Anda di halaman 1dari 62

DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 1

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7

E. Sistematika Pembahasan .............................................................................. 8

BAB II ..................................................................................................................... 9

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 9

A. Landasan Teoritis ........................................................................................... 9

1. Konsep Supervisi ............................................................................................. 9

a. Pengertian Supervisi .................................................................................... 9

b. Unsur Pokok Supervisi .............................................................................. 12

c. Fungsi Supervisi dan Peran Supervisor ..................................................... 13

d. Manfaat Supervisi ...................................................................................... 14


e. Prinsip Pokok Supervisi ........................................................................... 14

f. Pelaksana Supervisi .................................................................................... 15

g. Teknik Supervisi ........................................................................................ 15

h. Alat Ukur Supervisi .................................................................................. 16

i. Supervisi Mutu Pelayanan Keperawatan di RS. Al Islam Bandung ........... 17

2. Risiko Jatuh ................................................................................................... 18

a. Pengertian Risiko Jatuh .............................................................................. 18

b. Faktor-faktor Risiko Jatuh ......................................................................... 19

c. Pencegahan Risiko Jatuh ............................................................................ 21

d. Intervensi risiko jatuh ................................................................................ 25

e. Edukasi pasien atau keluarga ..................................................................... 26

f. Kaji risiko jatuh pasien ............................................................................... 27

g. Kegiatan pengelolaan pencegahan ............................................................. 28

h. Fasilitas pendukung (penandaan risiko jatuh) ........................................... 33

i. Edukasi pencegahan risiko jatuh ................................................................ 36

B. Hasil Penelitian yang Relevan ...................................................................... 38

BAB III ................................................................................................................. 45

METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 45

A. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 45

B. VARIABEL PENELITIAN .......................................................................... 46


C. KERANGKA KONSEP ............................................................................... 47

D. HIPOTESIS .................................................................................................. 47

E. DEFINISI OPERASIONAL ......................................................................... 47

F. POPULASI DAN SAMPEL ......................................................................... 49

G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ............................................................ 50

H. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ........................................................... 51

I. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA ........................................ 52

J. PROSEDUR PENELITIAN .......................................................................... 55

K. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN .................................................... 56

L. ETIKA PENELITIAN .................................................................................. 56

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan Pasien di rumah sakit merupakan sistem pelayanan di

rumah sakit yang dapat memberikan rasa aman kepada pasien dalam

memberikan asuhan kesehatan. Keselamatan Pasien merupakan prioritas utama

yang dilaksanakan terkait hal mutu pelayanan dan citra rumah sakit (Depkes,

2011 dalam Harus, 2015). Menurut Joint Commision International (JCI) ada

enam indikator Keselamatan Pasien dirumah sakit dan salah satunya adalah

risiko pasien jatuh (Joint Commission International, 2015).

Risiko pasien jatuh adalah peningkatan kerentanan terhadap jatuh yang

dapat menyebabkan bahaya fisik (Wilkinson, 2011). Pasien jatuh di rumah

sakit merupakan masalah yang serius karena dapat menyebabkan cedera ringan

sampai dengan kematian, serta juga dapat memperpanjang lama hari rawat

(Length of Stay/ LOS) di rumah sakit dan akan menambah biaya perawatan di

rumah sakit.

Menurut JCI dalam Sentinel Alert Event tahun 2015 di United States

pasien jatuh dirumah sakit menyebabkan cedera 30-50%, dan peningkatan hari

rawat rata-rata 6,3 hari. Dampak lainnya yang ditimbulkan dari insiden jatuh

dapat menyebabkan kejadian yang tidak diharapkan seperti luka robek, fraktur,

cedera kepala , perdarahan sampai kematian, menimbulkan trauma psikologis,

meningkatkan biaya perawatan akibat penambahan tindakan pemeriksaan

1
diagnostik lainnya. Dampak bagi rumah sakit sendiri dapat menimbulkan risiko

tuntutan hukum karena dianggap lalai dalam perawatan pasien (Miake-Lye,

2013 dalam Nursalam, 2014).

Data menurut Joint Committee International (2015) rumah sakit di

Amerika Serikat 100/1000 pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami jatuh

30-50% dengan menghasilkan luka. Selain kerugian fisik jatuh dapat

meningkatkan biaya perawatan pasien. Jatuh dengan luka serius di Amerika

Serikat dapat merugikan pasien rata-rata sebesar $14.056/ pasien (Hpoe, 2016).

Jumlah biaya yang dikeluarkan 30% dari pasien jatuh dengan cedera serius

dapat mencapai 54.9 milyar dolar Amerika pada tahun 2020 (Karen Person et

al, 2011).

Menurut penelitian Purba dan Novieastari (2013) jumlah laporan

insiden di Indonesia berdasarkan jenis rumah sakit yaitu rumah sakit umum

96.6% dan rumah sakit khusus 3,33%. Jumlah insiden berdasarkan pelapor

yaitu perawat 90%, pasien 6.67%, keluarga atau pendamping 3.33%. Laporan

insiden berdasarkan akibatnya yaitu tidak ada cedera 55.17%, cedera reversible

27.59%, kematian 10.34%, cedera irreversible 6.9%.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11

tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit dijelaskan sasaran

keselamatan pasien, diantaranya Pengurangan Pasien Risiko Jatuh. Peraturan

tersebut adalah menjadi dasar bagi setiap rumah sakit untuk memastikan

Keselamatan Pasien yang dirawat. Untuk menjalankan peraturan tersebut

2
setiap rumah sakit harus membuat standar prosedur Keselamatan Pasien yang

di dalamnya terdapat standar prosedur pengurangan dari risiko jatuh.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No

129/menkes/SK/II2008 tentang Standar Minimal Pelayanan (SPM) rumah

sakit bahwa kejadian pasien jatuh yang berakhir dengan kecacatan / kematian

diharapkan 100% tidak terjadi di rumah sakit. Namun berdasarkan laporan

kongres XII PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia) tahun 2012

menunjukan bahwa kejadian pasien jatuh menduduki peringkat kedua setelah

medication error.

Pengkajian pasien risiko jatuh dilaksanakan saat pasien pertama kali

masuk ke rumah sakit dan saat pasien mengalami perubahan status klinis

(Boushon, dkk., 2018 dalam Nursalam 2014). Pengkajian risiko pasien jatuh

merupakan metode pengurangan risiko pasien jatuh yang dilakukan oleh

petugas kesehatan pada semua pasien yang menjalani rawat inap, bertujuan

memberikan perhatian khusus pada pasien yang berisiko jatuh dibandingkan

dengan tidak memiliki risiko untuk jatuh dan meminimalkan atau mencegah

jumlah kejadian pasien jatuh dan cedera (Nursalam, 2014), yang mana salah

satu petugas kesehatan terbesar di rumah sakit adalah perawat.

Perawat sebagai anggota inti tenaga kesehatan mempunyai jumlah

sekitar 40-60% di rumah sakit dari keseluruhan ketenagaan di rumah sakit.

Dimana apabila dilihat dari bentuk pelayanannya keperawatan adalah bentuk

pelayanan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan

3
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-

spiritual yang komprehensif ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat

baik sehat maupun sakit mencakup seluruh proses kehidupan dan berada

disamping pasien selama 24 jam (Lokakarya Keperawatan, 1983). Dengan

demikian perawat memiliki peran besar dalam menjamin Keselamatan Pasien

di rumah sakit salah satunya adalah dalam upaya pencegahan jatuh.

Menurut Nursing Care Centre tindakan yang dilakukan perawat dalam

pencegahan jatuh yaitu: kaji risiko jatuh pasien, lakukan intervensi risiko jatuh

berdasarkan faktor risiko yang sudah dikaji, edukasi staf dalam program

pengurangan risiko jatuh yang telah ditetapkan organisasi, edukasi pasien atau

keluarga, evaluasi keefektifan dari semua aktifitas pencegahan risiko jatuh

termasuk pengkajian, intervensi dan edukasi.

Kegiatan pelayanan dan asuhan keperawatan tergantung kualitas dan

kuantitas tenaga keperawatan (kinerja). Kinerja keperawatan dipengaruhi oleh

beberapa hal diantaranya karakteristik individu, kepemimpinan, fasilitas kerja,

imbalan dan supervisi. Supervisi merupakan kegiatan professional yang

dilakukan untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang saling

membantu melalui proses pembelajaran sesuai dengan tanggung jawab dalam

tindakan praktek (NHS, 2012). Suyanto (2008) kepala ruangan bertanggung

jawab melaksanakan supervisi kepada perawat pelaksana dalam memberikan

asuhan keperawatan dari dimensi pelayanan. Yang dimaksud dimensi

pelayanan adalah pencapaian indikator pelayanan salah satunya adalah tidak

adanya pasien jatuh. Penelitian Cruz et al menyatakan bahwa supervisi untuk

4
perawat memberikan pengaruh yang besar karena dapat meningkatkan kualitas

perawatan, keselamatan pasien, dan meningkatkan kepuasan perawat dalam

bekerja. Selain itu literature review yang dilakukan oleh Wati menunjukan

bahwa supervisi berpengaruh terhadap penatalaksanaan universal precaution

oleh perawat, supervisi dapat menambah pengetahuan dan mengubah prilaku

perawat dalam melaksanakan tugas sehingga tercapai keselamatan pasien.

Di Rumah Sakit Al Islam Bandung sebagaimana yang tercantum

dalam Surat Keputusan Direktur supervisi dilakukan oleh supervisor setiap

unitnya pada jam kerja, sementara diluar jam kerja dilakukan oleh kepala shift

di setiap unitnya dan Koordinator Perawat Jaga (KPJ) untuk seluruh area

pelayanan rumah sakit. Supervisor mengawali supervisinya untuk pasien risiko

jatuh dengan melihat terlebih dahulu skor morse masing-masing pasien yang

ada sebagaimana telah dilakukan skoring oleh perawat penanggung jawab

pasien sebelumnya, adakah penandaan di pintu kamar dan di bed pasien untuk

yang teridentifikasi risiko tinggi terjadinya jatuh, tertutupkah side guard bed

pasien dan fahamkah pasien serta keluarga tentang risiko jatuh tersebut.

Rumah Sakit Al Islam Bandung berupaya memberikan pelayanan

dengan memenuhi standar pelayanan dari pemerintah, selain untuk memenuhi

harapan pelanggan. Rumash Sakit Al Islam Bandung juga berupaya terus untuk

mengantisipasi dan menindak lanjuti insiden keselamatan pasien, salah satunya

insiden pasien jatuh. Harapan dan target keselamatan dalam mencegah pasien

jatuh merupakan wujud pemeliharaan kehidupan manusia, seperti tercantum

dalam QS. Al Maidah (5) ayat 32 :

5
...

‫قَتَ َلَ َمن‬ ‫ِبغَي ِْرَ نَ ْف ًۢسا‬ َ‫أ َ ْوَ نَ ْفس‬ َ َ‫ف‬
َ‫ساد‬ ‫فِى‬ ِ ‫ْاْل َ ْر‬
َ‫ض‬ ‫فَ َكأَنَّ َما‬

َ‫قَت َ َل‬ َ َّ‫الن‬


َ‫اس‬ ‫َج ِميعا‬ َ‫أ َ ْحيَاهَا َو َم ْن‬ َ‫فَ َكأَنَّ َما‬ ‫أ َ ْحيَا‬ َ َّ‫الن‬
َ‫اس‬ ‫َج ِميعا‬

...

32. ... barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu

(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,

maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa

yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah

memelihara kehidupan manusia semuanya. ...

Rumah sakit Al Islam Bandung telah menerapkan program

Keselamatan Pasien sejak tahun 2008. Dan sesuai dengan Keputusan Menteri

Kesehatan RI No 129/menkes/SK/II/2008 tentang Standar Minimal Pelayanan

(SPM) rumah sakit bahwa kejadian pasien jatuh yang berakhir dengan

kecacatan/ kematian diharapkan 100% tidak terjadi di rumah sakit. Hal tersebut

dijadikan salah satu indikator mutu pelayanan keperawatan di RS Al Islam

Bandung. Berdasarkan pelaporan insiden Keselamatan Pasien ke Sub Komite

Keselamatan Pasien, kejadian pasien jatuh di Rumah Sakit Al Islam Bandung

adalah sebagai berikut : pada tahun 2014 sebanyak 21 insiden dan tahun 2015

sebanyak 22 insiden. Hal ini menjadi perhatian dengan kemudian dilakukan

failure mode analisis pada tahun 2016 dan ditetapkannya angka kepatuhan

pencegahan pasien jatuh ke dalam indikator kunci pada tahun 2016 dengan

6
standar angka kepatuhan di atas 95% dan sampai dengan akhir tahun 2017

angka kepatuhan perawat dalam pencegahan pasien jatuh mencapai 94.2%

hampir mendekati standar. Hal tersebut tidak sejalan dengan kejadian pasien

jatuh yang masih terjadi di tahun 2017 sebanyak 18 kasus hanya turun sebanyak

18%. Dan rata-rata terjadi insiden pasien jatuh diluar jam kerja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena/latar belakang hal tersebut diatas sudah

merupakan kewajiban Rumah Sakit untuk peningkatan mutu berkelanjutan

sebagai improvement terhadap pencapaian indikator mutu, diantaranya adalah

tidak adanya kejadian pasien jatuh serta untuk melihat keefektifan supervisi

terhadap tingkat kepatuhan pelaksanaan upaya pencegahan jatuh dari perawat

pelaksana terhadap pengurangan angka kejadian jatuh di RS Al Islam Bandung.

C. Tujuan Penelitian

1) Menggambarkan upaya pencegahan pasien jatuh melalui langkah-langkah

penurunan risiko pasien jatuh di Rumah Sakit Al Islam Bandung.

2) Melihat seberapa efektif penerapan supervisi terhadap pelaksanaan upaya

pencegahan pasien jatuh dengan kejadian pasien jatuh di RS Al Islam

Bandung

D. Manfaat Penelitian

1) Rumah Sakit

7
Sebagai bahan evaluasi untuk mendorong peningkaan mutu pelayanan

pasien sehingga aman dan nyaman dengan melaksanakan prosedur

pencegahan risiko jatuh diruang Darussalam 3, 4 dan 5.

2) Pasien

Diharapkan dapat menurunkan risiko terjadinya pasien jatuh saat dirawat di

ruang Darussalam 3, 4 dan 5.

E. Sistematika Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, rumusan

masalah, tujuan peneliatian, manfaat penelitian dan sitematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini membahas teori-teori mengenai

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teoritis

1. Konsep Supervisi

a. Pengertian Supervisi

Supervisi berasal dari kata : super (bahasa latin : di atas) dan videre (bahasa

latinَ:َmelihat).َBilaَdilihatَdariَasalَkataَasliَsupervisi,َialahَ“melihatَdariَatas”.َ

Pengertian supervisi secara umum, adalah melakukan pengamatan secara langsung

danَ berkalaَ olehَ “atasan”َ terhadapَ pekerjaanَ yangَ dilakukanَ “bawahan”َ untukَ

kemudian bila ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat

langsung, untuk mengatasinya (Bahtiar, 2010).

Supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan

dan pengendalian (controlling). Dari beberapa pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa kegiatan supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana

seorang manajer melalui aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan

evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari.

Menurut Swansburg (1999 dalam Ahaddyah, 2012) supervisi merupakan usaha

untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan

tugas, dimana dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

yaitu menghargai dan mengembangkan potensi setiap individu serta menerima

setiap perbedaan. Definisi lain tentang supervisi dikemukakan oleh Nursalam (2011

dalam Ahaddyah, 2012) yaitu upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan

9
kemampuan pihak yang disupervisi agar mereka dapat melaksanakan tugas

kegiatan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

Supervisi adalah segala bantuan dari pemimpin/ penanggung jawab kepada

perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya

dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan. Kegiatan supervisi semacam ini

merupakan dorongan, bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan

perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat.

Supervisi pelayanan keperawatan adalah kegiatan interaksi dan komunikasi

antar supervisor dengan perawat pelaksana, dimana perawat tersebut menerima

bimbingan, dukungan, bantuan dan dipercaya sehingga perawat dapat

meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas pelayanan kesehatan. Dalam

supervisi keperawatan dapat dilakukan oleh pemangku jabatan dalam berbagai level

seperti ketua tim, kepala ruangan, pengawas, kepala seksi, kepala bidang perawatan

atau pun wakil direktur keperawatan. Sistem supervisi akan memberikan kejelasan

tugas, feedback dan kesempatan perawat pelaksana mendapatkan promosi.

Supervisi menurut Nursalam (2015) merupakan suatu bentuk dari kegiatan

manajemen keperawatan yang bertujuan pada pemenuhan dan peningkatan

pelayanan pada klien dan keluarga yang berfokus pada kebutuhan, keterampilan,

dan kemampuan perawat dalam melaksanakan tugas. Kunci supervisi menurut

Nursalam (2015) meliputi pra (menetapkan kegiatan, menetapkan tujuan dan

menetapkan kompetensi yang akan di nilai), pelaksanaan (menilai kinerja,

mengklarifikasi permasalahan, melakukan Tanya jawab, dan pembinaan), serta

Pasca supervisi 3F (F-fair yaitu memberikan penilaian, feedback atau memberikan

10
umpan balik dan klarifikasi, reinforcement yaitu memberikan penghargaaan dan

follow up perbaikan).

Supervisi keperawatan berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan

sebagai suatu proses berkesinambungan yang dilakukan oleh manajer keperawatan

atau pemimpin untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan seseorang,

sehingga hal ini dapat meningkatkan kualitas kinerja melalui pengarahan, observasi

dan bimbingan yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan.

b. Peran Kepala Ruang Keperawatan

Menurut Kron, (1987 dalam Mua, 2011) peran supervisor adalah sebagai

perencana, pengarah, pelatih dan penilai yaitu :

1. Peran sebagai perencanaSeorang supervisor dituntut mampu membuat

perencanaan sebelum melaksanakan supervisi.

2. Peran sebagai pengarahSeorang supervisor harus mampu memberikan

arahan yang baik saat supervisi.

3. Peran sebagai pelatih Seorang supervisor dalam memberikan supervisi

harus dapat berperan sebagai pelatih dalam pemberian asuhan keperawatan

pasien. Prinsip dari pengajaran dan pelatihan harus menghasilkan perubahan

perilaku, yang meliputi mental, emosional, aktivitas fisik atau mengubah

perilaku, gagasan, sikap dan cara mengerjakan sesuatu.

4. Peran sebagai penilai. Seorang supervisor dalam melakukan supervisi dapat

memberikan penilaian yang baik. Penilaian akan berarti dan dapat

dikerjakan apabila tujuannya spesifik dan jelas, terdapat standar penampilan

kerja dan observasinya akurat.

11
b. Unsur Pokok Supervisi

1) Pelaksana

Atasan (supervisor) merupakan orang yang bertanggung jawab dalam

melaksanakanَ supervisi,َ yangَ memilikiَ “kelebihan”َ dalamَ pengetahuanَ danَ

keterampilan. Bertitik tolak dari ciri tersebut sering dikatakan bahwa keberhasilan

supervisi lebih ditentukan olah tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki

atasan.

2) Sasaran

Sasaran atau objek supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan,

serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Tujuan utama dilakukan supervisi

terhadap bawahan adalah untuk meningkatkan tampilan kerja bawahan.

3) Frekuensi

Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang

dilakukan hanya sekali, bisa dikatakan bukan supervisi yang baik. Jika derajat

kesulitan pekerjaan yang dilakukan lebih tinggi dan mendasar, maka supervisi harus

lebih sering dilakukan.

4) Tujuan

Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara

langsung, sehingga dengan bantuan tersebut, bawahan akan memiliki bekal yang

cukup untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik.

Pemahaman tujuan seperti ini sangat penting, karena tujuan dari supervisi bukan

semata-mata untuk mencapai hasil yang baik, maka jangan sampai mengambil alih

tugas bawahan.

12
5) Teknik

Teknik supervisi diantaranya yaitu menetapkan masalah dan prioritasnya,

menetapkan penyebab masalah dan jalan keluarnya, melaksanakan jalan keluar, dan

menilai hasil yang dicapai untuk menentukan tindak lanjut.

c. Fungsi Supervisi dan Peran Supervisor

Menurut Nursalam (2015) peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah

mempertahankan keseimbangan pelayanan keperawatan dan manajemen sumber

daya yang tersedia :

1) Manajemen pelayanan keperawatan. Tanggung jawab supervisor adalah

menetapkan dan mempertahankan standar praktik keperawatan, menilai

kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang diberikan, serta

mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan

keperawatan kerja sama dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.

2) Manajemen anggaran. Manajemen keperawatan berperan aktif dalam

membantu perencanaan dan pengambangan. Supervisor berperan dalam hal

seperti membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan dana

tahunan yang tersedia dan mengembangkan tujuan unit yang dapat dicapai

sesuai tujuan rumah sakit, membantu mendapatkan informasi statistik untuk

merencanakan anggaran keperawatan, memberikan justifikasi proyek yang

dikelola.

13
d. Manfaat Supervisi

1) Meningkatkan efektifitas kerja. Berhubungan dengan meningkatnya

pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta terbinanya hubungan dan

suasana kerja yang harmonis antara atasan dan bawahan.

2) Meningkatkan efisiensi kerja. Semakin berkurangnya kesalahan yang

dilakukan bawahan serta dapat mencegah pemakaian sumber daya (tenaga,

harta dan sarana) secara sia-sia.

Apabila kedua peningkatan di atas dapat terwujud, sama artinya dengan

telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Sesungguhnya esensi pokok dari

supervisi ialah bagaimana dapat menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang

telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efisien,

sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan

memuaskan (Azwar, 1996 dalam Ahaddyah, 2012).

e. Prinsip Pokok Supervisi

Pada prinsipnya tujuan utama supervisi adalah untuk lebih meningkatkan

penampilan bawahan, bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan

penampilan dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap

pekerjaan bawahan, kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan

petunjuk atau bantuan untuk mangatasinya. Sifat supervisi harus edukatif,

suportif, bukan otoriter. Supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala.

Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga terjalin kerja

14
sama yang baik antara atasan dan bawahan. Startegi dan tata cara supervisi

yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing bawahan

individu. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan

dengan perkembangan.

f. Pelaksana Supervisi

Syarat dan karakteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi adalah:

1) Pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi

2) Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang

cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi

3) Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi,

artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta teknik supervise

4) Pelaksana supervisi harus memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan

otoriter.

5) Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan selalu

berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku bawahan

yang disupervisi.

g. Teknik Supervisi

Teknik pokok dari supervisi pada dasarnya identik dengan teknik

penyelesaian masalah (problem solving)

a. Pengamatan Langsung

15
1) Sasaran pengamatan: hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat

pokok dan strategis saja (selective supervission).

2) Objektivitas pengamatan: pengamatan langsung perlu dibantu dengan

suatu daftar isi (check list) yang telah dipersiapkan.

3) Pendekatan pengamatan: pendekatan pengamatan dapat dilakukan

secara edukatif dan suportif, bukan kekuasaan atau otoriter.

b. Kerja Sama

Untuk mengatasi masalah yang ditemukan, perlu jalinan kerja sama antara

pelaksana supervisi dan yang disupervisi. Kerja sama ini akan berhasil bila ada

komunikasi yang baik antara pelaksana supervisi dan yang disupervis, serta mereka

yang disupervisi merasakan masalah yang dihadapi tersebut juga merupakan

masalah mereka sendiri (sense of belonging).

h. Alat Ukur Supervisi

Alat untuk mengukur supervisi pelayanan keperawatan yang telah diuji

validitas dan reliabilitasnya adalah The Manchester Clinical Supervision Scale.

Kuisioner ini dikembangkan oleh White & Wainstanley (2000) kemudian direvisi

lagi oleh White & Wainstanley (2011). Versi asli kuisioner ini adalah berbahasa

inggris, kemudian telah dialihkan bahasakan dibeberapa negara seperti Prancis,

Norwegia, Spanyol, Denmark, Swedia, Portugis, dan Finlandia. Kuisioner ini

terbagi menjadi tiga komponen yang merupakan pengembangan dari model proctor

yaitu:

16
a. Komponen Normatif (mempertahankan kinerja dan meningkatkan

profesionalisme).

Berisi item pernyataan finding time (waktu yang tersedia dari supervisor

untuk melakukan supervisi), item pentingnya supervisi dan item

kepercayaan/ hubungan.

b. Komponen Formatif (meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan).

Komponen formatif berisi item pernyataan meningkatkan pelayanan dan

ketrampilan dan item masalah pribadi serta refleksi diri.

c. Komponen Restoratif (memberikan dukungan)

Komponen restoratif berisi item pernyataan dukungan dan nasehat

supervisor.

i. Supervisi Mutu Pelayanan Keperawatan di RS. Al Islam Bandung

Dalam upaya monitoring kepatuhan protokol pencegahan pasien jatuh

dilakukan oleh kepala tim, kepala shift dan kepala ruangan. Formulir (ceklist

harian) diisi saat pasien masuk ke ruang perawatan yang dilakukan oleh

penanggung jawab pasien kemudian divalidasi oleh kepala shift (jika diluar jam

kerja/ jam 14.00 sd jam 07.00) dan dilakukan oleh kepala tim serta divalidasi oleh

supervisor jika dalam jam kerja (jam 07.00 sd jam 14.00). Supervisor akan rutin

mengidentifikasi pasien (general chek) diantaranya adalah tentang penanggulangan

pasien risiko jatuh meliputi 1) penandaan, 2) asesmen risiko jatuh pada setiap pasien

baru dan asesmen ulang, 3) pengetahuan keluarga tentang upaya pencegahan risiko

jatuh (edukasi pada pasien baru dan re edukasi/hari), 4) kesesuaian pelaksanaan

17
upaya pencegahan pasien jatuh dengan protokol pencegahan pasien jatuh. Cara

melakukan Supervisi :

a. Kepala shift melaporkan jumlah pasien setiap harinya berikut tingkat

ketergantungan, angka mutu harian termasuk didalamnya angka risiko jatuh

dan pemenuhan kebutuhan bio-psiko, sosio, spiritual.

b. Ka.tim akan mengecek ulang pasien dengan angka risiko jatuh sedang sampai

tinggi untuk kesesuaian pelaksanaan upaya pencegahan jatuh, langsung

terhadap pasien tersebut baik visual maupun wawancara tingkat pengetahuan

pasien/keluarga mengenai pencegahan pasien.

c. Kepala ruangan melakukan validasi terhadap pasien risiko jatuh.

Kepala ruangan mendokumentasikan hasil validasi pasien risiko jatuh sedang

dan tinggi pada sensus mutu harian untuk rekapitulasi pelaporan setiap akhir

bulan.

2. Risiko Jatuh

a. Pengertian Risiko Jatuh

Jatuh adalah suatu peristiwa di mana seseorang mengalami jatuh dengan

atau tanpa disaksikan oleh orang lain, tidak disengaja/tidak direncanakan, dengan

arah jatuh ke lantai, dengan atau tanpa mencederai dirinya (Stanley, 2006).

Penyebab jatuh dapat meliputi faktor fisiologis (pingsan) atau lingkungan (lantai

yang licin). Risiko jatuh adalah pasien yang berisiko untuk jatuh yang umumnya

disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor fisiologis yang dapat berakibat cidera.

18
Menurut (Stanley, 2006) risiko jatuh adalah suatu kejadian yang dapat

menyebabkan subjek yang sadar menjadi berada dilantai tanpa disengaja. Risiko

jatuh adalah peningkatan kerentanan terhadap jatuh yang dapat menyebabkan

bahaya fisik (Wilkinson, 2011). Berdasarkan dari pengertian tersebut maka risiko

jatuh adalah kejadian yang kurang menyenangkan atau merugikan atau

membahayakan yang mengakibatkan pasien menjadi turun atau meluncur ketempat

yang lebih rendah yang disebabkan oleh faktor ekstrinsik (lingkungan) dan faktor

intrinsik (fisiologi) sehingga dapat menyebabkan bahaya fisik atau cedera dan

gangguan kesadaran.

b. Faktor-faktor Risiko Jatuh

Faktor-faktor risiko jatuh dibagi menjadi dua yaitu faktor intrinsik dan

faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik atau faktor fisiologis terdiri dari riwayat jatuh,

fungsi kognitif, usia atau jenis kelamin, mobilitas atau pergerakan, eliminasi, dan

obat-obatan. Faktor ekstrinsik atau faktor lingkungan terdiri dari staffing, lantai

yang licin, pencahayaan yang redup, penghalang tempat tidur, dan pengaturan

ruangan (National Database of Nursing Quality Indicators, 2011).

1. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari diri individu itu sendri

(host). Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan risiko jatuh seperti usia diatas

65 tahun dan usia dibawah 2 tahun, keadaan fisiologi (anemia, artritis,

penurunan kekuatan ekstremitas bawah, diare, masalah pada kaki, gangguan

pada sikap tubuh, gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan, hambatan

19
mobilitas fisik, neoplasma, neuropati, hipotensi ortostatik, kondisi

pascabedah, perubahan gula darah postprandial, penyakit akut, defisit

propriosepsi, gangguan tidur, urgensi atau inkontinensia, penyakit vaskular, dan

gangguan penglihatan), kognitif (perubahan status mental misalnya: konfusi,

delirium, demensia dan gangguan realitas), medikasi (agens antiansietas,

antihipertensi, diuretik, hipnotik dan antidepresan) (Wilkins, 2011).

2. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik merupakan faktor lingkungan dan memiliki risiko

terhadap kejadian jatuh sebesar 31% (Shobha 2005, dalam Maryam, 2009).

Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi keseimbangan dan

berkontraksi pada risiko jatuh, kejadian jatuh didalam ruangan lebih sering

terjadi dikamar tidur dan toilet. Lingkungan yang tidak aman dapat dilihat

pada lingkungan luar rumah, ruang tamu, kamar tidur, toilet, dan tangga atau

lorong (Oliver 2004, dalam Budiono 2013).

Lingkungan yang tidak aman pada area luar seperti kondisi lantai yang

retak, jalan depan rumah sempit, pencahayaan yang kurang, kondisi teras atau

halaman, bahaya lingkungan pada area ruang tamu adalah kurangnya

pencahayaan, area yang sempit untuk berjalan, kaki kursi yang miring dan tinggi

kursi yang tidak sesuai dengan tinggi kaki dan sandaran lengan pada kursi tidak

kuat. Kamar tidur berbahaya dapat dilihat dari kondisi lantai, tinggi tempat

tidur, seprai yang tergerai dilantai, penempatan barang dan perabotan yang

mudah dijangkau, pencahayaan yang redup, dan luas area kamar untuk berjalan.

20
Kamar mandi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan atau risiko jatuh

diantaranya pencahayaan kurang, kondisi lantai licin, posisi bak dan toilet

tidak aman, dan peletakkan alat mandi yang tidak mudah dijangkau oleh lansia.

Lingkungan area tangga dan lorong dapat dilihat dari kondisi lantai,

pencahayaan, peganggan, lis tangga, dan lebar tangga (Barnet, 2008)

c. Pencegahan Risiko Jatuh

Pelaksanaan pencegahan risiko jatuh adalah serangkaian tindakan yang

merupakan acuan dalam penerapan langkah-langkah untuk mempertahankan

keselamatan pasien yang berisiko jatuh (Wilkinson, 2011). Manajemen risiko

pasien jatuh dapat dilaksanakan sejak pasien mendaftar di rumah sakit hingga

pasien pulang (Budiono,2013).

Dalam Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011, Standar

Akreditasi Rumah Sakit edisi satu, ada pun sasaran risiko jatuh adalah sebagai

berikut :

1. Standar rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi risiko

membahayakan pasien akibat dari cedera jatuh

2. Tujuan menilai dan menilai kembali risiko secara berkala setiap pasien untuk

jatuh, termasuk potensi risiko yang terkait dengan pengobatan pasien, dan

mengambil tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko yang

teridentifikasi

3. Elemen yang dapat diukur :

21
a. Rumah sakit menerapkan suatu proses untuk penilaian awal pasien untuk

risiko jatuh dan penilaian ulang pasien ketika ditunjukkan oleh perubahan

dalam kondisi atau pengobatan, atau yang lain

b. Langkah-langkah diterapkan mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang

pada pengkajian dianggap berisiko jatuh

c. Langkah tersebut dipantau untuk melihat hasil tindakan, baik kesuksesan

pengurangan cedera jatuh dan apapun yang terkait konsekuensi yang tidak

diinginkan

d. Kebijakan dan atau prosedur terus mendukung pengurangan risiko

membahayakan pasien akibat jatuh di organisasi (WHO Patient safety, 2007

dalam Komite Keselamatan Pasien, 2013).

Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari Darmojo (2004), ada 3 usaha

pokok untuk pencegahan pasien jatuh yaitu :

1. Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari

adanya faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assessment keadaan sensorik,

neurologis, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering menyebabkan jatuh.

Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh

harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai

rumah datar, tidak licin, besrsih dari benda-benda kecil yang susah dilihat,

peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk,

dapat bergeser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya

diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/

22
tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak licin sebaiknya

diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC

sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.

2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)

Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya

dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila

goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka

diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medis. Penilaian gaya berjalan juga

harus dilakukan dengan cermat, apakah kakinya menapak dengan baik, tidak mudah

goyah, apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada

saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk

berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat

kelainan/penurunan.

3. Mengatur/ mengatasi faktor situasional.

Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lanjut usia

dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara periodik.

Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan

perbaikan lingkungan faktor situasional yang berupa aktifitas

fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas tersebut

tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil

23
pemeriksaan kondisi fisik. Maka di anjurkan lanjut usia tidak melakukan aktifitas

fisik yang sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

Menurut Sutoto dalam KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2013) contoh

langkah pencegahan pasien jatuh adalah : anjurkan pasien untuk meminta bantuan

yang diperlukan, anjurkan pasien untuk memakai alas kaki yang anti slip, pastikan

bahwa jalur ke toilet bebas dari hambatan dan terang, pastikan lorong bebas

hambatan, tempatkan alat bantu seperti tongkat/walker dalam jangkauan pasien,

pasang penghalang tempat tidur, evaluasi tinggi tempat tidur, amati lingkungan

yang dianggap berpotensi tidak aman dan segera laporkan, jangan biarkan pasien

yang berisiko jatuh tanpa pengawasan, saat pasien dibawa menggunakan tempat

tidur posisi bedsideguard dalam keadaan terpasang, informasikan dan didik pasien

serta keluarga mengenai perawatan untuk mencegah terjadinya risiko jatuh.

Intervensi yang tepat sangat dibutuhkan dalam pencegahan pasien jatuh dirumah

sakit (Setiowati, 2008).

Rumah sakit wajib melakukan penanganan pasien dengan risiko jatuh yang

dimulai dari pengkajian awal saat pasien masuk dan pengkajian lanjutan lainnya

saat pasien dirawat di rumah sakit. Faktor-faktor yang sangat berkaitan dengan

risiko jatuh di rumah sakit adalah pengkajian yang tidak adekuat, kegagalan

komunikasi, kurangnya kepatuhan terhadap protokol dan praktek keselamatan

pasien, orientasi staf yang tidak memadai, supervisi dan keterampilan serta

kepemimpinan yang kurang efektif (The Joint Commision, 2015).

24
d. Intervensi risiko jatuh

Intervensi umum yang dilakukan oleh setiap tim kesehatan seperti biasakan

pasien dengan lingkungan yang baru dirumah sakit, pastikan bel dapat dijangkau

pasien, memiliki pegangan yang kokoh di kamar mandi, ruang dan lorong, tempat

tidur dalam posisi rendah, pastikan tempat tidur dalam posisi sideguard dan roda

terkunci, pastikan cahaya tidak redup, pastikan lantai tidak licin, komunikasikan

risiko jatuh pasien pada anggota keluarga (Joint Commission International, 2014).

Berikut merupakan intervensi pencegahan risiko jatuh berdasarkan tingkatan risiko

jatuh :

1. Intervensi risiko jatuh rendah

 Menjaga lingkungan unit perawatan tetap aman: (a) membuang kelebihan

peralatan perlengkapan atau furniture dari kamar dan lorong; (b) menjauhkan

dan mengamankan kelebihan kabel listrik dan telepon; (c) bersihkan semua

tumpahan di kamar pasien atau di lorong segera; (d) tempatkan tanda untuk

menunjukkan bahaya lantai basah.

 Ikuti intervensi keselamatan : (a) Mengorientasikan pasien dengan

lingkungan sekitar, termasuk lokasi kamar mandi, penggunaan alarm

panggilan; (b) menjaga tempat tidur dalam posisi terendah selama

penggunaan kecuali tidak praktis (ketika melakukan prosedur pada pasien);

(c) memasang dua sisi pengaman tempat tidur pasien; (d) kunci roda tempat

tidur, tandu, & kursi roda; (e) menghindari hambatan akses menuju ke toilet;

(f) tempatkan alarm panggilan dan benda yang sering dibutuhkan pasien ke

tempat yg dapat di jangkau pasien; (g) respon segera jika terdengar alarm

25
panggilan; (h) ajarkan pasien atau keluarga untuk meminta bantuan yang

diperlukan; (i) gunakan alas kaki non slip.

2. Intervensi risiko jatuh sedang

Ikuti intervensi risiko jatuh rendah, ditambah : (a) pantau & membantu pasien

dalam mengikuti jadwal harian; (b) Mengawasi atau mendampingi di samping

tempat tidur pasien, kebersihan pribadi dan ke toilet yang sesuai untuk pasien;

(c) Reorientasi pasien bingung diperlukan; (d) Menetapkan jadwal eliminasi

dan penggunaan samping tempat tidur jika dibutuhkan.

3. Intervensi risiko jatuh tinggi

Ikuti intervensi risiko jatuh rendah dan sedang, ditambah : (a) Tetap dengan

pasien saat pasienke toilet; (b) Mengamati pasien 60 menit; (c) Ketika pasien

membutuhkan mobilisasi harus dengan bantuan dari staf atau pemberi

perawatan terlatih; (d) Pertimbangkan prosedur samping tempat tidur. Lakukan

evaluasi dan jika diperlukan lakukan tindakan pencegahan ketat berikut: (a)

memindahkan pasien ke kamar dengan akses visual terbaik ke ruang perawat;

(b) aktifkan alarm tempat tidur atau kursi; (c) pemantauan dengan perbandingan

perawat 1:1 (d) lakukan restrain fisik jika dibutuhkan.

e. Edukasi pasien atau keluarga

Pelaksanaan manajemen risiko jatuh pasien juga melibatkan keluarga atau

pendamping pasien, mengajak keluarga untuk terlibat dan berperan aktif dalam

pelaksanaan manajemen risiko jatuh pasien. Perawat juga dapat memberitahu

risiko jatuh pada saat masuk rumah sakit, jelaskan program pencegahan dan

26
didik keluarga dalam mengenal dan memahami komunikasi visual risiko jatuh,

komukasikan bagaimana pasien dan anggota keluarga dapat membantu dalam

mencegah risiko jatuh (Budiono, 2013).

Pasien dan keluarga juga sebaiknya di informasikan mengenai komunikasi

visual yang ada di kamar pasien serta gelang berwarna kuning yang digunakan

pasien. Semua keluarga juga pengunjung harus dididik dalam mengenali dan

memahami simbol tersebut serta cara mendapatkan bantuan dari staf jika

membutuhkan (Joint commission Internasionl, 2013)

f. Kaji risiko jatuh pasien

Pengkajian awal dan harian individu untuk risiko jatuh sangat penting untuk

identifikasi klien yang berisiko jatuh (Potter&Perry, 2013). Faktor risiko yang harus

dikaji untuk mengetahui pasien berisiko jatuh atau tidak adalah : faktor risiko

intrinsik (karakteristik pasien dan fungsi fisik umum, diagnosis dan perubahan fisik,

medisasi dan interaksi obat) dan faktor ekstinsik atau faktor lingkungan (tingkat

pencahayaan, permukaan lantai, furnitur, ketinggian tempat tidur, call bel,

penggunaan alat bantu dan lama hari rawat (Nursalam, 2015).

Pengkajian risiko pasien jatuh merupakan metode pengukuran risiko pasien

untuk jatuh yang dilakukan oleh petugas kesehatan pada semua pasien yang

menjalani rawat inap, bertujuan memberikan perhatian khusus pada pasien yang

berisiko untuk jatuh dibandingkan dengan yang tidak memiliki risiko untuk jatuh

dan meminimalkan atau mencegah jumlah kejadian pasien jatuh dan cedera

27
(Nursalam, 2014). Pengkajian terhadap pasien risiko jatuh diharapkan dapat

meningkatkan kewaspadaaan terhadap pasien berisiko jatuh (Budiono, 2013).

kegiatan pengelolaan pencegahan.

g. Kegiatan pengelolaan pencegahan

Bukti dokumen yang terdapat pada kegiatan pengelolaan pencegahan pada

pasien beresiko jatuh terdiri dari :

1. Assesmen Awal risiko pasien jatuh.

Tabel 1. Dokumen self assesmen risiko pasien jatuh

Kategori penilaian resiko :

Resiko rendah 0 – 5

Resiko sedang 6 – 13

28
ResikoَTinggiَ≥َ14

1. Assesmen Ulang. Assesmen lanjut apabila terdapat perubahan kondisi pada

pasien dengan menggunakan pengkajian resiko jatuh (Morse Fall Scale) untuk

pasien dewasa. Pengkajian risiko jatuh Morse atau Morse Fall Scale (MFS)

merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan oleh perawat, 82,9%

perawat menilai skala ini cepat dan mudah digunakan, dan 54% meperkirakan

bahwa dibutuhkan kurang dari tiga menit untuk menilai seorang pasien (Nursalam,

2014).

Tata laksana pengisian Formulir Skala Morse Fall :

a. Kotak Identitas harus diisi lengkap, meliputi : Nama pasien, Nomor Rekam

Medis pasien, Tanggal lahir Pasien, dan jenis kelamin pasien

b. Kotak berikutnya diisi tanggal dan jam assesment, dan nama ruangan tempat

pasien di rawat.

Cara melakukan Scoring :

1.Riwayat jatuh:

 Skor 25 bila pasien pernah jatuh sebelum perawatan saat ini, atau jika ada riwayat

jatuh fisiologis karena kejang atau gangguan gaya berjalan menjelang dirawat.

 Skor 0 bila tidak pernah jatuh.

Bila pasien jatuh untuk pertama kali, skor langsung 25.

2.Diagnosis sekunder:

Skor 15 jika diagnosis medis lebih dari satu dalam status pasien.

Skor 0 jika tidak.

3.Bantuan berjalan:

29
Skor 0 jika pasien berjalan tanpa alat bantu/ dibantu, menggunakan kursi roda,

atau tirah baring dan tidak dapat bangkit dari tempat tidur sama sekali.

Skor 15 jika pasien menggunakan kruk, tongkat, atau walker

Skor 30 jika pasien berjalan mencengkeram furnitur untuk topangan.

4.Jika terpasang infus

Skor 20 jika pasien terpasang infus.

Skor 0 jika tidak terpasang infus

5.Gaya berjalan/ transfer:

Skor 0 jika gaya berjalan normal dengan ciri berjalan dengan kepala tegak, lengan

terayun bebas disamping tubuh, dan melangkah tanpa ragu-ragu.

Skor 10 jika gaya berjalan lemah, membungkuk tapi dapat mengangkat kepala saat

berjalan tanpa kehilangan keseimbangan. Langkah pendek-pendek dan mungkin

diseret.

Skor 30 jika gaya berjalan terganggu, pasien mengalami kesulitan bangkit dari

kursi, berupaya bangun dengan mendorong lengan kursi atau dengan melambung

(menggunakan beberapa kali upaya untuk bangkit). Kepala tertunduk, melihat ke

bawah. Karena keseimbangan pasien buruk, menggenggam furnitur, orang, atau

alat bantu jalan dan tidak dapat berjalan tanpa bantuan.

6. Status mental:

Skor 0 jika penilaian diri terhadap kemampuan berjalannya normal.

Skor 15 jika respon pasien tidak sesuai dengan kemampuan ambulasi atau jika

respon pasien tidak realistis, dan pasien over estimate kemampuan dirinya dan lupa

keterbatasannya.

30
Tingkat risiko ditentukan sebagai berikut:

a. Skor 0-24 berisiko rendah, Lakukan Perawatan yang baik

b. Skor 25-50 Risiko sedang ,Lakukan intervensi jatuh standar

c.َSkorَ≥َ51َRisikoَTinggi,َLakukanَintervensiَjatuhَrisikoَtinggi

Pedoman Manajemen Resiko Jatuh Pasien Dewasa

a.Resiko rendah :

Pastikan bel mudah terjangkau

Roda tempat tidur pada posisi terkunci

Posisikan tempat tidur pada posisi terendah

Pagar pengaman tempat tidur dinaikkan

b.Resiko sedang :

Lakukan SEMUA pedoman pencegahan untuk Risiko Rendah

Pasangkan gelang khusus (warna kuning) sebagai tanda Risiko jatuh

Beri tanda Risiko pasien jatuh pada tempat tidur pasien.

c.Resiko tinggi :

Lakukan semua pedoman pencegahan untuk Risiko Rendah dan Sedang

Kunjungi dan monitor pasien setiap 1 jam

Tempatkan pasien dikamar yang paling dekat dengan Nurse Station (jika

memungkinkan)

Tabel 2. Morse Fall Scale

31
SKALA SKOR SKOR
FAKTOR RISIKO
PASIEN

Riwayat jatuh Tidak 0

Ya 25

Diagnosa Sekunder Tidak 0

Ya 15

Menggunakan alat- Tidak ada/ Bedrest/ Dibantu 0

alat bantu perawat

Kruk/ Tongkat 15

Kursi/ Perabot 30

Menggunakan Tidak 0

Infus/ Heparin/
Ya 20
Pengencer darah

Gaya Berjalan Normal/ Bedrest/ kursi roda 0

Lemah 10

Terganggu 20

Status Mental Menyadari Kemampuan 0

32
Lupa akan keterbatasan/ 15

Pelupa

Skor Total

Penilaian Tingkat risiko ditentukan sebagai berikut:

Skor 0-24 berisiko rendah, Lakukan Perawatan yang baik

Skor 25-50 Risiko sedang ,Lakukan intervensi jatuh standar

Skorَ≥َ51َRisikoَTinggi,َLakukanَintervensiَjatuhَrisikoَtinggi

h. Fasilitas pendukung (penandaan risiko jatuh)

Fasilitas pendukung keselamatan pasien, dalam hal ini untuk mencegah pasien

jatuh juga tidak kalah pentingnya. Fasilitas pendukung tersebut adalah antara lain:

a) Tempat tidur yang dapat diatur ketinggiannya dari lantai

a. Roda tempat tidur pasien yang kuncinya berpungsi

b. Bed plang/sideguard yang berpungsi dengan baik (bagi pasien anak

ditambah dengan penghalang pada bed plang)

b) Penandaan pasien berisiko jatuh

a. Label penanda risiko jatuh (warna kuning) yang ditempel pada

gelang identitas pasien

33
Gambar 1. Penandaan risiko jatuh : gelang pada tangan

b. Signet peringatan risiko jatuh yang ditempel pada tempat tidur pasien

34
Gambar 2. Penandaan pasien risiko jatuh pada bed

c. Signet peringatan risiko jatuh yang ditempel pada pintu kamar pasien

Gambar 3. Penandaan pasien risiko jatuh pada pintu kamar

d. Bed plank/pagar bed/sideguard harus terpasang dengan kuat

35
Gambar 4. Sideguard yang terpasang kuat dan media informasi yang

ditempatkan di meja pasien

i. Edukasi pencegahan risiko jatuh

Media informasi yang di tempatkan di meja pasien sebagai informasi untuk

keluarga pasien / penunggu pasien (gambar. 5).

Gambar 5. Form edukasi terintegrasi

36
Assesmen Menurunkan Resiko Jatuh :

1. Memonitor pasien sejak masuk

2.Memonitor dengan ketat pada pasien yang mempunyai risiko tinggi : memberikan

tanda/ alert ( sesuai warna universal )

3.Libatkan pasien atau keluarga dalam upaya pencegahan risiko jatuh

4.Laporan peristiwa pasien jatuh

Upaya menurunkan resiko jatuh :

Identifikasi : obat yang berhubungan dengan peningkatan risiko jatuh : sedatif,

analgetik, antihipertensi, diuretik, lazatif, psikotropika

Gunakan protokol dalam memindahkan pasien secara aman

Evaluasi berapa lama respon staf terhadap panggilan pasien (toilet, makan, dll).

Gunakan instrumen untuk memprediksi risiko pasien Jatuh. Komunikasikan

dengan pasien dan keluarga, berikan tanda/ alert

Perhatikan lingkungan : cahaya, kontrol suara atau kebisingan

37
B. Hasil Penelitian yang Relevan

No. Jurnal Variabel Metode Penelitian Hasil Penelitian

Penelitian

1. Model Supervisi 1. Variabel Jenis penelitian ini Hasil penelititan menunjukkan

Keperawatan Terhadap independen : adalah penelitian quasi kesimpulan adanya perbedaan yang

Pelaksanaan Sasaran Supervisi eksperiment dengan signifikan pelaksanaan sasaran

Keselamatan Pasien di Keperawatan rancangan pretest post keselamatan pasien sesudah diberlakukan

Ruang Rawat Inap RSUD test with control group supervisi reflektif interaktif (0,000), pada

Poso. design. Sampel kelompok intervensi dan kelompok


2. Variabel
penelitian ini adalah kontrol di ruang rawat inap RSUD Poso.
Penulis : (Burhanudin
dependen :
perawat di ruang rawat
Basri, 2018), STIKes
Pelaksanaan
inap di RSUD Poso
Husada Mandiri Poso
Sasaran
sebanyak 24 orang.
Keselamatan

38
Penerbit : Health Sciences Pasien di Analisa menggunakan

Journal Ruang Rawat data, dilakukan dengan

inap menggunakan Chi

Squer, Independent

Sampel t-test, Paired

Sampel t-test, Korelasi

Pearson, dan untuk

analisis multivariat

menggunakan General

Linear Model

Repeated Measure

(GLM-RM)

39
2 Hubungan Supervisi 1. Variabel Merupakan penelitian Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada

dengan Penerapan Budaya independen : kuantitatif dengan hubungan antara supervisi dengan

Keselamatan Pasien di Supervisi desain deskriptif penerapan budaya keselamatan pasien (p

Ruang Rawat Inap Rumah korelatif dan value = 0,006). Peran supervisi sangat

Sakit XX. pendekatan cross penting dalam membangun budaya


2. Variabel
sectional. Teknik keselamatan pasien, sehingga diharapkan
Penulis : Irawan, Yulia,
dependen :
pengambilan sampel kompetensi supervisi dapat ditingkatkan
Muliyadi (2017)
Penerapan
yaitu total sampling melalui pelatihan. Dan dapat menerapkan
Penerbit : STIKes budaya
sebanyak 48 perawat. aktifitas supervisi melalui program
Muhammadiyah keselamatan
Pengumpulan data sosialisasi, mentoring dan konseling.
Palembang, Poltekes pasien di
berupa quisioner.
Kementrian Kesehatan ruang rawat
Analisa : univariat dan
Palembang, Vol.5, No.1, inap
bivariat. Dengan uji
Juni 2017

40
statistik Chi Square

test.

3. Hubungan Supervisi 1. Variabel Merupakan penelitian Hasil uji bivariat dari hubungan supervisi

Kepala Ruang dengan independen : kuantitatif kepala ruang dengan penerapan

Penerapan Keselamatan Supervisi menggunakan metode keselamatan pasien diruang rawat inap

Pasien di Ruang Rawat kepala ruang deskriptif analitik Rumah Sakit Paru Jember, dianalisis

Inap Rumah Sakit Paru dengan pendekatan dengan uji Chi Square dan didapatkan
2. Variabel
Jember. cross sectional. nilaiَp=0,000َ<َα=0,05َyangَmenunjukanَ
dependen :
Sampel yang diambil bahwa ada hubungan yang signifikan
Penulis : (Eka Desi Pratiwi, Penerapan
sebanyak 32 responden antara supervisi kepala ruang dengan
2015) keselamatan
dengan cara penerapan keselamatan pasien di ruang
pasien di
pengambilan total rawat inap Rumah Sakit Paru Jember.
ruang rawat
sampling. Pengumpul Supervisi merupakan kegiatan terencana
inap

41
Penerbit : Digital data menggunakan melalui aktifitas bimbingan, pengarahan,

Repository Universitas kuesioner dengan hasil motivasi dan evaluasi dalam

Jember data primer. Uji melaksanakan kegiatan, agar terjadi

validitas serta perubahan prilaku yang mencakup

realibilitas perubahan kognitif berupa pengetahuan

menggunakan pearson perawat. Karena pengetahuan dapat

product moment dan memberikan konstribusi positif dan

mengunakan uji signifikan dalam menerapkan keselamatan

statistik Chi Square. pasien.

4. Hubungan pengetahuan 1.Variabel Metode yang Hasilnya adalah terdapat hubungan yang

dengan kepatuhan perawat independen : Digunakan adalah positif signifikan antara pengetahuan

dalam pelaksanaan standar pengetahuan deskriptif korelatif dengan kepatuhan perawat

prosedur operasional perawat dengan pendekatan

42
pencegahan resiko jatuh 2.Variabel cross sectional (potong dalam pelaksanaan standar prosedur

pasien di Rumah Sakit dependen: lintang) operasional pencegahan resiko jatuh

Panti Waluyo Surakarta kepatuhan pasien.

Penulis : Oktaviani, perawat

Sulitsetyawati, Fitriana dalam

(2015). pelaksanaan

SPO
Penerbit : Digital
pencegahan
Repository Universitas
resiko jatuh
Diponegoro

5. Hubungan Pengetahuan, 1.Variabel Jenis penelitian yang Hasil analisis bivariat menunjukkan

Motivasi dan Supervisi independen : digunakan adalah bahwa ada hubungan yang

dengan Kinerja Perawat

43
Dalam Melaksanakan pengetahuan, rancangan analitik signifikan antara pengetahuan, motivasi

Patient Safety di RSUP Dr. motivasi dan dengan pendekatan dan supervisi terhadap kinerja perawat

Wahidin Sudirohusodo. dalam


supervise. cross sectional study.

Penulis : A. Awaliya Analisis data yang melaksanakan program patient safety


2. Variabel
Anwar (2012) dilakukan adalah (p<0,05).
Dependen :
univariat
Penerbit : Digital kinerja

Repository Universitas perawat dan bivariat dengan uji

Hasanuddin dalam chi square.

penerapan

program

patient safety

44
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif, yaitu sebuah metode penelitian yang memberlakukan kuantifikasi

pada variabel-variabelnya, menguraikan distribusi variabel secara numerik

(memakai angka absolut berupa frekuensi dan nilai relatif berupa presentase)

serta kemudian menguji hubungan antar variabel dengan menggunakan formula

statistik (Wibowo, 2014).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

korelasi yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antar

variabel, dalam rancangan penelitian ini peneliti melibatkan minimal dua

variabel (Nursalam, 2014).

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan pendekatan cross sectional, dimana peneliti melakukan observasi

atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu artinya tiap subyek hanya

diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat

pemeriksaan tersebut dan peneliti tidak melakukan tindak lanjut terhadap

pengukuran yang dilakukan. Rancangan penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh supervisi terhadap pencegahan risiko jatuh di Ruang

Darusalam 3, 4 dan 5 RS Al Islam Bandung.

45
B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel independen dalam penelitian ini yaitu supervisi. Variabel dependen

dalam penelitian ini yaitu Pencegahan resiko jatuh pasien dan variabel

confounding yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lama bekerja.

a.Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati, dan

diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah supervisi.

b.Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan

oleh variabel lain. Variabel respon akan muncul sebagai akibat dari manipulasi

variabel-variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

Pencegahan resiko jatuh pasien.

c.Variabel Confounding (perancu)

Variabel confounding adalah variabel yang nilainya ikut menentukan

variabel baik secara langsung maupun tidak langsung. Variabel confounding

dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama

bekerja.

46
C. KERANGKA KONSEP

D. HIPOTESIS

Hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan

penelitian, yang harus diuji validitasnya secara empiris. Hipotesis dalam

penelitian ini adalah

H0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara supervisi terhadap pencegahan

resiko jatuh

Ha : Terdapat pengaruh signifikan antara supervisi terhadap pencegahan resiko

jatuh

E. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel yang

mempunyai istilah yang digunakan dalam penelitian secara operasional. Berikut

ini adalah penjabaran definisi operasional sebagai berikut :

47
1. Variabel independen : Supervisi

Supervisi adalah pemberian bimbingan, pengarahan, observasi dan

evaluasi terhadap tindakan keperawatan dan pendokumentasian tiap-tiap

tahap proses keperawatan serta pendokumentasian mengenai kejadian

adverse event.

Penilaian supervisi dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada

perawat di Ruang Darusalam 3, 4 dan 5 RS Al Islam Bandung. Penilaian yang

dilakukan oleh perawat meliputi teknik supervisi, prinsip supervisi, kegiatan

rutin supervisi serta model supervisi dalam pelaksanaan supervisi

keperawatan.

Lembar kuesioner dengan menggunakan skala likert yaitu : 4 (sangat

setuju). 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju).

Kriteria Objektif dalam penilaian supervisi :

1. Tinggi : bila skor 80-100%

2. Sedang : bila skor 61-80%,

3. Rendah : bila skor 41-60%,

4. Sangat rendah : bila skor < 40%

2. Variabel dependen : Pencegahan resiko jatuh pasien

Penilaian terhadap resiko jatuh meliputi berbagai aspek seperti riwayat

jatuh, menggunaan alat bantu jalan, kebiasaan berjalan, kebiasaan

berkemih, penyakit dan obat yang dikonsumsi, dan lain - lain. Penilaian

terhadap resiko jatuh diharapkan dapat mengurangi resiko jatuh dan

meningkatkan kewaspadaan terhadap pasien beresiko jatuh. Dengan

48
mengenali resiko jatuh maka akan dapat diprediksi resiko jatuh seseorang,

dan dilakukan tindakan pencegahan yang sesuai.

Upaya pencegahan resiko jatuh pasien yang akan dilakukan dalam

penelitian ini meliputi :

1. Assesmen Awal risiko pasien jatuh. Perawat akan melakukan penilaian

dengan dokumen self assesmen resiko pasien jatuh.

Kategori penilaian resiko :

Resiko rendah 0 – 5

Resiko sedang 6 – 13

ResikoَTinggiَ≥َ14

2. Assesmen Ulang. Assesmen lanjut apabila terdapat perubahan kondisi

pada pasien dengan menggunakan pengkajian resiko jatuh (Morse Fall

Scale) untuk pasien dewasa.

Penilaian Tingkat risiko ditentukan sebagai berikut:

a. Skor 0-24 berisiko rendah, Lakukan Perawatan yang baik

b. Skor 25-50 Risiko sedang ,Lakukan intervensi jatuh standar

c.َSkorَ≥َ51َRisikoَTinggi,َLakukanَintervensiَjatuhَrisikoَtinggi

F. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi adalah generalisasi dari obyek atau subyek yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti seperti kualitas dan karakteristik

tertentu untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. (Siswanto dkk,

2016). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang

49
memberikan pelayanan keperawatan pada ruangan Darusalam 3, 4, dan 5

RS Al Islam Bandung. Unit tersebut diambil karena mempunyai

karakteristik yang hampir sama dan merupakan tempat yang sering terjadi

insiden pasien jatuh.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi, dimana sampel merupakan suatu

bentuk representatif bagi populasinya. Hal tersebut tergantung pada

sejauhmana karakteristik antara sampel dan populasi tersebut sama (Azwar,

2015). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini berdasarkan

persentase/ tabel Yount dimana besar populasi < 100 orang maka ditentukan

jumlah sampelnya dengan total sampling, yaitu perawat yang memberikan

pelayanan keperawatan jadi ketua TIM termasuk menjadi responden

yaitu 30 orang perawat. Dalam penelitian ini setiap perawat yang dijadikan

sampel akan mengobservasi 1 orang pasien yang sedang ditanganinya

sebagai responden.

G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil kuesioner supervisi dan Pencegahan resiko

jatuh pasien yang kemudian diolah dengan mengggunakan program SPSS.

2. Data Sekunder.

Data sekunder diperoleh dari laporan (profil) RS Al Islam Bandung dan

literatur-literatur yang ada hubungannya dengan penelitian.

50
H. VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1) Validitas

Uji Validitas merupakan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk

mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang

dilakukan dengan instrumen tersebut (Sugiyono, 2008). Mengetahui validitas

tiap item dari instrumen dengan menggunakan perhitungan korelasi product

moment dari Pearson. Adapun rumus korelasi product moment adalah :

Keterangan:

r=koefisien korelasi antara skor item dengan total item

X=Skor pertanyaan

Y=Skor total

N=jumlah responden (Suharsimi, 2006).

Kriteria pengukuran yaitu dengan membandingkan antara r hitung dengan r

tabel. Pengukuran dinyatakan valid jika r hitung > r table pada taraf

signifikansi 0,05%. Perhitungan uji validitas instrumen ini dilakukan dengan

Program SPSS for Windows versi 16.0.

2) Reliabilitas (keandalan)

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau

kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang

berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-sama memegang

peranan yang penting dalam waktu yang bersamaan.

51
Uji konsistensi internal (reliabilitas) ditentukan dengan koefisien Cronbach

Alpha. Pengujian ini menetukan konsistensi jawaban responden atas suatu

instrumen penelitian. Nunnally (1969) mensyaratkan suatu instrumen yang

reliabel jika memiliki koefisien Cronbach Alpha di atas 0,60. Untuk

menghitung reabilitas menggunakan rumus alpha, sebagai berikut:

Keterangan :

r11= koefisien reliabilitas instrument (alpha cronbach)

k= banyaknya jumlah pertanyaan

∑Si = jumlah varian pertanyaan

St = jumlah varian total

Tingkat reliabilitas uji alpha cronbach :

0,0-0,20= kurang reliabel

>0,20-0,40= agak reliabel

>0,40-0,60= cukup reliable

>0,60-0,80=reliabel

>0,80-1,00= sangat reliabel

Uji reliabilitas dilakukan kepada 30 perawat di RS Al Islam Bandung

I. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

1. Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengambilan data, langkah selanjutnya adalah melakukan

pengolahan data. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif sehingga

52
digunakan analisis statistik. Beberapa langkah yang harus dilakukan adalah

sebagai berikut :

a.Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

atau dikumpulkan. Editing dilakukan segera setelah responden mengisi

kuesioner sehingga jika ada kesalahan dapat langsung diklarifikasi dengan

responden.

b.Coding

Setelah semua kuesioner diedit, selanjutnya diberikan pengkodean, yakni

mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

Pernyataan positif (favorable) yaitu 4 sama dengan sangat setuju, 3 sama

dengan setuju, 2 sama dengan tidak setuju, 1 sama dengan sangat tidak setuju.

Pernyataan negatif (unfavorable) maka sebaliknya dari pernyataan positif.

c. Processing

Pemrosesan data atau pengolahan data pada penelitian ini dimulai dengan

tabulating skor atau melakukan entry data kasar dalam bentuk tabulasi pada

lembar kertas data. Tujuannya adalah memastikan kesiapan data dengan tepat

sebelum di entry data kedalam program SPSS.

d.Cleaning data

Dalam cleaning dilakukan pengecekan kembali data yang sudah di entry pada

program SPSS dengan maksud untuk mengevaluasi apakah masih ada

kesalahan atau tidak. Hal ini biasanya terlihat pada :

53
1) Missing data atau data yang terlewati,

2) Variasi data (kesalahan pengetikan),

3) Konsistensi data yaitu kesesuaian data dengan tabulating skor.

Tahap selanjutnya adalah dilakukan analisis data, analisis ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan dan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

2.Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang penting untuk menjawab tujuan pokok

penelitian, yaitu menjawab terkait pertanyaan peneliti yang mengungkap

berbagai fenomena. Analisis data merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat seperti dalam

konsep. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis

kuantitatif yang dimaksudkan untuk mengolah dan mengorganisasikan data

serta menemukan hasil yang dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan. Teknik

analisis yang digunakan adalah Analisis Univariat dan Analisis Bivariat.

Analisis univariat yaitu menganalisis variabel-variabel yang ada secara

deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk

mendeskripsikan variabel bebas dan variabel terikat.

Analisis bivariat terkait dengan melihat hubungan antara masing-masing

variabel independen dengan variabel dependen penelitian dengan tabulasi

silang (crosstab) disertai dengan uji Chi-Square (X2). Namun apabila hasil uji

tidak memenuhi syarat uji Chi-Square maka digunakan uji alternatifnya yaitu

menggunakan uji fisher (Sopiyudin Dahlan, 2008).

54
Pengujian hipotesis menggunakan uji statistik Chi-Square dan hipotesis

yang akan diuji adalah hipotesis Null (H0) dimana:

H0 ditolak jikaَnilaiَpَ<َdariَαَ=َ0,05.

H0 diterima jikaَnilaiَpَ≥َdariَαَ=َ0,05.

Pengujiannya menggunakan rumus sebagai berikut (Stang 2005) :

Keterangan :

X2 = Nilai Chi Square

O = Observed (nilai observasi)

E = Expected (nilai harapan

J. PROSEDUR PENELITIAN

1.Tahap persiapan

a.Penyelesaian administrasi dan perizinan penelitian

b.Penjajagan awal penelitian

2.Tahap Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk menilai setiap item pertanyaan apakah layak

digunakan untuk mengungkap tujuan penelitian atau tidak.

3.Tahap pelaksanaan

Pengumpulan data atau pengisian kuesioner dilakukan oleh responden di

Instalasi Gawat Darurat.

55
4.Tahap akhir

Sebelum pengumpulan data kuantitatif, terlebih dulu dilakukan editing data dan

coding data, processing dan cleaning data dan dilanjutkan dengan pengolahan

data menggunakan SPSS 16.

K. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruangan Darusalam 3, 4, dan 5 RS Al Islam

Bandung

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dibulan Januari 2019

L. ETIKA PENELITIAN

1. Autonomy

Autonomy dalam penelitian ini adalah menghormati apapun

keputusan responden. Peneliti memberikan Informed consent yang

merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan Informed

consent adalah subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama repsonden pada lembar alat ukur

56
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikans.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaaannya oleh peneliti, dan hanya kelompok data tertentu yang

akan dilaporkan pada hasil riset.

4. Beneficent (kemanfaatan)

Penelitian ini bermanfaat untuk subyek penelitian, masyarakat atau

ilmu pengetahuan. Semua tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah mengandung prinsip kebaikan salah satunya adalah untuk

mengevalusi gambaran supervisi dan perilaku perawat dalam penerapkan

patient safety.

5. Non-Maleficience (bukan kejahatan)

Menghindari bahaya untuk responden dan bersifat mengurangi

resiko-resiko berat yang mungkin terjadi pada responden. Penelitian ini

tidak dilakukan perlakuan kepada responden. Penelitian yang dilakukan

tidak mengandung unsur bahaya atau merugikan orang lain atau

responden.

6. Kejujuran

Peneliti menjelaskan secara jujur tentang segala hal diterima oleh

oleh responden saat penelitian. Penjelasan yang disampaikan dalam

57
penelitian ini adalah termasuk inform consent dan penjelasan terkait

pengisian kuesioner.

7. Keadilan Sosial

Hak-hak diwakili dalam sampel, hak-hak untuk mempergunakan

pengetahuan yang sama, dan hak untuk tidak didiskriminasi menurut

kelas atau kategori. Saat pengambilan data, responden memperoleh

kadilan yang sama tanpa dibeda-bedakan oleh peneliti dalam hal

keadilan, peneliti memberikan perlakuan yang sama ketika pengisian

kuesioner, keadilan dalam memperoleh informasi terkait penelitian.

58
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam (2014) Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2015) Pedoman Nasional


Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). Jakarta

Purba, I. M. Noviestari, E. (2013) Pengetahuan Perawat Pada Pasien Risiko Jatuh


diunduh dari halaman website http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-
03/S45870-Idham%20Muchlis%20Purba pada tanggal 28 Agustus
2018.

Setiowat, Dwi (2014). Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan


Pencegahan Risiko Jatuh. Diakses dari
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/67125 pada 28 27
Agustus 2018

The Joint Commission (2015) National Patient Safety Event: Preventing falls and
fall related injuries in health care facilities. Diunduh dari
https://www.Joint commission.org/sea issue 55/ pada 25 Agustus 2018

59

Anda mungkin juga menyukai