Anda di halaman 1dari 56

Demokrat Setelah

Agus Kalah
Demokrat Setelah Agus Kalah
Ilustrasi: Edi Wahyono

Senin, 27 Februari 2017

Ada yang menarik perhatian dalam acara dukungan Forum Ulama dan Habaib (Fuhab) se-
Jakarta kepada pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-
Sandiaga Uno, yang digelar di Al-Jazeerah Restaurant and Function Hall, Jalan Cipinang
Cempedak I Nomor 29, Jakarta Timur, Kamis, 23 Februari 2017. Di antara tokoh yang hadir
pada siang itu terselip Nachrowi Ramli.

Ketua tim sukses pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, yang juga Ketua
Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Jakarta, itu duduk di tengah-tengah, berdampingan
dengan Anies. Adapun ulama yang hadir antara lain KH Syukron Makmun dan KH Abdul
Rasyid Abdullah Syafii. Ada juga Taufiequrachman Ruki, mantan Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi, yang kini menjabat Ketua Mahkamah Partai Persatuan
Pembangunan.

Kehadiran Nachrowi tak pelak menimbulkan spekulasi bahwa Demokrat bakal mendukung
pasangan Anies-Sandi untuk pilgub DKI Jakarta putaran kedua. Dalam pilgub putaran
pertama, yang digelar pada Rabu, 15 Februari lalu, Agus-Sylvi tersingkir.

Nachrowi menyebut kedatangannya dalam acara Fuhab itu bukanlah bentuk dukungan
kepada pasangan Anies-Sandi. Namun ia tidak memungkiri bila dikatakan bahwa Demokrat
sedang menjajaki kemungkinan koalisi untuk pilgub DKI Jakarta putaran kedua terhadap
kubu Anies-Sandi. Barangkali ada visi dan misi pasangan tersebut yang cocok dengan Agus-
Sylvi.

Komunikasi juga dilakukan dengan parpol pendukung Anies, yaitu Partai Keadilan Sejahtera
dan Partai Gerakan Indonesia Raya. Sebaliknya, ia juga telah melakukan pembicaraan dengan
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai pengusung pasangan Ahok-Djarot.

Kita masih membedah. Nah, pada waktu komunikasi itu kita bertanya, boleh tidak
menitipkan visi-misi kita. Pokoknya program yang prorakyat boleh tidak kita titipkan. Kalau
boleh, kan terbuka kesempatan (koalisi). Kan, begitu, ujar pria yang akrab disapa Nara ini
kepada detikX, Jumat, 24 Februari lalu.

Hasil dari gerilya tersebut, menurut pria yang maju dalam pilgub DKI 2012 berpasangan
dengan Fauzi Bowo itu, dilaporkan kepada Ketua Umum DPP Demokrat Susilo Bambang
Yudhoyono. DPP-lah nanti yang akan memutuskan sikap Demokrat terkait pilkada DKI
putaran kedua pada 19 April 2017.
Kami sedang menunggu, karena kewenangan koalisi itu di tingkat DPP. Kami di DPD hanya
melaporkan situasi dan memberikan masukan. Sejauh ini belum ada keputusan resmi dari
DPP. Barangkali masih menganalisis dan menyurvei, tuturnya.

Menurut Nara, apa pun keputusan DPP nanti, semua pengurus di tingkat bawah harus
menaatinya. Sementara menunggu, Demokrat melarang pengurus tingkat cabang dan ranting
di DKI Jakarta mendeklarasikan dukungan kepada pasangan calon gubernur-wakil gubernur
tertentu. Kita punya disiplin organisasi, katanya.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan sejauh ini Demokrat masih
memiliki tiga opsi terkait pilkada DKI Jakarta. Ketiga opsi itu adalah mendukung pasangan
Ahok-Djarot, mendukung pasangan Anies-sandi, atau tak mendukung keduanya alias netral.
Dan dari tiga opsi itu, Demokrat kemungkinan besar akan bersikap netral.

Sikap netral itu merupakan tradisi Demokrat sebagai partai penyeimbang, yang mulai
dibangun pada pilpres 2014. Saat itu Demokrat memang tak ikut koalisi PDI Perjuangan,
Hanura, PPP, NasDem, dan PKB, yang mengusung Joko Widodo-Jusuf Kalla. Partai ini juga
enggan bergabung dengan Gerindra, PKS, dan PAN, yang mengusung Prabowo Subianto-
Hatta Rajasa, kendati Hatta adalah besan SBY.

Kami menyatakan secara tegas bahwa tidak ada kabar Partai Demokrat akan mendukung
pasangan calon nomor 2 (Ahok-Djarot). Jangankan nomor 2, nomor 3 pun (Anies-Sandi)
kami sangat tidak mungkin, katanya kepada detikX.

Namun, meski partai bersikap netral, kader-kader Demokrat dibebaskan memilih siapa pun
yang diinginkan menjadi Gubernur DKI periode 2017-2022. Mereka diminta tidak
mengabaikan hak pilih, tidak boleh golput. Harus memilih, namun pilihannya tak diarahkan
oleh partai, karena suara 17 persen (Agus-Sylvi) itu sangat signifikan, ujar Roy.

Roy mengatakan DPP Demokrat baru akan menyampaikan sikap resmi setelah Komisi
Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta mengumumkan hasil rekapitulasi suara pilkada DKI
Jakarta pada 4 Maret nanti. Nanti pada statement itu akan berbentuk bagaimana sikap
Demokrat. Sedangkan kader menentukan pilihannya masing-masing pada 19 April (hari
pencoblosan).

Pengamat politik dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan,
mengatakan memang kecil kemungkinan bagi Demokrat untuk menjalin koalisi dengan PDI
Perjuangan. Penyebabnya tak lain persaingan lama yang masih terasa antara SBY dan Ketua
Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Sementara di pilkada daerah lainnya Demokrat dan PDI Perjuangan bisa berkoalisi, lain
halnya dengan pilgub DKI ini. Sebab, pilgub DKI melibatkan peran para ketua umum parpol
itu, yang notabene pernah bersaing dalam pemilihan presiden. Tampaknya Ketua Umum
Partai (Demokrat SBY) sulit berkomunikasi dengan PDI Perjuangan, katanya kepada
detikX, Jumat, 24 Februari lalu.
Koalisi dengan Anies-Sandi, sebaliknya, akan lebih mudah bagi Demokrat, karena sama-
sama berada di luar pemerintahan dengan Gerindra dan PKS, baik di tingkat nasional maupun
DKI Jakarta. Dari segi dukungan suara, menurut Djayadi, kondisinya sangat mendukung bagi
kedua kubu.

Pada pilkada putaran pertama lalu, banyak kader Demokrat yang ternyata tidak begitu sreg
dengan pencalonan Agus-Sylvi. Dukungan mereka terbelah untuk Anies-Sandi (24 persen)
dan Ahok-Djarot (12 persen). Bila Demokrat bergabung dengan Anies-Sandi, Demokrat akan
menyumbang suara yang lumayan besar.

Apalagi bila nanti SBY memberikan titahnya kepada kader Demokrat secara keseluruhan
untuk memilih Anies-Sandi. Karena memang Demokrat itu masih identik dengan SBY. Jadi,
kalau SBY ke Anies-Sandi, itu hal yang efektif untuk membantu perolehan suara Anies, kata
Djayadi.

Ia menyarankan agar Demokrat tidak memilih opsi netral. Sikap netral itu tidak akan
mendatangkan keuntungan bagi Demokrat, sama halnya dengan pilihan netral dalam pilpres
2014. Nggak ada gunanya bagi Demokrat untuk netral sekarang ini. Dapat apa kalau netral,
kan? imbuhnya.

Direktur Eksekutif Indobarometer Mohammad Qodari melihat, meski Demokrat memiliki


kecenderungan bersikap netral, namun kader di tingkat bawah condong berpihak kepada
Anies-Sandi. Jikapun Demokrat memihak Ahok secara terbuka, maka dukungan tertutup itu
tetap akan ke Anies-Sandi.

Pusatnya akan netral dengan ini menyatakan tidak mendukung salah satu pasangan calon
tapi mungkin nanti akan ada yang dikubu Anies-Sandi yang kampanye-kampanye lagi, kata
Qodari kepada detikX.

Di sisi lain, kubu Ahok-Djarot tak mau melepaskan begitu saja potensi suara Agus-Sylvi yang
17 persen itu. Mereka menyadari komunikasi SBY dengan Megawati memang sudah cukup
berat dilakukan. Namun strategi baru pun pantas dicoba untuk melumerkan ketegangan di
antara keduanya.

Itu bisa dilakukan oleh Golkar karena Golkar dengan Demokrat kan secara sejarah memiliki
kedekatan. Yang bertugas melakukan pendekatan itu di DPP, misalnya Pak Idrus (Idrus
Marham, Sekjen Golkar) sudah komunikasi dengan Syarief Hasan, ujar Ketua DPP Golkar
Ace Hasan Syadzily kepada detikX.

Mencari Multivitamin buat Ahok

Mencari Multivitamin buat Ahok


Ilustrasi: Edi Wahyono
Senin, 27 Februari 2017

Lebih dari satu jam Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto
Kristiyanto bertemu dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.

Pertemuan yang berlangsung di kantor Dewan Pimpinan Pusat PKB, Jalan Raden Saleh,
Cikini, Jakarta Pusat, Senin, 20 Februari 2017, itu sejatinya dirahasiakan.

Namun pertemuan tersebut bocor sehingga sejumlah awak media mendatangi Gedung Hijau,
sebutan bagi markas partai berbasis kaum nahdliyin tersebut.

Pertemuan itu maunya dirahasiakan. Tapi beberapa teman di sini (PKB) ada yang tidak
sepakat. Apalagi urusan pilkada DKI sangat sensitif bagi kader dan konstituen PKB, sebut
sumber detikX di kalangan internal partai tersebut.

Sumber yang dekat dengan Cak Imin, panggilan Muhaimin Iskandar, itu juga menyebutkan
PKB saat ini dalam kondisi dilematis. Setelah gagal mengantarkan jagoannya, Agus
Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, melangkah ke putaran kedua pilkada DKI Jakarta,
massa PKB di tingkat bawah condong mendukung Anies Baswedan-Sandiaga Uno ketimbang
pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.

Cak Imin khawatir, kalau PKB nanti mendukung Ahok, itu bakal jadi bumerang karena
partai berbasis Islam mendukung Anies, begitu kata politikus PKB tersebut.

Ganjalan lain, Ahok dianggap bersikap kurang sopan terhadap Ketua Majelis Ulama
Indonesia Maruf Amin, yang juga Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,
dalam persidangan kasus penistaan agama yang digelar di auditorium Kementerian Pertanian,
Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa, 31 Januari lalu.

Penolakan terhadap Ahok secara terang-terangan dilontarkan beberapa dewan pimpinan


cabang PKB di wilayah Jakarta. DPC PKB Jakarta Pusat sudah siap dengan keputusan bulat
untuk memilih Anies-Sandi. Ini hasil rembuk para ulama dan tokoh warga serta masyarakat,
ujar Ketua DPC PKB Jakarta Pusat Fadli.

Sebelumnya, DPC PKB Jakarta Utara dan Jakarta Barat juga menyatakan mendukung Anies-
Sandi pada putaran kedua pilgub DKI.

Sikap anak buahnya yang kebanyakan menolak Ahok itu membuat Cak Imin gamang. Sebab,
di sisi lain, PKB terikat dengan koalisi pemerintahan Joko Widodo, yang dimotori PDI
Perjuangan, yang kini menjadi pendukung utama Ahok-Djarot.

Karena ikatan itu pulalah Hasto berupaya mengingatkan, dan berharap, PKB mau diajak
seiring-sejalan pada putaran kedua pilkada DKI dengan mendukung Ahok-Djarot.

Sumber detikX yang ikut dalam pertemuan Hasto dengan Cak Imin tersebut mengatakan
Hasto berharap PKB mau mengalihkan dukungan ke Ahok.

Hasto bilang, Kita butuh PKB untuk gabung dukung Ahok. PKB ini seperti multivitamin.
Saya yakin, kalau PKB tidak dukung, Ahok pasti kalah, begitu kata sumber itu menirukan
ucapan Hasto.
Namun saat itu Cak Imin belum menjawab ajakan Hasto tersebut. Alasannya, PKB berada
dalam posisi dilematis dan akan meminta masukan lebih dulu kepada para ulama.

Saat dimintai konfirmasi seusai pertemuan dengan Cak Imin, Hasto tidak menampik
kedatangannya terkait dengan putaran kedua pilkada DKI Jakarta.

"Pembahasan tidak hanya terkait dengan pilkada 2017, tapi juga bagaimana pada tahun 2018.
Pertemuan ini bukan hanya dilakukan terkait pilkada DKI, tetapi kami juga berbicara aspek-
aspek strategis nasional ke depan," ujar Hasto.

Namun Hasto pun belum memastikan dukungan PKB pada putaran kedua pilkada DKI nanti.
Dia menyerahkannya kepada kalangan internal PKB.

Cak Imin sendiri mengungkapkan kegalauannya itu ketika membuka Musyawarah Wilayah
III DPW PKB Palu, Sulawesi Tengah, pertengahan Februari lalu. Ia mengaku masih pusing
menentukan pilihan, apakah ke kubu Anies-Sandi atau Ahok-Djarot.

Pilkada DKI ini bikin pusing kita. Pilih Anies belum tentu cocok, pilih Ahok (Basuki
Tjahaja Purnama) apalagi, belum tentu cocok. Sedangkan suara konstituen macam-macam.
Tidak mudah," kata Cak Imin.

Selain dengan PKB, Hasto mengungkapkan akan menjalin komunikasi dengan Partai
Persatuan Pembangunan dan Partai Amanat Nasional, yang juga berada di barisan partai
pendukung pemerintah.

Namun sepertinya PPP juga belum bisa menentukan sikap. Persoalannya, konstituen dan
pengurus partai belum satu suara. Sebut saja sikap tokoh PPP Djan Faridz, yang sejak putaran
pertama mendukung Ahok. Sedangkan Ketua Umum PPP Romahurmuziy atau Romy malah
mendukung Agus-Silvy.

Gugurnya calon yang diusung tidak lantas membuat kader PPP berbalik arah mendukung
Ahok. Nina Lubena, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Fraksi PPP, secara
terang-terangan ikut deklarasi dukungan terhadap pasangan Anies-Sandi pada Rabu, 22
Februari, di posko pemenangan pasangan tersebut, Jalan Cicurug, Menteng, Jakarta Pusat.

Ya, haruslah kita mendukung gubernur muslim. Yang harus kita pilih yang satu akidah, ujar
Nina kepada detikX.

Dikatakan Nina, dukungan terhadap Anies sudah mendapat restu dari Ketua DPW PPP DKI
Lulung Lunggana. Nina juga mengklaim semua DPC di Jakarta mendukung Anies-Sandi.

Namun pernyataan sikap Nina itu dibantah Lulung.

DPW PPP DKI belum menyatakan sikap. Nah, Bu Nina Lubena itu bukan mewakili kita
(DPW PPP). Cuma, memang dia orang kita, begitu, ujar Lulung kepada detikX secara
terpisah.
Menurut Lulung, dukungan PPP bisa saja diberikan kepada Ahok, apalagi kecenderungan
DPP PPP Djan Faridz dan Romy saat ini sudah mengarah ke Ahok. Tapi PPP baru akan
mengambil keputusan setelah menggelar musyawarah wilayah terlebih dahulu.

Kemarin tingkat ranting yang dukung Anies itu gerbong kosong. Makanya namanya lintas
cabang, kata Lulung.

Lulung mengaku saat ini sudah bertemu dengan dua kubu yang akan bersaing pada putaran
kedua. Namun pertemuan tersebut baru sebatas penjajakan.

Lain hal dengan PAN. Beberapa saat pasca pencoblosan, partai ini menyiratkan akan balik
badan ke kubu Anies-Sandi. Johan Musyawa, anggota DPRD DKI Fraksi PAN, kepada
detikX mengatakan kader-kader PAN di akar rumput sangat ingin mendukung Anies-Sandi.

DPP PAN sudah ada sinyal ke sana (dukung Anies), meski baru statement pribadi para
petinggi partai, ujarnya.

Johan, yang mengaku sejak awal menjagokan Anies, berharap DPP PAN benar-benar
membaca aspirasi kadernya, sehingga tidak beralih ke pasangan Ahok-Djarot.

Semua demi Kim


Rabu, 22 Februari 2017

Setahun lalu, Kementerian Pertahanan Amerika Serikat menerbitkan laporan soal taksiran
Pentagon atas kemampuan tentara Korea Utara. Salah satu yang disorot dalam laporan ini
adalah pasukan komando loyalis Dinasti Kim.

Pasukan khusus Korea Utara, menurut laporan Pentagon, terbagi dalam unit-unit lebih kecil.
Unit-unit ini masing-masing punya spesialisasi khusus, mulai penyusupan, pengintaian,
hingga operasi penculikan atau pembunuhan musuh-musuh Pyongyang. Mereka sangat
terlatih, punya perlengkapan sangat bagus, dan punya motivasi tinggi, Pentagon, dikutip
CNN, menulis kesimpulan.

Satu di antara kesatuan elite itu adalah Unit 525. Dua bulan lalu, Kim Jong-un, pemimpin
tertinggi Korea Utara, menyambangi markas Unit 525 dan menyaksikan latihan besar-besaran
pasukan khusus tersebut. Menurut Jong-un, seperti dikutip kantor berita Korea Utara, KCNA,
Unit 525 merupakan kesatuan yang paling bisa dia andalkan.

Tugas utama kesatuan ini, kata Jong-un, adalah, Menyingkirkan semua kotoran manusia
yang sekarang menghuni Istana Biru. Istana Biru merupakan kediaman resmi Presiden
Korea Selatan.

Seolah-olah menantang pihak Selatan, Unit 525 punya tiruan Istana Biru dengan ukuran sama
persis. Replika Istana Biru itulah yang jadi target serangan untuk dihancurkan dalam latihan
besar-besaran tersebut. Bagus, musuh tak akan punya tempat persembunyian lagi, Jong-un
memuji setelah menyaksikan latihan Unit 525.

Yang menanti kita di depan adalah interogasi dan pasti kematian.


Kim Seung-il, intel Korea Utara pelaku peledakan pesawat Korean Air pada November 1987

Setengah abad silam, salah satu kesatuan militer paling elite di Pyongyang, Unit 124, pernah
menggelar operasi ambisius, yakni membunuh Presiden Korea Selatan Park Chung-hee di
Istana Biru. Pada musim dingin 1968, 31 prajurit komando dari Utara menyusup ke Selatan,
menembus kawasan pegunungan hingga berhasil mendekati Istana Biru.

Tapi operasi ini gagal total. Dari 31 prajurit Unit 124, hanya dua orang yang selamat. Letnan
Kim Shin-jo menyerah setelah terkepung, satu temannya, Park Jae-kyung, berhasil lolos dan
menyeberang kembali ke Utara. Presiden Chung-hee tak tersentuh, tapi 26 warga Korea
Selatan, 24 orang di antaranya warga sipil, tewas terjebak dalam baku tembak.

Puluhan tahun setelah operasi pembunuhan yang gagal itu, Kim Shin-jo menuturkan
bagaimana dia terpilih di antara ribuan prajurit Korea Utara untuk bergabung dengan Unit
124. Tak hanya harus punya fisik sangat prima dan lihai memakai senjata, prajurit Unit 124
juga harus teruji kesetiaannya kepada partai berkuasa, Partai Pekerja Korea. Satu lagi syarat
jadi prajurit Unit 124: harus punya keluarga di Korea Utara sebagai jaminan atas kesetiaan
mereka.

Kami yang terbaik di antara yang terbaik, kata Shin-jo kepada Korea Joongang, beberapa
tahun lalu. Shin-jo yakin, seandainya mereka membunuh empat petani yang mereka temui di
hutan dalam perjalanan ke Seoul, operasi penyusupan itu tak akan sampai ke telinga petinggi
militer Korea Selatan dan mereka bisa membunuh Presiden Chung-hee.

Operasi-operasi pembunuhan dan penculikan lintas negara oleh intel-intel dan tentara Korea
Utara, menurut Global Security, ada di bawah kendali Biro Pengintaian Umum (RGB).
Segala aktivitas RGB dilaporkan langsung kepada Komisi Pertahanan Nasional. Diduga ada
banyak unit operasi di bawah payung RGB, termasuk kesatuan-kesatuan elite seperti Unit
525.

Seorang sumber intelijen menuturkan kepada The Star, intel-intel RGB lumayan aktif
beroperasi di Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Kadang mereka menyamar sebagai
insinyur atau pekerja konstruksi. Kadang mereka menjadi pegawai restoran Korea.

Mereka memakai restoran sebagai kamuflase untuk mengumpulkan informasi intelijen dan
kegiatan mata-mata, kata sumber itu. Di Indonesia, RGB mengoperasikan pabrik tekstil,
juga punya restoran di Jakarta. Untuk mendanai operasi intelijen, kadang RGB terlibat dalam
penyelundupan narkotik. Pada 2003, operasi penyelundupan heroin ke Australia oleh intel
RGB terbongkar.

Penguasa di Pyongyang sepertinya tak pernah kekurangan orang yang siap mati untuk
mereka. Tak ada yang menyeramkan pada Kim Hyun-hui, kini 55 tahun. Padahal 30 tahun
lalu, pada 27 November 1987, perempuan inilah bersama Kim Seung-il, intel senior Korea
Utara, yang memasang bom di kabin pesawat Korean Air.

Pesawat itu terbang dari Bandara Internasional Saddam Hussein, Bagdad, Irak, menuju Seoul.
Di atas Laut Andaman, bom yang dipasang Hyun-hui meledak dan menewaskan seluruh
penumpang dan awak. Total 115 orang meninggal. Hyun-hui tertangkap di Bahrain,
sementara Seung-il mati bunuh diri dengan menelan pil sianida.
Saat itu Hyun-hui baru 25 tahun. Dia muda, cantik, dan pintar. Sejak masih sekolah, gadis itu
memang dikenal pintar dan aktif di banyak kegiatan. Ayahnya seorang diplomat Korea Utara.
Setiap detik, dari saat naik pesawat, meninggalkan bom di kabin, hingga turun dari pesawat
di Dubai, aku merasa grogi, Hyun-hui menuturkan kepada ABC tiga tahun lalu.

Dinas Intelijen Korea Utara merekrut Hyun-hui saat dia masih remaja. Suatu hari ada sedan
hitam datang ke sekolahku. Mereka dari Partai dan mengatakan bahwa aku telah terpilih,
kata Hyun-hui. Dia hanya diberi waktu semalam untuk berkemas. Selama beberapa tahun,
gadis itu ditempa jadi intel. Dia dilatih bela diri, menembak, merakit bom, dan membunuh
serta belajar rupa-rupa bahasa dan teknik-teknik intelijen.

Hingga tibalah saat itu. Perintah pengeboman pesawat maskapai Korea Selatan itu, kata
Hyun-hui, datang langsung dari Kim Jong-il, saat itu putra mahkota di Pyongyang.
Tujuannya adalah menggagalkan Olimpiade 1988 di Seoul. Hyun-hui bersama Seung-il
terbang dari Pyongyang ke Budapest, Rumania. Di sana mereka mendapatkan paspor Jepang
palsu.

Sebelum menuju Bagdad, keduanya berpura-pura sebagai ayah dan anak yang tengah
berwisata keliling Eropa. Kami berdua yakin misi akan berhasil. Kami tahu bagaimana kerja
bandara, kata Hyun-hui. Setelah turun dari pesawat di Dubai, mestinya mereka pulang ke
Korea Utara lewat Yordania dan Roma, Italia. Tapi, lantaran bermasalah dengan paspor,
Hyun-hui dan Seung-il belok arah ke Bahrain. Gara-gara urusan paspor itu pula, jejak mereka
terendus.

Saat posisi mereka telah terkepung, Seung-il berkata kepada Hyun-hui bahwa sudah
waktunya bagi mereka untuk memakai pil sianida. Yang menanti kita di depan adalah
interogasi dan pasti kematian. Aku sudah hidup lama dan sudah tua. Tapi kamu masih
muda. Sori, Hyun-hui menirukan Seung-sil. Mereka segera menelan pil sianida yang
selalu mereka kantongi ke mana pun pergi. Seung-il mati, tapi nyawa Hyun-hui berhasil
ditarik kembali. Sempat divonis hukuman mati, Hyun-hui diampuni oleh Presiden Roh Tae-
woo.

Hyun-hui dan Kim Shin-jo adalah satu di antara sedikit intel dan prajurit Korea Utara yang
tertangkap dan diampuni. Wajah mereka banyak dikenal di Korea Selatan. Lain dengan Kim
Dong-sik, 54 tahun, bukan nama sebenarnya. Dia bersedia diwawancarai oleh New York
Times dengan syarat nama dan wajahnya disembunyikan.

Dong-sik pernah jadi pahlawan di Korea Utara. Pada akhir 1990, pemerintah Korea Utara
menganugerahkan medali Pahlawan Republik, penghargaan tertinggi di negeri itu, kepada
Dong-sik. Ia dan seorang temannya berjasa besar lantaran berhasil membawa pulang Lee
Sun-sil dari Korea Selatan. Sun-sil, yang belasan tahun menyusup ke Korea Selatan,
merupakan pejabat tinggi Partai Pekerja Korea dan intel senior BRG.

Tapi senasib dengan Hyun-hui dan Shin-jo, kini Dong-sik diberi stempel pengkhianat oleh
Pyongyang setelah dia gagal dan tertangkap dalam misi berikutnya. Pada Oktober 1995,
Dong-sik bersama temannya menyeberangi perbatasan dari Utara. Berhari-hari mereka
menyusuri daerah Pegunungan Buyeo. Misi mereka adalah membawa pulang ke Pyongyang
intel senior dari Utara yang sudah belasan tahun menyusup di Korea Selatan.
Dong-sik tak tahu bahwa intel yang hendak dia jemput sudah ditangkap oleh intel-intel Korea
Selatan. Di tempat yang dijanjikan, bukan seniornya itu yang menunggu, melainkan agen
kontra-intelijen dari Seoul. Angkat tangan, salah satu intel Korea Selatan berteriak sembari
menodongkan pistol. Dong-sik menimbang-nimbang apakah dia harus menelan pil sianida di
mulutnya atau mencabut pistol dan melawan. Dia dan temannya memilih jalan kedua. Dong-
sik tertangkap, temannya mati diterjang peluru.

Aku tak senang masih tetap hidup karena aku tahu keluargaku di Korea Utara akan
menderita lantaran aku memilih bertahan hidup, kata Dong-sik. Di utara perbatasan, Dong-
sik meninggalkan seorang istri dan anak perempuan. Orang tua dan saudara-saudaranya juga
masih tinggal di sana.

Setelah mempertaruhkan nyawa demi negaranya, Hyun-hui, Shin-jo, juga Dong-sik, tak tahu
persis apa hukuman yang dijatuhkan rezim Pyongyang terhadap keluarga mereka di
kampung halaman. Hukuman lantaran mereka tertangkap saat menjalankan tugas negara.

Pasukan Pembunuh dari Utara


Selasa, 21 Februari 2017

Ko Yong-suk punya semua alasan untuk ketakutan dan enggan berbicara kepada wartawan.
Yong-suk bersama suaminya, Ri Gang, lari dari tanah kelahirannya, Korea Utara. Sudah
hampir 20 tahun mereka bersembunyi di Amerika Serikat, negara musuh bebuyutan negeri
asalnya.

Yong-suk bukan sembarang warga di Pyongyang, jantung kekuasaan Korea Utara. Saudara
kandung Yong-suk, Ko Yong-hui, merupakan ibu kandung pemimpin tertinggi Korea Utara
saat ini, Kim Jong-un. Yong-hui dan Yong-suk berasal dari keluarga jelata. Tapi nasib mereka
berubah sangat cepat setelah Yong-hui menarik perhatian Kim Jong-il, calon ahli waris
kekuasaan di Pyongyang, pada awal 1970-an.

Tak hanya berstatus bibi, Yong-suk lumayan dekat dengan Jong-un. Saat Jong-un bersekolah
di Swiss, Yong-suk-lah yang menemani dan mengasuhnya. Putra pertamanya juga seumuran
dengan Jong-un. Dulu dua anak ini teman sepermainan. Akulah yang mengganti popok
kedua anak itu, kata Yong-suk, kepada Washington Post pertengahan 2016, diiringi tawa
berderai.

Setelah belasan tahun tinggal di Amerika, akhirnya Yong-suk mau bicara dengan wartawan
Washington Post. Tapi dia pasang banyak syarat demi alasan keamanan. Dia tak mau difoto,
tak bersedia mengungkapkan nama yang dia pakai di Amerika, juga meminta kota tempat dia
tinggal tak ditulis.

Yong-suk terbang dari Pyongyang ke Kota Bern, Swiss, bersama Kim Jong-chul, kakak Jong-
un, pada 1992. Empat tahun kemudian, Jong-un menyusul. Mereka berdua bersekolah di
Schule Liebefeld Steinhoelzli. Sehari-hari, Yong-suk-lah yang mengurus semua keperluan
dua bocah itu.

Yong-suk pulalah yang menemani anak-anak penguasa Korea Utara ini piknik ke pelbagai
tempat di Eropa. Dia bukan tukang berulah, tapi Jong-un memang bukan anak yang sabar.
Dia juga sulit bertoleransi, kata Yong-suk soal keponakannya, Kim Jong-un. Ketika semua
orang di sekeliling selalu tunduk dan membungkuk, Yong-suk memaklumi, seorang bocah
akan sulit tumbuh dengan normal.

Pada 1998, Yong-suk mendengar kabar bahwa saudaranya, Ko Yong-hui, terkena kanker
stadium lanjut. Peluang Yong-hui untuk pulih sangat kecil. Tinggal di negara seperti Korea
Utara dan sebagai saudara yang pasang-surut hidupnya banyak bergantung pada pengaruh
Yong-hui, keluarga Yong-suk mulai cemas dengan nasib mereka jika sang kakak benar-benar
meninggal.

Suatu siang, Yong-suk bersama suami dan dua anak mereka naik taksi menuju kantor
Kedutaan Amerika di Swiss. Kepada petugas, mereka menyampaikan bahwa mereka keluarga
diplomat Korea Utara dan berniat minta suaka. Setelah melewati proses lumayan panjang,
keluarga Yong-suk mendarat di Amerika Serikat. Bagi Dinas Intelijen Amerika (CIA),
keluarga Yong-suk merupakan aset sangat berharga. Sangat langka ada pembelot dari
lingkaran kekuasaan paling dalam di Pyongyang.

Setelah sempat terseok-seok beradaptasi dengan kehidupan di Amerika yang sangat jauh beda
dari negaranya, kini keluarga Yong-suk hidup lumayan makmur. Dua anak pasangan Yong-
suk-Ri Gang sudah lulus kuliah dan punya pekerjaan mapan. Aku pikir kami sudah
mencapai mimpi Amerika, Ri Gang terbahak.

Kendati sudah hidup enak di Amerika, mereka berdua masih sangat berhati-hati jika bicara
soal Pyongyang, terutama mengenai Marshal Kim Jong-un, panggilan mereka untuk sang
keponakan. Mereka sangat paham bagaimana nasib orang-orang yang bicara jelek soal Jong-
un atau dilabeli musuh oleh penguasa Pyongyang.

Ada banyak contoh bagaimana nasib orang-orang yang membuat penguasa Pyongyang tidak
senang. Bertahun-tahun lalu, Park Sang-hak merupakan bagian dari kelas elite di Korea
Utara. Ayahnya seorang pejabat tinggi di Dinas Intelijen Korea Utara. Mereka tinggal di
apartemen lumayan besar di Pyongyang.

Sehari-hari ayahnya mengendarai sedan Mercedes-Benz, sementara Sang-hak yang masih


kuliah punya sepeda motor Honda. Keduanya barang langka di negeri komunis tersebut.
Lulus kuliah, Sang-hak tak perlu susah-susah cari pekerjaan. Berkat pengaruh ayahnya, dia
langsung mendapat jabatan di Departemen Propaganda. Tugasnya, menyebarkan puja-puji
untuk Kim Il-sung dan keturunannya.

Bagi warga Korea Utara, Kim Il-sung sudah seperti melampaui Tuhan, kata Sang-hak,
dikutip San Francisco Chronicle. Semua kemewahan itu kontan sirna saat suatu hari datang
pesan dari ayahnya yang tengah bertugas di Hong Kong. Ayahnya berpesan supaya Sang-hak,
ibunya, dan adik-adiknya segera berkemas dan lari dari Korea Utara. Rupanya beberapa
teman ayahnya ditangkap dan disiksa. Setelah lewat perjalanan berliku, Sang-hak dan
keluarganya berkumpul di Korea Selatan sebagai pelarian.

Sekarang Sang-hak jadi musuh bebuyutan rezim Korea Utara. Bersama sesama pelarian di
Selatan, Sang-hak rutin menerbangkan balon yang mengangkut propaganda anti-Pyongyang
ke Korea Utara. Berkali-kali Pyongyang melontarkan ancaman kepada Sang-hak dan teman-
temannya. Dan ancaman itu bukan gertakan belaka.
Lima tahun lalu, seorang mantan prajurit komando Korea Utara berusaha membunuhnya
dengan jarum beracun dan pistol yang bentuknya menyerupai senter. Tapi rencana
pembunuhan itu keburu terendus Dinas Intelijen Korea Selatan. Aku belum pernah melihat
senjata seperti ini, ujar seorang petugas yang menyelidiki kasus tersebut kepada CNN,
menunjuk senjata senter itu. Ada tiga peluru yang siap ditembakkan dalam senter itu.

Ada darah yang sama mengalir dalam tubuh mereka. Sang kakek, Kim Il-sung; sang ayah,
Kim Jong-il; dan sang cucu sekaligus penguasa Korea Utara hari ini, Kim Jong-un.

Pada Oktober 1983, Kim Il-sung, pemimpin revolusi dan pemimpin tertinggi Korea Utara,
mengirim sekelompok prajuritnya ke Rangoon, Myanmar. Di antara serdadu ini adalah Kang
Min-chul, prajurit dari kesatuan elite Kang Chang-su. Bersama dua temannya, Kim Jin-su
dan Shin Ki-chul, Min-chul memasang bom di langit-langit Mausoleum Martir.

Jika semuanya sesuai dengan rencana, pada 9 Oktober, Presiden Korea Selatan Chun Doo-
hwan bersama rombongan akan melawat ke Rangoon dan menaruh karangan bunga di
Mausoleum Martir sebagai penghormatan kepada para pendiri Myanmar. Rencana tinggal
rencana. Presiden Chun datang telat. Tapi Min-chul, yang mendengar bunyi tetabuhan dari
kejauhan, menyangka Presiden Chun telah tiba di Mausoleum dan mengaktifkan detonator
dari jauh.

Bummm. Hari itu 21 orang tewas di Mausoleum Martir, termasuk empat Menteri Korea
Selatan. Shin Ki-chul tewas ditembak polisi Myanmar dalam pelarian. Jin-su dan Min-chul
tertangkap. Pengadilan Myanmar memerintahkan hukuman mati untuk Kim Jin-su.

Nyawa Min-chul terselamatkan, tapi sebagai gantinya, dia harus membeberkan semua detail
operasi rencana pembunuhan Presiden Chun. Tapi Pyongyang menyanggah semua keterangan
Min-chul. Hingga meninggal di Penjara Insein, Myanmar, pada Mei 2008, tak ada satu pun
pejabat dari Korea Utara pernah datang mengunjungi Kang Min-chul.

Operasi rahasia di Rangoon bukanlah pertama kalinya Pyongyang mengirim prajuritnya


untuk membunuh Presiden Korea Selatan. Di tengah dingin menggigit tulang menjelang
tengah malam pada pertengahan Januari 1968, Letnan Kim Shin-jo bersama 30 prajurit
komando dari kesatuan elite Unit 124, Korea Utara, menyusup perbatasan Korea Selatan
dengan menempuh ladang ranjau darat.

Tugas dari pemimpin mereka, Kim Il-sung, hanya satu: bunuh Presiden Korea Selatan Park
Chung-hee. Perintah untukku sangat jelas: Gunakan senapanmu. Tembak dia, kata Shin-jo
kepada New York Times beberapa tahun lalu.

Operasi pembunuhan Presiden Park, menurut Letnan Shin-jo, sudah direncanakan sangat
matang. Seluruh prajurit yang dikirim ke Selatan sudah berlatih selama berbulan-bulan.
Mereka juga sudah menguasai jalur-jalur tikus di pegunungan menuju Ibu Kota Seoul dan
punya gambar sangat detail Blue House atau Istana Biru, kediaman resmi Presiden Park.

Para aktivis Korea Selatan melepaskan balon udara yang mengangkut materi propaganda
anti-rezim Korea Utara.
Foto: dok. Getty Images
Supaya rencana operasi tak bocor, mereka semua menyamar sebagai prajurit Divisi Infanteri
Ke-26 Korea Selatan. Setiap orang yang ditemui di jalan dan bisa membocorkan rahasia,
komandan mereka memberi titah, tembak saja tanpa ragu. Seandainya ada di antara mereka
yang tertangkap, menurut Shin-jo, mereka juga telah dilatih cara untuk mengakhiri hidup
sendiri.

Menjelang tengah malam pada 21 Januari 1968, pecah baku tembak di depan Rumah Biru.
Dari 31 prajurit Unit 124, hanya dua orang yang selamat. Shin-jo menyerah setelah
terkepung, satu temannya, Park Jae-kyung, berhasil lolos dan menyeberang kembali ke Utara.

Aku masih muda, bujangan, dan ingin hidup lama, Shin-jo menjelaskan alasannya mengapa
pilih menyerah ketimbang bunuh diri. Setelah sempat beberapa tahun ditahan, pemerintah
Korea Selatan mengampuni dosa Shin-jo.

Teka-teki Siti Aisyah


Selasa, 21 Februari 2017

Hari masih pagi, belum benar-benar beranjak siang di Terminal 2 Bandara Internasional
Kuala Lumpur, Malaysia. Jam di dinding menunjukkan pukul 08.20 Senin pekan lalu.
Kamera bandara merekam seorang laki-laki berkepala plontos dengan ransel hitam
terselempang di pundak tengah berdiri tak jauh dari kedai kopi Starbucks dan restoran Puffy
Buffy. Ada banyak orang di sekelilingnya.

Tiba-tiba dari belakang, seorang perempuan mengenakan kaus putih berlengan panjang dan
rok pendek menghampiri dan membekapkan kain ke muka laki-laki itu. Satu perempuan lagi,
menurut Fadzil Ahmad, Kepala Departemen Investigasi Kriminal Kepolisian Selangor,
berdiri di depan laki-laki itu untuk mengalihkan perhatiannya.

Hanya dalam hitungan detik, bekapan kain itu menunjukkan efeknya. Laki-laki itu melapor
kepada petugas telah disemprot sesuatu dan dibekap seorang perempuan. Dia mulai
kliyengan. Petugas keamanan bandara segera membawanya ke Klinik Menara di kompleks
bandara. Tapi laki-laki itu masih merasa kurang enak badan, kata Fadzil kepada Reuters.
Dia buru-buru dilarikan ke Rumah Sakit Putrajaya. Tapi nyawanya tak tertolong.

Laki-laki itu memegang tiket pesawat AirAsia dari Kuala Lumpur menuju Makau, Cina.
Nama yang tertera, Kim Chol, dan lahir pada 10 Juni 1970. Belakangan, setelah
mencocokkan sidik jarinya, Dinas Intelijen Korea Selatan memastikan bahwa dia adalah Kim
Jong-nam, kakak tiri Kim Jong-un, pemimpin tertinggi Korea Utara. Jong-nam, yang sejak
hampir lima belas tahun tinggal di Makau, lahir pada 10 Mei 1971. Ayahnya, Kim Jong-il,
pemimpin tertinggi Korea Utara, meninggal lima tahun lalu. Jong-nam tiba di Kuala Lumpur
dari Makau pada 6 Februari lalu.

Kepolisian Malaysia telah menangkap empat tersangka. Dua perempuan terekam dalam
kamera bandara, Doan Thi Huong, 28 tahun, warga Vietnam, dan Siti Aisyah, 25 tahun,
warga Indonesia kelahiran Serang, Banten. Dua orang lagi, Muhammad Farid bin Jalaluddin,
26 tahun, warga Malaysia teman dekat Aisyah, dan Ri Jong-chol, warga Korea Utara.
Masih ada empat orang tersangka lagi, semuanya warga Korea Utara, yang diburu Kepolisian
Malaysia. Mereka adalah Ri Ji-hyon, 33 tahun, Hong Song-hac (34), O Jong-gil (55), dan Ri
Jae-nam (57). Keempat orang ini telah meninggalkan Kuala Lumpur menuju Dubai, Uni
Emirat Arab, lewat Jakarta, pada hari kematian Jong-nam. Dari Dubai, mereka terbang lagi ke
Vladivostok, Rusia, sebelum tiba kembali di Pyongyang, Korea Utara, pada hari Jumat, 17
Februari, empat hari setelah Jong-nam terbunuh.

Sumber di Kepolisian Malaysia, kepada Channel News Asia, mengatakan keempat orang ini
tiba di Malaysia antara 31 Januari dan 7 Februari lalu. Dia menduga empat orang inilah yang
merekrut Aisyah dan Doan Thi Huong. Merekalah yang merencanakan pembunuhan ini,
kata polisi itu.

Di rumahnya di kampung Rancasumur, Pabuaran, Serang, Banten, Asria dan istrinya, Benah,
tak bisa tenang setelah menyimak berita pembunuhan Kim Jong-nam di Bandara Kuala
Lumpur, Malaysia, Senin pagi pekan lalu. Apalagi mendengar salah satu tersangka adalah
seorang perempuan asal Serang, Banten. Mereka teringat Siti Aisyah, putri bungsunya, yang
bekerja di Malaysia.

Benah mencoba menghubungi Aisyah beberapa kali, tapi ponselnya tak aktif. Pada dini hari
dua hari kemudian, Aisyah menelepon ibunya. Telepon baru diangkat, di seberang terdengar
tangisan putrinya. Aisyah mengaku ditangkap Polisi Diraja Malaysia. Benah ikut berurai air
mata.

Benah bertanya apakah putrinya benar terlibat pembunuhan Jong-nam seperti di berita-berita.
"Iya, Eneng (sapaan Aisyah) ditangkap. Pokoknya Emak jangan khawatir. Eneng kan nggak
bersalah. Nggak tahu salah tangkap atau bagaimana. Semoga cepat keluar," Benah kepada
detikX menirukan kata-kata Aisyah. Sejak telepon singkat itu, tak ada lagi kabar dari Aisyah.
Sejak hari itu, tak ada makanan yang terasa enak di lidah Benah dan Asria.

Bapak mah tidur sebentar, Ibu mah kebangun terus. Kepikiran Eneng, ujar Benah. Dia dan
suaminya masih tak percaya Aisyah terlibat dalam pembunuhan kakak tiri pemimpin Korea
Utara itu. Saya minta tolong, Bapak Presiden Jokowi dan Pak Jusuf Kalla, anak Ibu nggak
bersalah, tolong dibebasin.

Sehari sebelum Aisyah ditangkap, dia sempat menghubungi Iqbal, 23 tahun, keponakannya,
lewat video call. Kepada Iqbal, Aisyah mengaku tengah sakit dan berada di salah satu
apartemen. Ia berjanji akan pulang ke Serang pada 24 Februari 2017. Tapi Aisyah malah
meringkuk di sel tahanan polisi. Dia ditangkap polisi di Hotel Flamingo By The Lake,
kawasan Ampang, Selangor, Kamis, 16 Februari, pukul 02.00 waktu setempat.

Kepada Iqbal, Aisyah menuturkan sedang terlibat dalam pembuatan acara reality show.
Aisyah berperan mengisengi orang. Dia mendapat honor Rp 2-3 juta. Iqbal tak tahu persis
acara apa yang dimaksudkan Aisyah. Dia juga tak tahu apa perusahaan yang mempekerjakan
bibinya itu. Aisyah mengatakan produser program acara itu melarangnya mengetahui hasil
syuting. "Kata produsernya, ngapain kamu lihat. Kalau kamu lihat, juga sia-sia, Iqbal
menirukan Aisyah.

Bagaimana Aisyah bisa terjerat dalam teka-teki pembunuhan Jong-nam masih remang-
remang. Aisyah pernah menikah dengan Gunawan Hasyim dan punya satu orang anak di
kawasan Tambora, Jakarta. Tapi dia telah bercerai dengan sang suami. Menurut mertuanya,
Lian Kiong, Aisyah masih sering datang menjenguk anaknya. Kita ikuti perkembangan hasil
investigasi yang sedang berjalan, kata juru bicara Kepolisian RI, Irjen Boy Rafli Amar.

Benah juga tak banyak tahu soal pekerjaan Aisyah di Malaysia. Dari akun Facebook Aisyah
yang memakai nama Ar Shanty Febrinna, wanita kelahiran 11 Februari 1992 ini menuliskan
lulusan SMA Negeri 1 Serang dan sempat bekerja di PT Nikomas Gemilang, Cikande,
Serang, Banten. Menurut Benah, anaknya memang bisa bercakap bahasa Inggris dan Korea,
tapi ia tak tahu belajar dari mana. Tapi, kata mertuanya, Aisyah tak bisa berbahasa Inggris
dan Korea. Apalagi dia hanya lulus sekolah dasar.

Joseph Doan, kakak Doan Thi Huong, mengatakan adiknya itu merantau sejak umur 18
tahun. Thi Huong jarang sekali pulang ke rumahnya di Kampung Nghia Hung, Provinsi Nam
Dinh. Dan kalaupun pulang, kata Joseph kepada Reuters, tak pernah memberi tahu
sebelumnya. Dia, ayahnya, juga para tetangga, tak percaya gadis itu jadi pembunuh Jong-
nam.

Putriku orang yang sangat lembut, tak mungkin bisa membunuh orang, kata Doan Van
Thanh, ayahnya, kepada Bangkok Post. Setahu Van Thanh, anaknya bekerja di Hanoi, bukan
di Kuala Lumpur. Tapi dia tak tahu apa pekerjaan putrinya. Thi Huong sempat mudik saat
Tahun Baru Cina lalu. Dan tak ada yang tampak beda saat itu.

Aisyah, kata seorang staf Kedutaan Indonesia di Malaysia, masuk ke negeri jiran itu pada 2
Februari lalu. Inspektur Jenderal Noor Rashid Ibrahim, Wakil Kepala Kepolisian Diraja
Malaysia, mengatakan Aisyah terbang dari Batam. Sedangkan Thi Huong mendarat di
Malaysia dua hari kemudian. Di Malaysia, Aisyah bekerja sebagai terapis spa, sementara Thi
Huong bekerja sebagai karyawan tempat hiburan.

Harian berbahasa Mandarin di Kuala Lumpur, China Press, menulis Thi Huong dan Aisyah
sempat tinggal di Cina selama tiga bulan. Menurut koran itu, di sanalah dua perempuan ini
direkrut intel Korea Utara untuk acara reality show. Di sana pula konon mereka berlatih
membekap orang untuk acara pura-pura tersebut. Benarkah?

Sudah lama Korea Utara bukan lagi rumah bagi Kim Jong-nam. Dia lebih banyak
menghabiskan waktu di Makau, kota kasino di Cina. Dia sering terlihat makan dan minum-
minum di restoran Makau dan berjudi, harian South China Morning Post menulis sepuluh
tahun lalu.

Salah satu tempat hiburan malam yang jadi langganan Jong-nam adalah klub malam di Hotel
Lisbon. Menurut sejumlah sumber yang dikutip koran itu, sehari-hari Jong-nam bepergian
dengan naik taksi. Tak ada pengawal yang menyertai. Jong-nam tampak menikmati betul
hidup bebas di Makau. Kadang dia tampak di Makau, kadang beredar di Singapura atau Paris,
pernah pula dia bersantai di Jakarta.

Jong-nam pernah mengatakan dia lebih bahagia di Makau ketimbang di kampung


halamannya, ujar seorang sumber. Walaupun tak punya pekerjaan yang jelas, menurut
teman-temannya, Jong-nam tak pernah kekurangan uang. Jong-nam sendiri juga bukan tipe
orang yang hidup bermewah-mewah. Seleranya sangat merakyat. Kadang malam-malam
dia berhenti di tengah jalan dan nongkrong di pinggir jalan.
Sebagai putra sulung Kim Jong-il, dulu Jong-nam pernah digadang-gadang akan jadi penerus
rezim. Pada awal 2000-an, dia sudah menempati sejumlah posisi strategis di Pyongyang.
Tapi, setelah tertangkap memakai paspor palsu saat mendarat di Bandara Narita, Jepang, pada
Mei 2001, Jong-nam tersingkir dari garis takhta Pyongyang. Insiden itu membuat malu
ayahnya. Gara-gara kejadian itu, Kim Jong-il membatalkan kunjungannya ke Cina.

Kepada Chosun Ilbo beberapa waktu lalu, Jong-nam mengatakan tak lagi jadi favorit ayahnya
setelah pulang dari sekolah di Swiss. Sikapku makin jauh dari ayahku. Aku menghendaki
reformasi dan keterbukaan pasar, kata Jong-nam. Tak hanya makin jauh dari sang ayah,
hubungannya dengan adik tiri, Kim Jong-un, juga makin renggang. Apalagi setelah Jong-nam
berkali-kali melontarkan kritik kepada penguasa Pyongyang.

Salah satu kritiknya adalah soal kekuasaan turun-temurun Dinasti Kim di Korea Utara.
Suksesi model dinasti ini jadi lelucon di dunia luar, kata Jong-nam. Dia juga punya ramalan
untuk nasib Kim Jong-un, adik tiri yang menggantikannya sebagai penerus waris rezim Kim.
Kekuasaan Kim Jong-un tak akan berumur panjang. Dalam bukunya yang ditulis oleh
wartawan Jepang, Yoji Gomi, Jong-nam kembali mengkritik adik tirinya.

Kepada wartawan BBC empat tahun lalu, Yoji mengatakan keyakinannya bahwa buku itu tak
akan membahayakan hidup Jong-nam. Menurut teman-temanku, dia tinggal di Makau dan
baik-baik saja, kata Yoji. Tapi menurut seorang teman sekolah Jong-nam di Swiss, Anthony
Sahakian, beberapa tahun belakangan, sebenarnya Jong-nam mulai cemas dengan nyawanya.

Dia ketakutan dan dia jelas khawatir, kata Sahakian kepada Guardian beberapa hari lalu.
Padahal, kata dia, Jong-nam bukan ancaman bagi penguasa Pyongyang. Dia tak pernah
tertarik pada kekuasaan. Entah Kim Jong-un atau bukan yang memerintahkan pembunuhan,
tapi kini kekhawatiran Jong-nam terbukti.

Agar Adil Menikmati Setrum

Senin 20 Feb 2017, 12:17 WIB Listrik sudah menjadi kebutuhan pokok manusia.
Bukan hanya gedung besar dan rumah mewah, masyarakat kecil pun butuh
listrik.

Angka konsumsi listrik nasional pada 2016 baru mencapai 910 kWh per kapita
(catatan Dewan Energi Nasional, November 2016). Angka ini masih kecil
dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura.
Daya beli masyarakat untuk berlangganan listrik tidak sama.
Pemerintah masih memberikan subsidi listrik sebesar Rp 49,3 triliun
kepada 45,8 juta konsumen rumah tangga. Subsidi ini terbagi untuk
tipe 900 VA sebesar Rp 26,6 triliun buat 22,7 juta pelanggan dan tipe
450 VA untuk 23,1 juta pelanggan.

Tapi jumlah penduduk miskin yang mendapat subsidi 900 VA tidak


sesuai dengan data Kementerian Sosial. Data ini menyebutkan terdapat
25,7 juta rumah tangga miskin. Namun hanya 4,1 juta yang
berlangganan listrik 900 VA.

Pada Januari hingga Maret 2016, Tim Nasional Percepatan


Penanggulangan Kemiskinan mendata pelanggan listrik 900 VA di
seluruh Indonesia. Mereka masuk ke pelosok desa untuk memastikan
berapa rumah tangga yang layak disubsidi.

Pada 22 September 2016, Komisi VII DPR menyetujui pengalihan subsidi listrik
900 VA terhadap rumah tangga yang ekonominya mampu dengan data akurat.
Karena subsidi justru dinikmati oleh yang tidak berhak.

Penyesuaian tarif ini akan diterapkan pada 18,94 juta rumah tangga
atau sekitar 82,2 persen dari 23 juta rumah tangga pelanggan berdaya
900 VA terhitung mulai 1 Januari 2017.
Saat ini tagihan listrik bagi pengguna daya 900 VA sebesar Rp 74.470 per bulan
dianggap masih jauh dari harga keekonomiannya sebesar Rp 185.790. Sehingga
pemerintah masih perlu menyubsidi tagihan listrik 23,04 juta pelanggan sebesar
Rp 111.320 per bulannya. Angka inilah yang tetap dipertahankan bagi yang
berhak. Agar listrik tetap adil.

Fitnah Pun Jadilah


Jumat, 17 Februari 2017

Harvey LeRoy Lee Atwater adalah tokoh kontroversial dalam sejarah politik Amerika
Serikat. Atwater dikenal sebagai konsultan politik ulung, tukang pelintir yang sangat jago,
dan lihai bikin intrik. Bagi Lee Atwater, tak ada yang tak halal dalam politik.

Aku memang bukan penemu kampanye negatif, tapi aku salah satu yang paling bersemangat
mempraktekkannya, Lee mengakui kepada CNN menjelang akhir hayatnya. Dia seorang
manipulator, seorang teman kuliahnya, dikutip Washington Post, mengenang.

Lee Atwater mati muda. Dia meninggal saat usianya baru 40 tahun lantaran kanker otak.
Sebelum meninggal, dia sempat meminta maaf kepada beberapa mantan lawan politiknya
yang pernah dia hajar habis-habisan dalam kampanye.

Dua Presiden Amerika dari kubu Republiken, Ronald Reagan dan George H.W. Bush,
berutang banyak kepada Lee Atwater. Walaupun pernah menjabat Wakil Presiden Amerika
selama dua periode, dalam pemilihan presiden pada 1988, Bush berada dalam posisi
underdog. Opini publik bahkan menunjukkan dukungan lebih besar kepada lawannya,
Gubernur Negara Bagian Massachusetts Michael Dukakis. Atwater, yang ditunjuk sebagai
manajer kampanye Bush, merancang taktik kampanye yang bisa dibilang kotor. Pria
kelahiran 1951 itu memproduksi iklan televisi menggambarkan posisi Bush dan Dukakis
menyikapi kejahatan.

Lewat iklan itu digambarkan Bush sebagai orang yang pro-hukuman mati, sementara Dukakis
adalah anti-hukuman mati. Dukakis disebutkan mendukung program yang membolehkan
tahanan keluar dari penjara saat akhir pekan atau felon furlough program.

Atwater sengaja memasang Willie Horton, seorang terpidana seumur hidup, sebagai bintang
iklan. Pria kulit hitam ini disebut melakukan kejahatan saat menikmati liburan akhir pekan
keluar dari penjara. Horton menyerang sepasang kekasih, menikam sang pria dan
memperkosa perempuan itu. Pesan iklan itu sangat gamblang: inilah dosa Dukakis.

Efek iklan Willie Horton itu sangat fenomenal. Iklan pendek ini mampu memainkan emosi
dan ketakutan tidak beralasan warga kulit putih terhadap kulit hitam. Bahkan mampu
menghimpun orang kulit putih untuk berbondong-bondong memilih Bush, lawan Dukakis.
Publik pun mempersepsikan Dukakis sebagai sosok sangat liberal. Bush memenangi
pertarungan dengan selisih dukungan sangat lebar, sekitar 17 persen.

Karier Atwater sebagai konsultan dimulai sejak 1974. Mendampingi senator-senator dari
Partai Republik, termasuk berjasa membawa Ronald Reagan meraih kursi presiden pada
1980. Saat mendampingi Floyd Spence merebut kursi Kongres Amerika, Atwater
menggunakan survei-survei palsu untuk menyerang lawan Spence, Tom Turnipseed.

Dia juga tak sungkan mengirim wartawan palsu untuk mengacaukan konferensi pers
Turnipseed. Lee sepertinya sangat menikmati olok-olok terhadap seorang remaja 16 tahun
yang sedang menjalani terapi depresi, Turnipseed mengenang taktik-taktik kampanye Lee
Atwater untuk memojokkannya.

Karier Atwater terhenti setelah dia divonis mengidap kanker otak dan akhirnya meninggal
pada usia 40 tahun. Atwater, menurut Bush, mempraktekkan seni berpolitik dengan penuh
kegigihan dan kegairahan. Kata Bush kepada New York Times, "Saya sangat bangga
kepadanya, dan bangga bisa kerja bersamanya."

Strategi menyerang lawan politik dengan memanfaatkan isu-isu sektarian, juga dengan
menggoreng isu lama, seperti komunisme, bukan barang asing lagi di negeri ini. Saat
berlangsungnya pemilihan presiden 2014, muncul tabloid Obor Rakyat. Edisi pertama tabloid
ini pada 5-11 Mei 2014 tak tanggung-tanggung, langsung menyerang salah satu kandidat.

Beberapa judul di antaranya Capres Boneka, Jokowi Anak Tionghoa, Putra Cina asal
Solo, Ayah Jokowi adalah Oey Hong Liong, dan Status Perkawinan Ibunda Jokowi
dengan Oey Hong Liong?. Ayah Jokowi adalah Oey Hong Liong, pengusaha Solo yang
ganti nama menjadi Nitimiharjo, tabloid itu menulis. Pemimpin redaksi Obor Rakyat,
Setyardi Budiono, berdalih semua yang ditulis Obor Rakyat adalah fakta-fakta jurnalistik.

Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi mengatakan konsultan-konsultan politik


yang menawarkan atau menggunakan cara-cara fitnah dalam memenangkan kliennya tak
akan bertahan lama. Mayoritas publik, kata Hasan, sudah pandai menilai sebuah fakta atau
fitnah. "Orang yang menggunakan fitnah atau pelintiran akan hancur kredibilitasnya," kata
Hasan kepada detikX pekan lalu.

Padahal, kata Hasan, kepercayaan publik adalah kunci sebuah konsultan politik agar bisa
langgeng. Dia meyakini, dalam waktu dekat sejumlah lembaga survei maupun konsultan
politik akan gulung tikar. "Mereka sudah mengambil posisi tidak menjaga martabat sebagai
konsultan politik dan pollster untuk jangka panjang," ujarnya.

Namun, meski mengharamkan fitnah, Hasan masih mengizinkan pemakaian kampanye


negatif dalam menghadapi kandidat lawan. Memunculkan kampanye negatif sebagai alat
untuk menyerang sah sepanjang isu yang digunakan adalah fakta. "Ibarat belajar bela diri.
Selain diajari bertahan, kita harus bisa menyerang. Ini yang namanya keseimbangan. Kalau
bertahan terus, bisa bonyok kita," kata Hasan.

Direktur Citra Publik Adv-Lingkaran Survei Indonesia Network Ade Mulyana mengatakan
menyerang lawan politik dengan memberi tahu publik sisi negatifnya biasanya lebih efektif
ketimbang mengabarkan program-program positif klien. "Ini memang diperlukan untuk
mengikis suara kandidat lawan," ujar Ade.

Tapi tetap ada rambu-rambu dalam mempublikasikan kasus-kasus tersebut. Paling tidak kasus
tersebut sudah pernah diberitakan oleh media. "Kasusnya sudah lama terkubur, bisa kami
blow up lagi. Rumor atau gosip tidak akan kami gunakan," kata Ade.

Kisah Para Penggoreng Kandidat


Jumat, 17 Februari 2017

Ibarat permainan truf, Yusak Yaluwo adalah kartu mati. Komisi Pemberantasan Korupsi
mengumumkan orang nomor satu di Kabupaten Boven Digoel, Papua, itu sebagai tersangka
dugaan korupsi pada Maret 2010. Padahal saat itu Yusak sedang berjuang agar terpilih
kembali sebagai bupati untuk periode kedua.

Yusak, menurut KPK, terlibat korupsi dana otonomi khusus sebesar Rp 49 miliar. Sebulan
setelah stempel itu turun, petugas komisi antikorupsi datang menjemput dia dan
menjebloskannya ke sel tahanan. Kendati sudah diberi stempel tersangka korupsi, dia tak mau
menyerah begitu saja. Yusak menunjuk Lingkaran Survei Indonesia (LSI), lembaga konsultan
politik milik Denny Januar Aly, untuk membantunya menggelembungkan kembali
peluangnya yang kempis.

Direktur Citra Publik Adv-LSI Network Ade Mulyana mengatakan LSI menerima permintaan
tersebut karena belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap atas Yusak. "Dia punya hak
dan ruang untuk ikut pilkada. Kami hanya bekerja sebagai profesional," ujar Ade kepada
detikX pekan lalu di kantornya di Jakarta.

Bersama tim kampanye pasangan Yusak Yaluwo-Yesaya Merasi, konsultan LSI merancang
program bagaimana mengembalikan Yusak ke kursi nomor satu Boven Digoel tanpa
kehadiran Yusak, yang meringkuk dalam sel tahanan KPK. Status Yusak sebagai tersangka
korupsi ternyata tak mematikan peluangnya.

Dari balik jeruji Rumah Tahanan Cipinang empat bulan setelah ditahan, dia akhirnya
memenangi pertarungan memperebutkan kursi bupati di daerah yang berbatasan langsung
dengan Papua Nugini itu. Bahkan kemudian dilantik saat statusnya sudah terpidana.

"Itu pemilihan yang fenomenal dari sudut pandang kami," kata Ade. Jasa konsultan politik,
menurut dia, makin dibutuhkan di era kontes pemilihan kepala daerah secara langsung.
"Untuk memenangi pilkada, di tangan kiri kandidat harus ada survei, di tangan kanan harus
ada konsultan politik."

Mereka tak hanya membantu merancang strategi kampanye dan menangkis berita-berita
negatif, tapi juga memetakan kekuatan dan dukungan. "Akan terlihat kekuatan tiap kandidat
ada di daerah mana. Misalnya zona hijau kandidat kita unggul di sana, merah lawan yang
unggul, atau abu-abu di mana suara mengambang masih tinggi," ujar Ade.

Tanpa pemetaan tersebut, menurut Ade, ibaratnya masuk ke medan perang dalam kondisi
mata tertutup. Bahkan kekuatan diri sendiri pun tak diketahui. Dari hasil pemetaan itu, baru
bisa diracik kegiatan-kegiatan untuk program pemenangan. "Tiap daerah akan beda
perlakuannya. Jangan sampai program lebih fokus ke daerah hijau. Itu sama saja menggarami
air laut," ujar Ade. Untuk kegiatan pemenangan klien, menurut Ade, biasanya dibentuk tim
yang beranggotakan 20-25 orang. Tim ini lalu dibagi lagi dalam beberapa unit. "Ada yang
khusus mengemas isu, merancang program, dan tim untuk media sosial."

Ketua tim sukses Agus Harimurti Yudhoyono untuk pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017,
Nachrowi Ramli, mengakui pentingnya peran konsultan politik. Agus sendiri merekrut
pengajar filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung, sebagai konsultannya. Menurut
Nachrowi, Rocky bertugas mengarahkan Agus dalam aktivitas politiknya. "Rocky
membentuk Agus untuk posisi yang ideal. Menentukan cara bersosialisasi dengan baik.
Karena ada orang pintar, skill baik, tapi belum tentu pas kalau datang di tempat tertentu," ujar
Nachrowi.

Rocky juga bertugas mengevaluasi proses komunikasi politik Agus ketika turun ke
masyarakat. "Setelah pendekatan, biasanya digelar survei, ada perubahan atau tidak. Kalau
ada perubahan positif, berarti cara itu benar. Jika tidak, artinya ada kekeliruan," kata
Nachrowi. Termasuk soal penggunaan istilah-istilah asing yang acap kali digunakan Agus
pun tak lepas dari pertimbangan sang konsultan. "Kalau dengan high level atau middle level,
pasti pakai bahasa teknis dalam bidang tertentu. Supaya tidak multi-interpretasi, ketika
bertemu dengan grass root, ya pakai bahasa sehari-hari."

Mengapa Rocky yang ditunjuk sebagai konsultan bagi Agus? Nachrowi mengaku tidak punya
jawaban yang tepat. "Mungkin saja karena Mas Agus cocok dengan metode Rocky yang
seorang intelektual," kata Nachrowi.

Di tangan konsultan politik, kartu mati sekalipun bisa disulap supaya hidup dan dipoles
hingga jadi kinclong. Hendri Satrio, konsultan politik dari Kelompok Diskusi dan Kajian
Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), pernah punya pengalaman bagaimana menghidupkan
kartu mati.
Gua pernah nanganin salah satu kandidat dari Sulawesi Selatan. Dia seorang pemberontak
dan bandar judi. Kurang jelek apa? Tapi nyatanya bisa menang, kata Hendri. Reputasi buruk,
menurut Hendri, tak selamanya jadi kartu mati. Buat gua, mendingan diperbincangkan
walaupun negatif daripada nggak dikenal sama sekali.

Terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat jadi bukti bahwa kandidat yang
jadi sumber banyak omongan buruk pun bisa menang. Yang penting bagi kandidat, kata
Hendri, dia jadi sumber omongan banyak orang. Tak jadi masalah jika yang diperbincangkan
itu hal-hal buruk.

Masalah nanti kita spin dari negatif menjadi positif, itu urusan belakang, kata Hendri.
Tugas konsultan politik seperti dia adalah merancang strategi menonjolkan hal-hal baik dan
menutupi cerita-cerita buruk. Memoles yang kelihatan kusam menjadi lebih kinclong dan
menawan.

Pembelaan orang terdekat seperti itu kadang mangkus untuk mengikis cerita negatif. Kasus
perselingkuhan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton misalnya. Dia hampir terjungkal dari
Gedung Putih gara-gara kasus itu. Maaf dari istrinya, Hillary Clinton, kata Hendri, jadi salah
satu yang menyelamatkannya.

Kadang dia menemui calon pemimpin daerah yang punya potensi tapi tak bisa omong.
Seorang kliennya di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, harus bersenam muka setiap kali
hendak berkampanye. Gua ajak teman gua yang jadi penyiar di Jakarta buat ngajarin senam
muka, kata Hendri. Si kandidat ini sebenarnya bisa bicara di depan orang banyak, tapi
kemampuannya bercerita payah. Suka ngelantur ke mana-mana. Untuk calon semacam ini,
Hendri biasanya hanya memberi waktu berpidato singkat saja. Biarkan wakilnya yang bicara
lebih banyak.

Lain lagi cerita soal persiapan debat. Biasanya, kata Hendri, ada banyak sekali orang yang
terlibat, bukan cuma konsultan politik. Selain orang partai, kadang keluarga dan teman-teman
sang calon juga ikut bikin riuh. Yang bikin repot para konsultan, skenario yang sudah dilatih,
di atas panggung debat bisa berubah 180 derajat lantaran si calon lebih mendengarkan
pertimbangan teman atau keluarga.

Sebagai konsultan, kami tidak bisa memaksa harus seperti ini, kata Hendri. Jadi jangan
bayangkan kami ini seperti suami-istri yang selalu nempel terus.

Mereka yang di Balik Layar


Jumat, 17 Februari 2017

Wajahnya terpasang di sampul majalah Forbes edisi pertengahan Desember 2016 dengan
judul This Guy Got Trump Elected. Siapakah orang ini?

Kata orang, dia lahir dengan sendok emas di depan mulutnya. Dia, Jared Corey Kushner, 36
tahun, memang sudah tajir sejak masih orok. Ayahnya, Charles Kushner, adalah pendiri dan
pemilik Kushner Companies, raksasa properti di New York. Paman Jared, Murray Kushner,
juga punya perusahaan properti yang tak kalah besar, Kushner Real Estate Group.
Singkat cerita, Jared tak pernah kenal yang namanya hidup susah. Dia lulus dari Universitas
Harvard dan kabarnya sudah mengantongi keuntungan US$ 20 juta, lebih dari Rp 260 miliar,
saat lulus kuliah berkat investasi properti. Tujuh tahun lalu, pria yang agak pemalu ini
mempersunting Ivanka Trump, gadis cantik dan anak perempuan pengusaha properti yang
juga sama kaya rayanya, Donald Trump. Lengkap sudah hidup Jared Kushner.

Jared bicara pelan, sangat sopan, tampak pemalu, dan selalu menghindar dari kamera
wartawan. Dia sama sekali tak mirip dengan para politikus di Washington, DC, atau Steve
Bannon dan Kellyanne Conway, dua tokoh kunci di tim kampanye Donald Trump, yang
doyan bicara dan gemar disorot kamera. Ada jasa banyak orang di balik kemenangan Donald
Trump yang tak disangka atas Hillary Clinton, tapi konon sang menantu yang pemalu ini
punya andil besar.

Sulit menaksir seberapa besar persisnya peran Jared. Jika Donald Trump adalah CEO
atau kepala eksekutifnya, Jared adalah kepala operasinya, kata Peter Thiel, triliuner dari
Lembah Silikon dan penyokong Trump, kepada Forbes. Di antara sedikit orang di lingkaran
paling dalam Trump, menurut Henry Kissinger, mantan Menteri Luar Negeri Amerika dan
kawan lama Donald Trump, Jared adalah salah satu orang yang selalu didengar pendapatnya.

Aku membantu menghubungkan banyak pihak yang biasanya sulit bertemu, Jared
menjelaskan perannya. Tak seperti Steve dan Kellyanne, yang jadi wajah kampanye Trump,
Jared memang lebih banyak bekerja di balik layar. Dia jarang tampak dalam kampanye, juga
sangat irit bicara kepada wartawan.

Tapi tangan Jared konon ada di mana-mana. Dia yang mengatur tim persiapan debat, dia yang
memerinci setiap jadwal mertuanya, dia merekrut tim sekaligus ikut merancang strategi
kampanye media sosial, Jared pulalah yang memberi stempel atas setiap dolar yang
dibelanjakan oleh tim pemenangan Donald Trump. Pesan mertuanya, kata Jared, sangat jelas:
tidak ada satu dolar pun yang keluar dari kantong mereka sia-sia.

Dia mengelola tim kampanye sama persis dengan caranya menjalankan perusahaan-
perusahaannya. Kami selalu bertanya, di negara bagian mana kami akan memperoleh return
on investment terbaik untuk setiap dolar yang kami belanjakan. Kami berusaha
mengerjakan semuanya semurah mungkin, secepat mungkin. Dan jika cara itu tak berhasil,
kami tak akan ragu membunuhnya secepat mungkin, Jared memaparkan.

Kini, setelah Trump resmi pindah ke Gedung Putih, Jared ikut pula boyongan ke sana. Trump
menunjuk menantunya itu sebagai Penasihat Senior Gedung Putih, posisi yang sangat
strategis di jantung kekuasaan Amerika. Salah satu tugas besar yang dipercayakan Presiden
Trump kepada menantunya itu adalah menciptakan perdamaian di Timur Tengah. Satu
masalah yang tak terselesaikan oleh Presiden-presiden Amerika sebelumnya.

Sepanjang hidupku, aku selalu mendengar bahwa perdamaian di Timur Tengah merupakan
kesepakatan yang paling sulit dicapai, kata Presiden Trump kepada para donatur
kampanyenya, dikutip Politico, beberapa pekan lalu. Selama puluhan tahun, Israel dan
negara-negara Arab bak minyak dan air, yang tak pernah bisa bercampur.

Sembari menunjuk ke arah Jared, Presiden Trump berkata, Jika kamu tak bisa menciptakan
perdamaian di sana, tak ada orang lain yang bisa. Jared sendiri seorang Yahudi dan
pengalamannya dalam diplomasi internasional bisa dibilang nol. Tapi Presiden Trump amat
percaya kepadanya.

Debat bukan segalanya, tapi debat kandidat juga tak bisa dianggap urusan sepele. Bahkan
seorang yang lihai berpidato seperti Barack Obama pun butuh konsultan untuk memermak
penampilannya dalam kampanye.

Malam pada 3 Oktober 2012 di Denver, Colorado, adalah bencana bagi kandidat Presiden
Amerika Serikat, Barack Obama. Di sebuah ruangan, perancang strategi kampanye Obama,
David Axe Axelrod, David Plouffe, dan Joel Benenson duduk lemas. Mereka nyaris tak
percaya menyaksikan tayangan di layar televisi.

Sungguh sulit dipercaya, kata Benenson gemas. Di seberang ruangan, Michael Sheehan,
pelatih debat Demokrat yang punya pengalaman panjang, membanting kertas ke atas meja.
Mengerikan, kata Sheehan, kesal.

Malam itu, untuk pertama kalinya Obama melayani debat langsung melawan kandidat
presiden dari Partai Republik, Mitt Romney. Debat perdana dua kandidat Presiden Amerika di
kampus Universitas Denver tersebut ditayangkan langsung oleh stasiun televisi PBS dan
disaksikan puluhan juta calon pemilih.

Sebelum debat, menurut jajak pendapat, posisi Obama unggul 7 poin, lumayan jauh dari
Romney. Jika semua berjalan mulus, mestinya Obama bisa kembali menjadi penguasa
Gedung Putih. Tapi malam itu angka-angka itu langsung sirna.

Penampilan Obama sungguh mengecewakan. Sepanjang debat, Romney menguasai


panggung, sementara Obama tampak pasif, bahkan ada kesan mengantuk. Jelas dia tampak
kurang fokus dan penuh semangat seperti Mitt Romney, Axelrod kepada majalah New York,
mengakui. Obama seolah-olah seorang murid yang setengah hati menyimak penjelasan
gurunya.

Mungkin inilah debat terbaik Romney. Terburuk bagi Obama, Larry Sabato, Direktur Pusat
Politik Universitas Virginia, menulis di laman Twitter. Seorang anggota tim persiapan debat
Obama, seperti dikutip dalam buku Panic 2012: The Sublime and Terrifying inside Story of
Obama's Final Campaign yang ditulis Michael Hastings, mengungkapkan bagaimana Obama
mendapat dua nasihat buruk dari dua perancang strategi debatnya, Axelrod dan Sheehan.

Sheehan menyarankan supaya Obama selalu menunduk, mencermati catatan saat Romney
berbicara. Tapi mestinya dia tidak menunduk sebanyak itu, kata dia kepada New Republic.
Alih-alih tampak santai dan kalem, Obama justru kelihatan pasif. Nasihat lebih buruk datang
dari Axelrod, sang penasihat senior. Axelrod, menurut anggota tim debat Demokrat, justru
menyarankan supaya Obama berbicara hal-hal besar langsung kepada rakyat Amerika. Saran
ini justru membuat kandidat presiden Partai Demokrat itu tampak tak menginjak bumi.
Kelihatan tak kompeten di depan Romney.

Tiga jam setelah Obama dan Romney turun dari panggung debat, Axelrod, Plouffe, dan
kawan-kawannya masih kebingungan bagaimana menangani bencana tersebut. Teman-
teman, apa yang akan kita lakukan? Ini benar-benar bencana, kata Plouffe, pelan. Jika kita
tak memperbaiki hal ini, we could lose the whole fucking election.
Kegagalan pada debat pertama bukan cuma membuat Obama dan timnya sedikit grogi. First
Lady Michelle Obama juga turut cemas. Jangan khawatir, kamu akan menang di debat
berikutnya, Michelle membesarkan hati sang suami. Menurut Michelle, Romney unggul dari
Obama hanya karena, Dia pintar berbohong.

Tak mau lagi dicundangi Romney, Obama mengubah strategi argumentasinya pada debat
kedua di Hempstead, New York, dua pekan setelah debat pertama. Obama tak akan berada di
posisi bertahan. Namun Obama sadar, dia bukan seorang orator yang agresif. Aku ini orang
yang sopan secara alamiah, kata Obama. Kita harus berusaha mendorongku supaya aku tak
menggigit lidah. Sangat penting bagiku: Aku harus bertarung.

Seorang penasihat debat Obama mengatakan seorang Presiden Amerika diharapkan tetap
tenang dan dingin saat terjadi krisis, tapi bisa juga galak ketika berdebat. Jika Obama tak
ingin kehilangan kursi nomor satu di Gedung Putih, dia harus mengubah gaya debatnya.

Matt Rhoades, manajer kampanye tim Romney, meragukan Obama bisa mengubah gaya adu
argumentasinya dengan cepat. Menjadi orang yang menyebalkan itu bukan keahlian yang
bisa kalian peroleh dalam semalam.... Sementara Mitt Romney sudah melakukannya seumur
hidupnya, kata Rhoades.

Sebagai bekal Obama di atas panggung, Ron Klain, koordinator tim persiapan debat,
memberikan sejumlah poin yang harus diingat: nada bicara harus positif dan menyenangkan,
tunjukkan gairah, pilih kata-kata yang kuat untuk pembukaan dan penutupan, serta jangan
ragu menyerang Romney. Berulang-ulang mereka melatih Obama dengan mencecarnya
menggunakan ratusan pertanyaan yang mungkin dilontarkan kubu seberang.

Fast and hammy, Klain memperingatkan Obama soal nada bicaranya, dikutip Mark
Halperin dan John Heilemann dalam bukunya, Double Down. Punch him in the face, teriak
Karen Dunn, anggota tim debat, supaya Obama menyambar umpan dan menyerang John
Kerry, yang berperan sebagai Mitt Romney, saat latihan. Hasil latihan itu segera terlihat pada
debat kedua pada 16 Oktober 2012 di New York.

Obama dan Romney saling jual pukulan tanpa ragu. Romney menyalahkan Obama yang
dianggapnya gagal mengatasi pengangguran di Amerika. Kebijakan Presiden Obama sudah
diuji selama empat tahun dan gagal menciptakan lapangan pekerjaan, kata Romney, tajam.
Dia menunjuk pada bantuan yang diberikan pemerintah Obama kepada industri otomotif.
Obama segera menyambar serangan Romney.

Apa yang dikatakan Mitt Romney tidak benar. Dia hendak membawa industri itu pada
kebangkrutan tanpa memberikan pilihan lain. Jika hal itu dilakukan, kita bakal kehilangan
jutaan pekerjaan, kata Obama. Sepanjang debat, Obama sigap menangkap umpan dan tak
ragu menyerang balik Romney. Akhirnya, skor 1-1 untuk kedua pihak. Kita akhirnya
menyaksikan, Barack Obama kembali ke Gedung Putih.

Satu Putaran untuk Agus


Kamis, 16 Februari 2017
Layar slide projector di teras posko pemenangan pasangan Gubernur DKI Jakarta nomor urut
1 Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni di Wisma Proklamasi, Jalan Proklamasi Nomor
41, Jakarta Pusat, telah padam. Deretan kursi yang sudah ditata rapi oleh panitia terlihat
kosong. Pesta demokrasi di DKI Jakarta usai lebih cepat bagi tim pemenangan Agus-Sylvi.

Pada Rabu, 15 Februari, sore itu, mestinya layar tersebut menampilkan proses hitung cepat
(quick count) pemilihan Gubernur DKI Jakarta melalui salah satu televisi swasta. Baru lewat
setengah jam hitung cepat dimulai sejak pukul 13.00 WIB, hanya segelintir anggota tim
pemenangan Agus-Sylvi yang meramaikan teras Wisma Proklamasi.

Pasangan ini tak pernah beranjak dari posisi buncit melawan dua kandidat lain. Dua pasangan
calon lawannya, pasangan nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat
(Ahok-Djarot) dan pasangan urut 3 Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi), bertahan
di posisi pertama dan kedua. Angka keduanya terpaut jauh dengan Agus-Sylvi, yang tak
pernah melewati angka 20 persen.

Tak berapa lama, Sylvi datang dengan mobil Mitsubishi Pajero putih dan langsung
melenggang ke dalam ruangan. Satu per satu anggota tim pemenangan menyusulnya, seperti
Ketua Tim Pemenangan Nachrowi Ramli, Vike Veri Ponto, Hinca Pandjaitan, dan Dede
Yusuf. Kita lihat saja, kita lihat situasinya seperti apa, Sylvi menanggapi hasil hitung cepat.

Hasil hitung cepat tak kunjung membaik bagi Agus-Sylvi. Hingga selesai hitung cepat, tiga
lembaga survei menempatkan mereka di posisi terakhir. Masing-masing Lingkaran Survey
Indonesia (LSI) dengan perolehan 16,9 persen, PolMark dengan 18 persen, dan Saiful Mujani
Research and Consulting (SMRC) dengan 16,7 persen. Selesai sudah untuk Agus dan Sylvi.

Baik Ahok-Djarot maupun Anies-Sandi tak mampu menyudahi pemilihan Gubernur Jakarta
dalam satu putaran. Tak ada satu pun yang meraup suara lebih dari separuh. Ahok menduduki
urutan pertama, yakni menurut penghitungan LSI 43,2 persen, PolMark 42,3 persen, dan
versi SMRC 43,2 persen. Anies-Sandi di urutan kedua menurut penghitungan LSI 39,9
persen, PolMark 39,8 persen, dan SMRC 40,1 persen.

Tim Agus-Sylvi tak menyangka suara yang mereka dapatkan tak lebih dari 20 persen. Ketua
tim perekrutan saksi tim pemenangan Agus-Sylvi, Lazarus Simon, mengatakan mereka
mematok target perolehan suara 30 persen di setiap tempat pemungutan suara. Namun, apa
daya, perolehan jauh dari harapan. Kami juga masih heran. Kami masih mau analisis dulu,
sekalipun kami menerima hasilnya seperti kata Mas Agus, ujarnya.

Mereka punya harapan tinggi ketika menutup kampanye di GOR Soemantri Brodjonegoro,
Jakarta Selatan, pada Sabtu, 11 Februari lalu. Menurut pemetaan terakhir, paling tidak
kekuatan terbesar Agus-Sylvi berada di Tebet dan wilayah Jakarta Selatan lainnya. Tapi di
daerah itu suara justru mengalir kepada pasangan Anies-Sandi.

Di beberapa tempat yang mereka kunjungi pun mereka menyangka warganya akan
memberikan suara kepada Agus-Sylvi atau Anies-Sandi. Tetapi justru suara di tempat-tempat
itu malah direbut Ahok-Djarot. Bahkan warga di situ juga heran, kenapa dalam pembicaraan
sehari-hari masyarakat mengatakan akan pilih 1 atau 3, tapi malah pilih 2, ujarnya.

Masa-masa akhir kampanye memang saat yang panas bagi kubu Agus-Sylvi. Dalam
persidangan kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Ahok, sapaan Basuki Tjahaja
Purnama, ketua tim pengacara Ahok, Humphrey Djemat, melemparkan bola panas ke arah
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Humphrey, ada
komunikasi SBY dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin, sekaligus
Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, menjelang pemilihan Gubernur Jakarta.

Dalam persidangan itu, Ahok membeberkan silaturahmi pasangan calon Gubernur DKI Agus-
Sylvi di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada 7 Oktober 2016. Menurut Humphrey,
silaturahmi ini berkaitan dengan permintaan fatwa MUI, lembaga yang diketuai oleh Maruf
Amin, untuk menjerat kliennya dengan kasus penodaan agama.

SBY tentu saja membantah tuduhan Ahok dan Humphrey. Justru ia curiga komunikasinya
tengah disadap tanpa prosedur hukum demi kepentingan politik.

Tudingan terhadap SBY tidak berhenti. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
Antasari Azhar, yang dipidana dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali
Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, menuding SBY turut serta merekayasa kasus yang
menjeratnya. Tudingan ini dilempar Antasari hanya sehari menjelang pencoblosan.

Antasari tak hanya menuduh SBY terlibat dalam rekayasa kasusnya. Antasari mengaku
pernah disambangi oleh pengusaha Hary Tanoesoedibjo, pemilik konglomerasi media Grup
MNC. Dalam pertemuan itu, Hary, kata Antasari, menyampaikan pesan SBY supaya
besannya, Aulia Pohan, tak ditahan. Kala itu komisi antirasuah tersebut memang tengah
memeriksa Aulia, tersangka korupsi di Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia Bank
Indonesia.

Sulit untuk tidak mengatakan bahwa serangan fitnah dan pembunuhan karakter ini terkait
dengan pilkada Jakarta, SBY menjawab tudingan Antasari. Menurut dia, pengakuan Antasari
sangat politis. Ia justru balik menuding, pengakuan Antasari sengaja diarahkan kepadanya
untuk menggembosi suara Agus-Sylvi. Dia menduga pengakuan Antasari ada kaitan dengan
pemberian grasi kepada mantan jaksa itu.

Antasari mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo pada Senin, 23 Januari 2017.
Keputusan presiden yang diteken oleh Presiden Joko Widodo juga mengurangi hukuman
Antasari selama 6 tahun, walaupun Antasari sebenarnya berstatus bebas bersyarat sejak 10
November 2016.

Namun Lazarus Simon tak yakin tudingan Antasari terhadap SBY berpengaruh besar
terhadap dukungan kepada Agus-Sylvi. Jika target timnya adalah 36 persen, tak mungkin
hanya lantaran satu kejadian langsung kehilangan sekitar 20 persen sehingga menyisakan 16
persen saja. Kata-kata SBY tidak ada yang istimewa, tapi kok begitu jauh hilangnya, kata
Lazarus.

Dia menduga pemilih Agus-Sylvi memiliki faktor demografis dan psikologis yang hampir
sama dengan Anies-Sandi. Makanya Agus-Sylvi harus berebut suara dengan Anies-Sandi di
kantong-kantong suara yang sama. Dari 85 persen pemilih muslim, 35 persen di antaranya
itu konservatif. Mereka memilih berdasarkan identitas atau agama, dia menduga.

Apa pun pertimbangan pemilih, peluang Agus ke putaran kedua pemilihan Gubernur DKI
Jakarta praktis sudah tertutup. Pada Rabu malam, Agus resmi mengibarkan bendera putih.
Pada malam itu, seluruh tim pemenangan Agus-Sylvi berkumpul di kediaman SBY, Jalan
Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan.

Tak berselang lama, putra sulung SBY ini menyampaikan pidato kekalahannya. Secara
kesatria dan dengan lapang dada menerima kekalahan saya dalam pemilihan Gubernur DKI
Jakarta, kata Agus.

Berebut Suara Agus


Kamis, 16 Februari 2017

Pada Rabu, 15 Februari, sore kemarin, saat tempat-tempat pemungutan suara di Jakarta masih
sibuk melakukan penghitungan suara, Basuki Tjahaja Purnama datang ke Rumah Lembang.
Inilah rumah tempat tim pemenangan Ahokdia biasa disapabekerja untuk merebut kursi
di Balai Kota Jakarta.

Di depan kerumunan pendukungnya, Ahok dan pasangannya, Djarot Saiful Hidayat, bercerita
bagaimana mereka sempat dipandang sebelah mata. "Kalau kita mengingat 3-4 bulan lalu,
ada lembaga survei yang menyatakan Ahok-Djarot bisa jadi paling buncit, juara III, perolehan
suaranya tidak sampai 20 persen. Bahkan ada lembaga survei yang mengatakan hanya 10
persen, kata Ahok.

Sebagai keturunan Tionghoa dan seorang Nasrani, dia barangkali bukan pilihan populer di
Jakarta. Apalagi berbulan-bulan Ahok terus-menerus ditonjok isu penistaan agama dan gosip-
gosip buruk lain. Tapi, berdasarkan hasil hitung cepat lembaga survei, perolehan suara
pasangan Ahok-Djarot ada di urutan teratas dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.

Hasil hitung cepat Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan pasangan
calon nomor urut 2 Basuki-Djarot jadi pemenang dengan raihan 43,19 persen suara. Disusul
oleh pasangan nomor urut 3 Anies Baswedan-Sandiaga Uno dengan perolehan 40,12 persen
dan di posisi paling buntut ada Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dengan 16,69
persen suara.

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2016 Pasal 36 ayat 2, jika
tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, diadakan pemilihan
putaran kedua. Dus, Ahok-Djarot akan kembali bertarung pada 19 April mendatang. "Hasil
quick count menunjukkan tidak ada pasangan calon yang mendapat suara lebih dari 50
persen, sehingga pilkada DKI Jakarta diprediksi akan berlangsung dua putaran, demikian
siaran pers SMRC.

Menurut pemetaan perolehan suara masing-masing pasangan oleh SMRC, Ahok-Djarot


unggul di tiga wilayah. Di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu, Ahok-Djarot meraup 47,16
persen. Di Jakarta Barat, Ahok unggul dengan 48,51 persen suara. Ahok juga mendapat suara
terbanyak di Jakarta Pusat dengan 45,36 persen suara.

Lawannya nanti di putaran kedua, pasangan Anies-Sandiaga, menang di Jakarta Selatan dan
Jakarta Timur. Untuk Jakarta Timur, pasangan Anies-Sandi meraih 42,76 persen, sedangkan
Ahok-Djarot menguntit di angka 38,99 persen. Di Jakarta Selatan, Anies-Sandi mendominasi
dengan perolehan 45,94 persen, disusul Ahok-Djarot dengan 39,44 persen.
Melihat perolehan suara pada putaran pertama, kubu Anies-Sandi yakin bisa menang pada
putaran kedua, sekalipun pada putaran pertama suaranya masih di bawah pasangan Ahok-
Djarot. Tim pemenangan Anies-Sandi yakin bisa membelokkan suara warga Jakarta yang
diberikan kepada Agus-Sylvi. Insya Allah, bukan cuma pendukung nomor 1, pendukung
nomor 2 juga beralih ke kami semua, ujar M. Taufik, salah satu anggota tim sukses pasangan
Anies-Sandi, kepada detikX.

Prediksi Taufik bukan tanpa alasan. Sebab, bila melihat jumlah kursi partai pendukung Ahok-
Djarot di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI JakartaPartai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Partai Nasional Demokrat, Partai Hanura, dan Partai Golkaryang mencapai 52
kursi atau 49 persen dari total kursi, suara yang didapat Ahok-Djarot lebih kecil dari suara
dukungan ke partai. Artinya, ada suara empat partai itu yang lari ke pasangan calon lain.

Tentu saja membelokkan suara pendukung Agus-Sylvi atau merebut pilihan warga Jakarta tak
segampang omongan Taufik. Sebab, kubu Ahok-Djarot juga tidak hanya ongkang-ongkang
kaki menunggu limpahan suara penyokong Agus-Sylvi. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan
Hasto Kristiyanto, sebagai pendukung utama Ahok-Djarot, mengatakan basis pendukung
Agus-Sylvi yang masuk dalam barisan pendukung pemerintah Joko Widodo, seperti Partai
Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa, akan
diajak bergabung.

"Partai-partai yang mengusung Pak Jokowi-JK merupakan skala prioritas untuk kami ajak
berdialog," ujar Hasto. Sampai sekarang, empat partai pendukung Agus-Sylvi, yakni PAN,
PKB, PPP, dan Partai Demokrat, belum bisa menentukan sikap.

"Saya lagi minta waktu sama kawan-kawan untuk berdiskusi, berbicara karena kita koalisi,
kita bicara dulu langkah-langkah selanjutnya," kata Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Pertemuan untuk menentukan sikap PAN mungkin akan digelar akhir pekan ini. Di situ akan
dibicarakan arah dukungan untuk putaran kedua pilkada Jakarta.

Partai Demokrat pun tampaknya tak ingin buru-buru menentukan akan ke mana melabuhkan
pilihan. "DPP Demokrat hingga kini masih menunggu hasil akhir dari penghitungan manual
dan pleno KPU DKI," kata juru bicara Partai Demokrat, Imelda Sari.

Arsul Sani, Sekretaris Jenderal PPP, dan teman-temannya memilih bersikap pasif. Pimpinan
partai berlambang Kabah ini masih menunggu komunikasi dari tim Ahok-Djarot dan Anies-
Sandi mengenai koalisi di putaran kedua.

PPP posisinya menunggu, bukan yang aktif komunikasi. Jika mereka tidak komunikasi, ya
kami pasif saja," ujar Arsul. Menurut dia, jika Agus-Sylvi benar tersingkir berdasarkan hasil
resmi KPU, PPP akan bertemu dengan tokoh senior partai setelah ada komunikasi dari tim
Ahok-Djarot dan Anies-Sandi mengenai jajak koalisi di putaran kedua pilgub DKI.

Tapi, bila pasangan (bersaing) head to head, mood pemilih mungkin akan berubah, kata
Marbun. Akan ke mana suara Agus-Sylvi masih sulit diramal, sehingga Anies dan Ahok
masih sama-sama berpeluang melaju ke Balai Kota Jakarta. Peran tokoh di belakang layar,
seperti Jokowi, Megawati, Prabowo, dan Susilo Bambang Yudhoyono, Rico memperkirakan,
bakal menjadi penentu kemenangan.
Marbun memprediksi, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono akan
berusaha menyatukan partai pendukung Agus-Sylvi. Dan berharap negosiasi dengan Jokowi-
Megawati serta Prabowo secara grosiran atau gelondongan. Namun, kata Marbun, kubu
Megawati dan PDIP lebih menyukai retail atau eceran dengan jalan bergerilya mendekati satu
demi satu partai-partai pendukung Agus.

Beda tipis perolehan suara Ahok-Djarot dengan lawannya, Anies Sandi, membuat hasil akhir
nanti sulit ditebak. Menurut Rico Marbun dari Media Survei Nasional, suara pendukung
Agus-Sylvi saat ini jadi incaran kubu Ahok dan Anies. Jika melihat suara yang tak memilih
Ahok, yakni gabungan suara Anies-Sandi dan Agus-Sylvi, mood untuk mengganti petahana
Gubernur DKI Jakarta mungkin cukup besar.

Lagi pula, dengan menggaet partai pendukung, belum tentu suara penyokong partai ikut
boyongan. Sebab, berkaca dari gabungan suara partai pendukung Agus-Sylvi, sejatinya suara
bisa di atas 20 persen. Total kursi partai pendukung Agus-Sylvi di DPRD Jakarta ada 28 kursi
atau 26 persen. Nyatanya, suara Agus-Sylvi hanya di bawah 20 persen.

Berarti mesin partai tidak terlalu maksimal, Marbun memaparkan kesimpulannya. Dia
malah menduga ke mana suara pendukung Agus-Sylvi beralih banyak ditentukan oleh sikap
SBY. Jika SBY diam saja, bisa jadi Ahok akan unggul lagi.

Pondok Pesantren dan Surat Sakti Patrialis


Sabtu, 11 Februari 2017

Lahan seluas 7.654 meter persegi di tepi jalan utama Kampung Citeko, Desa Citeko,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu dikelilingi oleh pagar beton setinggi 3
meter lengkap dengan pintu gerbang berwarna hitam. Di dalamnya terdapat bedeng dua lantai
yang digunakan sebagai tempat berteduh sejumlah pekerja dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Di lahan itulah hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, berencana membangun pondok
pesantren. Meski Patrialis ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena dugaan
menerima suap pada 25 Januari lalu, pembangunan pondok pesantren tersebut tampaknya
tidak terpengaruh.

Pantauan detikX pada Senin, 6 Februari lalu, sejumlah pekerja sibuk menggali tanah,
merangkai besi beton, dan membuat fondasi bangunan. Sampai sejauh ini, baru fondasi
masjid yang sudah selesai. Rencananya, pondok pesantren itu terdiri atas gedung kelas 2-3
lantai, perumahan ustad atau pengajar, serta kantor Yayasan Miftahul Jannah Akbar.

Amat, 55 tahun, mandor pembangunan pondok pesantren tersebut, mengaku tak tahu-menahu
proyek yang digarapnya merupakan milik Patrialis. Para buruh bangunan itu dipekerjakan
oleh yayasan. Saya belum pernah melihat Pak Patrialis ke sini, ujar Amat kepada detikX.
Hingga kini, ujar Amat, belum ada perintah apa pun dari yayasan setelah ditangkapnya
Patrialis. Nggak ada perintah untuk stop. Orang Yayasan juga belum datang ke sini.
Makanya kita kerja saja, tutur Amat.
Kita memang belum ketemu pemiliknya (Patrialis). Yang datang ke sini adalah notaris
bernama Hariyadi. Di AJB-nya sebagai pemohon atas nama Patrialis Akbar."

Ketua RT 01 RW 07 Kampung Citeko, Suwardi, 45 tahun, juga mengatakan baru tahu


belakangan bahwa Yayasan Miftahul Jannah Akbar dikelola Patrialis. Saat membeli lahan
pada 2013, yayasan tersebut mengutus notaris dari Cibinong bernama Hariyadi. Kebetulan
salah satu tanah yang dibeli adalah milik ibunya seluas 1.400 meter persegi.

Namun Patrialis bukanlah orang asing di Kampung Citeko. Sekitar tujuh tahun lalu, mantan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu membeli sebuah vila di kampung tersebut. Vila
itu pun hanya terpaut jarak sekitar 200 meter di belakang bakal pondok pesantrennya.
Dengan Pak Patrialis, saya kenal lama. Dia warga saya. Makanya kalau dia ke sini, ya, ke
vila itu, ungkap Suwardi kepada detikX.

Patrialis sempat ingin memanfaatkan sebuah jalan buntu di sekitar lahan yang kini dibangun
ponpes itu untuk membuat akses ke vilanya. Upaya tersebut menimbulkan perselisihan
dengan warga setempat. Namun masalah itu beres setelah Patrialis mengirim surat berkop
MK meminta dibantu mediasi dengan pemilik tanah.

Itu sempat. Itu sebelum membeli lahan di situ kan ada jalan kecil, jalan buntu. Nggak tahu
secara jelas. Tapi saya dengar (Patrialis) menggunakan surat (MK) itu, ujar Sekretaris Desa
Citeko, Sahrudin, kepada detikX di kantornya.

Sahrudin menjelaskan pembangunan masjid dan Pondok Pesantren Miftahul Jannah Akbar
telah dilengkapi dengan izin lingkungan. Izin itu dilayangkan dua bulan lalu oleh Hariyadi
dengan melampirkan tiga akta jual-beli (AJB) atas nama Patrialis. Patrialis membeli tahan
dari tiga warga, yakni Haji Uwes Kurnia, Haji Fahrur Rozi, dan Hajah Khodijah (almarhum),
ibunda Suwardi.

"Kita memang belum ketemu pemiliknya (Patrialis). Yang datang ke sini adalah notaris
bernama Hariyadi. Di AJB-nya sebagai pemohon atas nama Patrialis Akbar," ujarnya.

Walau sudah mengantongi izin lingkungan dari sejumlah warga desa, ternyata pembangunan
popes itu belum memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Patrialis baru mengantongi izin
peruntukan penggunaan tanah (IPPT) dari Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (DPMPTSP) Bogor.

IPPT itu diterbitkan pada 17 Januari 2017 sesuai dengan surat Keputusan Bupati Bogor
Nomor 591.2/002/0006/DPMPTSP/2017. Dalam surat itu, Patrialis memperoleh izin lokasi
pembangunan Pondok Pesantren Miftahul Jannah Akbar di lahan seluas 7.654 meter persegi.
Dalam pengajuan permohonan IPPT itu, Patrialis menyerahkan fotokopi tujuh sertifikat hak
milik atas tujuh bidang tanah yang sudah dialihkan atas namanya.

Pemohonnya langsung atas nama pribadi Patrialis Akbar. Tanahnya juga tanah pribadi, kata
Kepala Bidang Pelayanan Perizinan dan Pemanfaatan Ruang DPMPTSP Kabupaten Bogor
Dani Rahmat kepada detikX di kantornya, Jalan Tegar Beriman, Cibinong, Bogor, pada 8
Februari lalu.

Dani menjelaskan, bila mengikuti aturan teknis yang ada, setelah mendapatkan IPPT, proses
selanjutnya adalah mengurus site plan (gambar tapak) ke Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang. Lalu mengurus rencana pengelolaan dan pengawasan lingkungan ke Dinas
Lingkungan Hidup.

Selanjutnya ke Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman Perumahan untuk pengesahan gambar
atau pengesahan dokumen rencana teknis. Setelah dokumen semua didapatkan, baru dapat
mengajukan permohonan IMB. Nah, kalau semua perizinannya lancar, baru tiga bulanlah,
bisa mengajukan IMB ke sini, katanya.

Pengacara Patrialis, Indra Syahnun Lubis, mengaku tidak tahu-menahu rencana pendirian
pondok pesantren tersebut. Ya, mungkin dia menjadi donatur. Bisa jadi. Kan nggak tahu
saya, kata Indra saat ditemui detikX di kantornya, Apartemen Wijaya, Jalan Wijaya, Jakarta
Selatan, Senin, 6 Februari.

Sebenarnya, selain membangun Pondok Pesantren Miftahul Jannah Akbar di Bogor, Patrialis
membangun pondok pesantren di kawasan Kompleks Masjid Nurul Hidayah Ngalau,
Kelurahan Batu Gadang, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat. Kota ini
merupakan kampung halaman dan tempat tinggal keluarga besar Patrialis.

Makan Malam Terakhir Patrialis-Anggita


Ilustrasi: Edi Wahyono

Sabtu, 11 Februari 2017

Sopan dan baik. Itulah kesan Anggita Eka Putri terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK),
Patrialis Akbar, yang telah mengundurkan diri karena ditetapkan sebagai terangka kasus
dugaan suap di MK.

Pagi-pagi suka dikasih ceramah atau video islami lewat WhatsApp. Religius banget. Suka
ngingetin untuk ibadah, ke pengajian, ucap Anggita saat ditemui detikX di sebuah tempat di
Bogor, Rabu, 8 Februari 2017.

Anggita adalah perempuan yang sedang bersama Patrialis Akbar saat penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi menangkapnya di Mal Grand Indonesia, Jakarta, pada 25 Januari
lalu.

Janda beranak satu itu menuturkan ikut digelandang ke kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said,
Kuningan, Jakarta Selatan, pada malam penangkapan itu dan diperiksa selama 24 jam.

Ada delapan pertanyaan yang diajukan ke saya. Selama pemeriksaan, lebih banyak didiemin
sama penyidiknya, terang perempuan kelahiran tahun 1992 tersebut.

Informasi yang diperoleh detikX menyebutkan Patrialis dan Anggita mempunyai hubungan
spesial. Sebuah mobil jenis city car dihadiahkan Patrialis untuk Anggita.

Bahkan kabarnya mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu berencana
mempersunting Anggita sebagai istrinya. Namun, saat dimintai konfirmasi, perempuan
berparas cantik tersebut tidak menampik ataupun mengiyakannya.
Sebaiknya tanya saja ke Pak Patrialis karena saya tidak enak. Kalau saya bilang iya, nanti
pihak sana (Patrialis) membantah, jelas Anggita, yang didampingi kerabatnya.

Begitupun saat ditanya soal hadiah termasuk mobil yang diberikan Patrialis, Anggita
memberikan jawaban mengambang. He-he-he Iih, tanya sama bapaknya saja nanti,
emang pernah dikasih apa gitu.

Anggita mengatakan Patrialis beberapa kali berkunjung ke rumahnya. Patrialis diakui datang
dua kali ke rumahnya, yang letaknya tak jauh dari stasiun kereta api Bogor.

Main saja. Di rumah pasti ada ibu aku ketemu. Ketemu Ibu kalau di rumah ya biasa saja,
seperti layaknya tamu, kata Anggita.

Kedatangan Patrialis ke rumah Anggita tentu tidak mencolok. Sebab, sejumlah tetangga
Anggita yang ditemui detikX mengaku tidak pernah melihat Patrialis datang ke daerahnya.

Keluarga Anggita sendiri juga dikenal tertutup. Seorang pria paruh baya tetangga Anggita
menuturkan hanya tahu ibunda Anggita pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPRD di
Bogor lewat Partai Amanat Nasional, partai tempat Patrialis pernah berkecimpung.

Setahu saya, dulu ibunya pernah nyalonin di PAN Bogor. Nah, mungkin ada kaitannya,
ujarnya.

Sedangkan informasi dari Anggita, dia baru berkenalan dengan Patrialis pada September
2016 di sebuah lapangan golf di kawasan Bogor.

Saat itu Patrialis bermain golf bersama Kamaludin, pria yang juga diciduk KPK dalam kasus
suap uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi
senilai Rp 2,15 miliar itu.

Awalnya Anggita mengaku tidak mengetahui profesi Patrialis dengan alasan jarang menonton
televisi. Tapi Pak Kamal langsung bilang, Coba buka Google, coba, ayo siapa. Dari situ
saya tahu siapa Pak Patrialis, kata Anggita.

Sejak itu, jika datang main golf, baik pada hari libur maupun kerja, Patrialis selalu menyapa
dan berlanjut dengan bertukar nomor ponsel. Saya kenal Pak Patrialis barengan dengan Pak
Kamal (Kamaludin). Jadi kenalnya nggak sendiri-sendiri, jelas Anggita.

Patrialis pun mulai kerap menyapa Anggita lewat ponsel. Juga mengirim ceramah atau
nasihat agama via WhatsApp. Patrialis sempat memberi masukan agar Anggita mengenakan
kerudung.

Patrialis juga beberapa kali mengajak Anggita makan malam bersama. Namun Anggita
mengaku selalu mengajak ibu dan keluarganya setiap kali makan malam bersama mantan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat tersebut.

Salah satunya saat makan malam di Mal Grand Indonesia, yang ternyata menjadi makan
malam terakhir bersama Patrialis. Setelah makan malam di sebuah restoran yang terletak di
lantai 3A Grand Indonesia, mereka menyempatkan diri mendatangi gerai Lancome.
Itu sudah beres makan. Ingin lihat-lihat saja. Terus ya sudah, datang orang-orang itu. Aku
pikir mau wawancara (Patrialis) biasa saja, tuturnya.

Ia pun kaget. Lima orang yang datang menghampiri Patrialis ternyata bukan wartawan,
melainkan penyidik KPK. Mereka langsung membawa Patrialis dan Anggita, sedangkan ibu
dan keluarganya dipersilakan pulang.

Anggita menegaskan sama sekali tidak tahu-menahu kasus yang melilit Patrialis. Dan setelah
pemeriksaan pascapenangkapan itu, tidak lagi ada pemeriksaan lanjutan. Namun ponselnya
hingga saat ini masih di tangan penyidik KPK.

Aku sempat nanya ke penyidiknya (KPK), memangnya aku salah apa, Pak? Sudah, nggak
usah dipikir terlalu jauh. Sudah cukup keterangannya, cerita Anggita.

Pengacara Patrialis, Indra Sahnun Lubis, menyangkal kedekatan hubungan kliennya dengan
Anggita. Menurut dia, Patrialis baru berkenalan dengan Anggita saat di Grand Indonesia itu.

Saat itu Patrialis sedang berada di sebuah restoran bersama teman-temannya sewaktu kuliah.
Tahu-tahu Patrialis didekati oleh Anggita untuk menawarkan apartemen.

Dia (Patrialis) duduk di restoran. Nah, tahu-tahu ada wanita-wanita cantik menawarkan
properti. Jadi dia kebetulan bicara dengan sales itu, kata Indra saat ditemui detikX di
kantornya, Apartemen Wijaya, Jalan Wijaya, Jakarta Selatan.

"Jadi kenalnya di situ saja. Nggak mungkin punya hubungan apa-apa," tandas Indra.

Secara terpisah, juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, setelah pemeriksaan sebagai
saksi pasca-operasi tangkap tangan, Anggita belum diperiksa lagi. Namun, jika dibutuhkan
keterangannya, Anggita akan diperiksa kembali.

Terkait barang-barang yang sudah diterima Anggita dari Patrialis, Febri belum mau
menjelaskan karena hal itu merupakan teknis penyidikan.

Kolaborasi Dua Sekawan di Padang Golf


Sabtu, 11 Februari 2017

Di mata Achmad Irfan, seorang caddy master di lapangan golf Jakarta Golf Club, Jalan
Rawamangun Muka Nomor 1, Jakarta Timur, Patrialis Akbar dan Kamaludin adalah sahabat
kental. Di mana Patrialis memukul bola, di situ pula Kamaludin berada.

Keduanya hampir selalu bersama saat bermain golf di lapangan golf dekat Universitas Negeri
Jakarta itu. Bahkan Patrialis dan Kamaludin bareng-bareng saat mendaftar sebagai member di
situ. Sudah lama. Mungkin 5-6 tahun, ujar Irfan saat ditemui detikX, Selasa, 7 Februari
2017.

Menjadi member di Jakarta Golf Club, menurut Irfan, mereka dikenai iuran Rp 300-450 ribu
per bulan. Namun biasanya tamu masih memberikan tip kepada caddy yang mendampingi.
(Pak Patrialis) sekali main bayar Rp 200-300 ribu, katanya.
Di lapangan golf tersebut, Patrialis selalu minta ditemani caddy bernama Ariyanto. Ia
menolak saat ditawari caddy perempuan. Alasannya, caddy perempuan kurang bisa membaca
situasi saat bermain golf, seperti sudut kemiringan lapangan. Terus, kata Pak Patrialis, bukan
muhrim, tutur Irfan.

(Patrialis) sekali main bayar Rp 200-300 ribu."

Dikatakan Irfan, Patrialis dan Kamaludin rutin bermain golf, tiga kali dalam sepekan.
Patrialis biasanya tiba di lapangan golf sekitar pukul 05.30 WIB dan bermain dua jam. Habis
bermain golf, Patrialis lantas berangkat ke kantornya di gedung Mahkamah Konstitusi.
Kadang dia (Patrialis) salat Jumat di sini. Salat doang, habis itu pulang, kata Irfan.

Perkawanan Patrialis dengan Kamaludin itu memang sudah lama berlangsung. Keduanya
pernah bertetangga di Perumahan Harapan Baru Regency, Bekasi, Jawa Barat. Rumah
Kamaludin berada di Jalan Nusa Indah IV Blok C4 Nomor 32, sedangkan Patrialis dulu
tinggal di Blok C5. Jarak rumah keduanya hanya 100 meter.

Patrialis mulai tinggal di kompleks itu sekitar tahun 1990. Patrialis, yang masih berprofesi
sebagai pengacara, pernah menjadi Ketua RW 14. Ia merupakan donatur tetap Masjid At-
Taqwa di kompleks tersebut. Bahkan masjid itu diresmikan oleh Patrialis bersama Akbar
Tandjung. Patrialis itu orangnya gaul. Suka bercanda sama tetangga. Banyol terus, kata
Rio, seorang warga setempat, kepada detikX.

Menjelang pemilu legislatif 2004, Patrialis menjual rumahnya di Harapan Baru Regency itu.
Ia juga melego rumah-toko miliknya di kompleks tersebut, yang sebelumnya jarang dipakai
untuk berdagang. Sedangkan Kamaludin tetap berada di kompleks hingga kini. Namun
pertemanan keduanya berlanjut karena punya hobi yang sama, ya golf itu. Selain di
Rawamangun, keduanya diketahui kerap bermain golf di lapangan golf di kawasan Bogor.

Namun dari lapangan golf pula kolaborasi keduanya berakhir. Rabu, 25 Januari 2017, dua
sekawan tersebut tengah bermain golf di Rawamangun. Selesai bermain golf pada pukul
08.00 WIB, Patrialis dan Kamaludin menyantap sarapan di restoran. Puas sarapan, Patrialis
pamit, sedangkan Kamaludin masuk kamar mandi dekat lobi untuk menikmati sauna.

Begitu rampung mandi uap, Kamaludin kaget saat didekati sejumlah penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi. Ia lantas digelandang ke kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta
Selatan. KPK juga menangkap pengusaha impor daging Basuki Hariman dan seorang
karyawannya bernama Fenny pada waktu yang hampir bersamaan.

Patrialis sibuk bersidang di MK sepanjang hari itu. Namun, malam harinya, mantan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia itu ditangkap di Mal Grand Indonesia. Saat itu Patrialis
sedang mengantar seorang perempuan muda bernama Anggita Eka Putri dan keluarganya
untuk makan malam dan berbelanja.

Menurut KPK, penangkapan mereka terkait dengan dugaan suap putusan MK atas
permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan yang ditangani Patrialis. Patrialis diduga menerima pemberian uang total
senilai Rp 2,15 miliar dari Basuki. Uang itu diserahkan melalui Kamaludin, yang berperan
sebagai perantara.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan transaksi penyerahan uang antar tersangka
diduga dilakukan sebanyak tiga tahap. Penyerahan terakhir dilakukan Kamaludin saat
berolahraga di lapangan golf Rawamangun pada Rabu pagi itu. Indikasi penerimaan uang
sebelumnya sudah ada, sekitar US$ 20 ribu, ujar Febri di KPK.

Seorang sumber di komisi antirasuah itu kepada detikX membisikkan, uang dari Basuki
tersebut antara lain digunakan Patrialis untuk melakukan ibadah umrah ke Tanah Suci Mekah.
Selain itu, uang panas tersebut mengalir untuk pembangunan Pondok Pesantren Miftahul
Jannah Akbar milik Patrialis di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Uang itu juga dibagi dua oleh Patrialis kepada Kamaludin.

Suap itu diduga diberikan agar Patrialis membocorkan draf putusan uji materi UU tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Draf putusan yang akan dibacakan pada Selasa, 8
Februari, itu pun telah diserahkan kepada Kamaludin saat di lapangan golf Rawamangun.
Namun sumber detikX menambahkan, sebelumnya Patrialis juga pernah memberikan draf
kepada Basuki melalui Kamaludin. Draf pertama itu minta agar dihancurkan dengan
dibakar, katanya.

Basuki membantah telah mendanai umrah Patrialis. Pasalnya, kepada Basuki, Kamaludin
bilang dialah yang akan berangkat ke Mekah. detikX berusaha melakukan konfirmasi kepada
Kamaludin melalui keluarga. Namun, ketika disambangi pada Rabu, 8 Februari, rumahnya
sepi. Tidak ada seorang pun yang menyahut ketika detikX menyapa.

Patrialis sendiri membantah bila dikatakan menerima uang dari Basuki. Setelah diperiksa
KPK, ia mengaku tak ada sepeser rupiah pun yang diterimanya dari Basuki. Demi Allah,
saya betul-betul dizalimi. Saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pak
Basuki, ucapnya.

Sedangkan pengacaranya, Indra Sahnun Lubis, menganggap keluarnya draf putusan dari
gedung MK itu bukan perkara yang penting. Lembaga legislatif sendiri, sebelum membuat
undang-undang, juga disosialisasikan kepada masyarakat. Lagi pula setiap hakim konstitusi
mempunyai draf sendiri-sendiri.

Menurut saya, itu bukan putusan, tapi draf. Tahu draf? Masih konsep. Nggak jadi masalah.
Itu pun yang diberi temannya, kata Indra kepada detikX di kantornya, Apartemen Wijaya,
Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, Senin, 6 Februari.

Namun, bagi Mahkamah Konstitusi, pembocoran draf itu adalah pelanggaran etik tingkat
berat bagi seorang hakim. Dewan Etik MK telah membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi yang diketuai oleh mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan untuk mengusut
Patrialis. Majelis ini pun telah memeriksa Patrialis.

Pemeriksaan dilakukan pada Kamis, 2 Februari. Menurut sumber detikX, selama persidangan
Patrialis banyak berkeluh kesah mengenai KPK, yang dianggap menzalimi dirinya. KPK
memperlakukannya secara buruk selama melakukan pemeriksaan. Sebagai contoh, Patrialis
sengaja diberi nasi kebuli kambing, padahal jantungnya bermasalah. Suhu udara di ruang
pemeriksaan juga sangat dingin.

Namun anggota Majelis Kehormatan MK, As'ad Said Ali Patrialis, mengatakan soal itu bukan
urusan Majelis Kehormatan. Yang penting, dalam sidang tersebut, Patrialis jujur mengakui
telah memberikan draf putusan UU tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada Basuki.
Kami tidak menginterogasi, tapi Patrialis mengaku sendiri, kata Asad kepada detikX.

Majelis Kehormatan masih akan melanjutkan pemeriksaan terhadap hakim lain dan beberapa
pegawai terkait pelanggaran etik Patrialis. Namun, mempertimbangkan pelanggaran berat
yang sudah dilakukan Patrialis, MK akhirnya mengusulkan pemberhentian secara tidak
hormat atas Patrialis kepada Presiden Joko Widodo. Dan Jokowi menyetujuinya. Patrialis
sendiri sudah mengundurkan diri.

Ini seperti menjual informasi. Kasusnya Pak Akil (Akil Mochtar) kan juga menjual
informasi. Padahal tanpa dibayar pun sudah jadi putusan, kata Ketua MK Arief Hidayat
kepada detikX, Jumat, 3 Februari.

Kasus Patrialis, menurut Arief, sekali lagi, merupakan pukulan telak bagi MK, yang belum
pulih dari kasus Akil. Ia menyesalkan Patrialis yang menantang bahaya karena hobi bergaul
dengan orang yang punya kepentingan dengan perkara di MK. Bermain golf itu tidak salah.
Kita tidak menyalahkan hobinya, tapi menyalahkan kumpulannya, ujar Arief.

Ini Bukan Hoax


Jumat, 10 Februari 2017

Jangan main-main dengan berita palsu. Gara-gara hoax, nyawa bisa jadi taruhannya. Gara-
gara percaya pada berita palsu di Internet, Edgar Welch nyaris menembak mati orang. Siapa
yang tahu.

Pada awal Desember 2016, Edgar, 28 tahun, datang ke Restoran Comet Ping Pong di
Washington, DC, sembari menenteng senapan AR-15. Edgar sempat menodongkan dan
menembakkan senapannya di dalam restoran sebelum polisi mengepung dan meringkusnya.
Tak ada korban terluka.

Kepada polisi, petugas pemadam kebakaran dari Kota Salisbury, North Carolina, itu mengaku
datang ke Comet untuk menyelidiki kebenaran berita bahwa restoran keluarga yang
menyajikan menu utama pizza tersebut merupakan pusat jaringan pedofil. Aku datang
dengan niat baik, tapi tak berakhir baik, kata Edgar kepada New York Times. Walaupun tak
menemukan bukti ada pedofil di Comet, dia tetap menaruh curiga terhadap restoran itu.
Informasi intelnya tak 100 persen.

Semula, kata Edgar, dia mendengar kabar soal jaringan pedofil di Restoran Comet dari
seorang teman. Hasil penelusuran bapak dua anak itu di Internet makin menambah
kecurigaannya. Di Internet, Edgar menemukan sejumlah bukti yang menyokong kebenaran
kabar itu.

Coba saja ketik Pizzagate: How 4Chan Uncovered the Sick World of Washingtons Occult
Elite di Google. Ada banyak sekali tautan yang memuat kabar soal jaringan pedofil di
Restoran Comet. Dua di antaranya adalah The New Nationalist dan The Vigilant Citizens.
Menurut dua situs ini, restoran pizza Comet Ping Pong di Washington merupakan markas
geng penculik dan pemerkosa anak yang dikepalai oleh Hillary Clinton bersama ketua tim
kampanyenya, John Podesta. Dari dua situs itu, berita ini menyebar ke mana-mana lewat
Facebook, Twitter, WhatsApp, dan sebagainya.

Tentu saja berita itu tak disokong bukti sama sekali. Gara-gara berita sampah ini, James
Alefantis, pemilik Comet Ping Pong, pusing bukan kepalang. Berkali-kali James, yang tak
sekali pun bertemu langsung dengan Hillary, menerima ancaman pembunuhan. James sudah
menghubungi Facebook dan Twitter untuk menghapus semua berita itu. Tapi, bak rumput liar,
satu mati tumbuh seribu. Aku seperti menembak kawanan lebah dengan satu senapan, kata
Bryce Reh, anak buah James.

Sepertinya bukan cuma Edgar yang termakan berita palsu ini. Bahkan Letnan Jenderal
(Purnawirawan) Michael Flynn, yang belakangan ditunjuk Presiden Amerika Serikat Donald
Trump sebagai Penasihat Keamanan Nasional, juga turut menyebarkan tautan kabar palsu itu.
MUST READ! Flynn menulis dengan huruf besar di Twitter beberapa bulan lalu.

Tak peduli seorang jenderal, pemadam kebakaran, atau ibu rumah tangga, siapa saja bisa
tertipu berita palsu alias hoax. Yang jadi korban bisa seorang pemimpin negara, seperti
Barack Obama atau Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, bisa pula orang biasa. Para
penulis berita palsu ini memang makin jago memermak tulisan dan video, membuatnya
seolah-olah berita otentik. Shinta Kosasih, 40 tahun, pernah termakan pula oleh berita-berita
palsu.

Ibu rumah tangga ini sebenarnya tak seberapa suka membaca berita politik. Tapi pemilihan
presiden pada 2014 membuat dia rajin mengikuti isu-isu politik. Apalagi sekarang akan ada
pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Saya makin rajin baca berita politik, kata Shinta. Ponsel
yang ke mana-mana selalu dia bawa menambah mudah Shinta membaca berita soal Agus
Yudhoyono, Basuki Tjahaja Purnama, dan Anies Baswedan, tiga kandidat yang tengah sengit
memperebutkan kursi di Balai Kota Jakarta.

Shinta pendukung Ahok, sapaan bagi Basuki. Dia terus memantau berita, juga berbagi gosip
politik dengan teman-temannya soal Ahok lewat Facebook, Twitter, dan WhatsApp. Kita
mafhum, begitu banyak berita palsu, fitnah, dan sampah bergentayangan di media sosial,
lebih-lebih jaringan pesan ala WhatsApp. Dari gosip soal kandungan lemak babi di beberapa
jenis makanan, kabar kematian artis atau pejabat, sampai berita palsu pidato Ketua Umum
PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Satu kali ada foto yang dibagi seorang temannya lewat WhatsApp soal demonstrasi di depan
Gedung Putih di Washington, DC, Amerika Serikat. Yang luar biasa dari foto, ada seorang
demonstran mengusung poster foto Rizieq Syihab, imam Front Pembela Islam. Menurut
keterangan pada foto, mereka meluapkan amarah kepada Rizieq lantaran dianggap menghina
agama Kristen.

Dalam hati saya, wah hebat juga ya ada warga Amerika yang demo soal Rizieq. Lantaran
rata-rata saya dan teman-teman pendukung Ahok, kami senang membaca berita itu, Shinta
menuturkan pengalamannya. Tak banyak pikir lagi, jari-jari Shinta segera memencet layar
ponsel dan membagikan foto itu ke teman-temannya yang lain. Teman-teman saya juga
kaget.

Tapi lama-lama Shinta merasa ada yang aneh soal foto itu. Emang ada kepentingan apa
warga Amerika sampai demonstrasi urusan itu, kata Shinta. Dia minta anaknya mengecek
kebenaran foto itu. Setelah menelusuri asal-muasal foto tersebut, anaknya menjelaskan bahwa
foto itu palsu, demikian pula berita soal protes tersebut.

Shinta, yang masih kurang percaya, mencari berita soal demonstrasi anti-Rizieq di depan
Gedung Putih. Ternyata memang ada berita soal itu. Lagi-lagi anaknya yang menjelaskan
bahwa semua berita itu hanya hoax belaka. Ternyata foto asli dari demonstrasi itu adalah
protes terhadap Donald Trump.

Tentu saja tak ada satu biji pun poster Rizieq Syihab di sana. Ketipu banget deh saya, kata
Shinta. Dia benar-benar malu kepada teman-temannya. Berarti saya sama saja sudah ikut
menyebar berita bohong. Shinta mengamati, ada beberapa situs Internet penyebar hoax
sengaja dibuat menyerupai media berita sungguhan. Kayak berita Rizieq tadi saya baca juga
dari http://tribuntrend.blogspot.co.id/2017/01/kasus-penistaan-agama-yg-baru-baru-ini.html .
Saya pikir dari Tribun, jadi pasti betulan.

Setelah sempat tertipu, Shinta makin hati-hati menyebarkan berita kepada teman-temannya.
G. Febrianto, 34 tahun, seorang wiraswasta, memilih hanya membaca dari situs berita yang
sudah mapan dan tepercaya untuk menghindari hoax.

Darah muda pernah membuat Septiaji Eko Nugroho ikut membuat dan menyebarkan berita
palsu untuk menjatuhkan orang-orang yang dianggapnya sebagai lawan. Saat itu, 15 tahun
lalu, saya masih kuliah dan baru kenal Internet. Mungkin karena terlalu bersemangat
membela agama dan lantaran darah muda, kadang saya menggunakan hoax juga untuk
menyerang lawan, kata Septiaji. Dia masih menyesalinya sampai sekarang. Itu menjadi
penyesalan seumur hidup karena jejak digital tak bisa dihapus.

Sekarang Septiaji dan teman-temannya di Masyarakat Anti Hoax terus berperang melawan
berita palsu. Septiaji, kini Ketua Masyarakat Anti Hoax, paham betul, hoax tak hanya
dilarang dalam semua norma dan haram menurut agama, tapi juga sangat merusak dan
berbahaya.

Berita-berita palsu itu menyebabkan polarisasi dalam keluarga, masyarakat, pertemanan, dan
mungkin sudah mengancam keharmonisan kita dalam berbangsa. Kami khawatir hoax akan
menjadi akselerasi kerusuhan fisik, kata Septiaji. Bagaimana hoax tak berbahaya jika isu
politik dan SARA jadi tema utamanya? Berita-berita palsu soal kesehatan, kata Septiaji, juga
sama berbahayanya. Gara-gara berita palsu itu, nyawalah taruhannya.

Soeharto: Nyatanya Saya Tidak Korupsi


Ilustrasi : Edi Wahyono

Rabu, 8 Februari 2017

Dalam biografinya Shades of Grey: A Political Memoir of Modern Indonesia, 1965-1998,


Jusuf Wanandi menulis soal pertemuan sobatnya sesama aktivis pemuda Katolik, Harry Tjan
Silalahi, dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, saat itu Menteri Ekonomi, pada akhir
1965. Situasi Jakarta kala itu masih sangat panas. Pembunuhan para jenderal Angkatan Darat
baru lewat dua bulan.

Harry Tjan datang bersama Mashuri Salehbelakangan jadi Menteri Pendidikanuntuk


membujuk Sultan supaya mendukung Mayor Jenderal Soeharto. Kalian yakin dengan
pilihan kalian? Kalian tahu apa arti nama dia? Uang, kata Sultan soal Soeharto. Raja
Yogyakarta itu rupanya tak percaya kepada Soeharto.

Menurut Sultan, Soeharto pernah mendapat tugas menjaga sejumlah gudang penyimpanan
barang peninggalan Belanda, tapi tak jelas pertanggungjawabannya. Yang jadi soal, kata
Harry Tjan, tak ada tokoh lain kala itu yang dipandang siap mengambil alih kekuasaan dari
Bung Karno kecuali Jenderal Soeharto. Sultan, apa boleh buat, sepakat dengan pendapat
Harry Tjan.

Jauh sebelum berkuasa di Istana, Soeharto sudah lama kenal uang dan bisnis. Sebagai
komandan tentara sejak masih Panglima Divisi Diponegoro di Semarang, demikian pula
setelah menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Soeharto
paham, prajurit-prajuritnya tak cuma butuh makan. Sedangkan anggaran dari Jakarta sangat
tipis. Bisnis itu terus berlanjut hingga dia jadi orang nomor satu di negeri ini selama 32
tahun.

Sikap Soeharto soal korupsi dan konflik kepentingan memang tak pernah benar-benar hitam
atau putih. Ketika memperingati Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta pada awal
1990-an, Soeharto berpidato soal apa yang jadi perhatiannya, Tanggung jawab utama kita
sekarang adalah merawat keluarga kita, karena kita sudah banyak berbuat untuk bangsa dan
negara.

Atas nama merawat keluarga inilah dia memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
keluarganya untuk memanfaatkan pengaruh kekuasaannya. Kepada wartawan senior Salim
Said, Wakil Presiden Try Sutrisno pernah bercerita soal perbincangannya dengan Soeharto
mengenai gurita bisnis anak-anak Cendana.

Try, apakah ada aturan atau undang-undang yang melarang anak pejabat berbisnis? Kalau
ada, saya tak mau jadi presiden. Kan tidak ada larangan itu. Mau jadi tentara, pegawai negeri,
atau pengusaha, semua boleh, Try Sutrisno mengutip kata-kata Presiden Soeharto.

Bertahun-tahun lalu, wartawan majalah Far Eastern Economic Review bertanya kepada
Moerdiono, Menteri-Sekretaris Negara, yang selalu bermuka kuyu itu, soal kritik terhadap
rupa-rupa bisnis anak-anak Presiden Soeharto: Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut,
Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Hutomo Tommy Mandala Putra, Siti Hediati
Hariyadi alias Titiek, dan Siti Hutami Endang Adiningsih, yang biasa disapa Mamiek.
Pak Harto tahu banyak kritik soal bisnis anak-anaknya, kata Moerdiono. Dengan nada
bercanda, dia mengutip penjelasan Soeharto soal bisnis anak-anak dan keluarga bosnya yang
ada di mana-mana itu.

Suatu kali, Pak Harto bertanya kepadaku, Tahukah kamu artinya Toshiba. Aku jawab,
Tidak, Pak, saya tidak tahu. Toshiba adalah singkatan dari Tommy, Siti, Sigit, dan Bambang.
Kalian ingin dapat kontrak dari pemerintah? Maka belilah Toshiba, kata Moerdiono,
terbahak.

Nyaris di semua jenis usaha ada jejak Toshiba, juga kerabat Cendana lain. Tommy,
misalnya, pernah terlibat proyek mobil nasional dan tata niaga cengkeh. Kedua proyek besar
ini gagal total. Atas kemurahan hati Liem Sioe Liong pula, Mbak Tutut dan adiknya, Sigit,
punya saham lumayan besar di bank swasta terbesar di Indonesia kala itu, BCA. Bersama
Bob Hasan, sobat lama bapaknya, Sigit juga pernah punya saham di perusahaan otomotif
terbesar di negeri ini, Astra International, dan Freeport Indonesia lewat PT Nusantara Ampera
Bakti (Nusamba).

Sampai akhir hidupnya, Pak Harto tetap meyakini bahwa dia tak korupsi. Setelah turun dari
kekuasaan, dia tinggal sendiri di rumah lamanya di Jalan Cendana. Bisa dibilang hidupnya
sangat sederhana. Semua duit yang dikumpulkan di yayasan-yayasan, menurut Soeharto, dia
pakai untuk menolong orang.

Biarken saja dituduh korupsi. Biarken ngomong pating celomet. Biarken saja disangka
korupsi, nyatanya saya tidak korupsi, kata Soeharto, dalam satu wawancara langka dengan
majalah Gatra, pada 2007. Majalah ini dimiliki oleh sahabat lamanya, Mohamad Bob
Hasan.

Pada 24 September 1995, rumah model joglo di Peternakan Tri-S, Tapos, Bogor, riuh oleh
kedatangan sekitar 150 orang peserta Musyawarah Nasional Kerukunan Usahawan Kecil dan
Menengah Indonesia III. Presiden Soeharto secara khusus mengundang mereka ke lahan
peternakannya. Orang terkuat di Indonesia tersebut khusus berbicara soal kolusi dan
monopoli yang makin santer diributkan segelintir politikus. Terutama soal kedekatannya
dengan taipan Sudono Salim alias Liem Sioe Liong, pendiri konglomerasi Grup Salim.

Saat itu dua perusahaan besar yang berada dalam naungan Grup Salim, PT Bogasari Flour
Mills dan PT Indocement Tunggal Perkasa, disorot sebagai perusahaan yang banyak
menikmati fasilitas dari pemerintah. Dua perusahaan ini memang banyak menikmati
keistimewaan dari pemerintah.

"Bogasari dibangun pada tahun 1970-an oleh orang bernama Om Liem. Dia pengusaha yang
saya kenal sejak di Semarang. Dia datang kepada saya dengan suara celat (cadel)
mengatakan, Pak, saya ini olang kelja, untuk lakyat apa yang harus saya lakukan," ujar
Soeharto dengan nada berkelakar.
Liem sendiri, kata Presiden Soeharto, yang datang kepadanya minta tugas, mau kerja tapi
tidak tahu apa yang harus dilakukan. "Lalu saya bilang, Kamu jangan hanya dagang saja,
tapi bangun industri dan industri yang dibutuhkan rakyat sekarang ini adalah pangan. Apakah
kamu punya teman di luar negeri untuk mendukung permodalan? Lalu, dijawab ada. Baiklah,
kalau begitu, kamu dirikan pabrik tepung terigu," ujar Soeharto menceritakan dialognya
dengan Liem.

Soal pabrik semen, menurut Soeharto, dia jugalah yang menugaskan Liem bersama kawan-
kawannyatermasuk Sudwikatmono, adik sepupu Soehartountuk membangun. Waktu itu
ada Kaiser Cement & Gypsum dari Amerika Serikat yang menyatakan sanggup mendirikan
pabrik semen.

Tapi, kata Soeharto, kebutuhan semen mendesak dan terus meningkat. Kalau permintaan
investor Amerika tersebut dikabulkan, Indonesia tidak akan bisa mandiri. "Maka saya bilang
kepada Om Liem, kamu sanggup mendirikan pabrik semen? Dia jawab sanggup. Baik, kalau
begitu, dirikan saja," kata Suharto.

"Inilah antara lain yang disorot sebagai monopoli, padahal ada tugas tertentu untuknya. Ini
bukan kolusi saya dengan Om Liem, tapi untuk kepentingan bangsa dan negara. Dan dia
minta saya olang kelja apa yang harus saya lakukan, maka saya beri petunjuk ini dan itu,"
kata Suharto sambil tertawa. Suharto menuding ada yang memanfaatkan hubungan karibnya
dengan Liem itu untuk dijadikan gorengan politik.

Presiden Soeharto, menurut mantan Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung, sangat peka
terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat, termasuk peranan konglomerat keturunan
Tionghoa. "Pertemuan di Tapos itu memang khusus menyampaikan pesan kedekatan Pak
Harto dengan Om Liem," ujar Akbar, mantan menteri di Kabinet Soeharto, kepada detikX.

Eks anggota DPR dari Partai Golkar yang juga kawan lama keluarga Salim, Palar Batubara,
mengatakan keistimewaan yang didapatkan Liem karena dekat dengan kekuasaan saat itu tak
hanya digunakan untuk kepentingannya sendiri. Liem banyak mendidik orang-orang muda
yang kelak menjadi pengusaha besar. "Dia pebisnis profesional, bukan hanky-panky. Pak
Harto juga banyak memberi kesempatan kepada pengusaha lain," kata Palar dua pekan lalu.

Liem, juga Bob Hasan, adalah sahabat lama yang bisa diandalkan Soeharto untuk apa saja.
Mereka tak cuma jadi ATM untuk yayasan-yayasan Soeharto, plus mentor bisnis untuk
anak-anak Cendana, tapi kadang mendapat tugas untuk menyelesaikan rupa-rupa masalah.

Ketika Ibnu Sutowo, saat itu bos besar Pertamina, berselisih dengan raja tanker dari Swiss,
Bruce Rappaport, pada pertengahan 1970-an, Liem pulalah yang diam-diam diutus ke
Singapura untuk jadi juru runding bersama Menteri Perdagangan Radius Prawiro dan Menteri
Penertiban Aparatur Negara J.B. Soemarlin. Rappaport menggugat pemerintah Indonesia atas
tanker-tanker pesanan Pertamina yang tidak dibayar sebesar US$ 1,55 miliar. Urusan itu
beres.
Hubungan antara Liem, sang konglomerat, dan Soeharto, Presiden Indonesia, memang
istimewa. Berulang kali Soeharto berpaling kepada sahabatnya itu setiap kali keluarga atau
temannya tersandung masalah. Dan hubungan istimewa itu masih berlanjut, bertahun-tahun
setelah Liem pensiun dari Grup Salim dan Soeharto lengser dari Istana.

Saat Liem merayakan ulang tahunnya ke-90 di Singapura, sekitar sepuluh tahun lalu,
Keluarga Cendana mendapat undangan khusus. Tiga putri Soeharto, Tutut, Titiek, dan
Mamiek, diberi meja istimewa di antara sekitar 2.500 tamu undangan yang memenuhi The
Island Ballroom Hotel Shangri-La. "Mereka duduk di dekat keluarga Liem," ujar Metta
Dharmasaputra, wartawan Indonesia yang juga hadir di ruangan itu di antara pengusaha dan
pejabat-pejabat dari Jakarta.

Menjelang berakhirnya pesta, ketiga putri Soeharto mendatangi Om Liem. Anthoni Salim,
yang berada di samping ayahnya, membisikkan nama-nama mereka. Mereka lalu menjabat
lelaki tua itu dengan erat sambil tersenyum. Liem pun membalas jabatan itu dengan takzim
sambil memandang mereka satu per satu. "Saya ingat momen salaman itu memang kelihatan
betul Om Liem masih sangat menghormati keluarga Soeharto," ujar Metta.

Kongsi Empat Kaki dan Satu Soeharto


Ilustrasi: Edi Wahyono

Selasa, 7 Februari 2017

Sudwikatmono barangkali adalah kisah nyata seorang Raja Midas. Dalam mitologi Yunani,
konon, apa pun yang disentuh oleh Raja Midas dari Phrygia berubah jadi emas.

Dwi, demikian orang-orang memanggil Sudwikatmono, lahir dan besar di Wuryantoro, satu
desa di Kabupaten Wonogiri, beberapa puluh kilometer dari Kota Solo, Jawa Tengah.
Ayahnya, Prawirowihardjo, seorang pegawai kecil di Kantor Agraria. Ibunya, Sanikem,
adalah adik Kertosudiro, ayah Presiden Soeharto.

Soeharto lama tinggal di rumah paman dan bibinya di Wuryantoro itu. Namun, lantaran beda
umur lumayan jauh dengan Dwi, Soeharto lebih akrab dengan Sulardi, kakak Dwi. Soeharto
dan Sulardi, seperti anak Prawirowihardjo lainnya, sama-sama jadi tentara. Hanya Dwi yang
tak diizinkan jadi prajurit. Pada akhir 1950-an, dia diterima menjadi pegawai di PN Jaya
Bhakti, perusahaan dagang milik negara di Jakarta.

Dwi tak punya ambisi tinggi. Dia dan istrinya, Sri Sulastri, sudah puas dengan gaji dan
sedikit tambahan pendapatan dari berjualan karung goni bekas. Sebagai kepala seksi di Jaya
Bhakti, Dwi membawa pulang gaji sekitar Rp 400 per bulan. Sewa rumah saya di Jalan
Lenteng, Menteng, hanya Rp 150 per bulan, kata Dwi kepada Richard Borsuk, penulis buku
Liem Sioe Liong dan Salim Group, Pilar Bisnis Soeharto, beberapa tahun lalu.

Jalan hidup siapa bisa menerka. Saat Dwi merintis karier di Jaya Bhakti, posisi kakak
sepupunya, Soeharto, makin kuat. Soeharto, yang sudah berpangkat mayor jenderal, menjabat
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Pembunuhan para
jenderal Angkatan Darat pada 30 September 1965 mengubah jalan hidup Soeharto, juga
berimbas pada nasib Sudwikatmono.

Pada 12 Maret 1967, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menunjuk
Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden RI. Suatu sore, tak berapa lama setelah Sidang
MPRS, Soeharto meminta Dwi datang ke rumahnya. Dia mengatakan sedang menunggu
tamu pada pukul 5 sore dan meminta saya menemaninya. Saya mencatat nama tamu itu: Liem
Sioe Liong, Dwi mengenang pertemuan bersejarah itu

Liem bertandang dan bicara dengan Soeharto hampir satu jam. Sebelum pulang, Liem
memberi Dwi kartu nama dan minta dia datang ke kantornya, Bank Central Asia (BCA),
keesokan harinya. Di kantor BCA di daerah Asemka, Jakarta Pusat, Dwi bertemu dengan
Liem dan beberapa direktur BCA, antara lain Hasan Din, ayah mertua Presiden Sukarno, dan
salah satu direktur BCA.

Kata Liem, dia mencari seorang pribumi yang cocok bergabung dengan bisnisnya dan Pak
Harto mengusulkan saya. Saya ditawari gaji bulanan Rp 1 juta dan kepemilikan saham, kata
Sudwikatmono. Dwi hanya melongo saat disodori proposal Om Liem, begitu teman-
temannya menyapa Liem Sioe Liong. Bagaimana di tidak bengong?

Angka yang disodorkan Om Liem saat itu lebih dari 2.000 kali lipat dari gajinya sebagai
kepala seksi di Jaya Bhakti. Melihat Dwi hanya diam seperti tak paham, pengacara Liem
menyangka angka yang disodorkan kurang besar. Sampai malam Dwi tak bisa memejamkan
mata memikirkan tawaran ajaib Liem itu.

Itulah awal kongsi bisnis Liem, Sudwikatmono, Djuhar Sutanto, dan Ibrahim Risjad, yang
dicomblangi oleh Soeharto. Kongsi Empat Serangkai ini di kemudian hari tumbuh jadi
gurita bisnis yang luar biasa besar. Kekuasaan Presiden Soeharto melicinkan jalan bagi semua
bisnis mereka. Ada ratusan perusahaan yang ada di bawah payung usaha Empat Serangkai
ini.

Mereka berempat, kata Liem, ibarat kursi dengan empat kaki, ada dalam keseimbangan
sempurna. Om Liem bertindak sebagai ketua yang menjadi payung bagi kami semua. Dia
adalah pemimpin semua rapat, Ibrahim Risjad menulis dalam buku Sudwikatmono: Sebuah
Perjalanan di Antara Sahabat. Liem pulalah yang pada mulanya menyediakan sebagian besar
modal.

Sudwikatmono dan Ibrahim mulanya bukan pengusaha. Mereka hanya karyawan sebuah
perusahaan. Dwi mengaku bergabung dengan kongsi Empat Serangkai itu tanpa ikut setor
modal sama sekali. Saya tidak punya uang waktu itu, kata Dwi. Modal utamanya adalah
statusnya sebagai adik sepupu Presiden Soeharto.

Dwi, di mata teman-temannya, juga punya modal lain. Dia orang yang sabar dan mudah
bergaul. Tak hanya jadi pelicin jalan segala urusan dengan pemerintah sekaligus jadi juru
bicara kongsi, tak jarang Dwi menjadi penengah di antara mereka berempat jika ada silang
selisih. Dia orang yang sederhana, praktis, pragmatis dan kooperatif, orang yang bijaksana,
Ibrahim Risjad memuji Dwi. Pak Dwi menghormati semua orang tanpa melihat gelar atau
status. Itu hal luar biasa mengingat dia merupakan anggota keluarga Presiden Soeharto.

Dwi sebenarnya bukan satu-satunya nama Keluarga Cendana yang disorongkan Soeharto
untuk berkongsi dengan Liem. Soeharto juga menyodorkan nama adik-adik iparnya, salah
satunya Ibnu Widojo. Tapi egonya yang besar membuat adik Bu Tienpanggilan Siti
Hartinah, istri Presiden Soehartoitu sulit bekerja sama dengan Liem.

Dwi menduga salah satu hal yang Ibnu tak suka adalah posisinya sebagai Direktur III di PT
Hanurata, sementara Dwi menjadi Direktur I. Ibnu Widojo tidak senang. Dia merasa punya
darah biru lantaran berasal dari Keraton Solo, kata Dwi. Beberapa kali Ibnu juga ribut
dengan Liem hanya lantaran masalah-masalah sepele. Liem merasa tak betah di Hanurata dan
memilih mundur.

Kongsi Liem dengan Ibnu Widojo berantakan, tapi dengan Dwi tak ada persoalan. Dwi lebih
pintar menempatkan diri. Mungkin karena saya berasal dari desa, bukan istana, ujar Dwi.
Sudwikatmono meninggal di Singapura enam tahun lalu. Kini tongkat komando semua
bisnisnya dialihkan kepada putra satu-satunya, Agus Lasmono. Bisnis keluarga
Sudwikatmono, seperti halnya teman kongsinya, Om Liem, sempat oleng dihajar krisis
ekonomi hampir 20 tahun lalu. Tapi kini mereka telah tegak kembali.

Juragan Fuqing dan Jenderal Kemusuk


Ilustrasi : Edi Wahyono

Rabu, 7 Februari 2017

Ya, saya memang antek Soeharto, tapi bukan antek yang jelek, kata Liem Sioe Liong tanpa
sungkan kepada Richard Borsuk, penulis buku Liem Sioe Liong dan Salim Group, Pilar
Bisnis Soeharto, beberapa waktu lalu. Selama puluhan tahun, Liem, yang belakangan dikenal
sebagai Sudono Salim, menjadi cukong sekaligus kasir yang sangat dermawan bagi Soeharto,
keluarganya, dan orang-orang di sekelilingnya.

Om Liem, orang-orang biasa menyapanya, meninggal di Singapura pada Juni 2012.


Sahabatnya, mantan presiden Soeharto, mendahuluinya empat tahun sebelumnya. Soeharto,
yang pernah begitu lama berkuasa di Indonesia, meninggal pada 27 Januari sembilan tahun
lalu.

Sampai akhir hayatnya, Liem dan Soeharto, yang lima tahun lebih muda, masih bersahabat.
Kami sudah seperti saudara, Liem mengibaratkan. Tak peduli banyak orang mencaci
Keluarga Cendana, dia tak pernah bicara jelek soal Soeharto. Dia orang yang baik hati dan
penuh kasih sayang. Dia membentuk yayasan amal untuk membantu orang.

Soeharto pun, kendati sangat berkuasa dan ditakuti semua orang, kata Liem, selalu bersikap
hormat kepada dia. Pak Harto selalu berdiri jika saya masuk ruangan. Suatu kali saya
berkata, Jangan begitu. Kita hanya berdiri untuk menghormati senior. Tapi dia hanya
tertawa dan berkata, Saya hanya orang biasa, Liem menuturkan.

Sama-sama jarang bicara keras, sama-sama pintar menyimpan perasaan, dan sama-sama
percaya hal-hal klenik-lah barangkali yang membuat hubungan mereka sangat awet. Padahal
mereka berasal dari dua dunia yang jauh beda. Liem seorang Cina totok, Soeharto orang
Jawa. Liem lahir di Fuqing, Provinsi Fujian, Tiongkok. Soeharto lahir di Kemusuk, desa kecil
di sebelah barat Kota Yogyakarta.

Mereka memang bersahabat, tapi keduanya juga saling memanfaatkan. Untuk Pak Harto, Om
Liem tak pernah mengeluh sekalipun harus merogoh kantongnya dalam-dalam. Ketika pada
awal 1990-an Bank Duta, yang sebagian besar sahamnya dimiliki tiga yayasan yang
dikendalikan oleh Presiden Soeharto, nyaris bangkrut lantaran salah kelola, Liem, bersama
beberapa pengusaha tajir lain, pulalah yang diminta sahabatnya itu untuk saweran menolong
bank tersebut.

Pada 4 Oktober 1990, manajemen Bank Duta membuka borok di bank yang dikuasai oleh
Yayasan Dharmais, Yayasan Dakab, dan Yayasan Supersemar itu. Total kerugian mereka US$
419,6 juta atau lebih dari Rp 5 triliun dengan nilai tukar hari ini. Anthoni Salim, putra Liem
dan penerus waris utama bisnis Om Liem, mengakui ayahnyalah sponsor utama
penyelamatan Bank Duta. Kami memang kontributor utama, kata Anthoni belasan tahun
kemudian.

Apa yang ayahnya lakukan, kata Anthoni, hanyalah balas budi atas semua hal yang telah
mereka terima. Grup Salim tumbuh besar, menggurita, dan jadi raksasa, bersama dengan
makin kokohnya kekuasaan Presiden Soeharto. Sebelum Soeharto berkuasa di Jalan Medan
Merdeka Utara, di Istana Merdeka, Liem memang sudah punya bisnis lumayan.

Dia punya pabrik tekstil dan punya Bank Central Asia (BCA). Tapi dua usaha ini masih kecil.
Di Jakarta, nama Liem Sioe Liong nyaris tak terdengar. Sampai Soeharto berkuasa, Liem
bukan siapa-siapa. Dia hanya anak kemarin sore, Sofjan Wanandi, sesama pengusaha
Tionghoa, mengibaratkan usaha Liem kala itu.

Istana tak hanya membuka pintu lebar-lebar bagi Liem dan kelompoknya untuk menguasai
penggilingan gandum lewat Bogasari di negeri ini, tapi juga memberikan satu dari dua izin
impor cengkeh kepada perusahaan Om Liem. Satu izin impor lainnya dihadiahkan kepada
perusahaan milik Probosutedjo, adik tiri Soeharto. Duit dari dua usaha inilah yang jadi
fondasi awal gurita bisnis Grup SaliM.

Setelah dua pekan terombang-ambing di atas kapal yang berlayar dari Pelabuhan Xiamen,
Tiongkok, Liem Sioe Liong tiba di Tanjung Perak, Surabaya. Kapal berlabuh di Surabaya
pada hari ke-21, bulan ke-7, tahun 1938, Liem menuturkan kepada Richard Borsuk puluhan
tahun kemudian.
Saat itu umurnya baru 21 tahun dan tak bisa berbahasa Indonesia, apalagi bahasa Jawa. Liem
menyusul kakaknya, Liem Sioe Hie, yang sudah beberapa tahun tinggal di Kudus, Jawa
Tengah. Ada beberapa kerabatnya yang lain, sesama perantau dari Fuqing, yang juga tinggal
di Kudus. Selama belasan tahun, kota rokok kretek itu jadi kampung kedua bagi Liem.
Seperti para perantau Hokchia lain, Liem juga berdagang dari kampung ke kampung,
mengkreditkan barangnya.

Nyonya Ang Tong Seng menuturkan kepada Sori Ersa Siregar, penulis buku Liem Sioe
Liong: Dari Futching ke Mancanegara, betapa pintar Liem menjual barang dagangan.
Dengan cepat Liem mengumpulkan pelanggan di kampung-kampung di sekitar Kudus.
Waktu itu saya masih muda dan kuat, juga sangat tampan. Para nyonya sepertinya menyukai
saya. Saya belajar bahasa Jawa dari mereka, kata Liem.

Jaringan kenalannya terus melebar hingga ke Semarang. Lewat satu kejadian, Liem
bersahabat dengan Hasan Din, ayah Fatmawati dan mertua Presiden Sukarno. Berkat
keluwesannya, dia juga menjalin pertemanan dengan kalangan tentara di Semarang. Adalah
Sulardi yang memperkenalkan Liem dengan Soeharto, Panglima Divisi Diponegoro yang
bermarkas di Semarang.

Sulardi dan adiknya, Sudwikatmono, merupakan saudara sepupu Soeharto. Tak sekadar
saudara sepupu, Soeharto lama dititipkan ayahnya di rumah orang tua Sulardi. Ketika
Soeharto bergerilya melawan Belanda dan kemudian diangkat sebagai Panglima Diponegoro
pada 1950-an, Sulardi-lah yang mengurus logistik prajuritnya. Sulardi banyak berhubungan
dengan pedagang Tionghoa, salah satunya Liem Sioe Liong.

Kakak saya bercerita bahwa ada pemasok barang yang lebih menonjol ketimbang yang lain.
Dia ramah dan bersemangat. Namanya Liem. Pasokan barang dari Liem biasanya yang
paling dulu tiba, kata Sudwikatmono. Kolonel Soeharto pun suka kepada Liem. Dia selalu
bersungguh-sungguh dan tak pernah membohongi kami. Dia bilang bahwa kopi yang dia
kirim dicampur dengan jagung. Dia tak berbohong dengan mengatakan bahwa itu kopi asli.

Saat itu Liem sudah kenal dengan Soeharto dan Sulardi, tapi Soeharto kala itu bukanlah
perwira militer dengan kekuasaan besar. Liem, saudara-saudaranya, dan teman kongsinya,
Hasan Din, tak mendapatkan banyak manfaat dan fasilitas dari Soeharto hingga sang jenderal
menjadi Presiden Indonesia.

Pada mulanya, usaha kami tak berkembang berdasar rencana, tapi kebutuhan. Saat ada
kesempatan bagus, kami hanya menangkapnya, kata Anthoni Salim dikutip Marleen
Dieleman dalam bukunya, The Rhythm of Strategy: A Corporate Biography of the Salim
Group of Indonesia. Kebetulan Soeharto membuka banyak kesempatan bagus bagi usaha
Liem.
Menteri Negara Perumahan Rakyat Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) Akbar Tandjung
mengatakan taktik menempel Soeharto dan keluarganya bukan cuma Salim yang
melakukannya. Menurut Akbar, hal tersebut lumrah dilakukan pelaku usaha pada masa itu.

"Pola serupa juga berlaku bagi pengusaha lainnya. Bukan hanya Liem, pengusaha lain pun
diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan bisnis," ujar mantan Ketua Umum
Partai Golongan Karya itu kepada detikX beberapa hari lalu. Keluarga Akbar pernah punya
hubungan bisnis dengan Liem di perusahaan pembuat susu kemasan Indomilk. Akbar juga
berkawan karib dengan Anthoni Salim.

Liem, seperti kata teman-temannya, adalah orang yang pintar mengendus peluang. Tapi tanpa
meminjam kuasa Pak Harto, kemungkinan besar bakal lain akhir ceritanya. Dia mungkin tak
akan sempat memegang predikat pengusaha paling tajir di Indonesia dan Asia Tenggara.

Saat sahabatnya, Soeharto, dipaksa turun dari kekuasaan, tak ada keluarga Liem yang ada di
Indonesia kecuali Anthoni. Om Liem tengah menjalani operasi mata di Amerika Serikat.
Ketika situasi Jakarta makin genting, beberapa pekan sebelum Presiden Soeharto mundur,
keluarga besar Liem yang tersisa di Jakarta buru-buru mengungsi ke Singapura.

Sebagai pengusaha terkaya dan kroni terdekat Keluarga Cendana, keluarga Liem juga ikut
kena getah kejatuhan Soeharto. Pada 14 Mei 1998, sepekan sebelum Soeharto
mengumumkan pengunduran diri, sekelompok orang menggeruduk kompleks rumah Om
Liem di Jalan Gunung Sahari, Jakarta. Hanya ada Sutoyo, kerabat Liem, bersama beberapa
penjaga di rumah itu.

Lewat telepon di kantornya di gedung Indocement, Jalan Jenderal Sudirman, Anthoni minta
para penjaga tak melawan. Lebih baik rumah terbakar daripada ada yang terluka, kata
Anthoni. Gerombolan itu membakar habis satu bagian dari kompleks rumah Liem. Hari itu
juga Anthoni memutuskan meninggalkan Indonesia menuju Singapura. Malam-malam dari
kantornya, Anthoni ditemani orang kepercayaannya, Benny Santoso, langsung menuju
Bandara Halim Perdanakusuma. Di sana sudah menunggu pesawat Boeing 727.

Soeharto lengser, bisnis Liem di Indonesia ikut berguguran terseret kejatuhan salah satu pilar
utama bisnis mereka, BCA. Liem terpaksa menyerahkan ratusan perusahaannya untuk
menambal utang BCA kepada pemerintah. Anthoni-lah yang mengendalikan penyelamatan
kapal bisnis Liem yang terancam karam dan di kemudian hari memimpin kebangkitan
kembali gurita bisnis Grup Salim.

Liem Sioe Liong bukan lagi bos besar Grup Salim, demikian pula Soeharto bukan lagi
presiden yang sangat berkuasa. Tapi keduanya masih bersahabat sampai akhir hayat. Setiap
kali ke Jakarta, Liem, yang belakangan tinggal di Singapura, acap kali mampir ke Cendana.
Pada akhir 2006, Liem bertamu ke rumah Soeharto.
Sugeng Suparwoto, yang dekat dengan Siti Hardijanti Rukmana, putri Soeharto,
membenarkan kedatangan Liem tersebut. "Kami mengucap selamat berpisah di pintu," kata
Liem kepada Richard Borsuk. "Dan Pak Harto menangis."

Pak Menteri Pun Benar Pergi Jauh


Ilustrasi: Edi Wahyono

Kamis, 2 Februari 2017

Sedari kecil, Syaits Asyam di mata keluarga dikenal aktif. Sejak fajar menyingsing hingga
senja menjelang, sejumlah aktivitas dilakoninya.

Kebiasaan tersebut terus dijalani hingga Asyam dewasa dan berkuliah di Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta. Sri Handayani, ibu kandung Asyam, mengatakan, saat bersekolah di
SMA Kesatuan Bangsa, Yogyakarta, dan tinggal di asrama, hari-hari anaknya itu diisi dengan
banyak kegiatan.

Anak itu (Asyam) paling senang jika ada kegiatan. Makanya kami suka memanggilnya
dengan sebutan Pak Menteri karena saking sibuknya, ujar Handayani, yang tinggal di
daerah Jetis, Caturharjo, Sleman, Yogyakarta.

Handayani sering mengingatkan Asyam agar tidak terlalu sibuk dengan kegiatan ini-itu.
Namun pemuda berusia 19 tahun tersebut beralasan semua itu dilakukan untuk
membahagiakan ibunya kelak.

Sebab, selama ini kebutuhan hidup keluarga hanya ditopang Abdullah, ayah Asyam, yang saat
ini bekerja di Banjarmasin, Kalimantan Timur.

Jalan Asyam menuju kesuksesan sedikit demi sedikit mulai terlihat dengan berbagai
penghargaan di bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa jurusan teknik industri ini.

Misalnya hasil penelitiannya terkait penguraian limbah oli di laut menjadi juara dan
mendapatkan medali emas di ajang International Environment & Scientific Project Olympiad
di Belanda pada 2014.

Pada tahun yang sama, Asyam berhasil mendapat dua medali emas di International Science
Project Olympiad bidang kimia yang digelar di Jakarta.

Untuk mengembangkan diri, Asyam, yang lahir pada 7 Juli 1997, juga punya niat
melanjutkan pendidikan di Universitas Oxford, London.

Giatnya Asyam menuntut ilmu dan melakukan penelitian membuat orang tuanya berharap
suatu saat Asyam bisa menjadi menteri, mungkin Menteri Riset dan Teknologi.

Asyam kan suka penelitian. Makanya ibunya berharap anaknya itu bisa menjadi menteri.
Dan saya selalu bilang kepadanya agar menjadi orang yang benar, bermanfaat, ujar Lilik
Margono, paman Asyam, kepada detikX.
Namun impian itu kandas ketika Asyam mengikuti kegiatan pendidikan dasar Mapala Unisi
UII di Desa Tloglodringo, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah,
pada pengujung Januari 2017.

Asyam meninggal di Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta, karena gagal pernapasan. Bukan itu
saja, di tubuhnya juga ditemukan banyak luka.

Lilik tidak menyangka perkataan Asyam sebelum berangkat mengikuti diksar di Gunung
Lawu menjadi pertanda bahwa keponakannya itu akan pergi untuk selamanya.

Pesannya seperti ini, Aku mau naik gunung. Besok mobilnya akan aku jual. Orang sopirnya
mau pergi jauh. Nitip ibu saya, Pakde. Pakde yang aku sayangi. Aduh, Mas, terakhir dia
omong begitu, tutur Margono, yang tak kuasa menahan air matanya.

Meninggalnya Asyam tentu menjadi pukulan berat bagi keluarga. Namun, menurut Lilik,
keluarga sudah merelakannya.

Duka yang sama dialami Syafii, 58 tahun, ayah Ilham Nurpadmy Listia Adi. Warga Nusa
Tenggara Barat ini tidak menyangka Ilham, yang disekolahkan hingga ke seberang, harus
tewas.

Jauh-jauh saya sekolahkan anak di UII, berharap jadi anak saleh dan berbakti, tapi malah
jadi korban penganiayaan, kata Syafii.

Dikatakan Syafii, anaknya sejak 17 Januari mengikuti kegiatan diksar Mapala Unisi UII.
Selama kegiatan itu, pihak keluarga tidak pernah mendapatkan kabar dari sang anak.

Beberapa hari berselang, Senin, 23 Januari, justru kabar buruk yang diterima keluarga. Ilham
meninggal di Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta.

Saya dikabari (Senin, 23 Januari) pukul 23.34 WIB, anak saya sudah meninggal, tutur
Syafii.

Selain Syafii, teman kuliah Ilham, Widi Pradana, merasa sangat kehilangan. Dia tidak
menyangka Ilham yang dikenal supel dalam bergaul harus diperlakukan seperti itu (dianiaya)
saat diksar.

Secara fisik, menurut Widi, Ilham punya postur tubuh berisi dan cukup tinggi badannya. Jadi
Widi tidak yakin Ilham meninggal karena kelelahan saat menjalani pelatihan di Gunung
Lawu.

Di lingkungan temannya, Ilham memang dikenal punya hobi naik gunung. Terakhir pada
2015, mahasiswa jurusan hukum internasional itu naik Gunung Andong, Magelang, Jawa
Tengah.
Satu korban tewas lainnya, Muhammad Fadli, 20 tahun, juga dikenal punya kesibukan di
alam bebas dan fotografi.

Edy Suryanto, ayah Fadli, mengatakan, saat bersekolah SMK di Batam, Kepulauan Riau,
anaknya itu dua kali naik Gunung Merbabu, Jawa Tengah.

Aktivitas sebagai fotografer amatir membuat Fadli dan teman temannya di komunitas
fotografi sering melakukan hunting di sejumlah tempat.

Namun, dalam aktivitas pendidikan, Suryanto mengakui prestasi anaknya biasa-biasa saja.
Yang menurut saya tampak menonjol itu dia kan hobi fotografi dan hobi komputer,
Suryanto mengenang.

Saat di SMK, Fadli mengambil jurusan teknik elektro. Begitu lulus, anak sulung dari tiga
bersaudara ini memilih kuliah di Jurusan Teknik Elektro UII.

Siapa sangka, Fadli kemudian diketahui meninggal saat mengikuti diksar yang diadakan
Mapala Unisi. Tidak ada firasat apa pun di keluarga menjelang kepergian Fadli untuk
selamanya itu.

Hanya, pada hari-hari terakhir, Fadli sering menelepon orang tuanya. Hal ini jarang dilakukan
sebelumnya.

Biasanya tiga hari atau seminggu baru telepon. Itu pun kalau mau minta uang atau ada
keperluan lain-lain, kata Suryanto.

Namun, pada hari-hari terakhirnya, Fadli setiap hari menelepon ibunya, Ngajelinar. Ma, aku
ada ikut mapala, ya. Jangan terlalu pikiran yang macam-macam, ya, Ma, ucap Suryanto
menirukan percakapan anaknya saat ingin mengikuti pelatihan.

Besoknya Fadli menelepon lagi. Kalimatnya sama. Kata-kata itu diucapkan Fadli selama tiga
hari berturut-turut.

Tak ada yang menyangka perilaku Fadli yang sering menelepon pada hari-hari terakhirnya itu
merupakan sebuah pertanda bagi keluarga akan kehilangan dia untuk selamanya.

Sampai saat ini keluarga tidak mengetahui bagaimana kronologi kejadian dan apa penyebab
yang membuat anaknya meninggal.

Yang keluarga tahu, Fadli sudah ditutupi kain kafan saat mereka melihatnya. Kondisinya
sudah dibersihkan, sudah dimandikan. Suryanto hanya mendengar keterangan dari Mapala
Unisi bahwa anaknya mengalami keram perut.

Prahara Mapala Unisi


Ilustrasi: Edi Wahyono

Kamis, 2 Februari 2017

Andy Reza masih hafal dengan aktivitas membanggakan Mahasiswa Pencinta Alam
Universitas Islam Indonesia (Mapala Unisi). Organisasi ini cukup lama malang melintang di
dunia petualangan, olahraga adrenalin, bantuan bencana alam, sampai aktivitas lingkungan.

Unisi berdiri pada 3 April 1974. Andy sendiri bergabung pada 1989. Ia masih sempat lalu
lalang di sekretariat organisasi mahasiswa di kampus UII, Jalan Cik Di Tiro, Terban,
Gondokusuman, Yogyakarta, itu.

Jadi kegiatan kita tidak hanya kegiatan pencinta alam, tidak hanya di outdoor. Aktivitas
tidak hanya petualangan saja. Jadi kita lebih banyak justru di respons kemanusiaan, ujar
Andy kepada detikX.

Ia merasa masih menjadi bagian dari organisasi ini. Toh, struktur organisasi Mapala Unisi
sangat terbuka bagi alumni. Ada tiga kategori anggota, yakni anggota biasa, anggota luar
biasa, dan anggota kehormatan. Yang sudah lulus kuliahnya akan menjadi anggota luar biasa
seperti Andy.

Aktivitas organisasi ini sangat hidup, di antaranya melakukan pembinaan di lima desa di
lereng Gunung Merapi, yakni Desa Sendangrejo, Desa Deles, Desa Tanggung, Desa Tritis,
dan Desa Selo.

Mereka tengah menyelesaikan tahapan renovasi dan pelebaran sejumlah masjid di desa-desa
tersebut yang sempat rusak akibat letusan Gunung Merapi. Setiap tahun kita mengadakan
kegiatan dakwah, juga pada saat Ramadan dan Idul Adha di sana, ujar Andy, yang kini
menjadi pengajar di UII.

Mapala Unisi pada 2010 ikut Ekspedisi Puncak Carstensz. Selain itu, Mapala Unisi terlibat
dalam kegiatan kemanusiaan dan SAR saat terjadi tsunami di Aceh pada 2004, erupsi Gunung
Merapi pada 2010, erupsi Gunung Kelud pada 2014, dan gempa Padang pada 2009.

Tahun ini, 2017, Mapala Unisi diturunkan untuk membantu penanganan banjir Garut di Jawa
Barat serta gempa Padang di Sumatera Barat dan Pidie Jaya di Aceh.

Terakhir, Mapala Unisi merupakan satu-satunya tim dari Indonesia yang mengikuti ajang
International Universities Search and Rescue Games 2016 di Turki. Tim ini memperoleh
juara III dalam ajang itu.

Prestasi dan aktivitas inilah yang membuat pengurus Mapala Unisi dekat dengan pejabat UII.
Andy menyebutkan Rektor UII Harsoyo merupakan anggota kehormatan Mapala Unisi sejak
1995. Waktu itu Harsoyo masih menjabat Pembantu Rektor III.
Pada waktu itu beliau menjabat PR III. Bukan karena jabatannya, melainkan karena
keterlibatan dan kedekatan beliau sehingga, atas usul pada waktu musyawarah, beliau
diangkat menjadi anggota kehormatan, katanya.

Alumni pun berhubungan dekat dengan pengurus Unisi. Biasanya mereka berkumpul pada
hari Jumat di kampus Cik Di Tiro. Tak jarang mereka ikut terlibat dalam kegiatan yang
digelar pada Sabtu dan Minggu.

Dalam setiap rekrutmen dan pendidikan dasar (diksar), yang dinamai The Great Camping
(TGC), alumni selalu mendampingi. Dulu diksar dilakukan di kaki Gunung Merapi. Tetapi,
sejak erupsi dan kasus Trugo pada 1998, mereka beralih ke kaki Gunung Lawu.

Diksar bukan perkara sepele. Terdapat standard operating procedure (SOP) yang mesti
dipenuhi, yakni tes kesehatan dan materi survival. Keterangan panitia diksar TGC ke-37
menyebutkan, dalam survival, peserta harus bertahan hidup dengan mencari makanan berupa
tumbuhan di sekitar flying camp.

Namun acara diksar TGC ke-37, yang digelar di Lereng Lawu, Dusun Tlogodringo, Desa
Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, berakhir
prahara. Tiga peserta diksar meninggal diduga karena kekerasan, yakni Syaits Asyam, 19
tahun, Muhammad Fadli (19), dan Ilham Nurfadmi Listia Adi (20).

Hendi Aseng, anggota luar biasa Mapala Unisi angkatan 1991, mengaku tak ada alumni yang
terlibat dalam diksar kali ini. Mereka baru berkumpul pada 23-27 Januari di posko Mapala
Unisi, Yogyakarta. Hendi sendiri datang langsung dari Lampung.

Ia beranggapan korban tewas dalam diksar kali ini merupakan kecelakaan. Belum pernah ada
kasus seperti ini selama Unisi berdiri.

Masalah ini sedang kita cari karena ini kan baru pertama kali terjadi di Mapala Unisi.
Selama ini tak ada sistem kita yang seperti itu (tindak kekerasan), kata Hendi kepada
detikX.

Namun luka sudah terlalu dalam. Kematian Ilham dkk dibalas dengan pernyataan sikap
Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Lombok. Mereka menganggap kematian Ilham,
mahasiswa asal Lombok, itu akibat hal yang tidak wajar. Mereka meminta polisi
menyelesaikan kasus itu secara hukum dan pihak UII harus mengambil sikap.

Selasa, 24 Januari, Harsoyo, menyatakan membekukan kegiatan luar Mapala Unisi. Selain
itu, ia menyatakan mengundurkan diri sebagai rektor. Menurut dia, langkah ini merupakan
bentuk pertanggungjawabannya selaku pemimpin universitas.

Surat pengunduran dirinya telah diserahkan kepada Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Mohammad Nasir pada 26 Januari. Sebagai bentuk tanggung jawab moral saya
secara penuh, saya mengundurkan diri sebagai Rektor UII, ucapnya.
Polres Karanganyar, Jawa Tengah, meneruskan penyidikan atas kasus ini. Dua tersangka
ditangkap di posko Mapala Unisi dan di rumah kos. Mereka adalah M. Wahyudi alias Yudi
alias Kresek asal Kupang dan Angga Septiawan alias Waluyo asal Tarakan Utara, Kalimantan
Utara.

Keduanya sudah diringkus, ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri
Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan.

Hasil penelusuran tim pencari fakta UII, Yudi berstatus sudah lulus, sedangkan Angga masih
mahasiswa. Mereka menyerahkan proses kasus hukum calon anggota Mapala Unisi itu
kepada polisi. Celaka di Lereng Lawu ini pun berlanjut dengan pembekuan Mapala UII
secara kelembagaan.

Petaka Pencinta Alam di Lereng Lawu


Video: Abdul Haris Utairahman/20detik

Kamis, 2 Februari 2017

Kabut tebal disertai angin kencang hampir setiap waktu menyelimuti kawasan Dusun
Tlogodringo, Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah. Suhu udara di kawasan yang berada di ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut
itu mencapai 18 derajat Celsius.

Di dusun yang berjarak sekitar 2 kilometer dari pintu masuk pendakian Cemoro Kandang itu
terdapat hutan Mrutu Sewu dan Djobolarangan. Lahan inilah yang biasa digunakan
mahasiswa pencinta alam untuk berkegiatan, juga oleh pasukan Kopassus untuk latihan
militer

Kondisi alam dan iklim yang tak bersahabat justru dicari untuk mengasah keterampilan
menguasai lingkungan dan bertahan hidup. Semakin ekstrem cuacanya, semakin dicari para
mapala untuk diksar, kata Joko Suratin kepada detikX di rumahnya, Jalan Dlingo, Dusun
Tlogodringo RT 01 RW 07, Desa Gondosuli, yang kerap dijadikan base camp.

Begitu juga ketika Mapala Unisi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, menggelar
pendidikan dasar (diksar) The Great Camping (TGC) ke-37 pada 14-22 Januari 2017.
Sebanyak 37 mahasiswa, yang terdiri atas 34 putra dan 3 putri, mengikuti diksar TGC di
tengah cuaca berkabut, angin kencang, dan hujan yang turun sepanjang hari.

TGC merupakan bagian dari rekrutmen anggota baru. Sebelum mengikuti pendidikan
lapangan, peserta diseleksi dengan menjalani tes fisik, kesehatan, dan wawancara. Selain itu,
mereka diminta mengisi formulir bermeterai. Isinya pernyataan orang tua bahwa mereka tak
akan menuntut bila terjadi kecelakaan dan cedera selama diksar.

Peserta yang datang dari berbagai fakultas mengikuti materi kelas selama dua hari, 11-12
Januari, di kampus UII, Jalan Kaliurang Km 14,5, Sleman. Mereka mendapat 10 materi,
antara lain hubungan manusia dengan alam, navigasi darat, mountaineering (pendakian
gunung), survival, serta SAR dan teknik P3K.

Jumat, 13 Januari, seluruh mahasiswa itu diangkut menuju hall UII di Jalan Cik Dik Tiro
untuk persiapan keberangkatan. Keesokan harinya, mereka berangkat bersama sejumlah
anggota Mapala Unisi menggunakan tiga truk ke lereng Gunung Lawu dan tiba siang hari.

Rumah Joko dipakai untuk menyimpan logistik dan alat komunikasi. Setelah mendirikan
tenda utama di lapangan parkir, peserta diksar dibagi menjadi lima regu untuk melaksanakan
kegiatan materi lapangan. Seluruh kegiatan dilaksanakan di hutan Mrutu Sewu, yang berjarak
1,5-2 kilometer dari tenda utama.

Perjalanan di lereng Lawu itu memang naik-turun, tapi lebih banyak yang mendatar. Di
kawasan ini juga terdapat tebing batu, yang dipakai untuk latihan panjat tebing. Empat hari
pertama, 14-17 Januari 2017, pelaksanaan diksar TGC berjalan lancar.

Ketika materi survival digelar sehari kemudian, mulai terlihat tanda-tanda tak wajar. Salah
seorang peserta dibawa ke base camp, rumah Joko, karena mengalami luka. Peserta itu
bernama Syaits Asyam, 19 tahun, mahasiswa Jurusan Teknik Industri.

Sejumlah panitia membubuhkan obat luka Betadine pada pinggang belakang, paha, dan
kukunya yang terkelupas. Joko masih ingat, Asyam berada di base camp selama tiga hari.
Asyam pun masih bisa berjalan sendiri dan ikut makan bila tiba waktunya.

Pada 20 Januari 2017, sepulang dari pertemuan RT pada pukul 18.00 WIB, Joko berpapasan
dengan mobil minibus yang membawa Muhammad Fadli, 19 tahun, seorang peserta yang
terluka menuju Puskesmas Tawangmangu. Ia tak tahu apa yang terjadi, sementara mobil
Ranger masih standby milik Mapala UII di rumahnya.

Sejumlah anggota mapala perempuan berpelukan dan menangis saat itu. Mereka juga
memeluk Asyam, yang juga menangis. Belakangan, Fadli dinyatakan meninggal sebelum tiba
di puskesmas.

Ada bagian tubuh yang sudah kaku. Kami menduga korban sudah meninggal tiga jam
sebelumnya, tutur Supadi, dokter Puskesmas Tawangmangu yang memeriksa tubuh
mahasiswa Jurusan Teknik Elektro itu.

Malam itu juga, di tengah cuaca berkabut dan hujan, seluruh peserta dievakuasi dari hutan
Mrutu menuju lapangan desa. Lantas peserta diksar TGC ke-37 dan sejumlah peralatan pun
ditarik pulang menuju Yogyakarta menggunakan truk.

Ketua Mapala Unisi Imam Noorizky bilang, sejak pemaparan materi kelas pada 12 Januari
2017, Fadli memang mengeluhkan keram di sekujur badannya sehingga dilakukan relaksasi
tanpa bantuan obat. Setelah itu, ia kembali ke kelas untuk mengikuti pemaparan materi.
Begitu tiba di Tlogodringo, Fadli masih dalam kondisi sehat meski cuaca ekstrem. Ia masih
bisa mengikuti materi diksar hingga tiga hari. Nah, ketika dilakukan pemeriksaan kesehatan
seluruh peserta oleh tim Mapala Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta,
Fadli mengeluh pusing kepala, sesak napas, dan nyeri.

Lalu Fadli kembali mengeluh sakit perut dan sesak napas sehingga diistirahatkan agar
kondisinya tak semakin buruk. Saat mengikuti kegiatan survival dan renungan malam, Fadli
mengeluh sakit parah hingga akhirnya diberi oksigen bantuan dan minum obat yang
dibawanya sendiri.

Menurut Imam, Fadli sempat mengganti pakaian basah dengan yang kering saat diangkut
mobil Ranger. Ia juga diberi biskuit, air hangat, dan oksigen kembali. Lalu ia dibawa dengan
cara ditandu menuju base camp dan kemudian ke puskesmas.

Jumat, 20 Januari, sekitar pukul 23.00 WIB, jenazah Fadli tiba di posko Mapala Unisi. Saat
itu Rektor UII Harsoyo dan jajaran pejabat kemahasiswaan menyambut kedatangan jenazah.
Keesokan harinya, jenazah Fadli dibawa keluarganya ke Batam.

Namun, duka rupanya tak berhenti di Fadli. Pada hari yang sama, Asyam mengembuskan
napas terakhir ketika terbaring di RS Bethesda, Yogyakarta. Dua hari kemudian, mahasiswa
Fakultas Hukum, Ilham Nurfadmi Listi Adi, 20 tahun, juga meninggal di rumah sakit
tersebut.

Ilham sempat mendapatkan pengobatan bersama 10 peserta diksar TGC lainnya di RS Jogja
International Hospital. Lantas ia pulang ke tempat kosnya di kawasan Tamsis. Namun, setiba
di tempat kos, Ilham ambruk.

Kepada paman dan bibinya, Bambang dan Siti Munawaroh, Ilham sempat mengaku diinjak,
dipukul, dan dipecut oleh panitia diksar. Kedua lengannya mengalami luka-luka, perutnya
membesar, serta duburnya mengalami perdarahan.

Saat itu, paman dan bibinya menyarankan Ilham melapor ke polisi. Namun keponakannya itu
hanya menggelengkan kepala. Sebab, menurut Ilham, peserta tak bisa mengadu karena sudah
menandatangani surat perjanjian bermeterai sebelumnya.

Sementara itu, Sri Handayani, ibunda Asyam, mengungkapkan putranya mengalami luka di
bagian punggungnya. Luka itu, kata Asyam, didapatkan akibat pecutan dan diinjak-injak
sebanyak 10 kali ketika membawa air jeriken di pundaknya.

Asyam juga bilang siksaan itu dilakukan seniornya bernama Yudi asal Sulawesi. Saat
jenazahnya diautopsi, paru-paru Asyam mengalami luka memar. Asyam sempat ingin
mundur, tapi dilarang seniornya.

Ketua panitia diksar Wildan Yusuf Nuzula mengakui memang ada salah satu korban
meninggal yang ingin mundur. Namun panitia ingin agar peserta tetap bersama-sama hingga
selesai. Dan Asyam tidak mengikuti kegiatan survival setelah dinyatakan tak sehat.
Asyam dibawa ke base camp. Almarhum diistirahatkan dan tak ada kegiatan apa pun, full
istirahat. Didampingi panitia, kata dia.

Kematian tiga mahasiswa UII yang tengah melaksanakan diksar TGC ke-37 itu mengundang
tanya. Kepolisian Resor Karanganyar langsung melakukan penyidikan dengan meminta
keterangan kepada 20 saksi dan keluarga korban.

Polisi juga telah mengantongi hasil autopsi Asyam dan Ilham. Kapolres Karanganyar AKBP
Ade Safri Simanjuntak mengatakan korban mengalami luka akibat pukulan benda tumpul.
Bagian tubuh di dekat organ vital korban, seperti paru-paru dan jantung, mengalami trauma.

"Ya, diperkirakan seperti itu (pukulan benda tumpul). Kemudian di beberapa organ vital itu,
baik di dekat paru-paru, jantung, maupun di kepala belakang, ada semacam mengalami
trauma," ujar Ade.

Para penyidik dari Satuan Reserse Kriminal Polres Karanganyar sempat mengalami kesulitan
ketika hendak meminta keterangan kepada pihak Mapala Unisi. Sebab, mereka seolah
menyembunyikan anggota Mapala yang diduga melakukan tindak kekerasan.

Bahkan Mapala Unisi UII berkukuh akan melakukan investigasi sendiri. Hanya, ternyata
kasus ini menjadi semakin besar. Polres Karanganyar pun semakin intensif melakukan
pengusutan.

Setelah melakukan gelar perkara selama lima jam pada Minggu, 29 Januari, penyidik
akhirnya menetapkan dua panitia diksar TGC ke-37 Mapala Unisi sebagai tersangka.
Keduanya adalah Wahyudi, 25 tahun, dan Angga Septiawan alias Waluyo, 27 tahun.

Keduanya merupakan senior di Mapala Unisi UII. Senin sehari kemudian, Yudi ditangkap
pihak Satreskrim Polres Karanganyar di posko Mapala UII pukul 05.30 WIB. Sedangkan
Angga ditangkap di kosnya.

Polisi juga melakukan penggeledahan dan penyitaan beberapa barang yang diduga berkaitan
dengan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan keduanya. Barang bukti yang dibawa di
antaranya tiga unit ponsel, dua pasang sepatu gunung, dua tas milik kedua tersangka, serta
seragam Mapala Unisi milik keduanya.

Polisi juga menemukan rotan di tempat kos kedua tersangka yang diduga digunakan untuk
memukul ketiga korban. Saat ini Yudi dan Angga ditahan di Polres Karanganyar. Keduanya
dijerat dengan Pasal 170 ayat 2 juncto Pasal 351 KUHP, yang ancaman hukumannya lebih
dari 5 tahun penjara.

Anda mungkin juga menyukai