Anda di halaman 1dari 72

ISSN: 2443-2539

VOLUME 4 I NO. 1 I TAHUN 2018

JURNAL ADHYASTA
PEMILU
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM Analisis Semiotik Komunikasi Tekstual Studi Kasus
REPUBLIK INDONESIA #2019GantiPresiden Dan #Diatetapkerja
Arsa Widitiarsa Utoyo & Kurnia Setawan

Bekerjanya Politisasi Identitas pada Pilkada Sumut


2018 (Menakar pengaruh Isu Agama terhadap
Kemenangan Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah)
Ian Pasaribu & Irfan Prayogi

Desain Badan Peradilan Khusus Pemilihan


Kepala Daerah dalam Rangka Menghadapi Pemilihan
Kepala Daerah Serentak Nasional Tahun 2024
Ispan Diar Fauzi

Framing Media Online atas Pemberitaan Isu Politik


Uang dalam Pilkada Serentak 2018
Lestari Nurhajati & Xenia Angelica Wijayanto

Meneguhkan Bawaslu sebagai “Lembaga Peradilan”


dalam Bingkai Pengawasan Pemilu
Abdul Waid

Bagian Analisis Teknis Pengawasan dan Potensi Pelanggaran


Biro Hukum, Humas, dan Pengawasan Internal
Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia

COVER JURNAL ADHYASTA 01.indd 1 11/30/18 8:55 AM


PENGANTAR REDAKSI

Pemilu merupakan salah satu bentuk saluran masyarakat untuk berpartisipasi


aktif dalam politik. Selain itu, pemilu menjadi suatu tolak ukur negara dalam
menjalankan demokrasi. Dengan adanya pemilu, masyarakat diharapkan mampu
memilih pemimpin sesuai dengan aspirasi mereka. Pemilu juga dimaksudkan untuk
menghadirkan pemimpin yang mampu mengelola pemerintah dengan baik. Namun,
untuk mencapai tujuan tersebut sangat diperlukan penyelenggaraan pemilu yang
demokratis dan berintergritas meliputi pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif,
dan pemilihan presiden.
Edisi kali ini, Jurnal Adhyasta Pemilu menyoroti isu-isu yang berkaitan dengan
pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif, dan pemilihan presiden ditinjau dari
kacamata politik dan hukum. Terdapat tiga buah artikel yang berbicara mengenai
pemilu melalui perspektif politik, yaitu tulisan Arsa Widitiarsa dan Kurnia Setawan
Ian Pasaribu dan Irfan Prayogi, serta Lestari Nurhajati dan Xenia Angelica Wijayanto.
Sementara, terdapat dua buah artikel dari perspektif hukum yang membahas mengenai
pengawasan pemilu, yakni tulisan Ispan Diar Fauzi dan Abdul Waid.
Widitiarsa dan Setawan menyajikan tulisan yang menarik dengan mengangkat
fenomena #2019GantiPresiden dan #Diatetapkerja. Mereka melihat fenomena tersebut
dengan analisis semiotik komunikasi tekstual yang secara khusus mengkaji teks sebagai
sebuah ‘produk penggunaan bahasa’ berupa kumpulan atau kombinasi tanda-tanda.
Dengan menggunakan analisis tersebut, keduanya menemukan bahwa penyebab
konflik yang ada karena hubungan antar masyarakat yang terpolarisasi, kaos dengan
tulisan (teks) menjadi pemicu konflik di karena digunakan sebagai media politik (oleh
pihak yang berkepentingan), dan teks menjadi penanda untuk menyampaikan pesan
politik untuk mempengaruhi kesadaran publik/ masyarakat.
Pasaribu dan Prayogi mengangkat tema politik identitas dalam Pilkada Sumatera
Utara 2018 dengan penekanan pengaruh isu agama. Artikel tersebut menjabarkan
apa yang menjadi faktor kemenangan Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah dalam
kontestasi Pilkada Sumatera Utara 2018. Tulisan tersebut juga melihat Politik
Identitas sangat memengaruhi jalannya pesta demokrasi di Sumut dikarenakan
adanya perbedaan identitas agama antara kedua pasang calon yang berkontestasi.
Selain politik identitas, persoalan yang kerapkali muncul dalam pemilu adalah politik
uang. Nurhajati dan Wijayanto menawarkan tulisan yang berbeda dengan membahas
Framing Media Online atas Pemberitaan Isu Politik Uang dalam Pilkada Serentak
2018. Mereka memaparkan bahwa sudut pandang media dalam memberitakan
sebuah isu menjadi penting nilainya bagi para pembaca media tersebut. Khalayak
media bisa secara langsung dan tak langsung terpengaruh dengan berbagai
pembingkaian berita oleh media.
Dua artikel lainnya yang dihadirkan dalam Edisi Jurnal kali ini menekankan
kepada pengawasan pemilu melalui Badan Peradilan Khusus. Artikel yang ditulis Fauzi
membahas permasalahan terkait formulasi dan desain kelembagaan badan peradilan

Pengantar Redaksi i

01 Hi JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 1 11/29/18 8:58 AM


khusus Pilkada dan membahas mengenai keunggulan-keunggulan badan peradilan DEWAN REDAKSI
khusus Pilkada. Kewenangan pengadilan khusus Pilkada tersebut yaitu memeriksa,
mengadili dan memutus seluruh sengketa yang timbul selama proses Pilkada. Salah
satu keunggulan yang dimiliki oleh peradilan khusus Pilkada ini adalah mempunyai
kompetensi absolut untuk menyatuatapkan penanganan seluruh sengketa yang timbul Mitra Bestari
selama proses penyelenggaraan Pilkada. Sementara, tulisan Waid berupaya untuk Prof. Drs. Ramlan Surbakti., MA., Ph.D.
memberikan analisis tentang Bawaslu sebagai institusi pengawas Pemilu di satu Dr. Nur Hidayat Sardini, S.Sos, M.Si
sisi, dan sebagai lembaga peradilan di sisi yang lain. Tulisan tersebut juga mencoba Dra. Mudiyati Rahmatunnisa., MA., Ph.D.
meneguhkan kinerja Bawaslu sebagai institusi yang tidak lagi perlu bergantung pada Dr. rer.pol. Mada Sukmajati, MPP
komitmen lembaga-lembaga lain seperti KPU, Kepolisian, maupun kejaksaan. Dr. Caroline Paskarina S.IP., M.Si
Redaksi berharap semoga edisi Jurnal Adhyasta Pemilu kali ini dapat menyajikan Dr. Dra. Dwi Windyastuti Budi Hendararti ., MA
tulisan yang menginspirasi dan bermanfaat dalam bidang keilmuan. Kami juga berharap Dr. phil. Aditya Perdana S.IP., M.Si
sejumlah artikel yang dihadirkan mampu mendorong diskusi dan penelitian lanjutan. Dr. Siti Aminah MA
Selamat membaca! Dr. Drs. Kris Nugroho., MA
Drs. Priyatmoko., MA
Hurriyah, S.Sos, IMAS
Ucu Martanto S.IP., MA
Feri Amsari, S.H., LL.M.
Khairul Fahmi, S.H, M.H.

Penanggung Jawab Sekretaris Redaksi


Mochammad Afifuddin Ira Sasmita
Adrian Pasga Dagama
Pemimpin Redaksi Elisa Sugito
Ferdinand Eskol Tiar Sirait
Taufiequrrohman
Dewan Redaksi
Ilham Yamin
Produksi dan Sirkulasi
M. Qodri Imaduddin
Masykurudin Hafidz
Anjar Arifin
Eko Agus Wibisono
Rafael Maleakhi
R.Alief Sudewo
Djoni Irfandi
Nugroho Noto Susanto

Redaksi Pelaksana
Rury Uswatun Hasanah
Bre Ikrajendra
Insan Azzamit

ii Jurnal Adhyasta Pemilu Dewan Redaksi iii

01 Hi JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 2-3 11/29/18 8:58 AM


DAFTAR ISI

Analisis Semiotik Komunikasi Tekstual Studi Kasus


#2019GantiPresiden Dan #Diatetapkerja
Arsa Widitiarsa Utoyo & Kurnia Setawan .............................................................. 1

Bekerjanya Politisasi Identitas pada Pilkada Sumut 2018


(Menakar pengaruh Isu Agama terhadap Kemenangan
Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah)
Ian Pasaribu & Irfan Prayogi .................................................................................. 11

Desain badan Peradilan Khusus Pemilihan Kepala Daerah dalam Rangka


Menghadapi Pemilihan Kepala Daerah Serentak Nasional Tahun 2024
Ispan Diar Fauzi ....................................................................................................... 29

Framing Media Online atas Pemberitaan Isu Politik Uang


dalam Pilkada Serentak 2018
Lestari Nurhajati & Xenia Angelica Wijayanto ....................................................... 43

Meneguhkan Bawaslu Sebagai “Lembaga Peradilan” dalam Bingkai Pengawasan


Pemilu
Abdul Waid............................................................................................................... 55.

iv Jurnal Adhyasta Pemilu

01 Hi JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 4 11/29/18 8:58 AM


Jurnal Adhyasta Pemilu
ISSN 2443-2539
Vol. 4 No. 1 2018, Hal. 1-10

ANALISIS SEMIOTIK KOMUNIKASI TEKSTUAL STUDI KASUS


#2019GANTIPRESIDEN DAN #DIATETAPKERJA

Arsa Widitiarsa Utoyo


Universitas Bina Nusantara
DKI Jakarta/Jakarta Barat, Indonesia
arsaprada@gmail.com

Kurnia Setawan
Universitas Tarumanagara
DKI Jakarta/Jakarta Barat Indonesia
kurnias@frsd.untar.ac.id

Abstract
Text semiotics is a branch of semiotics, which specifically examines texts in various
forms and levels. Text analysis is a branch of text semiotics, which specifically examines
the text as a ‘product of language use’ in the form of a collection or combination
of signs. Text is defined as messages — both using verbal and visual signs; and
more specifically, it is written messages, namely language products in written form.
Signs are part of social life. Through social conventions, it has social meaning and
value. According to Saussure, ‘sign’ is an inseparable unity of two fields, namely the
signifier to explain ‘form’ or ‘expression’; and the signified field, to explain ‘concept’ or
‘meaning’. Meanwhile, Charles Sander Peirce classified the sign types into three types,
namely indexes, icons, and symbols. Index is a sign where the signifier relationship
and signified in it are causal, such as the relationship between smoke and fire; the
icon is a sign where the relationship between the marker and the marker is similar;
and the symbol is a sign that the marker and marker relationship are arbitrary or
conventional. Text analysis operates at two levels: First, the analysis of individual
signs, such as the type of sign, mechanism or sign structure, and the meaning of the
sign individually. Second, the analysis of signs as a group or combination, which is a
collection of signs that form what is called ‘text’. Text analysis, according to Roland
Barthes, will produce denotative meaning, namely the meaning of an explicit sign, and

Arsa Widitiarsa Utoyo & Kurnia Setawan 1

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 1 11/29/18 9:35 AM


connotative meaning, namely the meaning of an implicit second tier. The conclusion
is that there are differences in ideology, writing of the thesis as a political medium
so as to create myths to influence and build public awareness.

Keywords: Semiotics, Elections, Politics, Text, Messages

Abstrak
Semiotika teks adalah cabang semiotika, yang secara khusus mengkaji teks dalam
berbagai bentuk dan tingkatannya. Analisis teks adalah cabang dari semiotika teks,
yang secara khusus mengkaji teks sebagai sebuah ‘produk penggunaan bahasa’ berupa
kumpulan atau kombinasi tanda-tanda. Teks didefinisikan sebagai pesan-pesan—baik
yang menggunakan tanda verbal maupun visual; dan secara lebih spesifik, ia adalah
pesan-pesan tertulis, yaitu produk bahasa dalam bentuk tulisan. Tanda merupakan
bagian dari kehidupan sosial. Melalui konvensi sosial, ia menjadi punya makna dan
nilai sosial. Menurut Saussure, ‘tanda’ merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan
dari dua bidang, yaitu bidang penanda (signifier) untuk menjelaskan ‘bentuk’ atau
‘ekspresi’; dan bidang petanda (signified), untuk menjelaskan ‘konsep’ atau ‘makna’.
Sementara itu, Charles Sander Peirce mengelompokkan tipe tanda ke dalam tiga
jenis, yaitu indeks, ikon, dan simbol. Indeks adalah tanda di mana hubungan penanda
(signifier) dan petanda (signified) di dalamnya bersifat kausal, seperti hubungan
antara asap dan api; ikon adalah tanda di mana hubungan antara penanda dan
petandanya bersifat keserupaan (simili- tude); dan simbol adalah tanda yang hubungan
penanda dan petandanya bersifat arbitrer atau konvensional. Analisis teks beroperasi
pada dua jenjang: Pertama, analisis tanda secara individual, seperti jenis tanda,
mekanisme atau struktur tanda, dan makna tanda secara individual. Kedua, analisis
tanda sebagai sebuah kelompok atau kombinasi, yaitu kumpulan tanda-tanda yang
membentuk apa yang disebut sebagai ‘teks’. Analisis teks, menurut Roland Barthes,
akan menghasilkan makna denotatif, yakni makna tanda yang bersifat eksplisit, dan
makna konotatif, yaitu makna tanda lapis kedua yang bersifat implisit. Kesimpulan
yang didapatkan adanya perbedaan ideologi, penulisan tesk sebagai media politik
sehingga menciptakan mitos untuk mempengaruhi dan membangun kesadaran publik.

Kata Kunci: Semiotika, Pemilu, Politik, Teks, Pesan

2 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 2 11/29/18 9:35 AM


1. Pendahuluan tekstual, ketika ia mencoba merekonstruksi
teks di sekitar nilai-nilainya sendiri
Membaca semiotik sebagai
dengan menciptakan sistem simbolisnya
pendekatan komprehensif untuk membaca
(Derrida, 1997). Interpretasi adalah, pada
teks sastra terdiri dari tiga tahap yang
kenyataannya, proses pembuatan teks
mengikuti satu sama lain dalam urutan
baru yang didasarkan pada pemahaman
komplementer (Scholes, 1982/1985).
pembaca terhadap teks. Semiotik, oleh
Pertama, pembaca hanya membaca untuk
karena itu, menempatkan premium
memahami apa yang dikomunikasikan
pada pembacaan efektif dari teks sastra
secara harfiah. Pembacaan semacam
karena pembaca bukan hanya agen
ini membutuhkan proses penandaan
pasif yang sudah dikondisikan untuk
orde pertama, atau mimesis, karena
menerima apa pun yang diterimanya
tanda-tanda verbal berarti apa yang
melalui teks (Eco, 1985). Dalam proses
mereka katakan, mengacu pada apa yang
komunikasi teks, sebuah teks sering
mereka tunjukkan dalam domain alam.
ditafsirkan dengan latar belakang kode
Makna permukaan yang dicapai dengan
yang berbeda dari yang digunakan oleh
mendekonstruksi sintaksis dan pola
penulis (Eco, 1985). Akhirnya, dengan
gramatikal yang dibentuk dengan tanda-
rasa percaya diri dalam upayanya untuk
tanda verbal, yaitu kata-kata, adalah
membuat teks baru di sekitar nilai-
arti dari keseluruhan teks (Sless, 1986).
nilai, dia membuat gerakan intelektual
Lapisan makna yang lebih dalam di balik
dengan membaca terhadap penulis untuk
teks adalah nilai yang hanya bisa dicapai
menyajikan argumen kontra sebagai
dengan menafsirkan apa yang dikatakan
tanggapan terhadap teks aslinya. Proses
secara harfiah. Upaya yang diperlukan
penandaan urutan ketiga yang lebih tinggi
untuk nilai, tema teks, adalah bagian
ini benar-benar berpusat pada pembaca
yang paling menantang dari seluruh
karena pembaca memunculkan kritiknya
proses karena memerlukan kesadaran
sendiri untuk menyajikan argumen kontra
intelektual dari latar belakang budaya
yang koheren. Dalam proses membaca,
teks. Keterampilan membaca interpretatif
semua standar tekstualitas memainkan
ini memerlukan proses penandaan orde
peran kunci dalam mencapai arti. Oleh
kedua, atau semiosis, karena tanda-tanda
karena itu, pemahaman didasarkan
verbal mendapatkan dimensi simbolis
pada seberapa baik pembaca dapat
yang mengacu pada apa yang mungkin
melakukan analisis wacana mengingat
mereka maksud dalam domain budaya
semua fungsi pragmatis dari teks
selain dari apa yang mereka katakan
yang diberikan. Melakukan analisis
dalam domain alam (Barthes, 1994).
wacana tentu melibatkan proses kognitif
Menurut Queiroz dan Merrell (2006, p.
mempertimbangkan semua aspek fungsi
60) semiosis adalah “triadic (tanda, objek
bahasa dalam penafsiran teks (Brown &
dan interpretan), tergantung konteks
Yule, 1985). Latar belakang budaya teks
(terletak), interpreter-dependent proses
dan kompetensi intelektual pembaca
dinamis. Ini adalah proses sosial-kognitif,
memainkan peran kunci yang paling
bukan hanya sistem simbolik statis.”
penting dalam tindakan kritik, karena
Pembaca adalah mempertimbangkan
“semiotik mempelajari semua proses
semua fitur konteks, tekstual atau non-

Arsa Widitiarsa Utoyo & Kurnia Setawan 3

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 3 11/29/18 9:35 AM


budaya sebagai proses komunikasi” kata-kata dianggap sebagai tanda-
(Eco, 1979, hal 8). Makna tagar sendiri tanda verbal dengan makna yang
mempunyai arti guruh atau guntur 1, ditetapkan sewenang-wenang yang
penggunaan tagar sendiri di sosil media digunakan untuk tujuan komunikasi
pertama kali digunakan oleh Twitter apa pun dalam pengaturan apa pun,
pada tahun 2009 sebagai hyperlink dan semiotika menjadi fokus utama
kemudian menjadi fitur resmi dan diberi dari seluruh masalah, mengenai
nama hastag #. dirinya sendiri dengan semua
domain penggunaan bahasa mulai
“Perang hashtag alias tanda pagar
dari semantik ke pragmatik, studi
(tagar) sudah bermunculan. Untuk
sastra, studi sosial dan ilmiah, dan
Jokowi, beberapa tagar yang acapkali
sejenisnya. Bahkan satu kata dalam
muncul di media sosial serta dikaitkan
pengaturan sosial apa pun dengan
sebagai tanda dukungan antara lain:
semua fitur konteksnya yang sudah
#Jokowi2Periode dan #diasibukkerja.
ada dapat diperlakukan sebagai
kalimat yang berkomunikasi di
Sementara untuk Prabowo—meski
seluruh yang dimaksudkan untuk
tidak secara eksplisit itu adalah
menyampaikan pesan verbal.
tanda dukungan kepadanya—
Semiotika menyangkut dirinya
#2019gantipresiden adalah tagar paling
sendiri dengan semua domain
fenomenal dan bertahan hingga hari
penggunaan bahasa dan semiotika
ini. Tagar itu bahkan dicetak di kaos,
dan pengajaran bahasa sangat
topi, hingga dideklarasikan di beberapa
terkait satu sama lain sehingga tidak
kota di Indonesia. Selain itu, nama
mungkin memisahkan mereka kapan
Prabowo terkadang muncul juga dalam
pun digunakan sebagai sistem yang
#2019PrabowoPresiden”.2
diinternalisasi untuk komunikasi.
Semua kata dengan makna leksikal
Semiotik
mereka adalah tanda-tanda verbal
Semiotik, jika didefinisikan secara yang bentuknya menyampaikan
luas, adalah studi interdisipliner makna yang diberikan karena mereka
komunikasi, yang terdiri dari semua tidak memiliki korespondensi satu-
jenis komunikasi. Bahasa adalah ke-satu antara bentuk (gambar
sistem komunikasi virtual yang suara) dan konten (ide), atau
terdiri dari tanda-tanda verbal, penanda lain dan yang ditandakan
yaitu kata-kata, sudah tersimpan masing-masing. Setiap kata dengan
dalam memori jangka panjang sendirinya adalah tanda yang
dari para anggota yang berbicara diwakili oleh simbol (tanda abjad)
bahasa yang bersangkutan. Ketika yang bersatu membentuk unit
semantik yang sudah tersimpan
dalam pikiran kolektif lawan bicara
sebagai representasi mental ide-ide
https://www.kbbi.web.id/tagar
1 yang menciptakan medium verbal
https://tirto.id/perang-tagar-menjelang-
2 untuk setiap komunikasi berlangsung
pilpres-2019-sudah-dimulai-cPUW

4 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 4 11/29/18 9:35 AM


kapanpun dan dimanapun mungkin. membantu menjelaskan proses pemikiran
Jika ada yang ingat bagaimana manusia yang rumit tidak peduli
penggunaan bahasa yang beragam seberapa canggih sistem komunikasi
dan rumit itu, mempertimbangkan intelektual yang pernah ada. Pengalaman
pelafalan yang berbeda dari kata psikologis pribadi manusia hanya dapat
yang sama yang diucapkan dengan dikomunikasikan oleh perangkat sastra,
pola stres tertentu, semiotik kiasan dan penggunaan simbolik bahasa
mencerminkan fakta ini dengan yang digunakan dalam karya sastra.
menyediakan spektrum untuk Sastra menyediakan tradisi sumber-
mensurvei semua bidang studi sumber besar yang telah lama tersedia
ilmiah terkait bahasa dan komunikasi yang memungkinkan memiliki banyak
m a n u s i a . Fo n e t i k , fo n o l o g i , kesempatan yang efektif. Bahkan dalam
leksikologi, semantik, pragmatik, kelas penggunaan bahasa, kompetensi
psikologi, filsafat, antropologi, dan kinerja linguistik, tidak peduli
sosiologi dan studi telekomunikasi seberapa baik dikembangkan, tidak
merupakan berbagai bidang studi dapat membantu memahami apa yang
untuk dapat dipertimbangkan terjadi di dalam jiwa karakter. Penyadapan
ketika mereka terlibat di dalam sumber yang lebih dalam dari kesadaran
untuk tujuan apa pun. Pengajaran manusia membutuhkan pemahaman
bahasa membutuhkan satu untuk yang lebih dalam tentang pengalaman
mempertimbangkan dua bidang psikologis pribadi dari para tokoh
studi yang berbeda: linguistik dan untuk mengembangkan kesadaran yang
psikologi. Pedagogi dan semiotika mendalam tentang kehidupan. Sastra,
berbagi cukup banyak fenomena, mengenai penggunaan bahasa dalam
dari akulturasi ke penguasaan semua karya seni yang sudah dicetak,
bahasa, dari koneksi dari Bahasa mengambil pandangan yang lebih dalam
satu dan Bahasa dua ke signifikansi ke semua jenis komunikasi antara dan di
pengaturan penggunaan Bahasa antara orang-orang yang menyelidik lebih
dan metode bahasa khusus (Erton, dalam proses pemikiran pribadi yang
2006; Sert, 2006; Şenel, 2007). melamun di pikiran para pembicara dan
Bahasa sebagai sumber sosial bekerja diam-diam di belakang tindak
menyediakan media untuk interaksi tutur ke luar. Pengalaman penggunaan
dan komunikasi verbal; Namun, bahasa menawarkan banyak kesempatan
semiotika tidak hanya membutuhkan untuk membuat pilihan seperti halnya
bahasa sebagai provinsinya tetapi karakter membuat pilihan moral mereka
juga mempertimbangkan semua untuk membantu memperluas dan
sistem komunikasi tanda lainnya: mempertajam kesadaran hidup mereka.
verbal, non-verbal, visual dan juga Beragam penggunaan kosakata dalam
multi-modal. teks sastra membantu mengembangkan
pemahaman yang lebih dalam tentang
1.2 Penggunaan Literatur hubungan manusia dalam konteks sosial.
Penulis dan pembaca sebagai individu
Bahasa sebagai sistem tanda
dengan kepribadian khas mereka juga
komunikasi virtual tidak cukup untuk

Arsa Widitiarsa Utoyo & Kurnia Setawan 5

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 5 11/29/18 9:35 AM


anggota komunitas pidato mereka sekali, teks itu kemudian tidak berarti
berbagi warisan budaya yang sama dan atau tidak komunikatif, tidak peduli
mengambil tanggung jawab untuk peran seberapa sintaksisnya format itu. Gambar
sosial mereka. “Kami, kata Schärer (1985, 3 menunjukkan hubungan antara penulis
hal. 12). Ini adalah dimensi kedalaman dan peran pembaca mempertimbangkan
yang harus ditekankan atas fakta-fakta standar tekstualitas dalam konteks analisis
pseudo fiktif dari metodologi komunikatif, tekstual dari cerita. Sikap penerima-teks,
yang membuat sedikit hubungan dengan yaitu pembaca prospektif, terhadap teks
emosi dan kebutuhan yang mendasari dikenal sebagai penerimaan. Jika itu
pembaca. benar-benar masuk akal tanpa melanggar
Dimensi kedalaman ini harus disadap pengetahuan dunia tentang pembaca,
demi keefektifan pengajaran pedagogis. karakteristik teks inilah yang membuatnya
Sastra menyediakan tradisi yang sudah dapat diterima oleh pembaca, yang
lama terbentuk dari sumber-sumber mengambil peran aktif pembaca bergerak
yang sangat besar yang memungkinkan dari sekadar menjadi agen pasif sebagai
para penulis memiliki banyak kesempatan penerima kepada pembaca. Interpreter
untuk merancang bahan-bahan penulisan dan kritikus dapat meningkatkan argumen
yang efektif, yang tidak hanya berfokus kontra yang membentuk pusat baru,
pada pengajaran kosakata, tetapi juga titik pandang semiotik, untuk sintesis
bagaimana tanda-tanda linguistik ini menyeluruh dari semua poin yang
berlaku dalam interaksi sosial, percakapan dibahas dalam proses membaca semiotik.
sehari-hari, transaksi bisnis, komunikasi, Sejauh informasi yang disampaikan
dan pengalaman psikologis pribadi para oleh teks, informativity adalah standar
pembelajar. yang penting atau cukup penting,
membuat pembacaan yang bermakna
2. Metodologi Penelitian dan cukup menarik bagi para pembaca
yang prospektif dengan memberikan
Sepertinya ada banyak hal yang harus
informasi yang diperlukan tentang
dilakukan untuk memahami apa yang
konflik politik yang sengit di belakang
ada dalam pikiran penulis saat menulis
perang yang dapat menghancurkan
semua tentang masalah ini setepat
menit. Jenis informasi yang diperlukan
mungkin, dan juga dalam pikiran pembaca
untuk kejelasan teks sudah cukup bagi
saat membaca, karena baik menulis
pembaca untuk menindaklanjuti untuk
dan membaca itu rumit. dan aktivitas
mencapai pemahaman yang menyeluruh
intelektual yang rumit. Komunikasi terjadi
dari pesan yang dimaksudkan Pesan
jika intensionalitas — sikap produser
yang dimaksudkan yang diberikan dalam
teks — dapat disimpulkan dari teks,
#2019GantiPresiden dan #DiaTetapKerja
dipahami dan diterima oleh pembaca.
yang bersangkutan harus relevan dengan
Ketika pembuat #2019gantipresiden dan
situasi kejadian, sering disebut sebagai
#diatetapkerja, dia memiliki kegiatan yang
situasionalitas, yaitu kapan dan di mana
‘disengaja’ di belakang pikirannya. Jika
semuanya terjadi hanya dengan cara
apa yang penulis (produser teks) coba
yang sama seperti yang diceritakan dalam
komunikasikan tidak berarti apa-apa
teks, atau lebih tepatnya disajikan, yang
bagi pembaca (pihak yang dituju) sama

6 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 6 11/29/18 9:35 AM


memungkinkan pembaca untuk mencari media verbal (Kurtul, 2013, hal 81).
tahu konteks cerita dan dengan demikian Gambar 5 di bawah ini menunjukkan
memahami tema yang dikembangkan hubungan antara membaca semiotik dan
di sekitar semua kosakata yang relevan komunikasi tekstual.
yang menjelaskan kemungkinan dan Pemahaman tidak membutuhkan
kemungkinan yang akan segera terjadi. b a n y a k u s a h a ke t i k a p e m b a c a
Apa yang membuat cerita, atau teks apa membongkar teks untuk mencapai
pun, berarti ada hubungannya dengan pengertian, dan kemudian merekonstruksi
semua data yang relevan mengenai situasi teks baru dengan pusat baru berdasarkan
yang diberikan karena penggunaan teks penafsirannya jika dia belum menemui
yang dimaksudkan menjadi jelas melalui kesulitan apa pun seperti kesatuan
situasi yang memperparah kecemasan semantik dan sintaksis teks (Derrida,
psikologis dan orang-orang teror telah 1997). Kesatuan sintaksis (kohesi) dan
berada di bawah. Jika pembaca dapat kesatuan semantik teks (koherensi)
melihat semacam hubungan antara sangat membantu pembaca agar ia dapat
apa yang penulis katakan mengenai membentuk basis suara sehingga dapat
pengaturan cerita baik dalam waktu bergerak dari rasa ke nilai, tema teks.
dan di tempat, teks tersebut kemudian Dalam proses penandaan orde pertama,
dikatakan dapat dipahami dan relevan apa tanda-tanda verbal, yaitu kata-kata,
dengan apa yang sebenarnya terjadi. 3. merujuk ke dalam teks yang menjadi
pertimbangan, karena pada dasarnya
3. Membaca Semiotika dan adalah bacaan yang berorientasi teks.
Semiotika Komunikasi Tekstual Jika pembaca ingin melangkah lebih jauh
demi mengembangkan kompetensi sastra
Pembaca mengambil semua
secara bertahap melalui pembacaan
karakteristik teks ini untuk diberikan;
sistematis terhadap teks, situasionalitas
Namun, teks di tangan tidak dapat
teks dapat sangat membantu mereka,
dipahami dengan benar jika tidak
karena memberikan mikrokosmos yang
memenuhi standar yang disebutkan
menggambarkan pengaturan dengan
sebelumnya. Standar inilah yang
lingkungan sosialnya dalam hal ruang dan
membuat teks menjadi bermakna dan
waktu. Pembaca mencoba untuk melihat
komunikatif sejak awal. Jika teks tidak
bagaimana nilai teks berdiri teguh dengan
masuk akal, maka pembaca tidak dapat
mengujinya dalam kaitannya dengan
membuat kepala atau ekor dari teks
yang ada dalam konteks yang lebih besar
yang dimaksudkan untuk berkomunikasi;
yang terdiri dari seluruh alam semesta.
maka teks diperlakukan sebagai yang
Pembaca bergerak dari yang khusus ke
tidak komunikatif karena teks tersebut
yang universal sementara ia bergerak
membutuhkan “interaksi pengetahuan
dari mikrokosmos ke makrokosmos,
yang disajikan dengan pengetahuan
menempatkan nilai di luar konteks
yang tersimpan dari pembaca di dunia”
seolah-olah itu bisa ada terlepas dari
(Beaugrande & Dressler, 1982, hlm.
waktu, tempat, dan komunitas pidato, di
6), karena “makna tidak bisa ada pada
depan gagasan bahwa itu dapat berubah
sendiri “kecuali jika disajikan” dengan
menjadi kebenaran universal.
bentuk konten bahasa spesifik “dalam

Arsa Widitiarsa Utoyo & Kurnia Setawan 7

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 7 11/29/18 9:35 AM


4. Membaca Semiotik pada (1) 2019 perlu ada pergantian presiden
#2019GantiPresiden dan (dilakukaan secara masif)
#DiaTetapKErja (2) Presiden sudah bekerja keras selama
ini (sebagai bentuk reaksi thd teks 1)
Sebagai aktivitas intelektual yang
berpusat pada pembaca, pendekatan
4.2. Membaca teks untuk nilai:
proses ini untuk membaca teks-
Interpretasi semiotik
teks menggarisbawahi pentingnya
pembelajaran kognitif karena pembaca Langkah kedua mengharuskan
menjalani proses menjadi pembaca pembaca untuk melampaui teks untuk
yang kompeten dengan mengikuti mencari tahu apa yang dikomunikasikan
skema yang terencana dengan baik di balik kata-kata yang dipilih untuk
berdasarkan pemahaman, interpretasi membantu pembaca berpindah dari kata
dan evaluasi dalam pesanan itu (Kumral, yang dikatakan tak terucapkan untuk
2009). Pendekatan teori yang digunakan mencapai tema teks. Interpretasi adalah
perspekstif semiotika yang berpandangan kegiatan membaca yang sangat menantang
bahwa sebuah sistem tandan yang dan menuntut berdasarkan kompetensi
mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu sastra, linguistik dan intelektual pembaca.
masyarakat tertentu di dalam waktu Pembaca merekonstruksi teks baru di
tertentu, denotasi sebagai penanda/ sekitar nilai-nilainya untuk membentuk
literal/ jelas/ kenyataan keberadaan, dan menampilkan titik pandang untuk
konotasi sebagai petanda/ figurative/ survei dunia dan melihatnya segar (Sless,
tersirat dan mitos sebagai pengkodean 1986)
makna dan nilai-nilai sosial. (Barthes,1980)
4.3. Membaca teks untuk kritik
4.1 Membaca untuk merasakan teks
Setelah dua tahap pertama, pembaca
Ringkasan teks umumnya dianggap diharapkan siap menghasilkan teks
sebagai cara yang efektif untuk terhadap teks asli untuk menyajikan
menunjukkan bahwa teks tersebut dibaca argumen kontra dari sudut pandang
dan dipahami sejauh mana pembaca yang berbeda sementara ia secara efisien
diharapkan. dan efektif mengembangkan kompetensi
secara terus menerus.
Denotasi: (deskriptif)
(1) Media: kaos dengan teks: #2019
GANTI PRESIDEN 5. Simpulan
(2) Media: kaos dengan teks: #Dia Sibuk Karya sastra apa pun — narasi, puisi,
Kerja atau drama — sangat bermanfaat bagi
Konotasi: (makna/ persepsi subyektif) khalak umum untuk membantu mereka
(1) Ada masalah dengan presiden saat mengembangkan pengetahuan intuitif
ini, sehingga perlu diganti Presiden dan keterampilan interpretatif dalam
saat ini sedang sibuk kerja tahap berurutan tanpa menetapkan atau
memaksakan peran penerjemah apa pun
Mitos: (pesan/ kode yang ingin diciptakan
kepada mereka. Artikel ini membahas
menjadi kesadaran publik)
mengapa dan bagaimana mengekspos

8 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 8 11/29/18 9:35 AM


pembaca pada teks untuk meningkatkan Kesimpulan yang didapatkan oleh
keefektifan pedagogis melalui studi penulis:
mendalam terhadap teks dan media. (1) Penyebab konflik yang ada karena
Pembaca telah disajikan dengan banyak hubungan antar masyarakat yang
kesempatan untuk memahami bagaimana terpolarisasi sehubungan dengan
melakukan analisis semiotik teks dan kepentingan yang berbeda dari
media dengan mempertimbangkan masing – masing kelompok. Hal ini
standar tekstual dan perangkatnya didasari oleh ideologi yang berbeda
dengan memungkinkan mereka untuk antar kelompok. Pendukung partai A
mengikuti strategi dalam langkah-langkah dan partai B.
berturut-turut. Seluruh ide di balik (2) Kaos dengan tulisan (teks) menjadi
penelitian ini didasarkan pada dua pemicu konflik di Car Free Day karena
argumen dasar: (1) metodologi pengajaran digunakan sebagai media politik
komunikatif pseudo, seperti yang (oleh pihak yang berkepentingan).
sering diperdebatkan, tidak membantu (3) Teks menjadi penanda untuk
meningkatkan kedalaman pengalaman menyampaikan pesan politik untuk
hidup karena tidak mempertimbangkan mempengaruhi kesadaran publik/
emosi yang mendasari dengan hati- masyarakat (menciptakan mitos,
hati, dan (2) bagaimana konflik terjadi untuk membangun kesadaran
dan resolusi dari konflik tersebut. Sikap kolektif terhadap pesan politik
positif ini terbukti menjadi penangkal tertentu/ melakukan hegemoni
yang kuat untuk menghapus dampak terhadap kesadaran public.
negatif dari perseteruan yang mendalam
yang menyamar di mana-mana di bawah
tindakan politik yang tidak berbahaya dari
tangan yang kuat.

Arsa Widitiarsa Utoyo & Kurnia Setawan 9

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 9 11/29/18 9:35 AM


DAFTAR PUSTAKA

Barthes, R. (1994). Elements of semiology. New York, NY: Hill and Wang.
Eco, U. (1985). The role of the reader. Bloomington, IN: Indiana University Press.
Erton, İ. (2006). Semiotic nature of language teaching methods in foreign language
teaching and learning. Journal of Language and Linguistic Studies, 2(1), 73-86.
Kumral, N. (2013). Semiotic analysis of textual communication in Snow by Julia Alvarez.
Journal of Language and Linguistic Studies, 9(2), 31-44. Retrieved from http://
www.jlls.org/vol9no2/31-44.pdf
Şenel, M. (2007). The semiotic approach and language teaching and learning. Journal
of Language and Linguistic Studies, 3(1), 117-132. Retrieved from http://www.
jlls.org/Issues/Volume%203/No.1/msenel.pdf
Andreas Jungherr (2015) Twitter use in election campaigns: A systematic
literature review, Journal of Information Technology & Politics, 13:1, 72-91,
DOI: 10.1080/19331681.2015.1132401
Cambre, Carolina (2012) The Efficacy of the Virtual : From Che as Sign to Che as
Agent, The Public Journal of Semiotics IV (1).
Dan Schill (2012) The Visual Image and the Political Image: A Review of Visual
Communication Research in the Field of Political Communication, Review of
Communication, 12:2, 118-142, DOI: 10.1080/15358593.2011.653504
Garecht, J. (2011). How to design great political signs. Retrieved from http://www.
localvictory.com/ communications/ design-political-signs.html
Steven A. Seidman (2016) Barack Obama’s 2008 Campaign for the U.S.
Presidency and Visual Design, Journal of Visual Literacy, 29:1, 1-27, DOI:
10.1080/23796529.2010.11674671
Hoed, Benny (2014) Semiotik & Dinamika Sosial Budaya, Jakarta: Komunitas Bambu.
Kumral, Necat (2013) Semiotic Analysis of Textual Communication in Snow by Julia
Alvarez, Journal of Language and Linguistic Studies. 9 (2).
Purwanti (2016) Analisis Wacana Plesetan Pada Kaos dagadu Djokdja (kajian
pragmatik), Universitas Sebelas Maret.
Rahoi, Rita L (2011) The Semiotic of Teaching with Reality TV: A Theory based
approach to Teaching and Modeling Communication Theory, Communication
and Theater Association of Minnesota Journal Vol. 38, Articcle 8.
https://kompas.id/baca/opini/Semiotika Tahun Politik, Acep Iwan Saidi, 8 Februari 2018.
https://merdeka.com/foto/peristiwa/ Aksi Saling Singgung Massa Berkaos Hitam dan
Putih di Car Free Day, 29 April 2018.
Clark, Marshall. Men, masculinities and symbolic violence in recent Indonesian cinema.
Dalam http://www.questia.com/library/communication/media-studies/media-
violence.jsp. 01 FebruRI 2004. 16 November 2008.
Deleuze,Gilles & Parnet,Claire.  Dialogue.  Athlone Press, 1987.
Fajlurrahman Jurdi.  Kekerasan Simbol dalam Politik. Dalam
http://cetak.fajar.co.id/news.php?newsid=76989.10 Oct 2008. 19 November 2008.
Francis F.Hutchinson,  “Beyond Violent Futures in Children’s Media”,  dalam Richard
A. Slaughter,  New Thinking For  a  New Millenium,  Routledge, 1996, hal.156.
10 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 10 11/29/18 9:35 AM


Jurnal Adhyasta Pemilu
ISSN 2443-2539
Vol. 4 No. 1 2018, Hal. 11-28

BEKERJANYA POLITISASI IDENTITAS PADA


PILKADA SUMUT 2018
(MENAKAR PENGARUH ISU AGAMA
TERHADAP KEMENANGAN
EDY RAHMAYADI DAN MUSA RAJEKSHAH)

Ian Pasaribu
Dosen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Darma Agung, Medan, Indonesia
ianpasaribu20@gmail.com

Irfan Prayogi
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
Irfanprayogi44@yahoo.com

Abstract

This article will describe what is the winning factor for Edy Rahmayadi and Musa
Rajekshah in the 2018 Sumatera Utara contestation of regional elections. The
author sees Political Identity greatly influencing the course of democracy in North
Sumatra due to differences in religious identity between the two pairs of contesting
candidates. The politics of identity centered on the politicization of shared identity
is an important base of glue in group collectivity. Identity is then politicized through
extreme interpretation to gain support from the majority of the community both in
race, ethnicity and religion. This research is a qualitative research with descriptive
analysis. The data collection techniques through interviews as primary data and
secondary data in the form of news, journals, books, and documents related to the
results of Sumatera Utara 2018 regional elections. Findings from this study, the
author saw Edy-Musa utilizing Islamic discourse as a power to obtain votes from
Islamic circles. This is evident from the post-election vote acquisition in certain
regional bases, as well as the social conditions of the community before the vote.
In addition, Islamic discourse is clearly present through banners calling for choosing
Muslim leaders, morning prayer in congregation and other identity issues as an

Ian Pasaribu & Irfan Prayogi 11

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 11 11/29/18 9:35 AM


effort to influence people’s preferences to make choices on voting. This paper seeks
to understand identity politics as a form of popular strategy and the implications
that arise in the electoral politics.

Keywords: Identity politics, religious issues, and winning candidates

Abstrak

Artikel ini akan menjabarkan apa yang menjadi faktor kemenangan Edy Rahmayadi
dan Musa Rajekshah dalam kontestasi Pilkada Sumatera Utara 2018. Penulis melihat
Politik Identitas sangat memengaruhi jalannya pesta demokrasi di Sumut dikarenakan
adanya perbedaan identitas agama antara kedua pasang calon yang berkontestasi.
Politik identitas berpusat pada politisasi identitas bersama menjadi basis perekat
yang penting dalam kolektivitas kelompok. Identitas kemudian dipolitisasi melalui
interptretasi secara ekstrim untuk mendapat dukunan dari masyarakat mayoritas
baik secara ras, etnisitas dan agama. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan analisis deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data melalui wawancara
sebagai data primer dan data sekunder berupa berita, jurnal, buku, dan dokumen
terkait hasil pilkada Sumut 2018. Temuan dari penelitian ini, penulis melihat Edy-
Musa memanfaatkan wacana Islam sebagai kekuatan untuk memperoleh suara dari
kalangan Islam. Hal ini terlihat dari perolehan suara pasca pemilihan pada basis-basis
daerah tertentu, juga kondisi sosial masyarakat sebelum pemungutan suara. Selain itu,
wacana Islam hadir dengan jelas melalui spanduk seruan memilih pemimpin muslim,
sholat subuh berjamaah dan isu-isu identitas lainnya sebagai upaya memengaruhi
preferensi masyarakat untuk menjatuhkan pilihan pada pemungutan suara. Tulisan ini
berusaha memahami politik identitas sebagai bentuk strategi populer dan implikasi
yang muncul pada gelaran politik elektoral.

Kata kunci: Isu agama, pemenangan calon, politik identitas

12 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 12 11/29/18 9:35 AM


1. Pendahuluan politik yang fokus perhatiannya adalah
perbedaan (difference) sebagai suatu
Mitologi Yunani kotak pandora
kategori utama” (Hapsarin, 2007: V).
bisa dijadikan sebagai metafora realitas
Secara positif, politik identitas memberi
perkembangan Indonesia dalam tahun-
sinyal keterbukaan, ruang kebebasan ide,
tahun awal reformasi di Indonesia.
terutama setelah kegagalan narasi besar
Pandora diandaikan sebagai reformasi,
(grand narative) untuk mengakomodir
yang membuka kotak – selubung
berbagai kepentingan yang ada. Namun
otoritarianisme Orde Baru selama lebih
di sisi lain politik identitas menghasilkan
dari 32 tahun. Semua keburukan yang
ekslusifitas baru dan mengeksklusi
pernah dikenal peradaban politik umat
perbedaan itu sendiri. Politik identitas
manusia kini berhamburan dengan
dianggap dapat merepresentasikan subjek
cepat ke permukaan dan menjangkau
melalui penggambarannya akan individu
sembarang orang, sembarang kawasan
terhadap liyan (the other) sehingga
bahkan sembarang sektor kehidupan
menjamin eksistensi suatu kelompok
masyarakat Indonesia (Lay, 2006:5).
maupun individu.
S e m e n j a k r e fo r m a s i , s e m u a
Banyak kalangan yang berpendapat
identitas memecah, tersebar dan
bahwa pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi
menyandar kepada kondsi primordial
kontestasi politik yang menarik apabila
dan teritorial, seperti suku, agama, ras
dijelaskan dalam porsi politik identitas
dan antargolongan, bahkan sentimen
agama dan etnisitas memainkan peranan
kedaerahan. Semuanya kembali pulang
penting dan ikut andil memengaruhi
untuk mencari identitas dan keutuhannya
preferensi politik warga DKI Jakarta
masing-masing sebagai solusi menghadapi
yang ditandai dengan kasus penodaan
keterpecahan identitas pasca Orde
agama oleh Basuki Tjahaya Purnama
Baru (Heryanto, 2010: 43). Reformasi
alias Ahok. Walaupun begitu, kekalahan
pada akhirnya hanya sebagai jargon
Ahok-Djarot bukan hanya imbas dan
gerakan sosial yang membuka keran
stimulus dari sentimen identitas
kebebasan tanpa tawaran konsep yang
keagamaan maupun etnis semata, tetapi
memadai untuk keberlangsungan bangsa.
juga terakumulasinya setiap bentuk
Modernitas gagasan reformasi menolak
kekecewaan ekonomi-politik warga DKI
otoritarianisme dengan menawarkan
atas kepemimpinan Ahok. Artinya –
konsep kebebasan, ternyata mengalami
sebagai analisis pembanding – aspek
perkelindanan yang paradoks. Masing-
material tidak dapat dinafikkan dalam
masing identitas kembali pulang keranah
membangun citra Ahok sebagai ‘musuh
primordial dan berimplikasi pada
bersama’ bagi masyarakat, terkhusus
sentimen-sentimen, baik agama maupun
muslim yang merasa termarjinalkan,
suku dalam kontestasi politik.
seperti isu penggusuran, reklamasi,
Desentralisasi politik dan otonomi
gaya kepemimpinan yang dinilai kasar
daerah menjadi poin pendukung masuknya
(melawan simbolik kultural), dan juga
kita – politik Indonesia – ke dalam politik
lemahnya pendekatan struktural antar
identitas. Politik identitas, mengutip Agnes
lembaga (Pemerintah Provinsi dan DPRD
Heller merupakan “konsep dan gerakan
DKI Jakarta).

Ian Pasaribu & Irfan Prayogi 13

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 13 11/29/18 9:35 AM


Beberapa bukti menunjukkan isu (Eramas) dengan mengkonstruksikan
SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar- diri dan segala simbol yang digunakan
golongan) digunakan oleh kelompok- berbasis keagamaan, disamping juga isu
ke l o m p o k d a n p i h a k- p i h a k ya n g kedaerahaan. Edy-Ijeck juga diuntungkan
berkepentingan langsung atau tidak oleh sentimen asosiatif yang dilekatkan
langsung dengan pemenangan pasangan pada Djarot – yang merupakan pasangan
calon tertentu (politik elektoral) seperti Ahok pada Pilkada DKI jakarta – sebagai
bermuculannya komentar, foto-foto, dan rivalnya dan mengkondisikan preferensi
video di media sosial yang berupaya masyarakat Sumut dengan istilah putra
memengaruhi preferensi politik warga daerah – dimana Djarot bukan warga
DKI Jakarta atas dasar sentimen identitas. Asli Sumatera Utara –dan Sihar Sitorus
Atau keberadaan spanduk provokatif, sebagai non-muslim.
seperti larangan memilih pemimpin Diferensiasi politik berbasis agama
yang berbeda agama dan larangan sangat memengaruhi kemenangan
mensholatkan jenazah warga yang Eramas. Berkaca dari perolehan Pilkada
mendukung pemimpin yang berbeda Sumut, Eramas memperoleh kemenangan
agama dengan memengaruhi situasi dan dengan jumlah persentase 57,58%
kondisi di tengah-tengah masyarakat (3.291.137 suara), dan untuk Djarot-Sihar
walaupun sebetulnya politik identitas (Djoss) memperoleh 42,42% (2.424.960
sudah ada dan bermain sebelumnya suara) (Kompas.com: 2018/07/11).
pada gelaran politik elektoral – seperti Apabila diuji dengan analisis institusi
misalkan pada Pemilihan Legislatif kelembagaan, mesin partai sangat minim
Sumut sebagamana penelitian Damanik memengaruhi pilihan masyarakat memilih
(2015) – tetapi pada kasus Pilkada DKI, kedua kandidat, mengingat timpangnya
preferensi politik identitas hadir sebagai koalisi yang terbangun diantara keduanya.
sebuah implikasi atas konstruksi Ahok Eramas merengkuh banyak partai seperti:
sebagai yang-lain seturut dengan kasus Gerindra, PKS, Hanura, Nasdem,
penodaan agama. Golkar, Perindo, PAN dan yang
Domino efek tejadi pada Pilkada belakangan yakni Demokrat, dan
Sumut 2018. Politisasi agama menjadi Berkarya. Sedangkan untuk Djoss hanya
sangat biasa dilakukan oleh kedua pasang didukung oleh dua partai politik yaitu
calon yang berkontestasi, yaitu pasangan PDIP dan PPP, yang dalam hal Pilkada
nomor urut 1: Edy Rahmayadi – Musa Sumut, partai berlambang Ka’bah
Rajekshah dan nomor urut 2: Djarot tersebut melakukan manuver politik
Syaiful Hidayat – Sihar Sitorus. Hal ini elit karena ketidaksetujuan ketua DPW
didukung dengan imajinasi sentimen terhadap pasangan Djoss yang dianggap
gerakan Aksi Bela Islam 212 yang pelangi (Islam-Kristen). Maka analisis
terbentuk dan masih terkonstruksi dalam kelembagaan menjadi tidak relevan
rangka puncak gerakan protes terhadap untuk mengkaji Pilkada Sumut, karena
penodaan agama yang dilakukan oleh jumlah dukungan partai tidak berkorelasi
Ahok selaku Gubernur sekaligus petahana langsung dengan perolehan yang hanya
nuansa wacana religiusitas begitu terasa berselisih 15,16%. Sedangkan selisih
menjadi penanda pada kubu Edy-Ijeck keterwakilan partai di DPRD Sumut adalah
20 persen berbanding 80 persen.
14 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 14 11/29/18 9:35 AM


Dalam artikel ini penulis akan diviralkan, lantas menjadi bomerang buat
mengkaji kemenangan Eramas pada dirinya hingga menghasilkan gerakan
kerangka analisis diskursus (discourse perlawanan agar Ahok dipenjara atas
analysis) di mana konstruksi sosial tuduhan penodaan Agama. Umat Islam
berupa kesadaran religiusitas begitu masif yang resah menjangkarkan diri pada
didengungkan oleh agen-agen sosial yang suatu narasi bernama Aksi Bela Islam
diidolakan. Selain itu mengkonstruksikan 212 menuntut Ahok dipenjarakan.
liyan sebagai musuh (outsider) dengan Kekuatam wacana Islam berhasil
melekatkan makna signifikansi kepada membuat Ahok tersingkir dari kursi DKI
aktor tertentu (Ahok) membuat sentimen 1 dalam Pilkada serentak 2017 dan harus
keagamaan kian muncul dengan dibantu menjalani hukuman berupa penjara.
oleh narasi-narasi keagamaan dan Meskipun pada putaran pertama Ahok-
dukungan aktor terpercaya. Dalam hal Djarot unggul dengan perolehan 43,0
ini Ustadz Abdul Somad (UAS) menjadi persen disusul oleh Anies-Sandi 39,97
aktor menarik menguatkan keyakinan persen dan Agus-Sylvi 17,1 persen tetapi
masyarakat bahwa Eramas pantas untuk tidak menjaminnya menang pada putaran
dipilih oleh warga Sumatera Utara –kami berikutnya. Anes-Sandi dan Ahok-Djarot
sebut UAS effect. Selain UAS, Gatot harus bersaing ketat pasca tersingkirnya
Nurmantyo, Susilo Bambang Yudhoyono, Agus-Sylvi di putaran pertama. Uniknya,
Prabowo Subianto memberikan statemen dengan terdegradasinya pasangan Agus-
terkait dukungan kepada pasangan nomor Sylvi, membuat Anies-Sandi unggul pada
urut 1 tersebut. putaran kedua dengan memperoleh 57,96
persen suara, sedangkan Ahok-Djarot
2. Pikada DKI Jakarta dan memperoleh 42,04 persen suara. Konstuksi
Implikasi Politik Identitas kafir, China, Penista, Asing, Arogan dan
diikuti dengan serangkaian Aksi Bela Islam
Persatuan umat Islam yang tergabung
membuat massa pendukung Agus-Sylvi
dalam Aksi Bela Islam 212 merupakan
memutuskan untuk lebih memilih Anies
peristiwa unik dalam kesejarahan
ketimbang Ahok – “asal bukan Ahok”.
Indonesia. Massa aksi menuntut agar
Pilkada DKI Jakarta membuktikan bahwa
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya
politik identitas berbasis isu agama sangat
Purnama (Ahok) dipenjarakan karena
relevan dan dimainkan oleh aktor-aktor
dianggap menghina ayat Al-Qur ’an
tertentu untuk mencari dukungan politik.
dalam pidato kunjungannya di Pulau
Apa yang terjadi pada dinamika
Pramuka, Kepulauan Seribu. Ahok saat
Pilkada DKI dicoba untuk dikondisikan
itu menyinggung tentang Surah Al-
pada Pilkada Sumut 2018. Konstruksi
Maidah ayat 51 yang menyinggung
bahwa masyarakat Sumut harus memilih
mengenai memilih pemimpin Islam yang
pemimpin muslim ditampilkan dalam
dipolitisasi oleh oknum-oknum tertentu.
berbagai spanduk yang berisikan
Sebagai seorang identitas minoritas
keutamaan memilih pemimpin muslim
(China dan Kristen) ia hendak melakukan
dan larangan memilih pemimpin non
defensif agar dirinya tidak dianggap
muslim. Ditambah dengan gerakan Sholat
sebagai asing dimata warga DKI Jakarta.
Subuh Berjamaah yang dilakukan di
Namun ucapannya tersebut direkam dan

Ian Pasaribu & Irfan Prayogi 15

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 15 11/29/18 9:35 AM


banyak mesjid dan musholah di Sumut 4. Perspektif Teori
pada hari pencoblosan dan diikuti dengan
Politik identitas merupakan bentuk
tausyiah. Kontestasi wacana di media
dari pilihan politik yang didasarkan pada
sosial juga sangat memengaruhi jalannya
logika persamaan dan logika perbedaan
pesta demokrasi di Sumut, seperti
(Laclau Mouffe, 2008). Politik identitas
facebook, instagram dan grup Whatsapp.
lebih kepada sikap politik yang fokus
Eramas yang dikonstruksi sebagai duet
pada sub-kelompok dan merujuk pada
Religius, kedaerahan dan mengusung
aktivisme atau pencarian status yang
tagline ‘Sumut Bermartabat’ berhasil
dilandaskan pada kategori ras, gender,
memengaruhi preferensi publik untuk
etnisitas, orientasi budaya, dan identifikasi
memilih mereka, dengan memanfaatkan
politik lainnya. Isunya pada orientasi
sisa-sisa gerakan Aksi Bela Islam dan
politik kelompok sub nasional melihat
ingatan publik akan Ahok dengan
perbedaan nilai-nilai yang ada dalam
mengasosiasikannya pada Djarot selaku
masyarakat. di luar itu, politik identitas
kontestan Pilkada Sumut sekaligus lawan
juga dapat mengacu pada identitas
politik Eramas.
kebangsaan atau identitas diri (self
identity) yang melintasi batas-batas etnik
3. Metode Penelitian atau nasionalisme, misalnya isu wanita,
Dengan menganalis proses-proses imigran dan keagamaan (Warda, 2014).
politisasi identitas berbasis agama dalam Politik identitas adalah ciri yang tak dapat
pilkada Sumut 2018 yang dimediasi oleh dihindari dari demokrasi liberal, sebab
aktor tertentu baik aktor sosial, politik, sistem politik itulah yang memberikan
maupun agama dan masyarakat sipil, ruang bagi tumbuhnya upaya-upaya
pendekatan yang digunakan dalam artikel kelompok dalam mengartikulasikan
ini adalah metode kualitatif. Wawancara kepentingan dan tujuannya. Namun
dan studi literatur digunakan untuk identitas dalam demokrasi memuat
menelusuri perkembangan wacana politik masalah lain, karena identitas kelompok
identitas yang hadir dalam diskursus lebih bersifat memberi batasan ketimbang
publik Sumatera Utara baik pada masa m e m b e r i ka n ke b e b a s a n i n d i v i d u
kampanye maupun hari pencoblosan. (Gutmann, 2003).
Pengamatan terhadap berita-berita yang Preferensi politik dikonstitusikan oleh
berkaitan dengan isu Pilkada Sumut sebuah garis demarkasi antara ‘yang aku’
2018 dilakukan untuk menggali indikasi- dengan ‘yang bukan aku’ dalam realitas
indikasi berlakunya agama sebagai sosial dengan mengoposisikan diri pada
cara memenangkan Eramas. Dalam yang lain diluar diri. Atas dasar itulah
upaya memberikan gambaran-gambaran penulis akan membedah studi kasus
mengenai akibat-akibat yang dapat kemenangan Eramas pada kontestasi
muncul dari politik identitas berbasis pilkada Sumut dengan menggunakan
agama, studi ini merujuk pada literatur- analisa diskursus yang dipopulerkan
literatur politik identitas dan Demokrasi oleh Ernesto Laclau-Chantal Mouffe, dua
yang kemudian dijadikan perspektif untuk analis politik dengan konsentrasi filsafat
memahami gejala-gejala serupa. politik, demokrasi, populisme, dan Post

16 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 16 11/29/18 9:35 AM


Marxis Theory. Untuk keperluan analisis, makna sosial berkontestasi dan saling
penulis hanya akan menggunakan bagian mengidentifikasi sehingga memunculkan
dari perspektif analisa diskursus berupa ‘kita’ dan’mereka’ serta menciptakan
Hegemoni, Antagonisme, The Logic of logic yang disebut logika perbedaan dan
Difference and The Logic of Equivalence, logika persamaan (The logic of difference
Mitos, formasi kelompok dan juga and the logic of equivalence) dengan
imajinasi politik dan akan menariknya memperluas persepsi (Damanik, 2010:
dalam porsi politik identitas. 22). Hegemoni memang hanya bisa
Antonio Gramsci menekankan bahwa terbangun manakala perbedaan lenyap
hegemoni berhasil ketika kelas penguasa dan menghasilkan persetujuan yang pada
berhasil menyingkirkan kekuatan oposisi, akhirnya memutuskan pilihan-pilihan pada
dan memenangkan persetujuan baik kesamaan identitas yang baru terbentuk
secara aktif maupun pasif dari para (Jorgensen dan Philips, 2010: 163)
sekutunya. Menurutnya, subjek dari Untuk membangun hegemoni, maka
tindakan politik tidak dapat didefinisikan subjek atau agen sosial membutuhkan apa
dengan kelas-kelas sosial, pada saat yang disebut sebagai mitos (myth), yang
mereka mencapai bentuk ‘keinginan dibutuhkan untuk menguatkan identitas
kolektif’ yang menciptakan ekspresi politik dan meyakinkan kelompok yang sudah
dari sistem hegemoni yang dikonstruksi terbentuk dalam satu garis demarkasi.
oleh ideologi (Simon, 2004:160). Jadi Myth adalah sebuah prinsip pembacaan
secara umum bisa dikatakan bahwa satu situasi yang sudah tersedia, di
hegemoni dalam pemahaman Gramsci mana istilah-istilahnya bersifat eksternal
adalah mengorganisir persetujuan, dan kepada apa yang bisa direpresentasikan
menjadikan elemen partikular menjadi dalam ruang objektif yang bisa dibentuk
tatanan universal. Laclau dan Mouffe oleh struktur yang ada. Dengan kata
mendasarkan analisa politik mereka lain, myth menyertakan pembentukan
pada teori hegemoni Gramsci. Dengan satu objektifitas yang baru dengan cara
memfokuskan pada agen sosial baru, mengumpulkan elemen-elemen sosial
Laclau mengubah paradigma kelas pada yang tercerabut dan terlepas. Projek
Gramsci menjadi analisa diskurusus hegemonik, sebagai bentuk percontohan
(Hutagalung, 2008:xxviii). praktik politik, yang menyatukan identitas-
Laclau dan Mouffe melihat bahwa identitas dan kekuatan-kekuatan politik
hegemoni akan muncul dalam situasi yang berbeda kedalam projek bersama
antagonisme yang memungkinkan atau kehendak bersama, yaitu social
terbentuknya political frountier. Politikcal imaginary. Bagi Laclau formasi kelompok
frountier menciptakan pertarungan atau identitas kolektif dipahami oleh setiap
hegemonik dan menghasilkan individu sebagai prinsip yang sama dengan
kesamapandangan sekaligus mengurangi kemungkinan-kemungkinn
ketidaksepahaman dengan the other berbeda yang didahului oleh imajinasi
(outsider) (Laclau Mouffe, 2008: 202). sosial kolektif yang bersifat politis.
Antagonisme sosial membuat setiap

Ian Pasaribu & Irfan Prayogi 17

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 17 11/29/18 9:35 AM


5. Hasil dan Pembahasan Peta Kemenagan Pilkada
5.1 Mengukur Isu Agama pada Kemengan Sumatera Utara 2018
Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah
Isu agama menjadi senjata politik
paling ampuh. Pada pilkada serentak 27
juni 2018 yang diikuti oleh 17 Provinsi,
155 Kabupaten dan 39 Kabupaten se-
Indonesia, Sumatera Utara termasuk
daerah yang melakukan pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur. Kontestasi
tersebut dimenangkan oleh Edy Rahmayadi
dan Musa Rajekshah (Eramas) dengan
nomor urut satu, mengalahkan Djarot
Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus (Djoss)
dengan nomor urut 2.
Melihat peta kemenangan yang
dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum,
Eramas memperoleh 3.291.137 suara
(57,58 %) sedangkan Djoss memperoleh
2.423.960 suara (42,42 %). Hal yang
menarik adalah bahwa perolehan suara
mayoritas dibasiskan pada daerah-daerah
tertentu. Eramas unggul di hampir semua
kawasan pantai pesisir timur meliputi:
Langkat, Binjai, Medan, Deli Serdang,
Kota Tebing Tinggi, Batubara, Kota
Tanjung Balai, Asahan, Labuhanbatu, Apabila berkaca pada penelitian
Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Kota sebelumnya yang dilakukan oleh
Padang Sidempuan, dan Tapanuli Selatan Damanik (2015) – terkait dengan hasil
Sedangkan Djoss menang di semua pemilu legislatif – daerah pantai timur
daerah pesisir pantai barat seperti: Karo, banyak memenangkan calon legislatif
Simalungun, Dairi, Kota Pematang Siantar, beridentitaskan Muslim. Sementara untuk
Pakpak Barat, Samosir, Toba Samosir, wilayah pantai barat, hasil menunjukkan
Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, non-muslim banyak keluar sebagai
Tapanuli Tengah, Sibolga, Nias dan Nias pemenang dalam kontestasi politik
Selatan. Melihat spesifikasi demografinya, elektoral tersebut. Relasi identitas
daerah kemenangan Eramas mayoritas keagaaman maupun etnik menjadi
beragama Islam, sedangkan Djoss menang perekat dan semangat tersendiri bagi
pada daerah bermayoritaskan Kristen baik pemilih/konstituen selain politik uang
Katolik maupun Protestan (bps.go.id). dan politik patronase.
Kemenagan Eramas tentu
berkompatibel dengan apa yang digagas
dan disampaikan olehnya ke publik

18 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 18 11/29/18 9:35 AM


pada masa kampanye. Eramas dalam Peran media, khususnya koran
pemberitaan media lokal banyak sangat besar memengaruhi jalannya
dikonstruksikan sebagai calon pemimpin pesta demokrasi di Sumut. Bahkan
yang mewakili umat Islam. Misalnya koran menjadi sarana penting untuk
saja citra Islam yang dibangun dengan mensosialisasikan kegiatan-kegiatan
memberikan mobil pembersih Mesjid calon, baik itu kegiatan penting maupun
dan Mushola, mendatangi pesantren, tidak penting untuk konsumsi publik.
mengikuti agenda Sholat subuh berjamaah, Salah seorang tim pemenangan Eramas
mengunjungi makam penyebar Islam di mengakui bahwa media dibutuhkan untuk
Barus, mengunjungi pengajian ibu-ibu menggiring opini publik, dan ia mengakui
dan mengikuti Tausyiah Ustadz Abdul media dibayar mahal untuk mengikuti
Somad. Eramas ingin menampilkan citra setiap agenda calon Gubernur dan calon
populis sebagai calon pemimpin yang Wakil Gubernur mengunjungi daerah-
peduli dengan kegiatan sosial-keagamaan. daerah.
Selain itu, ada yang menarik dari sisi Eramas di lain sisi juga diuntungkan
pemberitaan media lokal, seperti narasi dengan menyandang nomor urut 1.
yang termuat dalam kanal Waspada. Pasalnya, mengacungkan jari telunjuk
co.id dengan judul pemberitaan “momen ke atas menjadi tanda bahwa ‘nomor
kedekatan Ijeck dengan anak-anak di satu itu Eramas’ dan simbol ketauhidan
Jabal Nor.” Yang dimaksud Jabal Nor bagi umat Islam. Ini menambah satu
disini adalah sekolah SD, tetapi tidak logic bahwasanya Eramas wajib untuk
disebutkan di judul bahwa “jabal Nor’ didukung oleh umat Islam karena
adalah sekolah. Maka sasaran yang ingin merepresentasikan umat Islam dengan
dibidik oleh Media kepada publik adalah menarik makna asosiatif yang hadir pada
citra ‘Jabal Nor’ sebagai tempat ibadah simbol jari telunjuk.
bagi umat muslim Waspada.co.id, 2018).
5.2 Pergulatan Narasi Islam Menjelang
Pemungutan Suara
Ribuan massa dari berbagai daerah
di Sumatera Utara berkumpul di lapangan
Merdeka Medan untuk melakukan
doa bersama bertajuk “Doa Untuk
Sumut Bermartabat” pada 23 Juni
2018. Sebenarnya ini merupakan jatah
kampanye akbar yang diberikan kepada
Eramas oleh KPU untuk menyampaikan
visi dan misinya. Tetapi kemudian pada
20 juni 2018 tim pemenangan Eramas
mengumumkan bahwa kampanye akbar
diganti dengan agenda tausyiah. Hadir
ketika itu tokoh nasional seperti Ustadz
Sumber: Waspada.co.id (01/03/2018) Abdul Somad, Ustadz Temgku Zulkarnaen,
Jendral Gatot Nurmantyo dan tokoh

Ian Pasaribu & Irfan Prayogi 19

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 19 11/29/18 9:35 AM


muslim Sumut lainnya. Pidato Gatot mampu merebut perhatian sekaligus
Nurmantyo banyak berbicara mengenai memengaruhi preferensi politik warga
isu kedaerahan (dengan balut nuansa muslim Sumut. Hadirnya Tengku
keagamaan): ‘Jangan pilih pemimpin Zulkarnaen juga menjadi nilai tambah.
yang tidak minum air Sumatera Utara, Selain menjabat sebagai wakil sekjen
tidak makan makanan Sumatera Utara, Majelis Ulama Indoensia, Zulkarnaen
dan tidak menghirup udara Sumatera merupakan tokoh Aksi Bela Islam 212 dan
Utara’. Ucapan yang begitu bersemangat banyak melemparkan wacana tentang
membuat para jamaah doa bersama isu-isu populis sekaligus berperan sebagai
bersemangat sambil berteriak takbir ‘Allah pengkritis rezim Jokowi-JK dari sudut
hu Akbar’ (Sindonews.com, 23/06/2018. pandang religiusitas. Artinya, representasi
Sedangkan dalam tausyahnya, Ustadz gerakan Islam yang menuntut Ahok
Abdul Somad mengatakan bahwa diadili sebagai konsekuensi penodaan
dirinya datang ke Sumut bukan sebagai agama, hadir secara tidak langsung
pendatang, melainkan hanya pulang dan membentuk makna yang saling
kampung dan mendoakan Eramas terkait satu dengan yang lainnya. Gatot
untuk meraih kemenangan saat pesta Nurmantyo sebagai Purnawirawan Jendral
demokrasi di tanggal 27 Juni 2018. Ini TNI juga menjadi bagian tak terpisahkan
sekaligus respon UAS terkait spanduk dari gerakan yang menjangkarkan diri
yang bertuliskan bahwa dirinya adalah pada Aksi Bela Islam.
seorang pendatang dan menyangkal
hal tersebut dengan menunjukkan Gambar 1. Pasca Tausyiah Sumut
identitasnya sebagai warga Sumatera Bermartabat
Utara. UAS mengingatkan agar jangan
pilih pemimpin yang tidak takut kepada
Allah SWT: “Ya Allah jangan kau angkat
pemimpin kami, yang tak takut kepadaMu
dan tak sayang kepada kami ya Allah...
di hujan yang deras ini kami meminta,
berdoa kepadaMu berikanlah kami
pemimpin yang adil ya Allah.” Selain tim
pemenangan Eramas, turut berpartisipasi Sumber: Detik.com, 2018
ormas Islam dalam menyukseskan acara
tersebut seperti BKPRMI, GNPF Ulama, Selain itu beredar pula foto Ijeck
Aliansi Gerakan Subuh, KAUMI dan bertemu dengan Habieb Rizieq Shihab
banyak komunitas Islam lainnya. di media sosial saat Ijeck melakukan
Hadirnya Ustadz Abdul Somad, ibadah umrah. Terlepas apakah Eramas
Tengku Zulkarnaen dan Gatot Nurmantyo didukung Rizieq atau tidak, tetapi citra
mengindikasikan bahwa Eramas ingin yang tampil didepan publik bahwasanya
merebut suara umat Islam. UAS yang Eramas dekat dengan umat. Rizieq yang
terkenal dengan ceramah yang mudah pernah sukses mengkomandoi Gerakan
dipahami ditambah dengan banyaknya Aksi Bela Islam berjilid-jilid merupakan
orang yang mengidolakan dirinya tentu tokoh FPI yang populer ditengah kalangan

20 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 20 11/29/18 9:35 AM


umat Islam di Indonesia dan mencuri dikonservasi membuat publik khususnya
banyak perhatian pada politik nasional. muslim lebih memilih Eramas ketimbang
Salah satu tim sukses Eramas menyatakan Djoss. Salah seorang narasumber dari
bahwa memang terjadi pengadopsian Universitas ternama di Medan pada saat
pola strategi politik yang dimainkan oleh itu sangat yakin bahwa pertarungan Edy-
Anies-Sandi saat bertarung di Pilkada DKI Musa dengan Djarot-Sihar merupakan
2017. kelanjutan antara Anies-Sandi dan Ahok-
“Kita memang mengadopsi pola Djarot dan mengasosiasikan pada gerakan
strategi yang dimainkan oleh ‘Kebangkitan Islam 212’.
Anies-Sandi waktu itu (Pilkada DKI “ini sama seperti di Jakarta. Islam
2017). Dan menurut kami itu sah. tidak boleh diam dalam memilih
Masyarakat saat itu berduyun-duyun pemimpin. Kita harus bersatu untuk
datang ke TPS karena kesamaan memenangkan Eramas, tidak ada
akidah. Dan itu positif, karena politik pilihan lain. Bedanya, kalau disini
uang menjadi berkurang sekaligus tidak ada Aksi Bela Islam. Tetapi saya
kita berkontribusi menaikkan angka yakin Djarot gak akan menang waktu
partisipasi pemilih..... Semangat itu, karena dia antek-antek PDIP,
umat Islam musti direalisasikan.... Jokowi dan Ahok.” (Wawancara, 13
Sholat Subuh Berjamaah, Taushiyah Agustus 2018)
Akbar dan serangkaian agenda
keagamaan diciptakan sedemikian Gambar 2. Spanduk Seruan Memilih
rupa, agar masyarakat muslim Pemimpin Islam
tertarik memilih. Dan itu sah-sah
saja” (Wawancara, 20 Oktober 2018)
Memasuki masa tenang jelang
pencoblosan Pilgub Sumut 2018, Minggu
24 Juni, spanduk larangan memilih
pemimpin kafir bertebaran di beberapa
jalan protokol Kota Medan dan juga di
Mesjid Al-Jihad tepat di sebelah kantor
Gubernur. Secara tersurat, spanduk-
spanduk tersebut memang tidak mengacu
kepada dua kontestan Pilkada Sumut
sehingga Bawaslu tidak melakukan
tindakan apapun secara hukum formal. Sumber: Detik.com, 2018
Namun spanduk memilih pemimpin
muslim dan larangan memilih kafir Sholat Subuh Berjamnaah yang
berkorelasi dengan imajinasi kolektif yang banyak digagas di mesjid-mesjid
terbangun saat Pilkada DKI Jakarta 2017 menjelang pemungutan suara merupakan
lalu. Djarot memang bukan non-muslim, strategi sekaligus eforia umat Islam.
tetapi publik mengaitkannya dengan Tausyiah dengan konten larangan memilih
Ahok, ditambah dengan Sihar yang non- pemimpin kaffir banyak didengungkan
muslim. Hegemoni wacana yang terus

Ian Pasaribu & Irfan Prayogi 21

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 21 11/29/18 9:35 AM


setelah sholat subuh usai. Surah Al Maidah pada gerakan Aksi Bela Islam 212,
Ayat 51 menjadi konsumsi jamaah serta meskipun secara tidak langsung. Imajinasi
menyerukan agar ‘umat’ menggunakan kolektif kembali dibangkitkan seolah
hak pilihnya. Puncak dari Sholat Subuh Pilkada Sumut merupakan kelanjutan
Berjamaah adalah saat hari pemungutan ‘Jihad’ yang harus dilakukan untuk
27 Januari 2018. Ini merupakan strategi memenangkan pemimpin muslim.
Eramas agar umat Islam pergi ke TPS Hegemoni di ruang publik dibantu dengan
pasca sholat subuh untuk menggunakan konstruksi putra daerah bahwa Eramas
hak suaramya. Salah satu pengurus masjid merupakan representasi Sumut dengan
yang penulis wawancarai di Kecamatan mengambil garis demarkasi (political
Medan Johor mengungkapkan bahwa TPS frountier) terhadap Djarot yang berasal
sengaja didekatkan dengan Mesjid tempat dari Jakarta. Sentimen kedaerahan
terselenggaranya Sholat Subuh Berjamaah menjadi point pendukung yang tidak
agar masyarakat memilih setelah sholat dapat dilepaskan begitu saja. Politik
subuh yakni Eramas dan mengungkapkan diferensiasi muncul dan menghasilkan
bahwa Eramas harus menang agar umat dua kutub yang saling beroposisi. Subjek
Islam di Sumut tidak didiskriminasi. seperti Ustadz Abdul Somad, Prabowo
Subianto, Gatot Nurmantyo merupakan
“TPS sengaja di dekatkan dengan
tokoh yang dilekatkan pro dengan umat
Mesjid tempat Sholat Subuh
Islam sekaligus idola bagi sebagaian
Berjamaah supaya orang-orang
kalangan.
yang tadinya siap sholat dan
Narasi dan simbol Islam yang
mendengarkan ceramah mau untuk
terus dipertontonkan didepan publik
menggunakan hak suaranya. Kita
oleh Eramas pada masa kampanye
enggak mau-lah Islam ini hancur
menjadikan umat Islam yakin bahwa
dengan memilih (pemimpin) orang
mereka merupakan pemimpin yang
lain selain Islam. Edy kan dekat
akan mengedepankan umat. Tentu
dengan ulama, maka kalau dia
konstruksi ini lebih mudah untuk dibentuk
terpilih ulama akan aman dan
manakala lawan politik mereka selalu
enggak dipersekusi” (Wawancara,
diidentikkan dengan narasi pelangi (Islam-
11 Agustus 2018).
Kristen). Artinya, pada kasus ini bermain
Gambar 3. Spanduk Sholat logika perbedaan dan logika persamaan
Subuh Berjamaah untuk menentukan posisi tiap-tiap
subjek pemilih yang dikondisikan dalam
pemahaman keagamaan.
Mitos yang dibangun ditengah
masyarakat pun banyak berbicara
tentang program-program keumatan.
Ungkapan bahwa saat nanti Eramas
Sumber: Koleksi pribadi, 2018
terpilih maka Islam akan jaya, Islam
akan eksis, dan tidak akan ada persekusi
Kemenagan Eramas tentu tidak serta diskriminasi terhadap ulama banyak
terlepas dari imajinasi yang terbentuk terdengar. Mulai dari anak muda sampai

22 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 22 11/29/18 9:35 AM


orang tua mengakui bahwa Edy-Ijeck 5.3 Implikasi Etis Politisasi Agama
merupakan sosok yang religius dan dekat
Politik identitas memang tidak bisa
dengan Islam serta ulama. Mitos ini hadir
dibendung. Masyarakat selalu mencari
berkorelasi dengan lawan politiknya.
titik terdekat dalam memilih pemimpin
Eramas lebih leluasa untuk dekat dengan
dalam sektor apapun. Agama sebagai
kalangan Islam karena wacana publik
bagian sensitif dan dianggap sebagai
mengkonstruksi lawan politik Eramas
sesuatu yang taken for granted merupakan
sebagai ‘pelangi’ yang berasosiasi dengan
bentuk kepercayaan mutlak. Interpretasi
Ahok dan juga Jokowi sebagai rezim yang
agama tidak bisa terhindarkan dalam
banyak dikritik dengan stereotipe anti
politik yang sekuler seperti demokrasi
Ulama. Maka Eramas berhasil melakukan
sekalipun. Ini merupakan konsekuensi
hegemonisasi dan mengkondisikan pikiran
politik yang harus diterima sebagai
masyarakat untuk bersandar pada agama
bentuk penghormatan terhadap pilihan
saat memilih pilihan pada 27 Juni 2018.
masyarakat secara deliberatif (Hardiman,
Eramas berhasil memenangkan
2012: 100). Politik identitas bukan
persetujuan dengan umat dan membuat
berarti tindakan yang selalu dianggap
kesepakatan secara diskursif. Tidak
negatif atau berseberangan dengan
jarang wacana keIslaman berkorelasi
demokrasi. Politisasi identitas berupa
dengan rezim pemerintahaan Jokowi
aksi-aksi kolektif juga merupakan jalan
sehingga keyakinan memilih Eramas
sah bagi kelompok-kelompok yang
lebih tepat dibandingkan Djarot-Sihar
tersisih dari aspek sosial ekonomi dan
(Djoss). Pasalnya, jokowi diusung
politik untuk meraih kepentingannya,
oleh PDIP mendapatkan steriotipe
ketika saluran-saluran institusional kurang
negatif dari kebanyakan umat Islam di
tersedia bagi mereka – ini yang disebut
Sumut. Kebijakan Jokowi yang tidak
sebagai populisme Islam. Islam yang
pro Islam seperti pembubaran HTI,
jumlahnya besar (mayoritas) tetapi
wacana persekusi ulama dan dirasa anti
merasa termarjinalisasi (Hadiz, 2014:
Islam membuat kondisi politik nasional
121). Karena itu, Schlesinger (1998)
turun ke ranah politik daerah dengan
menyarankan upaya kelompok-kelompok
mengkaitkan makna-makna tertentu
yang marjinal harus diintegrasikan pada
sebagai dasar menentukan pilihan.
kelompok mainstream daripada terus
Banyak kalangan warga muslim Sumut
merayakan perbedaan. Senada dengan
mengatakan mereka harus memilih
itu, Huntington (1993) dalam Class of
yang lebih sedikit mudaratnya. Artinya,
Civilization melihat bahwa perbedaan
memilih Eramas adalah tepat karena
yang didominasi politik identitas yang
menjauhkan mereka dari ‘dosa’ memilih
sempit akan menghilangkan makna
pemimpin kafir. Antagonisme yang
nasionalisme dan gagasan kebinekaan.
hadir di publik tidak ada korelasinya
Karena itu solusi yang bisa ditempuh
dengan program-program politik dan
yaitu menekankan kembali nilai-nilai
kebijakan kedepan. Publik dikondisikan
kebangsaan.
agar terfokus melihat mereka hanya
Kemudian, elit politik harus menjadi
dalam dua faktor: kesamaan identitas
‘agen sadar’ menyemai diskursus. Publik
berupa putra daerah dan seakidah.
sebagai konsumen informasi khususnya di

Ian Pasaribu & Irfan Prayogi 23

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 23 11/29/18 9:35 AM


Indoensia masih memiliki daya filter yang tindakan sepihak, diskriminasi terhadap
rendah. Hoaks dan banalisasi kebohongan kaum marjinal, dan hambatan bagi
dari media sosial memantik kedangkalan kaum minoritas untuk berekspresi
berpikir di masyarakat. Era digitalisasi menjadi pemandangan yang akan terjadi
yang berhasil mengkoneksikan banyak apabila agama dikapitalisasi oleh politisi
orang untuk terintegrasi satu sama lainnya untuk memenangkan persetujuan demi
telah berhasil menggiring masyarakat keuntungan diri dan kelompoknya –
kepada emosi massa dari daring (dalam seperti pada pilkada DKI 2017.
jaringan) hingga luring (luar jaringan). Karena upayanya yang bekerja di
Dengan mudah masyarakat terkena hoaks ranah kesadaran dan emosi masyarakat,
dan tergiring untuk membenci manakala politisasi identitas agama berpotensi
perbedaan mencapai eskalasi yang mengganggu modal sosial dan lebih
paling tajam. Maksud dari ‘agen sadar’ luas lagi bisa mengancam integrasi
adalah politisi dalam masa kampanye bangsa. Politik identitas pada dasarnya
musti menyampaikan ide dan gagasan bersifat self interest, atau mengutamakan
seputar programnya agar masyarakat pencapaian kepentingan kelompoknya.
lebih rasional dalam memilih atas dasar Juga pembelahan sosial yang pada
kebijakan publik. Artinya elit politik yang akhrinya justru memgurangi peluang
berkontestasi dalam hajatan demokrasi untuk mencapai tujuan bersama (common
musti menggambarkan dan menjabarkan good). Akibat logika perbedaan, politik
apa yang akan dilakukan kedepan sebagai identitas akan cenderung menonjolkan
pemimpin daerah. p e r i l a ku ya n g b e rs i fa t i n g r o u p ,
Demokrasi sebagai wahana tindakan memonopoli kebenaran dan kepatuhan
dalam istilah Claude Lefort (1988) total pada konformitas kelompoknya
haruslah menjadi sarana bagi semua (Vertigans, 2008: 52). Ketika politik
mengartikulasikan semua. Demokrasi identitas dimanipulasi oleh kepentingan
harus menjadi ‘ruang kosong/penada elit politik, maka terdapat beberapa
kosong (empty signifier)’ yang pada resiko yang dapat mengancam kehidupan
setiap warga negara bebas berekspresi. demokrasi. Terlebih lagi, dalam keadaan
Tetapi, mengutip Mouffe, bahwa setiap heterogenitas etnik yang seringkali
gagasan yang dilemparkan ke publik menjadi hambatan bagi konsolidasi
mustilah bersifat publik pula, artinya demokrasi (Birnir, 2007:61).
yang dapat diterima bagi pluralitas Pertama, politik identitas
kehiduapan warga negara. Dengan membentuk hierarki dalam kelompok-
demikian agama akan bersifat paradoks kelompok minoritas. Ketika tuntutan-
karena kehadiran agama di dalam politik tuntutan dari kelompok politik identitas
sekuler seperti demokrasi memiliki dipenuhi elitnya semakin berani untuk
implikasi yang rumit. Mayoritarianisme meningkatkan tekanan terhadap para
akan tumbuh seturut banyaknya agen anggota kelompoknya dalam membela
politis menyandarkan politik dalam nilai-nilai tradisional di ruang publik.
konteks keagamaan yang secara absolut Sebaliknya, ketika tuntutan kelompok
diinterpretasikan dengan daya jangkau politik identitas tidak dipenuhi, mereka
yang ekstrem. Maka tidak heran apabila akan memicu “cultural difensiveness’”

24 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 24 11/29/18 9:35 AM


yang juga memperkuat elit-elit konservatif yang mampu melayani dengan cara
yang mendorong para anggota kelompok transparan dan akuntabel. Tingkat
untuk menaati tanda-tanda identitas- persepsi korupsi harus diturunkan dan
identitas secara ketat demi melindungi aspek pelayanan publik menjadi lebih
kelompok dari tekanan atau ancaman dipermudah. Infrastruktur yang musti
pihak lain (Weinstock, 2006). Ini yang diremajakan adalah tugas yang harusnya
menyebabkan Djarot-Sihar tidak diterima menjadi prioritas, sehingga di ruang
oleh sebagian umat Islam Sumut akibat publik, kontestan berbicara dengan
ada irisan identitas yang dipersepsikan cara mengadu gagasan dan program-
akan mengancam identitas yang sudah program unggulan. Efek politik identitas
mapan/mayoritas. pada gelaran politik elektoral ditakutkan
Kedua, resiko gerakan politik hanya mengakomodir kalangan tertentu
identitas dikooptasi oleh negara. Politik saja. Sementara tugas seorang kepala
identitas menjadi obat darurat untuk daerah (pejabat publik) adalah melayani
menyelesaikan masalah sosial yang semua tanpa memandang identitas, latar
kritis termasuk rasisme, kemiskinan belakang dan pilihan politik saat gelaran
d a n p e ra m p a s a n ( d i s p a s s e s i o n ) . pesta demokrasi berlangsung.
Dampaknya, kelompok akan menonjolkan
sisi primordialisme dan aspek sakral 6. Kesimpulan
secara berlebihan, dan meningkatkan
Politik identitas menjadi srategi politik
steriotipe pada kelompok-kelompok
yang menjanjikan sebagai instrumen
lawannya. Para pejabat pemerintah
meraih suara selain politik uang. Pilkada
cenderung dipengaruhi pandangan-
DKI merupakan cerminan bagaimana
pandangan stereotipe dalam memutuskan
politisasi identitas berbasiskan agama
kebijakan atau perkara. Ketiga, komunitas
bermain dalam ruang-ruang publik dan
demokratis akan dilemahkan karena
lebih bersifat terbuka dengan memainkan
orang-orang akan mengacu pada basis-
isu agama sebagai narasi besar yang
basis yang membedakan mereka daripada
diangkat secara diskursif. Penodaan
menyatukan mereka. Modal sosial yang
yang dilakukan Ahok telah menggerus
berbasis pada saling percaya sulit tercapai
kepercayaan publik terhadapnya terkhusus
akibat fragmentasi etnik dan keagamaan.
yang beragama Islam. Label penista
Keempat, identitas adalah pokok sulit
yang disematkan kepadanya kemudian
untuk didialogkan secara rasional serta
dikapitalisasi untuk kepentingan elektoral
non-negotiable, sehingga berpotensi
oleh lawan politiknya pada kontestasi
menciptakan deadlock dan konflik
Pilgub DKI Jakrta 2017. Strategi politik
terbuka.
identitas kemudian diberlakukan utnuk
Sementara dalam konteks Sumatera
memenagkan Eramas di Sumut dengan
Utara, kebijakan publik menjadi penting
pola yang hampir serupa. Djarot yang
mengingat masih banyak pekerjaan
diasosiasikan dengan Ahok membuat
rumah pemerintah daerah dalam
sebagian publik tidak menerimanya,
upaya mengembagkan potensi yang
apalagi melihat pasangan Djarot yaitu
ada di Sumatera Utara. Dalam artian,
Sihar Sitorus yang beragama Nasrani.
Sumut harus memiliki sistem birokrasi
Ruang publik dipenuhi oleh narasi

Ian Pasaribu & Irfan Prayogi 25

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 25 11/29/18 9:35 AM


religiusitas dan ditambah dengan kampanye akbar menjadi bentuk
sentimen putra daerah. tausyiah. Tagline ‘Sumut Bermartabat’
Kemenangan Edy Rahmayadi – menjadi jargon dan ungkapan yang juga
Musa Rajekshah dalam Pemilihan sangat merepresentasikan citra Edy dan
Kepala Daerah (Pilkada) Sumatera Utara Musa sebagai putra daerah dan militer
2018 tidak terlepas dari pemanfaatkan (yang diketahui selalu berada dalam
imajinasi kolektif yang pernah lekat logic keumatan). Peran media massa
dalam stereotipe umat Islam (Aksi Bela seperti koran dan media sosial sangat
Islam 212). Hal ini terbukti dengan memengaruhi suhu politik identitas
kemenangan Eramas pada basis daerah yang terjadi di Sumut. Eramas yang
kabupaten/kota yang bermayoritaskan dikonstruksikan sebagai calon gubernur
Agama Islam. Politisasi agama yang yang bermarwah, dekat dengan umat dan
dilakukan Eramas melibatkan banyak tegas, mendapatkan maknanya ditengah
unsur, mulai dari aktor/subjek/agensi diskursus publik. Kemenangan Eramas
seperti Ustadz Abdul Somad, Gatot menjadi kelanjutan dari politik identitas
Nurmantyo dan Tengku Zulkarnaen. yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta
Hingga mengkapitalisasi prosesi ibadah 2017, walaupun eskalasi konflik politiknya
seperti sholat subuh berjamaah untuk masih wajar, tetapi kontestan Pilkada
menarik simpati warga muslim. Lalu, Sumut masih menggunakan instrumen
dengan memahami keadaan sosiologis politik identitas sebagai alat perjuangan
masyarakat Sumut, Eramas mengubah politik meraih suara.

26 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 26 11/29/18 9:35 AM


DAFTAR PUSTAKA

Althusser, L. (2015). Ideologi dan Aparatus Ideologi Negara (Catatan-Catatan


Investigasi). Jakarta: IndoPRORESS.
Amindoni, A. (2018, Juni 26). Politik Identitas ramai di Pilgub Sumatera Utara, isu
korupsi jadi terabaikan?. BBCNews.com. Diakses dari https://www.bbc.com
Anderson, B. (2006). Imagined Communities, Komunitas-Komunitas Terayang.
Yogyakarta: Insist & Pustaka Pelajar.
Aspinall, E. (2010). Indonesia in 2009: Democratic Triumphsand Trails. Southeast
Asian Affairs, 103-125.
Damanik, A. T. (2010). Hasan Tiro: Dari Imajinasi Negara Islam Ke Imajinasi Etno-
Nasionalisme. Jakarta: Friederich Elbert Stifftung (FES) & Acheh Future
Institute (AFI).
______________ (2015) Medan, Sumatera Utara: Antara Politik Etnik dan Politik Uang
dalam Politik Uang di Indonesia: Patronase dan Klientelisme pada Pemilu
Legislatif 2014. Yogyakarta: PolGov.
Gutmann, A. Identity in Democracy. (Oxfordshire: Pricenton University Press 2003).
Hadiz, V. (2006). Islamic Populism in Indonesia and the Middle East. Cambridge:
Cambridge University Press.
Haspirin, C,P (2015). Politik Identitas: Geliat Sosial antara Aku dengan Yang Lain.
Jakarta. USU Press.
Heryanto, A. (2015) Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
Howarth, D. (2000). Discourse. St Edmunds: St Edmunds Burry Press.
Huntington, S. P.(1993). The Class of Civilizqations?Foreign Affairs, 72(3), 22 https://
doi.org/10.2307/20045621
Hutagalung, D. (2008). Hegemoni dan Demokrasi-Radikal Plural: Membaca Laclau
dan Mouffe.; Yogyakarta: Resist Book.
Idris, M. (2018, Juni 10). Gerakan Subuh Berjamaah: Strategi Menangkan Cagub Edy
Rahmayadi. detik.com. Diakses dari https://news.detik.com
Jorgensen, P & Phillips, E. (2010). Analisa Wacana Kritis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kersten, C. (2018). Berebut Wacana: Pergulatan Wacana Umat Islam Indonesia Era
Reformasi. Bandung: Mizan Pustaka.
Laclau, E & Mouffe, C. (2008). Hegemoni dan Strategi Sosialis: Posmarxisme + Gerakan
Sosial Baru. Yogyakarta: Resist Book.
Lay, C. (2006). Involusi Politik, Esai-Esai Transisi Indonesia. Yogyakarta: Fisipol UGM.
Leandha, M. (2018, 06,08). Soal Baliho, Yayasan Mesjid Al-Jihad Sebut Aneh Jika Ada
yang tersinggung. Kompas.com. Diakses dari: https://regional.kompas.com
Nanda, R. (2018, Mei 2). Edi Rahmayadi Ziarah ke Makam Mahligai. Sumutpos.co.
Diakses dari https://sumutpos.co
Nurul, M. (2018, Februari 28) Ke Tapteng, Edy Sempatkan Ziarah ke Penyebar Islam
di Barus. Tribun-Medan.com. Diakses dari https://TribunMedan.com

Ian Pasaribu & Irfan Prayogi 27

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 27 11/29/18 9:35 AM


Piliang, Y.A. (2005). Transpolitika: Dinamika Politik di dalam Era Virtualitas. Bandung:
Jalasutra.
Rahman, M. (2018, Juni 20). Eramas Batalkan Kampanye Akbar, Ganti dengan Doa
Bersama.Medanbisnisdaily.com. Diakses dari http://www.medanbisnisdaily.com
Rangkuti, L. (2018, 06, 23). Ustaz Abdul Somad dan Tengku Zulkarnaen Doakan
Eramas saat Kampanye Akbar. Sindonews.com. Diakses dari https://daerah.
sindonews.com
Rangkuti, L. (2018, Juni 23). Hujan Lebat Jadi Saksi Doa untuk Sumut Bermartabat.
Okezone.com. Diakses dari https://news.okezone.com
Robet, R. (2010). Manusia Politik: Subek Radikl dan Politik Emansipasi di Era Kpitalisme
Global Menurut Slavoj Zizek. Jakarta: Marjin Kiri.
Schleinger, A. M. (1998). The Disuniting of America: Reflections on a Multicultural
Society (Revised Edition). New York: W. W Norton & Company.
Simon, R. (2004). Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: Insist & Pustaka Pelajar.
Tamtomo, A. (2018,07,11). Info Grafik: Peta Kemenangan Pilkada Sumatera Utara.
Kompas.com. Diakses dari: https://nasional.kompas.com
Utama, A (2018, 04,01). Momen Kedekatan Ijeck dengan Anak anak di Jabal Nor.
Waspada.co.id. Diakses dari http://waspada.co.id
Vertigans, S. (2008). Militant Islam: A Sociology of Characteristics, cause and
Consequences. United Kingdom: Taylor & Francis.
Warda, H. I. Political Culture, Political Science, and Identity Politics: An Ueasy Alliance
(Asghate 2014).
Weinstock, D. M. (2006). The Real World of (Global) Democracy. Journal of Social
Philosophy, 37(1), 6–20.

28 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 28 11/29/18 9:35 AM


Jurnal Adhyasta Pemilu
ISSN 2443-2539

Vol. 4 No. 1 2018, Hal. 29-41

DESAIN BADAN PERADILAN KHUSUS PEMILIHAN


KEPALA DAERAH DALAM RANGKA MENGHADAPI PEMILIHAN
KEPALA DAERAH SERENTAK NASIONAL TAHUN 2024

Ispan Diar Fauzi


Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Suryakancana
Ispandiaridf@gmail.com

Abstrak
This study aims to answer the problems, the formulation and design of the special
courts election and the excellences of the special courts election. This was conducted
using legal-normative research through conceptual approach. In this study, special court
local election are designed as a permanent adjudication court. The judicial jurisdiction
under the Supreme Court includes the High Court for the special court of election of
the Governor and the District Court for the special court of election of the Regent
/ Mayor. Special court designed has three assemblies, state administrative dispute
assemblies, criminal act assemblies and dispute of electoral results assemblies. The
authority of the special court election is to examine and decide all disputes during
the election process. For the composition of the judges will be filled by career judges
and ad hoc judges. Special court electoral in each jurisdiction are designed as the
first and final judicial institutions whose decisions are final and binding. One of
the advantage of special court election is the special court of local elections which
provides for the settle of all disputes during the election process.
Keywords: Disputes, Local Electons, Special Court, Special Court Election.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan terkait formulasi dan desain
kelembagaan badan peradilan khusus Pilkada dan membahas mengenai keunggulan-
keunggulan badan peradilan khusus Pilkada. Penelitian ini dilakukan dengan metode
yuridis normatif melalui pendekatan konsep (conceptual approach). Pada penelitian

Ispan Diar Fauzi 29

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 29 11/29/18 9:35 AM


ini pengadilan khusus Pilkada didesain sebagai lembaga adjudikasi permanen,
berkedudukan dibawah Mahkamah Agung yang yurisdiksi peradilannya meliputi:
Pengadilan Tinggi untuk pengadilan khusus pemilihan Gubernur dan Pengadilan
Negeri untuk pengadilan khusus pemilihan Bupati/Wali Kota. Kewenangan pengadilan
khusus Pilkada tersebut yaitu memeriksa, mengadili dan memutus seluruh sengketa
yang timbul selama proses Pilkada. Pengadilan khusus Pilkada nantinya memiliki tiga
majelis, yaitu majelis khusus sengketa tata usaha negara, majelis khusus tindak pidana
dan majelis khusus perselisihan hasil pemilihan. Terkait komposisi hakim akan diisi
oleh hakim karir dan hakim ad hoc yang menguasai hukum kepemiluan. Pengadilan
khusus Pilkada disetiap yurisdiksinya didesain sebagai lembaga peradilan pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat. Salah satu keunggulan
yang dimiliki oleh peradilan khusus Pilkada ini adalah mempunyai kompetensi absolut
untuk menyatuatapkan penanganan seluruh sengketa yang timbul selama proses
penyelenggaraan Pilkada.
Kata Kunci: Sengketa, Pilkada, Peradilan Khusus, Pengadilan Khusus Pilkada.

1. Pendahuluan Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Pemilihan kepala daerah (Pilkada)
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
secara langsung (direct local democracy)
Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi
menjadi salah satu bagian terpenting
Undang-Undang (selanjutnya disebut UU
dalam proses reformasi dan pendewasaan
Pilkada).
demokrasi di Indonesia. Pilkada sebagai
Substansi perubahan UU Pilkada yang
salah satu bagian penyelenggaraan
mendasar dan esensial salah satunya
pemerintahan daerah telah diatur
adalah penyelenggaraan Pilkada secara
dalam undang-undang tersendiri,
serentak di seluruh wilayah Indonesia.
yang sebelumnya menjadi domain
Berdasarkan UU Pilkada, Pilkada serentak
undang-undang pemerintahan daerah.
nasional akan dilaksanakan pada tahun
Pengaturan Pilkada pertama kali diatur
2024. Dengan Diselenggarakannya Pilkada
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
secara serentak nasional, hal penting yang
2014 Tentang Pemilihan Gubernur,
harus jadi perhatian adalah ekses klasik
Bupati, dan Walikota.
dari setiap penyelenggaraan Pilkada, yaitu
Undang-undang Pilkada ini
munculnya sengketa pemilihan atau kasus
merupakan salah satu undang-undang
hukum (legal case) baik itu tindak pidana
yang sering mengalami perubahan.
pemilihan, sengketa tata usaha negara
Sejak pertama kali diundangkan Penulis
pemilihan, pelanggaran administrasi
mencatat setidaknya ada empat kali
pemilihan maupun sengketa perselisihan
perubahan, hingga pada akhirnya
hasil pemilihan (PHP).
Presiden mengesahkan Undang-Undang
Saat ini proses penyelesaian sengketa
Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan
Pilkada seperti tindak pidana pemilihan,
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1

30 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 30 11/29/18 9:35 AM


sengketa tata usaha negara pemilihan Didasarkan pada kenyataan-
dan perselisihan hasil pemilihan kepala kenyataan diatas maka dibutuhkan suatu
daerah, dilaksanakan oleh badan peradilan badan peradilan khusus yang dapat
yang terpisah. Tindak pidana pemilihan mengintegrasikan (menyatuatapkan)
diadili oleh majelis khusus tindak pidana penyelesaian kasus pidana pemilihan,
pada peradilan umum, sengketa tata sengketa tata usaha negara, dan sengketa
usaha negara diadili oleh majelis khsusus hasil pemilihan. Badan peradilan
tata usaha negara pada peradilan Tata khusus tersebut nantinya tidak hanya
Usaha Negara dan sengketa perselisihan menyelesaikan kasus dengan tepat
hasil pemilihan diselesaikan melalui waktu, efektif dan efisien tetapi juga akan
Mahkamah Konstitusi. mengahadirkan keadilan (electoral justice)
Tantangan kemudian jika tetap dalam setiap putusannya.
mempertahankan desain seperti yang Pembentukan badan peradilan khusus
telah dikemukakan diatas, adalah Pilkada sesungguhnya adalah perintah UU
ketepatan waktu penyelesaian perkara, Pilkada (delegatie provisio), sebagaimana
terlebih dengan diserentakannya Pilkada diatur dalam Pasal 157 ayat (1) UU
maka kasus-kasus yang muncul akan Pilkada. Merujuk ketentuan pada pasal a
lebih banyak, konsekuensi logisnya quo, maka ada kepentingan hukum (legal
dibutuhkan waktu yang cukup panjang importance) untuk membentuk badan
untuk menyelesaikan setiap kasus yang peradilan khusus Pilkada. Meskipun
muncul dalam tahapan Pilkada. dalam konstruksi pasal tersebut badan
Selain itu sentralisasi penyelesaian peradilan khusus dibentuk hanya untuk
sengketa hasil pemilihan lewat Mahkamah menangani perkara perselisihan hasil
Konstitusi (MK), akan menyebabkan pemilihan, namun dalam penelitian ini
perkara yang di tangani oleh MK semakin Penulis akan mencoba menawarkan
banyak, dengan keterbatasan hakim
konstitusi yang hanya berjumlah sembilan
orang, dan juga tenggat waktu yang
relatif singkat, tentunya mahkamah akan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945
kesulitan menyelesaikan setiap perkara harus kembali melihat makna teks, original
intent, makna gramatika yang komprehensif
yang ditangani. terhadap UUD NRI 1945. Oleh karena
Selain singkatnya waktu tahapan itu, pemilihan umum menurut Pasal 22E
Pilkada, penyelesaian sengketa hasil UUD NRI 1945 haruslah dimaknai secara
pemilihan lewat MK juga sesungguhnya limitatif, yaitu pemilihan umum yang
diselenggarakan untuk memilih presiden
kontraproduktif dengan putusan MK
dan wakil presiden, anggota DPR, DPD
Nomor 97/PUU-XI/2013 yang menghapus serta DPRD yang dilaksanakan setiap lima
kewenangan MK untuk menangani tahun sekali. Dengan demikian penambahan
sengketa hasil Pilkada.1 kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk
mengadili perkara perselisihan hasil Pilkada
dengan memperluas makna pemilihan umum
yang diatur dalam Pasal 22E UUD NRI 1945
adalah inkonstitusional. Namun pandangan
1 Mahkamah berpendapat dalam putusannya mahkamah konstitusi tersebut tidak bulat
bahwa dalam memahami kewenangan ada tiga hakim konstitusi yang berbeda
Mahkamah Konstitusi yang ditentukan pendapat (dissenting opinion).

Ispan Diar Fauzi 31

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 31 11/29/18 9:35 AM


konsep badan peradilan khusus yang tidak Selain sebagai negara hukum, pada Pasal
hanya menangani perkara perselisihan 1 ayat (2) UUD NRI 1945 juga dijelaskan
hasil pemilihan tetapi juga mempunyai bahwa Indonesia merupakan negara yang
kompetensi absolut untuk menyelesaikan berkedaulatan rakyat (demokratis).
tindak pidana pemilihan dan sengketa Mengkombinasikan kedua pasal
tata usaha negara pemilihan. dalam konstitusi tersebut dapat dimaknai
b a hwa n e ga ra h u ku m I n d o n e s i a
2. Metode Penelitian haruslah dijalankan melalui mekanisme
kontrol masyarakat, dimana rakyat
Dalam penelitian ini Penulis
memegang peranan penting dalam
meggunakan metode penelitian yuridis
proses penyelenggaraan negara, namun
normatif, yaitu penelitian hukum yang
demikian kontrol masyarakat tersebut
dilakukan dengan cara meneliti bahan
haruslah sesuai dengan norma hukum
pustaka (penelitian kepustakaan) atau
yang telah ditentukan.
suatu penelitian yang dilakukan terhadap
Salah satu implementasi konsep
data sekunder. (Soerjono Soekanto dan
Negara Hukum Indonesia yang demokratis,
Sri Mamudji, 2003).
pada Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 telah
Metode pendekatan yang digunakan
memerintahkan untuk diselenggarakan
adalah pendekatan konsep (conceptual
pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota
approach). Pendekatan konsep (conceptual
(selanjutnya disebut Pilkada) secara
approach) beranjak dari pandangan-
demokratis.
pandangan dan doktrin-doktrin yang
Pilkada menurut Joko J. Prihatmoko
berkembang didalam ilmu hukum. (Peter
(2005) diartikan sebagai penyeleksian
Mahmud Marzuki, 2010).
rakyat terhadap tokoh-tokoh yang
Pendekatan konsep (conceptual
mencalonkan diri sebagai kepala daerah,
approach) berperan penting ketika
baik Gubernur/Wakil Gubernur maupun
permasalahan yang harus dijawab
Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil
tidak mempunyai pijakan yuridis yang
Walikota.
sempurna. Ketika Penulis dihadapkan
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 1 UU
pada kondisi ketidaksempurnaan
Pilkada disebutkan bahwa Pilkada adalah
legalitas, megharuskan mengangkat ke
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
atas abstraksi suatu konsep. Selain itu
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
pendekatan konsep (conceptual approach)
dan Wakil Walikota sebagai pelaksanaan
ini dimaksudkan untuk mengupas secara
kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan
komprehensif tentang desain badan
kabupaten/kota untuk memilih Gubernur
peradilan khusus Pilkada.
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
3. Perspektif Teori secara langsung dan demokratis.
3.1 Pemilihan Kepala Daerah Sementara itu Siti Zuhro mengatakan
Undang-Undang Dasar Negara bahwa:
Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 telah “Pilkada merupakan bagian dari
menyatakan bahwa Indonesia merupakan proses penguatan dan pendalaman
negara hukum (vide Pasal 1 ayat (3)).

32 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 32 11/29/18 9:35 AM


demokrasi (deepening democracy) demokrasi lokal merupakan subsistem
serta upaya mewujudkan tata dari demokrasi yang memberikan
pemerintahan yang efektif di tingkat peluang bagi pemerintahan daerah dalam
lokal. Selain itu, pelaksanaan Pilkada mengembangkan kehidupan hubungan
pada dasarnya juga merupakan pemerintahan daerah dengan rakyat di
tindak lanjut realisasi prinsip-prinsip lingkungannya.
demokrasi yang meliputi jaminan
atas prinsip-prinsip kebebasan 3.2 Peradilan Khusus dalam Sistem
individu dan persamaan khususnya Hukum Indonesia
dalam hak politik” (Zuhro, 2012,
Konsep peradilan khusus (pengadilan
hlm. 30-31).
khusus) dalam sistem hukum nasional
Membahas Pilkada maka tidak Indonesia bukanlah instrumen peradilan
dapat dipisahkan dari konteks dan yang baru. Berdasarkan catatan sejarah,
realitas perkembangan demokrasi lokal pernah dibentuk atau diakui beberapa
di Indonesia. Memahami demokrasi pengadilan khusus yang memeriksa dan
lokal memang tidak dapat memisahkan memutus perkara atau subyek tertentu,
diri dari perbincangan tentang kebijakan misalnya pada awal kemerdekaan dikenal
desentralisasi. Mengingat kebijakan ini pengadilan Swapraja dan Pengadilan
merupakan pintu awal bagi terciptanya Adat. (Hamdan Zoelva, 2013).
demokrasi lokal. Bahkan sejumlah Istilah pengadilan khusus secara
ahli meyakini bahwa tujuan yang yuridis (de jure) pertama kali termaktub
sesungguhnya dari desentralisasi tidak dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun
lain adalah menumbuhkan demokrasi 1964 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
lokal. (Suyanto, 2016). Kekuasaan Kehakiman. Penjelasan Pasal
Keyakinan bahwa dengan adanya 7 ayat (1) UU a quo membagi peradilan
desentralisasi akan menumbuhkan kedalam tiga macam, yaitu Peradilan
demokrasi lokal didukung oleh pernyataan Umum, Peradilan Khusus dan Peradilan
Robert Putnam (dalam Suyanto, 2016, Tata Usaha Negara.
hlm. 226), yang menyatakan: Saat ini keberadaan Pengadilan
“desentralisasi akan menumbuhkan khusus secara an sich diatur dalam Pasal 1
partisipasi dan tradisi kewargaan di angka 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun
tingkat lokal. Partisipasi demokratis 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
warga telah melahirkan komitmen pada Pasal a quo disebutkan bahwa:
warga yang luas maupun hubungan- “Pengadilan Khusus adalah pengadilan
hubungan horisontal: kepercayaan yang mempunyai kewenangan untuk
(trust), toleransi, kerjasama, dan memeriksa, mengadili dan memutus
s o l i d a r i ta s ya n g m e m b e nt u k perkara tertentu yang hanya dapat
komunitas sipil (civic community). dibentuk dalam salah satu lingkungan
badan peradilan yang berada di
Demokrasi lokal merupakan bagian
bawah Mahkamah Agung yang diatur
dari subsistem politik suatu negara yang
dalam undang-undang”.
derajat pengaruhnya berada dalam koridor
pemerintahan daerah. Di Indonesia Lebih lanjut Pasal 27 ayat (1) Undang-

Ispan Diar Fauzi 33

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 33 11/29/18 9:35 AM


Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pasal 157 ayat (1) UU Pilkada
Kekuasaan Kehakiman menentukan menyebutkan:
bahwa: “Perkara perselisihan hasil pemilihan
“Pengadilan khusus hanya dapat diperiksa dan diadili oleh badan
dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan khusus”. ayat (2) : “Badan
peradilan yang berada di bawah peradilan khusus sebagaimana
Mahkamah Agung”. dimaksud pada ayat (1) dibentuk
sebelum pelaksanaan pemilihan
Menurut Refly Harun (2016) dalam
serentak nasional”.
kekuasaan kehakiman, sampai saat ini,
setidaknya ada delapan pengadilan Membaca seluruh substansi UU
khusus yang berada di bawah lingkungan Pilkada dan rumusan pasal a quo, tidak
peradilan umum, agama dan tata ditemukan rumusan pasti bagaimana
usaha negara, yaitu : pengadilan anak, kedudukan dan kewenangan yang dimiliki
pengadilan niaga, pengadilan hak asasi oleh pengadilan khusus Pilkada, selain
manusia, pengadilan tindak pidana itu apakah desain kelembagaannya akan
korupsi, pengadilan hubungan industrial, diletakkan di salah satu badan peradilan
pengadilan perikanan, mahkamah syariah, dibawah Mahkamah Agung atau dibentuk
pengadilan pajak. Enam jenis pengadilan lembaga lain diluar lingkungan peradilan
pertama merupakan pengadilan yang tersebut sebagai quasi peradilan.
berada dalam lingkungan peradilan Ketidakjelasan lainnya dalam UU Pilkada
umum, sedangkan dua jenis pengadilan adalah apakah yurisdiksi peradilannya
yang terakhir masing-masing berada berada di tingkat pusat, provinsi, atau
dalam lingkungan peradilan agama dan kabupaten/ kota.
peradilan tata usaha negara. Sebagai suatu ius constituendum,
dibawah akan dikonstruksikan desain
4. Hasil dan Pembahasan pengadilan khusus Pilkada. Ada 2 (dua)
4.1 Desain Kelembagaan Badan aspek yang harus diperhatikan dan dikaji
Peradilan Khusus Pilkada secara komprehensif dalam mendesain
pengadilan khusus Pilkada, yaitu :
Politik hukum kebijakan pembentukan
pengadilan khusus Pemilihan Kepala
1. Desain Pengaturan dan Kelembagaan
Daerah (Pilkada) merupakan pilihan
para pembentuk undang-undang melalui Ketentuan yuridis terkait
pengesahan Undang-Undang Nomor 10 pembentukan pengadilan khusus dapat
Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua dijumpai dalam Undang-Undang Nomor
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
2015 Tentang Penetapan Peraturan Kehakiman (selanjutnya disebut UU
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman), Pasal 1 angka 8
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan menjelaskan :
Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi “Pengadilan Khusus adalah pengadilan
Undang-Undang (Selanjutnya disebut UU yang mempunyai kewenangan untuk
Pilkada). memeriksa, mengadili dan memutus
perkara tertentu yang hanya dapat

34 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 34 11/29/18 9:35 AM


dibentuk dalam salah satu lingkungan UU Pilkada adalah untuk memudahkan
badan peradilan yang berada di penyusunan Rancangan Undang-Undang
bawah Mahkamah Agung yang diatur (RUU) pengadilan khusus Pilkada. RUU
dalam undang-undang”. pengadilan khusus Pilkada ini harus sudah
masuk program legislasi nasional prioritas
Norma tersebut dalam kaidah pada tahun 2019 setelah pemilu legislatif
perundang-undangan telah dirumuskan dan pemilihan presiden selesai digelar.
secara lex stricta (jelas dan ketat) dan RUU pengadilan khusus Pilkada setidak-
lex certa (tidak multitafsir), artinya dasar tidaknya harus memuat kedudukan
pengaturan pembentukan pengadilan dan yurisdiksi pengadilan, kompetensi
khusus harus melalui undang-undang.2 absolut pengadilan, susunan pengadilan,
P i l i h a n nya ke m u d i a n a p a ka h mekanisme persidangan dan pembiayaan.
pengadilan khusus Pilkada akan diatur Dengan diaturnya pengadilan khusus
dalam undang-undang tersendiri atau Pilkada dalam undang-undang tersendiri
disisipkan kedalam Undang-Undang yang kewenangannya berbeda dengan
Pilkada yang sudah ada saat ini ? Melihat mandat sebagaimana dimaksud Pasal
kompleksitas UU Pilkada saat ini yang 157 ayat (1) UU Pilkada, maka yang
telah beberapa kali mengalami perubahan, perlu dilakukan oleh pembentuk undang-
dan substansinya hanya menyangkut undang (wetgever/legislator) adalah
hal-hal teknis penyelenggaraan Pilkada, merevisi norma Pasal 157 ayat (1) UU
maka akan tepat jika dasar hukum Pilkada yang mulanya berbunyi:
pembentukan pengadilan khusus Pilkada “Perkara perselisihan hasil pemilihan
diatur dalam undang-undang tersendiri. diperiksa dan diadili oleh badan
Pengadilan khusus yang sudah ada peradilan khusus”.
saat ini juga diatur dalam undang-undang
tersendiri, sebut saja Undang-Undang Menjadi:
Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan
“Sengketa yang timbul selama
Tindak Pidana Korupsi (UU Pengadilan
tahapan penyelenggaraan Pilkada
Tipikor), Undang-Undang Nomor 26
diperiksa dan diadili oleh badan
Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi
peradilan khusus yang diatur dalam
Manusia dan Undang-Undang Nomor 14
undang-undang”.
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Pertimbangan lain kenapa undang- Pandangan Penulis tersebut sejalan
undang pengadilan khusus Pilkada harus dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1)
terpisah dari UU Pilkada, agar rumusan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
aturannya lebih substantif dan fokus pada 2011 tentang Pembentukan Peraturan
pembahasan pengadilan khusus Pilkada. Perundang-Undangan, yang menyebutkan
Selain itu dasar argumentasi pemisahan bahwa salah satu muatan yang harus
UU pengadilan khusus pilkada dengan diatur melalui undang-undang adalah
perintah suatu undang-undang untuk
diatur dengan undang-undang.
Te r ka i t d e s a i n ke l e m b a ga a n
2
Baca juga ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang- pengadilan khusus Pilkada, merujuk
Undang Nomor 48 Tahun 2009 .

Ispan Diar Fauzi 35

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 35 11/29/18 9:35 AM


Pasal 1 angka 8 dan Pasal 27 ayat (1) majelis khusus tersebut masing-masing
UU Kekuasaan Kehakiman, menyaratkan memiliki kewenangan untuk memeriksa,
bahwa pengadilan khusus hanya dapat mengadili dan memutus sengketa tata
dibentuk dalam salah satu lingkungan usaha negara pemilihan, tindak pidana
p e ra d i l a n ya n g b e ra d a d i b awa h pemilihan dan perkara perselisihan hasil
Mahkamah Agung. Saat ini ada empat pemilihan.
badan peradilan yang berada dibawah Terkait komposisi hakim pada
Mahkamah Agung yaitu, peradilan umum, pengadilan khusus Pilkada, akan terdiri
peradilan agama, peradilan militer dan dari dua orang hakim karir dan satu orang
peradilan tata usaha negara. hakim ad hoc, yang berasal dari akademisi
Memperh atikan kom pleks itas atau praktisi hukum yang menguasai
sengketa yang akan ditangani oleh hukum Kepemiluan.3
pengadilan khusus Pilkada, diantaranya Argumentasi Penulis tersebut
sengketa tata usaha negara, tindak mengamini gagasan sebelumnya yang
pidana pemilihan dan sengketa perkara pernah disampaikan oleh Dian Agung
perselisihan hasil pemilihan (PHP), Wicaksono (2015) yang berpendapat
maka alternatif yang ideal adalah bahwa pengadilan khusus Pilkada terdiri
menyatuatapkan atau mengintegrasikan dari dua orang hakim karir dan satu orang
penanganan seluruh sengketa Pilkada akademisi hukum. Pandangan Dian Agung
tersebut melalui pengadilan khusus Wicaksono (2015) yang menginginkan
Pilkada dan meletakan kedudukannya adanya hakim yang berasal dari akademisi
berada dibawah lingkungan peradilan hukum, adalah untuk memberikan
umum. perspektif yang memperkaya kualitas
Mengingat Pilkada pada tahun 2024 putusan dalam mengadili sengketa
didesain serentak secara nasional, maka Pilkada.
penyatuatapan tersebut dimaksudkan agar Pengangkatan hakim ad hoc nantinya
penanganan sengketa Pilkada terintegrasi dapat dilakukan oleh sebuah panitia
pada satu pengadilan khusus, dengan seleksi (Pansel) yang didalamnya terdiri
terintegrasinya penanganan sengketa dari unsur Mahkamah Agung, Komisi
Pilkada, maka dapat mengefektifkan Pemilihan Umum (KPU) dan Badan
waktu penyelesaian perkara. Selain Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta unsur
itu penyatuatapan penanganan masyarakat.
sengketa Pilkada ini diharapkan mampu
menghadirkan putusan yang tidak
hanya demokratis-prosedural tetapi juga
berkeadilan.
Pengadilan khusus Pilkada yang
3
Mengenai syarat-syarat pengangkatan
berada dibawah lingkungan peradilan hakim ad hoc nantinya diatur secara ketat
umum didesain memiliki tiga majelis dalam undang-undang pengadilan khusus
khusus, diantaranya Majelis Khusus Pilkada. Salah satu syarat khusus yang perlu
dipertimbangkan dari calon hakim ad hoc
Sengketa Tata Usaha Negara, Majelis adalah jujur, adil, cakap, memiliki integritas
Khusus Tindak Pidana dan Majelis Khusus moral yang tinggi serta reputasi yang baik,
Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP). Ketiga bukan pengurus dan anggota partai politik dan
menguasai hukum kepemiluan.

36 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 36 11/29/18 9:35 AM


Sedangkan hakim karir pada atau beban tugas yang ditetapkan oleh
pengadilan khusus Pilkada nantinya undang-undang, sedangkan kompetensi
ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung relatif merupakan kewenangan mengadili
dan selama menjalankan tugasnya perkara dari suatu pengadilan berdasarkan
sebagai hakim pada pengadilan khusus pada daerah hukum atau yurisdiksi
Pilkada, hakim tersebut dibebaskan dari peradilan (Abdulkadir Muhammad, 2005).
tugas kesehariannya sebagai hakim pada Pengadilan khusus Pilkada didesain
pengadilan asalnya. sebagai lembaga adjudikasi yang
Khusus pengangkatan hakim karir mempunyai kompetensi absolut untuk
pada majelis khusus tata usaha negara memeriksa, mengadili dan memutus
pengadilan khusus Pilkada, Ketua seluruh sengketa yang timbul selama
Mahkamah Agung harus memperhatikan proses penyelenggaraan Pilkada, yaitu
asal institusi peradilan hakim yang tindak pidana pemilihan, sengketa tata
bersangkutan. Hakim karir pada majelis usaha negara dan sengketa perselisihan
khusus tata usaha negara harus berasal hasil pemilihan.
dari Pengadilan Tata Usaha Negara dan/ Terkait mekanisme hukum acara
atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha negara. pada pengadilan khusus Pilkada dapat
Pengadilan khusus Pilkada juga didesain diilustrasikan sebagai berikut:
se bagai p en gad i l an tetap, ti dak
a. Tindak Pidana Pemilihan
bersifat temporer (ad hoc), dengan
Penanganan tindak pidana pemilihan
demikian Mahkamah Agung tidak
dari mulai pelaporan sampai penyidikan
perlu mengeluarkan peraturan terkait
tetap mempertahankan desain yang
pembentukan pengadilan khusus Pilkada
saat ini diatur dalam UU Pilkada, yaitu
setiap menjelang diselenggarakannya
melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu
Pilkada serentak, cukup diatur dalam
(Gakumdu) yang merupakan gabungan
undang-undang pengadilan khusus Pilkada.
dari tiga institusi, Bawaslu Provinsi, dan/
Pengadilan khusus Pilkada nantinya
atau Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian
didesain sebagai pengadilan pertama dan
Daerah dan/atau Kepolisian Resor, dan
terakhir yang putusannya bersifat final
Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan
dan mengikat (final and binding).
Negeri.4
Setelah penyidikan selesai dan
2. Desain Kewenangan dan Yurisdiksi
berkas perkara dinyatakan lengkap,
Pengadilan
Jaksa Penuntut Umum melimpahkan
Kebijakan formulasi dan berkas perkara kepada pengadilan khusus
institusionalisasi peradilan juga harus Pilkada, selanjutnya majelis khusus tindak
memperhatikan desain kewenangan pidana pada pengadilan khusus Pilkada
dan desain yurisdiksi pengadilan. Dalam memeriksa mengadili dan memutus
doktrin ilmu hukum kedua hal tersebut tindak pidana pemilihan.
dikenal dengan sebutan kompetensi
absolut dan kompetensi relatif.
Kompetensi absolut adalah
kewenangan mengadili perkara dari suatu 4
Lebih lanjut Vide Pasal 152 ayat (1) UU
pengadilan berdasar pada kewenangan Pilkada.

Ispan Diar Fauzi 37

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 37 11/29/18 9:35 AM


b. Sengketa Tata Usaha negara Perubahan mekanisme penyelesaian
Pemilihan perselisihan hasil pemilihan melalui
Sengketa tata usaha negara timbul pengadilan khusus ini harus disertai
sebagai akibat dikeluarkannya keputusan penghapusan Pasal 158 ayat (1) UU
penyelenggara negara yang merugikan Pilkada yang mengatur syarat formil
salah satu peserta pemilihan (pasangan selisih suara yang dapat diajukan gugatan
calon). Pasangan calon yang merasa yaitu rentang 0,5 - 2,0 % (persen)
dirugikan oleh keputusan penyelenggara disesuaikan dengan jumlah penduduk.
pemilihan in casu Putusan Komisi Syarat formil tersebut sesungguhnya telah
Pemilihan Umum (KPU) Provinsi atau KPU menyandera hak konstitusional seseorang
Kabupaten/Kota mengajukan keberatan dan berorientasi pada penegakkan hukum
kepada Bawaslu Provinsi atau Bawaslu yang legalistik – formalistik. Selain itu
Kabupaten/Kota. syarat formil yang ada dalam pasal a quo
Bawaslu Provinsi atau Bawaslu menabrak asas ius curia novit yang telah
Kabupaten/Kota menggelar musyawarah termanifestasi dalam Pasal 10 ayat (1)
administratif mempertemukan pasangan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
calon dengan KPU Provinsi /KPU tentang Kekuasaan Kehakiman.
Kabupaten/Kota. Apabila musyawarah Selain memiliki tiga kompetensi
administratif tersebut tidak tercapai absolut seperti yang telah disampaikan
kesepakatan, pasangan calon mengajukan diatas, pengadilan khusus Pilkada juga
gugatan ke pengadilan khusus Pilkada. didesain memiliki kewenangan untuk
Selanjutnya perkara tersebut diperiksa, memeriksa, mengadili dan memutus
diadili dan diputus oleh pengadilan pelanggaran administrasi pemilihan.
khusus Pilkada melalui majelis khusus Kualifikasi norma pelanggaran
tata usaha negara. administrasi pemilihan pada UU Pilkada
dirumuskan secara restriktif hanya
c. Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan
menyangkut pelanggaran terhadap Pasal
Perselisihan hasil pemilihan muncul
73 ayat (2)5, dengan syarat pelanggaran
disebabkan ketidakpuasan atas hasil
tersebut dilakukan secara Terstruktur,
rekapitulasi penghitungan suara yang
Sistematis dan Masif (TSM).
dilakukan oleh KPU Provinsi atau KPU
Terkait penyelesaian pelanggaran
Kabupaten/Kota. Pasangan calon yang
administrasi pemilihan, Bawaslu Provinsi
tidak menerima hasil rekapitulasi
atau Bawaslu Kabupaten/Kota berwenang
penghitungan suara tersebut dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan
khusus Pilkada dengan dilengkapi bukti-
bukti yang mendukung gugatannya. Pasal 73 ayat (1) UU Pilkada : “Calon dan/
5

Majelis khusus perselisihan hasil atau tim Kampanye dilarang menjanjikan


pemilihan pada Pengadilan khusus Pilkada dan/atau memberikan uang atau materi
lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara
memeriksa, mengadili dan memutus Pemilihan dan/atau Pemilih”. ayat (2) :
gugatan perselisihan hasil pemilihan “Calon yang terbukti melakukan pelanggaran
tersebut. sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat
dikenai sanksi administrasi pembatalan
sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi
atau KPU Kabupaten/Kota.”
38 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 38 11/29/18 9:35 AM


menerima, memeriksa dan memutus 4.2 Keunggulan Badan Peradilan Khusus
pelanggaran administrasi pemilihan. Pilkada
Dalam hal putusan Bawaslu Provinsi atau
Konsep pengadilan khusus Pilkada
Bawaslu Kabupaten/Kota memerintahkan
yang Penulis tawarkan memiliki beberapa
untuk membatalkan pasangan calon yang
keunggulan, antara lain:
terbukti melanggar undang-undang,
1. Dasar pengaturan pengadilan khusus
maka KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/
Pilkada tidak perlu diatur pada level
Kota menerbitkan keputusan pembatalan
Undang-Undang Dasar 1945, cukup
terhadap pasangan calon dimaksud.
diatur dalam undang-undang.
Pasangan calon yang dikenakan
2. Seluruh sengketa yang timbul selama
sanksi administrasi pembatalan dapat
proses Pilkada diadili dalam satu
mengajukan upaya hukum ke pengadilan
peradilan, tidak terpisah-pisah seperti
khusus Pilkada. Majelis khusus tata usaha
yang dipraktekan dewasa ini.
negara pada Pengadilan khusus Pilkada
3. Penyatuatapan lembaga adjudikasi
memeriksa, mengadili dan memutus
sengketa Pilkada melalui pengadilan
perkara tersebut.
khusus menghindarkan pengadilan
Pertimbangan Penulis menempatkan
mengadili sengketa yang bukan
pelanggaran administrasi diperiksa
kewenangannya.
dan diadili oleh majelis khusus tata
4. Efisiensi waktu penyelesaian sengketa,
usaha negara pada pengadilan khusus
karena pengadilan khusus Pilkada
Pilkada, karena yang menjadi objectum
didesain sebagai lembaga terkahir
litis sengketanya adalah keputusan
pengadil sengketa Pilkada.
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/
5. Pemilihan satu orang hakim ad hoc
Kota tentang pembatalan calon yang
sebagai hakim pada pengadilan
merupakan bagian dari putusan tata
khusus Pilkada akan memperkaya
usaha negara.
kualitas putusan.
Hal penting lain dalam upaya
6. Penempatan pengadilan khusus
menemukan desain baku pengadilan
Pilkada berada dibawah lingkup
khusus Pilkada adalah menyangkut
peradilan umum akan memudahkan
kompetensi relatif atau yurisdiksi
menginventarisir instrumen-instrumen
pengadilan. Pengadilan khusus Pilkada
yang dibutuhkan pengadilan.
didesain berada pada Pengadilan negeri
7. Khusus penyelesaian sengketa
untuk pengadilan khusus pemilihan
Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP),
Bupati/Wali Kota dan untuk pengadilan
pengajuan gugatan tidak menyaratkan
khusus pemilihan Gubernur melekat
selisih suara, selama ditemukan
pada Pengadilan Tinggi. Desain tersebut
cukup bukti telah terjadi pelanggaran
diharapkan dapat tercapai efisiensi
terhadap ketentuan UU Pilkada,
penyelesaian perkara mengingat tuntutan
maka pengadilan wajib memeriksa,
waktu penyelesaian sengketa Pilkada yang
mengadili dan memutus sengketa
relatif singkat, selain itu desain tersebut
PHP tersebut.
juga diharapkan dapat mewujudkan
8. Intergasi penyelesaian seluruh
putusan yang demokratis dan berkeadilan.
sengketa pada pengadilan khusus
Pilkada merupakan hal baru dalam

Ispan Diar Fauzi 39

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 39 11/29/18 9:35 AM


praktek peradilan di Indonesia, • Gagasan pengadilan khusus Pilkada
sehingga gagasan pembentukan yang Penulis tawarkan mempunyai
pengadilan khusus Pilkada ini beberapa keunggulan, salah satunya
diharapkan menjadi bagian dari adalah kewenangan pengadilan
pembaharuan hukum kepemiluan khusus Pilkada mengintegrasikan
(electoral law reform) di Indonesia. penanganan seluruh sengketa
yang timbul selama proses
5. Simpulan penyelenggaraan Pilkada. selain
itu intergasi penyelesaian seluruh
Dari penjelasan yang telah
sengketa pada pengadilan khusus
disampaikan dimuka, dapat disimpulkan
Pilkada merupakan hal baru dalam
beberapa hal, antara lain:
praktek peradilan di Indonesia,
• Pengadilan khusus Pilkada didesain sehingga gagasan pembentukan
sebagai lembaga adjudikasi permanen, pengadilan khusus Pilkada ini
berkedudukan dibawah Mahkamah diharapkan menjadi bagian dari
Agung yang yurisdiksi peradilannya pembaharuan hukum kepemiluan
meliputi, Pengadilan Tinggi untuk (electoral law reform) di Indonesia.
pengadilan khusus pemilihan
Gubernur dan Pengadilan Negeri M e m p e r h a t i ka n ke s e l u r u h a n
untuk pengadilan khusus pemilihan substansi pada penelitian ini, Penulis
Bupati/Wali Kota. Kewenangan merekomendasikan beberapa hal, yaitu:
pengadilan khusus Pilkada tersebut • Pembentukan pengadilan khusus
yaitu memeriksa, mengadili dan Pilkada harus segera diinisiasi oleh
memutus seluruh sengketa yang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
timbul selama proses Pilkada, yaitu bersama Presiden, hal tersebut
sengketa tata usaha negara pemilihan, sebagai bentuk pengejawantahan
tindak pidana pemilihan, perselisihan mandat UU Pilkada, sehingga
hasil pemilihan dan pelanggaran gagasan pembentukan pengadilan
administrasi pemilihan. Pengadilan khusus Pilkada tidak hanya sebatas
khusus Pilkada nantinya memiliki wacana yuridis tetapi terimplementasi
tiga majelis, meliputi majelis khusus menjadi legal praktis.
sengketa tata usaha negara untuk • D a l a m m e r u m u s k a n ko n s e p
menggantikan pengadilan tata usaha kelembagaan pengadilan khusus
negara, majelis khusus tindak pidana P i l ka d a , p e m b e nt u k u n d a n g -
dan majelis khusus perselisihan hasil undang (wetgever/legislator) harus
pemilihan. Terkait komposisi hakim memperhatikan aspek independensi,
akan diisi oleh hakim karir dan hakim kemandirian dan imparsialitas,
ad hoc yang menguasai hukum agar tujuan akhir mewujudkan
kepemiluan. Pengadilan khusus penyelesaian sengketa Pilkada yang
Pilkada disetiap yurisdiksinya didesain demokratis dan berkeadilan dapat
sebagai lembaga peradilan pertama terwujud.
dan terakhir yang putusannya bersifat
final dan mengikat.

40 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 40 11/29/18 9:35 AM


DAFTAR PUSTAKA

Harun, R. (2016). Rekonstruksi Kewenangan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan


Umum. Jurnal Konstitusi, Volume 13, Nomor 1, Maret 2016, hlm. 14-15.
Marzuki, P. M. (2010). Penelitian Hukum, Cetakan ke-6. Jakarta : Prenada Media.
Muhammad, A. (2005). Hukum acara perdata Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Prihatmoko, J. J. (2005). Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Filosofi, Sitsem, dan
Problem Penerapan di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soekanto, S., & Mamudji, S. (2003). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.
Cet. VII. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Suyatno. (2016). Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Tantangan Demokrasi Lokal
di Indonesia. Jurnal Politik Indonesia, Universitas Negeri Semarang, Volume
1 No. 2, hlm. 225. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpi/article/
view/6586/4951.
Wicaksono, D., A., & Ayutama, Anisa. (2015) Inisiasi Pengadilan Khsusus Pemilihan
Kepala Daerah Dalam Menghadapi Keserentakan Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota di Indonesia. Jurnal Rechtsvinding, Volume 4, Nomor 1, hlm. 174.
Zoelva, H. (2013). Aspek Konstitusionalitas Pengadilan Khusus di Indonesia. Dalam
Hermansah, dkk (Ed). Putih Hitam Pengadilan Khusus. (hlm. 171). Jakarta :
Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial.
Zuhro, S. (2012). Memahami Demokrasi Lokal: Pilkada, Tantangan dan Prospeknya.
Jurnal Pemilu dan Demokrasi, Volume 4, Desember 2012, hlm. 30-31.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Ispan Diar Fauzi 41

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 41 11/29/18 9:35 AM


42 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 42 11/29/18 9:35 AM


Jurnal Adhyasta Pemilu
ISSN 2443-2539

Vol. 4 No. 1 2018, Hal. 43-54

FRAMING MEDIA ONLINE ATAS PEMBERITAAN ISU POLITIK


UANG DALAM PILKADA SERENTAK 2018

Lestari Nurhajati
Stikom LSPR (The London School of Public Relations) Jakarta, Indonesia
Lestari.n@lspr.edu

Xenia Angelica Wijayanto


Stikom LSPR (The London School of Public Relations) Jakarta, Indonesia
Xenia.aw@lspr.edu

Abstract

Money politics is one of the issues that has always been a problem in the process of
electing Regional Heads (Pilkada), including in the Pilkada on June 27, 2018. All parties
involved in the election process, both voters, Election Management Bodies (KPU) and
Bawaslu, always see that the case of money politics is a problem that seems never
resolved, and recurs from year to year. Moreover, the mass media, including online
media always discuss the issue of money politics in Pilkada activities in Indonesia.
This study aims to find out how the online media in Indonesia conducts framing news
in the issue of money politics, especially in the 2018 Simultaneous Regional Election.
Framing theory in media reporting becomes interesting to study because this theory
sees that the issue by media perspective in reporting becomes important value for
the media readers. Media audiences can be directly and indirectly affected by various
news framing by the media. Qualitative methods with Entman’s framing approach
are used to analyze framing in 5 online media with the most access in Indonesia,
they are: Tribunnews.com, Detik.com, Liputan6.com, Kompas.com, and Sindonews.
com. The results of this study indicate that in general the media has framing that
is not much different. It’s just in the parts of treatment recommendation it appears
that the media does not explicitly show their alignment with regulations and ethics
which is clearly prohibit the practice of money politics in the elections.

Keywords: Pilkada, Money Politic, Framing, Online Media

Lestari Nurhajati & Xenia Angelica Wijayanto 43

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 43 11/29/18 9:35 AM


Abstrak

Politik uang menjadi salah satu isu yang selalu menjadi persoalan dalam proses
pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), termasuk dalam Pilkada 27 Juni 2018 lalu. Semua
pihak yang terlibat dalam proses Pilkada ini, baik pemilih maupun penyelenggara
pemilu, selalu melihat bawa kasus politik uang ini menjadi persoalan yang seolah
tidak pernah terselesaikan, dan terjadi berulang dari tahun ke tahun. Permasalahan
yang muncul adalah media massa, termasuk media online selalu membahas isu
politik uang dalam kegiatan Pilkada di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana sesungguhnya media online di Indonesia melakukan framing
(pembingkaian) berita dalam isu politik uang, terutama dalam kegiatan Pilkada Serentak
2018. Teori Framing pada pemberitaan media menjadi menarik dikaji karena teori
ini melihat bahwa sudut pandang media dalam memberitakan sebuah isu menjadi
penting nilainya bagi para pembaca media tersebut. Khalayak media bisa secara
langsung dan tak langsung terpengaruh dengan berbagai pembingkaian berita oleh
media. Metode kualitatif dengan pendekatan framing Entman digunakan untuk
menganalisa framing di 5 media online dengan pengakses terbanyak di Indonesia
yakni Tribunnews.com, Detik.com, Liputan6.com, Kompas.com, dan Sindonews.com.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara umum media memiliki framing yang
tidak jauh berbeda. Hanya saja pada bagian saran perbaikan, tampak media tidak
secara tegas menunjukan sikap keberpihakannya pada regulasi dan etika yang secara
jelas melarang praktik politik uang dalam Pilkada.

Keywords: Pilkada, Politik Uang, Framing, Media Online

1. Pendahuluan di Indonesia. Meskipun isu politik uang


sudah berlangsung cukup lama, namun
Politik uang menjadi salah satu isu peneliti memilih Pilkada 2018 sebagai
yang selalu menjadi persoalan dalam kajian dengan data terkini yang bisa
proses pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), diakses.
termasuk dalam Pilkada 27 Juni 2018 Media online menarik untuk
lalu. Semua pihak yang terlibat dalam dibahas dikarenakan saat ini sudah
proses Pilkada ini, baik pemilih maupun terjadi perubahan pola konsumsi media
penyelenggara pemilu, selalu melihat terutama pada generasi muda. Perubahan
bawa kasus politik uang ini menjadi tersebut secara drastis menunjukkan pola
persoalan yang seolah tidak pernah media cetak sudah mulai ditinggakan
terselesaikan, dan terjadi berulang dari pembacanya yang beralih ke media online
tahun ke tahun. Terlebih media massa, (Nurhajati, 2015). Padahal generasi muda
termasuk media online selalu membahas juga menjadi salah satu pemilih dengan
isu politik uang dalam kegiatan Pilkada suara yang cukup signifikan. Meski

44 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 44 11/29/18 9:35 AM


demikian tidak menutup kemungkinan orang yang mengakses media online
secara umum khalayak luas dari berbagai tersebut. Posisi peringkat tersebut tentu
usia, juga makin aktif mengkonsumsi saja bisa berubah dari waktu ke waktu.
pemberitaan di media online. Alexa.com adalah situs pencatat ranking
Pemberitaan di media, dalam hal ini urutan media online yang paling sering/
media online, juga bisa menjadi salah satu banyak dibaca oleh masyarakat di sebuah
sarana pembentukan opini publik. Dalam Negara atau pun sebuah wilayah. Situs
ranah komunikasi politik ini disebut ini merupakan situs terpercaya untuk
dengan Bandwagon Effect Theory (Nadeu, membuat ranking posisi media online
1993). Teori ini menjelaskan bagaimana disamping situs google rank.
seseorang berusaha menyesuaikan
diri dengan pendapat mayoritas orang Tabel 1. 20 Besar Situs/
banyak di sekitarnya. Pendapat umum Portal Menurut Alexa.com
di sekitarnya itu terjadi akibat terpaan
Rank- Rank-
media secara kuat dan kontinyu sehingga Nama
ing Nama Media ing
Media
dipercaya kebenarannya. Seseorang Alexa Alexa
berpikir agar tidak terisolasi atau Google.com 1 Twitter.com 11
dianggap berbeda pendapat dan sikapnya Tribunnews. Sindonews.
2 12
com com
maka ia memilih mengikuti pendapat
Youtube. Facebook.
umum orang-orang di sekitarnya. Media com
3
com
13
kemudian dianggap memiliki kekuatan Google.
4 Uzone.id 14
luar biasa untuk membentuk opini publik. co.id
Pentingnya memahami bagaimana Tokopedia.
5 Kaskus.co.id 15
media online berkaitan dengan khalayak com

luas, salah satunya bisa dilihat dari Detik.com 6 Okezone.com 16

proses terjadinya terpaan media Bukalapak. Kumparan.


7 17
com com
(media exposure). Terpaan media ini
Liputan6.
sebuah kondisi yang secara mendalam 8 Grid.id 18
com
menggambarkan bagaimana media bisa Blogspot.
9 Indoxx1.com 19
sangat mempengaruhi khalayak terutama com
ketika tingginya frekuensi media tersebut Kompas.
10 Merdeka.com 20
com
dikonsumsi oleh seseorang.
Ada lima media online yang Sumber: http://www.alexa.com/topsites/
countries/ID; diakases pada 08/08/2018 – 14.03
akan dikaji dalam penelitian ini, yakni
WIB.
Tribunnews.com, Detik.com, Liputan6.
com, Kompas.com, dan Sindonews. Di samping keberadaan media,
com. Pemilihan kelima media tersebut maka posisi kepemilikan media (media
berdasarkan banyaknya orang mengakses ownership) dan keterampilan jurnalisnya
dan meng gunakan media online juga memegang peran dalam proses
tersebut. Hal ini bisa kita ketahui melalui framing tersebut nantinya. Sebuah studi
ranking Alexa.com yang secara periodik yang dilakukan oleh Willnat (2013)
menunjukan posisi peringkat media online menunjukkan bahwa kompetensi jurnalis/
di Indonesia, berdasarkan banyaknya wartawan yang melaporkan sebuah

Lestari Nurhajati & Xenia Angelica Wijayanto 45

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 45 11/29/18 9:35 AM


berita, sebenarnya berkorelasi dengan suatu realitas, mereka juga cenderung
kualitas produk berita yang mereka m e ny e r t a ka n p e n ga l a m a n s e r t a
hasilkan sehingga tampak persoalan media pengetahuannya yang sudah mengkristal
framing ini menjadi cukup komplek. menjadi skemata interpretation. Dengan
skemata ini pula jurnalis cenderung
2. Metode Penelitian membatasi atau menyeleksi sumber
berita, menafsirkan komentar-komentar
Pe n e l i t i a n i n i m e n g g u n a ka n
sumber berita, serta memberi porsi yang
metodologi kualitatif dengan pendekatan
berbeda terhadap perspektif yang muncul
framing. Framing adalah pendekatan
di media (Sobur, 2004). Kondisi seperti ini
untuk mengetahui bagaimana perspektif
perlu juga diamati dalam penelitian kali
atau cara pandang yang digunakan
ini, pada kelima media online yang akan
jurnalis ketika menyeleksi isu dan
ditelaah.
menulis berita. Perspektif tersebut akan
Framing yang digunakan untuk
menentukan fakta apa yang diambil,
menganalisa penelitian ini adalah framing
bagian mana yang hendak ditonjolkan
teknik Entman.
atau bahkan dihilangkan, serta kemana
arah pemberitaan tersebut (D’Angelo, Tabel 2. Analisa Framing
2010). Pada penelitian ini akan coba Robert N. Entman.
dikaji lebih lanjut bagaimana media
Problem Identification
online yang diteliti menunjukan pola (Peristiwa dilihat sebagai apa)
pemberitaannya, termasuk apakah
Causal Interpretation
mereka mampu menjalankan fungsinya (Siapa penyebab masalah)
sebagai media yang menyajikan berita
Moral Evaluation
secara objektif dan bertindak sebagai pilar (Penilaian atas penyebab masalah)
ke empat dalam kehidupan demokrasi.
Treatment Recommendation
Dalam hal ini peneliti kemudian (Rekomendasi atas penanggulangan
akan mengkaji pada beberapa sampel masalah)
pemberitaan yang ada di media online:
Sumber: Eriyanto, 2011
Tribunnews.com, Detik.com, Liputan6.
com, Kompas.com, dan Sindonews.com.
Dengan cara mencari pemberitaannya
3. Perspektif Teori
melalui mesin pencari di masing-masing Salah satu teori utama yang digunakan
portal berita dengan penekanan pada dalam penelitian ini adalah tentang media
isu yang memiliki relevansi dari kata online. Perkembangan media online
kunci: ”politik uang pilkada 2018”. memang sungguh dahsyat, dengan
Berita dikumpulkan dari tanggal 7 April teknologi ini maka perpindahan informasi
2018 (sebelum pilkada 2018) sampai 7 berjalan sangat cepat. Sehingga menurut
September 2018 atau 6 bulan. Balnaves, Donald, & Shoesmith (2009),
Sementara itu apabila kita melihat menjadikan dunia ini sangat menglobal
pendekatan framing juga tampak jelas dan tidak ada lagi monopoli pengetahuan
bahwa media massa di Indonesia, oleh salah satu pihak. Masyarakat luas,
khususnya pada para jurnalis dan jajaran termasuk masyarakat dunia, bisa bertukar
redaksinya, dalam mengkonstruksi informasi dan pengetahuan satu sama

46 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 46 11/29/18 9:35 AM


lain, tidak ada lagi penguasaan informasi Kecepatan media online dalam
oleh segelintir individu. Dengan demikian menyebarkan berita, serta gencarnya
semua orang memiliki kesempatan pemberitaan isu politik yang dibahas di
yang sama pula untuk menyampaikan media online, menjadikan pemberitaan
pesan dan pendapatnya keberbagai di media online menjadi sangat potensial
penjuru dunia Hal serupa dikatakan oleh untuk membentuk opini publik. Kekuatan
Burton (2009) yang menjabarkan adanya media yang sangat besar, dianggap
distribusi kekuatan ketika konvergen akan mampu membentuk orang untuk
pada media digital terjadi. Media digital memiliki persepsi yang sama atas sebuah
sebagai pengembangan dari media isu politik. Dalam penelitian ini nantinya
konvensional kemudian seolah sekadar isu tentang politik uang dalam proses
mengcopy pemberitaan yang ada di pilkadi 2018.
suratkabar maupun televisi sebagai media Selain teori tentang media online,
utama. Namun dalam perkembangannya ada teori lain yang penting menjadi
kemudian tak jarang media online, dasar penelitian ini, yakni teori
terutama portal berita online - news tentang framing. Robert N. Entman
online, kemudian menjadi trendsetter mendefinisikan framing sebagai seleksi
pemberitaan. Karena kehadiran sangat dari berbagai aspek realitas yang
cepat, meskipun tidak mendalam. diterima dan membuat peristiwa itu lebih
Meskipun sesungguhnya keberadaan menonjol dalam suatu teks komunikasi.
media digital haruslah menyesuaikan Dalam banyak hal seperti menyajikan
dengan kondisi tekhnologi yang ada, secara khusus definisi terhadap masalah
termasuk merubah pola komunikasinya (define problem), interpretasi sebab
seiring dengan perubahan khalayaknya. akibat (causal interpretation), evaluasi
Straubhaar (2006) melihat bahwa ada moral (moral evaluation) dan tawaran
3 hal utama (dari 8 karakteristik) media penyelesaian (treatment recomendation)
baru yang perlu mendapat perhatian (Eriyanto, 2011).
yakni: yang pertama bersifat Innovative. Media framing yang bisa disebut
Media baru diciptakan, digunakan, juga sebagai pembingkaian media adalah
diadaptasi serta diserap ke dalam cara lain untuk mempengaruhi suatu
budaya dengan kecepatan yang sangat fenomena atau masalah. Pembingkaian
tinggi. Demikian cepatnya, sulit untuk memungkinkan semua orang memiliki
menebak apa dampaknya pada budaya pemahaman mereka sendiri terhadap
dan masyarakat. Yang kedua bersifat informasi, berita, dan bentuk penafsiran
Convergent. Segala isi dan jenis pesan lainnya. Namun di sisi lain pembingkaian
mulai dari gagasan, gambar, suara, brand, media juga berhasil meyakinkan khalayak
serta hubungan bisa disampaikan melalui atas apa yang harus dipercaya dan apa yang
segala jenis channel media. Yang ketiga tidak percaya, sehingga seolah mampu
bersifat Everyday. Teknologi yang semakin menggiring orang untuk mempercayai
maju membuat media selalu berada di sebuah berita dari sudut pandang
sekeliling kita setiap saat. Media menjadi media tersebut. Penggunaan teori
sangat dekat dan bahkan berintegrasi framing adalah untuk mengungkapkan
dengan kehidupan manusia adakah pesan tertentu dalam sebuah

Lestari Nurhajati & Xenia Angelica Wijayanto 47

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 47 11/29/18 9:35 AM


arah berita yang terjadi dengan artikel Framing sebagai sebuah teori
yang dibuat oleh media. Untuk dapat sekaligus metode, pada akhirnya harus
memahami ke mana arah dalam artikel dipahami dengan lebih mendalam,
tertentu tersebut, peneliti juga harus terutama apabila digunakan dalam
memahami dan mencari tahu latar sebuah pemberitaan. Menurut Entman
belakang medianya, untuk membantu (2003) dari empat fungsi framing di
memahami situasi sepenuhnya. Proses atas, maka dua yang paling atas adalah
pembangunan opini publik melalui media yang paling penting, yakni definisi
framing sangatlah mungkin dilakukan. terhadap masalah (define problem) yang
Tidak mudah melepaskan proses sering hampir menentukan sisa dari
pembingkaian media dengan keberadaan kerangka dan rekomendasi penyelesaian
jurnalis/wartawannya. Dinamika jurnalis (treatment recomendation) karena
yang bersifat partisan, tidak terlepas langsung mempromosikan dukungan
dari bagaimana proses framing itu (atau oposisi) untuk masalah yang ada.
terjadi, kemudian bagaimana pengaturan
agenda (agenda setting) dijalankan, 4. Hasil dan Pembahasan
serta bagaimana posisi dan hubungan
Pembahasan pada penelitian ini
antara jurnalis dengan narasumbernya
kemudian mencoba melihat temuan
(Cross, 2007). Dari sini menjadi erat
bagaimana pemberitaan di masing-
kaitannya apabila kita melihat proses
masing media online yang diteliti.
politik elektoral yang terjadi di Indonesia,
Pemberitaan yang disampaikan oleh
termasuk dalam Pilkada 2018, tidak bisa
Tribunnews.com berjudul: “Polri Usut
dipisahkan dengan berbagai pemberitaan
25 Kasus Politik Uang Dalam Pilkada
yang ada. Menjadi sangat mungkin
Serentak 2018” (Kamis, 19 Juli, 2018).
pemberitaan yang dibingkai oleh media,
Pada pemberitaan ini master frame
dalam hal ini media online sangat
atau bingkai utamanya apabila dilihat
dipengaruhi oleh pemahaman jurnalis dan
dari define problems atau problem
kebijakan media yang menerbitkannya.
identification maka tampak bahwa
Dalam artikelnya, Mishra, S (2013)
Tribunnews.com berusaha menunjukan
mengutip dari McCombs & Reynolds,
bingkai bahwa Kapolri menyatakan ada
(2009), bahwa media berita dikatakan
25 kasus politik uang dalam Pilkada
memiliki kekuatan yang sangat besar
serentak 2018 di depan rapat kerja
untuk mempengaruhi agenda publik
dengan Komisi III DPR RI. Sementara
dengan cara memfokuskan berita pada
kalau dilihat dari diagnose causes atau
beberapa isu tertentu dan membuat isu
causal interpretation (perkiraan penyebab
tersebut tetap beredar. Ini erat kaitannya
masalah), maka tampak bahwa jurnalis
dengan konsep agenda setting  yang
Tribunnews.com tidak menjelaskan apa
berhubungan juga dengan konsep framing
yang menyebabkan Kapolri mengeluarkan
yang dideskripsikan dengan “to select and
pernyataan tersebut. Pada pembahasan
highlight some aspect of a perceived
make moral judgement atau moral
reality and enhancing the salience of
evaluation (penilaian atas moral) media
an interpretation and evaluation of that
menyatakan bahwa dengan upaya polri
reality”  (Entman, 2003, p. 26).
diharapkan bahwa akan menimbulkan

48 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 48 11/29/18 9:35 AM


efek deterrent pada pelaku money Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membantah
politic lainnya. Sayangnya pada tulisan bahwa uang yang diberikan adalah mahar
di media ini istilah efek deterrent, tidak politik.
diterjemahkan atau dijelaskan apa Untuk pembahasan make moral
maksudnya. Apabila dibaca dari makna judgement atau moral evaluation
semantiknya memiliki arti sebegai efek (penilaian atas moral), Detik.com
gentar, ataupun efek jera. Pada telaah menunjukkan bahwa media berulang
treatment recommendation (rekomendasi kali menekankan pandangan PDIP bahwa
penyelesaian masalah), pada elemen ini uang yang diterima adalah dengan
peneliti bisa menilai bagaimana jurnalis prinsip gotong royong. Namun kemudian
menghendaki proses penyelesaian D et i k . co m m e m b e r i ta ka n b a hwa
masalah. Atau jalan apa yang disarankan Hasmun terbukti bersalah dan divonis
oleh jurnalis sebagai solusi masalah 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta
ataupun rekomendasi penyelesaian subsider 3 bulan kurungan. Pada bagian
masalah. Dalam hal ini Tribunnews. treatment recommendation (rekomendasi
com tidak memberikan rekomendasi penyelesaian masalah), pada elemen ini
penanggulangan masalah pada artikel ini. tampak pihak jurnalis Detik.com tidak
Posisi Tribunnews.com yang merupakan memberikan rekomendasi yang jelas
anak perusahaan Kompas, ternyata atas kasus tersebut. Detik.com sebagai
memiliki kebijakan yang jauh berbeda bagian dari media yang bergabung dalam
dengan kebijakan redaksi Kompas itu Transcorp, menunjukan posisinya yang
sendiri. Sehingga tampak bahwa meski juga seolah bersikap netral, Meski secara
judul beritanya lumayan provokatif, dalam kasat mata dalam berita yang ditulis,
dalam pemberitaannya, pembingkaiannya menunjukan sudah ada ketok palu atas
tidaklah terlalu kuat mengarahkan pada pelaku korupsi.
inti perspalan pemberitaan tersebut, Analisa lainnya yakni pada Liputan6.
yakni tidak lebih mendalam mengekspose com dengan judul “Polisi Ogan Komering
25 kasus politik uangnya. Hulu Awasi Praktek Politik Uang di
Sementara itu untuk pemberitaan Pilkada Sumsel” (21 April 2018). Liputan6.
yang disampaikan oleh Detik.com com yang ternyata mengutip beritanya
berjudul:” PDIP Bantah Soal Rp 5 M dari kantor berita Antara, mencoba
dari Penyuap Eks Walkot Kendari”, (7 menyajikan bingkai utamanya/ master
September 2018) menunjukkan bahwa framenya dengan define problems atau
bingkai utamanyanya sebagai define problem identification bahwa Polisi
problems atau problem identification OKU Awasi Politik Uang di Pilkada
Detik.com secara lugas PDIP membantah Sumsel dan mengajak Kapolres OKU
kesaksian Hasmun Hamzah mengenai mengajak masyarakat untuk menghindari
perkara suap yang diduga diberikan politik uang agar tercipta Pilkada
kepada mantan Wali Kota Kendari Asrun. Sumsel jurdil. Pada diagnose causes
Sementara kalau dilihat dari diagnose atau causal interpretation (perkiraan
causes atau causal interpretation penyebab masalah), maka Liputan6.com
(perkiraan penyebab masalah), maka menyampaikan pernyataan Kapolres
penyebab masalah ini adalah karena dan juga diulang dengan pernyataan

Lestari Nurhajati & Xenia Angelica Wijayanto 49

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 49 11/29/18 9:35 AM


medianya bahwa banyak calon kepala dari Bawaslu Daerah Kabupaten/Kota,
daerah yang melakukan politik uang namun di sisi lain, seolah hanya ada
untuk memperoleh suara terbanyak. Pada 35 kasus yang akan diproses oleh
pembahasan make moral judgement atau Bawaslu RI. Kemudian pada pembahasan
moral evaluation (penilaian atas moral) make moral judgement atau moral
Liputan6.com hanya mengutip pernyataan evaluation (penilaian atas moral), pihak
Kapolres bahwa menurut Kapolres OKU, jurnalis Kompas.com tidak secara tegas
Politik uang penting untuk dihindari menunjukkan penilaian atas moral yang
karena ada pidana bagi yang menerima ada dari pemberitaan tersebut. Jurnalis
maupun memberikan. Sementara pada menginformasikan ratusan kasus yang
treatment recommendation (rekomendasi ditemukan oleh Bawaslu. Kemudian pada
penyelesaian masalah), tampak bahwa treatment recommendation (rekomendasi
pihak jurnalis tidak memberikan penyelesaian masalah), pada elemen
penilaian maupun juga tidak memberikan ini pihak jurnalis Kompas.com tidak
rekomendasi penyelesaian masalah. Hal memberikan rekomendasi atas isu
ini dikarenakan Liputan6.com hanya tersebut. Pemberitaannya hanya seolah
bener-bener mengutip apa adanya dari menampilkan data-data, namun tidak
para narasumber, dalam hal ini dari menjelaskan bagaimana sesungguhnya
Kapolres OKU. Liputan6.com sebagai hubungan antara banyaknya temuan
bagian dari KapanLagi Network dengan kasus oleh Bawaslu dan proses kasus
50% dimiliki sahamnya oleh PT. Kreatif tersebut akan ditindaklanjuti. Kompas.
Media Karya yang masih berafiliasi com sebagai media yang menjadi bagian
dengan SCTV dan Indosiar, menunjukkan dari Kompas – Gramedia grup, tampak
posisi yang juga netral dalam isu-isu memiliki sikap yang tidak jauh berbeda
pemberitaan politik uang di media dengan media lainnya. Meski memiliki
mereka. banyak data, dan bisa memberikan kritik
Pemberitaan di Kompas.com yang kepada pihak yang diberitakan, namun
bertajuk: ”Bawaslu Proses 35 Kasus Dugaan prinsip kehati-hatian, sangat mendominasi
Politik Uang di Pilkada 2018, Terbanyak bingkai setiap pemberitaannya.
di Sulsel”. (27 Juni 2018). Master frame Sementara itu pada pemberitaan
atau bingkai utama dari pemberitaan terakhir lainnya yang dianalisis adalah
Kompas.com pada point define problems pada Sindonews.com dengan judul:
atau problem identificationnya bahwa “Dituntut 36 bulan, Terdakwa Minta
Bawaslu mencatat terdapat 35 kasus Aktor Money Politic Lahat Diadili” (20
politik uang pada tingkat Kabupaten Juli 2018). Sindonews.com menyajikan
dan Kota pada Pilkada 2018 yang akan bingkai utamanya/ master framenya
ditindak lanjuti, dengan kasus terbanyak dengan define problems atau problem
di Sulsel. Kemudian apabila dilihat dari identification yakni Terdakwa kasus politik
diagnose causes atau causal interpretation uang Pilkada kabupaten Lahat mendesak
(perkiraan penyebab masalah), maka agar seluruh aktor utama politik uang di
penyebab masalah adalah banyaknya Pilkada Lahat turut diadili. Pada
kasus pada Pilkada. Bahwa lebih dari
400 an ratus data kasus yang diperoleh

50 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 50 11/29/18 9:35 AM


diagnose causes atau causal interpretation tampak bahwa pihak jurnalis tidak
(perkiraan penyebab masalah), jurnalis memberikan rekomendasi penyelesaian
menjelaskan bahwa JPU (Jaksa Penuntut masalah. Hal ini dikarenakan tampak
Umum) didampingi Pisum Kejari Lahat bersikap berhati-hati atas intrepertasi
menuntut terdakwa politik uang Pilkada pemberitaan, hanya menyampaikan
Kabupaten Lahat 36 bulan penjara dan kutipan dari sejumlah tokoh nasional yang
denda 200juta. Yang menyebabkan si mendesak Bawaslu agar menyelesaikan
terdakwa tidak mau dihukum sendirian. kasus tersebut. Dilihat dari kepemilikan
Pada pembahasan make moral judgement medianya, maka Sindonews.com yang
atau moral evaluation (penilaian atas merupakan bagian dari bisnis MNC Media
moral), Sindonews.com tampak mencoba Invesment (milik Hary Tanoesoedibjo), bisa
menggambarkan masif-nya jumlah kasus dipastikan juga tidak akan memberikan
politik uang di Lahat menandakan bahwa pembingkaian yang “ditakutkan” terlalu
terdapat banyak aktor dibalik kasus menyudutkan pihak tertentu.
tersebut. Pada treatment recommendation Secara ringkas pembahasan lengkap
(rekomendasi penyelesaian masalah), dapat dilihat dalam table berikut ini:

Tabel 3. Analisis Framing Media pada 5 Portal Berita Online


Analisa Sindonews.
Tribunnews.com Detik.com Liputan6.com Kompas.com
Framing com
Problem Kapolri PDIP Polisi OKU Bawaslu Terdakwa
Identification menyatakan ada membantah Awasi Politik mencatat kasus politik
25 kasus politik kesaksian Uang di Pilkada terdapat uang Pilkada
(peristiwa uang dalam Hasmun Sumsel dan 35 kasus kabupaten
dilihat sebagai Pilkada serentak Hamzah mengajak politik uang Lahat
apa) 2018 di depan mengenai Kapolres OKU pada tingkat mendesak agar
rapat kerja perkara suap mengajak Kabupaten seluruh aktor
dengan Komisi III yang diduga masyarakat dan Kota utama politik
DPR RI. diberikan untuk pada Pilkada uang di Pilkada
kepada menghindari 2018 yang Lahat turut
mantan Wali politik uang akan ditindak diadili.
Kota Kendari agar tercipta lanjuti.
Asrun. Pilkada Sumsel Dengan kasus
jurdil. terbanyak di
Sulsel.
Causal Jurnalis tidak Sekjen Banyak Calon Bahwa lebih JPU
interpretation menjelaskan PDIP Hasto kepala daerah dari 400 an didampingi
apa yang Kristiyanto yang melakukan ratus data Pisum
(siapa menyebabkan membantah politik kasus yang Kejari Lahat
penyebab Kapolri bahwa uang untuk diperoleh menuntut
masalah) mengeluarkan uang yang memperoleh dari Bawaslu terdakwa
pernyataan diberikan suara terbanyak Daerah politik uang
tersebut. adalah Kabupaten/ Pilkada
mahar Kota hanya Kabupaten
politik. ada 35 kasus Lahat 36 bulan
yang akan di penjara dan
proses oleh denda 200juta.
Bawaslu RI.

Lestari Nurhajati & Xenia Angelica Wijayanto 51

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 51 11/29/18 9:35 AM


Dari materi di atas bisa dilihat bahwa politik uang, yang diangkat bisa yang
para jurnalis tidak bisa melepaskan bersifat nasional namun juga bersifat
diri dari kebijakan para pemilik media lokal, sesuai dengan situasi pilkada.
yang bersangkutan. Media online 3. Hanya saja pada bagian treatment
cenderung memiliki pola yang sama yakni recommendation - saran perbaikan,
menekankan pada persoalan kecepatan tampak semua media tidak
penyampaian berita, sehingga sering secara tegas menunjukan sikap
kali abai terhadap akurasi (ketepatan keberpihakannya pada regulasi dan
berita). Disisi lain, semua media online etika yang secara jelas melarang
yang diteliti tidak menunjukkan upaya praktik politik uang dalam Pilkada.
untuk memberikan rekomendasi secara Semua media seolah tidak
real atas permasalahan yang terjadi memberikan gambaran atas sangsi
berkaitan dengan politik uang. Hal moral atas para pelaku politik uang.
ini yang membedakan pemberitaan Kondisi ini tentu saja tidak terlalu
media online dengan media cetak yakni menggembirakan, terlebih fungsi
berkaitan dengan kedalaman berita pemberitaan sebagai gate keeper
dan upaya memberikan solusi serta masyarakat tidak berjalan dengan maksimal.
rekomendasi bagi pembacanya. Penelitian ini memiliki keterbatasan
yakni hanya meneliti pada 5 media
5. Simpulan online utama yang memiliki banyak
pembaca, belum menjangkau lebih luas
Kesimpulan penelitian ini menunjukan
dan lebih banyak lagi pemberitaan media
bahwa:
online lainnya. Sehingga diperlukan
1. Secara umum media memiliki framing
riset lebih lanjut untuk meningkatkan
yang tidak jauh berbeda satu sama
hasil penelitiannya. Selain itu juga perlu
lain. Meski pemilik media dan
dikaji dan diteliti dari sisi wawancara
kebijakan media berbeda, namun
mendalam pada para pengelola media
rata-rata media menyajikan berita
untuk mengetahui lebih lanjut kebijakan
politik uang di Pilkada dengan “tone”
dan campur tangan pemilik media di
nada berita yang tidak jauh berbeda,
masing-masing media online tersebut
rata-rata netral. Tidak bersikap
saat memproduksi dan membingkai
menentang ataupun mendukung
sebuah berita.
praktik politik uang. Hal ini menjadi
Rekomendasi dari hasil penelitian
sebuah kondisi yang memprihatinkan
ini adalah, media dalam hal ini jurnalis
bagi keberadaan media online
dan redaksi, harus lebih diperkuat
sebagai representasi pers Indonesia.
pemahamannya tentang fungsi mereka
Pers Indonesia sudah seharusnya
sebagai gate keeper, dan penjaga pilar
bersikap tegas dalam pemberitaan
demokrasi. Menunjukkan bahwa sudah
yang menekankan pada objektifitas
menjadi keharusan media untuk lebih
untuk kesejahteraan masyarakat.
tegas membingkai pemberitaan ke arah
2. Beberapa media mengutamakan
yang memperjuangkan kepentingan
pemberitaan yang bersifat nasional,
masyarakat. Dalam hal ini anti politik uang
dan ada yang bersifat lokal/
sudah menjadi informasi dan berita yang
kedaerahan. Berita dengan tema
wajib disebarluaskan oleh media.
52 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 52 11/29/18 9:35 AM


DAFTAR PUSTAKA

Balnaves, Mark., Stephanie Hemelryk Donald & Brian Shoesmith. (2009). Media
Theories & Approaches; A Global Perspective. London: Palgrave Macmillan.
Burton, Graeme. (2009). Media and Society; Critical Perspectives.India: Rawat
Publication.
Cross, S. & Lockyer, S. (2006). Dynamics of Partisan Journalism, Journal of
Journalism Studies, 7:2, 274-291, DOI: 10.1080/14616700500533585
D’angelo, Paul. Jim A. Kuypers. (2010). Doing News Framing Analysis; Empirical
and Theorical Perspective. New York : Routledge.
Entman, R. M. (2003). Projections of Power: Framing News, Public Opinion, and
U.S. Foreign Policy. Chicago, USA: University of Chicago Press.
Eriyanto. 2011. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Komunikasi dan
Ilmu-Ilmu lainnya. Jakarta. Kencana.
Ismail, T. (2018, Juli 19). Polri Usut 25 Kasus Politik Uang dalam Pilkada Serentak
2018. Tribun News. Diakses dari  http://www.tribunnews.com
Jurnaliston, R. (2018, Juni 27). Bawaslu Proses 35 Kasus Dugaan Politik Uang
di Pilkada 2018, Terbanyak di Sulsel. Kompas.com. Diakses dari  http://
nasional.kompas.com
McCombs, M., & Reynolds, A. (2009). How the news shapes our civic agenda.
In J. Bryant & M. B. Oliver (Eds.),  Media effects: Advances in theory and
research  (pp. 1–16). New York, NY: Lawrence Erlbaum Associates.
Mishra, S. (2013) Projections of Power, News Framing, and India’s 2010
Commonwealth Games, Howard Journal of Communications, 24:2, 178-193,
DOI:10.1080/10646175.2013.776412
Nadeau, R., Cloutier, E., & Guay, J.-H. (1993). New Evidence About the Existence
of a Bandwagon Effect in the Opinion Formation Process. International
Political Science Review, 14(2), 203–213. doi:10.1177/019251219301400204
Nugroho, W. (2018, Juli 20). Dituntut 36 Bulan, Terdakwa Minta Aktor Money
Politic Pilkada Lahat Diadili. SINDOnews. Diakses dari  http://daerah.
sindonews.com
Nurhajati, L. (2015). Pola Konsumsi Media Generasi Z di Indonesia. Prosiding
Konferensi IMRAS (Indonesia Media Research Awards and Summit) SPS
Serikat Penerbit Seluruh Indonesia 2015.
NN, Liputan6. (2018, April 21). Polisi Ogan Komering Ulu Awasi Praktik Politik Uang
di Pilkada Sumsel. Liputan6. Diakses dari  http://www.liputan6.com
Putri, ZA. (2018, September 07). PDIP Bantah soal Rp 5 M dari Penyuap Eks
Walkot Kendari. detikNews. Diakses dari  http://www.detik.com
Sobur, A. (2004). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana. Analisis

Lestari Nurhajati & Xenia Angelica Wijayanto 53

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 53 11/29/18 9:35 AM


Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: Rosda Karya.
Straubhaar, Joseph & Robert LaRose. (2006). Media Now: Understanding Media,
Culture and Technology. 5th edition. USA: Thomson Wadsworh.
Willnat . L, Weaver , D.H. & Choi, J. (2013), The Global Journalist in the
Twenty-First Century, Journal of Journalism Practice, 7:2, 163-183, DOI:
10.1080/17512786.2012.753210

54 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 54 11/29/18 9:35 AM


Jurnal Adhyasta Pemilu
ISSN 2443-2539

Vol. 4 No. 1 2018, Hal. 55-68

MENEGUHKAN BAWASLU SEBAGAI


“LEMBAGA PERADILAN” DALAM BINGKAI
PENGAWASAN PEMILU

Abdul Waid
a_waid04@yahoo.com

Abstract

Law Number 7 of 2017 concerning on General Elections now has given strong authority
to the Election Supervisory Agency (Bawaslu). The Election Supervisory Agency now
does not only become a recommendation institution as stated in the previous Election
law. Now the Election Supervisory Agency is the executor agency or case breaker.
This was stated expressly in the formulation of Article 461 paragraph (1) of Law
No.7 / 2017, that the Election Supervisory Agency, Provincial Election Supervisory
Agency, Regency Election Supervisory Agency receive, examine, review, and decide
election administration violations. Then paragraph 6 states that the decision of the
Election Supervisory Agency, Provincial Election Supervisory Agency, Regency Election
Supervisory Agency is to resolve election administration violations in the form of: first,
administrative improvements to systems, procedures, or mechanisms in accordance
with the provisions of the legislation; second, written warning; third, dissociate of
certain stages in organizing elections; and fourth, other administrative sanctions in
accordance with the provisions of the law. Based on that, this paper seeks to provide
an analysis of the Election Supervisory Agency as an Election Supervisory Institution
on the one hand, and as a judicial institution on the other side. The reason is that the
Election Supervisory Agency now has a judicial function in implementing its authority,
so that the procedure for resolving cases of election administration violations carried
out in the Election Supervisory Agency is also in accordance with the judicial model
of judicial institution in general. This paper also tries to confirm the performance of
the Election Supervisory Agency as an institution that no longer needs to depend on
the commitment of other institutions such as the KPU, the Police, and the prosecutor.

Abdul Waid 55

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 55 11/29/18 9:35 AM


Law No. 7/2017 has made the Election Supervisory Agency as the “real” supervisory
institution. That is, the Election Supervisory Agency should be an institution that has
an important role in realizing the implementation of the legitimate election system.
Keywords: the Election Supervisory Agency (Bawaslu), Judicial Function, Supervision,
Authority, and Election.

Abstrak

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 20017 Tentang Pemilihan Umum kini telah memberikan
kewenangan yang kuat kepada Bawaslu. Bawaslu kini tidak hanya menjadi lembaga
pemberi rekomendasi sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang Pemilu
sebelumnya. Kini Bawaslu menjadi lembaga eksekutor atau pemutus perkara. Hal
tersebut dinyatakan dengan tegas dalam rumusan Pasal 461 ayat (1) UU No7/2017,
bahwa Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota menerima, memeriksa,
mengkaji, dan memutuskan pelanggaran administrasi Pemilu. Kemudian ayat 6
menyatakan bahwa putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota
untuk menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilu berupa: pertama, perbaikan
administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan; kedua, teguran tertulis; ketiga, tidak diikutkan pada
tahapan tertentu dalam penyelenggaraan Pemilu; dan keempat, sanksi administrasi
lainnya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang. Atas dasar itu, tulisan ini
berupaya untuk memberikan analisis tentang Bawaslu sebagai institusi pengawas
Pemilu di satu sisi, dan sebagai lembaga peradilan di sisi yang lain. Pasalnya, Bawaslu
kini memiliki fungsi peradilan dalam menjalankan kewenangannya, sehingga tata cara
penyelesaian perkara pelanggaran administrasi Pemilu yang dilaksanakan di Bawaslu
juga sesuai dengan model persidangan lembaga yudikatif pada umumnya. Tulisan ini
juga mencoba meneguhkan kinerja Bawaslu sebagai institusi yang tidak lagi perlu
bergantung pada komitmen lembaga-lembaga lain seperti KPU, Kepolisian, maupun
kejaksaan. UU No 7/2017 telah menjadikan Bawaslu sebagai lembaga pengawas
“yang sebenarnya”. Yaitu, Bawaslu seharusnya menjadi lembaga yang memiliki peran
penting dalam mewujudkan penerapan sistem Pemilu yang benar.
Kata Kunci: Bawaslu, Fungsi Peradilan, Kewenangan, Pemilu, Pengawasan.

56 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 56 11/29/18 9:35 AM


1. Pendahuluan pemilu. Kewenangan semacam ini tidak
dimiliki oleh Bawaslu sebelumnya. Dalam
Jika kita perhatian bagaimana
undang-undang pemilu sebelumnya,
mekanisme Badan Pengawas Pemilihan
Bawaslu hanya menjadi bagian dari proses
Umum (Bawaslu) menangani laporan
penyelesaian pelanggaran administrasi,
pelang garan administrasi Pemilu
sementara eksekutor dan penuntasnya
(Pemilihan Umum) 2019, maka kita
adalah KPU—bukan Bawaslu. Sebelum
akan menemukan hal baru yang tidak
lahirnya UU No 7/2017, rekomendasi
pernah kita temukan pada Bawaslu
Bawaslu kepada KPU mengenai ada-
sebelumnya. Hal baru tersebut bukan
tidaknya pelanggaran administrasi dari
sekadar penampilan formal Ketua dan
suatu laporan pengaduan seringkali
anggota Bawaslu tampil formal seperti
diabaikan oleh KPU. Dalam kondisi
berjas dan berdasi rapi. Tetapi, hal baru
demikian, Bawaslu tidak bisa berbuat
tersebut adalah suasana penyelesaian
banyak karena memang tidak memiliki
perkara yang layaknya dilakukan di
kewenangan untuk mengadili dan
peradilan umum. Layaknya dalam sebuah
memutuskan laporan pengaduan.
persidangan di pengadilan, ketua dan
Tetapi, dengan lahirnya UU No
anggota Bawaslu duduk di meja tinggi
7/2017 Bawaslu kini bukan lagi sekadar
menghadap pengunjung. Di depan
lembaga pemberi rekomendasi, tetapi
sebelah kanan duduk para pelapor dari
sebagai eksekutor atau pemutus perkara.
partai politik, sedangkan di depan sebelah
Hal tersebut bisa dilihat dalam Pasal 461
kiri duduk para terlapor dari anggota
ayat (1) UU No 7/2017 yang berbunyi:
Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tidak
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu
hanya itu, layaknya seorang hakim di
Kabupaten/Kota menerima, memeriksa,
pengadilan, ketua Bawaslu mengetuk palu
mengkaji, dan memutuskan pelanggaran
untuk memulai dan mengakhiri sidang,
administrasi Pemilu. Kemudian ayat (6)
serta mengetuk palu atas hal-hal penting.
berbunyi: Putusan Bawaslu, Bawaslu
Kenyataan ini seakan mematahkan
Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/
keraguan sebagian kalangan dimasa lalu,
Kota untuk menyelesaikan pelanggaran
bahwa penyelenggaraan Pemilu suatu
administrasi Pemilu berupa: a. perbaikan
hari bisa lebih dipercayakan ke lembaga
administrasi terhadap tata cara, prosedur,
peradilan yang sekaligus menjadi indikasi
atau mekanisme sesuai dengan ketentuan
lemahnya kinerja KPU dan Bawaslu.
peraturan perundang-undangan; b.
(Fachrudin, 2013). Faktanya hari ini justru
teguran tertulis; c. tidak diikutkan pada
Bawaslu menjadi lembaga yang “setara”
tahapan tertentu dalam Penyelenggaraan
dengan lembaga peradilan.
Pemilu; dan d. sanksi administrasi lainnya
Itulah terobosan besar kewenangan
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Bawaslu dalam menangani laporan
Undang ini.
pelanggaran administrasi Pemilu. Forum
Cakupan “pelanggaran administrasi”
penyelesannya berbentuk persidangan,
yang ditangani oleh Bawaslu juga cukup
bukan berbentuk rapat kajian sebagaimana
luas. Sebagaimana yang disebutkan dalam
sebelumnya. Hal ini adalah implikasi dari
Pasal 460 UU No 7/2017, pelanggaran
perubahan wewenang Bawaslu dalam
administrasi mencakup pelanggaran
menyelesaikan pelanggaran administrasi

Abdul Waid 57

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 57 11/29/18 9:35 AM


terhadap tata cara, prosedur, atau persoalan. Setidak-tidaknya ada satu
mekanisme yang berkaitan dengan persoalan krusial yang bisa dikemukakan
administrasi pelaksanaan pemilu dalam dalam tulisan ini. Yaitu, adanya dwi
setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. fungsi Bawaslu. Di satu sisi, Bawaslu
Oleh karena itu, dapat dikatakan menjalankan fungsi pengawasan terhadap
bahwa meskipun kepanjangan Bawaslu Pemilu, tetapi pada sisi yang lain juga
adalah “Badan Pengawas Pemilihan menjalankan fungsi peradilan. Dwifungsi
Umum”, secara yuridis formal Bawaslu Bawaslu ini tentu saja bisa melahirkan
bukan hanya sekadar lembaga pengawas, persoalan dan konflik kepentingan dalam
namun juga lembaga peradilan. Pasalnya, penyelenggaraan Pemilu. Sebab, dalam
bawaslu juga menjalankan fungsi- hal pengawasan Pemilu, Bawaslu telah
fungsi peradilan sebagaimaa lembaga memiliki penilaian tertentu terhadap
peradilan pada umumnya, sehingga suatu pelanggaran administrasi Pemilu,
tata cara menyelesaikan pelanggaran baik yang dilaporkan oleh partai politik
administrasi Pemilu mengikuti (masyarakat) maupun yang ditemukan
mekanisme persidangan pada umumnya. oleh Bawaslu sendiri di lapangan.
Dalam konteks ini, posisi ketua dan Padahal, dari penilaian yang dimiliki
anggota sebagai pemutus perkara oleh Bawaslu tersebut masih akan
pelanggaran administrasi Pemilu tentu ditindaklanjuti dengan persidangan yan
saja harus memenuhi kriteris sebagai juga disidang oleh Bawaslu sendiri.
hakim peradilan administrasi pemilu, Dengan kata lain, dalam menjalankan
sehingga ke depan sangat keputusan- kewenangannya Bawaslu bertindak
keputusan yang lahir dari persidangan sebagai pengumpul keterangan, namun
di Bawaslu dapat memperbaiki kualitas pada saat yang sama lembaga ini sekaligus
Pemilu. juga bertindak sebagai hakim yang
Hadirnya Bawaslu sebagai lembaga menentukan pelanggaran administrasi.
peradilan Pemilu untuk menangani Sehingga, penilain Bawaslu terhadap
pelanggaran administrasi, jelas akan suatu kasus mana kala menjalan fungsi
mengurangi proses panjang administrasi pengawasannya akan memengaruhi
Pemilu, sehingga kondisi ini akan putusannya ketika bawaslu menjalankan
menyebabkan penyelesaian kasus fungsinya sebagai lembaga peradilan.
pelanggaran administrasi Pemilu akan Padahal, setiap lembaga peradilan—
semakin efektif serta tidak bertele-tele. termasuk Bawaslu yang menjalani fung-
Pasalnya, pelanggaran administrasi itu fungsi peradilan—sejatinya bersifat
bisa diselesaikan di Bawaslu. Apalagi, pasif dalam arti menunggu laporan atau
hasil pemeriksaan di Bawaslu sifatnya gugatan dari masyarakat (Yulikhasan,
putusan, harus ditaati oleh KPU tanpa 2016).
menimbang-nimbang lagi, karena putusan Persoalan inilah yang akan ditelaah
Bawaslu bersifat final dan mengikat. secara mendalam dalam tulisan ini
Terlepas dari semua itu, barangkali sehingga nantinya diharapkan akan
tidak banyak pihak yang menyadari melahirkan solusi yang tepat bagi Bawaslu
bahwa perluasan kewenangan Bawaslu dalam rangka upaya meneguhkan
ini sebenarnya juga menimbulkan Bawaslu sebagai “lembaga peradilan”,

58 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 58 11/29/18 9:35 AM


atau setidak-tidaknya lembaga yang lembaga pengawas pemilu dan
menjalankan fungsi peradilan—dalam lembaga yang menjalankan fungsi-
bingkai pengawasan pemilu. fungsi peradilan.
• Menjadi pijakan atau pertimbangan
1.1 Rumusan Masalah ke p a d a B a w a s l u p a d a s a a t
menjalankan kewenangannya,
Dari pendahulan yang menguraikan
khususnya ketika menjalankan
l ata r b e l a ka n g m a s a l a h te nta n g
fungsinya sebagai lembaga peradilan.
kewenangan Bawaslu yang menjalankan
• Memberikan pandangan akademis
fungsi-fungsi peradilan di atas, maka
kepada Bawaslu sehingga dapat
ada beberapa rumusan masalah akan
dijadikan pertimbangan ketika
d i p e ca h ka n d a l a m p e m b a h a s a n -
menyusun peraturan Bawaslu
pembahasan selanjutnya dalam tulisan
tentang mekanisme atau tata cara
ini. Beberapa rumusan masalah tersebut
penyelesaian perkara pelanggaran
adalah sebagai berikut:
administrasi Pemilu.
• Bagaimana sebaiknya fokus peran
• Dapat dijadikan pandangan ketika
Bawaslu dalam rangka menjalankan
menyusun regulasi-regulasi berikut
kewenangannya terkait dengan
terkait Pemilu di periode-periode
Pemilu?
selanjutnya.
• Apakah dwifungsi Bawaslu (fungsi
pengawasan dan fungsi peradilan)
2. Metode Penelitian
akan mempengaruhi obyektivitas
putusan-putusan Bawaslu terkait Dalam penelitian ini, penyusun
Pemilu? menggunakan beberapa langkah sebagai
berikut:
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah 2.1. Jenis Penelitian
sebagai berikut:
Jenis penelitian ini merupakan
• Untuk mengetahui bagaimana penelitian pustaka (library research),
sebaiknya fokus peran Bawaslu dalam yaitu suatu penelitian dengan
rangka menjalankan kewenangannya ca ra m e n u m p u l ka n , m e n u l i s ka n ,
terkait dengan Pemilu mengklasifikasikan bahan pustaka
• Untuk memahami pengaruh dwifungsi (literature) sebagai sumber data yang
B awa s l u ( f u n g s i p e n gawa s a n diperoleh dari berbagai sumber yang
dan fungsi peradilan) terhadap berkaitan dengan judul tulisan (paper) ini.
obyektivitas putusan-putusan Menurut pandangan Sumadi Suyasubrata
Bawaslu terkait Pemilu (1989), peneliti hukum yang dilakukan
Sedangkan kegunaan dari penelitian dengan cara meneliti bahan pustaka
ini adalah sebagai berikut: atau data sekunder dinamakan penelitian
• Memberikan masukan secara hukum normatif atau penelitian hukum
akademik kepada Bawaslu terkait kepustakaan.
dengan kewenangannya sebagai

Abdul Waid 59

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 59 11/29/18 9:35 AM


2.2. Sifat Penelitian 2.5. Teknik Penumpulan Data
Sifat dari penelitian ini adalah Dalam peneltian ini, karena penelitian
deskriptif analitik (descriptive analysis), ini menggunakan penelitian pustaka, maka
yai tu p e n e l i ti an yan g b ertu j u an penulis menelusuri berbagai dokumen
memberikan gambaran yang jelas terkait dengan obyek pembahasan,
tentang bagaimana sebaiknya penerapan yaitu penerapan kewenangan Bawaslu
kewenangan Bawaslu dalam pengawasan dalam pengawasan Pemilu terkait fungsi
Pemilu terkait fungsi pengawasannya dan pengawasannya dan fungsi peradilannya.
fungsi peradilannya. Dengan kata lain, pembahasan dalam
paper ini ini dikonstruksikan langsung
2.3. Pendekatan Penelitian terhadap liteatur-liteatur yang ada
hubungannya dengan penerapan
Pe n e l i t i a n i n i m e n g g u n a ka n
kewenangan Bawaslu dalam pengawasan
pendekatan yuridis normatif, yaitu
Pemilu terkait fungsi pengawasannya dan
mengkaji penerapan kewenangan Bawaslu
fungsi peradilannya. Teknik pengumpulan
pengawasan Pemilu yang sekaligus
data semacam ini juga bisa disebut
memiliki fungsi peradilan sebagaimana
dengan dokumentasi, yaitu motode yang
diatur dalam UU No 7/2017.
bertujuan untuk mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
2.4. Data dan Sumbernya
transkip, buku-buku ilmiah yang berkaitan
Sumber data penelitian ini dibedakan dengan obyek kajian penelitian ini, surat
menjadi dua, yaitu sumber bahan hukum kabar, majalah, dan lain sebagainya
primer dan sumber bahan hukum (Arikunto , 1998, 202).
sekunder. Perincian kedua data tersebut
adalah sebagai berikut: 2.6. Motode Analisis Data
Sumber bahan hukum primer terdiri
Analisis data yang digunakan dalam
dari UU No 7/2017 tentang Pemilu,
penelitian ini adalah berpola induktif
Undang-Undang Republik Indonesia
ke deduktif. Maksudnya adalah, setelah
Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan
data terkumpul mengenai pembahasan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2
penerapan kewenangan Bawaslu dalam
Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum,
pengawasan Pemilu terkait fungsi
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
pengawasannya dan fungsi peradilannya,
Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan
lalu dilakukan analisis, yaitu analisis
regulasi-regulai lainnya yang dianggap
dengan data khusus yang menghasilkan
pokok dan penting terkait tulisan ini.
kesimpulan umum (Hadi, 1984, 42). Ada
Sumber bahan hukum sekunder yang
pun metode analisis data yang digunakan
berfungsi sebagai pendukung terhadap
dalam penelitian ini adalah metode
bahan hukum primer bersumber dari
kualitatif, yakni suatu tata cara penelitian
berbagai karya ilmiah yang membahas
yang menghasilkan data yang deskriptif-
tentang kewenangan Bawaslu, fungsi
analisis.
peradilan, kuasi yudikatif, pengawasan
Pemilu, dan lain sebagainya.

60 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 60 11/29/18 9:35 AM


3. Perspektif Teori (Kerangka melakukan sesuatu, Kewenangan adalah
Teoritik) kekuasaan untuk melakukan sesuatu
hal berwenang. Sumber kewenangan
3.1. Pengawasan, Kewenangan, Tugas
adalah tradisi keluarga atau darah biru,
dan Kewajiban
kekuatan sakral seperti Tuhan, Dewa
Pengawasan berasal dari kata awas dan wahyu seperti kerajaan, kualitas
dalam kamus bahasa Indonesia yang pribadi seperti atlit, artis, peraturan
berarti dapat melihat baik-baik, tajam perundang-undangan yang mengatur
penglihatan, sedangkan mengawasi prosedur dan syarat menjadi pemimpin,
adalah memperhatikan, dan pengawas dan instrumental yaitu kekayaan dan
adalah orang yang mengawasi (Anwar, keahlian iptek.
2000, 58). Maka pengawasan adalah Dalam hal ini, Bawaslu mendapat
langkah sekaligus salah satu fungsi sumber berwenang oleh peraturan
organik manajemen yang sangat penting, perundang-undang yaitu Undang-Undang
dikatakan demikian karena melalui No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu wajib
pengawasanlah diteliti apakah hal yang melaksanakan kewenangannya.
tercantum dilaksanakan dengan baik Indonesia sebagai negara hukum
atau tidak. Kegiatan pengawasan yang tertuang dalam pasal 1 ayat 3 UUD
dilakukan oleh Bawaslu adalah mengawasi 1945. Konsep “Indonesia adalah negara
proses jalannya pesta demokrasi Pemilu hukum” ini menjelaskan bahwa segala
serta pemilihan kepala daerah dan wakil kewenangan dan tindakan alat-alat
kepala daerah telah sesuai dengan hasil perlengkapan negara atau penguasa,
yang diharapkan. semata-mata berdasarkan hukum atau
Setiap kegiatan yang berkaitan dengan kata lain diatur oleh hukum.
dengan pengawasan baik itu menindak Negara hukum Indonesia yang memakai
lanjuti penemuan pelanggaran Pemilu sistem pemisahan kekuasaan antara
harus ada full up atau evaluasi. Dengan legislatif, eksekutif, yudikatif ialah
adanya evaluasi tersebut maka dapat bertujuan agar hak asasi betul-betul
diketahui kelemahan yang menjadi terlindungi dengan memisahkan antara
dasar akan kurangnya mungkin dari segi pembuat peraturan , pelaksana peraturan
partisipasi anggota, motivasi dan lain dan mengadilinya tidak berada pada satu
sebagainya. Selanjutnya kegiatan Bawaslu tangan.
ini adalah melakukan tindakan-tindakan
korektif terhadap masalah-masalah yang 3.2. Kedudukan Peradilan dan Moral
ditemui dilapangan untuk ditindak lanjuti Power
agar dimasa akan datang tidak terulang
Diskursus mengenai cabang-cabang
lagi kesalahan- kesalahan yang sama pada
kekuasaan, tentu akan selalu dibenturkan
objek yang sama.
dengan aspek peradilan di ranah yudikatif,
Kewenangan berasal dari kata
selain eksekutif dan legislatif. Jika dilihat
wenang dalam kamus bahasa Indonesia
ketiganya, ternyata badan peradilan
berarti hak dan kekuatan untuk melakukan
adalah cabang kekuasaan yang paling
sesuatu, berwenang adalah mempunyai
lemah bila dibanding dengan eksekutif
atau diberi hak dan kekuasaan untuk
dan legislatif. Cabang kekuasaan terlemah

Abdul Waid 61

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 61 11/29/18 9:35 AM


itu tidak memiliki kekuatan apa-apa, dan tata usaha. Dengan kata lain, itu
kecuali moral power semata. Selain juga merupakan bagian yang harus
eksekutif, legislatif juga memiliki berbagai diperbaiki. Pembenahan peradilan tidak
hak di tangannya. Demikian pun Bawaslu dapat dilakukan tanpa melihatnya sebagai
yang kini juga memiliki kewenangan suatu kesatuan yang integral. Misalnya,
dalam menjalankan fungsi peradilan. Bawaslu yang kini juga menjalankan
Bawaslu tentu tidak seperti eksekutif yang fungsi peradilan memutuskan hukuman
memiliki senjata politik sebagai penopang sebuah partai politik lolos sebagai peserta
riel-nya. Bahkan, Bawaslu harus bersih Pemilu yang sebelumnya dinyatakan
dari unsur-unsur politik. tidak lolos oleh KPU, tetapi KPU tidak
Dalam konteks itu, tentu masalah mau melaksankaan putusan itu, maka
yang dihadapi oleh Bawaslu tidak semuanya tidak akan berjalan dengan baik.
sekadar  masalah personil yang dituntut Jadi dapat terlihat betapa pembenahan
memiliki kapsitas keilmuan dibidang lembaga-lembaga yang menjalankan
hukum karena berbenturan dengan fungsi peradilan sangat tergantung pada
penyelesaian pelanggaran administrasi unsur-unsurnya satu sama lain.
Pemilu yang dilaksanakan dengan
model persidangan. Akan tetapi juga 3.3. Unsur-Unsur Profesionalisme dan
menyangkut masalah sistem, termasuk Fungsi Peradilan
fungsi-fungsi manajemen dan adminitrasi,
Berdasarkan fungsi Pancasila sebagai
beserta orang-orang yang menjalankan
dasar negara, fungsi dari lembaga
fungsi-fungsi tersebut di Bawaslu. Di sisi
yang menjalankan fungsi peradilan
lain, kondisi sistem Pemilu dan sistem
seperti Bawaslu untuk menerapkan
politik di Indonesia saat ini dalam
dan menegakkan hukum dan keadilan
kaitannya dengan upaya membentuk
yang berlandaskan dasar negara. Secara
badan peradilan yang sehat. Sejauh mana
umum lembaga peradilan berfungsi
sistem politik saat ini kondusif untuk
sebagai penegak hukum bertugas untuk
menciptakan suatu keadaan agar lembaga
memeriksa, mengadili, dan memutus
seperti Bawaslu menjadi lembaga yang
setiap perkara yang diajukan kepadanya
sehat. Jika DPR sebagai lembaga yang
agar mendapatkan keadilan (Sulistiyono
berwenang membuat undang-undang
& Isharyanto, 2018)
hanya habis-habisan memperbaiki kondisi
Perkara yang masuk tidak boleh
internal peradilan, tetapi fungsi-fungsi
ditolak hakim pengadilan dengan alasan
luarnya tidak diperbaiki maka akan sulit
tidak mampu atau tidak ada hukum yang
sekali menciptakan Pemilu yang sehat.
dapat dipakai untuk menyelesaikannya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya
Dengan demikian, Bawaslu yang juga
integritas moral para penegak hukum—
memiliki kewenangan dalam menjalankan
termasuk anggota Bawaslu—dan orang-
fungsi peradilan juga tidak boleh menolak
orang yang menunjangnya. Ketika
laporan pelanggaran administrasi Pemilu
mengkritik fungsi peradilan, kebanyakan
yang dilaporkan oleh setiap partai politik.
orang hanya mengkritik hakimnya saja.
Jenis perkara yang masuk disesuaikan
Banyak orang lupa bahwa para hakim
dengan tugas dan kewenangan dari
juga ditunjang oleh staf administrasi
tiap lembaga peradilan yang ada. Jadi,

62 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 62 11/29/18 9:35 AM


melaksanakan fungsi peradilan bagi Bawaslu tetap tidak akan hilang. Sebab,
Bawaslu tentu saja untuk menegakkan dalam fungsi peradilan seyogyanya
hukum dan keadilan yang menjadi adalah terdapat fungsi pengawasan secara
peranan bawaslu. substantif (Sulistiyono & Isharyanto,
Bawaslu yang kini memiliki kewenangan 2018). Artinya, ketika Bawaslu mengadili,
menjalankan fungsi peradilan tentu harus pada saat yang sama ia sebenarnya
menjaga profesionalisme. Ada tiga unsur sedang mengawasi.
pokok yang harus dimiliki oleh ketua dan Jika Bawaslu ditransformasi menjadi
anggota Bawaslu ketika menjalankan pengadilan Pemilu yang khusus mengadili
fungsi peradilan. Pertama, integritas perkara pelanggaran administrasi
dan kejujuran semua individu yang ada Pemilu, maka hal ini akan meningkatkan
di Bawaslu. Kedua, kapasitas individual, partisipasi masyarakat dalam pengawasan
apakah ia menguasai teori-teori dan Pemilu. Pasalnya, fungsi pengawasan
konsep-konsep hukum dengan baik atau diserahkan kepada masyarakat sebagai
tidak. Ketiga, efisiensi ketua dan anggota wujud partisipasi yang nyata. Kewenangan
Bawaslu dalam memutus suatu kasus pengawasan yang ada di Bawaslu sudah
pelanggaran administrasi Pemilu. tidak lagi relevan karena kewenangan
pengawasan akan mengurangi obyektivitas
4. Hasil dan Pembahasan fungsi peradilan yang dijalankan oleh
Bawaslu. Fungsi peradilan yang dijalankan
4.1. Bawaslu dan Lembaga Peradilan
seperti melaksanakan sidang, menggelar
Khusus Pemilu
perkara, mendengar keterangan saksi dan
Jika meilihat kewenangan dwifungsi ahli, menilai alat bukti, hingga memutus
Bawaslu sebagaimana tertuang dalam perkara yang putusannya bersifat final dan
UU No 7/2017, yaitu berkaitan dengan mengikat, akan berkurang obyektivitasnya
fungsi peradilan dan fungsi pengawasan, jika putusan itu dipengaruhi oleh pendapat
maka bisa dibilang keberadaan Bawaslu anggota Bawaslu yang datang dari luar
yang mengawasi pelaksanaan pemilu persidangan. Padahal, semua putusan
dinilai sudah tidak relevan dengan pengadilan—termasuk bawaslu yang
perkembangan pemilu masa kini. memiliki fungsi peradilan—harus murni
Selain itu, dari sisi kepentingan hukum, berpijak pada bukti-bukti persidangan
tentu Bawaslu harus obyektif dalam (Sangadji, 2003).
menjalankan fungsi peradilannya yang Misalnya, ketika ada larangan mantan
tidak boleh dirusak atau diganggu oleh narapidana untuk mendaftarkan diri
fungsi lain yang melekat pada Bawaslu. sebagai calon anggota legislatif pada
Pada dasarnya, fungsi pengawasan kini Pemilu 2019, maka wacana ini sudah
bisa dialihkan ke masyarakat sipil. Jika didengar dan diikuti oleh Bawaslu di luar
dilihat dari sudut kepentingan hukum, persidangan sehingga semua anggota
Bawaslu akan lebih obyektif jika dirubah Bawaslu tentu saja mempunyai sikap
menjadi Pengadilan Pemilu yang bertugas dan pendapat tersendiri tentang wacana
mengadili khusus perkara pelanggaran tersebut. Kemudian, jika ada pihak yang
administrasi Pemilu. Jika ini dilakukan, mengajukan sengketa ke Bawaslu lalu
sebenarnya fungsi pengawasan dalam dibawa ke persidangan di Bawaslu,

Abdul Waid 63

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 63 11/29/18 9:35 AM


keputusan Bawaslu dalam sidang tentu komitmen semua pihak. Sebab, langkah
akan dipengaruhi oleh pendapat anggota itu tidak bisa dikerjakan sendiri, namun
Bawaslu sendiri di luar sidang. Tentu harus dikerjakan secara kolektif oleh
saja keputusan semacam itu tidak dapat semua pihak yang memiliki kepentingan
disebut telah mencerminkan keadilan. dalam Pemilu.
Contoh lain adalah terkait dengan
pendaftaran calon anggota legislatif 4.2. Profesionalisme dan Obyektivitas
melalui sistem online. Apabila muncul
Ketia Bawaslu masih memiliki
statemen salah seorang anggota Bawaslu
dwifungsi, yaitu fungsi pengawasan dan
yang menyebut bahwa pendaftaran
fungsi peradilan, maka profesionalisme
melalui sistem online tidak terlalu
di Bawaslu sulit terbangun kuat. Sebab,
penting dalam Pemilu. Namun, jika ada
konsentrasi dan tugas yang diembang
ada pihak yang mengajukan masalah
menjadi tidak fokus. Jika kita melihat pada
tersebut ke sidang di Bawaslu, tentu saja
persidangan-persidangan yang dilakukan
putusan yang keluar akan dipengaruhi
oleh Bawaslu, misalnya persidangan
oleh pendapat dan pernyataan anggota
antara partai Bulan Bintang (PBB) dan
Bawaslu di laur sidang. Oleh karena
KPU, maka tampak beberapa hal yang
itu, situasi yang muncul akibat adanya
menunjukkan beberapa kelemahan fungsi
dwifungsi ini tidak akan mencerminkan
peradilan yang diterapkan. Misalnya,
keadilan dalam setiap putusan yang
berkaitan dengan penataan waktu
dikeluarkan oleh Bawaslu.
dalam proses persidangan. Harus mulai
Penulis berpendapat, di satu sisi,
ditegaskan lagi oleh Bawaslu soal waktu
sebaiknya peran KPU dikuatkan sebagai
registrasi, berapa waktu yang diberikan
lembaga penyelenggara pemilu. Namun
untuk peserta pemilu untuk memperbaiki,
di sisi yang lain, pengawasan yang semula
dan kapan paling lambat dikumpulkan ke
dilakukan oleh Bawaslu dialihkan kepada
Bawaslu.
masyarakat. Dalam hal ini, KPU bisa
Selain itu, sidang dengan dua agenda
mengatur lembaga-lembaga masyarakat
penting tidak dilaksanakan dalam satu
yang melakukan pengawasan tersebut.
hari yang sama. Seperti yang sudah
Jika ada pelanggaran administrasi
terjadi dan diberitakan oleh berbagai
Pemilu, maka di ranah inilah Bawaslu
media massa di mana sidang pernyataan
bisa berperan secara total. Namun,
permohonan disatukan dengan agenda
tentu saja, penulis tetap mengakui
menjawab permohonan pada waktu yang
bahwa usulan perubahan kewenangan
sama. Jika dilihat dari proses persidangan
Bawaslu ke Pengadilan Pemilu tentu
yang lazim terjadi di lembaga peradilan,
saja membutuhkan perjuangan panjang
tentu saja hal tersebut akan menyulitkan
yang salah satunya adalah dengan revisi
semua pihak menyiapkan dokumen yang
undang-undang terkait. Oleh karena
rapi. Selanjutnya, hal yang tidak kalah
itu, jika fungsi Bawaslu akan difokuskan
pentingnya adalah mengenai akses publik
ke fungsi peradilan saja, maka revisi
terhadap persidangan termasuk risalah
undang-undang tentang penyelenggara
persidangan—lebih-lebih jika persidangan
Pemilu adalah sebuah keniscayaan. Hal ini
itu digelar terbuka untuk umum.
tentu saja membutuhkan kerjasama dan

64 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 64 11/29/18 9:35 AM


Selain itu, tata tertib persidangan di fungsi peradilan saja. Di beberapa
Bawaslu juga sangat penting diperhatikan negara maju peradilan khusus Pemilu
untuk menjaga marwah lembaga adalah sebagai salah satu langkah yang
pemutus perkara (baca: Bawaslu) agar sangat ditekankan untuk menata sistem
hasil putusannya tidak dipertanyakan. Pemilu yang berkualitas. Mislanya, sistem
Tata tertib persidangan harus menjadi penyelenggaraan Pemilu di Meksiko yang
perhatian serius bagi Bawaslu dan membuat Peradilan khusus Pemilu yang
semua pihak. Misalnya, jika sejak awal bisa diadaptasi oleh Indonesia. Di negara
diingatkan untuk tidak menggunakan tersebut, peradilan khusus Pemilu atau
alat komunikasi, maka semua pihak tentu Tribunal Electoral del Poder Judicial de la
tidak boleh menggunakan alat komunikasi Federacion (TRIFE) berwenang mengadili
baik dari pemohon, termohon termasuk sengketa proses yang terjadi selama
juga para hakim. Hal semacam itu sering pelaksanaan pemilu. Lembaga itu juga
terjadi karena memang faktanya Bawaslu berhak mengadili sengketa hasil pemilu.
masih terkonsentrasi pada dwifungsi, Saat ini, penyelesaian sengketa pemilu
yaitu fungsi pengawasan dan fungsi di Indonesia, baik proses maupun hasil,
peradilan. masih tersebar di beberapa lembaga
Profesionalisme Bawaslu dalam peradilan. Apabila lahir upaya integrasi
menjalankan fungsi peradilan dan interkoneksi dalam satu badan
sangat penting ditekankan dengan Peradilan—Bawaslu, mislanya—tentu
cara menghilangkan dwifungsi, dan akan sangat efektif menjamin proses yang
difokuskan pada fungsi peradilan saja. lebih transparan, menjamin kepastian
Apalagi, selama ini Indonesia masih hukum dan electoral justice.
melimpahkan peradilan pemilu kepada
Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah 5. Kesimpulan dan Penutup
Konstitusi (MK). Pelimpahan pada dua
Adalah sebuah keniscayaan untuk
institusi itu saat ini tentu saja masih
meneguhkan Bawaslu sebagai “lembaga
kurang optimal karena masing-masing
peradilan” dalam bingkai pengawasan
lembaga belum memiliki kesamaan cara
pemilu. Namun, sebagaimana uang sudah
pandang dalam menangani peradilan
dijlaskan panjang lebar dalam makalah ini,
Pemilu. Dengan kata lain, kedua lembaga
Bawaslu perlu menghilangkan dwifungsi-
peradilan tersebut masih belum saling
nya dan memfokuskan diri pada fungsi
support atas keputusannya, mekanisme,
peradilannya. Jika Bawaslu ditransformasi
serta tata beracaranya. Jika Bawaslu
menjadi pengadilan Pemilu yang
menjadi lembaga peradilan khusus
khusus mengadili perkara pelanggaran
Pemilu, menurut hemat penulis, hal ini
administrasi Pemilu, maka hal ini akan
akan menata mekanisme penyelesaian
meningkatkan partisipasi masyarakat
sengketa Pemilu dengan lebih mapan.
dalam pengawasan Pemilu. Pasalnya,
Jika Bawaslu ditransformasi menjadi
fungsi pengawasan diserahkan kepada
lembaga Peradilan khusus Pemilu dan
masyarakat sebagai wujud partisipasi
fungsi pengawasan kembali ke masyarakat,
yang nyata. Kewenangan pengawasan
maka Bawaslu akan terfokus pada
yang ada di Bawaslu sudah tidak lagi
satu kewenangan, yaitu menjalankan
relevan karena kewenangan pengawasan

Abdul Waid 65

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 65 11/29/18 9:35 AM


akan mengurangi obyektivitas fungsi mengikat, akan berkurang obyektivitasnya
peradilan yang dijalankan oleh Bawaslu. jika putusan itu dipengaruhi oleh pendapat
Fungsi peradilan yang dijalankan seperti anggota Bawaslu yang datang dari luar
melaksanakan sidang, menggelar perkara, persidangan. Padahal, semua putusan
mendengar keterangan saksi dan ahli, pengadilan—termasuk bawaslu yang
menilai alat bukti, hingga memutus memiliki fungsi peradilan—harus murni
perkara yang putusannya bersifat final dan berpijak pada bukti-bukti persidangan.

66 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 66 11/29/18 9:35 AM


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Desi. (2000). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta. Gramedia Pustaka
Utama.
Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Fachrudin, Achmad. (2013). Mengawasi Pemilu Memperkuat Demokrasi. Jakarta:
Garmedia Utama Publishindo.
Hadi, Sutriono. (1984). Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikolog UGM.
Sangadji. (2003). Kompetensi Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha
Negara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sulistiyono, Adi dan Isharyanto. (2018). Sistem Peradilan di Indonesia Dalam Teori
dan Praktik. Jakarta, Kencana.
Suyasubrata, Sumadi. (1989). Metodologi Penelitian. Jakarta: CV Rajawali Press.
UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu
Yulikhasan, Eri. (2016). Keputusan Diskresi dalam Dinamika Pemerintahan (Aplikasi
dalam PTUN). Yogyakarta: Deepublish

Abdul Waid 67

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 67 11/29/18 9:35 AM


68 Jurnal Adhyasta Pemilu

01 JURNAL BAWASLU 2018 REV 1.indd 68 11/29/18 9:35 AM

Anda mungkin juga menyukai