Anda di halaman 1dari 2

Heboh Kayu Bajakah, Kenapa Banyak

Riset Obat Cuma 'Mangkrak' di Jurnal?


Riset kayu dan akar bajakah oleh siswa SMA Palangkaraya yang memenangkan penghargaan
internasional menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam hal penelitian di
bidang kesehatan. Sayangnya saat ini masih banyak penelitian yang hanya berujung pada
makalah, disertasi, dan publikasi sehingga kurang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Diterangkan oleh wakil Direktur Medical Education Research Insitute (IMERI) Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Budi Wiweko, SpOG(K), MPH, saat ini
IMERI memang sudah memiliki sub divisi drug development research center yang bertugas
untuk mengenali, mencari, mengidentifikasi substrak yag berpotensi memiliki ekstrak obat
hanya saja yang sudah diproduksi bisa dihitung jari.

"Sampai sekarang dari IMERI belum ada yang jadi obat atau diproduksi massal hanya ada
beberapa yang sudah mulai didekati oleh industri. Belum ada yang belum ada menjadi produk
kecuali stemcell yang sudah dikomersialisasikan," katanya saat dijumpai detikHealth

Masyarakat menuntut pemerintah untuk segera mematenkan penelitian mengenai akar


dan kayu bajakah sebagai obat menyembuhkan kanker payudara. Meski mematenkan
riset masih sangat memungkinkan, namun prosesnya tidak mudah dan sangat panjang
untuk mengklaim bajakah benar-benar berkhasiat dan bisa dijadikan obat.

"Proses dari akar bajakah sampai menjadi single compound itu panjang sekali. Bisa
sampai 20-25 tahun," sebut Wakil Direktur Medical Education Research Insitute (IMERI)
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Budi Wiweko, SpOG(K),
MPH, saat dijumpai detikHealth, Kamis (15/8/2019)

Prof Iko, sapaannya, menyebut saat ini akar bajakah masih harus diteliti untuk
menemukan zat aktif yang paling efektif untuk menyembuhkan kanker payudara.
Namun tidak jadi masalah jika masyarakat masih ingin mengonsumsinya dengan cara
direbus tanpa ekstraksi.
"Pokoknya minum aja sejumput, direbus, namanya jamu itu nggak apa-apa tapi bukan obat,"
katanya.

Lalu, jika akar bajakah tak diteliti lebih lanjut sebagai obat dan hanya berakhir sebagai jamu,
apakah penelitian tersebut masih bisa dipatenkan? "Patenkan saja jamunya," seperti yang
ditulis salah seorang pembaca detikHealth di kolom komentar.
Prof Iko menyebut, mematenkan akar bajakah sebagai jamu sangat mungkin dilakukan tetapi
dengan pengawasan dan dukungan penuh dari pemerintah. Berkaca dari China yang memiliki
banyak sekali obat-obatan herbal dan terkenal di seluruh dunia.
"China, di sana banyak sekali Traditional China Medicine (TCM) yang begitu hebat karena
pemerintahnya mengawasi dengan sangat baik. Orang turis aja mampir kok beli obat China
segala macam isinya apa, mahal pula. Indonesia kan punya jamu sebenarnya," tuturnya.

"Kalau tanaman bajakah ketemu ekstraksinya dan mau dipatenkan jamunya, bisa kita kawal,"
sambungnya.

Saat ini, IMERI bekerjasama dengan salah satu perusahan farmasi untuk meneliti ekstrak
bioactivation dari berbagai jenis tanaman salah satunya kayu manis yang sudah ditemukan dua
zat aktif dan bermanfaat bagi pengidap kencing manis.

"Kalau akar bajakah bisa dilihat potensinya dengan baik, kita pasti akan mendampingi sampai
terus bisa menjadi simplisia atau bioactivation," pungkasnya.

Anda mungkin juga menyukai