Anda di halaman 1dari 5

Tugas Sejarah indonesia

Kelas : X – MIA 3
Guru Pengajar : Wiwin Fahriati, S.pd
Materi : Meganthropus Paleojavanicus

Kelompok 1
 Irfa Najilah (9)
 Najwa Hidayah (19)
 Raisa Nur Hafiza (24)
 Rhimo Auly Juliano (26)
 Ridani (27)
 Siti Mahfuzatun Amara (32)

Kementrian Agama MAN 1 HST


Tahun Pelajaran 2019/2020
MEGANTHROPUS PALEOJAVANICUS
Meganthropus Paleojavanicus adalah jenis manusia prasejarah paling primitif
yang hidup pada dua hingga satu juta tahun yang lalu pada masa Paleolithikum
atau masa batu besar. Nama Meganthropus Paleojavanicus yang berasal dari
kata Mega (Besar), Anthropus (Manusia), Paleo (Tertua), Javanicus (Jawa).
Sehingga arti kata Meganthropus Paleojavanicus adalah ‘manusia bertubuh besar
yang tertua dari pulau Jawa’.

A. Sejarah Penemuan Meganthropus Paleojavanicus

Penemuan fosil Meganthropus Paleojavanicus sangat sedikit sehingga para


peneliti masih mengalami kesulitan untuk memastikan kedudukan atau posisinya
di dalam urutan evolusi sejarah manusia purba. Fosil Meganthropus
Paleojavanicus pertama kali ditemukan oleh G.H.R. Von Koenigswald di tahun
1936 hingga 1941 di Situs Sangiran berupa rahang bawah dan 3 buah gigi (1 gigi
taring dan 2 gigi geraham) berasal dari lapisan Pleistosen bawah (fauna jetis).
Von Koenigswald yang berkebangsaan Belanda adalah seorang peneliti yang
memang sengaja mencari peninggalan – peninggalan zaman purba terutama
fosil manusia purba di Indonesia. Sekitar tahun 1934 sampai 1941 ia menyisiri
area lembah sungai Bengawan Solo. Akhirnya ia berhasil menemukan fosil
manusia purba .Ketika pertama ditemukan, von Koenigswald
menyebutnya Meganthropus palaeojavanicus, artinya manusia raksasa dari jawa.
Selanjutnya fosil serupa juga ditemukan oleh Marks tahun 1952 berupa rahang
bawah.

B. Ciri-ciri Meganthropus Paleojavanicus

Dinamakan Meganthropus Paleojavanicus karena mempunyai ciri – ciri yang


berbeda dari Pithecantropus Erectus atau Homo Erectus yang telah ditemukan di
Sangiran sebelumnya. Ciri – ciri Meganthropus Paleojavanicus antara lain:

1) Memiliki otot kunyah, gigi, dan rahang besar yang kuat

2) Tidak memiliki dagu

3) Memiliki ciri – ciri manusia dari bentuk rahangnya tetapi lebih mirip kera

4) Badannya besar dan tegap

5) Tulang pipi menonjol dan tebal

6) Kening juga menonjol dan tebal, begitu juga belakang kepalanya

7) Otot – ototnya kuat

8) Volume otaknya lebih kecil daripada manusia modern yakni berkisar 750-
1.350 cc sehingga dianggap sebagai manusia purba yang paling bodoh.

9) Tingginya sekitar 2,5 meter


10) Cara berjalannya mirip orang utan yaitu agak membungkuk dengan tangan
menyangga tubuh

11) Ukuran panjang tangannya melebihi panjang kakinya

C. Cara Hidup Meganthropus Paleojavanicus

Manusia purba berjenis Meganthropus Paleojavanicus hidup dengan cara yang


masih pimitif. Dari rahang dan gigi yang ditemukan terlihat bahwa makhluk ini
adalah pemakan tumbuhan apa adanya. Belum ditemukan perkakas atau alat
saat penemuan pada lapisan tanah yang mengubur fosilnya sehingga
diperkirakan manusia ini belum berkebudayaan. Kebanyakan dari mereka adalah
pemakan tumbuh – tumbuhan sehingga kerap memakan bahan makanan yang
tersedia di alam, dengan cara mengumpulkan makanan atau food gathering.
Makanan utamanya berasal dari tumbuhan dan buah – buahan. Mereka hidup di
zaman batu tua sebagai manusia pendukung zaman palaeolitikumdan belum
memiliki tempat tinggal tetap sehingga bergaya hidup nomaden dan
berkelompok.

Apabila cadangan makanan di satu tempat sudah habis, maka mereka akan
berpindah ke tempat yang baru lagi dimana masih banyak terdapat persediaan
makanan karena belum mengenal teknik bercocok tanam. Selain itu cara hidup
Meganthropus Paleojavanicus adalah nomaden karena dipengaruhi oleh
pergantian musim. Ketika musim kemarau, mereka juga berpindah tempat untuk
mencari sumber air yang lebih baik dan memadai, juga karena umbi – umbian
yang mulai berkurang karena sumber air yang kurang. Mereka umumnya
berlindung di gua – gua secara berkelompok, dan hanya tahu cara makan serta
mencari makanan sebagai insting yang mendasar dari makhluk hidup.

Peralatan yang digunakan dalam cara hidup Meganthropus Paleojavanicus


masih sederhana terlihat dari jenis artefak yang ditemukan seperti kapak
genggam dan kapak perimbas. Alat – alat ini masih sangat kasar karena dibuat
dengan sangat sederhana, yaitu dibuat dengan cara membenturkan batu yang
satu dan yang lainnya. Pecahan yang dihasilkan dari proses tersebut yang
menyerupai kapak akan digunakan sebagai alat untuk memotong dan
mengambil makanan. Ketahui juga mengenai pembagian zaman
palaeozoikum dan hasil kebudayaan zaman mesolitikum.

D. Penemuan Fosil Meganthropus Paleojavanicus

Hingga tahun 2005, taksonomi dan filogeni dari spesimen meganthropus masih
belum dapat dipastikan, walaupun sebagian besar ahli paleoantropologis
mempertimbangkan kedekatannya dengan homo erectus dalam beberapa hal.
Nama Homo Palaeojavanicus dan bahkan Australopithecus Palaeojavanicus juga
terkadang digunakan yang mengindikasikan ketidak pastian klasifikasinya.

Beberapa penemuan fosil meganthropus disertai macam-macam artefak yang


mirip seperti yang digunakan oleh Homo Erectus. Itulah sebabnya meganthropus
seringkali dihubungkan dengan spesies tersebut sebagai Homo Erectus
Paleojavanicus. Berikut ini adalah beberapa penemuan fosil yang dicurigai
memiliki kaitan dengan Meganthropus Paleojavanicus tetapi belum dapat
diklasifikasikan karena kurangnya bukti:

1) Sangiran 6A / Meganthropus A

Potongan rahang besar sebagai penemuan fosil di Indonesia ini ditemukan


pertama kali pada tahun 1941 oleh Von Koenigswald. Ketika ia ditangkap oleh
Jepang pada perang dunia II, ia dapat mengirimkan potongan rahang tersebut
kepada Franz Weidenreich. Weidenreich kemudian meneliti dan memberi nama
spesimen tersebut pada 1945, yang merupakan rahang terbesar yang pernah ia
lihat. Secara kasar, rahang tersebut sama besarnya dengan gorila tetapi
bentuknya berbeda. Setelah dilakukan berbagai rekonstruksi dan penelitian,
ditemukan bahwa kemungkinan meganthropus berukuran lebih besar daripada
gorila manapun.

2) Sangiran 8 / Meganthropus B

Ini adalah potongan tulang rahang lain yang dideskripsikan oleh Marks pada
1953. Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan rahang bawah yang asli
tetapi mengalami kerusakan parah. Tim dari Indonesia dan Jepang baru – baru ini
memperbaiki fosilnya, dan diketahui bahwa itu adalah tulang rahang dewasa,
dan berukuran lebih kecil daripada homo erectus. Tetapi spesimen tersebut
memiliki beberapa ciri unik yang sama dengan penemuan awal, dan tidak
terdapat pada homo erectus.

3) Sangiran 33/ Meganthropus C

Potongan tulang rahang ini ditemukan pada 1979 dan memiliki beberapa
kesamaan umum dengan temuan rahang bawah sebelumnya. Hubungannya
dengan Meganthropus Paleojavanicus tampaknya menjadi yang paling lemah
dari penemuan – penemuan tulang rahang yang telah dilakukan sebelumnya.

4) Meganthropus D

Tulang rahang dan ramus ditemukan oleh Sartono pada tahun 1993 dan telah
ditentukan usianya antara 1,4 hingga 0,9 juta tahun lalu. Bagian ramus
mengalami kerusakan buruk, tetapi bagian rahang bawahnya tampak relatif
tidak mengalami kerusakan walaupun detail gigi telah hilang. Ukurannya agak
lebih kecil daripada Meganthropus A tetapi bentuknya sangat mirip. Sartono,
Tyler dan Krantz menyepakati bahwa Meganthropus A dan D tampaknya adalah
contoh dari spesies yang sama.

5) Sangiran 27 / Meganthropus I
Tyler menggambarkan spesimen yang ditemukan ini sebagai hampir lengkap
tetapi bagian tengkoraknya yang hancur berada di batas ukuran meganthropus
dan bagian luarnya diasumsikan pada batas ukuran homo erectus. Spesimen ini
secara tidak biasa memiliki dua bagian temporal ridge atau sagittal crest, yang
hampir bertemu di bagian atas tengkorak dan nuchal ridge yang menebal.

6) Sangiran 31 / Meganthropus II

Potongan tengkorak ini pertama kali dideskripsikan oleh Sartono pada tahun
1982. Analisis Tyler menghasilkan kesimpulan bahwa ukurannya berada di luar
batas normal Homo Erectus. Tengkoraknya lebih dalam, berkubah lebih rendah
dan lebih lebar dari spesimen manapun yang sebelumnya ditemukan. Memiliki
bagian sagittal crest yang juga dobel dengan kapasitas tengkorak sekitar 800 –
1000 cc. Sejak presentasinya pada AAPA meeting di tahun 1993, rekonstruksi
Sangiran 31 telah diterima oleh banyak kalangan otoritas. Tidak ada homo
erectus lain yang menunjukkan ciri – ciri ini.

7) Meganthropus III

Ini adalah fosil lain yang memiliki sedikit kaitan lemah dengan meganthropus.
Penemuan ini tampaknya adalah bagian posterior dari tengkorak hominid,
berukuran 7 hingga 10 cm. Digambarkan oleh Tyler pada 1996 yang menemukan
sudut oksipital dari keseluruhan tengkorak yang diperkirakan sejauh 120 derajat,
menurutnya itu adalah rentang yang dimiliki homo erectus. Tetapi
interpretasinya dipertanyakan oleh para pihak berwenang yang masih
meragukannya.

Anda mungkin juga menyukai