Anda di halaman 1dari 17

Politik Uang Pemilu 2024

Politik Uang dalam Pemilu 2024: Berapa Miliar Seorang Caleg Menghabiskan Uang?

Sejumlah pesohor dan inkumben gagal terpilih ke Senayan. Politik uang diduga terjadi secara masif di
berbagai daerah.

Majalah Tempo, Minggu, 7 April 2024

Ilustrasi: Tempo/Munzir Fadly. tempo : 171246937689.234906

SETIAP kali mengingat Pemilihan Umum atau Pemilu 2024, Ario Bimo Nandito Ariotedjo geleng-geleng
kepala. Menteri Pemuda dan Olahraga 33 tahun itu mengaku dari awal ragu menjadi calon legislator di
daerah pemilihan DKI Jakarta I. “Mahal di ongkos,” kata Dito Ariotedjo saat menerima Tempo di
kantornya, Selasa, 26 Februari 2024.

Politikus Partai Golkar ini mengaku menggelontorkan duit sekitar Rp 15 miliar untuk biaya kampanye.
Duit itu ia kucurkan untuk mengongkosi timnya, membuat alat peraga, serta membiayai konsumsi dan
transportasi calon pemilih yang datang. Untuk konsumsi dan transportasi, Dito mengaku mengeluarkan
sekitar Rp 150 ribu per orang.
Menpora Ario Bimo Nandito Ariotedjo meninjau kereta peti rancangan anak SMK di Bandung, Agustus
2023. Tempo/Prima Mulia

Toh, dengan dana kampanye yang fantastis serta statusnya sebagai menteri, Dito gagal menjadi anggota
Dewan Perwakilan Rakyat. Menempati nomor urut satu atau teratas, Dito hanya mendulang 55.560
suara di daerah yang meliputi Kota Jakarta Timur itu. Sedangkan Golkar cuma menyerok 111 ribu suara
di sana.

Survei internal memprediksi Golkar mendapat 300 ribu suara di Jakarta I. Jumlah pemilih Dito
diperkirakan lebih dari 60 ribu orang. Dua calon di bawah Dito, yaitu Danty Indriastuti Purnamasari, cucu
Siti Hardijanti atau Tutut Soeharto, serta artis Wanda Hamidah, diprediksi mendapat masing-masing 20
ribu suara. Tapi keduanya hanya beroleh kurang dari 11 ribu suara.

Sehari menjelang hari pencoblosan, Dito mengaku mendapat laporan dari timnya bahwa ada sejumlah
calon legislator yang membagikan duit Rp 150-300 ribu ke rumah pemilih. Belakangan, Dito mendapat
informasi bahwa sejumlah caleg menyiapkan duit serangan fajar hingga puluhan miliar rupiah. “Ternyata
pertarungan sebenarnya terjadi di ujung,” ucap Dito.

Tim Dito sempat memintanya ikut membagi amplop. Tapi ia mengklaim menolak karena merasa
pergerakannya sebagai menteri diawasi. Dito menilai persaingan di Jakarta Timur—dikenal sebagai “dapil
neraka”—sangat ketat. Ia menghadapi sejumlah inkumben, seperti Mardani Ali Sera dari Partai Keadilan
Sejahtera, Habiburokhman dari Partai Gerindra, dan Putra Nababan dari Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan.

Baca Juga:

 Gerilya Mencegah Hak Angket Kecurangan Pemilu di DPR


 Mahkamah Konstitusi, Jalur Terakhir Menggugat Kecurangan Pemilu

 Mengapa Inkumben dan Pesohor Gagal Lolos ke Senayan?

Dengan sederet nama tenar itu dan kekalahan modal kampanye, Dito yang digadang-gadang
menjadi vote-getter pun melempem. “Sejak awal saya yakin tak akan lolos,” katanya. Anak pengusaha
tambang Arie Prabowo Ariotedjo ini mengaku tetap maju sebagai calon legislator sebagai ungkapan
terima kasih kepada Golkar yang telah menjadikannya menteri.

Calon lain, Masinton Pasaribu, juga tumbang di daerah pemilihan Jakarta II, yang meliputi Jakarta Pusat,
Jakarta Selatan, dan luar negeri. Maju sebagai caleg bernomor urut tujuh, Masinton gagal mengulangi
kesuksesan dalam dua pemilu sebelumnya yang mengantarkannya ke Senayan.
Nama Masinton sempat viral di media sosial X saat masa kampanye. Warganet membicarakan dia karena
baliho kampanyenya berhamburan di jalan-jalan raya di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Saking
banyaknya baliho anggota Komisi Keuangan DPR itu, muncul anekdot “tak ada anak Jaksel—sebutan
anak gaul Jakarta Selatan—yang tak mengenal Masinton”.

Masinton mengaku jorjoran berbelanja alat peraga kampanye. Kepada Tempo, ia mengakui mencetak
belasan ribu baliho. Untuk membuat baliho, kalender, dan stiker, ia mengeluarkan duit Rp 6 miliar dari
kantong pribadi. “Itu uang tabungan selama jadi anggota DPR,” tutur Masinton di Senayan, Jakarta Pusat,
Selasa, 26 Maret 2024.

Meski namanya sudah populer, Masinton merasa perlu memperkenalkan diri kepada para pemilih
milenial dan generasi Z lewat papan bergambar wajahnya. “Supaya warga Jakarta tahu saya,” kata
Masinton. Lebih dari 50 persen pemilih berasal dari kalangan milenial dan gen Z.

Rapat pleno rekapitulasi penghitungan surat suara di Gedung KPU, Jakarta, 4 Maret 2024. Tempo/Febri
Angga Palguna

Masinton pun mengklaim berupaya selalu merawat konstituennya. Dalam empat tahun terakhir, atau
sejak masa pandemi Covid-19, ia selalu membagikan paket bahan kebutuhan pokok atau sembako
beberapa bulan sekali. Setiap kali berbelanja, Masinton bisa menghabiskan Rp 200-250 juta.

Kendati pol-polan memasang baliho dan membagikan sembako, Masinton keok. Bekas Ketua Relawan
Perjuangan Demokrasi itu memperoleh sekitar 50 ribu suara. Ia kalah bertarung dengan rekan
separtainya, Once Mekel. Bekas vokalis band Dewa ini meraup hampir 60 ribu suara.

Bercerita dengan raut merengut, Masinton setengah tak percaya bahwa ia gagal. Pada akhir Januari
2024, Masinton memantau hasil survei dari lima lembaga. Hasil sigi itu menyatakan perolehan suaranya
tertinggi dibandingkan dengan rekan separtai ataupun caleg partai lain. Perkiraan perolehan suara untuk
Masinton 100 ribu, tak jauh berbeda dengan raihan pada 2019.

Pun di daerah pemilihan itu PDI Perjuangan menghitung bisa mempertahankan dua kursi DPR. Namun
hasil rekapitulasi suara menyatakan partai banteng hanya mendapatkan satu kursi. Masinton bersama
caleg inkumben Eriko Sotarduga serta Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Prasetyo Edi
Marsudi tersingkir dari ring kemenangan.

Masinton menduga ada sejumlah faktor yang membuat perolehan suaranya dan PDIP menyusut. Salah
satunya ada upaya menggembosi suara. “Saya mendapat berbagai laporan, ada orang-orang yang
menghasut warga agar tak memilih PDIP dan saya,” ucap Masinton.

Ia mengaku didatangi oleh penegak hukum lebih dari sekali. Mereka mengingatkan agar ia tak keras
mengkritik Presiden Joko Widodo dan keluarganya. Sejak putra Presiden, Gibran Rakabuming Raka,
menjadi calon wakil presiden, Masinton acap menyerang dinasti Jokowi. Ia mencetuskan julukan
“Samsul” untuk Gibran, yang salah menyebut asam folat menjadi asam sulfat.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto juga mengklaim sejumlah calon legislator partainya
mendapat gangguan karena mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud Md. “Caleg-caleg kami seperti
dibonsai, bukan cuma di DKI Jakarta, tapi juga di daerah lain,” tutur Hasto di Jakarta Pusat, Kamis, 21
Maret 2024. Di semua daerah pemilihan di Jakarta, kursi DPR PDI Perjuangan berkurang satu.

Masinton Pasaribu juga mengaku berhadapan dengan politik uang. Ia mendapat laporan dari timnya
bahwa amplop dari para caleg lain untuk warga di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan beredar tiga hari
sebelum hari pemungutan suara. Nilainya Rp 150-250 ribu. Besaran duitnya, kata Masinton, berlipat dari
yang ia hadapi pada 2019, yaitu Rp 50-100 ribu.

Rekan separtai Masinton, Djarot Saiful Hidayat, sama apesnya. Calon legislator dari daerah pemilihan
Sumatera Utara III yang mencakup sepuluh kabupaten/kota itu gagal merebut kursi DPR. Empat hari
pasca-pemilu, hasil hitung cepat menunjukkan perolehan suara bekas Gubernur DKI Jakarta itu stagnan
di angka 54 ribu, setengah dari perolehan suara pada Pemilu 2019.

Djarot Saiful Hidayat di kantor DPP PDIP, Jakarta, Januari 2018. Dok. Tempo/Fakhri Hermansyah

Djarot menganalisis perolehan suara itu bersama tim kampanyenya. Ternyata terjadi migrasi suara dari
pemilih Djarot ke calon legislator partai lain yang mengusung Prabowo-Gibran. Di Kabupaten Batu Bara,
misalnya, Djarot mengklaim perolehan suaranya susut drastis ketimbang perolehan dalam survei
internal. “Suaraku dan PDIP habis di sana,” ujar Djarot, Kamis, 28 Maret 2024.

Lima hari sebelum hari pemungutan suara atau 9 Februari 2024, Jokowi bersafari ke Kabupaten Batu
Bara sembari membagi-bagikan bantuan sosial. Djarot menuding jumlah pemilihnya remuk redam
setelah kunjungan Presiden. Djarot juga menuding sejumlah calon legislator bermain politik uang dalam
bentuk duit ataupun sembako. “Ini pemilu barbar, vote buying merajalela.”

Baca Juga:

 Manuver Elite Partai Berebut Kursi Menteri Kabinet Prabowo

 Di Ambang Koalisi Prabowo-PDIP

 Yang Dilakukan Prabowo Selama Magang Jadi Presiden

•••

SEKITAR empat bulan berkampanye, mulai November 2023 hingga Februari 2024, Rian Ernest Tanudjaja
mengklaim telah mendatangi 11 ribu orang. Selama tiga setengah jam setiap hari, ia menyambangi
rumah pemilih dengan sepeda motor listriknya. Kegiatan ini dijalani calon anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah DKI Jakarta itu lima hari dalam sepekan.

Politikus Partai Golkar itu membagikan kartu nama sembari menyampaikan visi-misi. Ia tak menebar janji
muluk-muluk dan hanya menyatakan akan menjadi jembatan komunikasi dengan pemerintah Jakarta.
“Saya keliling di dapil pukul 14.30 sampai 18.00 karena harus bekerja kantoran dulu,” kata staf eks
Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, itu.

Rian tak bekerja sendiri. Ia dibantu belasan relawan menjangkau rumah-rumah yang tak sempat
didatanginya. Kepada Tempo di Blok M, Jakarta Selatan, 28 Maret 2024, Rian menunjukkan laporan
keuangannya. Tertera angka Rp 2,5 miliar. Laporan itu juga ia presentasikan kepada donatur dana
kampanyenya yang merupakan pengusaha dan kolega lamanya di dunia advokat.
Rian Ernest mengunjungi warga masyrakat daerah pemilihannya di Jakarta, Desember 2023. Dok.
Pribadi

Pun Rian menulis rinci pengeluarannya. Ia menulis dana operasional sebesar Rp 1,5 miliar untuk
membiayai pertemuan dengan masyarakat dan membayar relawannya. Sisanya untuk mencetak alat
peraga kampanye.

Dengan dana sebesar itu, Rian tetap gagal menjadi legislator Jakarta. Ia mendapatkan 10.900 suara,
meleset dari targetnya sebesar 15 ribu suara. Pada Pemilihan Umum 2019, bekas calon legislator Partai
Solidaritas Indonesia itu meraup lebih dari 25 ribu suara.

Sepantun dengan calon legislator lain, Rian menduga dikalahkan oleh para rivalnya di tikungan terakhir.
Menjelang hari pencoblosan, Rian mendapat informasi bahwa sejumlah caleg mengucurkan Rp 5-6 miliar
untuk serangan fajar. Seniornya di Golkar sempat menawari dia duit untuk mengebom pemilih. Tapi,
setelah merenung semalaman, Rian menolak.

Nun di Jawa Timur, Eva Kusuma Sundari kelabakan ketika berhadapan dengan pemilih pada Pemilu 2024.
Sejumlah warga di daerah pemilihan Jawa Timur VIII menghubungi Eva dan relawan kampanyenya, lalu
menagih salam tempel alias duit. “Mereka bilang caleg lain sudah ngasih amplop,” tutur politikus Partai
NasDem itu saat dihubungi Tempo, Ahad, 31 Maret 2024.

Bekas anggota DPR dua periode dari PDI Perjuangan itu ogah menjalankan politik uang. Ia menjaring
sejumlah aktivis perempuan lokal untuk membantu kampanye. Pada Agustus 2023, Eva juga membentuk
jaringan dengan organisator dari berbagai lembaga swadaya masyarakat. Mereka mendekati pemilih
berlatar belakang buruh hingga ibu rumah tangga.
Eva pun membuat program pelatihan peningkatan keterampilan hingga mengadvokasi para pekerja
pabrik. Relawannya membagikan kalender dan gelas bergambar foto Eva kepada warga sembari
memetakan pemilih. Sebagai ganti uang lelah, Eva mengupah relawannya Rp 2.000 untuk tiap rumah
yang didatangi.

Mencermati survei internal NasDem dan sigi dari lembaga independen, Eva melihat tren elektabilitasnya
stabil sebulan menjelang hari pemungutan suara. Namun, beberapa hari sebelum hari pencoblosan,
kondisinya berubah drastis. Politik uang dari calon legislator lain membuat pemilihnya yang sudah
terdaftar berbalik arah.

Anggota tim kampanye Eva lantas pamit satu per satu karena melihat tak ada harapan menang. Sesuai
dengan hasil rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum, jumlah pemilih Eva tak lebih dari 2.000-an.
“Suara bisa disulap dalam semalam.”

Calon legislator Partai Kebangkitan Bangsa, Luqman Hakim, juga mendapati hasil survei berbeda dengan
realitas. Hingga dua pekan sebelum hari pemilihan, Luqman yang maju di daerah pemilihan Jawa Tengah
VI terdata sebagai caleg dengan elektabilitas tertinggi di partainya. Anggota Komisi Agama DPR itu
menggandeng lembaga Alvara Research Center.

Anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa, Luqman Hakim. dpr.go.id

Di daerah pemilihannya, Luqman sudah punya basis massa. Calon inkumben itu kerap mengadakan
program bedah rumah di daerah pemilihannya yang meliputi Kabupaten Magelang, Temanggung,
Purworejo, Wonosobo, dan Kota Magelang. Namun, di hari pemilihan, ia kalah oleh kolega separtainya
yang juga kerabat Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.

Luqman mengklaim perolehan suaranya tumbang karena kalah logistik. Ia mengaku cuma menyiapkan
duit Rp 4 miliar untuk kampanye, tak berbeda jauh dibanding pada 2019. Duit itu ia pakai untuk
mengongkosi masyarakat yang datang ke acara kampanye serta mencetak alat peraga. “Ada caleg partai
lain yang bercerita mengeluarkan puluhan miliar rupiah,” kata Luqman.

•••

MEMPEROLEH jumlah suara besar tak menjadi jaminan dilantik sebagai anggota Dewan Perwakilan
Rakyat. Calon legislator Partai Persatuan Pembangunan, Achmad Baidowi, contohnya. Dengan perolehan
suara hampir 360 ribu, ketiga terbesar secara nasional, ia hampir pasti gagal ke Senayan karena PPP
hanya mendapat 3,87 persen suara atau gagal melewati ambang batas parlemen.

Anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan, Achmad Baidowi.dpr.go.id

Baidowi bertarung di daerah pemilihan Jawa Timur XI. Banyak orang menyebut daerah itu sebagai zona
merah untuk wilayah pemilihan yang mencakup Pulau Madura tersebut. “Madura ini ‘dapil neraka’.
Sampai-sampai semua jaringan harus dipakai untuk mendulang suara,” ujar Baidowi ketika dihubungi
melalui sambungan telepon, Kamis, 28 Maret 2024.

Baca Juga:

 Siapa Motor Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024?

 Tawaran Kursi Menteri Mencegah Hak Angket Kecurangan Pemilu

 Apa Saja Bukti Kecurangan Pemilu dalam Hak Angket DPR?


Salah satu faktor yang menyebabkan perolehan suara PPP di Madura tergerus adalah kongsi partai
Ka’bah dalam pemilihan calon presiden. Bersama PDI Perjuangan, PPP mengusung Ganjar Pranowo dan
Mahfud Md. Kendati Mahfud lahir di Sampang, Madura, perolehan suara Ganjar-Mahfud terendah di
Madura di bawah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Pelaksana tugas Ketua Umum PPP, Muhamad Mardiono, pun mengakui faktor calon presiden yang
diusung ikut mempengaruhi pilihan masyarakat terhadap partainya. “Meski begitu, PPP tetap solid
mendukung calon yang didukung bersama PDIP,” kata Mardiono di rumahnya di Permata Hijau, Jakarta,
Kamis, 28 Maret 2024.

Untuk memperoleh 359 ribu suara, Baidowi mengaku mengeluarkan biaya sekitar Rp 3 miliar buat
mencetak kaus dan baliho serta menggelar sosialisasi. Biaya yang ia tanggung itu dua kali lipat biaya
pada 2019. “Karena jumlah alat peraga kampanye dan konsolidasi bertambah untuk pileg kali ini,” ucap
Baidowi.

Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang juga mendapat 180 ribu suara di daerah pemilihan
Nusa Tenggara Barat II, yang mencakup Pulau Lombok dan Sumbawa. Tapi ia tak bisa melenggang ke
Senayan karena perolehan suara partainya, Partai Persatuan Indonesia atau Perindo, anjlok di bawah 2
persen.
“Saya sedang berpikir untuk mengajukan gugatan agar caleg-caleg seperti saya dan Baidowi dengan
perolehan suara tinggi tetap bisa masuk dan suara untuk kami tidak terbuang,” kata bekas Gubernur
Nusa Tenggara Barat ini kepada Tempo melalui sambungan telepon, Selasa, 26 Maret 2024.

Mengklaim bekerja mengawal perolehan suara partai, Tuan Guru Bajang menyasar konstituen berjumlah
67 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di seluruh Indonesia. Perindo pun memberikan fasilitas,
seperti gerobak untuk pedagang kaki lima. Dua politikus Perindo menyebutkan, selama kampanye, partai
milik Hary Tanoesoedibjo itu menggelontorkan duit ratusan miliar rupiah.

Seperti Partai Persatuan Pembangunan, Perindo turut mengusung Ganjar-Mahfud pada pemilihan
presiden 2024. Namun kedua partai itu sama-sama tak mendapat efek ekor jas alias coattail effect dari
calon presiden jagoan mereka.

•••

MENYUSUN disertasinya pada 2013, Pramono Anung menyinggung ongkos politik tinggi untuk menjadi
anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Politikus PDI Perjuangan itu menyatakan duit yang dibutuhkan untuk
maju sebagai calon legislator adalah Rp 500-800 juta pada 2004. Satu dasawarsa kemudian, Pramono,
kini Sekretaris Kabinet, memperkirakan ongkosnya berlipat menjadi Rp 1,2-2 miliar. Pada Pemilu 2024,
biaya itu bisa belasan hingga puluhan miliar rupiah.
Mahalnya ongkos untuk berpupuh ke kursi parlemen ini disadari oleh para kontestan pemilihan anggota
legislatif. Politikus Partai NasDem, Eva Kusuma Sundari, menilai perang gagasan tak lagi hidup dalam
pemilu yang brutal karena politik uang. “Sekarang realitasnya caleg membeli suara, pemilik suara
memilih yang memberi amplop. Ini seperti supply ketemu demand,” ujar Eva.

Eva meminta perbaikan sistem dilakukan secara masif untuk pemilihan anggota legislatif mendatang.
Misalnya dengan mengkaji ulang sistem proporsional tertutup dan terbuka.

Sedangkan Luqman Hakim, politikus Partai Kebangkitan Bangsa, merekomendasikan evaluasi penegakan
hukum terhadap para pelanggar aturan pemilu. Salah satunya pelanggaran politik uang. “Kalau
rekomendasi itu dilakukan, mau sistem politiknya terbuka atau tertutup, pemilu akan berjalan lebih adil,”
kata Luqman.

Rian Ernest, calon legislator milenial, khawatir mahalnya ongkos pemilihan anggota legislatif pada Pemilu
2024 akan membuat anak muda apolitis dan ogah masuk dunia politik. Mereka yang duduk sebagai wakil
rakyat pada masa mendatang hanyalah yang punya modal, berduit, atau populer. “Iklim ini akan
mempersempit peluang munculnya politikus muda yang berintegritas,” ucap Rian.

Francisca Christy Rosana

Hussein Abri Dongoran, Egi Adyatama, dan Erwan Hermawan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Sulap Suara Satu Malam"

https://majalah.tempo.co/read/nasional/171240/politik-uang-pemilu-2024

Anda mungkin juga menyukai