Anda di halaman 1dari 14

MENATA ULANG PEMILUKADA

MENUJU TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAERAH


DEMOKRATIS, AKUNTABEL, DAN BERKELANJUTAN1

REFORMULATING DIRECT LOCAL ELECTIONS TO ACHIEVE A


DEMOCRATIC, ACCOUNTABLE AND SUSTAINABLE
LOCAL GOVERNANCE
Kurniawati Hastuti Dewi

Peneliti Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia


Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta
E-mail: kurniawatihastutidewi@gmail.com
Diterima: 30 Juli 2015; direvisi: 26 September 2015; disetujui: 30 Oktober 2015

Abstract

This research formulated a better model of direct local elections for Indonesia. Based on the depth findings
of three series of researches (2012, 2013, 2014) on direct local elections under Law No. 32/2004, this research
recommended the “asymmetrical” direct local elections model in which direct local elections shall be varied in level
depends on the quality of human development index and regional budget capacity. This research also suggested
regulative and technical interventions to achieve democratic, accountable and sustainable direct local elections.

Keywords: direct local elections, assymmetrical, local government.

Abstrak

Penelitian ini merumuskan model penataan ulang Pemilukada yang tepat bagi Indonesia. Atas dasar berbagai
temuan empiris evaluasi format Pemilukada dibawah UU No. 32/2004 selama tiga tahun berturut-turut (2012,
2013, 2014) penelitian ini merekomendasikan Pemilukada “asimetris” dimana Pemilukada dilaksanakan bervariasi
levelnya tergantung kemampuan sumber daya manusia dan kemampuan keuangan daerah. Selain itu, penelitian
ini merekomendasikan berbagai intervensi regulative dan teknis untuk menata ulang Pemilukada yang demokratis,
akuntabel, berkelanjutan.

Kata Kunci: pemilihan langsung kepala daerah (pemilukada), asimetris, pemerintahan daerah.

Pendahuluan daerahnya tanpa melalui Dewan Perwakilan


Pasal 56 UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Rakyat Daerah (DPRD) sebagaimana ditetapkan
Daerah memperkenalkan mekanisme pemilihan UU No. 22/1999. Pemilukada diharapkan akan
kepala daerah secara langsung (selanjutnya meningkatkan partisipasi masyarakat, supaya
disingkat Pemilukada) di tingkat provinsi menghasilkan kepala daerah yang aspiratif
maupun kabupaten/kota. Melalui Pemilukada, dan memiliki komitmen kuat meningkatkan
masyarakat lokal memilih sendiri kepala kesejahteraan masyarakat.

1
Tim Peneliti terdiri dari: Dr. Kurniawati Hastuti Dewi (koordinator), Prof. Dr. Indria Samego, Dra. Sri Nuryanti, MA., Drs. Afadlal,
MA., Pandu Yusina Adaba S.Ip., Nyimas Latifah Letty Aziz, SE, MSc.

Menata Ulang Pemilukada ... | Kurniawati Hastuti Dewi | 105 


Sebagai perwujudan dari amanat Undang- Masyarakat seperti Perludem, 8 mendukung
Undang di atas, sejak 1 Juni 2005 hingga 6 Pemilukada karena pemilihan kepala daerah
Agustus 2013, telah berlangsung 954 Pemilukada secara langsung di provinsi maupun kabupaten/
di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.2 Kini kota selaras dengan sistem presidensial.
setelah lebih kurang sembilan tahun implementasi Sementara itu, pemerintah memiliki pendapat
Pemilukada, memang berbagai dampak positif berbeda bahwa pemilihan kepala daerah secara
dirasakan. Sebagai contoh, Kementerian Dalam langsung tidak bisa disebut sebagai satu-satunya
Negeri memberikan Innovation Government format pemilihan yang “demokratis”. Karena jika
Award (IGA) atau Penghargaan Pemerintah kata “demokratis” dalam Perubahan II Undang-
Daerah Inovatif untuk Pemerintah Daerah Undang Dasar Negara Republik Indonesia
khususnya kabupaten/kota yang melakukan 1945 pasal 18 ayat (4) hanya dimaknai sebagai
inovasi dalam rangka memajukan daerah pemilihan secara langsung semata, bertentangan
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. 3 dengan konstitusi karena pasal 18B ayat 1 UUD
Hal yang serupa juga diberikan lembaga 1945 menghormati keragaman, kekhususan,
nonpemerintah misalnya, The Jawa Pos Institute dan keistimewaan daerah-daerah di Indonesia
of Pro-Otonomi (JPIP) menganugerahkan dalam bingkai negara kesatuan, yang melahirkan
Otonomi Award setiap tahun bagi kabupaten/ desain pemilihan kepala daerah sebagai pilkada
kota yang berprestasi.4 Meskipun menunjukkan “asimetris” sebagaimana terjadi di Provinsi
keberhasilan, Pemilukada belum dapat dikatakan Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa
sepenuhnya sukses. Menurut data Dirjen Aceh, dan Provinsi Papua Barat.9
Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Di antara pro dan kontra mengenai
Republik Indonesia, sampai dengan tahun 2013, Pemilukada di provinsi maupun kabupaten/
terdapat 954 pasangan kepala daerah baik di kota, tim kajian Pemilukada Pusat Penelitian
provinsi maupuan kabupaten/kota yang terpilih, Politik LIPI memposisikan untuk mendukung
namun kemudian terjerat permasalahan hukum.5 pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara
Pada tataran legislatif, sekitar 2000 anggota langsung (Pemilukada) baik di provinsi maupun
DPRD harus berurusan dengan hukum.6 kabupaten/kota. Posisi ini didasari oleh hasil
Dalam perkembangannya, Pemilukada kajian empiris selama dua tahun berturut-turut.
menjadi polemik yang mengerucut pada pro dan Kajian tahun pertama (2012) fokus pada evaluasi
kontra. Para akademisi7 dan Lembaga Swadaya format Pemilukada di tingkat kabupaten/kota,
yang menghasilkan indikasi perlunya Pemilukada
2
Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, MA, Dirjen Otonomi asimetris di tingkat kabupaten/kota dengan
Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat
“Dinamika Dan Ekses Pilkada Langsung,” Makalah
disampaikan dalam FGD tim Pemilukada, 26 Agustus 2013 di
LIPI Jakarta, tanpa hlm.
Langsung,“ Makalah disampaikan pada Focus Group
3
Kemendari, University Network for Governance Innovation, Discussion (FGD), “Evaluasi Format Pilkada”, diselenggarakan
“Innovation Government Award,” http://igi.fisipol.ugm.ac.id/ oleh Pusat Penelitian Politik (P2P), Lembaga Ilmu Pengetahuan
index.php/id/innovation-government-award, diakses pada Indonesia (LIPI), Jakarta, 4 April 2013; Reza Syawawi dan
tanggal 24 Januari 2014. Khoirunnisa Nur Agustyati, “Membunuh Demokrasi Lokal:
Mengembalikan Pemilihan Gubernur Kepada DPRD Provinsi,”
4
The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP), University hlm. 16.
Network for Governance Innovation, http://igi.fisipol.ugm.
ac.id/index.php/id/jpip-otonomi-awards, diakses pada tanggal
8
Titi Anggraini dkk, Menata Kembali Pengaturan Pemilukada
24 Januari 2014. (Jakarta: Perludem, 2011), hlm. 24. Posisi Perludem didasarkan
argumen Jimly Asshiddiqie bahwa ketentuan pasal dalam
5
Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, MA., Dirjen Otonomi konstitusi harus dimaknai sejalan dan tidak boleh bertentangan,
Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, maka kata “demokratis” dalam pasal 18 ayat (4), harus sejalan
“Dinamika Dan Ekses Pilkada Langsung,” tanpa hlm. dengan amandemen III UUD 1945 pasal 6A ayat (1) yang
berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
6
Robert Endi Jaweng, “Korupsi dan Revisi UU Pemda,” Media pasangan secara langsung oleh rakyat”.
Indonesia, 24 Januari 2014, http://www.kppod.org/index.php/
en/berita/berita-media/261-korupsi-dan-revisi-uu-pemdac, 9
Pendapat Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, MA., Dirjen
diakses pada tanggal 27 Januari 2014. Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik
Indonesia, “Dinamika Dan Ekses Pilkada Langsung,” tanpa
7
Sebagai contoh Hasyim Asy’ari, “Mempertahankan Pilkada hlm.

106 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 12 No. 2 Desember 2015 | 105–118  


setempat.10 Kajian tahun kedua (2013) fokus dipertimbangkan di dalam menyusun desain
pada evaluasi format Pemilukada di tingkat Pemilukada. Hal inilah yang menjadi fokus kajian
provinsi, yang salah satunya menemukan tahun ketiga ini, di mana tim berusaha menata
permasalahan mendasar mengenai desain dan merekomendasikan model Pemilukada di
institusional Pemilukada di dalam UU No. kabupaten/kota dan provinsi yang tepat untuk
32/2004 yang menggunakan model simetris Indonesia.
yaitu menyeragamkan kebijakan Pemilukada
untuk semua provinsi dan kabupaten/kota di Filosofi Pemilukada
Indonesia. Padahal kondisi setiap daerah dari segi
Logika sederhana dibalik pengenalan mekanisme
kemampuan sumber daya manusia dan keuangan
Pemilukada adalah bahwa, mekanisme
daerah tidak merata, sehingga mengakibatkan
Pemilukada diharapkan akan meningkatkan
pelaksanaan dan hasil Pemilukada diliputi
partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam
berbagai masalah.11 Salah satu hasil kajian
proses politik di daerah yang demokratis
tahun kedua (2013) adalah memetakan kesiapan
dalam menentukan kepala daerahnya supaya
provinsi dalam melaksanakan Pemilukada
menghasilkan pemerintah daerah yang aspiratif
berdasarkan kemampuan sumber daya manusia
dan memiliki komitmen kuat meningkatkan
(Indeks Pembangunan Manusia) dan kemampuan
kesejahteraan masyarakat. Ada harapan akan
keuangan daerah dari Level I s/d Level VI,12
adanya timbal balik positif antara peningkatan
kemudian merekomendasikan model Pemilukada
partisipasi politik masyarakat melalui Pemilukada
asimetris di tingkat provinsi.13 Melalui dua tahun
dengan perubahan kinerja pemerintah daerah
kajian berturut-turut ini, tim berpendapat bahwa
yang lebih baik.14 Jadi, secara ideal Pemilukada
menelaah Pemilukada tidak cukup menggunakan
dilihat sebagai mekanisme yang memungkinkan
pendekatan politik semata, tetapi perlu
tercapainya kesejahteraan masyarakat secara
pendekatan menyeluruh mempertimbangkan
efektif dan cepat, dibandingkan misalnya
aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat
mekanisme pemilihan kepala daerah melalui
setempat. Persoalannya adalah, dalam UU
DPRD.
No.32/2004, aspek sosial, ekonomi, budaya
sebagai fakta keragaman daerah ini tidak Amandemen III UUD 1945 pasal 6 ayat (1)
UUD 1945 menyatakan “Presiden dan wakil
10
Tim Penelitian Pemilukada Pusat Penelitian Politik LIPI (Prof. presiden dipilih dalam satu pasangan secara
Dr. Indria Samego, Dra. Sri Nuryanti, MA., Dr. Tri Ratnawati, langsung oleh rakyat”, menggantikan UUD
Drs. Afadlal, MA, Pandu Yusina Adaba S.Ip., Dini Suryani
S.Ip), “Evaluasi Praktik Pemilukada Langsung di Kabupaten/ 1945 sebelum amandemen yang memberikan
Kota dan Beberapa Usulan Penyempurnaan ke Depan,” kewenangan pada MPR untuk memilih presiden
Executive Summary, Jakarta, 2012. dan wakil presiden. Dari sini, nampak jelas
Tim Penelitian Pemilukada Pusat Penelitian Politik LIPI (Dr.
11 adanya konsistensi tiap pasal dalam UUD 1945
Kurniawati Hastuti Dewi, Prof. Dr. Indria Samego, Dra. Sri hasil amandeman III, untuk memperkuat sistem
Nuryanti, MA., Drs. Afadlal, MA., Pandu Yusina Adaba S.Ip.,
Dini Suryani, S.Ip), Evaluasi Format Pemilukada Menuju
pemerintahan presidensial. Dalam kerangka
Pemerintahan Daerah yang Baik dan Efektif di tingkat Provinsi, itulah, upaya penataan Pemilukada yang akan
Policy Paper, Pusat Penelitian Politik LIPI, Jakarta, 2013, dilakukan oleh tim peneliti berpijak pada
belum diterbitkan.
memperkuat sistim pemerintahan presidensial.
12
Lihat Kurniawati Hastuti Dewi, “Pemilihan Kepala Daerah Oleh karena pemilihan presiden telah diserahkan
Provinsi: Perubahan, Kesinambungan dan Pemetaan Kesiapan langsung kepada rakyat sebagai pemilik
Daerah,” dalam Kurniawati Hastuti Dewi (Ed.), Evaluasi
Format Pemilukada Menuju Pemerintahan Daerah yang kedaulatan tertinggi, maka jabatan-jabatan
Baik dan Efektif di tingkat Provinsi, Laporan penelitian tim dibawahnya termasuk kepala daerah provinsi dan
Pemilukada, Pusat Penelitian Politik LIPI, Jakarta, 2013, tanpa
kabupaten/kota sebagai kepala daerah otonom,
hlm (belum diterbitkan).
yang memperoleh kewenengan oleh konstitusi,
13
Kurniawati Hastuti Dewi, dkk, “Kesimpulan dan sebaiknya dipilih langsung oleh rakyat.
Rekomendasi,” dalam Kurniawati Hastuti Dewi (Ed.), Evaluasi
Format Pemilukada Menuju Pemerintahan Daerah yang Baik
dan Efektif di tingkat Provinsi, Laporan penelitian tim Penelitian 14
Vedi R. Hadiz, Localising Power in Post-Authoritarian
Pemilukada, Pusat Penelitian Politik LIPI, Jakarta, 2013, tanpa Indonesia: A Southeast Asia Perspective (Stanford California:
hlm. (belum diterbitkan). Stanford University Press, 2010), hlm. 121.

Menata Ulang Pemilukada ... | Kurniawati Hastuti Dewi | 107 


Jadi, filosofi pemilihan kepala daerah secara di Aceh dan Papua. Kedua, model asimetrisme
langsung di kabupaten/kota dan provinsi adalah yang didasarkan pada kekhasan daerah berbasis
untuk mendudukkan satuan pemerintah daerah sosio-kultural seperti di Daerah Istimewa
pada posisi yang kuat sebagai salah satu bagian Yogyakarta. Ketiga, model asimetrisme yang
struktur ketatanegaraan dalam Negara Kesatuan didasarkan kekhasan daerah berbasis geografis-
Republik Indonesia yang memperoleh legitimasi strategis misalnya di daerah perbatasan seperti
dari konstitusi (bukan pemberian dari pemerintah di Kalimantan Barat, Papua, Kepulauan Riau.
pusat), supaya dapat menghasilkan gubernur, Keempat, model asimetrisme yang didasarkan
bupati, dan walikota yang bekerja sepenuhnya pada kekhasan daerah berbasis potensi dan
bagi kesejahteraan rakyat. Selain menjaga dan pertumbuhan ekonomi seperti di Papua, Aceh,
memperkuat sistem pemerintahan presidensial. Kalimantan Barat, Batam, Jakarta. Kelima,
Bagian berikutnya akan memaparkan dan model asimetrisme berbasis tingkat akselerasi
menegaskan konsep mengenai pemilihan kepala pembangunan dan kapasitas governability seperti
daerah secara langsung dengan model ‘asimetris’ di Papua. 17
yang digagas oleh tim peneliti Pemilukada LIPI. Asimetrisme yang diusulkan tim peneliti
Asimetri ideal menurut Tarlton dalam Pemilukada LIPI adalah menyangkut desain
sistem federal merupakan kondisi unit politik pemilihan kepala daerah secara langsung.
yang memiliki perbedaan perhatian, karakter, Asimetris yang dimaksud di sini bukan atas
yang eksis dan meliputi komunitas secara dasar konstitusi (de jure) seperti pasal 18B ayat
keseluruhan. 15 Pengertian tentang desentralisasi 1 UUD 1945 yang menghormati keragaman,
asimetris lainnya dikemukakan oleh Jennie kekhususan, dan keistimewaan daerah-daerah
Litvack, Junaid Ahmad, Richard Bird dari the di Indonesia dalam bingkai NKRI, sehingga
World Bank yang mengatakan bahwa perbedaan memberikan keistimewaan dalam mekanisme
ekonomi, demografi, dan kondisi sosial Pemilukada Langsung di Daerah Istimewa Aceh,
dalam daerah-daerah tertentu mengakibatkan Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua
kebijakan politik atau desentralisasi yang “satu Barat, dan DKI Jakarta. Pemilihan kepala daerah
ukuran untuk semua” (one size fits all) tidak secara langsung dengan model asimetris, usulan
mungkin diterapkan. Oleh karena itu ,untuk tim peneliti Pemilukada LIPI, didasarkan pada
mengakomodasi kebutuhan yang berbeda-beda fakta kondisi daerah (de facto) yang dapat dilihat
itu diperlukan kebijakan, khususnya dalam hal dari aspek sosial berupa kemampuan sumber
desentralisasi dengan prinsip desentralisasi daya manusia daerah yang tercermin dari Indeks
asimetris yaitu yang memperlakukan unit yang Pembangunan Manusia (angka harapan hidup,
berbeda (kondisinya) secara berbeda pula untuk angka melek huruf, pendikan), ekonomi yang
mencapai tujuan yang sama.16 tercermin dari kemampuan keuangan daerah, dan
Kajian dari Jurusan Politik dan Pemerintahan memperhatikan aspek budaya.
Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebutkan Kajian tim peneliti Pusat Penelitian Politik
setidaknya lima model yang menjadi basis LIPI mengenai evaluasi format Pemilukada di
asimetrisme yang dipraktikkan di Indonesia. kabupaten/kota dan provinsi selama dua tahun
Pertama, model asimetrisme yang didasarkan berturut-turut tersebut memiliki benang merah
pada kekhasan daerah karena faktor politik yang sama yaitu: bahwa setiap daerah memiliki
terkait sejarah konflik yang panjang misalnya kekhasan baik dari segi sosial budaya, sumber
daya manusia, maupun kemampuan keuangan
Charles D. Tarlton, “Symmetry and Assymetry as Element of
15 daerah yang harus dipertimbangkan masak-
Federalism: A Theoretical Speculation”, the Journal of Politics, masak dalam membuat desain Pemilukada
Vol. 27 (1965): 869. yang paling tepat dengan keragaman kondisi
16
Jennie Litvack, Junaid Ahmad, Richard Bird, “Rethinking Indonesia. Maka, pemilihan kepala daerah
Decentralization in Developing Countries”, The World
Bank Sector Studies Series, September 1998, http:// 17
Tim Peneliti Jurusan Politik dan Pemerintahan UGM,
internationalbudget.org/wp-content/uploads/Rethinking- Laporan Akhir Desentralisasi Asimetris Yang Menyejahterakan:
Decentralization-in-Developing-Countries.pdf, diakses pada Aceh dan Papua (Yogyakarta: Jurusan Politik dan Pemerintahan
tanggal 10 April 2014, hlm. 23. Universitas Gadjah Mada, 2012), hlm. 9-10.

108 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 12 No. 2 Desember 2015 | 105–118  


secara langsung dengan model asimetris, usulan negara yang melanggar hukum. 20 Menurut
tim peneliti Pemilukada LIPI, didasarkan pada O’Donnel, jika akuntabilitas keterpilihan
fakta kondisi daerah (de facto) yang dapat dilihat vertikal mutlak ada dalam sebuah sistim
dari aspek sosial berupa kemampuan sumber demokrasi, maka akuntabilitas masyarakat dan
daya manusia daerah yang tecermin dari Indeks akuntabilitas horizontal sangat beragam kondisi
Pembangunan Manusia (angka harapan hidup, dan kefektifitasannya, misalnya satu masyarakat
angka melek huruf, pendikan), ekonomi yang bisa saja tidak memiliki karakter yang kritis
tecermin dari kemampuan keuangan daerah, dan dibarengi dengan kondisi kelembagaan negara
memperhatikan aspek budaya. Hal ini karena yang lemah, sehingga dapat dikategorikan
kualitas demokrasi langsung seperti halnya sebagai demokrasi dengan mutu rendah (“low-
pemilihan kepala daerah, tidak saja ditentukan quality democracy”).21
oleh kualitas politik (“quality of politics”) Jadi, menurut tim peneliti LIPI Pemilukada
tetapi juga oleh kualitas masyarakat (“quality harus dilaksanakan dengan memperhatikan
of society”) sebagaimana ditegaskan oleh David kualitas sumber daya manusia di daerah yang
F.J. Campbell.18 tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia
O’Donnel (2004) menegaskan pandangannya, yang merupakan indeks komposit kombinasi
bahwa salah satu komponen penting bahkan dari tiga komponen yaitu: Angka Harapan
sangat dasar dari demokrasi, yang selama ini Hidup, Pengetahuan yang diukur melalui
kerap diabaikan orang adalah, manusia dalam hal Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Sekolah,
ini warga negara sebagai agen (agency); dimana serta pendapat atau Standar Hidup Layak yang
O’Donnel percaya ada hubungan erat antara diukur dari Pengeluaran Perkapita. Untuk
demokrasi, pembangunan manusia (Human mengukur kemampuan keuangan daerah dapat
Development), dan hak asasi manusia (Human dilihat dari ‘rasio ketergantungan daerah’ yang
Rights).19 O’Donnel menegaskan bahwa dalam ditunjukkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah
sebuah sistim demokrasi, penguasa harus dapat (PAD) terhadap total pendapatan dan rasio dana
memenuhi tiga macam akuntabilitas. Pertama, transfer terhadap total pendapatan: semakin besar
akuntabilitas keterpilihan vertikal (“vertical angka rasio PAD terhadap total pendapatan,
electoral accountability”) dihasilkan dari maka ketergantungan daerah semakin kecil;
pemilihan umum yang jujur dan institusional dan semakin besar angka rasio dana transfer
dimana warga negara dapat berpindah partai terhadap total pendapatan maka semakin besar
politik dan memilih pejabat pemerintah. tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan
Kedua, akuntabilitas masyarakat (“societal pihak eksternal.22 Tabel 1. memperlihatkan
accountability”) dimana warga negara atau hasil simulasi level kesiapan provinsi dalam
kelompok warga negara dapat menempuh melaksanakan Pemilukada berdasarkan IPM dan
jalur hukum untuk mendesak negara agar kemampuan keuangan daerah.
mampu mencegah, mengatasi dan menghukum
pejabat publik yang melanggar hukum.
Ketiga, akuntabilitas horizontal (“horizontal
accountability”) dimana terdapat lembaga
negara yang memiliki kewenangan mencegah,
mengatasi, dan menindak pejabat atau lembaga
20
Guillermo A. O’Donnell, “Why the Rule of Law,” Journal
18
David F.J. Campbell, 29 September 2008, http://www. of Democracy, Vol. 15, No. 4, Oktober 2004, hlm. 37, http://
democracyranking.org/downloads/basic_concept_democracy_ muse.jhu.edu/journals/jod/summary/v015/15.4odonnell.html,
ranking_2008_A4.pdf, diakses pada tanggal 11 Oktober 2013), diakses pada tanggal 14 Oktober 2013.
hlm. 35.
21
Ibid.
19
Guillermo O’Donnell, “Human Development, Human Rights,
and Democracy,” dalam Guillermo O’Donnell, Jorge Vargas 22
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat
Cullell, Osvaldo M. Iazzetta (Eds.), The Quality of Democracy Jenderal Perimbangan Keuangan, Deskripsi dan Analisis APBD
Theory and Applications, (USA: University of Notre Dame 2013 (Jakarta: Kementerian Keungan Republik Indonesia,
Press, 2004), hlm. 9-10. 2013), hlm. 35.

Menata Ulang Pemilukada ... | Kurniawati Hastuti Dewi | 109 


Tabel 1. Peta Kesiapan Provinsi dalam Melaksanakan Pemilukada
Kategori Provinsi Kesiapan
IPM TINGGI Kemampuan DKI Jakarta, Sumatera Utara, LEVEL I
Keuangan KUAT Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bisa dilakukan Pemilukada
Riau, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
Kalimantan Timur, Bali.
IPM TINGGI Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, LEVEL II
Kemampuan Keuangan Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, Bisa dilakukan Pemilukada
LEMAH Jambi, Bengkulu
IPM SEDANG Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, LEVEL III
Kemampuan Keuangan KUAT Kalimantan Barat, Kalimantan Bisa dilakukan Pemilukada
Selatan, Sulawesi Selatan, Banten
IPM SEDANG Aceh, Papua Barat, Sulawesi Barat, LEVEL IV
Kemampuan Keuangan Gorontalo, Maluku, Sulawesi Bisa dilakukan Pemilukada tetapi
LEMAH Tenggara, Sulawesi Tengah kemungkinan banyak masalah muncul
IPM RENDAH Maluku Utara, Papu, Nusa Tenggara LEVEL V
Kemampuan Keuangan Timur, Nusa Tenggara Barat Bisa dilakukan Pemilukada tetapi perlu
LEMAH asistensi teknis di beberapa aspek dari
pemerintah pusat

Sumber: dibuat oleh tim peneliti dengan mengolah data dasar Peta Kemampuan Sumber Daya Manusia Provinsi
dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (2012), dan Grafik Rasio Ketergantungan Pemerintah Provinsi (2013),
yang sudah disajikan lebih dahulu.

Menata Sistem Pemilukada Proses Pemilukada


Untuk mengatasi pelbagai permasalahan yang Secara teoritik, Pemilukada merupakan kompetisi
terjadi dalam penyelenggaraan pemilukada politik di tengah masyarakat. Persaingan partai
langsung, maka yang diperlukan adalah atau gabungan partai memperebutkan posisi
adanya intervensi atas sistem penyelenggaraan kepala daerah tentu harus mencerminkan
pemilukada yang selama ini dilaksanakan. Oleh interaksi kelompok sosial. Politik kepartaian tentu
karena itu, diperlukan intervensi yang sifatnya dengan sendirinya mencerminkan perbedaan
regulatif dan sifatnya teknis. Intervensi regulatif orientasi basis sosial pendukung. Sesuai prinsip
diperlukan untuk memberikan masukan dan/atau keterwakilan masyarakat di dalam organisasinya,
perubahan atas klausul di dalam UU dan/atau kelompok sosial jelas harus mendukung politik
pengaturan lainnya agar proses penyelenggaraan kepartaian tertentu. Hubungan partai dan basis
pemilukada langsung dapat terselenggara dengan sosial tidak harus permanen. Sebagai suatu
demokratis, akuntabel dalam prosesnya dan pengelompokan warga negara, partai mewakili
berkelanjutan dalam hal programatik dari hasil perilaku politik masyarakat. Di satu pihak,
pemilukadanya. partai memiliki identitas organisasional yang
Sedangkan intervensi teknis merupakan mewakili cita-cita dan aspirasi masyarakat. Di
dokumen penunjang dan teknis penyelenggaraan pihak lain, masyarakat memiliki identifikasi kuat
yang akan menghasilkan Kepala Daerah yang dengan organisasinya. Hubungan timbal balik
tidak tersangkut masalah hukum, mempunyai yang cenderung bersifat saling memperkuat ini
kapabilitas untuk menjadi pemimpin daerah dan terjadi ketika partai mulai berhasil melakukan
mempunyai integritas yang tinggi. institusionalisasi organisasi di masyarakat.

110 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 12 No. 2 Desember 2015 | 105–118  


Tabel 2. Intervensi Regulatif

No Tahapan Permasalahan Solusi


1 Pra Tahapan: Masa Akhir Kadang terjadi politisasi karena tergantung KPU tidak dibebani keharusan untuk
Jabatan Kepala Daerah dengan DPRD. menunggu terlaksananya sidang
DPRD.
2 Anggaran Pemilukada Tarik ulur dengan Pemda terkait Agar tidak menjadi lahan politisasi
sebaiknya dari APBN penyediaan anggaran Pemilukada. dan tarik ulur antara Pemda dengan
KPU.
3 Pembentukan badan Menunggu anggaran/belum disetujuinya Anggaran diambilkan dari APBN,
pelaksana Pemilukada anggaran/belum ada hibah. tidak perlu hibah.
4 Pembuatan Daftar Bermasalah apabila tidak ada kerjasama Pemutakhiran terus menerus dan
Pemilih pada Pemilukada dan sinkronisasi data dari berbagai penyandingan data dari sumber lain.
sumber. Susah mendapatkan data yang
mutakhir, komprehensif dan akurat.
5 Tahap Pencalonan: Dukungan ganda, status legal formal partai Ketentuan Undang-undang tentang
Pemenuhan syarat politik, konflik kepemimpinan pada partai partai politik yang boleh
pencalonan politik atau pemenuhan dukungan mencalonkan adalah partai politik
perseorangan. yang mempunyai kedudukan hukum
yang sah dari Kemenkumham.
6 Tahap Pencalonan: Pemenuhan syarat pendidikan minimal Pendidikan menjadi minimal
Pemenuhan Syarat Calon setingkat SMA; soal ketentuan tidak setingkat sarjana dan mempunyai
pernah dijatuhi pidana dengan ancaman ketrampilan di bidang tatakelola atau
pidana minimal 5 tahun; terkait verifikasi manajemen yang dibuktikan dengan
atas persyaratan bahwa calon mengenal sertifikat atau keterangan lain.
daerahnya dan dikenal masyarakat; terkait Calon yang sedang berperkara
penyerahan daftar kekayaan pribadi dan hukum, tidak diperbolehkan
bersedia diumumkan; dengan posisi mencalon menyampaikan naskah
incumbent . akademis dan naskah usulan
program RPJMD. Pelaporan
kekayaan, dilampiri dengan
ditandatanganinya pakta integritas
dan pernyataan siap diaudit apabila
diperlukan untuk pengawasan
penggunaan anggaran negara.
Adanya mekanisme untuk tidak
dimanfaatkannya birokrasi dan
fasilitas negara untuk keperluan itu.
7 Kampanye Penggunaan fasilitas negara dan Penegasan mengenai mekanisme
pengerahan birokrasi. yang tidak memberi peluang
penggunaan fasilitasi daerah/negara
oleh incumbent yang mengatur
tentang batas frekuensi maksimal
yaitu sekali saja.
8 Pemungutan dan Menjajagi kemungkinan digunakannya e Ketentuan UU tentang penggunaan
Penghitungan Suara voting dan atau e counting technology. TI.
9 Penyelesaian sengketa Jalur sengketa tidak satu pintu. Ketentuan final dan mengikat,
pemilukada keputusan lembaga hukum lain, tidak
berpengaruh terhadap keputusan.

Sumber: dirumuskan oleh tim peneliti.

Menata Ulang Pemilukada ... | Kurniawati Hastuti Dewi | 111 


Tetapi, Pemilukada telah menampilkan terutama di daerah miskin. Masyarakat terpaksa
politik kepartaian menurut versinya sendiri. menjual suara politik untuk keuntungan sesaat.
Partai belum berhasil menggerakkan “auto Tidak dapat diketahui secara pasti apakah
activiteit, rakyat menentukan nasibnya sendiri, Pemilukada yang melibatkan masyarakat dalam
memperbaiki nasibnya sendiri.” 23 Kesadaran pemilihan kepala daerah secara langsung telah
masyarakat tentang pembentukan pemerintahan membangun kesadaran tentang penggunaan
daerah dan pengawasannya masih belum kuat. hak pilih secara rasional. Hal ini karena pemilih
Partai berjalan sendiri dan masyarakat masih sering masih dipengaruhi oleh pertimbangan
menenggangnya. primordialisme dan parokhialisme. Penggunaan
Calon kepala daerah berkampanye dengan hak pilih tentu harus menegakkan moralitas
memanfaatkan tokoh kharismatik. Partai yang damai. Tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa
berafiliasi kepadanya akan membangkitkan Pemilukada masih melibatkan sumber kekerasan,
semangat massa untuk memenangkan calon, yaitu ikatan primordial. 24
sambil melakukan konsolidasi organisasi.
Meskipun tidak banyak memuji tokoh tersebut, Hasil Pemilukada: Kelebihan dan
calon berharap mendapatkan dukungan Kekurangan Pemilukada
suara pemilih yang mengaguminya. Partai
Meskipun sudah hampir sepuluh tahun berjalan,
mengaktualisasikan cita-citanya dan calon berjanji
Pemilukada yang diharapkan sebagai perwujudan
mewarisi kebajikannya. Selain itu, mobilisasi
demokrasi dirasakan masih sangat jauh karena
massa berjalan dengan membangkitkan aliran
masih tingginya aksi kekerasan massa yang
politik. Untuk mendapatkan basis sosial, calon
jauh dari nilai demokrasi, buruknya pengelolaan
bisa memobilisasi satu atau dua aliran politik,
pemerintahan dan lembaga politik, rendahnya
abangan dan santri. Penggabungan kedua aliran
partisipasi publik, dan masih jauhnya kebebasan
terjadi ketika calon kepala daerah dan calon wakil
sipil dalam berpendapat dan berserikat. Selain
kepala daerah masing-masing mewakili aliran
persoalan tersebut, sistim rekrutmen yang kurang
yang berbeda. Secara umum dapat dikatakan
transparan dan tidak demokratis juga menjadi
bahwa kampanye yang melibatkan partai-partai
alat monopoli partai politik. Tidak hanya itu saja,
nasionalis dan religius tidak jarang memobilisasi
dengan adanya kecurangan-kecurangan money
massa dengan semangat aliran.
politics, black campaign, penggelembungan
Dalam kaitan membujuk pemilih, kampanye suara, pemanfaatan struktur birokrasi, dan
menyediakan panggung perdebatan para calon masih kuatnya politik identitas pada akhirnya
mengenai isu pemerintahan daerah. Massa menghasilkan pemimpin-pemimpin yang korup.
mungkin menilai penampilan dan kecerdasan Akibatnya, berdampak pada menurunnya kualitas
calon. Pendukung bersorak kalau calonnya pelayanan publik sehingga berpengaruh pula
dapat memainkan strategi menjatuhkan lawan pada pelaksanaan tata kelola pemerintahan
debat. Secara umum perdebatan calon masih daerah.
dipandang sebagai sebuah pertandingan, bukan
Berdasarkan pada laporan tim Pemilukada
penajaman perbedaan program. Calon kepala
tahun 2012 dan 2013, kepala daerah terpilih
daerah tampak mengalami kesulitan menegakkan
(gubernur, bupati/walikota) hasil Pemilukada
keadilan dalam penyelenggaraan kampanye.
belumlah tentu menunjukkan kinerja yang baik
Pembatasan biaya pencalonan banyak dilanggar
dan akuntabel. Hal ini dikarenakan banyaknya
karena kuatnya pengaruh politik uang. Dapat
kasus-kasus korupsi yang terjadi yang melibatkan
dipahami, kampanye meliputi pula pemberian
para eksekutif dan legislatif sehingga mereka
uang kepada para pemilih agar seorang calon
terjebak di dalamnya. Sementara masyarakat
dapat unggul dalam kompetisi. Hal ini terjadi
memiliki harapan terhadap kepala daerah

24
Kalangan politisi yang menolak pemilukada dan
23
Terminologi berasal dari Mohammad Hatta, dan menggantikannya dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD
penggunaannya dikaitkan dengan pertumbuhan institusi politik menganggap ancaman kekerasan sosial dan politik masih
lokal otonom. manifest, paling tidak tetap laten.

112 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 12 No. 2 Desember 2015 | 105–118  


terpilih melalui pemilukada sebagai perwujudan dikarenakan kurangnya inisiatif birokrasi dalam
demokrasi untuk menghasilkan pemimpin yang membentuk forum reguler antara pemerintah
berkualitas. dengan masyarakat. Salah satu contohnya terjadi
Masih banyak wilayah-wilayah yang di Provinsi Nusa Tenggara Timur dimana saluran
dianggap belum melaksanakan kebebasan pengaduan untuk masyarakat belum tersedia
demokrasi dalam bidang pemerintahan dan terkait dengan pelayanan pendidikan, kesehatan,
birokrasi. Hal ini terjadi dikarenakan masih dan kemiskinan.
belum adanya transparansi pemerintah terhadap Perlu dipahami bahwa kinerja pemerintahan
dokumen-dokumen publik menyangkut APBD daerah yang buruk terjadi tidak hanya bergantung
dan Perda. Meskipun pemerintah daerah memiliki pada kondisi sosial geografis suatu daerah tetapi
website resmi, namun masyarakat masih kesulitan juga ditentukan oleh kemampuan pemimpinnya.
untuk mengakses data/informasi publik yang Pemimpin (kepala daerah) terpilih diharapkan
dibutuhkan meskipun fitur yang ditampilkan mampu untuk melakukan inovasi-inovasi
tersedia. Selain persoalan keterbukaan informasi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada
publik, lemahnya pengawasan publik dan (sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
partisipasi masyarakat terjadi karena peran kemampuan fiskal daerah). Dengan demikian
DPRD yang dirasakan masih sangat kurang. kepala daerah terpilih sebagai hasil pemilukada
Contohnya masih kurangnya kualitas public diharapkan mampu menciptakan pemerintahan
hearing dan pengaduan masyarakat di DPRD. yang akuntabel.
Partisipasi masyarakat di birokrasi Berikut ini kelebihan dan kekurangan hasil
pemerintahan juga masih rendah sehubungan Pemilukada ditinjau dari aspek demokrasi,
dengan pelayanan dasar di bidang pendidikan, akuntabilitas, dan berkelanjutan:
kesehatan, dan ekonomi. Hal ini terjadi

Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Hasil Pemilukada ditinjau dari Aspek Demokrasi,
Akuntabilitas, dan Berkelanjutan
Aspek Kelebihan Kekurangan Saran
Demokrasi Masyarakat memiliki ruang Proses pemilihan memakan Adanya koreksi dari
demokrasi yang luas untuk biaya tidak sedikit sehingga masyarakat terhadap
memilih kepala daerahnya dikhawatirkan kepala birokrasi pemerintah
sehingga kepala daerah daerah terpilih akan terutama yang terkait
terpilih memiliki legitimasi menyalahgunakan dengan penggunaan
yang kuat dan bertanggung kewenangan anggaran anggaran (APBD), salah
jawab penuh kepada (APBD) untuk menutupi satunya melalui kemudahan
masyarakat. ongkos politik yang sudah dalam mengakses dokumen-
dikeluarkan selama masa dokumen publik.
kampanye.
Apabila konstituen tepat Apabila konstituen keliru Masyarakat harus
memilih kepala daerah memilih kepala daerah melakukan check and
maka program maka program balances dengan adanya
pembangunan akan berjalan pembangunan tidak akan transparansi dan partisipasi
sesuai dengan platform visi berjalan karena masyarakat dalam
dan misi kepala daerah yang kepala daerah terpilih tidak merencanakan dan terlibat
dituangkan dalam RPJMD memiliki kemampuan langsung dalam program-
manajerial yang baik. program pembangunan.
Akuntabilitas Kepala daerah terpilih Kualitas pelayanan publik, Perlunya kontrol atau
memiliki akuntabilitas kesehatan, pendidikan dan pengawasan publik yang
dalam pelayanan publik, perekonomian berkurang ketat dari masyarakat, LSM,
kesehatan, pendidikan dan karena kepala daerah media, dan DPRD baik
perekonomian. terpilih cenderung melalui akses keterbukaan
memenuhi target-target informasi publik maupun
politik tertentu dan melalui laporan
terbukanya peluang korupsi pertanggungjawaban
Menata Ulang Pemilukada ... | Kurniawati kepala| 113 
Hastuti Dewi
melalui APBD. daerah.
Kepala daerah terpilih Kepala daerah terpilih tidak Memilih kepala daerah yang
mampu menciptakan proses mampu menciptakan proses memiliki kemampuan
kerja yang baik, seimbang, kerja yang baik, seimbang, manajerial dan memiliki
maka program maka program balances dengan adanya
pembangunan akan berjalan pembangunan tidak akan transparansi dan partisipasi
sesuai dengan platform visi berjalan karena masyarakat dalam
dan misi kepala daerah yang kepala daerah terpilih tidak merencanakan dan terlibat
dituangkan dalam RPJMD memiliki kemampuan langsung dalam program-
manajerial yang baik. program pembangunan.
Akuntabilitas Kepala daerah terpilih Kualitas pelayanan publik, Perlunya kontrol atau
memiliki akuntabilitas kesehatan, pendidikan dan pengawasan publik yang
dalam pelayanan publik, perekonomian berkurang ketat dari masyarakat, LSM,
kesehatan, pendidikan dan karena kepala daerah media, dan DPRD baik
perekonomian. terpilih cenderung melalui akses keterbukaan
memenuhi target-target informasi publik maupun
politik tertentu dan melalui laporan
terbukanya peluang korupsi pertanggungjawaban kepala
melalui APBD. daerah.
Kepala daerah terpilih Kepala daerah terpilih tidak Memilih kepala daerah yang
mampu menciptakan proses mampu menciptakan proses memiliki kemampuan
kerja yang baik, seimbang, kerja yang baik, seimbang, manajerial dan memiliki
dan profesional sehingga dan profesional sehingga platform visi dan misi yang
mampu memberikan pelayanan publik berkurang. selaras dengan RPJMD dan
pelayanan publik yang RPJPD
maksimal.
Berkelanjutan Kepala daerah terpilih Tidak ada jaminan aspirasi Perlu adanya perbaikan
memberikan ruang bagi dan partisipasi masyarakat mekanisme musrembang
aspirasi dan partisipasi akan menjadi dasar bagi (misalnya: e-musrembang).
masyarakat untuk turut program pemerintah.
serta dalam program
pembangunan.
Kepala daerah terpilih Terpilihnya kepala daerah Perlu dibuat sistem atau
mampu melakukan inovasi- menguntungkan kelompok regulasi investasi yang
inovasi dan membuka ruang pemodal tertentu untuk memihak kepada seluruh
investasi bagi masyarakat. menguasai perekonomian. lapisan masyarakat.

Sumber: dibuat oleh tim peneliti.

Model Pemilukada Kabupaten/Kota Dari dua kesimpulan sebelumnya kita


Beberapa poin kesimpulan pada penelitian tahun dapat melihat ada dua tawaran yang bisa
2013 yang dilakukan oleh tim memperlihatkan diajukan. Pertama, ada daerah-daerah yang
bahwa: Pemilih yang rasional dan otonom di tetap melaksanakan pemilukada langsung
Indonesia dalam konteks Pemilukada masih seperti saat ini, tentunya dengan catatan-catatan
sangat sedikit. Hal ini karena kondisi sosial- perbaikan. Kedua, ada daerah-daerah yang
ekonomi (yang tercermin dari IPM), kelembagaan untuk sementara perlu pendampingan khusus
daerah yang tercermin dalam kemampuan dalam melaksanakan pemilukada langsung
keuangan daerah dan, mempertimbangkan karena peringkat IPM, kondisi sosiokultural dan
kondisi sosial-budaya masyarakat yang beragam kemampuan kelembagaanya belum mencukupi
mengakibatkan derajat dan wujud partisipasi untuk itu. Bagi daerah-daerah yang mendapat
politik masyarakat dalam Pemilukada provinsi pendampingan khusus, periode ini dipandang
yang bervariasi.25 Selanjutnya, masih dari hasil sebagai masa transisi menuju Pemilukada
penelitian tim sebelumnya (2012-2013), terdapat langsung dengan harapan bahwa selama masa
kesimpulan bahwa pemilukada harus tetap transisi tersebut terjadi kenaikan IPM dan
dilanjutkan dengan beberapa catatan perbaikan. kemampuan keuangan daerah.
Pada tahun 2012, tim menelaah beberapa
aspek dalam pemilukada yang menjadi sumber
25
Pada Tahun 2013 Tim P2P LIPI (Kurniawati Hastuti Dewi permasalahan. Pertama, tim menyoroti segi
dkk) Mengadakan penelitian mengenai pemilukada di tingkat aturan Pemilukada yang mencakup beberapa
Provinsi dengan judul: “Evaluasi Format Pemilukada Menuju
Pemerintahan Daerah Yang Baik dan Efektif Di Tingkat
faktor yaitu: syarat pencalonan, syarat calon,
Provinsi”, masih dalam proses cetak. dan dukungan anggaran. Kedua, tim menyoroti

114 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 12 No. 2 Desember 2015 | 105–118  


masalah penyelenggara dimana hal itu terkait pemilukada akan berangsur-angsur dirumuskan,
erat dengan faktor independensi penyelenggara. setelah dilakukan penelitian lanjutan tentang
Ketiga, tim menyoroti penyelenggaraan yang praktik pemilukada di tingkat provinsi. Namun
mencakup masalah ketidaknetralan birokrasi, demikian, hal-hal temuan dalam penelitian
penyusunan daftar pemilih tetap, pencalonan, praktik pemilukada kabupaten/kota ini menjadi
kampanye, pemungutan suara, distribusi logistik, hal yang perlu dibaca kecenderungannya.26
penetapan dan pelantikan calon terpilih, serta Adapun usulan perbaikan terkait dengan
penyelesaian sengketa. Riset pada tahun 2012 masalah yang didapati secara empiris dan
ini belum nenemukan bentuk ideal yang bisa dikaitkan dengan tujuan yang dingin dicapai.
dijadikan model usulan Pemilukada di tingkat Apabila dinarasikan dalam bentuk tabel adalah
kabupaten/kota. Capaian kesimpulan riset sebagai berikut:
pada tahun 2012 adalah: Perbaikan atas format

Tabel 4. Usulan Perbaikan atas Permasalahan Empiris Yang Dihadapi

Masalah Awal Fakta Objektif Analisis Saran


Ketidaknetralan Sudah melalui serangkaian Terjadi ketidakberesan dalam Penegakan hukum yang lebih
penyelenggara proses seleksi yang ketat proses seleksi dan uji tegas dan
pemilukada (KPU dan uji kelayakan meliputi kelayakan. Ketidaknetralan juga memindahkan beban
Kabupaten-Kota) aspek administratif, tes disebabkan oleh tersanderanya pembiayaan Pemilukada dari
tertulis, tes psikologi, tes jalur pendanaan operasional tanggungan pemerintah
kesehatan, tes wawancara. KPU kabupaten/kota oleh daerah ke Pemerintah Pusat
eksekutif
Terjadinya Politik Uang Sudah ada regulasi dan Penegakan hukum pada pelaku Calon kepala daerah diaudit
instrumen yang melarang politik uang kurang maksimal, kekayaannya oleh PPATK dan
dilakukannya politik uang mekanisme pengawasan secara KPK.
operasional kurang maksimal.
Kewenangan Panwas hanya
sebatas menerima laporan.
Partai Politik Menarik Tidak ada jaminan kader Partai kurang mempunyai Partai harus didorong
Uang “Sewa Perahu” asli juga tidak ditarik “uang pendekatan ideologis dalam mengumumkan calon kepala
sewa perahu” oleh partai memilih kandidat. daerah yang akan diusung
pengusungnya. sejak 2 tahun sebelum
didaftarkan.
Selama 2 tahun tersebut
partai dapat meningkatkan
kapasitas calon kepala daerah
yang akan diusungnya
Terjadinya politik Sudah ada berbagai Proses penegakan hukumnya Perlu penguatan aparat
dinasti yang melakukan regulasi yang mengatur yang terlalu lemah jika penegak hukum (Kepolisian,
penyalahgunaan sanksi terhadap berhadapan dengan penguasa. Kejaksaan, Pengadilan, KPK)
kekuasaan. penyalahgunaan
kekuasaan.

Sumber: dibuat oleh tim peneliti.

26
Muridan Widjojo dkk, Evaluasi Praktik Pemilukada di
Tingkat Kabupaten/Kota, Naskah Executive Summary P2P
LIPI, 2012.

Menata Ulang Pemilukada ... | Kurniawati Hastuti Dewi | 115 


Dari pemaparan analisis sebelumnya
kita dapat menyusun model perbaikan dari
pelaksanaan Pemilukada sebelumnya. Model
ini dirancang dengan membagi periodesasi dari
masing-masing proses tahapan.

Tabel 5. Model Perbaikan dari Pelaksanaan Pemilukada


Aspek Saran Tujuan
Rekrutmen Pantitia Seleksi  Pansel harus dipilih dari orang-orang yang  Terciptanya Panitia Seleksi
Penyelenggara benar-benar berintegritas. penyelenggara Pemilukada
 Pemilihan Pansel sedapat mungkin yang netral dan berintegritas
melibatkan unsur-unsur masyarakat secara
representatif.
Rekrutmen Penyelenggara  Dari regulasi yang ada sebelumnya secara  Terciptanya Penyelenggara
legal formal sudah cukup bagus hanya saja Pemilukada yang netral dan
kurang dalam hal penegakan hukum. berintegritas
Pelaksanaan kurang sinkron dengan
regulasinya.
Pendaftaran dan Verifikasi  Verifikasi fisik dokumen syarat administratif  Calon-calon yang bersaing
calon harus diperketat. dalam pemilukada
 Transparansi dokumen syarat administratif merupakan calon-calon
calon : dalam konteks ini supaya masyarakat kepala daerah yang baik.
umum bisa juga melakukan verifikasi dan
segera memberikan laporan bila ada
kejanggalan.
Kampanye  Transparansi sumbangan: penyumbang dan  Tidak terjadi politik uang.
besaran sumbangan harus dilaporkan.
 Pembatasan biaya kampanye dalam konteks
besaran sumbangan maksimal dari tiap
penyumbang.
Pemungutan Suara  Untuk daerah-daerah rawan intimidasi,  Proses Pemungutan suara
manipulasi dan politik uang, perlu ditambah berjalan lancar dan aman
jumlah Panwas.
Penghitungan Suara  Form C1 sebagai basis penghitungan awal di  Tidak ada manipulasi dalam
masing-masing TPS di-upload di web resmi proses penghitungan suara.
KPU. Pengalaman dari pilpres 2014
menunjukkan mekanisme ini cukup efektif
untuk melawan tindak manipulasi dan
penggelembungan suara.
Penetapan Calon Terpilih  Selang waktu antara penghitungan suara  Meminimalisir potensi
dengan penetapan calon terpilih terlalu sengketa/gugatan pasca
pendek untuk antisipasi terjadinya kasus calon terpilih dilantik sebagai
sengketa perolehan suara maupun pidana kepala daerah definitif.
terkait pemilu.
 Terkait dengan hal tersebut, harus dibuatkan
aturan yang mengatur mengenai
pembatalan calon terpilih apabila terbukti
secara hukum melakukan tidak pidana
pemilu.
 Perlu diteliti juga mengenai klausa:
pembatalan calon yang telah dilantik.

Sumber: dibuat oleh tim peneliti.

116 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 12 No. 2 Desember 2015 | 105–118  


Model Pemilukada Provinsi parpol dan calon kepala daerah yang
Berangkat dari pertimbangan pemikiran hendak diusung, serta proses dan
sebagaimana diuraikan sebelumnya, penelitian penentuan hasil Pilkada. Menyadari
ini mengajukan dua skenario Pilkada gubernur karena beragamnya kondisi daerah dan
sebagai berikut: masyarakatnya, bukan mustahil bila
kesiapan yang dimaksud tidak dapat
1. Skenario Optimis.
diwujudkan oleh semua daerah. Untuk
Apabila semua unsur yang diperlukan
itu, langkah yang mesti dilakukan adalah
untuk melaksanakan pilkada secara
menyelenggarakan pilkada gubernur
langsung memang sudah tersedia dengan
secara asimetris. Penyelenggaraan model
baik, maka tak ada salahnya bagi kita
ini, akan sangat memperhitungkan
untuk segera memberlakukan Pilkada
kondisi sosial-ekonomi, sosial-budaya
langsung Gubernur secara nasional.
dan sosial politik dari masyarakat di
Dalam hal ini, tak perlu diperhitungkan
daerah bersangkutan.
betul untuk menyelenggarakan pilkada
secara asimetris. Jika semua daerah sudah
dipandang memiliki kesiapan yang sama, Penutup
maka tidak ada alasan untuk menunda Dalam konteks Indonesia mutakhir, nampaknya,
penyelenggaraan pilkada secara langsung model Pilkada “asimetris” usulan tim peneliti
di seluruh daerah. Untuk itu, baik aturan LIPI itulah yang paling bijaksana. Banyak
penyelenggaraannya maupun lembaga daerah yang sudah mampu melaksanakan
penyelenggara pilkada mesti dirumuskan Pilkada secara normal, namun, ada juga yang
kembali. Tentunya dengan mengingat masih perlu perlakuan khusus. Sebagaimana
sejumlah perbaikan sebagaimana diusulkan oleh penelitian ini pada Laporan
diuraikan sebelumnya. Bahkan, pilkada penelitian 2013 yang lalu, karena berbagai
gubernur tersebut dapat diselenggarakan keragaman daerah, maka nuansa dan praktik
secara serempak bersamaan dengan Pilkada dari satu daerah ke daerah yang lain bisa
penyelenggaraan pilkada bupati berbeda proses dan hasilnya. Ada provinsi yang
walikota, serta Pemilu Legislatif dan tidak memiliki persoalan sama sekali, namun
Pemilu Presiden. Yang diperlukan di sana tak sedikit pula yang masih perlu diperlakukan
tinggal melakukan berbagai penyesuaian secara khusus. Pertimbangan kesiapan sosial
yang bersifat teknis. Misalnya, mengatur politik dan sosial ekonomi, terutama, bisa
agar praktik pilkada yang dimaksud dijadikan ukurannya. Secara politik, masyarakat
tidak merugikan periode pengabdian di daerah bersangkutan, telah menganggap
masing-masing kepala daerah. Mulai bahwa Pilkada Gubernur adalah sebuah agenda
kapan pilkada serempak itu hendak politik biasa yang harus diperlakukan biasa
diadakan?. Dengan cara ini, maka, mulai pula. Memang, saat pilkada terjadi kesibukan
dari aturan pelaksanaan, persiapan partai politik tersendiri di daerah bersangkutan. Namun
dan para calon, pendanaan kampanye, begitu sudah terpilih gubernur dan wakilnya
proses pemilihan serta penentuan hasil yang baru, usai sudah kegiatan politiknya.
pemilihan dapat dilaksanakan pula secara Dari sisi finansial, juga ada provinsi yang
efektif dan efisien, tanpa mencederai memiliki kesiapan memadai. Terutama dalam
demokrasi. kaitannya dengan kemampuan PAD untuk
2. Skenario Realistis. mendukung kegiatan politik serta melaksanakan
Skenario realistis dilakukan untuk pembangunan manusianya. Apabila tingkat
mengantisipasi berbagai kemungkinan Indeks Pembangunan Manusianya (IPM) dari
yang menghambat pelaksanaan Pilkada sebuah propinsi kurang mendukung, maka sudah
Gubernur. Misalnya, kesiapan pemerintah barang tentu, perlu dipikirkan pula dampaknya
pusat dan daerah, pembentukan aturan terhadap pelaksanaan pilkada. Untuk itulah,
pelaksanaan, kesiapan masing-masing

Menata Ulang Pemilukada ... | Kurniawati Hastuti Dewi | 117 


penelitian ini mengusulkan adanya pilkada Tim Penelitian Pemilukada Pusat Penelitian Politik
asimetris di berbagai wilayah Indonesia. LIPI (Dr. Kurniawati Hastuti Dewi, Prof. Dr.
Indria Samego, Dra. Sri Nuryanti, MA., Drs.
Afadlal, MA., Pandu Yusina Adaba S.Ip.,
Daftar Pustaka Dini Suryani, S.Ip). 2013. “Evaluasi Format
Pemilukada Menuju Pemerintahan Daerah yang
Buku Baik dan Efektif di tingkat Provinsi”. Policy
Paper. Jakarta: Pusat Penelitian Politik LIPI.
Anggraini, Titi dkk. 2011. Menata Kembali Pen-
gaturan Pemilukada. Jakarta: Perludem. Tim Penelitian Pemilukada Pusat Penelitian Politik
LIPI (Prof. Dr. Indria Samego, Dr. Muridan
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat
Satrio Widjojo, Dra. Sri Nuryanti, MA., Dr. Tri
Jenderal Perimbangan Keuangan. 2013.
Ratnawati, Drs. Afadlal, MA, Septi Satriani,
Deskripsi dan Analisis APBD 2013. Jakarta:
S.Ip, Pandu Yusina Adaba S.Ip., Dini Suryani
Kementerian Keungan Republik Indonesia.
S.Ip). 2012. “Evaluasi Praktik Pemilukada
O’Donnell, Guillermo. 2004. “Human Development, Kabupaten/Kota.” Executive Summary. Jakarta.
Human Rights, and Democracy,” dalam
Tim Penelitian Pemilukada Pusat Penelitian Politik
Guillermo O’Donnell, Jorge Vargas Cullell,
LIPI (Prof. Dr. Indria Samego, Dra. Sri
Osvaldo M. Iazzetta (Eds.), The Quality of
Nuryanti, MA., Dr. Tri Ratnawati, Drs. Afadlal,
Democracy Theory and Applications. USA:
MA., Pandu Yusina Adaba S.Ip., Dini Suryani
University of Notre Dame Press.
S.Ip). 2012. “ Evaluasi Praktik Pemilukada
Langsung di Kabupaten/Kota dan Beberapa
Jurnal Usulan Penyempurnaan ke Depan.” Executive
O’Donnell, Guillermo A. 2004. “Why the Rule Summary. Jakarta.
of Law”. Journal of Democracy 15(4).
http://muse.jhu.edu/journals/jod/summary/ Surat Kabar dan Website
v015/15.4odonnell.html. Campbell, David F.J. 29 September 2008. http://
Tarlton, Charles D. 1965. “Symmetry and Assymetry www.democracyranking.org/downloads/basic_
as Element of Federalism: A Theoretical concept_democracy_ranking_2008_A4.pdf .
Speculation”. The Journal of Politics, Vol. Jaweng, Robert Endi. 2014. “Korupsi dan Revisi UU
27: 861. Pemda.” Media Indonesia. 24 Januari. http://
www.kppod.org/index.php/en/berita/berita-
Laporan dan Makalah media/261-korupsi-dan-revisi-uu-pemdac.
Djohan, Djohermansyah. “Dinamika Dan Ekses Kemendari, University Network for Governance
Pilkada Langsung.” Makalah disampaikan Innovation. “Innovation Government Award.”
dalam FGD tim Pemilukada, 26 Agustus 2013 http://igi.fisipol.ugm.ac.id/index.php/id/
di LIPI Jakarta. innovation-government-award.
Kurniawati Hastuti Dewi, dkk. 2013. “Kesimpulan Litvack, Jennie., and Junaid Ahmad, Richard
dan Rekomendasi,” dalam Kurniawati Hastuti Bird. 1998. “Rethinking Decentralization in
Dewi (Ed.). Evaluasi Format Pemilukada Developing Countries”. The World Bank Sector
Menuju Pemerintahan Daerah yang Baik dan Studies Series. http://internationalbudget.
Efektif di tingkat Provinsi. Laporan penelitian o rg / w p - c o n t e n t / u p l o a d s / R e t h i n k i n g -
tim Penelitian Pemilukada. Jakarta: Pusat Decentralization-in-Developing-Countries.pdf.
Penelitian Politik LIPI. The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP),
Tim Peneliti Jurusan Politik dan Pemerintahan UGM. University Network for Governance Innovation.
2012. Laporan Akhir Desentralisasi Asimetris http://igi.fisipol.ugm.ac.id/index.php/id/jpip-
Yang Menyejahterakan: Aceh dan Papua. otonomi-awards.
Yogyakarta: Jurusan Politik dan Pemerintahan
Universitas Gadjah Mada.

118 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 12 No. 2 Desember 2015 | 105–118  

Anda mungkin juga menyukai