Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH GELAR BANGSAWAN TERHADAP ELEKTABILITAS CALON


LEGISLATIF DAN DPD

Studi Kasus : Daerah Pilihan Daerah Istimewa Yogyakarta

Disusun Oleh :

Muhammad Luqman Hakiim

20170520255

PRODI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


Daftar Isi

A. Pendahuluan ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 3
C. Tujuan Peneltian ........................................................................................................... 3
D. Literature Review ......................................................................................................... 4
E. Hipotesis Penelitian ...................................................................................................... 5
F. Kerangka Teori ............................................................................................................. 6
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian...................................................................................................... 11
2. Data dan Sumber data ........................................................................................... 11
3. Unit Analisis ......................................................................................................... 11
4. Lingkup Penelitian ................................................................................................ 11
5. Populasi dan Sampel ............................................................................................. 11
6. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................... 12
7. Teknik Analisis Data ............................................................................................. 12
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 13
Lampiran ........................................................................................................................... 15

ii
iii
A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Sesuai apa yang
termaktub dalam Undang – Undang Dasar 1945 (UUD 1945) pasal 1 ayat 2 yang berbunyi
kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar 1945.
Rakyat memegang otoritas tertinggi dalam negara sehingga secara langsung dapat memantau
penyelenggaraan pemerintah. Menurut Mirriam Budiardjo demokrasi Indonesia adalah
demokrasi Pancasila yang memiliki corak khas, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. (Budiardjo, 2009)

Menurut Robet Dahl dalam Ramlan Surbakti dkk, konsekuensi logis demokrasi adalah
adanya pemilihan umum (pemilu) sebagai suatu sistematika dan cara yang digunakan untuk
mendapatkan kekuasaan. (Surbakti, Supriyanto, & Asy’ari, 2011). Untuk menduduki jabatan
politis yang memiliki otorita,s rakyat terlebih dahulu mengikuti pemilu untuk dipilih secara
langsung oleh rakyat lainnya. Setiap rakyat memiliki hak yang sama dalam hal dipilih dan
memilih.

Di Indonesia pemilu dilaksanakan untuk memilih presiden dan wakil presiden, kepala
daerah, dan anggota legislatif baik ditingkat pusat maupun daerah. Untuk menduduki jabatan
tersebut diperlukan sebuah kendaraan yang disebut partai politik. Parta politik adalah suatu
kelompok terorganisir yang anggota – anggotanya mempunyai orientasi, nilai – nilai dan cita cita
yang sama. Tujuan ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan
politik. (Budiardjo, 2009)

Sistem pemilu yang digunakan di Indonesia adalah sistem proporsianal terbuka. Dimana
pemenang pemilu adalah yang mendapat suara terbanyak. Pemilih dapat menentukan pilihannya
dengan langsung memilih konstituennya, tidak harus memilih partainya. Dalam pemilihan
legislatif sistem pemilu proporsional terbuka mendorong caleg untuk membranding atau
meningkatkan elektabiltasnya. Hal ini dilakukan karena pemilih tidak cenderung lagi memilih
partai tetapi lebih memilih personal dari calonnya.

Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan yang disesuaikan dengan kriteria pilihan.


Elektabilitas partai politik berarti tingkat keterpilihan partai politik di publik. Elektabilitas partai
tinggi berarti partai tersebut memiliki daya pilih yang tinggi.Untuk meningkatkan elektabilitas

1
maka objek elektabilitas harus memenuhi kriteria keterpilihan dan juga populer. (Ferianto, 2016).
Setiap objek pilihan dalam hal ini calon legislatif harus memenuhi kriteria – kriteria pemilih.
Setiap kelompok masyarakat memiliki kriteria – kriteria yang sangat heterogen. Ada yang
memandangnya secara religiulitas dan juga yang memandangnya secara adat istiadat dan
kebudayaan.

Salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan elektabilitas adalah dengan
menunjukkan gelar kebangsawanan. Menurut penelitian Umi Kulsum eksistensi kalangan
bangsawan merupakan golongan masyarakat yang disegani baik di dalam pemerintahan atau di
masyarakat luas (Kalsum, 2009). Hal inilah yang dicoba oleh para politisi untuk mendapatkan
dukungan yang luas dari masyarakat. Strata sosial (kelas atas) yang dimiliki oleh kalangan
bangsawan menjadi sebuah peluang yang besar untuk menarik dukungan atas dirinya dalam
pemilu.

Budaya promordialisme yang masih dijunjung tinggi dan diwariskan ke generasi penerus
juga merupakan faktor pendukung dari masalah ini. Bagi masyarakat tradisional bangsawan
diasumsikan sebagai salah satu manifestasi tuhan sehingga apa yang diputuskan tidak
mengandung suatu kesalahan. Penghormatan dan ketundukan masyarakat terhadap bangsawan
(raja) terkadang tidak dipandang sesuai dengan kualitas dan kapabilitasnya. Hal ini mengakar
kuat dalam masyarakat jawa khususnya masyarakat di Yogyakarta.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta ada dua keraton atau kerajaan yang masih sangat
berpengaruh dalam kehidupan masyarakatnya. Yaitu Keraton Kesultanan Yogyakarta dan
Keraton Pakualaman. Bahkan sultan dari kedua kerajaan ini secara otmatis menempati jabatan
politis yang strategis yaitu gubernur dan wakil gubernur. Kerabat keraton (bangsawan) sering
terlibat dalam perpolitikan nasional. Karena posisi mereka yang cukup dihormati oleh
masyarakat menjadikan hal ini sebagai modal menjadi politisi.

Muncul dua politisi besar yang mencoba menunjukkan identitas kebangsawanannya. Dua
politisi ini berasal dari masing – masing keraton yang ada di Yogyakarta. Gusti Kanjeng Ratu
(GKR) Hemas yang merupakan istri dari Sri Sultan Hamengkubuwono X yang merupakan
sulatan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo
yang diberikan gelar bangsawan oleh Keraton Pakualaman. GKR Hemas bertarung untuk

2
merebutkan kursi DPD yang mewakili daerah konstituen Yogyakarta dan KRMT Roy Suryo
untuk merebutkan kursi DPR RI Dapil Yogyakarta.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaruh gelar bangsawan terhadap elektabilitas dalam kontestasi pemilu


2019 ?
2. Apa faktor yang menyebabkan gelar bangsawan dapat meningkatkan elektabilitas dalam
kontestasi kontestasi pemilu 2019 ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT

1. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengaruh gelar bangsawan terhadap elektabilitas dalam
kontestasi pemilu 2019
b. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan gelar bangsawan dapat
meningkatkan elektabilitas dalam kontestasi pemilu 2019
2. Manfaat
a. Bagi Masyarakat
Menambah wawasan dan sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihan dalam
pemilu
b. Bagi Partai Politik
Dapat digunakan sebagai referensi dalam menyusun strategi pemenangan partai
dalam pemilu.

3
D. LITERATURE REVIEW

1. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Basir dengan judul Bangsawan dalam
Pilkada (studi kasus pemilihan kepada daerah di Bone menyebutkan Bangsawan tidak
lepas dari sistem patron-klien yang mengikat semua pengikutnya dengan memberatkan
pengikutnya sehingga tidak lepas dengan dirinya. Meskipun masyarakat mengerti tentang
pentingnya itelektualitas dan kapabilitas dalam memilih pemimpian akan tetapi sistem
kekerabatan masih sangat dominan unutk menentukan pilihannya. (Basir, 2016)
2. Penelitian yang dilakukan oleh Umi Kulsum dengan Judul Eksistensi Bangsawan
(Golongan Darah Biru) dalam Pemerintahan Kabupaten Sumenep (Studi Tentang
Partisipasi Politik Golongan Darah Biru menemukan fakta bahwasanya eksistensi
bangsawan di Kabupaten Sumenep merupakan kelompok masyarakat yang sangat
disegani baik di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan. (Kalsum, 2009)
3. Penelitian yang dilakukan oleh Afriana A. Lery dengan judul Sistem Kekerabatan Dalam
Penentuan Pilihan Calon Bupati Dan Wakil Bupati Pada Pilkada 2015 menyebutkan
bahwa Sistem kekerabatan di Mandar sangat berpengaruh dalam penentuan pilihan calon
Bupati dan Wakil Bupati pada Pilkada 2015 di Kabupaten Majene (Lery, 2016)
4. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurfaizah dengan judul Pengaruh Profil Calon Kepala
Daerah Terhadap Persepsi Kepemimpinan (Survey Terhadap Masyarakat Pemilih di
Banten) menyebutkan bahwa persepsi kepemimpinan masyarakat banten dipengaruhi dan
memiliki hubungan yang kuat terhadap profil calon kepala daerah.(Nurfaizah, 2016)
5. Penelitian yang dilakukan oleh Edi Sofyan dengan judul Peran Jawara Dalam Kekuasaan
Politik Kabupaten Serang Bantun (Perspektif Etika Politik Islam) meneyebutkan adanya
peran jawara dalam politik meskipun banyak kalangan masyarakat yang kurang apresiatif
terhadap kepemimpinan jawara karena dinilai kurang efektif, mengedepankan kekerasan,
tidak mengetahui konsep politik dan kekuasaan, jawara kurang menjunjung nilai-nilai
agama Islam, dan tidak ber kharisma, maka dapat disimpulkan bahwa peran jawara yang
selamaini dilakukan, menurut tokoh masyarakat, ada peran jawara terhadap politik akan
tetapi tidak efektif.(Sofyan, 2009)
6. Penelitian yang dilakukan oleh Muchlas M. Tahir, Fitriani Sari Handayani Razak, dan
Zulfan Nahruddin dengan judul Keterlibatan Kaum Bangsawan dalam Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) di Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan menyebutkan

4
Bangunan kontruksi habitus Andi serta masyarakat dalam struktur sosial di pinrang saling
terkait dan dibangkitkan kembali dalam proses kontestasi di arena pilkada.Adanya
praktik liberaliasasi politik yang menampilkan kembali para aktor lokal yakni para
bangsawan ini justru berimplikasi pada keretakan di tubuh bangsawan itu sendiri dan
berujung pada konflik yang terjadi di arena pilkada. (Tahir et al., 2017)
7. Penelitian yang dilakukan oleh Amrianto dengan judul Peranan Elit Tradisional Dalam
Dinamika Politik Lokal Pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Wakatobi 2014
menyebutkan bahwa pengaruh ketokohan dalam pemilu legislatif dikabupaten Wakatobi
masih sangat dominan, kekuatan partai dalam memperoleh dukungan suara sangat kecil
sekali. Untuk memperoleh dukungan yang besar dari masyarakat kekuatan ketokohan
menjadi salah satu daya tarik dalam pemilu legislatif. Figur memang pada dasarnya
menjadi salah satu ciri dari politik lokal yang terjadi di Kabupaten Wakatobi. (Amrianto,
2014)
8. Penelitian yang dilakukan oleh Rismawidiawati dengan judul Bertahannya Bangsawan
Luwu (Suatu Analisa Budaya Politik Orang Bugis) menyebutkan bahwa Keberadaaan
Kedatuan Luwu yang masih ada sampai sekarang, walaupun fungsinya tidak sama lagi
seperti di masa lalu, serta para elit yang didominasi oleh kaum bangsawan (andi) di Luwu
merupakan satu gambaran bahwa masyarakat masih tetap memercayai akan kehadiran
bangsawan sebagai tokoh yang ditakdirkan untuk menjalankan roda pemerintahan.
(Rismawidiawati, 2016)

F. HIPOTESIS

1. Adanya pengaruh gelar bangsawan terhadap elektabilitas dalam kontestasi pemilu 2019
yang kuat di Yogyakarta
2. Tidak adanya pengaruh gelar bangsawan terhadap elektabilitas dalam kontestasi pemilu
2019 di Yogyakarta

5
G. KERANGKA TEORI

1) Gelar Bangsawan
a) Pengertian
Gelar bangsawan di Indonesia adalah gelar yang diberikan kepada masyarakat kraton dan
masyarakat disekitar kraton karena dianggap berjasa. Masyarakat kraton mencakup orang
yang memiliki garis keturuanan langsung dengan raja atau keluarga raja. Selain itu juga
termasuk elite atau bangsawan yang mengabdikan dirinya untuk kepentingan kraton.
b) Makna gelar bangsawan
i) Sebagai simbolis
Gelar bangsawan hanya dijadikan sebagai simbol-simbol adat. Tidak memiliki
otoritas dan legitimasi untuk melaksanakan sebuah pemerintahan.
ii) Sebagai filosifis
Gelar Bangsawan dijadikan seebagai sebuah pandangan hidup atau cara hidup
masyarakat.
c) Gelar Bangsawan Kesultanan Yogyakarta
i) Penguasa Kesultanan: Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan
Hamengkubawana Ingkang Jumeneng Ka-... Suryaning Mataram Senopati-ing-
Ngalaga Langgeng ing Bawono, Langgeng, Langgeng ing tata Panatagama (pasca
Sabdaraja)
ii) Penguasa Kesultanan: Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan
Hamengkubawana Ingkang Jumeneng Ka-... Suryaning Mataram Senopati-ing-
Ngalaga Langgeng ing Bawono, Langgeng, Langgeng ing tata Panatagama (pasca
Sabdaraja)
iii) Penguasa Kesultanan: Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan
Hamengkubawana Ingkang Jumeneng Ka-... Suryaning Mataram Senopati-ing-
Ngalaga Langgeng ing Bawono, Langgeng, Langgeng ing tata Panatagama (pasca
Sabdaraja)
iv) Penguasa Kesultanan: Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan
Hamengkubawana Ingkang Jumeneng Ka-... Suryaning Mataram Senopati-ing-
Ngalaga Langgeng ing Bawono, Langgeng, Langgeng ing tata Panatagama (pasca
Sabdaraja)
v) Anak lelaki selain putra mahkota dari permaisuri ketika masih muda: Gusti Raden
Mas (GRM)
vi) Anak lelaki selain putra mahkota dari permaisuri ketika masih muda: Gusti Raden
Mas (GRM)
d) Gelar BangsawanKeraton Pakualaman

6
i) Anak lelaki selain putra mahkota dari permaisuri ketika masih muda: Gusti Raden
Mas (GRM)
ii) Anak lelaki selain putra mahkota dari permaisuri ketika masih muda: Gusti Raden
Mas (GRM)
iii) Anak lelaki selain putra mahkota dari permaisuri ketika masih muda: Gusti Raden
Mas (GRM)
iv) Anak lelaki selain putra mahkota dari permaisuri ketika masih muda: Gusti Raden
Mas (GRM)
v) Anak lelaki selain putra mahkota dari permaisuri ketika masih muda: Gusti Raden
Mas (GRM)
vi) Anak lelaki selain putra mahkota dari permaisuri ketika masih muda: Gusti Raden
Mas (GRM)
2) Elektabilitas

Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan yang disesuaikan dengan kriteria pilihan.


Elektabilitas bisa diterapkan kepada barang, jasa maupun orang, badan atau
partai.Elektabilitas sering dibicarakan menjelang pemilihan umum. (Ferianto, 2016).
Elektabiltas calaon legislatif (caleg) adalah tingkat keterpilihan caleg di mata publik.
Elektabilitas caleg yang tinggi maka memiliki daya pilih yang tinggi.

Elektabilitas calon legislatif juga dapa diartikan sebagai tingkat ketertarikan (preferensi)
seorang pemilih kepada calon legislatif. Semakin tinngi ketertarikan maka elektabilitas caleg
juga akan menjadi naik. Elektabiltas biasanya digunakan untk mengukur potensi seorang
caleg dapat memenangkan sebuah pemilu. Tanpa memiliki elektabilitas yang baik, maka
kecil juga kemungkinan caleg tersebut mampu menduduki kursi-kursi legislatif

3) Pemilu 2019

Pemilihan umum menurut Darmawan adalah mekanisme memilih pemimpin-pemimpin


yang akan meduduki jabatan politik strategis tertentu didalam lembaga-lembaga politik
formal, yakni lembaga eksekutif dan lembaga legislatif di tingkat pusat dan daerah (Fitri,
2019). Menurut Surbakti, dkk sebagaimana dikutip (Solihah, 2019)

Sistem pemilu legislatif dalam pemilihan umum dibagi atas tiga sistem utama, yaitu: (1)
sistem mayoritarian. Sistem mayoritarian merupakan sistem yang menyediakan satu kursi
atau single constituency dalam daerah pemilihan, dan ditentukan oleh perolehan suara
terbanyak; (2) sistem proporsional, yaitu kebalikan dari sistem mayoritarian. Setiap
daerah pemilihan tersedia banyak kursi dengan perolehan kursi parpol secara

7
proporsional dengan ketentuan jumlah suara terbanyak; dan (3) sistem semiproporsional
merupakan gabungan kedua sistem di atas.
Sedangkan untuk pemilihan eksekutif yaitu memilih presiden dan wakil presiden menurut
surbakti yang dikutip (Solihah, 2019) sistem dilakukan dengan dua cara, yaitu. Pertama,
pemilu secara langsung (populary elected) adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak
ditetapkan sebagai presiden terpilih, Sedangkan dalam pemilu tidak langsung (electoral
college) adalah dilakukan melalui porsi suara wakil rakyat (DPRD Provinsi atau DPRD
Kabupaten/ Kota) yang menjadi representasi rakyat dalam pemilihan umum presiden dengan
perolehan suara lebih 50%. Calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai
pemenang dalam pemilu secara langsung. Sedangkan dalam pemilu tidak langsung. Calon
yang menempatkan 50% wakilnya yang akan terpilih menjadi presiden.

Pemilu legislatif tahun 2019 merupakan sistem pemilu menggunakan sistem proporsional
terbuka. Pemilih dapat memilih langsung caleg ataupun memilih partai politiknya. Tingkat
kompetensi antar caleg semakin tinggi. Koordinasi antar caleg dalam satu parai tidak berjalan
dengan baik. Sehingga setiap caleg dalam satu partai saling berebut suara dalam satu daerah
pilihan.

Hasil penafsiran UUD 2945 tentang pemilihan umum memutuskan, pemilu 2019
merupkan pemilu yang dilaksanakan dalam waktu satu hari. Pemungutan suara dan
perhitungan suara harus selesai dilaksanakan dalam waktu sehari. Tempat pemungutan suara
(TPS) berbeda dengan sebelumnya. Setiap TPS maksimal terdiri atas 200 daftar pemilih tetap
(DPT)

Pemilihan Legislatif pada tahun 2019 diikuti oleh 16 Partai politik Nasional dan 4 Partai
politik lokal yang telah diverivikasi oleh KPU. Partai politik tersebut untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada table dibawah sesuai dengan nomor urut pada saat pemilu berlangsung :

No. Lambang Nama Partai


Urut
1 Parta Kebangkitan Bangsa PKB

8
2 Partai Gerakan Indonesia Raya Gerindra

3 Partai Demokrasi Indonesia PDIP


Perjuangan

4 Partai Golongan Karya Golkar

5 PartaiNasDem Nasdem
6 Partai Gerakan Perubahan Indonesia Garuda

7 Partai Berkarya Berkarya

8 Partai Keadilan Sejahtera PKS

9 Partai Persatuan Indonesia Perindo


10 Partai Persatuan Pembangunan PPP

11 Partai Solidaritas Indonesia PSI

12 Partai Amanat Nasional PAN

13 Partai Hati Nurani Rakyat Hanura

14 Partai Demokrat Demokrat

9
19 Partai Bulan Bintang PBB

20 Partai Keadilan dan Persatuan PKPI


Indonesia

15 Partai Aceh

16 Partai Sira

17 PartaiPartai Daerah Aceh

18 Partai Nangroe Aceh

Pemilihan legislatif 2019 adala pemilihan umum yang dilaksanakan untuk memilih
perwakalian untuk 4 lembaga perwakilan sekaligus. Yaitu : DPR RI, DPD, DPRD Provinsi,
Dan DPRD Kabupaten. Untuk pemilihan DPR RI indonesia diikuti oleh seluruh partai politik
nasional untuk memperbutkan 575 kursi. Pemilihan legislatif dilaksankan pada 80 daerah
pilihan (dapil) yang setiap dapilnya rata – rata memperebutkan 3 – 10 kursi. Sedangkan pada
pemilihan DPD memperebutkan 136 kursi. Unutk pemilhan legislatif di daerah memilih wakil
politik sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Daerah pilihan Provinsi Aceh memiliki
hak khusus, karena diikuti oleh 4 partai lokal.

Daerah pilihan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan dapil 15 untuk pemilihan DPR
RI. Kursi yang tersedia adalah 8 kursi. Dapil Yogyakarta terdiri atas 4 Kabupaten dan 1 ota.
Yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung
Kidul dan Kota Yogyakarta.

Untuk pemeilihan Dewan Peerwakilan Daerah (DPD) berbeda dengan sistem yang
digunakan dalam pemilihan DPR. Pemilihan DPD menggunakan sisitem pemilihan non

10
proporsional. Wakil dipilih untuk mewakili daerah masing-masing Di Indonesia ada 34
provinsi dan setiap provinsi mendapatkan kuota 4 kursi. Total keseluruhan kursi yang
diperebutkan dalam pemilihan DPD adalah 136 kursi. Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta
sendiri memiliki kuota 4 kursi.

H. METODE PENELITIAN

1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif. Yaitu penelitian yang
melibatkan perhitungan atau angka atau kuantitas. Selain itu penelitian kuantitatif
penelitian yang melibatkan pengukuran pada tingkat tertentu dengan ciri ciri tertentu.
2. Data dan Sumber Data
a) Data primer
Peneliti memperoleh data primer dengan cara menyebarkan angket/kuisioner,
observasi, dan wawancara di lapangan.
b) Data Sekunder
Penulis mendapatkan data sekunder dari penelitian – penelitian sebelumnya.
Selain itu data yang didapatkan dari Koran, berita, dan dari sumber internet.
3. Unit Analisis
Subjek penelitian ini adalah masyarakat yang memiliki hak pilih di Provinsi Yogyakarta.
Ojek penelitian adalah elektabilitas atau kecenderungan pemilih.
4. Lingkup penelitian
Penelitian dilakukan di Daerah Pilihan (Dapil) Daerah Istimewa Yogyakarta. Meliputi
satu (1) Kota dan (empat) 4 kabupaten yaitu; Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul,
Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung kidul
5. Populasi dan Sampel
Populasi adalah populasi dapat diartikan sebagai jumlah semua orang atau non
orang yang memiliki ciri-ciri yang sama dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan
dengan masalah penelitian dan dapat dijadikan sebagai sumber pengambilan sampel
(Wahidmurni, 2017). Pada penelitian kali ini populasi adalah jumalah daftar pemilih teta

11
(DPT) yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah DPT yang ada di DIY adalah
2.695.805 jiwa.
Sampel adalah sampel dapat diartikan sebagai jumlah sebagian dari populasi
yang kedudukannya mewakili populasi dan dijadikan sebagai sumber pengumpulan data
penelitian. (Wahidmurni, 2017). Pada penelitian kali ini peneliti menggunakan Teknik
penentuan Sampel menggunakan metode systematic random sampling sampel acak
sistematik adalah sampel yang diambil dimana anggota sample dipilih secara sistematis
dari daftar populasi. Jumlah sampel adalah 100 responden kemudian dibagi menjadi 5
daerah kabupaten/kota sehingga setaiap daerah memiliki sampel sebanyak 20 responden.
6. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian kali ini menggunakan teknik kuisioner/angket
yang merupakan sumber data primer. Kemudian juga dilakukan teknik observasi langung
di lapangan dan juga melakukan wawancara.
7. Teknik analisis data

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis statistik deskriptif.


Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum
atau generalisasi. Analisis ini hanya berupa akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi
semata dalam arti tidak mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis,
membuat ramalan, atau melakukan penarikan kesimpulan.

Untuk mempermudahkan analisis data penulis menggunakan aplikasi SPSS.


Aplikasi ini digunakan untuk membuat data statistik berupa table dan grafik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amrianto. (2014). PERANAN ELIT TRADISIONAL DALAM DINAMIKA POLITIK LOKAL


PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN WAKATOBI 2014.

Basir, M. (2016). Bangsawan Dalam Pilkada (Studi Kasus: Pemilihan Kepala Daerah Di
kabupaten Bone) SKRIPSI (Universitas Hasanuddin; Vol. 3).
https://doi.org/https://doi.org/10.3929/ethz-b-000238666

Budiardjo, M. (2009). Dasar Dasar Ilmu Politik (Edisi revi). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ferianto, R. (2016). Pengaruh Kampanye Terhadap Elektabilitas Pasang Incubent Dalam


Pemilukada Kabupaten 2015. (1987), 15–25.

Fitri, A. (2019). DINAMIKA DAN TANTANGAN JELANG PEMILU PRESIDEN TAHUN 2019
Adelia Fitri. 3(01), 113–131.

Kalsum, U. (2009). Eksistensi Bangsawan (Golongan Darah Biru) dalam Pemerintahan


Kabupaten Sumenep (Studi Tentang Partisipasi Politik Golongan Darah Biru). Institut
Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Lery, A. A. (2016). Sistem Kekerabatan Dalam Penentuan Pilihan Calon Bupati Dan Wakil
Bupati Pada Pilkada 2015. Universitas Hasanuddin.

Nurfaizah, S. (2016). KEPEMIMPINAN ( Survei Terhadap Masyarakat Pemilih di Provinsi


Banten ). Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Rismawidiawati. (2016). BERTAHANNYA BANGSAWAN LUWU (SUATU ANALISA


BUDAYA POLITIK ORANG BUGIS). Patanjala, 8, 413–428.

Sofyan, E. (2009). PERAN JAWARA DALAM KEKUASAAN POLITIK KABUPATEN SERANG


BANTEN ( PERSPEKTIF ETIKA POLITIK ISLAM ). UIN SUNAN KALIJAGA.

Solihah, R. (2019). Peluang dan tantangan pemilu serentak 2019 dalam perspektif politik. 3(1),
73–88. https://doi.org/10.14710/jiip.v3i1.3234

Surbakti, R., Supriyanto, D., & Asy’ari, H. (2011). Menyederhanakan Waktu Penyelenggaraan
Pemilu : Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah (S. Pramono, Ed.). Jakarta: Kemitraan bagi
Pembaruan Tata Pemerintahan.
13
Tahir, M. M., Sari, F., Razak, H., Nahruddin, Z., Studi, P., Pemerintahan, I., & Makassar, U. M.
(2017). Keterlibatan Kaum Bangsawan dalam Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) di
Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. 5(1), 163–185.

Wahidmurni. (2017). PEMAPARAN METODE PENELITIAN KUANTITATIF. (6), 67–72.

14
Lampiran :

Kuisioner Pengaruh Gelar Bangsawan Terhadap Elektabilitas Caleg

Berikut ini adalah kuisioner yang berkaitan dengan penelitian tentang pengaruh gelar
bangswan terhadap elektabilitas calon legislatif. Oleh karena itu di sela kesibukan Anda, kami
mohon Anda dengan sukarela mengisi kuisoner ini. Atas ketersedian dan parstisipasinya kami
ucapkan terima kasih

Identitas Responden

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Keterangan Pilihan Jawaban :

 SS : Sangat Setuju
 S : Setuju
 TS : Tidak Setuju
 STS : Sangat Tidak Setuju

Pilihan Jawaban
No Pernyataan
SS S TS STS
1 Saya mengetahui caleg yang memiliki gelar kraton
2 Saya cenderung memilih caleg yang memiliki gelar kraton
3 Saya mengetahui gelar yang dimilihi ratu hemas
4 Saya mengetahui gelar kraton Roy Suryo
5 Saya memilih GKR Hemas karena merupakan bangsawan kraton
6 Saya memilih Roy Suryo karena merupakan bangsawan kraton

15

Anda mungkin juga menyukai