NIRM : 03.01.18.0035
KELAS :1
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat ALLOH SWT, karena atas
rahmat dan karunianya penyusun bisa menyelesaikan tugas penyusunan materi “ Dasar
– dasar Penyuluhan Pertanian “. Tugas ini berisi tentang kumpulan materi – materi
terkait Penyuluhan Pertanian yang diambil dari berbagai artikel di internet.
Penyusun berharap semoga tugas ini bisa diterima dan memperoleh nilai yang
sebaik-baiknya, selain itu penyusun berharap semoga kumpulan materi ini bisa
memberikan manfaat untuk semua pihak.
Demikian yang bisa penyusun sampaikan. Penyusun menyadari kumpulan
materi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penyusun harapkan kritik dan
saran yang membangun guna perbaikan kedepannya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB 1. PENYULUHAN PERTANIAN DAN PENYULUHAN PERTANIAN
BERKELANJUTAN...........................................................................................1
A. PENYULUHAN PERTANIAN..........................................................................1
B. PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN.......................................2
BAB 2. SEJARAH, FALSAFAH, PRINSIP, TUJUAN PENYULUHAN.....................4
A. SEJARAH PENYULUHAN PERTANIAN.......................................................4
B. FALSAFAH PENYULUHAN PERTANIAN....................................................9
C. PRINSIP PENYULUHAN PERTANIAN........................................................11
D. TUJUAN PENYULUHAN PERTANIAN.......................................................14
BAB 3. UNSUR – UNSUR PENYULUHAN PERTANIAN........................................16
A. SUMBER PENYULUHAN PERTANIAN......................................................16
B. MATERI PENYULUHAN PERTANIAN........................................................17
C. METODE PENYULUHAN PERTANIAN......................................................18
D. SASARAN PENYULUHAN PERTANIAN....................................................20
E. MEDIA PENYULUHAN PERTANIAN..........................................................20
F. WAKTU PENYULUHAN PERTANIAN........................................................21
BAB 4. SASARAN DAN STRATEGI PENYULUHAN..............................................22
A. SASARAN PENYULUHAN PERTANIAN....................................................22
B. STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN....................................................22
BAB 5. MODEL PENDEKATAN PENYULUHAN....................................................25
BAB 6. ETIKA KELEMBAGAAN PENYULUHAN...................................................31
BAB 7. ETIKA PROFESI PENYULUHAN..................................................................32
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1. PENYULUHAN PERTANIAN DAN PENYULUHAN
PERTANIAN BERKELANJUTAN
A. PENYULUHAN PERTANIAN
Istilah penyuluhan pada dasarnya diturunkan dari kata ”Extension”yang dipakai
secara meluas dibanyak kalangan. Dalam Bahasa Indonesia istilah penyuluhan berasal
dari kata dasar ”Suluh” yang berarti pemberi terang di tengah kegelapan. Menurut
Mardikanto (1993) penyuluhan dapat diartikan sebagai proses penyebarluasan informasi
yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara berusahatani demi tercapainya
peningkatan pendapatan dan perbaikan kesejahteraan keluarganya.
Menurut Vanden Ban dan Hawkins (2003), Penyuluhan pertanian adalah suatu
bentuk pengaruh sosial yang dilakukan secara sadar. Mengkomunikasikan informasi
dengan sadar untuk membantu masyarakat membentuk pendapatan yang wajar dan
mengambil keputusan yang tepat.
Menurut Salmon Padmanagara (1972), Penyuluhan pertanian adalah system
pendidikan luar sekolah (non formal) untuk para petani dan keluarganya.
Departemen Pertanian (2002) menyatakan bahwa Penyuluhan pertanian adalah
pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui
kegiatan pendidikan non formal di bidang pertanian agar mereka mampu menolong
dirinya sendiri, baik di bidang ekonomi, social maupun politik sehingga peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat dicapai.
Dalam UU RI No. 16, tentang SP3K, Tahun 2006 disebutkan bahwa sistem
penyuluhan pertanian merupakan seluruh rangkaian pengembangan kemampuan,
pengetahuan, keterampilan serta sikap pelaku utama (pelaku kegiatan pertanian) dan
pelaku usaha melalui penyuluhan. Penyuluhan pertanian adalah suatu proses
pembelajaran bagi pelaku utama (pelaku kegiatan pertanian) serta pelaku usaha agar
mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses
informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pengertian tersebut mengandung makna bahwa didalam proses pembelajaran yang
berkaitan dengan adanya proses-proses lain yang terjadi secara simultan, yaitu:
1. Proses komunikasi persuasif, yang dilakukan oleh penyuluh dalam
memfasilitasi sasaran (pelaku utama dan pelaku usaha) beserta keluarganya guna membantu
1
mencari pemecahan masalah berkaitan dengan perbaikan dan pengembangan usahan
mereka, komunikasi ini sifatnya mengajak dengan menyajikan alternatif-alternatif
pemecahan masalah, namun keputusan tetap pada sasaran.
2. Proses pemberdayaan, maknanya adalah memberikan “kuasa dan wenang” kepada
pelaku utama dan pelaku usaha serta mendudukkannya sebagai “subyek” dalam proses
pembangunan pertanian, bukan sebagai “obyek”, sehingga setiap orang pelaku utama
dan pelaku usaha (laki-laki dan perempuan) mempunyai kesempatan yang sama untuk 1).
Berpartisipasi; 2). Mengakses teknologi, sumberdaya, pasar dan modal; 3). Melakukan
control terhadap setiap pengambilan keputusan; dan 4). Memperoleh manfaat dalam
setiap lini proses dan hasil pembangunan pertanian.
3. Proses pertukaran informasi timbal-balik antara penyuluh dan sasaran (pelaku
utama maupun pelaku usaha). Proses pertukaran informasi timbal-balik ini mengenai
berbagai alternatif yang dilakukan dalam upaya pemecahan masalah berkaitan dengan
perbaikan dan pengembangan usahanya. Pendidikan dalam penyuluhan pertanian adalah
usaha untuk menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia, yang mencakup:
a. Perubahan dalam pengetahuan atau hal yang diakui.
b. Perubahan dalam keterampilan atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu.
c. Perubahan dalam sikap mental.
Penyuluhan Pertanian harus memiliki:
a. Pengertian yang jelas tentang perubahan perilaku yang harus dihasilkan atau perilaku
baru apa (pengetahuan, pengertian, keterampilan, kebiasaan, sikap, perasaan, ) dan tentang
apa yang harus dihasilkan;
b. Pengertian tentang bagaimana caranya orang belajar, yaitu bagaimana orang dapat
dipengaruhi agar berubah cara berpikir dan bertindaknya
c. Pengertian yang jelas tentang bagaimana caranya mengajar yaitu cara mempengaruhi
orang lain. Ini mencakup pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai
metoda penyuluhan paling efektif untuk mengubah perilaku orang-orang tertentu.
( Margono, 1987).
3
BAB 2. SEJARAH, FALSAFAH, PRINSIP, TUJUAN PENYULUHAN
4
tanaman makanan, seperti karet, serat (roselia, rami, dll), berbagai jenis padi, kacang
tanah,kedelai, jagung, ubi jalar dan ketela pohon.
Tahun 1877, Scheffer mendirikan Sekolah Pertanian di Kebun Raya. Tahun 1884
Sekolah Pertanian di Kebun Raya ditutup, karena kekurangan dana, kurang perhatian dan
kurang dukungan politis. Tahun 1903, Direktur ke V Kebun Raya Bogor, Dr. Melchior Treub,
mendirikan Sekolah Pertanian.
Sampai dengan tahun 1938 di MLS Bogor pada tahun ketiga diberikan ilmu-ilmu
kehutanan bagi calon-calon pegawai Jawatan Kehutanan. Sejak 1938 berdiri Sekolah
Kehutanan Menengah (Middelbare Boschbouw School = MBS) di Madiun. Pada masa
pendudukan Jepang, pendidikan formal perikanan laut dibuka di Tegal, yang merupakan cikal
bakal Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Penangkapan Ikan dan Mesin Perikanan.
Lulusan Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA), banyak menjadi penyuluh pertanian,
pegawai kehutanan dan sinderperkebunan.
Satu Januari 1905 Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Departemen Pertanian,
Kerajinan dan Perdagangan (Landbouw Nijverheid en Handel) atas usul Melchior Treub.
Tugasnya antara lain melakukan penyuluhan dan dilaksanakan melalui Pangreh Praja,
kegiatannya didasarkan atas program mereka yang dijalankan atas perintah-perintah Pangreh
Praja kepada petani.
Tahun 1908, diangkat lima orang penasehat pertanian (Landbouw Adviseur) dan
beberapa pembantunya (AsistenLandbouw Adviseur) sebagai pegawai Departemen Pertanian,
yang diperbantukan kepada Pangreh Praja setempat. Tugasnya memberi nasehat pertanian dan
menyelenggarakan pendidikan pertanian kepada petani.Mereka merupakan perintis
pendidikan pertanian, yang berkembang menjadi tenaga penyuluh pertanian yang harus
melaksanakan tugas tidak berdasarkan atas perintah-perintah Pangreh Praja.Petugas-petugas
penasehat pertanian (1908) diganti sebutannya menjadi Landbouw Consulen dan Adjunct
Landbouw Consulent. Mereka bisa berhubungan langsung dengan petani atas dasar
pendidikan dan kesukarelaan.
Tahun 1910, didirikan Dinas Penyuluhan Pertanian (Landbouw Voorlichtings
Dienst /LDV)dalam Departemen Pertanian.Di daerah, pelaksanaan kegiatan penyuluhan
merupakan bagian dari Pangreh Praja.
Tahun 1921, LDV dilepas dari Pangreh Praja dan dijadikan Dinas Daerah Provinsi,
karena dinilai kegiatan penyuluhan memberikan hasil nyata yang terhadap peningkatan
produksi yang dicapainya.Sejak itu petugas-petugas Dinas Penyuluhan berdiri sendiri dan
bertanggung jawab kepada Departemen Pertanian, disamping tetap bertindak sebagai
5
penasehat Pangreh Praja. LDV menangani penyuluhan tanaman pangan dan perkebunan,dan
ikut dalam bidang perkreditan.
Pada periode 1921-1942, Dinas Penyuluhan terus berkembang sampai datang tentera
Jepang.Penyuluh pribuminya berasal dari lulusan Meddlebare Landbouw school/MLS cikal
bakal Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) di Bogor, dan Cultuur School/CS
(SPMP/Sekolah Pertanian Menengah Pertama) berada di Sukabumi dan Malang.
6
daerah yang banyak industrinya. Kelas ini bertambah banyak tahun 1930-an, terutama
sesudah ada pendidikan guru kelas masyarakat di Sekolah Normal (Sekolah Guru Desa).
8.) Tahun 1939 ada 139 kelas pertanian. Pendidikan pertanian yang dilaksanakan dalam
bentuk sekolah adalah MLS Bogor, Culture School (CS) di Sukabumi dan Malang.
Pendidikan pertanian non formal dalam bentuk latihan dan kursus untuk calon dan yang
sudah jadi pegawai serta untuk masyarakat tani (bapak, ibu dan anak tani), disebut
penyuluhan pertanian. Bagi calon dan pegawai rendahan, tersedia sekolah atau kursus
mantri, kursus guru pertanian, sekolah usahatani, kursus aplikasi untuk mantri pertanian.
9.) Tahun 1927 dibuka Kursus Tani Desa (KTD) bagi wargatani di Jawa Barat, Jawa Tengah
dan Jawa Timur. KTD diteruskan dengan bimbingan lanjutan, seperti demonstrasi
(percontohan cara dan hasil), perlombaan, ekskursi (wisata karya atau widya dicampur
rekreasi). Dibentuk kelompok tani, yang disebut Rukun Tani (Jawa Barat), Kring Tani
(Jawa Timur) dan nama setempat lainnya. Diadakan pula kursus bagi wanita tani dan
anak tani/pemuda tani, 1 s.d 4 tahun, kurikulum menyeluruh dan waktu pelajarannya 2
hari @ 2 atau 3 jam per minggu.
10.) Dikumpulkan informasi mengenai ekonomi pedesaan, seperti analisa usahatani
(landbouwbedrijfs ontledingen di daerah tertentu), statistik pertanian, analisa dan nasehat
niaga hasil bumi(sekarang lebih populer disebut dengan kebijakan program pembangunan
pertanian), perkreditan dan pembebanan hutang (schuldbevrijding) dari cengkraman
pengijon/lintah darat (sekarang digunakan istilah finansialatau sumber permodalan), dll.
11.) Dikumpulkan data kebutuhan air pada setiap jenis tanah dan tanaman, kandungan air
sungai(sekarang digunakan istilah Tata Guna Air), pengujian untung-rugi di daerah
pengairan(sekarang digunakan istilah efisiensi), dan saran pemakaian air pada daerah
rawan (kebun tebu, tembakau dan serat), dll.
7
Menengah Atas (SKMA). Pada tahun 1944 didirikan lagi SPMT di Malang, yang
sebelumnya adalah Cultuur School.
11
dengan tersedianya sumberdaya, serta minat dan kebutuhan mana yang perlu mendapat
prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu.
2. Organisasi masyarakat bawah, artinya penyuluhan akan efektif jika mampu
melibatkan/menyentuk organisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap
keluarga/kekerabatan.
3. Keragaman budaya, artinya, penyuluhan harus memperha-tikan adanya keragaman
budaya. Perencanaan penyuluhan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang
beragam. Di lain pihak, perencanaan penyuluhan yang seragam untuk setiap wilayah
seringkali akan menemui hambatan yang bersumber pada keragaman budayanya.
4. Perubahan budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan
budaya. Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar
perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena itu, setiap
penyuluh perlu untuk terlebih dahulu memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu,
kebiasaan-kebiasaan, dll.
5. Kerjasama dan partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu
menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan
program-program penyuluhan yang telah dirancang.
6. Demokrasi dalam penerapan ilmu, artinya dalam penyu-luhan harus selalu memberikan
kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu alternatif yang ingin
diterapkan. Yang dimaksud demokrasi di sini, bukan terbatas pada tawar-menawar
tentang ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam penggunaan metoda penyuluhan, serta
proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh masyarakat sasarannya.
7. Belajar sambil bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluh-an harus diupayakan agar
masyarakat dapat "belajar sambil bekerja" atau belajar dari pengalaman tentang segala
sesuatu yang ia kerjakan. Dengan kata lain, penyuluhan tidak hanya sekadar
menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis, tetapi harus memberikan
kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau memperoleh pangalaman
melalui pelaksanaan kegiatan secara nyata.
8. Penggunaan metoda yang sesuai, artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan
metoda yang selalu disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi,
dan nilai sosialbudaya) sasarannya. Dengan kata lain, tidak satupun metoda yang dapat
diterapkan di semua kondisi sasaran dengan efektif dan efisien.
9. Kepemimpinan, artinya, penyuluh tidak melakukan kegi-atan-kegiatan yang hanya
bertujuan untuk kepenting-an/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembang-kan
kepemimpinan. Dalam hubungan ini, penyuluh sebaiknya mampu menum-buhkan
12
pemimpin-pemimpin lokal atau memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk
membantu kegiatan penyuluhannya.
10. Spesialis yang terlatih, artinya, penyuluh harus benar-benar orang yang telah memperoleh
latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh.
Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk menangani kegiatan-kegiatan khusus akan
lebih efektif dibanding yang disiapkan untuk melakukan beragam kegiatan (meskipun
masih berkaitan dengan kegiatan pertanian).
11. Segenap keluarga, artinya, penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan
dari unit sosial. Dalam hal ini, terkandung pengertian-pengertian:
1.) Penyuluhan harus dapat mempengaruhi segenap ang-gota keluarga,
2.) Setiap anggota keluarga memiliki peran/pengaruh dalam setiap pengambilan
keputusan,
3.) Penyuluhan harus mampu mengembangkan pemaham-an bersama
4.) Penyuluhan mengajarkan pengelolaan keuangan kelu-arga
5.) Penyuluhan mendorong keseimbangan antara kebutuh-an keluarga dan kebutuhan
usahatani,
6.) Penyuluhan harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda,
7.) Penyuluhan harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluarga, memperkokoh
kesatuan keluarga, baik yang menyangkut masalah sosial, ekonomi, maupun budaya
8.) Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap masya-rakatnya.
12. Kepuasan, artinya, penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan. Adanya
kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program
penyuluhan selanjutnya.
Terkait dengan pergeseran kebijakan pembangunan pertanian dari peningkatan
produktivitas usahatani ke arah pengembangan agribisnis, dan di lain pihak seiring dengan
terjadinya perubahan sistem desentralisasi pemerintahan di Indonesia, telah muncul pemikiran
tentang prinsip-prinsip (Soedijanto, 2001):
1. Kesukarelaan, artinya, keterlibatan seseorang dalam kegiatan penyuluhan tidak boleh
berlangsung karena adanya pemaksaan, melainkan harus dilandasi oleh kesadaran sendiri
dan motivasinya untuk memperbaiki dan memecahkan masalah kehidupan yang
dirasakannya.
2. Otonom, yaitu kemampuannya untuk mandiri atau melepaskan diri dari ketergantungan
yang dimiliki oleh setiap individu, kelompok, maupun kelembagaan yang lain.
3. Keswadayaan, yaitu kemampuannya untuk merumus-kan melaksanakan kegiatan dengan
penuh tanggung-jawab, tanpa menunggu atau mengharapkan dukungan pihak luar.
13
4. Partisipatip, yaitu keterlibatan semua stakeholders sejak pengambilan keputusan,
perencanaan, pelaksanaan, peman tauan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil-hasil
kegiatannya.
5. Egaliter, yang menempatkan semua stakehoder dalam kedudukan yang setara, sejajar,
tidak ada yang ditinggikan dan tidak ada yang merasa diirendahkan.
6. Demokrasi, yang memberikan hak kepada semua pihak untuk mengemukakan
pendapatnya, dan saling menghar-gai pendapat maupun perbedaan di antara sesama
stake-holders.
7. Keterbukaan, yang dilandasi kejujuran, saling percaya, dan saling mempedulikan.
8. Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan mengembangkan
sinergisme.
9. Akuntabilitas, yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka untuk diawasi oleh
siapapun.
10. Desentralisasi, yang memberi kewenangan kepada setiap daerah otonom (kabupaten dan
kota) untuk mengoptimal-kan sumberdaya pertanian bagi sebesar-besar kemakmuran
masyarakat dan kesinambungan
14
2. Perbaikan kehidupan masyarakat (better community), yang tercermin dalam perbaikan
pendapatan, stabilitas keamanan dan politik, yang sangat diperlukan bagi
terlaksananya pembangunan pertanian yang merupakan sub-sistem pembangunan
masyarakat (community development).
3. Perbaikan usaha dan lingkungan hidup (better enviroment) demi kelangsungan
usahataninya.Tentang hal ini, pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan pupuk
dan pestisida secara berlebihan dan tidak seimbang telah berpengaruh negatif
terhadap produktivitas dan pendapatan petani, serta kerusakan lingkungan-hidup yang
lain, yang dikhawatirkan akan mengancam keberlanjutan (sustainability)
pembangunan pertanian itu sendiri.
Prinsip yang digunakan dalam merumuskan tujuan yaitu SMART (Anonim, 2009)
a. Specific ( khusus), kegiatan penyuluhan pertanian harus dilakukan untuk memenui
kebutuhan khusus.
b. Measurable ( dapat diukur), bahwa kegiatan penyuluhan harus mempunyai tujuan
akhir yang dapat diukur
c. Actionary (dapat dikerjakan/dilakukan) yaitu tujuan kegiatan penyuluhan itu harus
mampu untuk dicapai oleh para peserta/petani
d. Realistic ( realistis), bahwa tujuan yang ingin dicapai harus masuk akal, dan tidak
berlebihan, sehingga sesuai dengan kemampuan yang dimiliki peserta/petani
e. Time frame (memiliki batasan waktu untuk mencapai tujuan), ini berarti bahwa dalam
waktu yang telah ditetapkan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan
penyuluhan ini harus dapat dipenuhi oleh setiap peserta/ petani.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah: ABCD:
Audience (khalayak sasaran); Behaviour (perubahan perilaku yang dikehendaki);
Condition (kondisi yang akan dicapai); dan Degree (derajat kondisi yang akan dicapai).
15
BAB 3. UNSUR – UNSUR PENYULUHAN PERTANIAN
Unsur-unsur penyuluhan pertanian yaitu semua faktor yang terlibat dalam kegiatan
penyuluhan pertanian dan bersifat saling menunjang. Dalam artian, antara faktor yang satu
dengan factor yang lain tidak dapat dipisahkan. Yang termasuk unsur-unsur penyuluhan
pertanian, adalah sebagai berikut :
a. Sumber Penyuluhan Pertanian (Tenaga Penyuluh)
b. Materi Penyuluhan Pertanian
c. Metode Penyuluhan Pertanian
d. Sasaran penyuluh Pertanian
e. Metode Penyuluhan Pertanian
f. Waktu Penyuluhan Pertanian
18
b. Metode pendekatan kelompok (Group approach method). Dilakukan terhadap kelompok
tani dimana para petani diajak dan didampingi serta diarahkan secara berkelompok
untuk melaksanakan suatu kegiatan yang tentunya lebih produktif atas dasar kerja sama,
dengan saling tukar pendapat dan pengalaman, demonstrasi, kursus,karyawisata,
perlombaan kelompok, dan lainnya yang sifatnya kelompok. Metode ini biasanya lebih
berdaya guna dan hasilnyapun akan lebih mantap.
c. Metode pendekatan massal (mass approach method). Penyuluhan dengan metode ini
dapat menggunakan media surat kabar, majalah atau brosur pertanian-peternakan, radio,
televisi, film, slide dan media lainnya. Dipandang dari segi penyampaian informasi
memang metode ini baik, akan tetapi dipandang dari keberhasilannya adalah kurang
efektif karena pada dasarnya hanya dapat menimbulkan tahap kesadaran dan tahap
minat pada para petani/peternak pendengar penyuluhan, itupun kalau pendekatan-
pendekatannya dapat dilakukan dengan baik, dapat menarik perhatian para
petani/peternak kepada sesuatu hal yang lebih menguntungkan.
Sedangkan menurut mekanisme diterimanya materi/isi penyuluhan oleh para
petani/peternak, maka metode penyuluhan dapat dibedakan atas:
a. Metode yang dapat didengar, yaitu pesan-pesan penyuluh akan diterima petani/peternak
melalui pendengaran. Misalnya percakapan tatap muka, telepon, radio, tape recorder,
pidato, ceramah dan lainnya.
b. Metode yang dapat dilihat, yaitu pesan-pesan penyuluh dapat dilihat atau diterima
melalui penglihatannya. Misalnya pesan dalam bentuk gambar, spanduk/poster, leaflet,
brosur, film bisu, pameran tanpa penjelasan vocal, slides dan lainnya.
c. Metode yang dapat di dengar dan dilihat, yaitu pesan-pesan penyuluh disampaikan
melalui peragaan yang disertai petunjuk-petunjuk lisan, gambar di televisi, film
bersuara, telepon bergambar, karyawisata, demonstrasi dan lainnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan metode penyuluhan :
a. Tidak ada satu metode penyuluhan yang dianggap lebih baik dibanding metode
penyuluhan yang lainnya
b. Pada umumnya dalam pelaksanaan penyuluhan digunakan beberapa metode
c. Dalam kegiatan penyuluhan sebaiknya digunakan materi visual dan tertulis.
Sedangkan prinsip-prinsip yang harus diketahui dalam metode penyuluhan, adalah
sebagai berikut :
a. Pengembangan untuk berpikir kreatif
b. Dilakukan di lingkungan kerja/kegiatan sasaran
c. Setiap individu terikat dengan lingkungan sosialnya
19
d. Memberikan sesuatu untuk terjadinya perubahan
e. Menciptakan hubungan yang akrab dengan sasaran
20
F. WAKTU PENYULUHAN PERTANIAN
Untuk melakukan pendekatan-pendekatan haruslah diketahui waktunya yang tepat,
sebab pendekatan-pendekatan yang dilakukan secara serampangan maka salah-salah penyuluh
akan mendapat penerimaan yang kurang baik sehingga maksudnya tidak kesampaian.
Penyuluh harus mengetahui:
a. Kapan para petani/peternak ada di lapangan, aktif bekerja,
b. Kapan para petani/peternak ada dirumah, bersantai-santai dengan keluarga,
c. Kapan para petani/peternak brkumpul disuatu tempat, bersantai berbincang-
bincang mengemukakan berbagai berita dan masalah.
Dengan mengetahui waktu-waktunya itu maka para penyuluh dapat melancarkan
metode-metode penyuluihannya yang tepat.
21
BAB 4. SASARAN DAN STRATEGI PENYULUHAN
22
Strategi penyuluhan senantiasa mengikuti perubahan yang terjadi. Perubahan yang
terkait dalam pelaksanaan penyuluhan saat ini meliputi :
1. Financial pressures (Ukuran keberhasilan secara ekonomi)
2. Changing values, attitudes, and priorities (Perubahan nilai mempengaruhi kepentingan
dalam penyuluhan)
3. Private sector research and development (sektor privat menghasilkan informasi yang
berguna bagi masyarakat)
4. The information age (informasi menghasilkan aktivitas berharga)
23
3.) Jasa informasi (JI), meliputi berbagai pelayanan yang bersifat memberikan
informasi yang terpilih dan dibutuhkan oleh kelompok-kelompok sasaran.
4.) Jasa pelatihan (JP), meliputi berbagai pelayanan yang bersifat memberikan
pendidikan secara sistematis dan terencana kepada kelompok-kelompok sasaran.
5.) Jasa uji coba lokal (JU), meliputi berbagai pelayanan dan pelaksanaan pengkajian
terhadap teknologi sehingga sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.
6.) Jasa pelayanan masyarakat (JPM), adalah berbagai pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat.
4. Kelembagaan
Kelembagaan yang dimaksud di sini mencakup : kelembagaan penyelenggara
penyuluhan dan kelembagaan pelaku utama. Kelembagaan ini dikembangkan agar dapat
menjalankan fungsi dan perannya, yaitu: kemampuan dalam memperoleh, mengatur,
memelihara, dan mengerahkan informasi, tenaga kerja, modal, dan material; serta mengelola
konflik.
Langkah-langkah perencanaan strategic
1.) Visi, Misi dan Nilai-nilai
2.) Identifikasi Pelanggan & Kebutuhan
3.) Analisis SWOT dan FPK
4.) Rencana Institusi
5.) Kebijakan Mutu dan Rencana Mutu
6.) Biaya Mutu
7.) Evaluasi & Umpan Balik
24
BAB 5. MODEL PENDEKATAN PENYULUHAN
1. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual sesungguhnya memiliki makna bahwa penerima informasi
penyuluhan mampu menerima informasi teknologi lebih bermakna melalui “kegiatan menga-
lami sendiri dalam lingkungan alamiah”, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan
memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal
dalam membekali petani untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian
proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga penyuluh dituntut
untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan –
memberdayakan petani, bukan memberinformasi satu arah saja.
Borko dan Putnam (ahli dalam bidang pembelajaran) mengemukakan bahwa dalam
pembelajaran kontekstual, penyuluh memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi petani
dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana ia
hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakat. Pemahaman,
penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan
dengan apa yang dipelajari dalam penyuluhan dan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan
memilih konteks secara tepat, maka petani dapat diarahkan kepada pemikiran agar tidak
hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan tempat tinggal saja, tetapi diajak
untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari,
masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam penyuluhan kontekstual, tugas penyuluh adalah membantu petani dalam
mencapai tujuannya. Penyuluh lebih banyak berurusan dengan strategi penyampaian
informasi uji teknologi daripada hanya memberi informasi. Penyuluh bertugas mengelola
penyuluhan sebagai sebuah sistem yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan
sesuatu yang baru yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan
sendiri” dan atau penemuan orang lain.
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk mengem-
bangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk mengembangkan
sikap, nilai, serta kreativitas petani dan kelompok tani dalam memecahkan masalah yang
terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama teman,
misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan ketrampilan sosial
(social skills). Lebih lanjut Schaible, Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000)
menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan pihak binaan dalam masalah yang
sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan mereka pada bidang penelitian dan uji
25
coba teknologi terapan, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau
metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam
mengatasi masalah.
2. Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa
pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba (Suwarna,2005).
Menurut Caprio (1994), Mc Brien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999) kelebihan teori
konstruktivisme ialah petani dan kelompok tani berpeluang membina pengetahuan secara
aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran
terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina
sendiri oleh petani melalui proses pembelajaran dinamis.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif
seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman
baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep
dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan
yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep
yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan
ini dikenali sebagai penalaran atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep
dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, yaitu berdasarkan pengetahuan
yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh
dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali
sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran dalam
penyuluhan pertanian, kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghu-
bungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dipahami dan telah ada
pada mereka. Dalam proses ini, petani dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang
sesuatu hal baik terkait dengan teknologi, pascapanen atau aspek ekonomi.
Kajian Sharan dan Sachar (1992) membuktikan kelompok tani yang diajar
menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan
signifikan berbanding kelompok tani yang diajar menggunakan pendekatan tradisional.
Kajian Nor Aini (2002), turut membuktikan bahwa pendekatan konstruktivisme dapat
membantu petani untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan
signifikan.
26
3. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah
pada bagian awal pembelajaran dalam proses penyuluhan pertanian. Pendekatan deduktif
dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila
petani telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya.
4. Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan
data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan
mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi
dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran
dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori.
Di bidang ilmu pengetahuan (sain) dan teknologi dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan
topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan
sedikit memperhatikan pengetahuan utama yang telah dimiliki, dan kurang atau tidak
mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif
menekankan pada penyuluh mentransfer informasi atau pengetahuan. Prince dan Felder,
(2006) melakukan penelitian di bidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new
learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua
pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai
dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen
logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan
beberapa tugas mirip contoh dikerjakan dengan maksud untuk menguji pemahaman mereka
tentang definisi yang disampaikan. Biasanya pendekatan ini lebih cocock digunakan dalam
melatih dan membina kelompok taruna tani.
Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan
deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan
pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembe-
lajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pem-
belajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal
khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual,
siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar
pengamatan mereka sendiri.
27
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif
untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan
contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Pihak yang diajarkan
melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau
geralisasi. Mereka tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai
pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif ini pihak yang diajarkan diminta meme-
cahkan soal atau masalah. Kemp (1994) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai
dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya
matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif.
Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal
yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat
khusus” Soedjadi (2000). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir
dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya
digunakan secara bergantian.
5. Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti petani dibimbing
memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam
proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan
beberapa metode mereka dibimbing untuk memahami konsep.
6. Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemam-
puan petani dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan,
menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan
langsung petani dalam kegiatan sistem pembelajaran dalam penyuluhan.
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap
proses yang berlangsung dalam penyuluhan. Pertama,proses mengalami. Dalam proses
pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi peserta didik. Dengan
proses mengalami, maka proses adopsi akan menjadi bagian integral dari diri
peserta; Kedua, bukan lagi potongan-potongan pengalaman yang disodorkan untuk diterima,
yang sebenarnya bukan miliknya sendiri. Dengan demikian, proses pendidikan dalam
penyuluhan mengejawantah dalam diri peserta dalam setiap proses kelanjutan yang
dialaminya.
28
7. Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers Association (NSTA) (1990) memandang Sains, Teknologi
dan Masyarakat (STM) sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human
experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan
konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini pihak yang dilatih diajak untuk
meningkatakankreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam
kehidupan sehari-hari. Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE (2006)
bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread
realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must
integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM
haruslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagai disiplin (ilmu) dalam
rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat.
Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi
masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan
tersebut menjadi bagian yang penting dalam pengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University(2006), bahwa STM
merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many
ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such
factors shape science and technology. STM dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang
dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-
proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosialmempengaruhi perkembangan sains
dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science Teacher Association (NSTA) (dalam Poedjiadi,
2000) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM
mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada
pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep
pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi
yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah
itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya
menggunakan langkah – langkah ilmia.
29
Model-model Pembelajaran Rumpun Pemrosesan Informasi (dikutip dari Joyce, 1992)
No Model Tujuan
Untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif
1. Berpikir induktif
dan penalaran atau pembentukan teori
Untuk melibatkan siswa dalam berpikir sebab-
2. Latihan inkuiri akibat dan melatih mengajukan pertanyaan secara
lancar , tepat dan seksama
Untuk mengajarkan (pembentukan) konsep dan
Pemerolehan konsep
3. membantu siswa menjadi lebih efektif dalam
(concept attainment)
belajar konsep (kemampuan berpikir induktif)
Untuk meningkatkan kapasitas mengingat dan
4. Ingatan (Memori)
menerima informasi.
Untuk meningkatkan kemampuan berpikir
Perkembangan
5. /pengembangan intelektual, khususnya berpikir
kognitif
logis.
Untuk meningkatkan kemampuan mengolah
Pengorganisasian informasi dalam kapasitas untuk membentuk dan
6.
(advance organizer) menghubungkan pengetahuan baru dengan
struktur kognitif yang telah ada.
30
Etika (dalam bahasa Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah
sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis
dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Etika kelembagaann adalah aturan, nilai-nilai, etika dan tingkah laku yang harus
dijunjung dan dilaksankan oleh setiap anggota dalam berprilaku dalam lembaga.
Adapun etika kelembagaan penyuluh pertanian adalah :
1. Menjungjung nilai-nilai Ketuhanan
2. Menjaga nama baik lembaga
3. Melaksanakan tugas dan fungsi lembaga dan profesi
4. Menjunjung visi dan misi lembaga
5. Menjungjung tinggi etika profesi
31
Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal adalah “kegiatan penyuluhan” bukan lagi
menjadi kegiatan sukarela, tetapi telah berkembang menjadi “porfesi”.
Meskipun demikian, pelaksanaan penyuluhan pertanian belum sungguh-sungguh
dilaksanakan secara profesional. Hal ini, terlihat pada:
1. Kemampuan penyuluh untuk melayani kliennya yang masih terpusat pada aspek teknis
budidaya pertanian, sedang aspek manajemen, pendidikan kewirausahaan, dan hak-hak
politik petani relatif tidak tersentuh.
2. Kelambanan transfer inovasi yang dilakukan penyuluh dibanding kecepatan inovasi yang
ditawarkan kepada masyarakat oleh pelaku bisnis, LSM, media-masa dan stakeholder
yang lain.
3. Kebanggaan penyuluh terhadap jabatan fungsional yang disandangnya yang lebih rendah
dibanding harapannya untuk memperoleh kesempatan menyandang jabatan struktural.
4. Kinerja penyuluh yang lebih mementingkan pengumpulan “credit point” dibanding mutu
layanannya kepada masyarakat
5. Persepsi yang rendah terhadap kinerja penyuluh yang dikemukakan oleh masyarakat
petani dan stakeholder yang lain.
Kenyataan-kenyataan seperti itu, sudah lama disadari oleh masyarakat penyuluhan
pertanian di Indonesia, sehingga pada Kongres Penyuluhan Pertanian ke I pada tahun 1986
disepakati untuk merumuskan “Etika Penyuluhan” yang seharusnya dijadikan acuan perilaku
penyuluh..
Pengertian tentang Etika, senantiasa merujuk kepada tata pergaulan yang khas atau
ciri-ciri perilaku yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengasosiasikan diri, dan
dapat merupakan sumber motivasi untuk berkarya dan ber-prestasi bagi kelompok tertentu
yangmemilikinya.
Etika bukanlah peraturan, tetapi lebih dekat kepada nilai-nilai moral untuk
membangkitkan kesadaran untuk beriktikad baik dan jika dilupakan atau dilanggar akan ber-
akibat kepada tercemarnya pribadi yang bersangkutan, kelompoknya, dan anggota kelompok
yang lainnya (Kartono Muhamad, 1987).
Sehubungan dengan itu, Herman Soewardi meng-ingatkan bahwa penyuluh harus
mampu berperilaku agar masyarakat selalu memberikan dukungan yang tulus ikhlas terhadap
kepentingan nasional. Tentang hal ini, Salmon Padmanegara (1987) mengemukakan beberapa
perilaku yang perlu ditunjukkan atau diragakan oleh setiap penyuluh (pertanian), yang
meliputi:
1. Perilaku sebagai manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan Yang
Maha Esa, jujur, dan disi-plin.
32
2. Perilaku sebagai anggota masyarakat, yaitu mau meng-hormati adat/kebiasaan
masyarakatnya, menghormati petani dan keluarganya (apapun keadaan dan status sosial
ekonominya), dan menghormati sesama penyuluh.
3. Perilaku yang menunjukkan penampilannyaa sebagai penyuluh yang andal, yaitu:
berkeyakinan kuat atas man-faat tugasnya, memiliki tanggungjawab yang besar untuk
melaksanakan pekerjaannya, memiliki jiwa kerjasama yang tinggi, dan berkemampuan
untuk bekerja teratur.
4. Perilaku yang mencerminkan dinamika, yaitu ulet, daya mental dan semangat kerja yang
tinggi, selalu berusaha mencerdaskaan diri, dan selalu berusaha meningkatkan
kemampuannya.
33
DAFTAR PUSTAKA
Daniel, Karel. 2014. “Sejarah Penyuluhan Pertanian dan Hadirnya Badan Penyuluhan dan
Pengembangan SDM Pertanian (BBSDMP) – Bagian I”,
http://bbppketindan.bppsdmp.pertanian.go.id/blog/sejarah-penyuluhan-
pertanian-dan-hadirnya-badan-penyuluhan-dan-pengembangan-sdm-pertanian-
1, diakses pada 25 September 2018 pukul 22.55
D.S Randu, Melkianus. 2010. “Unsur- unsur Penyuluhan Pertanian”,
http://deddyrandu.blogspot.com/2010/03/unsur-unsur-penyuluhan-
pertanian.html, diakses pada 26 September 2018 pukul 10.48
Fitrotul, Dewi. 2013. “Sejarah Perkembangan Penyuluhan“,
http://a32121144.blogspot.com/2013/07/sejarah-perkembangan-
penyuluhan.html, diakses pada 25 September 2018 pukul 22.15
Haridy. 2013. “Beberapa jenis pendekatan pembelajaran dalam penyuluhan pertanian“,
http://haridhy.blogspot.com/2013/09/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none_766.html”, diakses pada 26 September 2018 pukul 15.03
Kusnady, Dedy. 2011. Dasar Dasar Penyuluhan Pertanian. Bogor, Stpp Bogor
Kuswardani, Indah. 2013. “Falsafah Penyuluhan dan Paradigma Penyuluhan“,
http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad.blogspot.com/2013/06/falsafah-
penyuluhan-dan-paradigma.html”, diakses pada 25 September 2018 pukul
23.01
Tundra, Azis. 2013.”Prinsip-prinsip Penyuluhan Pertanian”, https://www.google.co.id/search?
q=prinsif+prinsif+penyuluhan&oq=prinsif+prinsif+penyuluhan&aqs=chrome..
69i57.8051j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8, diakses pada 25 September
2018 pukul 22. 50