Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH GEOGRAFI POLITIK DAN BUDAYA

“PILKADA DAN PEMILU, FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHINYA

Dosen Pengampu:

Drs. Mbina Pinem, M. Si

Disusun oleh:

Kelompok 3

Angel Berutu
Anggraini Tayara Pardede
Desandra N. A Siallagan

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan hidayahnya makalah yang berjudul “Pilkada dan Pemilu, Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi” dapat kami selesaikan tepat pada waktunya untuk memenuhi tugas
mata kuliah Geografi Politik Dan Budaya sesuai dengan waktu yang sudah disepakati.
Kami mengucapkan terimah kasih kepada Bapak Drs. Mbina Pinem, M.Si selaku
dosen pengampu yang telah menugaskan serta memberikan sistematika penyelesaian tugas ini
sesuai dengan prosedurnya.
Sesuai dengan judul makalah ini, penulis mengaharapkan makalah ini dapat
memberikan tambahan pengetahuan bagi mahasiswa/ mahasiswi. Seperti lazimnya sebuah
makalah, tentunya makalah ini tidak luput dari kekurangan. Mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Medan, November 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................................2
1.3 TUJUAN......................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 ANALISA GEOGRAFI...................................................................................................3
2.2 Sistem Pemilihan Umum di Indonesia.............................................................................3
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pemilih................................................8
BAB III.....................................................................................................................................12
PENUTUP................................................................................................................................12
3.1 KESIMPULAN.........................................................................................................12
3.2 SARAN......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Proses demokratisasi sebagai salah satu agenda reformasi di Indonesia saat ini telah
menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Proses amandemen UUD 1945, yang
berakibat pada berubahnya sistem pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden yang
dipilih secara langsung oleh rakyat merupakan bukti nyata proses demokratisasi di
Indonesia. Agenda yang tak kalah menariknya dari proses demokratisasi selanjutnya
adalah pemilihan Kepala Daerah di beberapa wilayah Indonesia. Sejalan dengan upaya
untuk meletakkan demokratisasi pada tempatnya, Menurut Ali Moertopo, pemilihan
umum adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan
merupakan lembaga demokrasi. Pemilihan umum merupakan suatu keharusan bagi suatu
negara yang menamakan dirinya sebagai negara demokrasi.Pemilihan Kepala Daerah ini
pun dilaksanakan secara langsung dengan menjadikan rakyat sebagai basis penentu
kemenangan sebuah pemilihan umum. Hal di atas menunjukkan bahwa masyarakat sudah
semakin memahami arti pentingnya kehidupan berdemokrasi di Indonesia, dan Undang-
undang No. 32 tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah menjamin terlaksananya proses demokratiasi tersebut, dimana proses
pemilihan dilakukan secara langsung dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di permukaan bumi, baik yang
bersifat fisik maupun yang berkaitan kehidupan makhluk hidup beserta permasalahannya
melalui pendekatan ruang, lingkungan, dan regional untuk kepentingan program, proses,
dan keberhasilan pembangunan (Bintarto, 1998), Salah satun kajian geografi adalah yang
berkaitan dengan kehidupan manusia (antroposfer) termasuk di dalamnya adalah kajian
geografi politik. Secara aplikatif geografi dapat berperan dalam memberikan informasi
spasial dan distribusi keruangan sebaran kantong suara partai politik. Dalam hal ini kajian
geografi akan membantu penyajian data spasial dan temporal dari hasil pemilihan umum
di suatu wilayah, dalam geografi politik pemilihan umum menekankan pada lingkup
pembahasan wilayah (tradisional) dan pendekatan spasial (perilaku) terhadap pemilihan
umum. Serta dikaji pula Geographic Electoral dan pengorganisasian spasial dalam suatu
daerah pemilihan serta penyimpangan Pemilu, akibat kesalahan sistem organisasi ruang,

1
sehingga penduduk di suatu wilayah tidak memiliki wakil di parlemen (Jai Singh Yadav,
1996: 9).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun yang menjadi kajian pada analisis penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peranan Geografi didalam Pilkada dan Pemilu ?
2. Bagaimana sistem Pemiliham Umum dan Pemilihan Daerah yang ada di Indonesia ?
3. Apa yang menjadi faktor-faktor pada penentu keputusan Pilkada dan Pemilu ?

1.3 TUJUAN
Adapaun yang menjadi tujuan didalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui peranan Geografi didalam Pilkada dan Pemilu.
2. Mengetahui sistem Pemiliham Umum dan Pemilihan Daerah yang ada di Indonesia.
3. Mengetahui yang menjadi faktor-faktor pada penentu keputusan Pilkada dan Pemilu.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANALISA GEOGRAFI
Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di permukaan bumi, baik yang
bersifat fisik maupun yang berkaitan kehidupan makhluk hidup beserta permasalahannya
melalui pendekatan ruang, lingkungan, dan regional untuk kepentingan program, proses,
dan keberhasilan pembangunan (Bintarto, 1981), dalam kajian geografi manusia
(antroposfer) di pelajari bagaimana prilaku manusia seperti budaya, ekonomi, sosial,
maupun politik. Pendekatan dalam penelitian geografi adalah mengunakan tiga
pendekatan yaitu keruangan (spasial), pendekatan lingkungan (ekologis) dan pendekatan
wilayah (region). Pendekatan keruangan menyangkut pola, proses dan struktur dikaitkan
dengan dimensi waktu maka analisisnya bersifat horisontal. Sudut padang kelingkungan
adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan pada interaksi manusia dengan
lingkungannya, contoh pendekatan ekologi bahwa suatu permukiman ditinjau sebagai
suatu bentuk ekosistem hasil interaksi penyebaran dan aktifitas manusia dengan
lingkungan alamnya. dan yang terakhir adalah pendekatan wilayah kombinasi 6 antara
analisa keruangan dan analisa kelingkungan disebut sebagai analisa kewilayahan atau
analisa komplek wilayah, atau dengan pengertian areal defferentiation yaitu suatu
anggapan bahwa interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada hakekatnya setiap
wilayah memiliki corak yang berbeda antara wilayah yang satu dengan yang lain.

2.2 Sistem Pemilihan Umum di Indonesia


Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang di selengarakan
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 (BAB I Kententuan Umum Pasal I ayat 1 RUU Penyelengaraan Pemilu).
Pemilihan umum atau pemilu merupakan salah satu agenda politik yang dilaksanakan
lima tahun sekali yang pada awalnya hanya untuk memilih anggota parlemen dari partai
politik saja yaitu anggota DPR RI, DPRD Tingkat I, dan DPRD Tingkat II, serta wakil-
wakil daerah non parpol yaitu anggota DPD. Namun setelah amandemen UUD 1945
yang keempat pada tahun 2002 maka pemilihan umum juga dilakukan untuk memilih
Presiden dan Wakilnya yang kemudian disebut Pilpres yang pertama kali dilakukan pada
tahun 2004, dan sesuai dengan UU No 22 Tahun 2007 dimasukan pula mengenahi
pemilihan langsung kepala daerah (Gubernur,Walikota/Bupati) yang kemudian

3
dinamakan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Penyelengara pemilu adalah adalah
lembaga yang menyelengarakan pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan
Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelengaraan pemilu untuk
memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung
oleh rakyat serta untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara demokratis
(BAB I Kententuan Umum Pasal I ayat 5 RUU Penyelengaraan Pemilu).

a. Partai Politik
Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak
dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,
masyarakat, bangsa, dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (BAB I Ketentuan Umum Pasal I ayat 1 Undang-
Undang No 2 Tahun 2008 Mengenahi Partai Politik). Dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa partai politik adalah sebuah organisasi atau pesyarikatan politik
dengan idiologi dan cita-cita yang sama pada anggotanya guna meraih jabatan politik
tertentu, yang dilakukan melalui pemilihan umum. Partai politik menurut R.H Soltou
(1996) adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang
bertindak sebagai satu kesatuan politik yang dengan memanfaatkan kekuasaan
memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum
mereka, dengan penjelasan sederhana, partai pada dasarnya merupakan fasilitas
saluran aspirasi masyarakat, sehingga karenanya, ia menjadi alat sementara untuk
mencapai suatu tujuan bersama.
b. Massa Pemilih
Pemilih secara umum dapat terbagi dua yaitu pemilih fanatik dan pemilih
masa mengambang. Pada pemilih fanatik rasionalitasnya telah tertutupi oleh emosinya
sehingga alur pikir yang rasional mengikuti gerak hati dan keyakinannya. Pada
kelompok yang dikategorikan masa mengambang terdapat pemilih rasional dan
irrasional, pemilih yang rasional akan memilih dengan menangkap gagasan serta
program yang ditawarkan oleh partai, sedangkan pemilih yang irrasional merupakan
komunitas yang memilih tanpa menggunakan rasionya untuk memilih mereka lebih
condong untuk ikut-ikutan saja, mereka kurang teliti dan sering menyimpulkan
informasi dengan pemahaman mereka tanpa memahami betul informasi yang mereka

4
dapat. Setiap orang (voter) dapat dari partai manapun dapat dikelompokan lagi
kedalam tiga kategori kelompok massa yang terdiri dari: Massa simpatisan adalah
kelompok massa yang cendurung memiliki keyakinan sama dengan partai yang akan
dipilihnya. Misalkan seseorang memilih partai karena alasan visi, misi, dan lain
sebagainya, biasanya massa simpatisan ini berada di wilayah perkotaan dan kawasan
industri seperti kaum buruh yang merasa yakin dengan pilihan partai tertentu yang
akan memiliki visi yang akan memperjuangkan aspirasi mereka, atau di kawasan desa
yang merupakan kawasan pertanian biasanya petani ataupun buruh tani lebih memilih
partai yang memiliki visi akan memperjuangkan nasib mereka (Yani, A dan Hayati,
S : 2007).
Massa kader adalah kelompok massa partai yang memiliki keyakinan
sekaligus keberanian dan kesetiaan pada partainya. Bahkan setiap kebiasaan
pemimpinya diikuti dan dijadiakan kebiasaan mereka, massa kader ini sering disebut
juga sebagi massa fanatik, biasanya massa kader ini terdapat diwilayah dimana tokoh
sentral diwilayah tersebut memiliki keterkaitan dengan suatu partai politik, seperti
tokoh kiai atau pemimpin pesantren yang memiliki hubungan dengan partai tertentu
sehingga mempengaruhi pilihan politik penduduk disekitarnya, kebanyakan adalah
partai dengan massa pemilih islam tradisional dan konservatif, atau massa yang
memiliki ikatan emosional kuat antara pemimpin partainya dengan akar rumput
dibawahnya (Yani, A dan Hayati, S : 2007).
Massa mengambang adalah kelompok massa partai yang dipilihnya berubah-
ubah. Pada saat tertentu mereka mendukung partai A tapi pada saat lain mereka
mendukung partai B, ada banyak faktor yang mengakibatkan hal tersebut. Massa
mengambang ini kebanyakan terdapat di wilayah kota yang penduduknya lebih sibuk
dengan aktivitas dan rutinitas mereka di kantor sehingga tidak sempat memikirkan
kampanye politik ataupun tidak memiliki hubungan dengan salah satu partai politik,
dan juga terdapat di kawasan atau wilayah terpencil sehingga mereka sangat sulit
mendapatkan akses informasi mengenai kampanye partai politik sehingga suara
mereka masih mengambang dan dapat dimungkinkan setiap kali pemilu berubah
pilihan politiknya (Yani, A dan Hayati, S : 2007).
c. Perubahaan Basis Massa Partai Politik
Kajian geografi disuatu tempat atau wilayah berlaku untuk periode waktu
tertentu. Kondisi yang ada pada suatu periode tertentu merupakan hasil dari suatu
proses yang berjalan lama melalui berbagai perubahan. Geografi selalu

5
memperhatikan berbagai perubahan yang terjadi sejalan dengan berjalannya waktu.
Demikian pula kehidupan politik di suatu Negara mengalami perubahan seiring
dengan dinamika politik di Negara itu.
Prilaku Politik dan Geografi Pemilu Perilaku politik atau (Politics Behaviour)
adalah perilaku yang dilakukan oleh insan atau individu atau kelompok guna
memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Dalam Geografi Politik
Pemilihan Umum menekankan pada lingkup pembahasan wilayah (tradisional) dan
pendekatan spasial (perilaku) terhadap pemilihan umum. Disamping itu dikaji pula
Geographic Electoral dan pengorganisasian spasial dalam suatu daerah pemilihan
serta penyimpangan Pemilu, akibat kesalahan sistem organisasi ruang, sehingga
penduduk di suatu wilayah tidak memiliki wakil di parlemen (Jai Singh Yadav,
1996:9). Peter Taylor dan Ronald Johnson, (dalam Glassner, 1993), menyatakan
bahwa ada tiga fokus utama kajian geografi pemilu.
1. Pertama, the geography of voting, yaitu kajian yang menjelaskan pola dan
sebaran suatu hasil pemilu.
2. Kedua, pengaruh faktor geografi dalam perolehan suara. Beberapa hal yang
masuk di dalamnya adalah isu saat pemilu, kandidat/calon, pengaruh kampanye
dan yang paling geografis diantara semuanya (most geogrphic of all) adalah “the
neighborhood effect” (efek ketetanggaan), yaitu hubungan antara hasil pemilu
dengan rumah atau distrik sang calon/kandidat.
3. Ketiga, geografi perwakilan, yaitu mencermati bagaimana sistem representasi
atau sistem pemilu yang dipakai dalam sebuah wilayah, berdasarkan sistem
proporsional atau distrik, menghasilkan wakil dari suatu wilayah.

Menurut Ad Hoc Commitee on Geography, Association of American


Geographers (Glassner, 1995: 3), geografi politik adalah sebagai kajian tentang
interaksi antara wilayah geografis dan proses-proses politik. Jadi seorang kandidat
yang mengikuti pemilihan umum (calon anggota parlemen), yang dicalonkan pada
suatu distrik maka dia akan memiliki peluang menang apabila dia dicalonkan di
distrik wilayah tempat tinggalnya, hal ini sejalan dengan teori the neighborhood
effect” (efek ketetanggaan), yaitu hubungan antara hasil pemilu dengan rumah atau
distrik sang calon/kandidat, teori tersebut sejalan dengan konsep wilayah yang
merupakan kajian atau ranah dari geografi, sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Harsthone dalam Daljoeni (1991: 15) mengemukakan definisi geografi politik sebagai

6
ilmu yang mempelajari keseiringan spasial (spatial concomitants) dari politik atau
suatu analisis geografi dari gejala politik. Gejala politik yang ditangkap oleh geograf
adalah pengorganisasian ruang secara politik pada berbagai level, baik nasional,
regional, maupun local.
Adapun yang faktor yang mempengaruhi untuk terhadap rendahnya kesadaran
untuk mengambil bagian terhadap Pemilu dan Pilkada adalah sebagai berikut :
1) Tidak paham alur kepemiluan, tidak memiliki jaringan dalam kepemiluan, tidak
adanya motivasi dan tidak memiliki kompetensi.
2) Jarak tempat tinggal dan lokasi sukarelawan, telah memiliki pekerjaan tetap,
tidak adanya kesempatan atau ruang dan waktu dan tidak ada kesamaan persepsi
dalam organisasi sukarelawan.
3) Variabel aktif sebagai anggota partai, tidak independen dan tidak memiliki
idealisme demokrasi. Faktor yang merupakan gabungan lebih dari satu variabel
perlu diberi nama.

Pemberian nama memakai pendekatan surrogate variable, yang artinya mencari


dan menemukan salah satu variabel dari setiap faktor yang merupakan representasi
dari variabel-variabel tersebut dan pemilihan nama dapat ditentukan pada faktor
loading tertinggi dan atau nama lain (baru) yang mewakili dan menunjukkan
karakteristik perwakilan terhadap kumpulan variable-variabel tersebut. Penamaan
terhadap faktor-faktor yang terbentuk adalah sebagai berikut.
1) Faktor 1 terdiri atas, tidak paham alur kepemiluan, tidak memiliki jaringan
dalam kepemiluan, tidak adanya motivasi dan tidak memiliki kompetensi.
Untuk selanjutnya faktor ini disebut dengan nama “Faktor Tidak Memiliki
Kompetensi”. Kompetensi didefinisikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan
sikap yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu, dan terlihat pada konteks
pekerjaan. Kompetensi ditunjukkan dalam kerja dan perilaku tempat kerja.
2) Faktor 2 terdiri atas, jarak tempat tinggal dan lokasi sukarelawan, telah memiliki
pekerjaan tetap, tidak adanya kesempatan atau ruang dan waktu dan tidak ada
kesamaan persepsi dalam organisasi sukarelawan. Untuk selanjutnya faktor ini
disebut dengan nama “Faktor Geografis”. Geografis menunjukkan letak suatu
wilayah/daerah, secara nyata posisi daerah tersebut.
3) Faktor 3 terdiri atas, aktif sebagai anggota partai, tidak independen dan tidak
memiliki idealisme demokrasi. Untuk selanjutnya faktor ini disebut dengan

7
nama “Faktor Tidak Independen”. Independen dimaknai sebagai bebas, berdiri
sendiri dan merdeka. Jadi, tidak Independen berarti tidak berafiliasi dengan
partai politik manapun, berpihak kepada atau mendukung partai politik tertentu.

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pemilih


Mencoba untuk memahami faktor-faktor apa yang melatar belakangi mengapa dan
bagaimana masyarakat (pemilih) mengambil keputusan untuk memilih seorang
pimpinan (Presiden / Kepala Daerah) yang dianggap dapat menampung dan
mewujudkan impian serta harapan-harapannya merupakan suatu hal yang menarik
untuk dikaji oleh seorang kontestan atau kandidat yang akan dipilih. Untuk memahami
tentang hal ini, maka ada beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi
bagi seorang kandidat atau kontestan pemilu, antara lain :
1) Program atau kebijakan publik yang yang ditawarkan dan diperjuangkan oleh
kandidat (Presiden / Kepala Daerah) apabila dia ingin memenangkan hati rakyat
dalam Pemilu atau Pilkada.
2) Citra Sosial (Social Imagery) adalah citra kandidat maupun partai di mata
masyarakat.
3) Perasaan emosional (emotional feeling), yakni dimensi emosional yang nampak
dari seorang kandidat yang ditunjukkan oleh perilaku atau kebijakan-kebijakan
yang ditawarkan, yang pada umumnya terlihat dari aktivitas, komentar kandidat
terhadap suatu peristiwa tertentu yang dapat menyentuh hati pemilihnya.
4) Citra Kandidat, adalah sifat-sifat khusus yang melekat pada seorang kandidat, dan
yang membedakannya dengan kandidat yang lain. Perilakunya, tutur katanya,
kharismanya, kemampuan intelektualnya, maupun kemampuan beradaptasi
dengan komunitas di mana ia berada.
5) Peristiwa mutakhir (current events), meliputi kumpulan peristiwa, isu, serta
kebijakan yang berkembang selama masa kampanye sampai menjelang pemilihan
umum.
6) Peristiwa personal (personal events), yakni kehidupan pribadi dan peristiwa yang
dialami selama karier yang dijalani sebelum terpilih sebagai seorang kandidat.
7) Isu-isu Epistemik, yakni isu-isu pemilihan yang spesifik yang dapat memacu rasa
keingintahuan pemilih mengenai hal-hal yang baru, misalnya figur kontestan yang
mampu memberantas korupsi, mampu mengangkat taraf hidup masyarakat

8
ekonomi lemah dari berbagai kemiskinan dan keterbelakangannya, mampu
meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan bangsanya, mampu menciptakan.

Dalam memahami perilaku pemilih ini, perlu dipahami bahwa ada dua orientasi
tujuan yang hendak dicapai oleh pemilih:

1. Pemilih berorientasi pada kebijakan yang ditempuh oleh seorang kandidat dalam
memenangkan pemilihan umum, yakni sejauh mana para kandidat/kontestan
Pemilu mampu menawarkan program kerja yang dapat memecahkan persoalan
mendasar dari para pemilih. Disini pemilih akan memilih secara obyektif partai
atau kandidat yang memiliki kepakaan terhadap masalah sosial yang dihadapi oleh
masyarakat banyak. Partai politik atau kontestan yang tidak jelas arah
kebijakannya akan cenderung tidak dipilih oleh masyarakat (pemilih). Hal ini
disebabkan karena dalam diri pemilih itu sendiri ada terdapat harapan-harapan dan
keinginan terpendam untuk memperoleh adanya suatu pembaharuan dalam tatanan
kehidupan bangsa dan negara.
2. Pemilih yang berorientasi pada idiologi yang dianut oleh partai maupun seorang
kandidat, yakni adanya kedekatan nilai budaya, agama, moralitas, norma, emosi
dan psikografis. Semakin dekatnya nilai-nilai yang dianut oleh sebuah partai atau
kontestan dengan para pemilihnya maka pemilih akan cenderung memberikan
suaranya kepada partai atau kontestan tersebut.
Pada umumnya keputusan pemilih dalam menggunakan hak suaranya untuk
memilih sebuah partai atau kandidat dalam Pemilu maupun Pilkada dipengaruhi oleh
tiga faktor mendasar secara bersamaan, yaitu:
1) Kondisi awal pemilih.
2) media masa.
3) partai atau kandidat.
Faktor kedua yang mempengaruhi pemilih dalam membuat keputusan adalah
media masa. Media masa ini seringkali dijadikan media bagi seorang kandidat untuk
menunjukkan reputasi di mata masyarakat.Dalam artian media masa merupakan
penghubung atau corong bagi kondidat untuk menyampaikan program maupun
kebijakan yang ditempuh olehnya. Namun perlu dipahami bahwa hubungan antara
media masa dengan kontestan ini terkadang tidak bersifat netral. Bisa saja terjadi
media masa memberikan gambaran yang bias tentang seorang kontestan atau partai.
Bila sampai hal ini terjadi, akan berpengaruh terhadap perilaku negatif dari di pemilih

9
terhadap kontestan. Oleh karena itulah seorang kandidat harus berhati-hati dalam
memilih media yang tepat untuk menyampaikan visi, misi, tujuan, maupun kebijakan
yang mau dan akan di jalankan.
Faktor ketiga adalah karakteristik dari kontestan atau partai politik itu
sendiri.Disini para kandidat atau partai politik perlu memahami bahwa pembangunan
reputasi seorang kandidat atau partai politik membutuhkan waktu yang cukup
lama.Dalam artian untuk memberikan image tentang kualitas partai atau kandidat di
hati pemilihnya kontestan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk
menanamkan itu di hati pemilihnya.Oleh karenanya dibutuhkan seorang pimpinan
(leader) yang mampu memberikan gambaran dan petunjuk yang jelas, dan langsung
mengena di hati pemilihnya.
Ketiga faktor di atas merupakan kunci sukses dari seorang kandidat/kontestan
untuk tampil sebagai pemenang dalam situasi persaingan yang semakin ketat dan
penuh dengan ketidakpastian, dimana kita tidak mengetahui kontestan mana atau
partai mana yang akan di pilih oleh masyarakat sebagai peserta Pemilu. Untuk
mengantisipasi hal ini, kontestan Pemilu, sudah seharusnya mampu membaca tipe-
tipe pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi. Tipe-tipe
pemilih ini dapat diklasifikasikan atas 4 bagian, yaitu:
1) Pemilih Rasionalis. Pemilih tipe ini adalah pemilih yang lebih mengutamakan
kemampuan partai atau kontestan dalam program kerjanya. Program kerja ini
bisa di analisis dari dua segi, yaitu:
 kinerja partai atau kandidat di masa lampau.
 program yang ditawarkan untuk memecahkan masalah nasional.
Kedua hal ini sangat mempengaruhi pemilih dalam pengambilan keputusan.
Disini pemilih tidak hanya melihat kepada program kerja yang ditawarkan
oleh partai atau kandidat saja tetapi juga menganalisis tentang apa yang telah
dilakukan oleh partai atau kondidat tersebut. Kinerja partai atau kandidat ini
biasanya tercermin dari reputasi dan image yang berkembang di masyarakat.
Dalam konteks ini, yang harus dilakukan oleh partai atau kontestan tersebut
adalah bagaimana mereka bisa membangun reputasi di depan public dengan
mengedepankan kebijakan umum yang dapat mengatasi masalah nasional
yang di hadapi oleh bangsa dan negara.
2) Pemilih Tradisional

10
Pemilih tipe ini memiliki orientasi yang cukup tinggi dari segi
ideologi, sebuah partai politik atau kontestan. Pemilih tradional ini sangat
mengutamakan kedekatan dengan faktor sosial budaya, nilai, asal-usul, faham,
dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik atau kontestan.
Pemilih tipe ini biasanya tidak terlalu mengutamakan kebijakan yang
ditempuh oleh partai politik atau kontestan, seperti kebijakan dalam bidang
ekonomi, kesejahteraan, pemerataan pendapatan, pengurangan angka inflasi,
dan sebagainya. Mereka biasanya meletakkan kebijakan partai ini pada urutan
kedua. Tipe pemilih seperti ini lebih mengutamakan figur dan kepribadian dari
seorang pimpinan, mitos, maupun nilai historis dari sebuah partai politik atau
kandidat. Salah satu karakteristik mendasar dari pemilih tipe ini adalah tingkat
pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai atau
faham yang dianut.
3) Pemilih Skeptis
Tipe pemilih seperti ini memiliki orientasi atas ideologi yang cukup
tinggi terhadap sebuah partai atau kandidat, dan tidak menjadikan kebijakan
sebagai sesuatu yang penting.Pemilih tipe ini sangat kurang keinginannya
untuk terlibat dalam masalah sebuah partai politik, karena memang mereka
memiliki ikatan ideologis yang rendah.. Oleh karena itu sudah menjadi
tanggung jawab dari semua untuk memberikan kepercayaan bagi tipe pemilih
seperti ini.Sudah sepantasnya pemilih seperti ini diberikan sosialisasi dan
motivasi untuk menggunakan hak pilihnya secara baik dalam pesta demokrasi
yang diselenggarakan. Sebab perlu dipahami bahwa ketidakterlibatan mereka
dalam menggunakan hak pilihnya akan memberikan efek yang kurang baik
bagi tegaknya sistim demokrasi di Indonesia. Karena tingginya angka golput
ini mengindikasikan adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi
politik di sebuah negara.Kata kuncinya adalah jadikan pesta demokrasi
tersebut sebagai cerminan dari tegaknya sistim demokrasi yang bersih dan
berwibawa di mata masyarakat.

11
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pilkada dan Pemilu merupakan sebuah bagian dari pesta demokrasi didalam memilih
calon pemimpin yang sesuai dengan tujuan berdasarkan kemampuan yang telah diketahui
secara umum. Tentunya sebuah kawasan wilayah harus memiliki pemimpin yang
merupakan perwakilan dari seluruh masyarakat untuk membangun, mengembangkan
serta memajukan kawasan wilayah yang telah dipimpinnya berdasarkan kepercayaan
rakyat kepadanya.
Didalam Pemilu dan Pilkada merupakan sebuah kesempatan kepada semua
masyarakat. Pada Pemilu dan Pilkada tidak ada batasan dan larangan kepada semua
kalangan masyarakat untuk mencalonkan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin.
Didalam Pilkada dan Pemilu banyak hal-hal yang menjadi faktor-faktor penghambat
yang menjadikan kegiatan Pemilu dan Pilkada manjadi kurang optimal yaitu berupa
faktor tidak memiliki kompetisi, faktor geografis, faktor tidak memiliki independent.

3.2 SARAN
Semua kalangan masyarakat harus mengambil peran untuk memilih dan memberikan
suaranya untuk berpartisipasi terhadap Pilkada dan Pemilu serta memilih berdasarkan
kemampuan, keseriusan serta tujuan dari pemimpin tersebut.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ali Moertopo. Strategi Politik Nasional. Jakarta: CSIS, 1974.

Bintarto. (1981). Geografi untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Phibeta

Bintarto dan Surastopo Hadisumarno. 1991. Metode Analisis Geografi. Jakarta: LP3ES.

Glasser, W. (1993). Choice Theory in The Classroom. New York: Harper Collins Publisher
Inc.

Yani, Ahmad, Sri Hayati dan Wahyu Eridiana. 2008. Kajian Geografi Politik Terhadap Hasil
Pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2008. Skripsi Bogor: Universitas Pendidikan
Indonesia

13

Anda mungkin juga menyukai