PERCOBAAN VIII
ZAT WARNA: APLIKASI TLC DAN SPEKTROSKOPI VIS DALAM
ANALISIS KURKUMINOID DARI TEMULAWAK DAN KUNYIT
Disusun Oleh
Indah Salma Sausan 24030117120008
Nina Chandraningrum 24030117120012
Amanda Yashinta 24030117120021
Novemi Eliza 24030117120031
Rangga Andhika Permana 24030117140007
Laurentius Ivan M 24030117140012
Vanka Septian H 24030117140021
Angganararas Wedhar R 24030117140026
Asisten
Ratri Febriastuti
24030115130127
DEPATEMEN KIMIA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Zat Warna: Aplikasi VIS dalam
Analisis Kurkuminoid dari Temulawak dan Kunyit” bertujuan agar mahasiswa
dapat menerapkan teori zat warna yang telah diperoleh pada perkuliahan, serta
mampu melakukan analisis dengan TLC dan spektroskopi UV-Vis. Metode yang
digunakan adalah KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dan Spektrofotometri UV Vis.
Prinsip yang digunakan yaitu perbedaan daya larut fase diam dan fase gerak pada
KLT dan absorpsi cahaya oleh suatu molekul pada spektoskopi UV-Vis. Hasil
yang akan diperoleh adalah hasil KLT yang diperoleh adalah terbentuknya
sebanyak 3 totol noda dengan komposisi warna 1 dari bawah berwarna kuning
muda, yang kedua berwarna kuning, dan yang ketiga berwarna kuning tua. Hasil
dari analisis dengan spektrofotometri UV Vis adalah pada kunyit nilai absorbansi
sebesar 0,180 A dengan panjang gelombang maksimum 420.2 nm. Sedangkan
pada temulawak diperoleh nilai absorbansi sebesar 0.219 A dengan panjang
gelombang maksimum 421.6 nm.
PERCOBAAN VIII
I. TUJUAN
I.1. Mampu menerapkan teori zat warna yang telah diperoleh pada perkuliahan.
I.2. Mampu melakukan analisis dengan KLT dan spektroskopi UV-Vis.
Kromofor adalah gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi
dalam daerah-daerah ultrafiolet dan terlihat (Sastrohamidjojo, 2007)
Po Po
log = f [c].b dan log = f [b].c
P P
f(c).b = f(b).c
f ( c) f (b)
=
c b
sehingga dihasilkan :
Po
log = f(c).b = ε.b.c
P
Rumus tersebut menjadi :
A = ε.b.c
c = konsentrasi larutan
(Underwood, 1966)
Fase diam berupa silica gel dengan fase gerak yang terdiri dari campuran
eluen. Fase diam silica gel ini bersifat polar. (Rahmatullah, 2018).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling
sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua
pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi
secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan
mengoptimasi fase gerak :
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti
juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar
seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.
2.7 Kunyit
2.11 Maserasi
Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini
pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali.
Prinsip maserasi adalah pengambilan zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari.
Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Sembiring dkk,
2006).
2.15.1. Aquades
2.15.2. Etanol
(Pudjaatmaka,2003)
2.15.3 Kurkumin
(Pudjaatmaka,2003)
2.15.4. Kloroform
aseton/alkohol
Cl = 89,10 %.
(Pudjaatmaka,2003)
2.15.5. Metanol
(Pudjaatmaka,2003)
III. METODE PERRCOBAAN
Gelas beaker
Erlenmeyer Pipet Tetes Gelas Ukur Kertas saring
3.2. Skema Kerja
3.2.1. Isolasi Pigmen Kurkumin Kunyit
Residu Filtrat
-- Pengenceran
Ambil 5 tetes
dengan etanol
- Penggojogan
HASIL
Residu Filtrat
- Ambil 0,1 ml
- Pengenceran
dengan etanol
- Penggojogan
HASIL
3.2.2. Pembuatan Elusi, Analisis Kromatografi Lapis Tipis
Hasil
Larutan kurkumin
Plat KLT
- Penotolan sampel kurkumin (kunyit,
temulawak, kurkumin standard) pada plat
KLT dengan jarak 1 cm dari bawah plat
KLT
- Pendiaman hingga kering
- Pengelusian dengan campuran meetanol
dan kloroform (98:2)
- Pengambilan KLT setelah mencapai 0,5cm
dari batas atas plat KLT
- Pengeringan
- Pengamatan bercak sinar UV
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
IV. DATA PENGAMATAN
No Hasil
Perlakuan
.
Penambahan etanol 96 %
Pengadukan
Maserasi selama 10 menit
Penyaringan
Pengenceran dengan etanol
Penyaringan
Filtrat kuning
Penambahan etanol 96 %
Pengadukan
Maserasi selama 10 menit
Penyaringan
Pengenceran dengan etanol
Penyaringan
Filtrat kuning
Dalam percobaan yang berjudul “Zat Warna: Aplikasi VIS dalam Analisis
Kurkuminoid dari Temulawak dan Kunyit” bertujuan agar mahasiswa dapat menerapkan teori
zat warna yang telah diperoleh pada perkuliahan, serta mampu melakukan analisis dengan
TLC dan spektroskopi UV-Vis. Metode yang digunakan adalah KLT (Kromatografi Lapis
Tipis) dan Spektrofotometri UV Vis. Prinsip yang digunakan yaitu perbedaan daya larut fase
diam dan fase gerak pada KLT dan absorpsi cahaya oleh suatu molekul pada spektoskopi UV-
Vis. Hasil yang akan diperoleh adalah hasil KLT yang diperoleh adalah terbentuknya
sebanyak 3 totol noda dengan komposisi warna 1 dari bawah berwarna kuning muda, yang
kedua berwarna kuning, dan yang ketiga berwarna kuning tua serta hasil dari spektroskopi
UV Vis adalah panjang gelombang maksimum dari senyawa kurkumin adalah 425 nm.
VI. PEMBAHASAN
Dalam percobaan yang berjudul “Zat Warna: Aplikasi VIS dalam Analisis
Kurkuminoid dari Temulawak dan Kunyit” bertujuan agar mahasiswa dapat menerapkan teori
zat warna yang telah diperoleh pada perkuliahan, serta mampu melakukan analisis dengan
TLC dan spektroskopi UV-Vis. Metode yang digunakan adalah KLT (Kromatografi Lapis
Tipis) dan Spektrofotometri UV Vis. Prinsip yang digunakan yaitu perbedaan daya larut fase
diam dan fase gerak pada KLT dan absorpsi cahaya oleh suatu molekul pada spektoskopi UV-
Vis.
Dalam percobaan ini, digunakan sampel kunyit dan temulawak. Rimpang kunyit
mengandung 28% glukosa, 12% fruktosa, 8% protein, vitamin C dan mineral kandungan
kalium dalam rimpang kunyit cukup tinggi (Rismunandar, 1998), 1,3-5,5% minyak atsiri
yang terdiri 60% keton seskuiterpen, 25% zingiberina dan 25% kurkumin berserta
turunannya. Keton Seskuiterpen yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah tumeron dan
antumeron, sedangkan kurkumin dalam rimpang kunyit meliputi kurkumin
(diferuloilmetana), dimetoksikurkumin (hidroksisinamoil feruloilmetan), dan bisdemetoksi-
kurkumin (hidroksisinamoil metana)(Sudarsono dkk,1996).
Pada tahap awal dari percobaan ini, dilakukan ekstraksi dengan cara maserasi.
Maserasi adalah salah satu jenis metode ekstraksi tanpa pemanasan atau dikenal dengan
istilah ekstraksi dingin. Prinsip maserasi yaitu pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat
kelarutannya dalam suatu pelarut. Maserasi ini bertujuan untuk mengekstrak atau menarik
senyawa kurkuminoid dari serbuk kunyit dan temulawak ke dalam matriks etanol
pengekstraksi. Pada percobaan ini, 2 gram serbuk temulawak dimaserasi dengan etanol dalam
gelas beker. Begitu pula 2 gram serbuk kunyit yang ditambahkan dengan etanol di gelas beker
yang berbeda. Kedua gelas beker tersebut ditutup rapat dengan aluminium foil yang bertujuan
untuk mencegah penguapan etanol yang dapat mengurangi laju dan efektivitas ekstraksi.
Karena etanol bersifat mudah menguap. Etanol digunakan sebagai agen pengekstrak senyawa
kurkuminoid karena memiliki kepolaran yang serupa dengan senyawa kurkuminoid. Etanol
bersifat semi-polar sehingga dapat mengikat senyawa polar maupun nonpolar. Senyawa
nonpolar yang diikat oleh etanol adalah kurkuminoid. Etanol juga mengikat senyawa
semipolar lain yang terkandung dalam temulawak dan kunyit yaitu flavonoid. Flavonoid
bersifat semipolar, akan tetapi lebih cenderung ke polar sehingga dapat diikat oleh etanol.
Proses ini mengikuti prinsip ‘like dissolve like’ yang menyatakan bahwa senyawa polar akan
larut dalam pelarut polar, dan senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar (Cahyono,
2011).
Maserasi menggunakan pelarut etanol 96% karena tidak banyak mengandung kadar
air sehingga hasil ekstraksi lebih kental dan murni. Metode maserasi ini dipilih karena cara
pengerjaannya yang dilakukan sederhana dan alat yang digunakan mudah serta tidak perlu
pengawasan intensif. Maserasi dilakukan selama 10 menit yang bertujuan untuk menarik atau
mengekstraksi kurkuminoid dari serbuk simplisia (temulawak dan kunyit) dengan pelarut
etanol. Dari proses maserasi tersebut didapatkan ekstrak etanol temulawak dan ekstrak etanol
kunyit yang berwarna kuning. Warna ini menunjukan adanya senyawa aromatic dengan
konjugasi electron π yang kompleks sebagai karateristik senyawa berwarna, yang mana dalam
percobaan ini senyawa tersebut adalah kurkuminoid yang terkandung dalam simplisia serbuk
kunyit dan temulawak. (Simanjuntak, 2018)
Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis kurkumin pada kunyit dan temulawak
melalui metode analisis dengan KLT. Prinsipnya yaitu distribusi senyawa yang akan
dipisahkan terhadap fase gerak dan fase diamnya. Pada KLT, ekstrak kurkuminoid digunakan
sebagai zat sampel yang diujikan dengan silica gel sebagai fasa diam yang bersifat polar dan
eluen sebagai fasa gerak yang bersifat semipolar. (Herlina Ati, 2006)
Eluen yang digunakan yaitu campuran antara kloroform dengan methanol dengan
perbandingan 98/2. Kloroform bersifat non polar, sedangkan mettanol bersifat cenderung
lebih polar. Tujuan perbandingan kloroform methanol 98/2 dengan volume kloroform yang
jauh lebih besar tersebut dikarenakan apabila volume methanol yang lebih besar akan
mengakibatkan eluen bersifat polar, sedangkan plat KLT yang digunakan bersifat polar
sehingga elusi tidak akan terjadi sesuai prinsip “Like dissolve like” dimana senyawa polar
akan larut dalam pelarut polar begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu dengan eluen yang
dicampur oleh kloroform methanol 98/2 akan membuat eluen bersifat non polar sehingga
elusi akan terjadi yang ditunjukkan oeh munculnya noda warna pada plat KLT akibat eluen
yang menjauhi plat KLT. Perbandingan 98/2 digunakan agar elusi berjalan cepat, karena jika
perbandingan yang digunakan 95/5 (kloroform/methanol) atau dengan kata lain kadar
kloroform diturunkan akan membuat elusi semakin lama akbiat eluen yang semakin polar.
Kemduian dilakukan penjenuhan pada chamber, tujuannya adalah agar elusi dapat
berjalan dengan cepat dan didapat hasil pemisahan yang baik karena eluen yang digunakan
bersifat volatile sehingga uap – uap nya akan terkumpul dalam chamber yang menyebabkan
proses elusi terganggu, maka dengan penjenuhan uap – uap tersebut akan terserap pada kertas
saring sehingga mengurangi uap – uap yang ada di dalam chamber. Jika kertas saring sudah
basah menandakan chamber sudah terjenuhkan (Fatimah dkk, 2017).
Selanjutnya, plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang sudah jenuh kemudian
ditunggu hingga eluen bergerak mencapai garis batas. Plat KLT dikeluarkan dari dalam
chamber dan dibiarkan kering.
Hasil KLT yang diperoleh adalah terbentuknya sebanyak 3 totol noda dengan
komposisi warna 1 dari bawah berwarna kuning muda, yang kedua berwarna kuning, dan
yang ketiga berwarna kuning tua. Dari KLT dengan fase diam polar dan fase gerak dominansi
nonpolar, diperoleh nilai Rf 1: 0,066 cm, Rf 2: 0.15 cm, Rf 3: 0.35 cm, 0.383 cm ,0.366 cm,
Rf 4 : 0.7166 cm. Menurut Govindarajan dan Stahl serta Tonnesen dkk., kurkuminoid dari
rimpang kunyit mengandung 3 senyawa pewarna yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, dan
bis-demetoksikurkumin. Dengan sifat fase diam dan fase gerak yang sama, nilai Rf yang
diperoleh menunjukkan kemiripan dengan nilai Rf dari pustaka tersebut. Nilai Rf kurkumin
pada 0,3 cm, demetoksikurkumin 0,15 cm dan bisdemetoksikurkumin 0,1 cm. Berdasarkan
kemiripan hasil penelitian dan data pustaka tersebut, maka totol 3 merupakan kurkumin, totol
2 demetoksikurkumin dan totol 1 bis-demetoksikurkumin. Perbedaan ketiga jenis pigmen dari
rimpang kunyit terletak pada jumlah gugus metil (CH) yang dimilikinya. Kurkumin
mempunyai 2 gugus metil, demetoksikurkumin 1 gugus metil, sedangkan bis-
demetoksikurkumin tidak mempunyai gugus metil. Tidak adanya gugus metil pada bis-
demetoksikurkumin meningkatkan kepolarannya, sehingga memiliki afinitas lebih kuat
dengan fase diam pada KLT, dibanding kurkumin dan demetoksikurkumin.
Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis kurkumin pada kunyit dan temulawak
melalui metode analisis dengan KLT. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui
karakteristik dari sifat interaksi senyawa dengan energi/cahaya. Prinsip kerja spektrometri
UV-Vis ini adalah sinar tampak (400-800 nm) akan diteruskan dalam sampel dan sampel
tersebut akan mengabsorbsi sejumlah sinar tampak yang sebanding dengan konsentrasi
sampel (Khopkar, 1990).
Uji spektroskopi dilakukan pada ekstrak yang diencerkan. Penggunaan ekstrak yang
diencerkan bertujuan untuk mengurangi efek penghamburan cahaya oleh terlalu banyaknya
molekul terabsorpsi dalam larutan. Jika digunakan sampel pekat yang dapat mengurangi
validitas nilai absorbansi yang didapat. Proses pengenceran menghasilkan larutan yang
homogen atau merata untuk mempermudah proses analisa dengan spektrofotometer. Hal ini
dikarenakan larutan yang homogen memudahkan cahaya pada spektrofotometer melakukan
transmisi menuju detektor cahaya. Sedangkan proses pengencerannya sendiri dilakukan guna
menurunkan konsentrasi larutan. Selain itu, pengenceran ini diperlukan agar kaidah hukum
Beer berlaku dimana hukum Beer hanya berlaku pada konsentrasi yang rendah.
(Natanael, 2015).
Hasil yang diperoleh adalah pada kunyit nilai absorbansi sebesar 0,180 A dengan
panjang gelombang maksimum 420.2 nm. Sedangkan pada temulawak diperoleh nilai
absorbansi sebesar 0.219 A dengan panjang gelombang maksimum 421.6 nm. Hasil tersebut
sedikit berbeda dengan literatur dimana pada literatur panjang gelombang maksimumnya
sebesar 40025 nm. Hal ini dapat disebabkan karena kemurnian dari kunyit dan temulawak
tersebut tidak 100 % murni, hal tersebut dapat ditunjukan dari plat KLT yang terdapat zat lain
berwarna biru selain kurkumin (Cahyono, 2011).
Pada percobaan ini digunakan dua lampu UV dengan panjang gelombang yang
berbeda yaitu 254 nm dan 395 nm yang bertujuan untuk mengetahui mana noda yang tampak
dan yang tidak. Hasil yang diperoleh adalah pada lampu Uv dengan panjang gelombang 254
nm terlihat noda biru pada kunyit dan temulawak, sedangkan pada lampu Uv dengan panjang
gelombang 395 nm noda biru tersebut tidak tampak. Hal ini dikarenakan semakin panjang
gelombang sinar Uv intensitas warnanya semakin membiru (Handayani, 2014).
VII.1 Kesimpulan
7.1.1. Ekstrak kunyit dan temulawak mengandung kurkumin sebagai zat warna kuning
7.1.2. Nilai Rf dari kurkumin ekstrak kunyit, temulawak dan standar adalah Rf 1: 0,066 cm,
Rf 2: 0.15 cm, Rf 3: 0.35 cm, 0.383 cm ,0.366 cm, Rf 4 : 0.7166 cm.
7.1.3. λ maksimal absorbansi ekstrak kunyit adalah pada 420.2 nm dan absorbansi 0,180 Λ
maksimal absorbansi ekstrak temulawak adalah 421.6 nm dan absorbansi 0.219 Λ
7.2. Saran
7.2.1. Penotolan KLT dilakukan dengan hati hati untuk tidak merusak silica gel.
Ati, N. H., Rahayu, P., Notosoedarmo, S., & Limantara, L. (2006). the Composition and the
Content of Pigments From Some Dyeing Plant for Ikat Weaving in Timorrese Regency,
East Nusa Tenggara. Indo. J. Chem, 6(3), 325–331. https://doi.org/10.1016/0379-
7112(86)90032-9
Batubara, I., Rafi, M., & Darusman, L. K. (2005). Estimasi Kandungan Kurkumin Pada
Sediaan Herbal. Jurnal Sains Kimia, 9(1), 28–34.
Cahyono, B., Huda, M. D. K., & Limantara, L. (2011). Pengaruh Proses Pengeringan
Rimpang Temulawak ( Curcuma xanthorriza ROXB ) Terhadap Kandungan dan
Komposisi Kurkuminoid. Reaktor, 13(3), 165–171. Retrieved from
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/reaktor/article/view/3176
Domestica, C., Terhadap, V. A. L., Escherichia, B., Simanjuntak, E. M., Barimbing, N.,
Padila, S., … Antibacterial, K. (2018). Perbandingan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Daun Lengkuas Merah ( Alpinia Purpurata K . Schum ) Dan Daun Kunyit Coli
Dan Staphylococus Aureus Comparison Of Antibacterial Activity Test Of Ethanol
Extract Red Galangal Leaf ( Alpinia Purpurata K . , 1(1), 6–10.
Meilani. (2013). Teori Warna : Penerapan Lingkaran Warna dalam Berbusana. Humaniora,
4(9), 326–338.
Nur Ida Dwi Retnani, Pri Iswati Utami, D. S. (2010). Analisis Kuantitatif Tablet
Levofloksasin Merk Dan Generik Dalam Plasma Manusia Secara In VIitro Dengan
Metode Spektrofotometri Ultraviolet- Visibel, 5(1976), 265–288.
Sari, A., & Maulidya, A. (2016). Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit
( Curcuma longa Linn ). Sel, 3(1), 16–23. https://doi.org/10.1093/bioinformatics/btt184
Setyowati, A., & Suryani, C. L. (2013). The Increase of Curcuminoida Content and
Antioxidative Activity of Temulawak and Turmeric Instant Beverages. Agritech, 33(4),
363–370.
Spain, J. C., Van Veld, P. A., & Monti, C. A. (1984). Comparison of p-nitrophenol
biodegradation in field and laboratory test systems. Applied and Environmental
Microbiology, 48(5), 944–950. https://doi.org/10.24198/JF.V15I2.13366
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
1. PERHITUNGAN NILAI RF
jarak yang ditempuh zat terlarut
Rf =
jarak yang ditempuh pelarut
0.4
Rf = = 0,066 cm
6
2.1
Rf = =0.35 cm
6
2.3
Rf = =0.383 cm
6
2.2
Rf = =0.366 cm
6
4.3
Rf = =0.7166 cm
6
2. Perhitungan kadar senyawa kurkuminoid pada kunyit dan temulawak
KUNYIT
y=0.15 x +0.011
0.180=0.15 x+ 0.011
0.180−0.011=0.15 x
0.169=0.15 x
0.169
x=
0.15
x=0.106 mg/ L
TEMULAWAK
y=0.15 x +0,011
0.219=0.15 x+0.011
0.219−0.011=0.15 x
0.208=0.15 x
0.208
x=
0.15
x=0.1456 mg/ L
LAMPIRAN FOTO DOKUMENTASI