Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN TERBAIK

PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN VIII
ZAT WARNA: APLIKASI TLC DAN SPEKTROSKOPI VIS DALAM
ANALISIS KURKUMINOID DARI TEMULAWAK DAN KUNYIT

Disusun Oleh
Indah Salma Sausan 24030117120008
Nina Chandraningrum 24030117120012
Amanda Yashinta 24030117120021
Novemi Eliza 24030117120031
Rangga Andhika Permana 24030117140007
Laurentius Ivan M 24030117140012
Vanka Septian H 24030117140021
Angganararas Wedhar R 24030117140026
Asisten

Ratri Febriastuti

24030115130127

DEPATEMEN KIMIA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2017
ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Zat Warna: Aplikasi VIS dalam
Analisis Kurkuminoid dari Temulawak dan Kunyit” bertujuan agar mahasiswa
dapat menerapkan teori zat warna yang telah diperoleh pada perkuliahan, serta
mampu melakukan analisis dengan TLC dan spektroskopi UV-Vis. Metode yang
digunakan adalah KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dan Spektrofotometri UV Vis.
Prinsip yang digunakan yaitu perbedaan daya larut fase diam dan fase gerak pada
KLT dan absorpsi cahaya oleh suatu molekul pada spektoskopi UV-Vis. Hasil
yang akan diperoleh adalah hasil KLT yang diperoleh adalah terbentuknya
sebanyak 3 totol noda dengan komposisi warna 1 dari bawah berwarna kuning
muda, yang kedua berwarna kuning, dan yang ketiga berwarna kuning tua. Hasil
dari analisis dengan spektrofotometri UV Vis adalah pada kunyit nilai absorbansi
sebesar 0,180 A dengan panjang gelombang maksimum 420.2 nm. Sedangkan
pada temulawak diperoleh nilai absorbansi sebesar 0.219 A dengan panjang
gelombang maksimum 421.6 nm.
PERCOBAAN VIII

ZAT WARNA: APLIKASI TLC DAN SPEKTROSKOPI UV-VIS DALAM


ANALISIS KURKUMINOID DARI TEMULAWAK DAN KUNYIT

I. TUJUAN
I.1. Mampu menerapkan teori zat warna yang telah diperoleh pada perkuliahan.
I.2. Mampu melakukan analisis dengan KLT dan spektroskopi UV-Vis.

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1. Zat Warna
Pigmen alami merupakan zat warna yang terdapat secara alami dan
diproduksi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh tumbuhan, hewan,
dan beberapa organisme seperti bakteri, alga, dan khamir. Sejak dahulu, pigmen
alami telah dimanfaatkan, baik secara tradisional maupun komersial, sebagai
pewarna makanan untuk meningkatkan organoleptik suatu produk pangan. Tentu
saja pigmen alami ini lebih aman digunakan daripada pigmen sintetik.
Penggunaan pigmen alami dalam makanan tergolong aman karena rendahnya efek
samping yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang mengandung pigmen.
Di alam, pigmen alami tersedia dalam berbagai jenis warna, mulai dari
hijau, coklat, orange kemerahan, kuning, sampai merah. Zat warna alami hijau
disebut klorofil. Zat warna alami yang berwarna coklat adalah tanin dan
kurkumin. Zat warna alami orange-kemerahan disebut karotenoid. Karotenoid
merupakan pigmen pelengkap yang distribusinya terdapat paling melimpah di
alam dan berfungsi melindungi klorofil dari efek cahaya yang berlebihan
(fotoproteksi).
Zat warna alami kuning disebut kurkumin. Kurkumin merupakan pigmen
nonfotosintetik berwarna kuning yang bersifat lebih stabil terhadap suhu dan
cahaya, juga dalam tubuh manusia. Kurkumin berasal dari jenis rempah keluarga
Zingibercaceae seperti kunyit dan temu lawak. Sedangkan zat warna alami merah
disebut antosianin. Golongan antosianin merupakan pigmen alami dengan kisaran
warna merah yang luas. Antosianin berasal dari bunga bewarna seperti bunga
rosella dan sumber lainnya seperti buah duwet dan ubi ungu (Himalogista, 2013)
2.2. Warna Komplementer
Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yang
berwarna maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secara
selektif dan radiasi sinar lainnya akan diteruskan. Absorbansi maksimum dari
larutan berwarna terjadi pada daerah warna yang berlawanan dengan warna yang
diamati, misalnya larutan berwarna merah akan menyerap radiasi maksimum pada
daerah warna hijau. Dengan kata lain warna yang diserap adalah warna
komplementer dari warna yang diamati (Suharta, 2005).

2.3 Gugus Kromofor

Kromofor adalah gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi
dalam daerah-daerah ultrafiolet dan terlihat (Sastrohamidjojo, 2007)

2.4. Spektrofotometri UV Vis

Metode Spektrofotometri UV Vis dipakai untuk analisis untuk molekul-


molekul yang strukturnya ada ikatan rangkap terkonjugasi yang mengandung
gugus kromofor (Mulya & Suharman, 1995)

2.5 Hukum Lambert Beer

Hukum ini adalah gabungan antara hukum Bougner-Lambert dengan Beer.


Dalam memperhatikan atau mempelajari efek konsentrasi yang berubah-ubah
terhadap absorbsi, tebal larutan diusahakan agar konstan namun hasil didapat akan
bergantung pada besarnya nilai konstan itu. Dengan kata lain, hukum dasar Beer
yang ditulis dengan ki = f [b] serupa hukum Lambert ki = f [c], sehingga dapat
diperoleh :

Po Po
log = f [c].b dan log = f [b].c
P P

(Hukum Lambert) (Hukum Beer)

Jika keduanya disubstitusi, perumusannya :

f(c).b = f(b).c

f ( c) f (b)
=
c b

sehingga dihasilkan :

Po
log = f(c).b = ε.b.c
P
Rumus tersebut menjadi :

A = ε.b.c

Dimana : A = daya serap cahaya oleh larutan

b = tebal dari larutan

c = konsentrasi larutan

ε = koefisien ekstingsi larutan

Daya serap cahaya oleh larutan (A) dipengaruhi oleh beberapa


factor yaitu :

1. panjang jalan melewati larutan ( tebal larutan / b )

2. Konsentrasi larutan (c)

3. Koefisien ekstingsi molar larutan (ε)

(Underwood, 1966)

2.6. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatrografi merupakan suatu metode yang digunakan untuk


memisahkan campuran komponen. Pemisahan campuran komponen tersebut
didasarkan pada distribusi komponen pada fase gerak dan fase diamnya.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) biasanya digunakan untuk tujuan analisis
kualitatif, analisis kuantitatif, dan preparative. Suatu sistem KLT terdiri dari fase
diam dan fase gerak. (Stahl, 1985).

2.6.1 Fase Diam

Fase diam berupa silica gel dengan fase gerak yang terdiri dari campuran
eluen. Fase diam silica gel ini bersifat polar. (Rahmatullah, 2018).

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran


kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa,
sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi
(Gandjar & Rohman, 2007).
2.6.2. Fase Gerak

Fase gerak merupakan pembawa zat. Pemilihan fase gerak didasarkan


pada sifat kimia dan fisika yang dimiliki suatu zat yang dianalis (Rahmatullah,
2018).

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling
sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua
pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi
secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan
mengoptimasi fase gerak :
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti
juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar
seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.

Beberapa Sistem Pemisahan dengan KLT dari Bahan Alam:


Eluen Fase Diam Keterangan
Heksan : Etil asetat Silika Gel Sistem umum yang digunakan
Petrol : Dietileter Silika Gel Sistem umum yang digunakan untuk
senyawa nonpolar seperti terpen dan
asam lemak
Petrol : Kloroform Silika Gel Berguna untuk pemisahan derivat
asam sinamat dan kumarin
Toluen : Etil asetat : Silika Gel Komposisi 80:18:2 v/v atau 60:38:2
Asam asetat (TEA) v/v baik untuk pemisahan metabolit
asam
Kloroform : Aseton Silika Gel Sistem umum untuk produk dengan
polaritas sedang
n-Butanol : Asam Silika Gel Sistem polar untuk flavonoid dan
Asetat : Air glikosida
Metanol : Air C18 Dimulai dengan metanol 100%
dilanjutkan dengan penambahan
konsentrasi air
Asetonitril : Air C18 Sistem umum Reverse phase
Metanol : Air Selulosa Memisahkan senyawa dengan
kepolaran tinggi seperti gula dan
glikosida
(Gandjar & Rohman, 2007).
2.6.3 Nilai Rf

Nilai Rf merupakan nilai perbandingan relative antar sampel. Nilai Rf juga


menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf
sering juga disebut factor retensi.

jarak yang ditempuh zat terlarut


Rf = (Rahmatullah,
jarak yang ditempuh eluen
2018)

2.7 Kunyit

Kunyit merupakan tanaman obat berupa


semak dan bersifat tahunan (perenial) yang
tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman ini
banyak dibudidayakan di Asia Selatan
khususnya India, Cina, Taiwan, Indonesia
(Jawa) dan Filipina. Tanaman ini tumbuh
bercabang dengan tinggi 40 - 100 cm. Batang
merupakan batang semu, tegak, bulat membentuk rimpang dengan warna hijau
kekuningan dan mempunyai pelepah daun . Kulit luar rimpang berwarna jingga
kecoklatan dan daging buah merah jingga kekuning-kuningan. Tanaman kunyit
siap dipanen pada umur 8-18 bulan, dimana saat panen terbaik adalah pada umur
tanaman 11-12 bulan (Sudarsono dkk, 1996).

Klasifikasi Tanaman Kunyit :


Divisio             : Spermatophyta
Sub-diviso       : Angiospermae
Kelas               : Monocotyledoneae
Ordo                : Zingiberales
Famili              : Zungiberaceae
Genus              : Curcuma
Species            : Curcuma domestica Val.(Backer,1968)

Rimpang kunyit mengandung 28% glukosa, 12% fruktosa, 8% protein,


vitamin C dan mineral kandungan kalium dalam rimpang kunyit cukup tinggi
(Rismunandar, 1998), 1,3-5,5% minyak atsiri yang terdiri 60% keton
seskuiterpen, 25% zingiberina dan 25% kurkumin berserta turunannya. Keton
Seskuiterpen yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah tumeron dan antumeron,
sedangkan kurkumin dalam rimpang kunyit meliputi kurkumin (diferuloilmetana),
dimetoksikurkumin (hidroksisinamoil feruloilmetan), dan bisdemetoksi-kurkumin
(hidroksisinamoil metana)(Sudarsono dkk,1996).
2.8 Temulawak

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman


obat unggulan yang memiliki khasiat multifungsi. Rimpang induk temulawak
berbentuk bulat seperti telur dan berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan
dimana bagian dalamnya berwarna jingga kecokelatan.
Klasifikasi:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.(Rahmat,1995)
Kurkumin, kurkuminoid, P-toluilmetilkarbinol, seskuiterpen d-kamper,
mineral, minyak atsiri serta minyak lemak, karbohidrat, protein, mineral seperti
Kalium (K), Natrium (Na), Magnesium (Mg), Besi (Fe), Mangan (Mn), dan
Kadmium (Cd). (Itokawa, 1985)
2.9 Kurkuminoid
Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 (BM = 368). Sifat kimia
kurkumin yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan pH
lingkungan. Kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga pada suasana asam,
sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Kurkumin dalam suasana basa
atau pada lingkungan pH 8,5-10,0 dalam waktu yang relatif lama dapat
mengalami proses disosiasi, kurkumin mengalami degradasi membentuk asam
ferulat dan feruloilmetan. Warna kuning coklat feruloilmetan akan mempengaruhi
warna merah dari kurkumin yang seharusnya terjadi. Sifat kurkumin lain yang
penting adalah kestabilannya terhadap cahaya. Adanya cahaya dapat
menyebabkan terjadinya degradasi fotokimia senyawa tersebut. Hal ini karena
adanya gugus metilen aktif (-CH2-) diantara dua gugus keton pada senyawa
tersebut. Kurkumin mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat toksik bila
dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh manusia
adalah 100 mg/hari sedangkan untuk tikus 5 g/hari (Rahayu, 2010).
Sifat-sifat kurkumin adalah sebagai berikut :
Berat molekul  : 368.37 (C = 68,47 %; H = 5,47 %; O = 26,06 %)
Warna              : Light yellow
Melting point  : 183ºC
Larut dalam alkohol dan asam asetat glasial
Tidak larut dalam air
Kurkumin dapat ditemukan pada dua bentuk tautomer, yaitu bentuk keto
dan bentuk enol. Struktur keto lebih stabil atau lebih banyak ditemukan pada fasa
padat, sedangkan struktur enol lebih dominan pada fasa cair atau larutan.
Kurkumin merupakan senyawa yang sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol,
asam asetat glasial dan alkali hidroksida, serta tidak larut dalam air dan dietileter.
(Yudha, 2009).
Kandungan kunyit berupa zat  kurkumin
10 %, Demetoksikurkumin 1-5 %
Bisdemetoksikurkumin, sisanya minyak atsiri
atau volatil oil (Keton sesquiterpen, turmeron,
tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren,
sabinen, borneol dan sineil), lemak 1-3%,
karbohidrat 3%, protein 30%, pati 8%,
vitamin C 45-55%, dan garam-garam Mineral (Zat besi, fosfor, dan kalsium)
(Sharma R.A, A.J. Gescher, W.P. Steward, 2005).
2.10 Demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin dalam pelarut

Kurkuminoid merupakan golongan senyawa fenolik, dan tersusun atas


senyawa kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Kandungan
utama yang dimiliki kurkuminoid adalah kurkumin yang berwarna kuning
(Stankovic, 2004). Zat kuning alami ini banyak digunakan dalam pewarnaan
makanan (Jayaprakasha dkk., 2005). Keberadaan gugus fenolik pada ketiga
senyawa tersebut dilaporkan menyebabkan aktivitas antioksidan yang kuat pada
sistem biologis (Masuda dkk., 1999).

Optimalisasi ekstraksi kurkuminoid dilakukan dengan cara menentukan


jenis pelarut yang paling tepat untuk mengekstraksi kurkuminoid, sehingga dapat
meningkatkan kadar total kurkuminoid dalam ekstrak yang diperoleh. Pelarut
yang digunakan adalah pelarut organic. Pelarut organik yang digunakan
merupakan pelarut organik yang mampu melarutkan kurkuminoid, dan pernah
digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya (Stankovic, 2004). Pelarut
yang digunakan tersebut adalah etanol, aseton, dan etil asetat.

2.11 Maserasi

Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini
pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali.

Prinsip maserasi adalah pengambilan zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari.
Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Sembiring dkk,
2006).

2.15. Analisa Bahan

2.15.1. Aquades

Sifat kimia : bersifat polar (Basri, 2003)

Sifat fisika: tidak berwarna, tidak berbau, Td = 1000C ,TB = 00C


(Pudjaatmaka,2003)

2.15.2. Etanol

Sifat kimia : volatil, dapat bercampur dengan air

Sifat fisika : tidak berwarna, Td = 78,40C

(Pudjaatmaka,2003)

2.15.3 Kurkumin

Sifat kimia : dalam suasana asam kurkumin berwarna kuning jingga ,

dalam suasana basa berwarna merah termasuk golongan

fenolin, larut dalam etil asetat , metanol, etanol

Sifat fisika : berwarna kuning

(Pudjaatmaka,2003)

2.15.4. Kloroform

Sifat kimia : volatile, dapat diperoleh dengan mereaksikan Cl2 dengan

aseton/alkohol

Sifat fisika : BM = 119,3 g/mol , densitas 1,484, C=18,05%, H=0,84%,

Cl = 89,10 %.

(Pudjaatmaka,2003)

2.15.5. Metanol

Sifat kimia : pada keadaan atmosfer berbentuk cairan, volatil

Sifat fisika : tidak berwarna, Td = 64,70C

(Pudjaatmaka,2003)
III. METODE PERRCOBAAN

3.1 Bahan Dan Alat


3.1.1 Bahan
1. Aquadest
2. Etanol
3. Kurkumin
4. Kloroform
5. Methanol
3.1.2 Alat
1. Spektroskopi Uv-VIS
2. Cuvet
3. Tabung reaksi
4. Corong pemisah
5. Gelas beaker
6. Erlenmeyer
7. Pipet tetes
8. Gelas ukur
9. Kertas saring
3.1.3 Gambar Alat

Spektrofotometer uv-vis cuvet Tabung


Reaksi Coronng pemisah

Gelas beaker
Erlenmeyer Pipet Tetes Gelas Ukur Kertas saring
3.2. Skema Kerja
3.2.1. Isolasi Pigmen Kurkumin Kunyit

2 gram bubuk kunyit


Gelas Beker
- Penambahan 10 ml etanol teknis
- Pengadukan
- Maserasi selama 10 menit
- Penyaringan

Residu Filtrat

-- Pengenceran
Ambil 5 tetes
dengan etanol
- Penggojogan

HASIL

3.2.3. Isolasi Pigmen Kurkumin Temulawak

2 gram bubuk kunyit


Gelas Beker
- Penambahan etanol 96 %
- Pengadukan
- Maserasi selama 10 menit
- Penyaringan

Residu Filtrat

- Ambil 0,1 ml
- Pengenceran
dengan etanol
- Penggojogan

HASIL
3.2.2. Pembuatan Elusi, Analisis Kromatografi Lapis Tipis

3,92 mL metanol + 0,1 mL CHCl3


Chamber
- Pengadukan
- Pemasukan dalam chamber

Hasil

Larutan kurkumin
Plat KLT
- Penotolan sampel kurkumin (kunyit,
temulawak, kurkumin standard) pada plat
KLT dengan jarak 1 cm dari bawah plat
KLT
- Pendiaman hingga kering
- Pengelusian dengan campuran meetanol
dan kloroform (98:2)
- Pengambilan KLT setelah mencapai 0,5cm
dari batas atas plat KLT
- Pengeringan
- Pengamatan bercak sinar UV

Hasil

3.2.3. Analisis Komponen Hasil Isolasi dengan Spektrometer UV-Vis

Larutan etanol sebagai Blanko


Cuvet
- Pemasukan ke dalam spectrometer UV-vis
- Pemasukan larutan standard
- Lakukan scan pada panjang gelombang
350nm-750nm
- Pengukuran panjang gelombang

Hasil

Larutan kurkumin pada temulawak


yang sudah diencerkan
Cuvet
- Pemasukan ke dalam spectrometer UV-vis
- Lakukan scan pada panjang gelombang
350nm-750nm
- Pengukuran panjang gelombang

Hasil

Larutan kurkumin pada kunyit


yang sudah di encerkan
Cuvet
- Pemasukan ke dalam spectrometer UV-vis
- Lakukan scan pada panjang gelombang
350nm-750nm
- Pengukuran panjang gelombang

Hasil
IV. DATA PENGAMATAN

No Hasil
Perlakuan
.

1. Isolasi Kurkuminoid dari kunyit

 Penambahan etanol 96 %
 Pengadukan
 Maserasi selama 10 menit
 Penyaringan
 Pengenceran dengan etanol
 Penyaringan
Filtrat kuning

Kurkuminoid berwarna kuning

2. Isolasi Kurkuminoid dari temulawak

 Penambahan etanol 96 %
 Pengadukan
 Maserasi selama 10 menit
 Penyaringan
 Pengenceran dengan etanol
 Penyaringan

Filtrat kuning

Kurkuminoid berwarna kuning

3. Pembuatan elusi dalam chamber

 Penambahan eluen metanol :


kloroform dengan
perbandingan 2 : 98
 Memasukkan kertas saring
 Menunggu hingga kertas
menjadi basah

Kertas saring menjadi basah


karena pengaruh uap pelarut
yang bersifat volatil.

4. Analisis dengan KLT

 Penyiapan plat dengan batas Terdapat 3 titik kuning, yaitu


1 cm pada tepi dan penotolan kurkumin standar, kurkumin
temulawak, dan kurkumin
kurkumin kunyit, kurkumin kunyit.
temulawak, dan kurkumin
standar.
 Memasukkan plat pada
chamber
 Menunggu hingga proses
elusi selesai dan analisis
dengan sinar UV

Proses elusi selesai dengan


naiknya sampel pada bagian atas
plat KLT

5 Analisis dengan spektroskopi UV-


Vis

 Pengambilan sampel dan


pengenceran dengan etanol
 Memasukkan sampel pada
spektroskopi UV-Vis dan
analisis

Panjang gelombang maksimum


pada kunyit 420,2 nm dan pada
temulawak 421,6 nm
V. HIPOTESIS

Dalam percobaan yang berjudul “Zat Warna: Aplikasi VIS dalam Analisis
Kurkuminoid dari Temulawak dan Kunyit” bertujuan agar mahasiswa dapat menerapkan teori
zat warna yang telah diperoleh pada perkuliahan, serta mampu melakukan analisis dengan
TLC dan spektroskopi UV-Vis. Metode yang digunakan adalah KLT (Kromatografi Lapis
Tipis) dan Spektrofotometri UV Vis. Prinsip yang digunakan yaitu perbedaan daya larut fase
diam dan fase gerak pada KLT dan absorpsi cahaya oleh suatu molekul pada spektoskopi UV-
Vis. Hasil yang akan diperoleh adalah hasil KLT yang diperoleh adalah terbentuknya
sebanyak 3 totol noda dengan komposisi warna 1 dari bawah berwarna kuning muda, yang
kedua berwarna kuning, dan yang ketiga berwarna kuning tua serta hasil dari spektroskopi
UV Vis adalah panjang gelombang maksimum dari senyawa kurkumin adalah 425 nm.
VI. PEMBAHASAN

Dalam percobaan yang berjudul “Zat Warna: Aplikasi VIS dalam Analisis
Kurkuminoid dari Temulawak dan Kunyit” bertujuan agar mahasiswa dapat menerapkan teori
zat warna yang telah diperoleh pada perkuliahan, serta mampu melakukan analisis dengan
TLC dan spektroskopi UV-Vis. Metode yang digunakan adalah KLT (Kromatografi Lapis
Tipis) dan Spektrofotometri UV Vis. Prinsip yang digunakan yaitu perbedaan daya larut fase
diam dan fase gerak pada KLT dan absorpsi cahaya oleh suatu molekul pada spektoskopi UV-
Vis.

Dalam percobaan ini, digunakan sampel kunyit dan temulawak. Rimpang kunyit
mengandung 28% glukosa, 12% fruktosa, 8% protein, vitamin C dan mineral kandungan
kalium dalam rimpang kunyit cukup tinggi (Rismunandar, 1998), 1,3-5,5% minyak atsiri
yang terdiri 60% keton seskuiterpen, 25% zingiberina dan 25% kurkumin berserta
turunannya. Keton Seskuiterpen yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah tumeron dan
antumeron, sedangkan kurkumin dalam rimpang kunyit meliputi kurkumin
(diferuloilmetana), dimetoksikurkumin (hidroksisinamoil feruloilmetan), dan bisdemetoksi-
kurkumin (hidroksisinamoil metana)(Sudarsono dkk,1996).

Dalam temulawak, terdapat kurkumin, kurkuminoid, P-toluilmetilkarbinol,


seskuiterpen d-kamper, mineral, minyak atsiri serta minyak lemak, karbohidrat, protein,
mineral seperti Kalium (K), Natrium (Na), Magnesium (Mg), Besi (Fe), Mangan (Mn), dan
Kadmium (Cd) (Itokawa, 1985).

Pada tahap awal dari percobaan ini, dilakukan ekstraksi dengan cara maserasi.
Maserasi adalah salah satu jenis metode ekstraksi tanpa pemanasan atau dikenal dengan
istilah ekstraksi dingin. Prinsip maserasi yaitu pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat
kelarutannya dalam suatu pelarut. Maserasi ini bertujuan untuk mengekstrak atau menarik
senyawa kurkuminoid dari serbuk kunyit dan temulawak ke dalam matriks etanol
pengekstraksi. Pada percobaan ini, 2 gram serbuk temulawak dimaserasi dengan etanol dalam
gelas beker. Begitu pula 2 gram serbuk kunyit yang ditambahkan dengan etanol di gelas beker
yang berbeda. Kedua gelas beker tersebut ditutup rapat dengan aluminium foil yang bertujuan
untuk mencegah penguapan etanol yang dapat mengurangi laju dan efektivitas ekstraksi.
Karena etanol bersifat mudah menguap. Etanol digunakan sebagai agen pengekstrak senyawa
kurkuminoid karena memiliki kepolaran yang serupa dengan senyawa kurkuminoid. Etanol
bersifat semi-polar sehingga dapat mengikat senyawa polar maupun nonpolar. Senyawa
nonpolar yang diikat oleh etanol adalah kurkuminoid. Etanol juga mengikat senyawa
semipolar lain yang terkandung dalam temulawak dan kunyit yaitu flavonoid. Flavonoid
bersifat semipolar, akan tetapi lebih cenderung ke polar sehingga dapat diikat oleh etanol.
Proses ini mengikuti prinsip ‘like dissolve like’ yang menyatakan bahwa senyawa polar akan
larut dalam pelarut polar, dan senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar (Cahyono,
2011).

Maserasi menggunakan pelarut etanol 96% karena tidak banyak mengandung kadar
air sehingga hasil ekstraksi lebih kental dan murni. Metode maserasi ini dipilih karena cara
pengerjaannya yang dilakukan sederhana dan alat yang digunakan mudah serta tidak perlu
pengawasan intensif. Maserasi dilakukan selama 10 menit yang bertujuan untuk menarik atau
mengekstraksi kurkuminoid dari serbuk simplisia (temulawak dan kunyit) dengan pelarut
etanol. Dari proses maserasi tersebut didapatkan ekstrak etanol temulawak dan ekstrak etanol
kunyit yang berwarna kuning. Warna ini menunjukan adanya senyawa aromatic dengan
konjugasi electron π yang kompleks sebagai karateristik senyawa berwarna, yang mana dalam
percobaan ini senyawa tersebut adalah kurkuminoid yang terkandung dalam simplisia serbuk
kunyit dan temulawak. (Simanjuntak, 2018)

6.1. Analisis menggunakan KLT

Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis kurkumin pada kunyit dan temulawak
melalui metode analisis dengan KLT. Prinsipnya yaitu distribusi senyawa yang akan
dipisahkan terhadap fase gerak dan fase diamnya. Pada KLT, ekstrak kurkuminoid digunakan
sebagai zat sampel yang diujikan dengan silica gel sebagai fasa diam yang bersifat polar dan
eluen sebagai fasa gerak yang bersifat semipolar. (Herlina Ati, 2006)

Eluen yang digunakan yaitu campuran antara kloroform dengan methanol dengan
perbandingan 98/2. Kloroform bersifat non polar, sedangkan mettanol bersifat cenderung
lebih polar. Tujuan perbandingan kloroform methanol 98/2 dengan volume kloroform yang
jauh lebih besar tersebut dikarenakan apabila volume methanol yang lebih besar akan
mengakibatkan eluen bersifat polar, sedangkan plat KLT yang digunakan bersifat polar
sehingga elusi tidak akan terjadi sesuai prinsip “Like dissolve like” dimana senyawa polar
akan larut dalam pelarut polar begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu dengan eluen yang
dicampur oleh kloroform methanol 98/2 akan membuat eluen bersifat non polar sehingga
elusi akan terjadi yang ditunjukkan oeh munculnya noda warna pada plat KLT akibat eluen
yang menjauhi plat KLT. Perbandingan 98/2 digunakan agar elusi berjalan cepat, karena jika
perbandingan yang digunakan 95/5 (kloroform/methanol) atau dengan kata lain kadar
kloroform diturunkan akan membuat elusi semakin lama akbiat eluen yang semakin polar.

Kemduian dilakukan penjenuhan pada chamber, tujuannya adalah agar elusi dapat
berjalan dengan cepat dan didapat hasil pemisahan yang baik karena eluen yang digunakan
bersifat volatile sehingga uap – uap nya akan terkumpul dalam chamber yang menyebabkan
proses elusi terganggu, maka dengan penjenuhan uap – uap tersebut akan terserap pada kertas
saring sehingga mengurangi uap – uap yang ada di dalam chamber. Jika kertas saring sudah
basah menandakan chamber sudah terjenuhkan (Fatimah dkk, 2017).

Selanjutnya, plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang sudah jenuh kemudian
ditunggu hingga eluen bergerak mencapai garis batas. Plat KLT dikeluarkan dari dalam
chamber dan dibiarkan kering.

Hasil KLT yang diperoleh adalah terbentuknya sebanyak 3 totol noda dengan
komposisi warna 1 dari bawah berwarna kuning muda, yang kedua berwarna kuning, dan
yang ketiga berwarna kuning tua. Dari KLT dengan fase diam polar dan fase gerak dominansi
nonpolar, diperoleh nilai Rf 1: 0,066 cm, Rf 2: 0.15 cm, Rf 3: 0.35 cm, 0.383 cm ,0.366 cm,
Rf 4 : 0.7166 cm. Menurut Govindarajan dan Stahl serta Tonnesen dkk., kurkuminoid dari
rimpang kunyit mengandung 3 senyawa pewarna yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, dan
bis-demetoksikurkumin. Dengan sifat fase diam dan fase gerak yang sama, nilai Rf yang
diperoleh menunjukkan kemiripan dengan nilai Rf dari pustaka tersebut. Nilai Rf kurkumin
pada 0,3 cm, demetoksikurkumin 0,15 cm dan bisdemetoksikurkumin 0,1 cm. Berdasarkan
kemiripan hasil penelitian dan data pustaka tersebut, maka totol 3 merupakan kurkumin, totol
2 demetoksikurkumin dan totol 1 bis-demetoksikurkumin. Perbedaan ketiga jenis pigmen dari
rimpang kunyit terletak pada jumlah gugus metil (CH) yang dimilikinya. Kurkumin
mempunyai 2 gugus metil, demetoksikurkumin 1 gugus metil, sedangkan bis-
demetoksikurkumin tidak mempunyai gugus metil. Tidak adanya gugus metil pada bis-
demetoksikurkumin meningkatkan kepolarannya, sehingga memiliki afinitas lebih kuat
dengan fase diam pada KLT, dibanding kurkumin dan demetoksikurkumin.

6.2 Analisis dengan Spektrofotometri UV-Vis

Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis kurkumin pada kunyit dan temulawak
melalui metode analisis dengan KLT. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui
karakteristik dari sifat interaksi senyawa dengan energi/cahaya. Prinsip kerja spektrometri
UV-Vis ini adalah sinar tampak (400-800 nm) akan diteruskan dalam sampel dan sampel
tersebut akan mengabsorbsi sejumlah sinar tampak yang sebanding dengan konsentrasi
sampel (Khopkar, 1990).

Kurkumin dapat dianalisis dengan spektrofotometer UV Vis karena kurkumin


merupakan komponen zat warna sesuai dengan prinsip kerja spektrofotometri UV Vis
tersebut yang analisisnya dengan menyerap warna (Batubara, 2005).

Uji spektroskopi dilakukan pada ekstrak yang diencerkan. Penggunaan ekstrak yang
diencerkan bertujuan untuk mengurangi efek penghamburan cahaya oleh terlalu banyaknya
molekul terabsorpsi dalam larutan. Jika digunakan sampel pekat yang dapat mengurangi
validitas nilai absorbansi yang didapat. Proses pengenceran menghasilkan larutan yang
homogen atau merata untuk mempermudah proses analisa dengan spektrofotometer. Hal ini
dikarenakan larutan yang homogen memudahkan cahaya pada spektrofotometer melakukan
transmisi menuju detektor cahaya. Sedangkan proses pengencerannya sendiri dilakukan guna
menurunkan konsentrasi larutan. Selain itu, pengenceran ini diperlukan agar kaidah hukum
Beer berlaku dimana hukum Beer hanya berlaku pada konsentrasi yang rendah.
(Natanael, 2015).

Hasil yang diperoleh adalah pada kunyit nilai absorbansi sebesar 0,180 A dengan
panjang gelombang maksimum 420.2 nm. Sedangkan pada temulawak diperoleh nilai
absorbansi sebesar 0.219 A dengan panjang gelombang maksimum 421.6 nm. Hasil tersebut
sedikit berbeda dengan literatur dimana pada literatur panjang gelombang maksimumnya
sebesar 40025 nm. Hal ini dapat disebabkan karena kemurnian dari kunyit dan temulawak
tersebut tidak 100 % murni, hal tersebut dapat ditunjukan dari plat KLT yang terdapat zat lain
berwarna biru selain kurkumin (Cahyono, 2011).

Pada percobaan ini digunakan dua lampu UV dengan panjang gelombang yang
berbeda yaitu 254 nm dan 395 nm yang bertujuan untuk mengetahui mana noda yang tampak
dan yang tidak. Hasil yang diperoleh adalah pada lampu Uv dengan panjang gelombang 254
nm terlihat noda biru pada kunyit dan temulawak, sedangkan pada lampu Uv dengan panjang
gelombang 395 nm noda biru tersebut tidak tampak. Hal ini dikarenakan semakin panjang
gelombang sinar Uv intensitas warnanya semakin membiru (Handayani, 2014).

Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar senyawa kurkuminoid pada kunyit dan


temulawak. Hasil yang diperoleh adalah kadar senyawa kurkuminoid pada kunyit sebesar
0.106 mg/ Lsedangkan kadar senyawa kurkuminoid pada temulawak sebesar 0.1456 mg/ L.
VII. PENUTUP

VII.1 Kesimpulan

7.1.1. Ekstrak kunyit dan temulawak mengandung kurkumin sebagai zat warna kuning

7.1.2. Nilai Rf dari kurkumin ekstrak kunyit, temulawak dan standar adalah Rf 1: 0,066 cm,
Rf 2: 0.15 cm, Rf 3: 0.35 cm, 0.383 cm ,0.366 cm, Rf 4 : 0.7166 cm.

7.1.3. λ maksimal absorbansi ekstrak kunyit adalah pada 420.2 nm dan absorbansi 0,180 Λ
maksimal absorbansi ekstrak temulawak adalah 421.6 nm dan absorbansi 0.219 Λ

7.2. Saran

7.2.1. Penotolan KLT dilakukan dengan hati hati untuk tidak merusak silica gel.

7.2.2. Perhitungan nilai Rf dilakukan dengan teliti


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2015). Aplikasi Metode Spektrofotometri Visibel Genesys-20 Untuk Mengukur


Kadar Curcuminoid Pada Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza) (Application Methods
Spectrophotometry Visible Genesys-20 For Measuring The Content Curcuminoid
Ginger (Curcuma Xanthorrhiza). Universitas Diponegoro, 3–15.

Ati, N. H., Rahayu, P., Notosoedarmo, S., & Limantara, L. (2006). the Composition and the
Content of Pigments From Some Dyeing Plant for Ikat Weaving in Timorrese Regency,
East Nusa Tenggara. Indo. J. Chem, 6(3), 325–331. https://doi.org/10.1016/0379-
7112(86)90032-9

Batubara, I., Rafi, M., & Darusman, L. K. (2005). Estimasi Kandungan Kurkumin Pada
Sediaan Herbal. Jurnal Sains Kimia, 9(1), 28–34.

Cahyono, B., Huda, M. D. K., & Limantara, L. (2011). Pengaruh Proses Pengeringan
Rimpang Temulawak ( Curcuma xanthorriza ROXB ) Terhadap Kandungan dan
Komposisi Kurkuminoid. Reaktor, 13(3), 165–171. Retrieved from
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/reaktor/article/view/3176

Domestica, C., Terhadap, V. A. L., Escherichia, B., Simanjuntak, E. M., Barimbing, N.,
Padila, S., … Antibacterial, K. (2018). Perbandingan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Daun Lengkuas Merah ( Alpinia Purpurata K . Schum ) Dan Daun Kunyit Coli
Dan Staphylococus Aureus Comparison Of Antibacterial Activity Test Of Ethanol
Extract Red Galangal Leaf ( Alpinia Purpurata K . , 1(1), 6–10.

Meilani. (2013). Teori Warna : Penerapan Lingkaran Warna dalam Berbusana. Humaniora,
4(9), 326–338.

L, L. (2010). Efektivitas Biolarvasida Ekstrak Etanol Limbah Penyulingan Minyak Akar


Wangi ( Vetiveria zizanoides ) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti , Culex sp . , dan
Anopheles sundaicus. Jurnal Sains Dan Teknologi Kimia, 1(1), 59–65.
https://doi.org/10.1111/j.1369-7625.2004.00287.x

Nur Ida Dwi Retnani, Pri Iswati Utami, D. S. (2010). Analisis Kuantitatif Tablet
Levofloksasin Merk Dan Generik Dalam Plasma Manusia Secara In VIitro Dengan
Metode Spektrofotometri Ultraviolet- Visibel, 5(1976), 265–288.

Sari, A., & Maulidya, A. (2016). Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit
( Curcuma longa Linn ). Sel, 3(1), 16–23. https://doi.org/10.1093/bioinformatics/btt184

Setyowati, A., & Suryani, C. L. (2013). The Increase of Curcuminoida Content and
Antioxidative Activity of Temulawak and Turmeric Instant Beverages. Agritech, 33(4),
363–370.

Spain, J. C., Van Veld, P. A., & Monti, C. A. (1984). Comparison of p-nitrophenol
biodegradation in field and laboratory test systems. Applied and Environmental
Microbiology, 48(5), 944–950. https://doi.org/10.24198/JF.V15I2.13366
LAMPIRAN

PERHITUNGAN

1. PERHITUNGAN NILAI RF
jarak yang ditempuh zat terlarut
Rf =
jarak yang ditempuh pelarut

 Nilai Rf pada noda 1 pada kunyit, temulawak dan standar

Panjang noda 1 pada kunyit, temulawak dan standar = 0.4 cm

0.4
Rf = = 0,066 cm
6

 Nilai Rf pada noda 2 pada kunyit, temulawak dan standar

Panjang noda 2 pada kunyit, temulawak dan standar = 0.9 cm


0.9
Rf = =0.15 cm
6

 Nilai Rf pada noda 3 pada kunyit, temulawak dan standar

Panjang noda 3 pada kunyit = 2.1 cm

2.1
Rf = =0.35 cm
6

Panjang noda 3 pada temulawak = 2.3 cm

2.3
Rf = =0.383 cm
6

Panjang noda 3 pada standar = 2.2 cm

2.2
Rf = =0.366 cm
6

 Nilai Rf pada noda 4 pada kunyit dan temulawak

Panjang noda 4 pada kunyit dan temulawak = 4.3 cm

4.3
Rf = =0.7166 cm
6
2. Perhitungan kadar senyawa kurkuminoid pada kunyit dan temulawak
 KUNYIT
y=0.15 x +0.011
0.180=0.15 x+ 0.011
0.180−0.011=0.15 x
0.169=0.15 x
0.169
x=
0.15
x=0.106 mg/ L
 TEMULAWAK
y=0.15 x +0,011
0.219=0.15 x+0.011
0.219−0.011=0.15 x
0.208=0.15 x
0.208
x=
0.15
x=0.1456 mg/ L
LAMPIRAN FOTO DOKUMENTASI

Hasil Maserasi Filtrat Hasil Maserasi

Penyiapan chamber sebelum KLT


Penyiapan chamber sesudah KLT
dimasukkan
dimasukkan
Hasil Absorbansi dan Panjang Gelombang pada Kunyit

Hasil Absorbansi dan Panjang Gelombang pada Kunyit


Kurva UV-Vis sampel kunyit

Kurva UV-Vis sampel temulawak

Anda mungkin juga menyukai