Anda di halaman 1dari 78

ISOLASI DAN UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK ​SENYAWA

METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI ETIL ASETAT


DAUN BURAT (​Tabernaemontana macrocarpa ​Jack​)

SARI SKRIPSI

Oleh:

EKO PERSIA NURHIDAYAT


NIM : 1001034

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

DAFTAR TABEL vi

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

1. Tinjauan Umum Genus Tumbuhan Burat 3

1. Klasifikasi 3

2. Nama Daerah 3

3. Morfologi 3

4. Khasiat Tumbuhan Burat 4

5. Kandungan Kimia 4

2. Skrining Fitokimia 5

3. Tinjauan Umum Senyawa Alkaloid 6

4. Metoda Isolasi Senyawa Bahan Alam 7

2.4.1 Metoda Ekstraksi 8

2.4.2 Fraksinasi 10

2.4.3 Metoda Kromatografi 11

2.4.4 Kromatografi Lapis Tipis 11

2.4.5 VLC (​Vacum Liquid Cromatography)​ 12

2.4.6 Kromatografi Kolom 13

2.4.7 Proses Pemurnian dan Uji Titik Leleh 13

1. Identifikasi Senyawa Organik dengan Spektroskopi 14

2.5.1 Spektrofotometri Ultraviolet 14

2.5.2​ ​Spektrofotometri Inframerah 15

2.6 Uji Aktivitas Sitotoksik 15


2.7 Tinjauan Umum BSLT 16

2.7.1 Larva ​Artemia salina​ Leach 16

2.7.2 Media Perkembangbiakan ​Artemia salina​ Leach 17

2.8 Konsentrasi Letal 50 (LC​50​) 18

2.8.1 Metode Farmakope Indonesia Edisi IV 19

2.8.2 Metoda Kurva 20

2.8.3 Metoda Finney 20

BAB III METODE PENELITIAN 21

1. Tempat dan Waktu Penelitan 21

2. Alat dan Bahan 21

3.2.1 Alat 21

3.2.2 Bahan 21

3.3 Rancangan Penelitian 22

3.4 Prosedur Kerja 22

3.4.1 Identifitasi Tumbuhan 22

3.4.2 Uji Fitokimia Fraksi Etil asetat Daun Burat 22

3.4.3 Pemisahan dengan Kromatografi Vakum Cair 23

3.4.4 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom 24

3.4.5 Pengujian Hasil Fraksi Kromatografi Kolom dengan KLT 25

3.4.6 Pemurnian Senyawa Hasil Isolasi 26

3.4.7 Identifikasi Senyawa 26

3.4.8 Uji sitotoksik dengan Menggunakan Metode BSLT (​Brine Shrimp Lethality

Test​) 28

3.4.8.1 Penetasan Larva Udang 28

3.4.8.2 Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji 28

3.4.8.3 Prosedur Uji Sitotoksik dengan Metode BSLT 29


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 30

4.1 Hasil 30

4.2 Pembahasan 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 36

5.1 Kesimpulan 38

5.2 Saran ................................................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur Senyawa Alkaloid dari Akar Tumbuhan ​Tabernaemontana macrocarpa J​ ack

2. Tumbuhan Burat (​Tabernaemontanamacrocarpa​ Jack) 42

3. Daun dan Bunga Tumbuhan Burat 42

5. Skema Kerja VLC dan Senyawa Hasil Isolasi 44

6. Skema Uji Aktifitas Sitotoksik Dengan Metode BSLT (​Brine Shrimp Lethallity Test)

46

7. Pola KLT Fraksi Etil asetat Daun Burat ( ​Tabernaemontana macrocarpa ​Jack)

Menggunakan Perbandingan Perbandingan Eluen Etil asetat-Metanol (8:2)

........................................................................................................... 47

8. Pola KLT Hasil VLC Fraksi ​n​-heksana-etil asetat (9:1) Sampai Etil asetat-metanol (5:5)

Menggunakan Eluen ​n-h​ eksana-etil asetat (3:7) ................ 47

9. Pola KLT Kromatografi Kolom dengan Eluen ​n​-heksana-Etil asetat (9:1) Menggunakan

Lampu UV 254 nm ............................................................ 48


10. Pola KLT Fraksi VLC IV dan V dengan Eluen ​n​-heksana-etil asetat 7:3 Menggunakan

Lampu UV 254 nm............................................................ 49

11. Pola KLT Senyawa EK12 Tiga Perbandingan Eluen.............................. 50

12. Gambar Senyawa EK12.......................................................................... 51

13. Spektrum UV Senyawa EK12 dalam Metanol........................................ 52

14. Spektrum FT-IR Senyawa EK12............................................................. 53

15. Kromatogram HPLC Senyawa EK12....................................................... 54

16. Kurva Antara Log Konsentrasi dengan Nilai Probit Fraksi Etil asetat... . 55

17. Kurva Antara Log Konsentrasi dengan Nilai Probit Senyawa EK12..... 56

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tumbuhan Burat (​Tabernaemontanamacrocarpa​ Jack) 41

2. Uji Fitokimia Daun Burat (​Tabernaemontana macrocarpa​ Jack) 42

3. Skema Kerja VLC dan Senyawa Hasil Isolasi 43

4. Skema Uji Aktifitas Sitotoksik Dengan Metode BSLT (​Brine Shrimp Lethallity Test)

45

5. Pola KLT Fraksi Etil asetat Daun Burat (​Tabernaemontana macrocarpa ​Jack) 46

6. Pola KLT Kromatografi Kolom Daun Burat (​Tabernaemontana macrocarpa ​Jack) 47

7. Pola KLT Fraksi VLC Etil asetat Daun Burat (​Tabernaemontana macrocarpa ​Jack) 48

8. Pola KLT Pemisahan Kromatografi Kolom Daun Burat (​Tabernaemontana macrocarpa

Jack) 49

9. Hasil KLT Senyawa EK12 dengan Tiga Perbandingan Eluen 50


10. Karakteristik dan Pemeriksaan Senyawa EK12 51

11. Spektrum UV Senyawa EK12 dalam Metanol 52

12. Spektrum FT-IR Senyawa EK12 53

13. Kromatogram HPLC Senyawa EK12 54

14. Hasil Uji Aktivitas Sitotoksik Dengan Metode ​Brine Shrimps Lethality

Test​ (BSLT) Terhadap Fraksi Etil asetat 55

15. Kontrol Perhitungan Nilai LC​50​ Fraksi Etil Asetat 56

16. Hasil Uji Aktivitas Sitotoksik Dengan Metode ​Brine Shrimps Lethality

Test​ (BSLT) Terhadap Senyawa EK12 57

17. Kontrol Perhitungan Nilai LC​50​ Senyawa EK12 59

18. Tabel Transformasi Persen Probit 60

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.Tingkat NilaiToksisitas LC​50 18

2.​ ​Pengamatan dan Hasil Uji Fitokimia ​Daun Burat (​Tabernaemontana macrocarpa J​ ack)

43

3. Nilai Rf Senyawa EK12 dengan Tiga Perbandingan Eluen 51

4. Pemeriksaan Senyawa EK12 52

5. Panjang Gelombang Spektrofotometer Ultraviolet 53

6. Data Analisa Hasil FT-IR Senyawa EK12 54

7. Hasil Uji Aktivitas Sitotoksik Dengan Metode ​Brine Shrimps Lethality​ ​Test (​ BSLT)

Terhadap Fraksi Etil asetat. 56

8. Hasil Uji Aktivitas Sitotoksik Dengan Metode ​Brine Shrimps Lethality​ ​Test (​ BSLT)

Terhadap Senyawa EK12 59


9. Transformasi Persen Probit 60

BAB I

PENDAHULUAN

Tumbuhan mengandung bermacam-macam metabolit sekunder yang berkhasiat

sebagai obat. Tetapi tumbuhan yang berkhasiat obat masih banyak yang belum teridentifikasi.

Tumbuhan saat ini banyak yang diteliti untuk dijadikan obat. Salah satu tumbuhan yang

sering dimanfaatkan untuk obat adalah tumbuhan burat (​Tabernaemontana macrocarpa

Jack).

Tumbuhan burat merupakan salah satu species famili Apocynaceae. Burat adalah

pohon besar yang terdistribusi baik di hutan dataran rendah. Burat tersebar di hutan-hutan

Indonesia, seperti hutan di Kalimantan. Tumbuhan ini memiliki ketinggian 5-25 m dan

memiliki buah yang terdiri dari 2 mericarps terpisah berwarna oranye atau merah. Famili

Apocynaceae adalah salah satu tumbuhan yang banyak mengandung metabolit sekunder jenis

alkaloid (Cordell, 1981). Apocynaceae memiliki sedikitnya 1500 spesies dan terbagi menjadi
424 genus (Ng, 1989) yang mempunyai efek terhadap pengobatan berbagai penyakit (Dosaji

et al, 2​ 001).

Burat banyak digunakan sebagai obat tradisional, oleh masyarakat suku Dayak

sebagai bahan pengobatan berbagai macam penyakit seperti sakit gigi, herpes, kudis, dan

terutama bagian batang digunakan sebagai obat kanker (Pratiwi ​et al​, 2014) . Berdasarkan

paparan diatas menunjukan bahwa penelitian terhadap tumbuhan Burat (​Tabernaemontana

macrocarpa ​Jack​) ini pernah dilakukan pada buah dan akar serta dapat dimanfaatkan dalam

bidang pengobatan. Pada uji fitokimia burat positif mengandung metabolit sekunder

golongan alkaoid dan terpenoid.

Penelitian uji sitotoksik dilakukan pada batang tumbuhan burat menunjukan bahwa

ekstrak etil asetat paling aktif karena memiliki nilai LC​50 yang paling kecil yaitu 119,34 bpj

(Pratiwi ​et al,​ 2014). Meyer, (1982) menyatakan bahwa senyawa dengan nilai LC​50​< 1000 ​bpj

dikatakan memiliki potensi bioaktifitas sebagai antioksidan dan anti kanker.

Uji sitotoksik merupakan perkembangan metoda untuk memprediksi keberadaan obat

sitotoksik baru dari bahan alam yang berfungsi sebagai antikanker (Sahutji, 2000). Salah satu

metoda untuk uji aktivitas antikanker dari bahan-bahan atau senyawa adalah metoda ​Brine

Shrimp Lethallity Test (​ BSLT) dengan menggunakan larva udang ​Artemia salina ​Leach.

Metoda ini merupakan metoda sederhana, mudah, murah, dan cepat untuk skrining aktivitas

ekstrak produk alam. Metoda ini mempunyai korelasi positif ​dengan ​pengujian ​aktivitas

antikanker (Hoestettman, 1997).


Maka dari ​Berdasarkan ​latar belakang yang telah dikemukakan ​di atas​, peneliti ingin

mengisolasi ​senyawa metabolit sekunder dari daun tumbuhan burat ​dan ​mengetahui ​menguji

aktivitas sitotoksik dari kandungan senyawa isolat murni ​hasil isolasi ​dalam fraksi etil asetat

ekstrak daun ​Tabernaemontana macrocarpa J​ ack​.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tumbuhan Burat (​Tabernaemontana macrocarpa​ Jack​)

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi Tumbuhan Burat adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 2000):

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Gentianales

Suku :​ ​Apocynaceae

Marga :​ ​Tabernaemontana

Spesies : ​Tabernaemontana macrocarpa​ Jack

2.1.2 Nama Daerah


Nama daerah di Kalimantan: Bongang, Burut Burut, Kayu gegah, Kelampan,

Merbadak, Mpayak, Pelir Kambing, Tara Manang, Teranata. Sedangkan di Sumatera,

khususnya di Rokan Hulu, Riau dikenal dengan nama Burat (Tjitrosoepomo, 2000).

2.1.3 Morfologi

Tumbuhan Burat (​Tabernaemontana macrocarpa Jack​) adalah pohon besar yang

terdistribusi baik di hutan dataran rendah. Tumbuhan ini memiliki ketinggian 5-25 m. Daun

elips, meruncing atau bulat, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan licin, hijau. Batang

berkayu dengan lateks putih. Bunganya majemuk, berbentuk tandan, tumbuh diketiak daun,

kelopak bentuk cawan, benang sari dan putik halus, dasar mahkota membentuk tabung,

berwarna putih. Sedangkan buah sekitar 3-7,5 cm, masih muda berwarna hijau setelah tua

warnanya kuning, buah berpasangan, berdaging, diisi dengan banyak biji dengan biji mantel

merah (Ashton,1988).

2.1.4 Khasiat Tumbuhan Burat

Tumbuhan Buratsecara tradisional telah digunakan untuk penyakit beri-beri dan

sipilis (Burkill, 1966). Buah Burat digunakan untuk mengurangi sakit gigi dan sakit kepala

(Van Beek ​et al,​ 1984a).

2.1.5 Kandungan Kimia

Akar ​dari ​tumbuhan ​Tabernaemontana macrocarpa Jack mengandung alkaloid indole

yaitu 3-okso-coronaridin (1), voacangin hidroksindolenin (2), coronaridin (3),

3-okso-coronaridin (4), 3-(2-oksopropil)-coronaridin-pseudo-indoxil (5),


3-(2-oksopropil)-voacangin-pseudoindoxil (6),19-R-heineanin (7), coronaridin pseudoindoxil

(8) dan voacangin pseudoindoxil (9) (Perera ​et al, 1985; Gunasekera et al​, 1980 ; Van beek ​et

al​, 1984b ; Madinaveitia ​et al,​ 1996).

R​1 R​2
(1) CH​2​COCH​3 H
(2) H H
(4) =O H
(7) H OH

R​1 R​2
(5) H CH​2​COCH​3
(6) Ome CH​2​COCH​3
(8) H H
(9) Ome H
Gambar 1. Struktur Senyawa Alkaloid dari Akar Tumbuhan ​Tabernaemontana macrocarpa

Jack.

2.2 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan pada penelitian fitokimia. Secara

umum dapat dikatakan bahwa sebagian besar metodanya merupakan reaksi pengujian warna

dengan satu pereaksi warna. Metoda yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrining

fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain sederhana, cepat, dapat dilakukan

dengan peralatan minimal, bersifat semikuantitatif yaitu memiliki batas kepekaan untuk

senyawa yang bersangkutan, selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari (Noerono,

1994).

Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam

tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji), terutama

kandungan metabolit sekunder yang bioaktif seperti alkaloid, antrakuinon, flavonoid,

glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan terpenoid), tannin, minyak atsiri dan
sebagainya. Adapun tujuan pendekatan skrining fitokimia adalah untuk mensurvei tumbuhan

yang mengandung senyawa kimia yang berguna untuk pengobatan (Farnsworth, 1966).

2.3 Tinjauan Umum Senyawa Alkaloid

Kata alkaloid berasal dari istilah ​“alkali like​”. Pada mulanya ditunjukkan pada

kelompok basa yang berasal dari tumbuhan. Alkaloid merupakan suatu senyawa metabolit

sekunder yang mengandung unsur N pada cincin heterosiklik.

Sistem klasifikasi alkaloid terdiri atas alkaloid sesungguhnya, proto alkaloid dan

pseudo alkaloid. Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan

aktivitas fisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung

nitrogen dalam cincin heterosiklik; biasanya terdapat dalam tanaman dalam bentuk garam

asam organik. Proto alkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam

amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Sedangkan pseudo alkaloid tidak diturunkan

dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat basa.

Berdasarkan sifat fisikanya, kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan

kristal dengan titik lebur tertentu. Sedikit alkaloid yang berbentuk amorf, dan beberapa

seperti nikotin dan koniin yang berupa larutan. Kebanyakan alkaloid tidak bewarna, tetapi

senyawa yang kompleks, spesies aromatik berwarna seperti berberin (kuning) dan betanin

(merah). Alkaloid dalam bentuk bebas hanya larut dalam pelarut organik, meskipun beberapa

pseudo alkaloid dan proto alkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener

larut dalam air (Cordell, 1981).


Sifat kimia kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat basa tersebut tergantung pada

adanya pasangan elektron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan

nitrogen bersifat melepaskan elektron, maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan

senyawa lebih bersifat basa. Sebaliknya, bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat

menarik elektron, maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh yang

ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam (Sastrohamidjojo, 1996).

Untuk menyeleksi tanaman yang mengandung alkaloid ada dua metode yang paling

banyak digunakan, yaitu: Prosedur Wall dengan proses ekstraksi sederhana dan Prosedur

Kiang – Douglas dengan proses ekstraksi ditambah dengan modifikasi pereaksi (Cordell,

1981).

Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisahkan jenis alkaloid.

Pereaksi sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam yang

memiliki berat atom tinggi seperti merkuri, bismut, tungsten, atau jood. Pereaksi Mayer

mengandung kalium iodida dan merkuri klorida dan pereaksi Dragendorff mengandung

bismut nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat mirip dengan

pereaksi Wagner dan mengandung kompleks silikon dioksida dan tungsten trioksida.

Berbagai pereaksi tersebut menunjukan perbedaan yang besar dalam hal sensitivitas terhadap

gugus alkaloid yang berbeda (Sastrohamidjojo, 1996).

2.4 Metode Isolasi Senyawa Bahan Alam


Isolasi adalah proses pengambilan atau pemisahan suatu zat dari suatu pelarut yang

sesuai. Dalam melakukan isolasi atau penyarian dari bahan alam dapat digunakan bahan –

bahan tumbuhan, hewan segar maupun yang telah dikeringkan, tergantung simplisia dan

zat/senyawa yang akan diisolasi (Djamal, 1998).

Alkaloid diambil ke dalam larutan asam berair dan komponen netral atau bersifat

asam dari campuran asal dipisahkan dengan ekstraksi pelarut. Setelah larutan berair

dipisahkan, maka alkaloid diperoleh dengan ekstraksi ke dalam pelarut yang sesuai

(Sastrohamidjojo, 1996).

2.4.1 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pengambilan komponen yang larut dari bahan atau campuran

dengan menggunakan pelarut seperti air, alkohol, eter, aseton dan sebagainya. Metode

ekstraksi yang dipilih untuk mendapatkan senyawa bahan alam tergantung kepada jenis

sampel tumbuhan dan jenis senyawa yang ada. Terutama tergantung pada keadaan fisik

senyawa tersebut, misalnya senyawa berupa cairan yang mudah menguap (Harborne, 1987).

Ekstraksi untuk alkaloid, ekstrak harus selalu dicek untuk mengetahui adanya alkaloid

dengan menggunakan salah satu pereaksi pengendap alkaloid. Ekstrak tanaman pada

awalnya ditambah dengan asam berair untuk mengikat alkaloid sebagai garamnya.

Kebanyakan alkaloid yang terdapat dalam tanaman sebagai garam organik, dan garam-garam

tersebut lazim larut dalam etanol 95% . Setelah ektraksi dengan pelarut organik, fasa berair

dibuat basa dengan natrium karbonat atau amonia. Larutan basa berair kemudian diekstraksi
dengan pelarut organik yang cocok biasanya kloroforrm atau etil asetat. Larutan basa berair

kemungkinan mengandung alkaloid quartener dan biasanya dites dengan pereaksi pengendap

alkaloid (Sastrohamidjojo, 1996). Beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan (Darwis,

2000) adalah sebagai berikut :

1. Maserasi

Maserasi merupakan proses penyarian sederhana dengan cara perendaman simplisia

dengan pelarut organik dengan waktu yang telah ditentukan, sehingga simplisia akan lunak

dan larut. Proses ini sangat mengguntungkan dalam melakukan isolasi senyawa bahan alam

karena dengan perendaman pada sampel akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel

akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang

terkandung dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan

sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk

proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan

senyawa bahan alam dalam pelarut yang sesuai. Keuntungan menggunakan maserasi untuk

mengisolasi simplisia adalah dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tidak tahan pemanasan

maupun zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan pelarut yang

sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu perkulator. Penyarian dengan perkolasi ini

lebih sempurna dari maserasi. Perkolasi bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya
dan bisa dilakukan untuk zat berkhasiat yang rusak ataupun tidak rusak karena pemanasan.

3. Digestasi

Digestasi adalah proses penyarian yang sama dengan maserasi dengan menggunakan

pada suhu 30-40​0 C. Cara ini dilakukan untuk simplisia pada suhu biasa tidak tersari dengan

baik. Jika pelarut yang dipakai mudah menguap pada suhu kamar dapat digunakan alat

pendingin tegak, sehingga penguapan dapat dicegah.

4. Sokletasi

Sokletasi adalah salah satu penyarian yang memakai pelarut organik dan

menggunakan alat soklet, dimana simplisia dan pelarut ditempatkan secara terpisah.

Prinsipnya teknik isolasi dengan ini adalah penyarian yang dilakukan berulang-ulang

sehingga penyarian lebih sempurna dan pelarut yang dipakai lebih efesien.

5. Destilasi Uap

Destilasi uap adalah proses penyarian yang digunakan untuk senyawa organik yang

tahan pada suhu tinggi, yang lebih tinggi dari pelarut yang digunakan. Pada umumnya lebih

banyak digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri.

2.4.2 Fraksinasi

Pemisahan komponen senyawa kimia dapat dilakukan dengan cara fraksinasi.

Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa dari suatu ekstrak dengan
menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur. Fraksinasi dilakukan dengan

meningkatkan kepolaran pelarut. Pelarut yang biasa digunakan adalah pelarut nonpolar

seperti n-heksan, petroleum eter, pelarut semi polar seperti etil asetat, kloroforom, dan

terakhir pelarut polar seperti butanol dan etanol, sehingga diperoleh fraksi yang mengandung

senyawa nonpolar, semipolar, dan polar (Houghton dan Amala, 1998).

2.4.3 Metoda Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam

(​stationary phase)​ dan fase gerak (​mobile phase)​ . Teknik kromatografi telah berkembang dan

telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang

komplek, baik komponen organik maupun komponen anorganik (Ganjar dan Rohman, 2007).

2.4.4 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis adalah suatu metoda kromatografi yang paling sederhana.

Fase diamnya berupa lapisan tipis dan fase geraknya berupa cairan. Lapisan tipis tersebut

berfungsi sebagai penyerap dan pemisahan. Pemisahan terjadi pada kromatografi jenis ini

berdasarkan perbedaan afinitas terhadap fase diam dan fase gerak yang mengakibatkan

perbedaan kecepatan migrasi komponen yang dipisahkan. Mengalirnya fase gerak dalam fase

diam diakibatkan adanya gaya kapiler.

Cara kerja dari kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut: Senyawa yang akan

dipisahkan dilarutkan dengan pelarut yang sesuai, setelah itu totolkan pada plat yang telah

diberi batas atas dan batas bawah. Hasil totolan berupa bercak pada plat dibiarkan agar
pelarutnya menguap. Plat tersebut dimasukkan ke dalam bejana yang berisi eluen sebagai

fase geraknya kemudian bejana tersebut ditutup dengan rapat. Beberapa menit kemudian

pelarut akan naik bersama bercak hasil totolan. Bercak yang telah didapat diberi tanda.

Gunanya adalah untuk mencari harga R​f​ (Gritter ​et al,​ 1991).

2.4.5 VLC (​Vacum Liquid Cromatography​)

VLC adalah suatu metoda pemisahan yang digunakan untuk mengisolasi

senyawa-senyawa organik. Metoda ini berasal dari Australia. Pada metoda ini, pemisahan

senyawa dilakukan dengan menggunakan kolom yang dilengkapi dengan sistem vakum yang

dapat mempercepat aliran eluen. Terdapat perbedaan yang jelas antara pengerjaan metoda

VLC dan kromatografi flash dimana pada metoda ini, kolom dibiarkan sampai kering setelah

setiap selesai ditampung. Proses pengelusian yang berikutnya dilanjutkan setelah silika yang

terdapat didalam kolom tersebut kering. Kondisi ini mirip dengan metoda KLT preparatif

dimana plat dapat dikeringkan dan dielusi kembali.

VLC terdiri dari kolom pendek atau corong Buchner yang dilengkapi dengan

penyaring glass (10-20µm). Fase diam yang digunakan adalah silika preparatif seperti Merck

60H atau silika gel 60G. Silika ini di pak dalam kolom dengan cara memadatkannya dengan

menggunakan vakum. Umumnya tinggi fase diam haruslah tidak lebih dari 5 cm. Fase gerak
yang digunakan adalah pelarut organik yang dikombinasikan dengan perbandingan tertentu

dimana kepolarannya ditingkatkan secara bertahap (Hostettmann ​et al​, 1997).

1. Kromatografi Kolom

Pada kromatografi kolom fasa diam yang digunakan dapat berupa silica gel (SiO​2​),

sedangkan fasa geraknya dapat dimulai dari pelarut nonpolar kemudian kepolarannya

ditingkatkan secara bertahap. Pelarut yang digunakan dapat berupa pelarut tunggal atau

kombinasi dua pelarut yang berbeda ​akan kepolarannya sesuai dengan tingkat kepolaran yang

dibutuhkan. Pita senyawa akan bergerak melalui kolom dengan laju berbeda. Kecepatan

bergerak zat ini di pengaruhi oleh beberapa faktor misalnya daya serap zat penyerap, sifat

pelarut dan suhu dari kromatografi. Pita senyawa akan memisah dan dikumpulkan berupa

fraksi yang keluar dari kolom. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat digunakan untuk

memilih sistem pelarut yang akan digunakan pada kromatografi kolom.

Fraksi yang keluar dari kromatografi ​kolom ​ditampung dan dimonitor dengan KLT.

Fraksi-fraksi yang nilai Rf–nya sama digabung, kemudian pelarutnya diuapkan sehingga

diperoleh beberapa fraksi. Noda pada plat KLT dideteksi dengan penampak noda lampu

ultraviolet λ​254 dan


​ λ​366​ (Gritter et al, 1991).

2.4.7 Proses Pemurnian dan Uji Titik Leleh

Senyawa hasil isolasi jarang didapat berupa senyawa murni, biasanya

di cemari oleh zat lain selama isolasi. Salah satu cara pemurnian adalah dengan rekristalisasi,

yaitu berdasarkan perbedaan kelarutan antara zat utama yang dimurnikan dengan senyawa
minor baik dengan menggunakan pelarut tunggal atau campuran pelarut yang cocok. Pelarut

yang digunakan dipilih berdasarkan kemampuan melarutkan zat yang akan dimurnikan.

Perbedaan kelarutan akibat pemanasan atau penambahan pelarut lain akan menyebabkan

senyawa utama akan mengkristalisasi terlebih dahulu. Proses rekristalisasi ini diulang

beberapa kali sehingga didapatkan senyawa berbentuk kristal yang lebih murni dan ditandai

dengan jarak titik leleh yang tajam.

Salah satu pengujian kemurnian senyawa hasil isolasi yaitu berdasarkan titik leleh.

Titik leleh dapat diukur dengan ​Stuart Melting Point Apparatus.​ Titik leleh adalah temperatur

dimana padatan mulai meleleh hingga meleleh seluruhnya, temperatur padatan dan cairan

berada pada kesetimbangan yang sama. Pada penentuan titik leleh sutu senyawa, bila harga

yang diperoleh memiliki selisih angka yang lebih kecil dari 2​0 C, maka senyawa tersebut

dapat dikatakan memiliki kemurnian yang lebih baik, tetapi jika selisihnya lebih besar dari

2​0​C maka senyawa tersebut belum murni (Harborne, 1987).

2.5 Identifikasi Senyawa Organik dengan Spektroskopi

Spektroskopi adalah teknik fisikokimia yang mengamati interaksi atom atau molekul

dengan radiasi elektromagnetik. Oleh karena itu teknik-teknik spektroskopi dapat digunakan

untuk menentukan struktur senyawa yang tidak diketahui dan untuk mempelajari karakteristik

ikatan senyawa yang diketahui (Fessenden dan Fessenden, 1986).

2.5.1 Spektrofotometri Ultraviolet


Spektroskopi ultraviolet sangat berguna untuk mempelajari molekul-molekul organik

yang mengandung ikatan rangkap dua maupun rangkap tiga, khususnya untuk ikatan rangkap

terkonjugasi dan aromatik. Suatu molekul dapat diamati apabila molekul tersebut menyerap

radiasi ultraviolet dan di dalam molekul tersebut terjadi perpindahan tingkat energi

elektron-elektron ikatan di orbital molekul paling luar dari tingkat energi yang lebih rendah

ke tingkat energi yang lebih tinggi. Untuk mempelajari serapan UV secara kualitatif berkas

radiasi dikenakan pada cuplikan dan intensitas radiasi yang ditransmisikan harus diukur

(Silverstein, 1986).

2.5.2 Spektroskopi Inframerah

Pemeriksaan spektrum inframerah bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi suatu

senyawa organik. Pengukuran dengan spektroskopi inframerah dilakukan pada daerah

inframerah tengah (​mid-infrared)​ yaitu pada panjang gelombang 2,5-5,0 μm atau pada

bilangan gelombang 400-200 nm​-1​. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan

vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk

setiap ikatan kimia atau gugus fungsi. Spektroskopi inframerah pada umumnya digunakan

untuk menentukan gugus fungsi atau senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik

jarinya.

Karena terjadi transisi vibrasi pada hampir seluruh senyawa organik yang

menghasilkan spektrum absorpsi yang kompleks, maka tidak ada dua senyawa organik yang

mempunyai spektrum IR yang sama, kecuali dua senyawa itu merupakan isomer optik.
Berdasarkan sifat inilah, penggunaan spektroskopi IR merupakan cara yang paling sederhana

untuk mengidentifikasi senyawa organik (Dachriyanus, 2004).

1. Uji Aktivitas Sitotoksik

Uji sitotoksik digunakan untuk mengetahui pengaruh racun yang dihasilkan oleh dosis

tunggal dari suatu campuran zat kimia pada hewan coba sebagai uji praskrining senyawa anti

kanker. Uji sitotoksik merupakan perkembangan metoda untuk memprediksi keberadaan obat

sitotoksik baru dari bahan alam yang berfungsi sebagai antikanker (Sajuthi ​et al​, 2000). Salah

satu metoda untuk uji aktivitas sitotoksik adalah ​Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

2.7 Tinjauan umum BSLT

Brine Shrimp Lethality Test (​BSLT)​ merupakan salah satu metode untuk menguji

bahan-bahan yang bersifat toksik dan digunakan sebagai suatu ​bioassay y​ ang pertama untuk

penelitian bahan alam. Metode ini menggunakan larva ​Artemia salina Leach sebagai hewan

coba. Uji aktivitas sitotoksik dengan metode ​BSLT ini merupakan uji aktivitas dimana efek

toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24

jam setelah pemberian dosis uji (Meyer ​et al,​ 1982).

1. Larva ​Artemia salina​ Leach

Mudjiman (1988), Artemia salina adalah salah satu jenis crustacea tingkat rendah

yang termasuk ke dalam:

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda

Order : Anostraca

Family : Artemidae

Genus : Artemia

Species ​ each
: ​Artemia salina L

Artemia memiliki beberapa fase dalam daur hidupnya yakni siklus hidup ​A. salina

dimulai dari menetasnya kista atau telur. Setelah 15-20 jam pada suhu 25​o​C kista akan

menetas menjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih menempel pada kulit

kista. Pada fase ini embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah

menjadi nauplii yang sudah bisa berenang bebas. ​A. salina ​yang baru menetas tidak akan

makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk sempurna (Fox, 2004).

Pada awalnya nauplii akan berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung

kuning telur dalam tubuhnya, yang akan bertahan selama 72 jam. Sehingga nauplii tidak

membutuhkan makanan untuk selang waktu 72 jam. Untuk kultur pertumbuhan selanjutnya,

larva membutuhkan makanan berupa mikroalga, bakteri dan dendritus organik lainnya.

Nauplii akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari

(Fox, 2004).

Variabel yang penting dalam membiakkan udang ​Artemia salina Leach ini adalah pH,

cahaya dan oksigen. PH dengan selang 8-9 merupakan selang yang paling baik, sedangkan

​ each. Cahaya
pH dibawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh ​Artemia salina L
minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan pertumbuhan

​ each.
mereka. Lampu standar grow-lite sudah cukup untuk keperluan hidup ​Artemia salina L

1. Media Perkembangbiakan ​Artemia salina​ Leach

Diperlukan media yang khusus dalam pembiakan udang ​A. salina untuk uji ​Brine

Shrimp, tetapi media yang digunakan dapat dibuat dalam bentuk sederhana dan murah

(Harefa, 1997). Media dibuat dalam bentuk kaca yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian

yang gelap dan bagian yang terang. Kista udang diletakkan pada bagian yang gelap dan akan

bergerak ke daerah yang terang setelah menetas menjadi larva. Untuk pembiakan udang ​A.

salina​ diperlukan media dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Salinitas antara 20-30 ppt (​parts per thousand​) atau 1-2 sendok teh garam per liter air

tawar.

2. Suhu air 26-28​0 ​C (suhu kamar).

3. Berikan sinar selama penetasan (dapat digunakan lampu standar ​grow-lite a​ tau lampu

60 watt).

4. Aerasi yang cukup, untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm.

5. pH 8 atau lebih, jika pH turun dibawah 7 dapat ditambahkan soda kue untuk menaikan

pH.

Larva yang digunakan untuk uji dapat dipakai setelah 48 jam dari saat kista udang

dimasukkan kedalam wadah ( Harefa, 1997).


1. Konsentrasi Letal 50 (LC​50​)

Pengujian efek toksik dengan larva ​Artemia salina,​ dihitung dengan metode LC​50

setelah larva terpapar sampel uji setelah 24 jam. Penunjukkan efek toksik yang dihasilkan

memberikan indikasi terganggunya proses pembentukan sel. Dalam hal ini diasumsikan

sebagai sel kanker (Anderson ​et al,​ 1991).

Tabel I. Tingkat Nilai Toksisitas LC​50

Nilai Tingkat Toksisitas

LC​50

(µg/ml)

0-250 Sangat toksik

250-500 Toksik

500-750 Sedang

750-1000 Kurang toksik

Sejauh ini metode penentuan LC​50 ada 3 macam, yaitu metode kurva, metode

farmakope indonesia dan metode finney. Ketiga metode ini berdasarkan pengukuran

persentase individu yang responsif pada kisaran dosis atau konsentrasi tertentu (Meyer ​et al​,

1982).
2.8.1 Metode Farmakope Indonesia Edisi IV

Pada metode farmakope indonesia ini LC​50 dihitung secara matematika dengan

menggunakan rumus (Farmakope Indonesia IV, 1995):

M = a-b (∑pi-0,5)

Keterangan:

M : Log LC​50

a : Log dosis atau konsentrasi terendah yang masih menyebabkan jumlah

kematian 100% pada kelompok hewan percobaan

b : Beda log dosis atau konsentrasi yang berurutan

∑pi : Jumlah hewan yang mati dibagi dengan jumlah hewan seluruhnya yang

menerima dosis atau konsentrasi.

Persyaratan untuk menggunakan metode Farmakope Indonesia adalah:

1. Menggunakan seri dosis atau konsentrasi dengan pengenceran berkelipatan tetap.

2. Jumlah hewan dalam tiap kelompok harus sama.

3. Dosis atau konsentrasi diatur sedemikian rupa, sehingga memberikan efek 0%-100% dari

perhitungan dan dibatasi pada kelompok percobaan yang memberikan efek 0%-100%.

1. Metode Kurva

Metode kurva menggunakan log kertas probit yang didesain khusus untuk perhitungan

dosis atau respon. Metode ini dikembangkan oleh Miller dan Tainter menggunakan kertas log
probit yang didesain untuk perhitungan dosis respon. Garis vertikal menyatakan nilai probit

dan persentase respon. Garis horizontal menyatakan dosis atau konsentrasi yang digunakan.

Plot antara nilai dosis atau konsensentrasi terhadap nilai probit akan menghasilkan kurva

berupa garis lurus. Dari kurva tersebut dapat diturunkan harga LC​50 (Meyer,
​ 1982).

1. Metode Finney

Analisa probit dengan metode ini diprogram khusus dengan menggunakan komputer.

Perhitungan harga LC​50 dengan metode finney dilakukan dengan menggunakan software LDP

(Fox, 2004).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau.

Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2015 sampai dengan bulan Mei 2016

1. Alat dan Bahan

1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat alat destilasi, satu unit

rotary evaporator,​ aluminium foil, corong, lumpang, timbangan analitik AFA-210LC,

Erlenmeyer, kaca arloji, beaker gelas, pinset, kertas saring, kapas, botol, bejana kromatografi

(chamber), pipet tetes, plat tetes, tabung reaksi, gelas ukur, vial, spatel, corong, sikat kawat,

kolom kromatografi, plat KLT GF​254​, lampu UV λ​254/360 nm


​ (Betrachter Camag®), kapiler, alat

penentu titik leleh ​Stuart ​melting point apparatus SMP-11, Spektrofotometer UV,

kromatografi vakum cair, spektrofotometer IR, HPLC, dan seperangkat alat pembiakan telur

udang ​Artemia salina​ Leach (wadah gelap, aerator, lamu dengan intensitas cahaya rendah).

1. Bahan

Sebagai sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah fraksi etil asetat daun

Burat (​Tabernaemontana macrocarpa J​ ack) sebanyak 25 g, ​n​-heksan, etil asetat, metanol,

silika gel 60 GF ​254 (Merck​



®​
), silika gel 60 PF​254 ukuran
​ 40-63 μm (70-230 mesh) (Merck​®​),

air suling, kloroform, kloroform amoniak, logam magnesium, larutan FeCl​3 1%​
​ , HCl
​ pekat,

norit, H​2​SO​4 2N,


​ plat KLT, pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi Mayer dan pereaksi

Dragendorff, kista udang ​Artemia salina Leach, air laut, metanol, ​Dimetilsulfoksida (DMSO),

ekstrak dan senyawa hasil isolasi.

3.3 Rancangan Penelitian

1. Identifikasi Tumbuhan

2. Uji Fitokimia Fraksi Etil Asetat Daun Burat

3. Pemisahan Fraksi Etil Asetat dengan Kromatografi Vakum Cair (VLC)


4. Pemisahan dengan Kromatografi Kolom

5. Pengujian Hasil Fraksinasi Kromatografi Kolom dengan KLT

6. Pemurnian Senyawa Hasil Isolasi

7. Identifikasi Senyawa

8. Uji Aktivitas Sitotoksik Fraksi Etil Asetat dan Senyawa Murni

3.4 Prosedur Penelitian

1. Identifikasi Sampel

Identifikasi tumbuhan Burat (​Tabernaemontana macrocarpa ​Jack) dilakukan di

Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(FMIPA) Universitas Riau, Pekanbaru (Putri, 2014).

3.4.2 Uji Fitokimia Fraksi Etil asetat Daun Burat

Uji pendahuluan kandungan metabolit sekunder dilakukan terhadap fraksi daun Burat.

Sebanyak 0,3 g fraksi etil asetat dilarutkan dengan etil asetat dalam tabung reaksi, kemudian

ditambahkan 5 ml air suling dan 5 ml kloroform lalu dikocok kuat dan dibiarkan beberapa

saat sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan air digunakan untuk uji senyawa flavonoid,

fenolik, dan saponin. Lapisan kloroform digunakan untuk uji senyawa terpenoid, dan steroid.

Sedangkan untuk uji alkaloid memiliki prosedur tersendiri.

1. Uji Flavonoid
Beberapa tetes lapisan air pada plat tetes ditambah 1-2 butir logam magnesium

dan beberapa tetes asam klorida pekat. Terjadinya warna jingga, merah muda sampai

merah menandakan adanya senyawa flavonoid.

1. Uji Fenolik

Beberapa tetes lapisan air pada plat tetes ditambah 1–2 tetes larutan besi(III)

klorida 1%. Bila terbentuk warna biru/ungu, berarti terdapat senyawa fenolik.

1. Uji Saponin

Lapisan air dalam tabung reaksi dikocok. Apabila terbentuk busa yang bertahan

selama 5 menit, berarti positif adanya saponin.

1. Uji Terpenoid dan Steroid

Lapisan kloroform disaring melalui pipet yang berisi norit. Hasil saringan dipipet

2–3 tetes dan dibiarkan mengering pada plat tetes. Setelah kering ditambahkan pereaksi

Liebermann-Burchard (2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat).

Terbentuknya warna merah berarti positif adanya terpenoid dan warna hijau-biru berarti

positif adanya steroid.

1. Uji Alkaloid

Pemeriksaan alkaloid dilakukan terhadap sampel daun Burat sebanyak 5 g dalam

bentuk serbuk, ditambahkan 10 ml kloroform, kemudian ditambahkan 10 ml larutan

kloroform amoniak 0,05 M, diaduk kemudian disaring ​melalui kapas ​kedalam tabung

reaksi tambahkan 1 ml asam sulfat 2 N, kocok selama 2 menit, biarkan hingga terbentuk
dua lapisan dan terjadi pemisahan. Ambil lapisan asam (atas) dan tambahkan 1–2 tetes

pereaksi Mayer jika terbentuk endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan hasil

yang positif untuk alkaloid (Culvenor and Fitzgerald, 1963).

3.4.3 Pemisahan dengan Kromatografi Vakum Cair

Sebanyak 25 gram fraksi etil asetat daun burat dipisahkan dengan kromatografi

vakum cair dengan silika gel.

F​raksi etil asetat yang akan dikromatografi dibuat dahulu preabsorbsi dan dimasukkan

ke dalam kolom. Selanjutnya dielusi secara bergradien menggunakan pelarut ​n-h​ eksana, etil

asetat dan metanol. Sebanyak 14 fraksi dengan eluen ​n-​ heksana 100%, ​n-​ heksana – Etil asetat

9:1, 8:2 ,7:3 ,6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9, etil asetat 100%, etil asetat – metanol 9:1, 7:3, 5:5.

Hasilnya ditampung dalam ​E​rlenmeyer yang telah diberi nomor. ​KVC ini memberikan 14

fraksi yang diberi label fraksi A- N. Fraksi yang ditampung diuapkan dari pelarutnya

menggunakan alat ​rotary evaporator sehingga didapat hasil dari VLC yang kental, ​l​alu

dilakukan pengujian profil KLT. ​jika ​Pola ​noda yang ​memperlihatkan pola pemisahan yang

baik ​terdapat pada plat KLT sama maka ​kemudian ​dilakukan penggabungan fraksi dan

dilanjutkan ​pemisahan senyawa ​dengan kromatografi kolom.

3.4.4 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom

Fraksi hasil VLC di cek pola pemisahan dengan KLT. Pola KLT memperlihatkan

bahwa dari 14 fraksi yang didapat fraksi nomor ​II ​B ​dan ​III ​C ​memberikan pola pemisahan

KLT yang bagus kemudian dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan kromatografi kolom.
Kromatografi ​K​olom diisi dengan silika gel 60 GF​254​. ​Pengisian kolom dilakukan dengan

pembuatan bubur silika terlebih dahulu, lalu dimasukkan ke dalam kolom menggunakan

corong, kemudian dielusi ​dengan eluen ​n-h​ eksana ​sampai kerapatan silika di dalam kolom

maksimum.

Fraksi yang akan dipisahkan dilakukan pereabsorpsi dan dimasukkan didalam kolom.

Kemudian dielusi secara bergradien menggunakan pelarut ​n heksana, etil asetat dan metanol.

Hasil pemisahan kromatografi kolom dari fraksi II dan III sebesar 0,111 g, kemudian

ditampung dalam botol vial dan diberi nomor. Dari kromatografi kolom ini didapatkan 25

vial dan didapatkan hasil ​berupa kristal? tapi dalam jumlah ​yang sedikit dan tidak

dilanjutkan.

Selanjutnya fraksi IV dan V ​memiliki pola pemisahan KLT yang baik dan digabung,

selanjutnya ​di kromatografi kolom. ​Kemudian Kromatografi ​K​olom diisi dengan silika gel 60

GF​254​, pengisian ​kolom dilakukan dengan pembuatan bubur silika terlebih dahulu, lalu

dimasukkan ke dalam kolom menggunakan corong, kemudian dielusi sampai kerapatan silika

di dalam kolom maksimum. Fraksi ​DE ​yang akan dipisahkan dilakukan pereabsorpsi dan

dimasukkan didalam kolom. Kemudian dielusi secara bergradien menggunakan pelarut ​n

heksana, etil asetat dan metanol. Hasil pemisahan kromatografi kolom dari fraksi IV dan V

sebesar 2,1137 g, kemudian ditampung dalam botol vial dan diberi nomor. Dari kromatografi

kolom ini didapatkan 13 fraksi .

3.4.5 Pengujian Hasil Fraksi Kromatografi Kolom dengan KLT


Hasil pemisahan kromatografi kolom yang didapat sebanyak 25 vial pada

kromatografi kolom I dan pada kromatografi kolom II didapatkan sebanyak 268 vial

dilakukan uji KLT. Vial – vial yang akan diuji diambil secara acak setiap 5 vial, selanjutnya

plat KLT diberi garis 0,5 cm ditepi bawah dan 0,5 cm di bagian atasnya, lalu masing masing

fraksi ditotolkan pada plat yang telah diberi nomor sesuai dengan vial kemudian dielusi

dengan eluen yang sesuai sampai garis batas atas plat KLT, plat dikeluarkan dan dikeringkan.

Untuk melihat noda yang dihasilkan dapat dilakukan dengan penyinaran lampu UV dan

pereaksi penampak noda asam sulfat pekat, vial yang memiliki tinggi noda yang sama

digabung dan hasil penggabungan didapatkan 13 fraksi ​yang diberi label EK-1 sampai

EK-13​. Fraksi ​no 12 ​EK-12 ​(nomor vial 180-220) memperlihatkan pola pemisahan yang

bagus dan fraksi ini dimurnikan dengan cara rekristalisasi.

3.4.6 Pemurnian Senyawa Hasil Isolasi

Hasil rekristalisasi fraksi 12 (vial 180-220) menghasilkan suatu senyawa murni yang

terlihat satu noktah pada plat KLT. ​Caranya, ​Reksristalisasi dilakukan dengan cara fraksi

EK-12 ​dilarutkan padatan ​yang terbentuk ​dengan sedikit ​mungkin ​pelarut etil asetat hingga

larut, kemudian ​di​tambahkan pelarut ​n-​ heksana ​dalam jumlah berlebih ​lalu disaring. Kristal

atau amorf hasil kristalisasi ditentukan titik lelehnya ​dengan alat apa?????​. Pembacaan titik

leleh dimulai saat kristal mulai meleleh sampai habis meleleh semuanya. ​Jika selisih harga

titik lelehnya kecil atau sama dengan 2​0 ​C maka senyawa tersebut sudah dapat dikatakan

murni. Pengujian titik leleh menunjukan bahwa senyawa meleleh pada suhu 240​o​-242​o​C.
3.4.7 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi

Identifikasi senyawa hasil isolasi (senyawa EK12) meliputi pemeriksaan organoleptis,

sifat kimia, sifat fisika, dan penetuan senyawa murni :

1. Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan ini dilakukan secara visual dengan mengamati sifat-sifat yang dapat

diketahui dengan bantuan indera seperti bentuk, warna dan bau senyawa hasil

isolasi.

2. Pemeriksaan sifat kimia

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mereaksikan senyawa hasil isolasi dengan

pereaksi tertentu yang menunjukkan golongan senyawa kimia.

3. Pemeriksaan sifat fisika

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan sifat kelarutan dan titik leleh senyawa hasil

isolasi. Pemeriksaan titik leleh dilakukan dengan menggunakan alat ​Stuart ​melting

point apparatus.​ Beberapa butir kristal diletakkan diantara dua kaca objek,

kemudian diletakkan di bawah kaca pembesar dan diatur kenaikan suhunya. Amati

perubahan fisik zat, pencatatan suhu dilakukan saat kristal mulai meleleh hingga

meleleh sempurna.

4. Identifikasi struktur hasil isolasi

Identifikasi struktur senyawa murni yang diperoleh dilakukan dengan analisa

spektroskopi UV dan IR.


3.4.8 Uji Sitotoksik dengan menggunakan metode BSLT (​Brine Shrimp Lethality Test)​

3.4.8.1 Penetasan Larva Udang

Siapkan bejana/wadah yang telah diberi sekat berongga ditengahnya, letakkan lampu

dan aerator pada salah satu ruang. Masukkan 10-20 mg telur udang ​Artemia salina Leach

pada ruang yag tidak diberi lampu dan aerator, gelapkan ruangan tersebut dengan cara

menutupnya dengan alumunium foil atau bahan-bahan yang kedap cahaya lainnya. Kemudian

nyalakan lampu dan aerator, biarkan selama 48 jam untuk menetaskan telur.

3.4.8.2 Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji

Kalibrasi wadah yang akan digunakan untuk uji. Sampel uji sebanyak 10 mg

dilarutkan dalam 2 ml pelarut etil asetat dan didapatkan konsentrasi 10.000 ppm dan dibuat

dalam konsentrasi ekstrak uji 1000, 100, 10 ppm dan dalam air laut dengan cara larutan induk

dengan konsentrasi 10.000 ppm tadi dipipet 0,5 ml dimasukkan dalam vial kemudian

ditambahkan etil asetat sebanyak 5 ml dan didapatkan konsentrasi 1000 ppm, dan dipipet lagi

0,5 ml dari konsentrasi 1000 ppm tadi kemudian masukkan dalam vial baru dan ditambahkan

5 ml etil asetat dan didapatkan konsentrasi 100 ppm, dipipet 0,5 ml lagi dari konsentrasi 100

ppm dan dimasukkan dalam vial baru, tambahkan 5 ml etil asetat dan didapatkan konsentrasi

10 ppm. Seri konsentrasi ini dibuat dalam tiga rangkap (triplikat) dan biarkan pelarutnya

menguap.

3.4.8.3 Prosedur Uji Sitotoksik dengan Metode BSLT


Masukkan sedikit air laut sebagai media untuk larva udang, apabila ekstrak memiliki

kelarutan yang rendah terhadap air laut, tambahkan 50 µL DMSO untuk membantu kelarutan.

Ambil 10 ekor larva udang ​Artemia salina Leach yang telah berumur 48 jam untuk tiap-tiap

wadah uji. Tambahkan air laut sampai batas kalibrasi. Biarkan selama 24 jam dan amati

jumlah larva yang hidup lalu hitung persentase kematian larva.

Untuk kontrol dilakukan dengan memipet 50 µL DMSO ke dalam vial uji yang telah

dikalibrasi tanpa penambahan sampel uji. Masukkan larva ​Artemia salina Leach 10 ekor dan

tambahkan air laut hingga batas kalibrasi. Hitung jumlah larva yang mati dan yang masih

hidup dalam waktu 24 jam.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Penelitian tentang isolasi dan uji aktivitas sitotoksik dari fraksi etil asetat daun burat

ini didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia fraksi etil asetat ​daun

​ enunjukkan adanya senyawa terpenoid


Tabernaemontana macrocarpa Jack m

dan alkaloid.

2. Fraksi​nasi fraksi etil asetat daun ​Tabernaemontana macrocarpa ​Jack ​sebanyak

25 gram ​di ​dengan ​kromatografi vakum cair ​meng ​di​hasilkan 14 fraksi ​yang

diberi label fraksi A-N​.

3. Pemurnian gabungan fraksi B-C ​Dari 25 gram fraksi yang di ​dengan

kromatografi kolom ​VLC didapatkan fraksi 2 dan 3 dilanjutkan dengan

kromatografi kolom. Dari kromatografi kolom ini dihasilkan sebanyak 25 vial

dan di rekristalisasi dihasilkan suatu senyawa murni E1 sebanyak 1 mg, berupa

kristal berwarna kuning. Tetapi karena jumlah kristalnya yang sedikit maka tidak

dapat dilakukan uji dan senyawa E1 Tidak dilanjutkan.

4. Dilanjutkan dengan ​F​raksi 4 dan 5 ​dengan pola pemisahan yang bagus, ​di

kromatografi kolom ​dan ​di hasilkan 13 fraksi (​Fraksi EK-1 sampai EK-13). ​dan

pada ​F​raksi ​EK-​12 ​terlihat pembentukan kristal dan lanjutkan dengan ​di

rekristalisasi, menghasilkan senyawa EK12 berupa amorf dengan titik leleh 240

– 242​0​C Sebanyak 20 mg.


5. Identifikasi senyawa EK12 dengan menggunakan spektrofotometri UV pada

panjang gelombang (200-400 nm) menunjukan adanya serapan dengan panjang

gelombang 340 nm.

6. Identifikasi senyawa EK12 dengan menggunakan spektroskopi infra merah

menunjukan senyawa EK12 memiliki ​gugus fungsi ​serapan ​pada bilangan

gelombang 2931, 1689, 1458, dan 1035 cm​-1​ (lampiran 12)

7. Identifikasi ​senyawa EK12 ​dengan HPLC ​memperoleh ​memperlihatkan ​satu

​ 10,089. (Lampiran 13 )
puncak dominan pada ​tR

8. Identifikasi golongan metabolit sekunder ​senyawa EK12 ​dengan senyawa ​EK10

didapatkan golongan terpenoid. (Lampiran 2)

9. Uji sitotoksik terhadap fraksi etil asetat daun burat dengan metode ​Brine Shrimp

Lethality (BSLT) terhadap larva ​Artemia Salina Leach diperoleh LC​50 6309,537

µg/mL dan hasil uji aktivitas sitotoksik senyawa murni EK12 diperoleh LC​50

158,489 µg/mL. (Lampiran 15-17).

4.2 Pembahasan

Fraksi etil asetat ​yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari fraksi hasil

fraksinasi peneliti sebelumnya (......, 2015). Fraksi etil asetat dari ​daun ​Tabernaemontana

macrocarpa ​Jack sebanyak 25 gram terlebih dahulu di cek pola KLT fraksi ini untuk melihat

komponen senyawa yang terdapat pada fraksi etil asetat daun burat ​ini​. Setelah itu dilakukan
uji fitokimia untuk memastikan ​kandungan metabolit sekunder fraksi etil asetat ini. ​bahwa

F​raksi etil asetat daun burat ini positif mengandung alkaloid, ​karena ​dengan pereaksi Mayer

terbentuk​nya endapan putih dan ​juga positif mengandung ​terpenoid, ​karena dengan pereaksi

Liebermann-Burchard ​dengan​ terbentuk ​nya​ endapan merah.

Fraksi etil asetat daun burat ​sebanyak 25 gram, ​kemudian dilakukan pemisahan ​untuk

menyederhanakan komponen ​dengan kromatografi vakum cair (VLC) ​menggunakan fraksi

sebanyak 25 gram​. Pengelusian dilakukan dengan menggunakan fase gerak ​n-​ heksana, etil

asetat dan metanol dengan metoda SGP (​Step Gradient Polarity)​ yaitu metoda elusi dimana

pelarut ditingkatkan kepolarannya secara bertahap dalam berbagai perbandingan ​yaitu

menggunakan 14 jenis eluen berbeda​. Komposisi perbandingan dari fase gerak yang

digunakan adalah ​n​-heksana-etil asetat, fraksi (I) 10:0, (II) 9:1, (III) 8:2, (IV) 7:3, (V) 6:4,

(VI) 5:5, (VII) 4:6, (VIII) 3:7, (IX) 2:8, (X) 1:9, (XI) 0:10 dan etil asetat-metanol fraksi (XII)

9:1, (XIII) 7:3, (XIV) 5:5.

Hasil dari kromatografi vakum cair (VLC) diperoleh sebanyak 14 fraksi. Selanjutnya

fraksi hasil VLC di KLT dengan eluen ​n-​ heksana-etil asetat 3:7. Hasil dari KLT dilihat

dengan menggunakan lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm. Dari 14 fraksi yang

dilihat dibawah lampu UV didapatkan jumlah noda yang berbeda dari masing – masing

fraksi dan dari pola noda tersebut dipilih fraksi II dan III ( Lampiran 5).

Fraksi II dan III (Lampiran 6) sebanyak 0,111 gram selanjutnya dilakukan pemisahan

dengan menggunakan kromatografi kolom. ​K​romatografi kolom menggunakan silika gel


sebagai fase diamnya. Proses elusi dilakukan dengan menggunakan fase gerak ​n-​ heksana,

etil asetat, dan metanol dengan metoda ​Step Gradient Polarity (SGP). Eluen akan

ditingkatkan kepolarannya apabila pita yang turun dengan eluen telah terelusi semua dan

ditampung didalam vial yang telah diberi nomor.

Hasil kromatografi kolom didapatkan sebanyak 25 vial, selanjutnya ​vial-vial di ​KLT

dengan jarak 5 (Lampiran 6). ​Hasil KLT d​idapatkan pola ​pemisahan ​noda pada

masing-masing vial, ​yang terlihat jelas menggunakan lampu UV dengan panjang gelombang

254 nm. ​Penggabungan vial dengan pola noda yang sama dihasilkan empat fraksi yaitu

fraksi 1-5, ..... dan 15-20. ​Dipilih ​V​ial ​dengan pola dan tinggi noda yang sama yaitu ​dari

fraksi 6 dan 7 ​memperlihatkan pola pemisahan yang sama dan ada pembentukan kristal. Vial

6-7 ini ​kemudian digabungkan dan ​dimurnikan, ​didapatkan ​senyawa dengan berat kurang

dari 1 mg. Karena senyawa fraksi 6 dan 7 sangat sedikit jumlahnya dan tidak bisa di lakukan

uji maka tidak dilanjutkan.

Hasil kromatografi kolom fraksi II dan III didapatkan senyawa murni dengan jumlah

yang kurang dari 1 mg, maka tidak dilanjutkan untuk uji dan fraksi IV dan V dipilih untuk

dilakukan kromatografi kolom. Fraksi IV dan V ​memperlihatkan pola pemisahan yang bagus

pada pola KLT. Fraksi ini kemudian ​digabung ​di KLT dan ditimbang, didapatkan berat

2,1137 gram. ​Fraksi gabungan D-E ini k​emudian dilakukan ​pemurnian dengan teknik

kromatografi kolom dengan menggunakan silika gel sebagai fase diamnya. Proses elusi

dilakukan dengan menggunakan fase gerak ​n​-heksana, etil asetat, dan metanol dengan
metoda ​Step Gradient Polarity (SGP). ​Kepolaran e​luen ​akan ditingkatkan ​kepolarannya

apabila pita yang turun ​dengan eluen telah terelusi semua dan ditampung didalam vial yang

telah diberi nomor.

Hasil kromatografi kolom ​fraksi gabungan D-E ini ​didapatkan sebanyak 268 vial,

selanjutnya ​vial-vial ​dengan jarak 5 di KLT ​dan ​dilihat ​pola pemisahan ​noda pada

masing-masing vial menggunakan lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm. ​Vial

dengan ​Kemudian dipilih vial dengan pola dan ​tinggi ​harga Rf yang sama noda yang sama

dan dilakukan penggabungan. ​Dari sebanyak ​Penggabungan pola pemisahan dari ​268 vial

tersebut dapat ​digabungkan menjadi 13 fraksi ​yang diberi label EK-1 sampai EK-12, ​dan

fraksi-fraksi ini kemudian di​KLT dengan eluen ​n​-heksana-etil asetat 9:1 dan etil 100% ​dan

dilihat dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm.

Dipilih vial dengan pola noda yang bagus dari 13 fraksi gabungan yaitu ​F​raksi EK-12

memperlihatkan pola pemisahan yang bagus dan adanya pembentukan kristal pada

dinding-dinding vial ​(Lampiran 8). Fraksi EK12 ini selanjutnya ​direkristalisasi ​dengan cara

melarutkan kristal yang terbentuk dengan sedikit mungkin pelarut yang dapat melarutkannya

dan kemudian ditambah pelarut yang tidak melarutkannya dalam jumlah berlebih, ​dan

didapatkan amorf dengan berat 20 mg. Pengujian titik leleh dilakukan dengan menggunakan

alat ​Fisher John melting point apparatus dengan mengambil sebagian dari senyawa yang

telah kita peroleh dan diletakan diatas lempengan pemanas yang telah diberikan termometer

untuk mengetahui suhu pada proses pemanasan dan diamati melalui kaca pembesar yang ada
pada alat tersebut. Dilihat perubahan senyawa murni mulai dari saat meleleh hingga

keseluruhan.

Senyawa EK12 di KLT dengan menggunakan tiga perbandingan eluen yang berbeda

yaitu ​n-​ heksana-etil asetat 8:2 dengan Rf 0,925, ​n​-heksana-etil asetat 7:3 dengan Rf 0,55,

dan ​n-​ heksana-etil asetat 5:5 dengan Rf 0,675, didapatkan pola senyawa yang tetap tunggal

yang dinyatakan senyawa telah murni.

Senyawa EK12 meleleh pada suhu 240​o​-242​o​C, dan hasil dari uji oraganoleptis

didapatkan dengan bentuk amorf berwarna hijau muda, tidak berbau dan berjumlah 20 mg.

Identifikasi senyawa EK12 dilakukan menggunakan spektroskopi ultraviolet dengan pelarut

metanol pada panjang gelombang 200-400 nm. Hasil dari pengukuran ini menunjukan

bahwa senyawa EK12 serapan pada spektrum ultraviolet tidak bagus pada panjang

gelombang 274 nm dengan absorban 0,008. (Lampiran 11). Spektrokospi infra merah

senyawa ini memperlihatkan ​serapan ​pada ​bilangan gelombang 2931 cm​-1 ​adanya regangan

kuat CH kuat yang dimiliki oleh gugus alifatik, pada bilangan gelombang 1689 cm​-1 terlihat

regangan C=O yang merupakan gugus karbonil, pada bilangan gelombang 1458 cm​-1 gugus

fungsi C=C, dan pada bilangan gelombang 1035 cm​-1 menunjukan terdapatnya gugus fungsi

C-O.

Pengukuran data menggunakan HPLC menunjukkan ​adanya terdapatnya satu puncak

utama dalam waktu retensi 10,089 menit dengan fase gerak menggunakan pelarut acetonitrit

95% dan air 5% kecepatan alir 1 ml/menit dan menggunakan kolom C18. ​Hal ini
m​enunjukan bahwa terdapat satu puncak senyawa utama ​yang menandakan bahwa senyawa

EK-12 ini dapat dikatakan senyawa ​murni. Dalam pengukuran ini digunakan panjang

gelombang 360 nm. (Lampiran 13). Oleh karena itu dengan adanya hasil data ini senyawa

EK12 sudah bisa dikatakan murni serta didukung oleh data lainnya yaitu dengan profil KLT

dan jarak titik leleh yang diperoleh.

Uji aktivitas sitotoksik fraksi etil asetat daun burat dan senyawa murni EK12

dilakukan terhadap larva ​Artemia Salina dengan metoda ​Brine Shrimp Lethaity Test (BSLT).

Metoda ini dipilih karena dianggap sederhana, murah dan tidak membutuhkan waktu yang

lama. Pada uji ​BSLT ​ini ​tahapan ​pertama yang dilakukan adalah dengan menetaskan telur

Artemia Salina ​dalam wadah gelap bersekat ​dua yang berisi air laut. ​P​ada bilik pertama ​yang

gelap, ​dimasukkan telur ​Artemia salina dan diberikan aerator untuk memberikan udara

dalam wadah. ​Wadah ini digunakan sebagai tempat untuk menetas telur udang​. ​serta ​P​ada

bilik yang kedua diberikan pencahayaan dengan lampu ​growlite ​yang bertujuan agar larva

udang yang ​telah ​menetas ​pada ruang gelap ​nanti akan langsung mendekati cahaya ​di bilik

kedua. Hal ini juga menandakan bahwa larva udang yang sehat akan mampu berenag menuju

cahaya. ​S​etelah seluruh persiapan selesai maka di tunggu dalam waktu 36-48 jam ​untuk

menetasnya telur udang menjadi larva udang​.

Pada uji aktivitas ini dibuat larutan uji ​dari fraksi etil asetat dan senyawa murni

EK-12 ​dalam konsentrasi masing-masing 1000, 100, 10 µg/ml dalam air laut. Pembuatan

larutan uji menggunakan pelarut etil asetat karena pelarut ini dapat melarutkan ​hampir
semua senyawa ​mudah menguap ​yang terlarut dalam fraksi etil asetat daun burat​. Pelarut

yang digunakan ​tersebut ​kemudian ​dibiarkan menguap sempurna agar tidak mengganggu

pada pengujian yang dilakukan.

Sebelum ditambahkan air laut kedalam wadah yang digunakan, terlebih dahulu

ditambahkan DMSO (dimetilsulfoksida) untuk membantu kelarutan senyawa uji dalam air

laut sehingga senyawa dapat terdistribusi merata, banyaknya DMSO yang ditambahkan

adalah 50 µL. Penambahan DMSO ​yang ​tidak boleh ​melebihi 10 %, ​karena akan dapat

menyebabkan kematian hewan uji. Sifatnya yang tidak terlalu toksik menjadi alasan

dipilihnya DMSO untuk ​membantu ​kelarutan senyawa tersebut dalam air laut.

Pada pengujian BSLT didapatkan nilai LC​50 ​yaitu konsentrasi yang........ . Dari data

yang didapatkan menunjukan ​bahwa ​fraksi etil asetat tidak ​adanya ​memperlihatkan aktivitas

sitotoksik karena nilai LC​50 ​yang sangat besar yaitu ​sebesar 6309.573 µg/mL sedangkan

senyawa murni EK12 menunjukan adanya aktivitas sitotoksik yang toksik karena nilai LC​50

sebesar 158,489 µg/mL. (Lampiran 14-17). Hal ini didasarkan oleh Meyer ​et al,​ (1982) yang

membuat kategori terhadap tingkat toksisitas suatu senyawa, dimana kategori tersebut

terbagi tiga kelas yaitu, sangat tinggi atau ​highly toxic apabila mampu membunuh 50% larva

pada konsentrasi 1-10 µg/mL, sedang atau ​medium toxic pada konsentrasi 10-100 µg/mL dan

rendah atau ​low toxic​ pada konsentrasi 100-1000 µg/mL.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Isolasi senyawa murni dari fraksi etil asetat daun burat (​Tabernaemontana

macrocarpa Jack) ​telah berhasil ​diperoleh ​suatu senyawa murni ​yang diberi label ​EK12

sebanyak ... mg​, berbentuk amorf, berwarna hijau muda, dan memiliki titik leleh 240​0​-242​0​C.

Hal ini diperkuat oleh kromatogram ​HPLC ​senyawa EK12 yang menunjukan satu puncak

​ 10,089 menit. Senyawa EK12 memiliki gugus fungsi ​.....,


utama pada waktu retensi ​ke ​tR

......, ......, dan ....., ​seperti dalam ​berdasarkan data ​spektrum FTIR, ​sedangkan spektrum UV

tidak memperlihatkan adanya gugus kromofor dengan tidak terlihatnya penyerapan​.

Spektrum ​S​enyawa murni EK12 ini menunjukan aktivitas sitotoksik yang toksik, ​sedangkan

fraksi etil asetatnya tidak memperlihatkan aktivitas sitotoksik

5.2 Saran

Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar dapat ​mengkarakterisasi struktur

lengkap senyawa EK12 ini dan ​melakukan uji bioaktivitas lainnya agar didapatkan ​senyawa

lengkap dan aktivitas biologis lainnya​ ​hasil yang lebih baik​.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson RN. 1991. Deaths: leading causes for 1999​. National Vital Statistics Reports.​
Maryland: National Center for Health Statistics. 49:11.

Anonim, 1995. ​Farmakope Indonesia edisi IV​. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta

Anonim, 1998, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, ​Peraturan Perundang-undangan


di Bidang Obat Tradisional,​ Jakarta.

Ashton, P.S., 1982. Dipterocarpaceae. ​In​: Van Steenis, C.G.G.J(ed.) ​Flora Malesiana (​ 9):
237-552

Burkill, L.H. 1996. ​A Dictionary of the Economic Product of the Malay Peninsula​, The
Ministry of Agriculture and Cooperatives, Kuala Lumpur.

Cordell, G.A. 1981. Introduction toAlkaloids: a Biogenetic Approach, John Wiley & Sons
Inc., New York, Chichester, Brisbane and Toronto, 1-21.

Culvenor, C. C. J and J. S Fitzgerald. 1963. A Field Method for Alkaloid Screening of


Plants, ​J-Pharm. Sci​, vol.52, hal 303-304.

Dachriyanus. 2004. ​Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi​, Universitas


Andalas Press, Padang.

Djamal, R. 1998. ​Prinsip-Prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi.​ Universitas Baiturrahmah,


Padang.

Dosaji, S. F., Kariba, R. M. and Siboe G. M. 2001. ​Journal of Ethnopharmacology​, 74 (1),


41-44.

Farnsworth, N. R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants​,J.​ ​Pharm Sci​. 55,
225-276.

Fessenden, R. J and Fessenden, J. S. 1986. ​Organic Chemistry, 6th​ Ed​. Brooks/Cole


Publishing, Pacific Grove. California.

Fox, R., 2004, “​Statistik Acute Toxicity Bioassay Laboratory Exercisse”​ , Laboratory Ecology,
306.

Gandjar, I.G dan Rohman. 2007. ​Kimia Farmasi Analisis​, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Gritter, R. J., J. M. Bobbit dan A. E. Schwarting. 1991. ​Pengantar Kromaografi, t​ erjemahan
Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro, ITB, Bandung.

Gunasekera, S P., Cordell, G A., and Farnsworth, N. R., 1980, Anticancer Indole Alkaloids of
Ervatamia heyneana, Phytochemistry​ 19, 1213-12181.

Harborne, J. B. 1987. ​Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan​,


Edisi II, terjemahan Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.

Houghton P.J and R. Amala. 1998. ​Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural
Extracts​, Chapman and Hall, London.

Madinaveitia, A., Reina, M., Fuente, G., Ganzalez, A. G., and Pbovamine. 1996. A new
indole alkaloid from ​Stemmadenia obovata. J. Nat. Prod.​ 59, 185-189.

Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putman, J.E., Jacbsen, L.B., Nicols, D.E., and McLaughlin,
J.L.,1982, “Brine Shrimp : A Comvenient General Bioassay For Active Plant,
Constituents”, ​Plant Medica.

Ng, F.S.P. 1989. Tree Flora of Malaya; A Manual for Forester, Longman Malaysia,
Kuala Lumpur, 132-138.

Noerono, S. 1994. ​Buku Pelajaran Teknologi Farmasi,​ UGM Press , Yogyakarta.

Perera, P., Sandberg, F., Van Beek , T. A., and Verpoorte, R., 1985, Alkaloids of sistem and
Rootbark of ​Tabernaemontana dichotoma​, ​Phytochemistry​ 24, 2097-2104.

Pratiwi, D.R., ., 2014, “Lelutung Tokak (​Tabernaemontana macrocarpa Jack) as Source of


Bioactive Substances, Antioxidant and Anticancer”Jurnal Kefarmasian Indonesia,
Vol. 12, No. 2

Putri, N. 2014. Isolasi Senyawa Alkaloid Dari Fraksi Etil Asetat Daun Tumbuhan Burat.
Skripsi. ​Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau. Pekanbaru.

Sahutji, D., Daruman, L.K., Suprapto, I.H., dan Imarah, A., 2000, “Potensi Senyawa Bioaktif
Daun Dewa (​Gymura Pseidichina (linn) DC) Sebagai Anti Kanker”, ​Buletin Kimia,
Vol.1:23-29.

Sastrohamidjojo, H. 1996.​ Sintesis Bahan Alam​. Gajah Madas University Press, Yogyakarta.

Sastrohamidjojo, H., 1996, ​Sintetis Bahan Alam,​ Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Silverstein, M.R. 1986. ​Penyidikan Spektrofotometrik Senyawa Organik. ​Edisi IV,


Terjemahan Hartomo. Erlangga, Jakarta.
Silverstein, M.R., 1986, ​Penyidikan Spektrofotometrik Senyawa Organik. ​Edisi IV,
Terjemahan Hartomo, Erlangga, Jakarta.

Tjitrosoepomo, G. 2000. ​Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyte)​. Gajah Mada University


Press, Yogyakarta.

Van Beek, T. A, Verpoorte, R., Svendsen, A. B. 1984b. Alkaloids of Tabernaemontana


eglandulosa. Tetrahedron​ 40, 737-748.

Van Beek, T. A, Verpoorte, R., Svendsen, A. B., Leeiwemnerg, A.J.M., and Bisset, N. G.
1984a. Tabernaemontana L. (​Apocynaceae​): A Review of Its Taxonomy,
Phytochemistry, Ethnobotany and Pharmacology. ​J. Ethnopharm​, 10: 1-156.

Lampiran 1.Tumbuhan Burat (​Tabernaemontana macrocarpa​ Jack)


Gambar 2.Tumbuhan Burat (​Tabernaemontana macrocarpa​ Jack)
Gambar 3. Daun dan Bunga Tumbuhan Burat (​Tabernaemontana macrocarpa J​ ack)

Lampiran 2. Uji Fitokimia Daun Burat (​Tabernaemontana macrocarpa​ Jack)

Tabel 2. Pengamatan dan Hasil Uji Fitokimia Daun Burat (​Tabernaemontana macrocarpa

Jack)

Hasil Pengamatan
No. Golongan Pengamatan
Ekstrak Fraksi
1 Alkaloid Ditambah pereaksi mayer
terbentuk kabut putih hingga + +
gumpalan putih
2 Terpenoid Ditambah
dan Lieberman-Bourchard terjadi + +
Steroid perubahan warna merah
(terpenoid) dan warna (Terpenoid) (Terpenoid)

hijau-biru-ungu (steroid).

3 Flavonoid Ditambah 1-2 butir logam Mg


+ 2 tetes pereaksi HCl pekat
+ -
terjadi perubahan warna
kuning sampai merah.

4 Fenolik Ditambah 2 tetes FeCl​3 terjadi


+ -
perubahan warna biru
5 Saponin Kocok dengan kuat terbentuk
busa yang stabil selama 15 _ -
menit.

Keterangan : (+) = Positif


(-) = Negatif
Lampiran 3. Skema Kerja VLC dari Fraksi Etil asetat Daun Burat (​Tabernaemontana

macrocarpa​ Jack)

Dilakukan VLC
dengan variasi eluen
(​n​-heksana dan etil asetat,
dan metanol)

● KLT - KLT
● Gabung dan - gabung
dan kolom kromatografi SiO​2
Kolom kromatografi - eluen SGP
SiO​2
● Eluen SGP

● Didapatkan 20 vial

● KLT 1 noda
● Kristal
● Jumlah sedikit
Catatan: karena jumlah kristal yang di dapat sedikit jadi tidak dilanjutkan.

Lampiran X.
- Rekristalisasi

- KLT 3 eluen berbeda

- Uji titik leleh

Gambar4. SkemaKerja VLC dan Senyawa Hasil Isolasi


Lampiran4. SkemaUjiAktifitasSitotoksikDenganMetode BSLT ​(Brine Shrimp Lethality Test)

Dilarutkan dalam 1 ml pelarut

● Diambil 0,5 ml

● Ditambahkan pelarut hingga 5 ml

● Diambil 0,5 ml
● Ditambahkan pelarut hingga 5 ml
● Diambil 0,5 ml
● Ditambahkan pelarut hingga 5 ml
Gambar 5. SkemaUjiAktifitasSitotoksikDenganMetode BSLT ​(Brine ShrimpLethality Test

Lampiran 5. Pola KLT Fraksi Etil asetat Daun Burat (​Tabernaemontana macrocarpa Jack).
Gambar 7. Pola KLT Fraksi Etil asetat Daun Burat (​Tabernaemontana macrocarpa Jack)
Menggunakan Perbandingan Eluen Etil asetat-Metanol (8:2)

Gambar 8. Pola KLT hasil VLC Fraksi ​n-​ heksana-etil asetat (9:1) Sampai Etil asetat-metanol
(5:5) Menggunakan Eluen ​n​-heksana-etil asetat (3:7).

Lampiran 6. Pola Pemisahan Kromatografi Kolom Daun Burat ​Tabernaemon-tana

macrocarpa​ Jack).
Gambar 9. Pola KLT Kromatografi Kolom dengan Eluen ​n​-heksana-Etil Asetat (9:1)

Menggunakan Lampu UV 254 nm.

Lampiran 7. Pola KLT Fraksi VLC Etil asetat Daun Burat (​Tabernaemontana macrocarpa

Jack)

Gambar 10. Pola KLT Fraksi VLC F IV dan F V dengan Eluen H:E 7:3 Menggunakan

Lampu UV 254 nm.


Lampiran 8. Pola KLT Pemisahan
Kromatografi Kolom Daun Burat (​Tabernae-montana macrocarpa Jack).
Gambar 10. Pola KLT Kromatografi Kolom Fraksi F IV, V Nomor Vial 1-13 dari Gabungan
Hasil Kromatografi Kolom dengan Eluen H:E 9:1 dan Etil 100%
Menggunakan UV 254 nm.
Lampiran 9. Hasil KLT Senyawa EK12 dengan Tiga Perbandingan Eluen

Gambar 11. Pola KLT Senyawa EK12 Tiga Perbandingan Eluen


Tabel 3. Nilai Rf Senyawa EK12 dengan Tiga Perbandingan Eluen Berbeda.

Perbanding Ni
an eluen lai
Rf
n​-heksana:etil 0
asetat 8:2 ,
9
2
n​-heksana:etil 5
asetat 7:3

0
n​-heksana:etil
,
asetat 5:5
5
5

0
,
6
7
5

Lampiran 10. Karakteristik dan Pemeriksaan Senyawa EK12.

Tabel 4. Pemeriksaan Senyawa EK12.

Karakter H
istik a
s
i
l
Bentuk Amorf
Warna Hijau muda
Bau Tidak berbau
Kelarutan Larut dalam etil
asetat.
Jarak leleh 240°-242°C
Uji Senyawa (Reagen merah ( + Terpenoid
Liebermann-Burchard) )

Gambar 12. Gambar Senyawa EK12

Lampiran 11. Spektrum UV Senyawa EK12 dalam Metanol.


Gambar 13. Spektrum UV Senyawa EK12 dalam Metanol.

Tabel 5. Panjang Gelombang Spektrofotometer Ultraviolet

Panjang Gelombang Abs


orba
n
2 0
7 .
4 0
n 0
m 8

Lampiran 12. Spektrum FT-IR Senyawa EK12


Gambar 14. Spektrum FT-IR Senyawa EK12

Tabel 6. Data Analisa Hasil FT-IR Senyawa EK12

Bilangan gelombang Keterangan


(cm​-1​)
2 C
9 -
3 H
1

C
1
6 =
8
9 O

C
1
4
5 =
8
C

1
C-O
0
3
5

Lampiran 13. Kromatogram HPLC Senyawa EK12

Gambar 15. Kromatogram HPLC Senyawa EK12


Lampiran 14. Hasil Uji Aktivitas Sitotoksik Dengan Metode ​Brine Shrimps Lethality Test

(BSLT) Terhadap Fraksi Etil asetat.

Tabel 7. Hasil Uji Aktivitas Sitotoksik Dengan Metode ​Brine Shrimps Lethality ​Test ​(BSLT)
Terhadap Fraksi Etil asetat.

(µg/mL) Jumlah Jumlah Larva yang Persen Nilai Log


Larva Mati Kematian Probit C
Tiap 1 2 3 Rata-
Vial Rata
1000 10 6 3 2 3,6 36% 4,6415 3
100 10 4 3 2 3 30% 4,4750 2
1000 10 3 1 1 1,6 16% 4,0055 1
LC​50 ​> 1000 µg/mL
Kontrol 10 0 0 0 0 0 - -

Gambar 16. Kurva Antara Log Konsentrasi dengan Nilai Probit Fraksi Etil asetat
Lampiran 15. Kontrol Perhitungan Nilai LC​50​ Fraksi Etil asetat.

Perhitungan LC​50

Perhitungan LC​50​ dengan Analisa Probit:

Diketahui persamaan regresi : y = a+bx

a = ​3,885

b = ​0,289x

R² = 0,998

Nilai probit yang dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji adalah 5. Jadi berdasarkan

persamaan regresi nilai LC​50​ fraksi Etil asetat dapat dihitung :

5,00 = 0,289x + 3,885

x = 3,8

LC​50​ = Arc log x

=​ ​6309.573​ ​µg/mL
Lampiran 16. Hasil Uji Aktivitas Sitotoksik Dengan Metode ​Brine Shrimps ​Lethality Test
(BSLT) Terhadap Senyawa EK12.

Tabel 8. Hasil Uji Aktivitas Sitotoksik Dengan Metode ​Brine Shrimps Lethality ​Test ​(BSLT)
Terhadap Senyawa EK12.

(µg/mL) Jumlah Jumlah Larva yang Persen Nilai Log


Larva Mati Kematian Probit C
Tiap 1 2 3 Rata-
Vial rata
1000 10 7 6 6 6,3 63% 5,3319 3
100 10 5 4 4 4,3 43% 4,8230 2

1000 10 4 4 3 3,6 36% 4,6415 1

LC​50 ​> 1000 µg/mL


Kontrol 10 0 0 0 0 0 - -
Gambar 17. Kurva Antara Log Konsentrasi dengan Nilai Probit Senyawa EK12

Lampiran 17. Kontrol Perhitungan Nilai LC​50​ Senyawa EK12.

Perhitungan LC​50

Perhitungan LC​50​ dengan Analisa Probit:

Diketahui persamaan regresi : y = bx+a

a = ​4,241

b = ​0,345x

R² = 0,930

Nilai probit yang dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji adalah 5. Jadi berdasarkan

persamaan regresi nilai LC​50​ senyawa EK12 dapat dihitung :


5,00 = 0,345x + 4,241

x = 2,2

LC​50​ = Arc log x

=158,489 ​µg/mL

Lampiran 18. Transformasi Persen Probit.

Tabel 9. Transformasi Persen Probit

% 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0,
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 - 1,0098 2,1218 2,2522 2,3479 2,4242 2,4879 2,5427 2,5914 2,6344

1 2,673 2,7096 2,7429 2,7738 2,8027 2,8299 2,8556 2,8799 2,3031 2,9251
7
2 2,9665 2,9859 3,0646 3,0226 3,0400 3,0569 3,0732 3,0896 3,1043
2,946
3 3 3,1337 3,1478 3,1616 3,1750 3,1881 3,2009 3,2134 3,2256 3,2376

4 3,2608 3,2721 3,2831 3,2940 3,3046 3,3151 3,3253 3,3354 3,3454


3,119
2

3,249
3
5 3,3351 3,3668 3,3742 3,3836 3,3028 3,4018 3,4107 3,4195 3,4282 3,4368

6 3,4452 3,4536 3,4618 3,4694 3,4780 3,4850 3,4937 3,5015 3,5091 3,5167

7 3,5242 3,5316 3,5380 3,5462 3,5534 3,5605 3,5675 3,5745 3,5813 3,5882

8 3,5949 3,6016 3,6083 3,6148 3,6213 3,6278 3,6342 3,6405 3,6408 3,6427

9 3,6692 3,6654 3,6715 3,6775 3,6835 3,6894 3,6953 3,7012 3,7070 3,7127
10 3,718 3,7241 3,7298 3,7354 3,7409 3,7464 3,7519 3,7574 3,7628 3,7681
2
11 3,7784 3,7840 3,7893 3,7945 3,7996 3,8048 3,8099 3,8150 3,8200
3,7735
12 3,8300 3,8350 3,8399 3,8848 3,8497 3,8545 3,8503 3,8641 3,8689
3,8250
13 3,8783 3,8830 3,8877 3,8923 3,8969 3,9015 3,9061 3,9107 3,9152
3,8736
14 3,9242 3,9286 3,9331 3,9375 3,9419 3,9463 3,9506 3,9550 3,9593
3,9197
15 3,9636 3,9678 3,9721 3,9763 3,9800 3,9848 3,9890 3,9931 3,9933 4,0014

16 4,0055 4,0096 4,0137 4,0178 4,0218 4,0259 4,0299 4,0339 4,0379 4,0410

17 4,0458 4,0408 4,0537 4,0576 4,0615 4,0693 4,0693 4,0731 4,0770 4,0808

18 4,0846 4,0884 4,0960 4,0960 4,0998 4,1035 4,1073 4,1110 4,1147 4,1184

19 4,1221 4,1258 4,1331 4,1331 4,1367 4,1404 4,1440 4,1476 4,1512 4,1548
20 4,168 4,1019 4,1035 4,1690 4,1726 4,1761 4,1796 4,1831 4,1866 4,1901
4
21 4,1970 4,2005 4,2039 4,2074 4,2108 4,2142 4,2176 4,2110 4,2244
4,1936

22 4,2278 4,2312 4,2345 4,2379 4,2412 4,2446 4,2479 4,2512 4,2546 4,2579

23 4,2612 4,2644 4,2677 4,2710 4,2743 4,2275 4,2808 4,2840 4,2872 4,2905

24 4,2937 4,2969 4,3001 4,3033 4,3065 4,3097 4,3129 4,3160 4,3192 4,3324
25 4,3255 4,3287 4,3318 4,3349 4,3380 4,3412 4,3443 4,3474 4,3505 4,3536
26 4,3567 4,3597 4,3628 4,3659 4,3869 4,3720 4,3750 4,3781 4,3811 4,3842

27 4,3872 4,3902 4,3932 4,3962 4,3992 4,4022 4,4052 4,4082 4,4112 4,4142

28 4,4172 4,4201 4,4231 4,4260 4,4290 4,4319 4,4349 4,4378 4,4408 4,4437

29 4,4466 4,4405 4,4524 4,4554 4,4583 4,4612 4,4641 4,4670 4,4698 4,4727
30 4,475 4,4785 4,4813 4,4842 4,4871 4,4899 4,4928 4,4956 4,4985 4,5013
6
31 4,5070 4,5098 4,5126 4,5155 4,5183 4,2511 4,5239 4,5267 4,5295
4,5041
32 4,5351 4,5370 4,5407 4,5435 4,5462 4,5490 4,5518 4,5546 4,5573
4,5323
33 4,5628 4,5656 4,5684 4,5711 4,5739 4,5766 4,5793 4,5821 4,5848
4,5601
34 4,5903 4,5930 4,5957 4,5984 4,6011 4,6039 4,6066 4,6093 4,6120
4,5875
35 4,6147 4,6174 4,6201 4,6288 4,6255 4,6281 4,6308 4,6335 4,6362 4,6389

36 4,6415 4,6442 4,6469 4,6495 4,6522 4,6549 4,6575 4,6602 4,6628 4,6655

37 4,6681 4,6708 4,6734 4,6761 4,6787 4,6814 4,6840 4,6866 4,6893 4,6919

38 4,6945 4,6971 4,6998 4,7024 4,7050 4,7078 4,7102 4,7129 4,7155 4,7181

39 4,7207 4,7233 4,7259 4,7285 4,7311 4,7337 4,7363 4,7389 4,7415 4,7441
40 4,7467 4,7402 4,7518 4,7544 4,7570 4,7595 4,7622 4,7647 4,7673 4,7699

41 4,7725 4,7750 4,7776 4,7802 4,7827 4,7853 4,7879 4,7902 4,7930 4,7955

42 4,7981 4,8007 4,8032 4,8058 4,8083 4,8109 4,8134 4,8160 4,8185 4,8211

43 4,8230 4,8202 4,8278 4,8313 4,8338 4,8363 4,8389 4,8414 4,8440 4,8465

44 4,8490 4,8516 4,8541 4,8566 4,8592 4,8617 4,8624 4,8668 4,8693 4,8718
45 4,8743 4,8769 4,8704 4,8819 4,8844 4,8870 4,8895 4,8920 4,8945 4,8970

46 4,8996 4,9021 4,9046 4,9971 4,9996 4,9122 4,9147 4,9172 4,9197 4,9222

47 4,9247 4,9272 4,9298 4,9323 4,9348 4,9373 4,9308 4,9423 4,9448 4,9473

48 4,9408 4,9524 4,9549 4,9574 4,9599 4,9624 4,9649 4,9674 4,9699 4,9724

49 4,9740 4,9774 4,9799 4,9825 4,9850 4,9876 4,9900 4,9925 4,9950 4,9975
50 5,0000 5,0025 5,0050 5,0075 5,0100 5,0125 5,0150 5,0175 5,0201 5,0226
51 5,0251 5,0276 5,0301 5,0326 5,0351 5,0376 5,0401 5,0426 5,0451 5,0476

52 5,0502 5,0527 5,0552 5,0577 5,0602 5,0627 5,0652 5,0677 5,0702 5,0728

53 5,0753 5,0778 5,0803 5,0828 5,0853 5,0878 5,0904 5,0929 5,0954 5,0279

54 5,1004 5,1030 5,1055 5,1080 5,1105 5,1130 5,1156 5,1181 5,1206 5,1231
55 5,1257 5,1282 5,1307 5,1332 5,1358 5,1383 5,1408 5,1434 5,1459 5,1484

56 5,1510 5,1535 5,1560 5,1586 5.1614 5,1637 5,1662 5,1687 5,1713 5,1738

57 5,1764 5,1789 5,1815 5,1840 5,1866 5,1801 5,1917 5,1942 5,1968 5,1993

58 5,2019 5,2045 5,2070 5,2096 5,2121 5,2147 5,2173 5,2198 5,2224 5,2250

59 5,2275 5,2301 5,2327 5,2353 5,2378 5,2404 5,2430 5,2468 5,2482 5,2508
60 5,2533 5,2359 5,2585 5,2611 5,2637 5,2663 5,2689 5,2715 5,2741 5,2767

61 5,2793 5,2819 5,2845 5,2871 5,2808 5,2024 5,2050 5,2976 5,3002 5,3029

62 5,3055 5,3081 5,3107 5,3134 5,3160 5,3186 5,3213 5,3239 5,3266 5,3202

63 5,3319 5,3345 5,3372 5,3398 5,3425 5,3451 5,3478 5,3505 5,3531 5,3658

64 5,3585 5,3811 5,3638 5,3665 5,3692 5,3719 5,3745 5,3772 5,3799 5,3826
65 5,3853 5,3380 5,8007 5,3934 5,3961 5,3980 5,4016 5,4043 5,4070 5,4097

66 5,4125 5,4152 5,4170 5,4207 5,4234 5,4261 5,4289 5,4316 5,4344 5,4372

67 5,4399 5,4427 5,4454 5,4482 5,4510 5,4638 5,4565 5,4593 5,4621 5,4649

68 5,4677 5,4705 5,4733 5,4761 5,4780 5,4817 5,4845 5,4874 5,4002 5,4930

69 5,4959 5,4987 5,5015 5,5044 5,5072 5,5101 5,5129 5,5158 5,5187 5,3215
70 5,5244 5,5273 5,5302 5,5330 5,5350 5,5388 5,5417 5,5446 5,5476 5,6505

71 5,5534 5,5563 5,5592 5,5622 5,5651 5,5681 5,5710 5,5740 5,5760 5,799

72 5,5828 5,5858 5,5888 5,5918 5,5948 5,5978 5,6008 5,6038 5,6068 5,6098

73 5,6128 5,6158 5,6189 5,6219 5,6250 5,6280 5,6311 5,6341 5,6372 5,6403

74 5,6435 5,6464 5,6405 5,6526 5,6557 5,6588 5,6620 5,6651 5,6682 5,6713
75 5,6745 5,6776 5,6808 5,6840 5,6871 5,6903 5,6935 5,6967 5,6998 5,7031
76 5,7083 5,7095 5,7128 5,7160 5,7192 5,7225 5,7257 5,7200 5,7323 5,7356

77 5,7388 5,7424 5,7454 5,7488 5,7521 5,7554 5,7588 5,7621 5,7666 5,7688

78 5,7722 5,7756 5,7796 5,7824 5,7858 5,7892 5,7926 5,7961 5,7995 5,8030

79 5,8834 5,8099 5,8134 5,8169 5,8204 5,8239 5,8274 5,8310 5,8345 5,8381
80 5,8416 5,8452 5,8488 5,8524 5,8560 5,8596 5,8633 5,8669 5,8705 5,8742

81 5,8779 5,8816 5,8853 5,8890 5,8927 5,8965 5,9002 5,9040 5,9078 5,9116

82 5,9154 5,9192 5,9230 5,9269 5,9307 5,9346 5,9386 5,9424 5,9463 5,9502

83 5,954 5,9581 5,9624 5,9661 5,9701 5,9471 5,9782 5,9822 5,9863 5,9904

84 5,9945 5,9986 6,0027 6,0069 6,0110 6,0152 5,0194 6,0273 6,0279 6,0322
85 6,0364 6,0407 6,0450 6,0494 6,0537 6,0581 6,0625 6,0669 6,0714 6,0758

86 6,0803 6,0818 6,0893 6,0939 6,0985 6,1031 6,1077 6,1123 6,1170 6,1217

87 6,1264 6,1311 6,1359 6,1407 6,1455 6,1503 6,1552 6,1601 6,1650 6,1700

88 6,1750 6,1800 6,1856 6,1901 6,1952 6,2004 6,2055 6,2107 6,2160 6,2212

89 6,2205 6,2319 6,2372 6,2426 6,2481 6,2536 6,2591 6,2646 6,2702 6,2750
90 6,281 6,287 6,293 6,298 6,304 6,310 6,316 6,322 6,328 6,334
6 3 6 8 7 6 5 5 5 6
91
6,340 6,346 6,353 6,359 6,365 6,372 6,378 6,385 6,391 6,398
92
8 9 2 5 8 2 7 2 7 4

93 6,403 6,411 6,418 6,425 6,432 6,439 6,446 6,453 6,461 6,468
1 8 7 5 5 5 6 8 1 4
94
6,475 6,483 6,490 6,498 6,506 6,514 6,522 6,530 6,538 6,546
95
8 3 9 5 3 1 0 1 2 4

6,854 6,563 6,571 6,580 6,589 6,598 6,607 6,616 6,625 6,635
8 2 8 5 3 2 8 4 8 2

6,644 6,654 6,664 6,674 6,684 6,695 6,706 6,716 6,727 6,730
9 6 6 7 9 4 0 9 9 2

9 10 10 10 10 10 10 1 11 11
7 0 1 2 5 6 9 1 3 6
96 6,750 6,762 6,778 6,780 6,799 6,811 6,826 6,808 6,852 6,866
7 4 4 6 1 9 0 4 2 3

11 12 12 12 12 13 13 13 14 14
7 0 2 5 8 1 4 8 1 5

97 6,880 6,895 6,911 6,926 6,943 6,960 6,977 6,995 7,014 7,033
8 7 0 8 1 0 4 4 1 5

14 15 15 10 16 17 18 18 19 20
0 3 8 3 9 4 0 7 4 2
98, 7,0537 7,0558 7,0579 7,0660 7,0621 7,0612 7,0663 7,0684 7,0706 7,0727
0
7,0749 7,0770 7,0792 7,0814 7,0836 7,0858 7,0880 7,0902 7,0924 7,0947
98,
1 7,0969 7,0992 7,1015 7,1038 7,1061 7,1084 7,1107 7,1130 7,1154 7,1177

98, 7,1204 7,1224 7,1248 7,1272 7,1297 7,1321 7,1345 7,1370 7,1384 7,1419
2
7,1444 7,1469 7,1494 7,1520 7,1545 7,1571 7,1996 7,1622 7,1648 7,1675
98,
3

98,
4
98, 7,1701 7,1727 7,1754 7,1781 7,1808 7,1835 7,1862 7,1890 7,1917 7,1945
5
7,1973 7,2001 7,2029 7,2058 7,2086 7,2115 7,2144 7,2173 7,2203 7,2232
98,
6 7,2262 7,2292 7,2322 7,2353 7,2383 7,2414 7,2445 7,2476 7,2508 7,2539

98, 7,2374 7,2663 7,2636 7,2668 7,2701 7,2734 7,2768 7,2801 7,2835 7,2869
7
7,2904 7,2938 7,2973 7,3009 7,3044 7,3080 7,3116 7,3152 7,3189 7,3226
98,
8

98,
9
98, 7,3263 7,3301 7,3339 7,3378 7,3416 7,3455 7,3495 7,3535 7,3575 7,3615
0
7,3656 7,3698 7,3739 7,3781 7,3824 7,3867 7,3911 7,3954 7,3999 7,4044
99,
1 7,4059 7,4135 7,4181 7,4228 7,4276 7,4324 7,4372 7,4422 7,4474 7,4522
99, 7,4373 7,4624 7,4677 7,4730 7,4783 7,4838 7,4893 7,4940 7,5006 7,5063
2
7,5121 7,5181 7,5241 7,5302 7,5364 7,5427 7,5401 7,5550 7,5622 7,5690
99,
3

99,
4
99, 7,5758 7,5828 7,5890 7,5972 7,6045 7,6121 7,6107 7,6276 7,6356 7,6437
5
7,6521 7,6606 7,6693 7,6783 7,6874 7,6968 7,7065 7,7104 7,7266 7,7370
99,
6 7,7478 7,7589 7,7703 7,7822 7,7944 7,8070 7,8202 7,8338 7,8480 7,8027

99, 7,8782 7,8943 7,9112 7,9299 7,9478 7,9677 7,9889 8,0115 8,0357 8,0618
7
8,0902 8,1214 8,1550 8.1847 8,2380 8,2905 8,3528 8,4316 8,5401 8,7190
99,
8

99,
9

Anda mungkin juga menyukai