Laporan PKPA
Laporan PKPA
Disusun Oleh :
90716034
Tuti Susilawati, S.Farm
PROGRAM STUDI
PROFESI APOTEKER
SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penyusun
dapat menyeleseikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
(Pemdik) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Bandung pada periode 3 April – 27
April 2017.
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) disusun sebagai salah satu tugas Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Bandung yang harus
dipenuhi sebagai mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) di Sekolah Farmasi Institut
Teknologi Bandung untuk mendapatkan gelar apoteker. Selama pelaksanaan PKPA di Bidang
Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Bandung penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dra. Eriza Pahlewi, Apt. sebagai pembimbing (koordinator mahasiswa PKPA) di Bidang
Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Bandung dan sebagai Koordinator Pemeriksaan Obat
Tradisional, Kosmetik, dan Komplemen yang telah menerima penyusun untuk melaksanakan
PKPA, memberikan ilmu, dan membimbing penyusun selama PKPA di bidang Pemeriksaan dan
Penyidikan BBPOM Bandung.
2. Dra. Della Triatmani, Apt. sebagai kepala bidang Pemeriksaan dan Penyidikan yang telah
menerima penyusun melaksanakan PKPA dan membimbing selama PKPA di bidang
Pemeriksaan dan Penyidikan.
3. Dr. Ilma Nugrahani sebagai pembimbing PKPA dari Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) ITB
yang telah memberikan bimbingan PKPA di Bidang Pemerintahan (BPOM / BBPOM).
4. Seluruh pegawai di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Bandung yang telah
memberikan ilmu dan berbagi pengalaman mengenai pemeriksaan dan penyidikan obat dan
makanan.
5. Sofiyani Chandrawati, M.Si, Apt. sebagai koordinator PKPA di BBPOM Bandung yang telah
menerima PKPA di BBPOM Bandung, memberikan ilmu, dan berbagi pengalaman mengenai
BBPOM Bandung.
6. Seluruh Kepala Bidang BBPOM Bandung dan seluruh pemateri tour lab yang telah memberikan
ilmu dan berbagi pengalaman mengenai pekerjaan di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan,
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen, Bidang Pengujian Terapetik, Narkotik,
Obat Tradisional, Kosmetik, Komplemen (Teranokoko), Pengujian Mikrobiologi, serta Bidang
Pangan dan Bahan Berbahaya.
7. Orang tua penyusun yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penyusun sehingga
dapat melaksanakan PKPA dan menyeleseikan laporan di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung.
8. Semua pihak yang telah memberikan kelancaran penyusun dalam pelaksanaan PKPA di Bidang
Pemeriksaan dan Penyidikan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Bandung.
Semoga pelaksanaan PKPA dan laporan PKPA di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan memberikan
manfaat dan pengalaman khususnya bagi penyusun untuk menjadi seorang apoteker ketika
melakukan praktek kerja di pemerintahan.
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. iv
BAB
1 PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
2 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) ...................................................... 3
2.1 Kedudukan BPOM.................................................................................................... 3
2.2 Tugas, Fungsi, dan Kewenangan BPOM .................................................................. 3
2.3 Susunan Organisasi BPOM ...................................................................................... 4
2.4 Visi dan Misi BPOM ................................................................................................. 9
2.5 Budaya Organisasi BPOM ........................................................................................ 10
3 BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BBPOM) BANDUNG .......................... 11
3.1 Kedudukan dan Wilayah Kerja BBPOM Bandung ................................................... 11
3.2 Tugas dan Fungsi BBPOM Bandung ........................................................................ 11
3.3 Struktur Organisasi BBPOM Bandung ..................................................................... 12
3.3.1 Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetik,
dan Produk Komplemen (Bidang Teranokoko) ........................................... 13
3.3.2 Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya ........................................ 13
3.3.3 Bidang Pengujian Mikrobiologi .................................................................... 15
3.3.4 Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan ........................................................... 16
3.3.4 Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen .................................. 17
3.4 Sistem Mutu di BBPOM Bandung ............................................................................ 18
4 BIDANG PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN ....................................................................... 19
4.1 Seksi Pemeriksaan .................................................................................................... 19
4.1.1 Pemeriksaan Sarana Produksi Obat .............................................................. 19
4.1.2 Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat ............................................................. 25
4.1.3 Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional ............................................ 30
4.1.4 Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetik ....................................................... 35
4.1.5 Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan .......................................................... 41
4.1.6 Pemeriksaan Sarana Distribusi Pangan (MD/ML) ......................................... 44
4.1.7 Pemeriksaan Pangan-Industri Rumah Tangga (P-IRT) ................................... 47
4.1.8 Sampling di BBPOM ....................................................................................... 48
4.1.9 Pemeriksaan Penandaan ............................................................................... 49
4.1.10 Pemeriksaan Iklan ......................................................................................... 55
4.2 Seksi Penyidikan ....................................................................................................... 60
4.3 Pemeriksaan Lapangan............................................................................................. 62
5 KESIMPULAN..................................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 66
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Kualifikasi dan Wewenang Inspektur ............................................................................. 24
4.2 Penandaan Khusus Penggolongan Obat......................................................................... 50
4.3 Informasi Minimal Penandaan yang Tercantum dalam Kemasan Primer Obat ............. 50
4.4 Penandaan Khusus Obat ................................................................................................ 52
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Struktur Organisasi BPOM .............................................................................................. 9
3.1 Struktur Organisasi BBPOM Bandung ............................................................................ 12
4.1 Metode Pencucian Peralatan dengan Tiga Bak .............................................................. 46
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada dewasa ini perkembangan teknologi memicu perkembangan produksi obat dan makanan serta
dengan adanya pasar bebas produk obat dan makanan dapat mudah diimpor dan beredar di
Indonesia. Selain itu banyaknya pelanggaran yang dilakukan produsen seperti pembuatan dan
peredaran obat palsu (tidak memenuhi syarat), produksi pangan yang mengandung bahan
berbahaya, produksi kosmetik yang mengandung bahan yang dilarang, obat tradisional yang
mengandung bahan kimia obat, iklan obat dan makanan yang menyesatkan, dsb. Dengan demikian
perlu adanya regulasi dan pengawasan obat dan makanan sebelum dan sesudah beredar di
masyarakat.
Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) terdiri atas tiga subsistem yaitu sistem
pengawasan produsen, konsumen, dan pemerintah.
a. Sub-sistem Pengawasan Produsen
Sistem pengawasan oleh produsen dilakukan dengan pelaksanaan cara produksi yang baik atau
good manufacturing practices agar menghasilkan produk yang bermutu dan layak dikonsumsi
dan setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Apabila terjadi
penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen
dikenakan sanksi, baik administratif maupun pro-justisia.
b. Sub-sistem Pengawasan Konsumen
Sistem pengawasan oleh konsumen dilakukan melalui peningkatan kesadaran dan
pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara penggunaan produk yang
rasional. Pengawasan oleh masyarakat sangat penting karena masyarakat yang mengambil
keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan
tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, dapat menjaga
terhadap penggunaan produk yang tidak memenuhi syarat.
c. Sub-sistem Pengawasan Pemerintah/BPOM
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi, penilaian
keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum beredar di Indonesia, inspeksi, pengambilan
sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang
didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat
konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah melaksanakan
kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. (PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian).
1
makanan agar obat dan makanan yang beredar di masyarakat aman dan bermutu sesuai tujuan
penggunaannya. Selain itu sebagai apoteker perlu mengetahui mengenai regulasi obat dan
makanan dimulai dari registrasi, cara produksi obat dan makanan yang baik, cara distribusi obat dan
makanan yang baik, pengawasan peredaran obat dan makanan, pengawasan iklan obat dan
makanan, dsb.
Oleh karena itu sebagai mahasiswa calon apoteker perlu melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di bidang pemerintahan (regulasi) agar dapat mengetahui regulasi obat dan
makanan, penerapan peraturan mengenai obat dan makanan, dan pengawasan obat dan makanan.
Dengan demikian Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) Sekolah Farmasi Institut Teknologi
Bandung bekerja sama dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan untuk melaksanakan
kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan.
Setelah pelaksanaan kegiatan PKPA di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, mahasiswa PSPA
diharapkan dapat mengetahui dan menerapkan regulasi mengenai obat dan makanan dengan baik
ketika melakukan praktek kefarmasian.
2
BAB 2
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM)
Berdasarkan Peraturan Presiden yang terakhir yaitu Peraturan Presiden No 3 tahun 2013, BPOM
adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertugas melaksanakan
pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. BPOM melakukan
koordinasi dengan menteri kesehatan dan kesejahtraan sosial seperti koordinasi perumusan
kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah serta penyeleseian permasalahan dalam
pelaksanaan kebijakan.
3
2.3 Susunan Organisasi BPOM
Susunan organisasi BPOM terdiri atas :
1. Kepala
Kepala BPOM memiliki tugas memimpin BPOM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan
tugas BPOM, menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas BPOM yang menjadi tanggung
jawabnya, membina, dan melaksanakan keria sama dengan instansi dan organisasi lain.
2. Sekretaris Utama
Sekretariat utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan,
pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan BPOM.
Sekretaris utama terdiri atas:
a. Biro Perencanaan dan Keuangan
Biro ini bertugas melaksanakan koordinasi perumusan rencana strategis dan
pengembangan organisasi, penyusunan program dan anggaran keuangan, evaluasi, dan
pelaporan. Biro perencanaan dan keuangan terdiri atas bagian rencana strategis dan
organisasi, bagian program dan anggaran, bagian keuangan, bagian evaluasi dan pelaporan.
b. Biro Kerjasama Luar Negeri
Biro ini bertugas melaksanakan koordinasi kegiatan kerjasama internasional yang berkaitan
dengan tugas BPOM. Biro kerjasama luar negeri terdiri atas bagian kerjasama bilateral dan
multilateral, kerjasama regional, dan kerjasama organisasi internasional.
c. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat
Biro ini bertugas melaksanakan koordinasi kegiatan penyusunan rancangan peraturan
perundang-undangan, bantuan hukum, layanan pengaduan konsumen dan hubungan
masyarakat. Biro hukum dan hubungan masyarakat terdiri atas bagian peraturan
perundang – undangan, bantuan hukum, pengaduan konsumen, dan hubungan
masyarakat.
d. Biro Umum
Biro ini bertugas melaksanakan koordinasi urusan ketatausahaan pimpinan, administrasi
pegawai, pengembangan pegawai, keuangan serta perlengkapan dan kerumahtanggaan.
Biro umum terdiri atas bagian tata usaha pimpinan, administrasi kepegawaian,
pengembangan pegawai, dan perlengkapan rumah tangga
e. Kelompok jabatan Fungsional.
3. Deputi Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotik, Psikotropik, dan Zat Adiktif
Deputi bidang pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
bertugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Deputi ini terdiri atas:
a. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
Direktorat ini bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang penilaian obat dan produk biologi. Direktorat ini terdiri atas
subdirektorat penilaian obat baru, subdirektorat penilaian obat copy dan produk biologi,
dan subdirektorat evaluasi produk terapetik penggunaan khusus.
4
b. Direktorat Penilaian Alat Kesehatan, Produk Diagnostik, dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga
Direktorat ini bertugas pada penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang penilaian alat kesehatan, produk diagnostik dan perbekalan kesehatan
rumah tangga. Terdiri atas subdirektorat penilaian alat kesehatan non elektromedik,
subdirektorat penilaian alat kesehatan elektromedik dan produk diagnostik, dan
subdirektorat penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga dan pestisida rumah tangga.
c. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik
Direktorat ini bertugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang pengaturan dan standardisasi produk terapetik. Terdiri atas subdirektorat
standardisasi produk terapetik I, subdirektorat standardisasi produk terapetik II dan
perbekalan kesehatan rumah tangga, dan subdirektorat bimbingan industri farmasi.
d. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk
Direktorat ini bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi produk terapetik serta sertifikasi
produk terapetik, fasilitas produksi, dan proses produksi. Terdiri atas subdirektorat
standardisasi produk terapetik I, subdirektorat standardisasi produk terapetik II dan
perbekalan kesehatan rumah tangga, dan subdirektorat analisis dan pematauan harga
obat.
e. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat aktif
Direktorat ini bertugas pada penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pengawasan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Terdiri atas
subdirektorat pengaturan narkotik, psikotropik, dan zat adiktif; subdirektorat perizinan
narkotik, psikotropik, dan zat adiktif; subdirektrorat inspeksi narkotik, psikotropik, dan zat
adiktif; dan subdirektorat pengawasan rokok dan minuman beralkohol.
f. Kelompok Jabatan fungsional.
5
c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Direktorat ini bertugas pada penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi serta sertifikasi obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen, fasilitas produksi dan proses produksi obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen. Terdiri atas subdirektorat inspeksi produk I,
subdirektorat inspeksi produk II, dan subdirektorat sertifikasi.
d. Direktorat Obat Asli Indonesia
Direktorat ini bertugas pada penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pengembangan obat asli Indonesia. Direktorat ini terdiri atas
subdirektorat etnofarmakognosi dan budidaya, subdirektorat keamanan dan kemanfaatan
obat asli Indonesia, subdirektorat bimbingan teknologi obat asli Indonesia, dan
subdirektorat bimbingan industri obat asli Indonesia.
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
6
e. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Direktorat ini bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya. Terdiri atas subdirektorat
produk dan bahan berbahaya, subdirektorat pengamanan produk dan bahan berbahaya,
dan subdirektorat penyuluhan bahan berbahaya.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
6. Inspektorat
Inspektorat dipimpin oleh inspektur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala. Inspektorat bertugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan BPOM.
Terdiri atas kelompok jabatan fungsional dan subbagian tata usaha.
7
obat, bidang informasi keracunan, bidang teknologi informasi, kelompok jabatan fungsional,
dan subbagian tata usaha.
8
Berikut gambar struktur organisasi BPOM
9
2.5 Budaya Organisasi BPOM
Budaya organisasi yang diterapkan di BPOM adalah sebagai berikut:
a. Profesional
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang
tinggi.
b. Integritas
konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan
keyakinan.
c. Kredibilitas
Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
d. Kerjasama Tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya, dan komunikasi yang baik.
e. Inovatif
Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
f. Responsif/Cepat Tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
10
BAB 3
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BBPOM) BANDUNG
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.21.3592 tahun 2007 tentang Perubahan
Kedua Atas Keputusan Kepala BPOM No. 05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM, wilayah kerja BBPOM Bandung adalah seluruh
wilayah administratif Provinsi Jawa Barat. Wilayah kerja BBPOM Bandung meliputi Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kota Banjar, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cianjur, Kota Cirebon,
Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kota Sukabumi,
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Sumedang, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kota
Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten
Pangandaran.
Dengan jumlah sarana produksi yang produksi yang diperiksa industri farmasi terdapat 86 sarana,
Industri Obat Tradisional (IOT) terdapat 61 sarana, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) terdapat
136 sarana, industri kosmetik terdapat 159 sarana, industri suplemen makanan terdiri atas 30
sarana, industri pangan (MD) terdiri atas 560 sarana. Adapun sarana distribusi yang diperiksa
meliputi PBF terdapat 450 sarana, apotek terdapat 2653 sarana, toko obat terdapat 1203 sarana,
rumah sakit 205 sarana, puskesmas 2676 sarana, balai pengobatan 26 sarana, distribusi obat
tradisional 439 sarana, distribusi kosmetik terdapat 581 sarana, dan distribusi pangan terdapat
1417 sarana.
11
g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen
h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan
i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BPOM sesuai dengan bidang
(Peraturan Kepala BPOM RI No. 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT di Lingkungan
BPOM)
Kepala
Sub Bagian
Tata Usaha
12
3.3.1 Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk
Komplemen (Bidang Teranokoko)
Bidang pengujian produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen
mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang produk
terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen.
Pengujian komoditi produk terapetik, narkotik, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen
sesuai dengan parameter uji yang tercantum dalam pustaka acuan yaitu untuk produk terapetik
meliputi Farmakope Indonesia, Suplemen Farmakope Indonesia, US Pharmacopeea, British
Pharmacopoiea, buku standar resmi, dan metode analisis PPOMN. Parameter uji produk terapetik,
narkotik, psikotropik, dan zat adiktif adalah uji identifikasi, penetapan kadar, uji disolusi, uji
keseragaman bobot atau keseragaman kandungan, pH, uji volume terpindahkan, uji senyawa
sejenis, dan parameter lain sesuai monografi termasuk pengujian mikrobiologi seperti uji pirogen,
toksisitas, endotoksin, uji vaksin, dsb.
Parameter uji obat tradisional adalah identifikasi bahan kimia obat, persyaratan farmasetik seperti
waktu hancur, kadar air, pengawet, etanol, dan metanol. Parameter uji untuk sampling survailan
berfokus pada pengujian identifikasi bahan yang dilarang, misalnya merkuri, pewarna jingga K1,
merah K10. Parameter yang harus diuji dalam rangka sampling compliance adalah mikrobiolgi dan
kesesuaian terhadap parameter uji kimia fisika seperti identifikasi bahan dilarang, kadar bahan
aktif, kadar bahan pengawet, identifikasai pewarna, kadar bahan tabir surya, kadar metanol dan
etanol, dan cemaran logam berat. Parameter uji suplemen makanan yaitu identifikasi bahan kimia
obat, identifikasi dan penetapan kadar vitamin, dan identifikasi dan penetapan kadar kafein.
Parameter uji perbekalan rumah tangga meliputi volume atau bobot isi, fluoresensi, daya serap, pH,
koefisien fenol, dan pengujian mikrobiologi sesuai ketentuan. Parameter uji alat kesehatan meliputi
volume atau bobot isi, uji penetapan kadar senyawa tertentu. Metode pengujian terdiri atas reaksi
warna, reaksi pengendapan, titrasi, gravimetri, KLT, KLT densitometri, KCKT, GC, AAS,
Spektrofotometri UV/Vis, Spektrofluorometri.
Sumber daya di bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya meliputi sumber daya manusia,
peralatan dan instrumen pengujian, metode analisis, baku pembanding dan reagen. Sumber daya
manusia di bidang pangan terdiri atas apoteker, magister pangan dan gizi, farmasi, apoteker,
sarjana teknik pangan, kimia, biologi, pertanian, ahli madya kimia, dan analis. Peralatan dan
instrumen pengujian yang terdapat di bidang pengujian mencukupi untuk pengujian keamanan
pangan dan bahan berbahaya. Untuk mengahasilkan hasil analisis yang valid, peralatan dan
13
instrumen dilakukan kalibrasi secara periodik oleh internal (PPOMN atau bidan pengujian pangan)
dan eksternal (merologi, B4T).
Metode analisis yang digunakan untuk pengujian keamanan pangan dan bahan berbahaya berdasar
pada metode standar nasional Indonesia, MA PPOMN, AOAC (Association of Analytical Chemistry),
kodeks makanan, Farmakope Indonesia, jurnal,dsb. Jenis metode analisis terdiri atas analysis
kualitatif dan kuantitatif. Baku pembanding yang digunakan dalam pengujian keamanan pangan
dan bahan berbahaya terdiri atas baku pembanding pengawet, pemanis buatan, pewarna sintetis,
antioksidan, dan baku pembanding lain seperti kafein, kloramfenikol, histamin, vitamin. Pengadaan
baku pembanding oleh PPOMN. Sedangkan pengadaan reagen dan pereaksi oleh DIPA dan PPOMN.
Sampel pengujian dibuat pada awal tahun berdasarkan DIPA dan jenis sampelnya berdasarkan
petunjuk teknis Deputi III BPOM. Pengadaan sampel oleh bidang pemeriksaan dan penyidikan
berdasarkan renlak bulanan. Sampel yang di uji di bidang keamanan pangan dan bahan berbahaya
terdiri atas sampel internal (seperti sampel rutin, pangan jajanan anak sekolah, garam beryodium,
tepung terigu, kemasan pangan) dan sampel eksternal (yang berasal dari permintaan pihak ke 3 dan
sampel kasus). Alur sampel internal bermula dari bidang pemeriksaan dan penyidikan kemudian
diterima oleh MA dan lab pangan selanjutnya kepala bidang menugaskan kepada penyelia melalui
surat perintah kerja (SPK), selanjutnya penyelia mengeluarkan surat perintah pengujian (SPP)
kepada penguji untuk menguji sampel. Pelaporan hasil pengujian dimulai dari penguji membuat
laporan pengujian yang diperiksa oleh penyelia. Jika hasil pengujian memenuhi syarat dilaporkan
kepada kepala bidang kemudian ke BPOM Deputi III. Jika tidak memenuhi persyaratan, maka
pengujian dilakukan oleh penguji lain yang lebih senior, hasil pengujian dilaporkan ke penyelia, ke
Kepala bidang kemudian ke BPOM Deputi III. Alur sampel eksternal dimulai dari konsumen
menyerahkan sampel ke MA kemudian diterima oleh Kepala bidang, kemudian Kepala bidang
mengeluarkan surat perintah kerja (SPK) kepada penyelia, kemudian penyelia mengeluarkan surat
perintah pengujian (SPP) kepada penguji untuk menguji sampel. Pelaporan hasil pengujian sama
seperti pelaporan sampel internal namun pelaporan hasil pengujian sampel ekternal disampaikan
ke konsumen sedangkan sampel internal ke Deputi III.
Parameter pengujian pangan terdiri atas aspek mutu dan keamanan, yang ruang lingkup
pengujiannya terdiri atas penandaan, organoleptik, parameter kimia fisika, dan mikrobiologi.
Penandaan diperiksa oleh bidang pemeriksaan dan penyidikan. Organoleptik dan parameter kimia
fisika diperiksa oleh bidang pengujian keamanan pangan dan bahan berbahaya. Parameter
mikrobiologi diperiksa oleh bidang pengujian mikrobiologi. Parameter organoleptik yang diperiksa
yaitu warna, bau, dan konsistensi. Parameter kimia fisika yang diperiksa tergantung jenis pangan,
parameter yang sering diperiksa yaitu kadar air, bahan tambahan makanan, mutu/klaim label,
cemaran/residu, dan pewarna sintetis. Selain pangan yang dikonsumsi, bidang pengujian pangan
dan bahan berbahaya juga melakukan pengujian pada kemasan pangan. Kemasan pangan yang diuji
adalah kemasan pangan yang berisiko tinggi, penggunaan luas, frekuensi penggunaannya tinggi dan
konsumen yang rentan seperti bayi dan balita. Contoh kemasan pangan yang diperiksa adalah
kemasan berbahan logam, keramik yang dicat, melamin, plastik polikarbonat.
Evaluasi pengujian dilakukan setiap bulan, triwulan, dan tahunan melalui rapat evaluasi bidang.
Pada evaluasi topik yang didiskusikan meliputi target sampel terhadap rencana pelaksanaan
14
(renlak) bulanan/tahunan, target uji, dan persentase hasil pengujian (sampel yang memenuhi syarat
dan tidak memenuhi syarat).
Dasar hukum pengujian mikrobiologi terdiri atas Farmakope Indonesia V, USP 39, Peraturan Kepala
BPOM no 16 tahun 2016 tentang Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan olahan, Peraturan Kepala
BPOM RI no 12 tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, Peraturan Kepala BPOM RI
No 17 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala BPOM No. HK.03.1.23.07.11.6662
tahun 2011 tentang Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetik
Sampel yang diuji mikrobiologi meliputi produk terapetik, kosmetik, obat tradisional, suplemen
makanan, dan pangan. Sampel yang diuji terdiri atas sampel rutin dan sampel kasus atau pihak
ketiga.
Alur sampel dimulai dengan data sampel dari SIPT kemudian dibuat Surat Perintah Kerja (SPK) oleh
Manajer Teksnis (MT) dengan menetapkan parameter uji. Selanjutnya penyelia membuat Surat
Perintah Pengujian (SPP) untuk penguji melakukan pengujian. Kemudian penguji melakukan
pengujian dan hasil pengujian dibuat softcopy (SIPT) dan hardcopy. Semua data dicatat dan
didokumentasikan kemudian dibuat kesimpulan. Kemudian dibuat arsip sampel di laboratorium
dan arsip laporan (CPLCP /Catatan Pengujian Lampiran Catatan Pengujian, Laporan Hasil uji).
Metode analisa yang digunakan meliputi metode analisis PPOMN, Farmakope Indonesia V, dan USP
39. Sumber daya di Bidang Pengujian mikrobiologi terdiri atas sumber daya manusia yang
berpendidikan, berpengalaman, dan kompeten, bangunan (terdiri atas ruang antara, media,
cuci/sterilisasi alat, ruang persiapan, ruang uji potensi, uji cemaran, uji sterilitas, ruang inkubasi,
dan ruang inokulasi), peralatan, media/pereaksi, baku pembanding yang berasal dari BPFI, USP,
ATCC, NCYC.
Pengujian mikrobiologi meliputi uji cemaran mikroba, uji potensi antibiotik, uji sterilitas, uji
endotoksin, dan uji lain yang berhubungan dengan mikrobiologi. Tahapan pengujian dimulai dengan
pembuatan media, sterilisasi alat dan media, penimbangan sampel, homogenisasi sampel,
pengenceran sampel, inokulasi sampel, inkubasi, pembacaan hasil, pencatatan, dan pelaporan
hasil.
Parameter pengujian produk terapetik terdiri atas uji potensi antibiotik, sterilitas, endotoksin.
Parameter pengujian kosmetik terdiri atas penetapan angka lempeng total, angka kapang khamir,
penentuan Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Candida albicans. Parameter
pengujian obat tradisional terdiri atas parameter untuk obat dalam dan obat luar. Parameter untuk
obat tradisional dalam adalah angka lempeng total, angka kapang khamir, Staphylococcus aureus,
Salmonella, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan parameter untuk obat luar
15
terdiri atas penetapan angka lempeng total dan angka kapang khamir. Untuk obat tradisional yang
digunakan untuk luka terdapat penambahan parameter pengujian yaitu Staphylococcus aureus, dan
Pseudomonas aeruginosa. Parameter pengujian suplemen kesehatan terbagi menjadi pengujian
sumplemen kesehatan herbal dan sintetik. Pengujian suplemen kesehatan herbal terdiri atas angka
lempeng total, angka kapang khamir, Salmonella, Escherichia coli. Parameter pengujian
mikrobiologi untuk suplemen kesehatan sintetik terdiri atas angka lempeng total, angka khapang
khamir, Escherichia coli. Parameter pengujian untuk produk pangan tercantum dalam Peraturan
Kepala BPOM No 16 tahun 2016 tentang Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan, adapun parameter
yang diuji adalah angka lempeng total, kapang dan khamir, Colifor, E. Coli, dan Pseudomonas
aeruginosa. Jika terdapat sampel dari kasus keracunan pangan, parameter pengujiannya meliputi
angka lempeng total, angka E. Coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens,
Bacillus cereus, Vibrio cholerae, Enterococcus, dan Listeria monocytogenes.
Dalam melaksanakan tugas bidang pemeriksaan dan penyidikan menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut :
a. Penyusunan rencana dan program pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan
b. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi,
distribusi, dan pelayanan kesehatan di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen
c. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi
dan distribusi di bidang pangan dan bahan berbahaya
d. Penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan
Bidang pemeriksaan dan penyidikan terdiri atas dua seksi yaitu seksi pemeriksaan dan seksi
penyidikan. Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan setempat, pengambilan
contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik, narkotika,
psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan
berbahaya.
Seksi penyidikan mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di
bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.
16
3.3.5 Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No 14 tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
pasal 14 tugas Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan, pelaksanaan sertifikasi
produk, sarana produksi dan distribusi tertentu, dan layanan informasi konsumen. Dalam
melaksanakan tugasnya bidang sertifikasi dan layanan informasi konsumen melaksanakan fungsi
sebagai berikut:
a. Penyusunan rencana dan program sertifikasi produk dan layanan informasi konsumen
b. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu
c. Pelaksanaan layanan informasi konsumen
d. Evaluasi dan penyusunan laporan sertifikasi produk dan layanan informasi konsumen.
Bidang pemeriksaan dan penyidikan terdiri atas dua seksi yaitu seksi sertifikasi dan seksi layanan
informasi konsumen. Seksi sertifikasi bertugas melakukan sertifikasi produk, sarana produksi dan
distribusi tertentu. Seksi layanan informasi konsumen bertugas melakukan layanan informasi
konsumen.
Pelaksanaan sertifikasi terdiri atas pemeriksaan kelengkapan dokumen perizinan, sarana produksi
dan distribusi, pembuatan berita acara pemeriksaan, dan pembuatan rekomendasi. Tujuan
pemeriksaan adalah untuk melihat kesesuaian sarana, pelaksanaan kegiatan produksi dan distribusi
dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditentukan. Pedoman pemeriksaan sarana produksi
berpedoman pada cara pembuatan yang baik dan untuk distribusi berpedoman pada cara distribusi
yang baik. Aspek yang diperiksa pada sarana produksi adalah administrasi, personalia, bangunan
/gedung dan fasilitas penunjang, peralatan/mesin, higiene dan sanitasi, alur produksi, pengawasan
mutu, inspeksi diri, dokumentasi, pelabelan dan pengemasan. Adapun aspek yang diperiksa pada
sarana distribusi terdiri atas administrasi, personalia, bangunan, kebersihan lingkungan, dan cara
penyimpanan.
17
Seksi layanan informasi konsumen (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) bertujuan memberikan
layanan informasi, menampung pengaduan masyarakat tentang mutu, keamanan dan manfaat
produk obat dan makanan, dan menyediakan data dan informasi. Fungsi dari seksi layanan
informasi konsumen adalah:
a) Menerima dan melayani informasi dan pengaduan konsumen secara langsung atau tak
langsung, yang berkaitan dengan mutu, keamanan, dan manfaat produk serta aspek
legalitasnya.
b) Mengolah pertanyaan dan pengaduan konsumen dan menjawab secara cepat dan tepat
c) Meneruskan masalah yang memerlukan tindak lanjut pemecahan masalah
d) Memonitor tanggapan dan tindak lanjut oleh unit kerja terkait
e) Memberi penjelasan kepada konsumen termaksud secara langsung maupun tak langsung
f) Melakukan pemantauan terhadap proses pelaksanaan tindak lanjut yang dilakukan oleh unit
kerja
g) Menghimpun hasil-hasil tindak lanjut pemecahan masalah tersebut, mengolah dan
menganalisis secara berkala untuk dilaporkan kepada pimpinan sebagai bahan masukan untuk
penyempurnaan kebijakan dan pemantapan pelaksanaan pengawasan
Adapun kegiatan yang dilakukan di seksi layanan informasi konsumen terdiri atas:
a) Layanan informasi dan pengaduan
b) Layanan informasi keracunan dan pelaporan keracunan pangan
c) Penyebaran informasi
d) Talkshow, pameran, iklan layanan masyarakat
e) Narasumber penyuluhan keamanan pangan SPP-IRT yang diselenggarakan Dinkes Kab/Kota
f) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pada kegiatan mobiling PJAS (Pangan Jajanan Anak
Sekolah)
g) Narasumber Penyuluhan Permintaan Pihak ketiga
h) Melakukan koordinasi lintas sektor
i) Menyelenggarakan sosialisasi/workshop/lokakarya
j) Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD)
k) Membantu kegiatan sertifikasi
18
BAB 4
BIDANG PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN
Bidang pemeriksaan dan penyidikan terdiri atas dua seksi yaitu seksi pemeriksaan dan seksi
penyidikan.
2. Personalia
Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Personalia meliputi personil kunci;
struktur organisasi, kualifikasi, dan tanggung jawab; dan pelatihan. Personil kunci terdiri atas
kepala bagian produksi, pengawasan mutu dan manajemen mutu (Pemastian mutu). Struktur
organisasi industri farmasi bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian
mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak saling bertanggung jawab satu terhadap
yang lain. Industri farmasi wajib memberikan pelatihan bagi seluruh personil pada area
produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan
dan petugas kebersihan), dan personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu
produk.
19
3. Bangunan Dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas pembuatan obat memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai,
disesuaikan dengan kondisi, dan dirawat dengan baik. Tata letak dan desain ruangan dibuat
untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang, dan kesalahan lain, serta
memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan efektif untuk menghindarkan pencemaran
silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
Area yang harus terpisah adalah area penimbangan, produksi, penyimpanan, pengawasan
mutu, dan sarana pendukung lain. Area penimbangan bahan awal dan produk jadi dilakukan di
area terpisah. Pada area produksi untuk memperkecil risiko pencemaran silang maka untuk
produksi obat yang menimbulkan sensitisasi tinggi (misal golongan penisilin), preparat biologis
(mikroorganisme hidup), dan pangan dilakukan pada sarana khusus dan self-contained. Untuk
produksi produk nonobat dilakukan di bangunan terpisah. Klasifikasi ruang pembuatan obat
meliputi kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang pembuatan produk steril. Kelas E
adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril.
Area penyimpanan memiliki kapasitas yang memadai untuk penyimpanan bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina, produk
yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik
dari peredaran. Area penyimpanan didesain untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik,
area tersebut bersih, kering, penerangan yang cukup, dan dipelihara dalam batas suhu yang
ditetapkan.
Area pengawasan mutu terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan
radioisotop dipisahkan satu dengan yang lain. Laboratorium pengawasan mutu didesain sesuai
dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruang memadai untuk mencegah mix up dan pencemaran
silang dan disediakan tempat penyimpanan dengan luas memadai untuk sampel, baku
pembanding, pelarut, pereaksi, dan catatan.
Sarana pendukung seperti ruang istirahat dan kantin terpisah dari area produksi dan
laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri
dan toilet disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses.
4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang
memadai, ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain
serta seragam dari bets ke bets serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatan agar
dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang
berdampak buruk pada mutu produk.
20
Sanitasi dan higiene pada perorangan bertujuan untuk menjamin perlindungan produk dari
pencemaran dan keselamatan personil, sehingga personil harus mengenakan pakaian
pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya. Personil yang mempunyai penyakit atau
menderita luka terbuka yang dapat merugikan mutu produk tidak menangani bahan awal,
bahan pengemas, bahan yang sedang diproses, dan obat jadi sampai kondisi personil tersebut
dipertimbangkan tidak lagi menimbulkan risiko.
Sanitasi bangunan dan fasilitas terdapat prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida,
insektisida, fungisida, agen fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat. Prosedur tertulis
disusun dan dipatuhi untuk mencegah pencemaran terhadap peralatan, bahan awal, wadah
obat, tutup wadah, bahan pengemas, label, dan produk jadi. Rodentisida, insektisida dan
fungisida tidak digunakan kecuali yang sudah terdaftar dan digunakan sesuai peraturan terkait.
6. Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, memenuhi ketentuan
CPOB yang menjamin menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan
izin pembuatan, dan izin edar. Aspek produksi meliputi penangan bawan awal, validasi proses,
pencegahan pencemaran silang, sistem penomoran bets dan lot, penimbangan dan
penyerahan, pengembalian, proses pengolahan produk antara dan produk ruahan, bahan dan
produk kering, pencampuran granulasi, pencetakan tablet, penyalutan, pengisian kapsul keras,
penandaan tablet salut, kapsul, produk cair, krim, dan salep (nonsteril), bahan pengemas,
kegiatan pengemasan, prokodifikasi bahan higiene, jalur pengemasan, kegiatan pengemasan,
pengawasan selama proses, bahan dan produk yang ditolak, dikembalikan, produk kembalian,
karantina, penyerahan produk jadi, catatan pengendalian pengiriman obat, penyimpanan
bahan awal, pengemas, produk antara, ruahan, dan produk jadi.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB untuk memberikan kepastian produk secara
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan Mutu
mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan,
dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan semua pengujian yang relevan telah
dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai
mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan mutu meliputi cara
berlaboratorium pengawasan mutu yang baik, dokumentasi, pengambilan sampel, bahan awal,
bahan pengemas, kegiatan pengambilan sampel, pengujian, persyaratan pengujian (bahan awal
dan bahan pengemas, produk jadi, pemantauan lingkungan, pengujian ulang bahan yang
diluluskan, pengolahan ulang, dan program stabilitas on going.
21
yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat program tindak
lanjut yang efektif.
Audit mutu digunakan sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan
penilaian semua atau sebagian sistem manajemen mutu dengan tujuan untuk meningkatkan
sistem manajemen mutu. Audit mutu dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen atau tim
yang dibentuk khusus untuk oleh manajemen perusahaan.
Audit dan persetujuan pemasok dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan
ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi dilakukan mempertimbangkan riwayat
pemasok dan sifat bahan yang dipasok.
10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan bagian penting dari
pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi
salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Dokumen yang diperlukan meliputi dokumen spesifikasi (bahan awal, bahan pengemas, produk
antara dan produk ruahan, dan produk jadi), dokumen produksi, dokumen produksi induk,
pengolahan induk, prosedur pengolahan induk, prosedur pengemasan induk, catatan
pengolahan bets, dan catatan pengemasan bets. Dokumen spesifikasi menguraikan secara rinci
persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama
pembuatan. Dokumen spesifikasi adalah dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen produksi
induk, prosedur pengolahan induk, dan prosedur pengemasan induk (formula pembuatan,
instruksi pengolahan, dan instruksi pengemasan) adalah untuk seluruh bahan awal dan bahan
pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.
22
Prosedur berisi cara untuk melaksanakan kegiatan tertentu, misalnya pembersihan,
berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian
peralatan. Catatan berisi riwayat tiap bets produk, distribusi, dan semua keadaan yang relevan
yang berpengaruh pada mutu produk akhir.
Validasi proses pada umumnya dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prosfektif),
namun validasi dapat dilakukan selam proses produksi rutin (validasi konkuren), dan validasi
untuk proses yang sudah berjalan (validasi retrosfektif). Fasilitas, sistem, dan peralatan yang
digunakan telah terkualifikasi, metode analisis divalidasi, dan personil mendapatkan pelatihan
yang sesuai.
Terdapat prosedur tertulis pada perubahan terhadap bahan awal, komponen produk, peralatan
proses, lingkungan kerja (atau pabrik), proses produksi atau pengujian ataupun perubahan yang
berpengaruh terhadap mutu atau reprodusibilitas proses. Semua perubahan yang
memengaruhi mutu produk atau reprodusibilitas proses diajukan, didokumentasikan, dan
disetujui. Dampak perubahan fasilitas, sistem, dan peralatan terhadap produk dievaluasi,
termasuk analisis risiko dan ditentukan kebutuhan dan cakupan untuk melakukan kualifikasi
dan validasi ulang.
Fasilitas, sistem, peralatan, dan proses termasuk proses pembersihan dievaluasi secara
berkala untuk konfirmasi keabsahannya. Jika tidak ada perubahan yang signifikan terhadap
status validasi maka dilakukan peninjauan dengan bukti bahwa fasilitas, sistem, peralatan dan
proses memenuhi persyaratan yang ditetapkan akan kebutuhan revalidasi sedangkan jika
terdapat perubahan secara signifikan maka perlu validasi ulang.
23
Validasi metode analisis adalah dilakukan untuk membuktikan bahwa metode analisis sesuai
tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis dilakukan untuk identifikasi, pengujian
terhadap impuritas (uji batas dan kuantitatif impuritas) dan prosedur penetapan kadar.
Pemeriksaan penerapan CPOB di industri farmasi dilakukan oleh inspektur CPOB. Jenjang inspektur
CPOB terdiri atas calon inspektur, inspektur junior, inspektur senior, dan kepala inspektur.
Penilaian kualifikasi oleh Kepala inspeksi dan kualifikasi inspeksi senior untuk menjadi kepala
inspeksi oleh tenaga ahli inspektur CPOB (Konsultan BPOM) yaitu pensiunan BPOM sebagai kepala
inspektur, pensiunan atau direktur yang masih aktif yang diakui keahliannya.
Untuk menghindari konflik kepentingan maka pemeriksaan tidak dilakukan oleh inspektur yang
memiliki hubungan kekeluargaan dengan industri farmasi yang diperiksa, tidak melakukan
konsultasi yang dibayar, tidak mempublikasikan hasil inspeksi, dan tidak menerima gratifikasi.
24
Perencanaan inspeksi berdasarkan hasil analisis risiko (low risk dan high risk). Parameter analisis
risiko diantaranya adalah parameter kritis produk (produk steril dengan non steril, produk steril
sterilisasi akhir dengan produk steril aseptik), life saving product, riwayat produk, produk sering
tidak memenuhi persyaratan, industri farmasi yang sering melanggar peraturan, volume produksi,
waktu inspeksi terakhir, dsb. Analisis risiko dilakukan oleh BPOM dan BBPOM/Balai POM, analisis
risiko untuk pemeriksaan rutin dilakukan oleh Balai besar atau Balai POM dan untuk penentuan
analisis low dan high risk dilakukan oleh BPOM.
Pelaksanaan inspeksi dilakukan dengan atau tanpa pemberitahuan informasi pelaksanaan inspeksi.
Inspeksi dengan pemberitahuan dilakukan untuk sertifikasi, sedangkan untuk pemeriksaan rutin
dilakukan tanpa pemberitahuan. Inspeksi dapat dilakukan sebagian atau menyeluruh. Persiapan
inspeksi meliputi ide memory dan penyiapan jadwal inspeksi. Ide memory adalah mempersiapkan
dan mempelajari Drug Master File (DMF), hasil inspeksi sebelumnya, dan CAPA. Jadwal inspeksi
meliputi pembukaan inspeksi, inspeksi, review dokumen, dan penutupan. Alur inspeksi dimulai dari
gudang kemudian ke departemen produksi, sarana penunjang, dan laboratorium. Pemeriksaan
inspeksi gudang meliputi kondisi penyimpanan (suhu, kelembaban, tekanan), tata letak
penyimpanan, pemisahan barang reject dengan barang yang release, pemisahan barang karantina
dari barang release, pengendalian hama, kebersihan gudang, dsb. Inspeksi departemen produksi,
pemeriksaannya meliputi kondisi bangunan dan fasilitas, sanitasi dan higiene pada peralatan dan
personil, cara kerja personil, pemantauan kondisi ruangan (suhu, kelembaban, tekanan), cara
produksi, dsb. Inspeksi sarana penunjang meliputi pemeriksaan HVAC, water system, dan compress
air. Inspeksi laboratorium meliputi pemeriksaan kondisi ruangan, penyimpanan sampel pertinggal,
baku pembanding, cara berlaboratorium yang baik, dsb. Pelaporan hasil inspeksi dimulai dari
penyampaian hasil inspeksi positif dan negatif kemudian mengkategorisasi temuan negatif (minor,
mayor, kritis). Sanksi temuan negatif meliputi peringatan, peringatan keras, peringatan keras dan
larangan produksi, dan penghentian sementara.
25
f) Terdapat gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin
mutu serta keamanan obat yang disimpan
g) Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.
Adapun persyaratan PBF bahan obat sama seperti PBF obat jadi namun terdapat persyaratan
tambahan yaitu memiliki laboratorium dan memiliki gudang khusus untuk penyimpanan bahan
obat yang terpisah dari ruangan lain.
PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal yang berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang
jika memenuhi persyaratan. Sedangkan PBF cabang wajib memperoleh pengakuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi di wilayah PBF Cabang berada lama izin PBF cabang mengikuti izin PBF
pusat. PBF pusat dan PBF cabang wajib memiliki apoteker sebagai penanggung jawab. PBF dan PBF
cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran dan tidak boleh menerima atau
melayai resep doikter. PBF pusat dan PBF cabang melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan,
dan penyaluran obat dan bahan obat dalam jumlah besar sesuai CDOB yang ditetapkan oleh Mentri.
1. Pengadaan
Pengadaan obat oleh PBF pusat berasal dari industri farmasi atau sesama PBF, sedangkan untuk
PBF cabang hanya berasa dari PBF pusat. Pengadaan bahan obat PBF pusat berasal dari industri
farmasi, sesama PBF, dan atau melalui impor, sedangkan PBF cabang hanya dari pusat.
2. Penyaluran
Penyaluran obat dilakukan kepada PBF atau PBF cabang lain, fasilitas pelayanan kefarmasian
(apotek, instalasi farmasi, puskesmas, klinik, toko obat). Penyaluran obat keras oleh PBF dan
PBF cabang dilakukan jika terdapat surat pesanan yang di tanda tangan apoteker. Penyaluran
bahan obat oleh PBF ke industri farmasi, PBF lain, PBF cabang, apotek, instalasi farmasi rumah
sakit, dan lembaga ilmu pengetahuan (yang ditanda tangan oleh kepala lembaga). PBF cabang
menyalurkan bahan obat ke wilayah provinsi sesuai surat pengakuan PBF cabang dan kepada
instansi pemerintah sesuai perundang – undangan. PBF cabang dapat menyalurkan keluar
provinsi terdekat atas nama PBF pusat dengan membuktikan surat penunjukkan atau
penugasan dan disahkan oleh Dinkes provinsi yang dimaksud.
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman
Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), CDOB adalah adalah cara distribusi/penyaluran obat
dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu obat atau bahan obat sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Sertifikat CDOB adalah
dokumen sah sebagai bukti bahwa PBF telah memenuhi persyaratan CDOB dalam mendistribusikan
obat atau bahan obat. Aspek – aspek yang terdapat dalam CDOB adalah:
1. Manajemen mutu
Fasilitas distribusi memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan mempertahankan
integritas rantai distribusi selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi ditetapkan
dengan jelas, dikaji secara sistematis, semua tahapan kritis proses distribusi, dan perubahan
bermakna divalidasi dan didokumentasikan. Manajemen mutu meliputi sistem mutu,
pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantauan manajemen, manajemen
risiko mutu,
26
2. Organisasi, manajemen dan personalia
a) Organisasi dan manajemen
Terdapat struktur organisasi untuk tiap bagian dengan bagan organisasi, tanggung jawab,
wewenang, dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Tugas dan
tanggung jawab didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan
serta dijabarkan dalam uraian tugas. Personil yang terlibat di rantai distribusi harus diberi
penjelasan dan pelatihan yang memadai mengenai tugas dan tanggung jawabnya.
b) Penanggung jawab
Penanggung jawab distribusi obat adalah apoteker yang memenuhi kualifikasi dan
kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan, bekerja dengan waktu yang penuh,
memiliki pengetahuan dan pelatihan CDOB. Tugas apoteker penanggung jawab meliputi:
Menerapkan sistem manajemen mutu
Menjamin mutu obat pada proses pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
Melaksanankan program pelatihan
Penanganan keluhan
Kualifikasi dan persetujuan pemasok dan pelanggan
Meluluskan obat kembalian untuk dimasukkan ke stok atau memenuhi syarat jual
Turut dalam pembuatan perjanjian kontrak
Pelaksanaan inspeksi diri
c) Pelatihan
Terdapat pelatihan rutin dan khusus untuk personil yang menangani obat dan/atau bahan
obat yang memerlukan persyaratan penanganan yang lebih ketat. Pelatihan
didokumentasikan serta terdapat evaluasi pelatihan.
d) Higiene
Tersedia prosedur tertulis mengenai higiene personil yang meliputi kesehatan, higiene dan
pakaian kerja.
4. Operasional
a. Terdapat kualifikasi pemasok dan pelanggan
b. Operasional distribusi obat meliputi penerimaan, penyimpanan, pengambilan,
pengemasan, dan pengiriman. Ketika penerimaan produk dilakukan pemeriksaan produk
dan dokumen. Pemeriksaan produk meliputi fisik, no bets, dan kedawularsa sedangkan
27
dokumen yang diperiksa meliputi surat pesanan (SP), bukti pengiriman (faktur, SPB /Surat
Pengiriman Barang, DO/Delivery order. Penyimpanan produk sesuai dengan kondisi
penyimpanan produk dan menjaga mutu obat untuk mencegah tumpahan, kerusakan,
kontaminasi, dan mix up. Tedapat pemisahan obat di area khusus untuk obat yang ditolak,
kedawularsa, penarikan kembali, kembalian, dan diduga palsu. Pemusanahan obat dan
pelaporannya dilakukan sesuai perundang – undangan. Pengambilan produk sesuai dengan
dokumen, fifo/fefo, serta pencatatan no bets. Pengiriman perlu memperhatikan dokumen
pengiriman yang meliputi surat pesanan, dokumen pengiriman (faktur/SPB/DO), bukti
ekspedisi, dan catatan pengiriman, dan bukti penerimaan .
5. Inspeksi Diri
Inspeksi diri dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan, mencakup semua aspek CDOB,
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis.
Inspeksi diri dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan
ditunjuk oleh perusahaan.
28
7. Transportasi
Obat dan/atau bahan obat diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai informasi pada
kemasan. Metode transportasi melalui darat, laut, atau udara harus menjamin obat dan/atau
bahan obat tidak mengalami perubahan atau mengurangi mutu selama transportasi. Hal yang
diatur dalam ransportasi meliputi transportasi dan produk dalam transit, obat dan/atau bahan
obat dalam pengiriman, transportasi obat dan atau bahan obat yang memerlukan kondisi
khusus, container, pengemasan, dan pelabelan kendaraan dan peralatan, pengontrolan suhu
selama transportasi.
9. Dokumentasi
Dokumentasi distribusi merupakan dokumen tertulis terkait distribusi (pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait
dengan pemastian mutu. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak,
catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dokumen disimpan selama minimal
3 tahun.
Aneks CDOB mengatur tentang bahan obat, produk rantai dingin, dan narkotik psikotropik.
1. Bahan Obat
a. Pengemasan dan pelabelan ulang, perlu memperhatikan mengenai pencegahan terhadap
kontaminasi, kontaminasi silang, dan mix up; pengamanan stok label, pemeriksaan jalur
pengemasan, pemeriksaan dalam proses, pemusnahan kelebihan label yang sudah
tercetak nomor bets; sanitasi dan higiene; integritas bets (tidak mencampurkan bets yang
berbeda dari bahan obat yang sama); label yang dilepas dari wadah aslinya dan contoh label
baru yang dipasang selama kegiatan disimpan sebagai bagian catatan pengemasan bets;
jika digunakan lebih dari satu bets label, maka contoh masing-masing bets label disimpan
sebagai bagian catatan pengemasan bets; mempertahankan identitas dan integritas
produk.
b. Penangan bahan obat yang tidak sesuai
Bahan obat yang tidak sesuai ditangani sesuai dengan prosedur yang dapat mencegah
masuknya bahan obat ke pasar. Bahan obat yang tidak sesuai dipisahkan dari bahan obat
yang memenuhi spesifikasi.
29
c. Dokumentasi
Bahan obat yang disalurkan kepada fasilitas distribusi disertai dengan sertifikat analisis asli.
Sebelum bahan obat dijual atau didistribusikan, fasilitas distribusi memastikan tersedianya
sertifikat analisis dengan hasil uji yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Label yang
tertempel pada setiap wadah mencakup informasi :
nama bahan obat, nama International Non-proprietary (INN), tingkat mutu (grade),
Farmakope acuan
Jumlah (berat atau volume)
Nomor bets industri farmasi bahan obat atau nomor bets yang diberikan oleh fasilitas
distribusi yang mengemas ulang
Tanggal kedaluwarsa dan/atau tanggal tes ulang (jika berlaku)
Kondisi penyimpanan khusus
Penanganan tindakan pencegahan
Nama dan alamat lengkap industri farmasi asal dan fasilitas distribusi.
30
1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal
terstandar, dan fitofarmaka.
Pada Permenkes No 6 tahun 2012 tentang industri dan usaha obat tradisional berisi bahwa obat
tradisional dibuat oleh industri dan usaha di bidang obat tradisional. Industri obat tradisional terdiri
atas industri obat tradisional (IOT) dan industri ekstrak bahan alam (IEBA). Usaha di bidang obat
tradisional terdiri atas usaha kecil obat tradisional (UKOT), usaha mikro obat tradisional (UMOT),
usaha jamu racikan, dan usaha jamu gendong.
IOT dapat memproduksi obat tradisional semua tahapan atau sebagian tahapan. Jika memproduksi
sebagian tahapan maka perlu mendapat persetujuan dari Kepala Badan. IOT dan IEBA
diselenggarakan oleh badan hukum berupa perseroan atau koperasi dan wajib memiliki minimal 1
orang apoteker warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab. Perizinan produksi IOT dan
IEBA oleh Direktur Jendral. IOT dapat memproduksi semua bentuk sediaan obat tradisional kecuali
bentuk sediaan yang dilarang dalam obat tradisional. Penerapan CPOTB untuk IOT dan IEBA adalah
wajib sertifikat CPOTB untuk masing – masing sediaan.
UKOT diselenggarakan oleh badan usaha yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundangan. Penanggung jawab UKOT adalah tenaga teknis kefarmasian Warga Negara Indonesia
yang memiliki sertifikat pelatihan CPOTB. UMOT wajib menerapkan CPOTB kecuali jika
memproduksi kapsul dan cairan obat dalam penanggung jawabnya adalah apoteker. UKOT wajib
menerapkan CPOTB dan jika memproduksi kapsul dan cairan obat dalam wajib mempunyai
sertifikat CPOTB. Izin produksi UKOT oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dan Kepala Balai POM setempat.
UMOT diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan
perundang – undangan. Penanggung jawab UMOT adalah tenaga teknis kefarmasian Warga Negara
Indonesia yang memiliki sertifikat pelatihan CPOTB. UMOT wajib menerapkan CPOTB. Izin produksi
UMOT oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota.
Industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat obat tradisional mengandung bahan kimia
hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat, membuat sediaan intravaginal, tetes mata, sediaan
parenteral, supositoria kecuali untuk wasir, dan obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam
dilarang mengandung etanol lebih dari 1 %.
Izin produksi industri dan usaha obat tradisional berlaku seterusnya selama industri dan usaha obat
tradisional masih memproduksi dan memenuhi ketentuan perundang – undangan. Industri dan
usaha obat tradisional yang melakukan perubahan terhadap pemenuhan CPOTB wajib melapor dan
mendapat persetujuan Kepala Badan.
IOT, UKOT, atau UMOT dapat membuat obat tradisional secara kontrak kepada IOT, UKOT, atau
UMOT lain yang menerapkan CPOTB. Izin edar obat tradisional yang dibuat secara kontrak dipegang
oleh pemberi kontrak. IOT, UKOT, atau UMOT pemberi kontrak dan IOT atau UKOT penerima
kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu obat tradisional.
Pembinaan IOT, IEBA, UKOT, dan UMOT dilakukan secara berjenjang oleh direktur jenderal, kepala
dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Pembinaan terhadap usaha
jamu racikan dan usaha jamu gendong dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pengawasan terhadap produk dan penerapan persyaratan
31
CPOTB dilakukan oleh Kepala Badan. IOT, IEBA, UKOT, dan UMOT harus terbuka untuk diperiksa
produk dan persyaratan CPOTB oleh Kepala Badan sesuai Pedoman Teknis Pengawasan yang
ditetapkan oleh Kepala Badan.
Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOTB) adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan
obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten memenuhi standar mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOTB
mencakup produksi dan pengawasan mutu.
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan dengan pengambilan sampel,
spesifikasi dan pengujian, organisasi, dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan
pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan, bahan yang belum diluluskan tidak
digunakan, dan produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai
dan dinyatakan memenuhi syarat.
Pengkajian mutu produk dilakukan terhadap semua obat tradisional terdaftar, produk ekspor
yang dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk memastikan konsistensi proses, kesesuaian
dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian biasanya
dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan.
Manajemen risiko mutu adalah proses sistematis penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko
mutu suatu produk. Manajemen risiko mutu diterapkan secara proaktif atau retrospektif.
2. Personalia
Industri OT memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman dengan jumlah yang
memadai, memiliki struktur organisasi dengan tugas dan kewenangan personil penanggung
jawab dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Personil kunci terdiri atas kepala bagian
produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu yang independen satu terhadap yang lain.
Industri obat tradisional harus memberikan pelatihan kepada seluruh personil yang tugasnya
berada di area produksi, gudang penyimpanan, atau laboratorium (termasuk personil teknik,
perawatan, dan petugas kebersihan), dan personil lain yang kegiatannya berdampak pada mutu
produk. Pelatihan dilakukan secara berkesinambungan dan efektifitas penerapannya dinilai
secara berkala. Pelatihan spesifik diberikan untuk personil yang bekerja pada area yang berisiko
pencemaran seperti area penimbangan, pengolahan, dsb. Pelatihan diberikan oleh orang
terkualifikasi dan didokumentasikan.
32
3. Bangunan, Fasilitas, dan Peralatan
Bangunan, fasilitas, dan peralatan untuk pembuatan OT memiliki desain, kontruksi, dan tata
letak yang memadai, disesuaikan kondisinya, dan dirawat dengan baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasionalnya. Tata letak dan desain ruangan dibuat dengan memperkecil risiko
terjadi kesalahan, pencemaran silang, memudahkan untuk pembersihan, sanitasi, dan
perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran
yang berdampak menurunkan mutu obat tradisional.
Bangunan dan fasilitas dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat dengan tepat untuk melindungi
dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung,
binatang pengerat, kutu atau binatang lain dan tersedia prosedur untuk pengendalian binatang
pengerat dan hama. Bangunan dan fasilitas dirawat dibersihkan dan didisinfeksi sesuai
prosedur tertulis yang rinci dan tervalidasi.
Peralatan pembuatan obat tradisional memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran
memadai, ditempatkan, dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat tradisional terjamin
sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan memudahkan pembersihan serta perawatan.
5. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan bagian penting dari
pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima tugas secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko kesalahan
penafsiran, kekeliruan yang timbul karena komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi
induk atau formula pembuatan, prosedur, metode, dan intruksi, laporan, dan catatan harus
bebas dari kesalahan dan tersedia secara tertulis. Dokumen meliputi dokumen spesifikasi
(bahan awal dan bahan mentah, produk antara dan produk ruahan, bahan pengemas, produk
jadi), dokumen produksi (dokumen produksi induk, prosedur pengolahan induk, prosedur
pengemasan induk, catatan pengolahan bets, catatan pengemasan bets). Terdapat prosedur
dan catatan untuk penerimaan (bahan awal, pengemas primer, dan pengemas cetak),
pengambilan sampel, pengujian, dll.
6. Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur tervalidasi yang telah ditetapkan dan
memenuhi ketentuan CPOTB untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu
serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.
Untuk bahan mentah yang dibudidayakan atau hidup secara liar, dan yang digunakan dalam
bentuk bahan mentah maupun sudah melalui teknik pengolahan sederhana (misal perajangan
atau penghalusan) perlu diterapkan persyaratan teknis produksi dengan jelas. Untuk proses
seperti ekstraksi, fermentasi, dan pemurnian, penentuannya ditetapkan berdasarkan kasus.
33
Bahan ditangani dengan tidak mengubah produk. Ketika bahan alam tiba di pabrik langsung
diturunkan dan dibongkar dan dihindarkan kontak langsung dengan tanah, sinar matahari
langsung (kecuali memerlukan pengeringan dengan sinar matahari), terlindung dari hujan, dan
kontaminasi mikroba.
Terdapat prosedur mengenai penanganan bahan awal; pencegahan kontaminasi silang dan
kontaminasi mikroba; sistem penomoran bets dan lots; penimbangan dan penyerahan;
pengolahan; penanganan bahan dan produk kering; pencampuran dan granulasi; pencetakan
tablet; penyalutan; pengisian kapsul keras; penandaan tablet salut dan kapsul; produksi cairan
krim, dan salep; penandaan, penaganan, dan pengawasan bahan pengemas primer; Kegiatan
pengemasan; prakodifikasi bahan pengemas; kesiapan jalur; praktik pengemasan; penanganan
pengembalian bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan ke gudang;
pengawasan selama proses; bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan;
karantina dan penyerahan produk jadi; catatan pengendalian pengiriman produk;
penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi;
pengiriman dan pengankutan.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu
yang sesuai dengan tujuan penggunaan. Ruang lingkup pengawasan mutu meliputi
pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian, program stabilitas pasca pemasaran, pengendalian
lingkungan, pengawasan selama proses, pengujian tambahan untuk proses ulang, organisasi,
dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan pengujian yang diperlukan dan relevan
telah dilakukan. Sistem pengawasan mutu menerapkan cara berlaboratorium pengawasan
mutu yang baik. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium tapi terlibat
dalam keputusan yang berhubungan dengan mutu produk.
34
menginformasikan semua kondisi penyimpanan dan pengangkutan yang sesuai kepada pihak
yang bertanggung jawab dalam pengiriman produk dan tersedia prosedur tertulis untuk
pemeriksaan dan penanganan terhadap penyimpangan persyaratan penyimpanan. Kendaraan
dan peralatan yang digunakan untuk pengankutan, penyimpanan, atau menangani produk
sesuai dengan penggunaannya dan terdapat pencegahan pemaparan produk terhadap kondisi
yang mempengaruhi stabilitas produk dan keutuhan kemasan serta mencegah kontaminasi.
Pengiriman dan pengangkutan dimulai ketika menerima pesanan resmi atau rencana
penggantian produk yang resmi serta harus didokumentasikan.
10. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian
Terdapat prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai,
termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk dalam menanggapi keluhan terhadap
obat yang diduga cacat. Tiap laporan dan keluhan diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh
dan mendalam. Terdapat prosedur tertulis, diperiksa secara berkala dan dimutakhirkan untuk
mengatur tindakan penarikan kembali. Industri obat tradisional terdapat prosedur
pengamanan, penyelidikan, dan pemeriksaan produk kembalian, serta pengambilan keputusan
produk dapat diproses ulang atau dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis.
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau
35
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Kosmetik dibuat di industri kosmetik, izin
produksi kosmetik ke Direktur Jendral yang berlaku selama 5 tahun yang dapat diperpanjang jika
masih memenuhi ketentuan yang berlaku. Izin produksi kosmetik diberikan sesuai bentuk dan jenis
sediaan kosmetik yang dibuat dan dibedakan menjadi dua golongan yaitu golongan A dan B.
Golongan A adalah izin produksi industri kosmetik yang membuat semua bentuk dan jenis sediaan
kosmetik. Persyartan izin produksi golongan A adalah memiliki apoteker sebagai penanggung
jawab, memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat dan laboratorium, dan
wajib menerapkan CPKB.
Golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetik yang membuat bentuk dan jenis sediaan
kosmetik tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana serta tidak membuat sediaan
kosmetik untuk bayi, mengandung antiseptik, antiketombe, pencerah kulit, dan tabir surya.
Persyaratan izin industri kosmetik golongan B adalah memiliki minimal tenaga teknis kefarmasian
sebagai penanggung jawab, memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk
yang akan dibuat, dan menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB.
Industri kosmetik yang melakukan perubahan golongan, penambahan bentuk dan jenis sediaan,
pindah alamat/pindah lokasi, nama direktur / pengurus, penanggung jawab, alamat di lokasi yang
sama, nama industri kosmeteik wajib mengajukan permohonan perubahan izin produksi kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas setempat.
Pembuatan kosmetik menerapkan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), yang merupakan
faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan
keamanan. CPKB memiliki 13 aspek diantaranya:
1. Sistem Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu diuraikan dalam struktur organisasi, tugas, dan fungsi,
tanggungjawab, prosedur, instruksi, proses dan sumber daya untuk menerapkan manajemen
mutu.
2. Personalia
Personalia di industri kosmetik mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan jumlah yang cukup.
a. Organisasi, Kualifikasi, dan Tanggungjawab
Kepala bagian produksi dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak
terdapat keterkaitan tanggungjawab satu sama lain. Kepala bagian produksi memperoleh
pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Kepala bagian
pengawasan mutu memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam
bidang pengawasan mutu. Kewenangan dan tanggungjawab personil diuraikan sehingga
dapat menjalankan CPKB dengan baik.
b. Pelatihan
Personil yang terlibat dalam kegiatan pembuatan kosmetik dilatih dengan prinsip-prinsip
CPKB dan perhatian khusus diberikan untuk melatih personil yang bekerja dengan material
berbahaya. Pelatihan CPKB dilakukan secara berkelanjutan, didokumentasikan, dan
dievaluasi.
36
3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara
dengan baik. Apabila memungkinkan disediakan area tertentu seperti :
Penerimaan material
Pengambilan contoh material
Penyimpanan barang datang dan karantina
Gudang bahan awal
Penimbangan dan penyerahan
Pengolahan
Penyimpanan produk ruahan
Pengemasan
Karantina sebelum produk dinyatakan lulus
Gudang produk jadi
Tempat bongkar muat
Laboratorium
Tempat pencucian peralatan
4. Peralatan
Peralatan didisain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat dan pemeliharaan
peralatan seperti pembersihan dan kalibrasi peralatan serta instrumen secara berkala.
37
6. Produksi
Terdapat penangan bahan awal, verifikasi material (bahan), pencatatan bahan, material yang
ditolak, penomoran bets, penimbangan, pengukuran, prosedur, pengolahan, penanganan
produk kering, produk basah, produk aerosol, pelabelan dan karantina, penanganan produk
jadi, karantina, pengiriman ke gudang produk jadi.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu meliputi :
a) Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan, dan pengujian terhadap bahan awal produk
dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi yang
ditetapkan.
b) Program pemantauan lingkungan, peninjauan dokumentasi bets, contoh pertinggal, mutu
produk di peredaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan
produk jadi agar dapat memenuhi standar yang ditetapkan.
Dalam pengawasan mutu dilakukan evaluasi terhadap pengolahan ulang dan produk
kembalian.
8. Dokumentasi
Mendokumentasikan riwayat setiap bets bahan awal hingga produk jadi dan aktivitas yang
dilakukan meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi
dan hal-hal spesifik lain yang terkait dengan CPKB.
Terdapat dokumen spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk ruahan, dan produk jadi).
Terdapat dokumen produksi yang meliputi dokumen induk, catatan pembuatan bets, dan
catatan pengawasan mutu
9. Audit Internal
Audit Internal adalah kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari aspek
produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan meningkatkan sistem mutu. Audit internal
dapat dilakukan oleh pihak luar, auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh
manajemen untuk. Pelaksanaan audit internal dapat diperluas hingga ke tingkat pemasok dan
kontraktor. Hasil audit didokumentasikan dengan baik
10. Penyimpanan
a. Area penyimpanan
Area memungkinkan untuk penyimpanan bahan maupun produk seperti bahan awal,
produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang dikarantina, dan produk yang lulus
uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran.
Dirancang atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik, area
harus bersih, kering dan terawat.
Tempat penerimaan dan pengiriman barang dapat melindungi barang dari pengaruh
cuaca bila perlu dilakukan pembersihan barang sebelum disimpan.
Area penyimpanan produk karantina diberi batas secara jelas.
Bahan berbahaya disimpan secara aman.
b. Penanganan dan pengawasan persediaan meliputi penanganan penerimaan produk dan
pengawasan catatan penerimaan dan pengeluaran produk.
38
11. Kontrak Produksi dan Pengujian
Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian dijabarkan dengan jelas, disepakati dan diawasi
agar tidak terjadi kesalahpahaman atau kesalahan dalam penafsiran yang dapat berakibat tidak
memenuhi mutu produk atau pekerjaan. Terdapat perjanjian tertulis antara pemberi dan
penerima kontrak yang menguraikan tugas dan tanggungjawab masing - masing pihak.
keputusan akhir hasil pengujian produk merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Penerima
kontrak bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian.
Kosmetik dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri berupa notifikasi. Kecuali
kosmetik untuk penelitian dan sampel kosmetik untuk pameran dengan jumlah terbatas dan tidak
dijualbelikan. Notifikasi dilakukan sebelum kosmetik beredar oleh pemohon notifikasi kepada
Kepala Badan dan berlaku selama 3 tahun dan dapat diperbaharui. Pemohon notifikasi terdiri atas
industri kosmetik di wilayah Indonesia yang memiliki izin produksi, importir kosmetik yang
mempunyai Angka Pengenal Impor (API), dan surat penunjukkan keagenan dari produsen negara
asal, perorangan atau badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetik
yang memiliki izin produksi. Kosmetik yang dinotifikasi Dibuat dengan menerapkan CPKB dan
memenuhi persyaratan teknis (keamanan, bahan, penandaan, dan klaim).
Pendaftaran notifikasi dilakukan 1 (satu) kali selama tidak terdapat perubahan data pemohon.
Pemohon menyampaikan pemberitahuan perubahan data pemohon notifikasi atau mengajukan
pendaftaran kembali jika terjadi perubahan.
39
f. Pemohon notifikasi tidak memproduksi, mengimpor, atau mengedarkan produk sebagaimana
mestinya
Setiap industri kosmetik, importir kosmetik, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan
kontrak produksi wajib melakukan penarikan kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan. Penarikan dilakukan atas inisiatif sendiri atau perintah Kepala Badan. Kosmetik yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan adalah kosmetik yang dapat membahayakan
kesehatan dilakukan pemusnahan. Kosmetik yang membahayakan kesehatan yaitu :
a) Tidak dinotifikasi
b) Mengandung bahan dilarang (merkuri, asam retinoat, merah K3, merah K10, dietilen glikol,
hidrokuinon)
c) Tidak memenuhi persyaratan cemaran mikroba
d) Tidak memenuhi persyaratan cemaran logam berat
e) Mengandung bahan melebihi batas kadar yang diizinkan
f) Kedawularsa
g) Mencantumkan penandaan yang tidak objektif, menyesatkan dan/atau berisi informasi seolah-
olah sebagai obat ( dilakukan pemusnahan penandaan dengan melepas dan memusnahkan
penandaan).Pemusnahan dilakukan atas perintah Kepala Badan/Kepala Balai dan/atau inisiatif
sendiri. Pemusnahan kosmetik harus disaksikan oleh petugas dan terdapat berita acara
pemusnahan.
Industri kosmetik, importir kosmetik, dan/atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan
kontrak produksi yang tidak mematuhi ketentuan dalam peraturan kosmetik mendapatkan sanksi
administratif yaitu :
a. Peringatan tertulis
b. Larangan mengedarkan kosmetik untuk sementara
c. Penarikan Kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu,
penandaan dan/atau klaim dari peredaran
d. Pemusnahan kosmetik
e. Penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau impor kosmetik
f. Pembatalan notifikasi
Industri kosmetik, importir kosmetik, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak
produksi wajib melakukan monitoring terhadap kosmetik yang telah beredar dan menanggapi serta
menangani keluhan atau kasus efek yang tidak diinginkan dari kosmetik. Kasus efek yang tidak
diinginkan dilaporkan kepada Kepala Badan melalui mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik
(MESKOS) BPOM.
40
4.1.5 Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman untuk konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan olahan adalah
makanan dan/atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa
bahan tambahan.
Peraturan mengenai pangan meliputi :
a) Undang – Undang RI No 18 tahun 2012 tentang pangan
b) Undang – Undang RI No 8 tahun 1999 tentang perlindungan pangan
c) Undang – Undang RI No 3/2014 tentang Jaminan Produk Halal
d) Peraturan Pemerintah No 28/2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan
e) Peraturan Menteri Kesehatan No 33/2012 tentang Bahan Tambahan Pangan
f) Keputusan Kepala BPOM No 1/2015 tentang Kategori Pangan
g) Keputusan Kepala BPOM No 9955/2011 tentang Pendaftaran Pangan Olahan
h) Keputusan Kepala BPOM No 2206/2012 tentang CPPB untuk IRT
i) Keputusan Kepala BPOM No 6635/2007 tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas BTP
pada Label dan Iklan Pangan
j) Keputusan Kepala BPOM No 2205/2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi
Pangan IRT
dsb
Pangan dikelompokkan menjadi dua yaitu pangan yang tidak diregistrasi dan pangan yang
diregistrasi. Pangan yang tidak perlu diregistrasi adalah pangan segar seperti ikan, daging, tempe,
tahu mentah, pangan siap saji atau expired date < 7 hari, dan makanan curah (seperti minyak, gula,
kerupuk). Pangan yang diregistrasi adalah pangan kemasan yang diregistrasi MD/ML dan pangan
PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga).
Cara Produksi Pangan Olahan yang diregistrasi MD/ML terdapat pada Peraturan Menteri
Perindustrian RI No.75/M-IND/PER/7/2010 Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang
Baik /CPPOB (Good Manufacturing). CPPOB adalah acuan umum bagi industri pengolahan pangan
untuk mengahasilkan produk yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Ruang lingkup CPPOB
meliputi:
1. Lokasi
Penetapan letak pabrik/tempat produksi perlu mempertimbangkan lokasi dan keadaan
lingkungan yang bebas dari sumber pencemaran untuk melindungi pangan olahan yang
diproduksi.
2. Bangunan
Bangunan dan ruangan dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik
dan higiene sesuai jenis pangan olahan dan sesuai urutan proses produksi, sehingga mudah
dibersihkan, disanitasi, dipelihara, dan tidak terjadi kontaminasi. Terdapat pedoman mengenai
desain dan tata letak, struktur ruangan (lantai, dinding, atap dan langit – langit, pintu, jendela,
dan ventilasi, permukaan tempat kerja, dan penggunaan bahan gelas.
41
3. Fasilitas Sanitasi
Fasilitas sanitasi bangunan pabrik/tempat produksi dibuat berdasarkan perencanaan yang
memenuhi persyaratan teknik dan higiene. Terdapat pedoman mengenai sarana penyediaan
air, sarana pembuangan air limbah, sarana pembersihan/pencucian toilet, sarana toilet, dan
sarana higiene karyawan.
5. Bahan
Bahan dalam produksi pangan olahan meliputi bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong,
air, dan bahan tambahan pangan (BTP). Terdapat pedoman mengenai persyaratan bahan dan
persyaratan air yang digunakan.
6. Pengawasan proses
Dilakukan pengawasan proses untuk mengurangi produk tidak memenuhi syarat mutu dan
keamanan, selain itu perlu tindakan pencegahan melalui pengawasan terhadap kemungkinan
adanya bahaya pada setiap proses. Industri pangan olahan menerapkan Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) yang merupakan tindakan pencegahan efektif terhadap bahaya selama
tahapan proses produksi. Selain pengawasan proses juga terdapat pedoman mengenai
pengawasan bahan, terhadap kontaminasi, dan proses khusus.
7. Produk akhir
Terdapat spesifikasi produk akhir dan persyaratan produk akhir yang bertujuan menghasilkan
produk pangan olahan bermutu seragam yang memenuhi standar dan persyaratan serta
meningkatkan kepercayaan konsumen.
8. Laboratorium
Laboratorium di industri pangan olahan bertujuan untuk menentukan mutu bahan pangan,
bahan tambahan, bahan penolong, BTP, dan produk akhir yang dihasilkan. Industri pangan
olahan menerapkan Cara Berlaboratorium yang Baik (Good Laboratory Practice).
9. Karyawan
Karyawan menjaga higiene dan kesehatannya sehingga karyawan yang kontak langsung atau
tidak dengan produksi pangan tidak mencemari produk.
10. Pengemas
Untuk mempertahankan mutu dan melindungi produk dari lingkungan seperti sinar matahari,
panas, kelembaban, kotoran, benturan, dsb maka diperlukan pengemas yang sesuai dan
memenuhi persyaratan.
42
11. Label dan keterangan produk
Pemberian label dan keterangan produk jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen
dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah, dan mengkonsumsi. Label pangan harus
memenuhi ketentuan pelabelan pada UU No 18 tahun 2012 tentang pangan.
12. Penyimpanan
Penyimpanan bahan seperti bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, dan BTP, produk
akhir, bahan berbahaya, wadah, pengemas, mesin/peralatan disimpan baik, sesuai kondisi
penyimpanan, dan tujuan penggunaannya.
14. Pengangkutan
Pengangkutan produk akhir memerlukan pengawasan untuk menghindari kesalahan dalam
pengangkutan sehingga menyebabkan kerusakan dan penurunan mutu serta keamanan
pangan. Terdapat pedoman persyaratan wadah dan alat pengangkutan dan pemeliharaan
wadah dan alat pengangkutan.
16. Pelatihan
Industri pengolahan pangan melaksanakan pelatihan dan pembinaan pangan pada karyawan
dalam melaksanakan sistem higiene. Pembina dan pengawas pengolahan pangan harus
mempunyai pengetahuan mengenai prinsip – prinsip dan praktek higiene pangan agar dapat
mendeteksi risiko dan memperbaiki penyimpangan.
43
18. Pelaksanaan Pedoman
Perusahaan mendokumentasikan operasional program CPPOB, manajemen perusahaan
bertanggung jawab terhadap sumber daya untuk menjamin penerapan CPPOB, dan karyawan
melakukan sesuai tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya.
Pada Peraturan Kepala BPOM RI No HK.03.1.23.12.11.105569 tahun 2011 tentang Pedoman Cara
Ritel Pangan yang Baik, berlaku untuk ritel toko modern. Pedoman CRPB terdiri atas aspek :
1. Sumber Daya Manusia
a. Persyaratan Sumber Daya Manusia
Karyawan memenuhi persyaratan kesehatan dan menerapkan higiene perorangan
Bertanggung jawab menyediakan dan menjual pangan yang aman dan bermutu
Karyawan memiliki latar belakang pendidikan atau pelatihan yang memadai di bidang
pangan, gizi, sanitasi, higiene dan kesehatan lingkungan dan karyawan penjamah
pangan memiliki pengetahuan, kemampuan dan keahlian mengenai penanganan
pangan yang baik agar tidak menyebabkan kerusakan pangan.
Dilakukan pelatihan yang berkesinambungan
b. Pemantauan Kesehatan Karyawan
Pemantauan kesehatan karyawan yang menangani pangan segar dan siap saji secara
langsung dan berkala seperti pengeluaran sesuatu dari hidung, mulut, mata dan kepala
seperti bersin, batuk, influenza, radang mata, dan ketombe rambut.
Pelaporan kesehatan dan aktivitas karyawan
Tidak memperkenankan karyawan untuk menangani pangan jika menyebabkan
pencemaran pada pangan.
c. Higiene Perorangan
Karyawan menjaga kebersihan badan, tangan, rambut, pakaian kerja
Karyawan yang menangani pangan segar dan siap saji tidak menggunakan perhiasan,
asesoris, makan, minum, dan merokok
Tidak diperkenankan meludah, bercakap – cakap pada tempat pemajangan pangan
segar dan siap saji.
44
mudah dibersihkan, disanitasi, dipelihara, dan tidak terjadi pencemaran silang diantara
produk ataupun pencemaran dari bangunan.
Tersedia fasilitas umum seperti penerangan, ventilasi dan pengatur suhu,
penyimpanan, penyiapan pangan, sanitasi, tempat ibadah yang berfungsi dengan baik
dan dijaga kebersihannya.
c. Tata Ruang Sarana Ritel
Bangunan, peralatan dan fasilitas sarana ritel ditata, dirancang dan dibangun untuk
menjamin
Pencegahan pencemaran oleh bahan biologi, kimia, dan fisika
Kemudahan pemeliharaan, pembersihan dan disinfeksi, serta mengurangi pencemaran
udara
Permukaan bahan kuat atau tahan lama, tidak mudah pecah, mudah dipelihara dan
dibersihkan, dan tidak beracun.
Ketersediaan fasilitas pengatur suhu, kelembaban, dsb
Pencegahan masuk dan bersarangnya hama
Meminimalkan risiko rusak atau tercemarnya pangan oleh konsumen
d. Akses Keluar
Dijaga agar tidak menjadi jalan masuk hama
Jendela dan daun pintu dibuka untuk ventilasi dan tetap mencegah masuknya hama.
e. Peralatan
Peralatan untuk pemajangan pangan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan
peralatan yang dapat dibersihkan di tempat di rancang dengan baik.
Tata letak peralatan, memudahkan perawatan, pembersihan, dan pencucian berfungsi
sesuai dengan tujuan kegunaan, dan diletakkan sesuai dengan aliran pangan.
Jenis peralatan, sesuai dengan jenis pangan yang disimpan, dan dijual.
Pengawasan dan pemantauan peralatan diterapkan sesuai persyaratan yang
ditetapkan dan menjamin pencegahan cemaran miroba atau toksin dan dapat
mempertahankan kemanan dan mutu pangan.
45
o Sanitasi pada bak ketiga dengan perendaman dalam air suhu 77°C selama 2 menit
atau menggunakan klorin 100 – 200 mg/mL pada suhu 45°C selama 2 menit atau
dengan larutan amonium kuarterner 200 mg/l pada suhu 45°C atau dengan larutan
Iod 25 mg/l pada suhu 45°C selama 2 menit
o Pengeringan alat
c. Pemeliharaan
Pemeliharaan pada talenan, alat pemotong, alat pemanas dan pendingin, termometer, alat
penyaring udara (kasa).
5. Penyimpanan Pangan
Terdapat pengaturan mengenai pengendalian penyimpanan pangan, penyimpanan pangan
kering, penyimpanan dingin, sarana penyimpanan pangan (daging unggas, ikan, telur, daging,
produk susu, buah dan kacang – kacangan, sayuran pangan beku), penyimpanan kering,
penyimpanan pangan mengandung babi, penyimpanan minuman beralkohol.
46
pangan mengandung babi, pangan iradiasi, dan produk pangan rekayasa genetika),
meminimalkan kontaminasi konsumen, tata cara dan penyerahan pangan kepada konsumen.
9. Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Kimia Beracun (zat pembersih dan sanitasi, pestisida)
untuk pemeliharaan sarana ritel pangan
Terdapat pedoman mengenai penyimpanan bahan kimia beracun, ketersediaan dan
penggunaan bahan kimia beracun, persyaratan bahan kimia (bahan sanitasi, bahan – bahan
kimia untuk mencuci buah dan sayuran, bahan tambahan pemanas air, bahan pengering,
pelumas, pestisida, obat – obatan, perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan/P3K,
benda milik pribadi).
Pangan IRT adalah pangan olahan hasil produksi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) yang
diedarkan dalam kemasan eceran dan berlabel. Industri Rumah Tangga (IRT) adalah perusahaan
yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga
semi otomatis. Cara Produksi Pangan Yang Baik adalah pedoman untuk memproduksi pangan yang
bermutu, aman, dan layak untuk dikonsumsi. Aspek – aspek CPPRB –IRT meliputi:
1. Lingkungan Produksi
Lingkungan produksi bebas dari cemaran, sarang hama, serangga, binatang pengerat, dan tidak
berada di dekat tempat pembuangan sampah serta selalu menjaga lingkungan tetap bersih.
2. Bangunan dan Fasilitas IRT
Terdapat pengaturan mengenai ruang produksi yang meliputi desain dan tata letak, lantai,
dinding, langit – langit, pintu, jendela, lubang angin, kelengkapan produksi, tempat
penyimpanan.
3. Peralatan produksi
Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan didesain, dikonstruksi dan diletakkan
sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan.
47
4. Suplai air
Air yang digunakan untuk produksi harus cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih
dan atau air minum.
5. Fasilitas dan kegiatan higene dan sanitasi
6. Pengendalian Hama
7. Kesehatan dan Higiene Karyawan
8. Pengendalian Proses
9. Label Pangan
10. Penyimpanan
11. Penanggung Jawab
12. Penarikan Produk
13. Pencatatan dan Dokumentasi
14. Pelatihan Karyawan
Tata cara pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
a. Penerimaan pengajuan permohonan SPP-IRT oleh bupati /walikota (Dinas Kesehatan
Kabupaten /Kota) dan dievaluasi kelengkapan serta keseuaiannya.
b. Penyelenggaraan penyuluhan keamanan pangan
c. Pemeriksaan sarana produksi pangan industri rumah tangga
d. Pemberian nomor P-IRT, minimal terdiri dari 15 digit P-IRT No. 1234567890123-45
Digit ke-1 : kode jenis kemasan
Digit ke-2, 3 : nomor urut jenis pangan IRTP
Digit ke- 4,5,6, 7 : kode propinsi dan kabupaten/kotaDigit ke-8,9 : no urut pangan IRTP yang
telah memperoleh SPP-IRT
Digit ke- 10,11,12,13 : no urut IRTP di Kab/Kota ybs
Digit ke-14,15 : tahun berakhir masa berlaku
SPP-IRT berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. No P-IRT diberikan
untuk 1 (satu) jenis pangan IRT.
Pencabutan No P-IRT dilakukan jika pemilik dan atau penanggungjawab perusahaan melakukan
pelanggaran terhadap peraturan yg berlaku, pangan terbukti sebagai penyebab kejadian luar biasa
(KLB) keracunan pangan, pangan mengandung bahan berbahaya, dan sarana terbukti tidak sesuai
dengan kriteria IRTP
48
Sampling dilakukan pada komoditi obat / produk terapetik, narkotik psikotropik dan zat adiktif
(NAPZA), kosmetik, obat tradisional, komplemen, pangan (MD, ML, dan PIRT), kemasan pangan,
rokok, jajanan anak sekolah.
Metodologi sampling obat terdiri atas acak random dan targeted. Sampling acak / random untuk
memenuhi keterwakilan produk yang beredar. Penentuan kategori sampel dilakukan melalui
pendekatan analisis risiko dengan tingkat kekritisan lebih tinggi mendapat proporsi sampel yang
lebih besar, biasanya digunakan untuk obat non e-katalog. Sampling tertentu / targeted dilakukan
melalui pendekatan analisis risiko dengan prinsip purposive / targeted, biasanya digunakan untuk
sampling obat e-katalog. Tempat sampling obat publik di sarana pemerintah (rumah sakit dan
puskesmas pemerintah) dan sampling obat swasta di apotek, klinik, toko obat.
Sampling untuk komoditi lain seperti kosmetik disampling di toko kosmetik, klinik kecantikan /
salon, toko modern, dan media online. Sampling pangan di toko modern dan pasar tradisional.
Sampling obat tradisional di apotek, toko obat, swalayan, klinik akupuntur, dll. Sampling jajanan
anak sekolah di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, kantin sekolah, dll. Sampling rokok di
toko modern.
4.1.9 Penandaan
1. Penandaan Obat
Penandaan obat adalah keterangan lengkap khasiat, keamanan, cara penggunaan, serta
informasi lain yang perlu dicantumkan pada etiket, brosur dan kemasan primer & sekunder
yang disertakan pada obat jadi berupa tulisan, gambar, kombinasi tulisan & gambar atau bentuk
lain yang disertakan/dimasukkan pada kemasan, ditempelkan atau merupakan bagian dari
wadah dan atau kemasan. Penandaan terdiri atas penandaan umum dan khusus. Informasi yang
terdapat dalam penandaan umum meliputi nama obat jadi, bentuk sediaan, bobot
netto/volume/isi, komposisi, dosis, nama industri farmasi, alamat industri farmasi, nomor
pendaftaran, nomor bets dan lot, tanggal kadaluwarsa, cara penggunaan, cara
kerja/farmakologi, efek samping, indikasi, kontra indikasi, interaksi obat, tanda khusus, tanda
peringatan, cara penyimpanan, HET (harga eceran tertinggi).
Penulisan nomor izin edar obat, contoh GKL0708513910A1
Keterangan:
Digit ke 1 : Nama obat jadi D: Nama Dagang, G: Generik
Digit ke 2 : Golongan obat N: Narkotika, P: Psikotropika, K: Obat Keras, T: Obat
Bebas Terbatas, B: Obat Bebas
Digit ke 3 : Jenis produksi I: Impor, E: Ekspor, L: Lokal, X: Keperluan khusus, J:
Terjangkau (KF), S: Siaga
Digit 4,5 : Tahun persetujuan
Digit 6,7,8 : Nomor urut pabrik
Digit 9,10,11 : Nomor urut obat jadi yang disetujui untuk masing – masing industri
farmasi
Digit 12,13 : Bentuk sediaan
Digit 14 : Kekuatan sediaan
Digit 15 : Perbedaan jenis kemasan
49
Informasi pada penandaan khusus pada obat meliputi tanda penggolongan obat pada etiket
wadah dan bungkus luar seperti.
Generik
Berlogo
Penandaan khusus lainnya adalah adalah tanda peringatan pada obat bebas terbatas, kadar alkohol,
logo halal, penandaan produk bersumber babi atau bersinggungan dengan babi. Penandaan
minimal pada kemasan obat terdapat pada Peraturan Kepala BPOM RI No HK.03.1.23.10.11.08481
tahun 2011 tentang Kriteria Tata Laksana Registrasi Obat.
Tabel 4.2 Informasi Minimal Penandaan yang Tercantum dalam Kemasan Primer Obat
Etiket
Informasi yang harus Bungkus Catch Cover Etiket/ Blister
No Ampul
dicantumkan Luar / Amplop Label /Strip
/Vial
1 Nama Obat √ √ √ √ √
2 Bentuk sediaan √ √ √ - √d
3 Besar kemasan (unit √ √ √ - √
Nama dan kekuatan zat
4 √ √ √ √ √c
aktif
50
Nama dan alamat
5 √ √ √ √c √e
pendaftar
Nama dan alamat
6 √ √ √ √c √
produsen
7 Nama dan alamat lisensi √ √ √ √c -
8 Cara Pemberian √ √ √ - √
9 Nomor izin edar √ √ √ √ √
10 Nomor bets √ √ √ √ √
11 Tanggal produksi √ √ - - -
12 Natas kedawularsa √a √ √ √ √
13 Indikasi √a √ √b - -
14 Posology √b √ √b - -
15 Kontraindikasi √b √ √b - -
16 Efek samping √b √ √b - -
17 Interaksi obat √b √ √b - -
18 Peringatan – perhatian √b √ √b - -
Peringatan Khusus
Harus dengan resep
√ V v v V
dokter
Tanda peringatan (P.No 1
√ V v - -
19 – P. No 6)
Kotak peringatan √ V v - -
Bersumber
√ V v - V
babi/bersinggunan
Kandungan alcohol √ V v - V
20 Cara penyimpanan √ √ √ - -
Penandaan Khusus
Harga eceran tertinggi
√ v v v vd
(HET)
21 Logo golongan obat
keras/bebas √ v v - -
terbatas/bebas
Logo generik √ v vd v V
Keterangan :
a : harus dicantumkan untuk obat bebas dan bebas terbatas, obat keras dapat merujuk pada
informasi produk untuk pasien
b : informasi dapat informasi produk untuk pasien
c : dicantumkan nama pendaftar/nama produsen / nama pemberi lisensi
d : dikecualikan untuk ampul atau vial kurang dari 10 mL
e : hanya nama negara
51
2. Penandaan Obat Tradisional
Penandaan obat tradisional adalah keterangan yang lengkap mengenai khasiat, keamanan dan
cara penggunaan serta informasi lain pada etiket dan atau brosur yang disertakan pada obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dan pada pembungkus. penandaan obat
tradisional dalam negeri, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus menggunakan bahasa
Indonesia, penandaan obat tradisional impor harus menggunakan bahasa Indonesia disamping
bahasa aslinya.
3. Penandaan Kosmetik
Penandaan adalah informasi mengenai kosmetik berupa gambar, tulisan, kombinasi keduanya,
atau bentuk lain yang disertakan pada kosmetik, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau
merupakan bagian kemasan, serta yang dicetak langsung pada produk kosmetik.
Penandaan kosmetik lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan. Penandaan dibuat tidak mudah
lepas, luntur, dan rusak dari kemasannya. Penandaan harus mencantumkan informasi, paling
sedikit sebagai berikut :
Nama kosmetik
Kemanfaatan/kegunaan
Cara penggunaan
Komposisi
Nama dan negara produsen
Nama dan alamat lengkap pemohon notifikasi
Nomor bets
Ukuran, isi, atau berat bersih
Tanggal kedawularsa
Nomor notifikasi
C A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Keterangan :
C : Kosmetik
A : Kode Benua
Angka 1 – 11 : Kode negara, tahun notifikasi, jenis produk, dan no urut notifikasi
Peringatan/perhatian dan keterangan lain, jika dipersyaratkan.
54
Nomor bets / kode produksi
Batas kedaluwarsa
Keterangan lain yang berkaitan dengan keamanan atau mutu atau asal bahan tertentu
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(Keputusan Kepala BPOM RI No HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan
Suplemen Makanan)
5. Pelabelan Pangan
Pangan yang diperdagangkan dan diimpor wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada
kemasan pangan yang ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia yang
memuat minimal keterangan mengenai:
Nama produk
Daftar bahan yang digunakan
Berat bersih atau isi bersih
Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor
Halal bagi yang dipersyaratkan
Tanggal dan kode produksi
Tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa
Nomor izin edar bagi Pangan Olahan
X X 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
XX : MD /ML
Asal usul bahan Pangan tertentu
(Undang – Undang RI No 18 tahun 2012 tentang Pangan)
4.1.10 Iklan
Iklan adalah keterangan atau pernyataan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang
dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan. Iklan terdapat pada
media cetak (koran, majalah, brosur, leaflet), luar ruang (spanduk, baligho, iklan dinding, video
tron), dan media elektronik (TV, radio, online). Pengawasan iklan obat, obat tradisional, kosmetik,
pangan, suplemen makan oleh BPOM. Pengawasan PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga)
dan Alat Kesehatan oleh Dinas Kesehatan.
1. Ketentuan Iklan Obat
a. Ketentuan Umum Iklan Obat
Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
Telah mendapat nomor persetujuan pendaftaran
Rancangan iklan dan nama obat telah disetujui
Bermanfaat bagi masyarakat untuk pemilihan
Tidak mendorong penggunaan berlebihan dan terus menerus
Informasi iklan obat sesuai kriteria yang ditetapkan
Obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan
Iklan obat tidak ditujukan untuk khalayak anak-anak atau menampilkan anak-anak
tanpa adanya supervisi orang dewasa atau memakai narasi suara anak - anak yang
menganjurkan penggunaan obat, tidak menggambarkan keputusan penggunaan obat
diambil oleh anak-anak.
55
Iklan obat tidak diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan
sebagai profesi kesehatan dan atau menggunakan "setting" yang beratribut profesi
kesehatan dan laboratorium. Iklan obat tidak boleh memberikan pernyataan superlatif,
komparatif tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat, tidak memberikan anjuran
dengan mengacu pada pernyataan profesi kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan
mutu obat.
Tidak memberikan anjuran mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat yang
berlebihan dan menunjukkan efek/kerja obat segera sesudah penggunaan obat.
Tidak memuat anjuran untuk mencari informasi yang tepat kepada profesi kesehatan
mengenai kondisi kesehatan tertentu.
Tidak menawarkan hadiah ataupun memberikan pernyataan garansi tentang indikasi,
kegunaan/manfaat obat
Mencantumkan spot peringatan perhatian sebagai berikut:
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER
Kecuali iklan vitamin spot peringatan perhatian sebagai berikut : BACA ATURAN PAKAI
Pencantuman informasi pada iklan obat:
- Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus media cetak), untuk media lain,
apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif, harus dengan nama INN.
- Indikasi utama obat dan informasi keamanan obat
- Nama dagang obat
- Nama industri farmasi
- Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak)
56
Tidak memuat pernyataan kesembuhan dari seseorang, anjuran atau rekomendasi dari
profesi kesehatan, peneliti, sesepuh, pakar, panutan dan lain sebagainya.
Tidak menawarkan hadiah atau memberikan pernyataan garansi tentang khasiat dan
kegunaan obat tradisonal.
Tidak menampilkan adegan, gambar, tanda, tulisan dan atau suara dan lainnya yang
dianggap kurang sopan.
Tidak mencantumkan gambar simplisia yang tidak terdapat dalam komposisi obat
tradisional yang disetujui.
Iklan yang menguraikan tentang hasil penelitian harus benar-benar berkaitan secara
langsung dengan bahan baku (simplisia) atau produknya, dan informasi tersebut
mengacu pada hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pada awal iklan dicantumkan identitas kata "JAMU”dalam lingkaran.
Pada akhir iklan mencantumkan spot peringatan BACA CARA PEMAKAIAN
Untuk media cetak harus mencantumkan nomor pendaftaran.
Dilarang menyatakan khasiat untuk mengobati atau mencegah penyakit kanker,
tuberkolosis, poliomelitis, penyakit kelamin, impotensi, tiphus, kolera, tekanan darah
tinggi, diabetes, lever dan penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
57
4. Ketentuan Iklan Pangan Olahan
Iklan pangan olahan adalah keterangan atau pernyataan mengenai pangan olahan dalam
bentuk gambar, tulisan atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran
dan atau perdagangan pangan olahan.
a. Persyaratan Umum
Informasi iklan jujur, benar dan bertanggungjawab, penyajian iklan memperhatikan
kepantasan dan sesuai dengan norma kesopanan dan budaya masyarakat, nama
dagang telah memiliki sertifikat merek apabila digunakan sebagai pesan dan/atau klaim
dalam iklan wajib disertai bukti ilmiah yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan menyatakan atau mencantumkan tulisan “Baca label sebelum membeli”.
Informasi yang dilarang dalam Iklan
o Memuat kata, pernyataan, gambar yang bermakna hiperbola yang berpeluang
untuk ditiru dan membahayakan, dapat memuat ekspresi dan/atau visualisasi
hiperbola yang selama masih memenuhi ketentuan dan tidak menyesatkan.
o Dilarang memuat kata atau kalimat seperti kata superlatif seperti “paling”, “nomor
satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama,
kecuali jika disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan; kata ”Satu-
satunya”, ”hanya”, ”cuma”, atau yang bemakna sama tidak boleh digunakan,
kecuali jika secara khas disertai dengan penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, kata “Jauh lebih…” atau “Lebih …” atau yang semakna,
kecuali apabila diperbandingkan dengan produknya sendiri; kata “Sehat”, “Cerdas”,
“Pintar” jika terkait dengan sebab dan akibat dari mengkonsumsi pangan yang
diiklankan. Kata “Aman”, “tidak berbahaya”, ”tidak mengandung risiko” atau “tidak
ada efek samping” atau yang semakna, tanpa keterangan yang lengkap.
o Dilarang diiklankan seolah-olah obat.
o Dilarang menggunakan dan/atau menampilkan pahlawan, monumen dan lambang-
lambang kenegaraan maupun tokoh-tokoh dan monumen yang telah merupakan
milik umum.
o Dilarang menggunakan kata-kata seperti penemuan baru, ajaib/keajaiban alami,
keramat, keajaiban dunia, agar lebih aktif, agar lebih berprestasi, modern, canggih.
o Dilarang menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah, statistik dan grafik apabila
bertujuan untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan
dan tak bermakna, serta tidak sesuai dengan kaidah penelitian.
o Dilarang menyebutkan teknologi pengolahan kecuali teknologi tersebut termasuk
dalam kelompok jenis pangan.
o Dilarang mengaitkan atau menghubungkan dengan suatu event/ peristiwa/
kegiatan, dimana karena mengkonsumsi pangan tersebut seseorang meraih
prestasi, atau berhasil keluar sebagai pemenang dalam kegiatan tersebut.
o Dilarang mengambil kesempatan/keuntungan terhadap kesalahan orang lain untuk
kepentingan periklanan pangan.
o Dilarang mencantumkan pangan dapat menyehatkan dan memulihkan kesehatan.
o Dilarang memuat keterangan atau pernyataan pangan adalah sumber energi yang
unggul dan segera memberikan kekuatan.
o Tidak dihubungkan dengan hal-hal yang menyangkut kesehatan dan pemulihan
tenaga, kecuali pangan dengan klaim penurunan risiko penyakit.
58
o Dilarang melecehkan, mendiskreditkan atau merendahkan baik secara langsung
maupun tidak langsung pangan lain.
o Dilarang menampilkan dalam bentuk apapun hal-hal yang dianggap dapat
mengganggu atau merusak jasmani dan rohani anak-anak.
o Penggunaan pendekatan fantasi atau imajinasi tidak boleh dibuat sedemikian rupa,
sehingga mendorong anak untuk mempercayainya sebagai suatu kebenaran.
59
Materi iklan yang dilarang :
o Merangsang atau menyarankan untuk merokok
o Menggambarkan atau menyarankan merokok memberikan manfaat bagi kesehatan
o Memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan atau gabungan
keduanya, bungkus rokok, rokok atau orang sedang merokok atau mengarah pada
orang yang sedang merokok
o Ditujukan atau menampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan atau gabungan
keduanya, anak, remaja, atau wanita hamil mencantumkan nama produk yang
bersangkutan adalah rokok
o Bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Iklan rokok pada media elektronik, media cetak dan media luar ruang mencantumkan
peringatan bahaya merokok bagi kesehatan.
Pencantuman peringatan ditulis dengan huruf yang jelas sehingga mudah dibaca, dan
dalam ukuran yang proporsional disesuaikan dengan ukuran iklan tersebut.
Dilarang promosi dengan memberikan secara cuma-cuma atau hadiah berupa rokok atau
produk lainnya dimana dicantumkan bahwa merek dagang tersebut merupakan rokok.
Kegiatan sponsor dalam rangka iklan dan promosi memasukkan rokok dilakukan dengan
tetap mengikuti ketentuan periklanan dan Promosi.
(Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan)
Ruang lingkup tindak pidana di bidang obat dan makanan adalah kasus pelanggaran perundangan
di bidang terapetik, produk biologi, narkotik, psikotropika, prekursor, zat adiktif, makanan
minuman, obat tradisional, kosmetik, alat kesehatan, bahan berbahaya, dan produk komplemen
yang diancam dengan sanksi pidana.
Penyidikan obat dilakukan karena memproduksi dan/atau mengedarkan obat tidak memenuhi
standar dan persyaratan (obat palsu), memproduksi dan/atau mengedarkan obat tanpa izin edar,
menyimpan dan/atau memproduksi, dan/atau mengedarkan obat keras di sarana tidak berwenang.
60
Penyidikan makanan dilakukan karena mengedarkan pangan kedawularsa, memproduksi dan/atau
mengedarkan pangan mengandung bahan berbahaya, memproduksi dan/atau mengimpor,
dan/atau mengedarkan pangan tanpa izin edar.
Penyidikan obat dan makanan di BPOM dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). PPNS
adalah pejabat pegawai negeri sipil yg diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan tindak pidana sesuai undang-undang dan dalam pelaksanaan tugasnya
berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI.
Dalam Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor 02001/1/SK/KBPOM tanggal 26 Februari 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan tugas pokok PPNS adalah
melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di
bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik,
produk komplemen dan makanan, serta produk sejenis lainnya.
Fungsi PPNS adalah penyusunan rencana dan program, pelaksanaan, evaluasi, dan penyusunan
penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. Adapun wewenang PPNS BPOM UU RI Nomor 8
tahun 1981 tentang KUHAP pasal 7 ayat (2) serta Undang - Undang RI No 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan Pasal 189 ayat (2) adalah:
1. Pemeriksaan kebenaran laporan dan keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan
2. Pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang kesehatan
3. Permintaan keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum yang berhubungan
dengan tindak pidana di bidang kesehatan
4. Pemeriksaan surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang kesehatan
5. Pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
kesehatan
6. Permintaan bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan
7. Penghentian penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana di bidang
kesehatan
Langkah – langkah Pro justisia berdasarkan petunjuk teknis penyidikan PPNS BPOM adalah sebagai
berikut:
Pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP)
Penggeledahan dan Penyitaan barang bukti
Hasil pemeriksaan TKP, penggeledahan, dan penyitaan barang dituangkan dalam berita acara
(BA).
Permintaan persetujuan / penetapan kepada Pengadilan Negeri setempat atas tindakan
penggeledahan dan penyitaan
61
Penyisihan barang bukti untuk pengujian secara laboratorium kemudian dituangkan dalam
berita acara (BA) bila diperlukan.
Melaksanakan gelar perkara pelanggaran tindak pidana, bila diperlukan.
Pembuatan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada jaksa Penuntut Umum
melalui penyidik polri.
Pemanggilan dan pemeriksaan saksi dan ahli kemudian dituangkan dalam berita acara (BA).
Pemanggilan dan pemeriksaan tersangka kemudian dituangkan dalam berita acara (BA).
Pelaksanaan tindakan lain sesuai ketentuan KUHAP.
Penyeleseian administrasi penyidikan menjadi berkas perkara.
Penyerahan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum melalui penyidik Polri untuk diteliti
kelengkapannya.
Pelaksanaan koordinasi fungsional kepada penyidik Polri dan jaksa penuntut umum untuk
melengkapi Berkas Perkara, sesuai petunjuk jaksa penuntut umum (P18 ), (P19) sampai berkas
perkara dinyatakan lengkap (P21).
Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum.
Menghadiri sidang perkara di Pengadilan negeri setempat sebagai saksi petugas atau ahli.
62
Ventilasi dan penerangan ruangan
Peralatan sanitasi dan higiene
Penyimpanan obat yang memadai
Penyimpanan khusus narkotik dan psikotropik
Ruang peracikan
Timbangan
Kepemilikan alat pemadam kebakaran
3. Pengadaan
Pengadaan dari sumber resmi
Legalitas surat pesanan (tanda tangan APA, nama jelas, no SK/SP, dan stempel apotek)
Arsip surat pemesanan
Arsip faktur atau surat penyerahan barang
4. Penerimaan dan penyimpanan
Penandatanganan faktur pembelian saat barang diterima
Pemeriksaan barang ketika penerimaan barang (nomor izin edar, nomor bets, tanggal
kedawularsa, kebenaran kemasan, mutu produk secara fisik
Pencatatan penerimaan barang pada kartu stok dan catatan penerimaan
Pengeluaran barang berdasarkan sistem first in / first exp first out
Penyimpanan obat sesuai kondisi penyimpanan obat
Penyimpanan vaksin /CCP sesuai dengan persyaratan penandaan dan terdapat
pemantauan suhu minimal 3 kali sehari
Penyimpanan vaksin dilengkapi dengan generator otomatis yang berfungsi baik dan
dilakukan pemantauan
Pemisahan penyimpanan obat kedawularsa, kerusakan kemasan dan tutup, kontaminasi,
yang akan dimusnahkan
Kesesuaian jumlah kartu stok dengan jumlah fisik
5. Penyaluran
Legalitas
penyaluran obat keras selain DOWA (sesuai resep)
Pengarsipan resep
Pengontrolan penyaluran obat
Fasilitas konsultasi komunikasi, informasi, dan edukasi pada pasien
Penyaluran legalitas obat
6. Penanganan produk kembalian dan kedawularsa
Penghentian penjualan obat ketika mendapat informasi recall dari distributor
Pengembalian obat ke distributor beserta faktur
Pemisahan penyimpanan obat kedawularsa dengan obat layak jual
7. Pemusnahan
Pelaksanaan pemusnahan
Pelaporan perencanaan dan pelaksanaan pemusnahan kepada instansi berwenang
Pembuatan berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh pelaksana pemusnahan
dan saksi dari instansi berwenang
63
Dari hasil pemeriksaan, apotek di Kota Bandung tidak memenuhi ketentuan karena terdapat
parameter kritis yang tidak memenuhi ketentuan diantaranya pengadaan bukan dari sumber resmi
karena pengadaan apotek berasal dari apotek jaringan lain, tenaga teknis kefarmasian tidak
menunjukkan surat pesanan yang ditandatangani oleh APA yang mencantumkan nama jelas, nomor
SIP/SIK, dan stempel apotek, selain itu tidak terdapat faktur atau Surat Penyerahan Barang (SPB)
hanya terdapat struk pembelian barang. Peraturan ini terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan
no 9 tentang Apotek tahun 2017 pasal 24 yaitu pengadaan obat dan atau bahan obat di apotek
menggunakan surat pesanan yang mencantumkan SIA dan surat pesanan ditandatangani APA
dengan mencantumkan SIPA.
Selain itu karena tenaga teknis kefarmasian tidak dapat menunjukkan Surat Izin Apotek (SIA) dan
Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) sehingga tidak dapat ditentukan kelegalan Apoteker Pengelola
Apotek (APA) atau Apoteker Pendamping dan Pemilik Sarana Apotek (PSA) sesuai izin. Peraturan ini
terdapat pada Permenkes No 9 tahun 2017 tentang Apotek Pasal 11 yaitu apoteker dan tenaga
kefarmasian wajib memilki surat izin praktek untuk apoteker yaitu Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
dan untuk tenaga teknis kefarmasian yaitu Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK).
Pada pasal 12 apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) dari menteri yang berlaku tiap 5 tahun.
Selain itu terdapat parameter mayor yang tidak memenuhi ketentuan diantaranya adalaha tidak
terdapat buku standar dan peraturan perundang – undangan (Farmakope, Undang – Undang
Psikotropik, Narkotik, kesehatan, dan peraturan perundang – undangan di bidang obat dan apotek).
Hal ini terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan No 9 tahun 2017 tentang Apotek pada Form
pemeriksaan Apotek.
Selain itu tidak terdapat pencatatan dan pelaporan tidak didokumentasikan dengan baik. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan No 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
tentang pencatatan dan pelaporan, pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur),
penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan
yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan
lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya.
Parameter minor yang tidak memenuhi ketentuan meliputi kebersihan, sanitasi dan higiene kurang
dijaga dengan baik. Pemeriksaan ini terdapat pada form pemeriksaan apotek pada Peraturan
Menteri Kesehatan no 9 tahun 2017 tentang Apotek pada pemeriksaan prasarana apotek.
64
BAB 5
KESIMPULAN
BBPOM Bandung adalah Unit Pelaksana Teknis BPOM yang cakupan wilayah kerjanya adalah
wilayah administratif Jawa Barat. Struktur organisasi BBPOM Bandung terdiri atas Kepala BBPOM
Bandung, 5 bidang, sub bagian tata usaha, pejabat fungsional, pengawas ahli, dan pengawas
terampil umum. 5 bidang di BBPOM Bandung terdiri atas:
a) Bidang pengujian produk terapetik, narkotik, obat tradisional, kosmetik, dan produk
komplemen
b) Bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya
c) Bidang pengujian mikrobiologi
d) Bidang pengujian pemeriksaan dan penyidikan
e) Bidang sertifikasi dan layanan informasi konsumen
Bidang pemeriksaan dan penyidikan terdiri atas dua seksi yaitu seksi pemeriksaan dan seksi
penyidikan. Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan setempat, pengambilan
contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik, narkotika,
psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan
berbahaya.
Seksi penyidikan mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di
bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik,
produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.
65
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Presiden No 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan,
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen BPOM termasuk Lembaga
Pemerintah Non Departemen
Keputusan Kepala Badan POM No. 05018/SK/KBPOM/2001 dan perubahan terakhir dengan
Peraturan Kepala Badan POM No. 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No: 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan
Keputusan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik
Peraturan Presiden No 3 tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden No 103
tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan, Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen, BPOM termasuk Lembaga Pemerintah Non Kementrian
Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.21.3592 tahun 2007 tentang Perubahan Kedua Atas
Keputusan Kepala BPOM No. 05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM
Peraturan Kepala BPOM RI No. 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT di Lingkungan
BPOM
Peraturan Kepala BPOM No HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik
Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.12.10.11983 tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara
Pengajuan Notifikasi Kosmetik
66
Peraturan Menteri Perindustrian RI No.75/M-IND/PER/7/2010 Tentang Pedoman Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik /CPPOB (Good Manufacturing)
Peraturan Kepala BPOM RI No HK.03.1.23.12.11.105569 tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel
Pangan yang Baik
Peraturan Kepala BPOM RI HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 Tentang Produksi Pangan yang Baik
untuk Industri Rumah Tangga
Peraturan Kepala BPOM RI No HK.03.1.23.04.12.2207 tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga
Peraturan Kepala BPOM No. HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik
untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT)
Peraturan Kepala BPOM RI No 2 tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengawasan Periklanan
Pangan Olahan
Permenkes No 6 tahun 2012 tentang industri dan usaha obat tradisional, Permenkes No 7 tahun
2012 tentang registrasi obat tradisional
67