentang salah satu cara kayu kesambi sebagai
bahan pembuatan karbon aktif.
2. Memberikan informasi mengenai pH optimum, massa optimum,temperatur
optimum dan waktu kontak optimum adsorpsi ion logam Cu(II) yang dapat
terjerap oleh karbon aktif dari kayu kesambi asal Pulau Timor.
3. Bagi masyarakat, memberikan kontribusi dalam meningkatkan pengetahuan
mengenai penanganan limbah cair yang mengandung ion logam Cu(II).
4. Bagi universitas, dapat memberikan kontribusi ilmiah yang dapat membantu
pengembangan penelitian di Universitas.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tembaga merupakan salah satu dari beberapa logam yang terdapat dialam
dalam bentuk logam yang dapat digunakan secara langsung (logam asli).
Tembaga digunakan pertama kali sekitar tahun 1530. Tembaga merupakan hasil
sampingan dari hasil pengolahan bijih emas yang memiliki dampak merusak
terhadap lingkungan (Callahan, dkk, 2006 dalam Nuriadi, 2013).
8
Tembaga memiliki efek racun terhadap manusia. Paparan tembaga dalam
waktu lama terhadap tubuh manusia dapat menyebabkan munculnya efek yang
merugikan terhadap kesehatan (Widowati, Sastiono, & Jusuf, 2008). Tembaga
juga dapat menyebabkan kanker dan kerusakan pada paru-paru, hal ini terjadi
akibat menghirup debu atau uap tembaga yang menyebabkan tembaga
mengendap di paru-paru dan bersifat korosif. Keberadaaan tembaga dalam
lingkungan dan tubuh manusia memiliki ambang batas yang diperbolehkan,
apabila melebihi ambang batas tersebut maka dapat membahayakan dan
merugikan lingkungan dan juga manusia.
2.3 Adsorpsi
9
substansi terserap dan substansi penyerapnya. Berdasarkan interaksi molekular
antara permukaan adsorben dengan adsorbat, ada dua jenis adsorpsi yaitu adsorpsi
fisik dan adsorpsi kimia (Treybal, 1980).
10
2.3.2. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang terjadi ketika molekul gas atau atom
berikatan dengan permukaan padat melalui ikatan kimia. Ikatan kimia yang
terbentuk merupakan ikatan yang kuat sehingga lapisan yang terbentuk adalah
lapisan monolayer. Ikatan yang terbentuk dari ikatan kimia antara molekul
adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan kovelen
atau ikatan ion. Ikatan kimia yang terbentuk sangat kuat sehingga spesi aslinya
tidak dapat ditemukan hal ini yang menyebabkan adsorbat tidak mudah
teradsorpsi. Adsorpsi kimia diawali dengan adsorpsi fisik dan kemudian diikuti
adsorpsi kimia. Pada adsorpsi kimia, adsorbat melekat pada permukaan dengan
membentuk ikatan kimia yang biasanya merupakan ikatan kovalen (Prabowo,
2009).
11
tersebut, jika semakin kecil ukuran adsorben maka ukuran pori bertambah
maka luas permukaan adsorben akan semakin besar sehingga dapat
meningkatkan proses adsorpsi. Hal ini tejadi karena bagian semula yang
sebelumnya tidak befungsi sebagai permukaan (bagian dalam) yang telah
digerus akan berfungsi sebagai permukaan (Tri Widyanto, 2017).
2.4.2 Jenis Absorbat
Dalam proses adsorpsi, jika adsorbat ditingkatkan polaribiltasnya maka
molekul yang mempunyai sifat polaribilitas yang tinggi atau bersifat polar
akan meningkatkan kemampuan adsorpsinya. Adsorbat yang memiliki rantai
bercabang dapat lebih mudah diadsorpsi dibandingkan dengan rantai yang
lurus (Isna Syuqiah, 2011). Proses adsorpsi terjadi saat adsorbat terpisah dari
larutan danmenempel di permukaan adsorben.
2.4.3 Konsentrasi adsorbat
Dalam proses adsorpsi, konsentrasi adsorbat juga dapat mempengaruhi
proses adsorpsi. Konsentrasi adsorbat dalam larutan jika semakin besar maka
jumlah substansi yang terjerap pada permukaan adsorben akan semakin
banyak (Isna Syuqiah, 2011).
2.4.4 Temperatur
Pada proses adsorpsi, temperature sangat mempengaruhi laju adsorpsi.
Semakin tinggi temperatur pada saat adsorpsi maka laju adsorpsi akan
semakin meningkat, begitu pula jika temperatur pada saat adsorpsi rendah
maka laju adsorpsi akan lambat (Mirandha, 2016). Ketika pemanasan
adsorben apabila temperaturnya terlalu tinggi (terlalu panas) maka akan
mempengaruhi struktur dari adsorben bisa rusak dan kerusakannya dapat
mempengaruhi daya serap dari adsorpsi.
2.4.5 pH
Derajat keasaman atau pH merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi proses adsorpsi ion logam dan larutan, karena keberadaan ion
H+ dalam larutan akan mempengaruhi spesies ion yang ada dalam larutan
sehingga akan mempengaruhi terjadinya interaksi ion dengan situs aktif
adsorben (Lestari, 2010b). Nilai pH yang rendah atau terlalu tinggi akan
12
membuat adsorben tidak mampu bekerja optimum (Guibal, dkk. 1999). Proses
adsorpsi logam berat pada pH rendah (asam), jumlah proton akan melimpah
yang mengakibatkan peluang terjadinya pengikatan logam oleh adsorben
masih relatif kecil, sehingga pada pH yang lebih tinggi dimana jumlah proton
relatif sedikit, menyebabkan peluang terjadi pengikatan logam menjadi besar
membentuk senyawa kompleks (Apriliani, 2010). Namun dengan
berkurangnya ion H + pada pH yang terlalu tinggi mengakibatkan semakin
banyaknya ion OH - yang justru mengakibatkan terbentuknya presipitan
sehingga adsorpsi cenderung menurun. Senyawa organik asam lebih mudah
diadsorpsi pada suasana pH rendah, sedangkan senyawa organik basa lebih
mudah diadsorpsi pada suasana pH tinggi. Nilai optimum pH bisa ditentukan
dengan melakukan pengujian dilaboratorium.
2.4.6 Kecepatan pengadukan
Menentukan waktu kontak adsorben dan absorbat. Bila pengadukan
terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila
pengadukan terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak,
sehingga proses adsorpsi kurang optimal.
2.4.7 Waktu kontak
Waktu kontak dalam adsorpsi memiliki pengaruh terhadap banyaknya
jumlah adsorbat yang terjerap. Setiap adsorben pada dasarnya memiliki
kemampuan yang berbeda dalam menyerap adsorbat (Low,et al., 1995), hal
ini yang mempengaruhi proses adsorpsi. Sehingga penentuan waktu kontak
diperlukan untuk mendapatkan kapasitas adsorpsi maksimum dari adsorben
tesebut. Menurut (Wang and Boone, 2007) kondisi eqibrilium akan dicapai
pada waktu tidak lebih dari 150 menit, setelah 150 menit jumlah adsorbat
yang terserap tidak berubah secara signifikan seiring bertambahnya waktu.
Metode adsorpsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu statis (batch) dan
dinamis (kolom)
13
2.5.1 Cara statis (batch)
Metode adsorpsi cara statis atau batch yaitu proses adsorpsi yang
dilakukan dengan memasukan larutan dan komponen yang diinginkan ke
dalam wadah yang akan diadsorpsi dengan konsentasi dan volume tertentu.
Pada tiap wadah tersebut kemudian ditambahkan adsorben, selanjutnya diaduk
dalam waktu tertentu. Kemudian dipisahan dengan cara penyaringan atau
dekantasi. Komponen yang telah terikat pada adsorben dilepaskan kembali
dengan melarutkan adsorben dilepaskan kembali dengan melarutkan adsorben
dalam pelarut tertentu dan volumenya lebih kecil dari volume larutan mula-
mula (Mirandha, 2016).
Karbon aktif adalah suatu bahan berupa karbon amorf yang sebagian besar
terdiri atas karbon bebas serta memiliki “permukaan dalam” (internal surface)
sehingga mempunyai kemampuan serap yang baik. Karbon aktif yang baik harus
memiliki luas permukaan yang besar sehingga daya adsorpsinya juga besar.
Karbon aktif memiliki luas permukaan yang sangat besar 1,95 x 106 m2/kg,
dengan total volume 10,28 x 104 m3/kg dan diameter 21,6 A, sehingga sangat
memungkinkan untuk dapat menyerap adsorbat dalam jumlah yang banyak.
Kemampuan adsorpsi dari karbon aktif tidak hanya disebabkan oleh luas
permukaan karbon aktif, tetapi juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sifat
fisika dari karbon aktif, sifat kimia dari karbon aktif, jenis adsorbat, suhu air,
waktu kontak dan konsentrasi adsorbat.
14
Gambar 2.3 Karbon aktif
15
Menurut SII (Standar Internasional Indonesia), karbon aktif yang baik
mempunyai persyaratan seperti yang tercantum pada Tabel 2.1 berikut ini:
Jenis Persyaratan(%)
Air Maksimum 10
Butiran Serbuk
16
2.8 Kayu Kesambi
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dikotiledunae
Famili :Sapindacea
Genus : Scheichera
17
Gambar 2.6 Batang kayu kesambi(dokumen pribadi)
18
2.9.2 Spektroskopi Inframerah Transformasi fourier (FT-IR)
19
2.10 Optimasi Kondisi
2.10.1 Optimasi pH
Gambar 2.7 Data hasil hubungan antara pH terhadap daya serap logam Cu(II)
(Setyawan, Wardani, & Kusumastuti, 2018)
20
pH 4 dengan kemampuan daya serap sebesar 45,6533 mg/g. Adsorpsi ion Cu(II)
oleh adsorben arang aktif meningkat dari pH 3 ke pH 4. Pada pH asam terjadi
protonasi gugus amina (-NH2) pada adsorben menjadi –NH3 + yang mengurangi
situs aktif pada permukaan adsorben untuk mengadsorpsi ion Cu(II). Ion H+ pada
larutan juga dapat bersaing dengan ion logam untuk situs aktif (-NH2) sehingga
dapat menurunkan ion yang teradsorpsi. Pada pH 5 dan 8 jumlah adsorpsi ion
Cu(II) oleh arang aktif semakin menurun yang disebabkan jumlah ion Cu(II)
dalam larutan semakin berkurang karena terbentuknya endapan yang
menyebabkan jumlah ion Cu(II) yang terdapat dalam larutan berkurang bahkan
hilang karena ion Cu(II) akan terikat dengan gugus –OH dan membentuk endapan
Cu(OH)2.
Gambar 2.8 Pengaruh Variasi Massa Sekam Padi Terhadap Ion Logam Cu dan
Pb (Nurhasni, 2014)
21
2.10.3 Optimasi waktu kontak
Gambar 2.9 Data hasil hubungan antara waktu kontak terhadap daya serap logam
Cu(II) (Setyawan et al., 2018)
Menurut hasil data yang disajikan pada gambar 2.6 menunjukkan bahwa
waktu kontak optimum yang diperlukan adsorben arang kulit kacang tanah untuk
menyerap logam berat Cu(II) terjadi pada waktu pengadukan 75 menit dengan
kemampuan daya serap sebesar 8,5448 mg/g. Penurunan kemampuan daya serap
22
ion Cu2+ yang teradsorpsi oleh arang aktif kulit kacang tanah terjadi pada waktu
kontak selama 75 menit sampai pada waktu kontak selama 120 menit disebabkan
karena penurunan konsentrasi ion logam Cu(II) yang terjadi sebelum karbon aktif
mengalami kejenuhan yaitu mencapai keadaan di mana karbon aktif tidak dapat
lagi menyerap logam berat.
Gambar 2.10 Grafik hubungan daya serap adsorpsi dengan temperatur pada
proses adsorpsi Glisero (Hidayat & Rahardjo, 2010)
Dari data hasil penelitian diketahui bahwa nilai adsorpsi tertinggi pada
suhu 30oC, dan kemudian mengalami penurunan adsorpsi secara linear dengan
bertambahnya temperatur.Hal ini disebabkan karena meningkatnya temperatur,
kemungkinan akan menyebabkan akuades (H2O) berdifusi lebih cepat ke dalam
pori-pori adsorben serta berinteraksi dengan adsorben, sehingga akan terjadi
kompetisi antara akuades dengan gliserol yang akan mengakibatkan penurunan
jumlah adsorpsi.
23
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan di lakukan dari bulan februari sampai juli 2019.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, labu
ukur, gelas ukur, erlenmeyer, pipet, kertas saring whatmann No. 42, stopwatch,
Iwise stirrer, magnetic stirrer, Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), XRF, FT-
IR, oven, tanur, pengayak 100 mesh,neraca analitik, cawan porselin, pH meter,
dan alat-alat laboratorium lainnya yang umum dipakai saat penelitian.
24
3.2.2 Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: batang kayu kusambi,
aquades, larutan induk tembaga (Cu), larutan H2SO4 pro analyse, larutan standar
CuSO4.5H2O, HNO3 pro analyse, NaOH, HCl pro analyse 37%.
25
3.4 Prosedur Penelitian
Parameter adsorpsi;
Optimasi pH
Optimasi massa
Optimasi waktu
Optimasi temperatur
-
Analisis Data
26
3.4.2 Pembuatan Karbon Aktif
A. Teknik Sampling
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah kayu kesambi asal pulau
Timor. Pengambilan sampel dilakukan langsung di perkebunan warga kabupaten
Kupang. Kayu kesambi yang sudah tua di potong kecil-kecil kurang lebih 4 cm
dan di keringkan selama 7 hari tanpa sinar matahari.
27
Langkah-langkah yang dilakukan pada proses ini adalah: menimbang karbon aktif
kayu kesambi sebanyak 1 gram dan diletakkan pada sample holder, kemudian
disinari dengan sinar X dan akan diperoleh data berupa persentase unsur yang
terkandung pada sampel yang diuji.
Pipet 5 mL larutan standar Cu(II) 1000 ppm, dimasukan dalam gelas kimia
100 mL, ditambahkan 20 mL HNO3 1:3 dan 0,1 gram KlO4. Didihkan larutan
28
hingga Cu(II) teroksidasi sempurna, didinginkan dan dimasukan kedalam labu
takar 100 mL, dari larutan tersebut pipet 1, 2, 3, 4, dan 5 mL kedalam labu 25 mL.
Dibuat larutan sampel denagn memipet 2 mL sampel, dan diencerkan dalam labu
100 mL, kemudian diukur adsorbansinya pada panjang gelombang 470 nm, dan
dibuat kurva hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi larutan.
Sebanyak 0,5 gram karbon aktif dengan variasi 30, 40, 60, 70 dan 100
menit diinteraksikan dengan masing-masing 2% mL larutan Cu(II) pada pH
optimum dan diaduk dengan pengaduk magnetik. Selesai adsorpsi larutan
didiadamkan selama 5 menit kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring dan filtrate yang di peroleh dianalisis mengguanakan SSA.
29
3.4.10 Penentuan temperatur optimum
3.5.1 Data
Data yang diperoleh pada hasil karakterisasi berupa hasil uji XRF, FT-IR
dan SSA dari karon aktif kayu kesambi. Gambaran umum yang diperoleh adalah
sebagai berikut:
Si
Al
Fe
Lainnya
30
Tabel 3.2 Hasil Uji FT-IR karbon aktif kayu kesambi
Vibrasi O-H
Vibrasi C-H
Vibrasi C-O
Vibrasi C=C
Vibrasi C≡C
3 0,2 30 303
4 0,4 40 313
5 0,6 60 323
5 ppm
6 0,8 70 333
7 1 100 343
31
1) Kurva kalibrasi untuk mencari hubungan antara absoransi dengan konsentrasi
larutan standar Cu2+ akan dicantumkan pada Gambar 3.1.
Abs
C (ppm)
Gambar 3.1 Kurva Kalibrasi adsorbansi vs Konsentrasi
2) Penentuan pH optimum
a. Untuk menghitung pH optimum akan dicantumkan dalam Tabel 3.4
32
Keterangan:
C terjerap Vlarutan Cu 2
Qe = =jumlah zat yang teradsorpsi (mg/g) (Persamaan 3.1)
Wa
Keterangan:
C terjerap Vlarutan Cu 2
Qe = =jumlah zat yang teradsorpsi (mg/g) (Persamaan 3.2)
Wa
33
4. Penentuan massa optimum
a. Untuk menghitung massa optimum akan dicantumkan dalam Tabel 3.6
Keterangan:
C terjerap Vlarutan Cu 2
Qe = =jumlah zat yang teradsorpsi (mg/g) (Persamaan 3.3)
Wa
34
5. Penentuan temperatur optimum
a. Untuk menghitung temperatur optimum akan dicantumkan dalam Tabel 3.7
Keterangan:
C terjerap Vlarutan Cu 2
Qe = =jumlah zat yang teradsorpsi (mg/g) (Persamaan 3.4)
Wa
35
DAFTAR PUSTAKA
Butt, H. J, Graf, K., & Kappl, M. (2003). Physics And Chemistry Of Interfaces.
John Wiley & Sons.
Erhayem, M., Al-Tohami, F., Mohamed, R., & Ahmida, K. (2015). Isotherm,
Kinetic And Thermodynamic Studies For The Sorption Of Mercury (II) Onto
Activated Carbon From Rosmarinus Officinalis & Leaves. American Journal
Of Analytical Chemistry.
Hidayat, Y., & Rahardjo, S. B. 2010. Optimasi Kapasitas Adsorpsi Gliserol Pada
Al2O3 Dan Efek Tegangan Permukaannya Terhadap Daya Serap Adsorpsinya
Sebagai Kajian Awal Pemisahan Gliserol Pada Limbah Biodiesel. Jurnal
Ekosains.
Khairuddin, K., Yamin, M., & Syukur, A. 2019. Penyuluhan Tentang Sumber-
Sumber Kontaminan Logam Berat Pada Siswa Sman 1 Belo Kabupaten
Bima. Jurnal Pendidikan Dan Pengabdian Masyarakat.
Lestari, S. 2010. Pengaruh Berat Dan Waktu Kontak Untuk Adsorpsi Timbal(II)
Oleh Adsorben Dari Kulit Batang Jambu Biji (Psidium Guajava L). The
Influence Of Weight And Contact Time To Adsorb Lead (II) By Adsorbent
From Bark Of Guava ( Psidium Guajava L).
Low, K. S., Lee, C. K., & Leo, A. C. 1995. Removal Of Metals From
Electroplating Wastes Using Banana Pith. Bioresource Technology, 51(2–3),
36
227–231.
Ma, W., Ya, F.Q., Han, M., & Wang, R. 2007. Characteristics Of Equilibrium,
Kinetics Studies For Adsorption Of Fluoride On Magnetic-Chitosan Particle.
Journal Of Hazardous Materials, 143(1–2), 296–302.
Murti, S. 2008. Pembuatan Karbon Aktif Dari Tongkol Jagung Untuk Adsorpsi
Molekul Amonia Dan Ion Krom. Skripsi, Depok: Universitas Indonesia.
Nurhasni. 2014. Sekam Padi Untuk Menyerap Ion Logam Tembaga Dan Timbal
Dalam Air Limbah. Valensi, 4(1), 36–44.
Refilda, M. S., Zein, R., & Munaf, E. 2001. Pemanfaatan Ampas Tebu Sebagai
Bahan Alternatif Pengganti Penyerap Sintetik Logan-Logam Berat Pada Air
Limbah. Fmipa Unand, Padang.
Sari, W. P., Sumantri, D., & Imam, D. N. A. 2014. Pemeriksaan Komposisi Glass
Fiber Komersial Dengan Teknik X-Ray Fluorescence Spectrometer (Xrf). B-
Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah, 1(2), 155–160.
Widowati, W., Sastiono, A., & Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam: Pencegahan
Dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi. Yogyakarta, 2–206.
Yang, J., Yu, M., & Chen, W. 2015. Adsorption Of Hexavalent Chromium From
Aqueous Solution By Activated Carbon Prepared From Longan Seed:
Kinetics, Equilibrium And Thermodynamics. Journal Of Industrial And
Engineering Chemistry
37