Anda di halaman 1dari 16

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL FISIP UNILA


(SEFILA) - 3 TAHUN 2019
Agenda Baru Pembangunan Indonesia
Berbasis Local Knowledge
PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP
UNIVERSITAS LAMPUNG (SEFILA) 3
TAHUN 2019

TEMA: AGENDA BARU PEMBANGUNAN INDONESIA


BERBASIS LOCAL KNOWLEDGE

BANDAR LAMPUNG, 08 AGUSTUS 2019

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS LAMPUNG
TAHUN 2019
PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNIVERSITAS LAMPUNG
(SEFILA) 3 TAHUN 2019
Tema: Agenda Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Local Knowledge
Bandar Lampung, 08 Agustus 2019

Susunan Panitia Pelaksana


Dr. Dedy Hermawan
Dr. Robi Cahyadi Kurniawan
Dr. Arif Sugiono
Dr. Jenni Wulandari
Arizka Warganegara, Ph.D
Wulan Suciska, M.Si
Damayanti, M.Si
M.Hasbi Kurniawan, M.Si
Tety Mujadilah, M.Si

Steering Committee
Dr. Syarief Makhya
Dr. Bartoven Vivit Nurdin
Dr. Ani Agus Puspawati
Drs. Denden Kurnia Drajat
Drs. Dadang Karya Bakti

Reviewer
Prof. Dr. Yulianto
Intan Fitri Meutia, Ph.D
Unang Mulkhan, Ph.D
Dr. Ari Darmastuti
Dr. Andi Corry
Dr. Suripto

Editor :
Simon Sumanjoyo Hutagalung, M.P.A
Ita Prihantika, M.A
Moh. Nizar, M.A

Penerbit
FISIP Universitas Lampung
vii + 239 hal : 21 x 29 cm
Cetakan 1, Oktober 2019

ISBN:978-623-91972-0-9

Alamat
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro, Komplek Unila
Gedongmeneng Bandar Lampung, HP. 08154019877
E-m ail: sefilafisit>@fisit>.unila. ac.id. Website : www. sefila. fisin.unila. ac.id
Hak Cipta dilindungi Undang-undang ISBN 170-023-11172-0-1

9786239197209

9 786239 197209
KATA PENGANTAR

Globalisasi telah memasuki era baru yang bernama revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0 secara
fundamental mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir dan berhubungan satu dengan yang
lain. Era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya
teknologi saja, namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial, dan politik. Pada bidang politik
misalnya, gerakan-gerakan politis untuk mengumpulkan massa melalui konsentrasi massa telah
digantikan dengan gerakan berbasis media sosial. Bidang pemerintahan pun kini juga ditantang
untuk melaksanakan birokrasi secara efektif dan efisien berbasis e-governance.

Perkembangan media sosial yang masiv juga telah merekonstruksi struktur budaya masyarakat.
Relasi sosial hubungan masyarakat kini lebih erat terbangun dalam dunia maya, sehingga hubungan
dalam dunia nyata justru menjadi relatif. Paradigma bisnis pun bergeser dari penekanan owning
menjadi sharing (kolaborasi) (Prasetyo & Trisyanti, 2018), sebagaimana merebaknya e-commerce yang
menggeser bisnsi retail (toko fisik). Singkatnya, dalam disruptif akan terjadi disruptive regulation,
disruptive culture, disruptive mindset, dan disruptive marketing (Khasali, 2018). Tantangan era baru ini
tidak dapat diselesaikan dengan cara-cara yang sama seperti dalam konsep masa lampau. Revolusi
industri 4.0 tidak mungkin hanya dihadapi dengan pengembangan teknologi tanpa melibatkan
dinamika sosial di dalamnya. Perlu dirumuskan strategi kebijakan nasional melalui kesadaran dan
kedewasaan berpikir

Hal tersebut menginisiasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung untuk
mengadakan Seminar FISIP Unila (Sefila) 3 yang mengangkat tema mengenai “Agenda Baru
Pembangunan Indonesia Berbasis Local Knowledge". Walaupun mengacu pada konteks ruang dan
tempat, pengetahuan lokal (local knowledge) memiliki relevansi dalam proses pembangunan, karena
memanfaatkan sumber daya yang minimal berbasis karakteristik sosial budaya setempat.
Pengetahuan lokal ini dapat ditransfer menjadi kearifan lokal yang bisa dipertukarkan atau
dilakukan lintas budaya (World Bank, 1998). Sehingga pengetahuan lokal memiliki elastisitas dalam
berbagai masalah dan perubahan, termasuk mewarnai agenda pembangunan di Indonesia

Seminar ini diharapkan dapat menghasilkan kajian diskusi yang dapat berkontribusi dalam
menyediakan altenatif solusi bagi agenda pembangunan di Indonesia menghadapi tantangan
perubahan dinamika sosial saat ini. Pada akhirnya, luaran dari Seminar FISIP Unila juga
diharapkan dapat terpublikasi melalui prosiding dan jurnal terakreditasi, sehingga hasil kajian dapat
bermanfaat secara luas bagi kebutuhan pengembangan akademik dalam bidang sosial politik.

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan prosiding ini dengan penuh
kemudahan. Prosiding ini disusun agar akademisi, mahasiswa dan peminat ilmu sosial politik dapat
memperluas ilmu tentang ruang lingkup konsep maupun kebijakan ilmu sosial dan politik,
khususnya di negara Indonesia, yang disajikan dari berbagai sumber. Walaupun prosiding ini
mungkin kurang sempurna namun memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca. Tim penyusun
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyusunan prosiding ini.

Bandar Lampung, 9 Oktober 2019


Ketua Panitia SEFILA 2019

Dr. Dedy Hermawan, M.Si

i
ii
D A F T A R ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... i


DAFTAR I S I ......................................................................................................................................... iii
IMPLIKASI DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KEMANDIRAN,
KESEJAHTERAAN DAN KEMISKINAN: SEBUAH HUBUNGAN YANG TAK
SELALU SEJALAN
(Maulana Mukhlisdan Syarief M akhya)............................................................................................. 1-11
INTEGRASI SISTEM INFORMASI PADA PEMERINTAHAN DENGAN E-
GOVERNMENT
(Lies Kumara Dewi dan Henni Kusumastuti)..................................................................... 1
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 10 TAHUN 2017
TENTANG PENYELENGGARAAN KOTA WISATA
(Ita Prihantika, Bambang Utoyo, Tia Panca Rahmadhani, Sutiyo)......................................... 21-31
IMPLEMENTASI DIGITAL GOVERNMENTDALAM BIDANG PENDIDIKAN (STUDI
TENTANG SISTEM PENILAIAN AKREDITASI BERBASIS ONLINE PADA BADAN
AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2019)
(Eko Budi Sulistio).......................................................................................................................... 33-41
KAJIAN PELUANG PIMPINAN WILAYAH NASYIATUL AISYIYAH LAMPUNG
DALAM PENCEGAHAN KERENTANAN PEREMPUAN PADA KEJAHATAN
NARKOBA
(Dwi Wahyu H andayani).............................................................................................................. 43-49
KERA TUAN SEMAKA FOLKLORE: ETHNO-ECOTOURISM MODEL IN LAMPUNG
INDIGENOUS MUSEUM TOURISM DEVELOPMENT
(Bartoven Vivit N urdin)................................................................................................................. 51-59
PENDEKATAN PENGETAHUAN DAN KEARIFAN LOKAL DALAM
PENGEMBANGAN PARIWISATA HUTAN MANGROVE
(Selvi Diana Meilinda dan Rizca F iolanda).................................................................................. 61-69
KEWIRAUSAHAAN SOSIAL ISLAMI: PEMBERDAYAAN MELALUI ZAKAT,
INFAK DAN SEDEKAH
(Keumala Hayati dan Indra Caniago).......................................................................................... 71-74
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN PENGELOLAAN JARINGAN
IRIGASI UNTUK MENINGKATKAN HASIL PERTANIAN DI DESA
SRITEJOKENCONO, KECAMATAN KOTAGAJAH KABUPATEN LAMPUNG
TENGAH
(Suwarno, Abdul Syani, Pairulsyah, Dewi Ayu Hidayati, Riki Riyan Saputra)........................ 75-82
IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA MELALUI BUDIDAYA
PETERNAKAN IKAN AIR TAWARDI DUSUN BUKIT SULA, DESA BANDING
AGUNG, KECAMATAN PUDUH PIDADA, KABUPATEN PESAWARAN
(Pairulsyah, Yuni Ratnasari, Fuad Abdulgani, Dewi Ayu Hidayati, Riki Riyan Saputra) ....... 83-87
PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM RANGKA PEMBANGUNAN KETAHANAN
PANGAN MELALUI PROGRAM LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT (STUDI
KELOMPOK WANITA TANI GUYUP RUKUN PEKON SUKOHARJO II

iii
KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU).
(Nurarifah, Rahayu Sulistiowati, dan Nana Mulyana)..................................................................... 89-93
PERANAN MASYARAKAT LOKAL DALAM MEWUJUDKAN PARIWISATA
BERKELANJUTAN DI PROVINSI LAMPUNG
(Intan Fitri Meutia, Devi Yulianti, Panji Tryatmaja, Vera Y usnita)............................................... 95-101
MEMBANGUN KEMANDIRIAN MASYARAKAT TANI HUTAN
KEMASYARAKATAN MELALUI PENGUATAN PERAN STAKEHOLDERS DALAM
PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN
(Dian Kagungan, Yulia Neta dan Hari Kaskoyo)............................................................................. 103-112
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR MELALUI PENGEMBANGAN
KLASTER IKAN DI PULAU PASARAN KOTA BANDAR LAMPUNG
(Ali Imron,Dewie Brima Atika, Eko Budi Sulistio)......................................................................... 113-120
NEO NASIONALISME DAN REVOLUSI DIGITAL DI INDONESIA
(Thomas T okan Pureklolon).............................................................................................................. 121-127
NEW MEDIA SEBAGAI SARANA PROMOSI PARIWISATA LAMPUNG
(Agus Mardihartono dan Yuli Evadianti).......................................................................................... 129-134
KEWIRAUSAHAAN TEKNOLOGI DIGITAL: POTENSI PEMBERDAYAAN
PEBISNIS MILENIAL
(Keumala Hayati dan Indra Caniago)............................................................................................ 135-138
PERAN KOMUNIKASI DALAM PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA
(Herlintati, Fery Hendi Jaya, M. Fikri Akbar)............................................................................... 139-143
KUALITAS LAYANAN, HARGA, DAN PERSEPSI BENEFIT MENGGUNAKAN
FITUR GO-PAY
(Ni Putu Widiyawati, Arif Sugiono, Diang Adistya, Jeni Wulandari......................................... 145-157
PERILAKU KOMUNIKASI MASYARKAT TERHADAP PROGRAM STUDI ILMU
PERPUSTAKAAN: STUDI PEMAKNAAN TERHADAP POSTING INFOGRAFIS
TIRTO.ID
(Purwanto P u tra)............................................................................................................................. 159-167
PELINDUNGAN BAHASA LAMPUNG DALAM PERUBAHAN BUDAYA DI
PROVINSI LAMPUNG
(Bendi Juantara dan Indra Bulan)................................................................................................... 169-176
APLIKASI FILE TRANSFER PROTOCOL (FTP) DALAM ADMINISTRASI DIGITAL
(Hani Damayanti Aprilia, Mediya Destalia, Ida Vivi Pusvitha)............................................. 177-184
NEGARA DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI: MENGHADAPI TANTANGAN
GLOBALISASI EKONOMI (Gita Paramita Djausal, Fitri Juliana Sanjaya, Eris
A rdeanto).......................................................................................................................................... 185-189
PEMANFAATAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI BERBASIS E-COMMERCE BAGI
UMKM DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
(Roby R akhm adi)............................................................................................................................ 191- 196
ANALISIS KONTEN INFORMASI E-GOVERNMENT PADA SITUS WEB
PEMERINTAH KABUPATEN PESAWARAN
(Eka Yuda Gunawibawa, Hestin Oktiani, Gita Hilmi Prakoso).................................................. 197-206
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM TATA KELOLA INDUSTRI PARIWISATA
(STUDI TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN
OBJEK WISATA DI LAMPUNG SELATAN)
(Dedy Hermawan dan Simon S. Hutagalung)................................................................................... 207-217

iv
PENGARUH KUALITAS LAYANAN WEBSITE TERHADAP NIAT PEMBELIAN
KEMBALI YANG DIMEDIASI OLEH KEPUASAN KONSUMEN LAZADA.CO.ID DI
BANDAR LAMPUNG
Anindhyta Sekar Wangi, Dorothy Rouly Haratua Pandjaitan, dan Mudji Rachmat
Ramelan............................................................................................................................................ 2019-226
SUCCESS FACTORS FOR SER VICE INNOVA TION THE DJKI OF COPYRIGHT ONLINE
RECORDING SYSTEM
Dian Sari dan Erlin Windia A m barsari........................................................................................ 227-235
LAMPIRAN
AGENDA BARU PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA BERBASIS
PENGETAHUAN LOKAL
(Bustanul Arifin)
AGENDA BARU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERBASIS
“PENGETAHUAN LOKAL"
(Muhammad Najib Azca)
KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBANGUNAN SDM DI LAMPUNG
(Nina Yudha Aryanti)

v
P ro sid in g S e m in a r N a sio n a l F IS IP U n iv e rsita s L a m p u n g (Se Fila ) 3
'A g e n d a B a ru P e m b a n g u n a n In d o n esia B e rb a sis Local K n o w led g e', ISBNNO. 9 786239 197209
K a m is , 8 A g u stu s 2 0 19 , H otel B u k it R a n d u , Ko ta B a n d a rla m p u n g , In do n esia

PELINDUN GAN BAHASA LAMPUNG DALAM PERUBAHAN


BUDAYA DI PROVINSI LAMPUNG

Bendi Juantaraa dan Indra Bulanb


aJurusan Ilmu Pemerintahan, FISIP dan hJurusan Seni Tari, FKIP, Universitas Lampung
korespondensi: bendijuantara887@gmail.com

Abstrak
Efek open society yang lahir dari menguatnya arus society 5.0 didunia telah melahirkan
pergesekan yang kuat dengan prinsif-prinsif dasar masyarakat Lampung. Sejatinya Piil
Pesenggiri sebagai tuntunan hidup orang Lampung dalam kaitan kehidupan pribadi,
dalam kehidupan berkeluarga, maupun dengan masyarakat bukan orang Lampung
menjadi pengikat dan pedoman agar kelestarian adat istiadat Lampung dapat terus
terjaga. Namun demikian, realiasasi dilapangan saat ini justru menunjukkan sebaliknya.
pola kehidupan masyarakat Lampung terutama kaitannya dengan falsafah nemui
nyimahdan nengah nyappur, membawa bahasa Lampung tergerus pada titik terendah
dalam sejarah kebudayaan. Berbeda dengan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia,
masyarakat Lampung kini tidak lagi memiliki kebanggan dalam berbicara bahasa
Lampung. persoalan ini tentu menjadi keprihatianan, terutama mengenai eksistensi dari
bahasa Lampung itu sendiri yang menuju keniscahayaan. Dalam upaya melindungi
bahasa Lampung tersebut, saat ini diperlukan kebijakan pelindungan agar perubahan
kebudayaan yang lahir akibat dampak modernisasi tidak tergerus lebih dalam. penelitian
ini ingin menganalisis upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam membuat
kebijakan pelindungan terhadap bahasa Lampung.
169 Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan metode penelitian kualitatif dengan
mengurai data secara deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara, serta tinjauan pustaka yang berkaitan dengan kebudayaan dan bahasa
Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini upaya pemerintah daerah
untuk membuat kebijakan pelindungan terhadap bahasa Lampung sudah dilakukan
dengan berbagai cara, namun upaya tersebut ternyata belum signifikan melestarikan
budaya bahasa Lampung. Upaya pelindungan dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Pertama, tidak melakukan penafsiran ganda terhadap makna falsafah hidup ulun
Lappung.Kedua, menciptakan kesadaran akan pentingnya perbedaan nilai antar
masyarakat. Ketiga konservasi dan revitalisasi bahasa dengan upaya pengembangan dan
pelindungan bahasa sekaligus pembinaan penutur bahasamelalui pembelajaran.
Pemasyarakatan bahasa daerah Lampung ke berbagai lapisan masyarakat terutama
disekolah hingga perguruan tinggi.

Kata kunci:Bahasa daerah Lampung, Kebijakan pemerintah, Provinsi Lampung.

PENDAHULUAN
Efek Society 5.0 telah membawa perubahan yang besar terhadap eksistensi kehidupan sosial
manusia. Dengan inovasi terbaru dalam industri kecerdasan buatan, robot, bigdata dan sebagainya
telah mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat menuju masyarakat yang lebih maju dan
generasi pintar. Masyarakat kini akan lebih mudah dan nyaman dalam beraktivitas, baik dari sisi
ekonomi, akses layanan publik hingga interaksi sosial antar masyarakat. Menguatnya Society 5.0
membawa dampak semakin mengalirnya pemikiran akan masyarakat terbuka (open society). Pada
dasarnya pemikiranopen society menitiberatkan pada konsep persaingan bebas dengan kebebasan
dan kesadaran induvidu sebagai pondasinya. Hak asasi manusia (HAM) merupakan konsep yang
diperjuangkan didalam gagasan pemikiran open society. Konsep hak asasi manusia menempatkan
manusia sebagai subjek merdeka, manusia bebas dalam menentukanpandangan, harapan dan
keingginannya. Dalam sistem politik yang bergaya demokrasi modern, peluang adanya kebebasan
HAM akan semakin meningkat dengan dibentuknya regulasi-regulasi yang mengatur hal tersebut.
Ditengah meningkatnya keberhasilan Open Society di Indonesia, ternyata juga menyisakan
sejumlah ironi. Peluang kebebasan yang diberikan kepada masyarakat terbuka ternyata tidak
dibarengi dengan kesadaran. Dibanyak contoh di Indonesia kebebasan masyarakat seringkali
berbenturan dengan nilai-nilai masyarakat lain. Seiring dengan meningkatnya intensitas media
yang masuk dan menyuguhkan berbagai informasi telah membawa perubahan yang besar dan
mempengaruhi nilai-nilai masyarakat. Salah satu yang mengalami gesekan tersebut adalah nilai-
nilai budaya.
Kebudayaan di Indonesia tidak pernah berhenti mengalami perubahan dan bertransformasi
secara sosiokultural sesuai dengan perkembangan zaman, termasuk di dalamnya bahasa
daerah. Di Indonesia terdapat 652 bahasa daerah (belum termasuk Dialek dan Sub-dialek) yang
telah divalidasi oleh dan pengembangan dan pembinaan bahasa (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan). Hingga Tahun 2017 distribusi geografis bahasa daerah terbanyak berasal dari Papua
yakni 290 bahasa. Papua Barat 94 bahasa, Nusa Tenggara sebanyak 79 bahasa, Kalimantan 68
bahasa, Sulawesi 67 bahasa, Sumatera 50 bahasa, dan Jawa serta Bali 20bahasa daerah.
Keanekaragaman kekayaan bahasa yang ada di Indonesia tersebut sayangnya kini mengalami
degradasi yang cukup mengkhawatirkan. Diantara ratusan bahasa yang terdapat di Indonesia
tersebut hanya tiga belas bahasa yang memiliki penutur di atas satu juta, yakni bahasa Jawa,
Sunda, Batak, Bali, Bugis, Madura, Minang, Rejang Lebong, Lampung, Makassar, Banjar, Bima,
dan Sasak (BPS, 2010). Menurut data bahasa daerah 2017, terdapat 3 kategori pemetaan bahasa
daerah pertama, bahasa punah, kritis/sangat terancam, dan terancam punah. Di Indonesia
sebanyak 13 bahasa daerah telah punah, bahasa tersebut berasal dari Maluku dan Papua.Bahasa Juantara dan
daerah yang tergolong kritis dan sangat terancam yakni ibo dan meher (Maluku), saponi (papua), Bulan:
dan reta (NTT). Bahasa daerah yang terancam punah sebanyak 18 bahasa tersebar di Maluku, Pelindungan
Papua, Sulawesi, Sumatera, dan NTT. Bahasa Lampung
dalam Perubahan
Tabel. 1 Pemetaan Bahasa Daerah Budaya di
15 Provinsi Lampung

10 170

jL
Papua Maluku NTT Sumatera Sulawesi

I Bahasa Punah ■ Kritis ■ terancam punah

Begitu juga dengan bahasa Lampung, meskipun memiliki jumlah penutur yang lumayan besar
namun, realisasi dilapangan menujukkan secara signifikan jumlah penutur bahasa Lampung
menurun dari tahun ketahun. Penyebab semakin menurunnya penutur bahasa daerah khususnya
bahasa Lampung dapat dimungkinkan oleh beberapa sebab, salah satunya adalah dari salah
memaknai falsafah hidup orang Lampung yakni Piil Pesenggiri. Piil pesenggirisejatinya dimaknai
sebagai tata nilai dasar atau falsafah hidup ulun Lappung. Prinsif ini berkaitan dengan tatanan
moral yang merupakan pedoman bersikap dan berprilaku masyarakat adat Lampung dalam segala
aktivitas hidupnya. Baik dalam kehidupan berkeluarga, kehidupan dengan masyarakat adat atau
dengan masyarakat bukan orang Lampung. Realiasi pola kehidupan itu terdapat dalam falsafah
Bejuluk Beadek, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, dan Sakai Sambayan. Dalam realitanya saat ini
pemaknaan dari Piil Pesenggirijustru telah meninggalkan koteks yang sesungguhnya.
PrinsipNemui Nyimah yang bermakna keterbukaan serta PrinsipNenggah Nyappur yang berarti
masyarakat Lampung yang pandai bergaul kini menjadi jalan dimana arus globalisasi budaya luar
masuk ke ranah kehidupan masyarakat Lampung dan mendominasi dan menghegemoni
masyarakatLampung itu sendiri. Melalui gaya hidup, interaksi sosial secara langsung maupun
tidak langsung hingga doktrin-doktrin budaya luar yang dianggap “modern” telah membuat
banyak penutur bahasa Lampung meninggalkan bahasa ibunya. Belum lagi pandangan yang
muncul akibat dari dominasi budaya luar memunculkan pandangan bahwa budaya daerah
dianggap sebagai budaya tradisional, kuno, dan ketinggalan zaman sedangkan bahasa luar dalam
skala yang lebih luas dianggap sebagai suatu kemajuan peradaban. Oleh karenanya dapat kita lihat
saat ini penggunaan bahasa Lampung dalam lingkaran pergaulan masyarakat Lampung terutama

P ro sid in g S e m in a r N a sio n a l F IS IP U n iv e rsita s L a m p u n g (S e Fila ) 3


'A g e n d a B a ru P e m b a n g u n a n In d o n esia B e rb a sis Local K n o w led g e', ISBNNO. 9 786239 197209
K a m is , 8 A g u stu s 2 0 1 9 , H otel B u k it R a n d u , Ko ta B a n d a rla m p u n g , In do n esia
didaerah perkotaan sudah sangat minim sekali, bahkan jikapun ada hanya dikalangan orangtua
yang sama-sama mengerti bahasa Lampung. Kalangan anak muda lebih percaya diri
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asing ketimbang bahasa daerahnya sendiri.
Tidak hanya itu, ketika ada ulun Lappung yang berbahasa Lampung dianggap aneh bahkan
tidak jarang dianggap kurang gaul atau bahkan kampungan. Atau ketika ada ulun Lappungyang
memiliki logat Lampung dalam berbicara akan menjadi cibiran atau bahan lelucon karena
dianggap aneh dan kampungan dan norak. Berbeda kita mendengar masyarakat Lampung etnis
Jawa atau Padang yang biasa saja menuturkan bahasa daerahnya tidak ada interpensi yang lebih
dari masyarakat Lampung sendiri. Tentu saja ini menjadi sangat ironi, di tanah lado yakni provinsi
Lampung masyarakat Lampung ‘tidak punya muka’ bahkan ‘tidak punya gigi’bertutur bahasa
Lampung.
Persoalan ini tentu menjadi keprihatianan, terutama mengenai eksistensi dari bahasa
Lampung yang menuju keniscahayaan. Dalam upaya melindungi bahasa Lampung tersebut,
sebenarnya Pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya pelindungan bahasa Lampung
yakni melalui Peraturan Daerah Provinsi Lampung No. 2 Tahun 2008 tentangPemeliharaan
Kebudayaan Lampung. Selain itu terdapat Peraturan turunannya yakni Peraturan Gubernur
Lampung No. 4 Tahun 2011 tentangPengembangan, Pembinaan, Pelestarian Bahasa Lampung
dan Aksara Lampung. Selanjutnya, Peraturan Gubernur Lampung Nomor 39 Tahun 2014
tentang M ata Pelajaran Bahasa Dan Aksara Lampung sebagal Muatan Lokal Wajib Pada Jenjang
Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Namun demikian, upaya pemerintah tersebut hingga
Juantara dan
kini belum juga membuahkan hasil yang optimal.
Bulan: Untuk menjaga eksistensi dan melindungi bahasa Lampung agar tetap digunakan diperlukan
Pelindungan suatu upaya yang konkrit. saat ini diperlukan kebijakan pelindungan agar perubahan kebudayaan
Bahasa Lampung yang lahir akibat dampak modernisasi tidak tergerus lebih dalam. penelitian ini ingin menganalisis
dalam Perubahan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam membuat kebijakan pelindungan terhadap
Budaya di bahasa Lampung.
Provinsi Lampung Menurut Ali Imron (2005:18) Kehidupan masyarakat Lampung sehari-hari berpedoman
kepada prinsip pill pesenggiri. Konsep pill artinya rasa atau pendirian yang harus dipertahankan
171 sedangkan pesenggiri pada dasarnya mengutamakan harga diri. Jadi dapat diartikan pill pesenggiri
adalah harga diri. Piil Pesenggiri merupakan potensi sosial budaya daerah yang memiliki makna
sebagai sumber motivasi agar setiap orang dinamis dalam usaha memperjuangkan nilai-nilai
positif, hidup terhormat dan dihargai di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sebagai
konsekuensi untuk memperjuangkan dan mempertahankan kehormatan dalam kehidupan
bermasyarakat, maka masyarakat Lampung berkewajiban untuk menjaga nama dan perilakunya
agar terhindar dari sikap dan perbuatan yangtidak terpuji, atau dengan kata lain budaya malu
berbuat yang tidak baik.
Menurut Hadikusuma (1990:50), orang Lampung mewarisi sifat perilaku dan pandangan
hidup yang disebut Piil Pesengiri yang berunsurkan hal berikut ini. 1. Pesenggiri, mengandung arti
pantang mundur tidak mau kalah dalam sikap tindak dan perilaku. 2. Juluk Adek, mengandung arti
suka dengan nama baik dan gelar yang terhormat. 3. Nemui Nyimah, mengandung arti suka
menerima dan memberi dalam suasana suka dan duka. 4. Nengah Nyappur, mengandung arti suka
bergaul dan bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu masalah. 5. Sakai Sambayan,
mengandung arti suka menolong dan bergotong royong dalam hubungan kekerabatan dan
ketetanggaan.
Menurut Rizani Piil Pesenggiri pada hakikatnya merupakan nilai dasar yang intinya terletak
pada keharusan untuk mempunyai hati nurani yang positif (bermoral tinggi atau berjiwa besar)
sehingga senantiasa dapat hidup secara logis, etis, dan estetis. Secara ringkas unsur-unsur Piil
Pesenggiri itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
a) Juluk-Adek Pada dasarnya semua anggota masyarakat Lampung mempunyai gelar adat
(Juluk-Adek). Juluk-Adek merupakan hak bagi anggota masyarakat Lampung. Oleh karena
itu, Juluk-Adek merupakan identitas utama yang melekat pada pribadi yang bersangkutan.
Oleh karena juluk-adek melekat pada pribadi, maka seyogyannya anggota masyarakat
Lampung harus memelihara nama tersebut dengan sebaik-baiknya dalam wujud perilaku
pergaulan kemayarakatan sehari-hari. Juluk-Adek merupakan asas identitas dan sebagai
sumber motivasi bagi anggota masyarakat Lampung untuk dapat berkarya lebih produktif.
b) Nemui Nyimah diartikan sebagai sikap pemurah, terbuka tangan,suka memberi dan
menerima, dalam arti materiil sesuai dengan kemampuan. Nemui Nyimah merupakan
ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan
P ro sid in g S e m in a r N a sio n a l F IS IP U n iv e rsita s L a m p u n g (S e Fila ) 3

SEFILA 3 'A g e n d a B a ru P e m b a n g u n a n In d o n esia B e rb a sis Local K n o w led ge',


K a m is , 8 A g u stu s 2 0 1 9 , H otel B u k it R a n d u , Ko ta B a n d a rla m p u n g , In do n esia
ISBNNO.9 786239 197209
serta silaturahmi. Nemui Nyimah merupakan kewajiban bagi suatu keluarga dari
masyarakat Lampung untuk tetap menjaga silaturahmi. Unsur Nemui Nyimah, pada
hakikatnya dilandasi rasa keikhlasan dari lubuk hati yang dalam untuk menciptakan
kerukunan hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Bentuk konkrit Nemui Nyimah dalam
konteks kehidupan masyarakat dewasa ini lebih tepat diterjemahakan sebagai sikap
kepedulian sosial dan rasa setiakawan.
c) Nengah Nyappur menggambarkan bahwa anggota masyarakat Lampung mengutamakan
rasa kekeluargaan dan didukung dengan sikap suka bergaul dan bersahabat dengn siapa
saja, tidak membedakan suku, agama, tingkatan, asal-usul, dan golongan. Sikap suka
bergaul dan bersahabat menumbuhkan semangat suka bekerjasama dan tenggang rasa
(toleransi) yang tinggi antar sesamanya. Sikap toleransi akan menumbuhkan sikap ingin
tahu, maumendengar nasihat orang lain, memacu semangat kreativitas dan terhadap
perkembangan gejala-gejala sosial. Oleh sebab itu dapat diambil suatu konklusi bahwa
sikap Nengah Nyappur menunjuk kepada nilai musyawarah untuk mufakat.
d) Sakai-Sambayan berati tolong-menolong dan gotong royong, artinya memahami makna
kebersamaan. Sakai Sambayan pada hakikatnya adalah menunjukkan rasa partisipasi serta
solidaritas yang tinggi terhadap berbagai kegiatan sosial pada umumnya. Sebagai
masyarakat Lampung akan merasa kurang terpandang bila ia tidak mampu berpartisipasi
dalam kegiatan kemayarakatan. Perilaku ini menggambarkan sikap toleransi kebersamaan,
sehingga seseorang akan memberikan apa saja secara sukarela apabila pemberian itu
memiliki nilai manfaat. Juantara dan
Bulan:
Menurut Nasution, dkk (2008) bahasa Lampung adalah bahasa daerah dan sebagai bahasa ibu Pelindungan
bagi masyarakat di Provinsi Lampung. Menurut A. Effendi Sanusi dalam bukunya Tata Bahasa Bahasa Lampung
Bahasa Lampung (2006:4-5), bahasa Lampung terdiri atas dua dialek, yakni dialek O dan dialek A dalam Perubahan
yaitu sebagai berikut, bahasa Lampung dialek O meliputi Abung dan Menggala. Bahasa Lampung Budaya di
dialek A meliputi Way Kanan, Sungkai, Melinting, Pubiyan, Pesisir, dan Pemanggilan Jelema Provinsi Lampung
Daya. Dalam pembelajaran bahasa Lampung di sekolah, dialek O dan A diajarkan secara
berdampingan. L /L
Menurut Sanusi (2006:4) dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Lampung
berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan daerah Lampung, (2) lambang identitas daerah
Lampung, (3) alat komunikasi di dalam warga dan masyarakat lampung, (4) sarana pendukung
budaya Lampung dan budaya Indonesia, serta (5) pendukung sastra Lampung dan sastra
Indonesia. Di dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa Lampung berfungsi
sebagai (1) pendukung bahasa Indonesia dan (2) salah satu sumber kebahasaan untuk
memperkaya bahasa Indonesia.
Kebijakan pelindungan bahasa daerah merupakan salah satu cara untuk mempertahankan
keberlangsungan bahasa daerah agar tetap terus eksis ditengah gempuran hegemoni bahasa yang
skalanya lebih luas seperti bahasa Indonesia dan bahasa asing. Dalam upaya melestarikan bahasa
daerah tersebut sejatinya pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai cara, seperti yang telah
diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 (UU RI No. 24/2009)
dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 (PP No. 57/2014).
Dalam tataran praktis, pelindungan bahasa tersebut secara khusus dapat diwakili dua konsep,
yakni konservasi dan revitalisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (KBBI Daring,
2018), konservasi berarti ‘pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah
kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan; pengawetan; pelestarian’. Konservasi
(conservation) juga mengandung pengertian ‘pelindungan’ dalam makna proses, cara, perbuatan
melindungi. Konservasi dalam konteks pelindungan bahasa merupakan upaya untuk
mempertahankan dan mengembangkan bahasa agar tetap digunakan oleh masyarakat penuturnya.
Didalamnya ada upaya pencegahan atau perbaikan aspek bahasa yang rusak untuk menjamin
kelangsungan bahasa itu sendiri. Upaya pencegahan dan perbaikan dapat dilakukan melalui
pendokumentasian bahasa tersebut sekaligus melakukan pengembangan bahasa tersebut,
misalnya, melalui penyusunan sistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan sistem aksara atau sistem
ortografis. Dengan demikian, generasi berikutnya masih dapat menikmati hasilnya, bahkan bisa
dilihat dokumennya oleh generasi yang mungkin tidak bisa lagi berbicara dalam bahasa tersebut.
Selain konservasi, terdapat juga konsep revitalisasi bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia Daring (KBBI Daring, 2018), revitalisasi dimaknai sebagai ‘proses, cara, perbuatan
menghidupkan atau menggiatkan kembali’ suatu hal yang sebelumnya kurang berdaya.

P ro sid in g S e m in a r N a sio n a l F IS IP U n iv e rsita s L a m p u n g (S e Fila ) 3


'A g e n d a B a ru P e m b a n g u n a n In d o n esia B e rb a sis Local K n o w led ge', ISBNNO. 9 786239 197209
K a m is , 8 A g u stu s 2 0 1 9 , H otel B u k it R a n d u , Ko ta B a n d a rla m p u n g , In do n esia
Revitalisasi bahasa didefinisikan sebagai usaha untuk meningkatkan bentuk atau fungsi
penggunaan bahasa untuk bahasa yang terancam oleh kehilangan bahasa (language loss) atau
kematian bahasa (language death) (King, 2001).
Revitalisasi merupakan suatu usaha atau bentuk kegiatan untuk meningkatkan daya hidup
(vitalitas) suatu bahasa. Peningkatan daya hidup bahasa itu mencakupi upaya pengembangan dan
pelindungan bahasa sekaligus pembinaan penutur bahasa. Revitalisasi bahasa bertujuan agar
penggunaan bahasa tersebut meningkat, bahkan pengguna bahasa pun bertambah. Sehubungan
dengan itu, revitalisasi dalam konteks ini merupakan kegiatan untuk memperluas sistem linguistik
dari suatu bahasa (minoritas) dan menciptakan ranah baru dalam penggunaannya oleh tipe
penutur yang baru pula (King, 2001: 5-9).
Revitalisasi dapat dilakukan melalui pemelajaran bahasa daerah terhadap penutur bahasa
yang bersangkutan, baik secara klasikal (secara bersama-sama di dalam kelas atau kelompok)
maupun pemodelan pada suatu komunitas tertentu. Untuk mendukung upaya ini dilakukan
penyediaan dokumentasi referensi kebahasaan, seperti tata bahasa dan kamus, dan penyusunan
bahan ajar untuk pembelajaran bahasa.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Dalam penelitian
ini, metode deskriptif digunakan untuk mengetahui dan mendeskripsikan pola kehidupan
masyarakat lampung terutama kaitannya dengan falsafah Nemui Nyimah, dan Nengah Nyappur
Juantara dan
telah membawa bahasa Lampung tergerus pada titik terendah dalam sejarah kebudayaan.
Bulan: Eksistensi dari bahasa lampung itu sendiri telah menunjukkan suatu keprihatinan. Penelitian ini
Pelindungan ingin menganalisis upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam membuat kebijakan
Bahasa Lampung pelindungan terhadap bahasa lampung.Instrumen pengumpulan data dengan menggunakan studi
dalam Perubahan observasi untuk mengamati secara langsung apa yang terjadi di lapangan. Melalui observasi
Budaya di penganalisis dapat memperoleh pandangan-pandangan mengenai, Pertama, bagaimana
Provinsi Lampung penggunaan bahasa Lampung dalam keseharian masyarakat, Kedua bagaimana realisasi falsafah
Lampung dalam kehidupan masyarakat, dan upaya apa saja yang telah dilakukan dalam
173 pelindungan bahasa Lampung.
Instrumen pengumpulan data berikutnya melalui teknik wawancara. Narasumber yang dipilih
yang dianggap penting dalam kajian ini. Narasumber tersebut adalah Tokoh Masyarakat Adat
Lampung Sukadana Lampung Timur, Budayawan Lampung, dan Akademisi dari Universitas
Lampung.Selain itu penulusuran data menggunakan studi kepustakaan dengan melakukan
pengumpulan dan mempelajari beberapa referensi melalui dokumen-dokumen seperti Regulasi,
serta referensi Buku dan jurnal yang berkaitan dengan bahasa lampung, Falsafah Lampung dan
kebijakan pelindungan bahasa lampung.
Hasil pengamatan yang telah diperoleh, yang dimulai dari pengumpulan data, yaitu
mengidentifikasikanpola kehidupan masyarakat lampung terutama kaitannya dengan falsafah
Nemui Nyimah, dan Nengah Nyappur, kemudian melakukan kajian pustaka dengan menelusuri
regulasi-regulasi yang berkaitan dengan upaya pelindungan bahasa Lampung, serta konsep Piil
Pesenggiri, Selanjutnya setelah mengidentifikasikan hal tersebut maka penelitian ini akan
mendorong pada analisis dan pembahasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penduduk yang
cukup besar. Hingga tahun 2017 jumlah penduduk mencapai 8.289.577 jiwa yang tersebar di 15
Kabupaten/kota(BPS Provinsi Lampung). Provinsi Lampung dikenal sebagai “Indonesia Mini”,
hal tersebut dikarenakan masyarakatnya yang sangat plural. Dibalik keanekaragaman suku bangsa
yang ada di provinsi Lampung, Masyarakat adat Lampung dibagi menjadi dua kelompok besar
yaitu masyarakat yang menganut adat Pepadun dan Saibatin, selain itu masyarakat Lampung juga
mempunyai dua rumpun bahasa yaitu, berdialek “api” atau “A ” dan berdialek “nyow” atau
“O”(Hilman Hadikusuma, 2003:85).
Ditengah geliatnya arus globalisasi yang masuk dalam sendi-sendi kehidupa masyarakat
Lampung, ternyata tidak sepenuhnya melahirkan dampak yang positif, bahasa Lampung yang
dulu merupakan bahasa utama masyarakat Lampung dalam berkomunikasi baik dalam keluarga
dan masyarakat kini secara meyakinkan telah mengalami pergeseran dan pergesekan menuju
kearah kepunahan. Fenomena yang muncul kini menunjukkan ulun Lappung tidak lagi
menuturkan bahasa Lampung bahkan dalam lingkup keluarga.
P ro sid in g S e m in a r N a sio n a l F IS IP U n iv e rsita s L a m p u n g (S e Fila ) 3
'A g e n d a B a ru P e m b a n g u n a n In d o n esia B e rb a sis Local K n o w led g e', ISBNNO. 9 786239 197209
K a m is , 8 A g u stu s 2 0 1 9 , H otel B u k it R a n d u , Ko ta B a n d a rla m p u n g , In do n esia
Keluarga adalah unit terkecil dalam tatanan hidup bermasyarakat, tempat ulun Lappung
bertutur dan seharusnya tidak ada rasa malu dalam bertutur bahasa Lampung tidak lagi menjadi
penopang dalam pertumbuhan bahasa Lampung. Berbeda dengan masyarakat Lampung etnis lain
seperti Padang, Bali, Jawa, atau Sunda sejak kecil diajak berbahasa daerahnya sehingga bahasa
sehari-hari dalam keluarga adalah bahasa daerah masing-masing. Kebiasaan yang ditumbuhkan
dalam keluarga membawa kebiasaan ketika berbicara dengan masyrakat Lampung dengan etnis
yang sama sebagai contoh sesama masyarakat etnis Padang tidak akan malu-malu berkomunikasi
bahasa Padang di provinsi Lampung atau dimanapun mereka berada.

Fenomena Bahasa Lampung Saat Ini


Kondisi masyarakat Lampung saat ini tidak lagi bangga dalam menuturkan bahasa Lampung.
Hal ini dapat dilihat dan diidentifikasi dari jumlah keluarga yang masih menggunakan bahasa
Lampung sebagai bahasa sehari-hari terutama di daerah perdesaaan. Atau bahkan hampir semua
masyarakat Lampung keluarga muda tidak lagi mengajarkan dan mengajak anaknya berbahasa
Lampung. Tentu saja hal ini memperburuk keadaan, karena keluarga adalah tonggak estafet awal
dalam pelestarian bahasa Lampung. Tentu saja akan berbeda ketika belajar bahasa hanya dalam
sekolah formal saja tetapi tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kedalaman memaknai
bahasa itu tidak akan sedalam ketika bahasa tersebut dituturkan dalam kehidupan sehari-hari dan
dipelajari secara formal di sekolah. Dengan demikian opsi kebijakan terutama dalam hal
konservasi dan revitalisasi bahasa Lampung harus di dukung kedua belah pihak tidak hanya salah
satu pihak saja. Juantara dan
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, bahwa budaya luar mendominasi dan Bulan:
menghegemoni ulun Lappung, dengan adanya doktrin bahwa budaya luar lebih ‘modern’ dan Pelindungan
budaya daerah dianggap sebagai budaya tradisional yang kuno dan ketinggalan zaman. Inilah Bahasa Lampung
kenyataan dan fakta serta realita yang ada dilapangan saat ini. Pemaknaan terhadap falsafah dalam Perubahan
hidup ulun Lappungjuga yang kebablasan membuat bahasa Lampung tidak diuntungkan. Budaya di
Provinsi Lampung
Falsafah Lampung VS Budaya Asing
Falsafah hidup ulun Lappung yakni Piil Pesenggiri seharusnya menjadi penyaring masuknya 174
budaya luar yang dapat menggerus budaya Lampung. namun demikian, kenyataanya falsafah
Lampung justru menjadi bumerang bagi kelestarian budaya Lampung itu sendiri. Masyarakat
Lampung yang cenderung terbuka (open society) menjadi jalan masuk budaya luar yang terus
menghegemoni masyarakat Lampung secara masif.
Memaknai nemui nyimah jika tidak hati-hati maka ulun Lappung sendiri yang akan rugi. Nemui
nyimah diartikan sebagai sikap pemurah, terbuka tangan,suka memberi dan menerima, dalam arti
materiil sesuai dengan kemampuan. Sebagai tuan rumah di Lampung tentu saja ulun Lappung
menjadi tuan rumah yang sangat menguntungkan transmigran atau masyarakat pendatang.
Sebagai contoh ulun Lappung sebagai tuan tanah mempunyai tanah yang luas lalu dengan sangat
bermurah hati (simah) memberikan tanah tersebut untuk digarap oleh pendatang. Sampai akhirnya
justru masyarakat pendatang yang tidak punya apa-apa sebelumnya, dapat memiliki tanah
tersebut, bahkan secara ekonomi masyarakat pendatang tersebut dapat lebih mapan.
Dalam konteks berkomunikasi, Makna Nemui Nyimah yang terbuka telah menjadi jalan bagi
semakin masuknya budaya luar. Sebagai contoh misalnya, dalam kehidupan sehari-hari ketika
Ulun Lappung berbicara dengan masyarakat pendatang seringkali bahasa yang digunakan adalah
bahasa Indonesia atau bahasa pendatang. Ulun Lappung tidak mengajak masyarakat pendatang
memakai bahasa lampung. kebiasaan tersebut terus berjalan bertahun-tahun hingga akhirnya
melewati generasi ke generasi. Hal itu tentu saja merugikan bagi pertumbuhan bahasa Lampung.
kebiasaan itu yang membuat ulun lappung tidak mewariskan bahasa lampung kegenarasi
selanjutnya. kebiasaan itu juga yang membuat ketika bahasa lampungitu dituturkan baik itu oleh
ulun Lappung atau masyarakat lampung etnis lain terkesan aneh karena tidak terbiasa.
Begitu juga ketika memaknai nengah nyappur harus sangat hati-hati, karena dapat merugikan
ulun Lappung jika salah pemaknaan. Nengah Nyappu rmenggambarkan bahwa anggota masyarakat
Lampung mengutamakan rasa kekeluargaan dan didukung dengan sikap suka bergaul dan
bersahabat dengan siapa saja, tidak membedakan suku, agama, tingkatan, asal-usul, dan
golongan. Sikap suka bergaul dan bersahabat menumbuhkan semangat suka bekerjasama dan
tenggang rasa (toleransi) yang tinggi antar sesamanya. Hal Ini terkadang merugikan ulun Lappung
karena rasa ingin tahu yang tinggi terhadap budaya baru di dalam masyarakat atau segala sesuatu

P ro sid in g S e m in a r N a sio n a l F IS IP U n iv e rsita s L a m p u n g (S e Fila ) 3


. 9 786239 197209
SEFILA3 'A g e n d a B a ru P e m b a n g u n a n In d o n esia B e rb a sis Local K n o w led ge',
K a m is , 8 A g u stu s 2 0 1 9 , H otel B u k it R a n d u , Ko ta B a n d a rla m p u n g , In do n esia
yang baru harus turut serta di dalamnya. Satu sisi ada baiknya tetapi sisi lain juga dapat
menggerus budaya Lampung.
Dalam pergaulan seringkali ulun Lappung dihadirkan pada kondisi penawaran budaya baru
yang datang dari luar, ulun Lappung dalam hal ini berada pada kondisi yang sulit dalam
menentukan sikap, sedangkan falsafah Nengah Nyappur justru membuat dorongan ulun Lappung
untuk terlibat dalam tawaran budaya baru itu sangat besar. Apalagi generasi muda, banyak yang
tidak lagi mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) atas budaya sendiri, bahkan sebagian
generasi mudah sudah tidak mengenalnya lagi. Mereka asik dengan kemajuan bahasa asing yang
dianggap lebih maju. Sebagai contoh ketika sedang trend menggunakan bahasa gaul maka yang
yang akan digunakan dan dianggap lebih modern adalah menggunakan bahasa tersebut, sehingga
membuat bahasa lampung dilupakan. Bahkan cendrung dianggap ketinggalan zaman atau norak.
Realitas kehadiran Society 5,0 dengan ditandai kecanggihan teknologi membuat arus
komunikasi tanpa batas, media komunikasi telah meniadakan jarak dan batasan waktu
memudahkan hubungan antar masyarakat terutama penyebarluasan budaya. Disrubsi yang terjadi
akibat arus Society 5.0 turut berkontribusi mengubah tata nilai budaya masyarakat terutama
generasi muda. Bagaimana nasib bahasa Lampung jika generasi sebelumnya sudah tiada, tentu ini
akan semakin memperburuk situasi bahasa Lampung itu sendiri. Oleh karenanya Open soceity
menjadi pekerjaan rumah bagi ulun Lappung. Bagaimana tetap terbuka bagi kemajuan zaman
namun tetap berpengang teguh pada budaya daerah terutama bahasa Lampung sebagai bahasa
ibu.
Juantara dan
Bulan:
Strategi Konservasi dan Revitalisasi Bahasa Lampung
Pelindungan
Untuk mengatasi berbagai permasalahan diatas perlu ada upaya serius dari pemerintah untuk
Bahasa Lampung
melakukan konservasi dan revitalisasi bahasa lampung. Kebijakan yang dibuat nantinya dapat
dalam Perubahan
menghegemoni semua lapisan masyarakat lampung secara menyeluruh dengan membangun
Budaya di
stigma bahwa masyarakat yang bertutur bahasa lampung itu adalah masyarakat yang modern,dan
Provinsi Lampung maju. Upaya tersebut yakni: Pertama, pewarisan nilai-nilai bahasa harus dilakukan secara
175 terprogram dan sistemik bagi generasi muda melalui institusi pendidikan. Hal ini penting
mengingat di Lampung muatan lokal bahasa lampung masih sangat minim diterapkan di sekolah,
hal ini menjadi lumrah mengingat guru-guru khusus bahasa lampung belum ada karena tidak ada
jenjang pendidikan diuniversitas khususunya jurusan bahasa Lampung. dengan ketiadaan
pewarisan pada generasi muda maka jelas akan memutus mata rantai penutur bahasa Pampung
itu sendiri kedepannya. Selain itu dengan adanya jurusan pendidikan bahasa Lampung di
perguruan tinggi maka serta merta juga akan meningkatkan pandangan atau image bahwa bahasa
Lampung tidak ketinggalan zaman.
Kedua, perlu ada kebijakan pemerintah yang mengatur tentang kesadaran masyarakat akan
penghargaan pada nilai-nilai budaya yang berbeda. Hal ini menjadi penting mengingat perbedaan
suku, budaya dimasyarakat begitu beragam dapat memicu perpecahan dan saling menghegemoni.
Fanatisme yang muncul dari masing-masing budaya berpotensi dapat memecah belah bangsa.
Terutama kaitannya dengan bahasa Lampung, dalam hal ini masyarakat pendatang juga
berkewajiban untuk menghargai bahasa Lampung dengan ikut serta berbahasa lampung dalam
setiap berinteraksi atau berkomunikasi dengan masyarakat lainnya.
Ketiga, pemerintah berkewajiban menciptakan kebijakan untuk menyaring para generasi muda
dalam menghadapi arus teknologi yang berdampak pada bergesernya budaya masyarakat akan
nilai-nilai tradisional. Dan terakhir Keempat, perlu adanya edukasi bagi masyarakat lampung
mengenai pemahaman makna falsafah lampung yang kian hari kian berubah. Dengan adanya
pemahaman yang tepat maka Piil Pesenggiri dapat menjadi modal utama menyaring budaya luar
yang merusak tatanan budaya lokal.

PENUTUP
Sebagai bagian dari masyarakat terbuka, ulun Lappung mau tidak mau akan menerima
perubahan dan pergeseran kebudayaan yang terjadi. Oleh karena itu ulun Lappung harus siap
menghadapi hal tersebut. Tidak hanya dengan melakukan upaya konservasi budaya tetapi juga
merevitalisasi budaya daerah agar dapat sesuai perkembangan zaman sehingga dapat diterima
oleh masyarakat banyak dan tidak ketinggalan zaman.
Menyambut society 5.0 dalam keadaan yang open society membuat ulun Lappung berada pada
pilihan-pilihan yang tidak mudah. Falsafah ulun Lappung yakni Piil Pesenggiri sejatinyadapat

P ro sid in g S e m in a r N a sio n a l F IS IP U n iv e rsita s L a m p u n g (S e Fila ) 3


'A g e n d a B a ru P e m b a n g u n a n In d o n esia B e rb a sis Local K n o w led ge', O.9 786239 197209
K a m is , 8 A g u stu s 2 0 1 9 , H otel B u k it R a n d u , Ko ta B a n d a rla m p u n g , In do n esia
menjadi pijakan jika dimaknai dengan bijak. Society 5.0 menuntut masyarakat Lampung berada
pada kondisi yang mutahir, wawasan yang luas, pengetahuan yang tinggi, dan teknologi yang
canggih. Hal ini tentu saja jika dibenturkan denganbudaya daerah yang masih tradisional tidak
akan bertemu pada satu titik sehingga campur tangan pemerintah dalam membuat kebijakan
dalam hal konservasi dan revitalisasi sangat menentukan nasib budaya daerah dimasa mendatang.
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang harus diambil dalam hal konservasi dan revitalisasi
budaya daerah khususnya bahasa lampung harus mengacu kepada hal-hal yang dapat
menghegemoni pikiran bawah sadar masyarakat lampung secara menyeluruh sehingga
mengubahanggapan masyarakat Lampung terhadap budaya daerah. Serta anggapan masyarakat
lampung terhadap bahasa lampung harus berbanding lurus dengan pertumbuhan teknologi, dan
komunikasi serta society 5.0.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Eka Sofia. 2014. Pemakaian Bahasa Lampung di Daerah Rajabasa. Lampung Universitas
Lampung.
Al M a’ruf, Ali Imron. 2016. Revitalisasi Seni Pertunjukan Tradisi Ditengah Gelegar Budaya Global.
Makalah disajikan dalam Prosiding Konfrensi Internasional VI IKADBUDI. Lampung.
Ariyani,Farida. 2014. Ungkapan Piil Pesenggiri sebagai Pilar Berisi Falsafah Hidup Orang Lampung.
Makalah disajikan dalam Kongres Internasional MLI.
Juantara dan
Ariyani,Farida. 2014. Upaya Memelihara Bahasa Lampung sebagai Budaya Daerah dalam Rangka
Bulan:
Menguatkan Budaya Nasional. Makalah disajikan dalam Seminar Bahasa dan Lokakarya
Pelindungan
Lembaga Adat. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Bahasa Lampung
Kebudayaan.
dalam Perubahan
Aqib,Zainal. 2011. Pendidikan Karakter. Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung:CV Budaya di
Yrama Widya. Provinsi Lampung

Fatma. 2016. Ragam Strategi Bertutur Kedaerahan di Lembah Palu sebagai Pemertahanan Budaya
Bahasa Lokal Sulawesi Tengah.Makalah disajikan dalam Prosiding Konfrensi Internasional VI
176
IKADBUDI. Lampung
Hadikusuma, Hilman.1983. Bahasa Lampung. Lampung: Gunung Pesagi.
Irianto,Sulistyowati dan Risma Margaretha. 2011. Piil Pesenggiri: Modal Budaya dan Strategi Identitas
Ulun Lampung. Makara Sosial Humaniora.
Lisnawati, Iis.2016. Pembelajaran Berbicara Berbasis Kearifan Lokal dan Berorientasi Literasi Budaya
Sebagai Altenatif Strategu Pembangun Karakter Bangsa.Makalah disajikan dalam Prosiding
Konfrensi Internasional VI IKADBUDI. Lampung.

P ro sid in g S e m in a r N a sio n a l F IS IP U n iv e rsita s L a m p u n g (S e Fila ) 3


. 9 786239 197209
SEFILA 3 'A g e n d a B a ru P e m b a n g u n a n In d o n esia B e rb a sis Local K n o w led ge',
K a m is , 8 A g u stu s 2 0 1 9 , H otel B u k it R a n d u , Ko ta B a n d a rla m p u n g , In do n esia

Anda mungkin juga menyukai