Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH PERENCANAAN WILAYAH DAN TATA RUANG

JUDUL
Profil, Problematika, Peluang dan Tantangan Wilayah Pedesaan

Nama : Lalu Mokh Reza Anshari


NIM : 2022H3B008

MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
TAHUN 2023
Daftar Isi

Daftar Isi……………………………………………………………………………... 1
BAB I Pendahuluan…………………………………………………………………. 2
BAB II Kajian Pustaka……………………………………………………………... 5
2.1. Pengertian Kebijakan…….……………………………………………………..... 5
2.2. Pengertian Perencanaan………………………………………………………….. 5
2.3. Pembangunan……………………………………………………………………. 6
2.4. Pembangunan Desa……………………………………………………………… 6
2.5. Tujuan Perencanaan Pembangunan Desa………………………………………... 6
BAB III Pembahasan………………………………………………………………... 7
3.1. Tinjauan Konsep dan Implementasi Proses Perencanaan Pembangunan (P5d)…. 7
3.2. Upaya Meningkatkan Kualitas Perencanaan Pembangunan di Tingkat Desa…… 7
3.3. Sasaran Pembangunan Desa……………………………………………………... 8
3.4. Masalah-Masalah Dalam Pembangunan Desa…………………………………... 8
3.5. Kebijakan Dalam Perencanaan Pembangunan Desa…………………………….. 9
3.6. Paradigma Pembangunan Daerah Pedesaan……………………………………... 11
3.7. Perencanaan Pembangunan Pedesaan…………………………………………… 12
3.8. Perencanaan Pedesaan di Indonesia : Peluang dan Tantangan…………………... 13
BAB IV Kesimpulan ………………………………………………………………... 15
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………… 16

1
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki wilayah dengan perbandingan


sebesar 70 % wilayah laut dan 30 % wilayah daratan. Dari wilayah daratan tersebut, pedesaan
menempati sekitar 80 persen wilayah daratan di Indonesia. Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia (2010) menjelaskan pada tahun 1980-
an perbandingan penduduk desa-kota masih 80% (desa) dan 20% (kota). Seiring dengan
perkembangan globalisasi, jumlah penduduk desa semakin berkurang. Berdasarkan luasan
wilayah desa hanya tinggal sekitar 44 persen penduduk Indonesia, sedangkan 56 persen
penduduk tinggal di kota yang hanya seluas 20 persen dari total wilayah daratan. Berdasarkan
Permendagri no.137 tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan,
terdapat 416 Kabupaten, 98 Kota, 7.094 Kecamatan, 8.490 kelurahan, dan 74.957 desa di
Indonesia. Data ini menunjukkan bahwa jumlah desa yang sangat banyak merupakan potensi
yang bisa dikembangkan dalam rangka kemajuan bangsa. Namun, pertumbuhan penduduk
yang semakin meningkat justru malah menyebabkan terjadi migrasi ke perkotaan sehingga
menyebabkan pembangunan di desa menjadi terhambat. Perpindahan masyarakat pedesaan ke
daerah perkotaan banyak dipengaruhi oleh daya tarik perkotaan dengan berbagai fasilitas dan
pusat perdagangan perindustrian serta jasa sehingga membuat banyak peluang pekerjaan
dibandingkan dengan di desa. Faktor lain yang bisa menjadi penyebab urbanisasi adalah faktor
kemiskinan di desa. Data menunjukkan bahwa jumlah persentase penduduk miskin di pedesaan
masih cukup tinggi. BPS (2018) menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di daerah
perkotaan sebesar 6,89 persen, sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan
sebesar 13,10 dari total jumlah penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah orang
miskin di pedesaan masih cukup tinggi. Desa merupakan wilayah dengan jumlah sumber daya
yang cukup melimpah, tapi kondisi ini sangat berkebalikan dengan kondisi bahwa
masyarakatnya masih berada dalam taraf kemiskinan. Faktor kemiskinan menjadi faktor
pemicu utama sehingga mengakibatkan masyarakat pedesaan tertarik untuk mencari mata
pencaharian di kota. Jumlah penduduk desa yang sangat besar seharusnya dapat meningkatkan
asset pembangunan jika dikelola dan dikembangkan secara baik untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di pedesaan.
Strategi percepatan pembangunan pedesaan sangat dibutuhkan dalam upaya
peningkatan pemerataan pembangunan di desa dan realisasi hasil-hasil pembangunan melalui
arah kebijakan pembangunan sektoral dan pemberdayaan masyarakat di pedesaan
(Purwatiningsih, 2004). Kebijakan pembangunan pedesaan yang terjadi selama ini lebih
menjadikan masyarakat pedesaan menjadi pasif dikarenakan tidak diposisikan sebagai
pengelola utama dari segala sumber daya yang mereka milliki. Kebijakan seringkali hanya
bersifat dari atas (top down) sehingga kebijakan tersebut tidak dapat menyerap secara
menyeluruh aspirasi dari masyarakat desa. Permasalahan selanjutnya adalah banyaknya
kepemilikan dan penguasaan sumber daya yang ada di pedesaan yang hanya diambil oleh para
pemilik modal. Masyarakat perlu dipandang sebagai salah satu komponen yang sangat penting
yaitu stakeholder kunci dalam proses percepatan pembangunan. Masyarakat perlu
diberdayakan dan diikutsertakan dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi
terhadap kebijakan pembangunan yang dibuat oleh pemerintah. Namun, pada kenyataannya
masyarakat pedesaan hanya ditempatkan sebagai golongan kaum terpinggirkan dan menjadi
obyek pembangunan.
Pembangunan desa merupakan pembangunan yang multisektoral karena melibatkan
masyarakat sebagai subyek pembangunan, dan sebagai gerakan masyarakat dalam
melaksanakan pembangunan dengan dilandasi adanya kesadaran dalam meningkatkan
kehidupan masyarakat di pedesaan menuju yang lebih baik. Manusia sebagai faktor kunci

2
terhadap kesuksesan pembangunan. Kondisi kemiskinan di desa bukan hanya disebabkan
karena faktor ekonomi saja, melainkan karena kurangnya partisipasi masyarakat desa dalam
mengelola sumber dayanya sendiri sehingga menyebabkan potensi desa tidak bisa
dimanfaatkan dengan baik. Kekurangan anggaran dari desa juga menyebabkan permasalahan
kemiskinan di desa sehingga membuat kondisi desa menjadi lebih terpuruk dan ditinggalkan
oleh warganya dan beralih menuju kota sebagai tempat tinggal yang layak. Berbagai kondisi
ini, menjadikan dasar dari pemerintah untuk memberikan hak dan kewenangan kepada desa
melalui penetapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menjelaskan tentang hak dan
kewenangan Desa dalam mengelola sumber dayanya sendiri demi mewujudkan kesejahteraan
masyarakat serta mengurangi dispraritas antara perkotaan dan pedesaan.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kebijakan


Kebijakan adalah pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau
dipilih dalam melaksanakan (memanage) suatu program untuk mencapai tujuan tertentu.
Perencanaan adalah semua kegiatan (planning) yang dilakukan sebelum melakukan suatu
kegiatan, dari suatu program proyek, yakni menentukan tujuan objective, tujuan antara,
kebijakan, prosedur dan program. Sukirno (1985) mengemukakan pendapatnya tentang konsep
pembangunan, mempunyai 3 sifat penting, yaitu : proses terjadinya perubahan secara terus
menerus, adanya usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita masyarakat dan kenaikan
pendapatan masyarakat yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Menurut Todaro (1998)
pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut
harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian
pembangunan idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang
melibatkan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi
dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen ekonomi
maupun non ekonomi.
Menurut Hanafiah (1892) pengertian pembangunan mengalami perubahan karena
pengalaman pada tahun 1950-an sampai tahun 1960-an menunjukkan bahwa pembangunan
yang berorientasi pada kenaikan pendapatan nasional tidak bisa memecahkan masalah
pembangunan. Hal ini terlihat dari taraf hidup sebagian besar masyarakat tidak mengalami
perbaikan kendatipun target kenaikan pendapatan nasional per tahun meningkat. Dengan kata
lain, ada tanda-tanda kesalahan besar dalam mengartikan istilah pembangunan secara sempit.
Akhirnya disadari bahwa pengertian pembangunan itu sangat luas bukan hanya sekedar
bagaimana menaikkan pendapatan nasional saja. Pembangunan ekonomi itu tidak bisa
diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan negara untuk mengembangkan kegiatan
ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya.
Berbagai sudut pandang dapat digunakan untuk menelaah pembangunan pedesaan. Menurut
Haeruman (1997), ada dua sisi pandang untuk menelaah pedesaan, yaitu:
1. Pembangunan pedesaan dipandang sebagai suatu proses alamiah yang bertumpu pada
potensi yang dimiliki dan kemampuan masyarakat desa itu sendiri. Pendekatan ini
meminimalkan campur tangan dari luar sehingga perubahan yang diharapkan berlangsung
dalam rentang waktu yang panjang.
2. isi yang lain memandang bahwa pembangunan pedesaan sebagai suatu interaksi antar
potensi yang dimiliki oleh masyarakt desa dan dorongan dari luar untuk mempercepat
pemabangunan pedesaan.
3. Pembangunan desa adalah proses kegiatan pembangunan yang berlangsung didesa yang
mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Menurut peraturan
Pemerintah Republik Indonesia no : 72 tahun 2005 tentang desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) bahwa perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh
pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya dan menurut ayat (3) bahwa dalam
menyusun perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan
desa.
Tujuan Perencanaan Pembangunan sebagai berikut:
1. Mengkoordinasikan antar pelaku pembangunan.
2. Menjamin sinkronisasi dan sinergi dengan pelaksanaan Pembangunan Daerah.
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara Perencanaan, Penganggaran, Pelaksanaan dan
Pengawasan.
4. Mengoptimalkan Partisipasi Masyarakat

4
5. Menjamin tercapainya penggunaan Sumber Daya Desa secara efisien, efektif, berkeadilan
dan berkelanjutan.
Kebijakan perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan
ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan (memanage)
pembangunan di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat
sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.

2.2. Pengertian Perencanaan


Menurut Yulius Nyerere perencanaan adalah merupakan proses memilih diantara
berbagai kegiatan yang diinginkan karena tidak semua yang diinginkan itu dapat dilakukandan
dicapai dalam waktu yang bersamaan. Dalam pelaksanaan proses perencanaan tersebut kepala
desa harus melibatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan, proses yang melibatkan
masyarakat ini, mencakup dengan pendapat terbuka secara ekstensif dengan sejumalah besar
warga Negara yang mempunyai kepedulian, dimana dengar pendapt ini disusun dalam suatu
cata untuk mempercepat para individu, kelompok kelompok kepentingan dan para pejabat
agensi memberikan kontribusi mereka kepada pembuatan desain dan redesain kebijakan
dengan tujuan mengumpulkan informasi sehingga pembuat kebijakan bisa membuat kebijakan
lebih baik.
Pelibatkan tersebut maka perencanaan menjadi semakin baik, aspirasi masyarakat
semakin tertampung sehingga tujuan dan langkah langkah yang diambil oleh pmerintah desa
semakin baik dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Senada dengan apa yang
disampaiakan oleh Robinson Tarigan, Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan
memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam ketentuan umum permendagri lebih jelas dikatakan pada pasal 1 ayat 10,
Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh
pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat
secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan desa.

2.3. Pembangunan
Menurut Rostow pembangunan adalah tidak hanya lebih banyak otput yang dihasilkan
tetapi juga lebih banyak otput dari pada yang diproduksi sebelumnya. Pembangunan
merupakan sebuah proses kegiatan yang sebelumya tidak adamenjadi ada, atau yang
sebelumnya sudah ada dan dikembangkan menjadi lebih baik, menurut Myrdal pembangunan
adalah sebagai pergerakan ke atas dari seluruh sistemsosial. Artinya bahwa pembangunan
bukan melulu pembangunan ekonomi, melainkan pembangunan seutuhnya yaitu semua bidang
kehidupan dimasyarakat.
Dengan peningkatan pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan maka
diharapkan hasil pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan tujuan
pembangunan itu sendiri sebagaimana disebutkan dalam Permendagri 114 Pasal 1 ayat 9.
Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-
besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Dari uraian tersebut sangatlah jelas bahwa
pembangunan yang melibatkan masyarakat secara aktif akan mampu mencapai tujuan yang
diharapkan.

2.4. Pembangunan Desa


Pembangunan Desa adalah proses kegiatan pembangunan yang berlangsung
didesayang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Menurut
peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 72 tahun 2005 tentang desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bahwa perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh

5
pemerintah desa sesuai dengan kewenangannya dan menurut ayat (3) bahwa dalam menyusun
perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa.

2.5. Tujuan Perencanaan Pembangunan Desa :


1) Pedoman Penyusunan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Desa,
RKP (Rencana Kerja Pemerintah Desa).
2) Memperkuat hak dan kewenangan serta mengoptimalkan sumber-sumberkekayaan
desa.
3) Mencerminkan keberpihakan Negara terhadap hak-hak desa untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Perencanaan pembangunan desa disusun secara berjangka yaitu :
a) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) untuk jangka waktu 6
(enam) tahun.
b) Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah
Desa (RKP DESA), merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1
(satu) tahun.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Tinjauan Konsep dan Implementasi Proses Perencanaan Pembangunan (P5d)


Konsep dan Proses Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 9
tahun 1982, pelaksanaan pembangunan daerah dilaksanakan melalui suatu proses yang relatif
baku yaitu Proses Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian Pembangunan (P5D). Proses
P5D dimulai dari tingkat bawah (masyarakat) dalam bentuk Musyawarah Pembangunan Desa
(Musbangdes), yang kemudian dilanjutkan dengan Musyawarah Unit Daerah Kerja
Pembangunan (UDKP) di tingkat Kecamatan, Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang)
Kabupaten, Rakorbang Propinsi, dan berakhir dengan Rakorbang Nasional.
Dari sisi perencanaan jangka menengah dan jangka panjang, Pemerintah
Kabupaten/Kota telah memiliki berbagai dokumen perencanaan (seperti Program
Pembangunan Lima Tahun Daerah/Propeda, Rencana Strategis/Renstra, dan Rencana Umum
Tata Ruang Wilayah/RUTRW) dan seharusnya menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada). Akan tetapi dokumen-dokumen perencanaan
tersebut tidak tersosialisasikan, sehingga hal ini mengakibatkan perencanaan dilaksanakan
tanpa perspektif yang jelas. Seringkali terjadi Repetada sebagai pedoman mengenai arah dan
kebijaksanaan penyusunan program dan proyek disusun setelah RAPBD disyahkan sehingga
kehilangan fungsi substansifnya. Sementara itu, menurut Asmara (2001) komitmen dan
orientasi pelanggan (public driven) dalam sistemprogramming sektoral, belum mantap.
Hal ini karena budaya birokrasi berdasarkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik seperti
akuntabilitas, responsibilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan kepentingan publik
belum melembaga dengan baik. Akibatnya jaminan pengakomodasian usulan dari bawah
sangat kurang.

3.2. Upaya Meningkatkan Kualitas Perencanaan Pembangunan di Tingkat Desa


Paradigma lama pembangunan perdesaan pada masa sebelum era otonomi adalah
bagaimana melaksanakan program-program pemerintah yang datang dari atas. Program
pembangunan desa lebih banyak dalam bentuk proyek dari atas, dan sangat kurang
memperhatikan aspek keberlanjutan pembangunan desa dan partisipasi masyarakat. Sebagian
besar kebijakan Pemerintah bernuansa “top-down”, dominasi Pemerintah sangat tinggi,
akibatnya antara lain banyak terjadi pembangunan yang tidak sesuai dengan aspirasi
masyarakat, tidak sesuai dengan potensi dan keunggulan desa, dan tidak banyak
mempertimbangkan keunggulan dan kebutuhan lokal.
Kurang terakomodirnya perencanaan dari bawah dan masih dominannya perencanaan
dari atas, menurut Asmara, H., (2001) adalah karena kualitas dan hasil perencanaan dari bawah
lemah, yang disebabkan beberapa faktor antara lain:
1. Lemahnya kapasitas lembaga-lembaga yang secara fungsional menangani
perencanaan;
2. Kelemahan identifikasi masalah pembangunan;
3. Dukungan data dan informasi perencanaan yang lemah;
4. Kualitas sumberdaya manusia khususnya di desa yang lemah;
5. Lemahnya dukungan pendampingan dalam kegiatan perencanaan, dan
6. Lemahnya dukungan pendanaan dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan khususnya
di tingkat desa dan kecamatan.

7
3.3. Sasaran Pembangunan Desa
Pembangunan desa hendaknya mempunyai sasaran yang tepat, sehingga sumber daya
yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Beberapa sasaran yang dapat
dikembangkan atau dicapai dalam suatu pembangunan desa adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan Ekonomi Kerakyatan. Pembangunan ekonomi kerakyatan pada intinya
adalah mengelola seluruh potensi ekonomi yang menguasi hajat hidup orang banyak
dengan menerapkan prinsip atau asas ekonomi kerakyatan.
Program-program pembangunan ekonomi kerakyatan yang dapat dikembangkan di desa
adalah:
1. Program Pemberdayaan Usaha Kecil Perdesaan dengan kegiatan berupa penyediaan
kredit tanpa bunga.
2. Pembangunan pertanian dalam arti luas dalam rangka meningkatkan ketersediaan
pangan dan meningkatkan pendapatan petani, nelayan dan peternak
3. Pengembangan dan pemberdayaan koperasi serta pengusaha mikro kecil dan
menengah melalui pembinaan pengusaha kecil, pengembangan industri kecil dan
pembangunan prasarana dan sarana ekonomi desa.
4. Pengembangan potensi dan pemanfaatan teknologi tepat guna dalam rangka
menunjang industri kecil perdesaan.

b. Pengembangan Sumberdaya Manusia yang handal


Sumber Daya Manusia memegang peranan penting dalam proses pembangunan desa.
Semakin tinggi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka semakin mendorong
kemajuan suatu desa. Program-program yang dapat dikembangkan diantaranya:
1. Program pengembangan pendidikan
2. Program peningkatan pelayanan kesehatan
3. Pembinaan generasi muda, seni budaya, pemuda dan olah raga
4. Program perluasan lapangan kerja dan kesempatan kerja.
5. Pembinaan kehidupan beragama
6. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat

c. Pembangunan Infrastruktur Pedesaan


Pembangunan infrastruktur diharapkan mampu mendukung prioritas
pembangunan lainnya, khususnya pengembangan ekonomi kerakayatan dan peningkatan
kualitas SDM. Program pembangunan infrastruktur pada dasarnya adalah pembangunan
sarana dan prasarana yang mampu memberikan pelayanan guna mendukung kegiatan
ekonomi produktif, pelayanan sosial, kegiatan sosial kemasyarakatan dan meningkatkan
aksesibilitas untuk menciptakan keterkaitan ekonomi antar wilayah.
Beberapa program yang dapat dikembangkan dalam membangun infrastruktur
pedesaan adalah:
1. Membuka isolasi daerah-daerah yang terisolasi dengan pembangunan jalan-jalan
perdesaan.
2. Pembangunan prasarana perekonomian dan pertanian
3. Pembangunan prasarana pemerintahan desa/kelurahan

3.4. Masalah-masalah Dalam Pembangunan Desa


Masalah yang dikemukakan oleh Chayanov dan boeke, terutama didasarkan atas sistem
sosial atau kebudayaan yang berakar dalam yang membuat Teori Ekonomi Modern seolah-olah
tidak dapat diterapkan di desa-desa atau masyarakat seperti ini. Tetapi selain masalah yang
berasal dari sistem sosial atau kebudayaan, sebenarnya banyk masalah lain yang menyebabkan

8
timbulnya masalah pembangunan desa pada desa-desa tradisional, masalah-masalah tersebut
terutama adalah:
1. Masalah pertumbuhan penduduk penduduk yang berat, sehingga pemilikan tanah semakin
berkurang, terutama pada wilayah yang terbatas lahannya (Sumber Daya Alam)
2. Tingkat Pendidikan rendah yang menyebabkan adopsi tegnologi rendah dan stagnansi
produk juga masalah lain yang bisa timbul dengan serius seperti masalah kesehatan,
rendahnya produktivitas kerja dan masalah kepemimpinan desa.
3. Keterisolasian desa yang membuat hubungan dengan dunia luar sulit dan lambat dan tidak
dapat memanfaatkan keuntungan dengan dunia luar
Masalah-masalah yang terjadi di desa Transisional adalah:
1. Masalah pertumbuhan penduduk yang cepat (sama dengan desa Tradisional)
2. Masalah pertanahan timbul, karena hubungan dengan dunia luar
3. Tingkat pendidikan rendah (Sama dengan desa tradisional)
4. Tingkat adopsi tegnologi yang mudah dan tidak tersedianya tegnologi spesifik local
5. Keterisolasian desa dan lambatnya pembangunan prasarana jalan
6. Masalah pembangunan prasarana lain seperti irigasi, drainase
7. Masalah pemasaran hasil-hasil pertanian
8. Masalah pengadaan modal untuk pembaharuan usaha-usaha pertanian (perkreditan dan
akumulasi modal)
Masalah ini perlu dimengerti keadaannya, baik pada desa tradisional maupun pada desa
transisional agar kebijakan dan perencanaan pembangunan desa dapat dibuat dengan cukup
lebih baik. Pemerintahan Desa dalam menyelenggarakan kewenangannya dibidang
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan untuk mewujudkan kemandirian serta
kesejahteraan masyarakat belum dapat optimal karena terdapat berbagai permasalahan, seperti;
1. Terlalu cepatnya perubahan berbagai peraturan perundang-undangan sehingga
menimbulkan kebingungan ditingkat pelaksana dan terkadang peraturan perundang-
undangan yang dibutuhkan kurang lengkap dan memadai;
2. Fasilitasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah masih sering terlambat;
3. Terbatasnya tingkat kesejahteraan para penyelenggaran pemerintahan desa;
4. Sebagian kualitas aparat pemerintahan desa masih terbatas dalam menggalang partisipasi
masyarakat, menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian dalam membangun,
memanfaatkan, memelihara serta mengembangkan hasil-hasil pembangunan;
5. Sangat terbatasnya sarana dan prasarana pemerintahan desa
6. Belum terdapat kepastian mengenai kewenangan dan sumber pendapatan

3.5. Kebijakan Dalam Perencanaan Pembangunan Desa


Bertolak dari permasalahan diatas, Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan untuk
memberdayakan, memantapkan, menguatkan Pemerintahan Desa. Kebijakan dimaksud antara
lain:
a. Pemantapan kerangka aturan
b. Penataan kewenangan dan standar pelayanan minimal Desa;
c. Pemantapan kelembagaan;
d. Pemantapan administrasi dan keuangan Desa;
e. Peningkatan sumber daya manusia penyelenggara pemerintahan desa dan
f. Peningkatan kesejahteraan para penyelenggara pemerintahan desa.
Untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana diurai diatas, program prioritas yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah meliputi:
a. Pemantapan kerangka aturan:
Lingkup kegiatannya yaitu; mempercepat penyelesaian Peraturan Pemerintah, Peraturan
Daerah, Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Tata Tertib Badan Permusyawaratan

9
Desa yang sesuai dengan prinsip keanekaragaman, demokratisasi, otonomi, partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat.
b. Penataan organisasi dan kewenangan:
Lingkup kegiatannya yaitu; penataan organisasi Pemerintah Desa, Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Kemasyarakatan Desa beserta kewenangan
yang harus dimilikinya;
c. Pemantapan sumber pendapatan dan kekayaan desa:
Lingkup kegiatannya yaitu; penataan manajemen perimbangan keuangan antara
Kabupaten/Kota dengan Desa terutama mengenai alokasi dana desa, upaya peningkatan
pendapatan asli desa, upaya penga-daan bantuan dari pemerintah dan pemerintah provinsi
kepada desa, pembentukan badan usaha milik desa serta peningkatan dayaguna dan hasil
guna aset yang dimiliki maupun yang dikelola oleh desa.
d. Penataan sistem informasi dan administrasi pemerintahan desa yang mudah, cepat, dan
murah terutama yang berkaitan dengan kebutuhan dasar.
e. Pemantapan dan pengembangan kapasitas:
Lingkup kegiatannya yaitu; meningkatkan kapasitas Kepala Desa, Perangkat Desa,
anggota Badan Permusyawaratan Desa agar lebih mampu menyelenggarakan pelayanan
kepada masyarakat secara demokratis, transparan dan akuntabel berdasarkan nilai-nilai
sosial budaya setempat.
Pengadaan sarana dan prasarana:
Lingkup kegiatannya yaitu; penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan desa yang
memadai dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat
yang terdepan.
Beberapa program-program pembangunan pedesaan yang pernah dilaksanakan,
misalnya program bidang pangan, program Inpres Desa Tertinggal, dan Program
Pengembangan Terpadu Antar Desa ( PPTAD ) merupakan dalah satu upaya pemerintah dalam
rangka mengembangkan pedesaan dalam mengejar ketertinggalannya dari perkotaan. Guna
mendorong peningkatan pangan, program-program pembangunan yang pernah dilaksanakan
adalah KOGM (Komando Gerakan Makmur), Bimas (Bimbingan Massal, Innas (Intensifikasi
Massal), Insus (Intensifikasi Khusus), dan Supra Insus. Selain itu guna menyokong program
pangan, pemerintah menyediakan bantuan Kredit Usaha Tani ( KUT ) bagi para petani dalam
memberikan permodalan dalam pengelolaan lahannya.
Akan tetap program-program tersebut belum mampu meningkatkan kesejahteraan
petani karena harga beras lokal masih relative lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras
impor. Sedangkan dana penGembalian LUT sampai saat ini banyak yang menunggak karena
petani tidak mampu membayar cicilan tersebut. Adapun program IDT dan PPTAD lebih
cenderung pada pembangunan fisik saja sehingga penekanan terhadap pembangunan
masyarakat umum kurang tersentuh. Padahal berbagai persoalan yang membutuhkan
penanganan pembangunan masyarakat desa sesungguhnya sangat mendesak, seperti
ketertinggalaan desa dari kota hampIr di segala bidang, tidak terakomodasinya keinginan dan
kebutuhan masyarakat dalam program-program pemerintah, dan kualiatas pendidikan dan
kesejahteraan masih rendah.
Berdasarkan pengalaman tersebut sudah seharusnya pendekataan pembangunan
pedesaan mulai diarahkan secara integral dengan mempertimbangkan kekhasan daerah baik
dilihat dari sisi kondisi, potensi dan prospek dari masing-masing daerah.
Namun di dalam penyusunan kebijakan pembangunan pedesaan secara umum dapat dilihat
dalam tiga kelompok (Haeruman, 1997), yaitu :
a. Kebijakan secara tidak langsung diarahkan pada pendiptaan kondisi yang menjamin
kelangsungan setiap upaya pembangunan pedesaan yang mendukung kegiatan sosial
ekonomi, seperti penyediaan sarana dan prasarana pendukung (pasar, pendidikan,

10
kesehatan, jalan, dan lain sebagainya), penguatan kelembagaan, dan perlindungan
terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat melalui undang- undang.
b. Kebijakan yang langsung diarahkan pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat
pedesaan.
c. Kebijakan khusus menjangkau masyarakat melalui upaya khusus, seperti penjaminan
hukum melalui perundang-undangan dan penjaminan terhadap keamanan dan kenyamanan
masyarakat.
Di samping itu kebijakan pembangunan pedesaan harus dilaksanakan melalui
pendekatan sektoral dan regional. Pendekatan sektoral dalam perencanaan selalu dimulai
dengan pernyataan yang mengkut sektor apa yang perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan
pembangunan. Berbeda dengan pendekatan sektoral, pendekatan regional lebih menitik
beratkan pada daerah mana yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan, baru kemudian
sektor apa yang sesuai untuk dikembangkan di masing-masing daerah. Di dalam kenyataan,
pendekatan regional sering diambil tidak dalam kerangka totalitas, melainkan hanya untuk
beberapa daerah tertentu, seperti daerah terbelakang, daerah perbatasan, atau daerah yang
diharapkan mempunyai posisi trategis dalam arti ekonomi-politis.

3.6. Paradigma Pembangunan Daerah Pedesaaan


Masyarakat sebagai faktor pendorong utama dalam percepatan pembangunan di
pedesaan. Tanpa partisipasi masyarakat yang tinggi, pembangunan di desa tidak akan dapat
tercapai. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertujuan untuk mengatasi
kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan, dan memperkuat peran penduduk desa dalam
pembangunan. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian
masyarakat dengam meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan,
dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat
Desa (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia, 2014). Pemberdayaan masyarakat pedesaan menjadikan peningkatan kapasitas
masyarakat desa agar dapat berdaya sehingga dapat mendukung tercapainya pembangunan di
desa sehingga mampu mengurangi migrasi untuk pindah ke kota.
Perpindahan masyarakat dari desa ke kota dapat dipengaruhi oleh suatu keadaaan
dimana memang terjadi ketimpangan pembangunan di dua sektor tersebut. Teori “pusat
pinggiran” (core-periphery) dikembangkan oleh Pebrisch (1949) menjelaskan tentang adanya
hubungan antara pembangunan kota (core) dan desa (periphery) di sekitarnya. Friedman
membagi dunia menjadi dua bagian besar terdiri dari pusat (inti) dan pinggiran. Teori ini
menjelaskan bahwa percepatan pembangunan di daerah perkotaan akan banyak ditentukan oleh
keadaan desa-desa disekitarnya. Pembangunan yang ada di wilayah pedesaan secara tidak
langsung ditentukan oleh arah pembangunan perkotaan. Interaksi antar daerah sangat
ditentukan dalam hubungannya menjalin keijasama yang baik untuk bersama-sama
mendukung pembangunan nasional. Teori ini dikembangkan oleh Friedman (1966) menjdi
teori perkembangan regional yang menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi cenderung
terjadi dalam matriks kawasan-kawasan perkotaan, melalui matriks inilah perkembangan
ekonomi keruangan diorganisasikan. Penentuan-penentuan lokasi perusahaan, dilakukan
dengan mengacu pada kawasan-kawasan perkotaan. Maka kota- kota merupakan inti kemajuan
ekonomi dan daerah kota lainnya menjadi daerah yang belum maju atau pinggiran
(Nurman,2015). Namun, jika pertumbuhan perkotaan tersebut tidak didukung dengan regulasi
pemerintah dan partisipasi masyarakat akan menjadi hal yang sulit ketika banyak masyarakat
di pedesaan menginginkan untuk mencari penghidupan di kota. Kesenjangan yang terjadi antar
daerah perkotaan dengan daerah pedesaan setelah sekian dekade telah menjadi perhatian oleh

11
pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan dengan adanya desentralisasi kepada pemerintahan desa,
maka daerah pedesaan dengan potensi sumber daya yang melimpah akan mendapatkan
pendapatan daerah yang banyak, namun hubungan yang baik antara daerah yang lebih maju
dengan daerah yang belum maju harus terus didorong oleh pemerintah agar semua daerah bisa
merasakan pembangunan secara merata.

3.7. Perencanaan Pembangunan Pedesaan


Perencanaan merupakan proses merumuskan hal-hal yang harus dipersiapkan dalam
mempersiapkan segala bentuk kegiatan di masa yang akan datang. Perencanaan yang baik
membutuhkan orang-orang yang mampu meramalkan segala bentuk ketidakpastian di masa
yang akan datang dan mengantisipasinya dengan membuat serangkaian pemilihan berbagai
alternatif terbaik tindakan yang akan dilakukan. Tanpa perencanaan yang matang maka tujuan
akhir dari organisasi tidak akan dapat tercapai dengan baik. Robbins dan Coulter dikutip dari
Tisnawati dan Kurniawan Saefullah (2005) mendefinisikan perencanaan sebagai sebuah proses
yang dimulai dari penetapan tujuan organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian tujuan
organisasi tersebut secara menyeluruh, serta merumuskan sistem perencanaan yang
menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan seluruh pekerjaan organisasi
hingga tercapainya tujuan organisasi. Penentuan perencanaan itu harus dilakukan secara
matang agar hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dapat ditentukan sejak
awal agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Desa merupakan salah satu wilayah administrastif dengan struktur organisasi yang
jelas mempunyai kewenangan untuk membangun daerahnya sendiri agar dapat menjadi
semakin maju. Pembangunan desa harus dimulai dengan adanya proses perencanaan desa yang
baik serta diikuti dengan tata kelola program yang baik juga. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa
menjelaskan bahwa kewenangan desa adalah kewenangan yang dimiliki desa meliputi
kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat desa.
Setiap pemerintah desa mungkin bisa jadi memiliki perencanaan yang berbeda, namun
pada dasarnya setiap pemerintah desa pasti memiliki cita-cita yang sama yaitu membuat tujuan
utama yang ingin dicapai yaitu kesejhateraan masyarakat desa. Jenis atau tipe perencanaan
dapat dibagi menjadi dua yaitu: perencanaan strategik dan perencanaan operasional
(Handoko,2009). Pertama, perencanaan strategik dirancang untuk memenuhi tujuan organisasi
yang lebih luas. Perencanaan strategis mencakup tentang keputusan apa saja yang akan dicapai
organisasi secara keseluruhan dan hal-hal apa saja yang harus disiapkan dalam mencapai tujuan
tersebut. Rencana strategis disusun untuk menentukan tujuan kegiatan organisasi yang bersifat
strategis dan berdimensi panjang. Dalam menentukan perencanaan strategis ini, diperlukan
adanya pemilihan dari serangkaian tindakan mana yang harus diutamakan dan dicapai terlebih
dahulu. Perencanaan strategis membutuhkan kemampuan untuk dapat menghubungkan antara
bagaimana kondisi saat ini dan memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan dicapai di
masa yang akan datang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa disusun untuk
menentukan langkah pembangunan jangka panjang selama enam tahun depan. Rancangan
RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan pembangunan Desa, serta
rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Kedua, rencana operasional yang merupakan penguraian lebih terperinci bagaimana rencana-
rencana strategis akan dicapai. Rencana operasional meliputi serangkaian rencana dalam
menunjang kegiatan operasional yang merupakan penjabaran dari perencanaan strategis.

12
Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa,
merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Salah satu aspek
yang menjadi fokus perhatian dalam RPJMN 2019-2024 adalah isu pembangunan wilayah dan
salah satunya adalah pembangunan pedesaan. Pengkajian terhadap sasaran pembangunan
pedesaan merupakan hal utama yang harus dilakukan melalui penguatan terhadap perencanaan
program pembangunan pedesaan dalam RPJMDes dan RKPDes.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 menjelaskan tentang pengurangan peran
Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik sehingga
pengelolaan sumber daya desa dalam rangkat percepatan pembangunan dikelaola langsung
oleh pemerintah desa setempat. Pengelolaan desa yang pintar (smart village) mulai muncul
seiring perkembangan masyarakat yang semakin maju. Wacana pengembangan konsep desa
pintar (smart village) menjadi bahan kajian yang perlu dikembangakan. Konsep ini merujuk
pada konsep kota pintar (smart city) yang diterapkan di beberapa kota di Indonesia. Dimensi
smart city menurut Giffinger (2007) menjelaskan ada enam dimensi smart city yaitu kualitas
hidup (smart living), lingkungan pintar (smart environment), transportasi dan pembangunan
infrastruktur (smart mobility), pemberdayaan dan partisipasi (smart governance), kreativitas
dan modal (smart people) ekonomi cerdas (smart economy). Namun demikian dalam
mengembangkan smart village beberapa dimensi yang lebih sesuai adalah smart governance,
smart community, smart economy, dan smart environment. Sedangkan terkait dengan smart
people dan smart mobility kurang sesuai bila diterapkan sebagai target pencapaian untuk smart
village (Rachmawati, 2018). Hal ini dikarenakan ada beberapa karakteristik yang membedakan
antara desa dan kota sehingga tidak bisa konsep smart city diterapkan semuanya di desa.

3.8. Pembangunan Pedesaan di Indonesia: Peluang dan Tantangan.


a. Kemauan politik atau political will
Komitmen dan kemauan politik dari pemerintah terhadap percepatan
pembangunan sangat penting dalam mendukung pengelolaan dana desa dengan baik.
Dukungan dari pemeritah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan
perangkat desa serta berbagai stakeholder terkait yang berkepentingan dalam
mendukung ketercapaian program percepatan pembanguna desa melalui realisasi dana
desa. Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (2019) disebutkan bahwa penyaluran dana desa 2015 sebesar Rp 20,67
triliun dengan penyerapan 82,72%, tahun 2016 sebesar Rp 46,98 triliun dengan
penyerapan 97,65%, pada 2017 sebesar Rp 60 triliun dengan penyerapan 98,54% dan
pada 2018 jumlah dana desa sebesar Rp 60 triliun dengan penyerapannya sekitar 99%.
Keterserapan yang meningkat dari tahun ke tahun telah menunjukkan bahwa dukungan
dari berbagai stakeholder sangat penting dalam mendukung pembangunan di desa.
b. Kapasitas sumber daya manusia Sumber daya manusia
Sebagai tolak ukur utama yang menggerakkan program-program pembangunan
dalam rangka percepatan pembangunan di desa. Keterbatasan pengetahuan dan
pendidikan para Kepala Desa dan Perangkat Desa juga mempengaruhi dalam
penyusunan rencana-rencana strategis melalui penetapan program kerja yang baik. Oleh
karena itu, dukungan dari stakeholder terkait sangat penting dalam penyusunan rencana
jangka panjang dan jangka pendek dalam pembangunan desa. Pengembangan kapasitas
seluruh perangkat desa harus selalu dilakukan secara berkelanjutan agar dapat
melakukan pengelolaan yang baik terhadap dana anggaran desa. Inovasi terhadap

13
program percepatan pembangunan di desa tidak hanya berorientasi kepada
pembangunan fisik tapi juga pembangunan non fisik sehingga dapat dirasakan oleh
masyarakat desa. Kepala Desa dan Perangkat Desa yang kreatif dan inovatif dapat
menghasilkan program pengembangan berbagai potensi desa yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa dengan melakukan pengelolaan melalui Badan Usaha
Mililk Desa (BUMDes). Belum optimalnya pemanfaatan potensi ekonomi pedesaan
yang berorientasi pada keunggulan geografis dan sumber daya lokal sebagai basis
ekonomi dalam pembangunan juga bisa menjadikan masalah dalam percepatan
pembangunan di desa jika tidak diiringi dengan peningkatan kapasitas sumber daya
manusia yang handal dalam mengelola sumber daya yang ada di desa.
c. Keterlibatan masyarakat dan stakeholder terkait
Partisipasi politik masyarakat dan stakeholder terkait merupakan hal yang
sangat penting dalam pembangunan desa. Partisipasi politik masyarakat sebagai tolak
ukur untuk mengetahui apakah suatu program akan gagal atau berhasil. Dengan tingkat
partisipasi masyarakat yang tinggi menunjukkan bahwa masyarakat telah mempercayai
semua program pembangunan yang dibuat oleh pemerintah desa sehingga mempercepat
program pembangunan yang diambil. Kurangnya keterlibatan masyarakat dan
stakeholder dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi program menjadikan
banyaknya kasus penyelewengan penggunaan anggaran dana desa yang melibatkan
kepala desa dan perangkat desa.
d. Profesionalisme Kepala Desa dan Perangkat Desa
Peningkatan profesionalisme Kepala Desa sangat dibutuhkan dalam rangka
mendukung penyelenggaraan pemerintahan desa. Faktor kesejahteraan seringkali
menjadikan faktor penentu kurangnya motivasi para Kepala Desa dan Perangkat Desa
untuk bekerja secara profesional. Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa dijelaskan bahwa Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya akan
mendapatkan penghasila tetap setiap bulan. Dengan diberikannya penghasilan tetap,
maka diharapkan profesionalisme kerja dari Kepala Desa dan perangkatnya dapat
bekerja dengan baik.
e. Seleksi terhadap prioritas program.
Kesukesan dari program percepatan pembangunan di desa sangat ditentukan
oleh terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pembangunan. Pemilihan prioritas
program menjadi ukuran yang penting agar setiap desa memiliki program yang lebih
mementingkan kepentingan kepentingan umum. Pengembangan program
pemberdayaan masyarakat di desa perlu mempertimbangkan sejauh mana program
tersebut dibutukan oleh masyarakat atau tidak. Program yang dibuat seharusnya juga
berhubungan dengan program-program pengembangan pembangunan lainnya di desa
sehingga timbul sinergitas antara satu program dengan program yang lain sehingga
saling melengkapi demi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.

14
BAB IV
KESIMPULAN

Perkembangan globalisasi telah membawa perubahan nilai-nilai sosial di dalam


masyarakat. Dampak perubahan sosial tersebut telah berimplikasi pada perubahan perilaku,
hubungan sosial, kelembagaan, dan struktur sosial khususnya di dalam masyarakat perkotaan.
Daya tarik perkotaan menyebabkan masyarakat pedesaan bermigrasi ke kota dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan ekonominya. Implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa diharapkan dapat meningkatkan peran desa sebagai penggerak roda perekonomian desa
demi meningkatkan percepatan pembangunan. Kunci dari percepatan pembangunan pedesaan
bertumpu pada kapasitas Kepala Desa dan Perangkat Desa nya serta dukungan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan pedesaan. Dukungan anggaran dana desa dari pemerintah
membutuhkan kerjasama antar lintas sektoral dan pemanfaatan potensi pedesaan berdasarkan
kearifan lokal yang ada sangat dibutuhkan dalam mendukung kemajuan pedesaan sehingga
dapat mengurangi migrasi desa ke kota oleh masyarakat desa.

15
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2019. Persentase Penduduk Miskin Pada September 2018 Sebesar 9,66
Persen. Diakses Tanggal 2 September 2019.
https://www.Bps.Go.Id/Pressrelease/2019/01/15/1549/Persentase-Penduduk-Miskin-
Pada-September-2018-Sebesar-9-66-Persen.Html
Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Giffinger, R., Fertner, C., Khamar, H., Kalasek, R., Pichler-Milanovic, N., Meijers, E. Smart
Cities-Ranking of European Medium-Sized Cities. Final Report. 2007.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi. 2015. Buku 6
Perencanaan Pembangunan Desa. Cetakan Pertama, Maret 2015. Jakarta: Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nurman. (2015). Strategi Pembangunan Daerah. Jakarta: Raja Grafindo.
Purwatiningsih, Annisa. 2004. Partisipasi Politik Dalam Pembangunan Desa. Jurnal Ilmu
Administrasi Publik. Vol. Iv, No. 2, 2004
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Pembangunan Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Permendagri No.137 Tahun 2017 Tentang Kode Dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan
Rachmawati, Rini. 2018. Pengembangan Smart Village Untuk Penguatan Smart City Dan
Smart Regency. Jurnal Sistem Cerdas. Volume 01 (02): 12-18
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. 2019. Pp No. 11/2019: Inilah Besaran Penghasilan
Tetap Kades, Sekdes, Dan Perangkat Desa Lainnya. Https://Setkab.Go.Id/Bps-Per-
September-2016-Jumlah-Penduduk-Miskin-Indonesia-Bekurang-025-Juta/ Diakses
online 20 Agustus 2019.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

16

Anda mungkin juga menyukai