HASIL
Kadar Air
Kadar air sampel daun sirsak adalah, 5.24 %. Kadar air dalam suatu bahan yang
dapat mengurangi aktivitas mikrob 3-7%. Kadar air pada kisaran tersebut juga
lebih stabil dan terhindar dari enzim oksidasi.
Kandungan Flavonoid
Kandungan flavonoid ditentukan dalam dua tahap, yaitu pada serbuk daun
dan ekstrak metanolik daun. Berdasarkan uji flavonoid dengan uji fitokimia secara
kualitatif, serbuk daun dan ekstrak metanolik daun sirsak positif mengandung
flavonoid. Secara kualitatif dapat dilihat dari intensitas warna ekstrak metanolik
dan serbuk yang tidak berbeda dari intensitas warna serbuk daun. Hal ini
menunjukkan bahwa pelarut metanol yang telah dipartisi dengan diklorometana
dan air efektif dalam mengekstrak flavonoid dari daun sirsak. Intensitas warna
flavonoid yang terkandung dalam daun sirsak dapat dilihat pada Gambar 1.
A B
Gambar 1 Hasil uji fitokimia flavonoid pada serbuk daun (A) dan ekstrak
metanol (B).
Ekstrak Flavonoid
Setelah terbebas dari senyawa nonpolar melalui maserasi dengan n-heksana,
ekstrak metanolik selanjutnya dipekatkan dengan alat pengering beku. Ekstrak
metanolik yang diperoleh dari hasil maserasi 650 g serbuk daun, rendemen yang
diperoleh 10.62%.
8
Tabel 1 Penghambatan proliferasi ekstrak kasar daun sirsak terhadap sel Vero.
a b
A B
Gambar 2 Profil KL
LT eluen terbaik ekstraak kasar dauun sirsak (A
A) menggun
nakan
eluen HC
CO2H:H2O:MeOH dan
n profil KLT
T setelah hidrolisis (B).
dentitas Fla
Id avonoid
Flavvonoid yangg dicari, yaiitu kaempfeerol, diidenntifikasi unttuk mendap
patkan
gambaran yang jelaas tentang struktur senyawa yang
y diingiinkan. Sen
nyawa
flavonoid yang terkaandung di dalam
d daun sirsak dideeteksi dengaan menggun
nakan
spektromeeter UV-Viss dan KCKT
T. Kondisi untuk KCK
KT dilakukaan dengan kolom
k
C18, padaa laju alir 1ml/menit,
1 detektor UV
V 370 nm, dengan eluuen MeOH
H, dan
asam fosffat 0.5%. Hasil
H identiffikasi dengaan spektrom
meter Uv-V
Vis menunju
ukkan
satu puncaak serapan maksimum
m di daerah panjang
p geloombang 2500 sampai 30
00 nm
(Gambar 3).
3
10
30
10.0
25
K a e m p fe r o l/3 .3 9 5 /1 7 1 3 7
20 7.5
15
5.0
10
5
2.5
0
-5 0.0
-10
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 min 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 min
100
80
% Penghambatan
60
40
Sel Vero
20 Sel Raji
0
0 50 100 150 200 250
‐20
Dari hasil uji pada sel Vero (Gambar 5), diperoleh bahwa kaempferol
sampai dengan konsentrasi 250 µg mL-1 minimal menghambat proliferasi sel
sebesar 19.77% sedangkan konsentrasi di bawah 100 µg mL-1 tidak ada
penghambatan. Akan tetapi, pada uji sel Raji pada konsentrasi di atas 100 µg mL-1
mengalami peningkatan hambatan proliferasi sampai dengan 76.36% pada
konsentrasi 250 µg mL-1 .
Dari pengamatan secara makroskopis, ekstrak kaempferol dapat mengurangi
populasi sel Raji yang berarti dapat menghambat pertumbuhan sel. Gambar 6
memperlihatkan bahwa populasi sel Raji yang diberi ekstrak kaempferol
berkurang dan terlihat mengalami perubahan morfologi.
12
A B
Gambar 6 Sel Raji tanpa pemberian ekstrak (A) dan sel Raji yang diberi ekstrak
kaempferol 250 µg mL-1 (B) (Perbesaran 8×10).
Berdasarkan hasil uji MTT, secara makroskopis (Gambar 7) pada sel Vero
menghasilkan warna ungu yang hampir sama dengan kontrol sel normal yang
tidak diberi ekstrak.
A B
Gambar 7 Sel Vero (kontrol) pada uji MTT (A) dan sel Vero setelah
pemberian ekstrak (B).
Berbeda dengan pemberian ekstrak kaempferol pada sel Raji (Gambar 8),
sel Raji menghasilkan warna ungu yang sedikit dibandingkan dengan kontrol sel
yang tidak diberi ekstrak. Dari gambar terlihat penurunan populasi sel
13
Gambar 8 Sel Raji (kontrol) pada uji MTT (A) dan sel raji setelah
pemberian ekstrak (B) (perbesaran 8×10).
Tabel 2. Nilai IC50 dari ekstrak kasar dan ekstrak kaempferol terhadap sel
Vero dan sel Raji
Perlakuan Persamaan garis R2 IC50
Ekstrak metanolik pada sel y=11.13 Ln x-25.99 0.759 922.86
Vero
Ekstrak kaempferol pada sel y=7.52 Ln x-29.04 0.763 -
Vero
Ekstrak kaempferol pada sel y=13.97 Ln x-15.77 0.866 110.82
Raji