Anda di halaman 1dari 14

PARTISIPASI MEDIA BARU DALAM PROGRAM

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY “RAIL CLINIC” PT KAI

ARRIZQI QONITA APRILIANA


18/437424/PSP/06563

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KOMUNIKASI


DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fenomena teknologi informasi dan komunikasi yang kian dewasa, membuat digitalisasi
semakin membungkam cara-cara konvensional dan menyuburkan strategi baru yakni
konvergensi. Kemunculannya memberikan dampak nyata pada bidang aspek sosial, politik,
ekonomi-budaya, media massa, bahkan manajemen korporasi/organisasi. Efek konvergensi
telah berhasil mendorong dinamika perubahan komunikasi dalam segala segi kehidupan dan
hubungan, sekaligus menciptakan beragam peluang baru dalam ranah korporat.
Konvergensi menuntut manajemen korporasi/organisasi untuk bermetamorfosis dari
masa tradisional menjadi era serba digital. Public Relations (PR) bermula dari hanya
menyampaikan informasi kepada publik melalui media tradisional, seperti surat maupun memo
untuk ranah internal, dan pamflet atau media massa untuk ranah eksternal. Pembanguan relasi
masih sebatas melalui media televisi, radio, surat kabar yang audiensnya masih terbilang pasif
(tidak dapat memberikan feedback). Selain itu, rentang waktu pengiriman dengan penerimaan
informasi juga mengalami jeda. Berbeda dengan era digital yang dapat melakukan beragam
hal dengan real time atau bersaaman waktunya. Hingga akhirnya perubahan terjadi dari
khalayak pasif menjadi aktif, karena pengaruh konvergensi media itu sendiri.
Dengan ini, PR dituntut untuk dapat membangun komunikasi dua arah antara organisasi
dengan publiknya (interaktif). Terwujudnya hal tersebut karena PR menjadi lebih terbuka akan
hadirnya media baru. PR akhirnya mengalami redefinisi menjadi E-PR, karena selalu
disandingkan dengan penggunaan media sosial dalam prateknya. Kini, E-PR semakin mantap
melakukan penggabungan kedua media, yakni media tradisional dan digital, sekaligus
mengalami perubahan komunikasi, baik terhadap publik internal dan eksternal.
Sebut saja kasus Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai program yang sangat
kompleks. Penggunaan media sosial pada CSR kini memudahkan perusahaan
mengkomunikasikan informasi kepada masyarakat. Pada satu sisi, perusahaan seakan sudah
tidak memiliki kontrol ketika informasi yang diproduksi sudah disebar ke publik, karena akan
menjadi milik publik sepenuhnya. Kemungkinan viralnya pun akan lebih luas, sehingga
perusahaan wajib lebih hati-hati. Meskipun begitu, penyebarannya akan lebih cepat dan mudah
dengan melibatkan berbagai format, seperti media digital dan media sosial. Korporasi semakin
memiliki integrated media. Seolah sebagai bukti bahwa yang dulunya promosi diberbagai
platform dirasa tidak mungkin, sekarang justru peluangnya terbuka lebar. Demi menjawab
tantangan di era konvergensi, hanya yang mampu melakukan transformasi dan kolaborasi
dengan dunia online-lah, yang dapat lebih diterima oleh stakeholders-nya secara lebih luas.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh konvergensi media dengan manajemen komunikasi korporat saat ini?

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Corporate Social Responsibility


CSR adalah berbagi manfaat. CSR merupakan cara mengintegrasikan dimensi sosial ke
dalam strategi bisnis. CSR bukan charity, tapi pembangunan berkelanjutan. CSR didefinisikan
sebagai integrasi operasional bisnis perusahaan dan nilai-nilai dari semua kepentingan
stakeholder, yang terdiri dari konsumen, penyalur barang dan jasa, investor, serta lingkungan
(termasuk masyarakat lokal di sekitar lokasi perusahaan). CSR juga dapat disebut sebagai suatu
tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab mereka
terhadap sosial atau lingkungan sekitar perusahaan berada. Salah satu kegiatan yang identik
dalam komunikasi korporasi dan bekerjasama dengan stakeholder adalah program CSR. CSR
sebagai memiliki akuntabilitas dan komitmen oleh sebuah perusahaan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui penggunaan sumber daya bisnis seperti uang, karyawan, dan
fasilitas (Mascarenhas, 2011). CSR mencakup berbagai masalah, seperti lingkungan, keamanan
produk, hak asasi manusia,manusia martabat, pengentasan kemiskinan global, pemberantasan
penyakit pandemi, pembangunan ekonomi, keberlanjutan, dan keterlibatan masyarakat
(Rindova, et al., 2005; Pirsch, et. al., 2007).
B. Media Baru
Media baru sebagai salah satu jenis media yang dewasa ini berkembang di tengah
masyarakat global memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan jenis-jenis
media yang lain. Media sosial menarik bagi organisasi karena peluang yang mereka berikan
untuk berinteraksi dengan publik (Kelleher & Miller, 2006; Kent & Taylor, 1998; Yang & Lim,
2009). Secara umum, tiga karakteristik media sosial telah membentuk kembali publik
perusahaan identitas (K. Lee et al., 2013). Pertama, media sosial memungkinkan perusahaan
untuk mempertahankan hubungan dengan para pemangku kepentingannya (Kent & Taylor,
1998; Unerman & Bennett, 2004). Kedua, media sosial tidak terkendali, artinya arus informasi
bersifat multi arah dan sulit diprediksi, karena pengguna media sosial dapat dengan mudah
membuat, berbagi, dan bahkan mengubah informasi (Friedman, 2006). Terakhir, media sosial
membuat semua konten, baik dan buruk mudah dicari dan dapat diakses oleh siapa pun (K. Lee
et al., 2013).
Media baru memiliki beberapa ciri khas, yaitu digital, interaktif, hipertekstual, virtual,
jaringan, dan simulasi. Digital mengacu pada bentuk data yang diolah dalam media baru yang
merupakan sebuah data digital. Interaktif mengacu pada adanya pengguna saling berinteraksi.
Hiperteks mengacu pada kemampuan pengguna untuk memulai membaca teks dari mana pun
yang mereka inginkan. Jaringan mengacu pada ketersediaan konten yang cenderung banyak dan
terbagi melalui jaringan internet. Virtual dan simulasi berkaitan erat dengan upaya untuk
mewujudkan dunia virtual tertentu.
C. Komunikasi Korporasi
Kata “corporate” dipahami sebagai skala kegiatan komunikasi organisasi yang melingkupi
seluruh komunikasi, baik stakeholder internal maupun eksternal. Corporate diambil dari bahasa
latin (corporare) yang berarti “forming a body” yang menyatukan komunikasi pada semua
stakeholder dalam satu payung strategi komunikasi dan memiliki satu tujuan yaitu membentuk
atau mempertahankan citra dimata stakeholder (Cornelissen, 2013, h.5).
Manajemen menurut James A.F. Stoner, “Management is the process of planning,
organizing, leading and controlling the efforts of organization members and of using all other
organizational resources to achieve stated organizational goals.” Jadi, manajemen adalah
proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan usaha anggota
organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi lainnya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan organisasi.
Komunikasi korporasi menurut Irwin dan Moore (dalam Hardjana: 2008), “Corporate
communication involves external as well as internal publics. Thus, while it is concerned with,
and to a large extent subsumes, the interest of organizational, managerial, and employee
communication, the field of corporate communication pays only minor attention to the everyday
matters of business communication.” Dengan menyatakan bahwa komunikasi korporasi
melibatkan publik-publik eksternal dan internal, Irwin dan Moore memberikan bayangan bahwa
komunikasi korporasi bersifat luas dan menaungi kepentingan komunikasi organisasi,
manajerial, dan karyawan.
D. Stakeholder
Perusahaan biasanya memanfaatkan media sebagai ajang untuk mengikat atau menarik
stakeholder agar bergabung dan bekerjasama dengan perusahaan. Perusahaan akan mengadakan
sebuah event atau kegiatan yang akan melibatkan stakeholder agar turut andil pada
pelaksanaannya. Hubungan yang baik dengan stakeholder bukan saja membawa manfaat
kepada stakeholder, namun juga manfaat jangka panjang kepada perusahaan. Untuk itu, perlu
dibangun sinergi antara perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan yang saling
menguntungkan. Stakeholder dan perusahaan itu sendiri sebenarnya adalah tujuan dari
dimaksimalkannya program CSR. Perusahaan dapat menjadikan CSR sebagai bagian dari
strategi bisnis. Stakeholder perlu belajar, bersinergi, serta perlu waktu berkolaborasi untuk
mencapai tujuan-tujuan kesejahteraan, peningkatan pendapatan, kesehatan, dan pendidikan.

Peranan Stakeholder Posisi


Pelaku Usaha 1. Shareholder
2. Karyawan
3. Suplier/vendor
Masyarakat 1. Konsumen
2. Non-konsumen
3. LSM
Pemerintah 1. Instansi pusat
2. Instansi daerah
Table 1. Peran dan Posisi Stakeholder SCR

Stakeholder perusahaan terdiri dari semua pihak yang mendapatkan dampak dan terkait
dengan kehadiran perusahaan serta program pemberdayaan dan pengembangan masyarakat,
baik secara langsung atau tidak langsung, seperti pemegang saham, pemerintah pusat atau
daerah, masyarakat sekitar perusahaan, LSM, supplier, customer, jaringan pasar, serta di dalam
perusahaan, seperti karyawan dan serikat pekerja.
Stakeholder utama atau prioritas, yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung
dengan kehadiran perusahaan, terdiri dari (1) masyarakat yang terkait dengan proyek adalah
masyarakat yang diidentifikasikan akan memperoleh manfaat dan terkena dampak dari proyek
ini, dan tokoh masyarakat yang merupakan anggota masyarakat yang oleh masyarakat
ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat, (2) pihak
manajer publik, yang terdiri dari lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam
pengambilan dan implementasi suatu keputusan. Sementara itu, stakeholder kunci, yang terdiri
dari tokoh atau organisasi yang mampu menggerakkan prakarsa pengembangan masyarakat dan
bisa dari pihak pemerintah (Rachman, N. M. E, A. Wicaksana, E, 2011).

BAB III
DISKUSI

A. E-PR sebagai Implikasi dari Kovergensi Media


Fungsi PR dan komunikasi korporat dinilai sama pada masa ini. Dimasa lalu, peran PR
hanya menangani media internal, kliping koran, sampai membuat press release ke media
massa. Dengan perkembangan ilmu PR, maka PR lebih dikenal sebagai salah satu fungsi
manajemen yang krusial. Dengan kata lain, PR memiliki peran yang lebih luas atau dikenal
sebagai komunikasi korporat. Corporate communication melakukan manajemen isu dan
membangun opini publik. Karena opini publik sangat kuat, maka organisasi harus
mempertimbangkan dampaknya pada setiap langkah. Melalui PR, manajemen berharap
muncul opini positif dan sikap positif terhadap langkah perusahaan.
Menurut Ruslan, dikutip dari buku crisis public relations (Firsan Nova 2009: 41) strategi
atau kegiatan corporate communcation, adalah sebagai berikut (Ruslan: 2002): (1)
publications, yaitu menyebarluaskan informasi melalui berbagai media mengenai kegiatan
perusahaan yang ingin diketahui publik melalui kerjasama dengan pihak pers, (2) event, yaitu
memperkenalkan produk dan layanan perusahaan, dengan mendekatkan diri ke publik, dengan
tujuan untuk memengaruhi opini publik, (3) news, yaitu menciptakan berita melalui press
release, newsletter, dan bulletin, (4) community involvement, yaitu mengadakan kontak sosial
dengan kelompok masyarakat tertentu untuk menjaga hubungan baik dengan perusahaan
sebagai bentuk kepedulian terhadap komunitas, (5) inform or image, yaitu memberitahukan
atau meraih citra, (6) lobbying and negotiation, yaitu melakukan lobi atau negosiasi untuk
mencapai kesepakatan atau memperoleh dukungan dari individu dan lembaga yang
berpengaruh terhadap keberlangsungan bisnis perusahaan (stakeholder pemerintah), dan (7)
social responsibility, yaitu tanggung jawab sosial dengan hubungan stakeholder komunitas
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap masyarakat yang akan
meningkatkan citra positif perusahaan di mata publik.
Praktek PR sedang berjalan menuju digitalisasi atau PR 2.0 (E-Public Relations). Internet
memberikan praktisi PR kesempatan yang unik untuk mengumpulkan informasi, memonitori
opini publik, dan membentuk dialog dengan publiknya (James, 2007, h.138). Menurut James,
Electronic PR tidak terbatas hanya mentransmisikan pesan lewat website, karena website (one
way asymmetrical communication) dianggap tidak memberikan fasilitas untuk membangun
hubungan dengan publik kunci. Teknologi 2.0 saat ini merubah banyak praktek PR yang
sebelumnya hanya membangun relasi lewat televisi, radio, surat kabar yang audiensnya masih
terbilang pasif, kini menambah ranah di media baru sehingga secara otomatis menjadi aktif
dengan adanya interaksi (two way symmetrical communication) pada seluruh stakeholder atau
menjadi E-Public Relations. Organisasi dan PR yang memilih mengabaikan dimensi elektronik
dalam PR saat ini akan mengalami kesulitan untuk bertahan di era digital (Panopulos, 2016).
E-Public Relations adalah seluruh fungsi PR dengan media internet sebagai sarana
publisitasnya. Elektronik dalam hal ini mengacu pada media elektronik internet. Mengingat
popularitas dan multifungsi media internet, media ini dimanfaatkan oleh para pelaku PR untuk
membangun merek. Solis dan Breakenridge (2010) menekankan cyber PR sebagai kegiatan
berkomunikasi, termasuk memahami cara publik menggunakan media online dan berinteraksi,
serta menyediakan informasi yang dapat membantu publiknya. Internet membuat praktisi PR
secara langsung terhubung dengan pelanggan. Empat model PR yang digunakan pada era
perkembangan media sosial, yaitu: (1) PR -> traditional media -> customers, yaitu PR tetap
menggunakan media massa tradisional untuk menjangkau pelanggan, (2) PR -> new influencer
-> customers, yaitu PR menggunakan kelompok pengaruh atau publik yang baru
seperti bloggers atau vloggers untuk berhubungan dengan pelanggan, (3) PR -> customers,
yaitu PR berhubungan langsung dengan pelanggan, (4) customers -> PR, yaitu pelanggan juga
dapat berhubungan langsung dengan PR.

Aktivitas E-PR, seperti: (1) mengelola interactive newsroom (ruang berita interaktif), yaitu
ketika terjalin hubungan baik antara PR dengan jurnalis, maka praktisi PR tersebut akan
menjadi sumber yang diandalkan dan dinilai kredibel karena bersifat interatif untuk memenuhi
kebutuhan informasi dari jurnalis tentang perusahaan, (2) membuat social media news release,
yaitu pengembangan dari news release tradisional. Jika news release tradisional yang
diserahkan pada jurnalis berisikan unsur “who, what, when, where, dan why”, social
media release (SMR) ditempatkan dan disebarkan melalui media sosial dan menekankan pada
penulisan yang baik dan informatif dengan keakuratan serta ketepatan waktu, (3) social
networking, yaitu penggunaan media atau jejaring sosial untuk berkomunikasi dengan
pelanggan, dan (4) mengelola website perusahaan,

Terwujudnya E-PR sendiri karena adanya pemanfaatan media baru, seperti:

Pertama, website atau situs resmi, yaitu menurut Hardiman (2006: 135) adalah
kumpulan halaman di media internet yang berisi informasi dengan topik tertentu. Sedangkan
menurut Kelleher (2007:5), “The Web is a collection of resources available for us to retrieve
with our web browsers.” Berdasarkan dua definisi diatas, situs dapat dimaknai sebagai
kumpulan halaman berisi beragam informasi di media internet yang dapat diakses melalui web
browser. Situs resmi perusahaan biasanya mencerminkan identitas perusahaan itu sendiri dan
membangun hubungan dengan publiknya.
Kedua, social network atau social media, yaitu menurut Solove (2007:25), “social network
websites are designed around the concept of social networks. A social network is a web of
connections, such as a group of people who associate together.” Sedangkan menurut Scott
(2010: 38), “social media provides the way people share ideas, content, thoughts, and
relationships online.” Maka dapat disimpulkan bahwa social network adalah jaringan
yang menghubungkan setiap orang guna berbagi ide, pemikiran dan menjalin hubungan secara
online. Kunci dari media sosial menurut Lattimore (2010: 207) adalah adanya sifat kolaboratif
atau suasana berbagi informasi serta audiensi. Media sosial tampil dengan beragam bentuk,
seperti: Facebook, YouTube, Twitter, Instagram, dan Flickr.
B. Corporate Social Responsibility di Era Konvergensi
Sampai sekarang, sebagian besar perusahaan masih mengelola komunikasi CSR dengan
mengikuti model tradisional yang bersifat satu arah, yakni hanya berfokus pada informasi
penyebarannya sehingga kurang adanya controlling. Perusahaan harus waspada saat
menghadapi perubahan dan mudah menyesuaikan pesan tradisional mereka dan tindakan
komunikasi untuk percakapan sosial digital yang berkembang. Mulai dari cara memengaruhi
konsumsi, berbagi informasi, sampai terjalinnya percakapan sosial dan kekuatan sosial. Hal
tersebut berdampak pada cara organisasi membangun hubungan dengan mereka pemangku
kepentingan untuk mengelola kegiatan dan komunikasi CSR.
Eksplorasi internet dan media sosial dapat berkontribusi untuk membangun,
mempertahankan, dan memperluas keuntungan kemitraan. Komunikasi CSR harus melampaui
cara berkomunikasi tradisional. Pengembangan bentuk inovatif dapat memfasilitasi dan
mempromosikan dialog serta interaksi. Hasilnya adalah keterlibatan hubungan dan adanya
umpan balik permanen. Meskipun begitu, implementasi internet tidak dipandang sebagai obat
mujarab yang dapat menyelesaikan semua masalah atau tantangan komunikasi CSR. Informasi
yang disalurkan melalui internet dapat menjadi efektif dalam proses komunikasi, tetapi tidak
semua kelompok sasaran yang diharapkan benar-benar dapat dijangkau. Internet dianggap
sebagai komponen yang relevan dari strategi komunikasi CSR yang efektif, namun harus
dilengkapi dengan aktivitas komunikasi offline lebih lanjut. Sudah menggunakan internet tidak
serta merta kemudian menyelesaikan persoalan, karena internet tidak sebatas dilibatkan,
namun juga memiliki cara penggunaan yang bisa benar atau tidak.
O'Kane et al. (2004) menegaskan bahwa pertimbangan utama bukanlah teknologi baru
mana yang harus diimplementasikan tetapi bagaimana untuk menggunakannya dan bagaimana
menggabungkannya dengan saluran komunikasi lainnya. Untuk memaksimalkan dampak
media baru sebagai alat komunikasi, organisasi harus mengembangkan semua kelebihan media
baru dan mengintegrasikannya dengan yang sudah ada tradisional media ke dalam strategi
komunikasi (CSR) mereka. Dalam alur pemikiran ini, Isenmann (2006) mengusulkan
pendekatan komunikasi CSR lintas media. Dengan demikian online maupun offline dapat
diketahui bisa atau tidaknya dalam menciptakan sinergi dalam komunikasi CSR dan
mengembangkan yang terintegrasi.
Sistem komunikasi CSR yang mencakup kedua bentuk komunikasi. Akhirnya, bahkan
ketika teknologi baru diterapkan sepenuhnya potensial, pentingnya elemen manusia dan
interaksi tatap muka tidak bisa diremehkan. Internet tidak mengubah kebutuhan orang untuk
berinteraksi secara langsung dengan orang lain atau dengan organisasi (Holtz, 2002). Sebagai
Murgolo-Poore dan Pitt (2001) mengatakan, “sentuhan dan teknologi harus bekerja bersama
untuk memberikan keseimbangan yang akan memungkinkan komunikator untuk
memaksimalkan semua interaksi dan pertukaran.”

Sebagaimana program Rail Clinic PT KAI yang bersifat off air, yaitu rangkaian kereta Rail
Clinic dikhususkan untuk beroperasi ke stasiun-stasiun yang sedang berada dalam situasi dan
kondisi tertentu, seperti pasca terjadi bencana alam. Tidak ada satu dampak pun yang bisa
dirasakan secara online, namun secara utuh didedikasikan kepada stakeholder-nya yang berada
disekitar bantaran rel kereta api. Walaupun begitu, informasi mengenai perkembangan Rail
Clinic selalu dilakukan update dimedia sosial, sekaligus diwartakan oleh platform media
online lainnya. Dapat dikatakan bahwa Rail Clinic merupakan program CSR yang
membutuhkan elemen tatap muka secara langsung untuk publik secara khusus, dan media baru
untuk publik secara umum.

C. Studi Kasus Program CSR “Rail Clinic” PT KAI


Sebagai bentuk tanggungjawab sosial kepada masyarakat di lingkungan sekitar jalur KA,
PT Kereta Api Indonesia (Persero) melaksanakan program CSR dalam bentuk kegiatan bakti
sosial pelayanan kesehatan gratis dengan kereta kesehatan Rail Clinic untuk masyarakat di
sekitar stasiun. Rail Clinic sendiri merupakan kereta kesehatan yang pembuatannya
dilatarbelakangi oleh semangat KAI untuk memberi pelayanan lebih kepada masyarakat
Indonesia, khususnya dibidang kesehatan dengan memanfaatan jalur KA sehingga dapat
menembus daerah yang sulit dilalui oleh kendaraan bermotor. Dibuatnya Rail Clinic ini juga
sebagai salah satu bentuk dari pelaksanaan program CSR KAI. Rail Clinic merupakan retrofit
Kereta Rel Diesel yang sebelumnya digunakan untuk melayanai angkutan penumpang.
Rail Clinic sudah meluncurkan rangkaian generasi keempat (terbaru) dan diresmikan
penggunaannya pada 28 September 2017. Rangkaiannya terdiri atas empat kereta diesel, dua
kereta Rail Clinic, sedangkan dua lainnya Rail Library. Di Rail Clinic terdapat beberapa ruang
kesehatan, diantaranya ruang pemeriksaan gigi, ruang kebidanan termasuk alat USG, ruang
laboratorium sederhana, ruang pemeriksaan mata, serta apotek. Di Rail Library terdapat
beraneka ragam buku bacaan, juga tempat untuk membaca buku-buku yang telah disediakan.
KAI memberikan fasilitas pelayanan kesehatan meliputi jenis pelayanan kesehatan primer
atau pelayanan tingkat pertama diantaranya pemeriksaan umum, gigi, kesehatan ibu dan anak,
laboratorium, pemeriksaan kesehatan mata, penyuluhan kesehatan dan keamanan perjalanan
KA. Selain itu, KAI juga memberikan alat bantu penglihatan (kacamata) secara gratis dan
pemeriksaan IVA (pemeriksaan deteksi dini cancer servik untuk wanita) KAI melibatkan tim
kesehatan yang terdiri dari 3 dokter umum, 2 dokter gigi, 2 bidan, 2 apoteker serta 1 asisten
apoteker, 5 tenaga paramedik, 1 tenaga analisis untuk laboratorium, 1 tenaga refraksionis
pemeriksaan mata, 2 tenaga untuk Rail Library dengan dibantu oleh 10 anak pecinta KA
(railfans).

BAB IV
KESIMPULAN

Konvergensi media bisa dipahami sebagai sebuah integrasi atau penyatuan beberapa media
konvensional dengan kemajuan teknologi informasi. Penanda hadirnya era konvergensi adalah
adanya dinamika perubahan jaringan dan pola bermedia yang didorong perkembangan teknologi
media baru. Korporat, dalam hal ini, berusaha memanfaatkan kehadiran media baru sebagai
strategi untuk menjalin kedekatan sekaligus memperkokoh posisinya. PR yang merupakan tokoh
utama dalam manajemen korporasi pun mengalami redefinisi. Dari yang mulanya hanya
menangani media internal, kliping koran, sampai membuat press release ke media massa, kini
berperan semakin luas dengan menggandeng media baru (menjadi E-PR). E-PR mengubah tatanan
sistem dari yang menyebarkan informasi dengan jalur satu arah, kini menjadi interaktif dengan
menjalin komunikasi dua arah (dialog) dengan stakeholder, sehingga terjadi timbal balik
(feedback) sekaligus secara otomatis terjalin hubungan antar publik dan perusahaan itu sendiri.
Pada kasus yang diangkat, CSR sebagai bentuk tanggung jawab sosial terhadap stakeholder,
menunjukkan bahwa cara meningkatkan citra positif perusahaan di mata publik adalah dengan
berhasil ramai diberitakannya Rail Clinic PT KAI secara positif. Beragam media online
mainstream yang merupakan hasil pemekaran (konvergensi) media di Indonesia, yang turut serta
melakukan liputan, adalah bukti nyata bentuk implikasi konvergensi media yang dirasakan oleh
manajemen korporasi. Selain itu, pemanfaatan media sosial resmi PT KAI sendiri dilakukan secara
terintegrasi, baik untuk langsung mengunggah informasi maupun melakukan share atau repost
dari berita yang sudah disebarkan oleh platform media online lainnya.
Program CSR yang dimaksud adalah bukan serta merta berada di dalam dunia maya, namun
mengalami publisitas di dunia maya. Rail Clinic sebagai suatu program CSR yang dibentuk oleh
PT KAI mendapatkan implikasi konvergensi media adalah dengan adanya memberitakan terkait.
Disatu sisi, PT KAI memberitakannya melalui akun media sosial resmi miliknya, seperti
Instagram, Twitter, dan Facebook. Disisi lain, beragam platform media online berebut untuk juga
dapat menyebarluaskan kemunculan dan keberlangsungan Rail Clinic di Indonesia. Pada
hakekatnya, new media adalah wadah yang dimanfaatkan E-PR, agar bagaimana caranya seorang
PR tetap dapat membuat suatu program yang didedikasikan untuk stakeholder-nya, namun juga
tetap memanfaatkan media baru.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal:

Friedman, T. L. (2006). The world is flat: A brief history of the twenty-first century (Rev. ed.).
New York, NY: Farrar, Straus and Giroux.

O’Kane, P., Hargie, O., and Tourish, D. (2004). Communication without frontiers. The impact of
technology upon organizations. In D. Tourish and O. Hargie (eds), Key issues in
organizational communication (pp. 74–95). London, UK: Routledge.

Isenmann, R. (2006). CSR Online: Internet based communication. In J. Jonker and M. Witte (eds),
Management models for corporate social responsibility (pp. 247–254). Berlin, Germany:
Springer.

Murgolo-Poore, M., and Pitt, L. (2001). Intranet and employee communication: PR behind the
firewall. Journal of Communication Management, 5(3), 231–241.

Holtz, S. (2002). Public relations on the net, 2nd edn. New York, NY: AMACOM.

James, M. (2007). A review of the impact of new media on public relations: Challenges for terrain,
practice and education. Asia Pacific Public Relations Journal, 8(1), 137-148.

Lee, K., Oh, W.-Y., & Kim, N. (2013). Social media for socially responsible firms: Analysis of
Fortune 500’s Twitter profiles and their CSR/CSIR ratings. Journal of Business Ethics,
118, 791-806.

Friedman, T. L. (2006). The world is flat: A brief history of the twenty-first century (Rev. ed.).
New York, NY: Farrar, Straus and Giroux.

Unerman, J., & Bennett, M. (2004). Increased stakeholder dialogue and the Internet: Towards
greater corporate accountability or reinforcing capitalist hegemony? Accounting,
Organizations and Society, 29, 685-707.

James A.F.Stoner, Management, Jilid 1 Ed-kedua, Erlangga; Jakarta, 1986, page., 8-9

Argenti, Paul A. Corporate Communication. 2nd ed. Boston: McGraw-Hill, 1998.

Flew, T. (2007). New media: An introduction. Oxford: Oxford University Press.

Mascarenhas, O. (2011). Business transformation strategies: The role of the CEO as a strategic
leader of innovation management. New Delhi: Sage Publications.

Pirsch, J., Gupta, S., & Grau, S. (2007). A framework for understanding corporate social
responsibility programs as a continuum: An exploratory study. Journal of Business Ethics,
70(2), 125-140.

Rindova, V. P., Williamson, I. O., Petkova A. P., & Sever, J. M. (2005). Being good or being
known: An empirical examination of the dimensions, antecedents, and consequences of
organizational reputation. Academy of Management Journal, 48(6), 1033-1049.

Kelleher, T., & Miller, B. M. (2006). Organizational blogs and the human voice: Relational
strategies and relational outcomes. Journal of Computer-Mediated Communication, 11,
395-414.

Kent, M. L., & Taylor, M. (1998). Building dialogic relationships through the World Wide
Web. Public Relations Review, 24, 321-334.

Yang, S.-U., & Lim, J. S. (2009). The effects of blog-mediated public relations (BMPR) on
relational trust. Journal of Public Relations Research, 21, 341-359.

Rachman, N. M. Efendi, A. Wicaksana, E. (2011). Panduan Lengkap Perencanaan CSR. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Argenti, P. A. (2006). How Technology Has Influenced the Field of Corporate Communication.
Journal of Business and Technical Communication, 20(3), 357–370.

Cho, M., Furey, L. D., & Mohr, T. (2017). Communicating Corporate Social Responsibility on
Social Media: Strategies, Stakeholders, and Public Engagement on Corporate Facebook.
Business and Professional Communication Quarterly, 80(1), 52–69.
Christensen, L. T., & Cornelissen, J. (2013). Bridging corporate and organizational
communication: Review, development and a look to the future. In
Organisationskommunikation und Public Relations (pp. 43-72). Springer VS, Wiesbaden.

Vernuccio, M. (2014). Communicating Corporate Brands Through Social Media: An Exploratory


Study. International Journal of Business Communication, 51(3), 211–233.

Internet:

https://regional.kompas.com/read/2018/05/03/17512921/pt-kai-luncurkan-kereta-kesehatan-
untuk-layani-warga-berobat-gratis

https://www.jawapos.com/nasional/humaniora/29/09/2017/melihat-kecanggihan-rail-clinic-
generasi-ke-4-milik-kai

http://rri.co.id/post/berita/588197/kesehatan/pt_kai_gelar_rail_clinic_di_dalam_kereta_api.html

https://www.liputan6.com/bisnis/read/3424267/rail-clinic-kereta-yang-berikan-fasilitas-layanan-
kesehatan-gratis

https://www.viva.co.id/arsip/953415-intip-fasilitas-baru-rail-clinic-pt-kai

http://jogja.tribunnews.com/2018/07/12/rail-clinic-puskesmas-berjalan-di-atas-rel-milik-pt-
kai?page=3

https://daerah.sindonews.com/read/1334227/22/kai-pamerkan-rail-clinic-generasi-terbaru-
1535606607

https://www.facebook.com/keretaapikita/posts/2600591519956110

https://kai.id/information/full_news/1537-bakti-sosial-pengobatan-gratis-dengan-rail-clinic-di-
stasiun-gandrungmangun

https://twitter.com/keretaapikita/status/1102810975424602112

https://www.instagram.com/keretaapikita/?hl=en

http://bumn.go.id/keretaapi/berita/1-SINDO-Media-Apresiasi-Program-CSR-KAI

Anda mungkin juga menyukai