Anda di halaman 1dari 62

Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan 2018

Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan

Cetakan I, Maret 2019


ISBN : xxx-xxx-xxx-xxx

Diterbitkan oleh :
Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

Telp. 021-3920425
Fax. 021-392421
Email: puslitbang1@kemenag.go.id
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum w. w.

Salam sejahtera untuk kita semua.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas perkenan-Nya,
Laporan Tahunan ini dapat diselesaikan dengan baik dan diterbitkan. Buku “Laporan
Tahunan Kehidupan Keagamaan 2018” ini adalah hasil dari proses panjang kegiatan
Kajian Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan sejak Januari hingga Desember
2018 ini. Melanjutkan “tradisi” sejak delapan tahun lalu, laporan ini kembali hadir
untuk merekam berbagai dinamika kehidupan keagamaan, yang mencakup (a)
Bimas Agama, Aliran, dan Kerukunan, (b) Haji, Umroh Dan Produk Halal

Tersaji ulasan kasus-kasus kehidupan keagamaan di Indonesia sepanjang


tahun 2018, yang disertai perspektif dan analisis serta hasil riset dan kajian terkait.
Tiada gading yang tak retak. Karya ini kami yakini masih memiliki keterbatasan-
keterbatasan. Karenanya, kami akan senang mendapat kritik, masukan, dan saran
apapun daripembaca sekalian.

Akhirnya, kami ingin mengucapkan terima kasih atas kerja keras dan kerja-
cerdas tim peneliti dan segenap pihak yang terlibat, kiranya kontribusi pikiran dan
tenaga Saudara mendapat balasan kebaikan dari-Nya.

Wassalamu’alaikum w. w.

Selamat membaca.

Jakarta, Desember 2018


Kepala
Puslitbang Bimas Agama dan Layanan
Keagamaan

Muharam Marzuki

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 iii


iv LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018
SAMBUTAN

Assalamu alaikum w. w.

Salam sejahtera untuk kita semua.

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhan


Yang Maha Esa, karena berkat perkenan-Nya maka Laporan Tahunan Kehidupan
Keagamaan di Indonesia kembali dapat diluncurkan pada tahun ini.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, terbitnya Laporan Tahunan Kehidupan


Keagamaan di Indonesia ini adalah bertujuan untuk menyediakan data dan analisa
tentang dinamika perkembangan kehidupan keagaman masyarakat Indonesia
dalam berbagai aspek. Sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama, maka aspek aspek keagamaan yang disajikan adalah terdiri
dari: (a) Bimbingan Masayarakat Agama, Aliran Keagamaan, dan Kerukunan Umat
Beragama, (b) Haji, Umroh Dan Produk Halal.

Layaknya sebuah laporan yang disusun oleh pemerintah maka perspektif


yang dipakai adalah perspektif pemerintah, yaitu peran pemerintah dalam hal ini
Kementerian Agama dalam memberikan pelayanan keagamaan, menciptakan
kerukunan umat beragama, dan penguatan tata kelola kepemerintahan yang baik.

Terbitnya Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan di Indonesia ini adalah


untuk memenuhi Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2016, yaitu
bahwa Badan Litbang dan Diklat merupakan unit yang menyediakan data dan
informasi sebagai masukan kebijakan bagi Kementerian Agama. Perubahan sosial
politik global dan nasional membuat peran agama menjaga tatanan masyarakat yang
ideal belum berjalan optimal. Kemajemukan bangsa kita jika tidak dikelola dengan
baik memiliki potensi terjadinya konflik. Seperti banyak dilaporkan oleh media
massa dan lembaga pemerhati Hak Asasi Manusia, hubungan antar umat beragama
di Indonesia kerap ternodai oleh serangkaian konflik kekerasan (violent conflict) di
beberapa daerah. Dari beberapa hasil kajian lapangan ditemukan bahwa salah satu
penyebab konflik terjadi disebabkan oleh karena cara beragama yang cenderung
ekstrim dan radikal sehingga menimbulkan ekses negatif terhadap hubungan antar
umat beragama yang berbeda. Upaya mengarusutamakan cara beragama yang

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 v


moderat penting dilakukan. Oleh karena itu, kehadiran Laporan Tahunan Kehidupan
Keagamaan di Indonesia ini membantu pemerintah dalam rangka mengevaluasi
implementasi kebijakan pemerintah dan merumuskan kebijakan selanjutnya dalam
bidang keagamaan.

Sebagai Kepala Badan Litbang dan Diklat saya ingi mengucapkan terima kasih
kepada seluruh Tim Penyusun Laporan ini dan semua pihak yang telah bekerja keras
dalam mempersiapkan laporan ini dari awal hingga terbitnya laporan ini. Semoga
segala upaya dan sumbangsih yang telah diberikan akan memperolah balasan yang
setimpal dari Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Wassalamu’alaikum w. w.

Jakarta, Desember 2018


Kepala Badan Litbang dan Diklat

Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D


NIP. 19600416 198903 1 005

vi LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


DAFTAR ISI

iii KATA PENGANTAR -------------- iii

v SAMBUTAN -------------- v

vii DAFTAR ISI -------------- vii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II DATA KEAGAMAAN 5


5 Pemeluk Agama

7 Data Rumah Ibadah

9 Lembaga Keagamaan

BAB III MODERASI BERAGAMA,


13
KERUKUNAN DAN DIALOG

13 Moderasi Beragama di Indonesia Menginspirasi Dunia

13 Pengarusutamaan Moderasi Beragama

14 Moderasi Agama berbasis Kearifan Lokal

15 KTT Islam Wasathiyah di Bogor menghasilkan Bogor Message

15 Konferensi Ulama Internasional di NTB menghasilkan Lombok Messag

17 NU dan Muhammadiyah; Dua Ormas Penjaga Moderasi Islam

17 Moderasi Beragama dalam Perspektif Kristen

18 Pemufakatan Yogyakarta

19 Risalah Jakarta tentang Kehidupan Beragama di Indonesia

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 vii


21 Indahnya Dialog dan Toleransi

21 Indeks Kerukunan Umat Beragama

22 Indeks Kesalehan Sosial

24 Monografi Kerukunan Umat Beragama

25 Penyelenggaraan ISRL II di Yogyakarta

26 Dialog Keagamaan dan Kebangsaan

27 Kearifan Lokal dan Tradisi

28 Strategi Menjaga Kerukunan Umat Buddha

BAB IV PERISTIWA KEAGAMAAN 29


29 Kasus Rumah Ibadat

29 Gereja di Sleman, Surabaya dan Kota Jambi

31 Perusakan Pura di Lumajang

31 Masjid di Tuban, Bireuen dan Mushala di Denpasar

33 Klenteng Kwan Tee Koen Karawang

34 Kasus Paham, Aliran, dan Gerakan Keagamaan

34 Pengajian Baity Jannaty, Cijawura Buah Batu Bandung

34 Warga Ahmadiyah di Desa Gereneng Lombok Timur

35 Kerajaan Ubur-ubur di Serang Banten

36 Isu Kristenisasi Gempa Lombok

36 Reuni Alumni 212

37 Kasus Persekusi Tokoh Agama dan Kontroversi Kasus Meiliana

BAB V PELAYANAN KEAGAMAAN 39


37 Persekusi terhadap Biksu di Tangerang

37 Kontroversi Vonis Terhadap Meiliana, Terdakwa Kasus Tanjungbalai

39 Pelayanan Haji 2018

39 Indeks Kepuasan Jamaah Haji Indonesia di Arab Saudi 2018

40 Indeks Kepuasan Pelayanan Haji di Indonesia 2018

41 Lima Hal Baru dalam Pelayanan Haji 2018

viii LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


41 Keluhan Jamaah Haji soal Tenda Mina

41 Efektivitas Bimbingan Manasik Haji

42 Polemik Dana Haji untuk Infrastruktur

43 Travel Haji dan Umrah Bermasalah

43 Kemenag Cabut Izin 4 PPIU Bermasalah

44 Pengetatan Aturan Main Travel Umrah

45 Problem Haji Non Kuota

45 Indeks Layanan KUA Kecamatan

46 Pembinaan Keluarga Hitta Sukhaya

47 Kesiapan BPJPH dalam Melaksanakan Mandatori Penyelenggaraan

Jaminan Produk Halal

48 Pelayanan Sertifikat Wakaf

51 UCAPAN TERIMA KASIH

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 ix


 
BAB I
PENDAHULUAN

B angsa Indonesia kini memasuki era globalisasi ditandai dengan


loncatan teknologi berbasis digital dengan adanya media-media yang canggih.
Berbagai kecanggihan media sosial (medsos) yang menghiasai zaman now, sangat
mempengaruhi sendi-sendi kehidupan sosial, ekonomi dan politik di masyarakat.
Sejenak review di masa silam, konflik sosial terjadi karena “gesekan” antarindividu
atau kelompok dalam sebuah realitas masyarakat. Namun, saat ini gesekan dan
konflik bisa saja timbul berawal dari penyebaran informasi di medsos dan meluas
menjadi konflik sosial secara fisik dalam masyarakat. Hal ini tentu saja telah merubah
pergeseran realitas sosial yang ada saat ini bahwa tidak selamanya ketegangan dan
konflik dimulai dari gesekan secara fisik, tetapi bisa dipicu oleh informasi-informasi
yang tersebar secara daring dan diakses secara viral oleh publik.
Sebagai sebuah deskripsi sekilas tentang kehidupan beragama selama
kurun waktu satu tahun, draf laporan tahunan yang disusun ini memuat berbagai
hal terkait dengan kondisi sosial dan kehidupan keagamaan mengenai pelayanan
keagamaan oleh pemerintah. Juga tentang dinamika hubungan antarumat beragama
dan berbagai isu-isu aktual serta ekspresi keagamaan masyarakat, baik itu berupa
publikasi media maupun melalui kajian yang dilakukan oleh Puslitbang Bimas Agama
dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.
Topik bahasan laporan tahunan ini sangat dibatasi hanya pada isu sosial
keagamaan, tidak menyangkut persoalan-persoalan seperti ranah politik,
kriminalitas, pendidikan, dan kajian pernaskahan (lektur). Studi yang mengkaji
masalah pendidikan dan pengembangan layanan pendidikan telah terpublikasikan
dalam Laporan Tahunan Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Penyusunan laporan tahunan ini merujuk pada sumber utama berupa
hasil-hasil penelitian dan pengembangan serta suplai data dari sejumlah media
nasional baik cetak maupun elektronik sebagaimana penerbitan laporan tahunan
sebelumnya. Media-media tersebut bukan sebagai kesimpulan akhir atau sebagai
basis pengambilan kebijakan, tetapi pada posisi untuk menjaring berita atau

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 1


berbagai isu yang telah menyebar di masyarakat dan menjadi konsumsi publik. 
Oleh karenanya, laporan ini berupaya lepas dari perspektif media meski
bersumber dari media, baik cetak maupun elektronik. Ikon publikasi laporan tahunan
ini menempatkan paradigma pelayanan pemerintah, hak asasi manusia, pembinaan
keagamaan, dan kerukunan umat beragama. Sebagai bangsa yang besar, bangsa
Indonesia memiliki jatidiri dan falsafah dalam menata kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Untuk menyajikan peristiwa keagamaan yang apa adanya terkait dengan
kondisi sosial dan kehidupan keagamaan yang terjadi di tahun 2018, laporan
ini ditulis dengan model deskriptif, sehingga dalam laporan ini tidak dilakukan
komparasi, atau analisis mendalam. Melalui penulisan model deskripsi ini, data yang
diutarakan diharapkan dapat diutarakan dengan jelas dan apa adanya, sehingga
dapat dimengerti oleh pihak-pihak yang tidak mengalaminya. Sementara itu, untuk
mendapatkan gambaran peristiwa secara runut, maka dalam sub-bab laporan ini
dipilih model penuturan diakronik (tidak sinkronik), artinya penuturan dinamika
sosial keagamaan didasarkan pada urutan waktu peristiwa.
Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan 2018
ini adalah laporan tahunan yang ke 9 (sembilan).
Sebagaimana laporan-laporan tahunan sebelumnya
Laporan tahunan ini terbit yang telah terbit, tujuan penulisan laporan ini adalah
sebagai upaya informasi untuk menjadi informasi bagi pihak-pihak terkait,
kepada publik karena dalam melihat peristiwa sosial kehidupan keagamaan
menyangkut persoalan yang terjadi di tahun 2018. Posisi laporan tahunan ini
peran pemerintah dalam menyangkut posisi Pemerintah, dalam hal ini adalah
menyikapi berbagai Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat sebagai sebuah institusi
persoalan kehidupan
pemerintah, mau tidak mau berada pada kondisi
keagamaan itu. tersebut karena memuat laporan yang memuat isu
kehidupan keagamaan dan menjadi fokus perhatian
pemerintah.
Untuk itu, ikon harmoni dan toleran sebagai
sesuatu yang sangat berharga bagi bangsa ini,
sehingga menjadi hal yang penting untuk dipromosikan, mengingat Indonesia
merupakan negara besar dan cukup terpandang bagi bangsa-bangsa lain. Namun
demikian, kehidupan umat beragama diakui tidak selamanya harmonis, ada juga
yang berkonflik dengan berbagai kasus, dalam menyikapi persoalan konflik, laporan
ini mengungkapkan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi
faktor-faktor pemicu konflik tersebut.
Pemerintah memberikan pelayanan dengan mengambil langkah-langkah
yang dipandang perlu. Upaya yang ditempuh dalam laporan ini diungkapkan
pendekatan nilai-nilai hak asasi manusia secara universal berpadu selaras dengan
nilai-nilai dan budaya lokal Indonesia. Sebagai pendukung data kerukunan, dalam
laporan tahunan ini diuraikan sepintas survei kerukunan umat beragama tahun 2018
sebagai salah satu parameter publikasi Laporan Tahunan ini.

2 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


Penyusun mengakui dengan lapang hati, bahwa yang tersaji ini penuh
dengan berbagai kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Yang menjadi catatan,
bahwa laporan tahunan ini terbit sebagai upaya informasi kepada publik karena
menyangkut persoalan peran pemerintah dalam menyikapi berbagai persoalan
kehidupan keagamaan itu. Penyusun juga masih merasa yakin laporan ini belum
memenuhi harapan para pembaca memerlukan berita atau publikasi tentang
kehidupan keagamaan di Indonesia.
Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk memperoleh
sebuah narasi pemberitaan laporan tahunan kehidupan keagamaan yang suportif
dan proporsional. Sebagaimana laporan-laporan tahunan yang telah dipublikasikan,
laporan ini bukan sebagai bentuk laporan kinerja Puslitbang Bimas Agama dan
Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Naskah yang
terkait dengan umat beragama dan kehidupan keagamaan ini dinamakan dengan
Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan.
Secara sosiologis membahas aspek-aspek keyakinan masyarakat, ritual,
pengalaman keagamaan, komunitas dan aktivitas sosio-religius dalam frame
interaksi masyarakat yang bersumber pada data yang dimiliki sumber-sumber
berita (media cetak, situs media elektronik dan situs resmi Kementerian Agama).
Berita-berita itu dihimpun oleh pelaksana kegiatan, dilakukan seleksi kemudian
ditulis secara deskriptif atas isu yang dipilih dari sejumlah isu yang telah dikonsumsi
oleh masyarakat sepanjang tahun 2018. Dari hasil berita yang telah terkumpul
berdasarkan isu, kemudian dikaitkan dengan peran dan kehadiran pemerintah atas
kasus-kasus itu.

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 3


4 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018
BAB II
DATA KEAGAMAAN

D alam agenda pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Pencanangan


Sensus Ekonomi 2016 (SE 2016) di Istana Negara Jakarta, Presiden RI Joko Widodo
pada sambutannya meminta agar dalam memperoleh sumber data (khususnya
terkait dengan demografi kependudukan), merujuk pada sumber data tunggal
yang dikeluarkan secara resmi oleh BPS. Data BPS yang mumpuni dan akuntabel
sangat diperlukan sebagai bahan pengambilan kebijakan. Data yang diperoleh dari
satu sumber ini sebagai upaya mengonter adanya data beragam yang dikeluarkan
oleh sumber yang beragam pula yang menyebabkan adanya perbedaan. Sebuah
persoalan seperti berkaitan dengan cacah jiwa jumlah penduduk yang mutakhir
menentukan arah kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. Hal ini menjadi
solusi terbaik mengatasi masalah keragaman data meski masih diperlukan perhatian
oleh semua pihak.

A. Pemeluk Agama
Suasana harmonis antarumat beragama menjadi komitmen pemerintah yang
menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama sesuai dengan
keyakinannya masing-masing. Komitmen pemerintah tersebut secara eksplisit
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat 2 yang berbunyi:
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Secara naluriah maupun doktrin masing-masing agama, kondisi harmoni
menguatkan kemajemukan bangsa Indonesia yang heterogen dengan berbagai latar
belakang dan perbedaan sehingga terbangun toleransi, saling menghargai dalam
suasana keragaman itu. Berbagai kegiatan sosial budaya dalam suatu masyarakat
seperti kegiatan gotong royong dilakukan bersama-sama oleh semua anggota
masyarakat tanpa melihat golongan, suku bangsa, dan agama.

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 5


Jumlah penganut agama secara faktual sejak tahun 2010 hingga tahun
2017 tentu banyak mengalami fluktuasi. Sebagaimana telah dilakukan sensus
kependudukan oleh BPS tahun 2010, jumlah provinsi saat itu sebanyak 33,
sementara saat ini berjumlah 34 provinsi. Dalam jangka waktu tersebut jumlah
penduduk berdasarkan penganut agama di berbagai provinsi mengalami dinamika
yang fluktuatif disebabkan di antaranya oleh konversi agama dan siklus hidup
baik kelahiran maupun kematian yang terjadi silih berganti. Merujuk pada kondisi
demikian, sebagai referensi data kependudukan dan demi memperoleh konsistensi
ketersediaan data tersebut, dalam laporan tahunan 2018 ini masih merujuk pada
Sensus Penduduk tahun 2010.

Tabel 1. Jumlah Penduduk di Indonesia Berdasarkan Agama


Agama/ Religion
No Provinsi Khong- Jumlah
Islam Kristen Katolik Hindu Buddha Lainnya
hucu
1 Aceh 4,413,244 50,309 3,315 136 7,062 36 20,308 4,494,410
2 Sumatera Utara 8,579,830 3,509,700 516,037 14,644 303,548 984 57,461 12,982,204
3 Sumatera Barat 4,721,924 69,253 40,428 234 3,419 70 11,581 4,846,909
4 Riau 4,872,873 484,895 44,183 1,076 114,332 3,755 17,253 5,538,367
5 Jambi 2,950,195 82,311 13,250 582 30,014 1,491 14,422 3,092,265
6 Sumatera Selatan 7,218,951 72,235 42,436 39,206 59,655 663 17,248 7,450,394
7 Bengkulu 1,669,081 28,724 6,364 3,727 2,173 41 5,408 1,715,518
8 Lampung 7,264,783 115,255 69,014 113,512 24,122 596 21,123 7,608,405
9 Bangka Belitung 1,088,791 22,053 14,738 1,040 51,882 39,790 5,002 1,223,296
10 Kepulauan Riau 1,332,201 187,576 38,252 1,541 111,730 3,389 4,474 1,679,163
11 DKI Jakarta 8,200,796 724,232 303,295 20,364 317,527 5,334 36,239 9,607,787
12 Jawa Barat 41,763,592 779,272 250,875 19,481 93,551 14,723 132,238 43,053,732
13 Jawa Tengah 31,328,341 572,517 317,919 17,448 53,009 2,995 90,428 32,382,657
14 DI Yogyakarta 3,179,129 94,268 165,749 5,257 3,542 159 9,387 3,457,491
15 Jawa Timur 36,113,396 638,467 234,204 112,177 60,760 6,166 311,587 37,476,757
16 Banten 10,065,783 268,890 115,865 8,189 131,222 3,232 38,985 10,632,166
17 Bali 520,244 64,454 31,397 3,247,283 21,156 427 5,796 3,890,757
18 Nusa Tenggara Barat 4,341,284 13,862 8,894 118,083 14,625 139 3,325 4,500,212
19 Nusa Tenggara Timur 423,925 1,627,157 2,535,937 5,210 318 91 91,189 4,683,827
20 Kalimantan Barat 2,603,318 500,254 1,008,368 2,708 237,741 29,737 13,857 4,395,983
21 Kalimantan Tengah 1,643,715 353,353 58,279 11,149 2,301 414 142,878 2,212,089
22 Kalimantan Selatan 3,505,846 47,974 16,045 16,064 11,675 236 28,776 3,626,616
23 Kalimantan Timur 3,033,705 337,380 138,629 7,657 16,356 1,080 18,336 3,553,143
24 Sulawesi Utara 701,699 1,444,141 99,980 13,133 3,076 511 8,056 2,270,596
25 Sulawesi Tengah 2,047,959 447,475 21,638 99,579 3,951 141 14,266 2,635,009
26 Sulawesi Selatan 7,200,938 612,751 124,255 58,393 19,867 367 18,205 8,034,776
27 Sulawesi Tenggara 2,126,126 41,131 12,880 45,441 978 48 5,982 2,232,586
28 Gorontalo 1,017,396 16,559 761 3,612 934 11 891 1,040,164

6 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


29 Sulawesi Barat 957,735 164,667 11,871 16,042 326 35 7,975 1,158,651
30 Maluku 776,130 634,841 103,629 5,669 259 117 12,861 1,533,506
31 Maluku Utara 771,110 258,471 5,378 200 90 212 2,626 1,038,087
32 Papua Barat 292,026 408,841 53,463 859 601 25 4,607 760,422
33 Papua 450,096 1,855,245 500,545 2,420 1,452 76 23,547 2,833,381
Jumlah / Total 207,176,162 16,528,513 6,907,873 4,012,116 1,703,254 117,091 1,196,317 237,641,326
% 87. 21% 6.96% 2.91% 1.69% 0.72% 0.05% 0.50% 100.00%

Sumber : BPS 2010

Karakter bangsa Indonesia yang multikultural dan multireligius ditunjukkan


dengan fakta keragaman pemeluk agama di provinsi-provinsi seluruh Indonesia.
Masing-masing penganut agama tersebar di seluruh provinsi meski dengan jumlah
yang banyak maupun sedikit, terdapat jumlah yang mayoritas dan minoritas.

B. Data Rumah Ibadah


Data keagamaan lain yang penting diinformasikan adalah jumlah rumah
ibadah. Selain menunjukkan ketersediaan pelayanan fasilitas umat untuk menjalankan
ibadah, juga dapat digunakan untuk melihat perkembangannya. Bagi majelis-majelis
agama, informasi tentang jumlah rumah ibadah dapat dijadikan sebagai dasar
melakukan evaluasi dan bahan proyeksi dalam program-program perkembangan
umatnya di masa mendatang.
Dalam mengambil data rumah ibadah, sumber yang diambil berasal dari
Kementerian Agama yang merupakan hasil pengumpulan, pengolahan, dan
sinkronisasi data yang dimiliki oleh Ditjen Bimas-Bimas Kementerian Agama dan
Biro Humas, Data dan Informasi Kementerian Agama bersama pengelola data
keagamaan Kantor Wilayah Kementerian Agama seluruh Indonesia.

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 7


Tabel 2. Data Jumlah Rumah Ibadah di Indonesia
No Provinsi Islam Kristen Katolik Hindu Buddha Khonghucu
1 Aceh 15.807 189 19 7 11 2
2 Sumatera Utara 30.731 12,371 2,156 85 353 135
3 Sumatera Barat 16.914 299 134 26 8 1
4 Riau 17.454 1,230 243 107 308 27
5 Jambi 10.567 310 58 17 55 26
6 Sumsel 15.514 583 195 102 182 1
7 Bengkulu 5.978 101 41 1.561 10 2
8 Lampung 26.022 900 355 593 182 78
9 Bangka Belitung 3.900 164 31 218 225 186
10 Kepulauan Riau 4,702 593 71 30 205 76
11 DKI Jakarta 29.374 1,098 73 27 331 10
12 Jawa Barat 149.589 1,825 107 54 187 40
13 Jawa Tengah 112.212 2,655 379 981 541 39
14 DI Yogyakarta 11.386 333 199 96 24 2
15 Jawa Timur 129.351 2,749 287 651 162 30
16 Banten 36.054 853 35 15 116 15
17 Bali 1.863 386 48 232.243 50 15
18 Nusa Tenggara Barat 15.550 29 10 23.547 54 1
19 Nusa Tenggara Timur 1.518 5,099 2.990 95 3 -
20 Kalimantan Barat 9.324 3,146 2.758 117 965 314
21 Kalimantan Tengah 5.887 1,723 189 527 12 2
22 Kalimantan Selatan 12.558 149 84 203 26 3
23 Kalimantan Timur 10.866 1,589 271 53 28 2
24 Sulawesi Utara 2.514 4,645 294 170 33 3
25 Sulawesi Tengah 7.335 2,173 168 2.054 20 1
26 Sulawesi Selatan 25.791 2,110 424 10.118 39 5
27 Sulawesi Tenggara 7.616 299 60 9.169 18 -
28 Gorontalo 3.644 145 10 18 4 2
29 Sulawesi Barat 3.431 1,029 101 311 3 -
30 Maluku 2.779 1,298 297 25 8 -
31 Maluku Utara 2.762 834 70 24 1 -
32 Papua Barat 1.043 3,067 163 23 6 -
33 Papua 1.612 5,262 832 61 19 -
Jumlah / Total 5.428.946 59.236 13.152 283.328 4.189 1.018

8 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


Keterangan:

Islam : Masjid, Mushala dan Langgar


Kristen : Gereja semua denominasi
Katolik : Katedral, Paroki, Stasi danKapel
Hindu : Pura dan Sanggah
Buddha : Arama, Cetiya, TITD, Kuil, Kelenteng dan Vihara
Khonghucu : Kelenteng, Litang, Bio/Mio
*) sumber: masing-masing Bimas Agama tahun 2017.

Tabel di atas menunjukkan jumlah rumah ibadah 6 agama. Dalam konteks


pelayanan fasilitas untuk beribadah, jumlah ini terbilang dapat mencukupi bagi umat
beragama di Indonesia. Semua pemeluk agama telah mendapatkan pemenuhan
kebutuhan rumah ibadah, meski dalam bilangan rasio yang bervariasi.

C. Lembaga Keagamaan
Data keagamaan lain yang juga penting adalah lembaga-lembaga keagamaan,
baik berupa aliran maupun ormas/yayasan keagamaan di masing-masing agama.
Berikut data yang dimaksud sebagaimana tercatat pada direktorat jenderal masing-
masing agama di lingkungan Kementerian Agama:

Tabel 3. Jumlah Lembaga Keagamaan pada masing-masing agama

Agama Lembaga Keagamaan Jumlah


Islam Ormas Islam 7.384
Ormas Islam dan LSM (tingkat pusat) 60
Kristen Lembaga Persekutuan Gerejawi Aras Nasional 8
Sinode (induk organisasi) Gereja se-Indonesia 323
Yayasan Kristen 577
Katolik Keuskupan Agung 10
Keuskupan 27
Paroki 1.252
Lembaga keagamaan & yayasan 661
Hindu Lembaga agama dan keagamaan 1.122
Buddha Lembaga keagamaan 52
Yayasan keagamaan 480
Khonghucu Lembaga keagamaan 242
Sumber: Ditjen Bimas dan PKUB, 2017

Selain lembaga-lembaga keagamaan, keberadaan lembaga Forum Kerukunan


Umat Beragama (FKUB) yang berada di tingkat provinsi, kabupaten dan kota juga

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 9


mengalami perkembangan. Berikut jumlah FKUB yang ada di seluruh provinsi
sebagaimana tabel berikut.
Tabel 4. Jumlah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
No Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016
1 Aceh 23 23 23 23 23
2 Sumatera Utara 30 34 34 34 34
3 Sumatera Barat 19 19 19 19 17
4 Riau 12 12 12 12 13
5 Jambi 11 11 11 11 12
6 Sumatera Selatan 15 15 15 15 18
7 Bengkulu 11 11 11 11 11
8 Lampung 15 15 15 16 15
9 Bangka Belitung 8 8 8 8 8
10 Kepulauan Riau 6 6 6 7 8
11 DKI Jakarta 7 7 7 7 7
12 Jawa Barat 26 26 26 26 28
13 Jawa Tengah 35 35 35 35 36
14 DI Yogyakarta 5 5 5 5 6
15 Jawa Timur 37 37 38 38 39
16 Banten 8 8 8 8 9
17 Bali 10 10 10 10 10
18 Nusa Tenggara Barat 11 11 11 11 11
19 Nusa Tenggara Timur 19 19 19 19 23
20 Kalimantan Barat 15 15 15 15 15
21 Kalimantan Tengah 13 13 13 13 29
22 Kalimantan Selatan 14 14 14 14 14
23 Kalimantan Timur 9 9 9 9 10
24 Kalimantan Utara 0 0 0 0 6
25 Sulawesi Utara 15 15 15 15 16
26 Sulawesi Tengah 11 11 11 12 14
27 Sulawesi Selatan 24 24 24 24 24
28 Sulawesi Tenggara 17 17 17 17 15
29 Gorontalo 7 7 7 7 7
30 Sulawesi Barat 6 6 6 6 7
31 Maluku 9 9 9 9 11
32 Maluku Utara 10 10 10 10 11
33 Papua Barat 9 9 9 9 14
34 Papua 14 17 17 20 20
Jumlah 481 488 489 495 541
Sumber: Kementerian Agama dalam Angka, 2016.

10 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


Pembentukan FKUB sebagaimana termaktub dalam Peraturan Bersama
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 & 8 Tahun 2006 adalah forum
yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka
membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan
dan kesejahteraan.
Sebagai wadah tokoh-tokoh agama, FKUB masih memiliki banyak pekerjaan
rumah yang harus segera diselesaikan dalam rangka upaya memelihara kerukunan
antarumat beragama. Perkembangan jumlah FKUB setiap tahun mengindikasikan
adanya kesadaran Pemerintah Daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota akan
pentingnya wadah ini sebagai forum yang akan memperkuat kerukunan umat
beragama.

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 11


12 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018
BAB III
MODERASI BERAGAMA,
KERUKUNAN & DIALOG

A. Moderasi Beragama di Indonesia Menginspirasi Dunia

1. Pengarusutamaan Moderasi Beragama


Di tengah munculnya paham keagamaan yang ekstrem dan potensial
memecah toleransi beragama, pemerintah sebagaimana mestinya hadir untuk
tetap menjaga toleransi dengan mengkampanyekan moderasi beragama. Dalam
hal itu Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama
menyelenggarakan Lokakarya Nasional Pengarusutamaan Moderasi Beragama
sebagai Implementasi Resolusi Dewan HAM PBB, di Jakarta pada Rabu-Jumat, 25-27
Juli 2018. Kegiatan dibuka oleh Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin.
Dalam kesempatan itu, Menag menegaskan bahwa di Indonesia moderasi
harus terus dilakukan karena pada dasarnya Indonesia memegang moderasi
beragama sejak dahulu. Moderasi di Indonesia juga menjadi kekhasan bangsa sebab
Indonesia dinilai sebagai bangsa yang religius. Kemenag sendiri, sejak beberapa
tahun berfokus menggaungkan serta melakukan sosialisasi dalam moderasi
beragama. 
Di samping kegiatan di atas, digelar pula International Workshop on Promoting
Religious Tolerance and Moderation in Indonesia “Lessons Learned and Best Practices”
di Bali, 10–12 Desember 2018. Kegiatan yang diikuti berbagai organisasi keagamaan,
LSM, organisasi luar negeri, dan perwakilan dari kedutaan besar beberapa negara
sahabat itu mengusung tema “Mempromosikan Toleransi dan Moderasi Beragama
di Indonesia”.
Pembicara kegiatan ini adalah Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag
Abdurrahman Mas’ud, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Amin Abdullah,

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 13


Staf Ahli Menag Oman Faturahman, Staf Ahli Presiden Siti Ruhaini, dan Direktur
Eksekutif Pusat Paramadina Ihsan Ali-Fauzi.
Abdurrahman Mas’ud dalam acara itu
menegaskan bahwa menjadi tugas bersama untuk
Menag menegaskan memanfaatkan potensi besar dalam nilai-nilai kearifan
bahwa di Indonesia lokal bangsa Indonesia sehingga bisa mendatangkan
maslahat, termasuk memperkuat dan menjaga warisan
moderasi harus terus
nenek moyang para pendahulu untuk menjaga
dilakukan karena pada
kerukunan dan moderasi beragama. Kepala Puslitbang
dasarnya Indonesia Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan
memegang moderasi Kementerian Agama Muharam Marzuki dalam
beragama sejak dahulu. sambutannya menyampaikan, fokus dari lokakarya
internasional ini adalah untuk mempromosikan
praktik-praktik keagamaan yang mengedepankan
toleransi dan moderasi beragama di Indonesia.

2. Moderasi Agama berbasis Kearifan Lokal


Majelis Ulama Indonesia (MUI) meluncurkan buku berjudul “Moderasi
Beragama Islam Berbasis Kearifan Lokal di Papua Barat” pada Rakernas IV MUI di
gedung Pari Convention Center (PCC) Waisai, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua
Barat pada Kamis malam, 22 November 2018. Komisi Pengkajian dan Peneliti MUI
Rida Hesti Ratnasari mengatakan, dalam penerbitan buku ini MUI Pusat bersama
MUI Provinsi Papua Barat berkolaborasi dalam menggali moderasi beragama Islam
berbasis kearifan lokal di Papua Barat. MUI Provinsi Papua Barat memfasilitasi
pengumpulan data lapangan (field work), sedangkan analisis data hingga penulisan
laporan dilaksanakan oleh MUI Pusat.
Penulis buku tersebut terdiri dari Cahyo Pamungkas (LIPI), Rida Hesti Ratnasari
(MUI) dan Teguh (Kejaksaan Agung RI) bersama Tim Editor Nadratuzzaman Hosen,
Amirsyah Tambunan dan Rofiqul Umam Ahmad (MUI),  dan Dudi Ramdani (MUI
Papua Barat). Penulisan buku berbasis riset ini dilakukan sebagai bagian dari
upaya menghimpun potensi kemajemukan Bangsa Indonesia. Di antara berbagai
kelompok dan aliran paham keagamaan, ditemukan pentingnya kehadiran kelompok
masyarakat sipil (civil society) yang membantu merekatkan berbagai kelompok.
Buku tersebut menjelaskan bahwa proses moderasi beragama bukanlah
menggeser pokok-pokok ajaran agama, bukan pula menyamarkan apalagi
menghilangkannya. Moderasi beragama membawa spektrum berbagai kelompok
yang berseberangan menuju satu titik tengah win-win solution, menang-menang
bersama, sebagai solusi. Titik ini dikenal sebagai momen produktif yang mana
kepentingan bersama lebih besar daripada kepentingan individu dan kelompok
tertentu. Riset ini mengungkap jejak moderasi beragama Islam di Papua Barat telah
berakar sejak sebelum abad ke-15. Terdapat  delapan versi sejarah masuknya Agama
Islam di Papua Barat dan sepanjang sejarahnya berabad-abad tidak terjadi konflik
keagamaan.

14 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


3. KTT Islam Wasathiyah di Bogor menghasilkan Bogor Message
Pemerintah Indonesia menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Islam Wasathiyah. Acara dibuka oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa, 1 Mei 2018
di Istana Bogor. Acara dihadiri ulama dari 36 negara di antaranya Mesir, Australia,
Tiongkok, Inggris, Kanada, dan Korea Selatan. Utusan Khusus Presiden Joko
Widodo untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban Din Syamsuddin
menegaskan, pertemuan Bogor akan menghasilkan Bogor Message.
KTT yang berakhir pada Kamis, 3 Mei 2018, ini menghasilkan keputusan
untuk membuat Indonesia sebagai poros Islam Wasathiyah dunia. Para peserta juga
menyepakati empat poin Bogor Message sebagai berikut:

BOGOR MESSAGE

Pertama, mengaktifkan kembali paradigma Wasathiyah Islam sebagai ajaran


Islam Pusat yang meliputi tujuh nilai utama yakni Tawassuth, I`tidal, Tasamuh,
Syura, Islah, Qudwah, dan Muwathanah.

Kedua, menjunjung tinggi nilai-nilai paradigma Wasathiyah Islam sebagai


budaya hidup secara individual dan kolektif, dengan melambangkan
semangat dan eksemplar dari sejarah peradaban Islam.

Ketiga, memperkuat tekad untuk membuktikan kepada dunia, bahwa umat


Islam sedang mengamati paradigma Wasathiyah Islam dalam semua aspek
kehidupan.

Keempat, mendorong negara-negara Muslim dan komunitas untuk


mengambil inisiatif untuk mempromosikan paradigma Wasathiyah Islam,
melalui Fulcrum of Wasathiyah Islam, dalam rangka membangun ummatan
wasathan, sebuah masyarakat yang adil, makmur, damai, inklusif, harmonis,
berdasarkan pada ajaran Islam dan moralitas.

4. Konferensi Ulama Internasional di NTB menghasilkan Lombok Message


Konferensi Ulama Internasional 2018 berlangsung pada Jumat-Ahad, 26-
29 Juli, di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kegiatan ini diselenggarakan Pemerintah
Provinsi NTB, Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia,
dan Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah (FKAT) mengusung tema “Moderasi
Islam: Perspektif Ahlussunanah Wal Jama’ah”.
Sejumlah utusan dari berbagai negara yang menghadiri acara tersebut
mengakui Indonesia sebagai teladan toleransi dan pengamalan Islam moderat.
Imam Besar Masjid Syaikh Abdul Qodir Jaelani Baghdad Irak Dr Anas Mahmud Kholaf
menilai Islam di Indonesia mampu berdiri tegak di tengah keberagaman. Islam di
Indonesia bisa menjadi model bagi penegakan moderasi Islam di dunia. Dengan
moderasi Islam, Indonesia menjadi negara yang aman dan stabil. Sementara, dosen

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 15


Ushul Fiqih dan alumnus Al Azhar Al Syarif dari Suriah Dr Muhmmad Darwis menilai
bangsa Indonesia adalah bangsa yang ramah dan baik. Hal itu karena corak Islam
yang dikembangkan di Indonesia adalah Islam moderat dan menghargai perbedaan.
Konferensi ini menghasilkan 9 (sembilan) butir rekomendasi yang disebut
Lombok Message.

LOMBOK MESSAGE

1) Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mereka yang mengikuti ajaran Nabi


Muhammad SAW dan para sahabatnya, yang berpegang teguh pada
Alquran dan Sunnah, yaitu para pengikut Asy’ariyyah-Maturidiyyah, para
fukaha, ahli hadis dan tasawuf yang mengikuti Alquran dan hadis Nabi
Muhammad SAW.

2) Konsep “al-firqah al-nâjiyah” (kelompok yang selamat) seperti disebut


dalam beberapa riwayat dan menjadi salah satu pemicu perpecahan umat
Islam, adalah masalah khilafiah yang belum disepakati para ulama.

3) Sektarianisme, rasisme dan diskriminasi dalam bentuk apa pun bertentangan


dengan Wasathiyah (moderasi) Islam, dan harus dilawan dengan berbagai
cara, sebab mengganggu keutuhan Tanah Air, memperkeruh harmoni sosial
antara warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang setara.

4) Al-Azhar al-Syarif adalah garda depan Wasathiyah Islam sepanjang sejarah,


lebih dari seribu tahun, dengan metode yang mengakui dan mengukuhkan
keragaman, menghormati pandangan dan sikap orang lain yang berbeda,
tanpa menuduhnya kafir (takfîr), fasik (tafsîq), dan berbuat bid’ah (tabdî).

5) Perlu membangun konsep pemikiran, bimbingan dan pendidikan bagi


mereka yang keluar dari jalur Wasathiyah, yaitu penganut pemikiran ekstrem
yang kembali (returnis) dari daerah-daerah konflik, agar dapat menjadi
warga negara yang baik.

6) Perlu membuat desain program pendidikan yang dibangun atas dasar


wasathiyah Islam dan nirkekerasan, dengan target sasaran anak-anak
yang akan menjadi harapan masa depan, dalam upaya membangun dan
melindungi mereka dari pemikiran ekstrem yang bertentangan dengan
Wasathiyah.

7) Wasathiyah Islam adalah metode dalam beribadah, bermuamalah, praktik


ekonomi, sosial dan seluruh aspek kehidupan lainnya.

8) Perlu menyelenggarakan seminar dan konferensi, serta memanfaatkan


berbagai media sosial dalam melakukan propaganda Wasathiyah dan
konter pemikiran ekstrem.

9) Wasathiyah Islam memanusiakan dan memuliakan manusia, terlepas dari


perbedaan agama dan keyakinan, menanamkan prinsip musyawarah dan
keadilan sosial bagi seluruh penduduk suatu negara, menegaskan persatuan
Tanah Air dan menanamkan loyalitas terhadap negara.

16 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


5. NU dan Muhammadiyah: Dua Ormas Penjaga Moderasi Islam
Mayoritas umat Islam Indonesia memahami dan mengimplementasikan
ajaran Islam yang moderat. Hal ini tercermin dari sejumlah ormas keagamaan yang
rata-rata menjaga dan mengamalkan ajaran Islam moderat. Dua ormas keagamaan
maistream, NU dan Muhammadiyah menjadi cerminan benteng Islam moderat.
Sejumlah utusan umat Islam di negara lain pun banyak berdiskusi dengan tokoh-
tokoh NU dan Muhammadiyah terkait moderasi Islam.
Sejumlah kegiatan kedua ormas yang menunjukkan
bahwa Indonesia menjadi tujuan ‘studi banding’ moderasi
KH Said Aqil Siroj
Islam di antaranya adalah: Pertama, kunjungan Kedutaan
menjelaskan prinsip- Besar Uni Eropa  di kantor PBNU, Jakarta, pada Rabu,
prinsip keislaman NU 22 Mei 2013. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
yang menerapkan Islam dan delegasi Uni Eropa berdialog tentang sejumlah isu
yang moderat, toleran, keagamaan dan peluang kerja sama. Delegasi terdiri dari
dan menjunjung tinggi Duta Besar (Dubes) Uni Eropa Julian Wilson bersama
kemanusiaan. Direktur European External Action Service (EEAS) untuk
Asia Selatan dan Tenggara beserta tiga orang delegasi.
Pada dialog ini KH Said Aqil Siroj menjelaskan prinsip-
prinsip keislaman NU yang menerapkan Islam yang
moderat, toleran, dan menjunjung tinggi kemanusiaan.
Kedua, kunjungan ulama Maroko yang juga Rektor Muassasah Al-Fath,
Wujdah, Maroko, Syeikh Ahmad Yakhluf, dan ulama Ukraina Syeikh Tamim di
Gedung PBNU Jakarta pada Jumat, 20 Juli 2018. Syaikh Tamim menyatakan bahwa
kunjungannya kali itu menjalin hubungan dengan Muslim Indonesia dan berbagi
pengalaman serta cerita keadaan Muslim di Ukraina. Sementara itu, Syaikh Ahmad
Yakhluf menyatakan bahwa kunjungannya ke PBNU karena para pelajar di sana
bercerita mengenai banyak hal tentang keumatan di Indonesia.
Ketiga, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah diundang menghadiri
forum diskusi di University of Queensland, Australia
pada Rabu, 21 Februari 2018. Dalam materinya, Haedar
menyampaikan peranan Muhammadiyah untuk
Islam yang berkemajuan. Muhammadiyah berupaya Muhammadiyah berupaya
untuk menerjemahkan Islam moderat. Menurutnya, untuk menerjemahkan
Muhammadiyah mengkritik mereka yang ekstrem Islam moderat. Menurutnya,
dan konservatif, tapi di sisi lain juga mengkritik yang Muhammadiyah mengkritik
sekuler. Fenomena ini pula yang menurut Haedar mereka yang ekstrem dan
membuat posisi Muhammadiyah, NU, dan mayoritas konservatif, tapi di sisi
Muslim Indonesia yang moderat menjadi sangat lain juga mengkritik yang
penting serta perlu memperkuat posisi Muslim
sekuler.
moderat di masyarakat.

6. Moderasi Beragama dalam Perspektif Kristen


Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menghadiri peluncuran buku

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 17


Mozaik Moderasi Beragama dalam Perspektif Kristen. Buku ini merupakan kumpulan
tulisan sejumlah cerdik cendekia dan pemuka agama Kristen di Indonesia. Hadirnya
buku ini menjadi bukti partisipasi aktif Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Kristen, Kementerian Agama dalam mensosialisasikan visi Moderasi Beragama.
Menurut Menteri Agama, buku ini mengajak pembacanya untuk memahami
bahwa tafsir keagamaan Kristen pun perlu dipahami dalam konteks keindonesiaan.
Dari segi asal-usulnya, sebagaimana dikemukakan dalam kajian para sarjana, agama
Kristen memang dibawa ke Indonesia dan dikenalkan oleh masyarakat Barat dan Eropa,
bahkan terkait dengan kolonialisme Eropa. Akan tetapi, dalam perkembangannya
kemudian, tokoh-tokoh Kristen sendiri terlibat langsung dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia, dan dalam perumusan Pancasila sebagai ideologi bersama
bangsa Indonesia. Tafsir ideologis kekristenan pun segera menemukan konteksnya di
bumi Indonesia, mengakar menjadi bagian dari masyarakat plural dan multukultural
Indonesia.
Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi pegangan kita dalam berbangsa
dan bernegara telah memberikan jaminan bahwa masing-masing pemeluk agama
diberikan keleluasaan untuk meyakini dan menjalankan keyakinannya masing-
masing. Karenanya, bahwa ketika prinsip-prinsip keindonesiaan dipegang teguh,
pada dasarnya sedang menjalankan agama secara
baik. Sebaliknya, ketika ajaran agama dijalankan
dengan baik, maka berarti menjalankan kewajiban
Maka dari itu mari sebagai warga Negara yang baik. Maka dari itu mari
serukan bahwa “Beragama serukan bahwa “Beragama hakikatnya ber-Indonesia,
hakikatnya ber-Indonesia, dan ber-Indonesia hakikatnya beragama”.
dan ber-Indonesia
Dalam upaya internalisasi masing-masing
hakikatnya beragama”.
ajaran agama yang diterjemahkan ke dalam konteks
Indonesia tersebut, Kementerian Agama juga sangat
mendorong agar antarumat beragama membangun
dialog dua arah, saling melakukan kesepahaman agar
masing-masing umat beragama memahami ajaran
apa saja di masing-masing agama tersebut yang tidak
dapat dikompromikan, dan ajaran apa saja di masing-masing agama yang bersifat
penafsiran. Dengan demikian, kita semua bisa sama-sama menjaga jarak untuk tidak
menyinggung wilayah ajaran agama yang bersifat ushuliyyah (fundamental).

7. Pemufakatan Yogyakarta
Menyikapi menguatnya disrupsi agama yang mencuat belakangan ini,
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menginisiasi acara Sarasehan yang dikuti
oleh sejumlah agamawan dan budayawan pada Jumat-Sabtu, 2-3 November 2018,
di Bantul, Yogyakarta, dengan tajuk “Reaktualisasi Relasi Agama dan Budaya di
Indonesia”.
Menurut Menteri Agama, agamawan dan budayawan kita harus memahami
dan mampu mengatasi disrupsi yang terjadi dalam dirinya sendiri. Sebab, disrupsi
agama berpotensi mengganggu, bahkan merusak, bukan saja iman (keyakinan)

18 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


umat, melainkan juga hubungan ideal antara keyakinan dan kenyataan sosial
serta kultural lokal di manapun ia berada. Oleh karena itu, para agamawan dan
budayawan yakin, masyarakat sebagai pemilik sah keberadaan dan kedaulatan
Indonesia mampu menjawab semua persoalan dan tantangan yang ada, termasuk
disrupsi tafsir agama. Untuk itu dibutuhkan kesepakatan-kesepakatan yang relevan.
Sarasehan ini menghasilkan Pemufakatan Yogyakarta yang ditandatangani
oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin serta sejumlah peserta, seperti Biku
Pannyavaro, Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda, Acep Zamzam Noor, Nasirun,
Ridwan Saidi, Wisnu Bawa Tenaya, Agus Noor, Alisa Wahid, Aloys Budi Punomo, dan
Amin Abdullah. Berikut isi Permufakatan Yogyakarta tersebut:

PEMUFAKATAN YOGYAKARTA
Pertama, dalam hal pemahaman atas disrupsi (perubahan yang cepat),
berharap supaya nilai-nilai keimanan serta nilai kultural budaya kita tidak
ikutan rusak.

Kedua, penghayatan dan pengamalan praktik-praktik keagamaan dan


kebudayaan di Indonesia sudah terintegrasi dari pengalaman sejarah bangsa
kita yang panjang, jadi tak mungkin salah.

Ketiga, peran pendidikan sangat sentral di dalam menciptakan generasi dan


bangsa ini semakin lebih baik lagi. Maka peran orang tua sebagai penaruh
dasar dan paling awal untuk menciptakan generasi bangsa yang beriman
serta berbudaya harus lebih dioptimalkan lagi.

Keempat, mari bersikap dan berperilaku seperti praktik yang sudah dilakukan
oleh para leluhur kita dahulu. Yakni jujur, sabar, bersyukur, disiplin, mandiri,
saling mengasihi, santun, saling terbuka dan lain-lain.

Kelima, Negara dalam hal ini pemerintah, sebagai inisiator,penggerak,


penggagas sebuah narasi kebangsaan kita. Akan kemana bangsa ini berlabuh?
Hal itu bisa tercapai jika bisa membuat pijakan bersama,untuk sama-sama
kita melangkah.

Keenam, mendorong praktek keberagamaan kita dalam membentuk


keimanan kita yang saleh secara spiritual dan saleh secara sosial.

8. Risalah Jakarta tentang Kehidupan Beragama di Indonesia


Sebagai upaya menghadapi tantangan serius berupa semakin menguatnya
sikap eksklusivisme dan ekstremisme beragama, Kementerian Agama menggelar
Dialog Lintas Iman pada Jumat-Sabtu, 28-29 Desember 2018, di bilangan Ancol,
Jakarta.
Ikut dalam dialog ini sejumlah agamawan dan budayawan, antara lain
Mahfud MD, Asep Zamzam Noor, Fatin Hamama, Garin Nugroho, Haidar Baqir,
Hartati Murdaya, Henriette G Lebang, Jadul Maula, Komaruddin Hidayat, Suhadi

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 19


Sanjaya, Sujiwo Tedjo, Ulil Abshar Abdalla, Usman Hamid, Uung Sendana, Wahyu
Muryadi, Yudi Latif, Bhikku Jayamedo, Alisa Wahid, Coki Pardede, Zaztrow, dan D
Zawawi Imron. Dialog tersebut menghasilkan Risalah Jakarta yang memuat 5 butir:

RISALAH JAKARTA
Pertama, konservatisme sebagai karakter dasar agama, tidak bermasalah sejauh
dipahami sebagai usaha merawat ajaran dan tradisi keagamaan. Tetapi, konservatisme
dapat menjadi ancaman serius ketika berubah menjadi eksklusivisme dan ekstremisme
agama, dan menjadi alat bagi kepentingan politik. Situasi ini menjauhkan peran
utama agama yang bukan hanya panduan moral spiritual, bahkan menjadi sumber
kreasi dan inspirasi kebudayaan.

Kedua, konservatisme yang mengarah pada eksklusivisme dan ekstremisme beragama


seringkali dipicu faktor-faktor yang tidak selalu bersifat keagamaan melainkan rasa
tidak aman akibat ketidakadilan (politik maupun ekonomi), formalisme hukum,
politisasi agama, dan cara berkebudayaan. Pertarungan pada ranah kebudayaan
menjadi pertarungan strategis. Karena itu, agama tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaan.

Ketiga, “era disrupsi” membawa perubahan dalam kehidupan beragama di Indonesia.


Ekses era disrupsi telah menciptakan dislokasi intelektual dan kultural, serta
mendorong eksklusi dan penguatan identitas kelompok. Teknologi informasi dan
komunikasi sebagai media disruptif menjadi pengubah permainan karena membawa
budaya baru yang serba instan.

Keempat, eksklusivisme dan ekstremisme beragama menjadi alasan beberapa


kelompok untuk memperjuangkan ideologi agama sebagai ideologi negara.
Formalisasi agama dalam kebijakan negara juga menguat di berbagai daerah,
atau dalam kebijakan yang mengatur pelayanan publik dan kewargaan, bahkan
menciptakan kegamangan atas hukum positif yang berlaku semisal dalam isu-isu
terkait keluarga dan perempuan. Relasi kuasa politis yang di Indonesia muncul dalam
paradigma mayoritas minoritas menjadi alasan untuk mempengaruhi kebijakan
negara.

Kelima, untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut dirumuskan beberapa


strategi berikut ini. Strategi pertama, Pemerintah mengambil langkah-langkah konkret
untuk memimpin gerakan penguatan keberagamaan yang moderat sebagai arus
utama. Agama perlu dikembalikan kepada perannya sebagai panduan spiritualitas
dan moral, bukan hanya pada aspek ritual dan formal, apalagi yang bersifat eksklusif
baik pada ranah masyarakat maupun Negara.

Strategi kedua, Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk


menghapus atau membatasi regulasi dan kebijakan yang menumbuhsuburkan
eksklusivisme dan ekstremisme beragama, dan perilaku diskriminatif dalam
kehidupan beragama, antara lain mendorong pembentuk UU (DPR dan Pemerintah)
merevisi UU Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pemberlakuan PNPS No. 1 Tahun 1965
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama sesuai dengan
Putusan MK.

Strategi ketiga, mengembangkan strategi komunikasi berbangsa agar terhindar dari


kegagapan menghadapi era disrupsi dan membangun gerakan kebudayaan untuk

20 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


memperkuat akal sehat kolektif. Diperlukan langkah-langkah menerjemahkan materi
atau muatan yang fundamental dari tokoh agama, budayawan dan akademisi,
menjadi konten dan sajian yang lebih mudah dipahami generasi muda tanpa
kehilangan bobot isinya.

Strategi keempat, Pemerintah, khususnya Kementerian Agama, perlu mengambil


langkah-langkah aktif, untuk memfasilitasi ruang-ruang perjumpaan antarkelompok
masyarakat, untuk memperkuat nilai-nilai inklusif dan toleransi, misalnya dalam
bentuk dialog lintas-iman, khususnya di kalangan generasi muda.

Strategi kelima, tokoh-tokoh agama lebih aktif dalam memandu umat untuk
menjalankan agama dan keyakinan yang terbuka, berlandaskan nilai-nilai hakiki
agama sebagai panduan spiritual dan moral, bahkan sebagai sumber kreasi dan
inspirasi kehidupan.

B. Indahnya Dialog dan Toleransi

1. Indeks Kerukunan Umat Beragama


Survei Kerukunan Umat Beragama Tahun 2018, merupakan survei keempat
sejak tahun 2015. Survei yang dilakukan untuk memetakan kerukunan umat
beragama seluruh Indonesia. Informasi kerukunan tersebut berdasarkan tiga
dimensi utama, yaitu toleransi, kesetaraan dan kerja sama. Toleransi didefinisikan
sebagai sikap kesediaan menerima dan menghargai, sedangkan kesetaraan adalah
pandangan dan sikap hidup terhadap pemeluk agama lain sama dalam urusan hak
dan kewajiban.
Adapun dimensi kerja sama adalah bentuk nyata dari hubungan sosial
antarpemeluk. Quotidian adalah bentuk interaksi kehidupan yang sederhana
dan rutin, seperti saling kunjung antara keluarga yang berbeda agama, kegiatan
makan bersama, berpartisipasi bersama dalam upacara-upacara hari kemerdekaan,
mengizinkan anak-anak mereka untuk bermain bersama di lingkungan. Sedangkan
kerja sama dalam bentuk asosiatif adalah ikatan kewargaan ke dalam organisasi
bisnis, ikatan profesi, klub olah raga, dan serikat buruh.
Melalui serangkaian proses terstruktur dan sistematis, pengumpulan data
lapangan dilakukan selama bulan Agustus-September dengan mengambil sampel
secara acak berjenjang, Multistage Clustered Random Sampling. Seluruh ibu kota
provinsi diambil, kemudian kota dan kabupaten diacak sampai pada tingkat
kelurahan, begitu juga dengan keluarga diacak dan dipilih respondennya melalui
tabel kish grid. Secara nasional melibatkan 13.600, dengan tingkat kepercayaan
95% dan margin error 1,35% tingkat kerukunan nasional sebesar 70,90 dari rentang
0-100. Skor tertinggi seperti tahun sebelumnya diperoleh provinsi NTT sebesar
78,90. Disusul provinsi Sulawesi Utara 76,3, ketiga Papua Barat 76,2. Secara berurutan
diikuti oleh Bali dengan skor 75,4, lalu Sulawesi Barat memiliki skor 74,9, sedangkan
berikutnya adalah Kalimantan Barat 74,8.

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 21


Skor Kerukunan di Atas Rata-rata Nasional (70,90)

Sulawesi Barat
74,9
Kalimantan Utara
74,0
Sulawesi Tengah
Kepulauan Riau 72,9
71,1
Kalimantan Barat
74,8 Sulawesi Utara
76,3

Papua Barat
Maluku 76,2
72,2

Kalimantan Tengah
72,4
Kalimantan Timur Sulawesi Tenggara
72,3 71,9
Sulawesi Selatan
71,3
Jawa Tengah Papua
74,1 74,8
DI Yogyakarta
73,1
Nusa Tenggara Timur
Bali 78,9
75,4

2. Indeks Kesalehan Sosial


Indeks Kesalehan Sosial (IKS) di Indonesia pada tahun 2018 mengalami
kenaikan jika dibandingkan dengan indeks kesalehan sosial pada penelitian
sebelumnya, pada tahun 2014.  Dari aspek kebijakan, kegiatan survei yang dilakukan
Puslitbang Bimas Islam dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama adalah bagian
dari upaya mengukur Indikator Kinerja Utama Kementerian Agama pada tahun 2018.
Survei ini dilakukan, secara teknis oleh 15 peneliti Puslitbang di 30 kabupaten
dan kota di 14 provinsi di Indonesia. Waktu penelitian, pengumpulan data lapangan
dimulai dari 15 Mei hingga 1 Juni 2018. Metode yang digunakan adalah metode
kuantitatif pengambilan sampelnya adalah clustered random sampling pada enam
klasifikasi populasi. Lokasi survei di Kota Padang, Kota Pekanbaru, Kota Bandar
Lampung, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Bekasi, Karawang, Banyumas,
Cilacap, Purbalingga, Kendal, Klaten, Boyolali, Blitar, Malang, Jember, Pontianak,
Samarinda, dan Makassar (populasi Islam); Nias Selatan, Deli Serdang, Jakarta Timur,
dan Kota Manado (populasi Kristen); Kota Pare-pare dan Manggarai Timur (populasi
Katolik); Kota Denpasar dan Gianyar (populasi Hindu); Jakarta Barat (populasi
Buddha), dan Kota Bangka (populasi Konghucu).
Hasil survei menunjukkan bahwa indeks kesalehan sosial berada pada angka
75,79 dari rentang 0-100. Ada tiga dimensi yang diukur, yakni (1) intern agama, (2)
ekstern agama, dan (3) agama dan negara.  Mengacu pada hasil yang diperoleh,

22 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


Skor Kerukunan di Bawah Rata-rata Nasional (70,90)

Riau
68,4
Kalimantan Selatan
Sumatra Utara 67,3
69,1 Jambi
65,3 Gorontalo
Aceh 69,7
64,1 Kep. Bangka Belitung
70,4 Maluku Utara
68,6

Sumatra Barat
62,5

Bengkulu Jawa Barat


68,1 65,7

Sumatra Selatan
68,3

Lampung
68,6 Nusa Tenggara Barat
69,6
Banten Jawa Timur
65,9 70,3
DKI Jakarta
70,2

Indeks Kesalehan Sosial Nasional Tahun 2018 sebesar 75,79

Partisipasi Demokrasi
90,43
Tidak Menghina
88,26
Konservasi Lingkungan
83.04
Tidak Memaksakan Nilai
79,83
Restorasi Lingkungan
78,77
Mencegah Kekerasan
77,67
Good Governance
77,34
Giving
71,27
Caring
61,09
Menghargai Perbedaan
50,10

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 23


subdimensi dominan, memiliki skor tertinggi dalam hal kesalehan sosial dapat dilihat
sebagai berikut: partisipasi demokrasi (90,47), menjadi subdimensi paling tinggi,
dapat dikatakan pemeluk agama di Indonesia cenderung berperan aktif dalam hal
keterlibatan diri pada kegiatan pemilu dan kebijakan politik lainnya.
Adapun subdimensi tindakan sosial yang tidak menghina (88,26), subdimensi
good governance adalah variabel yang diyakini sebagai bentuk kesalehan sosial atas
keterlibatannya terhadap kebijakan pemerintahan (77,34), konservasi lingkungan
(83,04), mencegah kekerasan (77,67), giving atau sikap berbagi terhadap manusia
lain (71,27), menghargai perbedaan (50,10), subdimensi tidak memaksakan nilai
memperoleh (79,83), restorasi lingkungan (78,77), caring atau peduli kepada makhluk
sosial lainnya (61,09). Faktor-faktor yang sangat menentukan tingkat kesalehan sosial
di antaranya yaitu status perkawinan, perbedaan layanan keagamaan, pendidikan,
pendapatan, dan habituasi (kebiasaan) di keluarga.

3. Monografi Kerukunan Umat Beragama


Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama di tahun 2018 telah menyelesaikan penulisan buku Monografi
Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. Penulisan monografi
tersebut, sebagai upaya untuk mempromosikan Indonesia sebagai bangsa yang
sangat majemuk, namun di sisi
lain dikenal sebagai bangsa yang
toleran.
Secara singkat terdapat
beberapa pola toleransi dan
kerukunan umat beragama yang
berhasil dideskripsikan dalam
buku monografi ini. Pertama,
Kota Banda Aceh. Penetapan
syariat Islam di Aceh telah sesuai
ketentuan yang ada dalam teori
legislasi yaitu bahwa proses
pembuatan hukum positif harus
memenuhi landasar filosofis,
sosiologis, dan yuridis, juga
mengkonfirmasi bahwa pro
kontra soal syariat Islam perlu
dipahami sebagai bagian dari
demokrasi dalam konteks
Indonesia, sehingga penetapan
syariat Islam di Aceh tetap perlu
diletakkan dalam perspektif
Bhinneka Tungga Ika (keragaman
dalam persatuan).

24 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


Kedua, kabupaten Gianyar. Di sana terdapat relasi Hindu dan Islam telah
berlangsung dalam waktu yang sangat panjang. Sejarah panjang ini menghasilkan
kesadaran tentang bagaimana hidup bersama. Telah terjadi habituasi yang tidak
hanya pada level kognisi tetapi juga tindakan. Beberapa kearifan lokal yang
memperantarai relasi Hindu dan Islam, antara lain metulungan (tolong menolong),
menyamabraya (ikatan persaudaraan, kekerabatan), ngejot (saling memberikan
hantaran saat upacara), ngayah (kerja sosial).
Ketiga, Kabupaten Cimahi. Potret toleransi dan kerukunan antarumat
beragama yang dideskripsikan dari Cimahi adalah harmoni sosial masyarakat adat
di Kampung Cirendeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Potret
tersebut ternyata tidak hanya mengenai soal kehidupan keagamaan komunitas Sunda
Wiwitan di sana, tapi juga persoalan lingkungan, ketahanan pangan, pariwisata, dan
produktivitas lainnya.
Keempat, Kota Padang. Deskripsi tentang pola relasi antar komunitas umat
beragama di Padang menggambarkan bahwa sejak dulu, perbedaan etnis dan
agama tetap kondusif dan tidak menjadi persoalan di tengah-tengah mayoritas
Minangkabau.
Kelima, Kota Kupang. Masyarakat di sana termasuk masyarakat yang masih
kuat dipengaruhi oleh warisan nilai, peraturan, dan hukum adat leluhur, serta tradisi
masa lalu, sehingga memiliki variasi kearifan lokal relatif kaya dan beragam.

4. Penyelenggaraan ISRL II di Yogyakarta


Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama bekerjasama dengan Indonesian
Consortium for Religious Studies (ICRS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
menggelar International Symposium On Religious Life (ISRL) pada 7-9 November
2018 di Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan simposium ke-2 setelah 2016, secara
resmi dibuka Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Kegiatan ini mengusung
tema Religion in a Divided, Multicultural World: Moderation, Fragmentation and
Radicalization.
Sejumlah narasumber yang hadir di antaranya Abdurrahman Mas’ud (Head,
Agency for Research, Development and Training), Jan Figel (European Union Special
Envoy on Freedom of Religion and Beliefs), Siti Ruhayni (Presidential Staff for
International Communication and Organization of Islamic Conference), Mohyuddin
Hashmi (Allamah Iqbal Open University, Islamabad Pakistan), Paul Marshall (Baylor
University and Hudson Institute), Amita Santiago (Bishop Cotton Women’s Christian
University), Ketut Ardana (Merthi Kerti and Hindu University of Indonesia, UNHI)
Bali, Hisanori Kato (Chuo University, Japan), Aminuddin Hassan (Universiti Putra
Malaysia, Kuala Lumpur), Yo Nonaka (Keio University, Japan), Riri Khoiriyah (National
Commission on Violence Against Women, Fatayat Nahdatul Ulama), Dicky Sofjan
(ICRS and IJIIS), dan Mark Woodward (Arizona State University).
International Symposium on Religious Life (ISRL) ditutup oleh Direktur ICRS,
Siti Syamsiatun. Kegiatan ini menghasilkan rekomendasi sebagai berikut:

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 25


1 Mendorong dibentuknya Asosiasi Studi Agama (International Association for
the Study of Religion and Society-IASRS) dan Penerbitan Jurnal International.

2 Penyelenggaraan ISRL berikutnya tahun 2020 di Denpasar, Bali.

3 Agama semakin nyata dalam kehidupan keseharian masyarakat Indonesia dan


belahan dunia yang multikultur dan terbelah: Moderasi, Fragmentasi dan
Radikalisasi. Untuk itu penguatan nilai-nilai dominan yang bersifat komunal
dari penduduk lokal, yang harus dihormati oleh kelompok pendatang. Dalam
konteks inilah sikap Wasathiyah atau moderasi beragama perlu dikedepankan
oleh setiap pemeluk agama.

4
1 Dari berbagai hasil kajian dan penelitian menunjukkan bahwa agama semakin
Mendorong dibentuknya
mendapatkan
the Study of
tempat dalam
Religion and
Asosiasi
semua Studi
levelAgama
Society-IASRS)
(International
kehidupan
dan
Association
masyarakat.
Penerbitan Jurnal
for
Dalam hal
International.
relasi agama dan budaya secara empirik di Indonesia dan di belahan dunia
nyata dan termanifestasi.

5 Menyepakati dan menyebarluaskan pemikiran substansi “Pemufakatan


Yogyakarta” yang didasari bahwa aktivitas keagamaan dan kebudayaan, harus
dapat berkembang dan hidup berdampingan secara harmoni, rukun bersama,
demi untuk merawat keutuhan masyarakat Indonesia dan dunia yang plural
dan multikultural.

6 Pembentukan chapter atau representatives dari berbagai negara dan benua.

7 Seluruh organ Kementerian Agama terlibat dalam mendorong moderasi


agama pada tiap level dengan menggali kembali dan mempromosikan
kearifan lokal dan mempromosikan kehidupan keagamaan yang toleran di
Indonesia berbasis pengalaman ke level dunia

5. Dialog Keagamaan dan Kebangsaan


Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama bekerjasama
dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lakpesdam NU, menyelenggarakan
menyelenggarakan Dialog Nasional Keagamaan dan Kebangsaan, pada 15-17 Juli
2018 di Surabaya. Dialog ini diikuti oleh utusan dari MUI se-Indonesia, Paramadina,
IAIN Madura, UIN Sunan Ampel, Fatayat NU, Aisyiyah, Kesbangpol Jatim, Kanwil
Kemenag Jatim, Lampung dan Jawa Tengah serta Forum Santri Nasional, Ahlul Bait
Indonesia dan ormas lainnya.

26 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
mengapresiasi sembilan rumusan yang dihasilkan
dalam Dialog Nasional Keagamaan dan Kebangsaan Pemerintah harus
yang bertema “Mewujudkan Islam Indonesia yang mengintensifkan dialog
Wasathiyah”. Menurut Menteri Agama, rumusan hasil lintas pemahaman
dialog tersebut menunjukkan adanya kebersamaan keagamaan secara
antara Kementerian Agama serta ormas dan LSM dalam berkala (Dialog Nasional
menjaga kualitas keagamaan di masa mendatang. Keagamaan dan
Beberapa poin penting berhasil dirumuskan Kebangsaan di Surabaya)
dari gelaran dialog di antaranya,  Pemerintah harus
mengintensifkan dialog lintas pemahaman keagamaan
secara berkala, disponsori (didanai) oleh pemerintah,
dilaksanakan oleh masyarakat (ormas keagamaan)
baik di tingkat pusat maupun daerah. Serta mendorong pemerintah dan masyarakat
untuk mengarusutamakan paham keagamaan yang bervisi kebangsaan melalui
pengembangaan kurikulum, kajian keagamaan, pemberdayaan ekonomi dan lainnya.

6. Kearifan Lokal dan Tradisi


Sejumlah potret toleransi di sejumlah daerah menunjukkan adanya kearifan
lokal dan sudah menjadi tradisi. Sebagiannya lagi, potret toleransi muncul ke
permukaan melalui even-even tertentu yang menginspirasi dan berpengaruh pada
praktik kerukunan. Di antaranya kegiatan yang terselenggara adalah:
a. Halalbihalal Lintas Agama di Lereng Merbabu
Warga Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang,
menggelar halalbihalal lintas agama. Halalbihalal berlangsung tiap tahun diikuti
semua warga setempat yang sekitar 50 persen beragama Buddha, umat muslim
30 persen dan 20 persen Kristen.
b. Warga Bantul Ikuti Kenduri Lintas Iman di Gereja Ganjuran
Ratusan warga mengikuti acara kenduri lintas iman di Gereja Hati Kudus Tuhan
Yesus (HKTY) Ganjuran Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kenduri ini merupakan
bagian dari Prosesi Agung Paroki HKTY Ganjuran Bantul tersebut dimulai sekitar
pukul 16.15 WIB. Diawali membuka kenduri oleh panitia, kemudian dilanjutkan
sambutan dari Bupati Bantul, Suharsono. Seusainya, berkat kenduri dibagikan
kepada para warga. Setelah dibagikan merata enam tokoh agama dari Islam,
Kristen, Katolik Hindu, Buddha, dan Aliran Kepercayaan saling bergantian
memanjatkan doa.
c. Siswa SMA di Depok Deklarasi Dukung Toleransi dan Antikekerasan
Sejumlah siswa dan siswi SMA seluruh Depok, Jawa Barat, mendeklarasikan
diri mendukung toleransi, perdamaian dan antikekerasan di Festival Gempita pada
Sabtu, 25 Agustus 2018. Mereka membubuhkan tanda tangan untuk perdamaian
Indonesia. Festival ini bertujuan sebagai perayaan keberagaman dan deklarasi
kaum muda. Acara ini akan dihadiri oleh Yenny Wahid Direktur Wahid Foundation,

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 27


Komisioner KPAI Retno Listyarti, dan pihak Dinas Pendidikan Jawa Barat.
d. Rahasia Warga Kepulauan Kei Hidup Damai Tanpa Konflik Agama
Konflik SARA pernah melanda Maluku beberapa tahun silam. Tapi tidak
dengan warga di Kepulauan Kei. Mereka bisa hidup damai tanpa konflik agama.
Salah satu rahasianya adalah warganya terbiasa hidup rukun dan bergotong
royong, tanpa memandang embel-embel agama, suku, ataupun yang lainnya. Jika
ada hajatan, itu bukan lagi jadi hajatan individu, tapi sudah jadi hajatan bersama.
Satu kampung, gotong royong, saling membantu. Proses kelahiran, pernikahan,
dan kematian itu yang mempersatukan orang Kei. Warga di Kepulauan Kei juga
sangat terbuka dengan pendatang. Sekali lagi, tanpa memandang agama yang
dianut atau sukunya apa. Di Kei sendiri ada perkampungan Muslim, Kristen, dan
Katolik yang saling bertetangga satu sama lain.
e. Solo Bersimponi: Difabel sebagai Agen Toleransi
Solo Bersimponi adalah sebuah perkumpulan yang saat ini berfokus pada isu
toleransi dan keberagaman dengan melibatkan tiga segmen masyarakat rentan
seperti perempuan, anak-anak, dan difabel (different ability). Solo Besimponi
memfasilitasi 30 difabel dalam diskusi dan pertemuan rutin yang bertajuk “Difabel
sebagai Agen Toleransi”. Meski belum didaftarkan secara resmi ke Kesbangpol,
namun Perkumpulan Solo Bersimponi yang diluncurkan pada 13 Mei 2018
mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Surakarta.

7. Strategi Menjaga Kerukunan Umat Buddha


Puluhan tokoh umat Buddha se-Kalimantan Tengah mengikuti kegiatan
Pembinaan Kerukunan Intern Umat Buddha yang diselenggarakan oleh Pembimas
Buddha Kantor Wilayah Kementerian Agama Kalimantan Tengah pada 5 April 2018
di Palangka Raya
Pembimas Buddha Partiyem menuturkan, pembinaan kerukunan intern umat
Buddha itu digelar sebagai salah satu upaya untuk mengajak kerukunan sesama
umat Buddha. Kegiatan pembinaan juga menjadi bentuk pelaksanaan program
direktif Menteri Agama. Salah satu fokus perhatian Kementerian Agama saat ini
adalah terkait kerukunan umat beragama. Pembinaan itu juga diharapkan bisa
mencetuskan pemikiran dalam rangka menemukan persamaan dan kesepakatan
dalam menyelesaikan masalah untuk perkembangan umat Buddha di Kalimantan
Tengah.
Sementara itu Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian
Agama RI Caliadi mengingatkan pentingnya komunikasi sebagai salah satu kun-
ci untuk menjaga kerukunan internal umat Buddha. Jika komunikasi berjalan baik,
maka kesalahpahaman yang menjadi awal terganggunya kerukunan umat berag-
ama akan bisa dicegah. Komunikasi di internal umat Buddha di Kalimantan Tengah
khususnya dan Indonesia pada umumnya harus terus menerus dibangun agar ada
pemahaman yang sama tentang pentingnya kerukunan, meskipun internal umat
Buddha memiliki perbedaan majelis agama.

28 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


BAB IV
PERISTIWA
KEAGAMAAN

A. Kasus Rumah Ibadah


1. Gereja di Sleman, Surabaya dan Kota Jambi
a. Penyerangan Gereja St Lidwina Bedog Sleman
Suliono, seorang pelajar dari Banyuwangi Jawa Timur melakukan teror
membabi-buta jemaat yang sedang mengikuti kegiatan ibadah Misa Pagi dengan
menggunakan pedang di Gereja St Lidwina Bedog, Sleman, Yogyakarta, pada Minggu,
11 februari 2018. Teror tersebut melukai dua orang jemaat, termasuk Romo Prier SJ
yang memimpin misa juga turut terluka terkena sabetan pedang. Petugas kepolisian
bertindak cepat masuk ke gereja dan mengeluarkan tembakan peringatan, tetapi
pelaku malah menyerang petugas dan polisi terpaksa menembak pelaku.
Untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, Puslitbang Bimas Agama
dan Layanan Keagamaan, Balitbang dan Diklat melakukan penelusuran lapangan
(fact finding) terhadap peristiwa tersebut.
Kesimpulan dari penelusuran sebagai berikut: 1) Semua saksi menyatakan
tidak yakin apakah pemuda yang berada di Masjid Az-Zahroh adalah orang
yang sama dengan pemuda yang berada di Mushala dan juga orang yang sama
melakukan pemukulan di gereja, 2) Ada banyak hal yang perlu diungkap lebih lanjut
dalam kasus tersebut, karena banyak hal yang menjadi pertanyaan yang perlu ada
jawabannya terkait proses dari awal hingga pelaku dibawa densus 88 ke Jakarta, 3)
Kejadian ini diduga sudah direncanakan, namun siapa yang merencanakannya harus
diungkap lebih lanjut oleh pihak kepolisian mengingat hubungan pihak gereja dan
masyarakat setempat cukup harmonis.

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 29


Tiga gereja di Kota Jambi. disegel. Penyegelan
Sejumlah orang tidak dikenal pada Minggu pagi dilakukan setelah diadakan pertemuan mediasi
petang, merusak Pura tertua di Indonesia, yakni antara pemerintah daerah, aparat kepolisian,
Pura Mandhara Giri Semeru Agung MUI, FKUB, dan tokoh lintas agama setempat.

18 Februari 27 September
2018 2018
11 Februari 13 Mei
2018 2018
Gereja St Lidwina Bedog, Sleman, Terjadi ledakan bom bunuh diri di tiga
Yogyakarta diserang oleh seorang gereja, yakni Gereja Santa Maria Tak
pemuda. Teror tersebut melukai dua Bercela Ngagel, GKI Jalan Diponegoro,
orang jemaat, termasuk Romo Prier dan Gereja Pantekosta Jalan Arjuna di
SJ yang memimpin misa. Surabaya, Jawa Timur.

b. Tragedi Bom Gereja di Surabaya


Terjadi ledakan bom bunuh diri di tiga gereja, yakni Gereja Santa Maria
Tak Bercela Ngagel, GKI Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Jalan Arjuna di
Surabaya, Jawa Timur, pada Minggu, 13 Mei 2018. Peristiwa tersebut mengakibatkan
8 orang tewas dan 38 korban luka.
Hasil penelusuran lapangan yang dilakukan oleh Puslitbang Bimas Agama
dan Layanan Keagamaan menemukan bahwa peristiwa peledakan bom di 5 lokasi di
Surabaya dan Sidoarjo dilakukan oleh pelaku yang mempunyai hubungan keluarga,
terdiri dari bapak, ibu dan anak. Hal ini telah dipastikan oleh Tim Inafis (Indonesia
Automatic Finger Print Identification) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim).
Aksi pengeboman ini terkait dengan keberadaan organisasi JAD, sebuah
organisasi yang terafiliasi dengan ISIS. Tentu ini sebuah peristiwa yang memerlukan
perhatian negara, karena sejumlah orang yang terkait sebagai pelaku bom bunuh
diri dan berbagai jaringannya telah ditangkap dan dimasukkan ke penjara, namun
tidak membuat para pengikutnya jera.
c. Penyegelan Tiga Gereja di Kota Jambi
Sejumlah tiga gereja yakni Gereja Metodist Indonesia (GMI), Gereja Sidang
Jemaat Allah (GSJA), Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI), yang semuanya berlokasi

30 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


di RT 07 Kelurahan Kenali Besar, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi, disegel pada
Kamis, 27 September 2018. Penyegelan dilakukan setelah diadakan pertemuan
mediasi antara pemerintah daerah, aparat kepolisian, MUI, FKUB, dan tokoh lintas
agama setempat. Pertemuan ini menyepakati untuk menyegel 3 (tiga Gereja tersebut,
karena tidak memiliki IMB sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Mendagri No. 9 dan 8 Tahun 2006 Pasal 14 Ayat 2a dan b. Dengan pertimbangan
demi menjaga stabilitas keamanan dan ketentraman Kota Jambi.
Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan mengungkapkan bahwa
setelah ditelusuri lebih mendalam, para pendeta di tiga gereja tersebut akhirnya
mengakui bahwa gereja-gereja tersebut memang belum mempunyai izin. Dengan
demikian, keberadaan tiga gereja tersebut tidak mematuhi Peraturan.
Setelah mengalami polemik di media dan dianggap meresahkan, Walikota
mengajukan dua solusi yang ditawarkan kepada pihak gereja, yaitu: 1) Memberikan
Izin pada satu gereja; atau 2) Relokasi bangunan gereje ke daerah Kota Baru atau
Bagan Pete, Kecamatan Alam Barajo.

2. Perusakan Pura di Lumajang


Sejumlah orang tidak dikenal pada Minggu pagi petang, 18 Februari 2018,
merusak Pura tertua di Indonesia, yakni Pura Mandhara Giri Semeru Agung yang
terletak di Jl. Serma Dohir Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Terdapat sebuahpatung yang dirusak berada di pintu masuk utama di posisi sebelah
kiri pura.
Sejauh ini, belum diketahui pelaku dan motif perusakan tersebut. Dari lokasi
kejadian, polisi menyita pecahan patung dan sebilah kapak yang digunakan para
pelaku. Peristiwa ini diketahui seorang petugas jaga malam atau pecalang pura,
Astono. Ia menemukan sebilah kapak tertancap di bagian kepala salah satu patung
Dwarapala. Ketua PHDI Kabupaten Lumajang Edi Sumianto menyatakan agar
umat Hindu tetap tenang dan menjaga kerukunan umat beragama. Kepolisian
Daerah Jawa Timur menanggapi serius kejadian perusakan arca di Pura kawasan
Lumajang. Sebab, kasus yang tergolong ke arah intoleran ini bisa mengakibatkan
munculnya isu SARA maupun adu domba.

3. Masjid di Tuban, Bireuen dan Mushala di Denpasar


a. Perusakan Masjid di Tuban
Penyerangan terjadi di masjid Baiturrahim Tuban Jawa Timur oleh sekolompok
orang. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Frans Barung Mangera
mengatakan, perusakan masjid terjadi pada Selasa pukul 1 dini hari, 13 Februari 2018.
Berselang 2 jam, Polres Tuban langsung mengamankan para pelaku yang berjumlah
dua orang. Satu pelaku bernama M. Zaenudin (40) warga Desa Karangharjo RT 02
RW 01, Kecamatan Kragan, Rembang, Jawa Tengah. Zaenudin diamankan di Polda
Jatim karena indikasi gangguan jiwa, satu lain masih dalam penanganan Polres
Tuban.

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 31


Sebelum kejadian,
Penolakan Pembangunan pelaku Zaenudin pada malam
Masjid di Bireuen, Aceh hari mencari-cari seorang Kiai
Sejumlah warga Desa Sangso, Pondok Al-Ishlahiyah, Gus Mad.
Kecamatan Samalanga, Kabupaten Seorang warga, Muhammad,
Bireuen, Aceh, melakukan aksi
Perusakan Masjid penolakan pembangunan Masjid sempat menanyakan tujuan
Di Tuban Taqwa Muhammadiyah. pelaku mencari-cari hingga
Penyerangan terjadi di ke belakang masjid. Namun,
masjid Baiturrahim Tuban
Jawa Timur oleh sekolompok
pelaku malah marah dan
orang. Pelaku diindikasi memukul Muhammad. Pelaku
memiliki gangguan jiwa.
kemudian memecahkan kaca
masjid, hingga masyarakat
sekitar menangkapnya. Pelaku
Penolakan Mushala di Denpasar kemudian diserahkan kepada
sejumlah 10 orang
mengatasnamakan warga Jalan
Kantor Polisi setempat.
Belimbing melakukan penolakan
terhadap pembangunan ulang
b. Penolakan Pembangunan
mushala tersebut menjadi Masjid di Bireuen, Aceh
masjid di atas tanah parkiran
yang lebih luas. Sejumlah warga Desa
Sangso, Kecamatan Samalanga,
Kabupaten Bireuen, Aceh,
melakukan aksi penolakan pembangunan Masjid Taqwa Muhammadiyah. Dalam
sejarahnya, ormas Muhammadiyah hadir di Bireuen, termasuk Desa Sangso sudah
sejak tahun 1930-an. Faktor penyebab penolakan pembangunan masjid Taqwa
Muhammadiyah adalah: pertama, menimbulkan perpecahan karena masjid kelompok
(dhirar); kedua, melanggar wilayah kemasjidan (taslim) dekat dengan Masjid Jami’/
Masjid Raya Samalanga.
Perkembangan terakhir terhadap kasus ini, muncul surat keputusan Kepala
Dinas Penanaman Modal, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Bireuen
dengan Nomor 59 Tahun 2018 tentang Penundaan pembangunan masjid. Selama
masa penundaan sementara, Panitia Pembangunan Masjid Taqwa Muhammadiyah
Samalanga tidak diperkenankan untuk melaksanakan dan/atau melanjutkan
kegiatan pembangunan konstruksi bagunan gedung masjid. Penundaan sementara
berlaku selama 12 (dua belas) bulan sejak keputusan ini ditetapkan. Keputusan ini
dapat dicabut apabila telah tercapainya kesepakatan damai antara pihak Panitia
Pembangunan Masjid Taqwa Muhammadiyah Samalanga dan masyarakat dengan
mengedepankan musyawarah dan mufakat.
c. Mushala di Denpasar
Mushala As Syafiiyah sudah ada sejak 1987 yang dibangun di atas tanah
seluas 100 M2 milik seorang warga beragama Hindu bernama Wayan Ukir. Tanah itu
dibeli masyarakat muslim di Jalan Belimbing atas nama 3 kepala Keluarga ditambah
warga muslim yang bekerja di daerah sana. Tanah tersebut diwakafkan untuk
kepentingan keagamaan umat Islam berupa kegiatan peribadatan, pendidikan
anak-anak, dengan diserahkan pengurusan wakafnya kepada Kantor Urusan Agama
(KUA) Denpasar Timur.

32 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


Dari penelusuran Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, baru
pada 2008 sejumlah 10 orang mengatasnamakan warga Jalan Belimbing melakukan
penolakan terhadap pembangunan ulang mushala tersebut menjadi masjid di atas
tanah parkiran yang lebih luas. Alasan lainnya adalah dengan makin seringnya dan
banyaknya masyarakat muslim shalat Jumat di sana dinilai mengganggu aktivitas
masyarakat di Jalan Belimbing tersebut yang akan lalu lalang karena jalannya sempit.
Sementara itu banyak motor dan sepeda yang parkir di sana setiap kali shalat Jumat.
Selain itu, pihak yang ditolak adalah Masyarakat muslim yang dari Pasar
Burung yang menumpang shalat di Mushala itu. Sedangkan Pengurus Mushala
yaitu Abdul Masri, Eko dan Budi yang berdomisili di sana tidak ditolak masyarakat.
Dengan kejadian tersebut, hingga kini Mushala tidak dapat difungsikan sama sekali,
bahkan sudah tidak terus lagi.
Setelah 10 tahun kejadian, saat ini keadaan biasa saja, namun Pengurus
Mushala dan komnas HAM masih mempersoalkan Mushala tersebut, agar dapat
difungsikan kembali seperti semula, karena itu tanah wakaf sebagai amanah harus
dijalankan oleh muslim yang diamanahkan pewakaf.
Pemerintah, FKUB, MUI, Komnas HAM, Ombudsman setempat, sudah
melakukan rapat-rapat koordinasi yang memutuskan beberapa poin penting di
antaranya mengembalikan pada fungsi awal mushala, memberikan kesempatan
terakhir kalinya pada pengurus mushala untuk menyampaikan kembali maksudnya
tentang mushala pada rapat pleno pada Desember 2018.
4. Klenteng Kwan Tee Koen Karawang
Pada Minggu, 11 Februari 2018. terjadi ancaman ledakan bom di Kelenteng
Kwan Tee Koen, Karawang, Jawa Barat. Tersangka bernama Dadang Purnama alias
Daeng alias Dawer Bin Adang
Rahmat. Kapolres Karawang AKBP
Hendy F Kurniawan mengatakan
ancaman bom bermula dari
kedatangan Dawer ke kelenteng,
untuk memberikan Alquran kecil
kepada pengurus kelenteng di pagi
petang hari itu.
Setelah membuka Alquran,
Hendy mengatakan, pengurus
menemukan selembar kertas berisi
ancaman bom dan permintaan
puluhan juta rupiah. Kertas tersebut sumber: tribunnews.com
bertuliskan, “Rp. 63.000.000,
Pihak Kepolisian mengamankan Dadang Purnama, pelaku teror bom di
Sejarah Pembodohan Uang. Sudah Kelenteng Kwan Tee Koen
terungkap sekarang mending loe TF:
ke Rek gua 1091620125 (BCA) atau
GUA BOM ini tempat loe’.” Sehari
berselang setelah menyelidiki kasus
ini, sekitar pukul 01.00 WIB polisi

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 33


menangkap Dawer di rumah orang tuanya di Babakan Sananga Timur, Karawang
Timur. Polisi menyita sejumlah barang bukti dari penangkapan pelaku yang kelahiran
Cirebon, 1 September 1993 itu, di antaranya satu Alquran kecil sampul warna merah
yang ditemukan di kelenteng, uang selembar pecahan Rp10 ribu, satu lembar kertas
berisi ancaman, dan satu buku berjudul Aku Cinta Islam.

B. Kasus Paham, Aliran, dan Gerakan Keagamaan


1. Pengajian Baity Jannaty di Cijawura, Buah Batu, Bandung
Masyarakat di Cijawura Hilir Kecamatan Buah Batu Bandung sempat melakukan
protes pada kelompok pengajian Baity Jannaty Pimpinan KH Rosyid yang dituduh
menyimping. Menurut hasil investigasi MUI Propinsi Bandung ini terdapat tujuh (7)
kejanggalan-kejanggalan, antara lain: 1) mengufurkan orang lain; 2) menikah harus
dengan kelompok mereka, dilakukan di lokasi mereka; (3) melakukan Syahadat di
depan pimpinan; 4) pemimpin mereka adalah seorang Rasul; 5) Salat Zuhur dan Salat
Jum’at pada pukul 15.00 WIB; 6) Puasa Ramadhan selalu 30 hari; 7) Menegakkan
Dienullah.
Penelitian Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan menunjukkan
bahwa lahirnya kelompok pengajian Baity Jannaty karena keinginan KH Rosyid
mencerdaskan masyarakat sekitarnya yang kurang dalam ilmu pengetahuan
keagamaan, mengingat lingkungannya merupakan daerah rawan. Tanpa bekal
pendidikan pesantren dan keinginan kuatnya mencerdaskan masyarakat sekitar
tempatnya tinggal, sehingga sering mengikuti ngaji kuping dari narasumber seperti
Aa Gym. Karena senang diskusi keagamaan, oleh DKM Masjid Al-Barokah diberi
kemudahan ruang, meski hanya 3 orang di tahun 2005 dan berkembang di tahun
2009 menjadi 9 orang. Akhirnya dibentuk kelompok komunitas diskusinya pada
tahun 2010.
Untuk melegalkan komunitasnya diresmikan menjadi nama Baity Jannaty
pada tahun 2013 dihadapan Notaris dan Kemenkumham dengan menambahkan
nama Kyai Haji Rosyid untuk membedakan dengan nama yang sama pada sekolah
taman kanak-kanak yang ada di sekitar itu. Pengajian Baity Jannaty tidak hanya
untuk anak-anak, tetapi juga kajian untuk orang tua (suami istri), sekaligus untuk
meningkatkan status ekonomi jemaahnya.

2. Warga Ahmadiyah di Desa Gereneng, Lombok Timur


Konflik terkait Ahmadiyah kembali terjadi pada 19 Mei 2018, di Desa Gerengan
Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, NTB. Dalam peristiwa itu ada
7 rumah milik pengikut Ahmadiyah dirusak oleh sekelompok massa. Peristiwa
itu diiringi dengan pengusiran dari kampung halaman mereka. Mereka tidak
diperkenankan kembali, kecuali jika sudah meninggalkan paham Ahmadiyah dan
kembali ke ajaran Islam yang benar.
Penelitian Puslitbang Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan
menunjukkan bahwa pemicu peristiwa itu adalah adanya anak-anak yang mengaji di

34 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


rumah Jasman seorang warga Ahmadiyah. Anak yang mengaji itu mendapat olok-
olokan dari anak-anak lainnya dengan mengatakan, “Kamu anak Ahmadiyah, karena
ngaji di orang Ahmadiyah”.
Olok-olokan itu menyebabkan para orang tua tidak terima hingga ikut beradu
mulut. Peristiwa olok-olokan yang dilakukan anak-anak itu hanya pemantik saja,
persoalan utamanya adalah penolakan massa terhadap eksistensi jemaah Ahmadiyah
di desa Gereneng. Namun sangat disayangkan, penolakan itu disertai dengan tindakan
perusakan dan pengusiran, dimana hal itu membuktikan bahwa masyarakat ternyata
belum memahami dan menaati diktum-diktum SKB.
Terdapat dugaan di masyarakat bahwa warga Ahmadiyah selama ini melakukan
pelanggaran terhadap diktum dalam SKB, yaitu adanya penyebaran paham Ahmadiyah
dengan bukti bertambahnya jumlah pengikut yang tadinya hanya 4 orang, kini
bertambah menjadi 8 KK. Namun hal tersebut dibantah oleh mubaligh Ahmadiyah
Soleh Ahmadi, ia menyatakan yang ada di Desa Gereneng itu bukan jemaah baru,
tapi beberapa jemaah yang dulunya pasca pengusiran tahun 2002 pasif, namun kini
mulai aktif kembali.

3. Kerajaan Ubur-ubur di Serang Banten


Pada Senin, 13 Agustus 201, pihak Polresta Serang sementara menghentikan
kegiatan kelompok Kerajaan Ubur-ubur, pimpinan Aisyah dan suaminya Rudi Chairil
Anwar. Di rumah keduanya, kepolisian menyita struktur organisasi Kerajaan Ubur-
Ubur yang kerap didatangi oleh
pengikutnya hingga setiap Kamis
malam atau malam Jumat hingga
Subuh. Pengikutnya yang mayoritas
merupakan warga Jawa Timur dan
Jawa Tengah itu kini diperiksa di
Mapolresta Serang.
Hasil penelitian Puslitbang
Bimbingan Masyarakat Agama dan
Layanan Keagamaan menunjukkan
bahwa Warga Tower merasa
keberatan dengan keberadaan
sumber: tempo.co
komunitas Rudi Chairil Anwar dan
Polres Serang bersama MUI dan warga mendatangi rumah yang dijadikan
kerjaan Ubur-ubur dan memebuat Kerajaan Ubur ubur di Serang, Banten, Senin, 13 Agustus 2018.
surat pengusiran dan pembubaran
yang ditujukan pada beberapa
institusi terkait termasuk Kemenag
Kota Serang (yang menandatangani
ada sekitar 30 anggota masyarakat).
Data penelitian menunjukkan bahwa kehadiran Rudi suami Ratu Ubur-Ubur
yang dikenal sebagai paranormal. Awalnya hanya mengundang orang untuk tertarik
pada pengobatan melalui pemijatan dan sikapnya yang memang mengayomi bahkan
memberi makan bagi pasien pasiennya yang tidak mampu. Banyak pasiennnya yang

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 35


punya masalah baik fisik maupun nonfisik (batiniah). Mulai dari rumah tangga yang
berantakan, soal ekonomi, belum mendapatkan jodoh, depresi dan seterusnya.
Kasus Kerajaan Ubur-Ubur oleh Kepolisian Kota Serang awalnya dianggap
sebagai pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat (2) UU ITE yaitu tindakan penistaan
agama melalui sarana informasi teknologi sesuai pasal 28 ayat (2) juncto pasal 45
Ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi dan Elektronik (ITE).
Pada saat yang bersamaan fatwa MUI kota Serang yang menyimpulkan bahwa aliran
tersebut masuk dalam kategori sesat berdasarkan sepuluh indikator/kriteria ajaran
atau aliran yang sesat.

4. Isu Kristenisasi Gempa Lombok


Isu kristenisasi terjadi di empat lokasi, yaitu tiga dusun di Desa Bentek,
Kecamatan Gangga dan satu dusun di Desa Teniga, Kecamatan Tanjung. Tiga dusun
di Desa Bentek itu adalah Posko 2 Karanggrepet Dusun Kalendang, Posko Dusun
Lok Pasiran, dan Posko Dusun Luang Sawah Desa Bentek. Sementara di Desa Teniga
terjadi di Posko Dusun Onggong Lauk.
Proses merebaknya isu kristenisasi adalah karena ada video yang diunggah di
media sosial. Bentuknya adalah pembagian paket bantuan berupa buku-buku cerita
keagamaan, buku-buku mewarnai gambar, kitab Beybel (Injil), tenda, beberapa tikar
dengan ornamen potongan ayat-ayat dalam Beybel yang menggambarkan Yesus
sang juru selamat, hanya Yesus jalan keselamatan dan sebagainya, serta pembagian
paket sembako (beras, ikan asin, mie instan, susu, dll) dan kegiatan trauma healing.
Kasus isu kristenisasi ini sudah ditangani Polda Nusa Tenggara Barat. Dengan
rincian satu orang sudah dijadikan tersangka, empat lainnya menunggu giliran
dipanggil untuk disidik. Pelakunya adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) One
Care dengan koordinator Selviana
dari Kota Mataram.

5. Reuni Alumni 212


Tepat pada Jumat, 2
Desember 2016, terjadinya Aksi Bela
Islam oleh sebagian ormas Islam
yang melakukan demo di depan
Istana Negara. Aksi yang disebut
212 itu menuntut Basuki Tjahya
Purnama alias Ahok yang saat itu
sumber: tempo.co sebagai Gubernur DKI Jakarta,
Sejumlah massa umat Islam memadati jalanan di sekitar Monumen sekaligus petahana calon gubernur
Nasional (Monas) untuk menggelar aksi reuni alumni 212
dalam Pilkada DKI, untuk dipenjara
lantaran diduga melakukan
penistaan agama.
Dua tahun telah berlalu, para

36 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


“alumni” mengenang aksi 2016 itu dengan menggelar reuni atau silaturahmi akbar
alumni aksi bela Islam 212 yang dilaksanakan pada 2 Desember 2018 di Lapangan
Monas. Aksi ini awalnya menimbulkan pro dan kontra, untuk apa diadakan lagi,
apalagi Ahok sudah dipenjara dan terutama menjelang Pilpres 2019.
Ada asumsi bahwa kegiatan silaturahmi akbar alumni 212 adalah kegiatan
politik, kegiatan dukung mendukung salah satu calon presiden. Ada yang
menyatakan sebagai reuni akbar atau ajang silaturrahmi dan mempersatukan umat
Islam khususnya dan umat beragama pada umumnya. Spekulasi inilah yang akhirnya
membuat pro dan kontra di banyak kalangan. Hal ini dapat kita pantau melalui
medsos, bahkan diskusi sehari-hari di warung kopi jelang aksi reuni akbar 212 tahun
2018.

C. Kasus Persekusi Tokoh Agama dan Kontroversi Kasus Meiliana


1. Persekusi terhadap Biksu di Tangerang
Seorang netizen bernama Niluh Djelantik pada Sabtu 10 Februari 2018
mengunggah video di laman facebooknya. Video tersebut menggambarkan
pengusiran dan pembacaan surat pernyataan dari Bhikkhu Mulyanto dan jamaatnya
di kediamannya. Massa meminta Bhikkhu untuk meninggalkan rumah kediamannya
dan tidak boleh melakukan ritual keagamaan di tempat tersebut.
Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Kegamaan melakukan kajian (fact
finding) kasus tersebut. Dari kajian tersebut, ditemukan fakta bahwa awal ada
serombongan massa Front Pembela Islam (FPI) Ranting Desa Babat dengan
mengendarai motor mendatangi rumah kediaman Bhikkhu Mulyanto lalu meminta
aktivitas ibadah di rumahnya dihentikan.
Beberapa hari setelah peristiwa yang menjadi viral di media sosial, pihak
kepolisian berinisiatif untuk melakukan mediasi dengan mengumpulkan pihak-pihak
terkait terutama tokoh agama. Pada pertemuan yang diprakarsai Kapolsek tersebut,
juga mengundang Yos Kartika dari WALUBI dimana ia menyampaikan bahwa di
tempat tersebut, sama sekali tidak akan dibangun tempat Ibadah baik vihara atau
kelengteng. Ia juga menjamin di tempat tersebut tidak ada kegiatan ibadah, kegiatan
di tiap hari Minggu. Dengan datangnya tamu dari luar, hanya datang memberi bekal
makan karena Bhikkhu tidak boleh kerja, tidak pegang uang dan beli makanan
sendiri dan Bhikkhu sekedar mendoakan mereka yang telah datang.

2. Kontroversi Vonis Terhadap Meiliana, Terdakwa Kasus Tanjungbalai


Pada tanggal 29 Juli 2016 di Kota Tanjungbalai telah terjadi kerusuhan yang
dipicu oleh protes Meiliana seorang perempuan keturunan Tionghoa terhadap
suara azan dari masjid di seberang jalan rumahnya. Kerusuhan telah mengakibatkan
sebagian perlengkapan dalam beberapa rumah ibadah milik orang Tionghoa dirusak
dan dibakar massa.
Setelah melalui proses hukum, pada 21 Agustus 2018 Pengadilan Negeri
Medan menjatuhkan vonis 18 bulan penjara terhadap Meiliana. Ketua Majelis Hakim

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 37


PN Medan, Wahyu Prasetyo Wibowo, menyatakan Meiliana terbukti bersalah dan
melanggar Pasal 156 KUHP kasus penistaan agama. Terhadap putusan hakim ini,
penasihat hukum Meiliana, Rantau Sibarani mengajukan banding.
Putusan Majelis Hakim menuai kontroversi. Sebagian kalangan menyayangkan
putusan tersebut karena dianggap tidak adil dan dianggap kasus tersebut bisa
diselesaikan dengan mediasi. Sementara sebagian lainnya menilai putusan tersebut
tepat, bahkan kurang berat hukumannya. Terkait kontroversi tersebut, sejumlah pihak
menghimbau agar menghormati putusan hakim dan menjaga susana kerukunan
dengan tidak menarik kasus tersebut di luar koridor hukum. Jika menilai putusan
majelis hakim tidak tepat, maka harus menempuh jalur hukum, melalui banding
misalnya.
Dari hasil penelitian Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan
Kementerian Agama menunjukkan bahwa ternyata protes kerasnya suara azan
sudah dilakukan berkali-kali yang terkadang dengan bahasa tubuh atau ekspresi
tidak menyenangkan. Protes yang dilakukan di tengah masyarakat Tanjungbalai
yang seperti padang ilalang kering itu mungkin disadari betul oleh hakim, sehingga
menghukum Meiliana. Secara teoritis, memang tidak mungkin hanya protes suara
azan yang keras itu dianggap sebagai penistaan. Tetapi, semua ada prolognya, tidak
berangkat dari fakta hukum semata. Protes kerasnya suara azan atau speaker dari
Masjid hanyalah pemicu dari kondisi sosial ekonomi dan politik yang tidak adil di
masyarakat.

38 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


BAB V
PELAYANAN
KEAGAMAAN

A. Pelayanan Haji 2018


1. Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi 2018
Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Kementerian Agama,
melakukan Survei Kepuasan Jemaah Haji Indonesia (SKJHI). Hasilnya, indeks tingkat
kepuasan mencapai angka 85,23 persen, masuk kategori sangat memuaskan.
Metode Pengumpulan Data dengan menggunakan kuesioner, untuk
mengumpulkan persepsi jemaah haji terhadap berbagai pelayanan yang diterima.
Terdapat 12 jenis kuesioner yang digunakan pada SKJHI 2018. Wawancara dilakukan
untuk mengumpulkan informasi/data kualitatif sebagai pendukung dalam membuat
analisis. Observasi dilakukan untuk mengamati fasilitas atau proses pelayanan yang
diterima jemaah sebagai data pendukung dalam membuat analisis.
Alokasi Sampel SKJHI 2018 sebanyak 14.400 jemaah, terdiri dari gelombang
1 (satu) sebanyak 6.400 jemaah dan gelombang 2 (dua) sebanyak 8.000 jemaah
dengan 9 jenis kuesioner. Sedangkang ada convenience sampling sebanyak 700
jemaah dengan 3 jenis kuesioner.
Adapun jenis-jenis pelayanan yang dinilai antara lain pelayanan petugas haji,
pelayanan ibadah, pelayanan transportasi bus, pelayanan akomodasi, pelayanan
katering, pelayanan kesehatan kloter, dan pelayanan lain-lain. Angka kepuasan 85,23
persen ini meningkat dibanding tahun lalu. Dan angka tersebut terus meningkat
sejak 2014. Peningkatan ini tidak lepas dari kinerja semua pihak dan tidak kalah
pentingnya adalah kontribusi kepatuhan dan ketaatan jemaah haji yang relatif
lebih mudah diorganisasi, lebih mudah diberi pengarahan dan bimbingan dan lain
sebagainya. Dan itu tentu memiliki tingkat kontribusi yang signifikan dalam proses
acara penertiban pengaturan jemaah haji.

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 39


Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia 2018
Di Arab Saudi Di Indonesia

85,23 87,21
% %

85,23 % 85,23 %
Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan
Kementerian Agama, melakukan Survei Keagamaan melakukan survei pelayanan haji
Kepuasan Jemaah Haji Indonesia (SKJHI) di dalam negeri (Indonesia) dengan tingkat
di Arab Saudi. Hasilnya, indeks tingkat kepuasan kepuasan jemaah mencapai 87,21%, masuk
mencapai angka 85,23 persen, masuk kategori kategori sangat memuaskan
sangat memuaskan.

2. Indeks Kepuasan Pelayanan Haji di Indonesia 2018


Kementerian Agama melalui Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat melakukan survei Indeks Kepuasan Pelayanan Haji di
Indonesia (IKPHDI) tahun 1439 H / 2018 M. Jika BPS melakukan survei pelayanan haji
di luar negeri (Arab Saudi) tingkat kepuasannya mencapai 85,23%, maka Puslitbang
Bimas Agama dan Layanan Keagamaan melakukan survei pelayanan haji di dalam
negeri (Indonesia) dengan tingkat kepuasan jemaah mencapai 87,21%.
Menurut Kapuslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Muharam
Marzuki bahwa penelitian ini dilakukan pada saat pendaftaran, keberangkatan
dan kepulangan jemaah haji reguler. Tahapan dibagi menjadi 3 pelayanan, yaitu
pelayanan pendaftaran jemaah haji reguler, pelayanan keberangkatan jemaah haji
reguler, hingga pelayanan kepulangan jemaah haji reguler.
Hasil survei ini kemudian diseminarkan di Jakarta. Seminar hasil penelitian
Survei Indeks Kepuasan Pelayanan Haji di Indonesia ini dihadiri Dirjen PHU Nizar Ali,
Sekretaris Deputi Kemenpan RB Devi Atanta, dan anggota Komisi VIII DPR RI, Dessy
Ratnasari. Dalam kesempatan tersebut, Dessy Ratnasari menyoroti survei terhadap
kepuasaan layanan dua maskapai, yaitu Garuda Indonesia dan Saudi Arabia.

40 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


3. Lima Hal Baru dalam Pelayanan Haji 2018

Kementerian Agama melakukan 5 hal pembaharuan untuk meningkatkan


pelayanan kepada jemaah haji di tahun 2018:

1 Calon
|jam untuk
jemaah haji di Indonesia kini tak lagi harus mengantre berjam-
mengurus administrasi imigrasi setibanya di bandara Jeddah
maupun di bandara Madinah. Proses pengambilan data 10 sidik jari dan
biometrik kini bisa dilakukan di asrama haji.

2 Penambahan
|
menjadi
porsi makan untuk jemaah selama di Mekah dari 25 kali
40 kali.

3 Menempatkan
| Masjid seluruh
dengan
jemaah yang berada di Madinah di zona terdekat
Nabawi yakni area Markaziyah. Area ini berada di radius
650 meter dari Masjid Nabawi.

4 Membentuk
| dari tenaga
terdiri
tim Petugas Preventif Pada Jemaah Haji (P3JH). Tim yang
medis TNI-Polri ini dikhususkan untuk bergerak
mobile saat puncak haji.

5 Menempatkan
|bisa menjadi tempat
konsultan ibadah di setiap sektor. Sektor ini nantinya
konsultasi atau berkoordinasi dengan petugas
pembimbing ibadah yang menyertai jemaah.

4. Keluhan Jemaah Haji soal Tenda Mina


Seorang jemaah haji asal Bima dan seorang haji asal Pekayon, Bekasi, Jawa
Barat yang tergabung di kloter 23, menyampaikan keluhan terkait kondisi tenda
yang ditempatinya tak sesuai antara jumlah orang dan kapasitasnya penuhnya
tempat di Mina, pada Selasa, 22 Agustus 2018. Mendengar keluhan ini, Menteri
Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta maaf karena belum bisa memberikan
ruang terbaik untuk jemaah haji Indonesia selama proses wukuf di Mina, Arab Saudi.
Permintaan maaf itu disampaikan langsung Lukman setelah muncul keluhan dari
jemaah haji terkait kondisi sejumlah tenda di Mina yang sangat sempit. Padahal,
proses wukuf menjadi momen krusial dalam pelaksanaan ibadah haji.
Menurut Menteri Agama, tenda yang disiapkan untuk jemaah haji di Mina
memang terbatas. Kewenangan soal penyediaan tenda jemaah haji, sepenuhnya ada
di otoritas Arab Saudi. Oleh karenanya jemaah tidak bisa minta tambahan fasilitas.
Satu-satunya yang bisa diminta hanya ke maktab untuk karpet tambahan.

5. Efektivitas Bimbingan Manasik Haji


Populasi dalam penelitian ini adalah untuk jemaah haji regular yaitu 204.000
dan untuk jemaah haji khusus yaitu 17.000 jemaah . Sedangkan sampel penelitian

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 41


terdiri dari haji reguler 350 jemaah (dari 40 kloter) dan untuk haji khusus 245 jemaah
(dari 30 PIHK). Desain sampling yang digunakan adalah sampel secara acak (Cluster
Random Sampling) dengan Primary Sampling Unit bagi haji reguler adalah kloter,
sedangkan bagi haji khusus adalah PIHK.
Aspek yang diteliti adalah frekuensi penyelenggaraan bimsik, frekuensi
jemaah mengikuti bimsik, kualitas bimsik, kelengkapan materi, variasi metode,
pengetahuan manasik, dan keterampilan manasik. Dari ketujuh aspek ini, hasil
penelitian menunjukkan angka-angka sebagai berikut:

14,18
12,1

6,5 5,6
4,5 4
3,3 2,6

KUA KBIH TPIHI PIHK KUA KBIH TPIHI PIHK

Frekuensi Penyelenggaraan Bimsik Frekuensi Jamaah Mengikuti Bimsik

92
84,6 83 77,5
80,8 79 76,98 67,92
67,54 67,08 52,66 48,06

KUA KBIH TPIHI PIHK KUA KBIH TPIHI PIHK KUA KBIH TPIHI PIHK

Kualitas Bimsik Kelengkapan Materi Variasi Metode

84,5
59,5 51 50

Haji Reguler Haji Khusus Haji Reguler Haji Khusus

Pengetahuan Manasik Ketrampilan Manasik

6. Polemik Dana Haji untuk Infrastruktur


Tersebar informasi di media sosial bahwa sebagian dana setoran haji
digunakan untuk infrastruktur. Berita ini beredar dari adanya surat wakalah yang
harus ditandatangani dengan membubuhkan materai oleh calon jemaah haji saat
akan membayar setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Bank
Penerima Setoran awal (BPS). Surat tersebut bertujuan agar jemaah merelakan

42 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


uangnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur oleh Presiden Joko Widodo.
Dalam postingan tersebut, mengisyaratkan agar jemaah wajib setuju untuk
membiayai infrastruktur. Jika tidak setuju maka yang bersangkutan tidak bisa berhaji.
Menanggapi hal ini, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan
bahwa informasi tersebut tidak benar. Menurutnya, tidak ada sama sekali klausul
infrastruktur dalam akad wakalah Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) yang harus
dibuat calon jemaah haji. Sementara Ketua Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH),
Anggito Abimanyu juga membantah adanya akad wakalah pendaftaran jemaah haji
disertai dengan pernyataan kerelaan dana haji dipakai untuk dana pembangunan
infrastruktur.
Sementara itu, Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama, Ramadhan Harisman, mengakui memang ada akad wakalah
yang harus ditandatangani, tapi tidak ada klausul tentang infrastruktur. Menurutnya,
akad wakalah ini diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UU No.34 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Haji. Pasal 6 menyebutkan: “(1) Setoran BPIH dan/atau
BPIH Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a diperoleh dari Jemaah
Haji. (2) Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH Khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan ke rekening atas nama Badan
Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam kedudukannya sebagai wakil yang sah dari
Jemaah Haji pada Kas Haji melalui Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH”.

B. Travel Haji dan Umrah Bermasalah

1. Kemenag Cabut Izin 4 PPIU Bermasalah


Kemenag mencabut empat Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU)
bermasalah di Tanah Air. Keempatnya adalah PT Amanah Bersama Ummat (ABU
Tours) yang berdomisili di Makassar, Solusi Balad Lumampah (SBL) di Bandung,
Mustaqbal Prima Wisata di Cirebon, dan Interculture Tourindo di Jakarta. Hal ini
dilakukan karena mereka telah terbukti gagal memberangkatkan jemaah karena
faktor ketidakmampuan finansial.
Kementerian Agama telah merevisi Peraturan Menteri Agama (PMA)
tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah. PMA Nomor 8 Tahun 2018 itu
memperketat jadwal pemberangkatan jemaah umrah dan penggunaan biaya yang
telah disetorkan ke penyelenggara. Di situ ada ketegasan bahwa selambat-lambatnya
enam bulan sejak calon jemaah umrah mendaftarkan diri pada suatu biro travel
atau maka dia harus sudah diberangkatkan oleh biro travel selambat-lambatnya
enam bulan. melalui PMA tersebut biro travel penyelenggara umrah dilarang
menggunakan dana jemaah untuk kepentingan bisnis lainnya. Dana tersebut harus
digunakan untuk memberangkatkan Jemaah.
Dirjen Penyenggaraan Haji dan Umrah Nizar Ali dalam jumpa pers mengajak
masyarakat untuk memperhatikan lima hal berikut saat akan mendaftar umrah, yaitu:

1) Pilih travel umrah berizin resmi (cek di website Kemenag atau tanyakan ke

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 43


Kankemenag Kab/Kota setempat);

2) Menakar harga paket umrah yang ditawarkan (mendekati atau sama dengan
harga referensi);

3) Pastikan saat mendaftar memperoleh nomor registrasi untuk mengecek


proses pemberangkatan melalui SIPATUH;

4) Pastikan paket yang ditawarkan sesuai standar pelayanan minimal yang me-
liputi: bimbingan ibadah, transportasi, akomodasi dan konsumsi, kesehatan,
perlindungan jemaah, serta perlindungan jemaah;

5) Segera melapor jika menemukan masalah melalui SIPATUH.

2. Pengetatan Aturan Main Travel Umrah


Melalui Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 8 Tahun 2018
tentang Penyelanggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan peraturan turunannya
menjadi bagian dari solusi permasalahan. Sertifikasi PPIU dinilai sebagai salah satu
bentuk pelayanan dan perlindungan kepada jemaah.
Kolaborasi antara pihak pemerintah dan sektor publik dapat menjadi solusi
terbaik untuk menyelesaikan permasalahan penyelenggaraan perjalanan ibadah
umrah di Indonesia. Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah berbeda dengan
ibadah haji. Sesuai dengan peraturan UU Nomor 13 tahun 2018, penyelenggaraan
ibadah umrah dapat dilakukan oleh pemerintah, namun dalam praktiknya pemerintah
hanya sebagai regulator saja.
Jumlah jemaah umrah setiap tahunnya terus meningkat, Data dari Direktorat
Umrah dan Haji Khusus, Ditjen PHU, Kementerian Agama RI, jemaah umrah pada
tahun 2015 M / 1436 H sebanyak 687.249 orang dan
tahun 2016 M / 1437 H sebanyak 676.734 orang.
Sementara jumlah Penyelenggara Perjalanan Ibadah
Umrah (PPIU) terus bertambah dimana pada tahun
Kolaborasi antara
2016 sebanyak 648 PPIU dan tahun 2017 saat ini
pihak pemerintah dan
sebanyak 906 PPIU.
sektor publik dapat
menjadi solusi terbaik Tingginya angka jemaah umrah tersebut
untuk menyelesaikan disebabkan oleh banyak faktor antara lain; pertama,
antrian untuk menunaikan ibadah haji saat ini sangat
permasalahan
panjang, mencapai 15 tahun, bahkan 2040 tahun,
penyelenggaraan
sambil menunggu giliran keberangkatan menunaikan
perjalanan ibadah umrah ibadah haji; kedua, semakin membaiknya kehidupan
di Indonesia. ekonomi masyarakat di era reformasi, biaya perjalanan
ibadah umrah relatif mahal, yaitu sekitar 15-25 juta
rupiah; ketiga, tingginya tingkat kesadaran beragama
masyarakat menjalankan perintah agama tinggi
termasuk ibadah umrah.

44 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


3. Problem Haji Nonkuota
Terdapat tiga istilah yang familier terkait peyelenggaraan ibadah haji, yakni
penyelenggaraan ibadah haji reguler, penyelenggaraan ibadah haji khusus (PIHK),
dan penyelenggaraan ibadah haji furoda/nonkuota. Penyelenggaraan ibadah
haji reguler dan khusus secara resmi terdaftar di SISKOHAT, sehingga mendapat
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan Kementerian Agama. Penetapan kuota
haji didasarkan pada kebijakan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Pada tahun ini 
kuota haji Pemerintah Indonesia berjumlah 221 ribu jemaah, dengan rincian 204
ribu jemaah haji reguler dan 17 ribu jemaah haji khusus.
Adapun jemaah haji furoda/nonkuota terkenal dengan sebutan haji atas
undangan dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melalui jalur khusus yang bukan
merupakan kuota haji yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia. Karena itu
Pemerintah sulit dilakukan pengawasan terhadap jemaah haji nonkuota. Namun
pada saat di Arafah dan Mina, mereka membaur dan tinggal di tenda-tenda yang
disediakan untuk jemaah haji reguler dan haji khusus.
Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
pada semester kedua tahun 2018 melakukan fact finding untuk mendapatkan jawaban
deskripsi kasus haji nonkuota. Penawaran iklan dilakukan secara terbuka melalui
koran, papan baliho, penyebaran brosur dan melalui website resminya, dilakukan
oleh berbagai pihak lembaga/perorangan/biro-biro travel yang tidak memiliki
izin. Namun demikian juga banyak travel penyelenggara haji nonkuota dalam hal
penawaran dilakukan secara pasif (tidak beriklan). Penawaran iklan memuat tentang
persyaratan pendaftaran, program/fasilitas, jenis visa dan biaya.
Simpulan dari hasil fact finding antara lain perlu dilakukan kajian perlunya
pengaturan atas fenomena tersebut. Pengaturan tersebut bisa bertujuan untuk
melarang atau membolehkan, dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi.

C. Indeks Layanan KUA Kecamatan


Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, pada tahun 2018
menyelenggarakan Survei Indeks Layanan KUA Kecamatan melalui Survei Kepuasan
Masyarakat (SKM). Survei dilakukan untuk mengetahui sejauhmana indeks layanan
KUA Kecamatan secara nasional dan menetapkan item-item layanan yang menjadi
problem yang perlu perbaikan.
Dalam survei ini, sampel dipilih secara acak berdasarkan prosedur Stratified
Random Sampling, dengan unit analisisnya adalah KUA. Penarikan sampel diawali
dengan pengelompokan KUA berdasarkan tipologinya yaitu tipe A, B, C, D1 dan
D2. Tahap selanjutnya adalah memilih sampel KUA, dari jumlah sampel 79,56, yang
kemudian dibulatkan menjadi 80 KUA. Selanjutnya memilih 10 masyarakat pengguna
layanan pencatatan nikah di Tahun 2018 (Januari-Februari-Maret) menggunakan data
pasangan nikah milik 80 KUA terpilih, sehingga total ukuran sampel responden secara
nasional menjadi 800 orang.
Berikut ini hasil survei yang merepresentasikan jawaban (generalisasi) kepuasan
masyarakat terhadap layanan pencatatan nikah di KUA, untuk setiap tipologi dan

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 45


agregat secara nasional yaitu:
1. Skor IKM Nasional, temuan lapangan berhasil mengukur IKM layanan KUA
sebesar 80,33. Selanjutnya dengan simpangan baku 16,14, maka IKM KUA 2018
signifikan di angka 81,5 dengan tipologi paling tinggi adalah KUA Tipe “B” (86,3)
dan terendah KUA Tipe “A” (66,5).
2. Skor IKM per dimensi, seluruh dimensi layanan signifkan menjadi faktor yang
merefleksikan kualitas layanan KUA, dari hasil analisis, ternyata dimensi paling
prinsip adalah Perilaku Petugas (84,5).
3. Dimensi layanan tertinggi adalah perilaku petugas dengan nilai 84,5, kemudian
diikuti dengan kompetensi petugas yaitu nilai 84.
4. Dimensi layanan terendah adalah penanganan aduan dengan nilai 73,5.
Kemudian di atasnya adalah sarana prasarana dengan nilai 78.
5. Faktor Pengaruh IKM KUA, variabel yang signifikan berpengaruh terhadap IKM
2018 adalah tipologi KUA.
6. Terdapat beberapa subdimensi layanan yang memiliki gap 10 (sepuluh)
tertinggi yaitu:

Area parkir luas dan aman 0,40


Tersedia kotak saran atau bentuk lain yang disediakan untuk
memberikan kesempatan kepada masyarakat menyampaikan 0,37
keluhan, memberikan masukan dan saran
Toilet selalu terjaga kebersihannya 0,37

Ruang tunggu tersedia dan cukup nyaman 0,36


Instansi memberikan umpan balik terhadap keluhan, saran dan
0,34
masukan yang diberikan oleh masyarakat
Tindakan terhadap pengaduan, saran, dan masukan telah ses-
0,33
uai dengan harapan
Peralatan elektronik yang tersedia mengikuti kemajuan IPTEK 0,32

Ruangan akad nikah di KUA tampak rapi/teratur 0,27

Gedung KUA aman dari pencurian, dan kriminalitas lainnya 0,27

Gedung KUA tampak bersih 0,26


.

D. Pembinaan Keluarga Hitta Sukhaya


Keluarga yang harmonis, bahagia, dan sejahtera (hitta sukhaya) merupakan
tujuan dalam perkawinan yang dibentuk berdasarkan sikap saling setia, mengalah,

46 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


percaya, menghormati, membantu, dan bersahabat. Keluarga hitta sukhaya akan
tumbuh apabila masing-masing anggota keluarga menjalankan tanggung jawabnya
dan mengembangkan keterbukaan kasih sayang dan pikiran cinta kasih. Tak satupun
keluarga di dunia ini yang tidak mempunyai masalah, sesungguhnya ketika pasangan
memutuskan untuk menikah artinya mereka siap untuk bermasalah.
Menyikapi setiap permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dalam
mewujudkan keluarga hitta sukhaya, Penyelenggara Bimas Buddha pada Kantor
Kementerian Agama Kota Denpasar mengadakan kegiatan Pembinaan Keluarga Hitta
Sukhaya pada Minggu, 26 Juli 2018, di Vihara Buddha Maitreya, Denpasar. Kegiatan
yang dihadiri oleh 30 orang peserta ini dibuka secara langsung oleh Kepala Kantor
Kementerian Agama Kota Denpasar.
Dalam sambutannya Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar
Komang Sri Marheni mengharapkan dengan terselenggaranya kegiatan ini
pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama dapat bersinergi dengan umat Buddha
untuk membina dan membentuk keluarga yang harmonis, bahagia, dan sejahtera.
Pada tahun 2018 sebanyak 2.004 keluarga mengikuti kegiatan pembinaan
keluarga Hitta sukkhaya diselenggarakan oleh penyelenggara atau kepala Seksi
Bimas Buddha yang ada di Kabupaten atau Kota.

E. Kesiapan BPJPH dalam Melaksanakan Mandatori


Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal
Sesuai dengan tugasnya Badan Penyelenggara
Jaminan Produk Halal (BPJPH) mempunyai tugas
BPJPH saat ini telah
meliputi pemberian rekomendasi dalam memberikan terbentuk dan masuk
sertifikasi halal berdasarkan hasil pengujian dalam struktur
yang dilakukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Kementerian Agama
Pembentukan BPJPH merupakan amanat dari UU berdasarkan Peraturan
Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Menteri Agama (PMA)
BPJPH saat ini telah terbentuk dan masuk dalam No. 42 Tahun 2016
struktur Kementerian Agama berdasarkan Peraturan tentang Organisasi Tata
Menteri Agama (PMA) No. 42 Tahun 2016 tentang Kerja (Ortaker) Kemenag.
Organisasi Tata Kerja (Ortaker) Kemenag.
UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal (UU JPH) akan efektif diberlakukan pada
Oktober 2019. Kurang dari satu tahun lagi undang-
undang tersebut harus dilaksanakan dan diterapkan,
terutama bagi pelaku usaha.
Auditor yang ada LLPOM MUI sebanyak 1.200 auditor dan yang dibutuhkan
Auditor Halal sebanyak 25.000, masih banyak kurang auditor yang tersedia. BPJPH
bekerjasama dengan Pusdiklat Kementerian Agama mengadakan Diklat Calon LPH
dan Auditor Halal, adapun yang mengikuti diklat tersebut dari Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam Negeri sebanyak 13 UIN/IAIN mengikutkan sertakan 39 calon
auditor, sedangkan dari 18 perguruan tinggi negeri mengikutkan 54 calon auditor

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 47


dan 5 perguruan tinggi swasta sebanyak 15 calon auditor.
Persiapan di atas diharapkan mampu mendukung pelaksanaan jaminan
produk halal yang dibutuhkan masyarakat. Beredarnya produk olahan makanan,
kosmetika, obat-obatan, dan daging yang diragukan kehalalalannya sudah
meresahkan masyarakat. Salah satu di antara contoh kasus yang diteliti Puslitbang
adalah peredaran daging haram di Bogor dan Bandung.
Beberapa kasus peredaran daging nonhalal (daging celeng) ditemukan
di beberapa pasar tradisional oleh Dinas Peternakan. Kasus ini pada tahun 2017
telah mendapatkan perhatian Dinas Peternakan Jawa Barat, dengan mewaspadai
peredaran daging celeng (baca nonhalal) dengan tebongkarnya praktik
pengoplosan daging ayam dan daging babi hutan atau celeng di Kabupaten Bogor.
Sehingga, pada saat itu dilakukan pemeriksaan langsung ke pasar terkait dengan
distribusi daging.
Munculnya kasus pemalsuan daging sapi dicampur dengan daging celeng di
Citeureup yang kemudian dapat diungkap oleh aparat Polres Bogor dan pemerintah
Kabupaten Bogor merupakan proses pengawasan yang tiada henti dilakukan oleh
gabungan penegak hukum dan dinas terkait atas perilaku dan pelanggaran yang
oleh produsen untu memperoleh keuntungan secara bisnis.
Tindakan kriminal yang disangkakan karena yang bersangkutan telah
melanggar pasal 62 ayat (1) Jo pasal 8 ayat (1) huruf a UU RI NO 8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen Jo Keputusan Menteri Agama RI No 518 Tahun
2001 tentang Pedoman Tata Cara pemeriksanaan dan penetapan pangan halal
Menteri Agama Republik Indonesia.

F. Pelayanan Sertifikat Wakaf


Potensi tanah wakaf di Indonesia sebesar 3,7 milyar m², dengan potensi
ekonomi sebesar 370 trilyun (sumber: Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah
Indonesia, BAPPENAS, 2015). Untuk memaksimalkan potensi wakaf, telah diterbikan
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang kemudian dilengkapi dengan PP No. 42
Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Terbitnya
peraturan perundang-undangan tentang wakaf tersebut diharapkan dapat menjawab
beberapa persoalan terkait wakaf.
Namun kenyataannya, harus diakui dalam
implementasinya masih terdapat sejumlah kendala,
Potensi tanah wakaf di antara lain belum maksimalnya implementasi kebijakan
tentang sertifikasi tanah wakaf. Berdasarkan data pada
Indonesia sebesar 3,7
4 Januari 2017, jumlah tanah wakaf saat ini adalah
milyar m², dengan potensi
4.359.443.170 m2. Luas tersebut berada pada 435.768
ekonomi sebesar 370 lokasi. Dari seluruhnya yang sudah bersertifikat adalah
trilyun 287.608 lokasi dan belum bersertifikat 148.160 lokasi
(Sumber Laporan Direktur Pemberdayaan Wakaf, 4
Januari tahun 2017).
Berdasarkan hasil penelitian tentang pemetaan

48 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018


persoalan sertifikasi tanah wakaf yang telah dilakukan di tujuh lokasi (kabupaten)
yaitu: 1) Karawang, 2) Jepara, 3) Ponorogo, 4) Serang, 5) Tangerang, 6) Kampar,
dan 7) Bireun. Disimpulkan faktor-faktor yang menghambat implementasi
kebijakan sertifikasi tanah wakaf dan pemberdayaan wakaf yaitu, pertama, terdapat
perbedaan data tanah wakaf yang diterbitkan oleh tiga lembaga yakni Data Siwak
Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama
RI., Penyelenggara Syariah kankemenag kabupaten dan KUA. Hal ini disebabkan
lemahnya koordinasi sehingga data tidak sinkron.
Kedua, kurang berperannya KUA dalam melakukan pemutakhiran data
tanah wakaf, disebabkanlebih fokus menjalankan tugas pencatatan nikah dan rujuk
(N/R). Ketiga, minimnya SDM di kankemenag kabupaten dan KUA yang mampu
mengoperasikan perangkat software komputer dengan baik, karena belum adanya
rekrutemen staff dan peningkatan kapasitas. Keempat, masyarakat yang melakukan
wakaf umumnya diperuntukkan bagi tempat ibadah, pendidikan, makam (kuburan),
sementara wakaf tanah produktif masih sangat minim.
Kelima, lemahnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pencatatan
perwakafan, karena adanya anggapan birokrasi yang sulit. Keenam, sebagian
besar nazhir perorangan tidak memahami persyaratan-persyaratan administrasi
dalam mengajukan sertipikasi tanah wakaf, sehingga mengakibatkan hambatan
pemberkasan pada Kantor ATR/BPN, dan sertifikat tidak terbit. Ketujuh, minimnya
anggaran yang dialokasikan untuk perwakafan di sebagian Kementerian Agama
Kabupaten, berdampak lambatnya proses sertifikasi tanah wakaf. Kedelapan, banyak
bundel dokumen Akta Ikrar Wakaf, salinan Sertipikat Wakaf, dan dokumen penting
lainnya tersimpan di tempat yang kurang aman, karena sarana penyimpanan
dokumen kurang memadai dan tidak terstandarisasi.

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 49


50 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018
UCAPAN
TERIMA KASIH

Kami menyampaikan terima kasih yang sangat besar untuk semua pihak yang
telah membantu pengumpulan data ini, karena tanpa bantuan mereka, Draf Laporan
Tahunan ini akan berkurang kekayaannya. Dari Badan Litbang dan Diklat Kemente-
rian Agama, kami menyampaikan terimakasih terutama pada Prof. H. Abdurrahman
Mas’ud, Ph.D., dan H. Muharam Marzuki, Ph.D. Kemudian kepada Bimas-bimas Ag-
ama, PHU, PKUB, Biro HDI dan lembaga pemerintah lainnya yang tidak kami dise-
butkan satu per satu, serta ormas-ormas keagamaan.
Selain itu, para narasumber lain, di wilayah-wilayah tempat kami meneliti, yang
tak dapat disebutkan namanya semua di sini, tentu juga amat berjasa, dan untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih pula. Rasa terimakasih dan apresiasi yang
besar tentunya harus pula kami sampaikan kepada para peneliti dan pendukung
penelitian yang menjadi jantung Laporan Tahunan ini.

LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN 2018 51

Anda mungkin juga menyukai