Anda di halaman 1dari 8

5 KONFLIK POLITIK

1.Izinkan Menteri Kompetisi Politik, Jokowi Dinilai Tutup Mata soal Konflik
Kepentingan

Kompas.com, 2 Februari 2023

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus


Sunaryanto menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) membiarkan konflik
kepentingan terjadi di lingkup pemerintahannya, sehingga diduga menjadi salah
satu faktor penyebab penurunan skor indeks persepsi korupsi Indonesia (IPK/CPI)
pada 2022.

Agus menyampaikan hal itu menanggapi rilis IPK/CPI yang disampaikan


Transparency International Indonesia (TII) pada Selasa (31/1/2023) lalu.

Satu isu yang dikemukakan dan diuraikan oleh TII adalah tentang pembiaran
pemerintah terhadap situasi konflik kepentingan di kalangan pejabat pemerintah
yang juga merupakan politikus sekaligus pengusaha.

Konflik kepentingan itu, menurut Agus, semakin terlihat dalam beberapa


kesempatan. Contohnya adalah ketika Presiden Jokowi membiarkan anggota
kabinetnya maju sebagai kontestan kompetisi politik tanpa harus mengundurkan
diri terlebih dahulu.
2.Respons Sandiaga soal Anies Pinjam Rp50 Miliar saat Pilgub DKI 2017

Merdeka.com - Wakil Ketua Umum Partai Gokar Erwin Aksa mengatakan, Anies
Baswedan meminjam Rp50 miliar kepada Sandiaga Uno saat Pilgub DKI Jakarta
2017 silam. Peminjaman uang tersebut tertuang dalam satu perjanjian.

Sandiaga tidak banyak berkomentar terkait pernyataan Erwin Aksa tersebut. Dia
mengaku belum membaca keterangan dari politikus Golkar itu.

“Saya baca dulu, belum bisa kasih statement,” katanya usai menghadiri HUT ke-15
Partai Gerindra di Kantor DPP Partai Gerindra Jakarta, Senin (6/2).

Sebelumnya diberitakan, Erwin mengungkapnya saat diundang menjadi


narasumber dalam Youtube Akbar Faizal Uncensored yang diunggah pada
Minggu, 5 Februari 2023 kemarin.

Saat wawancara, Akbar Faizal sempat menanyakan soal perjanjian politik dalam
Pemilu. Erwin pun mengungkap perjanjian dalam Pemilu sangat dibutuhkan demi
kelangsungan di dunia politik.

Saat itu, dia menerangkan, saat Pilkada DKI 2017, pasangan calon Gubernur DKI
Jakarta dan Wakil Gubernur DKI Anies Baswedan dan Sandiaga Uno tak hanya ada
perjanjian politik. Namun juga perjanjian utang piutang.

"Saya baru tahu juga memang, itu memang waktu putaran pertama (Pilkada DKI
2017), ya. Logistik juga susah. Jadi yang punya logistik kan Sandi, Sandi kan banyak
saham, likuiditas bagus, dan sebagainya. Ya ada perjanjian satu lagi, yang saya kira
itu yang ada di Pak Rikrik itu," kata Erwin dalam wawancara di akun YouTube
Akbar Faizal Uncensored dikutip Senin (6/2).
Erwin menyebut surat perjanjian tersebut disusun oleh Rikrik Rizkiyana yang
merupakan pengacara Sandiaga Uno. Dia menegaskan perjanjian tersebut
mencatat Sandiaga Uno meminjamkan uang kepada Anies Baswedan.

"Intinya kalau tidak salah itu perjanjian utang piutang, barangkali ya. Ya, yang
pasti yang punya duit memberikan utang kepada yang tidak punya duit. Kira-kira
begitu. Karena yang punya likuiditas itu Pak Sandi kemudian memberikan
pinjaman kepada Pak Anies," terangnya.

Menurutnya, nilai utang piutang antara Anies dan Sandi mencapai Rp50 miliar.
Saat itu kondisi keuangan masih sulit pada putaran pertama Pilkada DKI 2017.

"Karena waktu itu putaran pertama, kan, namanya juga lagi tertatih-tatih waktu
itu. Jadi kira-kira begitu. Yang itu saya lihat, dan itu ada di Pak Rikrik. Nilainya
berapa, Rp50 miliar barangkali," tutup Erwin.

Ikuti perkembangan terkini seputar berita Pemilu 2024 hanya di merdeka.com.

3. Tiga Kader Partai Golkar Dukung Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

jum'at, 13 Januari 2023

Heru Widodo selaku kuasa hukum saat melakukan wawancara dengan media
terkait Tiga kader Partai Golkar mengajukan diri sebagai Pihak Terkait atas
Perkara soal Sistem Pemilu, Jumat (13/01) di Gedung MK. Foto Humas/Hendy.

JAKARTA, HUMAS MKRI – Tiga kader Partai Golongan Karya (Partai Golkar) yaitu
Derek Loupatty, Achmad Taufan Soedirjo, dan Martinus Anthon Werimon
mengajukan diri sebagai Pihak Terkait atas Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 soal
Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Permohonan sebagai Pihak Terkait
diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Heru Widodo selaku kuasa hukum,
pada Jumat (13/1/2023) siang.

Dalam wawancara dengan awak media usai mengajukan permohonan, Heru


Widodo dan Derek Loupatty menyatakan para pihak memiliki kepentingan
langsung atas permohonan pengujian UU Pemilu yang diajukan oleh Demas Brian
Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan (PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota
Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto,
serta Nono Marijono ini. Heru menyebutkan pelaksanaan sistem proporsional
terbuka yang berlaku saat ini telah tepat dan memberikan rasa keadilan. Sebab,
mekanisme pemilihan legislatif seharusnya sama dengan mekanisme pemilihan
presiden dan wakil presiden. Artinya, kata Heru, rakyat harus memilih wakilnya
secara langsung. Sementara jika yang berlaku sistem proporsional tertutup, maka
rakyat hanya akan memilih partai dan penentuan wakilnya akan ada pada kuasa
partai politik.

“Apabila pasal-pasal terkait sistem proporsional ini diuji, kami mengajukan diri
memang berbeda dengan pandangan para Pemohon pada perkara ini karena
menurut kami rakyat punya kuasa tertinggi untuk memilih wakilnya dengan
mencoblos wakilnya secara langsung,” jelas Heru dalam konferensi pers bersama
awak media di Lantai Dasar Gedung MK.

Heru menambahkan terkait dengan majunya ketiga kader partai hingga


permohonan ini diajukan, DPP Golkar belum mengetahui pengajuannya. Namun
berpedoman pada Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, Heru mengatakan ketiga orang
caleg ini memiliki hak yang sama untuk kemudian dapat ditetapkan sebagai Pihak
Terkait oleh MK.
“Melalui sidang di MK nantinya kami akan berkesempatan untuk menyampaikan
keterangan dan argumentasi serta mengajukan ahli yang akan membahas tentang
sistem proporsional terbuka yang harus dipertahankan sesuai dengan hukum
yang berlaku saat ini,” jelas Heru.

4.'Kita Harus Imbau Para Elite Tidak Ciptakan Narasi Politik Identitas

NEWS | 13 Februari 2023 16:18

Merdeka.com - Iklim demokrasi sehat harus jauh dari narasi hoaks, adu domba
dan SARA. Jangan sampai Pemilu 2024 nanti dipenuhi narasi kebencian yang
mengganggu harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara.

Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk melihat mereka
yang berkompetisi kerap tergoda memenangkan Pemilu dengan menjadikan
sentimen keagamaan untuk memenangkan kontestasi. Menurutnya, politik
identitas jangan dipakai untuk kepentingan politik.

"Tentunya ini dalam hukum-hukum demokrasi memang dianggap melewati pagar-


pagar demokrasi yang seharusnya tidak boleh diloncati. Dalam norma demokrasi,
itu haram hukumnya," tegas Hamdi dalam keterangannya, Senin (13/2).

Ia menilai fenomena kontestasi politik di Indonesia dari tahun ke tahun kerap


diwarnai nuansa permusuhan dan kebencian. Hal ini dapat semakin
memperkeruh suasana demokrasi seakan tidak lebih dari sekadar 'peperangan'

"Masyarakat harus punya literasi politik dan pendidikan yang cukup. Tidak banyak
masyarakat menilai calon kontestan politik baik partai ataupun perorangan
dengan memakai kriteria-kriteria rasional seperti baik rekam jejak, program, visi
misi politik, program politik dan sebagainya," jelasnya.
Hamdi menyerukan masyarakat agar mampu membangun cara pandang baru
dalam memaknai kontestasi politik. Itu penting agar tidak mudah terhasut atau
bahkan menjadi pelaku pemecah belah persatuan bangsa yang memanfaatkan
narasi politik .

"Konsepnya begini, kita harus mengimbau kepada para elite-elite, kalau di sosial
media untuk tidak menciptakan narasi politik identitas seperti itu. Kedua, kita
harus bisa memberikan imbauan kepada masyarakat bahwa itu pembodohan,"
tegasnya.

Ketiga, Hamdi menekankan agar masyarakat mampu untuk lebih kritis. Paling
tidak, menurutnya, untuk cek dulu faktanya, jangan mudah percaya, apalagi kalau
disangkutkan dengan agama, maka harus waspada

Prabowo-Khofifah Bertemu Empat Mata, Ini Respons Cak Imin

Ia juga mendorong pemerintah untuk sama-sama berupaya untuk menekan


maraknya praktik politik identitas menjelang pesta demokrasi 2024 guna menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa dari nafsu politik para oknum pemecah belah.

"Kita sudah punya instrumen hukum tentang ujaran kebencian, lalu pendidikan
politik dan literasi media untuk masyarakat. Tentunya mereka harus diajarkan
bagaimana bermedia sosial yang positif," tandasnya. (mdk/did)

5.Anggota DPD RI minta pusat tak hapus status internasional Bandara SIM

Kamis, 16 Februari 2023

Anggota DPD RI minta pusat tak hapus status internasional Bandara SIM

Bandara SIM Aceh Besar. ANTARA FOTO/Ampelsa

Jangan pangkas status bandara internasional di Aceh.


Banda Aceh (ANTARA) - Anggota DPD RI asal Aceh M. Fadhil Rahmi meminta
pemerintah pusat tidak memangkas status internasional pada Bandara Sultan
Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang Aceh Besar.

"Jangan pangkas status bandara internasional di Aceh," kata Fadhil Rahmi di


Banda Aceh, Kamis.

Fadhil mengemukakan bahwa Aceh memiliki kekhususan yang perlu menjadi


pertimbangan dalam setiap regulasi dari pemerintah pusat.

Seperti diketahui bahwa Menteri BUMN Erick Thohir berencana memangkas


jumlah bandara internasional dari 32 menjadi 15 bandara sesuai dengan perintah
Presiden Jokowi.

Fadhil menuturkan bahwa Aceh juga memiliki kekhususan bidang kerja sama
internasional sebagaimana ketentuan dalam perjanjian damai MoU Helsinki dan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA).

"Salah satu kewenangan Aceh sebagaimana yang tercatat dalam MoU Helsinki
poin 1,3, dan 7 berbunyi: Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa
hambatan ke negara-negara asing melalui laut dan udara," ujarnya.

Dalam Pasal 165 UUPA juga menyebutkan bahwa penduduk Aceh dapat
melakukan perdagangan dan investasi secara internal maupun internasional
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Kami berharap Aceh tidak termasuk, Aceh harus ada pengecualian karena
provinsi ini memiliki kekhususan sebagaimana yang diatur dalam MoU Helsinki
dan UUPA," katanya.

Selain itu, kata Fadhil, keberadaan bandara Internasional penting bagi Aceh
setelah konflik dan tsunami. Status tersebut bagian dari rencana Aceh untuk
menguatkan sektor pariwisata serta melepaskan diri dari ketergantungan pada
Provinsi Sumatera Utara.

"Aceh sedang mencoba bangkit setelah konflik dan tsunami, tren kedatangan turis
juga kian meningkat setiap tahunnya. Kalau kemudian dicabut, ini sama artinya
dengan mengubah kembali apa yang sudah dirintis selama ini. Sekali lagi untuk
Aceh harus ada pengecualian," demikian Fadhil Rahmi.

Anda mungkin juga menyukai