Oleh:
ZULFA PUTRI ASMAWI
H051171305
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019/2020
KATA PENGANTAR
ii
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................................3
1.4 Batasan Masalah..........................................................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian......................................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................................5
2.1 Sistem Pemilu..............................................................................................................................5
2.2 Daerah Pemilihan........................................................................................................................5
2.3 Penghitungan Perolehan Kursi.....................................................................................................6
2.4 Asosiasi Spasial............................................................................................................................6
2.5 Local Indicator of Spatial Association (LISA).................................................................................7
2.6 Indeks Global Moran....................................................................................................................8
2.7 Indeks Local Moran......................................................................................................................8
2.8 Pengujian Hipotesis pada Indeks Global dan Local Moran...........................................................9
2.9 Matrik Pembobot Spasial...........................................................................................................10
2.10 Moran Scatterplot......................................................................................................................11
BAB III........................................................................................................................................................14
METODOLOGI PENELITIAN........................................................................................................................14
3.1 Jenis dan Sumber Data..............................................................................................................14
3.2 Metode Analisis.........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
semua lokasi, dalam hal ini setiap kabupaten/kota di DKI dan JABAR. Langkah kedua,
melakukan standarisasi nilai pengamatan (z-score) sebagai dasar dalam menghitung nilai indeks
local moran. Langkah ketiga, mengidentifikasi asosiasi spasial dengan metode LISA berdasarkan
nilai peubah (suara partai Demokrat, Golkar, PDIP, dan PKS) berdasarkan wilayah
administrasinya dan juga menghitung asosiasi spasial dengan peubah yang sama jika pembagian
wilayah berdasarkan dapil. Langkah keempat, memperbandingkan hasil analisis LISA
berdasarkan wilayah administrasi dengan berdasarkan daerah pemilihan melalui moran
scatterplot dan peta tematik. Langkah kelima, menghitung secara manual perolehan kursi dalam
dua skema wilayah yang berbeda, kemudian menganalisis dampak perolehan kursi akibat
pengaruh perubahan spasial tersebut.
Hasil analisis menunjukkan berdasarkan wilayah administratifnya, di DKI Jakarta tidak
terdapat asosiasi spasial dari perolehan suara keempat partai politik. Sementara pada
penggabungan wilayah administratif menjadi 3 dapil, terbentuk asosiasi spasial yang terjadi pada
keempat partai politik di seluruh dapil. Pada propinsi Jawa Barat, pada wilayah administratif
asosiasi spasial terjadi pada sebaran suara partai Demokrat, PDIP, dan PKS. Sedangkan pada
daerah pemilihan, terdapat pola asosiasi spasial pada sebaran suara partai Demokrat dan PDIP.
Pada wilayah DKI pola penggerombolan terdeteksi dalam wilayah dapil dan asosiasinya
bersifat negatif . Hal tersebut berlaku bagi keempat partai. Hanya saja konfigurasi dapil yang ada
pada ketegori high dan low berbeda pada setiap partai. Pada wilayah Jawa Barat penggerombolan
terjadi pada wilayah yang berbatasan dengan Jawa Tengah. Untuk partai Demokrat wilayah
tersebut ada pada kategori Low, sementara bagi PDIP ada pada kategori High.
Perubahan spasial dalam bentuk penggabungan wilayah adminstratif berpengaruh
terhadap pola asosiasi yang terbentuk. Karena sifat akumulasi nilai pengamatan membuat
sebaran suara berubah dari tersebar menjadi menggerombol dan sebaliknya. Dampaknya secara
politik terjadi perbedaan hasil pemilu mengacu pada perolehan kursi partai politik. Saran untuk
studi lanjutan, melakukan studi tentang regresi spasial untuk membentuk pemodelan serta
mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi sebaran suara partai.
2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana identifikasikan asosiasi spasial dan sebaran suara partai pemenang
pada pemilu legislatif 2009 di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat ?
1.2.2 Bagaimana identifikasikan pengelompokan wilayah (clustering) bagi partai
berdasarkan nilai perolehan suara ?
1.2.3 Bagaimana simulasikan pengaruh perubahan spasial (dapil) terhadap perolehan
suara dan kursi partai ?
1.3.1 Mengidentifikasikan asosiasi spasial dan sebaran suara partai pemenang pada
pemilu legislatif 2009 di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat.
1.3.2 Mengiidentifikasikan pengelompokan wilayah (clustering) bagi partai
berdasarkan nilai perolehan suara.
1.3.3 Mensimulasikan pengaruh perubahan spasial (dapil) terhadap perolehan suara dan
kursi partai.
3
Penulisan Proposal penelitian ini bisa bermanfaat sebagai bahan rujukan dan
pengembangan pembelajaran mengenai analisis spasial.
1.5.3 Bagi Pemerintah dan Masyarakat
Memberikan informasi mengenai perkembangan hasil perolehan suara dari
wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan mengelompokkan wilayah dalam
penyebaran suara pemilu.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
(dapil) terdiri antara 3-10 kursi. Jika suatu kabupaten/kotamadya memperoleh alokasi kursi
kurang dari 3 maka selanjutnya kabupaten/kotamadya tersebut harus bergabung dengan
kabupaten/kotamadya lain agar memperoleh minimal 3 kursi dan maksimal 10 kursi. Sehingga
kombinasi dari pembentukan dapil, berdasarkan penggabungan kabupaten/kotamadya, memiliki
banyak sekali kemungkinan.
Setelah proses pemilihan selesai dilakukan dan hasil perolehan suara di setiap kabupaten
direkapitulasi secara manual oleh KPU, langkah selanjutnya adalah menentukan perolehan kursi
untuk setiap partai berdasarkan setiap daerah pemilihan. Metode penghitungan kursi di setiap
dapil sebagai berikut.
PSP
KURSI =
BPP
Dengan PSP merupakan Perolehan Suara Partai suatu dapil, dan BPP adalah Bilangan
Pembagi Pemilih yang diperoleh melalui
JP
BPP=
AK
6
pada data berbasis area (polygon) dan memiliki hubungan yang bersifat kebertetanggaan.
Sedangkan istilah korelasi dalam konteks spasial, digunakan jika data berbasis titik (point
patern) dan memiliki hubungan yang mengacu pada jarak. Tetapi dalam penelitian ini tidak akan
dibedakan antara penggunaan istilah asosiasi ataupun korelasi spasial, hal ini karena beragam
literatur yang peneliti gunakan. Lebih jauh Silk (1979) dalam bukunya menjelaskan tentang
autokorelasi berbasis pada data area ada yang bersifat positif dan negatif. Dikatakan positif, jika
dalam suatu daerah yang saling berdekatan mempunyai nilai yang mirip dan bersifat
menggerombol. Sedangkan dikatakan negatif, jika dalam suatu daerah yang berdekatan nilainya
berbeda dan tidak mirip.
Li=f ( y i , y ji )
Dengan f merupakan fungsi dari y i dan y ji , dan y i adalah nilai observasi dari wilayah
ke-i, sedangkan y ji adalah nilai observasi dari wilayah lain ke- j dari area i. Ada beberapa asumsi
dan metode yang dikombinasikan dalam LISA yaitu penggunaan matriks contiguity sebagai
pembobot spasial, penghitungan Indeks Global dan Local Moran, Moran’s Scatterplot, serta
penggunaan simulasi Monte Carlo.
7
Kalkulasi nilai p untuk statistik LISA dilakukan dengan simulasi Monte Carlo, kalkulasi
tersebut untuk melihat nilai observasi lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai standar
peluangnya.
NGE+1 NLE+ 1
Patas= Pbawah=
Nruns +1 Nruns+1
NGEmerupakan jumlah simulasi untuk hasil statistik lebih besar dari hasil observasi,
NLE merupakan jumlah simulasi untuk hasil statistik lebih kecil dari hasil observasi, sementara
Nrunsmerupakan total dari simulasi Monte Carlo yang dilakukan. Sementara pengujian hipotesis
dirumuskan sebagai berikut.
H0 : Tidak ada asosiasi antara nilai observasi pada lokasi dengan nilai observasi pada area
sekitar lokasi.
H1: Terdapat asosiasi dengan lokasi terdekat memiliki nilai yang mirip atau berbeda (jauh), baik
bernilai positif atau negatif.
n n
][ ]
n
∑ ∑ w ij ( x i−x́ ) ( x j−x́ )
[
i j
I= n n n
∑ ∑ w ij ∑ ( x i− x́ )2
i j i
dengan adalah banyaknya pengamatan, sementara adalah nilai rata-rata dari dari lokasi.
Sedangkan merupakan nilai pada lokasi ke-i ; dan adalah nilai pada lokasi ke-j. Kemudian adalah
elemen matrik pembobot spasial (dijabarkan lebih lanjut pada pembahasan matrik pembobot
spasial).
Nilai dari statistik I merupakan koefisien korelasi yang berada pada batas antara -1 dan 1. Nilai
mendekati 1 atau -1 berarti memiliki korelasi yang tinggi. Sedangkan mendekati nilai 0
mengartikan korelasi tidak ada.
8
2.7 Indeks Local Moran
Statistik Local Moran berguna untuk pendeteksian hotspot/coldspot pada data area
diskret, selain itu jika ada pengelompokkan dari beberapa hotspot/coldspot akan teridentifikasi
sebagai gerombol lokal (local cluster). Local Moran dengan pembobot matrix contiguity
didefinisikan sebagai berikut.
I i=z i ∑ wij z ij
j
c ij
Dengan, w ij = ∑ c dan z ij=( y i− ý ) ( y j− ý )
ij
j
z i adalah nilai hasil standarisasi dari peubah yang diamati pada lokasi ke-i, Sedangkan z ij
adalah nilai hasil standarisasi dari peubah yang diamati pada lokasi ke-i dan lokasi lain ke– j.
Sementara y i merupakan nilai pengamatan pada lokasi ke-i, y j adalah nilai pengamatan pada
lokasi lain ke – j, ý adalah nilai rataan dari variabel pengamatan, dan w ij adalah ukuran
pembobot antara wilayah ke-i dan wilayah ke- j, serta c ij merupakan nilai kolom ke-i dan ke- j.
Pengujian hipotesis Indeks Global Moran dan Local Moran dilakukan untuk menguji
adanya autokorelasi spasial baik positif ataupun negatif dan merupakan suatu pengujian satu
arah. Bentuk hipotesis awal (H0) adalah
a. H0 : I = 0 ; Tidak terdapat autokorelasi spasial. Sementara bentuk hipotesis alternatifnya
(H1) ada dua jenis (positif atau negatif).
b. H1 : I > 0 ; Terdapat autokorelasi spasial positif. Artinya area yang berdekatan mirip dan
cenderung bergerombol dalam suatu area.
c. H1 : I < 0 ; Terdapat autokorelasi spasial negatif. Artinya area yang berdekatan tidak
mirip dan membentuk pola visual seperti papan catur.
Statistik uji pada indeks Global dan Local Moran diturunkan dari sebaran normal baku, yaitu
I −E ( I )
z ( I )=
σ (I )
9
1
E ( I ) ≈− ;
n−1
I adalah Indeks Moran, dengan z ( I ) adalah nilai statistik uji dari Indeks Moran. Sementara E ( I )
merupakan nilai harapan dari Indeks Moran. σ ( I ) adalah simpangan baku dari Indeks Moran dan
n mengacu pada banyaknya area.
10
Gambar 1. Penggunaan Matriks Contiguity Dengan Langkah Ratu
xi −x́
z i=
sx
dengan x i merupakan nilai dari peubah yang diamati di lokasi i . Sementara x́ merupakan
nilai rataan dari peubah pada semua lokasi dan s x adalah simpangan baku dari peubah . Morans
Scatterplot disajikan berbasis pada data z-score suatu lokasi pada sumbu (x), dan nilai z-score
rata-rata tetangganya pada sumbu (y). Secara visual Morans Scatterplot terbagi atas 4 kuadran.
y
IV (LH) I (HH)
x
III (LL) II (HL)
11
a. Kuadran Moran Scatterplot
LH HH
LL
LH
12
oleh area yang tinggi. Pengamatan nilai rendah (coldspot) yang dilambangkan dengan warna biru
muda.
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Data penelitian ini berupa data sekunder. Data yang digunakan adalah data dari KPU dan
Bakosurtanal. Terdapat dua jenis data yang didapat dari KPU. Data pertama, merupakan data
jumlah penduduk dan data jumlah pemilih dari KPU. Data kedua, merupakan data hasil akhir
rekapitulasi perolehan suara pada pemilu legislatif 2009 di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Sementara data dari Bakosurtanal berupa peta digital batas wilayah administrasi DKI Jakarta dan
Jawa Barat.
14
acak. (Anselin, 1995). Analisis dan simulasi dilakukan dengan bantuan software
SpaceStat (versi demo/trial).
5. Sebagai langkah terakhir dilakukan penghitungan secara manual perolehan kursi dalam
dua pendekatan wilayah yang berbeda, kemudian menganalisis perolehan kursi akibat
perubahan spasial tersebut.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anselin, L. (1995). Local Indicators of Spatial Association. Research Paper 9331: Regional
Research Institute West Virginia.
Goodchild, M. (2004). Spatially Integrated Social Science. New York: Oxford University Press.
Lloyd, C. D. (2007). Local Models for Spatial Analysis. Boca Raton: CRC Press.
Silk, J. (1979). Statistical Concept in Geography. London: George Allen & Unwin.
16