USULAN
PENELITIAN UNGGULAN PRODI
TIM PENELITI
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pemilihan kepala daerah merupakan salah satu agenda penting dalam kegiatan politik
untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah
meliputi gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota.
Pembahasan Pemilihan Gubernur (Pilgub) semakin signifikan dalam ranah politik lokal, apalagi
jika pembahasan tersebut terkait dengan pemekaran Daerah Otonomi Baru dalam penerapan
sistem pemilihan kepala daerah langsung.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dalam hal ini Pemilihan Gubernur (Pilgub) adalah
hajatan besara kegiatan politik di daerah sejak antusiasisme otonomi daerah di Indonesia yang
memberikan kewenangan secara besar kepada daerah untuk mengelola daerahnya masing-
masing. Pilgub adalah peristiwa politik secara kolektif masyarakat dalam mengambil peran
serta dalam partisipasi politik pilkada. Keterlibatan politik dalam masyarakat dalam pilgub
dalam konteks secara khusus bisa dalam bentuk mobilisasi pemilih. Pilgub secara langsung
merupakan agenda politik local yang penting dan demokratis karena setiap warga Negara
memilih secara langsung siapa pemimpinnya. (Laurensius Sayrani dalam bengkel APPeK,
2008: 127). Lazarsfeld et al. dalam (Arzheimer et al, 2017:243), mengatakan bahwa dalam
pemungutan sura faktor jaringan sosial sangat dipertimbangkan karena proses yang mengarah
pada keputusan memilih saat pemungutan suara mungkin berbeda dengan proses mobilisasi
yang mengarah pada tindakan partisipasi politik lainnya. (Lamabelawa,2017)
Dalam penelitian Muhtadi (2018), disebutkan bahwa beberapa faktor penting dalam
pemilihan kepala daerah tersebut antara lain adalah politik identitas yang terdiri dari agama dan
etnis. Alhasil, analisis variabel yang digunakan dalam penelitian perilaku memilih lebih pada
pendekatan sosio-religius, sosio-kultural, atau sosio-ekonomi (Gaffar, 1992; King, 2003;
Ananta et al., 2004) sebagaimana dikutip dalam Haryanto (2014). Di sisi lain, penelitian ini
menggambarkan bahwa jaringan mobilisasi pemilih sangat berpengaruh dalam menarik
perolehan suara, di samping primordialism etnis yang sudah terbangun sejak lama dan memiliki
ikatan yang kuat dengan masyarakat. Fokus penelitian ini adalah bagaimana primordialisme
etnis Melayu dan jaringan mobilisasi pemilih pada Pemilihan Gubernur Kepulauan Riau tahun
2005-2015. Penelitian ini kelanjutan dari dua penelitian sebelumnya yang membahas perilaku
pemilih etnis melayu pada pilgub Kepri Tahun 2005-2015 dan tahun 2015-2020. Namun, pada
penelitian kali ini penulis ingin melihat bagaimana primordialisme etnis melayu dan jaringan
mobilisasi pemilih dalam Pilgub Kepri tahun 2005-2015?
Pembahasan mengenai isu Politik Identitas Etnis semakin penting dalam ranah politik
lokal, apalagi bila hal itu dikaitkan dengan pembentukan daerah-daerah otonom baru yang
4
terjadi berbarengan dengan pelaksanaan Pilkada1 langsung, hal ini menimbulkan sejumlah
konsekuensi yang sering malah tidak diharapkan (unintended consequences), penyimpangan
dan juga ekses, serta konflik etnis, dan lain-lain. Akibatnya, kian banyak kalangan yang terus
mewacanakan beberapa perubahan yang tentu saja berarti amademen UU No. 32/2004 tersebut.
(Azyumardi, 2010:37). Perubahan politik di Indonesia yang mengalami perkembangan sejak
tahun 2005 dimulainya pilkada provinsi dan kabupaten/kota langsung di Indonesia. Sejak saat
itulah lebih dari tiga dekade dari politik otoriterian (kemapanan) ke sistem yang demokratis
dengan masyarakatnya yang multikultural. Namun hal ini semakin menguatnya semangat
primodialism. Sehingga tidak mengherankan jika di Indonesia hari ini justeru memunculkan
masalah baru dalam aspek keamanan sosial, politik dan budaya masyarakatnya.
Sejak 2005, pemilihan kepala daerah langsung dilakukan di seluruh wilayah Indonesia.
Pemilihan kepala daerah pertama untuk Bupati dan Wakil Bupati dilaksanakan pada bulan Juni
2005, di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sebelumnya, kepala daerah dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun, perubahan ini memperkuat semangat
primordialisme. Tak heran bila isu etnisitas di Indonesia saat ini sangat dominan dalam
pemilihan kepala daerah. Identitas etnis dan citra kandidat kepala daerah yang akan dipilih
merupakan politik identitas yang bagi pemilih menjadi pertimbangan penting dalam perilaku
politik. Menurut Nicholson (2008), politik identitas adalah suatu gerakan politik yang muncul
dan berkembang dari situasi minoritas dan kelompok yang dibedakan oleh mayoritas dalam
suatu komunitas suatu negara. Potensi keberagaman yang merupakan kekuatan untuk
melakukan gerakan politik memunculkan kesadaran komunal sehingga perbedaan identitas
memunculkan kesadaran komunal. Sebagai kekuatan komunal, identitas budaya dalam hal ini
cukup efektif dalam mengikat dan mengintegrasikan diri dalam konstruksi masyarakat yang
berperilaku dengan nilai-nilai.
Di luar negeri, identitas politik dominan di Arab (Ben-Bassat & Dahan, 2010), dan
berlangsung di India (Kaul, 2013). Fenomena yang dapat dianggap sebagai paradoks dalam
demokrasi tersebut telah terwujud dalam proses demokrasi di beberapa daerah di era otonomi
daerah saat ini. Etnis dan agama sebagai salah satu kategori sosial kemudian berkembang
menjadi bagian terpenting dari politik identitas, bahkan simbol dan kategori sosial tersebut
seringkali menjadi dasar legitimasi dalam persaingan politik di daerah. Kemudian muncullah
istilah politik etnis (Kristianus, 2016, p. 88). Identitas etnis dalam kontestasi politik pilkada
digunakan dalam tiga cara, 1) dalam memobilisasi simbol kesukuan; 2) menjadi pertimbangan
pemilih, dan 3) dalam pemilihan dan strategi kandidat seperti Putra Daerah (Aspinall, 2011).
Politik lokal di Kalimantan Barat sarat dengan politik identitas etnis. Etnis Dayak dan etnis
1
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung disingkat pilkada. Disertasi ini memakai
istilah pilkada.
5
Melayu bersaing memperebutkan kekuasaan politik dalam pemilihan kepala daerah. Persaingan
terjadi karena elit etnis yang berkuasa selalu menjalankan hegemoni etnis atas etnis lain. Dari
tujuh kabupaten di Kalimantan Barat yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah, terlihat
sangat jelas berorientasi etnis untuk memenangkan suara (Kristianus: 2016, p. 87). Dalam
konteks pemilihan kepala daerah, identifikasi identitas etnis menjadi penting untuk
mendapatkan dukungan politik. Identifikasi identitas etnis lebih banyak diterapkan dalam
masyarakat multi etnis (Lampe, 2010, p. 300).
Di beberapa daerah di Indonesia, politik etnis telah mendominasi pemilihan kepala
daerah sejak era reformasi. Fakta dan realitas ontologis dan sosiologis menyatakan bahwa
kedaulatan rakyat dalam pemilihan kepala daerah secara langsung telah memperkuat dominasi
etnis/suku dalam masyarakat multi etnis yang ditampilkan dalam bentuk identitas politik.
Dalam penelitian Hemay & Munandar (2016) menyatakan bahwa politik etnis menguat pada
pemilihan kepala daerah Bengkulu tahun 2010. Menurut Nasution (2014), dominasi politik
etnis juga terjadi di Medan. Dalam penelitian Aspinall (2011), disebutkan pula bahwa dominasi
politik etnisitas dengan identitas etnis dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia. Dalam
penelitian Buchari (2014) disebutkan bahwa politik etnis Dayak pada pemilihan kepala daerah
Kalimantan Barat tahun 2007 mengalami penguatan. Hal ini sejalan dengan penelitian
Trihartono & Patriadi (2016), dimana politik etnis dan sektarian pada Pemilu 2014 di Indonesia
semakin menguat. Perpecahan etnis dan aliran politik tidak bisa ditinggalkan dalam pemilu
Indonesia. Bahkan aliran politik dapat menjadi salah satu dimensi dari endogenitas identitas
religiopolitik. Kebangkitan identitas etnis di wilayah Indonesia telah bergulir sejak
penyelenggaraan pemilu langsung tahun 2004. Identitas Politik terjadi akibat konflik agama,
etnis, otonomi daerah dan desentralisasi administrasi di daerah seperti yang diteliti oleh Schulte
Nordholt, yaitu konflik etnis, otonomi daerah, desentralisasi administrasi di luar pulau Jawa
merupakan identitas politik yang eksis. Politik identitas agama dan etnis sebagai repertoar
untuk kepentingan politik, seperti di Riau dan Bali (Nordholt, 2008).
Perilaku pemilih etnis yang ada di Medan , Sumatera Utara pada pilkada langsung tahun
2010 menunjukan bahwa identitas kesukuan berpengaruh terhadap partisipasi politik. (Indra
Kesuma, 2014). Keadaan tersebut berbeda dengan yang terjadi pada identitas etnis Melayu yang
tidak terjadi konflik etnis, meskipun banyak kelompok-kelompok etnis dalam bentuk
panguyuban daerah-daerah di luar suku melayu seperti Panguyuban Jawa, Minang, Sulawesi,
batak, Tionghua, dan lain-lain di Kepulauan Riau. Kenapa hal tersebut bisa terjadi, Bahkan
terlihat semakin menjamurnya kelompok-kelompok panguyuban daerah yang banyak muncul di
Kepri.
Identitas agama dan etnis di daerah perbatasan berubah berdasarkan karena adanya
interaksi antar–etnis, antara orang-orang Minangkabau dan kelompok etnis lain di daerah
6
perbatasan Rao, Pasaman. Penelitian ini menemukan hubungan sosial di daerah perbatasan
terjadi dalam bentuk hubungan individu antara masyarakat Minangkabau dengan orang-orang
Mandailing. Komunitas ini terlibat dalam proses kontak budaya, konflik atau persaingan,
akomodasi, asimilasi, adaptasi, akulturasi, negosiasi dan kontestasi dalam interaksi sosial
mereka. Kebaruan dalam Penelitian ini adalah menegaskan bahwa proses interaksi
mempengaruhi perubahan identitas agama dan budaya. Pembangunan budaya etnis
Minangkabau dan budaya agama di daerah perbatasan membentuk identitas baru yang
merupakan sintesis dari proses panjang interaksi sosial. Pembangunan identitas agama dan
budaya membentuk model pencegahan konflik agama dan etnis . (Syafwan, 2008)
Masyarakat perbatasan di Pulau Penawar Rindu, membayangkan nasionalisme secara
khas dan berbeda dengan masyarakat yang berada di kawasan perbatasan darat dan kawasan
non-perbatasan di Indonesia. Pembayangan nasionalisme pada masyarakat perbatasan tidak bisa
dilepaskan dari ikatan sejarah dan budaya di mana Melayu menjadi raison d’etre identitas
bersama yang sifatnya lintas negara. Kondisi tersebut juga bertalian dengan konteks kekinian
sosial-budaya dan ekonomi-politik masyarakat perbatasan yang pada satu sisi sangat cinta pada
Indonesia, dan di sisi lain juga ingin menjadi bagian dari Singapura atau Malaysia. (Adek
Risma, 2016).
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa politik identitas muncul dalam politik lokal
bahkan semakin kuat dalam pemilihan kepala daerah. Dalam penelitian ini, fenomena politik di
Kepulauan Riau tampak berbeda dengan daerah lain yang didominasi etnis Melayu sejak
kandidat dari etnis non-Melayu memenangkan pemilihan kepala daerah. Identitas politik
Melayu tidak terjadi pada politik lokal dalam pemilihan kepala daerah Kepulauan Riau.
Provinsi Kepulauan Riau dengan luas 425.214.676 km2 dengan 95 persen wilayahnya
terdiri dari lautan dan memiliki 2.408 pulau yang terbentang dari Selat Malaka hingga Laut
Cina Selatan dan berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga yang terdiri dari
Singapura, Malaysia, Kamboja, dan Vietnam merupakan satu kesatuan provinsi kepulauan.
Kepulauan Riau berpenduduk 1.864.142 (2015) dihuni oleh Melayu 29,97%, Jawa 24,97%,
Batak 12,48%, Minangkabau 9,71%, Tionghoa 7,70%, Sunda 2,96%, Bugis 2,22%, Suku NTT
2,22%, Suku Sumatera Selatan 1,97% , Banjar 0,70%, dan suku lainnya 5,10%. Etnis Melayu
merupakan etnis dominan di Provinsi Kepulauan Riau (Badan Pusat Statistik Provinsi
Kepulauan Riau, 2015).
7
35.00%
30.00% 29.97%
25.00% 24.97%
20.00%
15.00%
12.48%
10.00%
9.71%
7.70%
5.00% 5.10%
2.96% 2.22% 2.22% 1.97% 0.70%
0.00%
Berdasarkan Gambar 1 di atas, 29,97% etnis Melayu merupakan etnis Melayu yang
dianggap secara genealogis (keturunan Melayu). Namun definisi orang Melayu dalam
penelitian ini adalah bahwa orang Melayu dikaitkan dengan Islam, bahasa, dan adat istiadat,
yang kemudian disebut pemilih pribumi sehingga bekerjanya politik identitas Melayu yang
identik dengan Islam, 78,15% pemilih muslim di Kepulauan Riau disebut pemilih pribumi
sebagai identitas Melayu asli. Berdasarkan sebaran penduduk menurut kabupaten/kota dan
agama yang dianut di Kepulauan Riau tahun 2019, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang
beragama Islam (identitas Melayu) di setiap kabupaten/kota di Kepulauan Riau lebih dari 70%
Muslim, yang mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Melayu (Tabel 1).
A
Kabupaten/Kotamadya g
a
m
a
Islam Protest Katoli Hind Bud Lainny
an k u ha a
Kabupaten
1. Karimun 85,06 3,64 0,99 0,01 9,95 0,36
2. Bintan 87,58 5,00 2,20 0,08 4,81 0,33
3. Natuna 96,97 1,39 0,35 - 1,13 0,15
4. Lingga 91,63 1,72 1,10 - 5,49 0,06
8
5. Anambas Islands 93,26 2,06 2,29 - 2,38 0,01
9
Kotamadya
1. Batam 71,73 17,94 3,28 0,06 6,86 0,12
2. Tanjungpinang 79,58 6,32 1,35 0,02 12,49 0,25
2021
Peta jalan penelitian ini dibuat selama satu tahun, dimana dalam Tahun 2021 peneliti
memfokuskan pada potensi model primiodialisme perilaku pemilih etnis melayu dengan
mengumpulkan data dan bahan berupa jurnal nasional dan internasional dan juga melakukan
survey kuantitatif dan kemudian dikuatkan dengan kualitatif dalam bentuk in-dept interview.
12
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5-6 Bulan 7-8 Bulan 9- Bulan
10 11-12
Melihat Identifikasi Memetakan Faktor Perumusa Menemuka Menyataka Menga
politik jejaringan modal sosial yang n dan n simpul n rupa kom
primodialisme interaksi potensial mempenga primodiali yang model odir
perilaku yang ada mempertem politik
politik ruhi sme jejarin
memilih etnis pada ukan identitas
melayu identitas antar primodialis jejaringan perilaku keseluruhan melayu gan
sebagai etnis dalam me perilaku masyaraka memilih modal yang masya
sesuatu yang masyarakat memilih t etnis etnis sosial berpotensi rakat
ada di etnis melayu di etnis melayu melayu potensial. al bagi etnis
masyarakat, Kepulauan melayu, dalam sebagai demokratis melay
yaitu potensi Riau yakni melakukan potensi asi u
interkasi jejaring
primodiali pengemba untuk
politik masyarakat,
identitas yang sme ngan melak
melayu bertumpu perilaku demokrati ukan
dengan etnis pada norma memilih sasi penge
lainya solidaritas, etnis mbang
Pada PilGub rasa saling melayu an
Kepuluan percaya, demok
Riau dan
kemandirian ratisasi
sumber melalu
daya i
model
primo
dialis
me
perilak
u
memili
h etnis
melay
u
Penelitian ini adalah lanjutan dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian tahun 2019. Dimana
tulisan hasil penelitian terdahulu berhasil masuk tulisan jurnal terakreditasi nasional ilmiah
shinta 2 yang membahas perilaku memilih etnis melayu pada pilgub Kepulauan Riau 2005-
2015. Saat ini proses penelitian ini pada proses lanjutan dari penelitian sebelumnya dengan
lokus membahsa pilgub 2015-2020.
13
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah mengungkap primodialisme dan perilaku memilih etnis
melayu dalam PilGub di Provinsi Kepualaun Riau 2015-2020 sebagai pemetaan model
interaksi antar etnis, persepsi etnis melayu pribumi terhadap pendatang. Pada kajian ini
dimaksudkan untuk dapat memberikan kontribusi pada kajian relasi etnis tempatan dengan
pendatang dalam rangka pertumbuhan budaya demokrasi, geografi politik, desentralisasi serta
ekonomi-politik dengan berfikir kontekstual. Relasi etnis melayu pribumi dengan etnis
pendatang yang sebagian memimpin kepala daerah di Provinsi Kepri, Kota Tanjungpinang,
Kota Batam tersebut dilihat sebagai fenomena sosial, yang pada kenyataannya hadir di
masyarakat. Atas dasar hal tersebut, penelitian ini menggunakan cara fikir kontekstual, untuk
melihat kemungkinan adanya potensi positif pada relasi etnis melayu pribumi dengan etnis
pendatang yang sebagian besar memimpin kepala daerah di Provinsi Kepri, Kota
Tanjungpinang, kota Batam.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menggali primodialisme dan perilaku memilih etnis melayu
dalam PilGub di Provinsi Kepulauan Riau 2015-2020. Bagaimana relasi etnis melayu pribumi
dengan etnis pendatang yang sebagian besar memimpin kepala daerah di Provinsi KEPRI, Kota
Tanjungpinang, kota Batam dalam rangka menangkap potensi pendatang dan etnis melayu
pribumi tempatan yang berperan positif bagi demokratisasi. Dengan tujuan tersebut, penelitian
ini memberikan sudut pandang lain terhadap kajian etnis keturunan pribumi asli yang selalu
dipandang sebagai “putra daerah” untuk menjadi pemimpin lokal. Sebagaimana penjelasan di
atas, permasalahan ilmiah yang dihadapi adalah kecenderungan ilmuwan untuk berfikir
normatif dan konseptual. Hal ini akan mempersulit ilmuwan untuk memahami potensi-potensi
tersembunyi dalam keseharian masyarakat, karena menggunakan cara pandang dan standar
masyarakat lain. Berfikir normatif dan konseptual yang biasa dilakukan pada penelitian etnis
pribumi asli dan pendatang pada umumnya, dapat mempersulit ilmuwan untuk memberikan
kontribusi sosial, politik dan budaya. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Tujuan Penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui primodialisme etnis melayu dan jaringan mobilisasi pemilih dalam
PilGub di Provinsi Kepualaun Riau 2005-2015?
2. Untuk mengetahui sejauh mana keberadaan jaringan mobilisasi pemilih atau makelar
suara pada masyarakat etnis melayu pada Pilgub di Kepulauan Riau 2005-2015?
3. Untuk memetakan potensi makelar suara pada masyarakat Etnis Melayu pada
Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur) di Provinsi Kepulauan Riau.
14
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis.
Manfaat teoritis merujuk pada manfaat bagi keilmuan, sedangkan manfaat praktis merujuk pada
manfaat bagi penerapan.
1.4.1. Manfaat Praktis
Sebuah pengetahuan tentulah kurang bermanfaat bila tidak dapat diterapkan. Hasil dari
penelitian ini, diharapkan menjadi acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan
penguatan demokrasi, relasi politik identitas etnis, seperti pemerintah pusat dan daerah, partai
politik, desentralsiasi. Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang peluang
mengembangkan model relasi etnis pendatang dan terhadap etnis melayu pribumi dalam
memperebutkan kekuasaan, yang sejalan dengan demokratisasi dan desentralisasi.
1.4.2. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dapat dipergunakan untuk menguatkan teori
desentralisasi, interaksi etnis, dan politik identitas etnis, yang selama ini kurang menempatkan
etnis pendatang (comer ethnic) sebagai etnis yang diperhitungkan dan selalu kalah dalam
perebuthan posisi kepala daerah. Teori cenderung memposisikan rasionalitas gaya barat sebagai
sesuatu yang ideal dan satu-satunya kebenaran. Dengan menyajikan peluang-peluang yang
dapat dimainkan oleh etnis pendatang sebagai eksponen kekuatan politik lokal untuk
mengembangkan demokrasi dan desentralisasi, maka diharapkan teori-teori tersebut akan lebih
applicable untuk masyarakat.
1.5. Orisinalitas
Penelitian berkaitan dengan relasi politik identitas etnis adalah sudah pernah dilakukan dalam
tema dan permasalahan-permasalahan yang sama akan tetapi fokus bahasannya berbeda.
Orisinalitas penelitian ini terletak pada pengembangan konsep baru dengan melakukan sintesa
melalui kontemplasi akademik terhadap teori-teori yang mendukung. Konsep baru yang
dikembangkan adalah Model Primodialisme Perilaku Pemilih.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnik
/et·nik/ /étnik/ a Antar bertalian dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau
kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama,
bahasa, dan sebagainya; etnis. (Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI] Daring Edisi III,
2019
2.2 Melayu
15
Melayu/Me·la·yu/ n suku bangsa dan bahasa di Sumatra, Semenanjung Malaysia, dan di
pelbagai daerah di Asia Tenggara;a) pasar bahasa Melayu rendah yang dipakai sebagai bahasa
pengantar dalam pergaulan umum; b) pasaran Melayu pasar;c) Polinesia rumpun bahasa besar
yang meliputi suatu daerah kepulauan luas yang di bagian barat dibatasi oleh bahasa-bahasa di
Madagaskar, di utara oleh bahasa-bahasa penduduk asli Taiwan, di selatan oleh bahasa-bahasa
di Indonesia, dan di timur oleh kepulauan yang paling timur di Oceania, yaitu Pulau Paskah;
Austronesia; d) rendah Melayu pasar; e) tinggi bahasa Melayu resmi; bahasa Melayu standar
(Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI] Daring Edisi III, 2019)
Melayu sebagai sebuah bangsa telah lama dikenal. Hasil penyelidikan terkini yang
dilakukan Prof.Liang Liji dari Universitas Beijing,Cina, membuktikan bahwa sekitar Ababd
ke -17 sampai 11 S.M. telah terjadi perhubungan antara bangsa Melayu dan Bangsa Cina.
Di dalam perpustakaan Dinasti Han, On Shu Oi Li Zhi, disebutkan bahwa pada masa Maharaja
Han Wu Di berkuasa (140-87 S.M.) telah dibuka perjalanan dari negeri Cina ke India melalui
Semenanjung Tanah Melayu.Seterusnya Maharaja Sun Quan dalam 222-252 M. Mengirim Zhu
Ying dan Kang Tai untuk menjalin persahabatan dengan negeri-negeri Melayu (Liang Liji,
2010 dalam Malik, 2014: 5)2 setelah itun barulah datang Yi Jing dan para pendeta agama
Budha ke Sriwijaya untuk belajar Agama Budha pada awal abad ke-7 M.
Pada Abad ke-12 sampai abad ke-13 berdiri kerajaan Melayu di Selat Melaka.
Kerajaan Melayu Tua itu di kenal dengan nama Kerajaan Bintan – Temasik, yang wilayah
kekuasaannya meliputi Kepulauan Riau dan Semenanjung Tanah Melayu. Sesudah masa
Bintan-Temasik inilah terkeanl dengannama Kerajaan Melaka. Setelah Kerajaan Melaka
tamadun Melayu-Budhayang ada pada zaman Kerajaan Melayu-Sriwijaya ditinggalkan, diganti
dengan Tamadun-Islam sehingga nilai-nilai Islam begitu bersebati (menyatu) dengan tamadun
Melayu. Maka semenjak itulah timbul konsep Melayu dengan tiga ciri utama, yakni sebagai
berikut: (Malik, 2014: 8)
1. Berbahasa Melayu
2. Beradat-istiadat Melayu, dan
3. Beragama Islam.
“Adat Melayu itu pada mulanya berpangkal pada adat-istiadat yang dipergunakan dalam
negeri Tumasik,Bintan, dan Melaka. Maka di zaman Melaka adat itu menjadi Islam karena
Rajanya pun telah Islam pula adanya”( Tengku Tonel, 1920 dalam Malik, 2014 : 8). Oleh
karena itulah Melayu tidak dapat dipisahkan dengan Islam. Orang Melayu sehari-hari
menyebut orang yang berpindah agama dari bukan Islam, dari agama Hindu ke agamaIslam
dengan sebutan masuk Melayu.Masksudnya masuk Melayu itu adalah masuk Islam atau
memeluk Agama Islam . (Malik, 2014:9)
2
Malik, Abdul, 2014, Kehalusan Budi Memartabatkan Jati Diri – Tinajauan Karya-Karya Raja Ali Haji,Dinas
Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Pemerintahan Kota Tanjungpinang Dan CV.Milaz Grafika.
16
Menurut Taufik Ikram Jamil (dalam RBM 2004-2008, 2010), makna Melayu
diidentifikasikan senantiasa berbau politis.Perkelompokan masyarakat setidaknya dalam tiga
wajah besar yakni Tamil,Cina, dan Melayu. Kaum terakhir ini ditandai denag Islam, berbahasa
Melayu, dan beradat Melayu. Tidak mengherankan kalau orang Tamil atau Cina yang
“menganut” tiga asas itu,sudah dapat dikeloimpokkan dalam Melayu, apalagi orang-orang
yang berasal dari kepulauan nusantara ini seperti Jawa, Bugis, dan Minang. Sehingga faktanya
memperlihatkan Melayu ada dimana-mana,Srilangka,Afrika Selatan,Hawaii,dan Taiwan.
Dalam kondisi sepertiinilah Melayu di malaysia memegang posisi 55 persen dari total jumlah
penduduk. Hanya sajadisamping sebagai Ras,Melayu juga disebut sebagai etnik. “Kita ini
orang Melayu Melayu” yang memperlihat Melayu terikat dengan berbagaikeadaan geopolitik
maupun geografi dan perjalan masa sehingga melimgkupi Melayu di Indonesia yang
terkadang disebut sebagai pemahaman Melayu yang sempit. Sedangkan pemahaman Melayu
di Malaysia acapkali disebut pemahaman Melayu yang luas. Pemahaman melayu yang sempit
di Indonesia bukan berarti buruk.Berbagai catatat sejarah dari masa lampau dari Buku Sejarah
Melayu Modren “Tuhfat al-Nafis” Karya Raja Ali Haji secara tegas menyebutkan meskipun
Raja Ali Haji asli keturunan Bugis.Namun Ia menulis Bugis untuk orang Bugis,
Minangkabau,Jawa, dan Melayu. Ia tidak menulis orang Bugis dengan sebutan Melayu dan
sebagainnya.( RBM 2004-2008, 2010 :206-207)3
Penelitian ini mengunakan teori Michael E. Brown (1997) dan D. Bruce M dan
MacKay (2000), yaitu ada tiga perspektif dalam memahami Identitas Etnis. Menurut Brown
dan MacKay ada tiga perspektif dalam memahami identitas etnik yaitu; Primodialisme,
Instrumentalisme, Konstruktivisme. Primodialisme, Perspektif ini melihat identitas etnis yang
bersifat stabil, fixed, ascribed atau identitas manusia yang diberikan sejak manusia itu lahir.
Identitas ini menempel dan tidak bisa ditolak oleh manusia itu sendiri, tidak dapat berubah
dalam jangka waktu yang relatif lama.
Instrumentalisme, sebuah perspektif yang melihat identitas sebagai sebuah bentuk
manipulasi dari beberapa kelompok dominan.Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat seperti
budaya, ras, dan agama yang berlaku dalam masyarakat dijadikan sarana mobilisasi oleh elit
politik untuk persaingan kepentingan politik dan ekonomi (Bradley H. 1997). Konstrukstivisme,
yakni sebuah upaya respon dari tekanan situasi kelompok dominan, respon terhadap perlakuan
pilih kasih, dan juga upaya defensif dari suatu kelompok. Berdasarkan pandangan ini, maka
3
Revitalisasi Budaya Melayu (RBM) 2004-2008, 2010, Filosoi Dunia Melayu:m Pluralistik Budaya dab
Kebangkitan Sastra, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang.
17
proses konstruksi sosial selalu dikaitkan dengan keterlibatan anggota komunitas kelompok dan
elite.
Pendekatan primordialisme menekankan pada identitas etnik dan agama yang dipandang
memiliki dasar historis, genetis dan sosial yang mendalam sehingga secara signifikan
membangun loyalitas dan komitmen anggotanya (Harff and Gurr, 2004).Aspek-aspek tersebut
sangat potensial untuk dimobilisasi dalam ‘politics of collective boundaries’, dan potensial
untuk menciptakan konflik antar kelompok etnik (Bertrand, 2004).
Sedangkan pendekatan instrumental memanfaatkan identitas etnis untuk memobilisasi
kelompok dalam upaya mencapai tujuan-tujuan politik dan material -misalnya memobilisasi
etnisitas untuk penguasaan sumber daya politik dan ekonomi (Harff and Gurr, 2004). Praktik
politik etnis secara nyata menunjukkan bahwa betapa ampuhnya isu ini digunakan oleh aktor
aktor politik, ketika berhadapan dengan entitas politik lain. Seperti yang diungkapkan oleh
Muhtar Haboddin yang mengatakan bahwa:
“Politik etnisitas digunakan untuk mempersoalkan antara „kami‟ dan „mereka‟, „saya‟
dan „kamu‟ sampai pada bentuknya yang ekstrim „jawa‟ dan „luar jawa‟ atau „islam‟ dan
„kristen‟. Dikotomi oposisional semacam ini sengaja dibangun oleh elit politik lokal untuk
menghantam musuh ataupun rival politiknya yang notabene „kaum pendatang‟.” Munculnya
gerakan kedaerahan dengan mengambil setting politik etnisitas ini merupakan bagian dari
politik identitas sebagai basis gerakan politiknya. Bahkan disinyalir oleh banyak pengamat
bahwa gerakan politik identitas kian banyak dipakai oleh para politisi dan penguasa di tingkat
lokal untuk mendapatkan kue kekuasaan, baik bidang politik maupun ekonomi.4
Penelitian ini juga didukung oleh Teori kontruksi identitas yang dikembangkan oleh
Teori Castell ( 2004),yakni Castell menguraikan konstruksi identitas sebagai formasi identitas,
melalui tiga sudut yang berbeda, yaitu: legitimizing identity, resistance identity,dan project
identity. Legitimizing identity menawarkan pembahasan bahwa identitas yang dipaksakan oleh
suatu lembaga dominan, misalnya, negara. Resistance identity, adalah salah satu identitas
tandingan yang muncul menentang penyeragaman identitas oleh lembaga dominan. Resistance
identity, membuka cara melihat identitas dari sudut pandang kelompok yang tertindas,
dimarjinalisasi, dan atau didevaluasi oleh kelompok dominan. Dapat diartikan bahwa perspektif
ini dapat mudah ditemukan di kalangan kelompok minoritas serta mereka yang termarjinalkan,
biasanya diberikan kepada kelompok suku bangsa, ras, etnik, atau bahkan agama tertentu.
Project identity, sebagai identitas tandingan, dibangun dengan antusias oleh kelompok-
kelompok yang menjunjung otonomi dan ingin lepas dari jeratan masa lampau. (Castells, 2004).
4
Muhtar Haboddin, Menguatnya Politik Identitas di Ranah Lokal, (Malang: Jurnal Studi Pemerintahan Universitas
Barawijaya, 2007), hal. 111.
18
Indonesia sebagai negara yang masyarakatnya majemuk pada awalnya memungkinkan
terjadinya pengelompokan-pengelompokan masyrakat berdasarkan ikatan primordial, seperti
diungkapkan Prof. Dr.Awan Mutakin (Mutakin, 2004:272) 5, pengelompokan tersebut terdiri
dari:
a. Ikatan kekerabatan berdasarkan hubungan darah (genealogis) atau keturunan.
b. Ikatan Ras atau kesukuan. Ras sebagai ciri fisik seseorang atau masyarakat.
c. Bahasa.
d. Agama.
Masyarakat Indonesia yang majemuk memungkinkan terus bertahannya ikatan-ikatan
primordial, yang mengarah pada pembentukan kelompok-kelompok politik dan ekonomi. Maka
dalam penelitian ini Konsep Etnis Melayu berdasarkan Teori Prof. Dr.Awan Mutakin secara
konsep ikatan kekerabatan berdasarkan hubungan darah (geneologis) atau keturunan,
ras,bahasa, Agama Islam,yakni lahir dan dibesarkan di Tanah Melayu dan orang tuanya
berdarah Melayu di Kepualuan Riau. Namun, pada kenyataan realitas di tengah kehidupan
bermasyrakat dan berpolitik di Kepulauan Riau sangat unik seperti Gubernur Ismed Abdullah
(2005), Gubernur Almarhum Muhammad Sani (2010 dan 2015), Gubernur Nurdin Basirun (
2016-2019),dan Plt.Gubernur Isdianto ( 2019- Sekarang), yang kesemuannya tidak atau bukan
secara geneologis atau keturunan berdarah Melayu. Akan tetapi mereka bisa terpilih
menjadi Gubernur Kepulauan Riau karena mereka berperilaku dan menidentisasikan diri
mereka sebagai orang Melayu dengan berbahasa Melayu,berbudaya Melayu,identik dengan
Islam,sehingga mereka di terima oleh masyarakat Melayu Kepualaun Riau.
Pendefinisian “Etnis Melayu” dalam penelitian ini bukan sekedar pemahaman Orang
Melayu secara ekslusif seperti penetapan identitas Melayu dengan tiga ciri pokok yaitu
“berbahasa Melayu, beradat-istiadat Melayu dan beragama Islam” (Erman, 2018: 1) atau
berdasarkan geneologi atau Ikatan kekerabatan berdasarkan hubungan darah (genealogis) atau
keturunan dalam kelompok masyarakat yang memperhatikan kelompok kerabatnya dalam
setiap organisasi masyarakat. Akan tetapi Konsep Etnis atau Orang Melayu bagi
masyarakat Kepualuan Riau ini unik. Konsep orang Melayu dalam penelitian ini adalah
orang Melayu ynag insklusif, dimana orang Melayu yang terbuka. Meskipun dari segi
budaya,bahasa dan adat istiadat serta jumlah penduduk yang mendiami di Kepualauan Riau
ini di dominasi Melayu. Namun orang atau etnis di luar Melayu seperti Etnis Jawa,
Minang, Bugis, Batak yang sudah menetap lama di Kepulauan Riau, mereka telah
mengidentitasi diri sebagai orang Melayu yang berbeda dengan etnis Melayu di luar etnis
Melayu Kepulauan Riau seperti Melayu-Aceh, Melayu-Riau, dan lain-lain, mereka
menunjukkan melayu yg ekslusif bahwa orang melayu itu ditentukan berdasarkan asal-usul
5
Mutakin,Awan, 2004, Dinamika Masyarakat Indonesia , Penerbit : PT. Genesindo, cetakan ke 1.
19
secara geneologi,yaitu orang tua lahir di tanah melayu, berbahasa Melayu, beradat istiadat
melayu dan beragama Islam. Oleh karena etnis diluar etnis Melayu yang menidentitaskan
diri mereka Orang Melayu dan mengembangkan budaya Melayu kemudian diterima oleh
masyarakat Melayu. Contohnya sastrawan yang mengembangkan sastra melayu dan budaya
melayu itu bukan asli Melayu, yaitu Tusiran Suseno. Sehingga Orang Melayu Asli menerima
orang atau etnis lain diluar melayu karena mereka telah mengangap diri mereka orang
melayu sesuai pepatah Melayu, “Di mana Bumi dipijak, di situ langit dijunjung” Maknanya
di mana kita berada di Bumi Melayu di situ budaya dan adat istiadat melayu kita ikuti.
(Zamzami A.Karim [Pengamat Politik Melayu] 01 Juni 2020).
6
Idi,Abdullah, 2015, Dinamika sosiologis Indonesia: Agama dan Pendidikan dalam Perubahan Sosial, LkiS :
Yogyakarta.
20
Pendapat Rusadi Kantaprawira diatas mengingatkan bahwa usaha gerakan kaum
elit untuk mengeksploitasi dan menyentuh substruktur sosial dan subkultur dalam
perekruitan dukungan pada saat moment politik tertentu dapat dijadikan sebagai bagian dari
indikator primordialisme. Dimana indikator lainnya berupa semangat kedaerahan, kesukuan,
keagamaan, puritanisme dan non puritanisme dan lain-lain, semakin memperjelas bahwa
hakikatnya primordialisme telah mengakar didalam sosio kultural masyarakat kita dewasa ini.
Tentunya primordialisme disini telah ditempatkan pada posisi yang sarat kepentingan. Baik itu
kepentingan dari elit politik yang memanfaatkan kelompok primordial maupun kepentingan
yang dibawa oleh kelompok primordial itu sendiri.
Konsep Orang atau etnis Melayu ada dua katagori,yaitu Orang Melayu Prosedur
atau Simbol.dimana definisi orang Melayu adalah berbahasa Melayu,identikIslam, beradat
istiadat Melayu, secara geneologilahir dan besar di tanah Melayu serta orang tuanya lahir
di tanah Melayu. Sedangkan , Melayu Substantif adalah Orang diluar Melayu menjadi orang
Melayu karena mengidentitasikan diri dan mengorbankan dirinya sebagai Orang
Melayu.Selanjut mengerahkan kemampuannya untuk membangun Melayu. Pepatah Melayu
mengatakan “Dimana bumi dipijak disitu langit di jumjung”. Maknanya bila orang di luar
Melayu menetap di tanah Melayu maka dia harus melebur dengan budaya dan adat istiadat
Melayu. Hal ini terjadi pada etnis diluar Melayu yang tinggal menetaplama di Kepualuan
Riau.
Kaitannya dalam konteks identitas politik dalam penelitian ini kemudian, identitas
Melayu itu menjadi cair. Maknanya bukan mutlak Orang Melayu itu orang yg lahir dan
bersuku asli Melayu (hal ini terlalu susah mencarinya). Karena di Kepulauan Riau ini
terdapat di berbagai pulau-pulau,maka orang Melayu di Kepri ini berasal dari Pulau-pulau
yang Jauh. Budaya terbuka menerima etnis lain, Model interaksi antar etnisnnya cair dan
jalan. Pada Pilkada langsung tahun 2005, ketika Ismed Abdullah yang berasal dari suku
sunda menang dan menjadi Gubernur meskipun ada riak-riak kecil karena bukan putra
daerah. Akan tetapi masyarakat Melayu Kepri menerima karena konsen dan kepedulian serta
kompetensi seorang Ismed Abdullah untuk membangun Kepri. Sehingga Masyrakat Kepri
menilai Ismed Abdullah mampu memimpin Kepri. Kemudian Pilkada Langsung Tahun
2010, ketika Pak Alm Sani berpasangan dengan Soerya dari etnis Jawa yang kemudian
diterima oleh masyarakat Melayu menjadi Gubernur. Pak Sani memperoleh 33%,
sebenarnya suaranya rata-rata. Maknanya prareferensi kesukuan tidak menjadi pertimbangan
utama bagi masyarakat Melayu Kepri dalam memilih. Oleh karena itu bila dilihat dari
ketiga kandidat yang bertarung pada Pilkada 2010, unsur kesukuan tidak terlihat.
Kemenangana Sani-Soerya pada Pilkada 2010 menunjukan identitas Sani dari Melayu dan
Soeryo dari etnis jawa yang ketika itu etnis jawa cukup dominan juga di Kepri.
21
Pada Pilkada 2015, ketika pertarungan PilGub antara Sani berpasangan Nurdin
melawan Soeryo berpasangan dengan Ansar Ahmad. Waktu itu masing-masing calon
Gubernur mengandalkan Identitasnya. Soeryo terlalu mencolok menunjukan identitas
kejawaannya untuk melawan Sani-Nurdin. Sehingga identitas kemelayuan sangat menonjol,
Hal tersebut terlihat orang batak diluar etnis Melayu mendukung Sani-Nurdin. Kemenagan
Sani-Nurdin ini bukan disebabkan karena identitas kemelayuannnya akan tetapi,Masyarakat
melayu menggangap pemimpin Kepri tahun 2015 ini yang layak adalah Sani-Nurdin. Kalau
Pertimbangan etnis,maka Etnis lain tidak akan memilih Sani-Nurdin. Etnisdiluar Melayu
juga menggangap bahwa yg layak memimpin Kepri itu adalah Sani-Nurdin. Maknanya
identitas kemelayuan itu bukan ekslusif . Akan tetapi inklusif atau terbuka. Keunikan etnis
Melayu Kepri bersifat Inklusif. Semua etnis merasa perlu menidentifikasi diri sebagai orang
Melayu. Seperti orang Batak mengidentifikasi diri sebagai orang Melayu.
Selanjutnya faktor kemenangan calon Gubernur juga dipengaruhi oleh keterlibatan
panguyuban-penguyuban etnis Melayu dan LAM. LAM sebagai payung atau pengayom etnis-
etnis lainnya ini. Orang etnis diluar etnis Melayu meskipun membawa adat kesukuanya,ketika
tinggal di Kepulauan Riau,mereka merasa diterima sebagai orang Melayu. Syarat orang
Melayu tiga pokok itu tidak mutlak. Hal ini dibuktikan ketika Pilkada langsung tahun 2015,
Orang etnis batak yang kristen mendukung Sani- Nurdin.Padahal lawannya Soeryo - Ansar
yang banyak pendukung dari etnis Melayu itu . Penyebab lain kekalahan Soeryo adalah ketika
kasus Tanjung Umah, Soeryo berhadapan langsung dan menantang etnis Melayu. Sehingga
Soeryo ditolak oleh Orang Melayu.
Model interaksi etnis Melayu dengan etnis lainya adalah berpusat atau
efisentrumnya orang Melayu. Sedangkan etnis lain dia akan datang ke etnis Melayu untuk
mengidentifikasi dirinya sebagai orang Melayu atau mengabungkan afiliasi politiknya.
22
hubungan dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara
efisien dan efektif (Lawang, 2005 dalam Lamabelawa, 2017).
Saiful Mujani, R. William Liddle, dan Kuskridho Ambardi (2012:177- 178) mengatakan
bahwa logika hubungan jaringan keterlibatan sosial dan partisipasi politik terletak pada
terbukanya jaringan politik yang lebih luas melalui jaringan sosial. Keterlibatan dalam kegiatan
sosial melalui kelompok-kelompok sosial membuka informasi dan komunikasi mengenai
masalah publik, sehingga mendorong warga negara terkait dengan masalah tersebut. Selain itu,
orang-orang yang terlibat dalam kelompok sosial sangat mungkin siap terlibat dalam
mobilisasi politik oleh kelompok tersebut. Dengan demikian, terdapat hubungan kegiatan
sosial (civic engagement) dengan aktif secara politik (political engagement).(Lamabelawa,
2017).
2.6. Teori Modalitas
Harker, dkk (dalam politik elite muhammadiyah 1990:35) mengatakan bahwa dalam
sistem pemilihan umum langsung seperti yang diterapkan Indonesia, setidaknya dibutuhkan tiga
modal (capital) sebagai prasyarat agar seseorang kandidat dapat terpilih. Ketiganya saling
membutuhkan, meski bukan berarti akan gagal total jika kekurangan salah satunya. Ketiga
modal tersebut adalah modal sosial (social capital), modal ekonomi (economic capital), dan
modal budaya (cultural capital). Perbedaan akses terhadap ketiga modal tersebut akan sangat
menentukan keberhasilan seseorang dalam mendapatkan peluang-peluang ekonomi, sosial,
politik. Ini bisa digunakan untuk membantu menjelaskan sepak terjang elite dengan
menggunakan kaca mata ketersediaan dan ketiadaan tiga modal ala Bourdieu. (Richard Harker,
dkk 1990:76) Pertama, adalah ketersediaan modal sosial (social capital). Menurut Putnam,
modal sosial merujuk kepada kerangka-kerangka organisasi kemasyarakatan, seperti jejaring,
norma norma, sikap saling mempercayai (trust) yang memungkinkan terwujudnya koordinasi
dan kerja sama yang saling menguntungkan. Kedua, adalah ketersediaan modal ekonomi
(economy capital). Seseorang bisa memiliki modal ekonomi karena hasil usahanya sendiri atau
warisan dari leluhurnya. Masuk dalam kelompok ini adalah konglomerat, pengusaha, saudagar,
dan pekerja profesional. Dalam konteks pemilu, modal ekonomi tidak selalu berarti modalnya
sendiri. Seseorang kandidat juga bisa menggunakan modal ekonomi orang lain. Ketiga,
ketersediaan modal budaya (cultural capital). Meminjam David Efendi, terminologi modal
simbolik untuk menggantikan modal budaya. Modal budaya, merujuk pada Bourdieu, terkait
dengan tingkat dan jenis pendidikan, kemampuan mengapresiasi seni, pengalaman budaya, dan
keagamaan. Termasuk dalam kelompok ini adalah cendikiawan, intelektual, akademisi,
budayawan, seniman, dan tokoh agama. (Efendi David, 2014:38 dalam (Lamabelawa, 2017).).
29
BAB II METODE PENELITIAN
Jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian PUP ini yang tertera pada Tabel 2.1 berikut
ini.
Waktu Bulan
NO Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persiapan/Penyusunan
1 Usulan Penelitian X
PUP
2 Studi Literatur X X X
3 Penelitian Lapangan X X
4 Pengumpulan Data X X X
5 Analisa Data X X
Penyusunan Laporan
6 X X
Kemajuan
Penyusunan Laporan
7 X X
Akhir
Bahan dan alat yang akan digunakan tertera pada Tabel 2 berikut.
No. Bahan Fungsi/Kegunaan Keterangan
1. Tinta Printer (BW dan warna) Mencetak Dokumen 5 Pac
(ATK)
2. Kertas A4 80 gram (ATK) Membuat laporan 8 Rim
Bahan dan alat non atk yang digunakan dalam kegiatan PUP ini adalah Teori-teori perilaku
pemilih yang kontemporer dan teori politik identitas, Strukturasi serta teori budaya politik.
Pendekatan dalam menyelidiki perilaku memilih terdiri dari tiga; The Columbia Study, The
Michigan Model, dan Rational Choice (Bartels, 2012; Roth, 2008) sebagaimana dikutip dalam
30
Haryanto (2014). Ketiga pendekatan ini lebih dikenal sebagai pilihan sosiologis, psikologis, dan
rasional. Penelitian ini secara singkat menggunakan tiga pendekatan untuk lebih memahami
perilaku pemilih. Bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan PUP ini dapat dilihat pada
Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Bahan dan Alat penelitian Primodialisme dan Perilaku Memilih
▪ Mobilisasi
Horizontal
Selanjutnya dari kerangka berpikir diatas yang digambarkan secara Grand Theory, Middle
Theory, Emperical Theory maka ada beberpa fenomena penelitian yang akan didiskripsikan dan
dianalisis, yaitu pendekatan Politik Identitas Antar Etnis dan Kontruksi Identitas dalam
pemahaman pola interaksi Politik Identitas Antar Etnis dalam PilGub di KEPRI. Selain itu juga
fenomea dari penelitian ini juga mengungkapkan tentang peranan aktor politik dan pola-pola
komunikasi politik dalam proses keberhasilan pola interaksi identitas politik antar etnis dalam
PilGub di Kepulauan Riau. Untuk memudahkan pemahaman selanjutnya dijelaskan alur
penelitian berikut ini.
31
Alur Berpikir Penelitian
Keberhasilan Pola
Primodialisme
Mobilisasi Pemilih Mobilisasi Vertikal
Instrumentalisme
Aktor-aktor politik dan Pola Mobilisasi Horizontal
komunikasi politik
(Sumber: Michael E.Brown 1997, D.Bruce Maykay,2000, Morrison 2009, Yulianti 2003,
Stuart Hall dalam Mandatory, 2005, Castell, 2004, Nimo 2005, Harkers,1990,
Nedelman,1987)
Pada Tabel 2.2 di atas terlihat bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan
PUP ini. Dalam hal ini, digunakan teori-teori politik identitas dan perilaku pemilih yang
memang secara umum telah dikenal oleh akademisi, tetapi belum dimanfaatkan untuk
pengembangan teori-teori politik perilaku pemilih.
32
Pendekatan kualitatif berawal dari pandangan ontologis bahwa realitas yang ada bersifat
beragam dan penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan keberagaman pandangan
sebagaimana yang dipahami oleh setiap informan (cresswell, 2014:26). Dalam mempertajam
penelitian, penulis menetapkan fokus. Sebagaimana Spradley menyatakan bahwa “A focused
refer to a single cultural domain or a few related domains” maksudnya adalah bahwa fokus itu
domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial. Spradley dalam Sanapiah
Faisal (1988) mengemukakan empat alternatif untuk menetapkan fokus yaitu: pertama,
menetapkan fokus pada masalah yang disarankan oleh informan, kedua berdasarkan domain-
domain tertentu organizing domain, ketiga fokus yang memiliki nilai temuan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan terakhir fokus berdasarkan permasalah
terkait dengan teori-teori yang telah ada (Sugiyono, 2016, 208- 209). Penelitian ini merupakan
penelitian strategi studi kasus (Creswell, 2014:135-142). Dalam studi kasus penelitian kualitatif
ini, datanya digunakan untuk memeriksa hasil yang mengejutkan atau tidak terduga. Sehingga
design metode ini lugas dan mudah diterapkan karena tahapan yang jelas dan terpisah. Selain
itu, fitur desain ini memudahkan untuk mendeskripsikan dan melaporkan.
Oleh karena itu, fokus penelitian ini agar difokuskan pada hal-hal berikut: (1) relasi
etnis pendatang dan terhadap etnis melayu pribumi dalam memperebutkan kekuasaan kepala
daerah. Selain suku etnis melayu, ada etnis lain di Kepulauan Riau, yaitu suku Jawa serta suku
Bugis, Suku Minang, Suku Sunda, Suku Tionghua yang terlibat dalam proses PILKADA di
KEPRI. (2) Problematika yang terjadi dalam melakukan relasi etnis pendatang dan terhadap
etnis melayu pribumi dalam memperebutkan kekuasaan di KEPRI. serta (3) bagaimana pola
relasi pendatang, etnis melayu pribumi, dan kepemimpinan politik pada masa era reformasi di
KEPRI.
Secara keseluruhan validasi penelitian ini menggunakan metode triangulasi yaitu
penelusuran data/informasi dari tiga sisi yaitu : pertama, data primer dari hasil perolehan
observasi lapangan atau dari obyek penelitian secara langsung. Data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari obyek yang diteliti langsung di lapangan. Dalam penelitian data primer
diperoleh melalui pendekatan wawancara terstruktur menggunakan daftar pertanyaan untuk
wawancara mendalam (indepth interview) dengan responden. Responden dipilih dengan metode
snowball, yaitu perolehan responden berikutnya berdasarkan informasi dari responden
sebelumnya. Jumlah dan komposisi responden disajikan. Kedua, dari data sekunder yang
diperoleh dari studi literatur untuk memperkaya dimensi data. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari etnis terkait, misalnya dalam bentuk dokumen. Data sekunder diinventarisasi dan
ditelusuri dari Dinas Kebudayaan, Lembaga Adat Melayu (LAM), Dinas-dinas atau lembag-
lembaga terkait dengan fokus penelitian, dan lain-lain. Ketiga, dari analisis data yang dilakukan
secara subyektif oleh peneliti menetapkan fokus berdasarkan metode analisis data yang telah
33
dipilih. Dengan memadukan ke-tiga metode pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen,
maka satu dan lain metode akan saling menutup kelemahan sehingga tangkapan atas realitas
sosial menjadi lebih valid (Sitorus, 1998).
2. 3.2 Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
yang diperoleh peneliti di lapangan. Data primer dalam penelitian dapat dilihat dari wawancara
mendalam. Data primer penelitian ini adalah semua pihak yang bersentuhan dengan praktik
terhadap relasi etnis pendatang dan terhadap etnis melayu pribumi dalam memperebutkan
kekuasaan di Kepri. Sementara itu data sekunder akan digunakan berbagai dokumen-dokumen
dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian ini.
2.3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan kepustakaan, observasi dan
wawancara yang mendalam dengan para key informan yang sudah ditentukan peneliti
berdasarkan karakteristik penelitian. Lincoln dan Guba mengemukakan maksud wawancara,
yaitu mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian
sebagai yang dialami masa lalu, memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang
diperoleh dari orang lain.
Responden yang akan diwawancarai antara lain, paguyuban-paguyuban melayu, Jawa,
Minang, Sunda, Bugis, Tionghua, dan lain-lain, akademisi dan , Kepala dinas Kebudayaan,
pers, tokoh masyarakat Melayu dan LSM. Sementara pengumpulan data sekunder, dilakukan
dengan studi kepustakaan (dokumentasi) yaitu serangkain usaha untuk memperoleh data dengan
cara membaca, menelaah, mengklasifikasikan dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan
organisasi paguyuban etnis –etnis yang ada di Kepri yang berupa dokumen-dokumen
paguyuban, data dari KPU, DPRD, dan peraturan-peraturan, literatur yang ada relevansinya
dengan permasalahan yang dikemukakan.3 Untuk mendapatkan data sekunder dilakukan studi
pustaka untuk mendapatkan bahan primer dan bahan sekunder.
3
Soerjono soekanto dan Sri Mamujdi, Op.Cit, hlm. 25
4
A. Stauss and J. Corbin Busir, 1990, Qualitative Research: Grounded Theory Prosedure and Technique, Lindon
Sage Publication, hlm. 19
5
Mattew B. Miles & A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta, hlm. 22
35
BAB III ORGANISASI KEGIATAN
Organisasi tim PUP ini terdiri seorang ketua, dua orang anggota, dan enam orang
pembantu kegiatan, yakni mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial
dan ilmu Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Senarainya sebagai berikut.
Ketua : Assoc. Prof. Kustiawan.S.S.,M. Soc.Sc
Anggota : 1. Yudhanto Satyagraha Adiputra.S.IP.,. M.A
2. Ryan Anggria Pratama. S.IP.,M. IP
3. Khairi Rahmi, S.IP., M.A.
4. Rizky Octa Putri Charin S.IP., M.A.
Pembantu (Mahasiswa):
Susunan organisasi tim pelaksana kegiatan PUP ini dan uraian tugasnya dapat dilihat
pada Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1
Susunan Organisasi Tim Pelaksana dan Pembagian Tugas
Alokasi
No. Nama/NIDN Instansi Asal Bidang Ilmu Waktu Uraian Tugas
(jam/minggu)
1. Assist. Prof. Fakultas Ilmu Ilmu 1. Menyusun proposal
Kustiawan.S.S.,M.Soc.Sc Sosial dan Pemerinta 20
2. Menyusun rencana
0507097301 ilmu Politik, han
Universitas penelitian
Maritim Raja
3. Menyajikan,Mengu
Ali Haji
(UMRAH) mpulkan dan
menganalisis data
4. Menyusun
laporan penelitian
5. Bertanggung
jawab pada
36
proses
penelitian
6. Memeriksa
dan
membantu
proses
penelitian dari
awal sampai
akhir
7. Bertanggung
jawab atas
hasil
penelitiam
8. Memeriksa
analisis data
primer dan
sekunder
serta
melakukan
verifikasi
9. Mengkoordina
sikan
,membantu
dan mengarah
anggota
selama
penelitian
Mahasiswa
38
BAB IV RENCANA ANGGARAN BIAYA
1. Honorarium 30%
Honor Honor/Jam (Rp) Waktu minggu
(jam/minggu)
Petugas Lapangan 3 10
35.000 1.050.000
Staff Administrasi 3 6
26.000 468.000
Sub total
1.518.000
2. pembelian bahan habis pakai (maks 60%)
Tinta Printer (BW Pencetakan 4 pac
dan warna) 200.000 800.000
Kertas A4 80 Pencetakan 8 rim
gram 60.000 480.000
Pulsa Internet operasional 4X2 Org
70.000 420.000
Pulsa Telpon operasional 4X2 Org
70.000 420.000
Penjilidan I pelaporan proposal 5 eks
45.500 227.500
Penjilidan II pelaporan kemajuan 5 eks
55.000 275.000
Penjilidan III pelaporan akhir 7 eks
55.000 385.000
Fotocopy referensi dokumen 400 lembar
295 118.000
Fotocopy laporan dokumen 700 lembar
295 206.500
sub total
3.332.000,00
3. perjalanan (maks 40%)
material justifikasi perjalanan kuantitas harga satuan
(Rp)
perjalanan Ketua transportasi lapangan 10 OH
150.000 1.500.000
perjalanan transportasi lapangan 6 OH
Anggota 200.000 1.200.000
rapat transportasi rapat 4 keg
100.000 400.000
konsumsi rapat operasional 5 keg
200.000 600.000
sub total (Rp)
3.700.000
39
4. Biaya Sewa dan Peralatan Penunjang (maks 40%)
material justifikasi sewa kuantitas harga satuan
(Rp)
kendaraan roda 4 operasional lapangan 5 keg
250.000 1.000.000
Biaya Seminar Seminar Internasional 1 keg
1.000.000 1.000.000
Publikasi Jurnal Prosiding terindex 1 keg
Scopus 2.000.000 2.000.000
Flasdisk Pelaporan 3 bh
150.000 450.000
sub total (Rp)
4.450.000
TOTAL ANGGARAN YANG DIPERLUKAN SELURUHNYA (Rp)
13.000.000
Seperti yang tertera pada Tabel 4.1 di atas, kegiatan PUP ini memerlukan dana secara
keseluruhan Rp13.000.000,00 (Tiga belas Juta sembilan ratus tiga puluh ribu rupiah).
40
BAB V
41
4 BAB Harus ada tabel Ketua dan Anggota
ORGANISASI Peneliti yang berisikan nama ketua dan
KEGIATAN Anggota serta bidang keahlian dan perannya
dalam penelitian ini
Harus ada tabel pelibatan Mahasiswa yang
berisikan minimal 6 nama Mahasiswa
beserta NIM dan perannya dalam penelitian
ini
Jika akan menggunakan pembantu peneliti
selain Mahasiswa maka, Harus ada tabel
pembantu peneliti yang berisikan nama
serta bidang keahlian dan perannya dalam
penelitian ini
5 BAB RENCANA Harus ada dianggarkan biaya untuk biaya
ANGGRAN keikutsertaan dalam seminar dan biaya
BIAYA publikasi di prosiding terindex Scopus
pada seminar tersebut
Harus ada dianggarkan biaya untuk
mencetak 1 Laporan kemajuan Jilid Soft
Cover untuk diserahkan ke LP3M dan
jumlah selebihnya sesuai kebutuhan
Harus ada dianggarkan biaya untuk
mencetak 1 Laporan Akhir Jilid Soft Cover
untuk diserahkan ke LP3M dan jumlah
selebihnya sesuai kebutuhan
Harus ada dianggarkan pembelian bahan
dan alat sesuai yang tertera di tabel bahan
dan alat pada BAB METODE
Jika ada perjalanan untuk kelapangan maka
harus ada dianggarkan perjalanan sesuai
yang tertera di BAB METODE
Harus ada dianggarkan Honor sesuai jumlah
mahasiswa yang tertera di BAB
ORGANISASI KEGIATAN pada sub bab
Pelibatan Mahasiswa
JIka ada melibatkan tenaga selain
mahasiswa maka, Harus ada dianggarkan
Honor sesuai dengan tenaga perbantuan
sesuai tertera pada BAB ORGANISASI
KEGIATAN
Tidak diperbolahkan ada Honor yang
dianggarkan untuk Dosen sebagai ketua,
anggota ataupun Dosen sebagai pembantu
peneliti baik yang tergabung didalam tim
peneliti atau diluar tim penelitian.
6 LAMPIRAN Foto copy SK mengajar Ketua untuk mata
kuliah sesuai penelitian ini atau lembaran
pengesahan laporan akhir penelitan
terdahulu dilampirkan sebagai bukti
Harus ada biodata Ketua dengan data yang
terbaru dan ditanda tangani
Harus ada biodata semua Anggota dengan
data yang terbaru dan ditanda tangani
42
Harus ada surat pernyataan ketua terkait
keaslian penelitian yang berisikan:
a. Nama ketua
b. NIDN ketua
c. Prodi ketua
d. Judul Penelitian
Menyatakan bahnwa penelitian yang
disusulkan sesuai judul belum pernah
dibiayai dari angaran yang bersumber dari
manapun. Jika dikemuaidan hari ditemukan
ketidak benaran dalam pernyataan ini maka
siap menerima sanksi sesuai aturan yang
berlaku. Ditanda tangani ketua pada matrai
Rp 10.000
DAFTAR PUSTAKA
Aspinall, Edward, dan Mada Sukmajati. 2015. “Patronase dan Klientelisme dalam Politik
Elektoral di Indonesia.” dalam Aspinall, Edward dan Mada Mada Sukmajati. 2015.
Politik Uang di Indonesia, Patronase dan Klientelisme pada Pemilu Legislatif 2014.
ogyakarta: Polgov.
Azra, Azyumardi, 2010. Dimensi Politik Pembentukan Daerah Otonom, Jurnal
Ilmu pemerintahan, Edisi 33 Tahun 2010, hlm.37
Bryzk, Allison. 2000. Democratizing Civil Society in Latin America. Journal of Democracy
11(3)
Denzin, Norman K. 1978. The Research Act: A Theoretical Introduction To
Sociologica Methods. New York: McGraw-Hill, Inc.
Fukuyama, Francis. 2000. Social Capital and Civil Society. IMF Working Paper.
Purdue, Derrick. (2007). “Civil society, governance, social movements and social capital”,
dalam Purdue, Derrick (ed). (2007). Civil Societies and Social Movements_ Potentials
and problems.London: Routledge
Hoon, C.Y. (2008) Chinese Identity in Post-Suharto Indonesia: Culture, Politics and Media.
Brighton; Portland: Sussex Academic Press.
Rozi, Syafwan. 2008. “Relasi Agama dan Negara dalam Konteks Politik Lokal (Dinamika
local Formalisasi Islam dalam Perda Nagari dan Perda-perda Syariah di Sumatera
Barat” Ringkasan penelitian ini telah disampaikan pada Seminar Internasional ke-9
“Politik Identitas: Agama, Etnisitas, dan Ruang/Space dalam Dinamika Politik Lokal di
Indonesia dan Asia Tenggara”, yang diselenggarakan oleh Yayasan Percik dan Ford
Foundation di Salatiga – Jawa Tengah, pada tanggal 15 – 17 Juli 2008
Smith, Rita R. 1993. Dissocieted Identities: Ethnicity, Religion and Class in an Indonesian
Society. The United States of America: The University of Michigan Press.
Geertz, Clifford. 1966. The Religion of Java. London: The Free Press.
Habib, Achmad. 2004. Konflik Antaretnik di Pedesaan: Pasang Surut Hubungan Cina-Jawa.
Yogyakarta: LKIS.
Hajar, Ibnu. 1998. “Dinamika Inteteraksi Antaretnik dalam Mewujudkan Keserasian Sosial di
Kotamadya Medan”, Disertasi Doktor Ilmu Sosial. Bandung: Perpustakaan Pusat
Universitas Padjajaran.
Hall, Struart (et.al). 1996. Question of Social Identity. London: Sage Publications. Kambo,
Gustiana. 2008. “Memahami Politik Identitas Pemikiran tentang Pencarian Identitas
Etnik: Sebuah Kajian dalam Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat”, Makalah
disampaikan pada Seminar Internasional ke-9 “Politik Identitas: Agama, Etnisitas, dan
Ruang/Space dalam Dinamika Politik Lokal di Indonesia dan Asia Tenggara”, yang
43
diselenggarakan oleh Yayasan Percik, Salatiga – Jawa Tengah, pada tanggal 15 – 17 Juli
2008
Lan, Thung Ju, (et.al). 2006. Klaim Kontestasi dalam Konflik Identitas Lokalitas versus
Nasionalitas. Jakarta: LIPI Press.
MacKay, Bruce. 2000. “Ethnicity” dalam Willi Braun and Russell T. Mc Cutcheon, Guide to
the Study of Religion. Cassell: London and New York.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kulitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Ananta, Aris, Evi Nurvidya Arifin dan Leo Suryadinata, Indonesian Electoral Behavior: A
Statistical Perspective, Indonesia’s Population Series No. 7, Singapore, Institute of
Southeast Asian Studies, 2004.
Evans, Kevin R., The History of Political Parties and General Election in Indonesia, Jakarta,
Aries Consultancies, 2003.
Gaffar, Afan, Javanese Voters: A Case Study of Election Under a Hegemonic Party System,
Yogyakarta, Gadjah mada University Press, 1992
King, Dwight Y, Half-Haltered Reform: Electoral Institution and the Struggle for Democracy in
Indonesia, Wesport, Connecticut, Praeger, 2001.
Liddle, R. William dan Saiful Mujani, The Power of Leadership: Explaining Voting Behavior
in the New Indonesian Democracy, Laporan penelitian, 2003.
Harff dan Gurr , 2004, Jurnal Masyarakat & Budaya, Edisi Khusus, Tahun 2010
Chaeles Taylor K. Anthony Appiah Jurgen Habermas Steven C. Rockefeller Michael Walzer
Susan Wolf Edited , 1994, Multiculturalism Examining The Politics of Recognition,
Introduced by Ami Gutmann Princeton University Press, NEW JERSEY
(David Jary & Julia Jary. 1991. Collins Dictionary of Sociology. New York: Harper Collins, p.
513). –(Participatory Rural Appraisal & Rapid Rural Appraisal/PRA & RRA: Robert
Chambers).
Marshall, Catherine & Gretchen B. Rossman. 1989. Designing Qualitative Research. Newbury
Park: Sage Publications. (P. 1: 1-5).
Brannen, Julia. 1993. Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Research. Aldershot:
Avebury. (p. 1: 6-12).
Muhtar Haboddin, 2007, Menguatnya Politik Identitas di Ranah Lokal, Jurnal
Studi Pemerintahan Universitas Barawijaya, Malang, hal. 111.
Marsetio. , 2012. Konstruksi Marginalitas Daerah Perbatasan (Studi Kasus
Kepulauan Natuna) Disertasi. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Adek Risma Dedees. 2016, Konstruksi Identitas Nasionalisme Masyarakat Perbatasan: Studi
Kasus di Pulau Penawar Rindu, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, Tesis.
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Edward Aspinall, 2011, Democratization and Ethnic Politics in Indonesia: Nine Theses
Source: Journal of East Asian Studies, Vol. 11, No. 2 (MAY–AUGUST 2011), pp. 289-319
Published by:Cambridge University Press Stable URL:
https://www.jstor.org/stable/23418840
Asriani.2009, Implikasi Politik Etnisitas dalam Tubuh Birokrasi terhadap Pelayanan
Pendidikan dan Kesehatan (Studi Kasus Satu Tahun Masa Pemerintahan Gubernur
H.Nur Alam, SE), Tesis, Universitas Gadjah Mada
Kisielewski, Michael R. 2000. “Identity Politics and Nationalism in the post-Cold War era: a
critical approach to understanding mutual hostilities.”, Masters Thesis 1911 – February
2014, ScholarWorks@Umass Amherst, University of Massachusetts Amherst.
Agus Trihartono, Himawan Bayu Patriadi, 2015, The 2014 Indonesian general election and
beyond: Melting ‘‘frozen’’ cleavages Asian Journal of Comparative Politics, 2016,
Vol. 1(1) 25–43,ª The Author(s) 2015
STAFFAN I. LINDBERG, MINION K.C. MORRISON, 2008, Are African Voters Really
Ethnic orClientelistic? Survey Evidence from Ghana, Political Science Quarterly
Volume 123 Number 1 2008.
Adam Swift. 2014. Political Philosophy. Cambridge: Polity.
44
David Marsh, and Gerry Stoker (eds.). 1995. Theory and Methods in Political Science
London: MacMillan.
David Jary & Julia Jary. 1991. Collins Dictionary of Sociology. New York: Harper Collins, p.
513). –(Participatory Rural Appraisal & Rapid Rural Appraisal/PRA & RRA: Robert
Chambers).
Mary R. Anderson, 2010, Community Identity and Political Behavior,
PALGRAVE MACMILLAN®, The United States, New York.
Ammelia, E., & Kosandi, M. (2019). Politik Kartel di Tingkat Lokal: Studi Pemilihan Wakil
Gubernur Kepulauan Riau Periode Sisa 2016-2021. Indonesian Journal of Religion
and Society, 1(2), 138-150. https://doi.org/10.36256/ijrs.v1i2.72
Anderson, M. R. (2010). Community Identity and Political Behavior. New York, United
States: Palgrave Macmillan. https://doi.org/10.1057/9780230109759
Aspinall, E. (2011). Democratization and Ethnic Politics in Indonesia: Nine Theses. Journal
of East Asian Studies, 11(2), 289–319. https://doi.org/10.1017/s1598240800007190
Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau. (2015). Kepulauan Riau dalam Angka 2015.
Retrievedfromhttps://kepri.bps.go.id/publication/2016/02/04/e1dbab45df325fd00fa0b1ac/kep
ulauan- riau-dalam-angka-2015.html
Ben-Bassat, A., & Dahan, M. (2010). Social identity and voting behavior. Public Choice,
151(1–2), 193–214. https://doi.org/10.1007/s11127-010-9742-2
https://doi.org/10.18196/jgpp.2016.0053
Haryanto, H. (2014). Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku Memilih dalam Politik Lokal
diIndonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan IlmuPolitik,17(3),291-308.
https://doi.org/10.22146/jsp.13082
Hemay, I., & Munandar, A. (2016). Politik Identitas dan Pencitraan Kandidat Gubernur
terhadap Perilaku Pemilih. Jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan, 12(1),
1737-1748. Retrieved from http://journal.unas.ac.id/politik/article/view/163
Tahun 2010. Tanjung Pinang: Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau.
Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau. (2015). Rekapitulasi Perolehan Suara Pilgub
Kepri Tahun 2015. Tanjung Pinang: Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau.
Retrieved from
https://kepri.kpu.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=150:rekapit
ula si-perolehan-suara-pilgub-kepri-tahun-2015&catid=24&Itemid=308
Kompas.com. (2010, June 9). Sani-Soerya Menangi Pemilukada Kepri. Retrieved from
https://regional.kompas.com/read/2010/06/09/14221632/Sani.Soerya.Menangi.Pemilu
kada.Kepri
Kristianus, K. (2016). Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak di
Kalimantan Barat. Politik Indonesia: Indonesian Political Science
Review, 1(1), 87-101. https://doi.org/10.15294/jpi.v1i1.9182
Lampe, I. (2010). Identitas Etnik dalam Komunikasi Politik. Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(3),
299-313. Retrieved fro http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/133
Mackay, B. (2000). Ethnicity. In W. Braun & R. T. McCutcheon (Eds.), Guide to the
Study of Religion. London, United Kingdom: Cassell.
Muhtadi, B. (2018). Politik Identitas dan Mitos Pemilih Rasional. Maarif, 13(2), 68-86.
Retrieved from http://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/23
Mutakin, A. (2004). Dinamika Masyarakat Indonesia. Bandung: PT. Ganesindo.
Nasution, I. K. (2014). Ethnicity, Democracy and Decentralization: Explaining the Ethnic
Political Participation of Direct Election in Medan 2010. Procedia Environmental
Sciences, 20, 496–505. https://doi.org/10.1016/j.proenv.2014.03.062
Nicholson, L. (2008). Identity before Political Identity. Cambridge, United Kingdom:
Cambridge University Press.
Nordholt, H. S. (2008). Identity Politics, Citizenship and the Soft State in Indonesia: an
45
Essay. Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities, 1(1).
https://doi.org/10.14203/jissh.v1i1.1 https://doi.org/10.18196/jgpp.2016.0053
Haryanto, H. (2014). Kebangkitan Party ID: Analisis Perilaku Memilih dalam Politik Lokal
diIndonesia.Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
17(3), 291-308. https://doi.org/10.22146/jsp.13082
Hemay, I., & Munandar, A. (2016). Politik Identitas dan Pencitraan Kandidat Gubernur
terhadap Perilaku Pemilih. Jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan, 12(1),
1737-1748. Retrieved from http://journal.unas.ac.id/politik/article/view/163
Kaul, A. B. (2013). Ethnic Politics and Urban Voting Behavior in India: Explaining
Variation in Electoral Support for the Bharatiya Janata Party, 1999-2009
(Dissertation). Department of Government and Politics, Faculty of the Graduate
School of the University of Maryland. Retrieved from
https://drum.lib.umd.edu/handle/1903/14124
Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau. (2005). Rekapitulasi Perolehan Suara Pilgub
Kepri Tahun 2005. Tanjung Pinang: Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau.
Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau. (2010). Rekapitulasi Perolehan Suara Pilgub
Kepri Tahun 2010. Tanjung Pinang: Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau.
Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau. (2015). Rekapitulasi Perolehan Suara Pilgub
Kepri Tahun 2015. Tanjung Pinang: Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau.
Retrieved from
https://kepri.kpu.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=150:rekapit
ula si-perolehan-suara-pilgub-kepri-tahun-2015&catid=24&Itemid=308
Kompas.com. (2010, June 9). Sani-Soerya Menangi Pemilukada Kepri. Retrieved from
https://regional.kompas.com/read/2010/06/09/14221632/Sani.Soerya.Menangi.Pemilu
kada.Kepri
Kristianus, K. (2016). Politik dan Strategi Budaya Etnik dalam Pilkada Serentak di
Kalimantan Barat. Politik Indonesia: Indonesian Political Science
Review, 1(1), 87-101. https://doi.org/10.15294/jpi.v1i1.9182
Lampe, I. (2010). Identitas Etnik dalam Komunikasi Politik. Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(3),
299-313. Retrieved from
http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/133
Mackay, B. (2000). Ethnicity. In W. Braun & R. T. McCutcheon (Eds.), Guide to the
Study of Religion. London, United Kingdom: Cassell.
Muhtadi, B. (2018). Politik Identitas dan Mitos Pemilih Rasional. Maarif, 13(2), 68-86.
Retrieved from http://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/23
Mutakin, A. (2004). Dinamika Masyarakat Indonesia. Bandung: PT. Ganesindo.
Nasution, I. K. (2014). Ethnicity, Democracy and Decentralization: Explaining the Ethnic
Political Participation of Direct Election in Medan 2010. Procedia Environmental
Sciences, 20, 496–505. https://doi.org/10.1016/j.proenv.2014.03.062
Nicholson, L. (2008). Identity before Political Identity. Cambridge, United Kingdom:
Cambridge University Press.
Nordholt, H. S. (2008). Identity Politics, Citizenship and the Soft State in Indonesia: an
Essay. Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities, 1(1).
https://doi.org/10.14203/jissh.v1i1.1
Trihartono, A., & Patriadi, H. B. (2016). The 2014 Indonesian general election and beyond.
Asian Journal of Comparative Politics, 1(1), 25–43.
https://doi.org/10.1177/2057891115620699
Zakina, N. F. N. (2016). Politik Etnisitas dan Compliance Gaining Kandidat Minoritas dalam
Pilkada Kalimantan Barat. Jurnal Komunikasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia,
1(2), 122- 129. https://doi.org/10.25008/jkiski.v1i2.58
Kaul, A. B. (2013). Ethnic Politics and Urban Voting Behavior in India: Explaining
46
Variation in Electoral Support for the Bharatiya Janata Party, 1999-2009
(Dissertation). Department of Government and Politics, Faculty of the Graduate
School of the University of Maryland. Retrieved from
https://drum.lib.umd.edu/handle/1903/14124
Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau. (2005). Rekapitulasi Perolehan Suara Pilgub
Kepri Tahun 2005. Tanjung Pinang: Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau.
Komisi Pemilihan Umum Provinsi Riau. (2010). Rekapitulasi Perolehan Suara Pilgub
Kepri
Brown, M. E. (2001). Nationalism and ethnic conflict. Cambridge, Massachusetts: MIT
Press. Buchari, S. A. (2014). Kebangkitan etnis menuju politik identitas. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Castells, M. (2004). The network society: A cross-cultural perspective. Cheltenham: Edward
Elgar Pub.
Detiknews.com. (2005, July 14). Pilkada Kepri, Calon yang Kalah Minta Diulang. Retrieved
from https://news.detik.com/berita/d-403129/pilkada-kepri-calon-yang-kalah-minta-
diulang
Dinas Pemerdayaan Masyarakat dan Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi
Kepulauan Riau. (2019). Data Kependudukan Semester II 2019. Tanjung Pinang:
Dinas Pemerdayaan Masyarakat dan Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi
Kepulauan Riau.
Haboddin, M. (2012). Menguatnya Politik Identitas di Ranah Lokal. Jurnal Studi
Pemerintahan, 3(1), 116-134. Retrieved from
https://journal.umy.ac.id/index.php/jsp/article/view/152
Hapsa, H., & Purnomo, E. P. (2016). Relasi Kuasa Identitas Etnis Dilembaga
Legislatif Periode 2014-2019 (Studi Kasus Anggota DPRD Etnis Bugis
Dikabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau). Journal of Governance and
Public Policy, 3(1), 124-146.
47
SURAT PERNYATAAN KETUA
48
49
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Jalan Raya Dompak Telepon : (0771) 4500089; Fax : (0771) 45000091
PO.BOX 155 Tanjungpinang-Kepulauan Riau 29100
Website :http://fisip.umrah.ac.id e-mail : fisip@umrah.ac.id
SURAT KEPUTUSAN
DEKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
NOMOR : 909/UN53.5/HK/2021
TENTANG
PENETAPAN DOSEN MENGAJAR MATA KULIAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2020/2021
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
DEKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI,
Menimbang : a. bahwa sehubungan akan berlangsungnya perkuliahan Semester Genap Tahun Akademik
2020/2021 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji;
b. bahwa berdasarkan huruf (a) tersebut diatas maka perlu ditetapkan dosen mengajar
mata kuliah pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Ilmu Pemerintahan,
Sosiologi, Ilmu Hukum dan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji dengan Keputusan Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Nama yang tersebut dalam lampiran Keputusan ini sebagai dosen mengajar mata kuliah
pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Ilmu Pemerintahan, Sosiologi, Ilmu
Hukum dan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji pada Semester Genap Tahun Akademik 2020/2021
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji;
KEDUA : Segala biaya yang timbul akibat Keputusan ini dibebankan pada anggaran Universitas
Maritim Raja Ali Haji;
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Tanjungpinang
Pada Tanggal 05 Maret 2021
Dekan,
Dekan,
Dekan,
Total 5 15
Pengantar Antropologi 3 1 3
Sosiologi Ekonomi 3 2 6
Dosen
2 Emmy Solina , M.Si Kapita Selekta Sosiologi 3 1 3 Lektor
Tetap
Inovasi dan Kewirausahaan
3 1 3
Total 5 15
Sosiologi Budaya 3 1 3
Teori Perubahan Sosial 3 2 6
Dosen
3 Sri Wahyuni, M.Si Sosiologi Masyarakat Pesisir 3 1 3 Lektor
Tetap
Sosiologi Politik
3 1 3
Total 5 15
Taufiqqurrachman, Dosen
4 Sosiologi Media 3 1 3 Lektor
M.Soc Tetap
Total 1 3
Tenaga Dosen Luar
5 Citra Indah JS, M.Pd Masalah Kesejahteraan Sosial 3 1 3
Pengajar Biasa
Total 1 3
Sosiologi Agama 2 1 2
Gerakan Sosial 3 1 3
Randal Liandra, Tenaga Dosen Luar
6 Identitas Sosial dan Dinamika
M.Si 3 1 3 Pengajar Biasa
Global
Studi, Urban dan Regional 3 1 3
Total 4 11
Sosiologi Pembangunan dan
2 1 2
Kependudukan
Sosiologi Pariwisata 3 1 3
Teknik Fasilitasi dan Tenaga Dosen Luar
7 Casiavera, M.Si
Pemberdayaan Masyarakat 3 1 3 Pengajar Biasa
Pesisir
Sosiologi Lansia
3 1 3
Total 4 11
Tenaga Dosen Luar
8 Fadillah Rahmi, M.Si Teori Sosiologi Posmodern 3 1 3
Pengajar Biasa
Total 1 3
Sosiologi Pembangunan dan
2 1 2
Dedi Anggriawan Kependudukan Tenaga Dosen Luar
9
M.Si Sosiologi Politik 3 1 3 Pengajar Biasa
Sosiologi Organisasi 3 1 3
Total 3 8
Sosiologi Pembangunan dan
2 1 2
Kependudukan
Sosiologi Kriminalitas dan
Siti Nurhaliza, 3 1 3 Tenaga Dosen Luar
10 Korupsi
M.Sos Pengajar Biasa
Sosiologi Kriminalitas dan
3 1 3
Korupsi
Sosiologi Pariwisata 3 1 3
Total 4 11
Indah Sari Sosiologi Agama 2 1 2 Tenaga Dosen Luar
11
Rahmaini, M.A Negara, Pasar dan Buruh 3 1 3 Pengajar Biasa
Total 2 5
Deri Indrahadi, Masyarakat dan Pembangunan Tenaga Dosen Luar
12 3 1 3
M.Pd di Asia Tenggara Pengajar Biasa
Total 1 3
Rahma Syafitri, Asisten Dosen
13 M.Sos/Fadillah Teori Sosiologi Klasik 3 1 3 Ahli/Tenaga Tetap/Dose
Rahmi, M.Si Pengajar n Luar Biasa
Total 1 3
Sosiologi Bencana dan
Rahma Syafitri, 3 2 6 Asisten Dosen
Lingkungan Hidup
14 M.Sos,. /Citra Indah Ahli/Tenaga Tetap/Dose
JS, M.Pd,. Sosiologi Pariwisata 3 1 3 Pengajar n Luar Biasa
Total 3 9
Nanik Rahmawati, Pengantar Sosiologi (HI) 3 1 3 Dosen
Lektor/Tenaga
15 M.Si,./ Fadillah Tetap/Dose
Metode Penelitian Kualitatif 3 1 3 Pengajar
Rahmi, M.Si,. n Luar Biasa
Total 2 6
Nanik Rahmawati, Sosiologi Perbatasan 3 1 3 Dosen
Lektor/Tenaga
16 M.Si/ Indah Tetap/Dose
Pengantar Sosiologi (IAN) 3 1 3 Pengajar
Rahmaisari, M.A n Luar Biasa
Total 2 6
Nanik Rahmawati, Dosen
Lektor/Tenaga
17 M.Si/ Deri Sosiologi Perbatasan 3 1 3 Tetap/Dose
Pengajar
Indrahadi, M.Pd n Luar Biasa
Total 1 3
Marisa Elsera S.Sos, Dosen
Lektor/Tenaga
18 M.Si/ Dedi Kapita Selekta Sosiologi 3 1 3 Tetap/Dose
Pengajar
Anggriawan, M.Si n Luar Biasa
Total 1 3
Dekan,
Dekan,
Dekan,
A. Identitas Diri
Ju
ml
ah
No Judul Buku Tahun Hala Penerbit
man
J
e
ni
No. Judul/Tema HKI Tahun s Nomor P/ID
1 - - - -
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari
ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima
sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam pengajuan Penugasan skema Penelitian Unggulan
Perguruan Tinggi.
Tanjungpinang, Maret 2022
Ketua Pengusul
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S
-
2
Nama Perguruan Universitas Muhammadiyah Universitas Gadjah
Tinggi
Yogyakarta Mada
Bidang Ilmu Ilmu Pemerintahan Sosiologi
Tahun Masuk -
2001 – 2006 2007 – 2009
Lulus
Judul Skripsi/ Politik Militer Indonesia Strategi Perlaawanan
Tesis/Disertasi Paska Tumbangnya Orde Petani Tambang
Baru Tradisional dalam
Menjaga
Kelangsungan Imbal
Jasa
Manajemen/Pengelolaan
4 2018 Keuangan Desa di Internal 9.523.810,-
Kecamatan Singkep UMRAH
Barat Kabupaten
Lingga Provinsi Kepri.
Maret 2022
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Universitas Maritim Universitas Islam
Tinggi
Raja Ali Haji Riau
Bidang Ilmu Ilmu Pemerintahan Ilmu Pemerintahan
Tahun Masuk-Lulus 2010-2014 2016-2017
Judul Skripsi/Tesis/ Budaya Politik Etnis Peranan Lembaga
Disertasi
Tionghoa Kota Kemasyarakatan
Tanjungpinang dalam Membantu
Tugas Lurah di
Bidang Pembangunan
di Kelurahan Bukit
Nama Pembimbing/ a. Bismar Arianto, a. Dr. H. Rahyunir
Promotor M.Si Rauf, M.Si
b. Yudhanto b. Dr. Syahrul
Satyagraha Akmal Latief,
Adiputra, MA M.Si
Sosialisasi Ketersediaan
Kuota 30% Untuk
2 2020 LP3M (PKM) Rp.10.000.000
Perempuan Dalam
Legislatif
Nama Temu
No Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan
Tempat
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
Jumlah
No Judul Buku Tahun Penerbit
Halaman
1 Kebijakan Sektor Publik 2017 260 UMRAH Press
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Penugasan Penelitian Mandiri.
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Khairi Rahmi, S.IP., M.A.
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Jabatan Fungsional
4 NIP/NIK/Identitas lainnya
5 NIDN
6 SINTA ID
Scopus ID
Researcher ID AFT-1353-2022
Publons ID 5054378
ORCID ID
GARUDA ID
7 Tempat dan Tanggal Lahir Pekanbaru, 04 April 1995
8 E-mail khairirahmi19@gmail.com
9 Nomor Telepon/HP 081261372949
10 Alamat Kantor Jl. Raya Dompak
11 Nomor Telepon/Faks
12 Lulusan yang Telah Dihasilkan
Sistem Politik Indonesia
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Universitas Riau Universitas
Gadjah Mada
1
2
2
3
Institusi Pemberi
No. Jenis Penghargaan Tahun
Penghargaan
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari
ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima
sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam pengajuan Penugasan skema Penelitian Unggulan
Perguruan Tinggi.
Anggota Pengusul
Khairi Rahmi, S.IP., M.A
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Universitas Riau Universitas Gadjah
Tinggi
Mada
Bidang Ilmu Ilmu Hubungan Politik dan
Internasional Pemerintahan
Tahun Masuk-Lulus 2012-2016 2017-2019
Nama Temu
Waktu dan
No Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah
Tempat
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Penugasan Penelitian Mandiri.
Tanjungpinang, Maret 2022
Anggota Pengusul