Anda di halaman 1dari 6

5.

2 Analisis Faktor Historis Koalisi Partai Demokrat Kota Bukittinggi Pilkada

Kota Bukittinggi 2020.

Faktor Historis merujuk pada seberapa jauh upaya sebuah partai politik dalam

membangun relasi dengan partai lain sebelum dilaksanakannya Pilkada. Jika relasi yang

dibangun itu baik, peluang untuk menjalin sebuah Koalisi akan tinggi juga. Namun

ketika sebuah relasi dibangun hanya berdasarkan motif keikutsertaan kontestasi Pilkada,

tujuan dari upaya tersebut tidak lain hanya untuk meraih kekuasaan semata.

Biasanya pada kasus beberapa partai yang terlibat dalam koalisi aktif (satu fraksi

di DPRD), maka peluang bagi antar partai itu melakukan koalisi akan besar. Pernyataan

ini didasarkan atas aksebilitas dan komunikasi politik yang sudah dibangun sebelum

pelaksanaan Pilkada. Partai Demokrat Kota Bukittinggi telah melakukan komunikasi

politik dengan Partai lain yaitu NasDem dan PPP menjelang Pilkada 2020.

"Ada beberapa partai politik yang sudah kita coba bangun komunikasi terkait
Pilkada waktu itu diantaranya ada Partai NasDem dan Partai Persatuan
Pembangunan. Kita juga coba melakukan lobi kepada kedua partai ini".1

Perlu diketahui Partai Demokrat memiliki 4 kursi DPRD Kota Bukittinggi dan

membutuhkan tambahan 1 kursi agar dapat mengusung pasangan calon wali kota dan

wakil wali kota pada Pilkada Kota Bukittinggi 2020. Dalam konteks Pilkada, salah satu

persiapan penting yang harus dilakukan oleh partai politik dalam melakukan lobi politik

ke partai lain dengan mempersiapkan kandidat yang bakal dicalonkan oleh partai.

1
Wawancara dengan Yanche Dede Saputra Sekretaris DPC Partai Demokrat Kota Bukittinggi
Beberapa nama yang dicalonkan oleh Partai Demokrat sebagai calon wali kota

adalah Fauzan Hafiz, Yontrimansyah dan David Chalik. Hal menariknya ketika proses

lobi sedang berjalan, Yontrimansyah melakukan Deklarasi pencalonan dengan

Chairunnas.

"Salah satu kandidat yang masuk kedalam nama-nama penjaringan tadi


melakukan deklarasi pasangan yaitu Bapak Yontrimansyah yang
mendeklarasikan berpasangan dengan Bapak Chairunnas".2

Berdasarkan temuan ini, Yontrimansyah melakukan Deklarasi pencalonan hanya

berdasarkan kehendak sendiri, tanpa adanya perintah dari partai. Yontrimansyah

merupakan kader dari Partai Demokrat. Etisnya jika seseorang kader partai melakukan

deklarasi pencalonan, harus melalui keputusan bersama kader partai. Setiap partai

tentunya mempunyai mekanisme dalam memutuskan sikap pencalonan kepala daerah.

Pasca dilakukan Deklarasi sepihak ini, Partai Demokrat melakukan survei atas

pasangan Yontrimansyah dan Chairunnas.

"Waktu itu kami melakukan survei untuk Pilkada Kota Bukittinggi Tahun 2020
ada sebanyak 3 kali melakukan survei politik sebelum menentukan sikap untuk
mengusung kandidat mana yang akan kami usung".3

Survei itu dijadikan sebagai bekal bagi Partai Demokrat Kota Bukittinggi dalam

usaha mendapatkan mitra koalisi dengan partai lain. Partai yang menjadi target untuk

melakukan koalisi yaitu Partai Nasdem dan Partai PPP. Analisis penulis sebaiknya

2
Wawancara dengan Yanche Dede Saputra Sekretaris DPC Partai Demokrat Kota Bukittinggi
3
Wawancara dengan Yanche Dede Saputra Sekretaris DPC Partai Demokrat Kota Bukittinggi
sebelum melakukan survei, Partai Demokrat harus melakukan permintaan keterangan

atau pertanggungjawaban terlebih dahulu kepada Yontrimansyah karena tidak

melibatkan partai dalam melakukan Deklarasi.

Akhirnya orientasi tujuan mencari kekuasaan lebih penting daripada

mengedepankan etika yang ada di dalam partai bagi Partai Demokrat. Namun tujuan

Partai Demokrat dalam upaya melakukan pembentukan koalisi menjadi kandas setelah

mengetahui Partai Nasdem dan Partai PPP telah menyatakan sikap mendukung

pasangan calon wali kota dan wakil wali kota tanpa melibatkan Partai Demokrat dalam

pembuatan keputusannya.

"Kami tetap berupaya mengkomunikasikan dengan Partai NasDem dan PPP,


namun partai tersebut tentu juga punya strategi dan hitung-hitungan politik
lainnya. Diperjalanan kami mendapatkan informasi bahwa Partai NasDem
melakukan deklarasi dengan beberapa Partai politik lain dan memilih mengusung
pasangan David Chalik dan Irwandi, sementara itu DPP PPP pun sudah
mengeluarkan SK kepada Hj. Yemmelia dan H.Sadri."4

Partai Demokrat Bukittinggi sendiri telah mengupayakan agar Yontrimansyah

dapat dicalonkan menjadi calon wali kota Bukittinggi 2020. Pertimbangan hasil survei

elektabilitas yang rendah membuat Partai Demokrat belum mengambil sikap

mendeklarasikan Yontrimansyah sebagai bakal calon wali kota Bukittinggi.

"Dari partai politik, hanya Partai Demokrat yang belum menentukan arah
dukungan melalui SK. Kami juga mengupayakan pada waktu itu untuk dapat
mengusung dari kader demokrat untuk dapat diusung yaitu Bapak Yontrimansyah,

4
Wawancara dengan Yanche Dede Saputra Sekretaris DPC Partai Demokrat Kota Bukittinggi
hanya saja dari hasil survei yang kami lakukan untuk elektabilitas dan
popularitasnya belum terlalu memuaskan jika dibandingkan dengan pasangan
lain ditambah dengan partai politik yang kami prediksi untuk dapat berkoalisi
juga sudah menyatakan sikap."5

Melihat pada hasil temuan ini, penulis menilai Partai Demokrat Kota Bukittinggi

tidak memiliki bargaining politik secara resmi dalam hal melakukan upaya

pembentukan koalisi dengan Partai Nasdem dan Partai PPP. Pernyataan ini diperkuat

dengan tidak adanya Partai Demokrat mengeluarkan Surat Keputusan untuk mendukung

Yontrimansyah sebagai kandidat calon wali kota Partai Demokrat. Sikap Partai

Demokrat yang belum memutuskan calon ini membuat Partai calon koalisi menjadi

ambiguitas.

Apalagi jika melihat komposisi kursi yang dimiliki oleh Partai Demokrat

Bukittinggi, idealnya Partai Demokrat telah menetapkan kandidat sebagai pertimbangan

lobi politik kepada Partai Nasdem dan Partai PPP. Permasalahan hasil survei yang

rendah, jika Partai Demokrat dapat meyakinkan Partai lain untuk melakukan koalisi,

maka nantinya dapat bekerja sama menaikkan elektabilitas pasangan calon yang telah

disepakati.

Berkaca pada temuan ini penting bagi sebuah partai politik untuk mempersiapkan

kandidat sebagai daya tawar untuk melakukan koalisi dengan partai lain. Dikarenakan

calon partai koalisi yaitu Nasdem dan PPP sudah mengambil sikap mendukung kandidat

calon lain, maka Yontrimansyah menjadi batal menjadi calon wali kota Pilkada Kota

Bukittinggi 2020.

5
Wawancara dengan Yanche Dede Saputra Sekretaris DPC Partai Demokrat Kota Bukittinggi
Penyebab lain yang membuat Partai Demokrat Kota Bukittinggi gagal melakukan

lobi politik dengan calon partai koalisi dikarenakan lamanya Partai Demokrat Kota

Bukittinggi dalam memberikan keputusan terhadap Yontrimansyah selalu kandidat

calon wali kota dari internal partai. DPC Partai Demokrat sendiri malah

menginstruksikan Yontrimansyah melakukan komunikasi dan pendekatan kepada DPD

Partai Demokrat Sumbar agar dapat memberikan rekomendasi pencalonan.

"Kita selaku DPC Partai Demokrat Kota Bukittinggi kesimpulan dengan


memberikan wewenang kepada Bapak Yontrimansyah dan Bapak Chairunnas
untuk dapat melakukan pendekatan sendiri kepada DPD dan DPP Partai
Demokrat, selain itu Bapak Yontrimansyah melakukan komunikasi dengan Ketua
DPD yaitu Bapak Mulyadi agar dapat diakomodir oleh Partai Demokrat menjadi
pasangan calon dari Partai Demokrat".6

Terlihat terdapat sistem sentralistik pada Partai Demokrat dalam menentukan

dukungan kepada calon kepala daerah. Skema yang kurang solid terlihat bahwa Partai

Demokrat hanya menyuruh Yontrimansyah melakukan pendekatan lobying kepada DPD

Partai Demokrat Sumbar. Proses musyawarah untuk menentukan calon kepala daerah

Pilkada Kota Bukittinggi 2020 tidak berlangsung dalam internal Partai Demokrat.

Jika proses ini berlangsung, tentu partai akan ikut memperjuangkan SK penetapan

Yontrimansyah ini. Keterlambatan menentukan sikap oleh Partai Demokrat ini menjadi

salah satu penyebab gagalnya membangun koalisi di Pilkada Kota Bukittinggi 2020

yang mengakibatkan Yontrimansyah selaku kader internal gagal menjadi calon wali

kota Pilka Kota Bukittinggi 2020. Selain itu, faktor rendahnya elektabilitas

6
Wawancara dengan Yanche Dede Saputra Sekretaris DPC Partai Demokrat Kota Bukittinggi
Yontrimansyah juga membuat batalnya koalisi antara Partai Demokrat dengan Partai

PPP.

"Nah gini, kalau terbentuknya koalisi kami sudah 90% dengan partai PPP. Ya,
dua kursi PPP ya. Jadi jika dengan bergabungnya PPP itu sudah mencukupi
kuota untuk maju. Cuman apabila tetap dipaksakan seperti tadi, kita bisanya
hanya sebagai pemeriah, gitu loh, peserta. Kans kita nggak terlalu besar, gitu".7

Persentase 90 % memunculkan asumsi bahwa komunikasi dan lobi politik yang

terjadi antara Partai Demokrat dengan Partai PPP berjalan baik. Namun angka ini tidak

terwujud karena mempertimbangkan pilihan realistis antara kedua partai. Hal ini

disebabkan karena Yontrimansyah selaku kandidat calon Partai Demokrat memiliki

elektabilitas yang rendah.

Kegagalan membentuk koalisi antara Partai Demokrat dengan Partai PPP ini

membuat terbentuknya koalisi coalitions with smallest number of parties menjadi

kandas.8 Partai Demokrat telah memiliki 4 kursi DPRD ditambah 2 kursi dari Partai PPP

membuat koalisi ini dapat mengajukan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota di

Pilkada Kota Bukittinggi 2020.

Partai Demokrat dikatakan sebagai partai besar karena memiliki jumlah kursi 4,

lebih besar dari Partai PPP yaitu 222kursi. Peluang Partai Demokrat membentuk

coalitions with smallest number of parties dengan Partai PPP dan memegang posisi

strategis bernegosiasi sejatinya dapat terjadi terwjud karena bekal raihan kursi di DPRD

Kota Bukittinggi.

7
Wawancara dengan Yanche Dede Saputra Sekretaris DPC Partai Demokrat Kota Bukittinggi
8
Lijphart, Arend. 1995. Sistem Pemerintahan Parlementer Dan Presidensial. Jakarta: Raja Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai