Anda di halaman 1dari 26

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 1


I.2 Rumusan Masalah …………………………….…………………. 7
I.3 Tujuan Penelitian …………………………….…………………. 7
I.4 Manfaat Penelitian …………………………….…………………. 7

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II.1 Penelitian Terdahulu .………………………….…………………. 8


II.2 Kajian Pustaka ..........………………………….…………………. 9
II.3 Kerangka Pemikiran ……………..…………….………….……… 29

III.METODE PENELITIAN
III.1 Jenis Penelitian …..……………....………………………………
31
III.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......………………………………
31
III.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ……………
31
III.4 Defenisi Operasional ......................……………………………
32
III.5 Jenis dan Sumber Data ......................……………………………
35
III.6 Teknik Pengambilan dan Pengumpulan Data ……………………
36
III.7 Teknik Analisis Data ….....................................…………………
36

DAFTAR PUSTAKA …….………………………………………………….. 40


LAMPIRAN ..........…….………………………………………………….. 43
2

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Mustapa, Ina (2010; 55) menyimpulkan bahwa

penetapan ADD di desa Bancea Kecamatan Pamona Selatan Kabupaten Poso

sudah sesuai aturan yang didasarkan pembobotan indikator kemiskinan, jumlah

penduduk, luas wilayah dan keterjangkauan. Hasil penelitian ini juga

menunjukkan bahwa penggunaan ADD sebesar 67, 69 % untuk belanja publik dan

32,31 % untuk belanja operasional. Hal penting lainnya dari hasil penelitian

tersebut bahwa dalam proses penetapan kegiatan ADD tidak sesuai aturan karena

rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam musrembang.

Terhadap rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, hasil penelitian Willah

(2007) menyimpulkan adanya pengaruh komunikasi pemerintah desa dalam hal

ini kepala desa terkait program ADD di desa Wakai Kecamatan Una-Una

Kabupaten Tojo Una-Una.

Hasil penelitian Hudayana, (2005: 20-21) di 6 Kabupaten (Limapuluh

Kota; Sumedang; Magelang; Tuban; Selayar dan Jayapura) menegaskan bahwa


3

kebijakan ADD menjadi instrumen bagi terselenggarannya pemerintahan desa

secara partisipatif. Hal ini karena ADD terintegrasi ke dalam APBdes dan tahap

perencanaan, penetapan dan implementasi program yang tertuang dalam APBdes.

Hasil penelitian memperihatkan bahwa ADD juga menjadi arena bagi elemen-

elemen penyelenggara pemerintahan desa untuk mengusung kebijakan dan

program yang responsif bagi kepentingan masyarakat. Fakta telah menunjukkan

bahwa berbagai program yang diusung Desa menjadi sangat dekat dengan aspirasi

masyarakatnya dan mendapat dukungan dana swadaya dan gotongroyong yang

signifikan.

Perbedaan penelitian ini terletak pada penggalian persepsi masyarakat

tentang formula ADD. Penggalian ini sebagai wujud partisipasi masyarakat terkait

kebijakan ADD di Kabupaten Sigi. Penerapan ADD selain dilihat pada tingkat

desa juga dilihat keterkaitan berbagai unsur yang berperan dalam kebijakan ADD

di Kabupaten Sigi.

2.2 Kajian Pustaka

1) Pembangunan Desa

Hakikat pembangunan adalah membangun manusia Indonesia

seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Siagian

(1990) mendefenisikan pembangunan sebagai suatu usaha atau rangkaian

usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara

sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah, menuju modernitas dalam
4

rangka pembinaan bangsa (Nation-building). Pengertian pembangunan

tersebut bermakna, suatu usaha yang secara sadar dilaksanakan dan

terencana yang mengarah kepada modernitas. Gaulet (dalam Kartasasmita,

1997; 18), pembangunan adalah salah satu bentuk perubahan sosial, dan

modernisasi adalah suatu bentuk khusus (Special Case) dari pembangunan.

Usman (2003;21), mengungkapkan bahwa pembangunan yang

dilakukan oleh suatu negara pada saat ini tidak akan dapat lepas dari

pengaruh modernisasi dan globalisasi yang melanda dunia. Persolan politik

dan ekonomi tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai persoalan nasional.

Keterkaitan antar negara menjadi persoalan yang patut untuk diperhitungkan.

Masalah ekonomi atau politik yang dihadapi oleh satu negara membawa

imbas bagi negara lainnya dan permasalahan tersebut akan berkembang

menjadi masalah internasional

Globalisasi juga erat kaitannya dengan transformasi sosial.

Tingkatan yang paling umum dari globalisasi berarti sebuah proses perubahan

yang mempengaruhi seluruh wilayah di dunia dalam sektor yang beragam

termasuk ekonomi, teknologi, politik, media, budaya, dan lingkungan. Definisi

yang lebih tepat mengenai globalisasi adalah sebuah proses atau rangkaian

proses yang berwujud suatu transformasi dalam organisasi spasial dari relasi

serta transaksi sosial yang melahirkan pola hubungan transcontinental atau

interregional serta jaringan aktivitas dan interaksi.

Olehnya, pendekatan pembangunan yang berbasis lokal bukan

sekedar duplikasi pembangunan nasional semata, karena pembangunan di


5

tiap-tiap daerah/desa memiliki ciri dan watak tersendiri sesuai dengan

potensi, nilai budaya daerah tersebut. Konsep pembangunan memerlukan

kerjasama yang saling bertautan antar instansi sehingga tidak dijumpai saling

tumpang tindih antar instansi.

Pembangunan desa bagi Marbun (1980;27) diartikan sebagai suatu

usaha pembangunan dari masyarakat pada unit pemerintahan yang terendah

yang harus dilaksanakan dan dibina terus-menerus, sistematis dan terarah

sebagai satu kesatuan dengan pembangunan regional/daerah dan nasional.

Umumnya daerah pedesaan terdapat masalah-masalah seperti produktivitas

yang rendah, penghasilan yang minim, penyebaran penduduk yang tidak

merata, lapangan kerja yang tidak mencukupi dibandingkan dengan jumlah

tenaga kerja yang tersedia, keterbatasan fasilitas pendidikan, sehingga

banyak anak usia sekolah yang tidak sempat mengenyam bangku sekolah, dan

berbagai masalah sosial ekonomi lainnya.

Pembangunan desa mutlak dilakukan sebab 80% penduduk

Indonesia berada di wilayah pedesaan. Untuk menuju hasil yang positif dalam

arti meningkatkan taraf hidup masyarakat, atau penduduk pedesaan,

diperlukan manajemen atau pengurusan yang tepat dan efisien, mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, penilaian dan tindak-lanjutnya.

Demikian juga dari komunikasi dan umpan-balik, hingga dengan demikian

terdapat mekanisme yang harmonis (Marbun, 1980;9)

Mencermati dinamika perkembangan pembangunan perdesaan sampai

sejauh ini, baik berbagai pencapaian maupun permasalahannya seharusnya


6

kebijakan pembangunan perdesaan diarahkan pada (1) penggalakan promosi

dan pemasaran produk-produk pertanian dan perdesaan lainnya untuk

meningkatkan kontinuitas pasokan, khususnya ke pasar perkotaan terdekat

serta industri pengolahan berbasis sumberdaya lokal; (2) perluasan akses

masyarakat, terutama kaum perempuan, ke sumberdaya produktif untuk

pengembangan usaha seperti lahan, permodalan, informasi, teknologi dan

inovasi; (3) peningkatan prasarana dan sarana perdesaan serta akses

masyarakat ke pelayanan publik; (4) peningkatan kapasitas masyarakat

perdesaan untuk dapat menangkap peluang pengembangan ekonomi serta

memperkuat kelembagaan dan modal sosial masyarakat perdesaan berupa

jaringan kerja sama untuk memperkuat posisi tawar; (5) perbaikan

kesejahteraan masyarakat perdesaan dengan meningkatkan pelayanan

pendidikan dan kesehatan serta meminimalkan risiko kerentanan, baik dengan

mengembangkan kelembagaan pelindungan masyarakat petani maupun dengan

memperbaiki struktur pasar yang tidak sehat (monopsoni dan oligopsoni); (6)

pengembangan praktik-praktik budidaya pertanian dan usaha nonpertanian

yang mempertahankan daya dukung lingkungan, baik di wilayah daratan

maupun di wilayah pesisir; dan (7) pengembangan kapasitas pemerintahan

dalam pembangunan perdesaan di tingkat lokal. (http://www.bappenas.go.id,

12 Desember 2006)

2) Pemerintahan
7

Pemerintahan dalam arti luas mengandung makna segala upaya

negara untuk mencapai tujuannya. Soewarno (1982: 9) mendefenisikan

pemerintahan sebagai suatu sistem tingkah laku negara dalam pengurusan

aspek-aspek yang mengarahkan negara pada tujuan. Setyawan (2002: 35)

berpendapat bahwa pemerintahan adalah serangkaian kegiatan yang

dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsinya

sebagaimana yang dinyatakan dalam perundang-undangan negara.

Pemerintahan dalam pengertian sempit meliputi seluruh kegiatan atau fungsi

pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh lembaga atau institusi

eksekutif yaitu presiden beserta jajarannya mulai dari menteri sampai tukang

sapu di kantor.

Pengertian pemerintah merujuk pada suatu sistem hubungan

kemasyarakatan, yang berarti bahwa pemerintah dalam konteks ini adalah

sejumlah orang yang diberi kekuasaan legal oleh masyarakat setempat untuk

melaksanakan pengaturan atas interaksi yang terjadi dalam pergaulan

masyarakat (Setyawan,2002: 32)

Ndraha (1997: 6-7) memaknai pemerintahan sebagai gejala sosial,

sementara Hamdi (2002: 1-4) melihat pemerintahan sebagai bagian dari

negara dan karena itu pengertian pemerintahan mengikut pada bagaimana

suatu negara (berdasarkan tujuannya) memberikan arti dan fungsi

pemerintahan dalam negara tersebut. Merujuk pada pandangan tersebut,

maka pemerintahan menunjuk pada pengertian proses, dan sebagai suatu

proses, pemerintahan adalah sarana pelaksanaan cita-cita dari negara. Untuk


8

memberikan gambaran tentang adanya hubungan antara yang mengurus dan

yang diurus. Kedudukan yang mengurus didasarkan alasan bahwa yang

bersangkutan dapat menjalankan sejumlah tindakan yang diterjemahkan

secara sadar oleh jumlah terbesar dari suatu kelompok (misalnya masyarakat)

adalah untuk memenuhi keperluan masyarakat secara keseluruhan.

Kedudukan yang diurus juga didasarkan atas suatu kesadaran

bersama sejumlah besar orang untuk memberikan suatu kewenangan kepada

seseorang untuk mengatur dan mengarahkan sumberdaya (dan potensi) setiap

anggota kelompok demi pencapaian tujuan atau kepentingan bersama.

Hubungan antara yang diurus dan yang mengurus inilah yang disebut

hubungan pemerintahan, sedangkan orang yang menjalankan urusan tersebut

adalah pemerintah (lihat Ndraha, 1997: 76-94 )

Konsep pemerintahan juga selaras dengan perkembangan kebudayaan

dan peradaban suatu masyarakat. Istilah government (pemerintah)

dikembangkan menjadi good government, kemudian berkembang menjadi

good governance. Hamdi (2002; 15) membedakan konsep tersebut. Good

government merupakan konsep yang menekankan perlunya mengembangkan

institusi pemerintah, dengan suatu pemikiran bahwa lembaga pemerintah yang

berfungsi dengan baik akan memungkinkannya melaksanakan tugas

mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dalam hal ini, lembaga dan aparat

pemerintah menjadi aktor pembangunan nasional, sedangkan Good

governance juga tetap memberikan penekanan pada terwujudnya aparat dan

lembaga pemerintah yang baik.


9

Pemerintahan Daerah.

Konsep pemerintahan di atas, maka pemerintahan daerah merupakan

serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka

melaksanakan fungsinya sebagaimana yang dinyatakan dalam perundang-

undangan negara yang dilaksanakan di daerah. Dalam pelaksanaannya,

kepemerintahan di daerah sangat tergantung dari pilihan sistem

penyelenggaraan pemerintahan di atasnya, yakni pemerintahan negara

(pusat), biasanya hal ini disebut dengan asas-asas pemerintahan.

Desentralisasi merupakan isu sentral dan strategis di Indonesia, sebab

penilaian terhadap kemampuan negara melaksanakan prinsip demokrasi di

dalam sistem pemerintahannya, sangat tergantung dari bagaimana negara

tersebut menafsirkan dan melaksanakan “desentralisasi”. Penerjemahan

Desentralisasi pada rezim Orde Baru merupakan inti masalah dari krisis

multidimensi yang hingga sekarang belum tuntas diselesaikan.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang kemudian mengalami revisi dan digantikan dengan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

merupakan alternatif dari sejumlah pilihan yang tersedia. Dalam Undang-

Undang ini yang dimaksud Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut

asasnya.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh

pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan


10

Republik Indonesia, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari

pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat

pusat di daerah; dan tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah

kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas

tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumberdaya

manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan

mempertanggung-jawabkannya kepada yang menugaskan.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2005 tentang Desa (pasal 1,

ayat 6) dijelaskan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pengertian tersebut mengandung implikasi bahwa penyelenggara

tugas-tugas kepemerintahan berada di daerah. Desentralisasi mengandung

makna, bahwa melalui proses desentralisasi urusan-urusan pemerintahan yang

semula termasuk wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat sebagian

diserahkan kepada pemerintah daerah agar menjadi urusan rumah tangganya

sehingga urusan tersebut beralih kepada dan menjadi wewenang sekaligus

tanggung jawab pemerintah daerah.

Pemerintahan Desa

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-


11

usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan

nasional dan berada di daerah kabupaten (Soewarno, 1982:65). Dalam PP 72

tahun 2005 (pasal 1, ayat 5) menyebutkan bahwa desa atau yang disebut

dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat

hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan

adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Landasan pemikiran dalam pengaturan pemerintahan desa adalah

keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan

masyarakat. Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan

oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa dalam mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun organisasi Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama

lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan desa. Sementara itu Badan Permusyawaratan Desa atau yang

disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang

merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa

sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa (PP Nomor 72 Tahun 2005,

pasal 1).
12

Keberadaan BPD secara otomatis akan mempengaruhi kinerja dari

pemerintahan desa, begitu pula kewenangan yang dimiliki oleh pemerintahan

desa dalam hal ini kepala desa juga akan berbeda dari sebelumnya. Namun

yang tidak kalah pentingnya adalah masalah keuangan desa yang mengatur

tentang sumber pendapatan desa.

Pendapatan desa bersumber dari pendapatan asli desa dan dari

Pemerintah daerah. Pendapatan asli desa berasal dari: hasil usaha desa; hasil

kekayaan desa; hasil swadaya dan partisipasi; hasil gotong royong; dan lain-

lain pendapatan asli desa yang sah). Bantuan dari pemerintah kabupaten

berupa bagian yang diperoleh dari pajak dan retribusi serta bagian dari dana

perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh pemerintah

kabupaten, selain itu terdapat bantuan dari pemerintah pusat dan pemerintah

Provinsi, sumbangan pihak ketiga dan pinjaman desa. Beberapa hal yang

dimuat dalam keuangan desa ini merupakan hal yang baru bagi pemerintah

desa karena selama ini mereka belum terbiasa untuk berkreasi mencari

pendapatan asli desa.

3) Partisipasi Masyarakat

 Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak

diperlukan sehingga masyarakat dapat berperan serta secara aktif, mulai dari

perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Era

otonomi memiliki semangat perjuangan menyangkut soal kebutuhan lokalitas.

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka keterlibatan masyarakat dalam


13

perencanaan pembangunan menjadi bagian yang paling penting dalam

memahami keadaan daerahnya. Dengan demikian pelibatan masyarakat lokal

mutlak diperlukan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi serta

potensi yang dimiliki daerahnya.

Konsep partisipasi terkait dengan konsep demokrasi, sebagaimana

dikemukakan Hadjon ( 1997: 7-8 ), sekitar tahun 1960-an muncul suatu

konsep demokrasi yang disebut demokrasi partisipasi. Dalam konsep ini

rakyat mempunyai hak untuk ikut memutuskan dalam proses pengambilan

keputusan pemerintahan. Konsep demokrasi di dalamnya tercakup asas

keterbukaan atau partisipasi merupakan salah satu syarat minimum,

sebagaimana dikemukakan oleh Burkens (dalam Hadjon, 1997 : 2), 1). Pada

dasarnya setiap orang mempunyai hak yang sama dalam pemilihan yang

bebas dan rahasia; 2). Pada dasarnya setiap orang mempunyai hak untuk

dipilih; 3). Setiap orang mempunyai hak-hak politik berupa hak atas

kebebasan berpendapat dan berkumpul; 4). Badan perwakilan rakyat

mempengaruhi pengambilan keputusan melalui sarana “(mede) beslissing-

recht” (hak untuk ikut memutuskan dan atau melalui wewenang pengawas; 5).

Asas keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan sifat keputusan yang

terbuka; 6). Dihormatinya hak-hak kaum minoritas.

Asngari (2001: 29) menyatakan bahwa, penggalangan partisipasi itu

dilandasi adanya pengertian bersama dan adanya pengertian tersebut adalah

karena di antara orang-orang itu saling berkomunikasi dan berinteraksi

sesamanya. Partisipasi masyarakat berarti adanya pengakuan akan eksistensi


14

manusia seutuhnya. Tuntutan partisipasi masyarakat semakin menggejala

seiring kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. Kegagalan

pembangunan berperspektif modernisasi yang mengabaikan partisipasi negara

miskin (pemerintah dan masyarakat) menjadi momentum yang berharga dalam

tuntutan peningkatan partisipasi negara miskin, tentu saja termasuk di

dalamnya adalah masyarakat.

Tuntutan ini semakin kuat seiring semakin kuatnya negara menekan

kebebasan masyarakat. Post-modernisme dapat dikatakan sebagai bentuk

perlawanan terhadap modernisme yang dianggap telah banyak memberikan

dampak negatif daripada positif bagi pembangunan di banyak negara

berkembang. Post-modernisme bukan hanya bentuk perlawanan melainkan

memberikan jawaban atau alternatif model yang dirasa lebih tepat. Post-

modernisme merupakan model pembangunan alternatif yang ditawarkan oleh

kalangan ilmuan sosial dan LSM. Isu strategis yang diusung antara lain anti

kapitalisme, ekologi, feminisme, demokratisasi dan lain sebagainya.

Modernisme dianggap tidak mampu membawa isu-isu tersebut dalam proses

pembangunan dan bahkan dianggap telah menghalangi perkembangan isu

strategis itu sendiri. Post-modernisme dinyatakan sebagai model

pembangunan alternatif karena memberikan penawaran konsep yang jauh

berbeda dengan modernisme. Tekanan utama yang dibawa oleh post-

modernisme terbagi dalam tiga aspek, yaitu agen pembangunan, metode dan

tujuan pembangunan itu sendiri


15

Menurut Dian Utomo (2003: 267-272), manfaat dari partisipasi

masyarakat itu sendiri dalam pembuatan kebijakan publik, termasuk dalam

pembuatan Perda adalah : 1). Memberikan landasan yang lebih baik untuk

pembuatan kebijakan publik. 2). Memastikan adanya implementasi yang lebih

efektif karena warga mengetahui dan terlibat dalam pembuatan kebijakan

publik.; 3). Meningkatkan kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislatif;

dan 4) terjadinya efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan

masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik dan mengetahui kebijakan

publik, maka sumber daya yang digunakan dalam sosialisasi kebijakan publik

dapat dihemat.

4) Alokasi Dana Desa

Alokasi Dana Desa bersumber dari APBD yang dialokasikan dengan

tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar desa untuk mendanai kebutuhan

desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan

pembangunan serta pelayanan masyarakat. ADD merupakan perolehan bagian

keuangan desa dari kabupaten yang penyalurannya melalui Kas Desa.

Kebijakan ADD dimaksudkan untuk membiayai program pemerintah

desa dalam melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan

pelaksanaan pembangunan serta pemberdayaan masyarakat. ADD bertujuan:

a). Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan

pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai

kewenangannya; b). Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan


16

dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara

partisipatif sesuai dengan potensi yang ada; c). Meningkatkan pemerataan

pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat; d).

Mendorong peningkatan swadaya gotong royong.

Keuangan desa menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat

dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang

yang dapat dijadikan milik desa dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.

Dalam PP 72 tahun 2005 tentang Desa, disebutkan bahwa satu sumber

penerimaan bantuan desa berasal; a). Pendapatan asli desa, hasil usaha desa,

hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan

lain-lain pendapatan asli desa yang sah; b).Bagi hasil pajak daerah

kabupaten/kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari

retribusi kabupaten/kota sebagian diperuntukkan bagi desa; c). Bagian dari

dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh

kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang

pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan Alokasi

Dana Desa; d). Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan

pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan; e).

Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

Bantuan atau subsidi sering juga disebut sebagai Transfer Pemerintah

merupakan alokasi anggaran dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

yang mandiri. Alokasi bantuan dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah
17

daerah ini menurut Davey (1988,202) mempunyai tujuan yang berbeda-beda

yaitu : a) Pembelanjaan seluruhnya atau sebagian biaya pelayanan atau

program-program pembangunan yang kepentingannya bersifat nasional, yaitu

yang dipandang sejalan dengan keinginan, kebijaksanaan dan sasaran nasional;

b) Mendorong upaya pemerintah regional untuk menyelenggarakan program

pembangunan dan pelayanan yang sejalan dengan kebijaksanaan nasional; c)

Merangsang pertumbuhan ekonomi regional, baik untuk membantu ekonomi

pertumbuhan maupun untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah; d)

Mengendalikan pengeluaran regional untuk memastikan penyesuaian terhadap

standar dan kebijaksanaan nasional; e) Memantapkan standar pelayanan atau

pembangunan yang adil dan lebih adil; f) Mengembangkan wilayah-wilayah

yang kapasitas fiskalnya rendah, suatu potensi yang relatif rendah untuk

meningkatkan penerimaan langsung mereka; g) Membantu wilayah-wilayah

untuk mengatasi keadaan darurat.

Menurut Henley (dalam Mardiasmo, 2002;157), tujuan pemerintah

memberi bantuan dalam bentuk grant/subsidi kepada pemerintah daerah,

adalah: a) Untuk mendorong terciptanya keadilan antar wilayah

(geographical); b) Untuk meningkatkan akuntabilitas (promote accountability);

c) Untuk meningkatkan sistim pajak yang lebih prograsif. Pajak daerah

cenderung kurang progresif, membebani dengan tarif pajak tinggi pada

masyarakat yang berpenghasilan rendah; d) Untuk meningkatkan

keberterimaan (acceptability) pajak daerah.


18

Pemerintah pusat mensubsidi beberapa pengeluaran pemerintah daerah

untuk mengurangi jumlah pajak daerah. Berkaitan dengan beragamnya tujuan

bantuan seperti tersebut diatas, pada dasarnya sebagaimana dikemukakan oleh

Bird (2000;133) setidak-tidaknya ada 3 (tiga) alasan munculnya transfer dana

bantuan, yaitu : 1). Menutup kesenjangan fiskal. Salah satu alasan penting

untuk melakukan transfer adalah memberdayakan pemerintah yang lebih

rendah dalam melaksanakan fungsi-fungsi mereka manakala sumber

penerimaan yang diberikan kepada mereka tidak mencukupi. Hal ini terjadi

karena pemerintah pusat memiliki keunggulan komperatif dalam

mengumpulkan pendapatan, yaitu basis pajak yang bisa berpindah secara

geografis, proses pengumpulannya harus diserahkan kepada pemerintah pusat.

Sementara daerah harus menggali penerimaan dari retribusi dan pajak-pajak

yang tidak mudah bergerak, dan penerimaan dari pajak dan retribusi seperti ini

adalah kecil. Implikasinya adalah terjadinya ketimpangan fiskal vertikal antara

pusat dan daerah. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut maka sebagian

pendapatan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat ditransfer kepada daerah-

daerah; 2). Menciptakan pemerataan. Sangat mungkin terjadi bahwa diantara

daerah terjadi kesenjangan atau perbedaan penerimaan yang cukup besar

karena perbedaan sumber-sumber penerimaan. Daerah yang kaya dengan

potensi sumberdaya alam yang melimpah atau struktur ekonomi yang

mendukung, tentunya akan memperoleh penerimaan yang lebih besar dari

pada daerah yang miskin sumber daya alamnya. Disinilah peranan transfer

untuk menciptakan pemerataan, sehingga tidak terjadi ketimpangan horizontal


19

antar daerah; 3). Untuk mengatasi eksternalitas akibat adanya eksternalitas dari

barang-barang publik yang harus disediakan oleh suatu daerah, seringkali

daerah menganggap kurang penting untuk menyediakan barang publik itu

untuk kepentingan publik, karena dipandang manfaatnya tidak hanya dinikmati

oleh warganya sendiri. Kalau kemudian daerah memutuskan untuk tidak

menyediakan barang-barang publik itu karena alasan eksternalitas tersebut,

maka penyediaan barang publik itu oleh daerah tidak akan optimal. Alasan

inilah perlunya dana transfer dari pemerintah pusat kepada daerah untuk

menyediakan barang-barang publik yang mempunyai tingkat eksternalitas

tinggi.

Besarnya bantuan yang harus diberikan kepada desa tidak diatur

dalam undang-undang tersebut atau dalam peratuaran lainnya. Hal ini

memungkinkan pemerintah kabupaten menentukan sendiri besarnya bantuan

yang akan diberikan kepada desa. Berdasarkan sumber penerimaan bantuan

tersebut, besarnya bantuan atau total bantuan bagi seluruh desa dirumuskan

sebagai berikut: Pertama besarnya diperoleh dari persentase jumlah pajak

dan retribusi daerah dan dana perimbangan yang diterima oleh daerah setelah

dikurangi gaji pegawai.

Kedua, Apabila kedua unsur itu dipisahkan secara terpisah, bahkan

mungkin dengan persentase yang berbeda, total bantuan yang diberikan

kepada desa diperoleh dari persentase jumlah perolehan pajak dan retribusi

daerah ditambah persentase dari bagian dari dana perimbangan setelah

dikurangi pembanyaran gaji pegawai.


20

Seperti halnya kabupaten maupun propinsi, kondisi keuangan desa pada

umumnya mengalami hal yang tidak jauh berbeda, dimana transfer dana dari

kabupaten merupakan sumber keuangan yang sangat dominan. Sumber ini

membayai lebih dari 38 % pengeluaran desa di Indonesia pada tahun 1980-an

(Devas dkk, 1989 ). Dengan kondisi keuangan desa yang tidak merata inilah

maka perlu peran pemerintah kabupaten untuk mengurangi kesenjangan antar

desa. Oleh karena itu desain dari transfer dana sangat penting demi

terciptanya efisiensi dan keadilan.

Pencapaian ADD diharapkan akan meningkatkan kinerja pembangunan

daerah dan desa serta pada akhirnya diharapkan dapat memperbaiki

kesejahteraan sosial serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Yuliantara (2002) mengemukakan tentang formula alokasi bantuan desa yang

ia sebut sebagai DAU-Desa yaitu : 1). Perhitungan DAU-Desa dengan

mempertimbangkan kebutuhan dan potensi desa setempat. Formula ini mirip

dengan DAU kabupaten; 2). Penghitungan DAU-Desa yang didasarkan pada

dua pendekatan, yaitu adanya alokasi minimal yang harus diterima masing-

masing desa dan jumlahnya sama untuk semua desa. Ditambah adanya

alokasi yang diberikan sebagai tambahan dari alokasi minimal tersebut, yang

masing-masing desa besarnya sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa; 3).

Penghitungan DAU-Desa didasarkan pada adanya alokasi minimal yang

diterima masing-masing desa yang jumlahnya sama, adanya alokasi yang

merupakan manifestasi dari pemerataan dan adanya alokasi yang hendak


21

diposisikan sebagai dana rangsangan atau stimulan yang akan diberikan

berdasarkan prestasi desa.

Pertimbangan untuk menetapkan total bantuan kepada desa idealnya

disesuaikan dengan kebutuhan keuangan desa. Namun untuk menghitung

berapa besarnya kebutuhan keuangan desa yang merupakan penjabaran dari

tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh desa belum dapat dilakukan. Perlu

menjadi pertimbangan untuk diperhatikan adalah besarnya bantuan yang akan

dialokasikan kepada desa harus lebih besar dari pada jumlah bantuan yang

diterima desa pada tahun-tahun sebelumnya.

Namun dalam kenyataannya, pertimbangan yang menjadi dasar adalah

keputusan politis yang diambil oleh pejabat politis dalam menentukan alokasi

anggaran untuk bantuan desa. Besar kecilnya alokasi bantuan desa dari

pertimbangan politis ini tentunya sangat dipengaruhi oleh preferensi dan

kepentingan-kepentingan dari pengambil keputusan politik dan seringkali

keputusan politik ini lebih mengemuka dari pada pertimbangan-pertimbangan

lain.

Hal yang penting untuk diperhatikan dalam kebijakan ADD adalah

besaran total bantuan, paling tidak kestabilan besaran bantuan tersebut untuk

alokasi tahun-tahun selanjutnya menjadi sangat penting. Kalaupun terjadi

perubahan besaran bantuan tersebut apakah mengalami penurunan atau

kenaikan hendaknya perubahan itu tidak terlalu besar. Perubahahn bantuan

yang besar cenderung menimbulkan kesulitan bagi desa, karena akan sulit

diprediksi oleh desa dan akibatnya akan berdampak luas tidak saja
22

menimbulkan kesulitan dalam merencanakan dan menyusun pendapatan dan

belanja, juga didalam keberlanjutan pelaksanaan pembangunan desa, karena

bagaimanapun juga peranan bantuan bagi sejumlah besar desa amat penting

dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan desa.

5) Perhitungan ADD

Perhitungan ADD untuk masing-masing desa dilakukan dengan

menggunakan rumus adil dan merata. Asas merata adalah besarnya bagian

ADD yang sama untuk setiap desa, yang disebut Alokasi Dana Desa Minimal

atau ADDM, sedangkan asas adil adalah adalah besarnya bagian ADD yang

dibagi secara proporsional untuk setiap desa berdasarkan Nilai Bobot Desa

(BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu (misalnya:

kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, dan kesehatan). ADD asas adil

disebut Alokasi Dana Desa Proporsional yang disingkat ADDP.

Besarnya prosentase perbandingan antara azas merata dan adil, untuk

ADDM adalah 60 persen dan besarnya ADDP adalah 40 persen dari jumlah

ADD. ADDP juga dihitung berdasarkan nilai bobot desa. Nilai Bobot Desa

(BDx) adalah nilai desa yang ditentukan berdasarkan beberapa variabel

independen yang merupakan indikator yang mempengaruhi besarnya Nilai

Bobot setiap desa (BDx) yang dapat membedakan beban yang ditanggung

antara satu desa dengan desa lainnya. Variabel independen yang digunakan

untuk menentukan nilai bobot desa dibedakan atas variabel utama dan variabel

tambahan yang ditentukan oleh kabupaten berdasarkan karakter, budaya dan

kesediaan data daerah.


23

Variabel independen utama adalah variabel yang dinilai terpenting untuk

menentukan nilai bobot desa. Variabel utama ditujukan untuk mengurangi

kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan dasar umum antar desa

secara bertahap dan mengatasi kemiskinan struktural masyarakat di desa.

Variabel independen utama meliputi :

a. Kemiskinan;

b. Pendidikan Dasar;

c. Kesehatan dan;

d. Keterjangkauan desa.

Variabel independen tambahan merupakan variabel yang dapat

ditambahkan oleh masing-masing daerah. Variabel independen tambahan

meliputi :

a. Jumlah penduduk;

b. Luas wilayah;

c. Potensi ekonomi;

d. Partisipasi masyarakat;

e. Jumlah unit komunitas di desa atau dusun.

Dalam penentuan bobot variabel ditetapkan berdasarkan kesepakatan

daerah, dimana angka-angka bobot dari masing-masing vriabel jika

ditambahakan berjumlah 1 (satu). Berdasarkan keseluruhan perhitungan,

selanjutnya ada penetapan dan hasil perhitungan ADD setiap tahunnya yang

ditetapkan dengan peraturan Bupati.


24

2.3 Kerangka Pemikiran

Pembangunan khususnya di pedesaan yang bertujuan mensejahterakan

masyarakatnya akan terwujud jika ditopang oleh suatu kebijakan yang berpihak

pada masyarakat itu sendiri. Salah satu bentuk keperpihakan tersebut adalah

kebijakan Alokasi Dana Desa yang diperuntukkan untuk membiayai program-

program pembangunan desa. Namun demikian Pembangunan desa yang

berwujud daftar kegiatan-kegiatan pembangunan tersebut hendaknya berwujud

program yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini dapat terwujud jika dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan melibatkan masyarakat.

Selain itu untuk memastikan kebijakan Alokasi Dana Desa yang berpihak pada

masyarakat, maka partisipasi masyarakat dalam kebijakan tersebut merupakan

suatu prasyarat yang harus dipenuhi.

Dalam penentuan formula, agar adil dan merata, pemerintah daerah

selayaknya menyerap aspirasi masyarakat dan melihat kondisi serta karakter

masyarakat. Hal ini karena pada masing-masing desa tentu saja memiliki karakter

yang berbeda satu dengan lainnya.

Adapun skematis kerangka pikir penelitian sebagai berikut:

Pemerintah Daerah Persepsi Masyarakat

Formula Alokasi Dana Desa Pembangunan Desa Partisipasi Masyarakat

MASYARAKAT
25

Gambar 1.
Kerangka Pikir Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Mustapa, Isna, 2010, Analisis Pelaskanaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa
Bancea Kecamatan Pamona Selatan Kabupaten Poso. Tesis Universitas
Tadulako. Palu.

Mustapa, Isna, 2010, Analisis Pelaskanaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa
Bancea Kecamatan Pamona Selatan Kabupaten Poso. Tesis Universitas Tadulako.
Palu.

Kebijakan Pembangunan Pedesaan, http://www.bappenas.go.id, di download


Tanggal 12 Desember 2006.
26

Anda mungkin juga menyukai