Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BBPOM) BANDUNG
PERIODE 3 APRIL – 27 APRIL 2017

Disusun Oleh :
90716034
Tuti Susilawati, S.Farm

PROGRAM STUDI
PROFESI APOTEKER

SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penyusun
dapat menyeleseikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
(Pemdik) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Bandung pada periode 3 April – 27
April 2017.

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) disusun sebagai salah satu tugas Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Bandung yang harus
dipenuhi sebagai mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) di Sekolah Farmasi Institut
Teknologi Bandung untuk mendapatkan gelar apoteker. Selama pelaksanaan PKPA di Bidang
Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Bandung penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dra. Eriza Pahlewi, Apt. sebagai pembimbing (koordinator mahasiswa PKPA) di Bidang
Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Bandung dan sebagai Koordinator Pemeriksaan Obat
Tradisional, Kosmetik, dan Komplemen yang telah menerima penyusun untuk melaksanakan
PKPA, memberikan ilmu, dan membimbing penyusun selama PKPA di bidang Pemeriksaan dan
Penyidikan BBPOM Bandung.
2. Dra. Della Triatmani, Apt. sebagai kepala bidang Pemeriksaan dan Penyidikan yang telah
menerima penyusun melaksanakan PKPA dan membimbing selama PKPA di bidang
Pemeriksaan dan Penyidikan.
3. Dr. Ilma Nugrahani sebagai pembimbing PKPA dari Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) ITB
yang telah memberikan bimbingan PKPA di Bidang Pemerintahan (BPOM / BBPOM).
4. Seluruh pegawai di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan BBPOM Bandung yang telah
memberikan ilmu dan berbagi pengalaman mengenai pemeriksaan dan penyidikan obat dan
makanan.
5. Sofiyani Chandrawati, M.Si, Apt. sebagai koordinator PKPA di BBPOM Bandung yang telah
menerima PKPA di BBPOM Bandung, memberikan ilmu, dan berbagi pengalaman mengenai
BBPOM Bandung.
6. Seluruh Kepala Bidang BBPOM Bandung dan seluruh pemateri tour lab yang telah memberikan
ilmu dan berbagi pengalaman mengenai pekerjaan di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan,
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen, Bidang Pengujian Terapetik, Narkotik,
Obat Tradisional, Kosmetik, Komplemen (Teranokoko), Pengujian Mikrobiologi, serta Bidang
Pangan dan Bahan Berbahaya.
7. Orang tua penyusun yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penyusun sehingga
dapat melaksanakan PKPA dan menyeleseikan laporan di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung.
8. Semua pihak yang telah memberikan kelancaran penyusun dalam pelaksanaan PKPA di Bidang
Pemeriksaan dan Penyidikan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Bandung.

Semoga pelaksanaan PKPA dan laporan PKPA di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan memberikan
manfaat dan pengalaman khususnya bagi penyusun untuk menjadi seorang apoteker ketika
melakukan praktek kerja di pemerintahan.

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. iv
BAB
1 PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
2 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) ...................................................... 3
2.1 Kedudukan BPOM.................................................................................................... 3
2.2 Tugas, Fungsi, dan Kewenangan BPOM .................................................................. 3
2.3 Susunan Organisasi BPOM ...................................................................................... 4
2.4 Visi dan Misi BPOM ................................................................................................. 9
2.5 Budaya Organisasi BPOM ........................................................................................ 10
3 BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BBPOM) BANDUNG .......................... 11
3.1 Kedudukan dan Wilayah Kerja BBPOM Bandung ................................................... 11
3.2 Tugas dan Fungsi BBPOM Bandung ........................................................................ 11
3.3 Struktur Organisasi BBPOM Bandung ..................................................................... 12
3.3.1 Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetik,
dan Produk Komplemen (Bidang Teranokoko) ........................................... 13
3.3.2 Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya ........................................ 13
3.3.3 Bidang Pengujian Mikrobiologi .................................................................... 15
3.3.4 Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan ........................................................... 16
3.3.4 Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen .................................. 17
3.4 Sistem Mutu di BBPOM Bandung ............................................................................ 18
4 BIDANG PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN ....................................................................... 19
4.1 Seksi Pemeriksaan .................................................................................................... 19
4.1.1 Pemeriksaan Sarana Produksi Obat .............................................................. 19
4.1.2 Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat ............................................................. 25
4.1.3 Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional ............................................ 30
4.1.4 Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetik ....................................................... 35
4.1.5 Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan .......................................................... 41
4.1.6 Pemeriksaan Sarana Distribusi Pangan (MD/ML) ......................................... 44
4.1.7 Pemeriksaan Pangan-Industri Rumah Tangga (P-IRT) ................................... 47
4.1.8 Sampling di BBPOM ....................................................................................... 48
4.1.9 Pemeriksaan Penandaan ............................................................................... 49
4.1.10 Pemeriksaan Iklan ......................................................................................... 55
4.2 Seksi Penyidikan ....................................................................................................... 60
4.3 Pemeriksaan Lapangan............................................................................................. 62
5 KESIMPULAN..................................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 66

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
4.1 Kualifikasi dan Wewenang Inspektur ............................................................................. 24
4.2 Penandaan Khusus Penggolongan Obat......................................................................... 50
4.3 Informasi Minimal Penandaan yang Tercantum dalam Kemasan Primer Obat ............. 50
4.4 Penandaan Khusus Obat ................................................................................................ 52

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Struktur Organisasi BPOM .............................................................................................. 9
3.1 Struktur Organisasi BBPOM Bandung ............................................................................ 12
4.1 Metode Pencucian Peralatan dengan Tiga Bak .............................................................. 46

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

Pada dewasa ini perkembangan teknologi memicu perkembangan produksi obat dan makanan serta
dengan adanya pasar bebas produk obat dan makanan dapat mudah diimpor dan beredar di
Indonesia. Selain itu banyaknya pelanggaran yang dilakukan produsen seperti pembuatan dan
peredaran obat palsu (tidak memenuhi syarat), produksi pangan yang mengandung bahan
berbahaya, produksi kosmetik yang mengandung bahan yang dilarang, obat tradisional yang
mengandung bahan kimia obat, iklan obat dan makanan yang menyesatkan, dsb. Dengan demikian
perlu adanya regulasi dan pengawasan obat dan makanan sebelum dan sesudah beredar di
masyarakat.

Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) terdiri atas tiga subsistem yaitu sistem
pengawasan produsen, konsumen, dan pemerintah.
a. Sub-sistem Pengawasan Produsen
Sistem pengawasan oleh produsen dilakukan dengan pelaksanaan cara produksi yang baik atau
good manufacturing practices agar menghasilkan produk yang bermutu dan layak dikonsumsi
dan setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Apabila terjadi
penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen
dikenakan sanksi, baik administratif maupun pro-justisia.
b. Sub-sistem Pengawasan Konsumen
Sistem pengawasan oleh konsumen dilakukan melalui peningkatan kesadaran dan
pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara penggunaan produk yang
rasional. Pengawasan oleh masyarakat sangat penting karena masyarakat yang mengambil
keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan
tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, dapat menjaga
terhadap penggunaan produk yang tidak memenuhi syarat.
c. Sub-sistem Pengawasan Pemerintah/BPOM
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi, penilaian
keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum beredar di Indonesia, inspeksi, pengambilan
sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang
didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat
konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah melaksanakan
kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. (PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian).

Berdasarkan pekerjaan kefarmasian, apoteker mempunyai peran dalam pengamanan sediaan


farmasi dan pelayanan informasi obat sehingga apoteker berperan dalam regulasi obat dan

1
makanan agar obat dan makanan yang beredar di masyarakat aman dan bermutu sesuai tujuan
penggunaannya. Selain itu sebagai apoteker perlu mengetahui mengenai regulasi obat dan
makanan dimulai dari registrasi, cara produksi obat dan makanan yang baik, cara distribusi obat dan
makanan yang baik, pengawasan peredaran obat dan makanan, pengawasan iklan obat dan
makanan, dsb.

Oleh karena itu sebagai mahasiswa calon apoteker perlu melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di bidang pemerintahan (regulasi) agar dapat mengetahui regulasi obat dan
makanan, penerapan peraturan mengenai obat dan makanan, dan pengawasan obat dan makanan.
Dengan demikian Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) Sekolah Farmasi Institut Teknologi
Bandung bekerja sama dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan untuk melaksanakan
kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan.

Setelah pelaksanaan kegiatan PKPA di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, mahasiswa PSPA
diharapkan dapat mengetahui dan menerapkan regulasi mengenai obat dan makanan dengan baik
ketika melakukan praktek kefarmasian.

2
BAB 2
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM)

2.1 Kedudukan BPOM


Berdasarkan Keputusan Presiden No 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan, Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, BPOM
termasuk Lembaga Pemerintah Non Departemen. Selanjutnya pada tahun 2013 terdapat Peraturan
Presiden No 3 tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden No 103 tahun 2001
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan, Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen, BPOM termasuk Lembaga Pemerintah Non Kementrian.

Berdasarkan Peraturan Presiden yang terakhir yaitu Peraturan Presiden No 3 tahun 2013, BPOM
adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertugas melaksanakan
pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. BPOM melakukan
koordinasi dengan menteri kesehatan dan kesejahtraan sosial seperti koordinasi perumusan
kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah serta penyeleseian permasalahan dalam
pelaksanaan kebijakan.

2.2 Tugas, Fungsi, dan Kewenangan BPOM


BPOM memiliki tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan
tugasnya, BPOM menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan
3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM
4. Pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah
dan masyarakat di bidang pengawasan obat dan makanan.
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum,
ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum,
persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Adapun kewenangan BPOM adalah sebagai berikut:


1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan.
2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk mendukung
pembangunan secara makro.
3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan.
4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) untuk makanan dan
penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan.
5. Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan, dan pengawasan tanaman obat.
(Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No : 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan).

3
2.3 Susunan Organisasi BPOM
Susunan organisasi BPOM terdiri atas :
1. Kepala
Kepala BPOM memiliki tugas memimpin BPOM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan
tugas BPOM, menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas BPOM yang menjadi tanggung
jawabnya, membina, dan melaksanakan keria sama dengan instansi dan organisasi lain.

2. Sekretaris Utama
Sekretariat utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan,
pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan BPOM.
Sekretaris utama terdiri atas:
a. Biro Perencanaan dan Keuangan
Biro ini bertugas melaksanakan koordinasi perumusan rencana strategis dan
pengembangan organisasi, penyusunan program dan anggaran keuangan, evaluasi, dan
pelaporan. Biro perencanaan dan keuangan terdiri atas bagian rencana strategis dan
organisasi, bagian program dan anggaran, bagian keuangan, bagian evaluasi dan pelaporan.
b. Biro Kerjasama Luar Negeri
Biro ini bertugas melaksanakan koordinasi kegiatan kerjasama internasional yang berkaitan
dengan tugas BPOM. Biro kerjasama luar negeri terdiri atas bagian kerjasama bilateral dan
multilateral, kerjasama regional, dan kerjasama organisasi internasional.
c. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat
Biro ini bertugas melaksanakan koordinasi kegiatan penyusunan rancangan peraturan
perundang-undangan, bantuan hukum, layanan pengaduan konsumen dan hubungan
masyarakat. Biro hukum dan hubungan masyarakat terdiri atas bagian peraturan
perundang – undangan, bantuan hukum, pengaduan konsumen, dan hubungan
masyarakat.
d. Biro Umum
Biro ini bertugas melaksanakan koordinasi urusan ketatausahaan pimpinan, administrasi
pegawai, pengembangan pegawai, keuangan serta perlengkapan dan kerumahtanggaan.
Biro umum terdiri atas bagian tata usaha pimpinan, administrasi kepegawaian,
pengembangan pegawai, dan perlengkapan rumah tangga
e. Kelompok jabatan Fungsional.

3. Deputi Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotik, Psikotropik, dan Zat Adiktif
Deputi bidang pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
bertugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Deputi ini terdiri atas:
a. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
Direktorat ini bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang penilaian obat dan produk biologi. Direktorat ini terdiri atas
subdirektorat penilaian obat baru, subdirektorat penilaian obat copy dan produk biologi,
dan subdirektorat evaluasi produk terapetik penggunaan khusus.

4
b. Direktorat Penilaian Alat Kesehatan, Produk Diagnostik, dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga
Direktorat ini bertugas pada penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang penilaian alat kesehatan, produk diagnostik dan perbekalan kesehatan
rumah tangga. Terdiri atas subdirektorat penilaian alat kesehatan non elektromedik,
subdirektorat penilaian alat kesehatan elektromedik dan produk diagnostik, dan
subdirektorat penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga dan pestisida rumah tangga.
c. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik
Direktorat ini bertugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang pengaturan dan standardisasi produk terapetik. Terdiri atas subdirektorat
standardisasi produk terapetik I, subdirektorat standardisasi produk terapetik II dan
perbekalan kesehatan rumah tangga, dan subdirektorat bimbingan industri farmasi.
d. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk
Direktorat ini bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi produk terapetik serta sertifikasi
produk terapetik, fasilitas produksi, dan proses produksi. Terdiri atas subdirektorat
standardisasi produk terapetik I, subdirektorat standardisasi produk terapetik II dan
perbekalan kesehatan rumah tangga, dan subdirektorat analisis dan pematauan harga
obat.
e. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat aktif
Direktorat ini bertugas pada penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pengawasan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Terdiri atas
subdirektorat pengaturan narkotik, psikotropik, dan zat adiktif; subdirektorat perizinan
narkotik, psikotropik, dan zat adiktif; subdirektrorat inspeksi narkotik, psikotropik, dan zat
adiktif; dan subdirektorat pengawasan rokok dan minuman beralkohol.
f. Kelompok Jabatan fungsional.

4. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen


Deputi ini terdiri atas:
a. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik
Direktorat ini bertugas pada penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik. Terdiri atas
subdirektorat produk I, subdirektorat produk II, subdirektorat surveilan keamanan obat
tradisional, suplemen makanan, dan kosmetik.
b. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Direktorat ini bertugas pada penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pengendalian dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen. Terdiri atas subdirektorat standardisasi produk I, subdirektorat standardisasi
produk II, dan subdirektorat standardisasi sarana produksi.

5
c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Direktorat ini bertugas pada penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi serta sertifikasi obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen, fasilitas produksi dan proses produksi obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen. Terdiri atas subdirektorat inspeksi produk I,
subdirektorat inspeksi produk II, dan subdirektorat sertifikasi.
d. Direktorat Obat Asli Indonesia
Direktorat ini bertugas pada penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pengembangan obat asli Indonesia. Direktorat ini terdiri atas
subdirektorat etnofarmakognosi dan budidaya, subdirektorat keamanan dan kemanfaatan
obat asli Indonesia, subdirektorat bimbingan teknologi obat asli Indonesia, dan
subdirektorat bimbingan industri obat asli Indonesia.
e. Kelompok Jabatan Fungsional.

5. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya


Deputi ini bertugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan
pangan dan bahan berbahaya. Terdiri atas :
a. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
Direktorat ini bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang penilaian keamanan pangan. Direktorat ini terdiri atas subdirektorat
penilaian makanan dan bahan tambahan pangan, subdirektorat penilaian pangan khusus,
dan subdirektorat penilaian pangan olahan tertentu.
b. Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Direktorat ini bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk pangan. Direktorat ini terdiri atas
subdirektorat standardisasi bahan baku dan bahan tambahan pangan, subdirektorat
standardisasi pangan khusus, dan subdirektorat standardisasi pangan olahan.
c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
Direktorat ini bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang inspeksi dan sertifikasi pangan. Direktorat ini terdiri atas subdirektorat
inspeksi produksi dan peredaran produk pangan, subdirektorat inspeksi produk berlabel
halal, dan subdirektorat sertifikasi pangan.
d. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
Direktorat ini bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. Direktorat ini terdiri atas
subdirektorat surveilan dan penanggulangan keamanan pangan, subdirektorat promosi
keamanan pangan, dan subdirektorat penyuluhan makanan siap saji dan industri rumah
tangga.

6
e. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Direktorat ini bertugas dalam penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya. Terdiri atas subdirektorat
produk dan bahan berbahaya, subdirektorat pengamanan produk dan bahan berbahaya,
dan subdirektorat penyuluhan bahan berbahaya.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.

6. Inspektorat
Inspektorat dipimpin oleh inspektur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala. Inspektorat bertugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan BPOM.
Terdiri atas kelompok jabatan fungsional dan subbagian tata usaha.

7. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN)


PPOMN bertugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, alat kesehatan, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu laboratorium
pengawasan obat dan makanan.
Terdiri atas :
a. Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya
b. Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen;
c. Bidang Pangan
d. Bidang Produk Biologi
e. Bidang Mikrobiologi
f. Kelompok Jabatan Fungsional
g. Subbagian Tata Usaha

8. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan


Pusat Penyidikan Obat dan Makanan bertugas melaksanakan kegiatan penyelidikan dan
penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan,
serta produk sejenis lainnya. Terdiri atas bidang penyidikan produk terapetik dan obat
tradisional, bidang penyidikan makanan, bidang penyidikan narkotik dan psikotropika,
kelompok jabatan fungsional, subbagian tata usaha.

9. Pusat Riset Obat dan Makanan


Pusat riset bertugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan
produk terapetik. Terdiri atas bidang toksikologi, bidang keamanan pangan, bidang produk
terapetik, kelompok jabatan fungsional, dan subbagian tata usaha.

10. Pusat Informasi Obat dan Makanan


Pusat informasi obat dan makanan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang
pelayanan informasi obat, keracunan dan teknologi informasi. Terdiri atas bidang informasi

7
obat, bidang informasi keracunan, bidang teknologi informasi, kelompok jabatan fungsional,
dan subbagian tata usaha.

11. Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM


UPT BPOM adalah unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat dan
makanan di wilayah kerjanya, diatur dengan Keputusan Kepala BPOM setelah mendapat
persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur
negara. UPT BPOM berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BPOM, yang
secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administratif dibina oleh Sekretaris Utama. UPT
BPOM mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan,
yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan
berbahaya. UPT BPOM terdiri atas 2 yaitu:
a. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)
BBPOM terdapat dua tipe yaitu tipe A dan tipe B.
 BBPOM tipe A, memiliki bidang pengujian produk terapetik, narkotika, obat tradisional,
kosmetik, dan produk komplemen, bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya,
bidang pengujian mikrobiologi, bidang pemeriksaan dan penyidikan, bidang sertifikasi
dan layanan informasi konsumen, subbagian tata usaha, dan kelompok jabatan
fungsional. UPT BPOM memiliki 12 BBPOM tipe A.
 BBPOM tipe B, memiliki bidang pengujian produk terapetik, narkotika, obat tradisional,
kosmetik, dan produk komplemen, bidang pengujian pangan, bahan berbahaya dan
mikrobiologi, bidang pemeriksaan dan penyidikan, bidang sertifikasi dan layanan
informasi konsumen, subbagian tata usaha, kelompok jabatan fungsional. UPT BPOM
memiliki 7 BBPOM tipe B.
b. Balai Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM)
Balai POM terdiri atas terdiri atas dua tipe yaitu tipe A dan tipe B.
 Balai POM tipe A, memiliki seksi pengujian produk terapetik, narkotika, obat
tradisional, kosmetik, dan produk komplemen, seksi pengujian pangan dan bahan
berbahaya, seksi pengujian mikrobiologi, seksi pemeriksaan dan penyidikan, seksi
sertifikasi dan layanan informasi konsumen, subbagian tata usaha, dan kelompok
jabatan fungsional. UPT BPOM memiliki 7 Balai POM tipe A.
 Balai POM tipe B, terdiri atas seksi pengujian produk terapetik, narkotika, obat
tradisional, kosmetik, dan produk komplemen, seksi pengujian pangan, bahan
berbahaya dan mikrobiologi, seksi pemeriksaan dan penyidikan, seksi sertifikasi dan
layanan informasi konsumen, subbagian tata usaha, kelompok jabatan fungsional. UPT
BPOM memiliki 7 Balai POM tipe B.

8
Berikut gambar struktur organisasi BPOM

Gambar 2.1 Struktur Organisasi BPOM


Sumber : http://www.pom.go.id/

2.4 Visi dan Misi BPOM


Visi: Obat dan makanan aman meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa.
Adapun misi BPOM adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan sistem pengawasan obat dan makanan berbasis risiko untuk melindungi
masyarakat.
2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan obat dan
makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM.

9
2.5 Budaya Organisasi BPOM
Budaya organisasi yang diterapkan di BPOM adalah sebagai berikut:
a. Profesional
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang
tinggi.
b. Integritas
konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan
keyakinan.
c. Kredibilitas
Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
d. Kerjasama Tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya, dan komunikasi yang baik.
e. Inovatif
Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
f. Responsif/Cepat Tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.

10
BAB 3
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BBPOM) BANDUNG

3.1 Kedudukan dan Wilayah Kerja BBPOM Bandung


Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM No. 05018/SK/KBPOM/2001 dan perubahan terakhir
dengan Peraturan Kepala Badan POM No. 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, BBPOM Bandung adalah UPT
BPOM dengan tipe A. BBPOM Bandung dipimpin oleh seorang Kepala yang bertanggung jawab
langsung kepada Kepala BPOM.

Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.21.3592 tahun 2007 tentang Perubahan
Kedua Atas Keputusan Kepala BPOM No. 05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM, wilayah kerja BBPOM Bandung adalah seluruh
wilayah administratif Provinsi Jawa Barat. Wilayah kerja BBPOM Bandung meliputi Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kota Banjar, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cianjur, Kota Cirebon,
Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kota Sukabumi,
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Sumedang, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kota
Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten
Pangandaran.

Dengan jumlah sarana produksi yang produksi yang diperiksa industri farmasi terdapat 86 sarana,
Industri Obat Tradisional (IOT) terdapat 61 sarana, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) terdapat
136 sarana, industri kosmetik terdapat 159 sarana, industri suplemen makanan terdiri atas 30
sarana, industri pangan (MD) terdiri atas 560 sarana. Adapun sarana distribusi yang diperiksa
meliputi PBF terdapat 450 sarana, apotek terdapat 2653 sarana, toko obat terdapat 1203 sarana,
rumah sakit 205 sarana, puskesmas 2676 sarana, balai pengobatan 26 sarana, distribusi obat
tradisional 439 sarana, distribusi kosmetik terdapat 581 sarana, dan distribusi pangan terdapat
1417 sarana.

3.2 Tugas dan Fungsi BBPOM Bandung


BBPOM bertugas melaksanakan pengawasan obat dan makanan yang meliputi pengawasan produk
terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta
pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugasnya UPT BPOM
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan
b. Pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika,
psikotropika zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan
berbahaya
c. Pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi
d. Pemeriksaan setempat, pengambilan sampel, dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi
e. Pemeriksaan dan penyidikan kasus pelanggaran hukum
f. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

11
g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen
h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan
i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BPOM sesuai dengan bidang
(Peraturan Kepala BPOM RI No. 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT di Lingkungan
BPOM)

3.3 Struktur Organisasi BBPOM Bandung


Struktur organisasi BBPOM Bandung terdiri atas Kepala BBPOM Bandung, 5 bidang, sub bagian tata
usaha, pejabat fungsional, pengawas ahli, dan pengawas terampil umum. 5 bidang di BBPOM
Bandung terdiri atas:
a. Bidang pengujian produk terapetik, narkotik, obat tradisional, kosmetik, dan produk
komplemen
b. Bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya
c. Bidang pengujian mikrobiologi
d. Bidang pengujian pemeriksaan dan penyidikan
e. Bidang sertifikasi dan layanan informasi konsumen
Adapun struktur organisasi BBPOM adalah sebagai berikut.

Kepala

Sub Bagian
Tata Usaha

Bidang Bidang Bidang Bidang Bidang


Pengujian Pengujian Pengujian Pemeriksaan Sertifikasi dan
Produk Pangan dan Mikrobiologi dan Penyidikan Layanan
Terapetik, Bahan Informasi
Narkotik, Obat Berbahaya Konsumen
Seksi
Tradisional, Pemeriksaan
Kosmetik, dan
Produk Seksi Sertifikasi
Komplemen
Seksi
Penyidikan
Seksi Layanan
Pejabat Fungsional, Pengawas Ahli, Informasi
Pengawas Terampil Umum Konsumen

Gambar 3.1 Struktur Organisasi BBPOM Bandung

12
3.3.1 Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk
Komplemen (Bidang Teranokoko)
Bidang pengujian produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen
mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang produk
terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen.

Pengujian komoditi produk terapetik, narkotik, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen
sesuai dengan parameter uji yang tercantum dalam pustaka acuan yaitu untuk produk terapetik
meliputi Farmakope Indonesia, Suplemen Farmakope Indonesia, US Pharmacopeea, British
Pharmacopoiea, buku standar resmi, dan metode analisis PPOMN. Parameter uji produk terapetik,
narkotik, psikotropik, dan zat adiktif adalah uji identifikasi, penetapan kadar, uji disolusi, uji
keseragaman bobot atau keseragaman kandungan, pH, uji volume terpindahkan, uji senyawa
sejenis, dan parameter lain sesuai monografi termasuk pengujian mikrobiologi seperti uji pirogen,
toksisitas, endotoksin, uji vaksin, dsb.

Parameter uji obat tradisional adalah identifikasi bahan kimia obat, persyaratan farmasetik seperti
waktu hancur, kadar air, pengawet, etanol, dan metanol. Parameter uji untuk sampling survailan
berfokus pada pengujian identifikasi bahan yang dilarang, misalnya merkuri, pewarna jingga K1,
merah K10. Parameter yang harus diuji dalam rangka sampling compliance adalah mikrobiolgi dan
kesesuaian terhadap parameter uji kimia fisika seperti identifikasi bahan dilarang, kadar bahan
aktif, kadar bahan pengawet, identifikasai pewarna, kadar bahan tabir surya, kadar metanol dan
etanol, dan cemaran logam berat. Parameter uji suplemen makanan yaitu identifikasi bahan kimia
obat, identifikasi dan penetapan kadar vitamin, dan identifikasi dan penetapan kadar kafein.
Parameter uji perbekalan rumah tangga meliputi volume atau bobot isi, fluoresensi, daya serap, pH,
koefisien fenol, dan pengujian mikrobiologi sesuai ketentuan. Parameter uji alat kesehatan meliputi
volume atau bobot isi, uji penetapan kadar senyawa tertentu. Metode pengujian terdiri atas reaksi
warna, reaksi pengendapan, titrasi, gravimetri, KLT, KLT densitometri, KCKT, GC, AAS,
Spektrofotometri UV/Vis, Spektrofluorometri.

3.3.2 Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya


Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No 14 tahun 2014 tentang
organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan,
tugas bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya adalah melaksanakan penyusunan rencana
dan program, evaluasi, penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian,
dan penilaian mutu di bidang pangan dan bahan berbahaya. Laboratorium pengujian keamanan
pangan dan bahan berbahaya telah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional Badan Standar
Nasional LP-173-DN (ISO / IEC 17025: 2008).

Sumber daya di bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya meliputi sumber daya manusia,
peralatan dan instrumen pengujian, metode analisis, baku pembanding dan reagen. Sumber daya
manusia di bidang pangan terdiri atas apoteker, magister pangan dan gizi, farmasi, apoteker,
sarjana teknik pangan, kimia, biologi, pertanian, ahli madya kimia, dan analis. Peralatan dan
instrumen pengujian yang terdapat di bidang pengujian mencukupi untuk pengujian keamanan
pangan dan bahan berbahaya. Untuk mengahasilkan hasil analisis yang valid, peralatan dan

13
instrumen dilakukan kalibrasi secara periodik oleh internal (PPOMN atau bidan pengujian pangan)
dan eksternal (merologi, B4T).

Metode analisis yang digunakan untuk pengujian keamanan pangan dan bahan berbahaya berdasar
pada metode standar nasional Indonesia, MA PPOMN, AOAC (Association of Analytical Chemistry),
kodeks makanan, Farmakope Indonesia, jurnal,dsb. Jenis metode analisis terdiri atas analysis
kualitatif dan kuantitatif. Baku pembanding yang digunakan dalam pengujian keamanan pangan
dan bahan berbahaya terdiri atas baku pembanding pengawet, pemanis buatan, pewarna sintetis,
antioksidan, dan baku pembanding lain seperti kafein, kloramfenikol, histamin, vitamin. Pengadaan
baku pembanding oleh PPOMN. Sedangkan pengadaan reagen dan pereaksi oleh DIPA dan PPOMN.

Sampel pengujian dibuat pada awal tahun berdasarkan DIPA dan jenis sampelnya berdasarkan
petunjuk teknis Deputi III BPOM. Pengadaan sampel oleh bidang pemeriksaan dan penyidikan
berdasarkan renlak bulanan. Sampel yang di uji di bidang keamanan pangan dan bahan berbahaya
terdiri atas sampel internal (seperti sampel rutin, pangan jajanan anak sekolah, garam beryodium,
tepung terigu, kemasan pangan) dan sampel eksternal (yang berasal dari permintaan pihak ke 3 dan
sampel kasus). Alur sampel internal bermula dari bidang pemeriksaan dan penyidikan kemudian
diterima oleh MA dan lab pangan selanjutnya kepala bidang menugaskan kepada penyelia melalui
surat perintah kerja (SPK), selanjutnya penyelia mengeluarkan surat perintah pengujian (SPP)
kepada penguji untuk menguji sampel. Pelaporan hasil pengujian dimulai dari penguji membuat
laporan pengujian yang diperiksa oleh penyelia. Jika hasil pengujian memenuhi syarat dilaporkan
kepada kepala bidang kemudian ke BPOM Deputi III. Jika tidak memenuhi persyaratan, maka
pengujian dilakukan oleh penguji lain yang lebih senior, hasil pengujian dilaporkan ke penyelia, ke
Kepala bidang kemudian ke BPOM Deputi III. Alur sampel eksternal dimulai dari konsumen
menyerahkan sampel ke MA kemudian diterima oleh Kepala bidang, kemudian Kepala bidang
mengeluarkan surat perintah kerja (SPK) kepada penyelia, kemudian penyelia mengeluarkan surat
perintah pengujian (SPP) kepada penguji untuk menguji sampel. Pelaporan hasil pengujian sama
seperti pelaporan sampel internal namun pelaporan hasil pengujian sampel ekternal disampaikan
ke konsumen sedangkan sampel internal ke Deputi III.

Parameter pengujian pangan terdiri atas aspek mutu dan keamanan, yang ruang lingkup
pengujiannya terdiri atas penandaan, organoleptik, parameter kimia fisika, dan mikrobiologi.
Penandaan diperiksa oleh bidang pemeriksaan dan penyidikan. Organoleptik dan parameter kimia
fisika diperiksa oleh bidang pengujian keamanan pangan dan bahan berbahaya. Parameter
mikrobiologi diperiksa oleh bidang pengujian mikrobiologi. Parameter organoleptik yang diperiksa
yaitu warna, bau, dan konsistensi. Parameter kimia fisika yang diperiksa tergantung jenis pangan,
parameter yang sering diperiksa yaitu kadar air, bahan tambahan makanan, mutu/klaim label,
cemaran/residu, dan pewarna sintetis. Selain pangan yang dikonsumsi, bidang pengujian pangan
dan bahan berbahaya juga melakukan pengujian pada kemasan pangan. Kemasan pangan yang diuji
adalah kemasan pangan yang berisiko tinggi, penggunaan luas, frekuensi penggunaannya tinggi dan
konsumen yang rentan seperti bayi dan balita. Contoh kemasan pangan yang diperiksa adalah
kemasan berbahan logam, keramik yang dicat, melamin, plastik polikarbonat.

Evaluasi pengujian dilakukan setiap bulan, triwulan, dan tahunan melalui rapat evaluasi bidang.
Pada evaluasi topik yang didiskusikan meliputi target sampel terhadap rencana pelaksanaan

14
(renlak) bulanan/tahunan, target uji, dan persentase hasil pengujian (sampel yang memenuhi syarat
dan tidak memenuhi syarat).

3.3.3 Bidang Pengujian Mikrobiologi


Bidang pengujian mikrobiologi bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi
dan penyusunan laporan pelaksanaan, pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
secara mikrobiologi. Laboratorium di bidang pengujian mikrobiologi telah terakreditasi oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN) Indonesia sebagai laboratorium penguji sesuai SNI-19-17025-2000
dengan nomor akreditasi: LP-173-IDN sejak 25 Juli 2003.

Dasar hukum pengujian mikrobiologi terdiri atas Farmakope Indonesia V, USP 39, Peraturan Kepala
BPOM no 16 tahun 2016 tentang Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan olahan, Peraturan Kepala
BPOM RI no 12 tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, Peraturan Kepala BPOM RI
No 17 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala BPOM No. HK.03.1.23.07.11.6662
tahun 2011 tentang Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetik

Sampel yang diuji mikrobiologi meliputi produk terapetik, kosmetik, obat tradisional, suplemen
makanan, dan pangan. Sampel yang diuji terdiri atas sampel rutin dan sampel kasus atau pihak
ketiga.

Alur sampel dimulai dengan data sampel dari SIPT kemudian dibuat Surat Perintah Kerja (SPK) oleh
Manajer Teksnis (MT) dengan menetapkan parameter uji. Selanjutnya penyelia membuat Surat
Perintah Pengujian (SPP) untuk penguji melakukan pengujian. Kemudian penguji melakukan
pengujian dan hasil pengujian dibuat softcopy (SIPT) dan hardcopy. Semua data dicatat dan
didokumentasikan kemudian dibuat kesimpulan. Kemudian dibuat arsip sampel di laboratorium
dan arsip laporan (CPLCP /Catatan Pengujian Lampiran Catatan Pengujian, Laporan Hasil uji).

Metode analisa yang digunakan meliputi metode analisis PPOMN, Farmakope Indonesia V, dan USP
39. Sumber daya di Bidang Pengujian mikrobiologi terdiri atas sumber daya manusia yang
berpendidikan, berpengalaman, dan kompeten, bangunan (terdiri atas ruang antara, media,
cuci/sterilisasi alat, ruang persiapan, ruang uji potensi, uji cemaran, uji sterilitas, ruang inkubasi,
dan ruang inokulasi), peralatan, media/pereaksi, baku pembanding yang berasal dari BPFI, USP,
ATCC, NCYC.

Pengujian mikrobiologi meliputi uji cemaran mikroba, uji potensi antibiotik, uji sterilitas, uji
endotoksin, dan uji lain yang berhubungan dengan mikrobiologi. Tahapan pengujian dimulai dengan
pembuatan media, sterilisasi alat dan media, penimbangan sampel, homogenisasi sampel,
pengenceran sampel, inokulasi sampel, inkubasi, pembacaan hasil, pencatatan, dan pelaporan
hasil.

Parameter pengujian produk terapetik terdiri atas uji potensi antibiotik, sterilitas, endotoksin.
Parameter pengujian kosmetik terdiri atas penetapan angka lempeng total, angka kapang khamir,
penentuan Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Candida albicans. Parameter
pengujian obat tradisional terdiri atas parameter untuk obat dalam dan obat luar. Parameter untuk
obat tradisional dalam adalah angka lempeng total, angka kapang khamir, Staphylococcus aureus,
Salmonella, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan parameter untuk obat luar

15
terdiri atas penetapan angka lempeng total dan angka kapang khamir. Untuk obat tradisional yang
digunakan untuk luka terdapat penambahan parameter pengujian yaitu Staphylococcus aureus, dan
Pseudomonas aeruginosa. Parameter pengujian suplemen kesehatan terbagi menjadi pengujian
sumplemen kesehatan herbal dan sintetik. Pengujian suplemen kesehatan herbal terdiri atas angka
lempeng total, angka kapang khamir, Salmonella, Escherichia coli. Parameter pengujian
mikrobiologi untuk suplemen kesehatan sintetik terdiri atas angka lempeng total, angka khapang
khamir, Escherichia coli. Parameter pengujian untuk produk pangan tercantum dalam Peraturan
Kepala BPOM No 16 tahun 2016 tentang Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan, adapun parameter
yang diuji adalah angka lempeng total, kapang dan khamir, Colifor, E. Coli, dan Pseudomonas
aeruginosa. Jika terdapat sampel dari kasus keracunan pangan, parameter pengujiannya meliputi
angka lempeng total, angka E. Coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens,
Bacillus cereus, Vibrio cholerae, Enterococcus, dan Listeria monocytogenes.

3.3.4 Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan


Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No 14 tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
pasal 14 tugas bidang pemeriksaan dan penyidikan adalah melaksanakan penyusunan rencana dan
program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan
contoh untuk pengujian, dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi, dan instansi kesehatan serta
penyidikan kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.

Dalam melaksanakan tugas bidang pemeriksaan dan penyidikan menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut :
a. Penyusunan rencana dan program pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan
b. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi,
distribusi, dan pelayanan kesehatan di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen
c. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi
dan distribusi di bidang pangan dan bahan berbahaya
d. Penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan

Bidang pemeriksaan dan penyidikan terdiri atas dua seksi yaitu seksi pemeriksaan dan seksi
penyidikan. Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan setempat, pengambilan
contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik, narkotika,
psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan
berbahaya.

Seksi penyidikan mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di
bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.

16
3.3.5 Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No 14 tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
pasal 14 tugas Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan, pelaksanaan sertifikasi
produk, sarana produksi dan distribusi tertentu, dan layanan informasi konsumen. Dalam
melaksanakan tugasnya bidang sertifikasi dan layanan informasi konsumen melaksanakan fungsi
sebagai berikut:
a. Penyusunan rencana dan program sertifikasi produk dan layanan informasi konsumen
b. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu
c. Pelaksanaan layanan informasi konsumen
d. Evaluasi dan penyusunan laporan sertifikasi produk dan layanan informasi konsumen.
Bidang pemeriksaan dan penyidikan terdiri atas dua seksi yaitu seksi sertifikasi dan seksi layanan
informasi konsumen. Seksi sertifikasi bertugas melakukan sertifikasi produk, sarana produksi dan
distribusi tertentu. Seksi layanan informasi konsumen bertugas melakukan layanan informasi
konsumen.

Pelaksanaan sertifikasi terdiri atas pemeriksaan kelengkapan dokumen perizinan, sarana produksi
dan distribusi, pembuatan berita acara pemeriksaan, dan pembuatan rekomendasi. Tujuan
pemeriksaan adalah untuk melihat kesesuaian sarana, pelaksanaan kegiatan produksi dan distribusi
dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditentukan. Pedoman pemeriksaan sarana produksi
berpedoman pada cara pembuatan yang baik dan untuk distribusi berpedoman pada cara distribusi
yang baik. Aspek yang diperiksa pada sarana produksi adalah administrasi, personalia, bangunan
/gedung dan fasilitas penunjang, peralatan/mesin, higiene dan sanitasi, alur produksi, pengawasan
mutu, inspeksi diri, dokumentasi, pelabelan dan pengemasan. Adapun aspek yang diperiksa pada
sarana distribusi terdiri atas administrasi, personalia, bangunan, kebersihan lingkungan, dan cara
penyimpanan.

Kegiatan seksi sertifikasi terdiri atas:


 Pemeriksaan sarana produksi dan distribusi dalam rangka perizinan
 Pemeriksaan sarana produksi pangan dalam rangka sertifikasi dan labelisasi halal bersama Tim
Pusat
 Menerbitkan rekomendasi ekspor dan impor pangan
 Menerbitkan rekomendasi impor obat
 Menerbitkan rekomendasi berkas permohonan izin edar pangan (MD)
 Pemeriksaan sarana dalam rangka sertifikasi CPKB bersama BPOM
 Memberikan pelatihan inspektur pangan, tenaga penyuluh, inspektur apotik dan toko obat
untuk petugas Dinkes Kab/Kota
 Melaksanakan audit SPP-IRT bersama-sama dengan petugas Dinkes Kab/Kota
 Melaksanakan audit terhadap industri pangan dan IRTP dalam rangka program Bintang
Keamanan Pangan (PB1KP, PB2KP, PB3KP)
 Melaksanakan audit terhadap kantin sekolah dalam rangka Bintang Keamanan Pangan untuk
Kantin Sekolah
 Memberikan layanan informasi mengenai perizinan melalui ULPK

17
Seksi layanan informasi konsumen (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) bertujuan memberikan
layanan informasi, menampung pengaduan masyarakat tentang mutu, keamanan dan manfaat
produk obat dan makanan, dan menyediakan data dan informasi. Fungsi dari seksi layanan
informasi konsumen adalah:
a) Menerima dan melayani informasi dan pengaduan konsumen secara langsung atau tak
langsung, yang berkaitan dengan mutu, keamanan, dan manfaat produk serta aspek
legalitasnya.
b) Mengolah pertanyaan dan pengaduan konsumen dan menjawab secara cepat dan tepat
c) Meneruskan masalah yang memerlukan tindak lanjut pemecahan masalah
d) Memonitor tanggapan dan tindak lanjut oleh unit kerja terkait
e) Memberi penjelasan kepada konsumen termaksud secara langsung maupun tak langsung
f) Melakukan pemantauan terhadap proses pelaksanaan tindak lanjut yang dilakukan oleh unit
kerja
g) Menghimpun hasil-hasil tindak lanjut pemecahan masalah tersebut, mengolah dan
menganalisis secara berkala untuk dilaporkan kepada pimpinan sebagai bahan masukan untuk
penyempurnaan kebijakan dan pemantapan pelaksanaan pengawasan

Adapun kegiatan yang dilakukan di seksi layanan informasi konsumen terdiri atas:
a) Layanan informasi dan pengaduan
b) Layanan informasi keracunan dan pelaporan keracunan pangan
c) Penyebaran informasi
d) Talkshow, pameran, iklan layanan masyarakat
e) Narasumber penyuluhan keamanan pangan SPP-IRT yang diselenggarakan Dinkes Kab/Kota
f) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pada kegiatan mobiling PJAS (Pangan Jajanan Anak
Sekolah)
g) Narasumber Penyuluhan Permintaan Pihak ketiga
h) Melakukan koordinasi lintas sektor
i) Menyelenggarakan sosialisasi/workshop/lokakarya
j) Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD)
k) Membantu kegiatan sertifikasi

3.4 Sistem Mutu di BBPOM Bandung


Sistem mutu yang diterapkan di BBPOM Bandung terdiri atas ISO 9001 : 2008 tentang sistem
manajemen mutu dengan sertifikasi oleh TUV SUD Indonesia 26-11-2015 s.d 26-11-2018 dan ISO
17025 : 2008 tentang laboratorium pengujian mutu yang disertifikasi oleh akreditasi dari Komite
Akreditasi Nasional, Badan Nasional (KAN-BSN) sejak 24 Juli 2003 yang merupakan pengakuan
formal dari KAN atas nama BSN kepada laboratorium penguji/kalibrasi yang telah mampu
melaksanakan pengujian / kalibrasi yang ruang lingkupnya adalah pengujian terhadap mutu dan
keamanan produk terapetik, narkotik, psikotropik, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan,
pangan, dan bahan berbahaya yang beredar.

18
BAB 4
BIDANG PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN

Bidang pemeriksaan dan penyidikan terdiri atas dua seksi yaitu seksi pemeriksaan dan seksi
penyidikan.

4.1 Seksi Pemeriksaan


Seksi pemeriksaan bertugas untuk pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat dan makanan,
sampling obat dan makanan, dan pemantauan iklan obat dan makanan.

4.1.1 Pemeriksaan Sarana Produksi Obat


Pemeriksaan sarana produksi obat mengacu pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
berdasarkan Peraturan Kepala BPOM No HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan
untuk memastikan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan.
Aspek – aspek yang terdapat dalam CPOB terdiri atas:
1. Manajemen Mutu
Manajemen mutu terdiri atas pemastian mutu, CPOB, pengawasan mutu, dan manajemen
risiko mutu. Pemastian mutu adalah konsep yang mencakup semua hal secara tersendiri
maupun kolektif yang memengaruhi mutu obat. Pemastian Mutu adalah pengaturan yang
dibuat untuk memastikan bahwa obat dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaan. Pemastian mutu mencakup CPOB dan faktor lain seperti desain dan
pengembangan produk. CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan obat
dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan
tujuan penggunaan, persyaratan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Pengawasan mutu
adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan
pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahan yang belum diluluskan
tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya
dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Manajemen risiko mutu adalah proses sistematis
untuk penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk yang dapat
diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif.

2. Personalia
Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Personalia meliputi personil kunci;
struktur organisasi, kualifikasi, dan tanggung jawab; dan pelatihan. Personil kunci terdiri atas
kepala bagian produksi, pengawasan mutu dan manajemen mutu (Pemastian mutu). Struktur
organisasi industri farmasi bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian
mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak saling bertanggung jawab satu terhadap
yang lain. Industri farmasi wajib memberikan pelatihan bagi seluruh personil pada area
produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan
dan petugas kebersihan), dan personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu
produk.

19
3. Bangunan Dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas pembuatan obat memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai,
disesuaikan dengan kondisi, dan dirawat dengan baik. Tata letak dan desain ruangan dibuat
untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang, dan kesalahan lain, serta
memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan efektif untuk menghindarkan pencemaran
silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Area yang harus terpisah adalah area penimbangan, produksi, penyimpanan, pengawasan
mutu, dan sarana pendukung lain. Area penimbangan bahan awal dan produk jadi dilakukan di
area terpisah. Pada area produksi untuk memperkecil risiko pencemaran silang maka untuk
produksi obat yang menimbulkan sensitisasi tinggi (misal golongan penisilin), preparat biologis
(mikroorganisme hidup), dan pangan dilakukan pada sarana khusus dan self-contained. Untuk
produksi produk nonobat dilakukan di bangunan terpisah. Klasifikasi ruang pembuatan obat
meliputi kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang pembuatan produk steril. Kelas E
adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril.

Area penyimpanan memiliki kapasitas yang memadai untuk penyimpanan bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina, produk
yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik
dari peredaran. Area penyimpanan didesain untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik,
area tersebut bersih, kering, penerangan yang cukup, dan dipelihara dalam batas suhu yang
ditetapkan.

Area pengawasan mutu terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan
radioisotop dipisahkan satu dengan yang lain. Laboratorium pengawasan mutu didesain sesuai
dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruang memadai untuk mencegah mix up dan pencemaran
silang dan disediakan tempat penyimpanan dengan luas memadai untuk sampel, baku
pembanding, pelarut, pereaksi, dan catatan.

Sarana pendukung seperti ruang istirahat dan kantin terpisah dari area produksi dan
laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri
dan toilet disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses.

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang
memadai, ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain
serta seragam dari bets ke bets serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatan agar
dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang
berdampak buruk pada mutu produk.

5. Sanitasi dan Higiene


Sanitasi dan higiene diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan
higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi dan
wadahnya, bahan pembersih dan desinfektan, dan segala sesuatu yang dapat sebagai sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran dihilangkan melalui program sanitasi dan higiene
yang menyeluruh dan terpadu.

20
Sanitasi dan higiene pada perorangan bertujuan untuk menjamin perlindungan produk dari
pencemaran dan keselamatan personil, sehingga personil harus mengenakan pakaian
pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya. Personil yang mempunyai penyakit atau
menderita luka terbuka yang dapat merugikan mutu produk tidak menangani bahan awal,
bahan pengemas, bahan yang sedang diproses, dan obat jadi sampai kondisi personil tersebut
dipertimbangkan tidak lagi menimbulkan risiko.

Sanitasi bangunan dan fasilitas terdapat prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida,
insektisida, fungisida, agen fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat. Prosedur tertulis
disusun dan dipatuhi untuk mencegah pencemaran terhadap peralatan, bahan awal, wadah
obat, tutup wadah, bahan pengemas, label, dan produk jadi. Rodentisida, insektisida dan
fungisida tidak digunakan kecuali yang sudah terdaftar dan digunakan sesuai peraturan terkait.

6. Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, memenuhi ketentuan
CPOB yang menjamin menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan
izin pembuatan, dan izin edar. Aspek produksi meliputi penangan bawan awal, validasi proses,
pencegahan pencemaran silang, sistem penomoran bets dan lot, penimbangan dan
penyerahan, pengembalian, proses pengolahan produk antara dan produk ruahan, bahan dan
produk kering, pencampuran granulasi, pencetakan tablet, penyalutan, pengisian kapsul keras,
penandaan tablet salut, kapsul, produk cair, krim, dan salep (nonsteril), bahan pengemas,
kegiatan pengemasan, prokodifikasi bahan higiene, jalur pengemasan, kegiatan pengemasan,
pengawasan selama proses, bahan dan produk yang ditolak, dikembalikan, produk kembalian,
karantina, penyerahan produk jadi, catatan pengendalian pengiriman obat, penyimpanan
bahan awal, pengemas, produk antara, ruahan, dan produk jadi.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB untuk memberikan kepastian produk secara
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan Mutu
mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan,
dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan semua pengujian yang relevan telah
dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai
mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan mutu meliputi cara
berlaboratorium pengawasan mutu yang baik, dokumentasi, pengambilan sampel, bahan awal,
bahan pengemas, kegiatan pengambilan sampel, pengujian, persyaratan pengujian (bahan awal
dan bahan pengemas, produk jadi, pemantauan lingkungan, pengujian ulang bahan yang
diluluskan, pengolahan ulang, dan program stabilitas on going.

8. Inspeksi diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok


Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi semua aspek produksi dan pengawasan mutu
industri farmasi agar memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk
mendeteksi kelemahan dalam penerapan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan.
Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten yang dapat
mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri dilakukan secara rutin atau pada
situasi khusus, misalnya dalam ketika terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan

21
yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat program tindak
lanjut yang efektif.

Audit mutu digunakan sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan
penilaian semua atau sebagian sistem manajemen mutu dengan tujuan untuk meningkatkan
sistem manajemen mutu. Audit mutu dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen atau tim
yang dibentuk khusus untuk oleh manajemen perusahaan.

Audit dan persetujuan pemasok dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan
ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi dilakukan mempertimbangkan riwayat
pemasok dan sifat bahan yang dipasok.

9. Penangaanan Keluhan terhadap Produk, dan Penarikan Kembali Produk


Terdapat prosedur tertulis mengenai penanganan keluhan yang merinci penyelidikan, evaluasi,
tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk dalam
menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat.

Terdapat personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan


penarikan kembali produk dan ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua
aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut independen
terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Pelaksanaan penarikan kembali:
a. Tindakan penarikan kembali produk dilakukan segera setelah diketahui atau adanya
laporan ada produk yang cacat mutu.
b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan dihentikan dengan cara
embargo kemudian penarikan kembali dengan segera yang menjangkau sampai tingkat
konsumen.
c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi menjamin embargo dan
penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas.
d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk dibuat untuk memungkinkan
embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh
mata rantai distribusi.

10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan bagian penting dari
pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi
salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Dokumen yang diperlukan meliputi dokumen spesifikasi (bahan awal, bahan pengemas, produk
antara dan produk ruahan, dan produk jadi), dokumen produksi, dokumen produksi induk,
pengolahan induk, prosedur pengolahan induk, prosedur pengemasan induk, catatan
pengolahan bets, dan catatan pengemasan bets. Dokumen spesifikasi menguraikan secara rinci
persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama
pembuatan. Dokumen spesifikasi adalah dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen produksi
induk, prosedur pengolahan induk, dan prosedur pengemasan induk (formula pembuatan,
instruksi pengolahan, dan instruksi pengemasan) adalah untuk seluruh bahan awal dan bahan
pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.

22
Prosedur berisi cara untuk melaksanakan kegiatan tertentu, misalnya pembersihan,
berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian
peralatan. Catatan berisi riwayat tiap bets produk, distribusi, dan semua keadaan yang relevan
yang berpengaruh pada mutu produk akhir.

11. Pembuatan dan Analisis berdasarkan kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan
untuk menghindari kesalahpahaman yang menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu
tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak dibuat secara
jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Terdapat
prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan secara jelas dan merupakan tanggung
jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).

12. Kualifikasi dan Validasi


Kualifikasi bertujuan untuk memastikan sistem atau alat didesain, dipasang, beroperasi, dan
mempunyai kinerja sesuai dengan seharusnya. Kualifikasi terdiri atas kualifikasi desain (KD),
kualifikasi instalasi (KI), kualifikasi operasional (KO), kualifikasi kinerja (KK).

Validasi proses pada umumnya dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prosfektif),
namun validasi dapat dilakukan selam proses produksi rutin (validasi konkuren), dan validasi
untuk proses yang sudah berjalan (validasi retrosfektif). Fasilitas, sistem, dan peralatan yang
digunakan telah terkualifikasi, metode analisis divalidasi, dan personil mendapatkan pelatihan
yang sesuai.

Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Validasi


pembersihan dilakukan untuk menentukan batas kandungan residu produk, bahan pembersih,
dan pencemaran mikroba yang didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses
pembersihan. Validasi pembersihan menggunakan metode analisis tervalidasi yang memiliki
kepekaan untuk mendeteksi residu atau cemaran. Validasi pembersihan dilakukan hanya untuk
permukaan alat yang bersentuhan langsung dengan produk.

Terdapat prosedur tertulis pada perubahan terhadap bahan awal, komponen produk, peralatan
proses, lingkungan kerja (atau pabrik), proses produksi atau pengujian ataupun perubahan yang
berpengaruh terhadap mutu atau reprodusibilitas proses. Semua perubahan yang
memengaruhi mutu produk atau reprodusibilitas proses diajukan, didokumentasikan, dan
disetujui. Dampak perubahan fasilitas, sistem, dan peralatan terhadap produk dievaluasi,
termasuk analisis risiko dan ditentukan kebutuhan dan cakupan untuk melakukan kualifikasi
dan validasi ulang.

Fasilitas, sistem, peralatan, dan proses termasuk proses pembersihan dievaluasi secara
berkala untuk konfirmasi keabsahannya. Jika tidak ada perubahan yang signifikan terhadap
status validasi maka dilakukan peninjauan dengan bukti bahwa fasilitas, sistem, peralatan dan
proses memenuhi persyaratan yang ditetapkan akan kebutuhan revalidasi sedangkan jika
terdapat perubahan secara signifikan maka perlu validasi ulang.

23
Validasi metode analisis adalah dilakukan untuk membuktikan bahwa metode analisis sesuai
tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis dilakukan untuk identifikasi, pengujian
terhadap impuritas (uji batas dan kuantitatif impuritas) dan prosedur penetapan kadar.

CPOB memiliki 14 aneks, yaitu :


a. Aneks 1 Pembuatan Produk Steril
b. Aneks 2 Pembuatan Produk Biologi
c. Aneks 3 Pembuatan Gas Medisinal
d. Aneks 4 Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol)
e. Aneks 5 Pembuatan Produk Dari Darah atau Plasma Manusia
f. Aneks 6 Pembuatan Obat Investigasi untuk Uji Klinik
g. Aneks 7 Sitem Komputerisasi
h. Aneks 8 Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik
i. Aneks 9 Pembuatan Radiofarmaka
j. Aneks 10 Penggunaan Radiasi Pengion dalam Pembuatan Obat
k. Aneks 11 Penyimpanan Sampel Penyimpanan dan Pertinggal
l. Aneks 12 Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik
m. Aneks 13 Pelulusan Parametris
n. Aneks 14 Manajemen Risiko Mutu

Pemeriksaan penerapan CPOB di industri farmasi dilakukan oleh inspektur CPOB. Jenjang inspektur
CPOB terdiri atas calon inspektur, inspektur junior, inspektur senior, dan kepala inspektur.

Tabel 4.1 Kualifikasi dan Wewenang Inspektur


Inspektur Kualifikasi Wewenang Pemeriksaan
 Minimal Sarjana Farmasi, apoteker, kimia,
Calon
biologi Observasi produksi nonsteril
inspektur
 Wajib mengikuti pelatihan dasar CPOB
Inspektur  Calon inspektur yang telah lulus tes Audit produksi non steril dan
Junior  Pengalaman observer minimal 3/tahun observasi produksi steril
Inspeksi  Inspektur junior yang telah lulus tes Audit produksi non steril dan
Senior  Pengalaman observer minimal 5/tahun steril
 Inspektur senior yang telah yang
dikulalifikasi berdasarkan cara inspeksil
Kepala
argumen ketika pemeriksaan, pengambilan Memimpin inspeksi
Inspektur
keputusan, manajemen waktu pemeriksaan
 Pengalaman observer minimal 8/inspeksi

Penilaian kualifikasi oleh Kepala inspeksi dan kualifikasi inspeksi senior untuk menjadi kepala
inspeksi oleh tenaga ahli inspektur CPOB (Konsultan BPOM) yaitu pensiunan BPOM sebagai kepala
inspektur, pensiunan atau direktur yang masih aktif yang diakui keahliannya.

Untuk menghindari konflik kepentingan maka pemeriksaan tidak dilakukan oleh inspektur yang
memiliki hubungan kekeluargaan dengan industri farmasi yang diperiksa, tidak melakukan
konsultasi yang dibayar, tidak mempublikasikan hasil inspeksi, dan tidak menerima gratifikasi.

24
Perencanaan inspeksi berdasarkan hasil analisis risiko (low risk dan high risk). Parameter analisis
risiko diantaranya adalah parameter kritis produk (produk steril dengan non steril, produk steril
sterilisasi akhir dengan produk steril aseptik), life saving product, riwayat produk, produk sering
tidak memenuhi persyaratan, industri farmasi yang sering melanggar peraturan, volume produksi,
waktu inspeksi terakhir, dsb. Analisis risiko dilakukan oleh BPOM dan BBPOM/Balai POM, analisis
risiko untuk pemeriksaan rutin dilakukan oleh Balai besar atau Balai POM dan untuk penentuan
analisis low dan high risk dilakukan oleh BPOM.

Pelaksanaan inspeksi dilakukan dengan atau tanpa pemberitahuan informasi pelaksanaan inspeksi.
Inspeksi dengan pemberitahuan dilakukan untuk sertifikasi, sedangkan untuk pemeriksaan rutin
dilakukan tanpa pemberitahuan. Inspeksi dapat dilakukan sebagian atau menyeluruh. Persiapan
inspeksi meliputi ide memory dan penyiapan jadwal inspeksi. Ide memory adalah mempersiapkan
dan mempelajari Drug Master File (DMF), hasil inspeksi sebelumnya, dan CAPA. Jadwal inspeksi
meliputi pembukaan inspeksi, inspeksi, review dokumen, dan penutupan. Alur inspeksi dimulai dari
gudang kemudian ke departemen produksi, sarana penunjang, dan laboratorium. Pemeriksaan
inspeksi gudang meliputi kondisi penyimpanan (suhu, kelembaban, tekanan), tata letak
penyimpanan, pemisahan barang reject dengan barang yang release, pemisahan barang karantina
dari barang release, pengendalian hama, kebersihan gudang, dsb. Inspeksi departemen produksi,
pemeriksaannya meliputi kondisi bangunan dan fasilitas, sanitasi dan higiene pada peralatan dan
personil, cara kerja personil, pemantauan kondisi ruangan (suhu, kelembaban, tekanan), cara
produksi, dsb. Inspeksi sarana penunjang meliputi pemeriksaan HVAC, water system, dan compress
air. Inspeksi laboratorium meliputi pemeriksaan kondisi ruangan, penyimpanan sampel pertinggal,
baku pembanding, cara berlaboratorium yang baik, dsb. Pelaporan hasil inspeksi dimulai dari
penyampaian hasil inspeksi positif dan negatif kemudian mengkategorisasi temuan negatif (minor,
mayor, kritis). Sanksi temuan negatif meliputi peringatan, peringatan keras, peringatan keras dan
larangan produksi, dan penghentian sementara.

4.1.2 Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat


Sarana distribusi obat adalah pedagang besar farmasi (PBF). Peraturan tentang PBF terdapat pada
Permenkes RI No 1148/Menkes/Per/VI/PBF tentang Pedagang Besar Farmasi. PBF adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang
- undangan. Berdasarkan ke agenan PBF terdiri atas PBF pusat dan PBF cabang. Berdasarkan
komoditinya, PBF terdiri atas PBF obat jadi dan bahan obat. Berdasarkan jejaring bisnis PBF terdiri
atas distributor dan subdistributor.
Persyaratan PBF obat jadi terdiri atas:
a) Berbadan hukum (perseroan terbatas atau koperasi)
b) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
c) Memiliki penanggung jawab apoteker Warga Negara Indonesia tetap
d) Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung atau
tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi pada
kurun waktu 2 tahun.
e) Terdapat bangunan dan sarana yang memadai untuk pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF

25
f) Terdapat gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin
mutu serta keamanan obat yang disimpan
g) Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.

Adapun persyaratan PBF bahan obat sama seperti PBF obat jadi namun terdapat persyaratan
tambahan yaitu memiliki laboratorium dan memiliki gudang khusus untuk penyimpanan bahan
obat yang terpisah dari ruangan lain.

PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal yang berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang
jika memenuhi persyaratan. Sedangkan PBF cabang wajib memperoleh pengakuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi di wilayah PBF Cabang berada lama izin PBF cabang mengikuti izin PBF
pusat. PBF pusat dan PBF cabang wajib memiliki apoteker sebagai penanggung jawab. PBF dan PBF
cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran dan tidak boleh menerima atau
melayai resep doikter. PBF pusat dan PBF cabang melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan,
dan penyaluran obat dan bahan obat dalam jumlah besar sesuai CDOB yang ditetapkan oleh Mentri.
1. Pengadaan
Pengadaan obat oleh PBF pusat berasal dari industri farmasi atau sesama PBF, sedangkan untuk
PBF cabang hanya berasa dari PBF pusat. Pengadaan bahan obat PBF pusat berasal dari industri
farmasi, sesama PBF, dan atau melalui impor, sedangkan PBF cabang hanya dari pusat.
2. Penyaluran
Penyaluran obat dilakukan kepada PBF atau PBF cabang lain, fasilitas pelayanan kefarmasian
(apotek, instalasi farmasi, puskesmas, klinik, toko obat). Penyaluran obat keras oleh PBF dan
PBF cabang dilakukan jika terdapat surat pesanan yang di tanda tangan apoteker. Penyaluran
bahan obat oleh PBF ke industri farmasi, PBF lain, PBF cabang, apotek, instalasi farmasi rumah
sakit, dan lembaga ilmu pengetahuan (yang ditanda tangan oleh kepala lembaga). PBF cabang
menyalurkan bahan obat ke wilayah provinsi sesuai surat pengakuan PBF cabang dan kepada
instansi pemerintah sesuai perundang – undangan. PBF cabang dapat menyalurkan keluar
provinsi terdekat atas nama PBF pusat dengan membuktikan surat penunjukkan atau
penugasan dan disahkan oleh Dinkes provinsi yang dimaksud.

Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman
Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), CDOB adalah adalah cara distribusi/penyaluran obat
dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu obat atau bahan obat sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Sertifikat CDOB adalah
dokumen sah sebagai bukti bahwa PBF telah memenuhi persyaratan CDOB dalam mendistribusikan
obat atau bahan obat. Aspek – aspek yang terdapat dalam CDOB adalah:
1. Manajemen mutu
Fasilitas distribusi memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan mempertahankan
integritas rantai distribusi selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi ditetapkan
dengan jelas, dikaji secara sistematis, semua tahapan kritis proses distribusi, dan perubahan
bermakna divalidasi dan didokumentasikan. Manajemen mutu meliputi sistem mutu,
pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantauan manajemen, manajemen
risiko mutu,

26
2. Organisasi, manajemen dan personalia
a) Organisasi dan manajemen
Terdapat struktur organisasi untuk tiap bagian dengan bagan organisasi, tanggung jawab,
wewenang, dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Tugas dan
tanggung jawab didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan
serta dijabarkan dalam uraian tugas. Personil yang terlibat di rantai distribusi harus diberi
penjelasan dan pelatihan yang memadai mengenai tugas dan tanggung jawabnya.
b) Penanggung jawab
Penanggung jawab distribusi obat adalah apoteker yang memenuhi kualifikasi dan
kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan, bekerja dengan waktu yang penuh,
memiliki pengetahuan dan pelatihan CDOB. Tugas apoteker penanggung jawab meliputi:
 Menerapkan sistem manajemen mutu
 Menjamin mutu obat pada proses pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
 Melaksanankan program pelatihan
 Penanganan keluhan
 Kualifikasi dan persetujuan pemasok dan pelanggan
 Meluluskan obat kembalian untuk dimasukkan ke stok atau memenuhi syarat jual
 Turut dalam pembuatan perjanjian kontrak
 Pelaksanaan inspeksi diri
c) Pelatihan
Terdapat pelatihan rutin dan khusus untuk personil yang menangani obat dan/atau bahan
obat yang memerlukan persyaratan penanganan yang lebih ketat. Pelatihan
didokumentasikan serta terdapat evaluasi pelatihan.
d) Higiene
Tersedia prosedur tertulis mengenai higiene personil yang meliputi kesehatan, higiene dan
pakaian kerja.

3. Bangunan dan peralatan


a. Terdapat area khusus untuk obat diduga palsu; obat kembalian/ditolak; yang akan
dimusnahkan; ditarik; kedawularsa; memerlukan kondisi suhu; kelembaban; dan cahaya
yang khusus; obat yang penanganan dan kewenangannya khusus; area penerimaan,
penyimpanan, pengiriman; dan mengandung bahan aktif.
b. Tedapat pengendalian suhu dan lingkungan
c. Terdapat peralatan untuk mengendalikan, memonitor lingkungan yang terkalibrasi, dan
perawatan peralatan.
d. Terdapat sistem komputer yang telah dipastikan kemampuannya dan back up data secara
berkala dan teratur yang disimpan terpisah dan aman selama tidak kurang dari 3 tahun atau
sesuai peraturan perundangan.
e. Terdapat kualifikasi dan validasi untuk mengendalikan kegiatan distribusi.

4. Operasional
a. Terdapat kualifikasi pemasok dan pelanggan
b. Operasional distribusi obat meliputi penerimaan, penyimpanan, pengambilan,
pengemasan, dan pengiriman. Ketika penerimaan produk dilakukan pemeriksaan produk
dan dokumen. Pemeriksaan produk meliputi fisik, no bets, dan kedawularsa sedangkan

27
dokumen yang diperiksa meliputi surat pesanan (SP), bukti pengiriman (faktur, SPB /Surat
Pengiriman Barang, DO/Delivery order. Penyimpanan produk sesuai dengan kondisi
penyimpanan produk dan menjaga mutu obat untuk mencegah tumpahan, kerusakan,
kontaminasi, dan mix up. Tedapat pemisahan obat di area khusus untuk obat yang ditolak,
kedawularsa, penarikan kembali, kembalian, dan diduga palsu. Pemusanahan obat dan
pelaporannya dilakukan sesuai perundang – undangan. Pengambilan produk sesuai dengan
dokumen, fifo/fefo, serta pencatatan no bets. Pengiriman perlu memperhatikan dokumen
pengiriman yang meliputi surat pesanan, dokumen pengiriman (faktur/SPB/DO), bukti
ekspedisi, dan catatan pengiriman, dan bukti penerimaan .

5. Inspeksi Diri
Inspeksi diri dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan, mencakup semua aspek CDOB,
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis.
Inspeksi diri dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan
ditunjuk oleh perusahaan.

6. Keluhan, Produk Kembalian, Diduga Palsu, Recall


a. Keluhan
Terdapat prosedur tertulis untuk penanganan keluhan, membedakan keluhan tentang
kualitas obat dan/atau bahan obat dan keluhan yang berkaitan dengan distribusi. Keluhan
tentang kualitas obat dan/atau bahan obat harus segera diberitahukan kepada industri
farmasi dan/atau pemegang izin edar. Semua keluhan dan informasi mengenai produk yang
rusak dan diduga palsu ditinjau dan dicatat sesuai prosedur. Setiap keluhan dikelompokkan
sesuai dengan jenis keluhan dan dilakukan trend analysis terhadap keluhan.
b. Obat atau bahan obat kembalian
Tersedia prosedur tertulis penanganan dan penerimaan obat dan/atau bahan obat
kembalian. Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat
pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan, jumlah, dan identifikasi obat
dan/atau bahan obat kembalian dicatat. Fasilitas distribusi menerima obat dan/atau bahan
obat kembalian sesuai dengan persyaratan dari industri farmasi/ fasilitas distribusi lain.
Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi suhu penyimpanan yang rendah tidak
dapat dikembalikan.
c. Obat dan atau bahan obat yang diduga palsu
Tersedia prosedur tertulis penanganan dan penerimaan obat dan/atau bahan obat diduga
palsu. Fasilitas distribusi melaporkan obat dan/atau bahan obat diduga palsu kepada
instansi yang berwenang, industri farmasi dan/atau pemegang izin edar. Obat dan/atau
bahan obat diduga palsu harus dikarantina di ruang terpisah, terkunci dan diberi label yang
jelas, dan penyalurannya dihentikan.
d. Penarikan kembali obat dan/atau bahan obat
Tersedia prosedur tertulis penanganan obat dan/atau bahan obat yang ditarik kembali,
membentuk tim khusus yang bertangggung jawab terhadap penanganan obat dan/atau
bahan obat yang ditarik dari peredaran. Penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang
ditarik harus sesuai dengan persyaratan penyimpanan sampai ditindak lanjut.
Perkembangan proses penarikan obat dan/atau bahan obat didokumentasikan dan
dilaporkan.

28
7. Transportasi
Obat dan/atau bahan obat diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai informasi pada
kemasan. Metode transportasi melalui darat, laut, atau udara harus menjamin obat dan/atau
bahan obat tidak mengalami perubahan atau mengurangi mutu selama transportasi. Hal yang
diatur dalam ransportasi meliputi transportasi dan produk dalam transit, obat dan/atau bahan
obat dalam pengiriman, transportasi obat dan atau bahan obat yang memerlukan kondisi
khusus, container, pengemasan, dan pelabelan kendaraan dan peralatan, pengontrolan suhu
selama transportasi.

8. Sarana Distribusi Berdasarkan Kontrak


Terdapat pemberi dan penerima kontrak yang mempunyai tanggung jawab masing – masing
terhadap produk yang didistribusikan. Persyaratan kontrak meliputi :
e. Penanganan kehilangan/kerusakan selama pengiriman dan dalam kondisi tidak terduga
(force major)
f. Penerima kontrak wajib mengembalikan obat dan/atau bahan obat kepada pemberi
kontrak jika terjadi kerusakan selama pengiriman dengan menyertakan berita acara
kerusakan.
g. Jika terjadi kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak wajib melaporkan kepada
pihak kepolisian dan pemberi kontrak.
h. Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak setiap saat.

9. Dokumentasi
Dokumentasi distribusi merupakan dokumen tertulis terkait distribusi (pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait
dengan pemastian mutu. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak,
catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dokumen disimpan selama minimal
3 tahun.

Aneks CDOB mengatur tentang bahan obat, produk rantai dingin, dan narkotik psikotropik.
1. Bahan Obat
a. Pengemasan dan pelabelan ulang, perlu memperhatikan mengenai pencegahan terhadap
kontaminasi, kontaminasi silang, dan mix up; pengamanan stok label, pemeriksaan jalur
pengemasan, pemeriksaan dalam proses, pemusnahan kelebihan label yang sudah
tercetak nomor bets; sanitasi dan higiene; integritas bets (tidak mencampurkan bets yang
berbeda dari bahan obat yang sama); label yang dilepas dari wadah aslinya dan contoh label
baru yang dipasang selama kegiatan disimpan sebagai bagian catatan pengemasan bets;
jika digunakan lebih dari satu bets label, maka contoh masing-masing bets label disimpan
sebagai bagian catatan pengemasan bets; mempertahankan identitas dan integritas
produk.
b. Penangan bahan obat yang tidak sesuai
Bahan obat yang tidak sesuai ditangani sesuai dengan prosedur yang dapat mencegah
masuknya bahan obat ke pasar. Bahan obat yang tidak sesuai dipisahkan dari bahan obat
yang memenuhi spesifikasi.

29
c. Dokumentasi
Bahan obat yang disalurkan kepada fasilitas distribusi disertai dengan sertifikat analisis asli.
Sebelum bahan obat dijual atau didistribusikan, fasilitas distribusi memastikan tersedianya
sertifikat analisis dengan hasil uji yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Label yang
tertempel pada setiap wadah mencakup informasi :
 nama bahan obat, nama International Non-proprietary (INN), tingkat mutu (grade),
Farmakope acuan
 Jumlah (berat atau volume)
 Nomor bets industri farmasi bahan obat atau nomor bets yang diberikan oleh fasilitas
distribusi yang mengemas ulang
 Tanggal kedaluwarsa dan/atau tanggal tes ulang (jika berlaku)
 Kondisi penyimpanan khusus
 Penanganan tindakan pencegahan
 Nama dan alamat lengkap industri farmasi asal dan fasilitas distribusi.

2. Produk Rantai Dingin (Cold Chain Product/CCP)


Produk rantai dingin adalah produk yang disimpan pada suhu 2 sd 8°C dan < 20°C.
a. Personil dan pelatihan
Dilakukan pelatihan penanganan produk rantai dingin yang mencakup peraturan
perundangan, CDOB, prosedur tertulis, monitoring suhu, respon terhadap kedaruratan dan
kesalamatan.
b. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas memadai terdapat ruangan untuk menerima dan mengemas produk
rantai. Produk rantai dingin disimpan dalam ruangan dengan suhu terjaga, cold room /
chiller (2 s/d 8°C), freezer room / freezer (-25 s/d 15°C).
c. Operasional, meliputi penerimaan, penyimpanan, pengiriman, dan pemeliharaan
d. Kualifikasi, kalibrasi, dan validasi pada alat yang digunakan

3. Narkotika dan Psikotropika


Pada aneks III tentang Narkotik dan Psikotropik terdapat aspek yang mengatur tentang
personalia, bangunan dan peralatan, operasional (kualifikasi pemasok, kualifikasi pelanggan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, penyaluran, ekspor-impor), narkotik dan
psikotropik kembalian, dan dokumentasi. Peraturan lain mengenai narkotik dan psikotropika
diantaranya adalah Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotik, Psokotropik, dan Prekursor Farmasi.

4.1.3 Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral,
sediaan galenik atau campurannya yang secara turun temurun digunakan untuk pengobatan dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Peraturan – peraturan di bidang obat
tradisional meliputi Permenkes No 6 tahun 2012 tentang industri dan usaha obat tradisional,
Permenkes No 7 tahun 2012 tentang registrasi obat tradisional, Peraturan Kepala BPOM No 5 tahun
2016 tentang penarikan dan pemusnahan obat obat tradisional yang tidak memenuhi syarat,
peraturan Kepala BPOM No 12 tahun 2004 tentang persyaratan mutu obat tradisional, peraturan
kepala BPOM No 35 tahun 2013 tentang tata caara sertifikasi CPOTB, peraturan Kepala BPOM No

30
1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal
terstandar, dan fitofarmaka.

Pada Permenkes No 6 tahun 2012 tentang industri dan usaha obat tradisional berisi bahwa obat
tradisional dibuat oleh industri dan usaha di bidang obat tradisional. Industri obat tradisional terdiri
atas industri obat tradisional (IOT) dan industri ekstrak bahan alam (IEBA). Usaha di bidang obat
tradisional terdiri atas usaha kecil obat tradisional (UKOT), usaha mikro obat tradisional (UMOT),
usaha jamu racikan, dan usaha jamu gendong.

IOT dapat memproduksi obat tradisional semua tahapan atau sebagian tahapan. Jika memproduksi
sebagian tahapan maka perlu mendapat persetujuan dari Kepala Badan. IOT dan IEBA
diselenggarakan oleh badan hukum berupa perseroan atau koperasi dan wajib memiliki minimal 1
orang apoteker warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab. Perizinan produksi IOT dan
IEBA oleh Direktur Jendral. IOT dapat memproduksi semua bentuk sediaan obat tradisional kecuali
bentuk sediaan yang dilarang dalam obat tradisional. Penerapan CPOTB untuk IOT dan IEBA adalah
wajib sertifikat CPOTB untuk masing – masing sediaan.

UKOT diselenggarakan oleh badan usaha yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundangan. Penanggung jawab UKOT adalah tenaga teknis kefarmasian Warga Negara Indonesia
yang memiliki sertifikat pelatihan CPOTB. UMOT wajib menerapkan CPOTB kecuali jika
memproduksi kapsul dan cairan obat dalam penanggung jawabnya adalah apoteker. UKOT wajib
menerapkan CPOTB dan jika memproduksi kapsul dan cairan obat dalam wajib mempunyai
sertifikat CPOTB. Izin produksi UKOT oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dan Kepala Balai POM setempat.

UMOT diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan
perundang – undangan. Penanggung jawab UMOT adalah tenaga teknis kefarmasian Warga Negara
Indonesia yang memiliki sertifikat pelatihan CPOTB. UMOT wajib menerapkan CPOTB. Izin produksi
UMOT oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota.

Industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat obat tradisional mengandung bahan kimia
hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat, membuat sediaan intravaginal, tetes mata, sediaan
parenteral, supositoria kecuali untuk wasir, dan obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam
dilarang mengandung etanol lebih dari 1 %.

Izin produksi industri dan usaha obat tradisional berlaku seterusnya selama industri dan usaha obat
tradisional masih memproduksi dan memenuhi ketentuan perundang – undangan. Industri dan
usaha obat tradisional yang melakukan perubahan terhadap pemenuhan CPOTB wajib melapor dan
mendapat persetujuan Kepala Badan.

IOT, UKOT, atau UMOT dapat membuat obat tradisional secara kontrak kepada IOT, UKOT, atau
UMOT lain yang menerapkan CPOTB. Izin edar obat tradisional yang dibuat secara kontrak dipegang
oleh pemberi kontrak. IOT, UKOT, atau UMOT pemberi kontrak dan IOT atau UKOT penerima
kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu obat tradisional.

Pembinaan IOT, IEBA, UKOT, dan UMOT dilakukan secara berjenjang oleh direktur jenderal, kepala
dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Pembinaan terhadap usaha
jamu racikan dan usaha jamu gendong dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pengawasan terhadap produk dan penerapan persyaratan

31
CPOTB dilakukan oleh Kepala Badan. IOT, IEBA, UKOT, dan UMOT harus terbuka untuk diperiksa
produk dan persyaratan CPOTB oleh Kepala Badan sesuai Pedoman Teknis Pengawasan yang
ditetapkan oleh Kepala Badan.

Aspek – aspek yang terdapat dalam CPOTB meliputi:


1. Manajemen Mutu
Unsur dasar manajemen adalah sistem mutu yang mencakup struktur organisasi, prosedur
proses, dan sumber daya. Aspek manajemen mutu meliputi pemastian mutu, CPOTB,
pengawasan mutu, dan manajemen risiko mutu. Pemastian mutu adalah konsep yang
mempengaruhi mutu obat tradisional yang dihasilkan. Pemastian mutu merupakan semua
pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat tradisional dihasilkan
sesuai dengan mutu sesuai tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOTB
ditambah dengan faktor lain di luar persyaratan teknis, seperti desain dan pengembangan
produk.

Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOTB) adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan
obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten memenuhi standar mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOTB
mencakup produksi dan pengawasan mutu.

Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan dengan pengambilan sampel,
spesifikasi dan pengujian, organisasi, dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan
pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan, bahan yang belum diluluskan tidak
digunakan, dan produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai
dan dinyatakan memenuhi syarat.

Pengkajian mutu produk dilakukan terhadap semua obat tradisional terdaftar, produk ekspor
yang dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk memastikan konsistensi proses, kesesuaian
dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian biasanya
dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan.

Manajemen risiko mutu adalah proses sistematis penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko
mutu suatu produk. Manajemen risiko mutu diterapkan secara proaktif atau retrospektif.

2. Personalia
Industri OT memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman dengan jumlah yang
memadai, memiliki struktur organisasi dengan tugas dan kewenangan personil penanggung
jawab dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Personil kunci terdiri atas kepala bagian
produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu yang independen satu terhadap yang lain.
Industri obat tradisional harus memberikan pelatihan kepada seluruh personil yang tugasnya
berada di area produksi, gudang penyimpanan, atau laboratorium (termasuk personil teknik,
perawatan, dan petugas kebersihan), dan personil lain yang kegiatannya berdampak pada mutu
produk. Pelatihan dilakukan secara berkesinambungan dan efektifitas penerapannya dinilai
secara berkala. Pelatihan spesifik diberikan untuk personil yang bekerja pada area yang berisiko
pencemaran seperti area penimbangan, pengolahan, dsb. Pelatihan diberikan oleh orang
terkualifikasi dan didokumentasikan.

32
3. Bangunan, Fasilitas, dan Peralatan
Bangunan, fasilitas, dan peralatan untuk pembuatan OT memiliki desain, kontruksi, dan tata
letak yang memadai, disesuaikan kondisinya, dan dirawat dengan baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasionalnya. Tata letak dan desain ruangan dibuat dengan memperkecil risiko
terjadi kesalahan, pencemaran silang, memudahkan untuk pembersihan, sanitasi, dan
perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran
yang berdampak menurunkan mutu obat tradisional.

Bangunan dan fasilitas dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat dengan tepat untuk melindungi
dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung,
binatang pengerat, kutu atau binatang lain dan tersedia prosedur untuk pengendalian binatang
pengerat dan hama. Bangunan dan fasilitas dirawat dibersihkan dan didisinfeksi sesuai
prosedur tertulis yang rinci dan tervalidasi.

Peralatan pembuatan obat tradisional memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran
memadai, ditempatkan, dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat tradisional terjamin
sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan memudahkan pembersihan serta perawatan.

4. Sanitasi dan Higiene


Sanitasi dan higeiene diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat tradisional. Ruang lingkup
sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi,
wadah, dan segala sesuatu yang merupakan sumber pencemaran produk.

5. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan bagian penting dari
pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima tugas secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko kesalahan
penafsiran, kekeliruan yang timbul karena komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi
induk atau formula pembuatan, prosedur, metode, dan intruksi, laporan, dan catatan harus
bebas dari kesalahan dan tersedia secara tertulis. Dokumen meliputi dokumen spesifikasi
(bahan awal dan bahan mentah, produk antara dan produk ruahan, bahan pengemas, produk
jadi), dokumen produksi (dokumen produksi induk, prosedur pengolahan induk, prosedur
pengemasan induk, catatan pengolahan bets, catatan pengemasan bets). Terdapat prosedur
dan catatan untuk penerimaan (bahan awal, pengemas primer, dan pengemas cetak),
pengambilan sampel, pengujian, dll.

6. Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur tervalidasi yang telah ditetapkan dan
memenuhi ketentuan CPOTB untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu
serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

Untuk bahan mentah yang dibudidayakan atau hidup secara liar, dan yang digunakan dalam
bentuk bahan mentah maupun sudah melalui teknik pengolahan sederhana (misal perajangan
atau penghalusan) perlu diterapkan persyaratan teknis produksi dengan jelas. Untuk proses
seperti ekstraksi, fermentasi, dan pemurnian, penentuannya ditetapkan berdasarkan kasus.

33
Bahan ditangani dengan tidak mengubah produk. Ketika bahan alam tiba di pabrik langsung
diturunkan dan dibongkar dan dihindarkan kontak langsung dengan tanah, sinar matahari
langsung (kecuali memerlukan pengeringan dengan sinar matahari), terlindung dari hujan, dan
kontaminasi mikroba.

Terdapat prosedur mengenai penanganan bahan awal; pencegahan kontaminasi silang dan
kontaminasi mikroba; sistem penomoran bets dan lots; penimbangan dan penyerahan;
pengolahan; penanganan bahan dan produk kering; pencampuran dan granulasi; pencetakan
tablet; penyalutan; pengisian kapsul keras; penandaan tablet salut dan kapsul; produksi cairan
krim, dan salep; penandaan, penaganan, dan pengawasan bahan pengemas primer; Kegiatan
pengemasan; prakodifikasi bahan pengemas; kesiapan jalur; praktik pengemasan; penanganan
pengembalian bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan ke gudang;
pengawasan selama proses; bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan;
karantina dan penyerahan produk jadi; catatan pengendalian pengiriman produk;
penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi;
pengiriman dan pengankutan.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu
yang sesuai dengan tujuan penggunaan. Ruang lingkup pengawasan mutu meliputi
pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian, program stabilitas pasca pemasaran, pengendalian
lingkungan, pengawasan selama proses, pengujian tambahan untuk proses ulang, organisasi,
dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan pengujian yang diperlukan dan relevan
telah dilakukan. Sistem pengawasan mutu menerapkan cara berlaboratorium pengawasan
mutu yang baik. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium tapi terlibat
dalam keputusan yang berhubungan dengan mutu produk.

8. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dibuat secara beanar, disetujui, dan dikendalikan
untuk menghindari kesalahan yang menyebabkan produk atau pekerjaan kurang bermutu.
Kontrak tertulis antara pemberi dan penerima kontrak dibuat jelas dengan menentukan
tanggung jawab dan kewajiban masing – masing pihak. Pemberi kontrak adalah yang
bertanggung jawab menilai kompetensi penerima kontrak, memberikan semua informasi yang
diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar
sesuai izin edar dan persyaratan legal, dan memastikan semua produk yang diproses dan bahan
dikirimkan oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk lulus
pengujian. Penerima kontrak memiliki gedung, perlatan yang cukup, pengetahuan,
pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh
pemberi kontrak serta memastikan semua produk dan bahan yang diterima sesuai tujuan
penggunaannya.

9. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Tradisional yang Baik


Obat tradisional ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk mencegah kontaminasi,
campur baur, dan kontaminasi silang. Area penyimpanan memiliki pencahayaan yang baik
sehingga kegiatan dilakukan secara akurat dan aman. Industri obat tradisional

34
menginformasikan semua kondisi penyimpanan dan pengangkutan yang sesuai kepada pihak
yang bertanggung jawab dalam pengiriman produk dan tersedia prosedur tertulis untuk
pemeriksaan dan penanganan terhadap penyimpangan persyaratan penyimpanan. Kendaraan
dan peralatan yang digunakan untuk pengankutan, penyimpanan, atau menangani produk
sesuai dengan penggunaannya dan terdapat pencegahan pemaparan produk terhadap kondisi
yang mempengaruhi stabilitas produk dan keutuhan kemasan serta mencegah kontaminasi.
Pengiriman dan pengangkutan dimulai ketika menerima pesanan resmi atau rencana
penggantian produk yang resmi serta harus didokumentasikan.

10. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian
Terdapat prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai,
termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk dalam menanggapi keluhan terhadap
obat yang diduga cacat. Tiap laporan dan keluhan diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh
dan mendalam. Terdapat prosedur tertulis, diperiksa secara berkala dan dimutakhirkan untuk
mengatur tindakan penarikan kembali. Industri obat tradisional terdapat prosedur
pengamanan, penyelidikan, dan pemeriksaan produk kembalian, serta pengambilan keputusan
produk dapat diproses ulang atau dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis.

11. Inspeksi Diri


Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi semua aspek produksi dan pengawasan mutu
industri obat tradisional agar memenuhi ketentuan CPOTB. Program inspeksi diri dirancang
untuk mendeteksi kelemahan pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan
yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan ketika terdapat khusus
tertentu misalnya hal terjadi penarikan kembali produk jadi atau terjadi penolakan yang
berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri harus didokumentasikan dan dibuat program
tindak lanjut yang efektif. Hal – hal yang berkaitan dengan personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, dokumentasi, produksi, pengawasan mutu, distribusi produk jadi, penanganan
keluhan, dan penarikan produk jadi dan inspeksi diri diinspeksi secara berkala mengikuti
program yang telah ditetapkan untuk memverifikasi pemenuhan terhadap prinsip pemastian
mutu. Semua inspeksi diri dicatat dan laporan harus mencantumkan semua observasi selama
inspeksi, usulan tindakan korektif, dan laporan tindak lanjut.

4.1.4 Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetik


Peraturan mengenai kosmetik diantaranya adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No
1175/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetik, Peraturan Menteri Kesehatan RI No
176/Menkes/Per/VIII/2010 tentang notifikasi Kosmetik, Keputusan Kepala BPOM RI No.
HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik, Peraturan Kepala BPOM
RI No: HK.03.42.06.10.4556 tentang Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik
yang Baik, Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.12.10.11983 tahun 2010 tentang Kriteria dan
Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetik, dsb.

Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau

35
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Kosmetik dibuat di industri kosmetik, izin
produksi kosmetik ke Direktur Jendral yang berlaku selama 5 tahun yang dapat diperpanjang jika
masih memenuhi ketentuan yang berlaku. Izin produksi kosmetik diberikan sesuai bentuk dan jenis
sediaan kosmetik yang dibuat dan dibedakan menjadi dua golongan yaitu golongan A dan B.
Golongan A adalah izin produksi industri kosmetik yang membuat semua bentuk dan jenis sediaan
kosmetik. Persyartan izin produksi golongan A adalah memiliki apoteker sebagai penanggung
jawab, memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat dan laboratorium, dan
wajib menerapkan CPKB.

Golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetik yang membuat bentuk dan jenis sediaan
kosmetik tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana serta tidak membuat sediaan
kosmetik untuk bayi, mengandung antiseptik, antiketombe, pencerah kulit, dan tabir surya.
Persyaratan izin industri kosmetik golongan B adalah memiliki minimal tenaga teknis kefarmasian
sebagai penanggung jawab, memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk
yang akan dibuat, dan menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB.

Industri kosmetik yang melakukan perubahan golongan, penambahan bentuk dan jenis sediaan,
pindah alamat/pindah lokasi, nama direktur / pengurus, penanggung jawab, alamat di lokasi yang
sama, nama industri kosmeteik wajib mengajukan permohonan perubahan izin produksi kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas setempat.
Pembuatan kosmetik menerapkan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), yang merupakan
faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan
keamanan. CPKB memiliki 13 aspek diantaranya:
1. Sistem Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu diuraikan dalam struktur organisasi, tugas, dan fungsi,
tanggungjawab, prosedur, instruksi, proses dan sumber daya untuk menerapkan manajemen
mutu.

2. Personalia
Personalia di industri kosmetik mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan jumlah yang cukup.
a. Organisasi, Kualifikasi, dan Tanggungjawab
Kepala bagian produksi dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak
terdapat keterkaitan tanggungjawab satu sama lain. Kepala bagian produksi memperoleh
pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Kepala bagian
pengawasan mutu memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam
bidang pengawasan mutu. Kewenangan dan tanggungjawab personil diuraikan sehingga
dapat menjalankan CPKB dengan baik.
b. Pelatihan
Personil yang terlibat dalam kegiatan pembuatan kosmetik dilatih dengan prinsip-prinsip
CPKB dan perhatian khusus diberikan untuk melatih personil yang bekerja dengan material
berbahaya. Pelatihan CPKB dilakukan secara berkelanjutan, didokumentasikan, dan
dievaluasi.

36
3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara
dengan baik. Apabila memungkinkan disediakan area tertentu seperti :
 Penerimaan material
 Pengambilan contoh material
 Penyimpanan barang datang dan karantina
 Gudang bahan awal
 Penimbangan dan penyerahan
 Pengolahan
 Penyimpanan produk ruahan
 Pengemasan
 Karantina sebelum produk dinyatakan lulus
 Gudang produk jadi
 Tempat bongkar muat
 Laboratorium
 Tempat pencucian peralatan

4. Peralatan
Peralatan didisain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat dan pemeliharaan
peralatan seperti pembersihan dan kalibrasi peralatan serta instrumen secara berkala.

5. Sanitasi dan Higiene


Sanitasi dan higiene dilaksanakan pada personalia, bangunan, mesin, peralatan, dan bahan
awal.
a. Personalia
Personalia dalam keadaan sehat, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk
personil bagian produksi yang terkait dengan proses pembuatan. Personil melaksanakan
higiene perorangan, personil yang memiliki penyakit atau luka terbuka atau yang dapat
merugikan kualitas produk tidak menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam
proses, dan produk jadi. Menghindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk.
Personil mengenakan pakaian kerja, tutup kepala, dan menggunakan alat pelindung sesuai
dengan tugasnya.
b. Bangunan
Tersedia wastafel, toilet dengan ventilasi yang terpisah dari area produksi. Tersedia locker
tempat menyimapan pakaian ganti dan barang lain milik karyawan. Sampah di ruang
produksi secara teratur ditampung di tempat sampah dikumpulkan di tempat
penampungan sampah di luar area produksi. Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan
fumigasi tidak boleh mengkontaminasi peralatan, bahan baku / pengemas, bahan antara,
dan produk jadi.
c. Peralatan dan Perlengkapan
Peralatan / perlengkapan dijaga dalam keadaan bersih. Pembersihan dengan cara basah
atau vakum, dan terdapat prosedur tetap pembersihan dan sanitasi mesin yang dilakukan
secara berkala.

37
6. Produksi
Terdapat penangan bahan awal, verifikasi material (bahan), pencatatan bahan, material yang
ditolak, penomoran bets, penimbangan, pengukuran, prosedur, pengolahan, penanganan
produk kering, produk basah, produk aerosol, pelabelan dan karantina, penanganan produk
jadi, karantina, pengiriman ke gudang produk jadi.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu meliputi :
a) Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan, dan pengujian terhadap bahan awal produk
dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi yang
ditetapkan.
b) Program pemantauan lingkungan, peninjauan dokumentasi bets, contoh pertinggal, mutu
produk di peredaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan
produk jadi agar dapat memenuhi standar yang ditetapkan.
Dalam pengawasan mutu dilakukan evaluasi terhadap pengolahan ulang dan produk
kembalian.

8. Dokumentasi
 Mendokumentasikan riwayat setiap bets bahan awal hingga produk jadi dan aktivitas yang
dilakukan meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi
dan hal-hal spesifik lain yang terkait dengan CPKB.
 Terdapat dokumen spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk ruahan, dan produk jadi).
 Terdapat dokumen produksi yang meliputi dokumen induk, catatan pembuatan bets, dan
catatan pengawasan mutu

9. Audit Internal
Audit Internal adalah kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari aspek
produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan meningkatkan sistem mutu. Audit internal
dapat dilakukan oleh pihak luar, auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh
manajemen untuk. Pelaksanaan audit internal dapat diperluas hingga ke tingkat pemasok dan
kontraktor. Hasil audit didokumentasikan dengan baik

10. Penyimpanan
a. Area penyimpanan
 Area memungkinkan untuk penyimpanan bahan maupun produk seperti bahan awal,
produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang dikarantina, dan produk yang lulus
uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran.
 Dirancang atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik, area
harus bersih, kering dan terawat.
 Tempat penerimaan dan pengiriman barang dapat melindungi barang dari pengaruh
cuaca bila perlu dilakukan pembersihan barang sebelum disimpan.
 Area penyimpanan produk karantina diberi batas secara jelas.
 Bahan berbahaya disimpan secara aman.
b. Penanganan dan pengawasan persediaan meliputi penanganan penerimaan produk dan
pengawasan catatan penerimaan dan pengeluaran produk.

38
11. Kontrak Produksi dan Pengujian
Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian dijabarkan dengan jelas, disepakati dan diawasi
agar tidak terjadi kesalahpahaman atau kesalahan dalam penafsiran yang dapat berakibat tidak
memenuhi mutu produk atau pekerjaan. Terdapat perjanjian tertulis antara pemberi dan
penerima kontrak yang menguraikan tugas dan tanggungjawab masing - masing pihak.
keputusan akhir hasil pengujian produk merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Penerima
kontrak bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian.

12. Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk


Terdapat prosedur tertulis mengenai tindakan yang diambil termasuk tindakan penarikan
kembali (recall). Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat
dilakukan tindak lanjut seperti penarikan. Untuk penarikan produk dibuat sistem penarikan
kembali dari peredaran terhadap produk yang diketahui atau diduga bermasalah.

Kosmetik dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri berupa notifikasi. Kecuali
kosmetik untuk penelitian dan sampel kosmetik untuk pameran dengan jumlah terbatas dan tidak
dijualbelikan. Notifikasi dilakukan sebelum kosmetik beredar oleh pemohon notifikasi kepada
Kepala Badan dan berlaku selama 3 tahun dan dapat diperbaharui. Pemohon notifikasi terdiri atas
industri kosmetik di wilayah Indonesia yang memiliki izin produksi, importir kosmetik yang
mempunyai Angka Pengenal Impor (API), dan surat penunjukkan keagenan dari produsen negara
asal, perorangan atau badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetik
yang memiliki izin produksi. Kosmetik yang dinotifikasi Dibuat dengan menerapkan CPKB dan
memenuhi persyaratan teknis (keamanan, bahan, penandaan, dan klaim).

Cara pengajuan notifikasi yaitu:


1. Pemohon notifikasi mendaftarkan diri kepada Kepala Badan.
2. Pengisian template melalui website BPOM http://www.pom.go.id.
3. Verifikasi data, pemohon notifikasi mendapatkan User ID dan password.
4. Pemohon notifikasi mengisi template notifikasi dan dikirim ke BPOM
5. Melakukan pembayaran ke bank, resi pembayaran dikrim ke BPOM, dan verifikasi pembayaran.
6. Selanjutnya mendapat no notifikasi dan produk dapat diedarkan.

Pendaftaran notifikasi dilakukan 1 (satu) kali selama tidak terdapat perubahan data pemohon.
Pemohon menyampaikan pemberitahuan perubahan data pemohon notifikasi atau mengajukan
pendaftaran kembali jika terjadi perubahan.

Pembatalan notifikasi terjadi jika:


a. Izin produksi kosmetik, IUI, atau tanda daftar industri, atau Angka Pengenal lmportir (API) sudah
tidak berlaku
b. Hasil evaluasi kosmetik yang telah beredar tidak memenuhi syarat
c. Atas permintaan pemohon notifikasi
d. Perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi lisensi/industri penerima
kontrak produksi, atau surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal sudah berakhir
dan tidak diperbaharui
e. Kosmetik yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau dokumen yang disampaikan
pada saat permohonan notifikasi

39
f. Pemohon notifikasi tidak memproduksi, mengimpor, atau mengedarkan produk sebagaimana
mestinya

Setiap industri kosmetik, importir kosmetik, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan
kontrak produksi wajib melakukan penarikan kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan. Penarikan dilakukan atas inisiatif sendiri atau perintah Kepala Badan. Kosmetik yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan adalah kosmetik yang dapat membahayakan
kesehatan dilakukan pemusnahan. Kosmetik yang membahayakan kesehatan yaitu :
a) Tidak dinotifikasi
b) Mengandung bahan dilarang (merkuri, asam retinoat, merah K3, merah K10, dietilen glikol,
hidrokuinon)
c) Tidak memenuhi persyaratan cemaran mikroba
d) Tidak memenuhi persyaratan cemaran logam berat
e) Mengandung bahan melebihi batas kadar yang diizinkan
f) Kedawularsa
g) Mencantumkan penandaan yang tidak objektif, menyesatkan dan/atau berisi informasi seolah-
olah sebagai obat ( dilakukan pemusnahan penandaan dengan melepas dan memusnahkan
penandaan).Pemusnahan dilakukan atas perintah Kepala Badan/Kepala Balai dan/atau inisiatif
sendiri. Pemusnahan kosmetik harus disaksikan oleh petugas dan terdapat berita acara
pemusnahan.

Industri kosmetik, importir kosmetik, dan/atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan
kontrak produksi yang tidak mematuhi ketentuan dalam peraturan kosmetik mendapatkan sanksi
administratif yaitu :
a. Peringatan tertulis
b. Larangan mengedarkan kosmetik untuk sementara
c. Penarikan Kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu,
penandaan dan/atau klaim dari peredaran
d. Pemusnahan kosmetik
e. Penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau impor kosmetik
f. Pembatalan notifikasi

Industri kosmetik, importir kosmetik, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak
produksi wajib melakukan monitoring terhadap kosmetik yang telah beredar dan menanggapi serta
menangani keluhan atau kasus efek yang tidak diinginkan dari kosmetik. Kasus efek yang tidak
diinginkan dilaporkan kepada Kepala Badan melalui mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik
(MESKOS) BPOM.

40
4.1.5 Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman untuk konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan olahan adalah
makanan dan/atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa
bahan tambahan.
Peraturan mengenai pangan meliputi :
a) Undang – Undang RI No 18 tahun 2012 tentang pangan
b) Undang – Undang RI No 8 tahun 1999 tentang perlindungan pangan
c) Undang – Undang RI No 3/2014 tentang Jaminan Produk Halal
d) Peraturan Pemerintah No 28/2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan
e) Peraturan Menteri Kesehatan No 33/2012 tentang Bahan Tambahan Pangan
f) Keputusan Kepala BPOM No 1/2015 tentang Kategori Pangan
g) Keputusan Kepala BPOM No 9955/2011 tentang Pendaftaran Pangan Olahan
h) Keputusan Kepala BPOM No 2206/2012 tentang CPPB untuk IRT
i) Keputusan Kepala BPOM No 6635/2007 tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas BTP
pada Label dan Iklan Pangan
j) Keputusan Kepala BPOM No 2205/2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi
Pangan IRT
dsb

Pangan dikelompokkan menjadi dua yaitu pangan yang tidak diregistrasi dan pangan yang
diregistrasi. Pangan yang tidak perlu diregistrasi adalah pangan segar seperti ikan, daging, tempe,
tahu mentah, pangan siap saji atau expired date < 7 hari, dan makanan curah (seperti minyak, gula,
kerupuk). Pangan yang diregistrasi adalah pangan kemasan yang diregistrasi MD/ML dan pangan
PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga).
Cara Produksi Pangan Olahan yang diregistrasi MD/ML terdapat pada Peraturan Menteri
Perindustrian RI No.75/M-IND/PER/7/2010 Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang
Baik /CPPOB (Good Manufacturing). CPPOB adalah acuan umum bagi industri pengolahan pangan
untuk mengahasilkan produk yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Ruang lingkup CPPOB
meliputi:
1. Lokasi
Penetapan letak pabrik/tempat produksi perlu mempertimbangkan lokasi dan keadaan
lingkungan yang bebas dari sumber pencemaran untuk melindungi pangan olahan yang
diproduksi.

2. Bangunan
Bangunan dan ruangan dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik
dan higiene sesuai jenis pangan olahan dan sesuai urutan proses produksi, sehingga mudah
dibersihkan, disanitasi, dipelihara, dan tidak terjadi kontaminasi. Terdapat pedoman mengenai
desain dan tata letak, struktur ruangan (lantai, dinding, atap dan langit – langit, pintu, jendela,
dan ventilasi, permukaan tempat kerja, dan penggunaan bahan gelas.

41
3. Fasilitas Sanitasi
Fasilitas sanitasi bangunan pabrik/tempat produksi dibuat berdasarkan perencanaan yang
memenuhi persyaratan teknik dan higiene. Terdapat pedoman mengenai sarana penyediaan
air, sarana pembuangan air limbah, sarana pembersihan/pencucian toilet, sarana toilet, dan
sarana higiene karyawan.

4. Mesin dan peralatan


Mesin / peralatan yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan didesain, dikonstruksi,
dan diletakan sehingga menjamin mutu dan keamanan produk. Terdapat pedoman mengenai
persyaratan mesin/peralatan, tata letak mesin/peralatan, pengawasan dan pemantauan
mesin/peralatan, dan bahan perlengkapan dan alat ukur.

5. Bahan
Bahan dalam produksi pangan olahan meliputi bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong,
air, dan bahan tambahan pangan (BTP). Terdapat pedoman mengenai persyaratan bahan dan
persyaratan air yang digunakan.

6. Pengawasan proses
Dilakukan pengawasan proses untuk mengurangi produk tidak memenuhi syarat mutu dan
keamanan, selain itu perlu tindakan pencegahan melalui pengawasan terhadap kemungkinan
adanya bahaya pada setiap proses. Industri pangan olahan menerapkan Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) yang merupakan tindakan pencegahan efektif terhadap bahaya selama
tahapan proses produksi. Selain pengawasan proses juga terdapat pedoman mengenai
pengawasan bahan, terhadap kontaminasi, dan proses khusus.

7. Produk akhir
Terdapat spesifikasi produk akhir dan persyaratan produk akhir yang bertujuan menghasilkan
produk pangan olahan bermutu seragam yang memenuhi standar dan persyaratan serta
meningkatkan kepercayaan konsumen.

8. Laboratorium
Laboratorium di industri pangan olahan bertujuan untuk menentukan mutu bahan pangan,
bahan tambahan, bahan penolong, BTP, dan produk akhir yang dihasilkan. Industri pangan
olahan menerapkan Cara Berlaboratorium yang Baik (Good Laboratory Practice).

9. Karyawan
Karyawan menjaga higiene dan kesehatannya sehingga karyawan yang kontak langsung atau
tidak dengan produksi pangan tidak mencemari produk.

10. Pengemas
Untuk mempertahankan mutu dan melindungi produk dari lingkungan seperti sinar matahari,
panas, kelembaban, kotoran, benturan, dsb maka diperlukan pengemas yang sesuai dan
memenuhi persyaratan.

42
11. Label dan keterangan produk
Pemberian label dan keterangan produk jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen
dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah, dan mengkonsumsi. Label pangan harus
memenuhi ketentuan pelabelan pada UU No 18 tahun 2012 tentang pangan.

12. Penyimpanan
Penyimpanan bahan seperti bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, dan BTP, produk
akhir, bahan berbahaya, wadah, pengemas, mesin/peralatan disimpan baik, sesuai kondisi
penyimpanan, dan tujuan penggunaannya.

13. Pemeliharaan dan Program Sanitasi


Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi seperti bangunan,
mesin/peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dilakukan secara berkala untuk
menghindari kontaminasi pada pangan olahan. Terdapat pedoman pemeliharaan, prosedur
pembersihan dan sanitasi, program pembersihan, program pengendalian hama, penanganan
limbah.

14. Pengangkutan
Pengangkutan produk akhir memerlukan pengawasan untuk menghindari kesalahan dalam
pengangkutan sehingga menyebabkan kerusakan dan penurunan mutu serta keamanan
pangan. Terdapat pedoman persyaratan wadah dan alat pengangkutan dan pemeliharaan
wadah dan alat pengangkutan.

15. Dokumentasi dan Pencatatan


Proses produksi dan distribusi perlu dilakukan dokumentasi dan pencatatan. Dokumentasi
disimpan hingga melebihi batas masa simpan produk. Hal ini berguna untuk meningkatkan
jaminan mutu dan keamanan, mencegah kedawularsa produk, dan meningkatkan keefektifan
sistem pengawasan pangan olahan. Dokumentasi yang diperlukan meliputi catatan bahan
masuk, proses produksi, jumlah dan tanggal produksi, distribusi, inspeksi, pengujian, penarikan
produk, penulusuran bahan, penyimpanan, pembersihan dan sanitasi, kontrol hama, kesehatan
karyawan, pelatihan, kalibrasi, dsb.

16. Pelatihan
Industri pengolahan pangan melaksanakan pelatihan dan pembinaan pangan pada karyawan
dalam melaksanakan sistem higiene. Pembina dan pengawas pengolahan pangan harus
mempunyai pengetahuan mengenai prinsip – prinsip dan praktek higiene pangan agar dapat
mendeteksi risiko dan memperbaiki penyimpangan.

17. Penarikan Produk


Penarikan produk adalah menarik produk dari peredaran karena pangan yang diedarkan diduga
menjadi timbulnya penyakit atau keracunan pangan olahan.

43
18. Pelaksanaan Pedoman
Perusahaan mendokumentasikan operasional program CPPOB, manajemen perusahaan
bertanggung jawab terhadap sumber daya untuk menjamin penerapan CPPOB, dan karyawan
melakukan sesuai tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya.

4.1.6 Pemeriksaan Sarana Distribusi Pangan (MD/ML)


Pemeriksaan distribusi pangan mengacu pada Cara Ritel Pangan yang Baik (CRPB), CRPB adalah
acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan oleh sarana ritel pangan dan untuk
pengawasan keamanan pangan di sarana ritel pangan. Sarana ritel pangan adalah tempat penjualan
pangan secara eceran dapat berupa toko modern dan toko tradisional. Toko modern adalah toko
dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk
minimarket, supermarket, department store, hypermarket, atau grosir yang berbentuk perkulakan.

Pada Peraturan Kepala BPOM RI No HK.03.1.23.12.11.105569 tahun 2011 tentang Pedoman Cara
Ritel Pangan yang Baik, berlaku untuk ritel toko modern. Pedoman CRPB terdiri atas aspek :
1. Sumber Daya Manusia
a. Persyaratan Sumber Daya Manusia
 Karyawan memenuhi persyaratan kesehatan dan menerapkan higiene perorangan
 Bertanggung jawab menyediakan dan menjual pangan yang aman dan bermutu
 Karyawan memiliki latar belakang pendidikan atau pelatihan yang memadai di bidang
pangan, gizi, sanitasi, higiene dan kesehatan lingkungan dan karyawan penjamah
pangan memiliki pengetahuan, kemampuan dan keahlian mengenai penanganan
pangan yang baik agar tidak menyebabkan kerusakan pangan.
 Dilakukan pelatihan yang berkesinambungan
b. Pemantauan Kesehatan Karyawan
 Pemantauan kesehatan karyawan yang menangani pangan segar dan siap saji secara
langsung dan berkala seperti pengeluaran sesuatu dari hidung, mulut, mata dan kepala
seperti bersin, batuk, influenza, radang mata, dan ketombe rambut.
 Pelaporan kesehatan dan aktivitas karyawan
 Tidak memperkenankan karyawan untuk menangani pangan jika menyebabkan
pencemaran pada pangan.
c. Higiene Perorangan
 Karyawan menjaga kebersihan badan, tangan, rambut, pakaian kerja
 Karyawan yang menangani pangan segar dan siap saji tidak menggunakan perhiasan,
asesoris, makan, minum, dan merokok
 Tidak diperkenankan meludah, bercakap – cakap pada tempat pemajangan pangan
segar dan siap saji.

2. Rancang Bangun dan Fasilitas Ritel Pangan


a. Lokasi dan Lingkungan
Berada di lokasi yang jauh dari pencemaran, dapat menjamin kebersihan, kelancaran
distribusi, dan menjaga lingkungan seperti penanganan sampah dan buangan sarana ritel.
b. Bangunan dan Ruangan
 Bangunan dan ruangan memenuhi persyaratan teknik, higiene dan sanitasi sesuai
dengan jenis pangan yang diproduksi serta urutan pangan yang diterima, sehingga

44
mudah dibersihkan, disanitasi, dipelihara, dan tidak terjadi pencemaran silang diantara
produk ataupun pencemaran dari bangunan.
 Tersedia fasilitas umum seperti penerangan, ventilasi dan pengatur suhu,
penyimpanan, penyiapan pangan, sanitasi, tempat ibadah yang berfungsi dengan baik
dan dijaga kebersihannya.
c. Tata Ruang Sarana Ritel
Bangunan, peralatan dan fasilitas sarana ritel ditata, dirancang dan dibangun untuk
menjamin
 Pencegahan pencemaran oleh bahan biologi, kimia, dan fisika
 Kemudahan pemeliharaan, pembersihan dan disinfeksi, serta mengurangi pencemaran
udara
 Permukaan bahan kuat atau tahan lama, tidak mudah pecah, mudah dipelihara dan
dibersihkan, dan tidak beracun.
 Ketersediaan fasilitas pengatur suhu, kelembaban, dsb
 Pencegahan masuk dan bersarangnya hama
 Meminimalkan risiko rusak atau tercemarnya pangan oleh konsumen
d. Akses Keluar
 Dijaga agar tidak menjadi jalan masuk hama
 Jendela dan daun pintu dibuka untuk ventilasi dan tetap mencegah masuknya hama.
e. Peralatan
 Peralatan untuk pemajangan pangan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan
peralatan yang dapat dibersihkan di tempat di rancang dengan baik.
 Tata letak peralatan, memudahkan perawatan, pembersihan, dan pencucian berfungsi
sesuai dengan tujuan kegunaan, dan diletakkan sesuai dengan aliran pangan.
 Jenis peralatan, sesuai dengan jenis pangan yang disimpan, dan dijual.
 Pengawasan dan pemantauan peralatan diterapkan sesuai persyaratan yang
ditetapkan dan menjamin pencegahan cemaran miroba atau toksin dan dapat
mempertahankan kemanan dan mutu pangan.

3. Pembersihan dan Sanitasi serta Pemeliharaan Fasilitas Ritel Pangan


a. Kebersihan Fasilitas Ritel Pangan
Menjaga kebersihan fasilitas ritel (bangunan dan peralatan) untuk mencegah pencemaran
dan berkembangnya hama dan karyawan mengetahui dan menguasai cara pembersihan
bangunan dan peralatan dengan baik.
b. Pembersihan dan sanitasi
Pembersihan dan sanitasi yang efisien menurunkan jumlah mikroba pada permukaan yang
bersentuhan dengan pangan, untuk menjamin hilangnya seluruh kontaminan patogen,
permukaan yang bersentuhan dengan pangan disanitasi setelah dibersihkan. Sarana ritel
pangan memilki kegiatan sanitasi untuk memantau dan mengawasi setiap bagian.
 Pencucian peralatan secara manual
Cara pencucian peralatan :
o Peralatan dibersihkan dari kotoran
o Penghilangan lemak dan sisa pangan dengan detergen pada bak cuci pertama
o Pembilasan dengan air bersih suhu 45°C pada bak kedua

45
o Sanitasi pada bak ketiga dengan perendaman dalam air suhu 77°C selama 2 menit
atau menggunakan klorin 100 – 200 mg/mL pada suhu 45°C selama 2 menit atau
dengan larutan amonium kuarterner 200 mg/l pada suhu 45°C atau dengan larutan
Iod 25 mg/l pada suhu 45°C selama 2 menit
o Pengeringan alat

Gambar 4.1 Metode Pencucian Peralatan dengan Tiga Bak

c. Pemeliharaan
Pemeliharaan pada talenan, alat pemotong, alat pemanas dan pendingin, termometer, alat
penyaring udara (kasa).

4. Penerimaan dan Pemeriksaan Pangan


Terdapat pengaturan mengenai penerimaan pangan, fasilitas di area penerimaan, kondisi
umum pengiriman dan penerimaan pangan, penerimaan pangan segar, penerimaan pangan
mengandung babi, produk ”Merk Sendiri’ (private brand), produk Impor, produk dengan klaim
organik dan klaim lainnya.

5. Penyimpanan Pangan
Terdapat pengaturan mengenai pengendalian penyimpanan pangan, penyimpanan pangan
kering, penyimpanan dingin, sarana penyimpanan pangan (daging unggas, ikan, telur, daging,
produk susu, buah dan kacang – kacangan, sayuran pangan beku), penyimpanan kering,
penyimpanan pangan mengandung babi, penyimpanan minuman beralkohol.

6. Penyiapan, Pengemasan dan Pelabelan Produk Pangan


Terdapat pedoman mengenai penyiapan bahan, pengemasan dan pelabelan (pangan segar dan
pangan siap saji)

7. Penyusunan, Pemajangan dan Penyerahan Pangan pada Konsumen


Terdapat pedoman mengenai penyusunan pangan (rak, pangan kaleng, pangan rusak, dan
rotasi pangan), pemajangan pangan (pemajangan pangan siap saji, minuman beralkohol,

46
pangan mengandung babi, pangan iradiasi, dan produk pangan rekayasa genetika),
meminimalkan kontaminasi konsumen, tata cara dan penyerahan pangan kepada konsumen.

8. Produk Kedawularsa dan Pengaturan Rotasi Stok Pangan


Terdapat pedoman mengenai penarikan produk kedawularsa, pengaturan rotasi stok pangan,
penulisan tanggal kedawularsa, jenis pangan yang tidak perlu diberikan tanggal kedawularsa,
dan formulir pemeriksaan rotasi stok pangan.

9. Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Kimia Beracun (zat pembersih dan sanitasi, pestisida)
untuk pemeliharaan sarana ritel pangan
Terdapat pedoman mengenai penyimpanan bahan kimia beracun, ketersediaan dan
penggunaan bahan kimia beracun, persyaratan bahan kimia (bahan sanitasi, bahan – bahan
kimia untuk mencuci buah dan sayuran, bahan tambahan pemanas air, bahan pengering,
pelumas, pestisida, obat – obatan, perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan/P3K,
benda milik pribadi).

10. Pencatatan dan Dokumentasi


Terdapat pedoman mengenai pencatatan dan dokumentasi pada sarana ritel pangan dan
dokumentasi kalibrasi peralatan.

4.1.7 Pemeriksaan Pangan- Industri Rumah Tangga (P-IRT)


Peraturan mengenai P-IRT diantaranya Peraturan Kepala BPOM RI HK.03.1.23.04.12.2206 tahun
2012 Tentang Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga, Peraturan Kepala BPOM
RI No HK.03.1.23.04.12.2207 tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan
Industri Rumah Tangga, Peraturan Kepala BPOM No. HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara
Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT), dan Peraturan Kepala BPOM
RI No HK.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan
Industri Rumah Tangga.

Pangan IRT adalah pangan olahan hasil produksi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) yang
diedarkan dalam kemasan eceran dan berlabel. Industri Rumah Tangga (IRT) adalah perusahaan
yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga
semi otomatis. Cara Produksi Pangan Yang Baik adalah pedoman untuk memproduksi pangan yang
bermutu, aman, dan layak untuk dikonsumsi. Aspek – aspek CPPRB –IRT meliputi:
1. Lingkungan Produksi
Lingkungan produksi bebas dari cemaran, sarang hama, serangga, binatang pengerat, dan tidak
berada di dekat tempat pembuangan sampah serta selalu menjaga lingkungan tetap bersih.
2. Bangunan dan Fasilitas IRT
Terdapat pengaturan mengenai ruang produksi yang meliputi desain dan tata letak, lantai,
dinding, langit – langit, pintu, jendela, lubang angin, kelengkapan produksi, tempat
penyimpanan.
3. Peralatan produksi
Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan didesain, dikonstruksi dan diletakkan
sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan.

47
4. Suplai air
Air yang digunakan untuk produksi harus cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih
dan atau air minum.
5. Fasilitas dan kegiatan higene dan sanitasi
6. Pengendalian Hama
7. Kesehatan dan Higiene Karyawan
8. Pengendalian Proses
9. Label Pangan
10. Penyimpanan
11. Penanggung Jawab
12. Penarikan Produk
13. Pencatatan dan Dokumentasi
14. Pelatihan Karyawan

Tata cara pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
a. Penerimaan pengajuan permohonan SPP-IRT oleh bupati /walikota (Dinas Kesehatan
Kabupaten /Kota) dan dievaluasi kelengkapan serta keseuaiannya.
b. Penyelenggaraan penyuluhan keamanan pangan
c. Pemeriksaan sarana produksi pangan industri rumah tangga
d. Pemberian nomor P-IRT, minimal terdiri dari 15 digit P-IRT No. 1234567890123-45
 Digit ke-1 : kode jenis kemasan
 Digit ke-2, 3 : nomor urut jenis pangan IRTP
 Digit ke- 4,5,6, 7 : kode propinsi dan kabupaten/kotaDigit ke-8,9 : no urut pangan IRTP yang
telah memperoleh SPP-IRT
 Digit ke- 10,11,12,13 : no urut IRTP di Kab/Kota ybs
 Digit ke-14,15 : tahun berakhir masa berlaku

SPP-IRT berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. No P-IRT diberikan
untuk 1 (satu) jenis pangan IRT.

Pencabutan No P-IRT dilakukan jika pemilik dan atau penanggungjawab perusahaan melakukan
pelanggaran terhadap peraturan yg berlaku, pangan terbukti sebagai penyebab kejadian luar biasa
(KLB) keracunan pangan, pangan mengandung bahan berbahaya, dan sarana terbukti tidak sesuai
dengan kriteria IRTP

4.1.8 Sampling di BBPOM


Sampling adalah pengambilan sampel untuk pengujian baik secara kimia, fisika, dan mikrobiologi.
Sampling bertujuan untuk melindungi masyarakat dari penggunaan produk yang tidak memenuhi
syarat mutu dan keamanan, menjamin konsistensi mutu produk pasca pemasaran, dan untuk
mendeteksi sedini mungkin produk palsu di peredaran/produk ilegal/tidak terdaftar. Sampling
dilakukan secara rutin atau adanya kasus. Sampling rutin meliputi sampling compliance dan
sampling surveilan. Sampling compliance adalah sampling untuk mengetahui pemenuhan
persyaratan mutu yang ditetapkan. Sampling surveilan adalah sampling atas kecurigaan
kemungkinan adanya obat palsu/ilegal.

48
Sampling dilakukan pada komoditi obat / produk terapetik, narkotik psikotropik dan zat adiktif
(NAPZA), kosmetik, obat tradisional, komplemen, pangan (MD, ML, dan PIRT), kemasan pangan,
rokok, jajanan anak sekolah.

Metodologi sampling obat terdiri atas acak random dan targeted. Sampling acak / random untuk
memenuhi keterwakilan produk yang beredar. Penentuan kategori sampel dilakukan melalui
pendekatan analisis risiko dengan tingkat kekritisan lebih tinggi mendapat proporsi sampel yang
lebih besar, biasanya digunakan untuk obat non e-katalog. Sampling tertentu / targeted dilakukan
melalui pendekatan analisis risiko dengan prinsip purposive / targeted, biasanya digunakan untuk
sampling obat e-katalog. Tempat sampling obat publik di sarana pemerintah (rumah sakit dan
puskesmas pemerintah) dan sampling obat swasta di apotek, klinik, toko obat.

Sampling untuk komoditi lain seperti kosmetik disampling di toko kosmetik, klinik kecantikan /
salon, toko modern, dan media online. Sampling pangan di toko modern dan pasar tradisional.
Sampling obat tradisional di apotek, toko obat, swalayan, klinik akupuntur, dll. Sampling jajanan
anak sekolah di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, kantin sekolah, dll. Sampling rokok di
toko modern.

4.1.9 Penandaan
1. Penandaan Obat
Penandaan obat adalah keterangan lengkap khasiat, keamanan, cara penggunaan, serta
informasi lain yang perlu dicantumkan pada etiket, brosur dan kemasan primer & sekunder
yang disertakan pada obat jadi berupa tulisan, gambar, kombinasi tulisan & gambar atau bentuk
lain yang disertakan/dimasukkan pada kemasan, ditempelkan atau merupakan bagian dari
wadah dan atau kemasan. Penandaan terdiri atas penandaan umum dan khusus. Informasi yang
terdapat dalam penandaan umum meliputi nama obat jadi, bentuk sediaan, bobot
netto/volume/isi, komposisi, dosis, nama industri farmasi, alamat industri farmasi, nomor
pendaftaran, nomor bets dan lot, tanggal kadaluwarsa, cara penggunaan, cara
kerja/farmakologi, efek samping, indikasi, kontra indikasi, interaksi obat, tanda khusus, tanda
peringatan, cara penyimpanan, HET (harga eceran tertinggi).
Penulisan nomor izin edar obat, contoh GKL0708513910A1
Keterangan:
Digit ke 1 : Nama obat jadi  D: Nama Dagang, G: Generik
Digit ke 2 : Golongan obat  N: Narkotika, P: Psikotropika, K: Obat Keras, T: Obat
Bebas Terbatas, B: Obat Bebas
Digit ke 3 : Jenis produksi  I: Impor, E: Ekspor, L: Lokal, X: Keperluan khusus, J:
Terjangkau (KF), S: Siaga
Digit 4,5 : Tahun persetujuan
Digit 6,7,8 : Nomor urut pabrik
Digit 9,10,11 : Nomor urut obat jadi yang disetujui untuk masing – masing industri
farmasi
Digit 12,13 : Bentuk sediaan
Digit 14 : Kekuatan sediaan
Digit 15 : Perbedaan jenis kemasan

49
Informasi pada penandaan khusus pada obat meliputi tanda penggolongan obat pada etiket
wadah dan bungkus luar seperti.

Tabel 4.1 Penandaan Khusus Penggolongan Obat


Gol. Obat Gambar Penandaan Khusus Keterangan
Bulatan hijau dengan garis tepi berwarna hitam
Bebas Ukuran bulatan disesuaikan dengan disain etiket
wadah & bungkus luar
Bulatan biru dengan garis tepi berwarna hitam.
boleh tidak tercantum pada blister, strip
Bebas
Al/selofan, atau kemasan sejenis, bila pada
Terbatas
kemasan terkecil sudah tercantum tanda bulatan
biru
Bulatan warna merah bergaris tepi
Hitam dengan tulisan K warna hitam yang
menyentuh tepi garis
mencantumkan kalimat : “HARUS DENGAN
Keras
RESEP DOKTER”
pada blister, strip Al/selofan, vial, ampul, tube
atau bentuk wadah lain bila wadah tersebut
dikemas dalam bungkus luar
logo seperti tanda palang merah
Narkotik

Generik
Berlogo

Penandaan khusus lainnya adalah adalah tanda peringatan pada obat bebas terbatas, kadar alkohol,
logo halal, penandaan produk bersumber babi atau bersinggungan dengan babi. Penandaan
minimal pada kemasan obat terdapat pada Peraturan Kepala BPOM RI No HK.03.1.23.10.11.08481
tahun 2011 tentang Kriteria Tata Laksana Registrasi Obat.

Tabel 4.2 Informasi Minimal Penandaan yang Tercantum dalam Kemasan Primer Obat

Etiket
Informasi yang harus Bungkus Catch Cover Etiket/ Blister
No Ampul
dicantumkan Luar / Amplop Label /Strip
/Vial

1 Nama Obat √ √ √ √ √
2 Bentuk sediaan √ √ √ - √d
3 Besar kemasan (unit √ √ √ - √
Nama dan kekuatan zat
4 √ √ √ √ √c
aktif

50
Nama dan alamat
5 √ √ √ √c √e
pendaftar
Nama dan alamat
6 √ √ √ √c √
produsen
7 Nama dan alamat lisensi √ √ √ √c -
8 Cara Pemberian √ √ √ - √
9 Nomor izin edar √ √ √ √ √
10 Nomor bets √ √ √ √ √
11 Tanggal produksi √ √ - - -
12 Natas kedawularsa √a √ √ √ √
13 Indikasi √a √ √b - -
14 Posology √b √ √b - -
15 Kontraindikasi √b √ √b - -
16 Efek samping √b √ √b - -
17 Interaksi obat √b √ √b - -
18 Peringatan – perhatian √b √ √b - -
Peringatan Khusus
Harus dengan resep
√ V v v V
dokter
Tanda peringatan (P.No 1
√ V v - -
19 – P. No 6)
Kotak peringatan √ V v - -
Bersumber
√ V v - V
babi/bersinggunan
Kandungan alcohol √ V v - V
20 Cara penyimpanan √ √ √ - -
Penandaan Khusus
Harga eceran tertinggi
√ v v v vd
(HET)
21 Logo golongan obat
keras/bebas √ v v - -
terbatas/bebas
Logo generik √ v vd v V

Keterangan :
a : harus dicantumkan untuk obat bebas dan bebas terbatas, obat keras dapat merujuk pada
informasi produk untuk pasien
b : informasi dapat informasi produk untuk pasien
c : dicantumkan nama pendaftar/nama produsen / nama pemberi lisensi
d : dikecualikan untuk ampul atau vial kurang dari 10 mL
e : hanya nama negara

51
2. Penandaan Obat Tradisional
Penandaan obat tradisional adalah keterangan yang lengkap mengenai khasiat, keamanan dan
cara penggunaan serta informasi lain pada etiket dan atau brosur yang disertakan pada obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dan pada pembungkus. penandaan obat
tradisional dalam negeri, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus menggunakan bahasa
Indonesia, penandaan obat tradisional impor harus menggunakan bahasa Indonesia disamping
bahasa aslinya.

Tabel 4.3 Penandaan Khusus Obat


Golongan OT Gambar Keterangan
Jamu  Logo berupa ranting daun terletak dalam lingkaran dan
ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri wadah /
pembungkus/brosur.
 Warna logo hijau dengan warna dasar putih atau warna lai
yang menyolok kontras dengan warna logo.
 Tulisan “JAMU” jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan
warna hitam dengan dasar putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan tulisan jamu.
Obat Herbal  Logo berupa jari – jari daun (3 pasang) terletak dalam
Terstandar lingkaran dan dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri
wadah/ pembungkus/brosur.
 Warna logo hijau dengan warna dasar putih atau warna lai
yang menyolok kontras dengan warna logo.
 Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” jelas dan mudah
dibaca, dicetak dengan warna hitam dengan dasar putih atau
warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan obat
herbal terstandar.
Fitofarmaka  Logo berupa jari – jari daun membentuk bintang yang
terletak dalam lingkaran dan dan ditempatkan pada bagian
atas sebelah kiri wadah / pembungkus/brosur.
 Warna logo hijau dengan warna dasar putih atau warna lai
yang menyolok kontras dengan warna logo.
 Tulisan “FITOFARMAKA” jelas dan mudah dibaca, dicetak
dengan warna hitam dengan dasar putih atau warna lain
yang menyolok kontras dengan tulisan obat herbal
terstandar.

Penandaan pada kemasan obat tradisional meliputi :


• Nama Produk
• Nama dan alamat produsen/importir
• Nomor pendaftaran/nomor izin edar
Contoh nomor izin edar : XX123456789
Keterangan :
XX : Jenis produksi  TR : OT Lokal, TI : OT Impor, TL : OT Lisensi, QL : Kuasi Lisensi, QI :
Kuasi Impor, QD : Kuasi Lokal
52
Angka 9 Digit  digit 1,2: tahun produksi, digit 3 : jenis perusahaan, digit 4 : bentuk sediaan,
digit 5,6,7,8 : nomor urut, digit 9 : jenis kemasan
• Nomor bets/kode produksi
• Tanggal kedawularsa
• Netto
• Komposisi
• Peringatan/perhatian
• Cara penyimpanan
• Kegunaan dan cara penggunaan dalam bahasa Indonesia

3. Penandaan Kosmetik
Penandaan adalah informasi mengenai kosmetik berupa gambar, tulisan, kombinasi keduanya,
atau bentuk lain yang disertakan pada kosmetik, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau
merupakan bagian kemasan, serta yang dicetak langsung pada produk kosmetik.
Penandaan kosmetik lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan. Penandaan dibuat tidak mudah
lepas, luntur, dan rusak dari kemasannya. Penandaan harus mencantumkan informasi, paling
sedikit sebagai berikut :
 Nama kosmetik
 Kemanfaatan/kegunaan
 Cara penggunaan
 Komposisi
 Nama dan negara produsen
 Nama dan alamat lengkap pemohon notifikasi
 Nomor bets
 Ukuran, isi, atau berat bersih
 Tanggal kedawularsa
 Nomor notifikasi
C A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Keterangan :
C : Kosmetik
A : Kode Benua
Angka 1 – 11 : Kode negara, tahun notifikasi, jenis produk, dan no urut notifikasi
 Peringatan/perhatian dan keterangan lain, jika dipersyaratkan.

Penandaan menggunakan Bahasa Indonesia minimal pada informasi kemanfaatan/kegunaan,


cara penggunaan, dan peringatan/perhatian dan keterangan lain, jika dipersyaratkan.
Penggunaan bahasa asing dapat dilakukan jika ditulis menggunakan huruf Latin dan/atau angka
Arab serta memenuhi ketentuan. Ketentuan penulisan komposisi adalah sebagai berikut :
 Nama bahan kosmetik sesuai dengan nama International Nomenclature of Cosmetic
Ingredients (INCI), kecuali jika belum ada nama INCI, dapat menggunakan nama lain yang
berlaku internasional.
 Menggunakan nama genus dan spesies untuk bahan kosmetik yang berasal dari tumbuhan
atau ekstrak tumbuhan
 Komposisi bahan diurut mulai dari kadar terbesar sampai terkecil, kecuali bahan kosmetik
dengan kadar kurang dari 1% boleh ditulis tidak berurutan
53
 Bahan pewarna dapat ditulis tidak berurutan setelah bahan kosmetik lain dengan
menggunakan nomor Indeks Pewarna (Color Index/CI) atau tidak untuk yang tidak
mempunyai nomor CI.
 Bahan pewangi atau aromatis menggunakan kata "parfum", “perfume”, “fragrance”,
“aroma” atau “flavor”
 Bahan pewarna yang digunakan dalam satu seri kosmetik dekoratif dapat mencantumkan
kata “dapat mengandung”, “may contain” atau “+/-“.
 Dicantumkan nama pemberi lisensi, jika kosmetik dibuat berdasarkan lisensi
 Dicantumkan nama industri yang melakukan pengemasan primer, jika pengemasan
dilakukan oleh industri yang berbeda.
 Satuan ukuran, isi atau berat bersih ditulis dalam satuan sistem metrik atau satuan sistem
imperial disertai satuan sistem metrik.
 Penulisan tanggal kedaluwarsa ditulis dengan urutan tanggal, bulan, dan tahun atau bulan
dan tahun dan diawali dengan kata “tanggal kedaluwarsa” atau “baik digunakan sebelum”
atau kata dalam bahasa Inggris yang sesuai
 Dicantumkan penandaan peringatan/perhatian. Peringatan untuk sediaan aerosol :
Perhatian! Jangan sampai kena mata dan jangan dihirup. Awas! Isi bertekanan tinggi, dapat
meledak pada suhu diatas 50°C, jangan ditusuk, jangan disimpan di tempat panas atau di
dekat api, dan jangan dibuang di tempat pembakaran sampah. Peringatan untuk sediaan
mouthwash mengandung fluoride atau alkohol mencantumkan: “Tidak digunakan untuk
anak usia di bawah 6 tahun”. Peringatan/perhatian dicantumkan dengan jelas.
 Penandaan dicantumkan pada kemasan primer dan kemasan sekunder. Penandaan pada
kemasan primer minimal terdapat informasi nama kosmetik, nomor bets, ukuran, isi, atau
berat bersih.
Jika kosmetik hanya dikemas dalam kemasan primer dengan keterbatasan ukuran serta bentuk
kemasan, maka informasi wajib dicantumkan pada etiket gantung, brosur, atau shrink wrap
yang disertakan pada Kosmetik.
(Peraturan Kepala BPOM No 19 tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik)

4. Penandaan Suplemen Makanan


Penandaan suplemen makanan adalah keterangan lengkap mengenai kegunaan, keamanan dan
cara penggunaan serta informasi lain yang dicantumkan pada etiket dan atau brosur yang
disertakan pada suplemen makanan. Penandaan berisi informasi sesuai dengan penandaan
yang telah disetujui pada pendaftaran. Penandaan minimal yang dicumtumkan adalah sebagai
berikut:
 Tulisan “Suplemen Makanan”
 Nama produk, dapat berupa nama generik atau nama dagang
 Nama dan alamat produsen atau importir
 Ukuran, isi, berat bersih
 Komposisi dalam kualitatif dan kuantitatif
 Kandungan alkohol, bila ada
 Kegunaan, cara penggunaan dan takaran penggunaan
 Kontra indikasi, efek samping dan peringatan, bila ada
 Nomor izin edar

54
 Nomor bets / kode produksi
 Batas kedaluwarsa
 Keterangan lain yang berkaitan dengan keamanan atau mutu atau asal bahan tertentu
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(Keputusan Kepala BPOM RI No HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan
Suplemen Makanan)

5. Pelabelan Pangan
Pangan yang diperdagangkan dan diimpor wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada
kemasan pangan yang ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia yang
memuat minimal keterangan mengenai:
 Nama produk
 Daftar bahan yang digunakan
 Berat bersih atau isi bersih
 Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor
 Halal bagi yang dipersyaratkan
 Tanggal dan kode produksi
 Tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa
 Nomor izin edar bagi Pangan Olahan
X X 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
XX : MD /ML
 Asal usul bahan Pangan tertentu
(Undang – Undang RI No 18 tahun 2012 tentang Pangan)

4.1.10 Iklan
Iklan adalah keterangan atau pernyataan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang
dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan. Iklan terdapat pada
media cetak (koran, majalah, brosur, leaflet), luar ruang (spanduk, baligho, iklan dinding, video
tron), dan media elektronik (TV, radio, online). Pengawasan iklan obat, obat tradisional, kosmetik,
pangan, suplemen makan oleh BPOM. Pengawasan PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga)
dan Alat Kesehatan oleh Dinas Kesehatan.
1. Ketentuan Iklan Obat
a. Ketentuan Umum Iklan Obat
 Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
 Telah mendapat nomor persetujuan pendaftaran
 Rancangan iklan dan nama obat telah disetujui
 Bermanfaat bagi masyarakat untuk pemilihan
 Tidak mendorong penggunaan berlebihan dan terus menerus
 Informasi iklan obat sesuai kriteria yang ditetapkan
 Obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan
 Iklan obat tidak ditujukan untuk khalayak anak-anak atau menampilkan anak-anak
tanpa adanya supervisi orang dewasa atau memakai narasi suara anak - anak yang
menganjurkan penggunaan obat, tidak menggambarkan keputusan penggunaan obat
diambil oleh anak-anak.

55
 Iklan obat tidak diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan
sebagai profesi kesehatan dan atau menggunakan "setting" yang beratribut profesi
kesehatan dan laboratorium. Iklan obat tidak boleh memberikan pernyataan superlatif,
komparatif tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat, tidak memberikan anjuran
dengan mengacu pada pernyataan profesi kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan
mutu obat.
 Tidak memberikan anjuran mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat yang
berlebihan dan menunjukkan efek/kerja obat segera sesudah penggunaan obat.
 Tidak memuat anjuran untuk mencari informasi yang tepat kepada profesi kesehatan
mengenai kondisi kesehatan tertentu.
 Tidak menawarkan hadiah ataupun memberikan pernyataan garansi tentang indikasi,
kegunaan/manfaat obat
 Mencantumkan spot peringatan perhatian sebagai berikut:
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER
 Kecuali iklan vitamin spot peringatan perhatian sebagai berikut : BACA ATURAN PAKAI
 Pencantuman informasi pada iklan obat:
- Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus media cetak), untuk media lain,
apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif, harus dengan nama INN.
- Indikasi utama obat dan informasi keamanan obat
- Nama dagang obat
- Nama industri farmasi
- Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak)

b. Ketentuan khusus Iklan Obat


Ketentuan khusus iklan obat terdapat pada vitamin (vitamin C, multivitamin dan mineral),
obat pereda sakit dan penurun panas, obat flu, asma, batuk (antitusif, ekspektoran,
antitusif + ekspektoran + antihistamin), antasida, obat cacing, jerawat, obat gosok (dengan
tujuan dihirup uapnya atau untuk tujuan analgetik lokal), obat kulit (topikal), obat
antihistamin topikal, tetes mata, tetes hidung, obat kumur, luka, obat laksan/pencahar,
obat perjalanan, dan obat wasir.

2. Ketentuan Iklan Obat Tradisional


a. Ketentuan Umum Iklan Obat Tradisional
 Diiklankan apabila telah mendapat nomor persetujuan pendaftaran dan persetujuan
rancangan iklan.
 Tidak mendorong penggunaan obat tradisional secara berlebihan.
 Tidak diperankan oleh tenaga kesehatan atau seseorang yang berperan sebagai profesi
kesehatan dan /atau menggunakan setting beratribut profesi kesehatan atau
laboratorium.
 Informasi obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan.
 Tidak menggunakan kata-kata: super, ultra, istimewa, top, tokcer, cespleng, manjur dan
kata-kata lain yang semakna yang menyatakan khasiat dan kegunaan berlebihan atau
memberi janji obat tradisional menyembuhkan.

56
 Tidak memuat pernyataan kesembuhan dari seseorang, anjuran atau rekomendasi dari
profesi kesehatan, peneliti, sesepuh, pakar, panutan dan lain sebagainya.
 Tidak menawarkan hadiah atau memberikan pernyataan garansi tentang khasiat dan
kegunaan obat tradisonal.
 Tidak menampilkan adegan, gambar, tanda, tulisan dan atau suara dan lainnya yang
dianggap kurang sopan.
 Tidak mencantumkan gambar simplisia yang tidak terdapat dalam komposisi obat
tradisional yang disetujui.
 Iklan yang menguraikan tentang hasil penelitian harus benar-benar berkaitan secara
langsung dengan bahan baku (simplisia) atau produknya, dan informasi tersebut
mengacu pada hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan.
 Pada awal iklan dicantumkan identitas kata "JAMU”dalam lingkaran.
 Pada akhir iklan mencantumkan spot peringatan BACA CARA PEMAKAIAN
 Untuk media cetak harus mencantumkan nomor pendaftaran.
 Dilarang menyatakan khasiat untuk mengobati atau mencegah penyakit kanker,
tuberkolosis, poliomelitis, penyakit kelamin, impotensi, tiphus, kolera, tekanan darah
tinggi, diabetes, lever dan penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

b. Ketentuan Khusus Iklan Obat Tradisional


Ketentuan khusus iklan obat tradisional ditujukkan untuk obat tradisional golongan sehat
pria, sehat wanita, galian singset, jamu keputihan, haid teratur, habis bersalin, pelancar asi,
jerawat, pegal linu, parem, golongan demam, pencahar, obat kumur, sakit kulit, luka, dan
gatal, wasir, dan ulu hati.

(Keputusan Menteri Kesehatan RI No:386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan :


Obat bebas, obat tradisional, perbekalan kesehatan rumah tangga, alat kesehatan, kosmetik,
perbekalan kesehatan rumah tangga, dan makanan-minuman)

3. Ketentuan Iklan Kosmetik


Iklan kosmetik adalah keterangan atau pernyataan mengenai kosmetik dalam bentuk gambar,
tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan/atau
perdagangan kosmetik. Persyaratan iklan kosmetik adalah sebagai berikut :
 Kosmetik diiklankan setelah mendapat izin edar berupa notifikasi dari Kepala Badan.
 Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, pedoman pengawasan periklanan
kosmetik dan etika periklanan.
 Informasi obyektif, tidak menyesatkan, dan lengkap
 Mencantumkan spot Iklan “BACA CARA PENGGUNAAN DAN PERINGATAN”, jika
dipersyaratkan.
 Iklan menggunakan bahasa Indonesia.
 Penggunaan kata, istilah atau slogan selain bahasa Indonesia diperbolehkan jika dipahami
oleh masyarakat sasarannya.

57
4. Ketentuan Iklan Pangan Olahan
Iklan pangan olahan adalah keterangan atau pernyataan mengenai pangan olahan dalam
bentuk gambar, tulisan atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran
dan atau perdagangan pangan olahan.
a. Persyaratan Umum
 Informasi iklan jujur, benar dan bertanggungjawab, penyajian iklan memperhatikan
kepantasan dan sesuai dengan norma kesopanan dan budaya masyarakat, nama
dagang telah memiliki sertifikat merek apabila digunakan sebagai pesan dan/atau klaim
dalam iklan wajib disertai bukti ilmiah yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan menyatakan atau mencantumkan tulisan “Baca label sebelum membeli”.
 Informasi yang dilarang dalam Iklan
o Memuat kata, pernyataan, gambar yang bermakna hiperbola yang berpeluang
untuk ditiru dan membahayakan, dapat memuat ekspresi dan/atau visualisasi
hiperbola yang selama masih memenuhi ketentuan dan tidak menyesatkan.
o Dilarang memuat kata atau kalimat seperti kata superlatif seperti “paling”, “nomor
satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama,
kecuali jika disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan; kata ”Satu-
satunya”, ”hanya”, ”cuma”, atau yang bemakna sama tidak boleh digunakan,
kecuali jika secara khas disertai dengan penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, kata “Jauh lebih…” atau “Lebih …” atau yang semakna,
kecuali apabila diperbandingkan dengan produknya sendiri; kata “Sehat”, “Cerdas”,
“Pintar” jika terkait dengan sebab dan akibat dari mengkonsumsi pangan yang
diiklankan. Kata “Aman”, “tidak berbahaya”, ”tidak mengandung risiko” atau “tidak
ada efek samping” atau yang semakna, tanpa keterangan yang lengkap.
o Dilarang diiklankan seolah-olah obat.
o Dilarang menggunakan dan/atau menampilkan pahlawan, monumen dan lambang-
lambang kenegaraan maupun tokoh-tokoh dan monumen yang telah merupakan
milik umum.
o Dilarang menggunakan kata-kata seperti penemuan baru, ajaib/keajaiban alami,
keramat, keajaiban dunia, agar lebih aktif, agar lebih berprestasi, modern, canggih.
o Dilarang menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah, statistik dan grafik apabila
bertujuan untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan
dan tak bermakna, serta tidak sesuai dengan kaidah penelitian.
o Dilarang menyebutkan teknologi pengolahan kecuali teknologi tersebut termasuk
dalam kelompok jenis pangan.
o Dilarang mengaitkan atau menghubungkan dengan suatu event/ peristiwa/
kegiatan, dimana karena mengkonsumsi pangan tersebut seseorang meraih
prestasi, atau berhasil keluar sebagai pemenang dalam kegiatan tersebut.
o Dilarang mengambil kesempatan/keuntungan terhadap kesalahan orang lain untuk
kepentingan periklanan pangan.
o Dilarang mencantumkan pangan dapat menyehatkan dan memulihkan kesehatan.
o Dilarang memuat keterangan atau pernyataan pangan adalah sumber energi yang
unggul dan segera memberikan kekuatan.
o Tidak dihubungkan dengan hal-hal yang menyangkut kesehatan dan pemulihan
tenaga, kecuali pangan dengan klaim penurunan risiko penyakit.

58
o Dilarang melecehkan, mendiskreditkan atau merendahkan baik secara langsung
maupun tidak langsung pangan lain.
o Dilarang menampilkan dalam bentuk apapun hal-hal yang dianggap dapat
mengganggu atau merusak jasmani dan rohani anak-anak.
o Penggunaan pendekatan fantasi atau imajinasi tidak boleh dibuat sedemikian rupa,
sehingga mendorong anak untuk mempercayainya sebagai suatu kebenaran.

 Ketentuan yang tidak boleh digunakan pada iklan


o Pemeran, tidak diperankan oleh tenaga kesehatan, tokoh agama, atau pejabat
publik atau berperan sebagai tenaga kesehatan atau pejabat publik dan dilarang
menampilkan anak-anak berusia dibawah 5 lima tahun dalam bentuk apapun,
kecuali apabila pangan tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia di
bawah 5(lima) tahun.
o Setting / gambar, dilarang menampilkan gambar laboratorium, nama, logo atau
identitas lembaga, termasuk lembaga yang melakukan analisis dan/atau
mengeluarkan sertifikat terhadap pangan dan tidak menampilkan adegan, gambar,
tanda, tulisan, kata-kata, suara, dan lainnya yang memberi kesan tidak sopan.
o Materi edukasi, dipisahkan dari iklan pangan olahan sehingga tidak bias antara iklan
pangan olahan dengan materi informasi umum atau iklan layanan masyarakat.

b. Persyaratan khusus iklan pangan olahan


Persyaratan iklan khusus pangan olahan berkaitan dengan gizi dan kesehatan, pangan
olahan tertentu, bahan tambahan pangan, proses, asal, serta sifat bahan pangan, minuman
beralkohol, iklan pangan yang menyertakan undian, sayembara, dan hadiah, dan iklan
pangan halal.
Peraturan Kepala BPOM RI No 2 tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengawasan
Periklanan Pangan Olahan.

5. Ketentuan Suplemen Makanan


Suplemen makanan diiklankan setelah mendapat izin edar, materi yang diiklankan atas
persetujuan dari Kepala Badan. Materi yang diiklankan berisi Informasi yang objektif, lengkap,
tidak menyesatkan, dan sesuai dengan klaim yang telah disetujui pada pendaftaran. Keputusan
Kepala BPOM RI No HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen
Makanan.

6. Ketentuan Iklan Rokok


Iklan rokok adalah kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau
mempromosikan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada masyarakat dengan tujuan
mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang ditawarkan. Persyaratan iklan dan
promosi rokok adalah sebagai berikut :
 Iklan dan promosi rokok dilakukan pada media elektronik, cetak, atau media luar ruang.
Iklan pada media elektronik dilakukan pada pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu
setempat.

59
 Materi iklan yang dilarang :
o Merangsang atau menyarankan untuk merokok
o Menggambarkan atau menyarankan merokok memberikan manfaat bagi kesehatan
o Memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan atau gabungan
keduanya, bungkus rokok, rokok atau orang sedang merokok atau mengarah pada
orang yang sedang merokok
o Ditujukan atau menampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan atau gabungan
keduanya, anak, remaja, atau wanita hamil mencantumkan nama produk yang
bersangkutan adalah rokok
o Bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
 Iklan rokok pada media elektronik, media cetak dan media luar ruang mencantumkan
peringatan bahaya merokok bagi kesehatan.
 Pencantuman peringatan ditulis dengan huruf yang jelas sehingga mudah dibaca, dan
dalam ukuran yang proporsional disesuaikan dengan ukuran iklan tersebut.
 Dilarang promosi dengan memberikan secara cuma-cuma atau hadiah berupa rokok atau
produk lainnya dimana dicantumkan bahwa merek dagang tersebut merupakan rokok.
 Kegiatan sponsor dalam rangka iklan dan promosi memasukkan rokok dilakukan dengan
tetap mengikuti ketentuan periklanan dan Promosi.
(Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan)

4.2 Seksi Penyidikan


Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik yang diatur dalam undang-undang untuk mencari
dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut membuat titik terang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Tujuan penyidikan tindak pidana di bidang obat dan makanan adalah:
 Mencari, menemukan, mengumpulkan dan menganalisis informasi / bahan keterangan dan
alat-alat bukti berupa petunjuk, dokumen, komoditi dan tersangka dari peristiwa tindak pidana
di bidang produk terapetik, produk biologi, narkotika, psikotropika, prekusor, zat adiktif,
makanan minuman, obat tradisional, kosmetik, alat kesehatan, bahan berbahaya, dan produk
komplemen.
 Agar informasi / bahan keterangan dan alat-alat bukti yang ditemukan pada investigasi
memenuhi syarat utuk dijadikan sebagai bukti awal dilakukannya proses pro justitia.
 Untuk mengungkap modus operandi, aktor intelektual serta luasnya jaringan kegiatan tindak
pidana tersebut.

Ruang lingkup tindak pidana di bidang obat dan makanan adalah kasus pelanggaran perundangan
di bidang terapetik, produk biologi, narkotik, psikotropika, prekursor, zat adiktif, makanan
minuman, obat tradisional, kosmetik, alat kesehatan, bahan berbahaya, dan produk komplemen
yang diancam dengan sanksi pidana.

Penyidikan obat dilakukan karena memproduksi dan/atau mengedarkan obat tidak memenuhi
standar dan persyaratan (obat palsu), memproduksi dan/atau mengedarkan obat tanpa izin edar,
menyimpan dan/atau memproduksi, dan/atau mengedarkan obat keras di sarana tidak berwenang.

60
Penyidikan makanan dilakukan karena mengedarkan pangan kedawularsa, memproduksi dan/atau
mengedarkan pangan mengandung bahan berbahaya, memproduksi dan/atau mengimpor,
dan/atau mengedarkan pangan tanpa izin edar.

Penyidikan Obat tradisional dilakukan karena memproduksi dan/atau mengedarkan obat


tradisional mengandung bahan kimia obat, memproduksi dan/atau mengedarkan obat tradisional
tanpa izin edar, memproduksi obat tradisional tanpa keahlian dan kewenangan.

Penyidikan kosmetik dilakukan karena memproduksi dan/atau mengedarkan kosmetik


mengandung bahan yang dilarang, memproduksi dan/atau mengedarkan kosmetik tanpa yang tidak
memiliki izin edar, memproduksi kosmetik tanpa keahlian dan kewenangan.

Penyidikan obat dan makanan di BPOM dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). PPNS
adalah pejabat pegawai negeri sipil yg diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan tindak pidana sesuai undang-undang dan dalam pelaksanaan tugasnya
berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI.

Dalam Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor 02001/1/SK/KBPOM tanggal 26 Februari 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan tugas pokok PPNS adalah
melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di
bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik,
produk komplemen dan makanan, serta produk sejenis lainnya.

Fungsi PPNS adalah penyusunan rencana dan program, pelaksanaan, evaluasi, dan penyusunan
penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. Adapun wewenang PPNS BPOM UU RI Nomor 8
tahun 1981 tentang KUHAP pasal 7 ayat (2) serta Undang - Undang RI No 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan Pasal 189 ayat (2) adalah:
1. Pemeriksaan kebenaran laporan dan keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan
2. Pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang kesehatan
3. Permintaan keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum yang berhubungan
dengan tindak pidana di bidang kesehatan
4. Pemeriksaan surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang kesehatan
5. Pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
kesehatan
6. Permintaan bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan
7. Penghentian penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana di bidang
kesehatan

Langkah – langkah Pro justisia berdasarkan petunjuk teknis penyidikan PPNS BPOM adalah sebagai
berikut:
 Pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP)
 Penggeledahan dan Penyitaan barang bukti
Hasil pemeriksaan TKP, penggeledahan, dan penyitaan barang dituangkan dalam berita acara
(BA).
 Permintaan persetujuan / penetapan kepada Pengadilan Negeri setempat atas tindakan
penggeledahan dan penyitaan

61
 Penyisihan barang bukti untuk pengujian secara laboratorium kemudian dituangkan dalam
berita acara (BA) bila diperlukan.
 Melaksanakan gelar perkara pelanggaran tindak pidana, bila diperlukan.
 Pembuatan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada jaksa Penuntut Umum
melalui penyidik polri.
 Pemanggilan dan pemeriksaan saksi dan ahli kemudian dituangkan dalam berita acara (BA).
 Pemanggilan dan pemeriksaan tersangka kemudian dituangkan dalam berita acara (BA).
 Pelaksanaan tindakan lain sesuai ketentuan KUHAP.
 Penyeleseian administrasi penyidikan menjadi berkas perkara.
 Penyerahan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum melalui penyidik Polri untuk diteliti
kelengkapannya.
 Pelaksanaan koordinasi fungsional kepada penyidik Polri dan jaksa penuntut umum untuk
melengkapi Berkas Perkara, sesuai petunjuk jaksa penuntut umum (P18 ), (P19) sampai berkas
perkara dinyatakan lengkap (P21).
 Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum.
 Menghadiri sidang perkara di Pengadilan negeri setempat sebagai saksi petugas atau ahli.

Dasar hukum pelaksanaan penyidikan adalah:


1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
6. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan
9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
10. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
11. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 Tentang Prekursor

4.3 Pemeriksaan Lapangan


Pemeriksaan lapangan pada PKPA periode April dilakukan pada apotek. Parameter pemeriksaan
apotek adalah sebagai berikut:
1. Profil sarana
 Pemeriksaan kesesuaian nama dan alamat apotek dengan surat izin apotek
 Legalitas apoteker penganggungjawab, apoteker pendamping, dan pemilik sarana
 Kehadiran tenaga teknis kefarmasian
 Kepemilikan buku standar dan peraturan perundang undangan seperti Farmakope
Indonesia, Undang – Undang Narkotik, Psikotropika, Kesehatan, Perundangan di bidang
obat / apotek terbaru.

2. Bangunan dan sarana


 Ukuran, rancang bangun, dan kontruksi ruangan
 Kebersihan dan kerapian bangunan

62
 Ventilasi dan penerangan ruangan
 Peralatan sanitasi dan higiene
 Penyimpanan obat yang memadai
 Penyimpanan khusus narkotik dan psikotropik
 Ruang peracikan
 Timbangan
 Kepemilikan alat pemadam kebakaran
3. Pengadaan
 Pengadaan dari sumber resmi
 Legalitas surat pesanan (tanda tangan APA, nama jelas, no SK/SP, dan stempel apotek)
 Arsip surat pemesanan
 Arsip faktur atau surat penyerahan barang
4. Penerimaan dan penyimpanan
 Penandatanganan faktur pembelian saat barang diterima
 Pemeriksaan barang ketika penerimaan barang (nomor izin edar, nomor bets, tanggal
kedawularsa, kebenaran kemasan, mutu produk secara fisik
 Pencatatan penerimaan barang pada kartu stok dan catatan penerimaan
 Pengeluaran barang berdasarkan sistem first in / first exp first out
 Penyimpanan obat sesuai kondisi penyimpanan obat
 Penyimpanan vaksin /CCP sesuai dengan persyaratan penandaan dan terdapat
pemantauan suhu minimal 3 kali sehari
 Penyimpanan vaksin dilengkapi dengan generator otomatis yang berfungsi baik dan
dilakukan pemantauan
 Pemisahan penyimpanan obat kedawularsa, kerusakan kemasan dan tutup, kontaminasi,
yang akan dimusnahkan
 Kesesuaian jumlah kartu stok dengan jumlah fisik
5. Penyaluran
 Legalitas
 penyaluran obat keras selain DOWA (sesuai resep)
 Pengarsipan resep
 Pengontrolan penyaluran obat
 Fasilitas konsultasi komunikasi, informasi, dan edukasi pada pasien
 Penyaluran legalitas obat
6. Penanganan produk kembalian dan kedawularsa
 Penghentian penjualan obat ketika mendapat informasi recall dari distributor
 Pengembalian obat ke distributor beserta faktur
 Pemisahan penyimpanan obat kedawularsa dengan obat layak jual
7. Pemusnahan
 Pelaksanaan pemusnahan
 Pelaporan perencanaan dan pelaksanaan pemusnahan kepada instansi berwenang
 Pembuatan berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh pelaksana pemusnahan
dan saksi dari instansi berwenang

63
Dari hasil pemeriksaan, apotek di Kota Bandung tidak memenuhi ketentuan karena terdapat
parameter kritis yang tidak memenuhi ketentuan diantaranya pengadaan bukan dari sumber resmi
karena pengadaan apotek berasal dari apotek jaringan lain, tenaga teknis kefarmasian tidak
menunjukkan surat pesanan yang ditandatangani oleh APA yang mencantumkan nama jelas, nomor
SIP/SIK, dan stempel apotek, selain itu tidak terdapat faktur atau Surat Penyerahan Barang (SPB)
hanya terdapat struk pembelian barang. Peraturan ini terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan
no 9 tentang Apotek tahun 2017 pasal 24 yaitu pengadaan obat dan atau bahan obat di apotek
menggunakan surat pesanan yang mencantumkan SIA dan surat pesanan ditandatangani APA
dengan mencantumkan SIPA.

Selain itu karena tenaga teknis kefarmasian tidak dapat menunjukkan Surat Izin Apotek (SIA) dan
Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) sehingga tidak dapat ditentukan kelegalan Apoteker Pengelola
Apotek (APA) atau Apoteker Pendamping dan Pemilik Sarana Apotek (PSA) sesuai izin. Peraturan ini
terdapat pada Permenkes No 9 tahun 2017 tentang Apotek Pasal 11 yaitu apoteker dan tenaga
kefarmasian wajib memilki surat izin praktek untuk apoteker yaitu Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
dan untuk tenaga teknis kefarmasian yaitu Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK).
Pada pasal 12 apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) dari menteri yang berlaku tiap 5 tahun.

Selain itu terdapat parameter mayor yang tidak memenuhi ketentuan diantaranya adalaha tidak
terdapat buku standar dan peraturan perundang – undangan (Farmakope, Undang – Undang
Psikotropik, Narkotik, kesehatan, dan peraturan perundang – undangan di bidang obat dan apotek).
Hal ini terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan No 9 tahun 2017 tentang Apotek pada Form
pemeriksaan Apotek.

Selain itu tidak terdapat pencatatan dan pelaporan tidak didokumentasikan dengan baik. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan No 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
tentang pencatatan dan pelaporan, pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur),
penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan
yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan
lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya.

Parameter minor yang tidak memenuhi ketentuan meliputi kebersihan, sanitasi dan higiene kurang
dijaga dengan baik. Pemeriksaan ini terdapat pada form pemeriksaan apotek pada Peraturan
Menteri Kesehatan no 9 tahun 2017 tentang Apotek pada pemeriksaan prasarana apotek.

64
BAB 5
KESIMPULAN

BBPOM Bandung adalah Unit Pelaksana Teknis BPOM yang cakupan wilayah kerjanya adalah
wilayah administratif Jawa Barat. Struktur organisasi BBPOM Bandung terdiri atas Kepala BBPOM
Bandung, 5 bidang, sub bagian tata usaha, pejabat fungsional, pengawas ahli, dan pengawas
terampil umum. 5 bidang di BBPOM Bandung terdiri atas:
a) Bidang pengujian produk terapetik, narkotik, obat tradisional, kosmetik, dan produk
komplemen
b) Bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya
c) Bidang pengujian mikrobiologi
d) Bidang pengujian pemeriksaan dan penyidikan
e) Bidang sertifikasi dan layanan informasi konsumen

Bidang pemeriksaan dan penyidikan terdiri atas dua seksi yaitu seksi pemeriksaan dan seksi
penyidikan. Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan setempat, pengambilan
contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik, narkotika,
psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan
berbahaya.

Seksi penyidikan mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di
bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik,
produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.

65
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Presiden No 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan,
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen BPOM termasuk Lembaga
Pemerintah Non Departemen

Keputusan Kepala Badan POM No. 05018/SK/KBPOM/2001 dan perubahan terakhir dengan
Peraturan Kepala Badan POM No. 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No: 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan

Keputusan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik

Keputusan Kepala BPOM RI No HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen


Makanan

Keputusan Kepala BPOM RI No HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen


Makanan

Keputusan Menteri Kesehatan RI No:386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan : Obat


bebas, obat tradisional, perbekalan kesehatan rumah tangga, alat kesehatan, kosmetik, perbekalan
kesehatan rumah tangga, dan makanan-minuman

Peraturan Presiden No 3 tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden No 103
tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan, Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen, BPOM termasuk Lembaga Pemerintah Non Kementrian

Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.21.3592 tahun 2007 tentang Perubahan Kedua Atas
Keputusan Kepala BPOM No. 05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM

Peraturan Kepala BPOM RI No. 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT di Lingkungan
BPOM

Peraturan Kepala BPOM No HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik

Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.12.10.11983 tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara
Pengajuan Notifikasi Kosmetik

66
Peraturan Menteri Perindustrian RI No.75/M-IND/PER/7/2010 Tentang Pedoman Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik /CPPOB (Good Manufacturing)

Peraturan Kepala BPOM RI No HK.03.1.23.12.11.105569 tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel
Pangan yang Baik

Peraturan Kepala BPOM RI HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 Tentang Produksi Pangan yang Baik
untuk Industri Rumah Tangga

Peraturan Kepala BPOM RI No HK.03.1.23.04.12.2207 tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga

Peraturan Kepala BPOM No. HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik
untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT)

Peraturan Kepala BPOM RI No HK.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian


Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga

Peraturan Kepala BPOM No 19 tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik

Peraturan Kepala BPOM RI No 2 tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengawasan Periklanan
Pangan Olahan

Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan

Permenkes No 6 tahun 2012 tentang industri dan usaha obat tradisional, Permenkes No 7 tahun
2012 tentang registrasi obat tradisional

Permenkes RI No 1148/Menkes/Per/VI/PBF tentang Pedagang Besar Farmasi

Undang – Undang RI No 18 tahun 2012 tentang Pangan

http://www.pom.go.id/ diakses pada 30 Apri 2017 pukul 20.00 WIB

67

Anda mungkin juga menyukai