Anda di halaman 1dari 39

PERGESERAN SISTEM NILAI PADA MASYARAKAT

PERBATASAN TERHADAP AKHLAK (STUDI TERHADAP


MASYARAKAT DI WILAYAH PERBATASAN ARUK-
SAJINGAN KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT

PROPOSAL PENELITIAN
BIDANG ILMU KEAGAMAAN

Disusun Oleh:
Muhammad Husnul Walidain
NISN: 0012184186
Fahricha Puspa Oktania
NISN: 0021693042

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


MADRASAH ALIYAH NEGERI INSAN CENDEKIA SAMBAS

Alamat Jl. Panglima Daud Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas Provinsi


Kalimantan Barat
Contac Person: +62 852-8493-4900
Email: manic_sambas@yahoo.com
PERGESERAN SISTEM NILAI PADA MASYARAKAT
PERBATASAN TERHADAP AKHLAK (STUDI TERHADAP
MASYARAKAT DI WILAYAH PERBATASAN ARUK-
SAJINGAN KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT

Disusun Oleh:

Disusun Oleh:
Muhammad Husnul Walidain
NISN: 0012184186
Fahricha Puspa Oktania
NISN: 0021693042

Pembimbing,

Nuraini, S.Pd.I, M.Pd.I


NIP: 19770410 199803 2002

Mata Pelajaran: Fiqih

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


MADRASAH ALIYAH NEGERI INSAN CENDEKIA SAMBAS

TAHUN

2019
PERGESERAN SISTEM NILAI PADA MASYARAKAT PERBATASAN
TERHADAP AKHLAK (STUDI TERHADAP MASYARAKAT DI
WILAYAH PERBATASAN ARUK- SAJINGAN KABUPATEN SAMBAS
KALIMANTAN BARAT

Muhammad Husnul Walidain, Fahricha Puspa Oktania1


Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Sambas Kalimantan Barat

ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah Pergeseran Sistem Nilai Pada Masyarakat Perbatasan
Terhadap Akhlak (Studi Terhadap Masyarakat di Wilayah Perbatasan Aruk- Sajingan
Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Penelitian ini dilakukan dengan meliat kondisi
masyarakat didaerah perbatasan yang sangat rentan akan berbagai ancaman yang
mengakibatkan tergusurnya moral dan akhlak pada masyarakat yang berada di daerah
perbatasan tersebut lebih khusus di Aruk Sajingan. Anggota masyarakat perbatasan
adalah orang-orang yang tinggal di perbatasan antara dua negara, dan mereka selalu
dikenal sebagai daerah yang paling tidak berkembang, perbatasan, terluar dan juga
kurang perhatian terhadap perkembangan mereka dari pemerintah pusat dan daerah,
seperti yang dialami oleh Desa yang terdapat di Aruk Sajingan yang berbatasan langsung
dengan Malaysia. Tujuan dari penelitian ini adalah. Pertama, penulis ingin
mengidentifikasi dan mengambarkan pergeseran nilai yang terjadi pada masyarakat
perbatasan lebih khusus pada masyarakat yang berada di Aruk Sajingan, dan
mendeskripsikan factor-faktor yang menyebabkan pergeseran nilai pada masyarakat Aruk
Sajingan.

1
Siswa Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Sambas Kalimantan Barat. Guru Pembimbing Nuraini,
S.Pd.I, M.Pd.I
KATA PENGANTAR

Bismillàhirrahmànirrahîm, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga proses

penulisan proposal ini dapat berjalan dengan baik tanpa kendala yang berarti. Salawat

dan salam selalu terlimpahkan kepada Rasulullah junjungan kita, Nabi Muhammad

SAW serta kepada keluarga dan para sahabatnya yang menjadi imam lagi dapat

dipercaya.

Proposal yang disusun ini berjudul Pergeseran Sistem Nilai Pada Masyarakat

Perbatasan Terhadap Akhlak (Studi Terhadap Masyarakat di Wilayah Perbatasan

Sajingan Aruk- Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Penulisan proposal ini dapat

terwujud tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak,

baik moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis sampaikan terima kasih dan

apresiasi yang setinggi-tingginya kepada:

1. Segenap civitas Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Sambas mengucapkan

terima kasih kapada Direktorat KSKK Madrasah Kementerian Agama Republik

Indonesia yang menggelar Madrasah Young Researchs Super Camp Tahun 2019,

sehingga Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Sambas dalam ikut serta dalam

kegiatan ini.

2. Terima kasih disampaikan kepada kepala Madrasah bapak Mursidin, M.Ag yang

selalu memberikan motivasi guna terselesainya proposal ini guna mengikuti

Madrasah Young Researchs Super Camp Tahun 2019.

v
vi

3. Ibu Nuraini, S.Pd.I, M.Pd.I, selaku Pembimbing dalam penulisan proposal

Madrasah Young Researchs Super Camp Tahun 2019 yang senantiasa

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan

penyusunan karya ini.

4. Bapak Kepala Sekolah, Dewan Guru, dan Staf TU di Madrasah Aliyah Negeri

Insan Cendekia Sambas yang telah membantu dalam proses penyusunan proposal

Madrasah Young Researchs Super Camp Tahun 2019.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa proposal ini banyak kekurangan

sekalipun telah diusahakan semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis tidak

menutup pintu bagi masuknya setiap kritik dan saran yang sifatnya membangun dari

para pembaca. Akhirnya diharapkan semoga Allah SWT akan membalas setiap

kebaikan yang diberikan dengan sebaik-baiknya pembalasan dan semoga proposal ini

dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas pemahaman serta memperkaya

khasanah pengetahuan bagi para pembaca ataupun semua pihak yang berkepentingan.

Àmîn.

Sambas, Mei 2019

Penulis,

Ttd.

Muhammad Husnul Walidain


Fahricha Puspa Oktania
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................... i

PERNYATAAN ORSINALITAS ................................................... ii

ABSTRAK .................................................................................... iii

KATA PENGANTAR.................................................................... iv

DAFTAR ISI ............................................................................... v

A. Pendahuluan ............................................................ 1

B. Kajian Pustaka ......................................................... 8

C. Metode Penelitian..................................................... 22

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ........................... 22


2. Lokasi Penelitian ................................................. 23
3. Data dan Sumber Data ......................................... 23
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ...................... 24
5. Teknik Analisis Data ........................................... 25
6. Keabsahan Data................................................... 26

D. Daftar Pustaka.......................................................... 28

v
PERGESERAN SISTEM NILAI PADA MASYARAKAT PERBATASAN
TERHADAP AKHLAK (STUDI TERHADAP MASYARAKAT DI
WILAYAH PERBATASAN ARUK- SAJINGAN KABUPATEN SAMBAS
KALIMANTAN BARAT

Muhammad Husnul Walidain, Fahricha Puspa Oktania1


Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Sambas Kalimantan Barat

ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah Pergeseran Sistem Nilai Pada Masyarakat Perbatasan
Terhadap Akhlak (Studi Terhadap Masyarakat di Wilayah Perbatasan Aruk-Sajingan
Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Penelitian ini dilakukan dengan meliat kondisi
masyarakat didaerah perbatasan yang sangat rentan akan berbagai ancaman yang
mengakibatkan tergusurnya moral dan akhlak pada masyarakat yang berada di daerah
perbatasan tersebut lebih khusus di Aruk Sajingan. Anggota masyarakat perbatasan
adalah orang-orang yang tinggal di perbatasan antara dua negara, dan mereka selalu
dikenal sebagai daerah yang paling tidak berkembang, perbatasan, terluar dan juga
kurang perhatian terhadap perkembangan mereka dari pemerintah pusat dan daerah,
seperti yang dialami oleh Desa yang terdapat di Aruk Sajingan yang berbatasan langsung
dengan Malaysia. Tujuan dari penelitian ini adalah. Pertama, penulis ingin
mengidentifikasi dan mengambarkan pergeseran nilai yang terjadi pada masyarakat
perbatasan lebih khusus pada masyarakat yang berada di Aruk Sajingan, dan
mendeskripsikan factor-faktor yang menyebabkan pergeseran nilai pada masyarakat Aruk
Sajingan.

1
Siswa Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Sambas Kalimantan Barat. Guru Pembimbing Nuraini,
S.Pd.I, M.Pd.I

1
2

A. Pendahuluan
Transformasi nilai berdampak pada terjadinya perubahan-perubahan tatanan sosial dan
nilai yang ada di suatu masyarakat. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi dalam
bentuk asimilasi dan disimilasi nilai lama menjadi nilai-nilai yang dianggap baru.
Perubahan nilai tersebut dapat terjadi dalam bentuk yang positif, namun bisa juga
perubahan terjadi kenegatif. Sebagian masyarakat kita beranggapan bahwa nilai-nilai
baru dipandang lebih baik dibandingkan dengan nilai-nilai lama, terutama perubahan
yang datangnya dari luar daerah bahkan luar negara. Sebaliknya, bagi sebagian
masyarakat yang lain, nilai-nilai lama dianggap lebih baik dan nilai baru dipandang dapat
merusak tatatan nilai lama. Masalahnya, nilai-nilai baru itu dianggap dapat
menghilangkan identitas masyarakat, karena tidak berakar dari tradisi dan sistem nilai
masyarakat tersebut. Sehingga menimbulkan keresahan masyarakat terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi di tengah masyarakat, bukan hanya disebabkan ketidaksiapan
masyarakat terhadap perubahan tersebut, melainkan karena perubahan tersebut tidak
membawa perubahan ke arah lebih baik dari sisi nilai dan norma masyarakat.
Perubahan global terjadi terutama karena pandangan (ideologi) dunia terhadap
pembangunan yang menuntut terjadinya perubahan-perubahan yang menjadi
prasyaraktnya. Suwarsono dan Alvin (2000: 4) mencatat berbagai perubahan terjadi
karena pandangan modernisasi dalam berbagai belahan dunia, terutama negara-negara
berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan pandangan tersebut paling tidak terdapat tiga
jenis perspektif tentang perubahan dunia dalam konteks pembangunan, yakni perspektif
modernisasi, perspektif dependensi, dan perspektif sistem dunia. Umumnya, negara-
negara ketiga yang selama ini tereksploitasi bangkit untuk berpijak secara mandiri
menganut paham pembangunan dependensi. Oleh karena itu, paham ini memberikan
saran kepada dunia ketiga untuk melepaskan hubungan dengan negara-negara Barat yang
telah terlebih dahulu menghembuskan pandangan modernisasi.
Perubahan sistem nilai tersebut, pada masyarakat Perbatasan lebih spesifik pada
masyarakt yang berdomisili di Sajingan-Aruk terjadi karena secara geografis masyarakat
berbatasan dengan wilayah negara lain, yaitu Malaysia dan Brunei. Kehidupan sehari-
hari mereka lebih banyak dipengaruhi dan diilhami oleh budaya Malaysia, terutama
kehidupan ekonomi negara tersebut yang sudah lebih maju, dibandingkan dengan pola
dan kehidupan negara Indonesia. Bagi masyarakat Sambas yang bekerja di negeri
Jiran, ringgit Malaysia atau dolar Brunei jauh lebih berharga dan berarti bagi kehidupan
3
mereka daripada rupiah Indonesia. Terutama masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah-daerah perbatasan. Karena produk yang dibeli oleh orang Aruk dan orang
Sajingan sampai saat ini memang lebih banyak produk dari Malaysia, sebab barangnya
lebih murah harganya, lebih banyak, lebih mudah didapat dan apa saja yang kita cari ada
di Malaysia, apalagi orang Aruk dan Sajingan belanjanya di Pasar Biawak Kucing.
Karena Pasar Biawak lebih dekat dengan Aruk hanya berjarak kurang lebih 500 meter
saja. Di samping itu juga pada umumnya orang Aruk dan Sajingan bekerjanya di
Malaysia, sehingga uang yang dipakai untuk berbelanja juga menggunakan uang ringgit.2
Selain itu, dengan dibukanya border Aruk-Sajingan merupakan dibukanya akses untuk
pergi ke Malaysia melalaui Kuching. Satu sisi dalam kegiatan ekonomi akan berdampak
pada pendapatan masyarakat hal ini dibuktikan dengan mudahnya masyarakat membawa
hasil pertanian. Selain itu tidak sedikit pula orang-orang Malaysia ketika ingin
berkunjung ke Sambas telah melalui border Aruk Sajingan Kabupaten Sambas. Namun
demikian, kemudah-kemudahan tersebut kadang disalah gunakan oleh orang-oarang yang
tidak bertanggung jawab seperti dengan mudahnya barang-barang illegal masuk ke
Kabupaten Sambas melalui jalur perbatasan seperti barang-barang sembako, serta sering
juga ditemukan oleh penjaga keamanan batas ada yang membawa narkoba dan bahan
minuman beralkohol dan bahkan tindakan penjualan manusia atau traffcing. Perubahan
nilai pada masyarakat Aruk Sajingan juga terjadi karena berbagai pergesekan budaya
dengan etnis lain yang datang ke wilayah ini, terutama dari pulau Jawa. Secara
umum, masyarakat memiliki tingkat ekonomi yang lebih rendah, bahkan miskin
dibandingkan ekonomi masyarakat pendatang atau masyarakat etnis Cina. Persaingan ini
memicu kecemburuan sosial dan disparitas kehidupan ekonomi. Belum lagi jika dikaitkan
dengan tingkat pendidikan yang rata-rata hanya menempuh pendidikan dasar.
Pengaruh faktor-faktor di atas ternyata telah mengubah pola hidup, tatanan sosial,
dan sistem nilai pada masyarakat Aruk Sajingan. Perubahan tersebut berpengaruh
terhadap periaku atau akhlak masyarakat saat ini terutama remaja dan anak-anak di
daerah tersebut. Perubahan perilaku terlihat didalam sikap, tidak saja badan maupun
ucapan, tetapi dilihat juga terhadap manusia dalam beragama. Oleh karena itu, agama
bukan dipandang sebagai normatif saja tetapi di pandang sebagai perubahan perilaku
manusia di dalam beragama termasuk perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan
agama sebagai fungsi normatif. Tidak hanya itu, bahkan semangkat nasionalisme
terhadap bangsa Indonesia juga akan tergadaikan jika seandainya pemerintah tidak

2
(Pabali, 2009:31).
4
tanggap dalam hal tersebut terhadap masyarakat di wilayah perbatasan.
Kawasan perbatasan suatu negara memiliki peran penting dalam penentuan batas
wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan
wilayah. Pembangunan wilayah perbatasan pada dasarnya merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Kawasan perbatasan mempunyai nilai strategis dalam
mendukung keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut ditunjukkan oleh
karakteristik kegiatan yang mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara, menjadi
faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya,
memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di
wilayah lainnya yang berbatasan dengan wilayah maupun antar negara, serta mempunyai
dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun
nasional. Sajingan Besar adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sambas, Kalimantan
Barat, Indonesia. Kecamatan ini sering disebut sebagai Sajingan saja, yang sebenarnya
bisa membingungkan, karena di lain pihak, terdapat juga Sajingan Kecil, sebuah dusun di
Semanga, yang notabene tidak terletak di kecamatan ini, melainkan di Kec. Sajingan
yang terletak di sebelah selatannya. Ibu kota kecamatannya adalah Kaliau, yang juga
merupakan nama sebuah gunung dekat kota kecamatan itu berada. Pos Lintas Batas
Negara Aruk (Aruk-Sambas), yang merupakan pemukiman Indonesia terdekat dari
Sarawak, Malaysia, di Kabupaten Sambas juga terdapat di kecamatan ini. Jalur
transportasi sudah cukup memadai, di mana sudah terdapat angkutan umum yang dapat
digunakan masyarakat untuk bepergian ke ibukota kabupaten, walaupun dengan kondisi
jalan yang masih belum begitu baik.
Dari segi telekomunikasi, agaknya masyarakat kecamatan ini,terutama di Aruk dan
sekitarnya, lebih familiar dengan Hotlink yang merupakan jaringan telekomunikasi
seluler produk Malaysia, dikarenakan dekatnya posisi kecamatan ini dari perbatasan
Malaysia. Penduduk kecamatan ini sebagian besar merupakan suku Dayak, kemudian
diikuti oleh orang Melayu. Kecamatan Sajingan Besar terbentuk secara resmi pada
tanggal 17 Juni 1996 yang dilaksanakan secara terpusat di Sanggau Kabupaten Sanggau
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1996 tentang
Pembentukan 16 (Enam Belas) Kecamatan di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II
Pontianak, Sanggau, Sambas, Sintang, Ketapang dan Kapuas Hulu Dalam Wilayah
Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat. Kecamatan Sajingan Besar pada awalnya
merupakan Perwakilan Kecamatan Sejangkung yang terletak di Desa Kaliau. Kecamatan
Sajingan Besar merupakan kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Sambas dan
5
terletak di wilayah perbatasan dengan Negara Malaysia Timur (Serawak) dengan luas
wilayah ± 1.391,20 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut: Arah Mata Angin Berbatasan
dengan utara Kecamatan Paloh dan Serawak, arah selatan Kecamatan Sejangkung dan
Kabupaten Bengkayang, arah Timur berbatasan dengan Sarawak, sedangkan arah barat
berbatasan langsung dengan Kecamatan Paloh dan Kecamatan Galing. Adapun desa-desa
yang tergabung dalam wilayah Kecamatan Sajingan Besar adalah merupakan desa-desa
yang berasal dari Kecamatan Sejangkung (Desa Kaliau’ dan Sebunga), Kecamatan Teluk
Keramat (Desa Santaban dan Senatab) dan Kecamatan Paloh (Desa Sungai Bening),
sehingga Kecamatan Sajingan Besar membawahi 5 Desa yaitu :Desa Kaliau, Desa
Sebunga, Desa Santaban, Desa Senatab, Desa Sungai Bening.3
Hal ini memberi gambaran, bahwa Aruk termasuk kategori daerah 3 T yang dikenal
sebagai daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar yang disebabkan oleh akses yang sulit
dan jauh sekali dari pusat perkotaan dan bahkan listrik pun belum ada di desa Aruk.
Apalagi jumlah penduduknya yang tidak begitu banyak dari jumlah penduduk kabupaten
Sambas. Elizabeth K. Nottingham, menyatakan bahwa tipe ini termasuk masyarakat
yang kecil, terisolasi dan terbelakang termasuk tentang pendidikan. Namun, dalam hal
kenyataannya, Aruk yang dikategorikan sebagai masyarakat yang perubahan sosialnya
lambat dan seiring dengan perkembangan era globalisasi dan modernisasi dengan
melahirkan teknologi, sehingga secara drastis perubahan perilaku sosial masyarakat Aruk
menyamai daerah perkotaan yang dikatakan sebagai tipe masyarakat pra industri yang
sedang berkembang dan masyarakat industri sekuler. Perubahan ini terlihat dari sarana
dan prasarana untuk pergi ke Aruk.
Elizabeth K. Nottingham, menyatakan bahwa tipe ini termasuk masyarakat yang
kecil, terisolasi dan terbelakang termasuk tentang pendidikan.4 Namun, dalam hal
kenyataannya, Temajuk yang dikategorikan sebagai masyarakat yang perubahan sosialnya
lambat dan seiring dengan perkembangan era globalisasi dan modernisasi dengan
melahirkan teknologi, sehingga secara drastis perubahan perilaku sosial masyarakat
temajuk menyamai daerah perkotaan yang dikatakan sebagai tipe masyarakat pra industri
yang sedang berkembang dan masyarakat industri sekuler. Perubahan ini terlihat dari
sarana dan prasarana untuk pergi ke Temajuk.

3
https://id.wikipedia.org/wiki/Sajingan_Besar,_Sambas, diakses pada tanggal 5 Mei 2019.
4
Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama, ter. Abdul
Muis Nahorang, Ed (Jakarta: CV.Rajawali, 1996), h. 51.
6
5
Hamka Siregar mengutarakan, wilayah perbatasan seharusnya mendapatkan
perhatian yang lebih dari pemerintah, sebab merupakan cerminan jati diri bangsa.
Sedangkan Keputusan Menteri Sosial R.I. Nomor 06B/HUK/2010 tentang
penyelenggaraan kesejahteraan sosial pada wilayah tertinggal sebagai upaya percepatan
peningkatan kesejahteraan sosial dan keadilan di daerah tertinggal.6
Abudin Nata,7 mengutarakan, pendidikan sebagai sarana transformasi nilai-nilai
akhlak mulia yang bersumber dari ajaran Agama yang bersumber pada diri manusia. Oleh
karena itu, proses Islamisasi ilmu pengetahuan dalam rangka membendung pengaruh
materialisme, sekularisme, dikotomisme dan hedonisme yang telah dikembangkan oleh
barat dapat dibenahi melalui pendidikan. Sejalan dengan itu, Undang-Undang No. 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, pasal 1 menyatakan bahwa, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.8 Gambaran ini memberikan penjelasan, bahwa perilaku keagamaan manusia
terdapat dalam proses islamisasi ilmu pengetahuan dan tujuan sistem pendidikan Nasional
termasuk pendidikan agama.
Pendidikan keagamaan berfungsi untuk membentuk manusia Indonesia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, dan mampu
menjaga kerukunan hubungan antar umat beragama, sehingga dapat menumbuh
kembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan
nilai-nilai agama yang mengimbangi penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni.9 Maimun dkk,10 mengutarakan bahwa tujuan pendidikan agama, diantaranya
pertama, menanamkan nilai-nilai untuk menangkis pengaruh nilai negatif akibat arus
globalisasi. Kedua, memerangi kecenderungan materialisme, konsumerisme, dan

5
Hamka Siregar, Di Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia: Analisis Terhadap Tindakan Hukum
Umat Islam Nanga Badau Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat: (Proceeding of 1st International
Conference on ASEAN Economic Community in Borneo Region) (Malang: Kalimetro Intelegensia, 2015), h. 1.
6
Muhtar, dkk, “Masyarakat Tertinggal, “Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
16, no. 01, (2011): h. 18.
7
Abudddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2012), h. 14.
8
Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan (Jakarta: PT. Grasindo, 2009), h. 259.
9
Fauzan, Dilema Baru Pendidikan Islam Pasca Otonomi Daerah (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah,
2007), h. 559.
10
Agus Maimun, Abdul Mukti Basri, dan Hasanudin, Profil Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah
Umum Tingkat Dasar (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Direktorat Madrasah Dan Pendidikan Umum Proyek Pemberdayaan Kelembagaan Dan Ketatalaksanaan Pada
Madrasah Dan PAI Pada Sekolah Umum Tingkat Dasar, 2003), h. 3-4.
7
hedonisme. Ketiga, menanamkan pemahaman dan penghayatan nilai keadilan. Keempat,
menanamkan etos kerja yang mantap sebagai bekal dalam menghadapi dunia kerja dan
realitas sosial.
Menurut Tadjab, dkk, upaya untuk menangkis era modernisasi dan globalisasi, maka
pendidikan Islam sangat berperan. Karena pendidikan Islam bertujuan untuk
menginternalisasikan nilai-nilai Islami sehingga dapat menumbuhkan kesadaran serta
mengembangkan segi-segi kehidupan spiritual yang baik dan benar demi terwujudnya
pribadi muslim yang utuh.11 Adapun aspek-aspek nilai agama, diantaranya tauhid/ Aqidah,
ibadah (ubudiyah), akhlak dan kemasyarakatan.12
Nurcholish Madjid, menyatakan bahwa, nilai-nilai keagamaan mendasar harus
ditanamkan pada anak dan inilah yang sesungguhnya menjadi inti pendidikan
keagamaan.13 Oleh karena itu, metode anak merupakan sesuatu yang paling penting dan
wajib. Karena, jika dibiasakan dan diajarkan dengan kebaikan, maka ia akan tumbuh
diatasnya. Sedangkan bila dibiasakan dengan kejelekan dan dibiarkan seperti binatang
maka ia akan sengsara dan binasa.14
Berdasarkan penjelelasan tersebut, tujuan pendidikan agama pada dasarnya tidak
pernah berubah pada agama Islam baik pada masa klasik maupun pada masa modern.
Adanya perubahan perilaku keagamaan yang terjadi di masa modernisasi dan globalisasi
pada lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat pada masyarakat perbatasan yaitu
Desa Aruk Kecamatan Paloh Kalimantan Barat, sehingga dengan proses internalisasi
yang dapat membentuk perilaku masyarakat perbatasan yang heterogen sesuai dengan
sosio kulturalnya dapat membendung pengaruh materialisme, sekularisme, dan
dikotomisme dan hedonisme. Oleh karena itu, internalisasi nilai keagamaan yang
diajarankan baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga, sehingga tidak dapat
membawa pengaruh nilai negatif akibat teknologi terhadap perilaku perubahan sosial
masyarakat perbatasan termasuk dalam hal agama yang sangat berdampak pada akhlak
masyarakat.

11
Tadjab, dkk, Dasar-Dasar Kependidikan Islam Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya:
Karya Abditama, 1996), h. 127.
12
Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam: Manajemen Berorientasi Link and Match
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 26-30.
13
Nurcholish Majid, Masyarakat Religius Membumikan Nilai-Nilai Islam Dalam Kehidupan
Masyarakat (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 98-100.
14
Jamal Abdurrahman, Cara Nabi Menyiapkan Generasi (Surabaya: La Raiba Bima Amanta {eLBA},
2006), h. 23.
8
B. Kajian Pustaka
Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan ditemukan beberapa hasil penelitian
yang mirip dengan kajian ini. Adapun penelitian yang dimaksud diantaranya: Pertama
penelitian yang dilakukan oleh Mustadi dan Ali, Penanaman Nilai-Nilai Agama dalam
Pembentukan Sikap dan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu Luqman Al-Hakim
Yogyakarta. Artikel ini mendeskripsikan model kurikulum yang dilaksanakan oleh SDIT
Luqman Al-Hakim mengacu kepada kurikulum Depdiknas dan kurikulum Depag
ditambah kurikulum muatan lembaga. Tujuan dalam penelitian ini adalah proses
penanaman nilai-nilai agama Islam ke dalam sikap dan perilaku siswa dengan
menggunakan pendekatan, diantaranya ajakan dan pembiasaan, proses penyadaran emosi,
serta pendisiplinan dan penegakan aturan. Sedangkan metode yang digunakan,
diantaranya metode keteladanan, ibrah melalui kisah, ceramah dan nasehat, tanya jawab,
perumpamaan dan sindiran, penugasan, demonstrasi, pembiasaan, pengalaman langsung,
dan bernyanyi. Perbedaan artikel ini dengan disertasi yang peneliti lakukan adalah proses
internalisasi nilai keagamaan yang ada di perbatasan pada lingkungan sekolah, keluarga
dan masyarakat.
Kedua, penelitian Yulianus15, Persepsi Dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap
Usahatani Di Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia Kabupaten Sambas, Disertasi PPs.
Universitas Gajah Mada Tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis
Persepsi petani terhadap program-program Pemerintah pada sektor pertanian di wilayah
perbatasan Kabupaten Sambas (2) Mengukur kontribusi usahatani terhadap pendapatan
rumahtangga tani di wilayah perbatasan Kabupaten Sambas (3) menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi pilihan pasar output, tingkat produktivitas, dan pendapatan usahatani
di wilayah perbatasan Kabupaten Sambas, dan (4) menganalisis pengaruh Program-
program Pemerintah pada sektor pertanian dan pasar Perbatasan terhadap tingkat
produktivitas, pendapatan, dan efisiensi ekonomi relatif usahatani masyarakat wilayah
perbatasan di Kabupaten Sambas.
Penelitian ini dilakukan di wilayah perbatasan Kabupaten Sambas, yaitu Kecamatan
Seluas dan Jagoi Babang. Responden penelitian ini berjumlah 200 orang yang terdiri dari
100 orang di Kecamatan Seluas dan 100 orang di Kecamatan Jagoi Babang. Jenis
usahatani yang dianalisis pada penelitian ini adalah usahatani Karet, usahatani Padi
Ladang, dan usahatani Padi sawah. Analisis data menggunakan Metode Triangulasi Model

15
Yulianus, Persepsi Dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Usahatani Di Wilayah Perbatasan
Indonesia-Malaysia Kabupaten Sambas, Disertasi PPs. Universitas Gajah Mada Tahun 2012.
9
Miles dan Hubermas, Model Multinomial Logit (MNL), dan Model Ordinary Least
Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Menurut persepsi petani, tingkat
keberhasilan (efektifitas) program-program Pemerintah pada sektor pertanian di wilayah
perbatasan Kabupaten Sambas masih rendah. Hal ini disebabkan oleh kurang optimalnya
sosialisasi program, kurang tepatnya perencanaan program dan dan masih kurangnya
pengawasan pada pelaksanaan/aplikasi program Pemerintah tersebut; (2) kegiatan on farm
memberikan kontribusi paling besar pada pendapatan rumahtangga tani di wilayah
perbatasan Kabupaten Sambas. Sumber pendapatan yang berpotensi dikembangkan di
wilayah perbatasan adalah usahatani karet, padi sawah, pekarangan, peternakan, dan
industri kerajinan Bidai. (3) Faktor-faktor yang berpengaruh pada pilihan pasar output
masyarakat di wilayah perbatasan Kabupaten Sambas adalah usia petani, frekwensi petani
ke perbatasan, tingkat pendidikan petani, orientasi petani pada Ringgit, petani yang
memiliki pembeli tetap, Jarak rumah petani dengan pasar Perbatasan, etnis petani, dan
petani yang memiliki hubungan kerabat dengan masyarakat Malaysia; (4) Faktor-faktor
yang berpengaruh pada produktivitas dan pendapatan usahatani di wilayah perbatasan
terdiri atas karakteristik petani, karakteristik usahatani, harga input, program Pemerintah
pada sektor pertanian, dan pilihan pasar output; (5) Faktor-faktor yang berkaitan dengan
perbatasan dan Kebijakan Pemerintah yang dapat meningkatkan efisiensi ekonomi relatif
pada usahatani masyarakat perbatasan di Kabupaten Sambas adalah pilihan pasar output,
program pembinaan, persepsi petani, dan pembentukan kelompok tani.
Ketiga,, M. Ishaq16, Pembinaan Nasionalisme Pemuda Perbatasan Melalui Program
Pendidikan Luar Sekolah, Jurnal Ilmu Pendidikan ISSN: 0215-9643 (Print); 2442-8655
(Online), Universitas Negeri Malang, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat. Pembinaan Nasionalisme Pemuda Perbatasan melalui Program Pendidikan
Luar Sekolah. Penelitian ini bertujuan mengetahui permasalahan sosio-ekonomi, berikut
penyebab dan pengaruhnya terhadap nasionalisme, dan mengembangkan model
pembinaan nasionalisme bagi para pemuda daerah perbatasan negara melalui program
pendidikan luar sekolah (PLS). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif. Dari penelitian ini diketahui bahwa masyarakat daerah perbatasan
negara banyak yang miskin karena terbatasnya infrastruktur, layanan kesehatan, dan
layanan pendidikan sehingga terjadi migrasi, perdagangan manusia, penyelundupan, serta
krisis nasionalisme. Program PLS ini mendorong terjalinnya kerjasama antar berbagai

16
M. Ishaq, Pembinaan Nasionalisme Pemuda Perbatasan Melalui Program Pendidikan Luar Sekolah,
Jurnal Ilmu Pendidikan ISSN: 0215-9643 (Print); 2442-8655 (Online), Universitas Negeri Malang, Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
10
pihak, brainstorming untuk menemukan krisis nasionalisme dan penyebabnya, focussed
group discussion untuk menemukan jalan keluarnya, serta pelibatan warga belajar untuk
mengevaluasinya.
Hasilnya menunjukkan bahwa program ini bisa efektif jika para pendidik membimbing
warga belajar sebagai kader penerus perjuangan bangsa; dan warga belajar membiasakan
diri menulis untuk mempercepat mereka menjadi cerdas.

1. Pergeseran Nilai
Pergeseran nilai adalah perjumpaan nilai-nilai lama seperti nilai agama Islam, agama
nenek moyang dan budaya lokal dengan budaya baru akibat modernisasi seperti
materilisme dan hedonisme. Nilai materi adalah nilai yang menjadi utama dalam sebagian
kehidupan manusia sehingga sebagian manusia sudah menuhankan materi.17 Sementara,
nilai hedonis adalah nilai untuk mencari kesenangan tanpa memperdulikan yang halal
dan haram.18 Sedangkan, gaya hidup hedonis adalah gaya hidup yang hanya memaknai
simbol kehasratan tanpa memaknai suatu nilai kebutuhan dari barang tersebut.19 Nilai
materi dan nilai hedonis merupakan paham nilai sekuler yang artinya memisahkan agama
dari dunia.20 Maksud penulis nilai sekuler adalah paham duniawi, baik dari segi materi
(kekayaan), budaya hedonis, jabatan dan pengaruh. Dengan demikian, perjumpaan kedua
nilai tersebut mengakibatkan masyarakat Temajuk dihadapkan dengan dua pilihan antara
nilai lama dengan nilai baru sehingga nilai lama mengalami pergeseran. Kontestasi antara
nilai lama dengan nilai baru, mengakibatkan sebagian masyarakat Temajuk lebih
mementingkan nilai baru, yakni nilai sekuler atau lebih cenderung kepada nilai materi
dan nilai hedonis, yang mana nilai ini dianggap adalah nilai yang utama (preferensi)
dalam kehidupan strata sosial masyarakat.
Sikap pada umumnya adalah opini, keyakinan, perasaan, pernyataan fakta dan
pernyataan tentang perilakunya sendiri. Sehingga sikap dapat disimpulkan pengaruh atau
penolakan, penilaian, suka atau tidak suka atau kepositifan atau kenegatifan terhadap
suatu obyek psikologis.17 Perilaku adalah pertimbangan pokok atas hal-hal pergaulan antar
kelompok, kerumunan orang banyak, kepanikan, keranjingan atau sesuatu, kegemaran
untuk bergaul, ketukan-ketukan hati, kebiasaan masa, pendapat atau paham umum,
propaganda, penampilan, keisengan, gerakan pada masyarakat dan perubahan-perubahan

17
Daniel J. Mueller, Mengukur Sikap Sosial, terj. Eddy Soewardi Kartawidjaja (Jakarta: Bumi Aksara,
2001), h. 4.
11
18
yang serba segera. Dengan demikian sikap dan perilaku ini saling berkaitan karena sikap
selalu mempengaruhi perilaku yang selaku dilakukan manusia baik perilaku yang sesuai
dengan hati nurani maupun perilaku menyimpang.
Perilaku menyimpang dan tindakan-tindakan menyimpang ditentukan batasannya
oleh norma-norma kemasyarakatan yang berlaku dalam suatu kebudayaan.19 Sedangkan
sikap dan perilaku manusia tentang keagamaan menyangkut kepercayaann pada wujud
tingkah laku dalam acara dan upacara-upacara tertentu menurut tata cara yang ditentukan
dalam agama dan kepercayaan masing-masing.20 Kepercayaan tersebut termasuk dalam
hal tradisi-tradisi lama yang masih dipercaya oleh masyarakat setempat baik berupa
simbol maupun magis. Hal ini memberi gambaran bahwa agama selalu hadir dalam diri
manusia. Hal ini sependapat dengan Anton Bakker, agama selalu melekat dalam diri
sanubari manusia, karena secara umum, manusia percaya terhadap Tuhan yang
mengendalikan.21 Clifford Geertz22, mengemukakan bahwa untuk mendefinisikan agama
dibutuhkan sebuah tulisan tersendiri agar penjelasan yang mendalam dapat diperoleh.
Namun untuk tujuan yang terbatas maka agama didefinisikan sebagai seperangkat bentuk
dan tindakan simbolik yang menghubungkan manusia dengan kondisi-kondisi akhir
keberadaannya. Dengan demikian, dalam hal mendefinisikan agama ini tergantung dari
seseorang dalam memberi pengertian agama.
Ilmuwan sosial mendefinisikan agama sebagai sistem pelembagaan simbol-simbol,
kepercayaan, nilai-nilai dan perbuatan-perbuatan yang diarahkan pada persoalan-
persoalan arti hidup tertinggi.23 Setiap agama memiliki konsep, ritual dan juga makna
tersendiri yang berbeda dengan agama lain.24 Hal ini memberi pengertian bahwa manusia
memiliki agama namun tergantung dari kepercayaannya masing-masing yang menyangkut
identitas seseorang. Lori Peek, menyatakan agama sebagai salah satu identitas sosial,
berkembang melalui tiga tahapan yaitu pertama, agama sebagai ascribed identity. Disini
agama dilihat dari individu dalam hal mendapatkan identitas agama karena ia lahir dari

18
G, Kartasapoetra dan L. J. B. Kreimers, Sosiologi Umum (Jakarta: Bina Aksara, 2005), h. 135.
19
Bruce J. Cohen, Sosiologi Suatu Pengantar, terj. Sahat Simamora (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.
218.
20
H. Hilman, Antropologi Agama (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), h. 9-10.
21
Anton Bakker berpendapat bahwa agama selalu hadir menjadi bagian dari kehidupan manusia. Lihat,
Anton Bakker, Antropologi Metafisik (Yogyakarta: Kanisius, 2000), h. 100.
22
Roland Robertson (ed), Agama: Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologis, terj. Achmad Fedyani
Saifuddin (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), h. 305.
23
Calvin Goldscheider, Populasi, Modernisasi, dan Struktur Sosial, terj. Nin Bakdi Sumanto, dkk
(Jakarta: CV. Rajawali, 1985), h. 405-406.
24
Baiq Lily Handayani, “Transformasi Perilaku Keagamaan (Analisis Terhadap Upaya Purifikasi
Akidah Melalui Ruqyah Syar'iyah Pada Komunitas Muslim Jember),” Jurnal Sosiologi Islam 1, no. 2, (2011): h.
72.
12
keluarga yang beragama. Kedua chosen identity. Dilihat dari agama bukan sebagai
karakteristik yang diterima begitu saja namun sebagai suati identitas yang dipilih. Ketiga
declared identity, agama muncul terhadap suatu krisis, karena dimusuhi atau ditekan oleh
orang-orang sekitar.25 Steward Harrison Oppong26, bahwa hubungan antara agama dan
identitas dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu agama sebagai ekspresi rasa dalam
persatuan dan keterkaitan dengan pembentukan identitas dalam konteks wawasan, etnis
dan pembentukan identitas terutama dengan mengacu pada religiusitas muda dalam
pencarian identitas.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa agama sebagai identitas sesesorang
berdasarkan kemauan yang dipilih baik mengikuti orangtua, masyarakat maupun tradisi-
tradisi yang dilakukan di masyarakat masih saja dapat diterima sesuai dengan hati
nuraninya masing-masing. Ramli memberikan penjelasan, bahwa agama adalah suatu
fenomena abadi di dalam diri manusia, yang mencakup praktik-praktik keagamaan pada
suatu masyarakat yang dikembangkan dari doktrin ajaran agama dan kemudian
disesuaikan dengan lingkungan budaya.27 Patty Van Cappellen menyatakan agama
memberikan bukti bahwa paparan halus isyarat dari agama yaitu kesesuaian pada orang
penurut, bahkan dalam konteks sebagian besar mempengaruhi peran agama dalam
perilaku sosial.28 Dari pengertian tersebut, bahwa agama ini tergantung dari keluarga dan
perilaku masyarakat sekitar.

2. Proses Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Keagamaan

Proses sosial adalah kehidupan umat manusia, kelahirannya, prokresi dan


kematiannya, serta produksi dan distribusinya yang harus senantiasa berlangsung selama
kehidupan manusia berlangsung.29 Perubahan yang terjadi pada sebuah komunitas
merupakan keniscayaan. Islam sudah menyinggung mengenai perubahan itu. Menurut
Islam, perubahan adalah sesuatu yang akan terjadi dan penting dilakukan oleh manusia.30
Perubahan tersebut baik menyangkut perilaku diri sendiri, masyarakat maupun

25
Fu Xie, “Hubungan Antara Orang Kristen dan Islam dalam Masyarakat Sipil: Studi di Kota Sukabumi
dan Kota Bandung,” Proceding International Conference, (tth): h. 174.
26
Steward Harrison Oppong, “Religion and Identity,” American International Journal of Contemporary
Research 3, No. 6 (2013), h. 10.
27
Ramli, “Agama dan Kehidupan Manusia.” Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 7, no. 2 (2015): h.
139.
28
Patty Van Cappellen, et al. eds., “Beyond Mere Compliance to Authoritative Figures: Religious
Priming Increases onformity.” International Journal for the Psychology of Religion, (2011): h. 97.
29
Hans Fink, Filsafat Sosial, terj. Sigit Djatmiko (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 2.
30
Yusriadi, “Sejarah dan Perkembangan Orang Melayu di Riam Panjang, Kalimantan Barat,” Jurnal
Khatulistiwa 4, no. 2, (2014): h. 149.
13
kepercayaan yang diinginkan. Perubahan sosial adalah pertimbangan nilai bebas konsep
yang tidak menunjukkan arah tapi menentukan situasi baru yang terjadi di masyarakat.
Setiap masyarakat berubah dalam waktu, namun kadang-kadang bisa menempatkan arah
pembangunan, kemajuan, dan dampak negatif di lain waktu.31 Di satu sisi, perubahan
sosial itu telah membawa implikasi berupa pereduksian peran dan nilai agama. Sedangkan
pada sisi lain perubahan yang terjadi melahirkan ghirrah (semangat) keagamaan yang
ditandai dengan adanya kecenderungan untuk selalu meningkatkan intensitas
keberagamaan.32 Hal ini menyatakan bahwa perubahan tersebut menyangkut keyakinan
dalam beragama baik Islam murni maupun Islam rakyat yang dilakukan dengan berbagai
macam tradisi-tradisi keislaman sehingga membentuk perilaku dalam beragama.
Robert H. Lauer 33, menyatakan bahwa perubahan sosial yang menuju kepada
perubahan fenomena sosial baik individu maupun kelompok pada struktur maupun proses
sosial, pada hakikatnya dapat dipelajari baik itu tentang sebab-sebab terjadinya,
bagaimana proses perubahan itu terjadi, maupun pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan
oleh perubahan sosial tersebut.
Anthony D. Smith menyatakan bahwa pada perubahan sosial mengedepankan
paradigma perubahan sejarah sebagai alternatif teori fungsionalis pada perubahan
evolusioner. Dalam hal ini, perubahan sosial, terdapat munculnya hal-hal yang baru.
Misalnya komunitas etnis adalah suatu konsep yang digunakan untuk menggambarkan
sekumpulan manusia yang memiliki nenek moyang yang sama, ingatan sosial yang sama
dan beberapa elemen kultural. Elemen-elemen kultural itu adalah keterkaitan dengan
tempat tertentu, dan memiliki sejarah yang kurang lebih sama.34 Hal ini memberi
gambaran bahwa komunitas etnis masih percaya kepada leluhur nenek moyang yang
memiliki sejarah yang luar biasa sehingga di jadikan simbol dalam beragama.
Implikasi sosial dari agama historis tersirat dalam ciri-ciri organisasi-organisasi
keagamaan. Diferensiasi elit agama menciptakan suatu ketegangan sosial yang baru dan
kemungkinan konflik yang baru dan perubahan dalam konteks sosialnya. 35 Misalnya

31
Yilmaz Kaplan, et al. eds., Social Change and Sport: A Sociological Evaluation. “International
Journal of Science Culture and Sport 1, no. 4 (2013): h. 1.
32
Nur Mazidah, “Relijiusitas dan Perubahan Sosial dalam Masyarakat Industri,” Jurnal Sosiologi
Islam, 1, no.1 (2011): h. 1.
33
Robert H. Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, terj. Alimandan, S.U (Jakarta: Rhineka
Cipta, 2001), h.56.
34
Anthony D. Smith, The Concept of Sosial Change: A Critique of the Functionalist Theory Of Social
Change (London: Routledge & Kegan Paul, 2010), h. 2.
35
Roland Robertson (ed), Agama: Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologis, terj. Achmad Fedyani
Saifuddin (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995) h. 327-328.
14
konfrontasi antara para pemimpin agama seperti ulama, paus dan lain-lain dengan
pemimpin politik seperti sultan, raja dan sebagainya. Secara umum perubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat menyangkut perubahan dalam pola budaya, struktur sosial
dan perilaku sosial. Hal ini sebagaimana dinyatakan Ian Robertson "social change is the
alteration in patterns of culturel, social structure and social behavior".36 Terjadinya
perubahan tersebut dapat membawa tantangan bagi masyarakat dalam kehidupan
beragama dengan meningkatnya sikap yang lebih mengakui kebebasan bertindak manusia,
berkembangnya paham rasionalisme, materialsime, urbanisme yang dapat berdampak
pada ditinggalkannya agama yang dipeluk oleh seseorang.37
Juliana Lumintang, perubahan yang terjadi di dalam masyarakat dapat mengenai
nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi susunan, lembaga-lembaga kemasyarakatan
lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial.38 Jelamu
Ardu Marius39, menyatakan bahwa perubahan pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku
manusia yang bersifat rohaniah lebih besar dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
kebudayaan yang bersifat material, misalnya kondisi-kondisi ekonomis, geografis, atau
biologis (unsur-unsur kebudayaan material). Acep Juandi40, bahwa pola-pola prilaku dan
pola-pola interaksi individu sebagai struktur sosial merupakan bagian dari perubahan
sosial. Hendro Puspito41, dalam bukunya “Sosiologi Agama” beliau menjelaskan tentang
perilaku atau pola kelakuan yang dibagi dalam dua macam yakni pola kelakuan lahir dan
pola kelakuan batin. Namun hal ini ada yang bertolak belakang dan ada yang tidak
tergantung dari hati nurani seseorang.
Dari kesimpulan ini dapat memberi gambaran bahwa perubahan sosial terjadi karena
paham rasionalisme, materialsime baik menyangkut kondisi-kondisi ekonomi pada
penduduk kota maupun desa, geografis, atau biologis yang menyakut unsur-unsur
kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat sehingga berakibat pada nilai nilai sosial
masyarakat baik menyangkut perilaku masyarakat itu sendiri maupun secara kelompok.
3. Bentuk-Bentuk Perilaku Keagamaan

36
Ian Robertson, Sosiology (New York: Worth Publisher, 1983), h. 503.
37
Asnafiyah, “Kelompok Keagamaan dan Perubahan Sosial (Studi Kasus Pengajian Ibu-Ibu Perumahan
Purwomartani),” Jurnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, IX, no. 1 (2008): h. 1.
38
Juliana Lumintang, “Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Kemajuan Pembangunan Masyarakat di
Desa Tara-Tara I,” e-journal Acta Diurna, IV, no. 2 (2015): h. 1.
39
Jelamu Ardu Marius, “Kajian Analitik.” Jurnal Penyuluhan 2, no. 2 (2006): h. 125.
40
Acep Juandi, “Dinamika Perubahan Sosial dan Pola Adaptasi Individu Maju (Inovasional) (Telaahan
Perubahan Sosial Dengan Pendekatan Teori Psikologi Sosial),” Jurnal Fisip Unla, no. 2 (2012): h. 1.
41
Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1984), h. 111.
15
Agama Islam adalah cara hidup yang memandu manusia dengan cara yang benar,
memenuhi spiritual yang dimiliki manusia sesuai dengan kebutuhannya.42 Dalam setiap
agama, bahwa suatu perubahan dalam strata sosial berpengaruh besar pada perilaku hidup
strata yang sangat heterogen.43 Sehingga dalam bidang agama, perubahan sosial ikut
mempengaruhi kondisi keberagamaan masyarakat yang ditandai dengan adanya dua gejala
yang sangat konkret. Gejala-gejala tersebut terjadi dalam bentuk perilaku keagamaan
yang bersifat ajaran Islam dan tradisi-tradisi Islam. Ajaran Islam yang diturunkan turun
temurun adalah mengaji, sembahyang dan berdoa.44 Dari kegiatan berdoa tersebut
tergantung dari pengikut yang bersangkutan apakah berdoa dengan sendiri maupun
bersama-sama.
Jeff Levin, dalam hasil penelitiannya bahwa doa yang dilakukan di tempat ibadah
berdampak pada indikator dimensi afektif dalam kebahagiaan, kognitif dalam hal
kepuasan hidup, dan somatik dalam hal skala kesejahteraan.45 Hal ini memberikan
gambaran bahwa dengan berdoa seseorang dapat membawa pengaruh bagi kebahagian
pada dirinya dan secara kelompok yang dikatakan sebagai masyarakat yang mempunyai
agama namun berbeda dalam hal keyakinan yang berbau mistik walaupun masih
beragama Islam.
Masyarakat merupakan tempat bercampuraduknya berbagai macam nilai, baik nilai
agama, budaya, adat istiadat maupun kepercayaan. Dalam masyarakat Indonesia yang
mayoritas beragama Islam, terdapat berbagai macam bentuk perilaku beragama
masyarakat berdasarkan praktik-praktik keagamaan. Dalam perilaku keagamaan dapat
berupa memberikan sesajen untuk tempat-tempat yang dianggap keramat, masih
mendatangi dukun untuk meminta pengobatan, masih mendatangi tempat-tempat angker
untuk pesugihan, melakukan sihir, bekal-bekalan,46 percaya dengan kekuatan gaib, sing

42
Sumaya Mohamed and Shadiya Baqutayan, “Toward Social Change in Islam,” International Journal
of Basic & Applied Sciences 11, no. 2 (2011): h. 1.
43
Max Weber, Essays in Sosiology, terj. Noorkholish dan Tim Penerjamah Promothea (Yogyakarta:
Pustakan Pelajar, 2009), h. 322.
44
Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar: Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1997), h. 143-146.
45
Jeff Levin, “Religious Behavior, Health, and Well-Being Among Israeli Jews: Findings From the
European Social Survey Psychology of Religion and Spirituality,” American Psychological Association 10, no.
22 (2013): h. 1.
46
Baiq Lily Handayani, “Transformasi Perilaku Keagamaan (Analisis Terhadap Upaya Purifikasi
Akidah Melalui Ruqyah Syar'iyah Pada Komunitas Muslim Jember),” Jurnal Sosiologi Islam 1, no. 2, (2011): h.
78.
16
mbaurekso bumi, para wali sanga, dahyang dan ada pula yang masih sering membakar
kemenyan.47 Hal ini memberi gambaran bahwa perilaku keagamaan masih bersifat mistik.
Dari penjelasan tersebut dalam hal kemistikan, sehingga dapat dilihat dari berbagai
kegiatan upacara yang dilakukan, baik bersifat keagamaan maupun yang semata-mata
profan, diadopsi langsung atau sekedar dipengaruhi oleh ajaran islam. Akhir-akhir ini
syukuran dianggap sebagai ajaran islam. Berbagai macam ritual yang akan dilakukan
dalam hal memberi nama bayi, menyunat, menghatamkan al-qur’an, pengobatan dengan
air, doa-doa dan bacaan-bacaan.48 Hal ini apakah sebagai ajaran Islam atau Tradisi
keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat.

4. Perilaku Keagamaan yang menyimpang


Perilaku keagamaan yang dikerjakan sesuai dengan keyakinannya, maka dikatakan
perilaku yang baik. Sedangkan perilaku yang tidak sesuai dengan keyakinanya dikatakan
perilaku yang tidak baik atau dikenal dengan perilaku keagamaan yang menyimpang
seperti perilaku hedonisme. Hedonisme merupakan penyakit yang terjadi pada
masyarakat, sebagai asal penderitaan obesitas, yang menjadi tersebar luas di negara-
negara barat.49 Menurut Albarracín, Dolores, Blair T. Johnson, & Mark P. Zanna50, bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi,
dan genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat
diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. sehingga perilaku ini berkaitan dengan
sikap seseorang.
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi
bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin
menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan.51 Hedonisme merupakan ajaran atau
pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan
manusia.52 Menurut Jalaluddin53, tingkah laku yang menyalahi norma yang berlaku ini
disebut dengan tingkah laku yang menyimpang. Hal ini disebabkan oleh kehidupan sosial

47
Soemaryatmi, “Tari Slawatan Angguk Rame Ngargatantra: Kajian Sosiologis,” Harmonia 8, no. 1
(2007): h. 1.
48
Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar: Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar ..., h. 226.
49
Ayca Kirgiz, “Hedonism, a Consumer Disease of the Modern Age: Gender and Hedonic Shopping in
Turkey,” Global Media Journal: TR Edition 4, no. 8 (2014) h. 200.
50
Albarracín, et al. eds. The Handbook of Attitude (Routledge, 2005), h. 74-78.
51
Franz Magnis Suseno, Etika Dasar; Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius,
1987), h. 114.
52
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 282.
53
Jalaluddin, Psiklogi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 259-260.
17
yang di sebut norma. Norma dalam kehidupan sosial merupakan nilai-nilai luhur yang
menjadi tolak ukur tingkah laku sosial. Jika tingkah laku yang di perlihatkan sesuai
dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima,
sebaliknya, jika tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang
berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai buruk dan ditolak.
Perilaku hedonisme yang paling tampak sekarang ini, bahkan dianggap hanya biasa-
biasa saja yang terjadi pada siswa sekarang ini, seperti kehidupan sex bebas, keterlibatan
dalam narkoba, geng motor dan berbagai tindakan yang menjurus ke arah kriminal
lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan masyarakat
umum. Di lingkungan internal sekolah pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata
tertib sekolah masih sering ditemukan yang merentang dari pelanggaran tingkat ringan
sampai dengan pelanggaran tingkat tinggi, seperti, kasus bolos, perkelahian, nyontek,
pemalakan, pencurian dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku hedonisme lainnya,
yang semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangganya.54 Bukan itu
saja yang terjadi sekarang ini salah satunya yang paling mengkhawatirkan adalah LGBT,
hamil diluar nikah, menonton film porno seperti menonton bola karena terlalu hobinya,
pergaulan yang bebas tidak lagi memandang syariat agama, judi, masang nomor, sabung
ayam, sabung burung bahkan banyak lagi lainnya yang tujuannya hanya mencari
kesenangan bukan mencari kebahagiaan. Perilaku-perilaku hedonisme inilah yang perlu
penanggulangan, jika tidak mau dibawa kemana bangsa Indonesia ini.
Paham ini berusaha menjelaskan adalah baik apa yang memuaskan keinginan
manusia dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri.55 Salah satu contoh
dari paham ini adalah bersenang-senang, pesta-pora, dan berjalan-jalan merupakan tujuan
utama hidup mereka. Walaupun, menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena
mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin menikmati
hidup senikmat-nikmatnya. di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalani
dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Dari golongan
penganut paham inilah muncul Nudisme (gaya hidup bertelanjang).56 Paham ini
merupakan pengaruh dari barat salah satunya media televisi yang banyak tontonan
masyarakat sehingga anak-anak mengikuti gaya artis yang di idolakannya. Salah satunya
contoh yang banyak di tonton oleh anak adalah banyak artis lelaki yang memakai anting

54
Penyimpangan Perilaku siswa di Sekolah, 2012. http://blogspot.co.id.html (5 Mei 2019).
55
K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 235-238.
56
Fadhlyashary, Pengertian Hedonisme, 2011. http://blogspot.co.id.html (5 Mei 2019).
18
telinga, pakaian yang mencolok sehingga anak remaja banyak yang meniru gaya tersebut
dan banyak mendapat dampak negatif salah satunya hamil diluar nikah sehingga anak
tanpa ayah.
Salah satu faktor penyebab sikap hedonisme berasal dari keluarga. Remaja sekarang
banyak dimanja oleh orangtua. Mereka memberi semua yang diinginkan anaknya tanpa
memberi keleluasaan pada anak. Akibatnya remaja mejadi terbiasa mendapatkan apa yang
diinginkan tanpa melalui usaha yang keras. Dibandingkan dengan remaja atau orang-
orang dulu yang harus bekerja keras terlebih dahulu untuk mendapatkan sesuatu yang
diinginkannya.57 Faktor inilah, karena telalu dimanjakan membuat anak hidup bermewah-
mewahan, gaya hidup yang tinggi sehingga akhlak anak menjadi rusak karena dari kecil
tidak ditanamkan akhlak yang baik kepada anak. Sedangkan menurut kajian penelitian
Misbahun Nadzir,58 dampak perkembangan modernisasi saat ini telah menjadikan perilaku
remaja lebih hedonis. salah satu faktor yang menjadikan perilaku hedonis remaja adalah
psychological meaning of money, dimana bagaimana seseorang memaknai dan
menghabiskan uang yang di miliki.
Menurut Reishani marha shafwati59 dalam hasil penelitiannya bahwa hedonisme
yang muncul di kalangan para pelajar, tampak pada pengunaan gadget yang berlebihan
(intensif) dibandingkan teman yang lainnya, seusai pulang sekolah keluyuran dengan
nongkrong dan jajan bersama teman atau berbelanja tanpa mengingat waktu, rata- rata
dilakukan minimal 1x dalam 1 minggu, penampilan mencolok, penggunaan media sosial
seperti path, foursquear, facebook, instagram dan lainnya untuk menunjukan tempat-
tempat yang pernah dikunjungi dengan check in di tempat tersebut dan mengunggah foto
dari makanan dan minuman ataupun tempat itu sendiri, kebiasaan berkunjung ketempat-
tempat kekinian dan makan makanan yang unik atau spesial, agar dapat terlihat gaul oleh
teman-temanya dan mengup datenya di media social dan teman lebih sering dijadikan
sebagai teman “bermain” dibandingkan teman belajar, ada kalanya teman yang diajak
menjadi kelompok belajar dengan kelompok bermain akan berbeda.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Keagamaan

57
Yogi Cahya Bagus, Hedonisme Pada Remaja, 2013. http://blogspot.co.id.html (5 Mei 2019).
58
Misbahun Nadzir, “Psychological Meaning of Money oengan Gaya Hidup Hedonis Remaja Kota
Malang”(Laporan hasil penelitian Pusat Penelitian U niversitas Muhammadiyah 2005, Malang 2005), h. 582.
59
Reishani Marha Shafwati, “Pengaruh Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Gaya Hidup Hedonisme
Dikalangan Pelajar,” Perpustakaan.Upi.Edu (2015): h. 2-3.
19
Pluralitas agama merupakan fenomena yang tidak bisa dihindarkan, dan setiap agama
muncul dalam lingkungan yang plural.60 Kehadiran agama oleh penganutnya diyakini
mampu memperbaiki sendi-sendi kehidupan yang menyimpang. Ia hadir sebagai usaha
untuk membangun sebuah keadaan yang lebih baik bagi masyarakat.61 Dalam hal ini
agama berfungsi pada masyarakat sehingga dengan beragama masyarakat selalu berjalan
di jalan norma-norma yang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
dalam beragama tidak terlepas dari perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi,
maupun ilmu pengetahuan.62 Perubahan sosial dapat terjadi karena saat manusia
membutuhkan perubahan, ketika jaringan sosial gagal dan ketika pikiran-pikiran baru
yang membawa perubahan.63 Hal ini memberi gambaran bahwa manusia itu mau tidak
mau pasti berubah sesuai dengan kodratnya dari waktu ke waktu maupun dari hari ke hari.
Menurut Robert H. Thomas, bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan,
yaitu: 1) faktor sosial, yakni pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan
sosial; 2) pengalaman-pengalaman yang membantu sikap keagamaan, terutama
pengalaman mengenai berbagai faktor alami yakni keindahan, keselarasan, dan kebaikan,
juga pengalaman mengenai konflik moral, dan pengalaman emosional keagamaan; 3)
faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpenuhi, terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman;
4) faktor intelektual yang meliputi berbagai proses pemikiran verbal.64 Faktor tersebut
akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku terhadap agamanya. Febrian Fatma
Melati65, Perubahan sosial dan sistem nilai budaya terjadi pada struktur sosial, pola-pola
perilaku dan sistem interaksi sosial, termasuk di dalamnya perubahan norma, nilai, dan
fenomena kultural. Patrick C66, perubahan sosial disebabkan oleh budaya sendiri pada
masyarakat misalnya dalam hal kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat. Adanya
kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat sehingga perubahan dapat terjadi sesuai dengan

60
Mawardi, “Reaktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Kemajemukan Sosial,” Substantia
17, no. 1 (2015): h. 55.
61
Muhammad Iqbal Noor, “Teologi dan Pembangunan (Sebuah Analisa Filosofis),” Jurnal Darussalam
11, no.2, (2010): h. 55.
62
Hanifah Gunawan, dkk, “Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai
Desa Wisata.” Jurnal Sosietas, 5, no. 2, (2000): h. 1.
63
Miss. Namita P.Patil, “Role Of Education In Social Change,” International Educational E-Journal, I,
no. II (2012): h. 1.
64
Mami Hajaroh, “Sikap dan Perilaku Keagamaan Mahasiswa Islam di Daerah Istimewa Yogyakarata,”
Jurnal Penelitian dan Evaluasi 1, no. 1 (1998): h. 20-21.
65
Febrian Fatma Melati, “Dinamika Perubahan Sosial Dan Budaya di Desa Kendalsari, Kecamatan
Sumobito, Kabupaten Jombang.” AntroUnairDotNet, 2, no. 1 (2013): hal. 291.
66
Patrick C. Burkart and Jonas Andersson Schwarz, “Piracy and Social Change-Revisiting Piracy
Cultures. ”International Journal of Communication 9, no. 5 (2015): h. 792.
20
keinginan masyarakat. Sedangkan menurut Rainer K. Silbereisen, fenomena perubahan
sosial ditujukan pada relatif transformasi fitur sosial, seperti struktur dan lembaga-
lembaga sosial, norma, nilai-nilai, produk budaya, dan simbol.67 Menurut E. Durkheim,
bahwa suatu masyarakat sebagaimana organisme biologis mengalami pertumbuhan
semakin lama bukan hanya semakin besar tetapi juga semakin kompleks. Dalam
masyarakat itu terdiri dari bagian-bagian, masing-masing mempunyai fungsi tertentu yang
berbeda. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian masyarakat mengakibatkan perubahan
pada bagian-bagian lain yang pada gilirannya berpengaruh terhadap sistem keseluruhan.68
Perubahan-perubahan tersebut ada yang sesuai dengan ajaran agama Islam dan ada yang
tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Perilaku dalam pergaulan sosial di masyarakat muncul diberbagai kemajuan, sehingga
dapat mempengaruhi prilaku dan pola bersikap warga masyarakat.69 Misalnya media dapat
mempengaruhi perilaku sosial, karena media memainkan peran penting dalam proses
perubahan sosial budaya dalam masyarakat.70 Media selalu berkembang dari masa ke
masa sesuai dengan perkembangan arus zaman. Sehingga media ini dapat membawa
dampak yang positif maupun negatif, misalnya pada sistem ekonomi.
Yuegen Xiong71, menyatakan bahwa perubahan arus global berdampak pada ekonomi
dan memburuknya masalah pengangguran dan ketimpangan pendapatan. Hal ini
memberikan gambaran bahwa perubahan arus global ini membawa dampak yang negatif
terhadap perilaku manusia. Rainer K. Silbereisen72, menyatakan bahwa perubahan sosial
disebabkan oleh perilaku individu itu sendiri. Hadriana Marhaeni Munthe73, dalam hasil
penelitiannya bahwa berkembangnya arus globalisasi membawa dampak positif bagi
orang yang kaya dan dampak negatif bagi orang miskin dalam hal modernisasi
pembangunan dalam bidang pertanian. Masalah ini akan menimbulkan perubahan pola
hubungan sosial petani kaya dan petani miskin. Sedangkan dalam kajian penelitian

67
Rainer K. Silbereisen, et al. eds., Editorial: Agency and human development in times of social
change. “International Journal Of Psychology 42, no. 2 (2007): h. 73.
68
Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 24-25.
69
Ali Amran, “Peranan Agama dalam Perubahan Sosial Masyarakat Hikmah,” Jurnal II, no. 01 (2015):
h. 23.
70
Andries Kango, “Media dan Perubahan Sosial Budaya Farabi,” Jurnal Farabi 12, no. 1, (2015): h.
20.
71
Yuegen Xiong, “Social Change and Social Policy in China: National Adaptation to Global
Challenge,” International Journal of Japanese Sociology, no. 18 (2009): h. 1.
72
Rainer K. Silbereisen, et al. eds., “Editorial: Agency and human development in times of social
change,” International Journal Of Psychology, 42, no. 2 (2007): h. 73.
73
Hadriana Marhaeni Munthe, “Modernisasi dan Perubahan Sosial Masyarakat Dalam Pembangunan
Pertanian: Suatu Tinjauan Sosiologis,” Jurnal Harmoni Sosial, II, no. 1 (2007): h. 1.
21
74
Muslim Sabarisman , bahwa pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan
memungkinkan melakukan perubahan sosial dengan memanfaatkan potensi sosial yang
kondusif di masyarakat. Namun dalam melaksanakan kegiatan usaha bersama dalam
kehidupan bermasyarakat, saling memberikan rasa kebersamaan, kepercayaan, saling
menghargai pendapat satu sama lainnya, bergotong royong dengan satu tujuan, serta
bermusyawarah dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi dalam kelompok.
Sementara itu kehidupan kelompok pada masyarakat perkotaan lebih didasarkan atas
kemauan yang diatur oleh cara berpikir yang rasional, dan segala sesuatunya dinilai atas
dasar untung dan rugi. Sebaliknya dalam kehidupan kelompok pada masyarakat pedesaan
biasanya didasarkan atas ikatan hubungan batin dan perasaan yang tumbuh secara alami.
Segala sesuatunya dinilai atas dasar rasa cinta dan kepuasan batin.75 Hal ini memberikan
gambaran bahwa perilaku sosial masyarakat desa yang miskin dan masyarakat kota yang
miskin memberikan gambaran yang jauh sekali makna kegotong royongannya yang
dialami oleh masyarakat. Sehingga itu, pendidikan yang dilakukan pada keluarga yang ada
di desa dan di kota itu berbeda. Intinya dapat membentuk perilaku maupun tingkah laku
yang dimiliki oleh seseorang.
Pendidikan dalam keluarga merupakan aspek penting dalam pembentukan perilaku
seseorang dengan menanamkan nilai-nilai agama, etika yang meliputi budi perkerti, cara,
tingkah laku yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.76 Dari pengertian
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan dalam keluarga sejak dini perlu
ditanamkan nilai agama sesuai dengan keyakinan keluarga dalam beragama. Namun
ketika sudah menginjak dewasa keyakinan tersebut dalam berubah dengan sendirinya
tergantung dari pola hubungan sosial dengan masyarakat maupun pada waktu terdesak.

6. Masyarakat Perbatasan

Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang berinteraksi dengan kelompok


manusia lain dengan tingkah laku manusia secara umum dan memiliki institusi seperti
pada masyarakat lain.77 Masyarakat, dalam arti yang luas, berarti sekelompok manusia

74
Muslim Sabarisman, “Perubahan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan
“Pemberdayaan Melalui KUBE di Kelurahan Sayang-sayang Kota Mataram,” Sosiokonsepsia 17, no. 3 (2012):
h. 252.
75
Eka Hendry Ar., dkk, “Integrasi Sosial dalam Masyarakat Multi Etnik,” Walisongo 21, no. 1, (2013):
h. 198.
76
H.Moh. Solikodin Djaelani, “Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga dan Masyarakat,”
Jurnal Ilmiah Widya 1, no. 2 (2013): h. 100.
77
Ronald L. Johnstone, Religion In Sosiety a Sociology of Religion (Amerika: The United Stated Of
22
yang memiliki kebiasaan, ide dan sikap yang sama, hidup di daerah tertentu, menganggap
kelompoknya sebagai kelompok sosial dan berinteraksi.78 Jadi masyarakat adalah
sekelompok manusia yang tinggal di daearah tersebut yang dapat hidup secara bersama-
sama di daerah yang mereka tempati. Sedangkan perbatasan secara umum adalah sebuah
garis demarkasi antara dua negara yang berdaulat.79 Menurut Suryo Sakti Hadiwijoyo80,
perbatasan adalah wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, yang mana
penduduk yang bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosial ekonomi
dan sosial budaya setelah ada kesepakatan antar negara yang berbatasan. Dengan
demikian dapat digaris bawahi bahwa desa Temajuk ini merupakan daerah perbatasan
karena berbatasan langsung dengan Teluk Malino yang berada pada wilayah Malaysia.

G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research), yaitu suatu
penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pada masyarakat Perbatasan
di Aruk Sajingan.
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Pendekatan kualitatif berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang
mengutamakan penghayatan. Sebab pendekatan ini searah apa yang akan penulis teliti
yang berkaitan dengan perilaku keagamaan masyarakat perbatasan di Aruk Sajingan.
Penelitian kualitatif adalah penelitian di mana peneliti membuat suatu usaha untuk
memahami suatu realitas organisasi tertentu dan fenomena yang terjadi dari perspektif
semua pihak yang terlibat, termasuk untuk memahami hal tersebut baik dari dalam ke
luar maupun dari luar ke dalam.81
Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di
balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui. Metode ini dapat juga digunakan
untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru diketahui dan dapat memberi
rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode

America, 1983), h. 5-6.


78
Tajul Arifin, Ilmu Sosial Dasar (Bandung: Gunung Djati Press, 2008), h. 45.
79
Rizal Darmaputra, Manajemen Perbatasan dan Reformasi Sektor Keamanan (Jakarta: IDSPS Press,
2009), h. 3.
80
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Batas Wilayah Negara Indonesia (Yogyakarta: Gava Media, 2008), h. 40.
81
Jan Jonker, Bartjan J.W. Pennink dan Sari Wahyuni, Metodologi Penelitian (Jakarta: Salemba Empat, 2011),
h. 71
23
82
kuantitatif. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-
orang atau subyek itu sendiri.83 Hal ini menggambarkan, penelitian ini secara
menyeluruh untuk mengetahui masalah yang belum di ketahui di lapangan.
Sedangkan dalam penelitian kualitatif ini berupa kata-kata tertulis yang mana data
tersebut diambil dari sumber-sumber data yang telah penulis pilih di lapangan.
Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang
otentik mengenai pengalaman orang-orang, sebagaimana dirasakan orang-orang yang
bersangkutan khususnya masyarakat perbatasan di Aruk Sajingan.Kalimantan Barat.
2. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini berada di di Aruk Sajingan.Kabupaten Sambas
Provinsi Kalimantan Barat. Lokasi penelitian ini dipilih karena dalam penelitian ini
berjudul perilaku keagamaan masyarakat perbatasan (studi Internalisasi nilai
keagamaan di Temajuk Kalimantan Barat), yang mana pada masyarakat perbatasan
yang jauh dari pusat keramaian dan perkotaan tetapi perubahan perilaku sosial
termasuk beragama sudah bercampur aduk dengan nilai modern.
3. Data dan Sumber Data
Data adalah menunjuk pada ukuran atau observasi aktual tentang hasil dari suatu
investigasi survei atau hasil observasi yang dicatat dikumpulkan, baik dalam bentuk
angka ataupun jumlah dan bentuk kata-kata ataupun gambar. Data merupakan hasil
pengamatan dan pengukuran empiris yang mengungkapkan fakta tentang karakteristik
dari suatu gejala tertentu dan fakta tentang karakteristik dari suatu fenomena yang
diperoleh melalui pengamatan.84 Menurut Matthew B. Miles A. Michael Huberman,85
mengutarakan data kualitatif merupakan deskripsi tentang proses yang terjadi dalam
lingkup setempat, sehingga dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara
kronologis dan lebih condong untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tak
diduga sebelumnya.
Sumber dan jenis data yang utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata
dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan, seperti dokumen dan lain-lain.86

82
Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-Teknik
Teorititasi Data, terj. Muhammad Shodiq & Imam Muttaqien (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 5
83
Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), h. 21-22.
84
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 280.
85
Matthew B. Miles A Michael Huberman, Qualitative Data Analysis: an expanded sourcebook (London:
SAGE Publication, 1994), h. 1-2.
86
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 95-96.
24
Dilihat dari sumber data, dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian
ini terdiri dari dua bagian, yaitu:
a. Sumber data primer berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari:
1) Situasi alami/sewajarnya yang terjadi pada masyarakat perbatasan baik dalam
lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat, tempat penelitian, baik situasi
fisik, sosial, maupun psikologis.
2) Kepala Desa, Kepada Adat/ Suku/ Sesepuh, Pemuka Agama, Orangtua,
Masyarakat dan Remaja.
b. Sumber data skunder adalah segala data yang diperlukan dan dipandang
menunjang data primer, meliputi dokumen-dokumen tertulis dan foto-foto.
4. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam bentuk metode kualitatif, maka data-data yang
dibutuhkan harus berupa perkataan, catatan/tulisan, rekaman, gambar, dan lainnya.
Selain daripada itu, dalam penelitian ini juga terjadi proses pengamatan dan
pemaknaan terhadap fenomena atau permasalahan yang belum diketahui sama sekali
di lapangan. Oleh sebab itu, data yang dikumpulkan berupa wawancara mendalam
(depth interview) untuk mengumpulkan informasi berupa perkataan lisan (verbal).
Sedangkan teknik pengamatan (observation) dilakukan yakni untuk memahami
sikap/tindakan yang terjadi. Adapun teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan
data dokumen-dokumen yang berupa tulisan, gambar, rekaman/video atau foto.
Pengumpulan data dalam penelitian merupakan hal yang esensial. Pengumpulan
data penelitian kualitatif bukanlah mengumpulkan data melalui instrumen seperti
halnya penelitian kuantitatif di mana instrumennya dibuat untuk mengukur variabel-
variabel penelitian.87 Instrumen penelitian kualitatif yang utama adalah peneliti
sendiri dalam hal mengumpulkan data untuk mencari informasi tentang Perilaku
Keagamaan Masyarakat Perbatasan di Aruk Sajingan. Teknik dalam pengumpulan
data yang digunakan oleh peneliti meliputi:
a. Observasi
Metode observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan data
yang mengharuskan peneliti turun kelapangan mengamati hal-hal yang berkaitan
dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan,
dan perasaan.88 Observasi merupakan metode pengumpulan data yang paling

87
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almansur, Metodologi …, h. 163.
88
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almansur, Metodologi …, h. 165.
25
banyak digunakan dalam penelitian naturalistik (kualitatif). Secara umum,
observasi berarti pengamatan, penglihatan.89
Teknik observasi ini, peneliti gunakan untuk melihat dan memahami serta
mengambil kesimpulan, terutama terhadap perilaku keagamaan masyarakat
perbatasan yang menyangkut aqidah, ibadah dan muamalah, faktor yang
mempengaruhi masyarakat perbatasan dalam beragama dan proses internalisasi
nilai keagamaan pada masyarakat perbatasan. Dalam tehnik observasi ini, peneliti
hanya sekali saja dilakukan, namun berkelanjutan.
b. Interview atau Wawancara
Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka (face to face) dengan
maksud untuk menggali struktur kognitif dan dunia makna dari perilaku subjek
yang diteliti. Wawancara dapat juga diartikan sebagai teknik pengumpulan data
yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui
percakapan dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan
keterangan pada peneliti.90
Wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara ini dilakukan Kepala Desa, Kepala
Adat/Suku/Sesepuh, Pemuka Agama, Orangtua, Masyarakat, Remaja untuk
mencari data yang diperlukan agar dapat diketahui perilaku keagamaan masyarakat
perbatasan di Aruk Sajingan Provinsi Kalimantan Barat.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda, dan
sebagainya.91 Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data yang bersifat
dokumentatif, diantaranya sejarah Aruk Sajingan yang terkait dengan daerah
Perbatasan yang berkaitan dengan dokumen yang diperlukan.
5. Analisis Data
Analisis Data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensentesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

89
Imam Suprayogo & Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001), h. 167.
90
Kuntjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), h.
129.
91
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),
h. 206.
26
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain.92
Berdasarkan pengertian tersebut dapat digaris bawahi bahwa dalam analisis data
perlu sesuai dengan jalan prosesnya pengambilan data. Data-data yang dianalisis
melalui beberapa tahapan-tahapan, sebagaimana yang dikemukakan Miles &
Huberman, bahwa aktivitas dalam analisa data, yaitu data reduction, data display,
dan conclusion drawing/verification.
a) Proses Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lokasi penelitian.93 Dalam proses reduksi data pada
penelitian ini adalah memilih dan memilah data-data yang dianggap pokok,
penunjang, dan tidak penting. Untuk data-data yang tidak penting maka harus
dibuang dan disisihkan dari data yang dianggap bermutu.
b) Proses Penyajian Data (Display Data)
Setelah melakukan reduksi data, tahap berikutnya adalah tahap penyajian
data dan yang paling penting dalam langkah penyajian data ini adalah dengan
teks naratif, yaitu teks yang ditulis singkat, padat, dan jelas tidak bertele-tele.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti tentang perilaku satu sumber dengan
sumber lainnya ada kemiripan dan korelasi yang signifikan. Maka, peneliti akan
mengambil kata kunci (key word) sebagai inti kata untuk dijabarkan dalam
bentuk teks atau lainnya.
c) Proses Menarik Kesimpulan (Verifikasi Data)
Langkah berikutnya adalah penarikan kesimpulan (verifikasi data) yang
diharapkan adalah data yang valid dan berkualitas, sehingga hasil penelitian yang
dilakukan itu berkualitas tinggi dan baik.
Dengan demikian, kesimpulan (Verifikasi Data) yang ada akan menjawab
rumusan masalah yang telah disusun sebelumnya, atau mungkin juga tidak. Hal
ini, disebabkan bahwa penelitian kualitatif lebih bersifat dinamis tidak statis.
6. Pengecekan Keabsahan Data
Proses pengecekan keabsahan data ini sangat diperlukan karena mengingat
adanya unsur kurang teliti dan cermat dalam pengumpulan data yang dilakukan,

92
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 95-96.
93
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almansur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2012), h. 307.
27
sehingga menjadikan perasaan was-was atau keragu-raguan akan hasil yang telah
diperoleh. Data dalam penelitian ilmiah harus dapat dipercaya dan dipertanggung-
jawabkan.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan beberapa kriteria yang digunakan
dalam mengecek keabsahan data penelitian, yaitu;
a) Perpanjangan Keikutsertaan
Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lokasi penelitian sampai
mencapai kejenuhan dalam pengumpulan data tercapai.94 Terdapat banyak
manfaat dari proses ini, seperti menguji kembali ketidakbenaran informasi yang
didapatkan, menghilangkan keragu-raguan peneliti, lebih banyak memahami
kebudayaan dan kebiasaan dari obyek penelitian.
Dalam tahapan ini, peneliti akan mengikutsertakan diri dalam kegiatan yang
ada bahkan ikut tinggal di lokasi penelitian agar peneliti akan lebih memahami
dan mendalami corak kebudayaan yang ada di obyek penelitian tersebut.
b) Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu.95 Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana
kebenaran data yang diperoleh sebagai pedoman dalam analisis data yang telah
dilakukan.
Adapun untuk penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi sebagai
berikut;
1) Triangulasi dengan sumber
Triangulasi dengan sumber, yaitu peneliti akan melakukan pengecekan
data dari seorang sumber dengan sumber lainnya yang berbeda.
2) Triangulasi dengan metode
Triangulasi metode, yaitu pengecekan keabsahan dari data yang
diperoleh melalui metode pengambilan data yang berbeda untuk mengkaji
ulang antar metode yang ada.

94
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almansur, Metodologi …, h. 321.
95
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almansur, Metodologi …, h. 322.
28
DAFTAR PUSTAKA

A. G. Honig Jr, Ilmu Agama (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2000).

Abdurahraman Abror, “Nilai Budi dan Keislaman dalam Pantun Melayu Pontianak,” Jurnal
Khatulistiwa 1, no. 2, (2011).
Abudddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2012).

Acep Juandi, “Dinamika Perubahan Sosial dan Pola Adaptasi Individu Maju (Inovasional)
(Telaahan Perubahan Sosial Dengan Pendekatan Teori Psikologi Sosial),” Jurnal
Fisip Unla, no. 2 (2012).
Adolescents’ Religious Faith,” The International Journal For The Psychology Of Religion 16,
no. 4 (2006).
Agus Maimun, Abdul Mukti Basri, dan Hasanudin, Profil Pendidikan Agama Islam (PAI)
Sekolah Umum Tingkat Dasar (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dan Pendidikan Umum Proyek
Pemberdayaan Kelembagaan Dan Ketatalaksanaan Pada Madrasah Dan PAI Pada
Sekolah Umum Tingkat Dasar, 2003).
Albarracín, et al. eds. The Handbook of Attitude (Routledge, 2005), h. 74-78.

Ali Amran, “Peranan Agama dalam Perubahan Sosial Masyarakat Hikmah,” Jurnal II, no. 01
(2015).

Andries Kango, “Media dan Perubahan Sosial Budaya Farabi,” Jurnal Farabi 12, no. 1,
(2015).
Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-
Teknik Teorititasi Data, terj. Muhammad Shodiq & Imam Muttaqien (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar).
Franz Magnis Suseno, Etika Dasar; Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, (Yogyakarta:
Kanisius, 1987).
Fu Xie, “Hubungan Antara Orang Kristen dan Islam dalam Masyarakat Sipil: Studi di Kota
Sukabumi dan Kota Bandung,” Proceding International Conference, (tth).
G, Kartasapoetra dan L. J. B. Kreimers, Sosiologi Umum (Jakarta: Bina Aksara, 2005).

H. Hilman, Antropologi Agama (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993).

H.Moh. Solikodin Djaelani, “Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga dan
Masyarakat,” Jurnal Ilmiah Widya 1, no. 2 (2013).
Hadriana Marhaeni Munthe, “Modernisasi dan Perubahan Sosial Masyarakat Dalam
Pembangunan Pertanian: Suatu Tinjauan Sosiologis,” Jurnal Harmoni Sosial, II, no. 1
(2007).
Hamka Siregar, Di Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia: Analisis Terhadap Tindakan
Hukum Umat Islam Nanga Badau Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat:
(Proceeding of 1st International Conference on ASEAN Economic Community in
Borneo Region) (Malang: Kalimetro Intelegensia, 2015).
29
Hanifah Gunawan, dkk, “Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung
sebagai Desa Wisata.” Jurnal Sosietas, 5, no. 2, (2000).
Hans Fink, Filsafat Sosial, terj. Sigit Djatmiko (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1984).

Ian Robertson, Sosiology (New York: Worth Publisher, 1983).

Imam Suprayogo & Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2001).
Irene Anggraini, “Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pesan Mistik dalam Program Acara
dua Dunia di TRANS 7,” Studi Ilmu Komunikasi 1, no. 1 (2013).
Jalaluddin, Psiklogi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004).

Jamal Abdurrahman, Cara Nabi Menyiapkan Generasi (Surabaya: La Raiba Bima Amanta
{eLBA}, 2006).
Jan Jonker, Bartjan J.W. Pennink dan Sari Wahyuni, Metodologi Penelitian (Jakarta: Salemba
Empat, 2011).
Jeff Levin, “Religious Behavior, Health, and Well-Being Among Israeli Jews: Findings From
the European Social Survey Psychology of Religion and Spirituality,” American
Psychological Association 10, no. 22 (2013).
Jelamu Ardu Marius, “Kajian Analitik.” Jurnal Penyuluhan 2, no. 2 (2006).

Juliana Lumintang, “Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Kemajuan Pembangunan


Masyarakat di Desa Tara-Tara I,” e-journal Acta Diurna, IV, no. 2 (2015).
K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia, 2000).

Kuntjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,


1997).
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005).

Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2000).

M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almansur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012).
Mami Hajaroh, “Sikap dan Perilaku Keagamaan Mahasiswa Islam di Daerah Istimewa
Yogyakarata,” Jurnal Penelitian dan Evaluasi 1, no. 1 (1998).
Matthew B. Miles A Michael Huberman, Qualitative Data Analysis: an expanded sourcebook
(London: SAGE Publication, 1994).
Mawardi, “Reaktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Kemajemukan Sosial,”
Substantia 17, no. 1 (2015).
Max Weber, Essays in Sosiology, terj. Noorkholish dan Tim Penerjamah Promothea
(Yogyakarta: Pustakan Pelajar, 2009).
Misbahun Nadzir, “Psychological Meaning of Money oengan Gaya Hidup Hedonis Remaja
Kota Malang”(Laporan hasil penelitian Pusat Penelitian U niversitas Muhammadiyah
2005, Malang 2005).
30
Miss. Namita P.Patil, “Role Of Education In Social Change,” International Educational E-
Journal, I, no. II (2012).
Muflich Nurhadi, “Perubahan Peran Ibu Rumah Tangga Pengaruhnya Terhadap Harmonisasi
Rumah Tangga,” Jurnal Sosiologi 21, no. 2 (2009).
Muhammad Iqbal Noor, “Teologi dan Pembangunan (Sebuah Analisa Filosofis),” Jurnal
Darussalam 11, no.2, (2010).
Muhtar, dkk, “Masyarakat Tertinggal, “Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan
Sosial, 16, no. 01, (2011).
Muslim Sabarisman, “Perubahan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan
“Pemberdayaan Melalui KUBE di Kelurahan Sayang-sayang Kota Mataram,”
Sosiokonsepsia 17, no. 3 (2012).
Nur Mazidah, “Relijiusitas dan Perubahan Sosial dalam Masyarakat Industri,” Jurnal
Sosiologi Islam, 1, no.1 (2011).
Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKIS, 2005).

Nurcholish Majid, Masyarakat Religius Membumikan Nilai-Nilai Islam Dalam Kehidupan


Masyarakat (Jakarta: Rineka Cipta, 2000).
Patrick C. Burkart and Jonas Andersson Schwarz, “Piracy and Social Change-Revisiting
Piracy Cultures. ”International Journal of Communication 9, no. 5 (2015).
Patty Van Cappellen, et al. eds., “Beyond Mere Compliance to Authoritative Figures:
Religious Priming Increases onformity.” International Journal for the Psychology of
Religion, (2011).
Penyimpangan Perilaku siswa di Sekolah, 2012. http://blogspot.co.id.html (5 Mei 2019).

Rainer K. Silbereisen, et al. eds., Editorial: Agency and human development in times of social
change. “International Journal Of Psychology 42, no. 2 (2007).
Ramli, “Agama dan Kehidupan Manusia.” Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 7, no. 2
(2015).
Reishani Marha Shafwati, “Pengaruh Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Gaya Hidup
Hedonisme Dikalangan Pelajar,” Perpustakaan.Upi.Edu (2015).
Richard M. Ryan, et al. eds., “Two Types of Religious Internalization And Their Relations to
Religious Orientations and Mental Health.” Journal of Personality and Social
Psychology 65, no. 3 (1993).
Rizal Darmaputra, Manajemen Perbatasan dan Reformasi Sektor Keamanan (Jakarta: IDSPS
Press, 2009).
Robert H. Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, terj. Alimandan, S.U (Jakarta:
Rhineka Cipta, 2001).

Roland Robertson (ed), Agama: Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologis, terj. Achmad
Fedyani Saifuddin (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995).
Steward Harrison Oppong, “Religion and Identity,” American International Journal of
Contemporary Research 3, No. 6 (2013).
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,
2002).
31
Sumaya Mohamed and Shadiya Baqutayan, “Toward Social Change in Islam,” International
Journal of Basic & Applied Sciences 11, no. 2 (2011).
Sunandar, Politik Identitas dan Tantangan Globalisasi Masyarakat Perbatasan Dalam
Menghadapi MEA 2016: (Proceeding of 1st International Conference on ASEAN
Economic Community in Borneo Region) (Malang: Kalimetro Intelegensia, 2015).
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Batas Wilayah Negara Indonesia (Yogyakarta: Gava Media, 2008),
h. 40.
Tadjab, dkk, Dasar-Dasar Kependidikan Islam Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam
(Surabaya: Karya Abditama, 1996).
Tajul Arifin, Ilmu Sosial Dasar (Bandung: Gunung Djati Press, 2008).

Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009).

Yilmaz Kaplan, et al. eds., Social Change and Sport: A Sociological Evaluation.
“International Journal of Science Culture and Sport 1, no. 4 (2013).
Yogi Cahya Bagus, Hedonisme Pada Remaja, 2013. http://blogspot.co.id.html (5 Mei 2019).

Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam: Manajemen Berorientasi Link and


Match (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008).

Anda mungkin juga menyukai