Anda di halaman 1dari 22

PENENTUAN β-KAROTEN DALAM BUAH WORTEL (DAUCUS CAROTA)

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI ( U-HPLC)


(Determine of β-Caroten in carrot (Daucus carota ) using Ultra High Performance
Liquid Chromatograph (U-HPLC))
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wortel mengandung β-Caroten (vitamin A) yang berfungsi sebagai antioksidan yang
dapat menangkal radikal bebas penyebab penyakit, terutama penyakit degeneratif. Wortel
juga banyak terdapat dipertanian serta banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

1.2 Pendahuluan
Antioksidan belakangan ini telah banyak dibicarakan bukan hanya di kalangan
ilmuwan tetapi juga dalam masyarakat yang semakin menyadari manfaatnya.1 Selain dikenal
sebagai senjata ampuh untuk menangkal berbagai penyakit, antioksidan juga dipercaya bisa
membuat awet muda.2 Seiring dengan perkembangan zaman, menimbulkan perubahan pada
gaya hidup masyarakat yang cenderung menjalani gaya hidup yang tidak sehat seperti
merokok, minum minuman keras, mengkonsumsi junk food dan terkena paparan sinar
ultraviolet secara berlebihan. Akibat darim gaya hidup tersebut, di dalam tubuh banyak
terkandung radikal bebas yang sangat membahayakan tubuh. Senyawa radikal bebas ini dapat
terbentuk akibat dari proses kimia yang terjadi di dalam tubuh, seperti proses oksidasi,
metabolisme dan peradangan. Dalam jumlah tertentu radikal bebas dibutuhkan sebagai
bagian dari pertahanan tubuh. Namun pada kenyataannya radikal bebas sering terbentuk
melebihi kebutuhannya sehingga peranannya berubah menjadi liar atau desktruktif (merusak)
yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengerasan pembuluh darah, jantung
koroner, stroke, kanker dan penuaan dini. Untuk melindungi tubuh dari serangan radikal
bebas, maka tubuh memerlukan antioksidan, antara lain terdiri dari β-karoten, vitamin E,
vitamin C dan selenium. β-karoten merupakan salah satu antioksidan yang dapat mencegah
penyakit. Senyawa antioksidan ini mampu menetralisir zat-zat radikal bebas dalam tubuh
yang merupakan sumber pemicu timbulnya berbagai penyakit terutama penyakit degeneratif.

Secara alamiah β- karoten banyak terdapat pada buah-buahan seperti, labu, buah
merah, semangka, mangga, tomat, melon dan cabe. Salah satu sumber utama yang
mengandung β-karoten adalah wortel. Wortel digolongkan kelompok sayur-sayuran,
kandungan β-karoten yang terdapat pada wortel juga berbeda-beda.3 Perbedaan kandungan
β-karoten dalam wortel dan mengingat β-karoten adalah senyawa antioksidan yang
bermanfaat maka untuk mengetahui kandungan β-karoten diperlukan metode untuk
menentukan kadarnya.4,5 Pada penelitian ini dilakukan Isolasi dan Pemeriksaan kadar
menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan menggunakan fase balik.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode yang tepat dan teliti dalam penentuan β-
karotenpada wortel, serta mengetahui kandungan β-karoten yang dari wortel.

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimana cara identifikasi kualitatif dan kuantitatif vitamin A (β-Caroten)
BAB II

POKOK BAHASAN

2.1 Metode

1. Metode Penetapan Kondisi Optimum HPLC/KCKT

 Penetapan panjang gelombang serapan maksimum β-karoten


o Sejumlah 20 mg β-karoten isolate dimasukkan ke dalam labu tentukur 50-mL
larutkan dan encerkan dengan kloroform hingga tanda. Kemudian dipipet
sejumlah 2,5 mL dimasukkan ke dalam labu labutentukur 10-mL diencerkan
dengan kloroform sampai tanda. Selanjutnya dibuat spektrum menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 420- 500 nm.6

 Pemilihan fase gerak dan laju alir


o Sejumlah 20 mg β-karoten dimasukkan ke dalam labu tentukur 50-mL
dilarutkan dan diencerkan dengan kloroform hingga garis tanda. Kemudian
dipipet sejumlah 2,5 mL dimasukkan ke dalam labu labu tentukur 10- mL
diencerkan dengan kloroform sampai tanda. Suntikkan sejumlah 20 μl ke
dalam alat KCKT menggunakan fase gerak methanol - kloroform (95:5);
metanol– tetrahidrofuran–air (67:27:6); kloroformtetrahidrofuran- air
(67:27:6); asetonitrilkloroform (92:8); klroform –metanol (95:5) dan
kloroform tetrahidrofuranmetanol (70:25:5) dengan laju alir 0,5 mL/menit dan
1 mL/menit. Fase gerak dan laju alir yang dipilih adalah yang memberikan
pemisahan terbaik dengan waktu retensi yang tidak terlalu lama.

2. Identifikasi β-Karoten dalam Wortel

 Pembuatan ekstrak/Isolat:
o Wortel segar yang telah dipotongpotong dan dihaluskan, ditimbang sejumlah
100 g (wortel), 50 g diblender menggunakan pelarut air mineral, kemudian
disaring. Residu dibilas dengan Filtrat yang diperoleh diberi garam kalsium,
disentrifuse 3000 rpm 15 menit. Residu sebagai pellet adalah beta karoten,
dipekatkan menggunakan rotavapor pada suhu 400 C. Disimpan dalam suhu
dingin.

 Pembuatan larutan
o Pembuatan larutan baku: Sejumlah 10 mg β-karoten dimasukkan ke dalam
labu tentukur 50-mL larutkan dan diencerkan dengan kloroform hingga tanda.
Kemudian dipipet sejumlah 2,5 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 10-mL
diencerkan dengan kloroform sampai garis tanda (Standar beta karoten).7

 Cara identifikasi :
o Sejumlah larutan uji disuntikkan sebanyak 20 μl ke dalam alat KCKT,
kemudian dibandingkan waktu retensinya dengan waktu retensi baku β-
karoten.

2
3. Analisis Kuantitatif Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

 Uji kesesuaian sistem


Uji kesesuaian sistem dilakukan untuk mengetahui apakah alat, metode dan
kondisi membentuk sistim analisis tunggal. Sejumlah 20 μl larutan baku β- karoten
disuntikkan sebanyak 5 kali ke dalam alat KCKT, kemudian diukur luas puncaknya
dengan kondisi KCKT yang optimum, selanjutnya dihitung nilai simpangan baku
relatifnya.

 Penetapan kadar β-karoten dalam ekstrak wortel secara KCKT.


Larutan uji di sonikasi selama 10 menit. Masingmasing disuntikkan sebanyak
20 μl ke dalam alat KCKT dan diukur luas puncaknya dengan kondisi KCKT yang
optimum. Kadar β-karoten isolat dihitung menggunakan rumus berikut: Kadar (μg/g)
(Au/Ab) x Cb x fp xVLB
Keterangan:
Au = Luas puncak larutan uji
Ab = Luas puncak larutan baku
Cb = Konsentrasi betakaroten (μg/ml)
Fp = Faktor pengenceran (ml)
VL = Volume contoh (ml)
B = Bobot contoh yang ditimbang (g)

2.2 Hasil Dan PembahasaN

1. Kromatogram baku β-karoten dengan waktu retensi 1.392 menit.


Pada Gambar 2 adalah Kromatogram baku β-karoten dengan waktu retensi 2.86 menit
kecepatan alir 0.5 menit/mL. Gambar 3 adalah spekturm baku beta karoten UV –Vis.3
Gambar 4 adalah spekturm isolat beta karoten UV –Vis. Gambar 5 adalah kromatogram isolat
beta karoten wortel hasil penelitian dengan U-HPLC waktu retensi1,903 menit.

3
Gambar 1. Kromatograf baku β-karoten
dengan waktu retensi 1,392 menit

Gambar 2. Kromatograf baku Beta Karoten


yang menghasilkan: RT 2,86 menit dengan
laju alir 0,5 mL/menit fase mobil
Kloroform: THF:Metanol=70:20:5

Gambar 3. Kromatograf spektrum beta


karoten baku pengukuran UV-vis pada
panjang gelombang 450 nm10

4
Gambar 5. adalah Kromatogram Isolat beta
karoten wortel dengan waktu retensi 1.903
menit fase mobile kloroform dan methanol
(95:5)

5
Isolasi beta karoten dari wortel dengan pelarut organik telah banyak dilakukan, salah
satunya penelitian Fikselova, meneneliti hubungan kombinasi pelarut dan suhu penyaringan.6
Beta karoten bersifat hidrofob sehingga disebut larut dalam pelarut organik. Pelarut organik
yang sering digunakan terutama adalah kloroform, petroleum eter, diklorometan, dan heksan.
Sifat kimia beta karoten terutama disebabkan banyaknya mengandung ikatan rangkap.6,7
Pada penelitianini isolasi beta karoten dari wortel digunakan tanpa pelarut organik, prinsip go
to green. Ikatan rangkap pada beta karoten dapat mengendap dengan garam kalsium sehingga
prinsip ini digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan beta karoten dari sari
wortel.Kemudian pemisahannya digunakan dengan pengendapan melalui sentrifuse. Pelet
yang diperoleh adalah sebaga betakaroten yang berwarna jingga. Sehingga banyak buku
referensi melakukan ekstraksi dengan pelarut organik. Meskipun demikian dalam penelitian
ini tidak menggunakan pelarut organic namun menggunakan prinsip pengendapan sesuai sifat
dan prinsip metode yang digunakan dalam penelitian. Beta karoten yang diperoleh selanjut
diperlakukan seperti beta karoten baku. Menggunkan UHPLC berbeda dengan beta karoten
baku menggunakan HPLC. Namun belum sepenuhnya lengkap dilakukankarena keterbatasan
bahan dan waktu. Dari hasil penetapan kondisi optimum,menunjukan bahwa β-karoten
memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 460 nm dengan pelarut kloroform
(Gambar 4).
Pergeseran panjang gelombang dari 450-460 adalah memungkinkan dipengaruhi oleh
faktor pelarut yang digunakan yang berbeda saat pengukuran dibandingkan referensi.7,8
Berdasarkan hasil percobaan, perbandingan yang terbaik adalah kloroform–metanol (95:5)
dengan laju alir 1 mL/menit, sesuai dengan waktu retensi yang diperoleh lebih cepat dan
resolusinya baik. Fase gerak yang lazim digunakan sesuai kondisi adalah kloroform,
alkohol, heksan, methanol, asetonitril, akuadestgrade HPLC.9,10 Selanjutnya dapat diberi
larutan penunjang seperti THF.11 Hasil penetapan panjang gelombang dapat dilihat pada
Gambar 5, hasil pemilihan fase gerak dan laju alir terlihat pada Gambar 5. Meskipun
beberapa penelitian telah menunjukan hasil (waktu retensi) beta karoten yang berbeda dengan
penelitian ini, oleh karena fase mobile yang dilakukan adalah berbeda, kecepatan alir yang
berbeda dan alat HPLC yang berbeda.7,12 Sehingga setiap pengukuran RT adalah merupakan
kondisi optimal yang dilakukan oleh peneliti dalam menghasilkan kromatogram dari beta
karoten untuk menghasilkan RT yang relative cepat dan gambar peak yang jelas.6,13,14 Pada
penelitian ini telah dihasilkan waktu retensi beta karoten adalah 1,903 menit menggunakan
laju alir 1 mL/ menit dengan fase mobile kloroform : methanol (95:5) hasil
kromatograf Gambar 5.

Selanjutnya menggunakan pembanding laju alir 1 ml/menit βkaroten baku dapat


terpisah pada waktu retensi 1,392 menit. Perbaikan peak kromatogram dapat dilanjutkan
dengan penambhan kombinasi larutan fase mobile dengan kombinasi THF sehingga diperoleh
peak yang lebih tajam. Dari hasil uji linearitas (Gambar 1), sehinga diperoleh nilai untuk
larutan baku β-karoten sebesar 0,9971. Nilai r tersebut menunjukkan nilai yang ideal karena
mendekati 1, sehingga koefisien korelasi antara konsentrasi larutan dengan luas puncak yang
terdeteksi oleh KCKT adalah baik dan dapat digunakan untuk penelitian. Dari penelitian
Serlahwaty7 dan Fikselova9 telah memberikan inspirasi dalam penelitian ini terutama dalam
penggunakan data baku beta
karoten. Penelitian lanjutan sedang dilakukan untuk pembuatan sediaan formulasi dan
pembuatan beta karoten mendekati baku.

6
BAB III
KESIMPULAN

Metode isolate yang digunakan telah menghasilkan beta karoten bentuk garam
kalsium 1 gram / 100 Gram wortel basah. Pembuktian dilakukan dengan kromatografi
cair kinerja tinggi (UHPLC) menggunakan fase diam kolom C18. Fase gerak adalah
campuran kloroform– metanol (95:5), laju alir 1,0 ml/menit dengan detektor cahaya tampak
(visibel) pada panjang gelombang 460 nm. Penetapan terhadap β-karoten dalam wortel,
menghasilkan kromatograf dan waktu retensi yang mirip dengan pola kromatograf baku.

7
Analisis Kualitatif Vitamin B1 Pada Kacang Hijau (Phaseolus radiatesL.)Menggunakan
Metode Konvensional dan KLTKT Silika Gel 60 F254

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Kacang hijau mengandung vitamin B1 (Tiamin) yang berguna untuk pertumbuhan
dan mengandung protein yang cukup tinggi yang berfungsi mengganti sel mati dan
membantu pertumbuhan sel tubuh serta merupakan sumber mineral penting yang
bermanfaat untuk pertumbuhan tulang. Sayuran dan buah-buahan mengandung sedikit
vitamin B1 sedangkan pada biji-bijian banyak mengandung vitamin B1 salah satunya
adalah kacang hijau.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana identifikasi vitamin B1 pada kacang hijau
2. Bagaimana hasil dari identifikasi vitamin b1 pada kacang hijau

8
BAB II
POKOK BAHASAN
2.1 Persiapan Percobaan

A. Pada Uji Warna


1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah UV Lamp 254 nm (Camag),
bejana pengembang (Camag), timbang analitik (Precisa XB 220A), pH meter, blender, dan
alat – alat gelas kimia yang menujang penelitian. Bahan yang digunakan yaitu kacang hijau
(Phaseolus radiates L.), Vitamin B1 murni (PT Indofarma), polyvinyl alkohol (Merck), biru
bromtimol (Merck), ammonium hidroksida (NH4OH) (Merck), ammonium klorida (NH4Cl)
(Merck), metanol (CH3OH) (Merck), asam asetat (CH3COOH), amonia (NH3) (Merck),
kalium heksaianoferat (K3[Fe(CN)6]) (Merck), timbal asetat (Pb[C2H3O2]3) (Merck),
aquadest (H2O) (PT Brataco), natrium hidroksida (NaOH) (PT. Brataco), n-butanol (Merck),
natrium nirit (NaNO2) (PT Brataco), 2-naftol, kertas saring dan plat KLTKT Silika Gel 60
F254.

2. Pembuatan Reagen Dan Larutan


a. Polivinyl alkohol 1 %
Larutkan 1 g polyvinyl alkohol dalam 100 mL aquadest

b. Biru bromotimol 0,05 %


50 mg biru bromotimol dilarutkan dengan alkohol 40 % dalam labu ukur 100 mL
sampai tanda batas homogenkan

c. Pembuatan larutan dapar


Pipet larutan NH4Cl 0,2 M sebanyak 49 mL dan larutan NH4OH 0,2 M sebanyak 1
mL masukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ukur pH 7,6

d. d. NH4Cl 0,2 M
1,0698 g NH4Cl masukkan dalam labu ukur 100 mL, larutkan dengan aquadest
cukupkan sampai tanda batas.

e. e. NH4OH 0,2 M
0,13 mL NH4OH masukkan dalam labu ukur 10 mL larutkan dengan aquadest
cukupkan sampai tanda batas.

f. f. Natrium Hidroksida (NaOH) 1N


Timbang NaOH sebanyak 4 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu 100 mL
tambahkan aquadest sampai tanda batas

g. g. Asam Klorida (HCl) 3 N


Masukkan 5 mL aquadest ke dalam labu ukur 10 mL ditambahkan 2,5 mL HCl 12 N,
kemudian dicukupkan dengan aquadest sampai tanda batas

h. h. Kalium heksasianoferat (III) 5 %


Larutkan 5 g kalium heksasianoferat dengan aquadest sampai tanda batas 100 mL
kemudian aduk homogen

9
i. Timbal (II) Asetat
Timbang 10gram timbal (II) asetat masukkan ke dalam labu ukur 100 mL tambahkan
aquadest sampai tanda batas kemudian aduk homogen

j. j. Pereaksi Diazotasi
-Diazo 1: timbang 10gram natrium nitrit masukkan ke dalam labu ukur 100 mL
dengan aquadest sampai tanda batas.
-Diazo 2: timbang 0,25 gram 2-naftol dilarutkan ke dalam 100 mL NaOH 3 N

3. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah kacang hijau yang didapatkan di Pasar Raya Padang.
Sebanyak 100 gram sampel kacang hijau dihaluskan dengan menggunakan alat blender

4. Persiapan Larutan Uji


Kacang hijau yang sudah dihaluskan, ditimbang sebanyak 5 gram, masukkan sampel
ke dalam Erlenmeyer 100 mL, tambahkan 20 mL aquadest, lalu campuran diaduk
menggunakan vortex mixer dan tambahkan 30 mL metanol, kemudian larutan disaring, filtrat
diambil sebanyak 25 mL kemudian lakukan identifikasi

B. persiapan percobaan untuk identifikasi dengan KLTKT


1. Pembuatan Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan untuk identifikasi vitamin B1 adalah metanol: air: asam
asetat: amonia dengan perbandingan (5: 4,5: 0,5: 0,75).

2. Penjenuhan Chamber dan penyiapan Plat


Chamber disiapkan dengan cara diberi fase gerak metanol: air: asam asetat: amonia
dengan perbandingan (5: 4,5: 0,5: 0,75), kemudian dijenuhkan dengan cara
memasukkan kertas saring kedalam chamber, tunggu sampai kertas saring sampai
basah seluruhnya. Plat yang digunakan adalah silika gel 60 F254 dengan ukuran 7 x 4
cm dengan jarak batas atas dan batas bawahmasing-masing 1 cm.

2.2 Metode

1. Identifikasi dengan Uji Reaksi Warna


a. Reaksi Tiokrom
Sebanyak 10 mL larutan uji dan larutan baku pembanding ditambahkan 3 mL NaOH
1 N, 2 tetes kalium heksasianoferat (III) 5 % yang dibuat segar dan 5 mL n-butanol,
kemudian kocok kuat selama beberapa menit. Setelah terpisah larutan uji dan larutan
pembanding akan berfloresensi biru ungu.

b. Reaksi Timbal Asetat


Sebanyak 10 mL larutan uji dan larutan baku pembanding ditambahkan 1 mL larutan
Pb (II) asetat 10 % dan 2 mL NaOH 6 N, segera terbentuk endapan warna kuning.

c. Reaksi Diazo (Pemeriksaan Amin Aromatik Primer)


Sebanyak 50 mg zat dilarutkan dalam 1 mL HCl 3 N, kemudian larutan direaksikan
dengan 2 tetes pereaksi diazo 1, kemudian dituangkan kedalam 2 mL pereaksi diazo
II, terbentuk endapan warna merah jingga (Auterhoff & Kovar, 1987).

10
2. Identifikasi Vitamin B1 dengan KLTKT
Larutan pembanding dan larutan uji ditotolkan sebanyak 2 µL pada plat yang sudah
disiapkan, kembangkan plat KLTKT di dalam chamber sampai fase gerak mencapai batas
atas. Keluarkan plat dan kering anginkan diudara, kemudian amati bercak di bawah sinar UV
254 nm. Bila tinggi bercak larutan uji sama dengan bercak larutan pembanding, dan bila nilai
Rf bercak larutan uji sama dengan nilai Rf bercak larutan pembanding, maka dapat dikatakan
bahwa larutan uji mengandung vitamin B1 (Zebua, 2016).

2.3 Hasil dan Pembahasan


Pada penelitian ini dilakukan analisis vitamin B1 yang terdapat pada kacang hijau
yang terdapat di Pasar Raya Padang, dengan tujuan untuk mengetahui apakah didalam kacang
hijau terkandung vitamin B1. Sampel terlebih dahulu dipisahkan dari pengotor, sebanyak 100
g kacang hijau dihaluskan menggunakan blender. 5 g sampel kemudian dimasukan ke dalam
Erlemeyer 100 mL dan ditambahkan dengan 20 mL aquadest, kemudian diaduk selama 2
menit dengan menggunakan vortex mixer, setelah itu ditambahkan pelarut metanol sebanyak
30 mL. Tujuan penambahan metanol dikarenakan vitamin B1 mudah larut terhadap metanol
dan memudahkan untuk mengidentifikasi sampel menggunakan KLTKT karena titik didih
metanol yang lebih rendah dibandingkan dengan air. Kemudian larutan tersebut disaring dan
filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 25 Ml

Identifikasi vitamin B1 pada larutan sampel dapat dilakukan dengan menggunakan


reaksi warna diantaranya reaksi tiokrom, reaksi timbal asetat dan reaksi diazotasi. Dari hasil
yang didapatkan pada reaksi tiokrom larutan sampel berflouresensi biru ungu, identifikasi
dengan reaksi timbal asetat terbentuk endapan bewarna kuning, identifikasi dengan reaksi
diazotasi terbentuk endapan dan larutan bewarna merah jingga. Berdasarkan hasil identifikasi
dengan reaksi warna yang telah dilakukan sesuai dengan yang tertera pada literatur
(Auterhooff & Kovar, 1987), membuktikan bahwa larutan sampel kacang hijau mengandung
vitamin B1, hasil analisis dapat dilhat pada gambar 1 dan Tabel 1.

Reaksi Diazo Reaksi Pb Asetat Reaksi Tiokrom

Gambar 1. Hasil uji reksai warna vitamin B1 dan kacang hijau

11
Tabel 1. Data hasil uji reaksi warna vitamin B1pada kacang hijau

No Reaksi Persyaratan Pengamatan Sampel Hasil


(Auterhooff & Kovar, 1987)
1 Tiokrom Larutan biru ungu Larutan biru ungu +

2 Diazotasi Endapan, larutan warna Endapan, larutan merah +


merah jingga jingga

3 Timbal Endapan warna kuning Endapan warna kuning +


asetat

Untuk uji lanjut, identifikasi vitamin B1 pada sampel dapat digunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT). Menurut Farmakope Indonesia edisi V,
identifikasi pendahuluan terhadap suatu sampel harus dilakukan dengan menggunakan zat
pembanding kimia. Dalam hal ini dibuat 3 totolan pada satu plat KLTKT, yaitu larutan
pembanding vitamin B1, larutan sampel kacang hijau dan larutan pembanding + larutan
sampel. Hasil dari uji kualitatif menggunakan KLT memberikan bercak yang sama tinggi dan
setelah dilakukan pengukuran maka didapatkan nilai Rf yang sama pada ketiga bercak yaitu
0,5. Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel kacang hijau yang diuji menggandung vitamin B1.
Hasil KLTKT dapat dilihat pada gambar 2.

Metode KLTKT digunakan plat silika gel 60 F254 karena memiliki tingkat
sensitivitas yang tinggi. Penotolan dilakukan secara manual dengan menggunakan pipa
kapiler dengan ukuran volume 2 μL. Bercak penotolan harus diusahakan sekecil mungkin dan
penotolan harus hati-hati agar lapisan penyerap tidak rusak. Bila sampel telah ditotolkan
maka langkah selanjutnya adalah menggembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang
terlebih dahulu dijenuhkan dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang
telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5 - 1 cm. Fase gerak yang
digunakan pada pemisahan ini yaitu metanol; air; asam asetat; amoniak dengan perbandingan
(5; 4,5; 0,5; 0,75), alasan penggunaan kombinasi pelarut karena dengan menggunakan
kombinasi pelarut diatas memberikan pemisahan senyawa yang lebih baik serta memberikan
hasil tinggi bercak dan nilai Rf yang sama yaitu 0,5 cm

12
Gambar 2. Identifikasi vitamin B1menggunakan plat silika gel 60 F254

Keterangan:
a= Jarak tempuh noda
b = Jarak tempu pelarut
P = pembanding
S + P= sampel + pembanding
S = sampel

13
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
kacang hijau (Phaseolus radiatesL.)positif mengandung vitamin B1. Hasil positif
menggunakan kedua metode konvensonal dengan pereaksi warna dan menggunakan KLTKT

14
METODE ANALISIS KADAR VITAMIN C

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vitamin C sering digunakan sebagai suplemen. Fungsi


vitamin C bisa meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan sebagai antioksidan
yang menetralkan radikal bebas didalam darah maupun cairan. Sihingga dilakukan analisis
kualitatif dan kuantitatif terhadap vitamin C. Analisi kualitatif yang diuraikan adalah dengan
menggunakan pereaksi benedict dan analisis kuantitatif yang diuraikan meliputi titrasi asam
basa, iodimetri, penggunaan diklorofenolindofenol (DCIP), spektrofotometri, dan metode
DPPH
1.2 Pendahuluan
Vitamin C atau asam L-askorbat, atau askorbat adalah nutrisi penting bagi manusia
dan hewan. Vitamin yang memiliki aktivitas vitamin C adalah asam askorbat dan garamnya,
dan beberapa bentuk teroksidasi dari molekul seperti asam dehidroaskorbat. Askorbat dan
asam askorbat keduanya secara alami terdapat dalam tubuh ketika salah satu dari asam ini
bertemu dalam sel karena perubahan bentuk yang disebabkan oleh pH (Wadge, 2003).
Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan mudah rusak
selama pemrosesan dan penyimpanan. Laju perusakan meningkat karena kerja logam,
terutama tembaga, besi, dan juga oleh kerja enzim. Eksposur oksigen, pemanasan yang terlalu
lama dengan adanya oksigen, dan eksposur terhadap cahaya semuanya merusak kandungan
vitamin C makanan. Enzim yang mengandung tembaga atau besi dalam gugus prostetiknya
merupakan katalis yang efisien untuk penguraian asam askorbat. Asam L-askorbat (vitamin
C) adalah lakton (ester dalam asam hidroksikarboksilat) dan diberi ciri oleh
gugus enadiol, yang menjadikannya senyawa pereduksi yang kuat (Deman,1997). Vitamin C
dari alam bisa ditemukan pada buah-buahan ataupun sayuran. Contoh buah-buahan lokal
yang diketahui kaya akan vitamin C adalah buah lemon lokal, jeruk nipis, jambu biji, apel
malang dan nenas. (Almatsier, 2001). Di beberapa negara, dosis yang biasa dianjurkan
berkisar dari 60-90 mg vitamin C per hari. Tapi rata-rata setiap orang membutuhkan 1000
miligram atau lebih setiap harinya (Dymas, 2011; Khairina, 2008). Orang yang tidak suka
makan buahbuahan, mengakibatkan kekurangan vitamin C. Akibat dari kekurangan vitamin
15
C, antara lain akan mengalami sariawan yaitu bibir pecah-pecah bahkan badan menjadi
lemas. Banyak orang mengambil tablet vitamin C yang dijual di pasaran karena dapat
menggantikan vitamin yang ada di bahan alam. Kelebihan vitamin C bisa memberikan
dampak negatif yaitu bisa menimbulkan efek yang buruk terhadap tubuh. Misalnya badan
menjadi pucat dan kurus. (Khairina, 2008; Almatsier, 2001). Terdapat beberapa metode untuk
bahan pangan. Diantaranya adalah metode titrasi, metode spektrofotometri, metode uraian-
uraian di atas, maka ulasan artikel dilakukan untuk membahas metode metode yang yang
digunakan untuk menganalisis kadar vitamin C dalam suatu sampel.

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimana metode identifikasi vitamin C
16
BAB II
POKOK BAHASAN
2.1 Metode
1. Analisis Kualitatif
 Pereaksi : benedic
 Cara kerja : Ekstrak buah dan filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi
menggunakan pipet sebanyak 5 tetes. Kemudian ditambah 15 tetes pereaksi benedict
dan dipanaskan di atas api kecil sampai mendidih selama 2 menit. Adanya perubahan
warna hijau kekuningan menandakan adanya vitamin C pada sampel.

2. Analisis Kuantitatif
1. Titrasi Asam Basa
Titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis volumetri, yaitu, suatu cara atau metode
yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang
disebut buret. Bila larutan yang diuji bersifat basa maka titran harus bersifat asam dan
sebaliknya. Untuk menghitung kadar vitamin C dari metode ini adalah dengan mol NaOH =
mol asam Askorbat.
Langkah awal yang dilakukan adalah dengan memasukkan sampel ke dalam tabung
erlenmeyer sebanyak 100 mL. Selepas itu, ambil 5mL larutan vitamin C sebagai titran.
Kemudian, teteskan indicator sebanyak 0.15mL. Akhirnya, NaOH sehingga tampakn
perubahan warna. Amati perubahan warna dan catatkan volume NaOH. Uji positif timbul
warna kuning.

2. Metode titrasi 2,6 DCIP (Dichloroindophenol)


Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat atau asam metafosfat,
sehingga mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang
dilakukan karena harga dari larutan 2,6 dan asam metafosfat sangat mahal (Helrich, 1990).
Prinsip analisis kadar vitamin C metode titrasi 2,6-diklorofenol yaitu
menetapkan kadar vitamin C pada bahan pangan berdasarkan titrasi dengan 2,6-diklorofenol
indofenol dimana terjadinya reaksi reduksi 2,6-diklorofenol indofenol
dengan adanya vitamin C dalam larutan asam. Asam askorbat mereduksi 2,6- diklorofenol
indofenol dalam suatu larutan yang tidak berwarna. Titik akhir titrasi ditandai dengan
17
perubahan warna menjadi merah muda dalam kondisi asam (Bintang, 2010). Reaksi yang
terjadi antara reagen dengan sampel saat pengujian yaitu reaksi reduksi 2,6-diklorofenol
indofenol dengan vitamin C dalam larutan asam. Asam askorbat akan mendonorkan satu
elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif. Selanjutnya
semidehidroaskorbat mengalami reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang
bersifat tidak stabil. Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam
treonat. Kelebihan analisis kadar vitamin C menggunakan metode titrasi 2,6- diklorofenol
dibandingkan dengan metode lain yaitu zat pereduksi lain tidak menganggu penetapan kadar
vitamin C. Selain itu reaksi terjadi secara kuantitatif sehingga dapat diketahui jumlah atau
kadarnya. Disamping itu metode ini juga praktis dan spesifik untuk larutan asam askorbat
pada pH 1-3,5. Pada pH rendah atau suasana asam akan memberikan hasil yang lebih akurat
dibandingkan dalam suasana netral atau basa. Oleh karena itu, metode titrasi ini paling
banyak digunakan,untuk analisis kadar vitamin C dibandingkan metode lain (Legowo, 2004).

3. Metode Spektrofotometri
Spektrofotometri ultra violet adalah bagian dari teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190- 380 nm) dan sinar
tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometer UV
adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari
cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer terdiri dari alat
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu manakala fotometer pula adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
diabsorbsi atau ditransmisikan. Spektrofotometer pula digunakan untuk mengukur energi
cahaya secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, diemisikan atau direfleksikan
sebagai fungsi dari panjang gelombang (Skoog, 1996). Suatu spektrofotometer tersusun dari
sumber spektrum sinar tampak yang sinambung dan monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk
mengukur perbedaan absorbsi diantara blanko dengan cuplikan ataupun pembanding.
Penggunaan spektrofotometri UV melibatkan energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga penggunaan
spektrofotometri UV lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan
kualitatif. (Dachriyanus, 2004). Cara menentukan kadar vitamin C adalah dengan menimbang
2 g sampel vitamin C yang telah dihaluskan. Larutkan sampel tersebut dalam 50 mL aquadest

18
kemudian menanda batas larutan dalamlabu takar 250mL. Setelah itu larutan diencerkan
hingga 200 kali, kemudian absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimum (David,
2015).

4. Metode DPPH
Metode DPPH merupakan metode in vitro yang memberikan informasi reaktivitas
senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada
panjang gelombang 517nm dengan warna violet gelap. Penangkap radikal bebas
menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan
warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil (Sunarni,
dkk.,2007). Metode ini sering dipilih sebagai metode pengujian aktivitas antioksidan
karena sederhana, mudah, cepat, peka dan memerlukan sedikit sampel. Metode ini
hanya membutuhkan senyawa DPPH yang bersifat stabil dan senyawa pembandingan seperti
vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Selain itu, metode ini tidak memerlukan substrat karena
radikal bebas sudah tersedia secara langsung untuk menggati substrat (Packer, 2002). Hasil
dapat diamati dengan perubahan larutan dari ungu menjadi kuning. Perubahan warna
menunjukkan bahwa DPPH telah tereduksi oleh proses donasi hydrogen atau electron dari
senyawa antioksidan sehingga warnanya berubah dari violet ke kuning dan DPPH tidak
memberikan serapan pada panjang gelombang 517 nm ( Yamaguchi, 1998)

5. Metode Titrasi Iodium


Titrasi lain yang dapat dilakukan adalah titrasi Iodium. Metode ini juga paling banyak
digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang
canggih. Titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan
memakai amilum sebagai indikatornya. (Wijanarko, 2002). Metode titrasi iodometri langsung
(iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri
tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam
reaksi kimia (Bassett, 1994).
Prosedur penetapan kadar vitamin C secara iodimetri: Sekitar 400mg asam askorbat
yang ditimbang seksama dilarutkan dalam campuran yang terdiri atas 100mL air bebas
oksigen dan 25Ml asam sulfat encer. Larutan dititrasi dengan iodium 0.1N menggunakan
indikator kanji sampai terbentuk warna biru. Larutan standar yang digunakan dalam
19
kebanyakan iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai
boleh distandarisasi dengan penimbangannsecara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer. Larutan natrium tidak stabil untuk waktu yang thiosulfat lama (Day &
Underwood, 1981) Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium
thiosulfat dan dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga. (Day
& Underwood, 1981).
Metode iodometrik menggunakan dua jenis indikator, yaitu kanji dan Iodin dapat
bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau
violet yang intensitas untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun
demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks
iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodine. Dalam beberapa
proses tak langsung banyak agen pengoksida yang kuat dapat dianalisis dengan
menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak
agen pengoksida yang membutuhkan larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, Natrium
tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya. Titrasi Iodium juga adalah salah satu metode
analisis yang dapat digunakan dalam menghitung kadar Vitamin C. Dimana, suatu larutan
vitamin C (asam askorbat) sebagai reduktor dioksidasi oleh Iodium, sesudah vitamin C dalam
sampel habis teroksidasi, kelebihan Iodium akan segera terdeteksi oleh kelebihan amilum
yang dalam suasana basa berwarna biru muda. Kadar vitamin C dapat diketahui dengan
perhitungan 1ml 0,01 N larutan Iodiumm=0,88 mg asam askorbat. Kekurangan dari metode
ini yaitu ketidak akuratan nilai yang diperoleh karena vitamin C dapat dipengaruhi oleh zat
lain (Wijanarko, 2002).
20
BAB III
KESIMPULAN
Metode yang digunakan untuk analisis vitamin C dalam sampel. Pada analisis
kualitatif, dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi benedict. Pada analisis kuantitatif,
terdapat metode titrasi asam basa, metode iodimetri, metode diklorofenolindofenol (DCIP),
metode spektrofotometri, dan metode DPPH. Metode spektrofotometri dan titrasi 2,6 D
(Dichloroindophenol) jarang dilakukan karena memerlukan biaya yang mahal. Analisis
menggunakan metode asam basa dan iodimetri merupakan metode yang banyak digunakan
karena murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih.
21
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. P. (2016). Penetapan kadar vitamin B1 pada kacang hijau dan tempe yang beredar
di pasar raya Padang secara spektrofotometri visibel. (Skripsi). Padang: Sekolah
Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang.
Almatsier, S. (2001). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Andarwulan, N., & Koswara, S. (1992). Kimia vitamin. Jakarta: Rajawali.
Andayani, R., Harun, S., & Maya, V. K. (2011). Penetapan kadar vitamin B1 pada
beras merah tumbuk, beras merah giling, dan berasputih giling secara
spektrofotometer uv- visibel. J Scient 1 (2), 7 – 11.
Autherhoff, H., & Kovar, K. A. (1987). Identifikasi obat. (Edisi IV). Penerjemah: N. C.
Sugiarso.
Böhm V, Puspitasari-Nienaber NL, Ferruzzi MG, Schwartz SJ. Trolox equivalent
antioxidant capacity of different geometrical isomers of α-carotene, β carotene,
lycopene, and zeaxanthin. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
2002;50(1):221-226.
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. Food Chemistry1070. Berlin: Springer Verlag; 2004.
Stutz H, Bresgen N, Eckl PM. Analytical tools for the analysis of β-carotene and its
degradation products. Free radical research. 2015;49(5):650-680.
Biranti F, Nursid M, Cahyono B. Analisis Kuantitatif B-Karoten dan Uji Akttvitas
Karotenoid dalam Alga Coklat Turbinaria Decurrens. Jurnal Sains dan Matematika.
2009;17(2):90-96.
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981.Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi Keempat. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Deman, John,M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB
Dymas, 2011. Pro dan Kontra Vitamin C dalam Mengobati Penyakit Influenza. Food
technopreneur.

Anda mungkin juga menyukai