Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIH


PEMULA DALAM MENENTUKAN HAK PILIHNYA DI DESA BATU-BUA II

DOSEN PENGAJAR :

Gazali Rahman S.Sos, M.Si

Dr. Mahyuni S.Sos, M.Ap

Dr. Andi Tenri Sompa S.Sip, M.Si

OLEH :

Agnesia Kartika

1710413620004

Ilmu Pemerintahan

Reg B

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

I
DAFTAR ISI

BAB I (PENDAHULUAN)

1. Latar Belakang………………………….……………………………………….…1

2. Rumusan masalah……………………….………………………………………….2

3. Tujuan penelitian.……………………….………………………………………….2

4. Manfaat penlitian.……………………….………………………………………….3

BAB II (TINJAUAN PUSTAKA)

1. Penelitian terdahulu.………………………………………………...........…...…….4

2. 2.1. Teori yang digunakan…………………………………………...........…...……4

2.2. Konsep/definisi spanstial………………….……………………...........…...…10

BAB III (METODOLOGI PENELITIAN)

1. Pendekatan Penelitian.……………………….………………..……………….…13

2. Waktu dan Tempat Penelitian.……………………….………………..……….…13

3. Sampel.………………….…………………….………………..…………………13

4. Teknik dan pengambilan sampel.………….…………….…………..……………14

5. Analisis data…………….…………………….………………..…………………14

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..16
BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Pemilihan Umum (Pemilu) sering disebut sebagai pesta demokrasi, merupakan


salah satu prinsip yang harus dijalankan setiap rakyat dalam negara yang menganut
demokrasi. Indonesia melaksanakan pemilu dalam rangka memilih anggota eksekutif
dan legislatif yang menurutnya sesuai untuk menjalankan amanat rakyat. Rakyat
memiliki kedaulatan tertinggi untuk melaksanakan pemilu serta menggunakan hak
pilihnya.
Pemilu dapat dikatakan sebagai salah satu sarana demokrasi dan bentuk
perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat serta pemimpin yang
aspiratif, berkualitas, dan bertanggung jawab untuk mensejahterakan rakyat. Suatu
kategori kelompok pemilih pemilu yang menarik untuk diteliti dan diamati lebih jauh
ialah pemilih pemula.
Para pemilih pemula yang mayoritasnya dari siswa/siswi sekolah menengah atas
dan mahasiswa/mahasiswi baru perguruan tinggi yang baru memasuki usia hak pilih
pasti belum memiliki pengetahuan dan jangkauan politik yang luas untuk
memutuskan pilihannya, dan itu terkadang menyebabkan apa yang mereka pilih tidak
sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Minimnya pengetahuan dan wawasan
tentang politik dikarenakan tidak adanya pendidikan politik yang diajarkan baik
dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Pemilih pemula merupakan subjek serta objek dalam pelaksanaan kegiatan
politik, termasuk didalamnya terdapat kegiatan pemilihan umum (pemilu). Pemilih
pemula sebagai objek dalam kegiatan pilitik, maksudnya ialah mereka yang masih
membutuhkan pembinaan dalam oriendasi ke arah pertumbuhan potensi dan
kemampuannya untuk berperan dalam kegiatan dan bidang politik. Pendidikan politik
yang masih rendah membuat kelompok ini rentan dijadikan sasaran mobilisasi oleh

1
pihak-pihak tertentu. Disadari juga, bahwa pemilih pemula memiliki permasalahan
yang kompleks, yaitu heterogenitas baik umur, status sosial, serta aspirasi kepentingan
dan karakter pribadi yang khas, yaitu labil, sensitif dinamis dan berani. Perilaku yang
labil, sensitif, dan mudah dipengaruhi dimanfaatkan oleh partai pendukung calon
kandidat untuk meraih suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu.
Sekarang ini, saya tertarik untuk membahas dan meneliti pemilih pemula pada
desa Batu-Bua II, Kec. Laung Tuhup, Kab. Murung Raya, Kalimantan Tengah.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, saya tertarik untuk
meneliti dan mengamati tentang pemilih pemula, dengan mengajukan beberapa
pertanyaan mendasar, yaitu :
A. Faktor-faktor apasaja yang mempengaruhi pemilih pemula desa Batu-Bua II
dalam partisipasi politik?
B. Bagaimana persepsi masyarakat pemilih pemula desa Batu-Bua II terhadap
pentingnya partisipasi politik?

3. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari proposal penelitian
ini adalah untuk :

A. Mengkaji apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih pemula desa Batu-
Bua II dalam partisipasi politik

B. Mengkaji bagaimana persepsi masyarakat pemilih pemula desa Batu-Bua II


terhadap pentingnya partisipasi politik

4. Manfaat penelitian

Proposal ini bertujuan untuk mengetahui dan mencari tahu tentang apa saja yang
menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi para pemilih pemula dalam menentukan

2
hak pilihnya pada pemilu serentak tahun 2019 ini. Penelitian ini terfokus pada satu
desa didaerah Kalimantan Tengah, tepatnya desa Batu-Bua II.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Penelitian Terdahulu

Para pemilih pemula, yang umumnya lebih melek teknologi, tentu sangat paham
perkembangan ini. Akses pada internet makin luas, media sosial mudah diakses,
membuat para pemilih pemula sangat terbuka dengan perkembangan-perkembangan
negatif terkait parpol, politisi, dan proses-proses politik macam itu. Ini perkembangan
yang tidak bagus bagi pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Dengan angka usia
produktif di Indonesia yang sangat tinggi, apatisme politik di kalangan para pemilih
pemula dan generasi muda ini bisa kontraproduktif dengan upaya perbaikan ekonomi
dan aspek-aspek lainnya.
Membangun persepsi bahwa politik yang baik dan sehat itu adalah hal penting
menjadi mendesak dilakukan. Jangan sampai para pemilih pemula ini terus terjebak
pada apatisme politik yang membuat mereka kehilangan selera untuk terlibat aktif
dalam partisipasi politik.

2. 2.1. Teori yang digunakan

a. Teori Tentang Partisipasi Pemilih

Partisipasi politik merupakan suatu masalah yang penting dan banyak dipelajari
terutama dalam hubungannya dengan negara- negara berkembang. Pada awalnya studi
mengenai partisipasi politik hanya memfokuskan diri pada partai politik sebagai
pelaku utama, akan tetapi dengan berkembangnya demokrasi, banyak muncul
kelompok masyarakat yang juga ingin berpartisipasi dalam bidang politik khususnya
dalam hal pengambilan keputusan- keputusan mengena-mengenai kebijakan umum.

Secara umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang
atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik. Herbert
McClosky berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan- kegiatan sukarela

4
dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses
pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses
pembentukan kebijakan umum.

Berikut ini dikemukakan sejumlah “rambu-rambu” partisipasi politik menurut


Ramlan Surbakti, sebagai berikut :

1) Partisipasi politik berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga Negara biasa
yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan orientasi.
Karena sikap dan orientasi tidak selalu termanifestasikan dalam perilakunya.

2) Kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi perilaku selaku pembuat dan


pelaksana keputusan politik. Seperti mengajukan alternative kebijakan umum,
dan kegiatan mendukung atau menentang keputusan politik yang dibuat
pemerintah.

3) Kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah


termasuk dalam konsep partisipasi politik.

4) Kegiatan mempengaruhi kebijakan pemerintah secara langsung yaitu


mempengaruhi pemerintah dengan menggunakan perantara yang dapat
meyakinkan pemerintah.

5) Mempengaruhi pemerintah melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan


seperti ikut memilih dalam pemilu, mengajukan petisi, bertatap muka, dan
menulis surat atau dengan prosedur yang tidak wajar seperti kekerasan,
demonstrasi, mogok, kideta, revolusi, dll.

Adapun dari sisi psikologis, apatis bisa disebut sebagai keadaan ketidakpedulian
ketika seorang individu tidak menanggapi rangsangan kehidupan emosional, sosial,
atau fisik. Apatis depresi klinis dianggap tingkat yang lebih moderat dan didiagnosis
sebagai gangguan identitas disosiatif dalam tingkat ekstrem. Aspek fisik apatis
dikaitkan dengan kelelahan fisik, kelemahan otot, dan kekurangan energi yang disebut
letargi.

Ada beberapa penyebab apatis muncul dalam diri masing-masing individu, di

5
antaranya matinya nilai-nilai di masyarakat, matinya rasa kepedulian, hilangnya
respek atau nurani, serta pandangan tentang keadilan yang membutakan masyarakat
akan hukum. Tindakan apatis ini sering muncul dalam kehidupan bermasyarakat,
kehidupan berpolitik, dan juga kehidupan bernegara.

Lebih lanjut, terdapat dua faktor yang mempengaruhi partisipasi politik seseorang
adalah :

1) Kesadaran politik, yaitu kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga
Negara.

2) Kepercayaan politik, yaitu sikap dan kepercayaan orang tersebut terhadap


pemimpinnya. Berdasarkan dua faktor tersebut, terdapat empat tipe partisipasi
politik yaitu:

1) Partisipasi politik aktif jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik yang
tinggi.

2) Partisipasi politik apatis jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik yang
rendah.

3) Partisipasi politik pasif jika memiliki kesadaran politik rendah, sedangkan


kepercayaan politiknya tinggi.

4) Partisipasi politik militant radikal jika memiliki kesadaran politik tinggi KRIPS,
sedangkan kepercayaan politiknya rendah.

b. Teori tentang Pemilih Pemula

Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 2008 dalam Bab IV pasal 19 ayat 1


dan 2 serta pasal 20 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemilih pemula
adalah warga Indonesia yang pada hari pemilihan atau pemungutan suara adalah
Warga Negara Indonesia yang sudah genap berusia 17 tahun dan atau lebih atau
sudah/pernah kawin yang mempunyai hak pilih, dan sebelumnya belum termasuk
pemilih karena ketentuan Undang-Undang Pemilu.

6
Rusli Karim (1991:32) mengemukakan bahwa kaum muda adalah kaum yang
sulit didikte, bahkan ada dugaan generasi muda merupakan salah satu kelompok yang
sulit didekati partai politik ataupun kontestan Pemilu. Pada umumnya pemilih pemula
belum memiliki literasi politik yang memadai. Pemilih pemula cenderung mengikuti
tren di lingkungan tempat tinggalnya. Menurut Suhartono (2009:6), pemilih pemula
khususnya remaja mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung
pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang
kurang menyenangkan akan dihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok
sebaya adalah sesuatu paling penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi
seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan.
Pemilihan umum harus benar–benar dilaksanakan menurut ketentuan peraturan
perundang–undangan yang berlaku. Terlibatnya pemula muda dalam pemilu
merupakan suatu hal yang patut disyukuri. Karena terpilih atau tidaknya pemimpin
yang dapat dipercaya, tergantung pada rakyat dan semua pemula muda yang
memenuhi syarat. Oleh sebab itu, keterlibatan mereka dalam pemilu juga sangat
penting. Juga sebaliknya, pemilu juga sangat penting bagi mereka. Sebagai rakyat dan
pemula muda terutama mereka- mereka yang masih belajar, keduanya saling
ketergantungan. Hal itu membuktikan bahwa seorang pemimpin yang telah telah
terpilih harus bisa menunjukkan kepeduliannya terhadap masyarakat terutama dalam
dunia pendidikan.

Selain dalam pendidikan, pemilu sangat penting bagi pemula muda untuk
mengajarkan kesanggupan diri untuk terjun kedunia politik. Kesanggupan
maksudnya, kemampuan diri untuk malakukan sesuatu yang didukung oleh kesediaan
dan kemauan, sehingga pengajaran tersebut bersifat suka rela karena tanpa adanya
unsur paksaan. Memang situasi dan kondisi masyarakat satu dengan yang lainnya
berbeda. Ada yang kondisi sosialnya maju dan ada juga yang masih ketinggalan.
Begitu juga denga pemula muda, ada juga yang rela terjun ke Dunua politik dan ada
juga yang tidak rela terjun kedunia politik. Namun dibalik itu semua, siapapun yang
sudah berumur 17 tahun ke-atas, harus mewujudkan keikut sertaannya sebagai warga

7
Negara dalam bentuk pemungutan suara. Keikut sertaantersebut merupakan suatu
pengamalan Pancasila, khususnya sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan politik bagi pemilih pemula sebenarnya dimaksudkan untuk mewujudkan,
setidak- tidaknya menyiapkan kader- kader yang dapat diandalkan untuk memenuhi
harapan masyarakat luas. Dalam arti yang benar- benar memahami semangat yang
terkandung dalam perjuangan sebagai kader bangsa.

Dalam pemilu, warga Negara bisa memilih pemimpin yang sekiranya bisa
membangun Negara dengan lebih baik. Oleh sebab itu, pemilu juga sangat penting
dalam hal pengabdian bela Negara. Karena dalam pemilu, rakyat dan pemula muda
bisa menyalurkan suara secara langsung mengenai pemimpin yang memiliki karakter
sesuai dengan keinginan bersama. Meskipun tiap individu yang ada dalam Negara
kesatuan republik Indonesia, memiliki tujuan dan cita- cita yang sejalan. Cita- cita
tersebut tentunya ingin tercapai dengan tujuan awal ingin mempunyai pemimpin
yang kharismatis dan bertanggung jawab. Namun sebelum menentukan siapa calon
yang akan dipilih, perlu meneliti siapa diantara semua calon yang paling mendekati
tipe pemimpin sempurna. Sehingga pemula muda perlu mengetahui bahwa calon
pemimpin yang dipilih adalah calon pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab
agar tidak menyesal dihari kemudian.

Pemilih pemula lainnya juga mempunyai peran penting sehingga diperlukan


kebijakan strategis yang memudahkan mereka dalam memberikan suara.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih pemula dalam menentukan hak


pilihnya

Rasa ingin tahu pemilih pemula adalah kelompok pemilih yang belum/minim
pengalaman dalam pesta demokrasi. Dan Pemilihan dalam suatu daerah menjadi
sebuah pengalaman sendiri bagi kelompok pemilih pemula. Pengalaman yang sangat
minim tersebut menjadi kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dalam pesta
demokrasi lewat sebuah proses pemilihan dan ingin merasakan secara langsung

8
keterlibatan mereka dalam kegiatan pemilihan tersebut. Hal ini dapat menunjang
perkembangan tingkat partisipasi peemilih pemula. Anggapan pemilih pemula bahwa
orang yang sudah cukup umur dan sudah terdaftar dan diberi undangan untuk datang
ke TPS adalah suatu keharusan.

Beberapa faktor yang turut mempengaruhi pilihan pemilih pemula adalah afilasi
politik orang tua yang berpengaruh sangat kuat, begitu juga figur tokoh dan
identifikasi politik yang ada di Lingkungan sekitar. Hal – hal tersebut menjadi faktor
yang mempengaruhi fikiran pemula muda dalam menentukan pilihannya. Sehingga
dalam menentukan pilihan perlu kemandirian yang kuat, agar tidak terbawa arus. Agar
pilihan yang menjadi sasaran utama rakyat untuk memiliki pemimpin yang sesuai
dengan keinginan bersama yaitu ingin memiliki pemimpin yang tau akan tugasnya,
bukan pemimpin yang tau akan jabatannya. Dari pengalaman tersebut, pemula muda
tentunya secara tidak langsung mendapatkan pendalaman tentang kepemimpinan,
sehingga pemilu juga sangat bermanfaat bagi pemula muda terutama pemilih pemula.

Manfaat pemilu bagi pemilih pemula yang mayoritas pelajar, remaja dan
mahasiswa, juga untuk mendidik dan mencerdaskan. Oleh karena itu, suara yang
mereka berikan merupakan wujud kerjasama untuk mensukseskan pemilu. Karena
dikalangan pemilih pemula, pendidikan politik sangat rendah. Sehingga pemilih
pemula bisa menduduki posisi terpenting dalam pemilu. Kerendahan pendidikan
politik tersebut tidak setara dengan jumlah pemilih pemula yang sangat banyak. Oleh
sebab itu partisipasi mereka terkadang dimanfaatkan sebagai sasaran buruan para
calon.

Hubungan pemilu dengan pemilih sangatlah erat. Karena dalam pemilu


membutuhkan pemilih dan pemilih membutuhkan pemilu untuk memilih seorang
pemimpin, karena Negara Indonesia menganut kedaulatan rakyat. Dalam pemilu
setiap pemilih memiliki hak untuk memilih siapa yang kira – kira bisa dijadikan
panutan yang bertanggung jawab. Karena dikalangan masyarakat khususnya
dikalangan pemilih pemula. Perlakuan sesuai dengan fungsi dan kedudukan dalam

9
masyarakat merupakan sebuah keadilan dalam kehidupan sosial budaya. Oleh sebab
itu, pemilu sangatlah penting dikalangan pemilih pemula.

2.2 Konsep/definisi spanstial

Pemilu merupakan bentuk demokrasi langsung. Bertujuan untuk memilih


pemimpin rakyat, untuk duduk didalam lembaga permusyawaratan rakyat, untuk
membentuk pemerintahan menjadi lebih baik dari sebelumnya, untuk melanjutkan
perjuangan mengisi kemerdekaan dan mempertahankan keutuhan Negara kesatuan
republik Indonesia. Pemilu tidak boleh menyebabkan rusaknya sendi – sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena pemilihan umum yang
demokratis merupakan sarana untuk mencapai tujuan Negara sesuai dengan
persetujuan rakyat.

Pemilih pemula di Indonesia kebanyakan masih Pelajar dari tingkat SLTA dan
Mahasiswa, sehingga permasalahan yang berhubungan dengan pemula – pemula
muda, perlu dipandang lebih penting. Karena mereka yang dianggap paling riskan
terhadap pengaruh – pengaruh negatif, sehingga dalam pemilu, mereka tidak cukup
dipandang sebelah mata, tapi mereka memerlukan pendekatan yang lebih nyata
melalui program- program. Dalam pemilu, jika pemula muda benar – benar menurut
apa yang sudah menjadi peraturan Negara. Maka, mereka mau tidak mau tetap terlibat
dalam proses pemilihan umum, sehingga mereka perlu pengarahan agar tidak
terindikasi dengan budaya – budaya yang tidak senada dengan ajaran agama. Pemilih
pemula dan pemilih muda sangat berbeda. Pemilih pemula adalah orang yang baru
mempunyai hak untuk memilih, sedangkan pemilih muda bisa dikatakan orang yang
sudah mempunyai hak untuk memilih dan pernah memilih, sehingga antara pemilih
muda dan pemilih pemula sangat berbeda.

Salah satu Undang – undang yang ada di Indonesia berisi bahwa pemberian suara
dalam pemilu adalah hak setiap warga Negara yang memenuhi syarat untuk memilih.
Tak sedikit Pemula muda yang menjadi pemilih pemula, sehingga ,mereka yang

10
berumur 17 – 21 tahun sudah memiliki hak secara langsung untuk memberikan
suaranya sesuai dengan kehendak hati nurani tanpa perantara atau dorongan dari
manapun, karena suara yang mereka berikan juga menjadi penentu bagi mereka
sebagai pemilih pemula, untuk mewujudkan masa depan yang lebih cerah. Karena
pemilih pemula disatu sisi menjadi segmen yang memang unik, yakni memiliki
antusisme tinggi dan bisa berfikir lebih rasional. Perilaku pemilih pemula yang baru
memasuki usia hak pilih, pastilah belum memiliki jangkauan politik yang luas untuk
menentukan calon yang harus dipilih.

Remaja dalam dunia nyata merupakan generasi muda yang akan menggantikan
posisi pemerintahan yang sekarang. Karena salah satu hal terpenting dalam sebuah
organisasi atau pemerintahan adalah adanya generasi muda. Remaja sedikit demi
sedikit terlibat dalam dunia politik yaitu melalui sebuah organisasi di sekolah,
kemudian merambah ke pemilihan umum dalam Negara. Dalam hal ini pemilih atau
pemungut suara yang cenderung sebagai bentuk salah satu pengamalan pancasila,
pasti membutuhkan pengetahuan tentang pemilu agar bisa optimal dalam pemilu.
Begitu pula para pemula muda, Sebagai pemula muda tentunya membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk berperan sebagai pemilih pemula. Karena sebenarnya pemula
muda selalu bersikap acuh tak acuh terhadap dunia politik. Sehingga sikap itu perlu
dihilangkan sedikit demi sedikit agar mereka bisa dengan lapang dada terjun ke dunia
politik.

3. Kerangka pemikiran

Pada kesempatan ini, masyarakat dapat memilih secara langsung calon


pemimpinnya yang menurut mereka dapat meningkatkan kualitas sumber daya alam
dan sumber daya manusia serta menciptakan daerah yang lebih sejahtera, berkeadilan,
dan berkepribadian. Pemilih pemula yang pada dasarnya merupakan golongan pemilih
yang baru pertama kali mendapatkan kesempatan memilih dalam pemilihan secara
langsung, memang memiliki potensi yang sangatlah besar pada setiap
penyelenggaraan pemilihan. Terlebih lagi mereka masih memiliki pengalaman voting

11
yang sangat rendah bahkan tidak ada sama sekali, tak heran apabila karakteristik
memilih mereka jauh berbeda dengan para pemilih yang telah memiliki pengalaman
sebelunya. Dari perbedaan karakteristik tersebutlah kemudian menyebabkan
timbulnya sebuah dorongan serta motivasi yang berbeda di setiap aktivitas politik
mereka, dikarenakan mereka bukanlah organisasi politik maupun kelompok
kepentingan. Ketika ada sebuah peluang serta harapan dengan seketika timbullah
keinginan mereka untuk bisa berperan serta pada pesta demokrasi dalam bentuk
partisipasi politik. Namun tidak semua dari golongan pemilih pemula ini yang sadar
akan hak politisnya, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik
pribadi, karakteristik sosial, situasi atau lingkungan politik, serta pendidikan politik.

BAB III

METODE PENELITIAN

12
1) Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif


yang bertujuan memberi gambaran dan penjelasan yang ilmiah terhadap obyek yang
akan diteliti. Alasan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam
penelitian ini sebagai bagian dari metode deskriptif, dengan memahami mengapa
suatu gejala terjadi atau sebab suatu peristiwa keadaan sesuatu berlangsung.
Penelitian ini pada tahap pertama dilakukan dengan menggambarkan fakta untuk
memperjelas bagaimana keadaan suatu gejala, suatu peristiwa, atau keadaan dari
obyek yang diselidiki. Selanjutnya diusahakan sebab-sebab mengapa gejala peristiwa
itu demikian. Untuk itu dilakukan usaha membanding-bandingkan gejala guna
mencari kesamaan dan perbedaannya.

2) Waktu dan tempat penelitian

Tempat penelitian berada di Desa Batu-Bua II, Kec. Laung Tuhup, Kab. Murung
Raya, Kalimantan Tengah

3) Sampel

Salah satu konsep yang berhubungan erat dengan sampel adalah populasi.
Populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti. Sementara itu, sampel
merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh karena itu, sampel harus
dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri.
(Bailey, 1994 : 83).

Untuk membuat sebuah batasan populasi, terdapat tiga kriteria yang harus
terpenuhi, yaitu isi, cakupan, waktu.

4) Teknik dan pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang saya gunakan adalah teknik penarikan sampel

13
bola salju (snowball sampling) digunakan jika peneliti tidak memiliki informasi
tentang anggota populasi. Peneliti hanya memiliki satu nama populasi. Dari nama ini,
peneliti akan memperoleh nama-nama lainnya. Teknik ini biasanya digunakan jika
kita meneliti kasus yang sensitif atau rahasia.

Pengambilan sampel dilakukan melalui rancangan sampling menurut katagori


sampel acak sederhana. Jumlah masyarakat yang terkait dengan penelitian sebanyak
120 jiwa, dimana mereka telah mengikuti kegiatan pilkada pada masa
pemilihan/pencoblosan sebagai pemilih pemula dalam pilkada di desa Batu-Bua II.

5) Analisis data

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang, kelompok, atau organisasi untuk


ikut secara aktif dalam kehidupan politik. Misalnya, ikut pemilu, memengaruhi
pengambilan keputusan, dan ikut partai politik (Kaelola, 2009;222).
Selanjutnya Miryam Budiardjo mengatakan partisipasi secara umum adalah
kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam
kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin negara dan, secara
langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).
Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,
mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau
anggota parlement, menjadi anggota partai atau salah satu gerakan sosial dengan
direct actionnya, dan sebagainya (Efriza, 2012;126).
Menurut Michael Rush dan Philip Althoff dalam buku Teori-teori Politik (Sitepu,
2012;100-101) mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai berikut:
1. Menduduki jabatan politik atau administrative
2. Mencari jabatan politik atau administrative
3. Keanggotaan aktif dari suatu organisasi
4. Keanggotaan pasif ssuatu organisasi
5. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu-politik (quasi-political)
6. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu-politik

14
7. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya
8. Partisipasi dalam diskusi politik informal, minat umum dalam politik
9. Voting (pemberian suara)
Maran (2007:156) yang menyebutkan faktor utama yang mendorong orang
berpartisipasi politik yaitu:
a) Perangsang politik adalah suatu dorongan terhadap seorang pemilih agar mau
berpatisipasi dalam kehidupan politik. Perangsang politik Dipengaruhi oleh
kegiatan kegiatan diskusi politik, pengaruh media massa, diskusidiskusi formal
dan informal.
b) Karakteristik pribadi seseorang adalah watak sosial seorang pemilih yang
mempunyai kepedulian sosial yang besar terhadap masalah sosial, politik,
ekonomi, dan hankam, yang biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik.
c) Karakteristik sosial adalah status sosial, ekonomi, kelompok ras, etnis, dan agama
seseorang yang akan mempengaruhi persepsi, sikap, perilaku seseorang dalam
aktivitas.
d) Situasi atau lingkungan politik adalah keadaan lingkungan sosial sekitar seorang
pemilih yang baik dan kondusif agar seorang pemilih mau dengan senang hati
berpartisipasi dalam aktivitas politik.
e) Pendidikan politik adalah upaya pemerintah untuk merubah warga Negara agar
dapat memiliki kesadaran politik dengan terlibat dalam aktivitas politik.

Pemilih pemula adalah mereka yang berusia 17-21 atau yang suda menikah atau
mereka yang baru pertama kali memiliki pengalaman memilih, yang pada pilkada
periode yang lalu belum genap berusia 17 tahun. Dalam pendidikan politik kelompok
pemuda yang baru pertama kali akan melalukan hak pilihnya disebut pemilih Pemula.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. Metode Penelitian Kuantitatif-Ed. 1,

15
-Cet.10. -Jakarta : Rajawali Pers, 2016.

Link :

https://www.researchgate.net/publication/327503266_Partisipasi_Politik_Pemilih_Pe
mula_dalam_Pemilihan_Umum, diakses pada tanggal 23 Mei 2019

https://ahmadmufidchomsan.wordpress.com/essay/pentingnya-pemilu-dikalangan-
pemilih-pemula/, diakses pada tanggal 23 Mei 2019

16

Anda mungkin juga menyukai