1.2 Pendahuluan
Antioksidan belakangan ini telah banyak dibicarakan bukan hanya di kalangan
ilmuwan tetapi juga dalam masyarakat yang semakin menyadari manfaatnya.1 Selain dikenal
sebagai senjata ampuh untuk menangkal berbagai penyakit, antioksidan juga dipercaya bisa
membuat awet muda.2 Seiring dengan perkembangan zaman, menimbulkan perubahan pada
gaya hidup masyarakat yang cenderung menjalani gaya hidup yang tidak sehat seperti
merokok, minum minuman keras, mengkonsumsi junk food dan terkena paparan sinar
ultraviolet secara berlebihan. Akibat darim gaya hidup tersebut, di dalam tubuh banyak
terkandung radikal bebas yang sangat membahayakan tubuh. Senyawa radikal bebas ini dapat
terbentuk akibat dari proses kimia yang terjadi di dalam tubuh, seperti proses oksidasi,
metabolisme dan peradangan. Dalam jumlah tertentu radikal bebas dibutuhkan sebagai
bagian dari pertahanan tubuh. Namun pada kenyataannya radikal bebas sering terbentuk
melebihi kebutuhannya sehingga peranannya berubah menjadi liar atau desktruktif (merusak)
yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengerasan pembuluh darah, jantung
koroner, stroke, kanker dan penuaan dini. Untuk melindungi tubuh dari serangan radikal
bebas, maka tubuh memerlukan antioksidan, antara lain terdiri dari β-karoten, vitamin E,
vitamin C dan selenium. β-karoten merupakan salah satu antioksidan yang dapat mencegah
penyakit. Senyawa antioksidan ini mampu menetralisir zat-zat radikal bebas dalam tubuh
yang merupakan sumber pemicu timbulnya berbagai penyakit terutama penyakit degeneratif.
Secara alamiah β- karoten banyak terdapat pada buah-buahan seperti, labu, buah
merah, semangka, mangga, tomat, melon dan cabe. Salah satu sumber utama yang
mengandung β-karoten adalah wortel. Wortel digolongkan kelompok sayur-sayuran,
kandungan β-karoten yang terdapat pada wortel juga berbeda-beda.3 Perbedaan kandungan
β-karoten dalam wortel dan mengingat β-karoten adalah senyawa antioksidan yang
bermanfaat maka untuk mengetahui kandungan β-karoten diperlukan metode untuk
menentukan kadarnya.4,5 Pada penelitian ini dilakukan Isolasi dan Pemeriksaan kadar
menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan menggunakan fase balik.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode yang tepat dan teliti dalam penentuan β-
karotenpada wortel, serta mengetahui kandungan β-karoten yang dari wortel.
POKOK BAHASAN
2.1 Metode
Pembuatan ekstrak/Isolat:
o Wortel segar yang telah dipotongpotong dan dihaluskan, ditimbang sejumlah
100 g (wortel), 50 g diblender menggunakan pelarut air mineral, kemudian
disaring. Residu dibilas dengan Filtrat yang diperoleh diberi garam kalsium,
disentrifuse 3000 rpm 15 menit. Residu sebagai pellet adalah beta karoten,
dipekatkan menggunakan rotavapor pada suhu 400 C. Disimpan dalam suhu
dingin.
Pembuatan larutan
o Pembuatan larutan baku: Sejumlah 10 mg β-karoten dimasukkan ke dalam
labu tentukur 50-mL larutkan dan diencerkan dengan kloroform hingga tanda.
Kemudian dipipet sejumlah 2,5 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 10-mL
diencerkan dengan kloroform sampai garis tanda (Standar beta karoten).7
Cara identifikasi :
o Sejumlah larutan uji disuntikkan sebanyak 20 μl ke dalam alat KCKT,
kemudian dibandingkan waktu retensinya dengan waktu retensi baku β-
karoten.
2
3. Analisis Kuantitatif Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
3
Gambar 1. Kromatograf baku β-karoten
dengan waktu retensi 1,392 menit
4
Gambar 5. adalah Kromatogram Isolat beta
karoten wortel dengan waktu retensi 1.903
menit fase mobile kloroform dan methanol
(95:5)
5
Isolasi beta karoten dari wortel dengan pelarut organik telah banyak dilakukan, salah
satunya penelitian Fikselova, meneneliti hubungan kombinasi pelarut dan suhu penyaringan.6
Beta karoten bersifat hidrofob sehingga disebut larut dalam pelarut organik. Pelarut organik
yang sering digunakan terutama adalah kloroform, petroleum eter, diklorometan, dan heksan.
Sifat kimia beta karoten terutama disebabkan banyaknya mengandung ikatan rangkap.6,7
Pada penelitianini isolasi beta karoten dari wortel digunakan tanpa pelarut organik, prinsip go
to green. Ikatan rangkap pada beta karoten dapat mengendap dengan garam kalsium sehingga
prinsip ini digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan beta karoten dari sari
wortel.Kemudian pemisahannya digunakan dengan pengendapan melalui sentrifuse. Pelet
yang diperoleh adalah sebaga betakaroten yang berwarna jingga. Sehingga banyak buku
referensi melakukan ekstraksi dengan pelarut organik. Meskipun demikian dalam penelitian
ini tidak menggunakan pelarut organic namun menggunakan prinsip pengendapan sesuai sifat
dan prinsip metode yang digunakan dalam penelitian. Beta karoten yang diperoleh selanjut
diperlakukan seperti beta karoten baku. Menggunkan UHPLC berbeda dengan beta karoten
baku menggunakan HPLC. Namun belum sepenuhnya lengkap dilakukankarena keterbatasan
bahan dan waktu. Dari hasil penetapan kondisi optimum,menunjukan bahwa β-karoten
memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 460 nm dengan pelarut kloroform
(Gambar 4).
Pergeseran panjang gelombang dari 450-460 adalah memungkinkan dipengaruhi oleh
faktor pelarut yang digunakan yang berbeda saat pengukuran dibandingkan referensi.7,8
Berdasarkan hasil percobaan, perbandingan yang terbaik adalah kloroform–metanol (95:5)
dengan laju alir 1 mL/menit, sesuai dengan waktu retensi yang diperoleh lebih cepat dan
resolusinya baik. Fase gerak yang lazim digunakan sesuai kondisi adalah kloroform,
alkohol, heksan, methanol, asetonitril, akuadestgrade HPLC.9,10 Selanjutnya dapat diberi
larutan penunjang seperti THF.11 Hasil penetapan panjang gelombang dapat dilihat pada
Gambar 5, hasil pemilihan fase gerak dan laju alir terlihat pada Gambar 5. Meskipun
beberapa penelitian telah menunjukan hasil (waktu retensi) beta karoten yang berbeda dengan
penelitian ini, oleh karena fase mobile yang dilakukan adalah berbeda, kecepatan alir yang
berbeda dan alat HPLC yang berbeda.7,12 Sehingga setiap pengukuran RT adalah merupakan
kondisi optimal yang dilakukan oleh peneliti dalam menghasilkan kromatogram dari beta
karoten untuk menghasilkan RT yang relative cepat dan gambar peak yang jelas.6,13,14 Pada
penelitian ini telah dihasilkan waktu retensi beta karoten adalah 1,903 menit menggunakan
laju alir 1 mL/ menit dengan fase mobile kloroform : methanol (95:5) hasil
kromatograf Gambar 5.
6
BAB III
KESIMPULAN
Metode isolate yang digunakan telah menghasilkan beta karoten bentuk garam
kalsium 1 gram / 100 Gram wortel basah. Pembuktian dilakukan dengan kromatografi
cair kinerja tinggi (UHPLC) menggunakan fase diam kolom C18. Fase gerak adalah
campuran kloroform– metanol (95:5), laju alir 1,0 ml/menit dengan detektor cahaya tampak
(visibel) pada panjang gelombang 460 nm. Penetapan terhadap β-karoten dalam wortel,
menghasilkan kromatograf dan waktu retensi yang mirip dengan pola kromatograf baku.
7
Analisis Kualitatif Vitamin B1 Pada Kacang Hijau (Phaseolus radiatesL.)Menggunakan
Metode Konvensional dan KLTKT Silika Gel 60 F254
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Kacang hijau mengandung vitamin B1 (Tiamin) yang berguna untuk pertumbuhan
dan mengandung protein yang cukup tinggi yang berfungsi mengganti sel mati dan
membantu pertumbuhan sel tubuh serta merupakan sumber mineral penting yang
bermanfaat untuk pertumbuhan tulang. Sayuran dan buah-buahan mengandung sedikit
vitamin B1 sedangkan pada biji-bijian banyak mengandung vitamin B1 salah satunya
adalah kacang hijau.
8
BAB II
POKOK BAHASAN
2.1 Persiapan Percobaan
d. d. NH4Cl 0,2 M
1,0698 g NH4Cl masukkan dalam labu ukur 100 mL, larutkan dengan aquadest
cukupkan sampai tanda batas.
e. e. NH4OH 0,2 M
0,13 mL NH4OH masukkan dalam labu ukur 10 mL larutkan dengan aquadest
cukupkan sampai tanda batas.
9
i. Timbal (II) Asetat
Timbang 10gram timbal (II) asetat masukkan ke dalam labu ukur 100 mL tambahkan
aquadest sampai tanda batas kemudian aduk homogen
j. j. Pereaksi Diazotasi
-Diazo 1: timbang 10gram natrium nitrit masukkan ke dalam labu ukur 100 mL
dengan aquadest sampai tanda batas.
-Diazo 2: timbang 0,25 gram 2-naftol dilarutkan ke dalam 100 mL NaOH 3 N
3. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah kacang hijau yang didapatkan di Pasar Raya Padang.
Sebanyak 100 gram sampel kacang hijau dihaluskan dengan menggunakan alat blender
2.2 Metode
10
2. Identifikasi Vitamin B1 dengan KLTKT
Larutan pembanding dan larutan uji ditotolkan sebanyak 2 µL pada plat yang sudah
disiapkan, kembangkan plat KLTKT di dalam chamber sampai fase gerak mencapai batas
atas. Keluarkan plat dan kering anginkan diudara, kemudian amati bercak di bawah sinar UV
254 nm. Bila tinggi bercak larutan uji sama dengan bercak larutan pembanding, dan bila nilai
Rf bercak larutan uji sama dengan nilai Rf bercak larutan pembanding, maka dapat dikatakan
bahwa larutan uji mengandung vitamin B1 (Zebua, 2016).
11
Tabel 1. Data hasil uji reaksi warna vitamin B1pada kacang hijau
Untuk uji lanjut, identifikasi vitamin B1 pada sampel dapat digunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT). Menurut Farmakope Indonesia edisi V,
identifikasi pendahuluan terhadap suatu sampel harus dilakukan dengan menggunakan zat
pembanding kimia. Dalam hal ini dibuat 3 totolan pada satu plat KLTKT, yaitu larutan
pembanding vitamin B1, larutan sampel kacang hijau dan larutan pembanding + larutan
sampel. Hasil dari uji kualitatif menggunakan KLT memberikan bercak yang sama tinggi dan
setelah dilakukan pengukuran maka didapatkan nilai Rf yang sama pada ketiga bercak yaitu
0,5. Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel kacang hijau yang diuji menggandung vitamin B1.
Hasil KLTKT dapat dilihat pada gambar 2.
Metode KLTKT digunakan plat silika gel 60 F254 karena memiliki tingkat
sensitivitas yang tinggi. Penotolan dilakukan secara manual dengan menggunakan pipa
kapiler dengan ukuran volume 2 μL. Bercak penotolan harus diusahakan sekecil mungkin dan
penotolan harus hati-hati agar lapisan penyerap tidak rusak. Bila sampel telah ditotolkan
maka langkah selanjutnya adalah menggembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang
terlebih dahulu dijenuhkan dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang
telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5 - 1 cm. Fase gerak yang
digunakan pada pemisahan ini yaitu metanol; air; asam asetat; amoniak dengan perbandingan
(5; 4,5; 0,5; 0,75), alasan penggunaan kombinasi pelarut karena dengan menggunakan
kombinasi pelarut diatas memberikan pemisahan senyawa yang lebih baik serta memberikan
hasil tinggi bercak dan nilai Rf yang sama yaitu 0,5 cm
12
Gambar 2. Identifikasi vitamin B1menggunakan plat silika gel 60 F254
Keterangan:
a= Jarak tempuh noda
b = Jarak tempu pelarut
P = pembanding
S + P= sampel + pembanding
S = sampel
13
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
kacang hijau (Phaseolus radiatesL.)positif mengandung vitamin B1. Hasil positif
menggunakan kedua metode konvensonal dengan pereaksi warna dan menggunakan KLTKT
14
METODE ANALISIS KADAR VITAMIN C
BAB I
PENDAHULUAN
2. Analisis Kuantitatif
1. Titrasi Asam Basa
Titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis volumetri, yaitu, suatu cara atau metode
yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang
disebut buret. Bila larutan yang diuji bersifat basa maka titran harus bersifat asam dan
sebaliknya. Untuk menghitung kadar vitamin C dari metode ini adalah dengan mol NaOH =
mol asam Askorbat.
Langkah awal yang dilakukan adalah dengan memasukkan sampel ke dalam tabung
erlenmeyer sebanyak 100 mL. Selepas itu, ambil 5mL larutan vitamin C sebagai titran.
Kemudian, teteskan indicator sebanyak 0.15mL. Akhirnya, NaOH sehingga tampakn
perubahan warna. Amati perubahan warna dan catatkan volume NaOH. Uji positif timbul
warna kuning.
3. Metode Spektrofotometri
Spektrofotometri ultra violet adalah bagian dari teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190- 380 nm) dan sinar
tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometer UV
adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari
cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer terdiri dari alat
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu manakala fotometer pula adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
diabsorbsi atau ditransmisikan. Spektrofotometer pula digunakan untuk mengukur energi
cahaya secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, diemisikan atau direfleksikan
sebagai fungsi dari panjang gelombang (Skoog, 1996). Suatu spektrofotometer tersusun dari
sumber spektrum sinar tampak yang sinambung dan monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk
mengukur perbedaan absorbsi diantara blanko dengan cuplikan ataupun pembanding.
Penggunaan spektrofotometri UV melibatkan energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga penggunaan
spektrofotometri UV lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan
kualitatif. (Dachriyanus, 2004). Cara menentukan kadar vitamin C adalah dengan menimbang
2 g sampel vitamin C yang telah dihaluskan. Larutkan sampel tersebut dalam 50 mL aquadest
18
kemudian menanda batas larutan dalamlabu takar 250mL. Setelah itu larutan diencerkan
hingga 200 kali, kemudian absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimum (David,
2015).
4. Metode DPPH
Metode DPPH merupakan metode in vitro yang memberikan informasi reaktivitas
senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada
panjang gelombang 517nm dengan warna violet gelap. Penangkap radikal bebas
menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan
warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil (Sunarni,
dkk.,2007). Metode ini sering dipilih sebagai metode pengujian aktivitas antioksidan
karena sederhana, mudah, cepat, peka dan memerlukan sedikit sampel. Metode ini
hanya membutuhkan senyawa DPPH yang bersifat stabil dan senyawa pembandingan seperti
vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Selain itu, metode ini tidak memerlukan substrat karena
radikal bebas sudah tersedia secara langsung untuk menggati substrat (Packer, 2002). Hasil
dapat diamati dengan perubahan larutan dari ungu menjadi kuning. Perubahan warna
menunjukkan bahwa DPPH telah tereduksi oleh proses donasi hydrogen atau electron dari
senyawa antioksidan sehingga warnanya berubah dari violet ke kuning dan DPPH tidak
memberikan serapan pada panjang gelombang 517 nm ( Yamaguchi, 1998)
Akbar, A. P. (2016). Penetapan kadar vitamin B1 pada kacang hijau dan tempe yang beredar
di pasar raya Padang secara spektrofotometri visibel. (Skripsi). Padang: Sekolah
Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang.
Almatsier, S. (2001). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Andarwulan, N., & Koswara, S. (1992). Kimia vitamin. Jakarta: Rajawali.
Andayani, R., Harun, S., & Maya, V. K. (2011). Penetapan kadar vitamin B1 pada
beras merah tumbuk, beras merah giling, dan berasputih giling secara
spektrofotometer uv- visibel. J Scient 1 (2), 7 – 11.
Autherhoff, H., & Kovar, K. A. (1987). Identifikasi obat. (Edisi IV). Penerjemah: N. C.
Sugiarso.
Böhm V, Puspitasari-Nienaber NL, Ferruzzi MG, Schwartz SJ. Trolox equivalent
antioxidant capacity of different geometrical isomers of α-carotene, β carotene,
lycopene, and zeaxanthin. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
2002;50(1):221-226.
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. Food Chemistry1070. Berlin: Springer Verlag; 2004.
Stutz H, Bresgen N, Eckl PM. Analytical tools for the analysis of β-carotene and its
degradation products. Free radical research. 2015;49(5):650-680.
Biranti F, Nursid M, Cahyono B. Analisis Kuantitatif B-Karoten dan Uji Akttvitas
Karotenoid dalam Alga Coklat Turbinaria Decurrens. Jurnal Sains dan Matematika.
2009;17(2):90-96.
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981.Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi Keempat. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Deman, John,M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB
Dymas, 2011. Pro dan Kontra Vitamin C dalam Mengobati Penyakit Influenza. Food
technopreneur.