Anda di halaman 1dari 37

PERILAKU POLITIK KAUM MILENIAL

(STUDI KASUS DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI


KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2020)

PROPOSAL

OLEH

HERI ISHAQ SETIAWAN


C1E1 17 022

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : HERI ISHAQ SETIAWAN

Stambuk : C1E1 17 022

Jurusan : Ilmu Politik

Judul : PERILAKU POLITIK KAUM MILENIAL (STUDI


KASUS DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH
DI KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN
2020)

Kendari Agustus 2021

Menyetujui,
Dewan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. La Tarifu, S.Pd,. M.Si Dr. Muh. Aswan Zanynu, M.Si


Nip. 19711131 200604 1 002 Nip. 1975072004 200604 1 002

Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Politik

Dr. M. Najib Husain., S.sos,.M.Si


Nip. 19751018 200212 1003

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... 5
1.5 Sistematika Penulisan..................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS................... 7
2.1 Kajian Pustaka............................................................................... 7
2.1.1 Perilaku Politik..................................................................... 7
2.1.2 Generasi Millenial................................................................ 13
2.2 Penelitian Terdahulu...................................................................... 15
2.3 Kerangka Teoritis.......................................................................... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 22
3.1 Lokasi Penelitian............................................................................ 22
3.2 Jenis Penelitian.............................................................................. 22
3.3 Informan Penelitian........................................................................ 23
3.4 Sumber Data.................................................................................. 23
3.5 Teknik Pengambilan Sampel......................................................... 24
3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................. 24
3.7 Teknik Analisis Data..................................................................... 26
3.8 Keabsahan Data............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak akan terlepas dari dunia bidang perpolitikan.

Kehidupan masyarakat akan selalu diberikan masalah-masalah politik yang

menjadi sebuah sarapan diskusi yang diharapkan mampu menjadi kebijakan

publik. Berbagai masalah muncul dan menjadib sebuah opini-opini bagi

masyarakat yang diakibatkan oleh aktivitas dunia politik. Banyak spekulasi

yang mengarah pada kehancuran kaum elit pada politik. Bagaimana

penguasaan perpolitikan jatuh pada mereka yang memiliki power untuk

menduduki jabatan yang tertinggi. Bukan tentang kecerdasan maupun

kemampuan, namun bermain pada hausnya akan kekuasaan dan jabatan.

Maka jabatan tertinggi akan jatuh kepada mereka yang kuat dalam

persaingan.

Kehidupan peradaban insan manusia terus berubah seiring

menggunakan berjalannya waktu. Jaman waktu ini biasa diistilahkan

menggunakan jaman milenial. Dimana para pemuda & pemudi akan

memeriksa mengenai sistematis global perpolitikan. Masyarakat ikut andil

pada hal tersebut. warga kini akan ikut dan pada peranan krusial pada

global politik. Berbeda dengan zaman dahulu yang dimana keterlibatan warga

pada hal yg berbau politik itu masih kurang sebagai akibatnya hanya bisa

memandanginya. Untuk perpolitikan di Indonesia, pemilih menggunakan

1
pemilih millennial sebagai peserta pemilu yg terbanyak pada banyak kategori

usia.

Generasi milenial terkenal dengan istilah generasi Y dimana generasi

ini menjadi pusat perhatian di berbagai bidang. Generasi millenial lahir

setelah generasi X kurang lebih dikisaran tahun 1981 sampai dengan tahun

2000. Pada saat ini usia untuk mereka antara 18 tahun hingga 37 tahun dan

dianggap memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan generasi

sebelumnya. Pernyataan ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan

oleh PRC (Pew Research Center) pada tahun 2014 yang menyebutkan bahwa

kehidupan para generasi ini tidak terlepas dari penggunaan dan interaksi

teknologi komunikasi dan informasi khususnya pada media internet serta

menyukai hiburan atau budaya pop/musik yang sudah telah menjadi

kebutuhan pokok hidup merka disampign kebutuhan sekunder dan juga

kebutuhan primer (Juditha, 2018).

Tidak hanya pada kehiduan sosial, generasi millenial juga mampu

mempengaruhi proses perpolitikan dunia termaksud di negara Indonesia

terkhususnya terkait dengan budaya politik. Bukti kongkritnya dapat

disaksikan melalui Tahun politik yang mana para pemilih di dominasi oleh

kaum umur 17-40 Tahun. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh KPU

bahwa pemilih millenial di Indonesia mencapai 60%.

Budaya politik itu sendiri secara pengertian dapat diartikan dengan

suatu pola perilaku suatu masyarakat dalam melakukan aktivitas kehidupan

berbangsa dan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik

2
pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh

seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di

tafsirkan sebagai suatu sistem nilai bersama dari suatu kumpulan masyarakat

yang memiliki kesadaran yang sama untuk turut serta dan aktif dalam

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan

kebijakan publik.

Para generasi millenial tak pernah lupa dalam menunjukkan

eksistensinya dalam kehidupan kesehariannya tidak hanya karena faktor usian

yang masih muda tapi karena berbagai terobosan baru dan kreatifitas yang

mereka berikan danberhasil dilakukan. Keberhasilan para generasi milllenial

ini tentu juga akan berefek kedalam bidang perpolitikan. Dunia politik yang

sangat cerdas memainkan keadaan tentu akan menjadikan isu kaum milenial

atau kaum muda sebagai bagian dari strateginya. Untungnya, dalam dunia

politik sekalipun, anak muda tidak sekedar menjadi komoditi politik. Kaum

milenial mampu mengambil panggung politik dan memainkan peran dengan

sangat cantik.

Generasi milenial kritis dengan apa yang mereka alami dan rasakan,

termasuk dalam pemilu presiden dan wakil presiden. Data KPU tahun 2018,

menunjukkan bahwa dengan jumlah yang lebih dari 40 juta menjadikan

mereka ceruk suara yang strategis dalam meraih kekuasaan. Sebagian dari

generasi milenial adalah pemilih pemula yang menggunakan hak pilih untuk

pertama kalinya, sementara sebagian yang lain telah menggunakan hak pilih

pada pemilu sebelumnya. Segala upaya dilakukan setiap kandidat dalam

3
berbagai level kompetisi untuk mempengaruhi perilaku pemilih (Anung,

2013). Secara sederhana, Hougton (2008) menjelaskan bahwa perilaku

memilih atau voting behavior merupakan keputusan pemilih dalam

menyalurkan hak pilih kepada kandidat, baik dalam kontestasi pemilu

legislatif maupun eksekutif. Perilaku memilih diawali dari ketertarikan

pemilih terhadap isu-isu yang berkembang dalam komunikasi politik

kandidat, baik secara langsung maupun tidak langsung (Nimmo, 2015).

Generasi milenial mendapat informasi seputar kandidat, dinamika

kompetisi politik, dan isu sosial lainnya melalui media sosial dengan alasan

aksesibilitas (Best, Manktelow & Taylor, 2014). Antusiasme mereka terbilang

tinggi. Morissan (2016) menemukan bahwa 73,2% generasi muda, yang

berusia 17–22 tahun dan tergolong sebagai milenial, menggunakan hak pilih

pada pemilu legislatif. 80% di antaranya ingin terlibat dalam pemilu

eksekuti fatau presiden. Meskipun demikian, factor apa saja yang

mempengaruhi perilaku memilih sesungguhnya menarik perhatian banyak

peneliti (Mulyana, 2014).

Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu kabupaten di

Indonesia yang mengikuti Pilkada Serentak tahun 2020. Pada pemilukada

tahun 2020 Kabupaten Konawe Selatan di Ikuti oleh diikuti tiga pasangan

calon (Paslon), yakni pasangan Muh Endang SA S.Sos SH M.AP – Wahyu

Ade Pratama Imran SH (EWAKO), H Surunuddin Dangga ST MM – Rasyid

S.Sos M.Si (Suara) serta pasangan calon Rusmin Abdul Gani SE – Senawan

Silondae (Rag-SS). Berdasarkan Berita Acara No. 190/PL.02.1-

4
BA/7405/KPU-Kab/X/2020, Tentang Rapat Pleno Rekapitulasi dan

Penetapan DPT Pemilihan Serentak Lanjutan Tahun 2020 Kabupaten Konsel

terdiri dari 25 kecamatan, 632 Tempat Pemungutan Suara (TPS), 203.339

DPT terdiri dari Pemilih Laki-laki berjumlah 103.284 dan pemilih perempuan

berjumlah 100.055. Dari data tersebut jumlah pemilih millennial Kabupaten

konawe Selatan adalah sebesar 39,8% dari total DPT yang ditetapkan oleh

KPU Kabupaten Konawe Selatan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Perilaku Politik Kaum Milenial (Studi

Kasus dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Konawe Selatan Tahun

2020)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana

perilaku politik kaum milenial dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten

Konawe Selatan Tahun 2020?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku

politik kaum milenial dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Konawe

Selatan Tahun 2020

5
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan untuk

memperkaya analisis teori di bidang ilmu sosial dan ilmu politik,

khususnya dalam studi Budaya dan Partai Politik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti yang

lain untuk memahami politik khususnya terkait pada partai politik atau

kelembagaan politik.

1.5 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitan dan sistematika penulisan

Bab II Kajian Pustaka

Memaparkan tentang tinjauan pustaka, pengertian persepsi, pengertian

penyandang disabilitas, pengertian ad hoc, Badan Ad Hoc KPU,

penelitian terdahulu, kerangka pikir

Bab III Metode Penelitian

Tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik penentuan

informan, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data,

konseptualisasi penelitian

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Perilaku Politik

1. Pengertian Perilaku Politik

Perilaku politik pada umumnya ditentukan oleh faktor internal dari

individu itu sendiri seperti idealisme.Tingkat kecerdasan, kehendak hati

dan oleh faktor eksternal (kondisi lingkungan) seperti kehidupan

beragama, sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya yang

mengelilinginya. Menurut Surbakti (2010) bahwa perilaku politik adalah

kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan keputusan politik.

Perilaku politik merupakan salah unsur atau aspek perilaku secara umum,

disamping perilaku politik, masih terdapat perilakuperilaku lain seperti

perilaku organisasi, perilaku budaya, perilaku konsumen/ekonomi,

perilaku keagamaan dan lain sebagainya.

Perilaku politik meliputi tanggapan internal seperti persepsi, sikap,

orientasi dan keyakinan serta tindakan-tindakan nyata seperti pemberian

suara, protes, lobi dan sebagainya. Persepsi politik berkaitan dengan

gambaran suatu obyek tertentu, baik mengenai keterangan, informasi dari

sesuatu hal, maupun gambaran tentang obyek atau situasi politik dengan

cara tertentu (Fadillah, 2013).

Menurut Sobolim (2013) Perilaku politik atau (Politic Behaviour)

adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna

7
memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang

individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan

kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud

dengan perilaku politik adalah:

a. Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat/pemimpin

b. Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu

partai politik atau parpol, mengikuti ormas atau organisasi masyarakat

atau LSM (lembaga swadaya masyarakat)

c. Ikut serta dalam pesta politik

d. Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas

e. Berhak untuk menjadi pimpinan politik

f. Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan

politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik

oleh undangundang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

(Sobolim, 2013)

2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Politik

Menurut Muiz (2010) mengemukakan bahwa beberapa faktor yang

berpengaruh dalam proses perilaku politik, yaitu:

a. Keyakinan agama yang diimani oleh individu. Sebagai contoh Islam

mendorong pemeluknya untuk memerintahkan yang ma’ruf dan

mencegah kemungkaran, mengkritik dan mengawasi penguasa dan

seterusnya. Ini merupakan dorongan internal dalam partisipasi politik.

8
b. Jenis kultur politik, atau bentuk nilai dan keyakinan tergantung

kegiatan politik yang mempengaruhinya. Terkadang, kultur politik

mendorong seseorang untuk berpartisipasi secara aktif, tetapi

terkadang justru menjadikan seseorang buta politik, seperti kultur

yang banyak digambarkan oleh alegori rakyat di desa-desa yang ada di

mesir. Misalnya ungkapan: “yang penting bisa makan, sambil

menunggu ajal.”

c. Karakter lingkungan politik. Dalam masyarakat yang menghormati

supremasi hukum dan kebebasan politik, sistem politiknya bersifat

multipartai, mengakui hak kritik dan partisipasi rakyat, dan banyak

memberi kesempatan kepada anggota masyarakatnya untuk

melakukan partisipasi dalam kehidupann bernegara. Demikian pula,

keberadaan partai-partai dengan segala ragamnya, juga beraarti

jaminan atas adanya oposisi yang institusional yang dengannya

mereka melakukan partisipasi politik dan ikut mengambil keputusan.

Artinya, ideologi dan sistem politik masyarakat memberikan pengaruh

besar kepada partisipasi warganya.

d. Faktor Personal

1) Tingkat partisipasi warga dalam aktifitas politik tergantung,

terutama, kepada tingkat perhatiannya. Maksudnya, tergantung

kepada motivasi yang dimilikinya dalam berpartisipasi politik.

Dorongan-dorongan positif yang mengantarkan seseorang kepada

aktivitas politik dapat terwujud melalui: media-media komunikasi

9
politik, seperti membaca koran dan diskusi-diskusi informal.

Propaganda politik dan berbagai upaya untuk mengubah orientasi,

terkadang mendorong masyarakat untuk ikut tenggelam dalam

partisipasi tersebut

2) Partisipasi politik juga tergantung kepada tingkat kemampuan dan

kecakapan yang dimiliki individu. Misalnya untuk memikul

tanggung jawab, mengambil keputusan, kemampuann untuk

memilih dan berkesadaran politik yang kritis, juga berorientasi

kepada pelayanan lingkungan dan minat untuk memecahkan

problematikanya.

3) Keyakinan individu akan kemampuannya dalam mempengaruhi

keputusan-keputusan pemerintah merupakan dorongan psikologi

untuk berpartisipasi

3. Teori Perilaku politik

Teori perilaku politik adalah sebagai salah-satu aspek dari ilmu

politik yang berusaha untuk mendefinisikan, mengukur dan menjelaskan

pengaruh terhadap pandangan politik seseorang, ideologi dan tingkat

partisipasi politik. Secara jelas bahwa untuk mengetahui teori perilaku

politik maka dapat dianalisis menggunakan teori pilihan Rasional

(Rasional Choice) yang dikemukakan oleh James Coleman (1918).

Asumsi dari pengambilan teori ini dikarenakan karena seluruh

perilaku sosial disebabkan oleh perilaku individu yang masing-masing

membuat keputusannya sendiri, teori ini lebih menekankan aktor yang

10
disini diartikan sebagai individu yang melakukan sebuah tindakan nyata

yang kemudian menghasilkan sebuah bentuk perilaku. Tindakan tersebut

diharapkan mampu menghasilkan sebuah perubahan sosial. Ketika para

pemilih memilih suatu pilihan untuk menentukan sesuatu, maka mereka

telah bertanggung jawab atas pilihannya tersebut. Strategi dari pilihan ini

merupakan sebuah pilihan, yang didalamnya memiliki sebuah tindakan

yang dilakukan oleh individu dan dianggap rasional. Dan tindakan

tersebut dapat membuat perubahan pada hidupnya dan juga hidup orang-

orang disekitarnya.

Teori pilihan rasional adalah penjelasan yang mendasar dalam

melihat perilaku politik kaum muda yang mencakup pilihan-pilihan

politik dan berbagai hal yang mempengaruhinya. Sosiologi Perilaku

memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh seorang aktor

terhadap lingkungan dan perilaku aktor. perilaku aktor yakni individu

dan lingkungannya, kemudian akan terjadi proses yang saling

berpengaruh satu sama lain. Sebagian pemilih mengubah pilihan

politiknya dari satu Pemilu ke Pemilu lainnya dan peristiwa-peristiwa

politik tertentu bisa saja mengubah preferensi pilihan politik seseorang.

Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor, yang

dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai

maksud tertentu, artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakanya tertuju

pada upaya untuk mencapai tujuan itu. Yang dimaksud aktor disini

adalah pilihan kaum muda. Tindakan-tindakan pilihan kaum muda

11
sebagai individu merupakan upaya untuk mencapai hal-hal yang

dimaksudkan secara rasional dalam proses pelaksanaan pemilihan umum

(Asfar, 2014).

Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan

atau apa saja yang menjadi sumber pilihan aktor, yang penting disini

adalah kenyataan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai

dengan keinginan aktor. Penjelasan tentang pilihan rasional seperti yang

diungkapkan oleh Ritzer dan Goodman, merupakan penjelasan tentang

letak rasionalitas dalam menjatuhkan pilihan yang pada dasarnya

bergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Hal ini juga tidak menitik

beratkan pada sumber pilihan tapi didasarkan pada tujuan yang ingin

dicapai (Asfar, 2014).

Kaum muda sebagai individu dalam proses pemilihan legislatif

memiliki pilihan rasional yang didasarkan pada upaya untuk mencapai

tujuan yang diinginkan dan tidak menitikberatkan pada sumber-sumber

pilihan. Lebih lanjut diungkapkan dalam teori pilihan rasional dengan

gagasan dasarnya bahwa tindakan perseorangan mengarah kepada suatu

tujuan dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan (presepsi). juga

menitik beratkan pada tindakan perseorangan yang juga mengarah pada

suatu tujuan tertentu yang mengaitkan nilai dalam hal ini adalah pilihan

dan juga pereferensi. Pilihan yang didasarkan pada preferensi akan

melibatkan berbagai informasi dalam suatu lingkungan sosial.

mengemukakan dua gagasan lain yang menjadi dasar teori pilihan

12
rasional; pertama, adalah kumpulan mekanisme atau proses yang

menggabungkan tindakan aktor individual yang terpisah untuk

menghasilkan akibat sosial, yang kedua adalah bertambahnya pengertian

tentang pentingnya informasi dalam membuat pilihan rasional. Informasi

yang dimiliki oleh individu akan dikaitkan dengan kualitas dan kuantitas

dari informasi tersebut dan hal ini nantinya akan mempengaruhi pilihan

rasionalnya.

Pilihan rasional kaum muda juga didasarkan pada informasi yang

dia terima dan dijadikan sebagai preferensi. Dalam pemilihan legislatif,

kaum muda adalah sebagai individu yang memiliki pilihan yang

didasarkan pada rasionalitas dalam memilih. Rasionalitas dalam

menjatuhkan pilihannya didasarkan pada maksud dan tujuan yang ingin

dicapai oleh pemilih kaum muda dan dikaitkan dengan informasi dan

preferensi yang dimilikinya.

Selain itu, dalam fenomena politik yang terjadi di Indonesia saat

ini, seperti pemilihan umum legislatif maupun eksekutif. Ketika

seseorang akan memilih kandidat saat pesta demokrasi berlangsung, ia

memiliki pilihan-pilihan tertentu terhadap seorang pemimpin yang akan

ia pilih nanti, pada saat itulah costbennefit muncul dalam dirinya. Ia akan

mengetahui resiko serta keuntungan seperti apakah yang kelak ia

dapatkan jika ia memilih kandidat A, atau B, dan sebagainya.

Jika kandidat A hanya menjanjikan pemberian sembako gratis

dalam kampanyenya, sedangkan kandidat B menjanjikan pemberian

13
sembako, pelayananan kesehatan gratis, dan memperbaiki infrastuktur

jalan yang ada di daerah sipemilih, maka dalam hal ini ia akan

memikirkan keuntungan mana yang lebih dominan yang akan ia dapatkan

dari kandidat. Tentu saja kandidat B karena banyak memberikan

pelayanan yang baik pada masyarakat

4. Pendekatan Perilaku Politik

Di dalam pelaksanaan pemilihan umum suatu negara, baik itu

pemilu tingkat daerah maupun tingkat pusat perilaku politik itu berupa

perilaku pemilih dalam menentukan sikap dan pilihan mereka dalam

melaksanakan pemilihan umum atau pemilukada. Perilaku pemilih

tersebut pasti didasari oleh bagaimana individu tersebut atau pemilih itu.

Pemilih diartikan sebagai pihak atau individu yang menjadi tujuan utama

para kontestan untuk mempengaruhi mereka dan meyakinkan mereka

agar mendukung dan memilih kontestan politik yang bersangkutan.

Pemilih dalam hal ini merupakan konstituen mapun masyarakat pada

umumnya.

Keputusan untuk memilih yang terjadi selama pemilihan umum

merupakan perilaku yang ekspansif ataupun perilaku yang terjadi hanya

pada saat-saat tertentu saja. Bisa kita tarik kesimpulan bahwa perilaku

politik yang demikian rupanya hampir sama dengan perilaku dukungan

suporter. Inilah yang menjadi permasalahan ketika banyaknya pemilih

yang cenderung perilaku politiknya termanifestasi pada satu poin

tertentu, bisa itu karena adanya suatu keterkaitan si pemilih dengan si

14
calon atau kandidat. Menurut Gaus (2012) Perilaku politik dapat

diketahui dengan tiga pendekatan yaitu:

a. Pendekatan Sosiologis.

Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik

sosial dan pengelompokan sosial mempunyai pengaruh-pengaruh yang

cukup signifikan dalam menentukan perilaku politik seseorang.

Karakteristik sosial seperti pekerjaan, pendidikan sampai karakteristik

sosiologis seperti agama, wilayah, jenis kelamin, umur dan sebagainya

merupakan bagian-bagian dan faktor-faktor penting dalam

menentukan pilihan politik. Singkat kata pengelompokan sosial seperti

umur, jenis kelamin, agama dan semacamnya dianggap mempunyai

peranan yang cukup menentukan dalam membentuk pengelompokan

seseorang. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat vital dalam

memahami perilaku politik seseorang.

b. Pendekatan Psikologis.

Pendekatan ini menggunakan konsep psikologi terutama konsep

sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan perilaku politik. Variabel-

variabel itu tidak dapat dihubungan dengan perilaku politik kalau ada

proses sosialisasinya. Oleh karena itu menurut pendekatan ini

sosialisasilah sebenarnya yang menetukan perilaku politik seseorang.

Oleh karena itu pilihan seseorang anak yang telah melalui tahap

sosialisasi politik tidak jarang sama dengan pilihan politik orang

15
tuanya. Pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek

psikologis sebagai kajian utama yaitu ikatan emosional pada suatu

partai politik, orientasi terhadap isu-isu dan orientasi kepada

kandidat.

c. Pendekatan Rasional.

Dalam konteks pendekatan rasional, pemilih akan memilih jika

ia merasa ada timbal balik yang akan diterimanya. Ketika pemilih

merasa tidak mendapatkan faedah dengan memilih pemimpin yang

sedang bertanding, ia tidak akan mengikuti dan melakukan pilihan

pada proses Pemilu. Hal ini juga sejalan dengan prinsip ekonomi dan

hitung ekonomi. Pendekatan ini juga mengandaikan bahwa calon

pemimpin melakukan berbagai promosi dan kampanye yang bertujuan

untuk menarik simpati dan keinginian masyarakat untuk memilih

dirinya pada pemilu.

2.1.2 Generasi Millenial

1. Pengertian Generasi Millenial

Millennial berasal kata millenials yang di ciptakan oleh Straus dan

Howe, menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), millennial

berkaitan dengan kata milenium yang berarti kehidupan generasi yang

tidak dapat di lepaskan dari teknologi dan informasi terutama internet,

dalam bahasa Arab yang juga berarti “alaf” yang berarti seribu tahun.

Millennial adalah generasi yang lahir antara tahun 1995-2000an yang

kehidupannya tak lepas dari teknologi komunikasi dan informasi

16
Generasi millennial adalah agen-agen perubahan suatu negara, dan

dengan partisipasi mereka dalam kancah politik akan membawa

perubahan yang terdapat dalam demokrasi. Sebaliknya, jika generasi

millennial apatis dan masa bodoh terhadap kancah politik dan kebijakan

pemerintah, akan membuat demokrasi jalan di tempat Isnaini (2017).

Gilleard (2004) mengatakan bahwa konseptualisasi generasi ini

berakar pada teori atau sosiologi generasi Mannheim (1952), di mana

anggota generasi yang sama memiliki lebih dari tahun kelahiran yang

sama. Akibatnya, lingkungan tempat generasi Millenial tumbuh selama

tahun-tahun pembentukannya berdampak pada nilai-nilai, sikap, dan

perilaku mereka.

Sebagai generasi, generasi Millenial sangat dipengaruhi oleh tren

yang memengaruhi mereka dan orang tua Boomer mereka, seperti

peningkatan angka perceraian, lebih banyak perempuan dalam partisipasi

angkatan kerja, dan perubahan teknologi yang cepat (Lancaster dan

Stillman, 2009). Secara sosial ekonomi, milenium juga dibesarkan dalam

lingkungan kelas menengah, karena generasi Baby Boom lebih makmur

daripada orang tua mereka (Osberg, 2003). Hal ini telah mengarahkan

banyak komentator untuk menandai Millennials sebagai seseorang yang

manja (Twenge, 2013).

2. Karakteristik Generasi Millenial

Generasi Millenial dikenal sebagai fokus pencapaian. Mereka

memiliki kebutuhan tidak hanya untuk melakukannya dengan baik, tetapi

17
untuk unggul dan melampaui semua tujuan dan aspirasi (Kaifi et al.,

2012; Kowske et al., 2010). Generasi Millenial menikmati memanfaatkan

teknologi. Generasi milenial menjadi tergantung pada teknologi pada usia

yang lebih awal daripada generasi lain. Deal et al. (2010) menemukan,

seperti mempelajari bahasa baru, orang yang memanfaatkan teknologi

pada usia lebih dini menjadi lebih mahir daripada orang yang belajar di

kemudian hari dalam kehidupannya. Diperkirakan bahwa semakin

Millennials mulai mengambil alih tempat kerja, teknologi yang lebih

terintegrasi akan berada dalam proses kerja (Kaifi et al., 2012).

Berdasarkan literatur dari artikel Hitss.com, diketahui ada beberapa

macam karakteristik dari generasi milenial yaitu:

a. Milenial lebih percaya user generated content (UGC) daripada

informasi searah,

b. Milenial lebih memilih ponsel dibanding TV,

c. Miilenial wajib punya media sosial,

d. Milenial kurang suka membaca secara konvensional,

e. Milenial cenderung tidak loyal namun bekerja efektif,

f. Milenial cenderung melakukan transaksi secara cashless,

g. Milenial lebih tahu teknologi dibanding orang tua mereka,

h. Milenial memanfaatkan teknologi dan informasi,

i. Milenial cenderung lebih malas dan konsumtif, dan lain-lain

18
2.2 Penelitian Terdahulu

Untuk memperkaya khazanah penelitian ini, penulis akan menyertakAn

beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu sebagai

berikut:

1. Penelitian yang dilakukan Oleh Johan Abdillah (2019) dengan judul penelitian

Karakteristik Pemilih Milenial Pada Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden

Tahun 2019 Di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Karakteristik pemilih milenial pada

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 di Desa Kracak yaitu tipe

aktif, rasional dan primordialisme. Pemilih milenial di Desa Kracak tersebut

menunjukkan karakteristik pemilih dengan mengedepankan media sosial

berupa Facebook, Instagram, Whatsapp, dan Twitter sebagai media untuk

mencari berita politik, menyebarkan berita politik dan mengklarifikasi berita

politik yang dianggap tidak benar; (2) bentuk partisipasi pemilih milenial yaitu

meliputi memberikan hak suara pada hari pemungutan suara, berdiskusi politik

melalui media sosial dengan cara memberikan komentar dan beradu argumen

atau berdebat dengan pengguna media sosial lainnya, menjadi panwaslu

(pengawas pemilu) untuk memberikan kontribusinya dalam pengawasan

proses pemilu; dan mengikuti kampanye politik pasangan calon yang

dipilihnya; (3) faktor-faktor yang melatarbelakangi keputusan pemilih milenial

meliputi faktor berita-berita politik di media sosial, kinerja/hasil kerja yang

dianggap berhasil dari pemerintahan sebelumnya sehingga pemilih milenial

memutuskan memilih Jokowi, dan program kerja yang dianggap tidak berhasil

19
oleh pemerintahan sebelumnya sehingga pemilih milenial tidak puas dengan

pemerintahan Jokowi kemudian cenderung beralih memilih Prabowo-Sandi

atas kekecewaan tersebut.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Eqel Tomi Geovani Tamba dengan judul

penelitian Peran Generasi Milenial Dalam Mempengaruhi Budaya Politik

Indonesia (Studi Kasus: DPD Partai Solidaritas Indonesia Kota Medan). Hasil

Penelitian menunjukkan bahwa budaya politik Generasi Milenial ini cukup

signifikan dalam mempengaruhi budaya politik yang ada di Indonesia dengan

terbantahnya budaya tradisional yang membungkam kaum muda untuk

berpolitik dan menjadikan kaum muda itu lebih berani ikut dalam mengetahui

proses-proses politik yang ada di Indonesia khususnya di Kota Medan. Dalam

hal ini Generasi Milenial yang dimaksud ialah hadirnya Partai Solidaritas

Indonesia yang di isi oleh orang-orang masih muda.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Egis Maulana (2019) dengan judul penelitian

Perilaku Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden

Tahun 2019 Di Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran. Hasil Penelitian

menunjukkan bahwa Perilaku politik masyarakat dalam pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden tahun 2019 di Kecamatan Cimerak kabupaten Pangandaran

yang lebih dominan adalah pemilih rasional yatu nasyarakat yang memilih

kandidat berdasarkan pertimbangan rasional seperti visi dan misi serta

program kerja, pengalaman kerja kandidat dan juga menilai dari hasil kinerja

yang sudah terbukti nyata kebaikannya. Sedangkan angka partisipasi

masyarakat dalam pemilihan Presiden dan wakil Presiden tahun 2019.

20
2.3 Kerangka Pikir

Pada perkembangan zaman para kaum Millenial dituntut untuk memberi

perubahan. Perubahan itu bisa berupa hal baik mapun hal buruk. Tergantung

bagaimana kaum milenial berperan aktif dalam dunia politik Tahun 2020 menjadi

momentum politik yang membutuhkan peran generasi milenial yang cakap media,

tanggap, dan kreatif. Langkah-langkah strategis generasi milenial dalam mengisi

pesta demokrasi dapat dilakukan dengan beragam cara, misalnya mendorong

gerakan antigolput atau kampanye hashtag yang positif demi pilkada berkualitas.

Posisi generasi milenial sangat diperhitungkan pada pilkada di berbagai

daerah. Generasi melineal adalah bagian dari penentu kemajuan dan keberhasilan

demokrasi, baik di tingkat daerah maupun nasional. Kewajiban kaum milenial

adalah memegang kendali untuk dunia politik. Bersikap aktif untuk mengkritisi

kebijakan pemerintah. Dan generasi milenial tidak boleh berdiam diri dan

mengiyakan semua tindakan politik pemerintahan. Akan tetapi harus dan bahkan

wajib mengkritik.

Dalam hal ini, partisipasi politik generasi milenial tentu sangat berpengaruh

karena dari persentase jumlah pemilih, generasi milenial menyumbang suara

cukup banyak dalam keberlangsungan Pilkada 2020 ini. Kepentingan elit politik

yang secara langsung terlibat dalam penyelenggaraan aktivitas politik, lebih

mementingkan kepentingan golongan dan terkesan menghambat keterlibatan

pemuda/ milenial dengan ideologi yang dibawa. Untuk mengetahui bagaimna

peran pemilih millennial dalam keterlibatan pemilukada makan digunakan

pendekatan politik oleh para millennial itu sendiri.

21
Konawe Selatan merupakan slaah satu kbupaten yangmengikuti Pemilukada

serentak pada tahun 2020. Pada pemilukada Konawe Selatan menmpilkan 3

kandidat. Dengan jumlah peserta pemilih terbesar tentu pemilih millennial

menjadi sasaran tim sukses dari masing-maisng kandidat.

Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Pemilukada Kabupaten
Konawe Selatan Tahun 2020

Pemilih Millennial

Teori Rasional Choice

Pendekatan Sosiologis Pendekatan Psikologis Pendekatan Rasional

Perilaku Politik

Keputusan Memilih Kandidat

Gambar 2.1
Kerangka Pikir Penelitian

22
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Konawe Selatan

Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk melihat perilaku politik kaum milenial

dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2020.

Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini adalah dimulai pada bulan Agustus

sampai dengan September 2021

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Bentuk penelitian

deskriptif kualaitatif adalah data-data yang dikumpulkan berwujud kata-kata

dan gambar-gambar yang memiliki arti lebih sekedar angka-angka atau

jumlah. Hasil penelitian yang berupa catatan-catatan yang menggambarkan

situasi yang sebenarnya guna mendukung penyajian (Sutopo,2003: 10).

Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan tujuan untuk memperoleh

gambaran atau deskriptif dari objek yang dikaji. Karena dalam wawancara

nantinya akan terdapat rekaman-rekaman, foto-foto lokasi, catatan-catatan,

dan lain-lain. Ciri-ciri terpenting metode kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Memberikan perhatian utama pada makna pesan, sesuai dengan hakikat

objek, yaitu sebagai studi kultural.

2. Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian

sehingga makna selalu berubah.

23
3. Tidak ada jarak antara subjek penelitian dengan objek penelitian, subjek

penelitian sebagai instrumen utama, hingga interaksi langsung.

4. Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat

terbuka.

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian kualitatif yaitu informan penelitian yang

memahami informasi tentang objek penelitian. Informan yang dipilih harus

memiliki kriteria agar informasi yang didapatkan bermanfaat untuk penelitian

yang dilakukan. Maka informan dari penelitian ini adalah pemilih dengan

kategori usia generasi millennial yang terdpat di Kabupaten Konawe Selatan.

Penetuan subjek penelitian hendaknya menggunakan suatu kriteria

tertentu. Peneliti juga menjelaskan dari mana ia mulai mengumpulkan data

dan siapa yang menjadi informan. Informan kuci adalah pemuda pemuda,

penjelasan jika peneliti menambah sampel dan bilamana penambahan sampel

dianggap cukup.

Adapun yang akan menjadi informan disini adalah generasi millenial

dengan kriteria

1. Generasi millennial yang lahir antara tahun 1999-2000an.

2. Mahasiswa

3. Turut aktif dalam Pemilukada di Kabupaten konawe Selatan

4. Jumlah informan 10 (sepuluh).

3.4 Sumber Data

24
Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah wawancara.

Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis maupun melalui

perekaman audio dan vidio serta pengambilan foto. Sumber data dalam

penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data

sekunder.

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan yang

mengetahui tentang perilaku poltik kaum milenial pada pemilihan Kepala

Daerah di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2020. Dengan demikian,

peneliti melakukan pengamatan secara langsung dan wawancara di

tempat, hasil dari pengamatan dan wawancara tersebut berupa catatan dan

rekaman.

2. Sumber Data Sekunder.

Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah informasi-

informasi pendukungnya, foto-foto, catatan lapangan, serta hasil refrensi

tertulis.

3.5 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan Snowball Sampling. Menurut

Sugiono (2009:85), Teknik snowball sampling adalah teknik pengambilan

sampel dengan bantuan key-informan. Key-informan ini membantu atau akan

dapat berkembang berdasarkan petunjuk yang diberikan olehnya. Dalam hal

ini, peneliti hanya mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk

dijadikan sampel sebagai telah ditentukan dalam kriteria informan penelitian.

25
3.6 Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara.

Salah satu teknik pengumpulan data adalah wawancara, wawancara

adalah salah satu bagian terpenting dari setiap survey. Tanpa wawancara

peneliti tidak akan mendapatkan informasi, informasi hanya di dapat

dengan jalan bertanya terhadap responden Singaribun dalam Sutopo

(2003:22). Wawancara merupakan salah satu cara pengumpulan data

dengan cara menannyakan masalah-masalah yang diangkat kepermukaan

dalam penelitian kepada narasumber. Narasumber atau informan adalah

masyarakat pendukung yang mengetahui permasalahan dalam penelitian.

Wawancara dalam penelitian ini bertujuan menyimpulkan

keterangan yang ada pada kehidupan dalam suatu masyarakat serta

pendidikan mereka merupakan suatu alat pembentuk metode observasi

langsung Koentjaraningrat (2009:129). Wawancara yang dilakukan dalam

penelitian ini bertujuan untuk megumpulkan data atau keperluan yang

diperlukan sebanyak-banykanya dan yang ada hubungannya dengan

penelitian ini untuk diambil data yang paling akurat. Jenis wawancara

yang digunakan ada dua yaitu wawancara tidak terstruktur atau bebas dan

wawancara berstruktur.

Wawancara terstruktur dilakukan dalam pencarian data sehubungan

dengan instansi yang terkait yang dapat memberikan informasi

sehubungan dengan penelitian. Wawancara tidak terstruktur digunakan

dalam pencarian informasi dalam masyarakat untuk mengetahui

26
pemahaman masyarakat. Dalam penelitian ini wawancara digunakan

metode tidak berstruktur dilakukan dengan suasana akrab dan

kekeluargaan dengan membuka pertanyaan-pertanyaan yang bersifat

terbuka. Proses berlangsungnya wawancara dilakukan secara acak dan

berulang-ulang sesuai kebutuhan penelitian, Lexy Moleong (2006:190).

2. Studi Dokumen

Studi dokumen adalah metode pengumpulan data dengan mencari

data mengenai hal-hal variabel berupa catatan transkip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan dokumen lainnya yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian. Metode dokumentasi dapat

digunakan sebagai bahan acuan dan data awal dalam melakukan

wawancara dengan mengadakan penelusuran lebih jauh tentang fenomena

yang terjadi dalam data yang ada melalui observasi dan wawancara

sekaligus dapat dijadikan sebagai bahan pembanding dari informasi yang

diperoleh dari observasi dan wawancara, Arikunto dalam Mahbubi (2013:

12).

Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

pengumpulan profil Kabupaten Konawe Selatan dan dokumentasi kegiatan

perilaku politik yang dianggap penting dan berhubungan dengan

permasalahan penelitian.

3.7 Teknik Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan disertai uraian dari

hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan

27
dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut

Patton dalam Moleong, (2009: 103), analisis data adalah proses mengatur

urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian

dasar. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya

kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian.

Dalam menganalisis data yang terkumpul baik dari hasil wawancara

maupun dokumentasi, penulis mencoba menginterprestasikan dengan

menggunakan metode kualitatif. Dalam metode kualitatif analisis data

dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya pengumpulan data. Tahap-tahap

analisis data yaitu:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, maupun

dokumentasi untuk memperoleh data yang lengkap Rachman, (2011: 174).

Peneliti mencatat data yang diperoleh dari kegiatan observasi atau

pengamatan kepada pemilih millennial di Kabupaten Konawe Selatan

Provinsi Sulawesi Tenggara.

2. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

menfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran

yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan, Rachman

(2011: 175). Hasil pengumpulan data berasal dari kegiatan observasi

28
pemilih millennial di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi

Tenggara, hasil-hasil wawancara dengan pemilih millenial yang menjadi

sumber informan, dan dokumentasi kemudian menggolongkan atau

membuang yang tidak perlu dan tidak sesuai dengan fokus penelitian.

3. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, bagan alur, dan sejenisnya. Penyajian data di sini

berupa paparan hasil teks dalam paragraf-paragraf dan penggabungan foto

hasil dokumentasi sebagai penunjang dan memperkuat hasil penyajian data

yang berasal dari hasil pengamatan dan pengumpulan data penelitian.

4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Simpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung.

Sebaliknya bila didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan konsisten, maka

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel,

Rachman (2011: 177).

Dari empat tahapan analisis data diatas, dapat digambarkan dengan

skema berikut ini:

29
Pengumpulan Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Penarikan
Kesimpulan/Verifikasi

Bagan 2 : Bagan Analisis Data Kualitatif


Sumber: Miles, Huberman dalam Rachman, (2011)

Berdasarkan keterangan diatas maka setiap tahap dalam proses tersebut

dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data

yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen

pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode

wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi.

3.8 Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi.

Menurut Sutopo (2002: 7) tringgulasi merupakan cara yang paling umum

digunakan bagi peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif. Trianggulasi

merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu

yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan data atau sebagai

pembanding terhadap data itu.

30
Menurut Sugiyono (2006: 273) menjelaskan bahwa ada tiga macam

trianggulasi yaitu (1) Trianggulasi sumber, (2) trianggulasi sumber

pengumpulan data, (3) trianggulasi waktu.

1. Trianggulasi sumber adalah trianggulasi yang diguanakan untuk menguji

kredibilitas data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui

beberapa sumber.

2. Trianggulasi teknik adalah suatu alat untuk menguji kredibilitas data

dengan cara mengecek data yang sama namun dengan alat yang berbeda.

3. Trianggulasi waktu adalah trianggulasi yang sering mempengaruhi data.

Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi, siang, maupun

malam hari akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih

kredibel.

Berdasarkan pemaparan di atas maka penelitian ini menggunakan dua

macam trianggulasi, pertama trianggulasi sumber data yang berupa observasi

serta wawancara dengan narasumber secara langsung dan dokumen yang

berisi catatan terkait dengan data yang diperlukan oleh peneliti.

31
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, J. (2019). Karakteristik Pemilih Milenial Pada Pemilihan Presiden Dan


Wakil Presiden Tahun 2019 Di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas (Doctoral dissertation, UNNES).
Anung, P. (2013). Mahalnya demokrasi, memudarnya ideologi: Potret
komunikasi politik legislator-konstituen. Jakarta: Kompas.
Arikunto, S. 2013.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Asfar, Muhammad. (2014) Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004. Surabaya:
Pustaka Utama.
Best, P., Manktelow, R., & Taylor, B. (2014). Online communication, social
media and adolescent wellbeing: A systematic narrative review. Children
and Youth Services Review, 41, 27-36.
Cangara, H. (2009). Komunikasi politik: Konsep, teori, dan strategi. Jakarta:
Rajawali Press.
Dayton-Johnson, J. (2003). The economic implications of social cohesion (Vol.
16). L. Osberg (Ed.). Toronto: University of Toronto Press.
Deal, J. J., Altman, D. G., & Rogelberg, S. G. (2010). Millennials at work: What
we know and what we need to do (if anything). Journal of Business and
Psychology, 25(2), 191-199.
Fadillah, P. (2013). Partai Politik dan kebijakan Publik : Analisis Terhadap
Kongruensi Janji Politik Partai dengan Realisasi Produk Kebijakan Publik di
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Foot, D. K., & Stoffman, D. (1998). Boom, bust & echo 2000: Profiting from the
demographic shift in the new millennium. Macfarlane Walter & Ross..
Gaus, Gerald F, (2012). Handbook Teori Politik. Bandung: Nusa Media
Gilleard, C. (2004). Cohorts and generations in the study of social change. Social
Theory & Health, 2(1), 106-119.
H.B. Sutopo. (2003). Konsep-Konsep Dasar Penelitian Kualitatif.Surakarta: UNS.
Houghton, D. P. (2008). Political psychology. New York: Taylor & Francis.
Juditha, Cristiany. 2018. Penggunaan Media Digital Dan Partisipasi Politik
Generasi Milenia. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik. Vol. 22
No. 2,hlm: 94-109

32
Kaifi, B. A., Nafei, W. A., Khanfar, N. M., & Kaifi, M. M. (2012). A multi-
generational workforce: Managing and understanding millennials.
International journal of business and management, 7(24), 88.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Kowske, B. J., Rasch, R., & Wiley, J. (2010). Millennials’(lack of) attitude
problem: An empirical examination of generational effects on work
attitudes. Journal of business and psychology, 25(2), 265-279.
Lancaster, L. C., & Stillman, D. (2009). When generations collide: Who they are.
Why they clash. How to solve the generational puzzle at work. Harper
Collins.
Mannheim, K. (1952). The problem of a sociology of knowledge. Essays on the
Sociology of Knowledge, 134-190.
Maulana, E. (2019). Perilaku Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Presiden Dan
Wakil Presiden Tahun 2019 Di Kecamatan Cimerak Kabupaten
Pangandaran. Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 5(3), 335-343.
Moleong, Lexy. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. remaja
Rosdakarya.
Morissan (2016). Tingkat partisipasi politik dan sosial generasi muda. Jurnal Visi
Komunikasi, 15(1), 96-113.
Muis, D. N. (2010). Seputar Pemilu Legislatif Jerman. Jakarta: INDOCASE.
Mulyana, M. (2014). Pengaruh periklanan dan promosi penjualan terhadap
keputusan pembelian. Jurnal Ilmiah Manajemen Kesatuan, 2(2), 119-128.
Nimmo, D. (2005). Komunikasi politik: Komunikator, pesan, dan media.
Bandung: Rosdakarya
Ramlan, Surbakti. (2010). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo
Sanjaya, A. (2019). Partai Politik dan Komunikasi Politik: Strategi Pemasaran
Politik (Political Marketing) Partai Solidaritas Indonesia dalam Memperoleh
Suara di DPRD Provinsi DKI Jakarta Pada Pemilu 2019 (Bachelor's thesis,
FISIP UIN Jakarta).
Sobolim. (2013). Teori Perilaku Politik: Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku politik. www.academia.edu/6840849/Teori_perilaku_politik. 2
Agustus 2015 (21:41).
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

33
Tamba, E. T. G. (2019). Peran Generasi Milenial dalam Mempengaruhi Budaya
Politik Indonesia.
Twenge, J. M. (2013). Teaching generation me. Teaching of Psychology, 40(1),
66-69.

34

Anda mungkin juga menyukai