Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Mata Kuliah Penyuluhan Pembangunan

EXTENSION DELIVERY SYSTEM

Disusun oleh :
Mutia Ayu Syafitri (21/490594/PMU/11008)
Akhyar Rafi'i (22/500513/PMU/11138)
Faela Noor Aulia (22/506845/PMU/11304)
Arwida Albarizki Widodo (22/506885/PMU/11306)

MAGISTER PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN


FAKULTAS SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa karena atas limpahan rahmat-Nya makalah
Mata Kuliah Penyuluhan Pembangunan tentang “Extension Delivery System” dapat diselesai
tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan tulisan yang disusun dalam rangka bahan
pembelajaran serta sebagai bahan diskusi berkaitan dengan Penyuluhan Pembangunan di
Indonesia.
Penyusun mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang telah membantu
dan mendukung proses penyusunan makalah ini yaitu :
1. Ibu Dr.agr. Sri Peni Wastutiningsih selaku koordinator Mata Kuliah Penyuluhan
Pembangunan
2. Bapak Prof Dr.Ir. Sunarru Samsi Hadi, MS selaku Dosen pengampu Mata Kuliah
Penyuluhan Pembangunan
3. Ibu Dr.Ir. Rahima Kaliky selaku Dosen pengampu Mata Kuliah Penyuluhan Pembangunan
4. Seluruh pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Selesainya penyusunan makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna, sehingga penyusun
mengaharapkan adanya masukan maupun kritik yang tujuannya untuk menyempurnakan tulisan
ini. Adapun makalah yang disusun ini semoga dapat dijadikan bahan pembelajaran, bahan diskusi
ataupun bahan tulisan lainnya.

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................... i

KATA PENGANTAR.............................................................................. ii

I. BAB I PENDAHULUAN………………………………………… 4
II. BAB II ISI…………………………………………………………… 5

A. Sistem Penyampaian Penyuluhan........................................................ 5

B. Komponen Sistem Penyuluhan………………………......................... 6

C. Teknologi Tepat Guna Untuk Pemabangunan Pedesaan.................. 8

D. Asal Usul Teknologi Tepat Guna……….............................................. 9

E. Penelitian, Pengembangan, dan Diseminasi ….................................. 10


III. BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian dan pedesaan memberikan perubahan yang berbeda dari situasi
sebelumnya. Meskipun setiap masyarakat memiliki konsepnya sendiri terkait hal tersebut,
pembangunan desa dan pertanian berpengaruh penting dalam peningkatan sektor sosial dan
ekonomi bagi masyarakat miskin desa.
Penyuluhan merupakan bagian dari proses pembangunan desa dan pertanian. Program dan
proyek penyuluhan dikembangkan oleh pemerintah serta organisasi non-pemerintah untuk
membantu masyarakat pedesaan di lokasi yang spesifik. Masyarakat dijangkau dan dimobilisasi
untuk turut serta berpartisipasi aktif dalam usaha pembangunan dan mengambil keuntungan
ataupun kebermanfaatan dari setiap program. Dalam konteks ini, penyuluhan yang efektif dan
efisien menjadi bagian penting dalam proses perubahan pedesaan.
Perkembangan penyuluhan pertanian di Indonesia menunjukkan perjalanan waktu yang
cukup panjang, awalnya timbulnya penyuluhan ditandai berdirinya Botanical Garden atau
sekarang disebut Kebun Raya Bogor pada tanggal 18 Mei 1817. Pada tahun 1905 berdirilah
Departemen Pertanian yang langsung membentuk Dinas penyuluhan pertanian atau dalam istilah
bahasa Belanda disebut Landbauw Voorlichting Dienst (LVD).
Adapun tujuan pembentukan dinas penyuluhan pada saat itu sebagian besar adalah untuk
memenuhi kepentingan penjajah.Adanya istilah tanam paksa (cultur stelsel) dan kerja rodi yang
memaksa rakyat Indonesia untuk bercocok tanam diperuntukkan bagi kepentingan Belanda.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, terjadi perubahan yang mendasar dalam konsepsi,
pengertian, tujuan dan aspek- aspek lain dalam penyuluhan pertanian.Pada tahun 1970 sampai
dengan 1980-an produk padi meningkat, karena adanya sistem Latihan dan Kunjungan (LAKU).
Pada tahun 1995 Bank Dunia, melakukan evaluasi kelemahan penyuluhan di Indonesia yaitu (1)
kurangnya partisipasi, (2) kesalahan menempatkan fokus penyuluhan, (3) mekanisme top-down,
dan (4) kurangnya koordinasi antar sektor.
Kelemahan penyuluhan pertanian di Indonesia tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
salah satu diantaranya adalah belum adanya persepsi yang sama tentang definisi penyuluhan
pertanian. Kondisi ini mengakibatkan penyelenggaraan penyuluhan di era reformasi sempat
mengalami stagnasi atau bahkan di beberapa daerah tidak ada lagi kelembagaan yang mengurusi
penyelenggaraan penyuluhan. Hal tersebut sangat menjadi keprihatinan bagi insan yang peduli
dengan pembangunan pertanian. Oleh karena itu, lahirlah Undang- Undang no 16 tahun 2006
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K).
BAB II
ISI/PEMBAHASAN
A. Sistem Penyampaian Penyuluhan
Kesadaran akan fakta bahwa dorongan ke depan dalam pertanian merupakan suatu
kebutuhan untuk perbaikan masyarakat pedesaan yang sekaligus menyadarkan kebutuhan akan
penyuluhan yang efektif untuk memfasilitasi usaha pembangunan pedesaan. Mosher (1969),
struktur pedesaan progresif didefinisikan sebagai “sistem siskulasi pedesaan yang mempercepat
aliran informasi yang baik dan layanan pendukung yang hebat antara setiap bentuk serta
masyarakat yang lebih luas” sebagai proses yang diperlukan dalam modernisasi pertanian. Melalui
pelayanan penyuluhan yang progresif, petani memahami dan belajar bagaimana menggunakan
teknologi baru.
Pembangunan pertanian dan pedesaan dalam pengertian yang lebih luas, tergantung pada
sistem fungsi terkait meliputi penelitian, produksi, pemasaran, pembuatan kebijakan, serta
penyuluhan. Perhatian utama terkait fungsi penyuluhan adalah diseminasi informasi kepada
masyarakat pedesaan untuk menjadikan mereka mampu menyelesaikan permasalahannya,
khususnya yang berkaitan dengan mata pencaharian mereka. Efektivitas suatu sistem didefinisikan
oleh Axinn dan Thorat (1972) sebagai “suatu yang krusial dalam modernisasi sistem pertanian
tradisional dan untuk pemeliharaan dinamisasi di sistem sosial pedesaan manapun”.
Secara lebih luas, menurut Sison (1975) penyuluhan pertanian dilihat sebagai bantuan
kepada petani agar lebih produktif melalui:
a) belajar terkait teknologi fungsional untuk memperbaiki sistem produktivitas
b) belajar terkait efektivitas dan efisiensi penggunaan teknologi
c) belajar terkait struktur sosial dan proses untuk menjaga keberlanjutan serta menstimulasi
perubahan pedesaan
Sistem penyampaian penyuluhan lebih dari itu merupakan mekanisme yang terorganisir untuk
membawa kebutuhan pengetahuan, keahlian, dan apabila perlu material sumber daya kepada
petani dan keluarganya butuhkan sebagai upaya mereka untuk mensejahterakan kehidupannya.
Lebih penting, penyuluhan sebagai kunci utama untuk menyampaikaikan informasi,
barang, dan pelayanan kepada petani (Sison, 1975)

B. Komponen Sistem Penyuluhan


Salah satu cara untuk berfikir tentang fungsi penyampaian penyuluhan adalah dengan
melihat dinamisasi proses dalam sistem kerangka kerja. Sistem menurut hurchman, et al (1975),
merupakan koneksi kompleks dari komponen fungsi yang saling berkaitan. Fungsi yang saling
berkaitan ini dalam sistem yang lebih besar harus dapat bekerja pada tingkat paling optimal untuk
dapat bekerja dengan lancar.
Tanpa memperdulikan perbedaan dalam organisasi atau perhatian yang melibatkan fungsi
terdapat tiga komponen utama dalam sistem penyuluhan meliputi : sistem penelitian, sistem
perubahan, dan sistem sasaran. Ketiga komponen tersebut merupakan bagian penting dalam
memproduksi perubahan yang nyata dalam dalam pertanian melalui transfer teknologi (Oyer,
1979) yang lebih spesifik sebagai berikut:
- kemampuan penelitian asli untuk menghasilkan teknologi yang diadaptasi secara lokal atau
mentransfer teknologi yang sesuai dari daerah yang secara ekologis serupa
- sistem penyuluhan atau difusi informasi
- petani mampu mengevaluasi dan mengadopsi inovasi teknologi untuk sistem produksi
mereka sendiri.
Dalam kata lain, keterlibatan ketiga komponen dalam sistem penyampaian penyuluhan
dibutuhkan untuk memproduksi perubahan yang bermanfaat dalam produktivitas pertanian sebagai
sarana untuk membangkitkan semangat kondisi masyarakat pedesaan. Pertama, harus ada
penelitian yang secara relevan diadakan untuk menghasilkan inovasi teknologi yang bermanfaat
bagi petani dan keluarganya. Kedua, harus ada organisasi yang bertanggung jawab untuk
melakukan diseminasi produk penelitian kepada pengguna akhir yang dituju. Ketiga, masyarakat
pedesaan harus mampu mengadopsi ide baru, melakukan praktik, keahlian, dan alat, dan
sebagainya untuk membuat perubahan yang diinginkan.

Gambar 1. The Extension System Components


Berikut komponen utama dalam penyampaian penyuluhan merupakan faktor yang saling
berkontribusi untuk efisiensi penyampaian penyuluhan secara keseluruhan.
1. Sistem Penelitian (The Research System)
Sistem penelitian terdiri dari peneliti dan ilmuwan yang tergabung dalam pusat penelitian
internasional dan nasional dari lembaga penelitian seperti universitas, badan penelitian dan
pengembangan (balitbangtan). Contoh lembaga penelitian internasional: IRRI
(International Rice Research Institute) atau Lembaga Penelitian Padi Internasional yang
berlokasi di Los Banos, Laguna, Filipina. IRRI membantu Filipina dalam usahanya
mencapai swasembada beras dengan menghasilkan produk unggulan berupa varietas padi
tahan hama yang tumbuh baik di bawah kondisi lokal. Fungsi sistem penelitian untuk
menghasilkan inovasi teknologi yang dapat memberikan perubahan sejalan dengan upaya
pembangunan suatu negara.

2. Sistem Perubahan (The Change System)


Sistem perubahan bertugas menyebarkan informasi, barang, dan jasa yang telah dirancang
untuk membawa perubahan perilaku kepada klien. Yang dimaksud sebagai “sistem
perubahan” dalam hal ini adalah penyuluh. Faktor yang mempengaruhi fungsi sistem
perubahan:
a. Tujuan yang ingin dicapai dan pendekatan atau metode yang digunakan dalam
mencapai tujuan
b. Struktur organisasi dari sistem perubahan. Organisasi yang bertanggung jawab
untuk mendiseminasikan inovasi dari peneliti kepada sasaran
c. Program kegiatan yang dilakukan
d. Keberhasilan agen perubahan (penyuluh) dalam memberikan perubahan baik
perilaku, sikap, maupun keterampilan
Tanpa seorang penyuluh, sebuah informasi, inovasi, dan teknologi tidak akan sampai
kepada sasaran. Penyuluh sebagai perantara. Penyuluh membutuhkan saluran

3. Sistem Sasaran (The Client System)


Masyarakat pedesaan adalah klien atau sasaran dari sistem penyuluhan. Sistem
penyampaian penyuluhan pada dasarnya adalah mekanisme trasnfer informasi, inovasi, dan
teknologi. Sistem penyampaian dalam kegiatan penyuluhan yang layak dapat memberikan
kontribusi yang besar terhadap pencapaian tujuan.
C. Teknologi Tepat Guna untuk Pembangunan Pedesaan
Teknologi tepat guna sebagai unsur vital dalam pembangunan ekonomi suatu negara.
Teknologi tepat guna dirancang untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Teknologi tepat guna tidak hanya dalam hal
kelayakan teknis dan kelayakan ekonominya, tetapi juga berkaitan dengan lingkungan sosial
budaya, fisik, dan keuangan. Misalnya pemanfaatan limbah sampah organik rumah tangga untuk
dijadikan Pupuk Organik Cair dengan menggunakan ember tumpuk. Teknologi tepat guna ini
merupakan inisiasi dari Bapak Nasih dosen ilmu tanah Fakultas Pertanian UGM.

D. Asal Usul Teknologi Tepat Guna


Teknologi Tepat Guna mulai terbentuk pada awal tahun 1960an. Asal-usulnya dapat
ditelusuri lebih jauh ke pengalaman industri dan teknologi dari tiga negara besar yaitu India, Cina,
dan Amerika Serikat. Di India dan Cina, perhatian terhadap teknologi berskala kecil dan berbiaya
rendah sangat erat kaitannya dengan sejarah sosial dan politik. Para reformis, di India secara aktif
melawan Inggris menganjurkan rehabilitasi dan pengembangan industri desa tradisional. Di Cina,
pembelajaran menuju teknologi tepat guna dipetik dari filosofi Mao Tse-tung tentang teknologi
serta dari reaksi masyarakat Kuomintang terhadap kapitalisme besar. Sejarah industri Amerika
Serikat di sisi lain, menciptakan fakta bahwa semua teknologi skala besar yang ada saat ini pada
waktu skala kecil biaya rendah, dan karena itu dalam memerlukan beberapa hal teknologi tepat
guna.
Awal gerakan teknologi tepat guna berasal dari kekecewaan terhadap gaya industrialisme
barat yang telah gagal membawa pertumbuhan di negara berkembang. Masyarakat berkembang
dan industri mengakui bahwa bantuan paket teknologi dari Barat , bukan menjadi solusi untuk
masalah keterbelakangan. Para perencana pembangunan mengalihkan mengalihkan perhatian
untuk mengembangkan teknologi lain yang sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya
negara-negara berkembang.
Faktor kedua muncul di dalam negara-negara industri itu sendiri. Konflik sosial budaya dan
krisis energi dan lingkungan, yang menyebabkan keraguan pada masyarakat maju tentang
nilai-nilai, gaya hidup, dan masa depan. Menurut kutipan Jaquier (1976), teknologi yang
merupakan faktor mencolok dalam perubahan sosial dan budaya yang kini mulai ditanyakan oleh
mayoritas, diserang dan hal ini membuka jalan untuk pencarian teknologi alternatif, agar
terwujudnya keseimbangan manusia, alam dan kepekaan teknologi yang lebih besar terhadap
kebutuhan “nyata” manusia.
Sehingga akar sejarah teknologi tepat guna dapat dilacak pada keterasingan dan
kekecewaan masyarakat barat, pemberontak personalistik melawan masyarakat yang semakin
materialistis dan pengakuan yang meningkat akan keseimbangan alam.

1. Makna
Istilah teknologi tepat guna memiliki sejumlah definisi dan digunakan secara
bergantian dengan “intermediate”, “middle-level”, “adaptive”, “labor-intensive” dan
“low-cost”. Intermediate dan middle level berkonotasi in betweenness sebuah teknologi
tetapi tidak menggambarkan karakteristik spesifik. Hal ini menyiratkan bahwa produk atau
teknik tertentu merupakan “compromise” diantara teknologi tradisional dan modern.
Adaptif menyarankan akomodasi teknologi untuk situasi tertentu, tetapi bukan berarti
paling cocok untuk situasi tersebut. Labor-intensive yang dalam bahasa Indonesia
bermakna padat karya, mengacu pada penggunaan lebih banyak tenaga kerja tetapi tidak
mempertimbangkan efisiensinya jika dibandingkan dengan teknologi alternatif. Argumen
yang sama juga berlaku untuk low-cost yaitu teknologi berbiaya murah belum tentu sesuai
dengan situasi.
Definisi teknologi tepat guna oleh Moretz (1971) menggambarkan sebagai
seperangkat teknik yang memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal dalam
lingkungan tertentu. Dalam formulasi asli oleh Tan (1984) bahwa teknologi tepat guna
digambarkan dengan kecil dan simple.
Teknologi tepat guna bukan hanya paket keterampilan, pengetahuan dan prosedur
untuk menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat. Sebaliknya lebih
dikonseptualisasikan sebagai pendekatan, sebagai cara berpikir tertentu mengenai
masyarakat dan teknologi, hal ini ditekankan oleh Dar row et al. (1981) ketika menjawab
pertanyaan mengenai pengertian teknologi tepat guna yaitu cara berpikir tentang perubahan
teknologi, perlunya mengakui bahwa alat dan teknik dapat berkembang sepanjang jalur
yang berbeda menuju tujuan yang berbeda. Ini mencakup keyakinan bahwa komunitas
manusia dapat memiliki andil dalam memutuskan seperti apa masa depan mereka, sehingga
memilih alat dan teknik merupakan bagian penting. Ini mencakup pengakuan bahwa
teknologi dapat mewujudkan bias budaya dan terkadang, memiliki efek politik dan
distribusi yang jauh melampaui evaluasi ekonomi yang ketat. Oleh karena teknologi tepat
guna melibatkan pencairan teknologi yang memiliki efek menguntungkan pada distribusi
pendapatan, pembangunan manusia, kualitas lingkungan dan distribusi kekuatan politik
dalam konteks suatu komunitas dan negara tertentu.
2. Karakteristik
Ada empat ciri menonjol dari teknologi tepat guna yang membedakan teknologi
konvensional. Agar dapat memenuhi syarat sebagai “tepat”, Mc Robbie (1984) menyatakan
bahwa
● Kecil, sehingga bisa masuk ke pasar yang kecil
● Sederhana, sehingga tidak memerlukan keahlian yang tinggi dalam
membuat/mengoperasikan
● Penghemat modal, sehingga tenaga kerja dapat dimanfaatkan lebih intensif
● Tanpa kekerasan terhadap manusia dan lingkungan, sehingga keterampilan dapat
ditingkatkan dan pemanfaatan sumber daya alam dan energi terbarukan secara maksimal.
Asian Development Bank (1979) mengutip implikasi berikut dari teknologi tepat
guna:
● Harus cocok dengan posisis sumber daya suatu negara secara optimal. Sumber daya ini
meliputi :
● Lahan dan sumber daya material. Teknologi harus sesuai dengan lahan dan sumber daya
alam lainnya seperti air, bahan baku, kapasitas produksi lokal dan sumber energi yang
tersedia.
● Sumber daya keuangan. Teknologi harus sesuai dengan kemampuan finansial dari populasi
sasaran. Teknologi juga harus sedemikian rupa mengurangi beban sumber daya, maka
kegiatan produktif harus menghemat modal dan padat karya.
● Sumber daya manusia. Setiap proses produksi membutuhkan hubungan yang harmonis
antara manusia dan peralatan. Pengoperasian dan pemeliharaan melibatkan pelatihan yang
tepat dan perubahan sikap/kebiasaan kerja yang mungkin memerlukan disiplin,
kewaspadaan dan tanggung jawab. Teknologi tepat guna mempertimbangkan faktor sumber
daya manusia setidaknya dalam dua cara yaitu harus sesuai dengan teknologi yang ada di
negara tersebut dan membantu meningkatkan keterampilan teknis dalam negeri.
● Teknologi tepat guna harus dianggap dan dipromosikan sebagai alat untuk meningkatkan
dan meningkatkan kemandirian. Tiga elemen penting asimilasi teknologi dalam proses
pertumbuhan:
● Identifikasi kendala dan keberhasilan teknologi asli (termasuk tradisional) dan peningkatan
● Pengawasan yang cermat terhadap teknologi asing yang tersedia.
● Pengembangan mekanisme secara bertahap untuk memfasilitasi peningkatan teknologi asli
dan modifikasi teknologi impor.
● Teknologi yang tepat, tidak boleh dianggap beku di perusahaan atau negara yang
menerapkan teknologi. Perlu dievaluasi dan ditingkatkan secara berkala, karena pilihan
teknologi yang tepat tergantung pada daya saing teknologi tradisional dengan teknologi
modern dari perspektif efisiensi rekayasa, kelayakan ekonomi, dan penerimaan sosial. Oleh
karena itu harus ada evolusi berkelanjutan dari teknologi tepat guna.

E. Penelitian, Pengembangan, dan Diseminasi


Proses penerapan TTG di negara berkembang adalah mengembangkan dan
menyebarluaskan teknologi untuk memberi manfaat bagi sektor masyarakat yang lebih miskin,
lebih lemah, dan kurang pandai berbicara, yang memiliki kebutuhan besar, sedikit sumber daya,
dan sedikit peluang untuk mengerahkan permintaan melalui pasar. Prosesnya terdiri dari
mengidentifikasi kebutuhan dan pasar potensial, menentukan solusi teknologi yang tepat,
mengadaptasi teknologi yang ada atau mengembangkan yang baru untuk memenuhi kebutuhan,
melakukan operasi percontohan untuk menguji proses atau produk dalam kondisi nyata untuk
mengatasi kesulitan, dan mentransfer baru proses dan produk kepada pengusaha lokal dan
pengguna pedesaan lengkap dengan dukungan teknis dan dukungan lain yang diperlukan untuk
memastikan keberhasilan produksi dan penggunaan (Whitcombe, 1983).

Arndt dan Ruttan (1977) menyatakan bahwa kapasitas untuk mengembangkan teknologi
yang konsisten dengan kemampuan fisik dan budaya adalah variabel terpenting yang menjelaskan
perbedaan produktivitas pertanian antar negara. Oyer (1979) lebih lanjut mengatakan bahwa alih
teknologi hanya merupakan langkah jeda dalam pembangunan pertanian, dan bahwa tujuan
akhirnya adalah swasembada dalam menghasilkan teknologi yang sesuai dengan kondisi lokal.

Penelitian di negara berkembang dilakukan terutama untuk menghasilkan teknologi yang


akan memberikan kontribusi. baik untuk ekonomi maupun pertumbuhan sosial penduduknya.
Konsekuensi dari pelaksanaan penelitian adalah penyebaran dan pemanfaatan produk-produknya
oleh orang-orang yang seharusnya paling diuntungkan dari teknologi ini. Meskipun tidak ada
kelangkaan dalam jumlah studi penelitian yang keluar, perhatian yang diberikan tidak cukup untuk
membuktikan validitas temuan penelitian di bawah berbagai kondisi lokal dan dalam menyebarkan
teknologi ini ke pengguna yang dituju. Gerakan AT telah dikritik karena memusatkan perhatiannya
pada teknologi dalam arti nama (artinya generasi alat, produk, dan teknik dan mengabaikan
transmisi dan pemanfaatan, yang merupakan komponen penting dari pendekatan AT untuk
pengembangan (Carr, 1982),
Proses pengembangan, diseminasi, dan pemanfaatan teknologi digambarkan dengan baik
dalam model Insfer teknologi Solo dan Rogers (1972) (Gbr. 1). Meskipun transfer teknologi
merupakan bagian integral dari proses, penekanan ditempatkan pada transformasi yang terjadi
setelah transfer. Transformasi ini terjadi ketika penerima menerima dan menginternalisasi
teknologi yang diperkenalkan.
Sementara itu, Cuyno (1985) telah merancang model untuk menggambarkan alur proses
pemanfaatan penelitian ini (Gbr. 2).

Tahap besar pertama dalam proses adalah identifikasi kebutuhan dan masalah serta sumber
daya yang tersedia terkait dengan teknologi yang akan dikembangkan. Ini sebelum penelitian awal
untuk memastikan bahwa produk dari upaya penelitian cocok dengan situasi yang diberikan.
Untuk lebih memastikan kesesuaian teknologi, itu harus diuji di berbagai area untuk verifikasi
kemampuan beradaptasi: Langkah ini sangat relevan dengan penelitian pertanian, karena pertanian
bersifat spesifik lokasi. Jika hasil uji coba verifikasi terbukti mendorong penuaan, sumber daya
kemudian dimobilisasi untuk mempromosikan dan menyebarluaskan teknologi baru melalui sistem
komunikasi ekstensi yang diorganisir dan beroperasi dalam struktur pemerintahan suatu negara.
Tujuan akhir dari seluruh proses adalah pemanfaatan massal dari teknologi yang dikembangkan
sehingga manfaat diperoleh bagi pengguna akhir yang dituju. Suatu teknologi dikatakan berhasil
jika menghasilkan pemanfaatan sumber daya yang optimal, efisiensi yang lebih besar, karakteristik
produk yang lebih baik, risiko yang berkurang, dan lebih banyak lapangan kerja bagi masyarakat.

Ringkasnya, tantangan negara berkembang dalam konteks teknologi, oleh karena itu, tidak
hanya lebih selektif dalam memilih produk dan teknik impor, tetapi lebih berinisiatif dan lebih
inovatif dalam pengembangan jenis teknologi baru. , lebih cocok dengan kondisi khusus mereka.
Tujuan akhir dari inovasi dan pemanfaatan teknologi harus menjadi kebaikan terbesar untuk
jumlah terbesar orang. Dalam kata-kata Francis Blanchard, Direktur Jenderal Kantor Perburuhan
Internasional (dikutip dalam Singer, 1979):

Teknologi harus dianggap sebagai pelayan tujuan sosial dan ekonomi, dan bukan tuannya;
Upaya ilmu pengetahuan dan teknologi harus diarahkan pada peningkatan kesejahteraan penduduk
desa, petani dan pekerja di industri kecil. Teknologi, dalam kebijakan dan praktik, harus dikaitkan
dengan tujuan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
BAB III
KESIMPULAN
Kesadaran akan fakta bahwa dorongan ke depan dalam pertanian merupakan suatu
kebutuhan untuk perbaikan masyarakat pedesaan yang sekaligus menyadarkan kebutuhan akan
penyuluhan yang efektif untuk memfasilitasi usaha pembangunan pedesaan. Mosher (1969),
struktur pedesaan progresif didefinisikan sebagai “sistem siskulasi pedesaan yang mempercepat
aliran informasi yang baik dan layanan pendukung yang hebat antara setiap bentuk serta
masyarakat yang lebih luas” sebagai proses yang diperlukan dalam modernisasi pertanian. Melalui
pelayanan penyuluhan yang progresif, petani memahami dan belajar bagaimana menggunakan
teknologi baru.
Teknologi Tepat Guna mulai terbentuk pada awal tahun 1960an. Asal-usulnya dapat
ditelusuri lebih jauh ke pengalaman industri dan teknologi dari tiga negara besar yaitu India, Cina,
dan Amerika Serikat. Di India dan Cina, perhatian terhadap teknologi berskala kecil dan berbiaya
rendah sangat erat kaitannya dengan sejarah sosial dan politik. Para reformis, di India secara aktif
melawan Inggris menganjurkan rehabilitasi dan pengembangan industri desa tradisional. Di Cina,
pembelajaran menuju teknologi tepat guna dipetik dari filosofi Mao Tse-tung tentang teknologi
serta dari reaksi masyarakat Kuomintang terhadap kapitalisme besar. Sejarah industri Amerika
Serikat di sisi lain, menciptakan fakta bahwa semua teknologi skala besar yang ada saat ini pada
waktu skala kecil biaya rendah, dan karena itu dalam memerlukan beberapa hal teknologi tepat
guna.
Proses penerapan TTG di negara berkembang adalah mengembangkan dan
menyebarluaskan teknologi untuk memberi manfaat bagi sektor masyarakat yang lebih miskin,
lebih lemah, dan kurang pandai berbicara, yang memiliki kebutuhan besar, sedikit sumber daya,
dan sedikit peluang untuk mengerahkan permintaan melalui pasar. Prosesnya terdiri dari
mengidentifikasi kebutuhan dan pasar potensial, menentukan solusi teknologi yang tepat,
mengadaptasi teknologi yang ada atau mengembangkan yang baru untuk memenuhi kebutuhan,
melakukan operasi percontohan untuk menguji proses atau produk dalam kondisi nyata untuk
mengatasi kesulitan, dan mentransfer baru proses dan produk kepada pengusaha lokal dan
pengguna pedesaan lengkap dengan dukungan teknis dan dukungan lain yang diperlukan untuk
memastikan keberhasilan produksi dan penggunaan (Whitco
DAFTAR PUSTAKA
Valera J.B, Vicente A. Martinez, Ramiro F. Flopino (edts), 1987. An Introduction to
Extension Delivery System. Island Publishing House.Inc. Manila

Anda mungkin juga menyukai