Anda di halaman 1dari 193

Mengeoa

Toeransi don

Kebebasan

Beragama
= 3 Isa Pent,'173

TbewAHIDrnstitute

� ' ;.\
_J L

Mengelola
Toleransi d a n
Kebebasan
Beragama
3 Isu Penting

Tbe WAHID Institute


Sccdmg Plural and Peaceful Islam

• YAYASAN

T1FA
_J L

Mengelola Toleransi dan Kebebasan Beragama:

3 lsu Penting

©Wahid Institute, 2 0 1 2

Ukuran : 14cmx21.Scm

Halaman : iv + 184hlm

Cetakan 1 : November 2012

Tun Penulis

Supervisor : Yenny Zannuba Wahid

Koordinator : Rumadi

Anggota : M. Sub hi Azhari

Nurun Nisa

Tedi KhoWuddin

Khairul Anwar

Editor naskah : Ahmad Suaedy

Badrus Samsul Fata

Desain Sam pul : Neng Erlina

Tata Letak : mum Zulvaton

Hak Terbitan pada The Wah.td Institute

Dilarang memproduksi atau memperbanyak

seluruh maupun sebagian dari buku ini dalam

bentuk atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari

penerbit.

Tbe WAHID Institute


Jl. Tam an Amir Hamzah No. 8

Jakarta 10320, Indonesia

Phone: +6221-3145671 /3928233 Fax. +6221-3928250

www.wahidmstitute.org ; inf<><@wahidinstitute.org
_J L

DAFTAR ISI

Pengantar Penerbit ur

Bab I

Kata P e n g an t ar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . I

Bab II

Penetapan Kembali Pasal 156a KUHP Tentang

Penodaan Agama Oleh Mahkamah Konstitusi 11

Bab III

Simpang Jalan Politik Rumah Ibadah

di Indonesia 71

Bab IV

Dari Pengeras Suara Hingga Dakwah Provokatif

Problematika Kebijakan Penyiaran Agama

di Indonesia 113

BabV

Penutup 159

Daftar Pustaka 167

Index.................................................................... 175
_J L

Pengantar Penerbit

Puji bagi Tuhan buku Working Paper (Kertas Kerja)

The Wahid Institute (WI) ini akhirnya terbit setelah melalui

proses yang cukup lama. Inilah salah satu output dari

kerja-kerja advokasi dan pemantauan isu-isu keagamaan

yang selama 5 tahun ini dilakukan WI dan jaringan di

beberapa daerah. Hadirnya buku berjudul Mengelola

Toleransi dan Kebebasan Beragama: 3 lsu Pent:i.ng

ini diharapkan menambah sumbangan pemikiran bagi

upaya membangun toleransi dan memperkuat jaminan

kebebasan beragarna di Indonesia. Sebagaimana disadari

tantangan dalarn membangun toleransi semakin berat,

sehingga upaya sekecil apapun akan sangat bermakna.

Sebagaimana judulnya, buku ini mengangkat tiga

isu penting kehidupan beragama khususnya di Indonesia

yakni isu penodaan agama, isu rumah ibadah dan isu

penyiaran agarna. Ketiga isu ini dipilih dari banyaknya

kasus terkait ketiganya dan basil analisa WI dan jaringan

terhadap trend menguatnya ketiga isu ini baik di level

nasional maupun lokal. Hal ini bukan berarti isu-isu lain

dianggap tdak penting, narnun semata-mata karena dua

alas an di atas.

Dalarn prosesnya, penulisan buku ini tidak hanya

dilakukan oleh tim dari WI narnun juga dari beberapa

jaringan. Ketiga isu ini dibagi berdasarkan kesepakatan

dalarn sebuah pertemuan nasional tiga lembaga yakni

WI-Cmars Surabaya dan Elsa Semarang pertengahan

2011 lalu, dimana WI menulis tema rumah ibadah,

Cmars menulis tema penodaan agarna dan Elsa menulis

tema penyiaran agarna. Karena itu, tentu ada beberapa

perbedaan karakter tulisan baik dalarn hal pendekatan

maupun aspek-aspek kebahasaan. Perbedaan ini telah

111
_J L

diupayakan untuk dijembatani melalui sebuah Focus

Group Discussion (FGD) di Jakarta beberapa waktu lalu

diikuti ketiga lembaga tersebut dan mengundang beberapa

exspert. FGD ini diharapkan dapat mendekatkan beberapa

perbedaan mendasar tanpa mengurangi substansi yang

disajikan.

Akhirnya, penerbit ingin menyampaikan

penghargaan dan terima kasih kepada pihak-pihak yang

telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Antara

lain: kepada para penulis yang telah menyelesaikan tulisan

seperti yang diharapkan WI. Juga terima kasih kepada

para ahli yang telah memberi masukan yang berharga

dalam memperkaya substansi buku ini antara lain: Dr.

A. Syafii Mufid dari Balitbang Kementrian Agama, Ahmad

Suaedy dari Abdurrahman Wahid Center yang sekaligus

bersedia menjadi editor substansi dan Febi Yonesta dari

LBH Jakarta. Juga kepada seluruhjaringan WI di berbagai

daerah individu maupun institusi yang telah membantu

pengumpulan data yang terkait. Terima kasih juga karni

eampaikan kepada Yayasan TIFA yang telah mendukung

percetakan buku ini.

Selarnat membaca.

The Wahid Institute

Jakarta, 10 Oktober 2 0 1 2

IV
Bab I

Kata Pengantar

Lorong Panjang Mengelola Toleransi

di Indonesia

Toleransi" adalah istilah yang sangat akrab di

'' telinga

dianggap
masyarakat

sudah
Indonesia.

inheren
Kata

dalam
ini

jiwa
bahkan

bangsa

Indonesia karena jauh sebelum berdirinya negara ini kata

itu sudah menjadi kearifan dan cara hidup masyarakat

Nusantara. Sebagaimana kita tahu Nusantara adalah

bangsa yang majemuk yang diperlihatkan dari banyaknya

agama, suku, dan ras , Kemajemukan ini telah lama hadir

sebagai realitas empirik yang tak terbantahkan. Indonesia

kemudian dikenal sebagai bangsa dengan sebutan "mega

cult:ural diversi'ty karena di Indonesia terdapat tidak

kurang dari 250 kelompok etnis dengan lebih dari 500

1
jenis ragam bahasa yang berbeda.

l Khamami Zada, "Pemberdayaan FKUB dan Tantangan Pemeliharaan

Kerukunan antar Umat Beragama dJ. Indonesia", makalah disampaikan dalam

Lokakarya Pembuatan Modul: Penguatan Kapasitas Anggota Fotum Kerukunan

UmatBeragama (FKUB) ten tang Kousunni, HAM, dan MedJ.asiKonfhk Keagamaan,

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

lstilah "toleransi" berasal dari bahasa Latin "tolerate"

yang berarti membiarkan mereka yang berpikiran lain

atau berpandangan lain tanpa dihalang-halangi. Dalarn

ilmu biologi misalnya, istilah toleransi dipakai untuk

membiarkan terus bertumbuhnya sebuah kelainan

biologis di tubuh seseorang, misalnya kutil Dalam ilmu

tumbuh- tumbuhan, istilah ini dipakai untuk mengacu

kepada kemarnpuan suatu organisme menolak pengaruh

2
suatu parasit, virus atau dari faktor-faktor lingkungan.

Di Indonesia, istilah toleransijuga sering dipadankan

dengan kata "kerukunan". Pemakaian istilah ini bahkan

lebih massif tidak hanya oleh masyarakat tetapi juga

oleh Pemerintah. Misalnya beberapa tahun lalu ada

Rancangan Undang Undang Kerukunan Umat Beragama

(RUU-KUB), juga saat ini di berbagai daerah didirikan

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Bahkan

dalam berbagai sambutan resrni, para pejabat negara

Iebih sering menggunakan istilah kerukunan ketimbang

toleransi. Namun demikian , kedua istilah ini tidak perlu

dipertentangkan karena baik secara empirik maupun

teoritik, keduanya bisa dipadankan dalam pengertian

yang sama.

Dalam perkembangannya, toleransi beragama di

Indonesia tidak hanya menjadi kenyataan sosial namun

juga menjadi diskursus politik dan hukum. Telah banyak

regulasi yang lahir terkait pengaturan toleransi beragama

di Indonesia. Regulasi-regulasi tersebut mengatur

berbagai aspek menyangkut penciptaan iklim toleransi di

tengah masyarakat. Ada regulasi yang mengatur pendirian

Kerjasama The \Va hid Inscinne dan PusatPenelician dan Pengembangan (Puslilhang)

Kehidupan Keagamaan, Balilhang dan Diklat Kementerian Agama RI, Jakarta, 26-

28 Maret 2012

2 Andreas A. Yewangoe, "Regulasi Toleransi dan Pluralisme Agama"

dalam Elza Peldr Taher, Memyaka11 Kebebasm1 Bemga111n B1111g<1 Rn111pn1 7


0 rn/11111

Djohmt Effe11d1'. Edisi Digital (Jakarta: Democracy Project, 2011), Hal 80.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

rumah ibadah, bantuan luar negeri kepada lembaga

keagamaan, masalah penyiaran agama, hal perayaan

hari besar keagamaan, regulasi menyangkut aliran-aliran

keagamaan hingga masalah perkawinan.

Hal ini menunjukkan bahwa ada upaya- upaya

politik yang terencana dan terarah terutama dari negara

untuk mengelola toleransi beragama di Indonesia sesuai

dengan tujuan dan visi pemerintah. Pada era Orde Baru

misalnya, tujuan dari lahirnya sederet regulasi tersebut

adalah untuk menciptakan stabilitas sosial dan politik

untuk mendukung program pembangunan.

Dalam musyawarah antaragama pada 30 November

1967 Presiden Soeharto menyampaikan: "secarajujur dan

dengan hati terbuka, kita harus berani mengakui bahwa

musyawarah antaragarna ini justru diadakan oleh karena

timbul berbagai gejala di berbagai daerah yang mengarah

pada pertentangan-pertentangan agama . . . Sebab bila

masalah tersebut tidak segera dipecahkan secara tepat,

maka gejala tersebut dapat menjalar ke mana-mana

yang dapat menjadi masalah nasional. Bahkan, mungkin

bukan sekedar masalah nasional malainkan dapat

mengakibatkan bencana nasional'".

Pernyataan 1n1 menyiratkan adanya penilaian

Pemerintah Soeharto terhadap situasi kehidupan

beragama serta adanya viei untuk menghindari masalah

yang Iebih besar. Penilaian clan visi inilah yang kemudian

memicu lahirnya berbagai aturan yang telah disebutkan

di muka. Artinya, lahirnya berbagai aturan tersebut tidak

berdiri sendiri melainkan saling terkait oleh tujuan politik

Pemerintah Orde Baru menciptakan stabilitas serta

mengelola hubungan antar agama. Dan hal itu memang

3 Saifullah Ma's hum (ed). MenapakJejakMengenal Watak, Sekilas Biografi

26 Tahun Tokoh Nahdlaml Ulama, (Jakarta· Yayasan Saufidin Zuhn. 1994), Hal

216.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

terbukti berhasil meminimaliair konflik agarna muncul ke

permukaan.

Hal inidipertegas oleh MenteriAgama KH. M. Dachlan

dalam pidatonyapada 30 November 1967. la mengatakan:

"Adanya kerukunan antara golongan beragarna adalah

merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya stabilitas

politik dan ekonomi yang menjadi program Kabinet

AMPERA . . . ". lstilah ini kemudian dibakukan Pemerintah

Orde Baru dalam Garis-garis Besar Haluan Negara

(GBHN). Bahkan sejak REPELITA I telah diadakan satu

proyek dengan nama Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup

4
Beragama,

Namun upaya Pemerintah Orde Baru meredam

konflik antar agama ternyata tidak efektif menghilangkan

benih-benih konflik di berbagai daerah. Sebaliknya,

pendekatan stabilitas yang diterapkan hanya melahirkan

rasa takut ketirnbang kesadaran untuk membangun

toleransi dan saling menghormati antar agama di tengah

masyarakat.

Pada sisi yang lain, politik stabilitas yang diterapkan

rezim Soeharto telah berimplikasipadapenciptaan berbagai

aturan diskriminatif terhadap kelompok minoritas agama

serta pelanggaran terhadap hak-hak beragama. Misalnya,

ancaman hukuman pidana bagi seseorang yang dihukum

sesat oleh hukum pidana Indonesia, atau divonis menodai

agama, bahkan organisasi yang dianggap menyebarkan

ajaran atau ideologi yang bertentangan dengan agama

5
dapat dibubarkan oleh pemerintah. Muktiono mencatat

rezim Orde Baru juga melakukan formalisasi dan

4 Tim Pushtbang Kehidupan Beragama, Kompilasi Kebijakan dan

Perarnran Penmdang Undangan Kerukunan Umat Beragama, (Badan Litbang dan

DillatKementrian Agama RI: 209), Hal. 5.

5 Al Khanif, SH., :MA , L.L M., Hukum dan Kebebasan Beragama di

Indonesia, (Yogyakarta: Labbang Grafika, 2010), Hal. 71.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

pelembagaan aspek ke-Tuhanan yang merambah ke

seluruh aspek ketatanegaraan dan administrasi di

Indonesia. Sebagai konsekuensinya, melawan atau

bahkan sekedar mempertanyakan "prinsip ke- tuhanan"

akan membawa konsekuensi pidana, sosial, dan politik

karena dianggap sebagai "komunis" dan menjadi musuh

negara dan masyarakat.

Lebih lanjut Muktiono mengatakan, gelombang

reformasi 1998 telah membuka ruang bagi perdebatan

terhadap "Prinsip Ke-Tuhanan" mulai dari kelas-kelas di

karnpus, gedung parlemen, media massa, sampai dengan

ke pengadilan konstitusi. Materi paling menonjol dalarn

perdebatan publik tersebut adalah tentang gugatan

terhadap praktek-praktek diskriminatif yang telah diterima

6
oleh kelompok beragama/berkeyakinan.

Reformasi juga membuka ruang bagi gagasan

penguatan terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia

(HAM) yang oleh rezim Orde Baru terabaikan. Salah

satu isu yang mengemuka di dalamnya menyangkut

perlindungan terhadap kebebasan beragama dan

berkeyakinan. Berbagai perubahan regulatif mendasar

juga dilakukan mulai dari amandemen konstitusi hingga

mendorong lahirnya berbagai Undang Undang (UU) yang

menjamin perlindungan HAM seperti UU No. 39 tahun

1999 tentang HAM dan UU No. 26 tahun 2000 tentang

Peradilan HAM. UU tersebut memberi landasan jaminan

penghormatan perlindungan dan pemajuan HAM serta

landasan keberadaan Komisi Nasional HAM yang semula

7
hanya berdasarkan Keputusan Presiden.

6 Lihar Muknono, "Mengkaji Politik Hukum Kebebasan Beragama dan

Berkeyakman di Indonesia" dalam http I /fh.unsoed.ac id/sites/ default/files/

ftleku/ dokumen/ 13. %20Muktiono .pdf.

7 Ltbat Jilmly Asshi.nddiqi.e, "PeJaksanaan Hak Asasi Manuna Selama

Era Reform an Capaian dan Tancangannya", dalam Penegakan Hak Asasi Manusia

dalam 10 Tahun Reformasi, (Jakarta Korrwi. Nasional Hak Asau Manuna, 2008),

Hal 14.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Komitmen pemerintah terhadap HAM pasca

reformasi juga dibuktikan dengan melakukan ratifikasi

dua instrumen HAM internasional yakni International

Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) dan

International Covenant on Economic, Social and Cultural

Right (ICESCR) pada 26 Oktober 2005 .'

Khusus dalam perlindungan hak-hak beragama,

telah ditambahkan Pasal 28E, 281 dan 29 dalam UUD 1945;

Pasal 18 Kovenan Hak Sipil dan Politik. Kedua landasan

hukum di atas menjadi landasan yang sangat kuat bagi

perlindungan hak-hak beragama di Indonesia. Jaminan

ini mencakup siapapun karena berbasis pada individu,

dimana setiap orang memiliki jaminan dan hak yang

sama. Namun ternyata jaminan tersebut belum mampu

melindungi sebagian masyarakat dari tindakan-tindakan

pelanggaran kebebasan beragama yang dilakukan oleh

aparatus negara, tindakan-tindakan intoleransi atas

nama agama, kebijakan dan tindakan diskriminatif atas

nama agama, penyebaran kebencian kepada kelompok

keagamaan tertentu, pembatasan ibadah dan pelarangan

pendirian rumah ibadah dan lain-lain.

Misalnya keberadaan UU No. 1 PNPS O 1965

tentang Larangan Penyalahgunaan dan atau Penodaan

Agama dianggap sebagai salah satu regulasi yang

melanggar kebebasan beragama, membuka ruang bagi

tindakan diskriminasi dan intoleransi atas dasar agama

dan keyakinan. Keberadaan regulasi yang di satu sisi

menjamin kebebasan beragama, sementara di sisi lainjuga

ada yang melanggar seperti UU No. 1 PNPS 1965 di atas

menimbulkan pertanyaan besar kemana arah pengelolaan

toleransi beragama dan berkeyakinan di Indonesia saat

ini? Karena ketidakharmonisan hukum semacam ini telah

8 Ahmad Suaedy, dkk., ls!n111 Krmstirusi dn11 Hnk Asass Mm11ts1n, (Jakarm:

The Wahid Inslltute, 2009), Hal. 28.

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


_J L

berimplikasi pada ketiadaan kepastian hukum bagi warga

negara karena di satu sisi hak mereka dijamin, sementara

di sisi lain sebagian dari mereka tidak diakui haknya.

Bingkai Tiga Isu

Pertanyaan besar inilah yang ingin coba diulas

melalui tiga tulisan Working Paper ini. Ketiga tulisan ini

membahas tiga isu utama kehidupan keagamaan yang

paling menonjol saat ini, yakni: masalah pendirian rumah

ibadah, penyiaran agama dan isu penodaan agama. Hal

ini bukan berarti mengabaikan isu-isu lain yang juga

penting, narnun pemilihan ketiga isu ini kami anggap

cukup mewakili problem besar yang dihadapi masyarakat

Indonesia dalam mengelola toleransi dan kerukunan

antar agama. Ketiga isu ini juga paling sering melahirkan

ketegangan di antara masyarakat dimana banyak kasus

yang muncul kerap tidak terselesaikan secara baik. Ketiga

isu ini juga sarna-sama memiliki spektrum yang sangat

luas baik secara historis, sosiologis, politik maupun

yuridis.

Isu pertarna yang diangkat terkait penodaan agarna.

Isu ini adalah isu lama narnun terus menyita perhatian

publik dari satu rezin ke rezim yang lain. Sejak zarnan

Pemerintahan Soekarno isu ini sudah diperbincangkan dan

belumselesaihinggasaatini. Bahkansaatinikecenderungan

perbincangan mengenai isu ini semakin meningkat baik

karena semakin banyaknya kasus dugaan penodaan

agarna dan persekusi (kriminalisasi) terhadapnya maupun

karena adanya paradox dalarn perundang-undangan kita

menyangkut isu ini. Pada saat sejumlah kelompok melihat

telah banyak terjadi pelanggaran kebebasan beragarna dan

tindakan intoleransi terhadap kelompok yang dianggap

menodai agarna, mereka menyimpulkan bahwa sumber

masalahnya ada pada UU No. 1 PNPS / 1965 tentang

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama.

Atas dasar itulah kemudian sejumlah pihak menguji UU

ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai UU ini

bertentangan dengan konstitusi, dan karena itu harus

dicabut. Narnun MK menolak permohonan mereka dengan

alasan untuk kepentingan perlindungan umum (general

protection) dan antisipasi terjadinya konflik di tengah­

tengah masyarakat.

Alhasil, penolakan 1n1 menjadikan kedudukan

hukum UU ini semakin kuat sekaligus semakin popular

di kalangan masyarakat yang getol melakukan persekusi

terhadap kelompok keagamaan yang diduga sesat. UU ini

juga semakin sering dijadikan landasan bagi peraturan­

peraturan yang lebih rendah seperti SK Gubernur atau

Peraturan Daerah.

lsu kedua terkait rumah ibadah dalam buku

1n1 diangkat karena menjadi isu yang terus-menerus

diperdebatkan sejak masa Orde Lama hingga era

Reformasi saat irri. lsu ini selalu aktual di setiap rezirn

baik karena selalu ada kasus dan konflik terkait rumah

ibadah maupun karena selalu ada upaya untuk mencari

penyelesian yang lebih permanen terutama secara yuridis.

Isu rumah ibadah adalah satu dari sekian isu laten di

Indonesia. Sayangnya upaya-upaya penyelesaian yuridis

dengan beberapa kali perubahan regulasi menyangkut

rumah ibadah belum mampu memenuhi kebutuhan sosial

dan teologis setiap pemeluk agama menyangkut rumah

ibadah. Hal ini menunjukkan persoalan rumah ibadah di

Indonesia adalah persoalan yang tidak mudah sekaligus

merefleksikan belum ditemukannya formulasi yang ideal

mengenai rsu 1n1.

Isu ketiga terkait penyraran agama juga menjadi

isu penting saat ini di tengah semakin terbukanya arus

komunikasi dan informasi. Berbagai elemen komunikasi

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

dan informasi telah secara aktif dan pasif menfasilitasi

upaya penyiaran agarna dari para pelaku dakwah kepada

audiens tidak hanya di kalangan Islam melainkan juga

agama-agama lain. Dalam makna yang positif, antara

dakwah dan elemen pendukungnya tersebut telah

menjadi sarana penguatan wawasan dan penghayatan

agama di tengah masyarakat. Namun di sisi yang lain,

dakwah di era informasi ini kerap menjadi sorotan publik

karena dianggap menyulut kebencian antar kelompok

di masyarakat. Melalui materi-materi dakwah yang

bagi sebagian kelompok ofensif sering memunculkan

ketegangan atau prasangka-prasangka yang kurang sehat

di masyarakat.

Memang diakui bahwa ada perbedaan sudut

pandang dalam melihat substansi dakwah dan bagaimana

menyampaikannya agar lebih efektif Sebagian kalangan

menganggap materi dakwah yang sensitif dengan cara

penyampaian yang berapi-api lebih efektif menumbuhkan

semangat beragama. Bagi mereka, materi yang berisi

klairn suatu kebenaran -bisa juga mendeskriditkan atau

menyalahkan kelompok lain-. adalah wajar dan efektif

mempertebal keimanan umat. Mereka juga menganggap

bahwa dakwah adalah bagian dari kebebasan berbicara

dan berekspresi yang dilindungi konstitusi. Sementara

sebagian kalangan memandang banyak materi-materi

dakwah saat ini yang tidak bisa dibenarkan karena

berisi anjuran kebencian kepada kelompok lain. Mereka

juga tidak setuju dengan argumen atas nama kebebasan

berbicara dan berekspresi, ujaran-ujaran kebencian

tidak bisa dibatasi. Tulisan dalam buku ini menyebutkan

sebagai dakwah yang "semena-mena'' ini mau tidak mau

harus diatur agar tidak mengganggu ketertiban umum.

Isu ini memang menjadi persoalan yang lebih rurnit

karena norma hukum yang mengatur masih probematis

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

sehingga kontestasi cara pandang di atas bertemu pada

level sosial.

Pembingkaian ketiga tema di atas dalam sebuah

kertas kerja dilakukan agar tergambar peta problem dan

upaya-upaya penyelesaiannya secara lebih komprehensif.

Kertas kerja ini juga tidak membatasi dirinya hanya pada

aspek politik dan hukum, melainkan juga mencakup

dimensi-dimensi yang lebih luae. Hal ini tentu agar dapat

menjadi bahan masukan bagi berbagai pihak sekaligus

menjadi sumber kajian yang memadai. Kertas kerja ini

juga ditujukan sebagai refleksi alas dinamika ketiga isu

yang diangkat sekaligus berusaha memberi positioning

dari penulis terhadap isu yang ditulisnya. Melalui kertas

kerja ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi para

pengambil kebijakan sekaligus sebagai alat bagi advokasi

hak-hak beragarna di tanah air. Semoga.

Tim Penulis

Jakarta, 10 Oktober 2 0 1 2

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


____ L

'

Bab II

Penetapan Kembali

Pasal 156a KUHP

Tentang Penodaan Agama

oleh Mahkamah Konstitusi'

Pendahuluan

asalpenodaan agarna(l56a) Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) dianggap sebagai salah

P satu sumber kriminalisasi terhadap mereka yang

dituduh sesat telah ditetapkan kembali oleh Mahkamah

Konstitusi (MK). Ketetapan itu sebagaijawaban atasjudicial

review (JR) yang diajukan oleh beberapa tokoh, aktifis

dan para pegiat kebebasan beragama dan berkeyakinan

di Indonesia. Dalam penetapan tersebut, MK mengklaim

mengambil jalan tengah atas kontroversi dan perdebatan

publik, baik yang muncul di tengah masyarakat maupun

selama proses pengadilandi MK. Bagairnanakah penerapan

pasal 156a tersebut paska penetapan kembali oleh MK.

Tulisan ini hendak melakukan review atas sejumlah

I Penulu Dr. Rumacli, Peneliti The WAHID Innirure

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

peristiwa hukum yang pelakunya dituduh melakukan

penodaan agama. Review ini penting untuk melihat

adakah perubahan pola penerapan pasal 156a KUHP

antara sebelum dan sesudah judicial review (JR).

Delik Penodaan Agama dan Pasal 156a KUHP

ebelum ini, penulis juga sudah melakukan riset

implementasi pasal penodaan agarna, sejak pasal

S 4 UU No. l/PNPS/1965 diadopsi ke dalam KUHP

menjadi pasal l 56a. Di bagian akhir riset tersebut, ada

beberapa catatan mengenai implementasi pasal penodaan

agama sejak 1969 hingga 2006, bahwa persoalan

penodaan agama hampir selalu diawali dengan pergerakan

dan amarah massa. Hakim biasanya akan memutuskan

dengan mengikuti aspirasi massa dengan menghukum

orang yang dituduh melakukan penodaan egama. Jika

orang tersebut tidak terbukti melakukan penodaan agama,

ia akan dijerat dengan pasal lain sehingga ia dipaksa

2
dimasukkan ke penjara.

Penerapan pasal penodaan agama mendapat

angin segar setelah MK menyatakan bahwa pasal 156a

konstitusional, meskipun penerapannya sering tidak

tepat. Pokok-pokok yang diuji di MK adalah aspek

konstitusionalitas sebuah norma hukum, bukan pada

ranah penerapan hukum. Karena itu, meskipun pasal

penodaan agarna sering digunakan secara serarnpangan

dan anarkis, poin tersebut bukanlah argumen yang

1
bisa membatalkan sebuah norma. Pendek kata, meski

2 Rumadi, Ddik Penodaan Aga11111 dan Krhid11JX111 Bemgnna da/0111 RUU

KUHP, (Jakarta: the Wahid Institute, 2007)

3 Rumadi dkk, B11km1 Jo!a11 Te11gah: Eksm11111asi Publik P11111sa11 Mahka111ah

KJJ11SJit11si Periha! Pe11g11jia11 UUNo. 1 IPNPS/ 1965 tenmng Peuyatahgnnaan dan /arau

Penoaaan Aga111a, (Jakarta: ILRC, 2010).

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

mendapat penolakan dari berbagai kalangan, tapi delik

penodaan agama tetap eksis dalarn sistem hukum pidana

di Indonesia.

Sebelum membahas lebih lanjut implementasi pasal

penodaan agama paska penetapan kembali oleh MK,

penulis merasa perlu untuk menguraikan secara singkat

apa yang dirnaksud dengan penodaan agama (blasphemy).

Istilah penodaan agama sebenarnya terdapat beberapa

konsep di dalamnya. Konsep-konsep tersebut agak

sulit dibedakan dalam Bahasa Indonesia, namun untuk

membedakan penulis akan menyebut blasphemy dengan

penodaan agama, defamation dengan penistaan agama

dan hate speech dengan pernyataan kebencian.

Secara teoritik, delik agama bisa dibagi dalarn

beberapa kategori: pertama, religionsschutz-theorie (teori

perlindungan agama). Menurut teori ini, agama itu sendiri

dilihat sebagai kepentingan hukum atau obyek yang patut

dilindungi atau dipandang perlu dilindungi oleh negara

melalui peraturan-peraturan yang dibuat. Titik tekan

perlindungan dalam teori ini adalah agama itu sendiri,

bukan umat beragama. Kedua, qefuhleshute-theorie

(teori perlindungan perasaan keagamaan). Menurut teori

ini, kepentingan hukum yang akan dilindungi adalah

rasa/perasaan keagamaan orang-orang yang beragama.

Titik tekan perlindungan dalam teori ini adalah umat

beragama, terutama menyangkut perasaan beragama.

Karena terkait dengan perasaan beragama, maka delik ini

sangat subyektif dan lentur dalam penerapannya. Ketiga,

friedeneschute-theorie (teori perlindungan perdamaian/

ketenteraman umat beragama). Obyek atau kepentingan

hukum yang dilindungi menurut teori 1n1 adalah

kedamaian/ ketenteraman beragama interkonfensional

(antar pemeluk agama/kepercayaan). Dengan demikian,

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

4
perlindungan Iebih ditujukan pada ketertiban umum.

Ketiga kategori tersebut memang bisa dibedakan,

namun dalarn praktiknya bisa tumpang tindih.

Perlindungan terhadap agama dan perlindungan pada

"perasaan umat beragama" bisa seperti dua sisi dalarn

satu koin mata uang Demikian juga perlindungan pada

ketenteraman beragama tidak bisa dilepaskan pada

perlindungan umat beragarna, karena ketenterarnan

bukanlah untuk ketenteraman an sich, tapi ketenteraman

untuk umat beragama. Dengan demikian, ujung dari delik

agama sebenarnya adalah perlindungan umat beragama,

sehingga penerapannya bisa sangat lentur dan sangat

tergantung pada kedewasaan umat beragama. Persoalan

apapun dalam beragama, jika dianggap mengganggu

ketertiban umum oleh sebagian umat, maka dengan

mudah orang tersebut akan dituduh telah melakukan

penodaan agama.

Barda Nawawi Arief, seorang ahli hukum pidana,

merumuskan bahwa istilah tindak pidana agama atau

delik agama dapat diartikan: Pertama, tindak pidana/

delik "menurut agama". Delik ini mencakup perbuatan­

perbuatan yang menurut hukum yang dianut adalah

bentuk tindak pidana, dan dari perspektif agama

merupakan perbuatan terlarang. Hal ini mencakup juga

perbuatan yang menurut hukum yang berlaku tidak

dianggap sebagai tindak pidana, tapi dari sudut pandang

agama dipandang sebagai perbuatan pidana. Dengan

demikian, yang menjadi ukuran penentu dari delik agama

jenis ini adalah hukum agama. Kedua, tindak pidana/ delik

"terhadap agama". Delik ini terkait dengan perbuatan­

perbuatan yang dianggap menghina atau menista agama

4 Oemar Senoadji, H11kw11 (Acom) Pidana dala111 Pospeksi, (Jakarta:

Erlangga, 1976), h. 75. Teori ini dikucip ulang okh Barda Nawawr Arief, Delik Agmw

dan Pe11ghi11na11 T11ltm1 (Bhlasphemy) di !11do11esia dan Pf'rix111d111ga11 lkrlxl


g m Negam,

(Semarang: UNDIP Semarang, 2007), Hal 2.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

atau ajaran-ajaran yang disakralkan oleh agama. Dengan

demikian, delik ini dimaksudkan untuk melindungi

agama dari perbuatan-perbuatan yang menghina

Tuhan dan agama. Perbuatan-perbuatan itulah yang

dipandang sebagai religious blasphemy atau Godslasterinq

(penghinaan terhadap Tuhan). Ketiga, tindak pidana/

delik "yang berhubungan dengan agama" atau "terhadap

kehidupan beragama". Delik ini terkait dengan perbuatan­

perbuatan yang sebenarnya tidak terkait langsung

dengan agama, tapi menyangkut kehidupan keagamaan

masyarakat, seperti merintangi pertemuan atau upacara

keagamaan, penguburanjenazah, menghina benda-benda

yang digunakan untuk ibadah atau mengganggu orang

5
yang sedang beribadah.

Dalam hukum pidana di Indonesia, delik jenis

pertama cukup banyak dalam KUHP, seperti larangan

pembunuhan, pencurian dan sebagainya, meskipun tidak

semua perbuatan yang dianggap sebagai kejahatan oleh

agama dimasukkan sebagai kejahatan pula oleh KUHP.

Pindah agama (murtad) misalnya, meskipun oleh Islam

dianggap sebagai tindak pidana, namun KUH P tidak

menjadikan pindah agama sebagai kejahatan. Delik yang

banyak diakomodasi dalam KUHP justru delik ketiga,

yaitu delik yang terkait dengan kehidupan keagamaan

masyarakat. Sedang delik jenis kedua, delik terhadap

agama, pada awalnya tidak dikenal dalam KUHP. Delik

terhadap agama baru dimasukkan dalam KUH P melalui

UU No. l/PNPS/1965.

5 Barda Nawawi Arief Delik Agama, Hal l.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Sejarah Blasphemy

lasphemy (penodaan agama) berasal dari

blasphemein (Yunani kuno), blasphemen, (istilah

B Inggris zaman pertengahan), blafemer (istilah

Perancis kuno), blasphemare (Latin), yang merupakan

paduan dari kata blaptein (merusak) dan pheme (reputasi).

Blasphemy juga bisa diartikan sebagai defamation of the

name of God, yang berarti penistaan narna Tuhan. Dalarn

arti luas, blasphemy dapat diartikan sebagai penghujatan

terhadap hal-hal yang dianggap suci oleh suatu keyakinan

agama. Bentuk blasphemy umumnya adalah perkataan

atau tulisan yang menentang ketuhanan terhadap agama­

agama yang mapan.

Dalam tradisi agama-agama Abraham (Y ahudi,

dan Islam) dikenal berbagai bentuk larangan blasphemy.

Dalarn Yahudi, blasphemy adalah menghina nama Tuhan

atau mengucapkan hal-hal yang mengandung kebencian

terhadap Tuhan. Dalam Kristen, Kitab Perjanjian Baru,

dikatakan menista rah kudus adalah dosa yang tak

diampuni dan pengingkaran terhadap Trinitas juga

digolongkan sebagai blasphemy. Dalam Kitab perjanjian

lama, pelaku blasphemy diancam hukuman mati, dengan

cara dilempari batu. Dalam Islam, blasphemy adalah

menghina Tuhan, Nabi Muhammad dan nabi-nabi

yang diakui dalam al-Qur'an serta menghina al-Qur'an

itu sendiri." Buddha dan Hindu tak mengenal adanya

blasphemy, paling tidak secara resrni.

Blasphemy menjadi hukum negara sejak munculnya

teokrasi, dimana terjadi penyatuan antara kekuasaan

agama dengan kekuasaan politik. Negara-negara Eropa

pada abad Ke-17 menetapkan pelaku penistaan agama

6 Mengenai penodaan dalam Islam, Iebih jauh Iihat Ahmad Suaedy,

Ruma di er.all, Isiam, 171e Consitanon and H11111m1 Rigflrs, (Jakarta: the Wahid Institute,

2010), Hal .. 89 91.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

sebagai tindak kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman

7
berat. Di wilayah lainjuga terjadi penyatuan antara agama

danpolitik, baik itu negara Kristen, Yahudi maupun Islam.

Tujuan memidanakan penistaan agama adalah untuk

membatasi kebebasan berbicara tidak melanggar norma

8
sosial mengenai kesopanan dan hak orang lain.

Di Eropa Abad Ke-1 7, karena Kristen merupakan

jantung hukum Inggris, maka hukum dibuat berdasarkan

nilai-nilai Kristen. Setiap perkataan yang bertentangan

dengan nilai dan ajaran Kristen dianggap sebagai tindak

pidana. Tentu saja, hukum mencerminkan nilai dan

pandangan agama dominan saat itu , dan mengabaikan

9
pandangan keyakinan minoritas.

Pada abad ke-20, penistaan agama pelan-pelan

dihapus dari hukum pidana di beberapa negara Eropa. Di

Inggris, akar hukumpenistaanagamamuncul 1938, hanya

berlaku untuk penistaan terhadap Gereja Anglikan, tidak

berlaku untuk penghinaan agama Yahudi, Islam, bahkan

Kristen non-Anglikan. Tujuan pemidanaan ini adalah

untuk mempertahankan supremasi gereja Anglikan.

Kasus penistaan agama terakhir terjadi pada abad-19.

Mulai abad-20, praktek pemidanaan penistaan agama

sudah hilang, kendatipun pasal pidananya tak pernah

dihapus. Penistaan agama kemudian bergeser dari pidana

menjadi masalah hukum perdata, namun sangat jarang.

Sepanjang abad-20, hanya ada 4 kasus perdata terhadap

perbuatan penghujatan agama. Kasus terakhir terjadi

tahun 1979 antara Whitehouse versus Lemon. Kasus itu

7 Carly Carfuerg, Fwedo111 o


f Exptesstou tn Modern Age A11 Obscuw B!asphe111y

Sra11l!em1d /rs Ejfeao11 Bussi11essNa111111g, Rutger Journal of Law andRehgion, (Volume

II, Fall2009), Part I

8 Tentang sejarah Blasphemy Iihat Leonard William Levy, Blasphemy: VerlJal

o Sa/111011 R11sd/11e, (fhe Un.iveuity of North


Of!e11se Aga111st The Sacmf From Moses T

Carolina Press: New York, 1993), Hal. 6 14

9 Barda NawawiArif, De/ik Aga111a, Hal. 65-86.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 Isu Penting


_J L

bermula dari penerbitan puisi di majalah Gay News, yang

menggambarkan Yesus Kristus sebagai homoseksual.

Penerbit majalah tersebut didenda 500 pound clan

hukuman percobaan 9 bulan. Majalahnya didenda 1000

pound dan harus membayar pengganti penjara 10.000

pound." Kasus Salman Rusdhie yang digugat di Inggris

11
tidak berujung pada penghukuman.

Seperti Inggris, di Australia yang merupakan bekas

jajahan lnggris, blasphemy juga hanya berlaku terhadap

tindakan penghinaan Gereja Anglikan, walau tak seperti

Inggris, Australia tak memiliki agarna resmi. Kendati

banyak undang-undang, baik federal, negara bagian,

maupun hukum kebiasaan yang memidanakan penistaan

agama, hal ini jarang terjadi di Australia. Pemidanaan

agama terakhir di negeri Kanguru itu terjadi tahun 1971,

dalam kasus Wiliarn LorandoJones. Jones didakwamenista

gereja Anglikan di negara bagian New South Wales karena

berbicara di depan umum bahwa Perjanjian Lama itu

immoral dan tak cocok bagi perempuan . Jones dihukum

12
denda 100 pound dan penjara 2 tahun. Setelah kasus

itu, tahun 1 8 7 1 , parlemen New South Wales mengusulkan

Undang-Undang Op ini Mengenai Agarna, yang intinya

menghentikan pemidanaan terhadap penistaan agama.

Ibukota Australia lalu mengadopsi UU tersebut pada 1996,

menghapuskan pemidanaan penistaan agarna melalui

reformasi hukum.

10 Sebastian Pouher; "C11/r11ml Pl11mlis111 end ns Limits A Legal Perspeaive",

Hal 7-8, hap:/ /www.Juliushonnor.com/ catalyst/ catalyst/Culrnral Plurahsm-and­

its Limits.pdf, diunduh I Oktober 2012

11 Paul Marshal and Nina Shea, Si/eumt· How Apostasy and Blasplte111y Cates

Aw Cltoki11g Fmxfo111 TVorlw1de, (Oxford University Press· New York, 2012), Hal 179-

182

12 Davtd Nash, Blasphemy i11 I11e Omsrian World, (Oxford Univenity Press:

New York, 2010), Proquest, Hal. 85 90

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Pemidanaan penistaan agama di Jerman diatur

dalam Bab 11 Pasal 166 Federal Penal Code (KUHP)

Jerman. Penistaan agarna didefinisikan sebagai ''barang

siapa yang menyebarkan tulisan yang menghina ajaran

agam lain atau ajaran mengenai pandangan hidup dengan

cara yang dapat menyebabkan gangguan terhadap

ketertiban umum. Perbuatan ini diancam pidana penjara

paling lama tiga tahun atau denda. Pada Februari 2006,

aktivis politik Jeran Manfred van H, dijatuhi hukuman

satu tahun percobaan dan hukuman kerja sosial selama

300 jam karena menyebarkan tisu toilet yang dicetak ayat­

ayat al-Qur'an dan dibagi-bagikan ke masjid dan media­

media.P

Amerika Serikat juga mengenal pasal blasphemy,

meski banyak pendirinya adalah orang-orang yang

melarikan diri dari hukuman penistaan agama di negara

asalnya di Eropa. Amerika Serikat memiliki hukuman

pidana yang keras terhadap penghujat agama. Di

beberapa negara bagian Amerika Serikat, penghujatan

agama dapat dihukum mati. Namun demikian, sejak

desakan amandemen pertama konstitusi Amerika

Serikat, pemidanaan terhadap penistaan dilarang karena

bertentangan dengan kebebasan berekeprest."

Di Asia, Pakistan merupakan negara di dunia yang

paling keras mengancam penistaan agama. Menurut

"KUHP" Pakistan, "barangsiapa dengan kata-kata, baik

13 Veni terjemahan bunyi eeks pasal 166 Federal Penal Codes (KUHP)

German dalam bahasa mggns adalah H'lwewr publicly or b


y 111m11s o
f sp1t'rUl111g wmten

nxnenot 111s11Jrs wltgious or worfd view i11 a 111m111er that andd teasonabiy be acenat able ro

distwVthc public peace, is to bepttnishrd b


y npro three years i11 prison or afine. Lihat Caslon

Analytics Blasphemy "Repon Seaion 011 Gen11a11y mid Austna", hnp://www.caslon.

com.au/blasphemyprofile9 htm#germany, diunduh 01 Oktober 2012.

14 Rohen C. Post, "C11Jr11ml Hererow11eity mid Law: Pon1ogmplty, Btasphany;

and rite First An1e11dn1e11t" (California Law Review Vol. 76, No. 2 Mar., 1988), hnp I I

digitalcommons.law.yale edu/ cgi/viewcontenc.cgi? arucle= 1212&context=fss_

papen, diunduh I Oktober 2012

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

lisan maupun tertulis, gambar, tuduhan, gaung, atau

insinuasi, baik langsung maupun tak langsung, yang

mencemarkan narna suci Nabi Muhammad, diancarn

hukuman mati, atau penjara seumur hidup, dan juga

diancam denda." Tahun 2000, seorang guru bernama

Muhammad Younas Seikh, menjelaskan di kelas bahwa

sebelum Nabi Muhammad menerirna wahyu al-Qur'an

belum masuk Islam, dijerat dengan penistaan agama

dan dihukum mati. Dalam 10 tahun terakhir, 12 orang

dieksekusi mati dengan tuduhan penistaan agarna, 560

orang didakwa menista agarna di pengadilan, dan 30 orang

15
masih menunggu vonis.

Sejak 1999, masalah Defamation of Religion

(penistaan agama) menjadi perhatian PBB. Beberapa kali

Sidang Umum PBB menerbitkan resolusi tidak mengikat

yang mengecam "penghinaan terhadap agama" ( defamation

of religion). Resolusi tersebut disponsori oleh Pakistan

atas nama OKI, dan Mesir atas nama Afrika, dalam

Durban Conference, sebagai upaya untuk menghentikan

polarisasi, diskriminasi, ekstrimisme dan misintepretasi

terhadap Islam. Hal ini merupakan respon terhadap

perkembangan pasca perisitiwa "11 September" dimana

Islam sering dinistakan dan senantiasa dikaitkan dengan

terorisme dan pelanggaran HAM.

Namun demikian, dalam Konferensi Durban Review

II di Jenewa, resolusi-resolusi mengenai "defamation of

religion" dinilai bertentangan dengan hak asasi manusia,

karena terlalu sempit pada perlindungan Islam (awal

mula draft-nya berjudul "defamation of Islam"). Konsep

tersebut melindungi agama (yang esensinya adalah

bersifat ideologis), bukannya melindungi hak individu ,

terlalu mempertentangkan agama, mengancam hak atas

15 Brinton Priestly, Btasptmny and Lew: A Co111pamtiw Srudy (2006), hnp:/ /

wwwbrentonpriestlry.com/writi.ng/blasphemy.hcm. Iihat juga, Paul Marshal and

Nina Shea, Sltenaxt How Apostasy, Hal 85 88.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

kebebasan berekspresi, ditulis dengan bahasa yang terlalu

umum dan tidak jelas, termasuk dalam penggunaan

16
istilah "penistaan" (defamation). Berdasarkan evalusi

yang disarnpaikan oleh beberapa pelapor khusus PBB,

penerapan konsep "defamation of religiori' di beberapa

negara, seperti Pakistan, Iran dan Mesir, justru

menimbulkan masalah hak asaat manuaia, seperti

pembungkaman kebebasan berekspresi, xenophobia dan

ketegangan antar umat beragama. Sehingga, konsep

17
"defamation of religion" kembali dipertanyakan.

Sebagi solusi, muncul upaya- upaya untuk membuat

instrumen hak asasr manusra internasional untuk

menyeimbangkan antara hak atas kebebasan berekspresi,

namun tetap menjamin perdarnaian, terutarna antara

umat beragama. Komisi mengembangkan sebuah

inisiatif dengan mengeluarkan sebuah resolusi untuk

mengatasi ketegangan antara kebebasan berekspresi dan

perdarnaian antara umat beragarna dan ras. Bagaimana

pembatasan kebebasan berekspresi tetap berdasarkan

DUHAM dan International Covenant on Civil and Political

Rights (ICC PR).

Kebebasan berekspresi eendiri dapat dibatasi, sesuai

pasal 20 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik, yaitu:

1) Any propaganda for war shall be prohibited by

law.

2) Any advocacy of national, racial or religious hatred

that constitutes incitement to discrimination;

hostility or violence shall be prohibited by law.

Selain itu, pasal 19 ICCPR mengatakan bahwa

16 Becket Found for Religious Liberty Issues Brief, "Defi111mtio11 o


f Relig1011,"

July 2008 (Condensed version).

17 Aklurnya, resolusr Dewan HM1 PBB mengenai "Defamation of

Religion" d.J.cabutpada sidang Dewan HM1 2009.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

kebebasan berekspresi dapat dibatasi to protect among

others, the n'ghts of others, public order, and national

security ifit is necessary in a democratic society to do so and

it is done by law. Narnun, tidak mudah membuat rumusan

praktis pembatasan kebebasan berekspresi berdasarkan

ICC PR dan instrumen HAMinternasional lain. Dewan HAM

Eropa menetapkan syarat-syarat pembatasan kebebasan

berekspresi harus lolos tiga syarat sebagai berikut:

1. Pembatasan dibuat untuk tujuan yang benar­

benar sah.

2. Pembatasan harus dilakukan dalam kerangka

demokratis [jadi harus oleh parlemen atau

lembaga yang diberi kekuasaan oleh parlemen).

3. Pembatasan harus benar-benar merupakan

keniscayaan (necessity) bagi masyarakat

demokratis , Jadi kata necessity tidak hanya

sekedar ''berguna" (useful) dan "beralasan"

18
(reasonable).

Menurut Dewan HAM Eropa, ada kebutuhan untuk

membuat hukum anti penistaan agama di Eropa. Namun

penilaian Dewan HAM Eropa tersebut ditentang oleh

Article XIX, dengan alasan tidak ada kepastian hukum

atas penistaan agama atas dasar beberapa pertimbangan

berikut:

1. Tak ada kepastian hukum atas penistaan agama,

karena "public qcod" akan lebih baik disampaikan

melalui perdebatan dari berbagai perspektif.

Meskipun penistaan tersebut disampaikan dengan

istilah yang keras dan ofensif itu masih lebih

bagus.

18 Article XDi:, Freedom of Expression and Offense, presentasi oleb Sarah

Richani Lihat juga, "Defi11i11g Defa11wrw11: Pnnciples 011 Fwedo111 o


f Expression and

Praeaion o
f Repumrion". International Standa.tds Sen rs, http://www.artidel9.org/

data/files/pdfs/standru:ds/ definingdefamation.pdf, dJ.unduh 01 Oktober 2012

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

2. Tak ada jarninan bahwa kebebasan berekspresi

clan kebebasan beragama akan berjalan lebih baik

dengan membuat hukum anti penistaan agama.

Harus ditegaskan bahwa kebebasan beragama

bukan berarti untuk menghormati agarna, tapi

untuk menjamin hak setiap orang untuk beragama

clan beribadah menurut agama dan keyakinannya.

3. Kebebasan berekspresi bukan hanya untuk ide

clan informasi yang "harmonis" tapi juga untuk ide

yang mengagetkan, keras, dan juga mengganggu.

4. Penerapan hukum penistaan agarna di berbagai

tempat di dunia adalah justru untuk membatasi

kemerdekaan orang beragama dan umumnya

korbannya adalah penganut agama-agama

19
minoritas.

Dengan demikian, pernyataan kebencian (hate

speech) adalah yang sah (legitimed) untuk membatasi

kebebasan berekspresi. Perlindungan hak asasi

manusia harus didasarkan prinsip persamaan martabat

dan kesetaraan setiap orang, tanpa membedakan

suku, ras, jems kelamin, kebangsaan dan agama.

Pernyataan kebencian merupakan ancaman terhadap

martabat manusia dan menciptakan kondiei yang tidak

memungkinkan adanya kesetaraan antara manusia.

Untuk itu, pelarangan pernyataan kebencian merupakan

sebuah keharusan untuk menghindari permusuhan,

diskriminaei dan kekerasan antara ras, suku, bangsa,

agama dan jenis kelamin."

19 Becket Found, "Definnarion o


f R£/igio11," July 2008 (Condensed version).

20 Becket Found, "Defa111ario11 o


f R£/igio11," July 2008 (Condensed version)

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Putusan Mahkamah Konstitusi tentang

Penodaan Agama

ebelumlebihlanjutmelihatbagaimanaimplementasi

pasal penodaan agarna pasca putusan MK, penulis

S akan memberi ulasan secara singkat mengenai

proses judicial review (JR), putusan MK, serta argumen-

argumen pendukungnya. JR itu sendiri diajukan sejumlah

21
kalangan, baik lembaga maupun individu, terhadap UU

No. 1/PNPS/ 1965 tentang Pencegahandan/atau Penodaan

22
Agarna (selanjutnya disebut UU Penodaan Agama). MK

menolak seluruh permohonan yang diajukan pemohon

agar UU tersebut dicabut. Pemohon berpendapat bahwa

UU Penodaan Agama melanggar prinsip-prinsip kebebasan

beragam.a yang dijamin secara tegas dalarn konstitusi,

UUD 1945.

Dalam amar putusan No. 140/PUU-VII/2009, MK

menyatakan bahwa UU Penodaan Agama, meski dibuat

dalam situasi darurat pada 1965, masih dianggap relevan,

tidak bertentangan dengan UUD 1945 terutarna yang

terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan

beragarna dan berkeyakinan. Alih-alih mencabut, MK

justru berkeyakinan, jika UU Penodaan Agarna dicabut

maka akan muncul anarkhisme dan kekacauan sosial

karena akan terjadi kekosongan hukum. UU Penodaan

21 Permohonan 11Ki1cia! nvsew dtlakukan olrh sejumlah Lembaga Swadaya

Masyarakat yang bergerak dalam isu kebebasan beragama dan HAM, antara

Iam Perkumpulan lnisrntif Masyarakat Partisipatif unmk Transui Berkeadilan

(lmpauial), Lembaga Srnd.J. da


n Advokasi Masyarakat (Elsam), Perhimpunan

Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Perkumpulan Masyruakat Setara

(Srtara lnstimce), Yayasan Desanmra, Yayasan Lembaga Bauman Hukum Indonesia

(YLBHI). Di samping lembaga, permohonan juga diajukan sejumlah indivtdu,

yrutu: KH. Abdurrahman Wah.id (aklurnya dianggap gugur karena mrninggal dunia

sebelum proses persidangan selesai), Siti Musdah Mulia, M. Dawam Raharjo dan

Maman lmanulHaq.

22 Prngucapan dan pembacaan punuau MK dilakukan pada 19 April

2009

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Agamadianggap tidak terkaitdengan kebebasan beragama,

tapi hanya terkait dengan penodaan agama.

MK berpendapat bahwa untuk kepentingan

perlindungan umum (general protection) dan antisipasi

terjadinya konflik di tengah- tengah masyarakat baik

horizontal maupun vertikal, maka adanya UU Penodaan

Agarna dinilai sangat penting. Dasar pertimbangan yang

dijadikan argumen MK untuk mengambil keputusan ini

tidak semata terkait dengan konstitusi, tapi juga ada

pertimbangan sosiologis-politis. Pertimbangan sosiologis

antara lain tampak dalam argumen MK yang menyatakan

bahwa jika UU ini dicabut maka akan terjadi kekacauan,

keresahan, perpecahan, dan permusuhan masyarakat

23
karena adanya kekosongan hukum. Alih-alih melanggar

konstitusi, UU Penodaan Agarna justru dilihat sebagai

upaya untuk melindungi dan menjaga ketentrarnan

kehidupan beragarna.

Karena itu, pada tingkat tertentu, putusan MK

1n1 memberi jalan legal bagi negara untuk melakukan

intervensi terhadap kehidupan umat beragarna. Bidang

apa yang bisa diintervensi? Dalarn hal ini MK absen

memberi koridor. Meski dalarn putusan itu disebut-sebut

kategori forum intemum dan forum externum; narnun hal

tersebut nyaris tidak menjadi rujukan argumen. Karena

itu , bisa ditafsirkan, putusan ini memberi jalan intervensi

negera terhadap agarna, bukan saja terkait dengan forum

e.xtemum, tapi bisa juga. forum intemum Kata kuncinya

adalah pasal 28J UUD 1945, yang membatasi hak

asasi manusia, termasuk kebebasan beragarna, melalui

pertimbangan moral, nilai-nilai agarna, kearnanan dan

ketertiban umum. Pembatasan tersebut tidakhanya terkait

dengan ekspresi keberagarnaan {forum e.xternum), tapi

23 Amar Pumsan MK Nomor 140/PUU VII/2009, h. 287, http:/ /www

mahkamahkons llUJSt.go .id/p urns an/p urns an_sidang_Pu ms an%20PUUo/o20 140 _

Se1WI%2019%20April%202010.pdf, diunduh I Oktober 2012

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


� L

juga forum internum. Putusan MK justru mengaburkan

hal ini.

Dalam putusan itu juga dinyatakan, UU No. 1/

PNPS/ 1965 tidak ada hubungan dengan kebebasan

beragama, tapi hanya terkait dengan penodaan agama.

Berikut ini penulis akan mengutip sejumlah pernyataan

yang menjadi pertimbangannya MK dalam mengambil

keputusan. Sejumlah pernyataan tersebut antara lain:

"Menirnbang bahwa menurut Mahkamah,

UU Pencegahan Penodaan Agarna tidak

menentukanpembatasankebebasanberagama,

akan tetapi pembatasan untuk mengeluarkan

perasaan atau melakukan perbuatan yang

bersifat permusuhan, penyalahgunaan

atau penodaan terhadap suatu agama serta

pembatasan untuk melakukan penafsiran atau

kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok

24
ajaran agama yang dianut di Indonesia."

Pada bagian lain, arnar putusan MKjuga menyatakan:

"Menirnbang bahwa Mahkamah berpendapat

UU Pencegahan Penodaan Agama masih

diperlukan dan sama sekali tidak bertentangan

dengan perlindungan HAM sebagaimana

diatur di dalam UUD 1945. Dalam kaitan

1n1, Mahkamah sependapat dengan Ahli

Ketua Umum PBNU KH Hasyirn Muzadi

yang menyatakan; pertama, UU Pencegahan

Penodaan Agama bukan Undang-Undang

tentang kebebasan beragama sebagai hak

asasi manusia melainkan Undang-Undang

tentang larangan penodaan terhadap agama.

Kedua, UU Pencegahan Penodaan Agama

24 Amar Punuan 11K Nomor 140/PUU-VIl/2009, Hal. 287

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

lebih memberi wadah atau bersifat antisipatif

terhadap kemungkinan terjadinya tindakan

anarkis apabila ada penganut suatu agama

yang merasa agamanya dinodai. Dengan

adanya UU Pencegahan Penodaan Agama,

jika masalah seperti itu timbul maka dapat

diselesaikan melalui hukum yang sudah

ada (UU Pencegahan Penodaan Agama). Di

sarnping itu, substansi Pasal 1 UU Pencegahan

Penodaan Agama bukan dimaksudkan untuk

mengekang kebebasan beragama, melainkan

untuk memberikan rambu-rarnbu tentang

pencegahan penyalahgunaan dan/ atau

penodaan agama. Penodaan agama atau

penghinaan terhadap agarna (bla.sphemy

atau defamation of religion) juga merupakan

bentuk kejahatan yang dilarang oleh banyak

negara di dunia. Secara substantif Pasal

1 UU Pencegahan Penodaan Agama tidak

dapat serta merta diartikan sebagai bentuk

dari pengekangan forum extemum terhadap

forum internum seseorang atas kebebasan

25
beragama".

Hal tersebut ditegaskan ulang pada bagian berikut­

nya:

"Bahwa permohonan pemohon telah keliru

memahami pasal 1 UU Pencegahan Penodaan

Agama sebagai sebuah pembatasan atas

kebebasan beragama. Mahkamah berpendapat

bahwa Pasal 1 UU Pencegahan Penodaan

Agama adalah bagian tidak terpisahkan dari

maksud perlindungan terhadap hak beragama

warga masyarakat Indonesia sebagaimana

25 Amar Punuan 11K Nomor 140/PUU-VIl/2009, Hal. 294

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

yang terkandung dalam inti UU Pencegahan

Penodaan Agama yakni untuk mencegah

penyalahgunaan dan penodaan agama demi

kerukunan hidup berbangsa dan bernegara.

Oleh sebab itu, Mahkamah berpendapatbahwa

Pasal 1 UU Pencegahan Penodaan Agama

sejalan dengan amanat UUD 1945 yakni

untuk mewujudkan kehidupan berbangsa

dan bernegara yang Iebih baik (the best life

possible) dan karenanya dalil-dalil Pemohon

26
harus dikesampingkan."

Dari kutipan tersebut, ada catatan penting untuk

mendapat perhatian. Pertama, Dengan mengamim

pendapat ahli, KH. Hasyim Muzadi, Mahkarnah yakin

betul bahwa UU Pencegahan Penodaan Agama tidak

ada hubungan dengan kebebasan beragama. Alih­

alih membatasi kebebasan beragama, UU Pencegahan

Penodaan Agama justru untuk melindungi kebebasan

beragama. Benarkah demikian? Penulis tidak sepenuhnya

setuju dengan cara pandang demikian. Baik langsung

maupun tidak langsung, baik secara teoritik-konseptual

maupun dari segi praktek dalam pengadilan, delik

penodaan agama tidak dapat dilepaskan dari kebebasan

beragama.

Dalam kaitan ini, ada semacam kontradiksi dalam

logika Mahkamah. Di satu sisi, MK menolak mengkaitkan

UU Pencegahan Penodaan Agama dengan kebebasan

beragama, namun di sisi lain Mahkam.ah mengajukan

argumen bahwa kebebasan beragama tidaklah mutlak,

dan UU ini merupakan bentuk pembatasan terhadap

kebebasan beragama. Demikian juga dalam berbagai

bagian, Mahkamah senantiasa menyebut berbagai teori

kebebasan beragama.

26 Amar Punuan 11K Nomor 140/PUU-VIl/2009, Hal. 295

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Kedua, salah satu aspek dari argumen MK dalarn

persoalanpenodaanagamaadalahpersoalanindividualisme

dan komunalisme. Kebebasan beragama merupakan

konsep yang lebih dekat dengan hak individu, sedang

konsep penodaan agarna diarahkan untuk melindungi

"hak komunal". Dengan demikian, tidak mengkaitkan

persoalan penodaan agama dengan kebebasan beragama

merupakan cara mengelak dari perbincangan yang lebih

serius. UU Pencegahan Penodaan Agama merupakan

UU yang memang dibuat untuk membatasi kebebasan

seseorang, bukan saja dalarn menyangkut cara

mengekspresikan keyakinan {forum extemum), tapi juga

terkait dengan keyakinan dan penafsiran seseorang alas

agama (forum intenum). Karena itu, yang tidak mutlak

bukan saya forum eksternum, tapi hal-hal yang masuk

kategori forum intemum, seperti soal penafsiran agama,

pun tidak mutlak. Simaklah kutipan berikut:

Walaupun penafsiran keyakinan atas ajaran

agama merupakan bagian dari kebebasan yang

berada pada forum internum, namun penafsiran

tersebut haruslah berkesesuaian dengan pokok­

pokok ajaran agama melalui metodologi yang

benar berdasarkan sumber ajaran agama yang

bersangkutan yaitu kitab suci masing-masing,

sehingga kebebasan melakukan penafsiran

terhadap suatu agama tidak bersifat mutlak

atau absolut. Tafsir yang tidak berdasarkan pada

metodologiyang um um diakui oleh para penganut

agama serta tidak berdasarkan sumber kitab suci

yang bersangkutan akan menimbulkan reaksi

yang mengancam keamanan dan ketertiban

umum apabila dikemukakan atau dilaksanakan

di muka um um. Dalam hal demikianlah menurut

27
Mahkamah pembatasan dapat dilakukan.

27 Amar Purnsan 11K Nomor 140/PUU-VIl/2009, Hal. 288 289.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

MK secara eksplisit mangakui bahwa penafsiran

keyakinan atas ajaran agama merupakan kebebasan

yang berada dalarn wilayah forum internum. Namun, demi

kepentingan komunal dan politik "Ketuhanan Yang Maha

Esa", maka forum internum pun bisa dibataei. Hal ini

berbeda dengan doktrin HAM dan kebebasan beragama

internasional yang melarang intervensi terhadap forum

intemum. Pada wilayah ini, yang perlu dilakukan negara

adalah memberi perlindungan agar hak-hak tersebut

tidak diganggu orang lain. Konsep inilah yang disebut

negative riqhts, yaitu kebebasan dalarn bentuknya yang

negatif, yang terdiri dari unsur "bebas untuk" melakukan

berbagai hal yang bis a membuat manusia menjadi manusia

yang bebas. Hukum moralitas atau nilai-rrilai sosial

yang mengatur tentang larangan melakukan intervensi

mengandung unsur kebebasan negatif. Aturan tersebut

untuk melindungi hak seseorang dari semua bentuk

intervensi yang dapat mengganggu kebebesannye."

Nah, larangan melakukan prosiletisme (penyebaran

agama secara tidak patut) dan penghujatan agama

sebenarnya dalam konteks ini. Kadang-kadang dalam

penyebaran agama dilakukan dengan mengganggu

kebebasan orang lain, sehingga negara perlu melakukan

intervensi dalam bentuk perlindungan kepada pemeluk

agama. Demikian juga larangan penghujatan agama

dimaksudkan untuk melindungi perasaan keagamaan

individu dari kemungkinan dilukai orang lain.

Dengan menghukum proselitisme, sebenarnya negara

melakukan intervensi terhadap kebebasan individu

28 Berbeda d.engan konsep negative rights adalah positive nghcs, acau

kebebasan posttif Kebebasau dalam benmknya yang posmf menekankan pada

perlunya incervensiNrgara uutuk memastikan cerwujudnya sebuah beutuk kebebasan

yang mrnenmkan seseorang unmk bis a mengamr benruk-beutuk kehidupan manusia

yang diinginkan. Jika ndak duakukan iurerveusi, justru kebebasan rtu akan cerancam

Lebih jauh lihac Al Hanif, SH, MA, LL M, H11k11111 dn11 Kdxoasm BemJ$111111 dt

Indonesia, (Yogyakarta: Lebbang Grafika, 2010), Hal. 90-91.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

dalam memanifestasikan agamanya demi melindungi

kebebasan keagamaan orang lain untuk tidak berpindah

agama. Demikian juga, pemberian hukuman pada pelaku

penghujatan agama, merupakan bentuk intervenei

negara terhadap kebebasan berekspresi demi melindungi

29
perasaan keagamaan orang lain.

Ketiga, konsep penodaan agama dikacaukan dengan

penyataan kebencian (hate speech). Untuk menghindari

kesalahpahaman, perlu dirumuskan bahwa penodaan

agama hanya terkait dengan hujatan dan pernyataan

kebencian, sehingga aspek penafsiran keyakinan agama

dikeluarkan dari perbincangan persoalan penodaan

agama. Artinya, seseorang tidak bisa dituduh melakukan

penodaan agama hanya karena persoalan penafsiran

keagamaan, meskipun penafsiran tersebut berbeda,

bahkan menyimpang dari pemahaman kebanyakan orang.

Sayangnya, hal ini tidak ditegaskan MK, bahkan MK

meligitimasi adanya delik penodaan agama yang terkait

dengan tafsir keagamaan. Hal inilah yang seharusnya

menjadi sasaran revisi UU Penodaan Agama. Pembatasan

kebebasan beragama hanya terkait dengan pembatasan

untuk mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan

yang bersifat permusuhan, pelecehan dan terhadap

simbol-simbol suatu agama.

Meskipun Keputusan Mahkamah Konstitusi

merupakan keputusan awal dan akhir, sehingga tidak

ada upaya hukum lain, namun keputusan tersebut tetap

bisa dinilai oleh publik. Eksaminasi publik memang

tidak bisa merubah keputusan hukum, namun paling

tidak bisa memberi sudut pandang tertentu atas putusan

pengadilan. Hal ini penting untuk memberi pendidikan

29 David Llewellyn and H. Victor Conde, "Freedom of Religion or Belief

under International Humanitanan Law", dalam Torr Lindohn, W. Cole Durham

(editor), Faoliwti11g Fmxlo111 o


f Rdigio11 or Belief: A Deskbook, (Oslo: The Norwegian

Centre for Human Rights, 2004), Hal. 160 163.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

kepada masyarakat bahwa putusan pengadilan, termasuk

putusan MK yang dianggap cukup kredibel, tetap saja

terdapat ruang kritik. Keputusan pengadilan bukan

semata sebagai dokumen hukum, tapi juga merupakan

sumber ilmu pengetahuan yang bisa diuji dari sudut

akademik.

Dalam kaitan ini, ada beberapa hal yang bisa

digarisbawahi. Pertama, ruang publik yang di buka

Mahkamah Konstitusi untuk membicarakan persoalan

yang sangat krusial dalam sejarah kehidupan bangsa

Indonesia menyangkut relasi agama dan negara, patut

diberi apresiasi. lnilah forum konstitusional pertama

setelah sekian lama permbicaraan mengenai relasi agama

dan negara nyaris tertutup, atau paling-paling disebut

sambil lalu dalam ruang-r'uang seminar dan dialog televisi.

Melalui forum di MK, semua orang dari berbagai aliran

pemikiran diberi ruang yang sama untuk kembali menilai

persoalan krusial ini . Judicial review ini bukan semata­

mata ruang pengadilan, tapi sekaligus ruang kontestasi

intelektual yang luar biasa. Meski ada tekanan- tekanan

kecil di luar sidang MK, namun hal tersebut tidak

mempengaruhi jalannya persidangan.

Kedua, secara substansial, sebenarnya MKmengakui

adanya persoalan dalam UU Penodaan Agama, baik

menyangkut substansi hukum maupun implementasinya.

Secara substansi, meskipun UU yang dijudicial review ini

terkait dengan penodaan agama, namun di dalamnyajuga

menjadi sumber diskrirninasi bagi penganut agama dan

keyakinan di luar enam agama yang dianggap "res mi".

Dalam irnpelementasinya, MK juga mengakui bahwa UU

Penodaan agama sering digunakan secara tidak tepat.

Namun, karena MK hanya menguji norma hukumnya,

maka soal implementasi ini tidak bisa menjadi dalil untuk

membatalkan UU Penodaan Agama.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Ketiga, kalangan legislatif semestinya segera

menangkap pesan dalam putusan MK untuk memperbaiki

UU Penodaan Agama. Meski delik penodaan agarna tidak

bisa dihilangkan, namun adanya UU yang memastikan

bahwa UU ini tidak eksesif dan bisa diterapkan secara

semena-mena menjadi hal yang sangat penting. Diakui

atau tidak, UU Penodaan Agama sering diirnplementasikan

dengan melanggar hak asasi manusia, terutama terkait

dengan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan

yang dijarnin secara tegas dalam konstitusi. Sayangnya,

kalangan legislatif tidak pernah merespon persoalan ini

dengan mempersiapkan perbaikan UU tersebut, yang

muncul justru wacana pembuatan UU Kerukunan Umat

Beragama (KUB) yang bisa lebih represif dibanding UU No.

l/PNPS/1965.

lmplementasi Pasal Penodaan Agama Pasca

Penetapan Kembali oleh Ml(

ada bagian ini, penulis akan menguraikan

sejumlah kasus yang para pelakunya dijerat

P dengan pasal penodaan agama (pasal 156a KUHPJ.

Kasus-kasus yang diuraikan di sini adalah peristiwa yang

terjadi dan sudah divonis pengadilan, meski sebagian

belum berkekuatan hukum tetap karena masih ada upaya

hukum, seperti banding dan kasasi.

1. Kr:im.inalisasi terhadap Tajul Muluk di

Sam.pang

Tajul Muluk adalah Pimpinan Syiah Sampang

Madura. Pada 12 Juli 2012 lalu, dia dijatuhi

hukuman dua (2) tahun penjara oleh Pengadilan

Negeri Sampang karena dianggap terbukti secara

sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 156a

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

KUHP, yakni melakukan penodaan agam.a Islam.

Sebelumnya Tajul Muluk harus menerima intimidasi

luar biasa. Dia diusir dari kampung halamannya,

rumah pengikutnya dibakar, ditangkap polisi dan

dijebloskan dalarn penjara.

Sebelum penangkapan dan pengadilan

terhadap Tajul Muluk, telah terjadi serangkaian

peristiwa yang dapat diuraikan secara kronologia."

Kasus kekerasan terhadap Jamaah

Dusun Nangkrenang, Karang Gayam, Omben,

Sampang sebenarnya sudah berlangsung sejak

2004. Semakin lama eskalasi ketegangan dalarn

masyarakat terus meningkat akibat pernyataan

kebencian yang terus dilakukan oleh tokoh- tokoh

setempat. Puncak dari seluruh ketegangan itu

terjadi pada 29 Desember 2 0 1 1 ketika rumah ketua

lkatan Jamaah Ahl al-Bait (!JABii, Tajul Muluk,

beserta dengan dua rumah Jamaah Syiah lainnya

dan Mushalla yang digunakan sebagai sarana

peribadatan, dibakar oleh 500-an orang. Aksi

pembakaran ini sebenarnya merupakan yang kedua

kalinya dalam bulan Desember 2 0 1 1 . Sebelumnya,

aksi pembakaran rumah Jamaah Syiah juga terjadi

di Desa Blu'uran, Karang Penang, Sampang pada 17

Desember 2011. Sebelumnya, pada Oktober 2009,

serangan serupa terhadap Jamaah Syiah sebenarnya

sudah terjadi. Pada saat itu, massa sudah siap

menyerang komunitas Syiah di Dusun Nangkrenang,

tapi gagal. Ancaman serangan kembali kembali

pada 4 April 2011, ketika Jamaah Syiah hendak

memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

30 Kronologi yang dirujuk dr suii berdasar nlis yang dJ.keluarkan Pokja

Aliansi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKBB) Jawa Timur pada 25 Juni

2012

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Setelah meneruna tindakan kekerasan dan

intimidasi sedemikian rupa, Tajul Muluk justru

dilaporkan oleh Roisul Hukarna, yang juga adik

kandungnya, ke Kepolisian Sektor Omben atas

tuduhan Penodaan Agama (pasal 156a KUHP jo. 335

KUHP). Serangkaian peristiwa setelah pembakaran

pada 29 Desember 2 0 1 1 yang menyertai itu semua

dapat diuraikan dalam kronologi berikut:

1. 1 Januari 2012 MUI Sampang yang diketuai

KH. Bukhari Mak.sum mengeluarkan fatwa

penyesatan ajaran Tajul Muluk. Fatwa inilah

yang pada akhirnya menjadi rujukan atas

penahan dan pengadilan terhadap Tajul Muluk

oleh Pengadilan Negeri Sampang. Di dalam fatwa

tersebutjuga tidak dijelaskan secararinci ten tang

ajaran Tajul Muluk yang dianggap sesat. Fatwa

tersebut hanya mengatakan bahwa ajaran Tajul

Muluk sesat dan menyesatkan, tanpa menunjuk

kesesatan yang dimaksud.

2. 3 Januari 2012 Roisul Hukama, adik kandung

Tajul Muluk, melaporkan Tajul Muluk kepada

Polres Sampang atas tuduhan penodaan agama

(156a) dan perbuatan tidak menyenangkan

(pasal 335 ayat 1 KUHPJ. Laporan tersebut

diregistrasi nomor LP/03/1/2012/Polres,

yang kemudian ditindaklanjuti dengan

dikeluarkannya Surat Perintah Penyelidikan

nomor: Sp.Sidik/47 / 1/ 1012/Ditreskrirnum

tanggal 27 Januari 2 0 1 2 . Satu bulan kemudian,

1 Maret 2012, Tajul Muluk didampingi kuasa

hukumnya, Otman Ralibi memenuhi panggilan

dalam pemeriksaan saksi di Polda Jatim.

3. 15 Maret 2 0 1 2 , Polda Jatim mengadakan gelar

perkara terkait tuduhan penodaan agama Tajul

Muluk. Pelbagai pihak hadir dalam gelar perkara

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

tersebut, diantaranya utusan Kejaksaan Tinggi

Jatim, anggota Polres Sampang, dan perwakilan

Kejaksaan Negeri Sampang. Bersamaan dengan

gelar perkara tersebut, Penyidik Polda Jatim

mengeluarkan Surat Penetapan Tersangka

terhadap Tajul Muluk denganjeratan pasal 156a

KUHP tentang penodaan agarna, dan pasal 335

KUH P ten tang perbuatan tidak menyenangkan.

Sehari berikutnya penyidik mulai memeriksa

saksi-saksi yang memberatkan.

4. 26 Maret 2012, pengacara Tajul Muluk dan

beberapa aktifis lembaga non-pemerintah

melakukan pertemuan dengan Kapolda Jatim

untuk mencari solusi dan agar kasus ini tidak

dilanjutkan. Dalam pertemuan tersebut, Kapolda

Jatim mengatakan, kasus tru sebenarnya

tidak bisa dilanjutkan ke pengadilan karena

perbuatan Tajul Muluk tidak memenuhi unsur

yang bisa dijerat dengan pasal 156a dan pasal

335 KUHP. Namun berdasarkan keterangan

Kapolda Jatirn, Bupati Sampang sering datang

ke Polda untuk memaksa penyidik agar kasus

ini terus dilanjutkan. Bahkan, Bupati Sampang

mendatangi kantor Polda sambil marah dan

memaksa kasus 1n1 terus dilanjutkan ke

pengadilan.

5. 28 Maret 2 0 1 2 , Tajul Muluk memenuhi panggilan

pemeriksaan dirinya sebagai tersangka. Dengan

pertimbangan bahwa Tajul Muluk selama ini

kooperatif dan tidakmenghilangkan barang bukti,

maka penyidik Polda Jatirn tidak melakukan

penahanan terhadap dirinya.

6. 5 April 2012, Berkas Perkara Tajul Muluk

dilimpahkan oleh Penyidik ( Polda Jatim)

kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

dikonsultasikan terlebih dahulu. Lima hari

kemudian, 10 April, Berkas Perkara Tajul Muluk

dinyatakan telah memenuhi syarat lengkap

( P - 2 1 ) oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

7. 12 April 2012, Berkas Perkara Tajul Muluk

dilimpahkan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur

kepada Kejaksaan Negeri Sampang. Bersamaan

dengan pelimpahan berkas perkara tersebut,

Kejaksaan Negeri Sampang mengeluarkan Surat

Perintah Penahanan terhadap Tajul Muluk. Tajul

Muluk sendiri akhirnya ditahan oleh Kejaksaan

Negeri Sampang karena pihak Kejaksaan Negeri

khawatir Tajul Muluk kabur dari Madura. Di

dalam tahanan Tajul Muluk mendapatkan

intimidasi dan teror oleh napi-napi lainnya. la

sempat diancam akan dibunuh oleh napi lain

jika berani macam-macam. "Kalau dia berani

macam-macam diaini, kugorok lehernya," ujar

salah satu Napi yang tidak mau disebutkan

namanya. Selain itu, sel di mana Tajul ditahan

juga dilempari batu oleh napi lainnya.

8. 24April2012,sidangperdanadigelardiPengadilan

Negeri Sampang, dan vonis dijatuhkan pada 12

Juli 2 0 1 2 . Dengan demikian, proses perjalanan

sidang berlangsung sekitar dua bulan.

Dalam Serita Acara Pemeriksaan (BAP)

penyidik yang menjadi dasar surat dakwaan Jaksa

Penuntut Umum, Tajul Muluk dituduh berpendapat

dan melakukan sejumlah tindakan yang diindikasi

sebagai tindak pidana sebagai berikut:

a. Kitab suci al-Qur'an yang ada di tangan

kaum muslimin saat ini tidak otentik

dengan mengistilahkan aqidat tahrif al­

Qur'an. al-Qur'an otentik sedang dibawa

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

oleh Imam Mahdi al-Murtadayang sekarang

ini gaib.

b. Kedua kalimat syahadat yang ditambah

dan diubah menjadi asyhadu an la ildha

illalldh, wa asyhadu anna Muhammad

al-rasillulldh, wa asyhadu anna 'Aliyyan

waliyulldh wa asyhadu anna 'Aliyyan

hujjatulldh

c. Wajib mengkafirkan sahabat-sahabat,

para mertua serta beberapa istri Nabi

Muhammad SAW.

d. Wajib berbohong atau ber-taqiyah terhadap

kaum mualimin ahlul sunnah wal-jamaah

e. Rukun Islam ada 8: shalat, puasa, zakat,

khumus, haji, amar makruf nahi munkar,

jihad dan al-wildyah

f. Rukun iman ada 5: tauhidulldh/

ma'nfatulldh; an-nubuwwah(kenabian); al­

imiimah (kepemimpinan); al-'adl (keadilan

Tuhan); al-ma' dd (hari pembalasan).

Alas perbuatannya tersebut, Tajul Muluk

dianggap telah meresahkan masyarakat dan

didakwa melalui sejumlah pasal yang disusun

secara alternatif, yaitu pasal 156a KUHP tentang

penodaan agama dan didakwa melanggar pasal 335

ayat 1 tentang larangan memaksa orang lain dan

perbuatan tidak menyenangkan.

Setelah melalui proses persidangan, majlis

hakirn berkesimpulan bahwa tidak semua tuduhan

tersebut dapat dibuktikan di depan pengadilan.

Beberapa tuduhan yang menurut hakirn tak dapat

dibuktikan antara lain:

• Ajaranduakalimatsyahadatyangditambah

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

sebagaimana dalam dakwaan, majelis

hakim memandang tidak cukup bukti,

mengingat hal tersebut hanya didasarkan

pada keterangan satu orang saksi, yaitu

Roisul Hukama, dan saksi tersebut tidak

disumpah dan tidak memenuhi ketentutan

minimum dua alat bukti.

• Mengenai taqiyahsebagaimanaditerangkan

oleh saksi Hasyirn dan saksi Matsurah

membenarkan adanya ajaran taqiyah

Namun, taqiyah di sini bukan bermakna

bohong sebagaimana dalam dakwaan

penuntut umum.

• Mengenai rukun iman 5 dan rukun Islam

8 najelis hakim sependapat dengan saksi

Ahli Dr. Zaenal Abidin Bagir MA, Dr. Umar

Shahab MA, Prof. Dr. Zainun Kamal, MA

yang pada pokoknya menyatakan, 5 rukun

Iman dan 8 rukun Islam secara substansi

ada kesamaan dengan rum usan rukun

Islam dan rukun iman yang dikenal oleh

secara umum umat Islam di Indonesia.

Perbedaan jumlah tersebut lebih pada

perbedaan pandangan dan tafsir atas al­

Our'an dan hadits.

Dengan demikian, satu-satunya tuduhan yang

tersisa adalah soal otentisitas al-Qur'an. Dalam hal

ini, majelis hakim berpendapat bahwa tuduhan

tersebut terbukti berdasar keterangan saksi di

depan pengadilan. Dalam kaitan ini, keterangan

saksi yang berbeda antara saksi yang diajukan

penuntut umum dan saksi yang diajukan penasehat

hukum. Meski terdakwamengajukan sejumlah saksi

yang membantah tuduhan tersebut, tapi majelis

hakim menolak karena saksi yang diajukan adalah

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

saudara kandung dan pengikut terdakwa, sehingga

keterangannya tidak dapat diterima. Karena itu.

majelis hakim lebih melihat kebenaran pada saksi

yang diejukan penuntut um um.

Di samping keterangan saksi, alat bukti

yang menjadi pertimbangan penting hakim adalah:

1) Fatwa MUI kabupaten Sampang No: A-035/

MUI/SPG/I/202 tanggal 1 Januari 2012 yang

menyatakan ajaran Tajul Muluk sesat menyesatkan

dan merupakan penistaan dan penodaan agama

Islam; 2) Pernyataan sikap PCNU Sampang No :

2 5 5 / E C / A : / I,- 3 6 / 1 / 1 0 2 tanggal 2 Januari 2012

yang pada pokoknya, menyatakan ajaran Tajul

Muluk adalah sesat dan menyesatkan, serta sebagai

tindakan penistaan agama yang dapat menimbulkan

keresahan yang ada di masyarakat, dan mendukung

fatwa MUI kabupaten Sampang pada tanggal 1

januari 2 0 1 2 .

Dalam diktum menimbang, majelis hakirn

menyebutkan beberapa hal: 1) perbuatan terdakwa

menyampaikan atau mengajarkan bahwa al-Qur'an

yang diajarkan sekarang tidak otentik, Majelis

memandang bahwa perbuatan terdakwa tersebut

secara jelas merendahkan, mengotori dan merusak

keanggunan al-Qur'an; 2) al-Qur'an sebagai kitab

suci adalah simbol agama, sehingga perbuatan

yang dipandang merendahkan, mengotori dan

merusak keanggunan al-Qur'an dengan sendirinya

merupakan perbuatan yang menodai agama Islam;

3) Islam merupakan salah satu agama yang dipeluk

oleh penduduk Indonesia dan diberikan jaminan

serta perlindungan sebagaimana disebutkan dalam

penetapan Presiden No: 1 / MPR/ 1965 ten tang

pencegahan penyalahgunaan atau penodaan

terhadap agama.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Berdasar pertimbangan dan keterangan

saksi, maka hakim sampai pada keyakinan bahwa

Tajul Muluk secara sah dan menyakinkan sudah

melakukan tindak pidana penodaan agama, dan

dijatuhi hukuman dua tahun penjara dipotong masa

tahanan.

Berdasar uraian tersebut dapat disimpulkan,

dari sekian banyak tuduhan penodaan agama yang

dituduhkan pada Tajul Muluk, majelis hakim tidak

menemukan bukti yang dianggap kuat, kecuali

dalarn tuduhan mengatakan al-Qur'an dianggap

tidak otentik. Dengan demikian, yang divonis bukan

elemen-elemen keyakinan Syiah. S ubstansi persoalan

yang divonis sebagai penodaan agama menyangkut

al-Qur'an sebenarnya sudah lama menjadi diskursus

dalarn sejarah pembukuan al-Qur'an pada masa

Khalifah Usman bin Affan. Hal ini bukan hanya

menjadi kajian kalangan Syiah, tapi kajian para

peminat sejarah al-Qur'an. Bahkan, sampai adayang

berpendapat bahwa ada bagian ayat al-Qur'an yang

ikut terbakar sebelum sempat dimasukkan dalam

rasm Usmani. Meski demikian, para ahli sejarah al­

Qur'an tidak sarnpai memperdebatkan otentisitas al­

Qur'an, karena semua orang Islam menyakini bahwa

al-Qur'an adalah otentik karena wahyu Tuhan.

Namun demikian, sejarah pembukuan al-Qur'an

merupakan wilayah manusiawi yang bisa dikritik.

Penyebutan kata "al-Qur'an tidak otentik" memang

potensial disalahpahami dan bisa menimbulkan

kemarahan. Namun, dari dokumen yang tersedia,

penyebutan "al-Qur'an tidak otentik" bukan bahasa

yang digunakan Tajul Muluk, tapi lebih merupakan

bahasa yang digunakan kelompok yang kontra.

Secara sosiologis, keputusan majelis hakim

lebih merupakan upaya untuk meredam kemaraham

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

massa yang telah membakar pesantren dan pengikut

Syiah. Mereka sebenarnya tidak terlalu peduli

dengan menggunakan pasal apa, yang penting Tajul

Muluk dijebloskan dalam penjara. Karena itu, tidak

berlebihan kalau vonis ini, sekali lagi sekedar ingin

memenuhi selera massa yang tarnpak mayoritas.

Paska vonis 2 tahun Tajul Muluk, beberapa

pakar hukum dan akademisi melakukan eksaminasi

publik di Yogyakarta pada 10 September 2012

alas putusan No. 69/Pid.B/2012/PN.Spg yang

31
dikeluarkan Pengadilan Negeri Sampang. Para

eksaminator menemukan beberapa pelanggaran

dalarn proses penyidikan dan persidangan Tajul

Muluk dengan beberapa kesirnpulan sebagai

berikut:

Pertama, pada tahap penyidikan dan

penuntutan dalarn perkara Tajul Muluk telah

terjadi pelanggaran ketentuan hukum formil. Hal ini

berdasarkan tiga fakta hukum yang ditemukan tirn

eksaminator, antara lain:

1) Majlis hakim menggunakan saksi a charge

yang notabenenya tidak mampu berbahasa

Indonesia dengan baik clan benar, namun

pada kedua tahap terse but tetap dipaksakan

dan tanpa dibantu dengan penterjemah

resrru.

2) Dalam Serita Acara Pemeriksaan (BAP),

banyak saksi yang tidak bisa membaca/

menulis huruf latin, namun mereka

diperiksa dan dibuatkan BAP dalam bahasa

31 Para eksami.nator in, berjumlah lima (5) orang, antara lam: Hi.fdzil Alim

(PUKAT UGM), Zahn, Arqom (Advokat UGM), SupriyadJ. (Dosen Hukum UGM

), Muh. Arif Setiawan (Dosen Hukum UII), Sahlan Said (Manrau Hakim dan Dosen

UGM).

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Indonesia, tanpa didampingi penterjemah

resrni yang bersertifikat dan disumpah.

Hal yang sarna juga ditemui dalam BAP

penyidikan saksi a charge Hozeiri, Funari,

Ummu Kultsum, dan Sanirna, meski

mereka bisa tanda tangan, karena bagian

penutup pemeriksaannya hampir sama

dengan Munai, meski tidak disebut bahasa

yang dimengerti saksi itu apa, kalau dalarn

BAP Munai disebut bahasa Madura.

3) Pencantuman uraran peristiwa dalam

Dakwaan Kesatu dan Dakwaan Kedua

tern ya ta "identik'', padahal unsur- unsur

pidana dalam Pasal 156 a KUHP (Dakwaan

Kesatu) dengan Pasal 335 KUH P ( Dakwaan

Kedua) adalah berbeda, sehingga Surat

Dakwaan tidak memenuhi syarat materiil

Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, makna

"jelas" clan "lengkap", bahwa terhadap hal

terse but Penasihat H ukum Terdakwa sudah

mengajukan Eksepsi, namun Majelis Hakim

32
menolaknya dalam Putusan Sela.

Kedua, pada tahap persidangan perkara Tajul

Muluk telah terjadi pelanggaran ketentuan hukum

formil. Hal ini dikuatkan dengan temuan hukum

tim eksaminator, antara lain:

I) Sikap inkonsistensi hakim dalam menilai

alat bukti perkara Tajul Muluk selama

persidangan. Dalam persidangan Tajul

Muluk, majlis hakim mengabaikan

keterangan saksi-saksi yang menguatkan

Tajul Muluk dan Iebih mendengar

32 Naskah HasilEksaminast Purnsan Nomor: 69/PID.B/2012/PN SPG,

Hal. 21-22

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

saksi-saksi yang diajukan Penuntut

Umum. Padahal, saksi-saksi Tajul

Muluk menerangkan sebaliknya, bahwa

mereka tidak pernah mengetahui atau

mendengar Tajul Muluk mengajarkan atau

menyampaikan ajaran yang bertentangan

dengan ajaran Islam pada umumnya.

2) Selarna persidangan, majlis hakim tidak

tepat dalam menilai alat bukti al-Qur'an.

Misalnya dalam alinea ke-2 halarnan 88

Putusan Akhir yang mempertirnbangkan

keterangan saksi yang tidak disumpah

adalah lemah dan kurang tepat. Pasalnya,

terdapat 3 (tiga) hal berbeda yakni bahwa

al-Qur'an tidak identik; al-Qur'an dirubah

oleh sahabat dan yang merubah Usman

BinAffan; dan al-Qur'an tidak asli sehingga

tidak dapat dipersarnakan, satu dan lain

keterangan Terdakwa dan Saksi-saksi ade

charge menerangkan yang sebaliknya. Hal

tersebut sesuai dengan Pasal 185 ayat (4)

dan (6) KUHAP.''

Ketiga, pada tahap persidangan majlis hakim

telah melakukan pelanggaran hukum materiil Hal

ini bisa dilihat dalam enam pelanggaran, antara

lain:

1) Majlis hakim mengabaikan prmsip

Straftoemating. Putusan majelis hakim abai

alas prosedur dan pedoman vonis pidana,

atau prinsip "straftoemeting'. Dalam hal ini

Tajul Muluk dinyatakan oleh majlis hakirn

33 Naskah HasilEksaminast Purnsan Nomor: 69/PID.B/2012/PN SPG,

Hal. 22-25

Mengelola Toieransi dw1 Kebebasw1 Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

secara sah dan meyakinkan melanggar

Pasal l 56a KUH P dan menjatuhkan vonis 2

(dua) tahun kepada Tajul Muluk. Padahal,

eksistensi Pasal l 56a KUH P tidak dapat

dilepaskan dari Undang-Undang No. 1/

PNPS/1965, karena munculnya Pasal 156a

KUHPtersebutsebenarnyaditambahkanoleh

Pasal 4 Undang-Undang No. l/PNPS/1965.

Alih-alih mengikuti pedoman dan prosedur

penerapan (straftoemeting), majlis hakim

dalam pertimbangan hukumnya justru

mendasarkan pada penafsiran individual

dari beberapa saksi, termasuk Fatwa MUI

Kabupaten Sampang dan Surat Pernyataan

Sikap PCNU Kabupaten Sampang, untuk

menilai dan menghakimi ajaran yang

disampaikan oleh Tajul Muluk. Akibatnya,

vonis dijatuhkan sebelum dilakukannya

prosedur peringatan, sebagaimana Pasal 2

dan 3 Undang-Undang No. l/PNPS/1965

oleh Pemerintah terhadap Terdakwa Tajul

Muluk. Secara otomatis , Dakwaan Kesatu

yang Pasal 156a KUHP adalah prematur

dan seharusnya Majelis Hakim menyatakan

Surat Dakwaan JPU batal demi hukum.

2) Majlis Hakim abai atas prinsip hukum

beyond reasonable doubt dalam memutus

perkara Tajul Muluk. Keterangan ahli dalam

persidangan sangat ekstrem mengenai

Syiah dan Sunni. Jika hakim dalam

memperhatikan keterangan ahli menangkap

keterangan yang memang sangat berbeda

antara ahli JPU (sangat mendukung Sunni

yang mayoritas). Maka jika hakim masih

ragu dapat menghadirkan ahli lain. Dalam

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

asas beyond reasonable doubt, tidak boleh

ada sedikitpun keraguan di dalarn diri

hakim untuk memutus.

3) Majlis hakim tidak mempertirnbangkan

keterangan saksi yang sifatnya netral.

Berdasarkan keterangan yang diberikan

di persidangan, sebagian besar saksi-saksi

yang dihadirkan merupakan penganu taliran

yang dipertentangkan. Namun, terdapat

saksiZulhan merupakan saksiyang sifatnya

netral seharus dipertimbangkan. Saksi

Zulhan merupakan penganut Sunni, yang

menyatakan terdakwa berperangai baik dan

tidak mengajarkan kesesatan sebagaimana

yang didakwakan padanya. Selain Zulhan,

saksi H. Rudi Setiady, SE. MM (Kepala

Bakesbangpol) juga merupakan saksi

yang seharusnya dipertimbangkan oleh

hakim. Saksi menyatakan sesuai dengan

tugasnya pernah melakukan kajian dalam

kasus ini bahwa kasus ini merupakan

permasalahan pribadi antara terdakwa

dengan adiknya kemudian dikemas dalam

bentuk perseteruan Syiah dan Sunni.

4) Majlis hakim tidak mempertirnbangkan

keterangan Ahli DR. Zainal Abidin Bagir,

M.A. dan DR. Umar Shabab MA. Ahli Zainal

Abidin Bagir menyatakan bahwa pada

tahun 2005, ulama dari berbagai dunia

termasuk Indonesia menyatakan dua

hal bahwa pengikut Syiah juga termasuk

muslim dan bahwa terkait percaya Imam

12 yang penting masih percaya pada Allah,

Nabi dan al-Qur'an. Ahli Umar Shahab

menyatakan bahwa dari buku Quraish

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Shihab dinyatakan bahwa rukun iman dan

islarn baik Syiah dan Sunni berbeda hanya

pada rumusannya saja.

5) Hakim hanya mempertimbangkan 2 ajaran

dari 7 ajaran yang didakwakan jaksa yaitu

al-Qur'an tidak orisinil dan rukun islarn

dan rukun imannya berbeda.

6) Hakim tidakmempertimbangkanketerangan

terdakwa sebagai salah satu alat bukti. Hal

ini tentu saja bertentangan dengan Pasal

184 KU HAP. Dalam keterangannya terdakwa

menyatakan tidak pernah mengajarkan

ajaran sesat dan dengan menggunakan al­

Qur'an yang sudah dirubah. al-Qur'an yang

digunakan adalah sama dengan al-Qur'an

34
yang dipakai umat Islam.

Dengan demikian, majelis hakim dalam perkara

Tajul Muluk telah melakukan pelanggaran terhadap

hukum formil maupun materiL Berdasarkan hasil

eksaminasi di alas diketahui bahwa beberapa saksi

yang menguatkan Tajul Muluk, keterangan terdakwa,

alat bukti surat yakni al-Qur'an, keterangan ahli,

kesemuanya seharusnya menjadi alat bukti yang

seharusnya dipertirnbangkan hakim. Sehingga,

terdakwa Tajul Muluk seharusnya dinyatakan be bas.

Begitu juga, dalam proses Banding, Pengadilan

Tinggi dapat memerintahkan Pengadilan Negeri

Sampang untuk memeriksa saksi-saksi lain yang

bersifat netral. Terakhir, Komisi Yudisial (KY) dapat

melakukan pemeriksaan terhadap majelis hakim

yang memeriksa dan memutus perkara ini karena

kekeliruan majelis hakim dapat menciderai harkat

dan martabat hakim.

34 Naskah HasilEksaminast Purnsan Nomor: 69/PID.B/2012/PN SPG,

Hal 25 28

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Sampai hari ini, nasib tragis masih terus

membayangi Tajul Muluk, upaya bandingnya

berbuah 4 tahun penjara. Pasalnya, majelis hakirn

Pengadilan Tinggi Jawa Timur menarnbah hukuman

empat tahun penjara terhadap pemimpin Syiah

Sampang Tajul Muluk. Merespon tragedi ini, Tajul

Muluk bersama beberapa aktivis dan korban kasus

penodaan agama yang lain mengajukan permohonan

ujimateri (judicial review)pada Mahkamah Konstitusi

terhadap pasal 4 Undang-Undang Pencegahan

Penodaan Agama dan pasal 156a KUHP, karena

dianggap mudah menjerat kelompok minoritas

mendapat tindak pidana atas penodaan agama.

Proses uji materi (judicial review) masih berlangsung

dan sampai tulisan ini diturunkan belum ada

keputusan diterima atau ditolak.

2. Mengadili Antonius Riclunond Bawengan di

Temanggung

Peristiwa pengadilan terhadap Antonius

Richmond Bawengan yang didakwa sebagai pelaku

penodaan agama dilakukan di Pengadilan Negeri

Temanggung Jawa Tengah. Antonius Richmond

Bawengan sendiri adalah pemilik KTP Jakarta yang

sedang mengunjungi tempat saudaranya di Dusun

Kenalan, Desa/ Kecamatan Kranggan, Temanggung

pada 23 Oktober 2 0 1 0 . Di sela-sela kunjungannya,

Antonius membagikan selebaran yang dianggap

menista agama tertentu. Tiga selebaran itu

berukuran kertas folio dan dibagi tiga kolom. Masing­

masing berjudul "Bencana Malapetaka Kecelakaan

(Selamatkan Diri Dari Da.ijal), "Tiga Sponsor-Tiga

Agenda-Tiga Hasil" dan "Putusan Hakim Bebas".

lei ketiga selebaran itu pada dasarnya merupakan

kritik pada kondisi masyarakat saat ini. Tak hanya

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

mengkritik ajaran Islam, dalam ketiga selebaran itu

35
juga mengkritik agama Nasrani.

Dalam halaman muka selebaran berjudul "Tiga

Sponsor-Tiga Agenda-Tiga Hasil" misalnya, terdapat

gambar tiga agama. Gambar bintang segi enam yang

dikenal sebagai sirnbol agama Yahudi, gambar Yes us

sebagai simbol Nasrani dan gambar bulan sabit

dengan bintang di tengahnya sebagai sirnbol Islam.

Selebaran yang lain, berjudul "Bencana Malapetaka

Kecelakaan ( Selamatkan Diri Dari Dajjal), di halaman

depannya tertulis malapetaka saat ini di antaranya

adalah bencana tsunami, gempa, banjir dan lain

36
sebagaianya.

Adapun dua buku yang disebarkan terdakwa,

masing-masing berjudul "Ya Tuhanku, Tertipu

Aku!" yang terdiri dari 60 halaman dan "Saudaraku

Perlukah Sponsor" yang terdiri dari 35 halaman.

Keduanya merupakan buku saku dengan isi yang

takjauh berbeda dengan tiga selebaran sebelumnya.

Baik pada selebaran dan buku, banyak dikutip

ayat-ayat al-Qur'an dan Injil, untuk menguatkan

37
kritik terhadap agama-agama tertentu. Di dalam

pamflet itu, misalnya, dinyatakan bahwa Allah dan

Nabi Muhammad adalah pembohong Umat Islam

yang shalat Jum'at di masjid dianggap sama dengan

menyembah dewa Bulan karena di atas kubah

masjid terdapat lambang bulan-bintang. Selebaran

35 "Antonius, Wiraswasta yang Didakwa Menistakan Agama", http //

na sio nal inilah. com Iread/ de tail/ 122 0892 I an to 111us -wiraswas ta -yang-didakwa­

menis takan agama, diunduh 29 September 2012

36 "lni Is1 Tiga Selebaran clan Buku Bawengan", htq:,:/ /berita-lokal.lintas.

mr/ go/tempointeraktif com/ 111i-ui-nga-selebaran dan-buku bawrngan _l/ l I,

dmnduh 29 September 2012

37 "lni lsi Tiga Selebaran dan Buku Bawengan", ht1p://www.tempo.co/

read/news/201 l/02/09/078312312/lni-lsi Tiga Selebaran dan-Buku Bawengan,

diunduh 30 September 2012

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

ini sampai di tangan warga muslim. Warga bernama

Bambang Suryoko kemudian melaporkannya kepada

Ketua RT setempat, Fakhrurozi dan dilanjutkan

laporan ke poliei.

Selebaran 1n1 juga menymggtmg pemeluk

agama Kristen. Sebab, selebaran Antonius berisi

pernyataan yang bersifat anti-Maria. Anti-Maria

merupakan pengingkaran iman Katolik, dan

pengingkaran ini dilakukan dengan menggunakan

dalil dari al-Qur'an. "Provokasi yang dilakukan

Antonius itu sangat merugikan iman Katolik dan

juga iman saudara kami yang muslim," kata Romo

Aloysius Budi Purnomo, seorang tokoh Katolik di

Semarang. Namun, gereja Katolik setempat tidak

ikut melaporkan permasalahan ini kepada polisi."

Antonius kemudian ditahan per 23 Oktober

2010. Setelah itu, ia melalui persidangan sampai

divonispadatangga108 Februari201 l . Sejak.Januari,

Andreas menjalani sidang selama 3 kali: 20 Januari,

27 Januari, dan 08 Februari 2011. Sidang yang

disebut terakhir ini merupakan sidang pembacaan

tuntutan oleh jaksa. Sebelum sidang pembacaan

vonis, pada sidang sebelumnya terdakwajuga diburu

massa. Waktu itu ia dikejar dan dipukuli sejumlah

massa yang mengenakan atribut organisasi massa

Islam. Aksi ini terus berlanjut sampai terdakwa

39
dimasukkan ke dalam mobil tahanan. Dalam

kesempatan ini, polisi berkali-kali mengeluarkan

tembakan peringatan ke udara karena kalah jumlah

38 Di Temanggung, Antonius Juga Lecehkan Kacohk, ht1p://nasio11al

news.viva.co.1d/news/read/203558 anconius-dan-perusakan gereja di temanggung,

dmnduh pada 30 September 2012

39 "Violence at blasphemy malm Central Java", hup:/ /www.rhejakartapost

com/ uews/ 20 l 1 /02/08/violence-blasphl"my-mal-central java. html, dumduh pada

30 September 2012

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

dengan massa. Massa bertindak demikian karena

menurut mereka Antonius sengaja menyebarkan

selebaran di Desa Kranggan untuk menista agama,

teru tam a agama Islam.

Karenanya, tidak heran, jika aparat bersiaga

menjaga sidang terakhir, sidang pembacaan vonis.

Vonis maksirnum yang dijatuhkan kepada terdakwa

ternyata tidak memuaskan massa yang kemudian

meluruk pengadilan."? Aparat bersiaga penuh tetapi

tampak kewalahan. Sekitar 640 personel keamanan

yang terjun untuk mengamankan sidang ini. Mereka,

kata Brigjen Ketut, juga di back-up oleh Polda Jawa

Tengah.

Jaksa Siti Manahim pada sidang hari Selasa

membaca tuntutan hukuman 5 tahun penjara

kepada terdakwa yang dianggap melakukan

penistaan agama sebagaimana tertera dalam pasal

156a KUHP. Ketika Hakim Dwi Dayanto hendak

mengetuk palu, pengunjung mengamuk, meminta

Andreas dihukumseberat-beratnya. Merekalangs ung

menyerbu terdakwa. Begitu terdakwa berhasil

diamankan dengan mobil barracuda, massa yang

berada di luar pengadilan melakukan pelampiasan

dengan melempar batu ke bangunan pengadilan.

Kondisi menjadi tidak terkendali ketika semakin

banyak massa merapat ke gedung pengadilan dan

melakukan pembakaran. Akibatnya, kaca jendela

pecah dan sebagian tembok PN Temanggung rusak.

satu truk dalmas yang berada di dekat pengadilan

41
dibakar.

40 "Islamic Hard-Lrnen Attack Court and Churches in Indonesia", http I I

www nytimes.com/2011/02/09/world/ asia/Oeindcnesia.hrml, diunduh pada 30

September 2012

41 "Temanggung Terusik Anarkr'', hnp://www.ancaranews.com/

news/245485/temanggung-cerusik-anarki, diunduh l Oktober 2012_

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Menjelang siang, ratusan personil Brimob

(Brigade Mobil) memaksa massa mundur ke luar

arena pengadilan. Massa yang masih tersulut emosi

kemudian mencari sasaran lain: Gereja Bethel

Indonesia dan Gereja Pantekosta. Sebuah sekolah

di kompleks Gereja Bethel juga dibakar Gereja

Santo Petrus turut menjadi sasaran. Sasaran amuk

massa masih bertarnbah, kantor polisi di dekat

pengadilan. Palisi baru berhasil menguasai situasi

pada pukul dua belas siang. Konsentrasi massa

sudah tidak ada, dan hanya tersisa batu-batu di PN

Temanggung. Palisi kemudian memblokade jalan

menunju Temanggung untuk menutup masuknya

massa dari luar Temanggung.

Mendengar kerusuhan irri, tak kurang PGI,

KWI, MUI Pusat, dan MUI Jawa Tengah mengutuk

kejadian ini dan meminta aparat mengusut tuntas

pelakunya. PGI melalui Pendeta Andreas Yewangoe

meminta umat Kristiani tenang dan tidak membalas

aksi massa dan meminta agar aparat betul-betul

menjaga keamanan. "Jangan biarkan kewibawaan

negara dikuasai sekelompok orang. Ini bisa

menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat.

Menjaga keamanan adalah tugas kepolisian," terang

Pdt Yewangoe. Yewangoejuga menyayangkan massa

yang bertindak rusuh padahal prosedur hukum

yang lain masih bisa ditempuh jika tidak puas

dengan vonis yang sudah diputuskan pengadilan-c­

selain kejadian ini tidak menolong Indonesia dalam

merawat kemajemukan yang selama ini menjadi ciri

42
khasnya. "KWI me min ta agar pemerintah menindak

tegas pelaku kerusuhan, kalau tidak, berarti

42 "lnsiden Temanggnng, PGI lmbau Umat Tenang", hap://news.viva.

co.id/ news/ read/203549-lllsiden -temanggung- pgi imbau- umat-tenang, diunduh 1

Oktober 2012.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

pemerirrtah absen dan akan menjadi barbar," ujar

Sekretaris Eksekutif Komisi HAK KWI Romo Benny

Susetyo. Tindakan tegas ini akan memberi efek

jera kepada pelaku kekerasan, terutama kekerasan

tempat ibadah. Jika tidak, hukum akan menjadi

43
rusak. Perlindungan kepada pelaku adalah perlu,

karena kekerasan tidak dapat dibenarkan apapun

bentuknya. Uskup Keuskupan Agung Semarang Mgr

Johanes Pujosumarta juga prihatin dan mengecam

tindakan brutal dan anarkis yang dilakukan

sekelompok massa. "Semuanya bisa diselesaikan

secara damai tanpa merusak properti milik orang

lain, tindakan seperti ini dilakukan mereka yang

tidak bermoral dan gereja Katolik sangat mengecarn

44
kekerasan yang terjadi," jelas Mgr Pujo.

Ketua Majelis Ularna Indonesia (MUI) Bidang

Kerukunan Antarumat Beragama, Slamet Effendi

Yusuf, mendesak hal yang sama. "Jangan Tolerir

45
Kekerasan". Se lain itu , Slametmeminta pemerintah

mencari tahu la tar belakang Antonius yang dianggap

sengaja datang ke Temanggung untuk mengadu

domba umat Islam dan Katalik. Kewajiban palisi

untuk mencari dalang yang sesungguhnya juga

dikemukakan oleh Sekretaris MUI Jateng, Ahmad

Rafiq. Dari tanya jawab dengan Kapalda diketahui

banyak isu takjelas, termasuk isu pasca kerusuhan

sehingga Rafiq menyimpulkan ada pihak yang

43 "KWI: Indonesia Menjadi Barbart'', hnp:/ /teknolcgi irulah com/read/

detaiV1220502/URLTEENAGE, diunduh 1 Oktober 2012.

44 "Uskup Agung Kecam Kerusuhan Temauggung", hap://suaramerdl"ka

com/v 1 Iiudex.pbp /read/ uews z 2 0 1 1 / 02/ 08/7743 7/Us kup-Agung Kecam­

Kerusuhan-Temanggung-yang Rusak-Tiga Gereja, diunduh 1 Oktober 2012.

45 "Mlll Desak Pemenntah UsutKasus Temanggung", hnp:/ /www.tempo.

cols hare/? act= Tm V3cw= =&typl"= UHJpbnQ= &media= bm V3cw= = &y= JEdMTO

JBTFNbeVO=&m=JEdMTOJBTFNbbVO=&d=JEdlvITOJBTFNbZF0=&1d=MzEy

Nflx, diunduh 1 Oktober 2012.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

bertujuan memperkeru h. "Ini menunjukkan ada

46
yang sengaja memperkeruh situasi," terang Rofiq.

Kecaman juga datang dari kalangan luar.

Pejabat dari pemerintahan Italia, yang mayoritasnya

beragama Katolik Roma, turut mengutuk aksi ini.

Kerusuhan di Temanggung, bagi pemerintahan Italia,

merupakan demonstrasi fanatisme yang sangat

serius. Demikian juga, kerusuhan di Temanggung

adalah serangan terhadap kebebasan beragama.

"Juga serangan kebebasan berkeyakinan seseorang,"

47
Menteri Luar Negeri Italia, Franco Frattini.

Frattini berharap agar Indonesia yang dikenal giat

melakukan dialog antar-agama merespon peristiwa

dengan melakukan langkah yang benar.

The Asian Human Rights Commission (AHRCJ,

komisi HAM Asia, menyatakan bahwa eskalasi

penggunaan kekerasan oleh kelompok fundamentalis

agama merupakan akibat dari dual: tidak tegasnya

aparatkeamanan dalam menyikapikas us-kas us yang

serupa di masa lalu dan adanya kelalaian pemerintah

dalam menjamin hak-hak dasar warganya. AHRC

juga meminta pemerint.ah mengusut tuntas kasus­

kasus kekerasan yang berkaitan dengan keyakinan

dan agama warga negaranya. Dalam hal ini, hukum

harus ditegakkan atas segala tindakan yang

bersifat anti- toleransi. "Demokrasi bukan berarti

mayoritas berkuasa di atas minoritas. Tapi, adalah

perlindungan tanpa kompromi terhadap hak-hak

dasar manusia, termasuk kebebasan menganut

46 "MUI Jateng Muira Dalang Rusuh Trmanggung Diungkap", http I I

news.detik. com Iread/2011 /02/20/ 161256/ 15 74598/ l 0/ mui jateng minta-dalang­

rusuh temanggung-diungkap?nd992203605, diunduh l Oktober 2012.

47 "Italia Kecam Prmbakaran Gereja Temanggung", ht1p://id.berita.

yahoo.com/ 1taha-kecam-pembakaran-grrrja-trmanggung 20110208-192806 821.

html, d.mnduh tanggal I Oktober 2012.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

48
agama dan keyakinan," demikian sikap AHRC.

Kapolri menyatakan bahwa massa berasal dari

luar Temanggung. "Jadi dari beberapa informasiyang

ditindaklanjuti memang bukan hanya masyarakat

Temanggung eaja, tetapi termasuk lingkungan

geografis Jawa Tengah," terang Kapolri, Jenderal

49
Palisi Timur Pradopo. Sementara itu , tersangka

yang sudah ditetapkan statusnya berjumlah 14

orang, 6 orang di antaranya merupakan warga

Temanggung. so Dengan diliputi suasana kerusuhan

tersebut, Pengadilan Negeri Temanggung akhirnya

menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepadaAntonius

Richmond Bawengan karena dianggap terbukti

secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak

51
penodaan agama.

3. Mengadili Pdt. Hadassah di Bandung

Pendeta Hadassah dari GBT (Gereja Bethel

Tabernakel) Shekinah Lengkong Bandung diadili

karena dianggap menodai agarna yang diancarn

dengan hukuman lima tahun penjara. Pada sidang

perdana tertanggal20Maret2011 di Pengadilan Negeri

Bandung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa

sang pendeta karena dianggap menodai ajar an agarna

Kristen, sehingga meresahkan jemaat setempat.

48 "lcaha Kecam Pembakaran Gereja Temanggung", hap://dunia news.

viva.co.id/ news/ read/ 203687-ttalia keram -pembakaran-gereja temanggung,

dJ.unduh 1 Oktober 2012.

49 "Kapolri. Pelaku Kerusnhan Berasal dari Luar Temanggung", h ap / /

news liputan6 com/ read/ 31956 7 /Kapolri_Pelaku_Kerusuhan_BerasaJ_dari_

Luar_Temanggung, diunduh 1 Oktober 2012.

50 Lebih jauh Iihar laporan the Walud Institute dalam Mo11rhly Report 011

Ri!l1gious Issues, edist 31, Februari 2011

51 "Pelaku Penodaan Agama Diancam Hukuman Lima Tahun'', h ap / /

wwwpilaran-rakyat.com/ node/181402, dmnduh 29 Septrmber 2012.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Penodaan ini dinilai menyebabkan penurunan iman

di kalangan jemaat secara luas, ketidakpercayaan

kepada Kristen, dan ketidakharmonisan keluarga.

Pendeta Hadassah misalnya menyatakan,

ibu hanyalah jalan lahir belaka, bahkan dirinya

lebih tinggi derajat orang tua. Mereka yang mati

seperti Pastur Adil akan datang membawa bala

tentara dari surga padahal dalam kepercayaan arus

utama Kristen, 'peran' ini dilakukan oleh Tuhan.

Pernyataan lainnya adalah Pendeta Hadassah

mengaku sering ngobrol dengan Tuhan Yesus.

"Pernyataan tersebut bertentangan dengan prinsip­

prinsip ajaran Kristiani, karena menurut Agama

Kristen, tidak ada satu pun manusia di bumi ini

yang bisa langsung ngobrol dengan Tuhan," terang

52
salah satu Parningotan Sihite.

Alas berbagai penyimpangan 1n1, Majelis

Pimpinan Pusat GBT memberhentikan sementara

Pendeta Hadassah seperti tertera surat bernomor

0085/SK/PBT/MPP/BP.GBT/ l 91X/2010 tertanggal

27 September 2 0 1 0 . Dianggap tidak mengindahkan,


. .

karena masih menjalankan sebagai perrumpm

jemaat, maka Majelis melakukan pemberhentian

tetap pada 19 Oktober 2010 melalui surat bernomor

0086/SK/PBT/BP.GBT/l 9/IX/2010. Terbitnya

surat kedua ini mengandaikan pencabutan semua

53
atribut dan jabatan Hadassah.

Pengacara Haddasah menyangkal tuduhan ini.

Menurutnya, seluruh khotbah yang disarnpaikan

merupakan penafsiran belaka, yang jumlahnya

52 "Pelaku Penodaan Agama Diancam Hukuman Lima Tahun", hnp:/ /

wwwpilaran-rakyat.com/ node/181402, dJ.unduh 29 September 2012

53 "Pelaku Penodaan Agama Diancam Hukuman Lima Tahun", hnp:/ I

wwwpilaran-rakyat.com/ nod.e/181402, dJ.unduh 29 September 2012.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

akan banyak sekali, sehingga tidak bisa divonis.

"Jadi tidak bisa begitu saja ditafsir oleh jaksa,

pengacara, bahkan majelis hakim," terang Johnson

Siregar seusai persidangan. Dengan jumlah sinode

yang mencapai 300 sinode, menurut Johnson, tidak

mudah menentukan bertentangan tidaknya sebuah

paham dengan ajaran Kristen atau tidak. Proses

penilaian membu tuhkan pendapat dari pakar teologi.

la pun meminta agar rekarnan khotbah kliennya

dicocokkan dengan kutipan yang disampaikan oleh

JPU. JPU sendiri menggunakan rekaman khutbah

yang digelar tiap Minggu di depan jemaat GBT

Shekinah yang tergabung dalam komunitas pendeta

ini pada 10 Januari 2010, 06 Juni 2010, dan 09

54
Juni � 1 1 Juni 2 0 1 0 .

Eksepsi terdakwa diterima oleh hakim

Pengadilan Negeri Bandung dan karenanya diputus

bebas sidang agenda putusan sela pada Kam.is

( 12/04 / 2 0 1 1 ). MenurutKetuaMajelisHakimJeferson,

dakwaan JPU tidak memenuhi syarat berdasarkan

aturan yang berlaku sehingga batal demi hukum.

"Dakwaan tidak jelas dan kabur. Dakwaan bukan

karena adanya tindak pidana, melainkan adanya

perbedaan penafsiran alas isi Alkitab," terangnya.

Selain itu, dakwaan bahwa khutbah Haddasah

telah menyebabkan pendangkalan iman, rasa tidak

percaya, dan tidak harmonis dalam sebuah keluarga

dianggap mengada-ada. "Iman itu hanya orang yang

mengalami yang merasakan," terang Ketua Majelis

Hakim.P Dengan keputusan ini, maka Majelis Hakim

54 "Diduga Menoda.i Agama, Heidi Eugenie Diadili", hnp:/ /m.rnilah.

com/read/ detail/1842750/ di.dug a menodru agama-heid.i-eugen1e-diadili, 29

September 2012

55 "Hakim Kabulkan Eksepsi, Pend.eta Hadassah Bebas", hnp:/ /bandung.

d.ecik co ml read/ 2012/ 04/ 12/ 154808/ l 8910 l 5/ 486/ habm kabulkan-ekseps.i

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

memberi kesempatan kedua belah pihak untuk

56
meneruskan langkah hukum. JPU, dalam hal

ini, juga diberikan kesempatan untuk mempelajari

pelimpahan perkara dan dakwaan lebih seksama

lagi. Narnun, hingga tulisan ini dibuat, belum ada

laporan bahwa JPU membuat tuntutan baru.

4. Mengadili Alexander Aan di Sijunjung Sumbar

Alexander Aan, biasa dipanggil Aan, adalah

anak pertarna dari pasangan Armas dan Nur Aina.

Menurut Nur Aina, Aan lahir di Jakarta pada tanggal

13 Juli 1981. Mereka berasal dari keluarga besar

suku Balai Mansiang, Minangkabau, dan beragama

Islam. Setamat SMA, Aan yang sering dapat juara

umum sejak SD, kuliah hukum di Universitas

Andalas, lalu setahun, pindah ke jurusan statistik

Universitas Padjajaran Bandung. Setelah lulus

Universitas Padjajaran Aan berkarir sebagai PNS

di Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah) Kabupaten Dharmasraya.

Sejak kecil Aan dididik dalam tradisi Islam. la

termasuk anak yang rajin ber-ibadah. "Dulu dia rajin

sholat sunat dhuha, sholat lima waktu, puasa Senin

Kamie. Kemana-manaselalu membawa tasbih. Sejak

kecil rajin shalat di mesjid. Bahkan kalau kami

orangtuanya lalai dia selalu mengingatkan untuk

sholat. Say a memakai jilbab inipun karena dia yang

meminta. Dari kecil dia memang sudah terlatih

berfikir Dia memang cenderung menggunakan

logika. Ditambah lagi ia menyambung kuliah di

jurusan statistik Universitas Padjajaran Bandung.

pendeta-hadassah-bebas, dnmduh 15 Oktober 2012

56 Lebih jauh Iihar the Wahid Institute, Mourhly Reporr 011 Rrligious Issues

(MRoRI) edisi41, Marct2012

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

57
Itukan ilmu pasti", kata Nur Aina, ibu Aan.

Aan tersandung masalah ketika dia menulis

status di akun facebook-nya yang diindikasi sebagai

seorang atheis. Pemasangan kata-kata "Tuhan tidak

ada" di halaman Facebook-nya merupakan sebab

pertama Aan mendapat masalah. Aanjuga menaruh

secara online beberapa kartun yang dianggap

menghina Nabi Muhammad. Akibat perbuatannya

itu, Aan nyaris dipukuli oleh massa yang marah dan

kemudian ditangkap pada 18 Januari 2 0 1 2 . Segera

setelah itu Aan ditetapkan sebagai tersangka. Di

sarnping pernyataannya dalam akun pribadi, Aan

juga menjadi pengelola group facebook dengan

nama "Atheis Minang" yang diduga dimiliki Jusfiq

Hadjar, seorang pria 70 tahun berasal dari Sumatera

Barat dan sekarang berdomisili di Leiden, Belanda.

Alexander Aan mengaku tidak pernah bertemu dan

bicara langsung dengan pemilik akun Atheis Minang

itu."

Seminggu setelah ditahan, Aan menyatakan

bertaubat dan kembali menjadi muslim. Narnun,

hal itu tidak bisa menghilangkan perbuatan pidana

yang dilakukan. Setelah dilakukan penyidikan, Aan

dijerat dengan tuduhan berlapis, yaitu tuduhan

penodaan agarna (pasal 156a KUHP), melanggar

pasal 28 (ayat 2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), tuduhan

penodaan agarna (pasal 156a KUHP), serta Pasal

263 KUHP tentang pemalsuan surat, dimana ketika

melamar menjadi CPNS Aan mencantumkan Islam

57 "Semi.nggu Di.tahan, Alexander An Bertobat", hap://www.

andreashanono.net/2012/01/semi.nggu-ditahan-alexander-bertobat.htrn� diunduh

15 Okrober 2012

58 "Prison for 'Minaug atheist"', hap:/ /www.thejakartapost com/

news/2012/06/ 15/prison minang-arheisr.hrml, diunduh 15 Oktober 2012

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

sebagai agarnanya, namun dalam pemeriksaan

59
polisi dia mengaku atheis.

Atas perbuatannya itu , Jaksa Penuntut Umum

menuntut3,5 tahunpenjara. Namun, Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Sijunjung akhirnya menvonis 2,5

tahun penjara dan diwajibkan membayar denda 100

juta subsider 3 bulan penjara ( 1 4 Juni 2 0 1 2 ) . Vanis

tersebut dijatuhkan karena Aan dianggap terbukti

secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar

pasal 28 (ayat 2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 28

(ayat 2) UU ITE ini berbunyi: "Setiap orang dengan

sengaja dan tanpa hak menyebarkan infonnasi

yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian

atau permusuhan individu dan/ atau kelompok

masyarakat tertentu berdasarkan atas sulru, agama,

ras dan antar golongan (SARA)�. Dalam pasal 45 (ayat

2) tentang Ketentuan Pidana, orang yang melanggar

pasal tersebut diancam dengan pidana paling lama

enam tahun penjara.s''

Dengan demikian, dalam kasus Aan mi,

meskipun pasal l 56a ten tang penodaan agama turut

dicantumkan untuk menjebak tindak pidananya,

namun pasal tersebut bersifat subsider. Karena Aan

sudah terbukti melanggar pasal utama, maka pasal

subsider tidak lagi dipergunakan. Atas putusan

tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan

banding karena hukuman terhadap Aan dianggap

terlalu ringan. Namun, hingga tulisan ini dibuat

59 "PNS Penganut Atheis Dijerat Pasal Berlapis", hap://www

medtrundonesia .com Iread./2012 /0 I /20/2 92891I126/ IO 1 /PNS-Penganu t Atheis­

Dijerar Pasal-Berlapis, diunduh 15 Oktober 2012

60 Naskah Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008,

hap:/ /www.batan .go_id/prod_h ukum/ extern/ uu -ite-11-2008.pdf, diunduh 15

Oktober 2012, h. 15

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


� L

belum ada informasi hasil dari putusan tingkat

banding tersebut.

5. Krirninalisasi AKI di Klaten

Majelis hakim Pengadilan Negeri Klaten

menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhadap

seorang tokoh aliran "Amanat Keagungan Ilahi" (AKI),

Andreas Guntur Wisnu Sarsono. ladinilai melakukan

tindakan penodaan agarna yang melanggar pasal

61
156a KUHP. Vanis majelis hakim yang diketuai

Didik Wuryanto itu sesuai dengan tuntutan Jaksa

Penuntut Umum (JPU). Atas putusan tersebut,

terdakwa menyatakan banding, meski hingga tulisan

62
ini dibuat belum ada informasi lebih lanjut. Sidang

kasus penistaan agama tersebut mendapat kawalan

puluhan aktivis organisasi massa Islam diantaranya

dari Front Umat Islam, Majelis Mujahidin Indonesia,

dan Front Pembela Islam. Pada hari pembacaan

vonis tersebut, sejak pagi anggota ormas-ormas

tersebut masuk ke ruang sidang Pengadilan Negeri

Klaten untuk ikut mengawal jalannya sidang. Guna

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan aparat

polres Klaten pun melakukan pemeriksaan ketat

63
terhadap para pengunjung sidang tersebut.

Sebelum Andreas Guntur Wisnu Sarsono

diadili, masyarakat dan Muspika (Musyawarah

Pimpinan Kecamatan) Klaten Utara menutup rumah

61 "Di.ntlai sesat, tokoh aliran AKI divonis empat tahuu'', http I I

solo1ayaonli11e.rom/2012/03/14/dtntlai-sesat tokoh-alrran ak.t divoni.s emp ar­

tahun/, dmnduh 15 Oktober 2012

62 "Punpman Ali.ran Sesat di Klaten Drvonis 4 Tahun Peujara", http I I

metro tvnews .rom/ metrom ain/ news cat/ nusau tara/2012/03/ I 3/84838/Pi.mpu11111-

Aliran-Sesat-d.J. Klaren-Drvonis, diunduh 15 oktober 2012

63 "lsu-uu dalam Konfli.k Bernuausa Agama", http://elsaonli.ne.

com/?p= 1429, diunduh 15 Oktober 2012.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

kontrakan Gunturpada 14 Oktober201 l . Penutupan

ini ditengarai karena Guntur menyebarkan aliran

yang dinilai menyimpang berkedok pengobatan.

Aliran yang dimaksud juga dianggap meresahkan

warga karena aktivitas-aktivitas malamnya yang

menimbulkan kegaduhan. Aktivitas mereka bahkan

seringkali dilakukan hingga pukul 03 .00 WIB dini

hari. Dari rumah tersebut juga sering didengar

keanehan seperti tangisan histeris dari para

anggotanya saat melakukan ritual. Dari keanehan

ini terbit anggapan bahwa kelompok ini telah

64
terjerumus dalam aliran sesat.

Aparat kepolisian setempat menyatakan

mengupayakan langkah preventif untuk berdialog.

Tetapi inisiatif ini gagal karena Muspika clan

masyarakat ternyata telah bersepakat menutup

markas aliran AKI. Carnal Klaten Utara memiliki

dalih sendiri. Menurutnya, penulupan 1n1

merupakan aspirasi masyarakal selempat. Gunlur

dan para pengikulnya sudah diberikan peringatan

namun tidak dihiraukan. Selelah menerima laporan

ini, sang carnal memimpin rombongan mendalangi

lokasi. Selain Carnal, terlihal Kapolsek, Danramil,

perangkal desa, Laskar MMI ( Majelis Mujahidin

Indonesia), dan kelompok masyarakal lainnya. Pak

Carnal menyebutnya aksi ini sebagai "mendapal

pengawalan dari jajaran Polres Klaten dan Muspika

Klaten Utara''. Jumadi, Ketua Forum Komunikasi

Aktivis Masjid (FKAM) Klalen, menyatakan

bahwa warga sejak lama resah seiring semakin

meningkalnyajumlah pengikul AKI.

64 ''Markas KelompokAliran SesatdiKlatenDirnrnp Massa'', http:/ /www

mediamdoues ia com/read/2011/10/ 16/268493/289/ 101 /Markas-Kelompok­

Aliran-Sesat-di Klareu-Drtutup-Massa, dmnduh 15 Oktober 2012

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Sesampai di lokasi, Guntur dan 23 orang

di dalarnnya sedang melakukan ritual tertentu.

Aparat kemudian "mengamankan" mereka tetapi

akhirnya hanya Guntur yang diamankan. Tetapi

mereka didata terlebih dahulu. Bersamaan dengan

proses ini, disita sejumlah atribut AKI seperti papan

nama, buku, kitab, gambar logo, dan peralatan

lainnya. Guntur sendiri menyatakan bahwa dirinya

melakukan praktek pengobatan. Dalam praktek ini,

ia menyatakan menolong orang kesusahan dengan

memberikan jalan penerang. Para pasien ini selain

diberikan hafalan zikir juga dimintakan iuran

sukarela untuk syukuran menyembelih kambing.

Kam.bing ini dibagikan kepada warga sekitar. Meski

demikian ia mengakui pernah belajar AKI saat di

Jakarta. Warga Karnpung Kanjengan Kee. Klaten

Tengah ini membantah dirinya sebagai Ketua AKI

sebab AKI tidak memiliki struktur organisasi tetapi

hanya sesepuh jamaah.

Akibat aktifitas komunitas AKI tersebut

mereka dituduh sebagai aliran yang mengajarkan

kesesatan dan melakukan penistaan agama. Guntur

sebagai pemimpin AKI di Klaten juga dituduh

membuat ajaran yang tidak mewajibkan salat dan

mencampurkan minyak wangi ketika berwudhu.

Hal itulah yang dituduhkan kepada Guntur sampai

akhirnya ia divonis empat tahun penjara dengan

65
pasal 156a tentang penodaan agama.

65 Lrbih jauh Iihar die Wahid Institute, Mom!tly Reporr 011 Ri!l1g101is I
ssues

(MRoRI) edisi 38, November 2011, hap:/ /waludi.nsntute.org/files/ _docs/38.%20

Mond1ly%20Report"/o20xxxvii.i-November%20201 l .pdf, dmnduh 29 September

2012

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Mengendalikan lmplementasi Penodaan

Agama

ejumlah peristiwa yang dikemukakan tersebut

berujung dengan putusan yang berbeda meskipun

S semua dituntut dengan menggunakan pasal

penodaan agama. Dari empat peristiwa, Tajul Muluk,

Antonius Richmond Bawengan dan Guntur divonie

dengan menggunakan pasal 156a tentang penodaan

agama; Pendeta Hadassah diputus bebas karena dianggap

tidak terbukti melakukan penodaan agama; sedang Aan

Alexander, meeki dijerat juga dengan pasal penodaan

agama, namun vonis PN Sijunjung menggunakan pasal

28 (ayat 2) UU No. 1 1 Tahun 2008 tentang lnformasi dan

Transaksi Elektronik.

Dari peristiwa yang terkait dengan penodaan

agama tersebut, penulis akan memberi sejumlah analisis

sebagai berikut. Pertama, tindak pidana penodaan agama

senantiasa dikaitkan dengan "keresahan masyarakat" clan

"pernyataan kebencian". Dengan menggunakan sudut

irri, maka siapapun yang membuat pernyataan atau

melakukan tindakan tertentu, kemudian ada sekelompok

orang yang prates, maka hal itu sudah cukup ditafsirkan

oleh aparat penegak hukum, terutarna polisi clan jaksa,

adanya indikaei meresahkan masyarakat. Setelah itu,

polisi bisanya mengarnbil tindakan dengan menahan

orang tersebut clan segera menetapkan sebagai tersangka.

Hal ini jelas dalarn harnpir semua kasus penodaan agarna,

teru tarna kas us Tajul Muluk di Sampang, Aan Alexander di

Sijunjung, Antonius Richmond Bawengan di Temanggung

clan Andreas Guntur Wisnu Sarsono di Klaten.

Hal ini menguatkan pernyataan di awal tulisan ini,

meskipun delik agarna itu mengandung banyak dimensi,

narnun hal yang paling utama adalah perlindungan

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

perasaan beragamadan perlindungan ketentraman um um.

Kedua kata tersebut biasa diperas dengan "meresahkan

masyarakat". Keresahan masyarakat bukanlah sesuatu

yang muncul begitu saja, tapi bisa diciptakan. Keresahan

biasanya tidak muncul dalam masyarakat lapisan paling

bawah, tapi pada kelompok elit. Keresahan pada elit

inilah yang ditularkan kepada masyarakat lapisan bawah

yang sering berujung pada amarah. Dengan demikian,

siapapun yang melakukan tindakan keagamaan yang

dianggap meresahkan, kemudian muncul gelombang

prates, maka orang tersebut berpotenai menjadi terdakwa

delik penodaan agama.

Kedua, persoalan "meresahkan masyarakat" tidak

berdiri sendiri, tapi senantiasa terkait dengan pola relasi

mayoritas-minoritas. Artinya, orang atau kelompok yang

potensial dikatakan meresahkan masyarakat untuk

kemudian dikatakan melakukan penodaan agama

senantiasa terkaitdengan kelompok kecil secara kuantitas.

Kelompok yang minoritas dianggap meresahkan kelompok

mayoritas, sehinggamereka harus menghadapi kemarahan

massa yang lebih besar Semua peristiwa penodaan agama

senantiasa meletakaan yang "yang kecil" sebagai korban.

Dalam beberapa kasus, kelompok ini menjadi korban yang

berlapis: diintimidasi, korban kekerasan, dirnasukkan

penjara karena "meresahkan".

Ketiga, orang yang diajukan ke pengadilan dengan

dakwaan penodaan tidak semua terbukti. Namun,jika ada

desakan massayang kuat orang tersebut akan sulit untuk

tidak masuk penjara. Antara delik "penodaan agama" dan

"pernyataan kebencian" bisa saling dipertukarkan, yang

pen ting "korban" bisa masuk penjara. Massa biasanyajuga

tidak terlalu peduli dengan pasal apa seseorang dijerat,

yang penting bisa mengantarkan orang yang dianggap

meresahkan tersebut masuk ke hotel prodeo.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Kasus Alexander Aan di Sijunjung bisa menjadi

contoh yang baik. Di sini Jaksa Penuntut Umum cukup

cerdik dalam memasang jerat. Aan pertama- tama tidak

dijerat dengan pasal l 56a, tapi melalui UU ITE. Dengan

menjerat melalui UU ITE memang lebih mudah bagi jaksa

untuk membuktikan di depan pengadilan, daripada pasal

penodaan agama. Apalagi kasus Aan yang mendapat

perhatian publik adalah soal atheisme. Atheisme sendiri

dalam sistem hukum Indonesia masih diperdebatkan,

apakah seseorang bisa dituduh melakukan tindak pidana

karena dia tidak percaya adanya Tuhan. Meskipun salah

satu sila dalam Pancasila berbunyi Ketuhanan Yang Maha

Esa, dan pasal 29 UUD 1945 juga menyebutkan "Negara

berdasar keTuhanan Yang Maha Esa, namun tidak ada

hukum yang menyebutkan atheisme adalah kejahatan

yang bisa dipidana. Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Dr.

Mahfud MD juga menyatakan komunisme dan atheisme

memang menyalahi konstitusi, tapi tidak bisa dihukum

karena KUHP tidak mengatur hal itu, kecuali mendirikan

66
partai komunis.

Meskipun Mahfud MD tidak dimaksudkan untuk

menanggapi kasus Aan, namun pernyataan tersebutseolah

memberi angin kepada Aan bahwa orang yang mengikuti

paham atheisme memang tidak bisa dipidana. Mahfud MD

juga membantah pernyataan terse but dimaksudkan untuk

melegalkan atheisme, tapi hanya untuk menagaskan

bahwa tidak ada pasal dalam UU yang bisa menjerat

penganut paham atheisme. Penganut atheisme bisa

dihukum jika mereka menyebarkan paham tersebut dan

mengganggu kebebasan orang Iain." Nah, di sinilah letak

66 "Mahfud: Arbeis dan Kommw Tidak Bisa Dihukum", hrrp://www

s uaramerdeka com Iv 1 Ii.ndex.php/ read/ news_s mg/2012/ 07 I 14/ 124188/Mahfud­

Atheis-dan-Komunis-Tidak-Bis a-D ihukum, dumduh 15 Oktober 2012

67 "Mahfud Md Bantah Legalkan Atheisme dan Komunisme", htrp I I

www.tempo.co I read/ news I 2 0 1 2 / 0 7 I 12/ 1 73416582/Mahfud-Md-Bantah-

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

masalahnya. Diktum "mengganggu kebebasan orang lain"

ini sering berjalan seiring dengan terma "meresahkan

masyarakat". Karena itu , seseorang yang mengikuti paharn

atheis, pada dirinya sendiri dipandang mengandung unsur

"mengganggu kebebasan orang lain" dan "meresahkan

masyarakat". Sehingga meskipun seorang pengikut

paharn atheis tidak bermaksud menyebarkan pahamnya,

tapi begitu dia mengungkapkan dan mengekspresikan

paharnnya itu, apalagi ditulis dalam status facebook,

maka dengan segera dia dianggap melakukan tindak

pidana. Yang dipidana bukan keyakinan atheis-nya, tapi

ekspresinya. Inilah yang dialami Aan.

Keempat, apabila ada tekanan yang kuat, terutama

dari kelompok mayoritas, maka hampir bisa dipastikan

terdakwa akan masuk penjara. Narnun, jika tidak ada

tekanan kuat, apalagi kalau kasus tersebut terjadi di

kalangan minoritas (minon'ty within), di lingkungan Kristen

misalnya, maka biasanya hakim bisa lebih obyektif dan

tidak selalu menghukum terdakwa. Pembebasan Pendeta

Hadassa di PN Bandung dapat dibaca dari perspektif ini.

Meskipun sejumlah kalangan dari komunitas dari Gereja

Bethel Bandung memberi tekanan, tekanan itu tidak

cukup kuat, karena kasus itu terjadi di kalangan Kristen

yang minoritas, dan itu pun dalam kelompok denominasi

Kristen yang kecil juga, Gereja Bethel.

Kelima, dalam beberapa kasus yang telah dibahas

menunjukkan bahwa persoalan penodaan agama tidak

bisa dilepaskan dari persoalan-persoalan lain, terutama

menyangkut prinsip kebebasan beragama dan kebebasan

berekspresi yang merupakan bagian inti dari hak asasi

manusia. Kasus Aan yang didakwa menyebarkan paham

atheis mempunyai irisan yang sangat kuat dengan

kebebasan berekspreei. Hendardi, Ketua Setara Isntitute

Legalkan Atheisme-dan Komunisme, dumduh 15 Oktober 2012

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

misalnya, berpendapat bahwa kriminalisasi terhadap

Alexander Aan yang mengaku atheis adalah kekeliruan,

karena apa yang ditulis Aan dalam status facebook-nya

sama sekali tidak mengandung unsur ajakan, seruan atau

penghasutan sebagaimana uns ur- uns urpidana yang harus

dipenuhi dalam pasal 28 dan pasal 45 UU No. 11 Tahun

2008. Perbuatan Aan masih dalam konteks kebebasan

berpikir clan berpendapat yang harus dijamin sebagai

bagian dari hak warga Negara. 6S Karena itu, menuru t Se tar a

Institute, kasus yang menirnpa Aan merupakan ancaman

serius terhadap kebebasan berpendapat yang dijamin

kontitusi. Kasus Aan bukanlah persoalan atheisme, tapi

69
kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat.

Penutup

Dari sejumlah peristiwa tersebut tampak jelas

bahwa pasal penodaan agama semakin sering digunakan.

Jika beberapa negara cenderung ketat dan menekan

penggunaan delik penodaan agama, di Indonesia yang

terjadi justru sebaliknya. Ada kecenderungan yang

mencolok terjadinya pelonggaran penggunaan pasal ini.

Meskipun pasca penentapan kembali UU Penodaan Agama

oleh Mahkamah Konstitusi diakui adanya penyimpangan­

penyimpangan implementasi, namun hal tersebut sama

sekali tidak menjadi bahan pembelajaran bagi hakim dan

aparat penegak hukum lainnya dalam menerapkan pasal

penodaan agama.

68 "Serara Anggap Krinunaluasi Aan Cpns Atheis Kelirn", hnp://m.

tribunnews. com/ 2012/ 06/ 12/ s ecara anggap-kriminalisasi-aan-cpns-atheis keliru,

dtunduh 12 Oktober 2012

69 "It's NotAhoutAtheism, It's Freedom of Opiniout", hnp:/ /www secara­

institute org/en/content/its-not about-atheum-its freedom opinion-0, dtunduh 15

oktober 2012

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Kesalahan implementaai memang tidak bisa menjadi

dalil pembatalan normahukumdalam UU penodaanagama.

Namun, hal tersebut semestinya menjadi pembelajaran

bagi aparat penegak hukum. Penerapan penodaan agama

pasca penetapan oleh MK bukan semakin selektif, tapi

justru semakin anarkhis.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


Bab III

Simpang Jalan Politik Rumab Ibadah

di Indonesia'

Latar Sosiologis dan Hukum

ebagai sebuah bangsa yang majemuk, Indonesia

menempati posisi yang penting dalam diskursus

S hubungan antar agarna di dunia. Indonesia sering

dijadikan model pengelolaan keragaman yang dianggap

berhasil, bahkan masyarakat Indonesia sering dijadikan

objek penelitian terkait toleransi beragama. Sejumlah

Indoneaianis telah menggambarkan bagaimana upaya dari

berbagai masyarakat di Indonesia menjaga harmoni dan

2
kerukunan umat beragama dari generasi ke generasi.

Fakta ini bis a difahami, karena pad a mas a Orde Baru,

Pemerintah secara serius meminimaliair konflik melalui

pendekatan keamanan. Konflik-konflik antar agama

dalam skala yang besar relatif sedikit karena Angkatan

Bersenjata RI (ABRI) tidak segan-segan menggunakan

I Penulu: M. Sub hi Azhari & Nurun Nisa, Peneliti The Wahid Instirnce

2 Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa Stlang Budaya misalnya

menggambarkan budaya Jawa sepern wayang selama berabad-abad celah menjadi

sarana ampuh untuk menjaga harrnoru yang hakiki di Jawa

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

kekerasan kepada pihak-pihak yang dicurigai merrucu

konflik. Konflik-konlik yang ada lebih banyak bernuansa

etnisitas, meskipun ada juga simbol-sirnbol agama yang

muncul. Secara umum, umat beragama seolah dapat

bekerjasarna satu sama lain mensukseskan pembangunan

yang digalakkan pemerintah Orde Baru. Mereka turut

serta mengawal trilogi pemangunan yang menekankan

stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. Dapatdikatakan

bahwa seluruh energi bangsa tersedot mensukseskan

program pemerintah di berbagai bidang termasuk bidang

agama.

Meski demikian, minimnya ketegangan dan konflik

antar agama pada era Orde Baru bukan berarti tidak

ada sama sekali konflik bernuansa agama. Beberapa

konflik di sejumlah daerah dinilai bernuansa agama

atau setidak-tidaknya melibatkan dua kelompok agama

secara berhadap-hadapan masih terjadi. Konflik-konflik

ini juga memicu kekerasan yang memakan korban jiwa

dan kerusakan materil. Konfrontasi fisik pertama kali

terjadi di Aceh yang kemudian dikenal sebagai Peristiwa

Meulaboh pada Juli 1967. Suatu insiden yang dipicu oleh

pembangunan gereja dalam komunitas Islam, dimana para

pemuda menghancurkan dan merusak, serta menolak

3
penggunaan bangunan tersebut sebagai tempat ibadah.

Pada 1 Oktober 1967 terjadi insiden Makassar.

Kelompok Islam mengklaim kejadian tersebut merupakan

ungkapan prates pada seorang pendeta Protestan H.K.

Mangunbahan yang menghina Nabi Muhammad. Kejadian

terse but menimbulkan beberapa reaksi dari daerah-daerah

lainnya. Dalam insiden ini, beberapa gereja dan sekolah

Kristen dibakar. Menurut laporan Kompas, insiden ini

mengakibatkan kerusakan yang serius terhadap beberapa

3 Lihat Mujiburrahman, Feeling Threatened Muslim Chnstian Relations

in Indonesia's New Order (Leiden: Amsterdam University Press, 2006), Hal. 29

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

4
gereja dan peralatannya.

Pada September 1968 juga terjadi kasus di Asahan,

Sumatera Utara. Majalah Katolik, Peraha melaporkan

adanya gereja Protestan di Asahan Sumatera Utara dan

sebuah gudang Sekolah Katolik di Samarinda, Kalimantan

Timur, dibakar oleh sekelompok Muslim. Dalam majalah

itu dilaporkan, para muslim pendemo menyatakan bahwa

bangunan-bangunan seperti tempat ibadah, sekolah,

klinik dan asrama disponsori oleh agama yang ditempat

5
itu tidak ada.

Pada 28 April 1969, kasus yang hampir sama terjadi

di Slipi Jakarta. Beberapa kelompok Islam menyerang dan

membakar bangunan GPIB (Gereja Protestan Indonesia

Baral). Menurut salah satu tokoh Masyumi Muhammad

Natsir, kejadian tersebut bisa terjadi karena pihak

Kristen melanggar hukum. Sementara pihak Kristen

menganggap kejadian tersebut sudah direncanakan sehari

6
sebelumnya.

Kemudian pada tanggal 10 Oktober 1996, terjadi

kerusuhan anti-Kristen dan anti-orang keturunan

Tionghoa di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Peristiwa

itu muncul karena massa tidak puas dengan hukuman

penjara lima tahun untuk terdakwa Saleh, (yang beragama

Islam) yaitu tun tu tan maksimal yang dapatdijatuhkan alas

kasus penghinaan terhadap seorang tokoh agama Islam.

Oleh karena ketidakpuasan itu serta kesalahpahamannya

bahwa Saleh disembunyikan di dalam gereja, massa

mulai merusak dan membakar gereja-gereja di Kabupaten

Situbondo. Pada akhirnya, 24 gereja di lima kecamatan

4 Mujiburrahman, Feeling Threatened . . . , Hal 38 39.

5 Lihat "Gudang SD. Katolik Dibakar" dan "Geredja di AJahan

Dibakar" Peraha (I September, 1968) Hal. 6 yang dtlrutip Mujiburrahman, Feeling

Threatened .. , Hal. 57.

6 Mujiburrahman, Feeling Threatened . . . , Hal 57-58.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

dibakar atau dirusak, serta beberapa sekolah Kristen dan

Katolik, satu panti asuhan Kristen, dan toko-toko milik

7
keturunan Tionghoa.

Minimnya konflik antar agama ini memang tidak

lepas dari pendekatan keamanan yang diterapkan

pemerintah kala itu. Stabilitas dan kerukunan adalah

situasi yang harus dijaga secara total meskipun situasi

tersebut bersifat semu. Berbagai peraturan dilahirkan

guna "memaksa" stabilitas dan kerukunan umat beragama

8
benar-benar terwujud. Dalam kaitan ini Pemerintah Orde

Baru memetakan sejumlah isu agarna yang berpotensi

menimbulkan kerawanan dan instabilitas. Isu-isu tersebut

adalah:

a. Penyiaran agama

b. Bantuan Luar Negeri

c. Perkawinan Beda Agarna

d. Perayaan hari besar keagamaan

e. Penodaan agama

f. Kegiatan aliran sempalan

g. Pendirian rumah ibadah

Dalam bidang penyiaran agama, Pemerintah

menerbitkan SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam

Negeri No. 1 tahun 1979 tentang Tatacara Pelaksanaan

Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada

Lembaga Keagamaan di Indonesia. Diperkuat dengan

Surat Keputusan Menteri Agama No. 70 tahun 1978. Pain

pertama SK ini mengatakan: "Urrtuk menjaga stabilitas

nasional dan demi tegaknya kerukunan antar umat

7 LihatRumadi, Delik Penodaan Agama dan Kehidupan Beragama dalam

RUU KUHP, (Jakarta The Wahid Institute, 2007) Hal. 30-34.

8 Lihatpidato Presiden Soeharto pada Kongres ke-8 Gewan Gereja

Indonesia (DGI) di Salauga pada bulan Juli 1976 dalam Mujiburrahman, Feeling

Threatened . . . , Hal. 73.

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


_J L

beragama, pengembangan dan penyiaran agarna supaya

dilaksanakan dengan semangat kerukunan, tenggang

rasa, tepaselira, saling menhargai, hormat menghormati

antarumat beragama sesuai dengan Pancasila.

Dalam hal memperoleh bantuan luar negerr,

Pemerintah menerbitkan beberapa aturan antara lain:

Keputusan Menteri Agama No. 77 tahun 1978 tentang

Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga Keagamaan di

Indonesia, UU No. 8 tahun 1985 tentang Ormas, PP No.

18 tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No. tahun 1985,

SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun

1979.

Kemudian menyangkut perkawinan beda agama,

lahir UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang

menutup peluang terjadinya perkawinan antar agama

secararesmi. Menyangkutperayaan hari besar keagam.aan,

lahir Surat Edaran Menteri Agama No. MA / 4 3 2 / 1 9 8 1

tentang Penyelenggaraan Peringatan Hari-hari Besar

Keagamaan dan Instruksi Menteri Agama No 15 tahun

1981 tentang Peningkatan Penerangan dan Bimbingan

Mengenai Penyelenggaraan Peringatan Hari-hari Besar

Keagamaan. Dan terkait penodaan agama dan kegiatan

aliran sempalan, lahir UU No. 1 PNPS tahun 1965 tentang

Larangan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama.

Sementara dalam kaitan dengan pendirian rumah

ibadah, Pemerintahmenerbitkan Surat Kepu tusanBersama

(SKBJ Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1/

Ber/MDN-MAG/1969 pada 13 September 1969. Dalam

SKB itu antara lain disebutkan bahwa pembangunan

rumah ibadah di suatu daerah harus memperoleh izin

dari kepala daerah atau pejabat pemerintah di bawahnya

yang diberi kuasa untuk itu.

Keluarnya peraturan sesungguhnya didorong oleh

persaingan terselubung antara Islam dan Kristen baik

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

secara sosial maupun politik. Natsir misalnya menuding

telah terjadi Kristenisasi yang mengancam umat muslim

dalam bentuk pendirian gereja di wilayah yang dihuni

mayoritas muslim.

Untuk menjawab persoalan tersebut pemerintah

melalui Menteri Agama Mohammad Dachlan,

menyelenggarakan musyawarah antaragama pada 30

November 1967 untuk mencari jalan keluar dari konflik

agama yang lebih besar. Dalam pidatonya, Presiden

Soeharto menyarnpaikan: "secara jujur dan dengan hati

terbuka, kita harus berani mengakui bahwa musyawarah

antaragama ini justru diadakan oleh karena timbul

berbagai gejala di berbagai daerah yang mengarah pada

pertentangan-pertentangan agama . . . Sebab bila masalah

tersebut tidak segera dipecahkan secara tepat, maka

gejala tersebut dapat menjalar kemana-mana yang dapat

menjadi masalah nasional. Bahkan, mungkin bukan

sekedarmasalahnasionalmalainkandapatmengakibatkan

9
bencana nasional"

Ada beberapa pokok pikiranyang disampaikan dalam

musyawarah tersebut, antara lain: propaganda agama

hendaknya tidak dilakukan dengan tujuan meningkatkan

jumlah pemeluk masing-masing agama tetapi untuk

memperdalam pemahaman serta pengamalan ajaran

agama masing-masing, dan penyebaran agama hendaknya

dilakukan di daerah yang penduduknya belum memeluk

suatu agama. Musyawarah tersebut gagal mencapat

kesepakatan tetapi kemudian menjadi latar belakang

lahirnya SKB 2 Menteri tahun 1969 tersebu t.'?

9 Departemen Agama RI, Kompilasi Kebijakan dan Peraruran Perundang­

Undangan Kerukunan UmatBeragama, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat

Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009) Hal. 7.

10 Saifullah Ma'shum (ed). Menapak Jejak Mengenal Watak, Sekilas

Biografi 26 Tahun Tokoh Nahdlanil Ulama, (Jakarta: Yayasan Saufi.din Zuhri

1994), Hal. 216

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Kesemua aturan di atas bermuara pada tujuan

penciptaan stabilitas keamanan clan meminimalieir konflik

antar agama. Karena itu di dalam konsideran masing­

masing aturan menekankan pada stabilitas meskipun

konsekuensinya harus membatasi hak-hak beragama

warga negara. Dalam konsideran "Menimbang" UU No.

1 PNPS tahun 1965 dinyatakan bahwa "dalam rangka

mengamankan negara dan masyarakat, cita-cita Revolusi

Nasional dan Pembangunan Nasional Semesta menuju

masyarakatadildanmakmur,perlumengadakanperaturan

untuk mencegah penyalahgunaan atau penodaan agama."

Meskipun UU ini lahir pada era Orde Lama, aturan ini

tetap dipertahankan rezim Orde Baru karena masih

dianggap relevan. Peraturan ini menycantumkan sanksi

pidana bagi pelanggarnya karena dianggap mengancarn

kearnanan negara.

Keberhasilan Pemerintah Orde Baru meredarn

konflik antaragama juga tidak lepas dari karnpanye yang

berhasil ten tang penggunaan kata "kerukunan". Kata

kerukunan dan stabilitas seperti dua sisi mata uang

yang tidak terpisahkan menjadi doktrin orba. Kata ini

muncul pertarna kali dalam pidato Menteri Agarna KH . M.

Dachlan pada30 November 1967. Ia mengatakan: "Adanya

kerukunan antara golongan beragarna adalah merupakan

syarat mutlak bagi terwujudnya stabilitas politik dan

ekonomi yang menjadi program Kabinet AMPERA . . . ", Kata

ini kemudian dibakukan dalarn Garis-garis Besar Haluan

Negara(GBHN). Bahkan sejak REPELITA I telah dmenjadi

proyek dengan narna Proyek Pembinaan Kerukunan

11
Hid up Beragarna., Salah satunya melalui Penataran P4

bagi pelajar dan mahasiswa.

Dalarn terminologi kerukunan yang digunakan

pemerintah secara resrm, konsep kerukunan umat

11 Depanemen Agama RI, Kompilasi Kebijakan . . . , Hal 5

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

beragama mencakup tiga aspek: I) Kerukunan Intern

UmatBeragama; 2) KerukunanAntar UmatBeragama; dan

3) Kerukunan Antara Umat Beragama dan Pemerintah.

Ketiga aspek ini dipopulerkan oleh pemerintah dalarn

istilah "trilogi kerukunan".

Namun berbagai upaya meredarn konflik melalui

pendekatan keamanan antar agama itu ternyata tidak

efektif la hanya melahirkan rasa takut ketimbang

kesadaran untuk membangun harmoni dan saling

menghormati antar agama di tengah masyarakat.

Tidak lama setelah Soeharto menyerahkan jabatan

presiden kepada BJ Habibie, msialnya, pada 21 Mei 2008,

terjadi kerusuhan di Ketapang, Jakarta Pusat pada 21

November 1998. Kerusuhan itu bermula dari munculnya

isu adanya masjid yang dibakar di Ketapang, RT 0 0 6 / 0 1 .

Menurut Wali Kata Jakpus, Andi Subur Abdullah,

Minggu dini hari sekitar pukul 04 .00 terjadi percekcokan

antara tukang pukul tempat permainan bola tangkas

"Kino" dengan warga Ketapang. Percekcokan itu disertai

pemukulan dan berlanjut hingga pelemparan rumah­

rumah di Kampung Ketapang, diantaranya mengenai

kaca sebuah masjid. Menurut Andi Subur, per-tikaian

kecil itu telah didamaikan aparat setempat. Setelah

kejadian itu, beredar kabar bahwa satu masjid dibakar

oleh sekelompok pemuda dan bahkan seorang ulama

dikabarkan tewas dibacok. Dalam waktu relatif singkat

isu meluas hingga ribuan warga berkumpul di sekitar

Jl KH Zainul Arifin dengan membawa berbagai macam

senjata tajam. Kerusuhan tidak terelakkan.( Pembarauan

22/11). Menurut pendataan dari Persekutuan Gereja­

gereja di Indonesia (PGI), Senin pagi, sebelas gereja dan

dua gedung sekolah Kristen dirusak dan dibakar massa

akibat rentetan dari kerusuhan yang terjadi hari Minggu

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

(22/11).''

Berikutnya pada 30 November 1998 kembali terjadi

kerusuhan di Kupang NTI. Kerusuhan tersebut awalnya

adalah acara perkabungan nasional yang diprakarsai para

pemuda Katolik dan Protestan, yang tergabung dalarn

organisasi Pemuda Katolik, Gerakan Angkatan Muda

Kristen Indonesia, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia,

dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia.

13
Acara ini dikaitkan dengan kerus uhan di Ketapang. Dalam

laporan pemantauan Elsam, kerusuhan bernuansa agama

ini telah menimbulkan darnpak fisik, sosial-ekonomi, dan

psikologis yang luas dan mendalarn pada masyarakat kota

Kupang. Relasi antar umat beragama yang selama ini

'diyakini' telah berjalan baik dan rukum, telah terkoyak

dan dirusak oleh terjadinyaperistiwa kerusuhan tersebut.

Kerusuhan tersebut telah menyebabkan hancur dan/ atau

terbakarnya 15 masjid dan mushala di Kupang, dengan

berbagai tingkat kerusakannya. Kerusuhan tersebutjuga

menghancurkan dan/ atau mengakibatkan terbakarnya

sekitar 265 rumah masyarakat beragamalslam, di berbagai

pemukiman di Kupang. Berbagai fasilitas ekonomi yang

dimiliki masyarakat Kupang beragama Islam, dalam

bentuk kios-kios, rumah makan, kantor perusahaan, dan

sebagainyajuga dibakar dan/ atau dihancurkan. Demikian

juga lebih dari 20 fasilitas publik yang mempunyai kaitan

dengan umat Islam juga dibakar dan/ atau dihancurkan

seperti asrama haji, kantor pengadilan agama, Universitas

14
Muhammadiyah, dan beberapa sekolah muslim.

12 Lrhar "Kerusuhan Ketapang 13 Tewas, 11 Gereja Dibakar Dan

Drrusak", Suara Pembaruan, 23 November 1998.

13 Lihat "Kerusuhan Kupang, NIT, 30 November-I Desember 1998"

dalam hup:/ /www.dakta.com/berica/ nasional/302/.

14 Lihat "Laporan invesrigasr awal l ten tang kerusuhan Kupang dan

sebcarnya (30 November l Desember)", dalam hup:/ /perpustakaan-elsam or.id/

opac/ index.php1p=s how _decail&id= IO 12.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Dua kerusuhan ini seakan memberi sinyal bahwa

era refOrmasi akan banyak diwarnai konflik bernuansa

agama. Dan memang demikian faktanya. Di berbagai

wilayah meletus kerusuhan dan konflik antar agama

seperti di Ambon dan Posa. Di beberapa daerah terutama

Jawa Baral juga terjadi rangkaian penutupan rumah

ibadah umat Kristen karena dianggap tidak memiliki

IZlll. Persekutuan Gereja-gereja Se-Indonesia (PGI)

misalnya meminta perhatian khusus dari Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono alas sejumlah kasus penutupan

gereja di Jawa Baral. Menurut PGI, praktik-praktik

penutupan tempat ibadah tersebut bertentangan dengan

15
konstitusi. Meskipun telah ada SKB 2 Menteri tahun

1969 namun kasus-kasus kekerasan tidak berherrti.

Bahkan sejak dari semula, PGI (waktu itu DGI) dan

KWI (waktu itu MAWI) telah menolak pemberlakuannya,

sebab tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan UUD

1945. Dalam Memorandum tertanggal 10 Oktober 1969,

yang disampaikan kepada Pemerintah, kedua lembaga

gerejawi tersebut menegaskan bahwa SKB termaksud

"tidak dapat menjamin kemerdekaan beragama seperti

tercantum dalam pasal 29 Undang-Uridang Dasar 1945,

bahkan dapat membahayakan kesatuan dan persatuan

16"
negara dan bangsa Indonesia. Keluhan yang sama

juga dialami oleh minoritas yang lain, termasuk aliran

Islam minoritae. Umat Kristen tampaknya paling merasa

dirugikan, sehingga mereka menghendaki agar SKB

tersebut dicabut.

Setidaknya ada tiga problem mendasar di dalam

SKB tersebut. Pertama, dari sisi aturan itu sendiri, ada

kata yang multitafsir. Kata "setempat", misalnya, untuk

15 Lihat "PGI Muita Perharian Presiden Soal Penurnpan Tempat Ibadah",

wwwkristianipos.com Posted26 Agusrns 2005.

16 Lihat Andreas A Yewangoe, "Menyikapi Peramran Bersama Dua

Menteri", Suara Pembaruan, 06/04/2006

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

menunjuk organisasi keagamaan dan ulama/ rohaniawan,

tidak jelas ruang lingkupnya, apakah desa, kecamatan,

kabupaten, atau propinei. Dari situ muncul problem

kedua, pada tingkat irnpelentasi kelompok Kristen sering

merasa dihalang-halangi untuk mendirikan tempat ibadah

dengan mendasarkan pada kata tersebut. Bahkan sering

terjadi, pendirian tempat ibadah di satu lokasi dihalang­

halangi oleh organisasi atau ulama/ rohaniawan dari

daerah lain. Ketiga, kelompok Kristen merasa dipersulit

untuk mendirikan tempat ibadah oleh aparat birokrasi

yang tidak sepenuhnya steril dari interest keagamaan

17
tertentu.

Merespon berbagai keberatan dan perkembangan

pemerintah telah merevisi aturan tersebut dengan aturan

bau berupa Peraturan Bersama Menag dan Mendagri no.

8 dan 9 tahun 2006. Meski demikian pada prakteknya

masih banyak masalah dan ketidakpuasan terutarna dari

kalangan non-muslirn karena aturan tersebut dianggap

18
merugikan mereka.

Peta Problem Rumah Ibadah Pasca PBM 2006

ahirnya PBM tahun 2006 dianggap sebagai

salah satu upaya untuk memelihara kerukunan

L umat beragarna. Salah satu faktor yang melatar

belakangi lahirnya PBM ini adalah respon atas beberapa

permasalahan yang timbul di masyarakat khusus terkait

masalah pendirian rumah ibadah. PBM merupakan

pedoman bagi kepala daerah/wakil kepala daerah dalarn

19
memelihara kerukunan umat beragarna di daerahnya.

17 Lihat Gomar Gultom (ed), Seputar lzm Rumah lbadah, Dari SKB ke

PBM Dua Men ten, (Jakarta- PGI, 2006), Hal. 12

18 Lebih jauh Iihar Rumadi "Polirik Din ding Temp at Ibadah" dalam

Jurual Harmoni, Volume V, Nomor 20, Oktober-Desember 2006.

19 Dra Kus tiru, M.Si (ed), Efektifitas Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 tahun

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Sebagaimana dicatat Yewangoe, lahirnya PBM ini

karena adanya gelombang penutupan rumah-rumah

ibadah di berbagai daerah dengan alasan belum adanya

izin menurut SKB tahun 1969. Alhasil, Pemerintah cq

Menteri Agama meninjau kembali SKB tersebut. Menteri

Agama berpendapat, bahwa SKB (atau semacamnya)

masih tetap dibutuhkan dalam masyarakat Indonesia

yang majemuk ini. Hanya saja, SKB itu terlarnpau

"longgar" sehingga terbuka kemungkinan orang

menafsirkannya secara berbeda. Maka disusunlah

sebuah draft peraturan baru yang lebih rinci. Dalam pada

itu wakil-wakil majelis-majelis agama diminta ikut serta

menyampaikan masukan-masukan. Lebih jauh Yewangoe

mengakui bahwa tidak mudah mencapai kesepakatan­

kesepakatan di antara majelis-majelis agama itu, karena

adanya berbagai persepsi dan interpretasi terhadap

pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat di dalam draft.

Dibutuhkan 10 kali putaran sebelum tiba pada keputusan

terakhir. Mengakhiri putaran kesepuluh, majelis-majelis

agama menyampaikan catatan-catatan mereka, karena

ketidakberhasilan mencapai kesepakatan atas beberapa

pasal dan ayat-ayat.

Draft bersama catatan-catatan itu lanjut Yewangoe

dikembalikan kepada pemeriritah. Dan pemerintah,

dalam hal ini Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

berpendapat bahwa sebuah keputusan bersama Menteri

20
tetap dibutuhkan sebagai pengganti SKB. Akhirnya

pada 21 Maret 2006 Pemerintah mengambil langkah

menerbitkan PBM ini. Menurut Pemerintah, aturan ini

dianggap lebih baik dari SKB sebelumnya karena lebih

rinci sehingga dapat menghindarkan multitafsir seperti

2006, (Jakarta: Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang

Kehidupan Keagamaan, 2009), Hal v.

20 Andreas A Yewangoe, "Menyikapr Peramran Bersama Dua Menceri",

Suara Pembaruan, 06/04/2006.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

yang terjadi pada SKB. Aturan baru ini juga disusun

berdasar pengalaman penerapan SKB sebelumnya,

sehingga diharapkan kekurangan-kekurangan yang ada

21
dapat diperbaiki.

Menurut Ahmad Suaedy PBM ini tidak hanya

mengatur tentang rumah ibadah, melainkan ada

tiga unsur yang diatur di dalarnnya. 1J Pemeliharaan

kerukunan umat beragarna; 2) Pemberdayaan Forum

Kerukunan Umat Beragama (FKUB); 3) Pendirian tempat

ibadah. Yang terpenting dari pengaturan itu adalah peran

pemerintah yang mengambil tanggungjawab seluruh

usaha dan kerukunan umat beragama, dalam hal ini

pemerintah daerah. Bahwa, menurut bunyi salah satu

pasal PBM tersebut pemerintah daerah mempunyai tugas

"memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat

termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat

beragama," serta mengkoordinasikan kegiatan instansi

22
vertikal di tingkatan daerahnya masing-masing. Jadi

tidak seperti UU Otonomi Daerah yang menyerahkan

pengaturan tentang agama kepada pemerintah pusat,

PBM ini memberi tugas kepada Kepala Daerah untuk

menjaga kerukunan umat bergarna.

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama

( FKUB) sebagaimana disebu tkan dalarn PB Mini merupakan

hal baru yang muncul dalarn aturan ini yang tidak ada di

dalam SKB 1969. Di samping menjadi forum Iintas agama

untuk membicarakan berbagai persoalan umat, FKUB

21 M. Sublu Azhari & Dmdi A. Ghazali, "Berebut Kue FKUB FKUB Kota

Depok dan K.abupaten Bandung Pasca PBM" dalam The \Vahid Institute, Agama

dan Pergeseran Representasi: Konflik dan Rekonsiliasi di Indonesia, (Jakarta The

Wahid Institute, 2009), Hal. 359 360.

22 Ahmad Suaedy, "Memperkuat Peran Pemeri.ntah dalam Menjaga

Toleransi dan Harmoni Akar Rumput", makalah disampaikan dalam Lokakarya

Pembuatan Modul Penguatan K.apasitas Anggota FKUB ten tang Konstitusi, HAM

dau MedJ.asi Konflik Keagamaan, Kerjasama Balilhang Kemenag RI dan the Wahid

Instirnte, 26 - 28 Maret 2012, Blue Sky Jakarta.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

juga mempunyai otoritas untuk menilai apakah tempat

ibadah layak didirikan atau tidak. Proses pendirian tempat

ibadah, dengan demikian, bukan hanya melalui birokrasi

resmi dalam struktur pemerintah, tapijuga harus melalui

23
"birokrasi tidak resmi" yaitu FKUB.

Terkait pembentukan FKUB, Pasal 8 PBM ini

menyatakan bahwa pembentukan FKUB dilakukan oleh

masyarakat dengan difasilitasi pemerintah. Lebih lanjut

pada Pasal 11 ditegaskan bahwa anggota FKUB tingkat

provinsi maksimal 21 orang, sementara di kabupaten

17 orang. Komposisi keanggotaannya ditetapkan

berdasarkan pertimbangan jumlah pemeluk agama

setempat dengan keterwakilan 1 orang bagi masing­

masing agama. Ketentuan mengenai keanggotaan FKUB

ini problematik karena apabila berdasar komposisijumlah

penduduk bagaimana cara menghitungnya? Kemudian

bagaimana cara menentukan seseorang dapat mewakili

agama tertentu? Jika melalui organisasi kemasyarakatan

(Ormas), lalu Ormas yang mana?

Dalam laporannya The Wahid Institute misalnya

menemukan para perwakilan agama-agama tidak memiliki

pegangan yuridis yang seragam dan tegas untuk menjawab

berbagai pertanyaan di atas, karena PBM hanya memberi

batasan bahwa pembentukan FKUB hanya melalui

musyawarah dan keanggotaannya dari pemuka agama

setempat. Dalam sebuah musyawarah pembentukan FKUB

di Kota Depok, terjadi ketegangan diantara pemuka agama

karena beberapa Ormas memaksakan salah satu Ormas

24
radikal menjadi anggota. Problem lain terkait per an

FKUB dalam memberikan rekomendasi pendirian rumah

ibadah sebagaimana diatur dalam PBM ( Pasal 9 ayat 2 e

23 Rumadi, "Poliak Di.ndi.ng Tempat Ibadah" dalam Jurnal Harmoni.,

Volume V, Nomor 20, Oktober Desember 2006

24 M. Sublu Azhari. & Di.ndi A Ghazali, "Berebuc Kue FKUB, Hal 370 ..

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

dan Pasal 14 ayat 2 d). Tidak ada penjelasan yang cukup

jelas mengenai pertimbangan-pertimbangan apa saja yang

harus digunakan FKUB dalarn memberikan rekomendasi.

PBM hanya menggariskan bahwa rekomendasi adalah

hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB.

Nampaknya keputusan apakah FKUB mengeluarkan

rekomendasi pendirian rumah ibadah atau tidak sangat

tergantung dari hasil musyawarah dan mufakat tersebut.

Hal ini tentu masih menyimpan masalah karena

dalam prakteknya pengambilan keputusan di internal

FKUB sering bersifat sentralistik dan masih bias mayoritas.

Di satu daerah, keputusan FKUB hanya berpusat pada

ketua, wakil ketua dan sekretaris. Sementara di daerah

lain, keputusan FKUB hanya mewakili pandangan agama

mayoritas karena mereka menganggap keberadaan mereka

di dalam forum ini adalah untuk mempertahankan akidah

25
masing-masing.

Dalam PBM ini, prosedur pendirian tempat ibadah

diatur secara rinci dalam Bab IV pasal 13-17. Yaitu

meliputi: 1) persyaratan administratif, 2) persyaratan

teknis bangunan, 3) persyaratan khusus meliputi: a.

daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah

ibadah paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang

disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat

batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat

(3); b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60

(enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;

c. rekomendasi tertulis dari kepala Kantor Departemen

Agama kabupaten/kota; d. rekomendasi tertulis

FKUB kabupaten/kota (Pasal 14). Dalam pasal ini juga

ditekankan bahwa dalam hal persyaratan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan

25 M. Sublu Azhari & DindiA Ghazali, "BerebucKue FKUB . . . , Hal.

373-374 ...

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

persyaratan huruf b belum terpenu hi, pemerintah

daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi

pembangunan rumah ibadah.

Ketentuan jumlah calon pengguna tempat

ibadah minimal 90 orang yang dibuktikan dengan

KTP yang disahkan pejabat sesuai dengan tingkat

wilayah, dan dukungan 60 orang di wilayah setempat

merupakan pengganti dari ketentuan SKB 1/1969 yang

mempersyaratkan: "apabila dianggap perlu, Kepala

Daerah atau pejabat yang ditunjuknya itu dapat meminta

pendapat dari organisasi-organisasi keagamaan dan

26
ulama/rohaniawan setempat". Dalam banyak kasus

kemudian, persyaratan 60 orang ini sering memicu

pertentangan antara umat yang mengajukan izin rumah

ibadah dengan masyarakat sekitar lokasi yang tidak setuju

pendirian tempat ibadah tersebut.

Persayaratan 90 pengguna dan 60 persetujuan warga

sekitar dalam peraturan ini diperoleh dari hasil kompromi

majelis-majelis agama ketika PBM ini dirumuskan. Angka

ini dianggap mewakili kearifan lokal di tanah air. Menteri

Agarna kala itu Maftuh Basyuni memberi argumen: "Angka

ini diperoleh setelah mempelajari kearifan lokal di tanah

air. Sebagaimana diketahui, sejumlah gubernur telah

melakukan pengaturan tentang hal ini. Di Provinsi Riau

diatur jumlah syarat minimal 40 KK, di Sulawesi Tenggara

diatur jumlah syarat minimal 50 KK dan di Bali diatur

jumlah syarat minimal 100 KK". Sementara untuk syarat

dukungan 60 Menteri Maftuh mengatakan: "Terkait

dengan dukungan masyarakat setempat minimal 60 orang,

dapat karni jelaskan bahwa angka itu sebenarnya tidak

mutlak, karena pada bagian berikutnya diketahui bahwa

apabila dukungan masyarakat setempat yaitu 60 orang

26 Rumadi, "Politik Di.ndi.ng Tempat Ibadah" dalam Jurnal Harmoni,

Volume V, Nomor 20, Oktober Desember 2006

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

tidak terpenuhi sedangkan calon pengguna rumah ibadah

sudah memenu hi keperluan nyata dan sungguh-sungguh,

maka pemerintah daerah memfasilitasi tersedianya lokasi

27
pembangunan rumah ibadah.

Menteri Maftuh menegaskan bahwa syaratdukungan

60 orang Iebih sebagai syarat pelengkap. Syarat yang

paling utarna adalah adanya calon pengguna tempat

ibadah yang telah memiliki keperluan nyata dan sungguh­

sungguh terhadap tempat ibadah. Atas alasan tersebut,

pemerintah daerah memiliki kewajiban memfasilitasi

tersedianya lokasi pembangunan. Dengan demikian, bagi

Menteri Agama PBM ini menekankan bahwa pemerintah

hendak memberi kemudahan pendirian rumah ibadah.

Kecenderungan ini juga nampak pada pasal 16 ayat

(2) PBM bahwa: Bupati/walikota memberikan keputusan

paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan

pendirian rumah ibadah diajukan sebagaimana dimaksud

pada ayat ( 1 J. Pasal ini bisa menjadi semacam jaminan

bahwa izin rum ah ibadah tidak berlarut-laru t sebagaimana

sering dikeluhkan kelompok Kristen. Ketentuan ini

diperkuat pasal 13 ayat (3) yang menyatakan jika

ketentuan huruf(b) pasal 13 ayat (2) tidak terpenuhi, PBM

memerintahkan Pemerintah Daerah untuk menfasilitasi

lokasinya.

Meski ketentuan tru sesungguhnya bertujuan

mempermudah perizinan dan memberi jaminan setiap

umat beragama dapat memperoleh tempat ibadah

secara legal, namun dalam kenyataannya, pemerintah

daerah sering tidak mengindahkan aturan ini. Bahkan

sebagian kepala daerah terkesan menghalangi pendirian

rumah ibadah. Alasan yang sering dipakai adalah adanya

penolakan dari warga sehingga pemerintah daerah belum

27 M. Sublu Azhari & DindiA Ghazali, "BerebucKue FKUB . . . , Hal.

363-364.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

bisa mengeluarkan izin. Bahkan seringkali, walaupun

suatu rumah ibadah telah memperoleh izin legal dalarn

bentuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB), kemudian ada

sekelompok masyarakat yang menolak keberadaan rumah

ibadah tersebut, beberapa pemerintah daerah melakukan

pembekuan izin yang sudah dikeluarkan sebelumnya.

Setidaknya ada tiga kasus dalam hal iniyang masing­

masing kepala daerah mengarnbil kebijakan yang berbeda:

1) Gereja HKBP di Cinere Depok; 2) GKI Yasmin di Bogar;

3) Kasus Masjid Nurul Musafir Batuplat di Kupang NTI

1. Rencana pembangunan Gereja HKBP Pangkalan

Jati Cinere Depok semula telah diberi izin dengan segala

persyaratan oleh Bupati Bogar ( 1 3 Juni 1998) mengingat

Depok saat itu masih wilayah Kabupaten Bogar. Tetapi

Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail (NMI) mencabut SK

izin tersebut pada 27 Maret 2009. NMI, yang berasal dari

partai PKS itu, beralasan-sebagaimana tertuang dalam SK

pencabutan-- adanya penolakan dari warga sekitar yang

tergabung dalam Forum Solidaritas Umat Muslim Cinere

dan dari beberapa kecamatan lain yang ditandai dengan

beberapa kali konflik di lapangan pada saat pembangunan

dilaksanakan. Akibatnya Gereja HKBP Cinere tidak

bisa melanjutkan pembangunan gereja tersebut karena

28
tidak memiliki izin. Mereka kemudian menempuh jalur

hukum dengan menggugat Walikota Depok ke Pengadilan

Tata Usaha Negara (PTUN) di Bandung. Dan pada Oktober

2009 PTUN memenangkan gugatan H KBP Cinere Depok

melalui keputusan PTUN Bandung No: 23/G/2009/PTUN/

Bandung yang menyatakan pembatalan pencabutan SK

Walikota Depok. Keputusan ini diperkuat keputusan PTUN

Jakarta No. 2 1 / 8 / 2 0 1 0 / PT . T U N . J K T yang menyatakan

tetap membatalkan SK Walikota. Dan pada pertengahan

28 Urruan lengkap mengenai kasus iu.i Iihat M Sub hi Azhru:.i & DindJ. A.

Ghazah, "Berebut Kue FKUB . . . , Hal. 378-387.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

September 2 0 1 0 lalu, Panitia Pembangunan Gereja HKBP

Cinere melanjutkan proses pembangunan gereja dengan

29
pengawalan poliei.

2. Kasus serupa juga terjadi di Bogar menimpa

Gereja Kristen Indonesia (GK.I) Taman Yasmin Bogar. Pada

14 Februari 2008, Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan

Kata Bogar membekukan IMB GKI Yasmin yang sudah

diperoleh pada 13 Juli 2006. Alasannya karena adanya

tekanan dari kelompok tertentu yang menolak keberadaan

gereja. Setelah pihak GKI mengajukan gugatan ke PTUN

Bandung, hakim PTUN Bandung menyatakan pembekuan

tersebut tidak sah dan meminta Dinas Tata Kata

mencabut pembekuan tersebut. Putusan PTUN Bandung

itu selanjutnya dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi TUN

Jakarta dan Mahkamah Agung di tingkat Kasasi clan

30
Peninjauan Kembali (PK).

Setelah salinan putusan PK diterima pada tanggal 7

Maret 2 0 1 1 , Walikota Bogar Diani Budiarto pada tanggal

8 Maret 2 0 1 1 menerbitkan SK Nomar 503.45-135 Tahun

2011 tentang Pencabutan Surat Kepala Dinas Tata Kata

dan Pertamanan Kota Bogor tanggal 14 Pebruari 2008

di atas. Namun 3 hari kemudian, pada tanggal 11 Maret

2 0 1 1 , Walikota yang juga didukung PKS itu menerbitkan

SK Nomor 645.45-137 Tahun 2011 tertanggal 11 Maret

2011 yang mencabut IMB GKI Taman Yasmin secara

permanen, dengan alasan adanya kebahangan dalam

31
mengajukan pernyataan tidak keberatan dari warga.

29 Lihat "350 Polisi Amankan Pembangunan Gereja HKBP Cinere", www

pikiran rakyaLcom, Rabu, 15/09/2010.

30 LiharPernyataan Majehs JemaatGereja Kristen Indonesia Bogos; "Pokok

Pilaran Prnelikungan Hukum Terhadap Purnsan Peninjauan Kembali Mahkamah

Agung oleh Walikota Bogor Dalam Kasus GKI. Tamau Yasmin", di. keluarkanpada

tanggal 13 Desember 2011. Hal. 1

31 Pernyataan Majelis Jemaat Gereja Kruten Indonesia Bogor . . . , Hal. 1.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Pada 8 Juli 2 0 1 1 Ombudsman Republik Indonesia

menegaskan bahwa tindakan Walikota Bogar yang

menerbitkan SK tertanggal 11 Maret 2 0 1 1 adalah

merupakan bentuk mal-administrasi berupa perbuatan

melawan hukum dan pengabaian kewajiban hukum

serta bertentangan dengan putusan Peninjauan Kembali

Mahkamah Agung. Pihak GKI Yasmin secara tegas

membantah tudingan tersebut dan menyatakan bahwa

yang diduga melakukan kebohongan dalam mengajukan

pernyataan tidak keberatan warga tertanggal 15 Januari

2006 itu bukanlah pihak mereka, melainkan aparat

pemerintah kota Bogar (Lurah setempat dan Ketua RT

eetempau.v

3. Kasus serupa juga terjadi di Kupang Nusa

Tenggara Timur yang menirnpa rencana pembangunan

Masjid Nur Musafir di Keluarahan Batuplat, Kecamatan

Alak Kata Kupang. Semula Walikota Kupang Daniel Adoe

telah mengeluarkan izin pembangunan masjid itu dengan

segala persyaratannya. Namun pada 27 Juni 2 0 1 1 masjid

ini ditolak pembangunannya oleh warga sekitar dengan

dalih bahwa persetujuan warga sekitar dipalsukan dan

karena itu pembangunan masjid harus dihentikan. Mereka

melakukan demonstrasi untuk menentang pembangunan

masjid tersebut. Warga menuding tidak ada bukti

dukungan dari masyarakat sekitar lokasi pembangunan.

Menurut para pemrotes, warga yang bermukim

di sekitar lokasi pembangunan selama tiga bulan

terakhir, tidak pernah melakukan rembuk warga terkait

pembangunan masjid tersebut sebagaimana disyaratkan

dalam SKB. Pihak kelurahan Batuplat tidak pernah

menunjukkan bukti berupa KTP 90 orang pengguna

Rumah lbadah tersebut dan 60 orang warga yang

bermukim di sekitar lokasi pembangunan masjid. Mereka

32 Pernyataan Majelis Jemaat Gereja Kristen Indonesia Bogor . . . , Hal. 2

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

menduga data yang dipakai sebagai persyaratan ke FKUB

dan Kantor Kementrian Agama Kata Kupang adalah data

penerima hewan kurban.

Semula Walikot Kupang telah meresmikan peletakan

33
batu pertama pembangunan masjid ini. Menjawab

demonstrasi yang dilakukan oleh warga Batuplat, ia

menegaskan pembangunan masjid Nur Musafir di Batuplat

tetap dilaksanakan oleh umat muslim setempat, karena

34
sudah memenuhi persyaratan yang berlaku.

Namun untuk menghindari polemik yang lebih

tajarn, pada 10 Agustus 2 0 1 1 Daniel Adoe menghentikan

sementara pembangunan masjid Nur Musafir. Dengan

penghentian pembangunan ini Daniel Adoe membentuk

tim investigasi untuk menyelidiki kemungkinan adanya

pemalsuan dokumen sebagaimana dituduhkan pihak

35
yang menolak.

Selain tiga kasus di alas, masih banyak kasus lain

yang tidakskalah menonjol. Kasus-kasus inimenunjukkan

bahwa pemerintah tidak mampu menegakkan aturan

sesuai dengan PBM yang dibuatnya sendiri. Terhadap

aparat pemerintah, termasuk walikota yang melanggar

keputusan MA, tidak ada sanksi apapun. Konflik justeru

dibiarkan liar dan kelompok-kelompok intoleran yang

suka menggunakan kekerasan sering menentukan arah

dan keputusan akhir, apakah sebuah tempat ibadah

bisa berdiri atau tidak. Dalam kasus GKI Yasmin Ormas

keagamaan seperti Forkami (Forum Komunikasi Muslim

Indonesi) dan GARIS (Gerakan Reformis Islam) banyak

33 Lihat "Masyarakat Batuplat Tolak Pembangunan Masjid" http:/ /www.

tirilolok.com/ news_detail PHP?n1d= 1622.

34 Lihat "Walikota K.upang: Pembangunan Masjid Nur Musofir

teJah Penuhi Persyaratan" http:/ /www.republika.eo.id/berita/ nauonal/

umum/11/07 I l 9/lokz2k

35 Lihat "Walikota Hennkan Pembangunan Masjid", Koran Tempo, 11

Agusnu 2011

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

direkarn oleh media sering terlibat penyerangan fisik

terhadap jemaat GK.I Yasmin pada saat melaksanakan

36
ibadah. Begitupula yang terjadi dalarn kasus HKBP

37
Ciketing Bekasi seperti banyak diberitakan media.

Kas us-kas us ini jugamenunjukkan bahwadasar legal

tidak bisa mengalahkan aspirasi sebagian masyarakat.

Ketentuan hukum yang telah menjadi dasar pendirian

rumah ibadah bisa saja batal karena mendapat tentangan

dari masyarakat. Dalam dua kasus terakhir ternyata sikap

pemerintah daerah juga tidak seragam, dalam kasus GK.I

Yasmin Walikota Bogar mengikuti kehendak masyarakat

yang menolak, sementara di kasus Batuplat Walikota

Kupang tetap mendukung pendirian rumah ibadah. Ini

juga menunjukkan bahwa PBM ini membuka ruang bagi

penerapan yang berbeda-beda di lapangan.

Dalam perbedaan dua sikap kepala daerah di atas,

muncul pertanyaan, apakah dugaan adanya pemalsuan

dukungan dari warga terhadap rencana pembangunan

rumah ibadah dapat dijadikan dasar untuk membatalkan

pembangunan rumah ibadah? Pertanyaan ini muncul

karenasecara normatif, PBMmenyatakan bahwadukungan

60 orang dari warga non-pengguna rumah ibadah adalah

syarat wajib, sementara seperti diulas pada bagian

sebelumnya, Menteri Agama Maftuh Basyuni menegaskan

bahwa syarat dukungan 60 orang lebih sebagai syarat

pelengkap. Syarat yang paling utama adalah adanya calon

36 Lihat misalnya beberapa pemberitaan media mengenai aksi Forkami

dan GARIS antara lain: "Kebaktian GKI Tam an Yasmin Kembali Ricuh " (http I I

news.liputan6.com 08/01/2012); "Eskalasi lnrinudasi lbadah Jemaat GK.I Yasmin

Semakin Menmgkat'' (Suara Pembaruan, Senin, 16 Januari 2012); "Forkami Nyaris

Benn:ok Dengan Jemaat GKI Yasmin" (BogorPos edisi Minggu, 08 Januari 2012).

37 Lihat misalaya "Sekelompok Orang Serang Jemaat HKBP Bekasi"

(fempo.co, Mrnggu, 08 Agusnn 2010)," FPI Serang Jemaat HKBP Pondok Indah

Tunur Bekan" (www.tempointerakttf.com Minggu, 08 Agusms 2010); "Pend.eta

Ditnsuk di HKBP Ciketing Bekasi" (Kompas com, Minggu, 12 September

2010).

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

pengguna tempat ibadah yang telah memiliki keperluan

nyata clan sungguh-sungguh terhadap tempat ibadah.

Nampaknya masih terdapat ruang multitafsir yang cukup

mendasar terkait masalah ini.

Di lain pihak, PBM ini jug a menfasilitasi kem ungkinan

adanya rumah ibadah sementara clan kewajiban Pemda

untuk memfasilitasi jika persyaratan yang diperlukan

38
tidak bisa dicapai. Ketentuan izin sementara ini untuk

mengakomodasi kenyataan bahwa ban yak tempat- tempat

yang tidak diperuntukkan sebagai tempat ibadah tapi

kenyataannya difungsikan sebagai tempat ibadah karena

berbagai alasan. Sebagian mereka ada yang sekedar

menggunakan, tapi ada juga yang sudah izin tapi tidak

pernah keluar izin. Tempat ibadah seperti ini yang sering

dituduh oleh sementara pihak sebagai tempat ibadah liar

dan sering menjadi sasaran serangan dan penutupan/

39
penyegelan oleh aksi kelompok yang tidak senang.

Ketentuan soal izin sementara penting untuk dicatat

untuk beberapa hal. Pertama, dengan ketentuan tersebut

hendak memberikan ruang bagi um at beragama yang belum

mampu mendirikan tempat ibadah permanen untuk tetap

beribadah. Kedua, proses perizinan tidak mensyaratkan

jumlah pengguna dan dukungan masyarakat setempat.

Yang paling penting adalah adanya kebutuhan nyata

umat beragama akan rumah ibadah itu. Ketiga, ketentuan

dua tahun batas berlakunya izin sementara bukan berarti

tidak dapat diperpanjang. Keempat, ketentuan ini bisa

membatasi munculnya "gereja ruko'"" dan meminimaliair

38 Pasal 14 ayat 3 PBM No. 8 dan No 9 Th. 2006 centang Pedoman

Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umac Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umac Beragama,

dan Pendirian Rum ah Thadah

39 Rumadi, "Poliak Di.ndi.ng Tempac Ibadah" dalam Jurnal Harmoni.,

Volume V, Nomor 20, Oktober Desember 2006, h. 11

40 Ruko atau Rumah Toko sering dijadikan cempac ibadah atau gereja

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

konflik akibat kesalahpahaman soal tempat ibadah.

Meski ketentuan tersebut dimaksudkan untuk

mempermudah tetapi kenyataannya banyak menimbulkan

masalah di lapangan. Baik Pemda maupun pengguna

sering mengabaikan ketentuan-keteneutan tersebut.

Dalarn banyak kasus, rumah-rumah ibadah yang

dipermasalahkan di berbagai daerah adalah rumah ibadah

sementara ini yang menggunakan rumah tinggal dan

difungsikan sebagai rumah ibadah. Hal ini banyak terjadi,

misalnya, di lingkungan Kristen dalam bentuk kebaktian

Minggu clan muslim dalam kegiatan-kegiatan pengajian

mingguan. Sebagian umat Kristen sendiri mengakui

bahwa mereka sering melaksanakan kebaktian di rumah­

rumah jemaat. Mereka beralasan, misalnya, karena

adanya umat Kristen di satu kawasan narnun belum

memerruhi persyaratan mendirikan gereja sendiri baik

menurut aturan internal gereja mereka maupun aturan

pemerintah. Sementara kebutuhan untuk melaksanakan

ibadah tidak bisa ditunda, maka mereka pun beribadah

di rumah-rumahjemaat secara bergiliran. Alasan lainnya,

karena izin rumah ibadah mereka belum keluar atau

dalam proses perizinan atau karena proses yang begitu

lama untuk memperoleh izin. Aktifitas seperti ini sering

mendapat prates dari masyarakat yang tidak setuju dan

terkadang distigma melakukan ibadah secara liar.

terutama di kalangan Kristen Protestan. Gereja-Gereja i.111 banyak yang beni.fat

sementara karena Ruko pada ewalnya tidak djperunrukkan sebagai. rumah ibadah

melai.nkan tempat usaha atau tempat tinggat. Gereja Ruko ini juga mengacu pada

praktek ibadah rrunggu yang dilaksanakan di mat mat arau di grdnng gedung

pertemuan yang sengaja disewa olehjemaatgrreja tertenrn sebagai. tepatibadah rutin

Gereja gereja seperti ini. sering mrnjadi sasaran penyerangan warga yang menolak

keberadaannya baik dengan alasan tidak memiliki. i.zin atau penyatahgunaan fungsi.

bangunan. Lihar misatnya: "Massa FBR Gcruduk Gereja Ilegal di Ruko Bojong

Indah" (www.voa-islam.com, Serun, 01 Aug 2011); "Diduga Jadi Gereja Rumah

Ibadah, Ruko Dirusak Warga", (mterotvnrws.com, 7 Mei. 2012); "Tidak Ada Izin,

Sebuah Trmpat Ibadah Dirusak Warga", (Perisai..net, 24 June 2012).

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Ketentuan tentang izin sementara ini banyak tidak

diketahui oleh masyarakat termasuk pengguna rumah

ibadah sehingga masyarakat yang tidak toleran sering

menganggap bahwa melakukan ibadah di rumah-rumah

merupakan pelanggaran hukum dan dihentikan paksa

karenadianggap liar. Begitu jug abanyakoknum pemerintah

terutama di tingkat desa/kelurahan atau kecamatan

yang juga tidak memahami ketentuan semacam ini.

Sehingga ketika ada penolakan dari masyarakat terhadap

kegiatan ibadah di rumah atau bangunan bukan tempat

ibadah, mereka cenderung berpihak kepada masyarakat

yang menolak ketimbang memfasilitasi pengurusan izin

sementara.

Problem lain yang perlu mendapat perhatian adalah

soal gedung rumah ibadah yang telah dipergunakan

secara permanen tetapi belum memiliki IMB rumah

ibadah. Selama ini banyak rumah ibadah yang tidak

memiliki izin karena berbagai alasan, msialnya karena

sulitnya mengurus izin resmi sehingga asal memperoleh

restu dari masyarakat sekitar mereka mendirikannya

tanpa mengurus secara resrni. Sesunggunya ada aturan

yang mengakomodasi kasus seperti ini tetapi seringkali

tidak dipahami baik oleh aparat pemerintah maupun

masyarakat umum. Ketentuan itu adalah pasal 28 ayat

(3) PBM yang mengatakan: "dalam hal bangunan gedung

mmah ibadahyang telah digunakan secara pennanen dan/

atau memiliki nilai sejarah yang belurn memiliki /MB untuk

mmah ibadah sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini,

bupati/walikota membantu menfasilitasi penerbitan !MB

untuk mmah ibadah dimaksud".

Peristiwa penyegelan dan penutupan 20 gereja dan

rumah ibadah kepercayaan lokal di Aceh Singkil oleh

Pemerintah Kabupaten adalah contoh kongkritdari problem

ini. Penyegelan ini dilatarbelakangi adanya demonstrasi

ratusan umat Islam pada 30 April 2012 di Kantor Bupati

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


� L

Aceh Singkil. Mereka beroraei menuntut ketegasan

Pemkab Aceh Singkil menegakkan kembali Perjanjian

tahun 1979. Mereka juga menyampaikan kekecewaannya

terhadap FKUB dan MPU yang tidak bertindak demi

Islam dan membiarkan gereja menjamur di mana-mana.

Akibat penyegelan ini, rumah-rumah ibadah yang sudah

berdiri puluhan tahun tidak boleh lagi digunakan untuk

ibadah dan ribuan jemaat Kristen di Aceh Singkil tidak

bisa melaksanakan ibadah di rumah ibadah mereka dan

diliputi rasa tidak aman karena ketegangan sosial yang

makin meningkat.

Penyegelan itu terjadi pada tanggal 1-3 Mei 2012

dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari MUSPIDA,

MUSPIKA, SATPOL PP dan FPI atas persetujuan Pj. Bupati

Aceh Singkil Ir. H. Razali AR. Gereja-gereja yang disegel

antara lain: GPPD Biskang di Nagapaluh, Gereja Katolik

di Nagapaluh, Gereka Katolik di Lae Mbalno, GKPPD

Siatas, GKPPD Tubuhtubuh, GKPPD Kuta Tinggi, KGPPD

Tuhtuben, HKI Gunung Meriah, GMII Mandumpang,

Gereja Katolik Mandumpang, Rumah ibadah Pambi -

aliran kepercayaan lokal dan beberapa gereja lainnya.

Alasan penyegelan ini adalah dalam rangka penertiban

41
rumah ibadah yang tidak memiliki izin.

Menyikapi peristiwa ini, sejumlah kalangan telah

menyampaikan penyesalan dan kecaman terhadap

tindakan Pemkab Aceh Singkil. Menteri Dalam Negeri

Gamawan Fauzi menyayangkan penyegelan tersebut.

Menurutnya, tiap umat berhak mendirikan rumah ibadah

masing-masing. Umat mayoritas tidak boleh memaksa

42
umat minoritas. Pada 31 Mei 2 0 1 2 , Komisi Nasional Anti

41 Laporan Penyegelan Gereja Aceh Smgkil oleh ASB (Ahansi Sumut

Bersatu) 2012

42 "Mendagri Sayangkan Penyegelan 20 Gereja di. Aceh", wwwokezone.

com, Rabu, 13 Oktober 2012

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


_J L

Kekerasan Terhadap Perempuan juga telah melayangkan

s urat kepada B upati Aceh Singkil. Dal am s uratnya Kornn as

Perempuan menyatakan bahwa tindakan penyegelan

sejumlah rumah ibadah di Aceh Singkil dapat berpotensi

pengingkaran tanggung jawab negara untuk menjamin

kemerdekaan tiap-tiap warga Negara sebagaimana

diamanatkan oleh Uridang-Undang Dasar Negara RI 1945

untuk dapat memeluk agarna dan keyakinan serta untuk

beribadah menurut agama dan keyakinannya itu.

Anggota DPR RI Eva Kusuma Sundari mengatakan,

salah satu sumber masalah adalah Peraturan Gubernur

25/2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah.

Peraturan ini berisi syarat-sayatyang lebih be rat dibanding

SKB 2 Menteri tentang hal yang sama. "Kalau SKB

mensyaratkan 60 anggota jemaat gereja untuk mengajukan

permohonan IMB, maka Pergub tersebut meminta 150

jemaah. Yang lebih menyedihkan ada fatwa lokal yang

menyatakan pengharaman bagi umat muslim untuk

memberikan tandatangan persetujuan. Artinya, upaya

meminta 90 tanda tangan persetujuan dari masyarakat

43
setempat tidak mungkin tercapai," ungkapnya.

Sebagaimana disinyalir Eva, selain adanya Pergub

Aceh yang mematok syarat yang lebih berat ketimbang

PBM 2 Menteri Tahun 2006, meruncingnya persoalan

rumah ibadah umat Kristen di Aceh Singkil karena adanya

konflik antara hukum negara dengan hukum masyarakat

dalam hal ini Perjanjian 1979 dan 2 0 0 1 . Perjanjian terse but

dibuat oleh umat muslim dan umat Kristen Aceh Singkil

yang intinya menyepakati bahwa di Aceh Singkil hanya

boleh ada satu gereja dan empat undung-undung (rumah

doa) bagi umat Kristen di sana. Umumnya masyarakat

yang menentang gereja-gereja di sana memilih untuk

43 "DPR: Pemerinrah Perlu Tegas soal Penyegelan 20 Gereja", www.

tribunnews.com, Selasa, 12 Okrober 2012

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

menegakkan kembali Perjanjian tersebut ketimbang

44
mengikuti aturan negara. Sementara para Pimpinan

gereja melihat bahwa Perjanjian tahun 1979 saat ini sudah

tidak relevan dan harus ditinjau lagi, karena umat Kristen

di Aceh Singkil sudah lebih dari 1500 KK, dimana 1 gereja

dan 4 undung- undung tidak cukup lagi. Lebih jauh lagi

Perjanjian tersebut bertentangandengan Undang-Undang.

Pembongkaran gereja hanya akan melahirkan ketegangan

45
dan konflik di Aceh Singkil.

Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil mengakui tidak

bisa mengambil posisiyang tegas dalam konflik hukum ini.

Jika mengikuti aturan yang ada, maka dengan memenuhi

persyaratan yang digariskan, pembangunan gereja dapat

diteruskan. Namun dengan begitu umat Kristen akan

dianggap telah melanggar isi perjanjian yang berpotensi

menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Peristiwa

Aceh Singkil ini adalah kasus pertama dimana PBM

dipertentangkan dengan hukum masyarakat (Perjanjian

1979 dan 2001). Karena itu hingga saat ini, belum ada

solusi yang efektif untuk menyelesaikannya dimana

masing-masing pihak dapat menerima dengan lapang

dada.

Selain kasus Aceh Singkil di mana umat Kristen

menjadi korban, problem rumah ibadah yang berkaitan

dengan penerapan PBM di lapangan juga menimpa kaum

muslim. Di Nusa Tenggara Timur pada bulan Mei lalu

juga mendapat hambatan dalam pendirian dua masjid di

Kabupaten Timar Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) setempat

mempertanyakan pembangunan dua masjid di daerah itu.

Sebab, masjid itu dinilai belum mengantongi rekomendasi

resmi dari FKUB. Dua masjid yang dipersoalkan salah

44 Lihat Laporan ASB (2012)

45 LihatLaponm ASB (2012)

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


_J L

satunya terletak di kompleks TNI AD dan lainnya adalah

musalayang dipugar menjadi masjid di Kilometer 4 jurusan

Kupang. "Setelah karni eek ternyata pembangunan dua

masjid itu belum adapermohonan rekomendasi ke FKUB,"

kata Ketua FKUB Kabupaten Timor Tengah Utara, Romo

Aloysius Kosat.

Menurut Kosat, Pendirian tempat ibadah harus

memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan

teknis, seperti daftar nama dan kartu tanda penduduk

pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang

disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat

46
batas wilayah. Selain itu , menurut Kosat, harus ada

dukungan masyarakat setempat paling kurang 60 orang

yang disahkan oleh kepala kelurahan atau kepala desa,

kemudian rekomendasi tertulis dari kepala Kantor

Kementerian Agama di kabupaten/kota. Kosat juga

menilai PBM gaga! karena tidak berdaya mengakomodir

kerukunan umat beragama dan pembangunan rumah

47
ibadah lebih berpihak pada kelompok mayoritas.

Se lain di NTI, kasus pembatasan rumah ibadah umat

muslim juga terjadi di beberapa tempat di Sumatra Utara.

Pada Maret 2 0 1 1 lalu, setidaknya enam masjid dibongkar,

dibakar atau dirusak warga sekitar. Dugaan semen tara,

48
tindakan ini dilakukan karena konflik pribadi. Masjid­

masjid yang menjadi sasaran adalah Masjid Nur Hikmah

di Dusun Lima Desa Aek Loba, Masjid Taqwa di Kelurahan

Aek Loba Kecamatan Aek Kuasan, Kabupaten Asahan.

Masjid Al Ikhlas di JL Timur No. 23, Kelurahan Perintis,

Kecamatan Medan Timur, Kota Medan. masjid di JL Kp

46 "Pembangunan Masjid di Nrf Dipertanyakan", Tempo.co, Jumat 11

Mei2012

47 "Tokob Agama Nrf Protes Tempat Ibadah Liar", Kompas com, Selasa

08 Mei2012

48 "Pembakaran Maspd Harns JadJ. Perhatian ", Waspada Onhne, Jumat 15

Apri.12011

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Melayu, Selambo, Dusun Tiga, Desa Amplas, Kecamatan

Percutseituan, Kabupaten Deli Serdang, Medan, Masjid Fi

Sabilillah di Jl. Lintas Tobasa, Lumban Lowu, Kabupaten

Toba Samosir, Toba Sarnosir dan Masjid Besitang, Desa

49
Selarnet, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.

Dari uraian panjang di atas menunjukkan bahwa

ketentuan rumah ibadah sementara dan kewajiban

pemerintah untuk memfasilitasi jika persyaratan tidak

terpenu hi, tidak bisa dijalankan di semua wilayah dan

lebih banyak menuai problem. Pemkot Bekasi yang tidak

kunjung mencabut segel GKI Taman Yasmin karena

situasi sosial-politik yang tidak mendukung padahal

fatwa MA sudah menetapkan sebaliknya sementara

pihak pemerintah pusat tidak banyak berbuat karena

menganggap urusan ini sebagai urusan pemerintah

daerah. PBM sendiri tidak memberikan sarana evaluasi,

bahkan sanksi, kepada Pemkab/Pemkot dan atau FKUB

yang gagal melaksanakannya.

Secara teoritis, PBM hendak menjamin kepastian

hukum tentang pendirian rumah ibadah. Kepastian

hukum ini idealnya menjamin kepastian bahwa setiap

warga negara akan mendapatkan pelayanan yang sama

oleh pemerintah dalam hal ibadah dan tempat ibadah,

termasuk mereka yang minoritas. Namun karena

ketentuan yang multitafsir sehingga menyisakan banyak

masalah.

Pada pasal 1 PBM dinyatakan bahwa "rumah

ibadah adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu

yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para

pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak

termasuk tempat ibadah keluarga". Sementara itu , di

bagian lain dijelaskan bahwa tempat ibadah keluarga

meliputi musalla/langgar/surau/meunasah (Islam),

49 Lihat : hnp:/ Idokumcntan.elsam.or.id/reporu/view /23

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

kapel/rumah doa (Kristen), kapel (Katolik), sanggah/

mrajan/panti/paibon (Hindu), cetya (Buddha), dan

siang hwee/coo bio/cong bio/kong tek su [Konghucul.P?

Pada aras ini menjadi penting untuk mempertanyakan

posisi para penganut kepercayaan menyangkut tempat

ibadah mereka. Nomenklatur tempat ibadah yang

tidak memasukkan tempat ibadah bagi mereka yang

berkepercayaan memungkinkan adanya kesulitan di masa

yang akan datang.

Hal lain yang perlu disorot dari materi FKUB adalah

peran FKUB. FKUB hanya dijelaskan sebagai badan

dengan sejumlah tugasnya. PBM tidak mengatur apabila

FKUB mencederai kewajibannya melalui berbagai derajat

pelanggaran, misalnya memihak kelompok tertentu, dan

mengabaikan bukti-bukti administratif yang tersedia.

Sikap-sikap ini seringkali justru mencederai tugas FKUB

yang seharusnya menjadi motor terwujudnya kerukunan

antar- umat beragama.

Sikap kontra oleh sekelompok orang akhir-akhir ini

menjadi pertimbangan tidak resmi terhadap penghentian

atau pembatalan IMB juga patut dicermati. Misalnya,

tekanan kelompok kontra yang kuat seperti pada kasus

HKBP Filadelfia Tambun Utara Bekasi, membuat para

aparatur pemerintah daerah membatalkan izin. Mereka

menjadikan penolakan tersebut sebagai dasar untuk

mengabaikan keputusan yang hukumnya sudah mengikat

dengan dalih "tidak mungkin dilaksanakan" karena

mengundang konflik. Nasib GKI Taman Yasmin tidak

berbeda jauh. Pada aras yang sama, patut juga disoroti

"penderitaan" jamaah Masjid Nur Musafir di Batuplat,

Kupang, Nusa Tenggara Timur. Meski IMB sudah

digenggam tangan, pembangunan masjid ini dihentikan

50 Balid,ang dan Diklat Kemenag RI 2012, Sosialisasi PBM dan Tanya

Jawab, (Jakarta: Pushtbang Kehidupan Keagamaan Balitbang dan DiltlatKemenag

RI), 2012, Cetakan IIL hal. 63

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

sementara waktu menyusul gelombang prates dari

pihak yang kontra-meskipun mereka sudah memenuhi

persyaratan administratif.

Melihat berbagai kerumitan ini, perlu kiranya PBM

direvisi dari segi materi. Kepentingan merevisi ini terutama

untuk mengurangi kesenjangan dalam soal kemampuan

sosial-budaya kelompok mayoritas dan minoritas sehingga

mereka memiliki peluang yang sama untuk mendirikan

tempat ibadah. Selain itu, perlu harmonisasi peraturan

perundangan yang satu dengan peraturan perundang­

undangan yang lain agar usaha revisi ini tidak bertabrakan

satu sama lain.

PBM dan Kebebasan Beragama di Indonesia

emokraei seringkali diartikan sebagai kebebasan

untuk mengemukakan pendapat sehingga

D pembatasan agama dianggap bertentangan

dengan prinsip demokrasi itu sendiri. Karena itulah

gagasan dari kalangan liberalis mengehendaki tidak ada

pembatasan dalam meyakini suatu keyakinan keagamaan

tertentu termasuk tidak meyakini adanya Tuhan. Jika

demokrasi diartikan sebagai sebuah kebebasan untuk

berekspresi dan mengeluarkan pendapat, mestinya

setiap warga negara bebas untuk berekspresi sesuai

dengan keyakinan keagamaan yang dianutnya. Namun,

kita bisa membayangkan betapa kacaunya sebuah

negara seandainya tidak ada rambu-rambu yang bisa

dijadikan sebagai aturan main setiap warga negara dalam

mengekspresikan keyakinan keagamaannya.

Dalam pengertiannya yang murru, kebebasan

beragam.a (religious liberty atau religious freedom) memiliki

empat dimensi; kebebasan nurani (liberty of conscience),

kebebasan mengekspresikan keyakinan keagamaan,

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


_J L

(liberty of religious expression), kebebasan melakukan

perkumpulan keagamaan (liberty of religious association)

dan kebebasan untuk melembagakan ajaran keagamaan

(liberty of religious institutionalization). Diantara keempat

aspek tersebut, aspek pertama, yakni aspek kebebasan

nurani merupakan hak yang paling asli dan absolut dalam

pengertian bahwa ketidak-terpisahannya (inalienability)

51
dari diri seseorang melampaui ketiga aspek lainnya.

52
Dalam sudut pandang hak asasi manusia dan

53,
konstitusi lndonesia kebebasan beragarna juga dibagi

ke dalam dua kategori: Pertama, kebebasan internal atau

sering disebut sebagai forum internum yakni kebebasan

untuk memeluk dan memilih suatu agarna yang diyakini

termasuk di aini kebebasan untuk berpindah agama,

kebebasan untuk tidak dipaksa meyakini suatu agama,

kebebasan untuk tidak memeluk satu agama atau

menyatakan secara individu maupun bersama-sama

dimuka umum maupun privat keyakinan agamanya dalam

pemujaan, pelaksanaan perintah agama dan pengajaran.

Kategori pertama ini dianggap sebagai hak- hak yang tidak

bisadikurangi dalamkeadaanapapun( non-derogable right).

Kedua adalah kebebasan eksternal (forum eksternum)

yakni kebebasan untuk mengekspresikan keyakinan

agama dimuka publik termasuk di dalamnya adalah

kebebasan mendirikan rumah ibadah, penyiaran agama,

pendidikan agama, perayaan hari-hari besar keagamaan,

membentuk organisasi keagaman, memberikan bantuan

51 Abu Hafsin, "PROBLE11ATIKA PERAN FKUB DALAM

MEMBANGUN' KERUKUNAN UMAT BERAGM1ADI INDONESIA

(Perspektlf Konsti.msi dan HAM)", makalah disampatkan dalam diskusi pada

Lokakarya "Pembuatan Modul Penguatan Kapasitas FKUB teutang Kcusunui,

HAM, dan Mediasi Konflik" dilabanakan oleh The Wahid lnsti.mce bekerja sama

dengan Kemenag RI di Hotel Blue Sky, 26-28 Maret 2008.

52 Li.hat Kovenan lncernastonal Hak Srpil dan Politik yang celah drratifikast

Pemerinrah Indonesia melalui UU No. 11 Th. 2005 Pasal 18.

53 Li.hat Pas al 28E dan 281 UUD 1945.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

keagamaan dan lain-lain. Kategori ini termasuk ke dalarn

hak-hak yang boleh dikurangi dan dibatasi (derogable

right) dengan sejumlah persyaratan.

Pengaturan mengenai pendirian rumah ibadah dalarn

sudut pandang HAM diperbolehkan karena merupakan

bagian dari forum eksternum atau hak-hak yang dapat

dikurangi. Akan tetapi pengaturan tersebut harus

dilakukan melalui Undang Undang untuk melindungi

ketertiban um um, kesehatan um um, moral publik dan hak­

hak dasar orang lain. Pengaturan mengenai pembatasan

ini juga tertuang dalam Pasal 28J UUD 1945, namun

berbeda dari rumusan dokumen internasional seperti

Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik karena dalarn

klausul UUD ditambahkan kata-kata "melindungi . . . nilai­

nilai agama'' sebagai alasan pembatasan. Hal ini dipertegas

melalui UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM (Pasal 70

dan 73), bahwa pembatasan tersebut harus berdasarkan

Undang Undang untuk menjamin dan mengakui hak asasi

manusia dan kebebasan dasar orang lain, kesusilaan,

54
ketertiban umum dan kepentingan bangsa.

Pertanyaannya, apakah PBM dapat dianggap sebagai

bentuk pembatasan kebebasan beragama sebagaimana

dimaksud Pasal 28J UUD 1945 tersebut? Menjawab

pertanyaan ini tentu kita harus melihat kedudukan PBM

dalam struktur perundang-undangan kita. Apabila kita

mengacu pada UU No. 10 tahun 2004 juncto UU No. 12

tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang

Undangan, PBM bukanlah peraturan yang setara dengan

U ndang Undang, dia berada jauh di bawah U ndang Undang.

Dalam UU No. 12 / 2 0 1 1 disebut di antarajenis peraturan

perundang- undangan yang diakui adalah peraturan yang

dibuat oleh Menteri, namun syaratnya peraturan ini bisa

54 Ahmad Suaedy, dkk., Islam, Koustirusr, dan Hak AsasiManusia,

(Jakarta: The Wahid Instimte), 2009, hal. 44.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

lahir jika diperintahkan oleh aturan yang Iebih tinggi.

Di dalam konsiderannya, PBM mencantumkan

beberapa Undang Undang dan peraturan dibawahnya

sebagai landasan yuridis. Dari sekian peraturan tersebut,

tidak satupun yang secara eksplisit memerintahkan

pengaturan mengenar rumah ibadah harus melalui

Peraturan Bersama Menteri. Beberapa landasan memang

terkait dengan persoalan keagarnaan, namun tidak diseb ut

adanya kebutuhan untuk mengeluarkan peraturan

dari Menteri Agama dan Menteri Dalarn Negeri secara

bersamaan.

Dengan demikian, jelas bahwa secara yuridis PBM

ini berada dalam posisi yang tidak jelas. PBM ini hanya

didasarkan pada keinginan untuk memperbaharui aturan

sejenis yang sudah ada yakni Surat Keputusan Bersama

(SKBJ Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 Th.

1969. Aturan ini dianggap sudah tidak memadai sebagai

landasan hukum dalam mengelola kerukunan umat

beragama di Indonesia sebagaimana sudah dijelaskan

pada bagian sebelumnya. Ridwan Lubie, salah satu

peneliti di lingkungan Kementerian Agama mengakui

bahwa meskipun PBM ini memuat berbagai hal terkait

kerukunan beragama, posisi hierarkisnya yang hanya

berupa Peraturan Menteri dan tidak adanya sanksi bagi

yang melanggar sebagai kelemahan yang mana kepatuhan

terhadapnya hanya diharapkan berdasar pada komitmen

55
moral dari semua kelompok agama.

Pengaturan mengenai rumah ibadah di Indonesia

baik dalam perspektif HAM maupun konstitusi negara

diperbolehkan karena merupakan bagian dari forum

eksternurn. Pengaturan tersebut boleh membatasi

55 M. Yusuf Asry (ed.), Pendirian Rum ah Thadah di Indonesia, (Jakarta:

Kemenn:ian Agama RI, Badan Litbang dan Diklat Pushtbang Kehidupan

Keagamaan), 2011, hal. xi.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

implementasi pendirian rumah ibadah. Namun

pengaturan dan pembatasan tersebut tidak diberlakukan

terhadap hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi

(non-derogable rights) dan semata-mata bertujuan untuk

menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak

asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain. Syarat

pembatasan lainnya adalah harus dengan Undang

Undang. Komentar Umum 22 terhadap Kovenan Hak Sipol

menyatakan bahwa:

1. Pembatasan yang diizinkan adalah pembatasan

yang dimulai dari kebutuhan untuk melindungi

hak-hak yang dijarnin Kovenan tersebut,

2. Pembatasan yang diterapkan harus dijamin oleh

hukum dan tidak boleh diterapkan dengan cara­

cara yang dapat melanggar hak-hak yang dijamin

di pasal 18

3. Pembatasan tidak diperbolehkan berdasar pada

hal-hal yang tidak disebut oleh Kovenan, seperti

alasan kearnanan nasional,

4. Pembatasan tidak boleh dilakukan untuk tujuan­

tujuan diskriminatif atau diterapkan dengan cara

yang diskriminatif.

5. Pembatasan untuk tujuan melindungi moral

harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang

diarnbil tidak hanya dari satu tradisi agarna

saja.

Pengaturan mengenai rumah ibadah di Indonesia

seharusnya mengacu pada persyaratan-persyaratan

di atas, karena sebagai anggota PBB, Indonesia terikat

secara moral oleh berbagai dokumen yang dilahirkan

oleh lembaga ini. Secara lebih khusus, secara moral

Indonesia terikat oleh Komentar Umum Komite HAM ini

karena Kovenan Hak Sipol telah diratifikasi dan menjadi

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

bagian dari per-undang- undangan di Indonesia. Mengingat

pentingnya pengaturan mengenru rumah ibadah di

Indonesia, maka sudah seharusnya pengaturan tersebut

berdasarkan Undang Undangyang disusun bersama-sama

oleh eksekutif dan legislatif. Pengaturan tersebut juga

hendaknya mengacu kepada konstitusi serta instrumen­

instrumen HAM PBB.

Selain bersesuaian dengan HAM, seharusnya

pasal-pasal dalam PBM ini berlaku untuk semua daerah.

56
Kenyataannya, terdapat pengecualian bagi DKI Jakarta.

Pengecualian ini didasarkan pada logika sebagai berikut:

Apakah ketentuan mengenai kedua

rekomendasi (rekomendasi FKUB dan

rekomendasi Kemenag, Pen.) tersebut berlaku

untuk seluruh provinsi? Ya, kecuali untuk OKI

Jakarta karena di DKI Jakarta IMB diterbitkan

olehGubernurmakarekomendasi�rekomendasi

yang diperlukan tersebut disesuaikan pada

tingkat provinei. Rekomendasi FKUB provinai

DKI Jakarta diterbitkan setelah mendapatkan

pertimbangan dari FKUB kabupaten/kota.

Rekomendasi Kanwil Kantor Kementerian

Agama Prov DKI Jakarta diterbitkan setelah

mendapat pertimbangan dari Kantor Kemenag

57
kabupaten/kota.

Kekhususan ini bisa menjadi persoalan besar. Kasus

penyegelan besar-besaran di Aceh antara lain didasari

oleh Pergub dari Provinsi NAD yang menuntut syarat

administratif yang lebih besar ketimbang PBM nampaknya

56 Lihat da.lam Kepunuan Gubernur DKI Jakarta No. 137 Th 2002

tentang Prosedur Persernjuan Pembangunan Tempat tempat lbadah/Kegiatan

Agama di Propum Daerah Khusus lbukota Jakarta

57 Balilhang dan DiklatKemenag RI 2012, SosialisasiPBM dan Tanya

Jawab, hal. 91

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

juga didasarkan pada semangat "kekhususan". Mendagri

belum melakukan tindakan terkait hal ini dan hal ini

menimbulkan dampak yang besar khususnya bagi

minoritas. Hidup dalam lingkup formalisasi syariat Islam,

minoritas di Aceh mesti berusaha lebih keras ketimbang

minoritas di tempat lain: mereka mesti mengumpulkan

150 tanda tangan pendukung dan persetujuan dari lokasi

58
sebanyak 60 orang. Pada aras ini, keistimewaan yang

diperoleh OKI Jakarta seharusnya ditinjau ulang.

Saran dan Rekomendasi

eberapa saran perlu ditujukan kepada beberapa

pihak. Pertama, Presiden sebagai kepala

B negara dan kepala pemerintahan hendaknya

menjalankan amanat UUD 1945 terkait pemenuhan hak­

hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. 'Tugas' ini

dapat dilakukan dengan terus mengawasi para menteri

di bawah kekuasannya, terutama Menteri Dalam Negeri

(Mendagri) dan Menteri Agama (Menag). Termasuk dalam

tugas ini adalah keterlibatan dalam problem dalam

beribadah, terutama ketika bersinggungan dengan

hu kum. Presiden selaku potret dari pemerintahan pusat

tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya kepada Pemda

tertentu karena menganggap bahwa urusan ini semacam

ini adalah urusan daerah. Urusan agama adalah urusan

pemerintah pusat, di samping urusan keamanan, yustisi,

59
dan moneter & fiskal.

58 Lihat selengkapnya dalam Peraruran Gubernur Aceh No 25 Th. 2007

tentang Pedoman Peudiriau Rumah Ibadah

59 Dalam penjelasan UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dJ.jelaskan bahwa urusan agama adalah "misalnya menetapkan harilibur kragamaan

yang berlaku secara nauonal, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suarn

agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan

dau sebagainya; dan bagrnn tertentu urusan pemenntah lainnya yang berskala

nasional, ridak dapat diserahkan ke daerah. Khusus di. bidang keagamaan sebagian

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Kedua, FKUB memiliki masalah dalam persoalan

representasi. Seperti termuat dalarn pasal 10 PBM, para

anggota FKUB adalah para pemuka agama. Jumlah

utusan tiap agama ditunjukkan dengan perbandingan

jumlah pemeluk agama setempat dengan keterwakilan

minimal satu orang dari setiap agama. Mekanisme yang

dimaksudkan ini diajukan karena dianggap sebagai "lebih

mendekati keadilan't.w Klaim keadilan ini perlu diragukan

mengingat dengan sistem semacam ini mengandaikan

jumlah kelompok mayoritas yang akan lebih banyak

ketimbang yang minoritas-belum lagi soal komposisi

laki-laki dan perempuari. Persoalan jumlah bukan

sekedar problem secara kuantitas tetapi juga soal posisi

tawar dalam pengambilan keputusan. Pada aras ini,

mereka seharusnya menjadi pihak yang tidak memiliki

kepentingan terhadap pemberian IMB kecuali terhadap

kesahihan syarat pemberian rekomendasi. Para anggota

FKUB pun tak luput dari kemungkinan pemihakan kepada

salah satu kelompok. Padahal, salah satu tugas utama

FKUB adalah menampung aspirasi Ormas keagamaan dan

61
masyarakat. Oleh karena itu , idealnya FKUB mewakili

semua, bukan satu kelompok saja.

Ketiga, sebagai bagian dari negara, polisi memiliki

wewenang istimewa berupa monopoli untuk legitimasi

62
penggunaan kekerasan. Wewenang 1n1 seharusnya

krgrntannyadapat drtugaskan oleh Pemenntah kepada Daerah sebagai upaya

meni.ngkatkan kei.kuuertaan Daerah dalam menumbuhkembangkan kehi.dupan

beragama". Dengan kerentuan ini, seharusnya presiden dapat turut campur dalam

beberapa segketa rum ah ibadah seperti terjadi di Bekasi. K.asus Pemkot Bekasi dan

Pemkab Bekan yang berhadapan dengan warganya sendiri layak uutuk dtintenrensi

60 Balid:iang dan Di.klat Kemenag RI 2012, Sosi.alisasi PBM dan Tanya

Jawab, hal. 81

61 Li.hat selengkapnya dalam Bab III tentang FKUB pasal 8-pasal 10 PBM

No.8 I No. 9 Th. 2006 trntang Pedoman Pelaksaan Tugas Kepala Daerah/Wakil

Kepala Daer ah dalam PemeWrnraan Kerukunan Um at Beragama, Pemberdayaan

Forum Kerukunan UmatBeragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.

62 Seperti dimliskan dalam UUNo. 2 Th 2002 tentang bahwapolisi memi.Wa

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

digunakan secara proporsional dalam ranah kemajemukan

beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Dalam kapasitas

irri, poliei seharusnya menindak segala usaha kelompok

atau golongan tertentu yang berupaya untuk mengambil

alih monopoli kekerasan ini, termasuk Ormas atau

paramiliter yang gemar menyegel atau menyerang aliran

kegamaan atau komunitas agama tertentu yang memiliki

cara pemahaman. Sikap Ormas anarkhis ini sudah jelas­

jelas mencederai martabat poliei dan karenanya mesti

ditindak sesuai hukum yang berlaku. Pada saatyang sama,

pembiaran terhadap kekerasan terhadap warga negara

yang hendak beribadah juga harus dihentikan mengingat

intensitasnya yang terus meningkat belakangan ini, mulai

dari intimidasi bahkan ancarnan pemburruhan.

Substansi PBM sendiri perlu direviai dengan

mempertimbangkan beberapa hat Pertimbangan yang

dimaksud misalnya kesesuaian antara substansi

pengaturan dengan kovenan sipol yang telah diratifikasi

Indonesia sebelum PBM disusun. Selain itu, kekhususan

dalam PBM ini perlu dihapuskan mengingat hal ini memicu

timbulnya diskriminasi, meskipun berupa diskriminasi

prosedural. Penghapusan juga. menyangkut penertiban

peraturan yang tidak selaras dengan PBM seperti Pergub

Provinsi NAD. Tidak kalah pentingnya adalah sanksi

bagi kepala daerah yang tidak melaksanakan atau

mengingkari PBM ini. Prosedur penyelesaian 'perselisihan

akibat pendirian ibadah dan penggunaan rumah ibadah'

beberapa tugas khusus seperti rermuar dalam pasal 14 ayat (I) Polisi. dijelaskan

berrngas melaksanakan pengarnran, penjagaan, pengawalan, dan parroli terhadap

kegratan masyarakat dan pemeri.ntah sesuai. keburnhan dan memelihara ketertiban

dan meujamin keamanan umum. Selai.n iru, polisr juga memiliki wewenang khusus

seperti digarukan dalam Pasal 15 ayat (2) mi.salnya unrnk membenkan izin dan

melakukan peugawasan senjata api., bahan peledak, dan senjata tajam. Tugas dan

wewenang ini bi.sa wkatakan merupakan monopoli penertiban, yang sebagi.annya

menggunakan kekerasan ji.ka dq.ierlukan, yang harrya di.mi.hb oleh negara melalui

kepolisran. Dengau dernikian, penertiban oleh kelompok dr luar negara merupakan

sesuatu yang ilegal

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

yang dilanggar oleh Pemkot Bekasi, misalnya, tidak cukup

diselesaikan dengan pemanggilan yang bersangkutan oleh

pemerintah pusat. Perlu tindakan yang lebih tegas agar

pembangkangan semacam ini tidak diulangi dan bahkan

meluas. Karenanya perlu dirumuskan dan dicantumkan

dalam PBM agar tidak terulang di masa depan.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


Bab IV

Dari Pengeras Suara Hingga Dakwah

Provokatif

Problematika Kebijakan Penyiaran

Agama di Indonesia'

Pendahuluan

enyiaran agama atau dakwah adalah salah satu

p aspek penting

demikian, dakwah
dari kehidupan

adalah bagian
beragarna.

dari
Meski

ekspresi

keagamaan dan bukan keyakinan itu sendiri sehingga

pemerintah bisa atau selayaknya mengaturnya agar tidak

bertabrakan satu dengan lainnya.

Di era demokrasi yang menjanjikan kebebasan

berbicara dan berpendapat-c termaeuk berdakwah=­

menjadikan media, baik cetak maupun elektronik, dapat

berisi beragam informasi, termasuk bidang keagamaan.

Dalam konteks semacam ini, siaran agama kerap menjadi

persoalan. Hal itu muncul sebagai akibat cara berdakwah

I Penuhs, Tedi Kholiludin dan Khoirul Anwar Peneliti di Lembaga Studi

Sosial dan Agama Semarang

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

yang terkadang insinuatif dan provokatif terhadap pihak

lain, seperti "memojokkan", "mendiskriminasi", atau

bahkan "melecehkan". Sebaliknya, dakwah juga dapat

menyimpan potensi positif jika dikelola dengan cara

yang bijaksana dan menenteramkan. Itulah sebabnya

aturan main penyiaran agama dibutuhkan selama tidak

mengganggu ruang ekspresi umat beragama dan warga

negara pada umumnya.

Dal am keadaan masyarakat yang plural, penghadiran

ruang representasi yang menghargai pluralitas adalah

kebutuhan utama. Pembangunan "representasi" yang

arogan, merasabenar sendiri, dan cenderungmenyalahkan,

akan berimplikasi pada bangunan masyarakat yang

penuh curiga, berpotenai memupuk kekerasan, dan egois.

Itu sebabnya, mengapa agama, menurut Peter L. Berger

sebagaimana dikutip Mujiburrahman, menerapkan

strategi berbeda karena adanya pluralitas masyarakat

2
dan agama.

Pertama, pada lembaga-lembaga agama mulai

diterapkan rasionalisasi pengelolaan, seperti manajemen,

penggalangan dana, dan program-program. Kedua,

menjalin kerjasama dengan agama yang bahkan

sebelumnya dianggap sebagai "musuh". Ketiga, membuat

standardisasi "ajaran agama" yang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Keempat, membuka seluas­

luasnya kesempatan bagi mereka yang sebelumnya

dianggap awam dalam soal-soal agama.

Selain empat strategi itu, tiga strategi lainnya

adalah penaklukan, pengasingan diri, dan dialog. Dari

ketiga strategi itu, dialog merupakan strategi yang paling

memungkinkan. Penaklukan akan membutuhkan biaya

yang besar, pengasingan dapat dilakukan tetapi hanya

2 Mujihurrahman, Me11g111do11esiaka11 Islant, (Yogyakarta: Pustaka Pelajru:,

cet. I, 2008), Hal. 70-71

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

untuk jangka yang pendek, sedangkan dialog lebih

mencerminkan kesiapan masyarakat di tengah gelombang

3
infDrmasi yang kuat.

Dengan adanya dialog itu, maka kebutuhan akan

penghargaan atas pluralitas perlu diwujudkan dengan

pembangunan metode dakwah atau penyiaran agama

yang santun dan toleran. Muatan dalarn penyiaran agama

misalnya, perlu menonjolkan tema-tema yang selaras

dengan tujuan dialogis, bukan menyulut kebencian dan

kekerasan. Agama-agama bertemu dalam siaran yang

bukan saling menghujat dan menjatuhkan, tetapi saling

pengertian dan toleran satu sama lain.

Dapat dibayangkan bagaimana jadinya jika

penyiaran agarna, yang tidak hanya didengar oleh internal

pemeluknya, tetapi juga umat lain, memicu disharmoni

sosial. Pengusungan materi-materi yang "kontroversial"

dari sudut pandang pluralisme agama justru akan

memicu kecurigaan-kecurigaan antar umat agama yang

seharusnya diminimalisir-. Karena pada kenyataannya,

tidak memungkinkan penyiaran agama dilakukan secara

sempit clan terbatas.

Persoalan penyiaran agama di Indonesia tidak hanya

menyangkut bagaimana ekspresi dan manifestasinya

tetapi juga berkaitan dengan pengaturannya atau

kebijakan negara. Dalam kenyataan kebijakan kehidupan

keagamaan yang dihadapi, menunjukan bahwa kebijakan

negara dalam soal penyiaran agama begitu problematik.

Tulisan ini mencoba menggambarkan kebijakan penyiaran

agama, problematika yang terjadi di lapangan serta

bagaimana kewenangan negara dalam soal penyiaran

agama itu.

3 Mujiburrahman, Me11gi11do11esiaka11 Islam . . . , Hal. 70 71

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 /su Penting


_J L

Antara Siar, Dakwah dan Misi

alarn Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata

"siar" yang biasa digunakan dengan imbuhan meng­

D dan -kan (meng-siar-kan) memiliki beberapa arti,

antara lain; meratakan ke mana-mana, memberitahukan

kepada khalayak umum, mengumumkan, menyebarkan,

mempropagandakan, menerbitkan, menjual dan

mengirimkan.

Dalam kamus arab terdapat dua kata yang hampir

serupa dengan kata siar, yaitu si'ar (dengan menggunakan

sin kecil) yang memiliki arti menyalakan, dan syi'ar

4
(dengan menggunakan syin besar) yang berarti simbol.

Dua kata ini apabila disandarkan pada kata agama (al­

din) maka yang pertarna berarti menyalakan agama (si'ar

al-din), dan yang kedua simbol agama (syi'ar al-din). Besar

kemungkinan kata siar dalarn bahasa Indonesia diambil

dari kata si'ar dalam bahasaArab yang berarti menyalakan.

Dalam bahasa Arab klasik kata si'ar biasa disandarkan

dengan kata api (al-nar) sehingga susunannya menjadi

menyalakan api (si'ar al-nar). Dikemudian hari kata si'ar

digandeng dengan agama (si'ar agama) karena kata si'ar

yang memiliki arti menyalakan dapat juga diartikan

dengan menyebarkan dan memperluas.

Dengan demikian si'ar atau siar agama artinya adalah

menyebarkan atau memperluas agama. Arti demikian

sesuai dengan definisi penyiaran agama yang tercantum

dalam Keputusan Bersama Menag dan Mendagri Nomor

1 1979 Bab II Pasal 2 yang berbunyi: "Penuiaran agama

adalah segala kegiatan yang bentuk, sifat dan tujuannya

untuk menyebarluaskan ajaran sesuatu agama ..

4 Muhammad Fand Wajdi, Dli'imlt Mn'flrif nl-Qnnt nl- 'Isyrin. (Beuuc­

Libanon. D.iral-Ma'rifah, cec III, vol. V, 1971), Hal.154.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Bagi, Agama-agama besar di dunia seperti Islam

dan Kristen, penyiaran agama merupakan bagian dari

ajaran agama itu sendiri, karena agarna tanpa ada yang

menyebarkannya mscaya tidak dapat berkembang,

bahkan akan segera gulung tikar seiring dengan matinya

si penerima agama (baca; nabi).

Dalam Islam kegiatan penyiaran agama memiliki

beberapa istilah, antara lain; dakwah, tabligh, bayan,

amar ma'ruf nahi munkar dan yang lainnya. Kendati

masing-masing istilah memiliki makna sendiri-sendiri

namun keragaman arti ini semuanya masuk dalam ruang

pembahasan penyiaran agarna.

Ahmad Umar Hasyim dalam bukunya, al-Da'wah al­

lslamiyyah; Manhajuha wa Ma'alimuha, mendefinisikan

dakwah dengan menyampaikan petunjuk Allah (tabligh

hidayah Allah) kepada manusia dengan berpijak pada

al-Qur'an, hadis , sejarah nabi Muhammad Saw. dan

sahabatnya. s Definiei 1n1 memberikan kesan bahwa

dakwah hanya menjadi kegiatan lisan.

Berbeda dengan definisi di atas, Ahmad Mahmud

dalam salah satu karyanya, al-Da 'wah ila al-Islam,

mendefinisikannya dengan Iebih luas, yakni tindakan

yang dapat menarik sirnpati seseorang {fi'l imalah wa

targhib). Dengan demikian menurut definisi yang kedua ini

dakwah tidak hanya menyarnpaikan pesan dalarn bentuk

ungkapan (bi al-lisan), tapi juga dalarn bentuk aksi (bi al­

hal) sebagaimana yang tertulis dalarn Keputusan Bersarna

6
Me nag dan Mendagri di atas.

Sementara dalam Kristen penyraran agarna biasa

disebut dengan misi atau evangelisme, yakni menyebarkan

5 Ahmad Umar Hasyim, AJ-Da'wa!t at-Islamiyyah, Mm1/wj11/w 1


n 1

Ma'ali11111/w, tp. tc. Hal. 6

6 Ahmad Mahmud, At-Da'wan Da at-Istam, tp. tr. Hal. 8

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 /su Penting


_J L

"kabar suka cita" kepada semua penjuru dunia. Kegiatan

ini berbeda dengan diakonia, karena diakonia lebih

7
dimaksudkan pada pelayanan terhadap Gereja.

Menyiarkan agama atau memberikan infDrmasi

kepada orang lain baik yang seagama maupun tidak

merupakan sesuatu yang niscaya, karena bagi orang

yang beragama di sarnping menjadi perintah ajaran

agamanya untuk menyebarkan agarna yang diyakininya,

juga seakan-akan dirinya mendapat suatu kebenaran

sehingga ia mengharuskan diri untuk meneruskan

pengetahuan kebenaran itu kepada orang-orang yang

belum mengetahuinya. Narnun patut ditegaskan di sini

bahwa penyiar agama (da'i, misionaris, evangelis, dan yang

lainnya) hanya memiliki hak menyampaikan, tidak lebih.

Sehingga penyiar agarna tidak memiliki hak memaksakan

isi dakwahnya kepada seseorang, karena setiap orang

memiliki hak untuk menerima atau menolaknya.

Dalam Islam secara tegas dinyatakan bahwa dalam

beragama tidak boleh ada pemaksaan (QS. 2 : 2 5 6 ) . lsma'il

al-Faruqi menyatakan, apabila orang yang diseru (al­

mad'u) tidak mau menerima ajakan da'i maka da'i harus

menyerahkan persoalannya kepada Allah, da'i tidak

memiliki hak memaksa. Hal ini sebagaimana diteladankan

Nabi Muhammad Saw. pada saat menyampaikan Islam

(dakwah) kepadaorang-orang Kristen Najran. Orang-orang

Kristen Najran mendengarkan dakwah nabi Muhammad

Saw. namun mereka tidak menerimanya. Oleh Nabi Saw.

orang-orang Kristen tersebut tidak dipaksa mengikuti

pesan dakwah dan mereka diperbolehkan pulang secara

8
hormat.

7 Olaf H. Schumann, Dialog Amar U111ar BemJFlllfl, (Jakarta Gunung

Mulia, 2008), Hal. 114-115.

8 Olaf H. Schumann, DialogAmar. . . ,Hal. 120.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Jika demikian halnya maka sesungguhnya tujuan

menyiarkan agama tidak lebih dari memberikan infDrmasi

ajaran agarna, bukan memaksa atau berharap orang yang

tidak seagama masuk ke dalam agama penyeru atau

da'i, karena sesungguhnya menyiarkan agama adalah

undangan kepada seseorang (al-mad'u) untuk berfikir,

menerirna atau menolaknya menjadi hak preogatif

pendengar itu sendiri

Dalam al-Qur'an dinyatakan bahwa Nabi Muhammad

Saw. diutus hanya diperintahkan untuk memberitakan

kabar gembira (mubasysyir) dan pengingat (nadzira) (QS.

25:56-58). Ketika Nabi Muhammad Saw. bersedih karena

pamannya, Abu Thalib, yang selalu melindunginya baik

dari serangan kafir Quraisy maupun yang lain belum juga

masuk Islam hingga menjelang wafat, Allah menurunkan

QS. 28:56 sebagai teguran kepada Nabi Saw. bahwa yang

berhak memberikan petunjuk hanyalah Allah. Andai Allah

menghendaki semua umat manusia di muka bumi ini

beriman niscaya semuanya akan beriman, tapi Allah tidak

menghendakinya (QS. 10:99·100).

Regulasi Penyiaran Agama: Sebuah Catalan

I<ritis

ada saat Orde Baru berkuasa, pemerintah

mengeluarkan beberapa aturan yang langsung

P berkaitan dengan penyiaran agama. Aturan

mengenai penyraran agama meliputi pembahasan

mengenai tata aturan atau cara penyiaran agama, batasan­

batasannya, dakwah agarna di radio, bantuan luar negeri

hingga pedoman penggunaan pengeras suara. Jika dilihat

secara sekilas, aturan pada era Orde Baru itu tarnpak

sangat memperhitungkan sisi kompromis tis dari berbagai

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

9
pihak yang sangat berkepentingan dengan aturan itu.

Pada masa Orde Baru itu, agama menjadi diskursus,

di mana terjadi pertandingan di antara rezim-rezim

kebenaran antar 8.gama yang terkadang tidak berjalan

seimbang, dirnana yang satu menguasai Iainnye.;'? Agama

menjadi perumus identitas dimana 8.gama menjadi faktor

11
penting dalam identitas tersebut.

Daniel Dhakidae menuturkan;

Agama menjadi suatu diskursus, religious

discourse, yang diproduksikan Orde

Baru, dikontrol, dipilah-pilah dan dipilih,

diorganisasikan dan didistribusikan

berdasarkan prosedur tertentu dengan

tujuan utama menghindari dan

menghindarkan kekuasaan dan bahayanya,

9 Regulast irn adalah Krpumsan Menteri Agama RI Nomor 07 Tahun

1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama, Penjelasan atas Kepumsan Menceri

Agama RI Nomor 07 Tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama, Keputusan

Menteri Agama RI Nomor 77 Tahun 1978 tentang Bauman Luar Negeri kepada

Lembaga Keagamaan di Indonena, Kepurusan MenteriAgama RINomor 77 Tahun

1978 tentang Bauman Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di. Indonesia,

Kepumsan Bersama Menteri. Agama dan Menten Dalam Negeri. Nomor 1 Talnm

1979 tentang Tatacara Pelaksauaan Penyiaran Agama dan Bauman Luar Negeri

Kepada Lembaga keagamaan Indonesia, Keputusan Meteri Agama Nomor 9 tahun

1978 tentang Pe.laksanaan Dakwah Agama dan Kuliah Subuh Melalui Radio, Surat

edaran Menteri Agama Nomor 3 tahun 1978 tentang Dakwah Agama dan Kuliah

Subuh Melahn Radio, InstruksiMenteri Agama Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

1981 tentang Bimbingan Pelaksanaan Dakwah/Khotbah Caramah Agama, Instruksi

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1980 tentang Bunbi.ngan

Ajaran Agama Islam dan Pembinaan Lingkungan Hidup, Instruksi Menteri. Agama

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1981 tentang Bimb111ga11 Ajarau Agama

(Kruten) Protestan, Katolik, Hrndu dan Buddha dau Pembmaan Lingkungan Hid up,

Kepumsan Menteri. Agama Nomor 35 tahun 1984 tentang Pembeutukan Tun Kerja

Peuerangan Pembangunan Melalui Bahasa dan Pinm Agama, Keputusan Meteri

Agama Nomor 74 tahun 1984 tentang Pembenmkan Pengembangan Pesparani serta

Instruksi Direknrr Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor KEP/D/1978

teutaug Tunmnan Penggunaan Pengeras Suara di Maspd dan Musholla

10 Daniel Dhakrdae, Cendeeiawan dan Kekt1llStl(III dn!a111 NCJFm Onie Bani,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), Hal. 513.

11 Damel Dhakidae, Cendeeiawan dan ... , Hal. 513

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

untuk mengatasi peristiwa-peristiwa politik

tak terduga untuk membuang jauh-jauh

kemungkinan penjelaan substansinya yang

liat-padat dan menakutkan (its ponderous

and awesome materiality). .Agarna

menjadi titik-inti, diakui atau tidak diakui,

dan agama mengubah semuanya dan

semuanya berubah menjadi armageddon

sosial, religius, antropologis, politikal

dan ekonomik. Agama pada akhirnya

terombang-ambing menjadi permaman

antara kekudusan clan kejahatan, menjadi

permaman antara pengikut-sertaan,

12
inclusion, dan pengabaian, exclusion.

Ciri dari pergulatan agama di era Orde Baru

mula-mula ditandai oleh bangkrutnya komunisme dan

pertumbuhan agama secara signifikan di panggung

13
politik. Identifikasi komunisme sebagai atheisme dan

anti-agarna memberikan justifikasi agar warga negara

berafiliasi kepada salah satu agama. Alhasil, situasi ini

menyebabkan terjadinya banyak konversi, terutama

14
kepada agama Kristen dan sedikit ke Islam. Rupanya

"persaingan" keduanya menemukan momentumnya di era

Orde Baru , Kelompok Kristen mengembangkan retorika

nasionalis sementara kelompok muslim menggunakan

15
pembelaan sejarah dan kultural. Pendek kata, kontestasi

kehidupan agama pada masa Orde Baru ditandai oleh

12 Daniel Dhakidae, Ccndeeiawan dan ... , Hal 514 clan 516.

13 Mu;iburrahman, Feding Threatened: Musli111-C/Jn'stia11 Rearions 111 Indonesia's

New (),r(er
, Disertasi (Leiden: Amsterdam University Press, 2006), Hal. 61.

14 Avery T. Willis, Indonesian Revival: fV/Jy Two Mil/Jo11s Camero Christ,

South Pasadena: William Carey Library, 1978, Singgih Nugroho, Me11yhtras dan

Me11yebem11g: Perpindahan Masso! Kmga111am1 Pasca 1965 di Pedcsaan Jawa, Yogyakarca:

Syankat, 2008.

15 Mujiburrahman, Freli11g Thranened. . . , Hal 63

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

sebuah perasaan terancam berlabel lslamisasi dan

16
Kristenisasi.

Dalam situasi seperti itulah lahir berbagai

aturan penyiaran agama, yang substansinya sangat

mencerminkan keadaan zarnanya. Ini bisa dilihat misalnya

dalam pelbagai aturan penyiaran agarna yang muncul

pada masa Orde Baru. Dalam Keputusan Menteri Agama

Nomor 70 tahun 1978 disebutkan bahwa "Penyiaran

agama tidak dibenarkan untuk ditujukan terhadap orang

dan atau orang-orang yang telah memeluk sesuatu agama


. •
Ia,n . .

Jika dicermati dari aspek ajaran agarna, menurut

penulis pelarangan penyiaran agama terhadap pemeluk

agama lain sebagaimana yang tertulis dalam peraturan di

alas sesungguhnya bertentangan dengan ajaran agama itu

sendiri, bahkan peraturan tersebut seakan-akan dibuat

dengan ketidaksadaran terhadap sejarah agama-agama di

dunia.

Salah satu aspek yang diatur dalam berdakwa adalah

kelompok sasaran. Yaitu bahwa suatu agama tidak boleh

berdakwah terhadap orang yang telah memluk agama.

Dalam Surat Keputusan Bersama Menag dan Mendagri

RI Nomor 1 1979 Bab III Pasal 4 dinyatakan bahwa

pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan untuk

ditujukan terhadap orang atau kelompok orang yang telah

memeluk/menganut agama lain dengan cara:

a. menggunakan bujukan dengan atau tanpa

pemberian barang, uang, pakaian, makanan dan

atau minuman, pengobatan, obat-obatan dan

bentuk-bentuk pemberian apapun lainnya agar

orang atau kelompok orang yang telah memeluk/

16 Mujiburrahman, Feeliug Threatened .. , Srmakjuga dalam Fatimah

Hussein, M11sli111-Christm11 Rdations i11 rhe Nf'W (),r(er Indonesia: 171e Exdnsivis: and

/11d11swisr M11slti11s' Perr:per:rives, Hal. 116-126.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

menganut agama yang lain berpindah dan

memeluk/menganut agama yang lain berpindah

dan memeluk/menganut agarna yang disiarkan

terse but.

b. menyebarkan pamflet, majalah, bulletin, buku­

buku, dan bentuk-bentuk barang penerbitan

cetakan lainnya kepada orang atau kelompok

orang yang telah memeluk/menganut agama

yang lain.

c. melakukan kunjungan dari rumah ke rumah

umat yang telah memeluk/menganut agama

yang lain.

Sebagaimana peraturan lainnya, peraturan

penyiaran agama ini tidaklah muncul dari ruang hampa,

ia hadir dengan pergulatan kepentingan di dalamnya.

Keputusan Bersama di atas muncul dari sikap ambigu

pemerintah yang saat itu mendapat desakan dari

sebagian umat Islam yang merasa terancarn alas gerakan

17
missionaris. Satu sisi pemerintah harus mengakomodir

desakan umat Islam sebagai mayoritas, namun di sisi lain

pemerintah juga harus mendengarkan prates dari umat

agama lain khususnya Kristen yang menolak tuntutan

umat Islam karena hal itu dianggap bertentangan dengan

18
prinsip kebebasan beragama dan hak asasi manusia.

Aturan tentang penyiaran agama ini juga terkait dengan

pembakaran sejumlah gereja yang terjadi pada akhir

19
November 1967 di Aceh dan Sulawesi.

Mujiburrahman mencatat desakan umat Islam saat

itu kepada pemerintah antara lain: 1) pelajaran agama di

sekolah harus diberikan oleh guru yang seagama dengan

17 Mujiburrahman, Feeling 1711n1te11ed. . . , Hal 63

18 Robert W. Hefner, Civil Islam: Islam da11 Donoemnsasi di Indonesia,

(Jakarta: ISAI dan The Asta Foundanon, 2001), Hal. 194

19 Robert W. Hefner, Civil Islam: Islam . . ,, Hal 195

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 Isu Penting


_J L

muridnya; 2) kaum muslim diharamkan kawin dengan

non muslim; 3) kaum muslim diharamkan mengikuti

Natal bersama. Tuntutan seperti ini muncul karena umat

Islam konservatif saat itu beranggapan bahwa pelajaran

agama Kristen di sekolah-sekolah Kristen merupakan

upaya Kristenisasi terhadap siswa-siswi yang beragama

Islam. Pernikahan orang Islam dengan orang Kristen juga

dianggap sebagai strategi Kristen dalam mengkristenkan

salah satu pasangannya yang beragama Islam dan

anak-anak yang akan dilahirkannya. Demikian juga

halnya dengan Natal bersarna, saat itu banyak umat

Islam ikut serta merayakan Natal sehingga umat Islam

menganggapnya sebagai salah satu strategi umat Kristen

dalam menyiarkan agamanya.P?

Aturan penyiaran agama yang berkaitan dengan tata

cara penyiaran agarna (pasal 4) tahun 1979 sesungguhnya

ditujukan kepada denominasi tertentu dari Kristen

yang saat itu melakukan misi secara agresif dengan

menyediakan sarana pendidikan, kesehatan, sandang,

21
pangan, dan lainnya di berbagai tempat di Indonesia.

Penyiaran agama dengan cara seperti ini sesungguhnya

sah-sah saja. Yang tidak boleh adalah cara pemaksaan

atau ketika orang yang didakwahi (al-mad'u) menolak

penyiaran agama yang ditawarkan Dalam Islam sendiri

terdapat ajaran memberikan materi kepada orang yang

belum masuk Islam dengan harapan dapat menggait

hatinya supaya masuk ke agama Islam, yaitu dengan

memberikan harta zakat kepada non muslirn yang dapat

diharapkan keislamannya atau dalam bahasa al-Qur'an

disebut dengan al-mu'allafah qulubuhum (QS. 9:60).

20 Mujiburrahman, Me11gi11do11esinka11 Is/nm, Yogyakana Pustaka Pelajar,

cet. I, 2008, Hal 304 305.

21 Mujiburrahman, Me11gi11do11esl(lknt1 Is/nm . . . , Hal. 304-305.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Dewan Gereja Indonesia (DGI) dan MAWI (Majelis

Waligereja Indonesia) memprotes aturan yang menyebut

pelaksanaan penyiaran agama hanya boleh dilakukan

kepada mereka yang belum beragarna saja, karena itu

bertentangan dengan semangat kebebasan beragama.

Mereka kemudian mengajukan rumusan bahwa pasal

tersebut diubah menjadi.

Pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan

apabila dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan

dengan kemerdekaan serta martabat manueia dan

keluhuran agama seperti:

a. Memberikan barang, uang, makanan dan atau

minuman, pengobatan, obat-obatan dan bentuk­

bentuk pemberian apapun juga sebagai alat

bujukan memeluk sesuatu agama

b. Memaksakan penyebaran pamphlet dan

seterusnya dan seterusnya... pada orang yang

tidak bersedia menerimanya.

c. Memaksakan kunjungan ke rumah-rumah dari


22
orang-orang yang tidak bersedia menerimanya.

Hanya saja usulan DGI dan MAWI ini akhirnya tidak

diterima dan pemerintah tetap berpegang pada apa yang

telah mereka sepakati dalarn aturan tahun 1979.

SKB Menag dan Mendagri di atas dalam pandangan

penulis selain bertentangan dengan ajaran masing­

masmg agarna yang mengharuskan pemeluknya

untuk menyebarkan agarna yang diyakininya juga

bertentangan dengan hak asasi manusia, yakni hak

seseorang untuk menyarnpaikan infDrmasi ajaran agama

dan mendapatkannya. Beragarna atau tidak beragama

(termasuk di dalarnnya memilih dan berpindah agarna)

adalah hak setiap manusia yang tidak dapat diintervenai

22 Wei.nata Sai.ri.n, H1111p11111111 Pem111m11 di Bida11g Kea!ff1111am1, (Jakarta:

BPK, 1994), Hal. 488489.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

oleh negara, sehingga demi menjaga hak tersebut negara

harus melindunginya dengan cara membebaskan para

pemeluk agama menyiarkan agamanya masing-masing

kepada pemeluk agama lain selama pemeluk agama lain

yang didakwahi (al-mad'u) tidak menolak.

Jika setiap orang bebas memilih dan berpindah

agama, lantas bagaimana seseorang dapat mengetahui

ajaran agama lain yang tidak ia peluk apabila penyiaran

agama dibatasi hanya kepada orang-orang yang belum

menganut agama sama sekali? Bukankah seseorang dapat

berpindah agarna setelah ia mengenalnya?

Orde Baru juga mengeluarkan peraturan yang

cukup konstruktifmeski hanya berbentuk instruksi. Yaitu

Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam

Nomor: KEP/D/1978 tentang Tuntunan Penggunaan

Pengeras Suara di Masjid dan Musholla. Keputusan

bernomor KEP/D/101/78 ini merupakan respon alas

keputusan yang dihasilkan dalam Lokakarya Pembinaan

Per-ikehidupan Beragama Islam (P2AJ tentang penggunaan

pengeras suara Masjid dan Musholla yang dilaksanakan

tanggal 28 dan 29 Mei 1978 di Jakarta.

Dalam lampiran instruksi yang ditandatangani pada

17 Juli 1978 oleh Dirjen Bimas Islam saat itu, Drs , H.

Kafrawi MA, syarat penggunaan pengeras suara antara lain

harus digunakan oleh mereka yang betul-betul terampil,

bukan mereka yang mencoba-coba atau masih belajar.

Ini dimaksudkan agar tidak muncul feedback atau suara

dengung yang dapat memunculkan kesan tidak teraturnya

masjid atau musholla.

Syarat lain dari penggunaan pengeras suara adalah

tidak bolehnya meninggikan suara doa, dzikir dan sholat.

Karena suara yang terlalu tinggi bukan akan menimbulkan

simpati tetapi justru malah sebaliknya. Bahkan instruksi

Bimas Islam itu secara teknis membeberkan aturan

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


_J L

bahwa suara yang disalurkan ke luar masjid cukup adzan

saja, sebaga tanda waktu tiba. Suara adzan juga harus

dilantunkan dengan suara yang merdu

Sementara sholat dan doa pada dasarnya hanya

diperuntukan bagijamaah, sehingga tidak perlu ditujukan

ke luar. Sementara dzikir hakikatnya adalah ibadah

individual langsung dengan Allah SWT. Karena itu,

tidak perlu menggunakan pengeras suara baik ke dalarn

ataupun ke luar.

Pada era refOrmasi, tidak ada aturan yang

dikeluarkan dan berkaitan langsung dengan penyiaran

agama. Narnun, pemerintah mencoba melakukan unifikasi

segala aturan tentang kehidupan keagamaan dalam satu

Rancangan Uridang-uridang (RUU) Kerukunan Umat

Beragama (KUB). Terna yang diangkat dalam RUU KUB

antara lain soal perayaan dan peringatan hari besar

keagamaan, penyebarluasan agarna, pendidikan agama,

penyiaran agama, pemakarnan jenazah, pendirian rumah

ibadat serta lzin memanfaatkan bangunan sebagai Tempat

Ibadat.

Fondasi RUU ini cukup apik, bersandar pada

prinsip toleransi, kebersarnaan, non diskriminasi dan

ketertiban (Pasal 2). Sebanyak 55 pasal disiapkan untuk

mengokohkan kebhinnekaan. Tujuannya, "menjarnin

terpenuhinya hak-hak umat beragarna agar dapat hidup,

berkembang,berinteraksi,danberpartisipasisecaraoptimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskrirninasi,

demi terwujudnya kerukunan umat beragama yang

berkualitas dan berakhlak mulia'' (Pasal 3).

Meski begitu, substansi RUU KUB sesungguhnya

masih menyisakan persoalan pelik. Hampir di semua

bahasan, ada ganjalan baik secara filosofis maupun

sosiologis, termasuk di dalarnnya adalah aturan mengenai

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

penyiaran agama. Terna penyiaran agama ada dalarn

paragraf 3 dan dituangkan dalarn 2 pasal yakni Pasal

17 dan 18. Dalam pasal 1 disebutkan penyiaran agama

adalah segala bentuk kegiatan yang menurut sifat dan

tujuannya untuk menyebarluaskan ajaran suatu agama,

baik melalui media cetak, elektronik, maupun komunikasi

Iiean.

Jika dibandingkan dengan aturan penyiaran pada

masa Orde Baru, pasal penyiaran agarna dalam RUU KUB

sesungguhnya tidak mengalami perubahan signifikan.

RUU KUB bahkan membangun "etika penyiaran agarna"

yang potensial memunculkan tafsir yang beragam. Ini bisa

dicermati dalam pasal 45 yang berbunyi, "Setiap orang

dalam menyebarluaskan ajaran agarnanya, dilarang: (c)

menganggap ajaran agamanya paling benar''. Mungkin

maksud pasal ini adalah keinginan pemerintah para

pendakwah bisa menghormati ajaran agama lain dengan

tidak menganggap agamanya superior. Tapi mafhum

diketahui, bahwa masing-masing agama memiliki klaim

kebeneran dogmatisnya.

RUU KUB juga tetap memasukkan aturan tentang

penyiaran agama yang hanya dibolehkan untuk mereka

yang "belum memeluk suatu agama" (pasal 17 ayat 2).

Pembatasan penyiaran agama terbatas kepada mereka

yang belum beragama sejatinya bertentangan dengan sifat

dasar dari agama itu sendiri yang di dalamnya terkandung

makna komunitas, social relationship. Sehingga secara

prinsipil, dakwah atau misi kepada seluruh umat manusia

adalah sesuatu yang asasi.

Kebebasan beragama adalah kebebasan untuk

memeluk agama, beribadah dan mengajak pemeluk

lain untuk menganut agama seperti yang dipeluknya.

lni konsekuensi logis dari prinsip religious freedom.

Yang mungkin perlu digarisbawahi adalah cara mereka

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

melakukan penyebaran atau penyiaran agama tersebut.

Tentang masalah penyiaran tersebut, Dewan Gereja­

gereja lndonesia/DGI (sekarang, Persekutuan Gereja­

gereja Indonesia/PGI) dan Majelis Waligereja Indonesia/

MAWJ (sekarang, Konferensi Waligereja Indonesia/KWI)

pernah mengusulkan agar penyiaran agama kepada

mereka yang "sudah beragama" tetap dibenarkan selama

tidak melanggar kemerdekaan serta martabat manusia

dan keluhuran agarna. Tetapi pada akhirnya pemerintah,

melalui keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri tetap melakukan pembatasan dalarn hal

penyraran agama.

Problem lain yang timbul akibat munculnya kata

mereka yang "belum memeluk suatu agarna" adalah

hadirnya semangat "politik pengakuan" oleh negara.

Pemahaman mula-mula dari pasal 17 ayat 2 RUU

KUB adalah adanya mereka yang beragarna dan belum

beragarna. Ukuran beragama atau tidaknya seseorang

dalarn konteks ini sudah pasti menurut kacarnata negara.

Di sini, yang dimaksud beragarna tentu saja mereka

yang sudah menganut agarna Islam, Kristen, Katolik,

Hindu, Buddha dan Konghucu , Artinya, penyiaran agarna

tidak boleh ditujukan pada penganut-penganut agarna

terse but.

Imbas dari pengaturan semacarn itu adalah

kemungkinan terjadinya "agarnaisasi" besar-besaran

kepadamerekayang ''belum beragarna" itu. Lalu, siapayang

dimaksud yang belum beragarna? Para penganut aliran

kepercayaan adalah kelompok yang paling rentan dengan

strategi dakwah dari pelbagai kelompok agama. Hal ini

yang bisa kita lihat dan cermati dari semangat berdirinya

Dewan Dakwah Islam Indonesia (DOil) oleh Muhammad

Natsir. Langkah DDII, mengutip Hefner, merupakan

respon langsung terhadap ancarnan pemurtadan dari

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

agama Islam, selain juga untuk bersaing secara langsung

23
dengan misionaris Kristen di sejumlah daerah. Mereka

misalnya mengirim dai-dainya ke wilayah Tengger, Jawa

Timur serta mendanai pembangunan sebuah masjid di

24
kawasan mayoritas Hindu tersebut.

Pada akhirnya, soal penyiaran dalam RUU KUB

penting untuk menjadi perhatian. Ketersinggungan umat

beragam.a biasanya hadir bermula dari persoalan ini.

Menjadi bertambah pelik ketika persoalan non-agamajuga

turut hadir dan memberi andil. Dalarn kondisi ekonomi

masyarakat yang serba timpang, bukan mustahil masalah

ekonomi akan menjadi salah satu faktor pemicu. Yang

jugaperlu diperhatikan adalah tarik-menarik kepentingan

politik. Dalam beberapa kasus, pragmatisme politik tak

jarang dibungkus oleh isu agama untuk memuluskan

jalan. Faktor-faktor non-agama itulah yang juga. penting

untuk menjadi perhatian bersama.

25
Beberapa Kasus Penyiaran Agama

1. Pengeras Suara dan Problematikanya: Kasus di

Kudus dan Seman Wapres

Musholla yang berukuran 6x5 meter per segi

itu terletak di RW 04 Desa Pasuruan Lor, Kecamatan

26
Jati, Kabupaten Kudus. Pemiliknya bernama

Sariyono yang sekaligus sebagai ketua jamaah

pengajian. Dalam kesehariannya, tempat suci ini

selalu digunakan untuk berdakwah yang disiarkan

melalui pengeras suara dan pemancar radio. la

23 Robert \V. Hefner, Ctvil Is/0111, Hal. 195

24 Robert W. Hefner; Cwi/ Is/0111, Hal. 195

25 Data mengenar kasus-kasus penytaran agama yang dikucip dalam

bagian ini seluruhnya benumber dari eLSA Report on Religious Freedom.

26 eLSA Report on Religious Freed.om, edisi I, September 2011.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

memiliki jamaah sekitar 5 orang dan kegiatan

ceramahnya hanya setiap Minggu dan Kamis

malam. Narnun, hari itu , Kamis 10 Februari 2011

tampaknya bukan hari yang bersahabat baginya.

Beberapa warga sekitar kesal dengan ulah Sariyono

karena ceramahnya kerap menghina seseorang dan

beberapa ajarannyajuga dianggap menyirnpang dari

ajaran Islam.

Menurut ketua RW 04 Muchsin, sebagaimana

dilansir Antara, keluhan warganya itu telah

disampaikan melalui laporan tertulis yang ditujukan

kepada Kepala Desa Pasuruan Lor tertanggal 8

Februaru 2011. Muchsin berkata, "Isi laporan

tersebut, menyebutkan bahwa warga RW 04 dan

sekitarnya sangat terganggu dengan kegiatan

ceramah rutin yang diadakan Sariyono melalui

pengeras suara dan disiarkan melalui gelombang

radio dengan frekuensi 06.35 MHz".

Lebih lanjut ia menambahkan, pengeras

suara itu jumlahnya empat unit. Selain itu, kata

dia, isi ceramahnya pun juga sering menyinggung

dan menghujat sejumlah tokoh agama, tokoh

masyarakat, warga, pengurus RT dan RW. "Untuk

itu, warga sepakat menuntut kegiatan ceramah tidak

boleh memakai pengeras suara dan tidak disiarkan

langsung melalui pemancar radio," pintanya.

Sedangkan kata Ngadini (40 tahun), salah

seorang warga yang berdekatan dengan musholla

mengakui isi ceramah yang disampaikan Sariyono

ini sering menyinggung seseorang. "Bahkan kerap

menyebut nama seseorang yang dianggap tidak

sejalan dengan pemikirannya maupun seseorang

yang dianggap pernah menyinggung perasaannya,"

terangnya.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Hal ini diamini pula Saim. la menyebutkan

syarat seseorang agar bisa disebut sebagai ulama

atau kyai harus pernah di temui Nabi Muhammad

Saw. Menanggapi keluhan warga, Sariyono

mengungkapkan, keinginan Nabi Muhammad Saw

menemui seseorang merupakan hak nabi tanpa

memandang seseorang rajin beribadah atau tidak.

Sedangkan mengenar tuduhan 1s1 cerarnahnya

yang menyinggung, menurutnya, adalah sebagai

bentuk curahan isi hati setelah gagal menempuh

penyelesaian secara kekeluargaan. "Selama tidak

pernah menyinggung perasaan saya, tentu namanya

tak akan saya smggung dalam isi ceramah,"

ujarnya.

Meskipun demikian, ra menganggap kegiatan

ceramahnya selama ini sesuai dengan ajaran Islam

yang diperolehnya dari sejumlah ulama terkenal di

Kudus maupun ajaran dari al-Qur'an dan tafsir.

"Ceramah yang saya sarnpaikan ini sesuai dengan

konteks disiplin ilmu," akunya. Setelah didesak

warga, dan pihak desa serta untuk menghindari

aksi anarkhis, Kepala Desa Pasuruan Lor, Mahfudh,

memfasilitasi pertemuan yang akhirnya menyetujui

pengeras suara musholla dan pemancar 1n1

dibongkar. "Dengan penjagaan aparat polisi dari

Polres Kudus, dan anggota TNI dari Kodim Kudus,

warga kemudian menurunkan pengeras suara

musholla," terangnya.

Dalarn sebuah pertemuan pengurus Dewan

Masjid Indonesia (DMI) di Makassar (22/7), Ketua

DMI HM Jusuf Kalla berniat untuk melakukan

pengaturan terhadap pengeras suara di masjid­

masjid. Tl Alasannya, penggunaan pengeras suara

27 Tempo.com, "JK Akan Arur Volume Pengeras Suara Masjid" Mmggu,

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

yang sangat keras terkadang membuat sebagian

orang merasa terganggu.

Sebelum Kalla, Wakil Presiden Budiyono

menyampaikan hal serupa saat membuka

muktamar DMI, 29/4. Wapres mengusulkan

tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di

masjid-masjid. Budiyono mengatakan bahwa bahwa

suara adzan yang terdengar sayup-sayup dari jauh

terasa lebih merasuk ke sanubari dibanding suara

yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat

28
ke telinga. lni tentu merujuk pada pengaturan

suara di masjid-masjid bukannya memberikan

rasa nyarnan dalarn beribadah, tetapi justru dirasa

mengganggu warga sekitar. Menurut Wapres, al­

Qur'an pun mengajarkan kepada umat Islam untuk

merendahkan suara sarnbil merendahkan hati ketika

berdoa memohon bimbingan dan petunjuk-Nya.

Pernyataan Wapres Budiyono kemudian

memantikkontroversi. KetuaMajelis Ulamalndonesia

(MUI) Amidhan menilai soal speaker atau pengeras

suara adzan jangan dilihat dari kerasnya, tetapi

29
dilihat segi waktu dan tempat. Di suatu masjid,

menurut Amidhan, boleh saja mengencangkan

suara ketika terjadi urusan yang genting, misalnya

mengumumkan orang yang meninggal. Kritik

terhadap pernyataan Wakil Presiden Boediono juga

dieampaikan Ketua Badan Komunikasi Pemuda

Remaja Masjid Indonesia Ali Mochtar Ngabalin. Hal

yang samajuga diungkapkan Ketua Dewan Pimpinan

22Jult2012 I 1 9 45 W IB .

28 ht1p:/ I nasionalkompas.com/read/2012/04/27 /11392050/ Wapres.

Pengeras.S uara.Azan Perlu.D iarnr

29 hnp:/ /nrws.okezonr.com/read/2012/04/29/ 337 /620420/ rmu­

tanggapi-komcntar-bordiono-tentang pengeras suara masjid

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Pusat (OPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP),

Muhammad Arwani Thomafi yang menilai Boediono

mengurusi hal yang bukan kewenangannye."

Dalam kasus di Kudus, persoalan muncul di

dua level, substansi pengajian dan pengeras suara.

Sementara, anjuran Wapres semata persoalan

aturan mengenai pengeras suara terhadap adzan

saja. Kami akan membatasi diri untuk menelaah

persoalan tersebut hanya eampar pada level

ekspresinya(pengeras suara), tidak materi penyiaran

agamanya.

Penyiaran agama, sebagai ekspresi dari

kebebasan beragama memang bisa dibatasi. Ninan

Koshy ( 1 9 9 2 , 23), dengan mengutip pendapat Carillo

de Albornoz membagi kebebasan beragama ke dalarn

empat aspek. Pertama, kebebasan nurani ( liberty of

conscience). Kedua, kebebasan mengekspresikan

keyakinan keagarnaan ( liberty ofreligious expression).

Ketiga, kebebasan melakukan perkumpulan

keagarnaan (liberty of religious association). Keempat

kebebasan menginstitusikan keagarnaan (liberty of

religious institutionalization).

Aspek pertarna dari keempat wilayah tersebut

memiliki sifat yang absolut atau pure religious liberty.

Dan ia merupakan bagian dari internal aspect of

religious freedom. Dalarn aplikasinya, yang disebu t

sebagai freedom of conscience juga sering dimaknai

sebagaifreedomofreligion. Karena kebebasan nurani

adalah aspek internal maka tiga aspek yang lain

adalah aspek eksternalnya. Atau kebebasan nurani

adalah sword of the spirit tiga yang lain adalah sword

of steel.

30 hnp :/ /www.merdeka com/ dunia/ azan-pernah jadi dilema-di-karro.

html

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Jika aspek internal dari kebebasan beragama

bersifat absolut, tidak demikian halnya dengan

dimensi eksternalnya yang bersifat relatif Relativitas

sifat dari dirnenai eksternal ini dipahami karena

agama tidak selalu berbicara tentang keyakinan

personal. Agamajuga hadir dan bersentuhan dalam

wilayah sosial serta berkaitan dengan institusi

lainnya. Atas dasar ini, maka sekali lagi, kebebasan

beragama termasuk juga di dalamnya kebebasan

untuk mengekspresikannya. Karena agama, tidak

hanya menyangkut keyakinan personal, tetapi

juga berarti di dalarnnya adalah manifestasi atas

keyakinan tersebut.

Dalam International Covenant on Civil and

Political Rights (ICCPRJ Pasal 18 ayat 3 dijelaskan

bahwa pembatasan terhadap ekspresi keyakinan

keagarnaan (forum eksternum) memang bisa

dilakukan. Pembatasan itu hanya bisa dilakukan

melalui hukum, dan diperlukan untuk melindungi

keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral

masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar

orang lain. Dengan begitu, pemerintah memiliki

dasar untuk melakukan pembatasan dengan

merujuk pada ICC PR yang sudah diratifikasi melalui

UU nomor 12 tahun 2005.

Dengan berkaca pada masalah itu,

instruksi dirjen bimas Islam mengenai Tuntunan

Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musholla

patut untuk dikuatkan. Munculnya aturan

pengaturan pengeras suara di masjid tentu bukan

bermaksud mendiskreditkan umat Islam. Meski

mengekspresikan keyakinan keagamaan adalah hal

yang asasi, tetapi tentu harus memperhatikan hak

orang lain untuk merasakan kenyamanan. Dengan

melakukan pengaturan ini, negara bukan berarti

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

mengintervensi hak warganya dalam beribadah.

Dalam situasi seperti ini, negara tidak mengatur

doktrin agama atau forum internum, tetapi lebih

pada forum eksternum.

Meski umur dari instruksi Dirjen Bimas Islam

1n1 cukup lama, tetapi dalam batas-batas tertentu

aturan itu masih sangat relevan untuk kondiei

saat ini. Aturan yang dikeluarkan ketika Menteri

Agama dijabat oleh Alarnsyah Ratuprawiranegara

ini memang butuh beberapa penyesuaian. Tetapi,

semangat dari "Instruksi Kafrawi" itu memang masih

layak untuk dijadikan sebagai bahan dasar, sebagai

upaya pemerintah untuk mengatur lalu lintas hak

warga negara.

2. Pengobatan Jemaat Kristen Indonesia dan

Prates FPI Magelang

Selasa siang, 21 Februari 2 0 1 2 , sebuah ruko di

Jalan Pemuda 152 Muntilan dikepung massa DPW

11
Front Pembela Islam ( FPIJ Kabupaten Magelang.

Di tempat tersebut, mereka melempari tembok ruko

dengan batu dan juga menempeli kertas dengan

tulisan-tulisan berisi ancaman. Diduga, bangunan

tersebut dianggap digunakan untuk melakukan

kegiatan yang menyimpang

Di kota itu, sebetulnya mereka baru saja

memberikan dukungan terhadap Ketua FPI

Yogyakarta, Bambang Tedi, yang disidang lantaran

terlibat kasus dugaan penganiayaan dan perbuatan

tidak menyenangkan terhadap Erna F Riyanti (30)

warga Gamping, Sleman, di PN Yogyakarta.

31 eLSA Report on Rel.tgious Freedom, edisr XL Juli 2011.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Saat didatangi, ruko tersebut sudah dalarn

kondisi tutup. Kemudian, dengan mengenakan

seragarn khas putih-putih, massa ini melakukan

orasi sekitar 15 menit. Massa meminta pemilik ruko

untuk menghentikan aktivitas pengobatan gratis

tersebut. "Kami akan datang dengan lebih banyak

massa jika Anda (pemilik ruko) tidak menghentikan

kegiatan pengobatan gratisnya," teriak Ketua DPW

FPI, Muhammad Muslih di tengah-tengah massa

kepada serru. com.

Anggota FPI mulai berdatangan sekitar pukul

14.00 WIB dengan mengendarai mobil pick up. Aksi

itu sempat menjadi perhatian masyarakat yang

kebetulan lewat. Beruntung tidak ada aksi anarkhis

di tempat tersebut. Setelah itu , massa menuj u

ke Mapolsek Muntilan untuk menyarnpaikan

aspirasinya. Dalam tuntutannya, FPI menuntut

polisi turun tangan untuk menyelesaikan kasus di

ruko tersebut karena dinilai menyimpang.

FPI juga meminta agar Polsek Muntilan berani

untuk memberantas judi dan miras yang masih

marak. Menurut pantauan FPI di lapangan, mereka

masih mendapati ban yak penyakit masyarkat seperti

miras, judi, togel, dan judi kuda lari. "Polisi harus

bertanggung jawah terhadap masih banyaknya

penyakit masyarakat seperti judi dan bentuk­

bentuk maksiat. Kami siap membantu," tegas Ketua

FPI Kabuaten Magelang, Muhammad Muslih kepada

suaramerdeka com.

Menanggapi hal 1n1, Wakapolsek Muntilan,

lptu Sudarmadji, mengatakan, pihaknya akan

terus melakukan penindakan terhadap penyakit

masyarakatyang ada. "Kamiakan terus berusahadan

tidak akan berhenti berusaha untuk menertibkan,"

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

kata janji Sudarmadji seperti dilansir KRjogja.com.

Atas kejadian tersebut, Minggu (26/ 1),

dilakukanlah mediasi FPI dengan perwakilan Jemaat

Kristen Indonesia (JKIJ Injil Kerajaan Muntilan

dan Muspika Kecarnatan Muntilan di Mapolsek

Muntilan. Melalui perantara Polsek Muntilan, kedua

belah pihak menandatangani surat kesepakatan dan

menerima semua hasil mediasi yang dilakukan di

ruang Kapolsek Muntilan ( 2 6 / 2 ) . "Selama menunggu

proses penzman selesai, kegiatan peribadatan

supaya diberhentikan sementara," kata Kapolsek

Muntilan, AKP Parmanto seperti dalam jengpaijo.

blogspot.com, Minggu, (26/2).

Dijelaskan, dialog yang berlangsung selama

sekitar 4 jam difasilitasi Kapolsek Muntilan, AKP

Parmanto Puji Yuwana, ini dimaksudkan untuk

menghilangkan sikap saling curiga sehingga iklim

kondusif tetap terjaga. "Kami keberatan dengan

aktivitas J KI di Jalan Pem uda Muntilan 15 2 Muntilan

karena meresahkan masyarakat. FPI mendapatkan

laporan dari masyarakat ada kegiatan menyimpang.

Mak.an ya saya meminta supaya kegiatan pengobatan

gratis itu dihentikan," kata Muhammad Muslih,

kepada Suara Merdeka.

FPI, lanjut Muslih, sebenarnya telah

melaporkan kegiatan tersebut kepada Kapolsek

Muntilan pada tanggal 13 Februari silam. Narnun,

aktivitas itu masih terus berlanjut. "Saya tanya ke

kapolsek saat itu kok dia (Kapolsek) belum tahu

aktivitas keagarnaan di sana. Berarti kegiatan itu

belum mendapat izin," katanya.

Selain menggelar aktivitas keagarnaan di jalan

Pemuda, FPI menilai jika JKI juga melaksanakan

aktivitas serupa di Rumah Mak.an Cinta Rasa

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


_J L

dengan mengundang sejumlah masyarakat. "Ada

maksud tertentu dalarn kegiatan itu. Jadi, kami

minta dijelaskan secararinci," seloroh sekretaris FPI,

Ridwan, Senin (27 /2), kepada Radar Semarang.

Sementara Pastur JKI, Barnbang Andreas,

mengatakan, kegiatan yang dilaksankan di Ruko

jalan Pemuda 152 hanyalah kegiatan peribadatan.

Selain itu, juga dilaksanakan bakti sosial berupa

pengobatan gratis. "Pengobatan itu merupakan

lanjutan dari bakti sosial kita pasca erupsi Gunung

Merapi 2010 lalu," terangnya. Kegiatan pengobatan

gratis itu, tuturnya, murni merupakan kegiatan

sosial tanpa ada maksud tertentu. "Selain itu, kita

juga sudah memberikan izin pemanfaatan bangunan

untuk kegiatan peribadatan."

Melalui perantara Polsek Muntilan, kedua

belah pihak menandatangani surat kesepakatan

dan menerima semua hasil mediasi yang dilakukan

di ruang Kapolsek Muntilan, Minggu (26/2/2012).

"Se lama menunggu proses perizinan selesai, kegiatan

peribadatan supaya diberhentikan sementara," kata

Kapolsek Muntilan, AKP Parmanto.

Terpisah, dengan mencuatnya kontroversi

tersebut belasan orang yang tergabung dalarn

Gerakan Pem uda Ans or (GP Ansor) Cabang Muntilan,

Kabupaten Magelang, Senin (27 /2), menggelar aksi

damai menolak kekerasan yang mengatasnarnakan

agarna. menggelar aksi sekitar pukal 10.00 pagi.

Aksi dimulai dengan menggelar orasi dan aksi

teatrikal di terminal Muntilan. Massa membawa

papan berisi ajakan menghargai kerukunan agarna

dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.

Komandan Detasemen Khusus (Densus) 99

GP Ansor Muntilan, Andri, mengatakan, aksi 1n1

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

merupakan bentuk kepedulian kepada sesama

warga negara yang memiliki hak untuk beribadah

sesuru kepercayaannya masing-masing, namun

ternyata dihalang-halangi oleh kelompok tertentu.

"Kami prihatin alas kejadian di berbagai daerah

akhir-akhir ini, yang ternyata di negara yang

berasaskan Pancasila masih ada pihak yang

mencoba menghalangi kegiatan peribadatan agama

lain," terangnya kepada tribunnews.com.

Dalam aksi teatrikal itu , seorang demonstran

mengibarkan bendera merah putih sembari berorasi

lantang menolak kekerasan untuk menyelesaikan

masalah. Seorang peserta aksi lainnya mencoba

mengganggu dengan merusak sejumlah piranti

demo. Setelah menggelar orasi sekitar 15 menit, para

demonstran kemudian menuju Mapolsek Muntilan

melalui jalan Pemuda yang berjarak sekitar satu

kilometer. Sembari menyusuri sepanjang jalan

Pemuda, para demonstran membagikan selebaran

terkait sikap GP Ansor menolak kekerasan atas nama

agama. "Bagiku agamaku dan bagirnu agamamu,"

kutipan dalam selebaran tersebut seperti dilansir

Radar Semarang, 28 Februari 2 0 1 2 .

Koordinator aksi, Rahmatlrwanto, mengatakan,

pada intinya pihaknya menyerukan kedamaian

di Muntilan. Salah satunya adalah kebebasan

memeluk agama dan melaksanakan peribadatan

sesuai dengan ajaran yang diyakini. "Pada intinya,

kami ingin keberagaman di Muntilan dengan dasar

Bhinneka Tunggal lka dalam wadah NKRI. Dan salah

satunya adalah kebebasan memeluk agama dan

melaksanakan peribadatan sesuai dengan ajaran

yang diyakini," ujarnya seperti dikutip KRjogja.

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


_J L

Irwanto mengatakan, menolak keras

kekerasan atas agarna dan menjunjung tinggi nilai

kemanusiaan. Selain itu, lebih mengutamakan

memperkokoh persatuan dan keadilan yang

berazaskan hukum. Ia juga mengingatkan

masyarakat untuk meningkatkan kepedulian kepada

sesama warga yang memiliki hak untuk beribadah.

"Kami mengajak masyarakat supaya peduli kepada

sesama warga negara yang memiliki hak untuk

beribadah sesuai dengan kepercayaan masing­

masing. Tanpa dihalang-halangi oleh kelompok

tertentu yang mengatasnamakan agama," tuturnya

kepada AntaraNews.

Kemudian mereka membagi-bagikan selebaran

kepada seluruh masyarakatdi sekitar terminal, Pasar

Muntilan, dan warga di sepanjang Jalan Pemuda

Kata Muntilan. Selebaran tersebut beriei ajakan

untuk menjaga perdamaian dan menebarkan rasa

saling cinta ant.ar sesama tanpa melihat agama, ras,

dan suku.

Sesampainya di Mapolsek Muntilan, para

demonstran tersebut disambut oleh Kapolsek

Muntilan AKP Parmanta Puji Yuwana beserta

sejumlah anggota Muspika. Setelah melakukan

orasi dan doa bersama untuk kedamaian, massa

GP Ansor dan Muspika bersama-sama mengangkat

bendera merah putih sebagai sombol kerukunan

dan kedamaian.

Jika dikaitkan dengan aturan penyraran

agama, maka bentuk pengobatan yang dilakukan

dengan maksud penyiaran agama memang tidak

diperbolehkan. Tapi, tentu saja akan sangat sulit

menunjukkan bagaimana sebuah kegiatan sosial

dinilai memiliki muatan untuk mengajak konversi.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Ini yang terjadi pada kasus di atas. FPI merasa bahwa

apa yang dilakukan oleh JKI memiliki semangat

Kristenisasi melalui pengobatan dan kegiatan

sosial lainnya. Padahal, pihak JKI bersikukuh

mengatakan kegiatannya itu semata-mata aktivitas

kemanusiaan.

Persoalan yang muncul hemat kami pertarna­

tama adalah soal kecurigaan yang berlebihan

terhadap motivasi tertentu dari kegiatan sosial.

Masalah ini memang bisa berasal dari banyak hal,

mulai dari sikap sosial yang cenderung eksklusif dari

salah satu pihak atau ada kecemburuan lain terkait

dengan sikap posisi sosial tertentu. Kami tidak bisa

memastikan motivasi utama yang muncul dalarn

kasus ini. Tetapi setidaknya yang kentara terlihat

adalah sikap curiga.

Ketika pemerintah melalui pihak kepolieian

hadir untuk memediasi, maka kegiatan sosial yang

dibumbui kecurigaan itu berubah dan ada dalarn

paradigma "keamanan", sehingga penanganannya

pun ada dalarn perspektif menjaga ketertiban. Di

sinilah terlihat bahwa penyiaran agarna terpenjara

dalarn perspektif "kearnanan", bukan bagian dari

hak asasi umat beragama. Pemerintah hendaknya

biea memberikan pemaharnan kepada semua pihak

bahwa penyiaran agarna itu memang diperbolehkan

selarna mereka yang menjadi objek penyiaran itu

tidak merasa terganggu atau keberatan atas aktivitas

penyiaran agarna kelompok lain.

3. Dakwah "Provokatif" MTA dan Reaksi Warga:

Kasus di Purworejo, Kudus dan Blora

Ada tiga wilayah di Jawa Tengah yang menjadi

area konflik antara Majelis Tafsir Al-Qur'an (MrA)

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

dengan warga, yakni Purworejo, Kudus dan Blora.

Latar belakang persinggungan di tiga wilayah itu

kurang Iebih sama, yakni penolakan terhadap

dakwah MTA. Berikut akan digambarkan konflik

tersebut dan bagaimana ia diakhiri.

Sejak akhir 2010 hingga awal tahun 2011,

dakwah Majelis Tafsir Al-Qur'an (MTA) di Kabupaten

Purworejo semakin dianggap meresahkan. Pasalnya,

dakwah dari kelompok pirnpinan Ahmad Sukina

itu kerapkali menebar provokasi dan berpotensi

memicu perpecahan umat. Menanggapi hal tersebut

Pengurus CabangNahdlatul Ulama( PCNUJ Purworejo

mengeluarkan sikap terhadap keberadaan jamaah

MTA. Sikap PCNU itu disarnpaikan Rois Syuriah NU

KH Habib Hasan Al Ba'bud dan Ketua Tanfidziyah

HA Hamid AK SPd I dalam rapat koordinasi

menyikapi keberadaan MTA yang difasilitasi Kantor

Kementerian Agama, Kamis ( 3 1 / 3 / 1 1 ) .

Rakor yang dimoderatori Kepala Kemenag Ors

H Khozin Sukardi dihadiri Assek III Drh H Abdul

Rahman mewakiliki bupati, Kasdim Mayor Inf Deny

Kartiwa, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Purworejo KH Abdullah Syarqowi, Ketua Forum

Komunikatan Umat Beragama (FKUB) KH Junaedi

Jazuli, Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah

(PDM) Purworejo H Dandung Danadi, Kabag Kesra

Setda Purworejo Ors Bambang Susilo, perwakilan

Polres, serta perwakilan Kesbangpolinmas.

PCNU sendiri telah mengeluarkan surat PCNU

bernomor: PC.ll.32/04/D/111/2011 yang berisi

pernyataan sikap tersebut Surat tersebut juga

ditandatangani para kyai khos di Purworejo. Mereka

yakni KH Jakfar Samsuddin pengasuh Pesantren

Al Falah Lugosobo, KH Dawud Muchlas (PP Al

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Muttaqin), KH Dawud Maskuri (PP Ma'unah Plaosan),

KH Thoyfur Mawardi (PP Darut Tauhid), KH Habib

Hasan Al Ba'bud (PP Al Iman Bulus), KH Abdullah

Syarqowi (PP Al Irsyad), KH Chalwani Nawawi (PP An

Nawawi), KH Nashihin CH (API Winong Kemiri), dan

KH Much Atabik (PP Ash Shiddiqiyah).

Dalam pernyataan sikap itu ditegaskan,

kyai merasa keberatan dengan materi dan metode

pendekatan yang dilakukan MTA dalam melakukan

dakwah. Pasalnya, MTA tidak menghormati

perbedaan fiqhiyah, cenderung melecehkan ajaran

kelompok lain, provokatif, menyebarkan kebencian,

dan permusuhan di kalangan umat Islam, sehingga

mengganggu ketenteraman clan keharmonisan umat

beragama di Purworejo.

Di pihak lain, kelompok MTA tetap melakukan

aktivitas dakwahnya. Senin (9/5) mereka melakukan

pengajian di Kelurahan Katerban, Kutoarjo dan pada

17 Mei rencananya akan mengadakan pengajian

akbar di rest area milik PO S umber Alam di Andong,

Kecamatan Bu tuh.

Melihat begitu aktifnya kegiatan-kegiatan MTA,

pada, 11/5/2011, sekitar 30 ulama mendatangi

DPRD Purworejo. Tidak hanya pengurus NU yang

hadir seperti KH Hasan Agil Ba'bud tetapijuga tokoh

agama lainnya, takmir masjid, sejumlah pengasuh

pondok, juga Banser. Kehadiran mereka diterima

unsur pimpinan DPRD, Ketua Komisi D Drs Zusron

MM, dan plt Sekda Drs Tri Handoyo MM. Selain itu

juga hadir petugas Kodim, Kasal IPP Polres, petugas

Kemenag, Kepala Kesbang Polinmas, juga Kabag

Kesra Pemda.

Sebenarnya, sebagian kalangan ulama di

Purworejo sudah mendesak Pemkab agar melarang

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

kehadiran MTA di daerah itu. Dengan alasan

ajarannya menyinggung perasaan umat Islam lain.

Namun pihak Pemkab tidak berani melarang secara

tertulis karena khawatir dianggap membatasi

kebebasan beragama. Penolakannya hanya sebatas

larangan lisan.

Pengajian MTA yang kerapkali membuat resah

warga adalah dampak dari yang ditimbulkan dari

materi yang disampaikan muballighnya. Sebagai

contoh, ada anak yang menyatakan tidak masalah

kehilangan orang tua, lantaran diduga orang tuanya

tidak mau ikut MTA. "Kelangan wong tuwa ora apa­

apa timbang kelangan agama (kehilangan orang tua

tidak apa-apa dari pada kehilangan agama)," kata

KH Hasan Agil menirukan pernyataan salah satu

peserta MTA.

Gejala lain, kini banyak peserta MTA yang

tidak mau ikut kegiatan di desa. Ada pula istri yang

meminta cerai lantaran suaminya tidak mau ikut

MTA. "Yang mengaji 50 orang, petugas yang menjaga

100 orang. ltujuga menimbulkan kejengkelan karni,"

celetuk salah satu santri yang hadir di DPRD seperti

ditulis Suara Merdeka ( 1 2 / 5 / 1 1 ) .

Sementara Sekretaris MTA Pusat, Medi

menyatakan bahwa kegiatan tanggal 9/5 yang

nyaris menimbulkan bentrok dengan warga itu tidak

benar. Menurutnya kegiatan di Katerban itu adalah

donor darah di pagi hari yang kemudian diikuti oleh

peserta pengajian dan dilanjutkan pengajian umum

pada sore hari. la mengatakan kegiatan donor darah

merupakan salah satu program kegiatan sosial yang

biasa dilakukan di MTA Pusat Surakarta dan 244

cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. (Antara,

12/5/11).

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Menghadapi kontroversi kehadiran MTA,

pengurus cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor

Kabupaten Purworejo melalui ketuanya, KH Mahfudz

Chamid meminta agar kalangan NU tidak bertindak

anarkhis dan melawan hukum. la menekankan

pentingnya dialog dan mengajak kepada semua

pihak untuk menyelesaikan polemik itu dengan cara

yang santun.

Titik terang soal MTA dijumpai saat Pemkab

Purworejo menggelar dialog antara MTA dengan

Ormas Islam yang merasa kurang berkenan dengan

model dakwah kelompok tersebut. Acara itu sendiri

digelar di Gedung Loka Adibina, Sabtu ( 1 4 / 5 ) .

Dalam dialog itu akhirnya diperoleh

kesepakatan bahwa persoalan-persoalan semacam

itu akan diselesaikan dengan mengedepankan

pendekatan dialog. MTA yang dihadiri langsung

pengurusnya dari Solo juga menyatakan akan

menunda tabligh akbar yang sedianya akan digelar

Selasa ( 1 7 / 5 ) .

Dialog itu dihadiri WakilBupati(Wabup) Suhar,

Kapolres AKBP Priyo Waseso SSI MPP besertajajaran

forum komunikasi pimpinan daerah. Hadir pula

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Abdullah

Sarkowi, Ketua Tanfidziah PC NU KH Hamid AK,

serta jajaran pengurus NU dan Pimpinan Daerah

(PD) Muhammadiyah. Dialog dipandu Ketua Forum

Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Purworejo KH

Junaidi Jazuli.

Dalam kesempatan itu , seperti dikutip Suara

Merdeka ( 1 6 / 5 / 1 1 ) dipaparkan hasil-hasil temuan

Tim Pencari Fakta (TPF) PCNU berkaitan dengan

metode dakwah yang diyakini provokatif dan bisa

memicu perpecahan dan perselisihan antar umat.

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


_J L

Bahkan sejumlah kyai NU tak kuasa menahan air

mata saat mendengarkan rekarnan dakwah para dai

MTA di Purworejo yang terkesan mendeskriditkan

amaliyah agama dari komunitas Islam lainnya.

Medi, dari MTA pusat dalam kesempatan itu

menyatakan meminta maaf yang sebesar-besarnya

terhadap masyarakat Purworejo. "Kami minta maaf

dan mencabut penyataan yang disarnpaikan para

dai karni," katanya seperti ditulis Suara Merdeka

(16/5/11). Mendasarkan pada fakta-fakta yang

ditemukan itu, Medi menegaskan dakwah yang

dilakukan MTA tidak akan lagi mencela amaliyah

komunitas Islam lainnya. MTA, sarnbungnya,

juga berjanji akan mengevaluasi metode-metode

dakwah agar tidak provokatif dan bisa menyebarkan

kebencian.

Meskipun telah terjalin kesepakatan antara

pihak-pihak yang berpolemik, tetapi kontroversi

di level akar rumput tetap terjadi. Di Kelurahan

Pangenjurutengah, Purworejo, masyarakat setempat

menggeruduk tempat pengajian MrA, Senin ( 1 1 / 6 ) .

Mereka membawa spanduk bertulisan, "Gedung

Kegiatan MrA disegel masyarakat dan FKTMM

Pangenjurutengah". Kedatangan mereka ke tempat

pengajian MrA berencana melakukan penyegelan

dengan alasan, izin pembangunan gedung tersebut

untuk rumah tinggal dan pemiliknya tidak ada di

tempat. Alasan lain, warga Pangenjurutengah tidak

ada yang ikut MrA. Ketua RT setempat, Sariyadi

menuturkan kalau mereka tidak melarang pengajian

MrA, tetapi karena warga sini tidak ada yang ikut

MrA, silahkan mengadakan pengajian di tempat

lain saja.

Pengisi pengajian MTA, Sri Mulyono

mengatakan, yang dikehendaki masyarakat

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Pangenjurutengah saat ini MTA cooling down dahulu.

Ketua MTA Purworejo, Kamin Purwoharsono AMaPd,

berencana akan menemui sesepuh desa dan kyai

setempat dan tetap akan menggelar pengajian sesuai

perintah ustad dari pengurus pusat. Na.mun, jika

mendapatkan penolakan mereka akan menempuh

jalur hukum.

Sabtu, (28/ 1 / 2 0 1 1 ) sekelompok masa

gabungan dari berbagai organisasi Nahdlatul

Ulama (NU), menggelar aksi unjuk rasa menuntut

pembubaran pengajian Majelis Tafsir Al-Qur'an

32
(MTAJ di Kudus, Jawa Tengah. Desak.an masa

yang terdiri dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan

lkatan Pelajar Putri Nabdlatul Ulama (IPNU-IPPNU),

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMIIJ,

serta Barisan Ansor Serbaguna (Banser), Gerakan

Pemuda (GP) Ansor, dan Fatayat, membubarkan

paksa pengajian umum yang diselenggarakan MTA

perwakilan Kudus.

Koordinator aksi sekaligus Pengurus Pusat

IPNU SaifulAnas mengaku, alasan merekamenggelar

aksi karena menerima laporan dari berbagai daerah

tentang kehadiran MTA sering terjadi konflik dengan

warga sekitar karena ajarannya cukup meresahkan.

«Pengajian yang dilakukan juga pernah menghujat

para kyai. Hal paling fatal, dosa orang yang

melakukan tahlil dianggap lebih besar dibanding

orang yang berzina. Padahal tahlil sudah menjadi

tradisi warga NU,� ujarnya.

Hal tersebut, kata dia, membuat warga NU

resah, jika MTA benar-benar ada di Kudus yang

memiliki kebiasaan melakukan tahlil. Selain itu,

kata dia, mayoritas warga NU memiliki kultur

32 eLSA Report on Religious Freedom, Edisi VL Februari2012.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

yang banyak bernuansa klasik yang dibawa Sunan

Kudus. "Tentunya, hal ini tidak bisa dibiarkan terjadi

karena ajaran MTA memang cukup meresahkan,"

tandasnya.

Ia mengaku, memiliki cukup bukti terkait

ajaran dari MrA yang dianggap radikal serta

menafsirkan al-Qur'an dengan akalnya sendiri.

Untuk itu, kata dia, pengurus Cabang IPNU Kudus

yang mendapat restu dari sejumlah kyai di Kudus

sepakat menolak kehadiran MTA di Kudus. Apalagi,

lanjut dia, sebagian besar peserta pengajian bukan

warga Kudus, melainkan dari luar Kudus, seperti

Solo, Pati dan beberapa daerah di Jateng. "Peserta

pengajian dari Kudus, hanya sekitar 40-an orang,"

katanya.

Beberapa peserta aksi unjuk rasajuga sempat

mencabut bendera MTA yang berada di tepi jalan,

karena pengajian yang diselenggarakan di Kudus

tanpa izin, dan hanya pemberitahuan saja kepada

sejumlah pihak terkait. Pengajian umum yang

diselenggarakan MrA akhirnya dihentikan, sekitar

3 .000 pesertapengajian harus meninggalkan Gedung

Ngasirah dengan mendapat penjagaan poliei.

Dari aksi tersebut kemudian menimbulakan

berbagai tanggapan, salah satunya dari Moh Rosyid,

cendekiawanmudaNUyangjugadosenSTAIN Kudus,

Dia berpendapat, Pemerintah Kabupaten (Pemkab)

harus segera memfasilitasi dialog antara NU dan

MrA agar tidak berbuntut panjang. Ketua Majlis

Ulama Indonesia (MUI) Kudus, KH Syafiq Nashan,

ketika dimintai pendapatnya tidak membenarkan

atau menyalahkan aksi yang dilakukan anak-anak

muda dari organisasi yang be rad a di bawah naungan

NU itu.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

"Kudus selama ini sudah kondusif. Masyarakat

Kudus rata-rata Nahdliyyin, sementara MTA banyak

menyinggung perasaan orang-orang Nahdliyyin,"

ungkapnya. Dia pun menilai, aksi pembubaran

terhadap pengajian yang digelar MTA itu sebagai

upaya menghindarkan keresahan masyarakat.

Sementara Ketua NU Kudus KH Khusnan saat

dihubungi mengemukakan, keberadaan MTA di

beberapa daerah menimbulkan keresahan dan

perpecahan. Kondisi yang kondusif inilah yang

menurutnya harus dijaga.Namun dari infDrmasi

yang disampaikan Ketua PC Ansor Kudus Abdul

Ghofar, Minggu (29/1) siang, bahwa sudah ada

permintaan pertemuan (dialog) dari pihak MTA

Jateng kepada Ansor di tingkat wilayah.

Selain pendapat di alas, ada juga yang

berpendapat bahwa Indonesia merupakan demokrasi

dan menjunjung hak asasi manusia. Karena itu,

konstitusi, UUD 1945 memberikan jaminan kepada

setiap warga negara untuk berserikat, berkumpul

dan menyatakan pendapat. Hal itu dikemukakan

Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia, Faozan Amar.

«Selama pengajian itu dilakukan dengan maksud dan

tujuan yang baik, maka kita wajib menghormatinya,»

ungkapnya. Jika memang isi dari pengajian tersebut

menghasut, mengadu-domba dan lain sebagainya,

maka pihak berwajiblah yang berhak untuk

memperingatkan, hingga membubarkan.

Sementara Pihak DPRD Kudus, yang diwakili

oleh Agus Darmawan, mengaku terkejut saat

mendengar kabar tersebut. «Saya juga dapat

undangan itu. Tapi tidak datang. Saya kaget juga

ketika teman- teman yang saya min ta menghadiri

itu melaporkan acara itu dibubarkan oleh AMNU,

yang terdiri GP Anshor, IPNU, Banser-,» ungkap Agus

Darmawan.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Agus menyesalkan pembubaran acara

tersebut. Mestinya hal itu tidak terjadi andai saja

semua berkepala dingin dan mau berdialog clan

berkomunikasi. «Jangan seperti it.ulah,» imbaunya.

Apalagi, sebut Agus, PBNU lewat ketua umumnya

Said Aqil Siraj di banyak kesempatan mengatakan

akan melindungi semua elemen masyarakat,

termasuk kelompok Ahmadiyah. Hal itu juga sudah

dilakukan pada masa Gus Dur. Senada dengan itu,

Ketua Um um GP Anshor, Nusron Wahid,juga sering

mengungkapkan akan melindungi dan bahkan

sudah melakukannya dengan mengadvokasi

kelompok minoritas ,

«Mungkin ada komunikasi yang terputus

(antara warga NU dan pimpinanarmya},» duga Agus.

Tapi Agus buru-buru menambahkan bahwa dia

tidak secara persis kenapa hal itu terjadi. Dia juga

tidak ingin mengomentari NU secara lebih jauh.

Tapi yang dia harapkan, aksi pembubaran seperti

itu mestinya tidak lagi terjadi. Apalagi, sesama umat

Islam. Katanya, kita akan malu dengan kelompok

agama lain. Menurutnya, MTA seperti organisasi

pada umumnya, laiknya Nahdlatul Ulama dan

Muhammadiyah. MTA, organisasi yang berbasis

di Solo itu, juga sudah resrni berdiri dan beberapa

tahun ini sudah menjalankan kegiatannya.

"Menurut saya, ya (MTAJ landai-landai saja.

Biasa-biasa saja," ungkapnya. Tentang alasan

bahwa, MTA antara lain mendiskreditkan kyai

dan mengharamkan tahlilan yang menjadi alasan

pembubaran acara MTA kemarin, dia belum tahu

persis apakah memang seperti itu adanya. Tapi

tetap saja hal itu tidak bisa jadi alasan pembenar

melakukan aksi pembubaran. Menanggapi kasus

itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masih

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

menyelidiki apakah benar kadernya yang tergabung

dalarn Angkatan Muda NU membubarkan acara

pengajian MTA di Kudus pada Sabtu, akhir pekan

lalu. Hal itu dikatakan Jurubicara PBNU Sultan

Fathoni.

Penolakan terhadap MTA juga terjadi di

Blora. Ratusan warga Blora terlibat bentrok dengan

jarnaah Majelis Tafsir Al-Qur'an (MTAJ di Desa

33
Kamolan, Elora, Jawa Tengah. Sejak Jumat sore,

13 Juli 2012, suasana di sepanjang jalan raya di

Desa Karnolan, Kecamatan Kata Blora, Kabupaten

Blora tegang. Pemicu konflik tersebut ditengarai

alas penolakan warga terhadap pengajian akbar

yang akan diselenggarakan oleh jamaah MTA, pada

Sabtu ( 1 4 / 7 ) .

Menurut salah seorang warga Elora, Edi

Witoyo. Sebenarnyajama'ah MTA telah diperingatkan

oleh sejumlah warga agar tidak melaksanakan

pengajian tersebut. Namun mereka tetap ngotot

menyelenggarakan pengajian tereebut Tepatnya di

kawasan lapangan Desa Kamolan, Blora. Karena

ngotot tetap menyelengarakan pengajian tersebut,

warga marah besar. Sejumlah warga menggeruduk

kerumunan jama'ah MTA di lokasi kejadian.

Bentrokan pun tak dapat dihindarkan.

Menurut panitiapengajian, padadasarnya MTA

tidak menampik bahwa memang ada sebuah surat

yang disebut semacam Surat Kesepakatan Bersama

yang isinya menolak pengajian MTA di Blora yang

ditandatangani oleh Bupati, Kapolres, dan beberapa

Ormas. "Kami tidak menampikmemangadasemacam

surat kesepakatan bersama yang ditandatangani

oleh Bupati, Kapolres, dan sejumlah Ormas seperti

33 eLSA Report on Religious Freedom, Edisi XI, Juli 2012.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Banser NU, Fatayat NU, NU Elora, MUI Elora, dan

Muharnmadiyah Blora lengkap dengan stempel­

stempel mereka. Tetapi kami merasa bahwa mereka

tidak berhak untuk menolak kegiatan kami karena

kegiatan kam.i bukanlah kegiatan yang melanggar

hukum dan sudah sesuai dengan prosedur," urai

Bambang panitia pengajian.

Sehari sebelumnya, beberapa jemaah

MTA yang ada di Kabupaten Elora juga sempat

berencana mempersiapkan berdirinya panggung

untuk pengajian di lokasi tersebut. Namun akhirnya

dibatalkan lantaran jumlah jemaah yang hendak

mendirikan panggung kalah dari jumlah warga.

Sementara itu, menjelang Jumat malarn, nampak

Bupati Blora Djoko Nugroho mendatangi lokasi

untuk melakukan dialog dengan jemaah MTA.

Kronologi ketegangan berawal dari munculnya

ratusan satgas MTA yang datang menggunakan

bis dan sejumlah kendaraan roda empat sejak hari

Jumat jam 2 siang ( 13 / 7). Berseragam lengkap warna

hijau tua, satgas MTA berjaga di sekeliling lapangan

yang akan digunakan sebagai lokasi pengajian.

Lokasinya tak jauh dari SMP 3 Elora. Sementara

di tengah lapangan sebagian jamaah MTA nampak

sibuk mempersiapkan berdirinya panggung.

Tak jauh dari lapangan, puluhan warga

terlihat berkerumun. Sebagian warga juga terlihat

memblokade perempatan jalan menuju lokasi

pengajian. Jelang Jumat petang, sempat terjadi

kericuhan di perempatan tersebut, karena beberapa

satgas MTA berusaha menerobos blokade warga.

Satgas-satgas ini berniat berjaga di perempatan

jalan yang menuju Randublatung dan Banjarejo.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


� L

Keributan berlangsung sampai malam hari

yang berujung kepada robohnya panggung, dan

sejumlah mobil di lokasi kejadian menjadi sasaran

amukan masa. Peristiwa itu dipicu karena panitia

tidak segera membubarkan kegiatan tersebut. "Kami

hanya ingin pengajian dibubarkan saat inijuga. Kami

yang punya tempat, seharusnya mereka kulonuwun

terlebih dahulu," ungkap Nyaman, seorang warga.

Setelah itu ratusan Brimob yang datang dari

Semarang langsung mengamankan lokasi agar

tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun

situasi itu gaga!, karena suasana malam itu masih

mencekam. Sesekali polisi gabungan meminta

warga tetap tenang agar tidak melakukan tindakan­

tindakan yang tidak diinginkan, pengamanan

tersebut dipimpin langsung oleh Kabag Ops Polres

Blora Kompol Djodi.

Selanjutnya Kapolres Elora, AKBP Kukuh Kalis

Susilo yang datang dilokasi meminta agar Satgas

MTA dikumpulkan pasca keributan. Setelah Satgas

dikumpulkan akhirnya keributan mulai mereda dan

satgas kemudian ditarik dengan menggunakan mobil

aparat Brimob yang ada, yaitu sekitar sembilan

mobil, menuju lokasi arnan.

"Kami arnankan Satgas MTA hingga keluar

wilayah Elora, baik yang lewat Cepu, maupun

keluar arah Purwodadi,"Tandas Kapolres Elora.

Demikian juga anggota Dalmas dari Polres terdekat

(Rembang, Grobogan) dan Brimob PoldaJateng,juga

telah ditarik ke kesatuan masing-masing. Sejumlah

kendaraan kepolisian dan Water Cannon yang

sempat ditempatkan disejumlah titik juga sudah

ditarik masuk ke markasnya.

Lain dari itu, Kapolres membantah ada lima

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

orang yang terluka serrus dan dirawat di Rumah

Sakit Elora. Diakuinya ada dua satgas yang

mengalami luka di pelipis dan diobati langsung di

TKP oleh tim medis dari kepoliaian. "Tidak ada yang

sempat masuk Rumah Sakit atau opname. Seluruh

satgas dan panitia kegiatan keagamaan yang

semula sempat bertahan sampai pukul 23.35 WIB

Jumat tengah malam, selanjutnya diamankan dua

gelombang dengan truk- truk Dalmas dan kendaraan

oprasional lainnya milik polisi ke Markas Polres

Blora, untuk mencegah bentrok massa" katanya.

Akhir dari konflik MTA dengan warga di

tiga kabupaten memiliki cerita yang berbeda. Di

Purworejo, pemerintah bisa memediasi kelompok

Nahdliyyin dan MTA. Pihak Nahdliyyin meminta

kepada muballigh MTA agar memperbaiki metode

dakwahnya agar tidak menimbulkan perpecahan

umat. Hal itu mereka paparkan setelah memutar

rekarnan dakwah yang disarnpaikan muballigh MTA.

Berbeda halnya dengan di Purworejo, cerita tentang

MTA di Kudus dan Blora berakhir tanpa mediasi.

Di Kudus, pengajian yang dilakukan MTA akhirnya

dibubarkan, begitu pula halnya dengan yang terjadi

di Blora.

Hemat karni apa yang dilakukan oleh

pemerintah Kabupaten Purworejo dengan memanggil

semua pihak yang terlibat dalarn perselisihan adalah

langkah tepat. Pemerintah mendengar keluhan dari

pihak yang merasa dirugikan oleh dakwah dari

pihak lain. Kelompok NU di Purworejo yang merasa

dirugikan oleh dakwah MTA datang untuk meminta

pemerintah memediasinya. Tetapi pemerintah juga

tidak meluluskan keinginan kelompok NU untuk

membubarkan MTA, karena berpotensi melanggar

hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Kcsimpulan: Membatasi dan Menindak "Seruan

Kebencian"

asus-kasus penyiaran agama menggambarkan tiga

pokok masalah, alat penyiaran (pengeras suara),

K metodepenyiaran(pengobatanpemberianmakanan

dll) serta substansi penyiaran (takfir, provokasi). Ketiga

masalah itu selalu berkait berkelindan dan menjadikan

penyiaran agamadi tengah- tengah masyarakat menjadikan

sesuatu yang tak jarang berujung konflik. Pertanyaannya

kemudian, bagaimana negara berperan dalam soal

penyiaran agama tersebut? Apakah konflik itu semata­

mata persoalan penyiaran agama atau karena persoalan

intoleransi?

Kebijakan negara tentang penyiaran agama, seperti

yang digambarkan di atas merupakan produk Orde Baru

yang konteksnya adalah persaingan Islam dan Kristen.

Ketegangan antaralslam dan Kristen menjadi rah di hampir

semua regulasi keagamaan, termasuk regulasi penyiaran

agama. Umat Islam merasa terdiskrirninasi sejak jaman

Hindia-Belanda yang lebih banyak memberikan bantuan

kepada umat Kristen dibandingkan Islam Sehingga pasca

kemerdekaan, ada semacam kesempatan melakukan

politik "balas dendam" melalui regulasi yang ada. Wajar

jika kemudian regulasi mengenai penyiaran agama tidak

mampu menjawab persoalan kekinian yang semakin

kompleks.

Persoalan mengenai kebijakan tentang penyiaran

agama cenderung melihat bahwa agama ditempatkan

sebagai sumber konflik. Inilah perspektif yang sangat

terbatas dari regulasi penyiaran agama pada era Orde

Baru itu. Yang pertama-tama mestinya dilihat adalah

bahwa penyiaran agama merupakan bagian dari hak

asasi manusia untuk menyebarkan ajaran agamanya. Di

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

sinilah letak keterbatasan perspektif dari kebijakan negara

mengenai aturan agama itu yang selalu menganggapnya

sebagai sumber konflik. Padahal konflik akibat penyiaran

agama itu bukan penyiaran agama itu sendiri, melainkan

intoleransi antar umat beragama.

Yang harus dilihat secara jeli oleh negara clan

perlu untuk dibatasi bahkan dilakukan tindakan adalah

manifestasi penyiaran agama yang bernada hate speech.

Dalam situasi ini, negara memiliki kewenangan untuk

melarang ekspresi keyakinan yang digunakan untuk

mengobarkan kebencian alas dasar kebangsaan, ras,

atau agama yang membentuk suatu hasutan untuk

34
melakukan diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan.

Namun demikian , pembatasan atau larangan tersebut

harus dilakukan secara abash menurut hukum, tidak

bersifat diskriminatif pada suatu golongan atau kelompok

identitas tertentu, dan bersifat proporsional tergantung

konteks kebutuhan.w

Selain hate speech yang juga harus ditindak dalarn

penyiaran agarna adalah soal hate crime. Hate speech dan

hate crime adalah dua konsep yang harnpir sarna tapi

berbeda. Hate crime didefinisikan sebagai suatu kejahatan

atau tindak pidana yang dimotivasi oleh suatu kebencian

dasar kebangsaan, ras, agarna, atau yang lainnya. Unsur

dari hate crime adalah suatu kejahatan atau tindak pidana

(bisa berupa pembunuhan, intimidasi, perusakan barang,

36
serangan, dan sebagainya) dan suatu motif yang bias.

Yang menjadi pembeda antara hate speech dan hate crime

adalah unsur terjadinya suatu kejahatan atau tindak

pidana; untuk hate crime hanya terjadi bila ada kejahatan

34 Panduan Panotisian dt/11 Hak Berl«!yald11m1, Bemgmta dt/11 Ben'badah,

Jakarta: Koutras, tr. 79.

35 Pa11d11(111 Ponotisian dan Hok , Hal. 79.

36 P1111dtl(l1t Panolisian dt/11 Hak , Hal. 84

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

atau tindak pidana, sementara untuk hate speech tidak

memerlukan terjadinya suatu tindak pidana, cukup suatu

ekspresi (secara verbal, tertulis, gambar, simbol, audio­

visual, atau lewat medium maya seperti internet) yang

merupakan "advokasi kebencian yang membentuk suatu

hasutan" untuk melakukan diskriminasi, permusuhan,

37
atau kekerasan.

Atas dasar itu, maka sejatinya pengaturan soal

penyiaran agama tidak harus merujuk pada hal-hal

teknis nan rinci, karena pengaturan seperti yang terjadi

pada masa Orde Baru seolah-olah ditempatkan pada

masyarakat yang kekanak-kanakan' dalam beragama.

Karenanya, negara bisa melakukan pengaturan dalarn

soal penyiaran agama menyangkut upaya pembatasan

terhadap seruan kebencian dari suatu kelompok kepada

kelompok lain alas dasar keyakinan agama tertentu ,

37 P1111d11t111 Panolisian dmt Hnk . . . , Hal. 84

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


BabV

Penutup

Memeriksa Wajah Toleransi Kita

Meneropong toleransi beragama di Indonesia

melalui tiga isu keberagamaan merupakan napak tilas

sejarah perjalanan sebagai fragmen bangsa kita. Bangsa

yang majemuk dan diperjuangkan bersama-sama dengan

masyarakat berbagai unsur kini seperti menunjukkan

arah yang berbeda. Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi

modal hidup bersarna kini menjadi pertanyaan kita

semua. Apalagi ketika ia bernama toleransi dan rasa

saling menghargai.

Memang, negara kita tidak separah Perancis di masa

silam. Mengutip Voltaire ( 1989), Perancis hanya merestui

Katolik sebagai agama negaranya. Dengan demikian,

menjadi Protestan adalah sebuah dosa bahkan mencegah

atau mempersulit orang Protestan untuk pindah iman

menjadi Katolik merupakan kesalahan besar yang akan

mendapatkan hukuman setirnpal. Negara kita bukan

pula tipikal negara yang menerapkan mihnah (inkuisisi)

seperti pernah terjadi di suatu masa di zaman Dinasti

Abbasiyah. Negara kita masih memberikan ruang untuk

minoritas dalam beribadah dan beragama/berkeyakinan

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

meskipun dibayangi mayoritas yang kian menampakkan

aroganemya.

Tetapi toleransi mulai menjadi barang mahal di

negeri. Ia menjadi begitu jauh dalam kehidupan sehari­

hari. Survey Lingkaran Survey ( 2 0 1 2 ) menyatakan bahwa

61,2 persen tidak nyarnan bertetanggadengan orang Syiah

dan 63,1 persen tidak nyaman bertetangga dengan orang

Ahmadiyah. Rasa tidak nyarnan ini dapat pula berakibat

rasa intoleran.

Seorang jemaat gereja, misalnya, menceritakan

rumitnya hubungan dengan tetangganya gara-gara

urusan ini. Senin sampai Sabtu, mereka bertetangga

sebagaimana wajarnya tetapi hari Minggu mereka menjadi

seteru. Pasalnya, sang tetangga ini mengintimidasi ketika

ia beribadah di tepi jalan gara-gara soal tempat ibadah.

Sama ironisnya dengan perkara Syiah di Sampang. Dua


. .

saudara bermusuhan dengan aliran masmg-masmg

disertai perusakan dan kriminalisasi.

Cerita tak kalah menyedihkan datang dari Cikeusik.

Seorang perempuan Ahmadi mesti melahirkan di sebuah

perkebunan ketika ia bersembunyi dari intimidaei dan

penyerangan kelompok Islam garis keras setempat.

Padahal, sebagai warga negara, ia layak mendapatkan

pelayanan bidan demi kesehatan reproduksi sang ibu dan

jabang bayi itu sendiri. sementara itu di Singkil, warga

yang Kristen dan Islam rukun dalam satu kabupaten dalam

waktu yang sudah sangat lama. Sampai urusan rumah

ibadah membuat kerukunan itu berubah: pengurusan

rumah ibadah yang rumit merumitkan hubungan

pertetanggaan itu sendiri. Mereka takut dengan berurusan

dengan birokrasi dan keakraban di antara mereka menjadi

tidak sama lagi.

Cerita-cerita semacam ini menjadi tanda bahwa

toleransi bukanlah sesuatu yang mudah dicari. Kohesi

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


_J L

masyarakat yang terus-menerus mengalami pasang surut

menjadikan toleransi bukanlah anugerah, tetapi sebagai

sesuatu yang harus dicapai. Toleransi adalah sesuatu

yang aktif, bukan malas, apalagi pasif.

Sayangnya, masyarakat tampaknya mesti bekerja

sendiri. Sebab, pemerintah lewat berbagai peraturan yang

memihak sekelompok orang. Peraturan tentang rumah

ibadah, tentang penodaan agarna, dan tentang penyiaran

agama-seperti disinggung pada paparan di buku ini­

menguntungkan kelompok dominan bernama mayoritas.

Karena mayoritas maka seolah-olah boleh menikmati

lebih banyak ketimbang kelompok yang lain. Selain itu,

kemudahan-kemudahan akan lebih banyak didapat.

Memang yang mayoritas dan minoritas akan

menempuh proseduryang sama. Seperti peserta lari dalarn

sebuah lomba, aturan semacam ini terlihat adil untuk

semua. Tetapi lari adalah lomba semata-matayang hampir­

harnpir tidak memiliki sisi sosial-budaya-politik. Stamina

dan kecepatan cukup membuat kita melenggang menjadi

pemenang. Tapi konteks semacam ini tak bisa sama dalam

masyarakat yang tidak memiliki kekuatan sosial politik

yang seimbang. Sehingga, tanda tangan 90 orang jemaat/

jemaah bagi pemeluk Islam di wilayah dengan mayoritas

penduduk yang bukan Islam merupakan perkara sulit.

Sebaliknya sama: ia perkara berat bagi umat Kristen di

tempat di mana Islam mendominaai. Permusyawaratan

dalam masyarakat kini digantikan oleh FKUB (Forum

Kerukunan Beragama) yang diinisasi oleh negara. Mereka

berasal dari berbagai perwakilan agama, tetapi tidak

termasuk kelompok kepercayaan. Jemaat Ahmadiyah

dan Syiah, meskipun merupakan bagian dari Islam, tidak

diakomodasi dalarn kelompok ini. Toleransi kemudian

ditentukan oleh negara dalam bingkai birokrasi.

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Persoalanpenodaanagarnadalam bentukpenyesatan

dan atau aliran sesat tidak kalah rumitnya. Penafsiran

baru yang berbeda oleh sekelompok orang akan segera

menimbulkan reaksi. Mereka dianggap sebagai yang

menimbulkan keresahan, dilaporkan ke organisasi tertentu

lalu berakhir di meja hijau , Sebagiannya lagi berakhir

tragis: asset dirusak dan atau disegel. Karena bukan

golongan yang dominan, sikap ini lalu dipermaklumkan.

Karena sesat, maka boleh dirusak. Kesesatan mereka

mendatangkan keresahan sehingga perlu ditertibkan.

Penertiban 'boleh' dilakukan dengan berbagai cara: dari

yang paling keras sarnpai paling ringan. Tak cukup,

mereka dipaksa bertaubat atau justru di penjara dengan

pasal penodaan agama.

Toleransi yang berkembang di dalarn masyarakat,

dengan mekanismenya sendiri, kini dipasrahkan kepada

negara oleh kelompok masyarakat tertentu yang mengaku

otoritatif di bidangnya. Dan negara menerunanya.

Toleransi kemudian diubah menjadi soal ketertiban sosial

belaka. Persoalan keagamaan yang kompleks, karena

disertai dengan keyakinan yang dalam kepada hal-hal

yang transendental, kini sesederhana persoalan politik

dan ekonomi yang cenderung praktis, bahkan pragmatis.

Perubahan semacam ini juga terjadi dalam penyiaran

agama.

Dengan segala silang sengkarut ini, negara tetap

harus dituntut untuk melakukan penghormatan dan

perlindungan atas hak semua warga negara untuk

beragama dan berkeyakinan. Negara harus-menerus

didorong untuk melakukan hal ini dengan adil, terutama

untuk kelompok minoritas. Pada aras ini, misalnya,

pemerintah perlu merumuskan formulasi yang permanen

menyangkut tiga problem di atas. Dalam sengketa rumah

ibadah dan penodaan agama, misalnya, pemerintah

mengajukan relokasi sebagai solusi. Kenyataannya,

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

relokasi bukan menyelesaikan masalah tapi memindahkan

masalah. Relokasi HKBP Ciketing dan GKI Taman Yasmin

ditolak oleh warga setempat sebagairnana relokasi jemaat

Ahmadiyah di Lombok. Relokasi untuk warga Syiah

yang selama ini bermukim di GOR Sampang ditolak oleh

mereka sendiri karena tidak menjanjikan perlindungan

kearnanan, termasuk soal pengamanan tempat tinggal

dan jaminan keselamatan diri mereka sendiri.

Di samping itu, pemerintah juga perlu menyamakan

persepsi dengan masyarakat, misalnya melalui sosialisasi

peraturan perundang-undangan. Penyamaan ini persepsi

penting mengingat banyak intepretaei konstitusi di

lapangan yang merusak anyarnan toleransi di suatu

masyarakat sendiri, dan bahkan aparat mengamini. Kasus

penolakan pendirian ibadah, sebagai contoh, memperoleh

tempat yang luas dewasa ini. Pemkab/Pemkot tertentu

ternyata mempertimbangkan hal ini mengatasi putusan

hukum yang final dan mengikat. Padahal, dalam PBM

Rum ah Ibadah, penolakan bukanlah sesuatu yang memiliki

dasar hukum sehingga patut dipertimbangkan bisa

tidaknya sebuah rumah ibadah didirikan-penolakan dan

penerimaan adalah sesuatu yang niscaya dalam sebuah

pokok persoalan tertentu. Melulu mempertirnbangkan

persoalan ini hanya akan membuat persoalan membuat

berlarut-larut seperti terjadi di Bogar, Bekasi, dan

Ku pang.

Mereka yang dirugikan akibat multi-interpretasi

semacam 1n1 adalah kelompok minoritas dengan daya

tawar rendah dari sisi politik, sosial, dan budaya. Mereka

bukan saja bernama Katolik dan Kristen, tetapijuga Islam

arus utama (mainstream) dan Islam minoritas seperti

Ahmadiyah dan Syiah. Ironisnya, aparat mengamini hal ini

dan dengan tanpa beban mengangkangi hukum di negara

hukum ini secara berjamaah bersama warganya. Padahal,

dalam ketentuan PBM, yang ditindaklanjuti adalah jika

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

rumah ibadah yang hendak didirikan belum memerruhi

persyaratan. Karenanya, interpretaei yang hendak

dijalankan seharusnya diselaraskan-yang tetap ngotot

seharusnya 'ditertibkan'. Ustadz Tajul Muluk mengalarni

nasib serupa. Meski masa penahanannya sudah selesai,

aparat bersikeras meneruskannya meskipun mereka

tak memegang surat dari MA sebagai syarat utama.

Aparat menyatakan bahwa surat yang dimaksudkan bisa

disusulkan, tetapi konstitusi tidak menyuratkan yang

demikian.

Beberapa pihak di luar negara juga patut terlibat di

dalam urusan toleranei. Jika selama ini kita mengagungkan

keberadaan mayoritas yang diam (silent majority), maka

keberadaan merekaseharusnya terus- menerus diprovokasi

agar lantang meneriakkan ketidakadilan dan kesewenang­

wenangan, baik dari dalam umat maupun birokrasi itu

sendiri. Terkait hal ini, akan diajukan beberapa saran.

Pertama, perempuan dan anak muda. Kedua

kelompok ini penting untuk dilibatkan dalarn usaha­

usaha penyemaian toleransi beribadah. Dalarn beberapa

kesempatan, anak muda terlibat dalarn karnpanye anti

keberagarnan melalui beragarn jaringan media sosial

semacarn facebook, twitter, dan you tube. Pada saat yang

sarna, sekelompok perempuan juga terlibat dalarn demo

disertai ancarnan seperti terjadi pada harnpir setiap

peribadatan jemaat GK.I Tarnan Yasmin belakangan ini.

Mereka, bersarna dengan pendemo yang berjenis kelarnin

laki-laki, tidak sungkan-sungkan meneriakkan ancaman

perkosaan kepada jemaat, pendukungjemaat atau jurnalis

yang dianggap mendukung jemaat gereja.

Kenyataan semacarn ini mes ti diantisipasi agar tidak­

menerus tumbuh di masa depan dan pada saat yang sarna,

usaha penyemaian toleransi lebih banyak melibatkan

tokoh agarna dan atau tokoh masyarakat lokal mayoritas

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

berjenis kelamin laki-laki. Kehadiran kedua kelompok ini

tentunya akan menambah arnunisi penyebaran toleransi,

mengingat mereka memiliki strategi-strategi yang kreatif,

di samping menambah jumlah "pasukan" toleransi yang

kian melemah diserang kelompok anti- toleransi. Dalarn

kelompok ini, diperlukan juga perhatian khusus untuk

anak muda dan perempuan dari kalangan minoritas.

Kedua, ormas yang moderat semacarn memiliki

kewajiban moral untuk turut serta dalam silang sengkarut

soalini. Secarakultural, melalui warganya, ormas semacam

NU clan Muhammadiyah memiliki dapat bertindak sebagai

agen penyebar toleransi di masyarakat melalui kegiatan

sosial dan kegiatan komunal- tradisional yang dijalankan

sehari-hari dan hidup dalam lingkungan masing-masing.

Secara struktural, agenda semacarn ini dapat ditempuh

melalui desain kebijakan setiap ormas melalui berbagai

jalur.

Dalarn institusi pendidikan, misalnya, pengurus

pusat ormas dapat mengintervensi mater-i pengajaran dan

sikap perempuan agar selaras dengan nilai-rrilai toleransi,

termasuk toleransi terhadap temp at ibadah. Pada sisi yang

lain, secara struktural, diperlukan keselarasan antara

kebijakan di tingkat daerah dan pusat. Dalarn beberapa

kesempatan, justru muncul sikap desersi. Sikap desersi

ini bukan semata pembangkangan tetapi perpecahan

dalarn tubuh organisasi di mana sebagian pengurus

bersikap moderat sementara sebagian yang lain bersikap

radikal dengan mendiarnkan perusakan tempat ibadah

atau bahkan terlibat langsung. Sikap semacarn ini akan

merusak moderatisme ormas yang selanjutnya merusak

pula moderatisme Indonesia pada umumnya.

Ketiga, media seharusnya memerankan diri sebagai

bagian dari agen yang mempromoaikan penghargaan akan

keberagarnaan, termasuk keberagamaan dalarn beragarna

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

dan berkeyakinan. Dalam hal ini, media seharusnya

melakukan coverage yang memadai terhadap suatu

insiden, misalnya pembakaran atau perusakan rumah

ibadah. Pendeknya, media bukan semata-mata sebagai

industri semata-mata tetapijuga dapat mengambil bagian

dalam memberi informasi yang mencerdaskan publik.

Singkatnya, media dapat ambil bagian dalarn konteks

"tanggung jawab sosial", mengutip Peterson (1984),

yang menyeimbangkan konsep kebebasan berekspresi

dan kewajiban moral untuk mendidik publik. Dalam hal

irri, media tidak seharusnya bersifat provokatif dalarn

menuliskan situasi ketegangan antar- umat beragama atau

internal agama tetapi juga memikirkan soal pemihakan

kepada korban dalarn rangka menyebarkan pentingnya

penghormatan kepada keberagaman.

Semua yang dipaparkan di atas diajukan demi

Indonesia yang toleran. Demi Indonesia yang ramah untuk

semua warganya.

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


DAFTAR PUSTAKA

Buku, Jurnal, Paper:

Al-Hanif, Hukum dan Kebebasan Beragama di Indonesia,

Yogyakarta: Leksbang Grafika, 2 0 1 0 .

Arief, Barda Nawawi, Delik Agama dan Penghinaan Tuhan

(Bhlasphemy) di Indonesia dan Perbandingan

BerbagaiNegara, Semarang: UNDIP Semarang,

2007.

Asry, M. Yusuf (ed.), Pendirian Rum.ah Jbadah di

Indonesia, (Jakarta: Kementrian Agama RI,

Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan

Keagamaan), 2 0 1 1 .

Balitbang dan Diklat Kemenag RI 2 0 1 2 , Sosialisasi

PBM dan Tanya Jawab, (Jakarta: Puslitbang

Kehidupan Keagamaan Balitbang dan Diklat

Kemenag RI), 2 0 1 2 , Cetakan III.

Becket Found for Religious Liberty Issues Brief,

"Defamation of Religion," July 2008 (Condensed

version).

Carlberg, Carly, Freedom of Expression in Modern Age:

An Obscure Blasphemy Statute and Its Effect on

Bussiness Naming, Rutger Journal of Law and

Religion, Volume II, Fall 2009, Part I.

Caslon Analytics Blasphemy, "Report Section on Gennany

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

and Austria"', http:/ /www.caslon.eom.au/

blasphemyprofile9.htrn#germany, diunduh 01

Oktober 2 0 1 2 .

Departemen Agama RI, Kompilasi Kebijakan dan

Peraturan Pemndang-Undangan Kemkunan Umat

Beragama, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat

Puslitbang Kehidupan Keagarnaan, 2009.

Dhakidae, Daniel, Cendekiawan dan Kekuasaan dalam

Negara Orde Barn, Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2003.

eLSA Report on Religious Freedom, edisi XI, Juli 2 0 1 1 .

eLSA Report on Religious Freedom, edisi I, September

2011

eLSA Report on Religious Freedom, Edisi VI, Februari

2012.

eLSA Report on Religious Freedom, Edisi XI, Juli 2 0 1 2 .

Gultom, Gomar (ed), Seputar Izin Rumah Jbadah, Dari

SKB ke Ferber DuaMenteri, Jakarta: PGI, 2006.

Hafsin, Abu, "PROBLEMATIKA PERAN FKUB DALAM

MEMBANGUN KERUKUNAN UMAT BERAGAMADI

INDONESIA (Perspektif Konstitusi dan HAM)",

makalah disampaikan dalam diskusi pada

Lokakarya "Pemhuatan Modul Penguatan

Kapasitas FKUB tentang Konstitusi, HAM, dan

Mediasi Konflik" dilaksanakan oleh The Wahid

Institute bekerja sama dengan Kemenag RI di

Hotel Blue Sky, 26-28 Maret 2008.

Hasyirn, Ahmad Umar, Al-Da'wah al-Islamiyyah;

Manhajuha wa Ma'alimuha, tp. tt.

Hefner, Robert W. Civil Islam: Islam dan Demokratisasi

di Indonesia, Jakarta: ISAI dan The Asia

Foundation, 2 0 0 1 .

Kustini, Ora. M.Si (ed), Efektijitas Sosialisasi PBMNo.

9 dan 8 tahun 2006, (Jakarta: Departemen

Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang

Kehidupan Keagamaan, 2009

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

KONTRAS, "Panduan Pemolisian dan Hak Berkeyakinan,

Beragama dan Beribadah", Jakarta: Kontras, tt.

Komnas HAM, Penegakan Hak Asasi Manusia dalam 10

Tahun Reformasi, Jakarta: Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia, 2008.

Levy, Leonard William, Blasphemy: Verbal Offense

against the Sacred From Moses To Salman

Rusdhie, New York: The University of North

Carolina Press, 1993.

Lindoln, Tore, Durham, W. Cole (editor), Facilitating

Freedom of Religion or Belief: A Deskbook, Oslo:

The Norwegian Centre for Human Rights, 2004.

Mahmud, Ahmad, Al-Da'wah Ra al-Islam, tp. tt.

Ma'shum, Saifullah (ed). Menapak JejakMengenal

Watak, Sekilas Biografi 26 Tahun TokohNahdlatul

Ulama, Jakarta: Yayasan Saufidin Zuhri. 1994

Marshal, Paul and Shea, Nina, Silenced: How Apostasy

and Blasphemy Codes Are Choking Freedom

Worlwide, New York: Oxford University Press,

2012.

Mujiburrahman, Feeling Threatened Muslim-Christian

Relations in Indonesia's New Order (Leiden:

Amsterdam University Press, 2006),

- - - - - - - - - - , Mengindonesiakan Islam, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, cet. I, 2008.

Muktiono, "Mengkaji Politik Hukum Kebebasan Beragama

dan Berkeyakinan di Indonesia" http://fh.unsoed.


0
ac.id/ sites/ default/ files/ fileku/ dokumen/ 13 . /o20

Muktiono.pdf.

Nash, David, Blasphemy in The Christian World, New

York: Oxford University Press, 2 0 1 0 , Proquest

E-Journal.

Nugroho, Singgih, Menyintas danMenyeberang:

Perpindahan Massa[ Keagamaan Pasca 1965 di

Pedesaan Jawa, Yogyakarta: Syarikat, 2008.

Post, Robert C . , "Cultural Heterogeneity and Law:

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Pornography, Blasphemy, and the First

Amendment' (California Law Review Vol. 76, No. 2

Mar.,1988).

Rumadi dkk, Bukan Jalan Tengah· Eksaminasi Publik

Putusan Mahkamah Konstitusi Perihal Pengujian

UUNo. 1/ PNPS/ 1965 tentang Penyalahgunaan

dan/ atau Penodaan Agama, Jakarta: ILRC, 2 0 1 0 .

- - � � - - - - - - , Delik Penodaan Agama dan Kehidupan

Beragama dalam RUU KUHP, Jakarta: the Wahid

Institute, 2007.

Sairin, Weinata, Himpunan Peraturan di Bidang

Keagamaan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.

Schumann, O l af H . , DialogAntar Umat Beragama,

Jakarta: Gunung Muha, 2008.

Senoadji, Oemar, Hukum (Acara) Adana dalam Prospeksi,

Jakarta: Erlangga, 1976.

Setara Institute, Thematic Review It's not About the

Atheism, its Freedom of Opinion, 1 1 Juni 2 0 1 2 .

Suaedy, Ahmad, et.all, Islam, The Constitution and

Human Rights, Jakarta: the Wahid Institute,

2010.

----------, "Memperkuat Peran Pemerintah: dalamMenjaga

Toleransi dan Harmoni Akar Rumput", makalah

disampaikan dalam Lokakarya Pemhuatan Modul

Penguatan Kapasitas Anggota FKUB tentang

Konetituei, HAM dan Mediasi Konflik Keagamaan,

Kerjasarna Balitbang Kemenag RI dan the Wahid

Institute, 26 � 28 Maret 2 0 1 2 .

----------, dkk., Islam, Konstitusi, dan Hak Asasi Manusia,

(Jakarta: The Wahid Institute, 2009).

Taher, Elza Peldi, Merayakan Kebebasan Beragama

Bunga Rampai 70 tahun Djohan Effendi, Edisi

Digital Jakarta: Democracy Project, 2 0 1 1 .

The Wahid Institute, Agama dan Pergeseran

Representasi: Konflik dan Rekonsiliasi di

Indonesia, Jakarta: The Wahid Institute, 2009

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

The Wahid Institute, Monthly Report on Religious Issues,

e d i s i 3 1 , Februari2011.

The Wahid Institute, Monthly Report on Religious Issues

(MRoRJ) edisi 4 1 , Maret 2 0 1 2 .

Wajdi, Muhammad Farid, Da 'irah Ma'arif al-Qam al­

'Jsyn11, Beirut-Libanon: 08.r al-Ma'rifah, cet. III,

vol. V, 1971.

Willis, Avery T., Indonesian Revival: Wny Two Millions

Came to Christ, South Pasadena: William Carey

Library, 1978.

Yewangoe, Andreas A, "Menyikapi Peraturan Bersama

DuaMenteri". Suara Pembaruan, 06/04/2006.

Zada, Khamami, "Pemberdayaan FKUB dan Tantangan

Pemeliharaan Kemkunan antar Umat Beragama

di Indonesia", makalah disampaikan dalam

Lokakarya Pembuatan Modul: Penguatan

Kapasitas Anggota Forum Kemkunan Um.at

Beragama (FKUB) tentang Konstitusi, HAM,

dan Mediasi Konjli.k Keagamaan, Kerjasama

The Wahid Institute dan Pusat Penelitian

dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan

Keagamaan, Balitbang dan Diklat Kementerian

Agama RI, Jakarta, 26-28 Maret 2 0 1 2 .

Media, Situs Online:

http:/ Im. tribunnetue com/2012/ 06/ 12/ setara-anggap­

kn"minalisasi-aan-cpns-ateis-kelim.

http://www.nytimes.com/201 !/02/09/world/

asia/09indonesia.html

http://www.thejakartapost.com/ news/2011 /02/08/

violence- blasphemy- trial-central-java.html

http://www.tempo.co/share/?act=TmV3cw==&type=UHJ

pbnQ=&media=bmV3cw==&y=JEdMTOJBTFNbeV

O=&m=JEdMTOJBTFNbbVO=&d=JEdMTOJBTFNb

ZFO=&id= MzEyNT!x

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

http://news.detik.com/ read/2011/02/20/ 1 6 1 2 5 6 / 1

57 4598/ 10/ mui-jateng-minta-dalang-rusuh­

temanggung-diungkap?nd992203605

http://id.berita.yahoo.com/italia-kecam-pembakaran­

gereja-temanggung-20110208-192806-821.html,

http:// dunia.news , viva.co.id/ news/ read/ 20368 7-italia­

kecam-pembakaran-gereja- temanggung.

http:/ /www.dakta.com/berita/nasional/302/,

"Kerusuhan Kupang, NTI, 30 November-1

Desember 1998".

http:/ /news.liputan6.com/read/319567 /Kapolri_

Pelaku -Kerusuhan-Berasal-dari-Luar

Temanggung.

http://www.tirilolok.com/ news_detail.PH P?nid= 1622,

"Masyarakat Batuplat Tolak Pembangunan

Masjid".

http://www.republika.eo.id/berita/nasional/

um um/ 1 1 / 0 7 / l 9/lokz2k-, "Walikota Kupang:

Pembangunan Masjid Nur Musofir telah Penuhi

Persyaratan".

http://dokumentasi.elsam.or.id/ reports/view/23.

http:// perpus takaan-elsam .or. id/ opac / index.

php?p=show_detail&id= 1 0 1 2 , "Laporan investigasi

awal-1 tentang kerusuhan Kupang dan

sekitarnya, 30 November-I Desember".

http://nasional.kompas.com/

read/2012/04/27 / 11392050/Wapres.Pengeras.

Suara.Azan. Per lu. Diatur

http://news.okezone.com/

read/2012/04 /29 / 337 / 620420/ mui-tanggapi­

komentar-boediono- tentang-pengeras-suara­

masjid.

http:/ /www.merdeka.com/ dunia/ azan-pernah-jadi­

dilema-di-kairo.html

Koran Tempo, 1 1 Agustus 2 0 1 1 , "Walikota Hentikan

Pembangunan Masjid".

Me11gelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penunq


_J L

Poulter, Sebastian, "Cultural Pluralism and its Limits: A

Legal Perspective", http://www.juliuslwnnor.com/

catalyst/ catalyst/ Cultural-Pluralism-and-its-Limits.

pdf

Priestly, Brinton, Blasphemy and Law: A Comparative

Study (2006), http.//www.brentonpriestley.com/

writing/blasphemy.htm.

Suara Pembaruan, 23 November 1998, "Kerusuhan

Ketapang 13 Tewas, 1 1 Gereja Dibakar Dan

Dirusak".

Tempo.co, Jumat 1 1 Mei 2 0 1 2 , "Pembangunan Masjid

di N'IT Dipertanyakan".

Waspada Online, Jumat 15 April 2 0 1 1 , "Pembakaran

Masjid Harus Jadi Perhatian".

www.tempointeraktif.com, Naskah Hasil Eksaminasi

Putusan Nomor: 6 9 / P I D . B / 2 0 1 2 / P N . S P G .

www.articlel9.org/ data/ files/pdfs/ standards/

definingdefarnation.pdf, International Standards

Series, "Defining Defamation: Principles on

Freedom of Expression and Protection of

Reputation",

www.kris tianipoa.corn, "PGI Minta Perhatian Presiden

Saal Penutupan Tempat Ibadah", posted 26

Agustus 2005.

www.pikiran-rakyat.corn, Rabu, 1 5 / 0 9 / 2 0 1 0 , "350 Palisi

Amankan Pembangunan Gereja H KBP Cine re".

www.okezone.corn, Rabu, 13 Oktober 2 0 1 2 , "Mendagri

Sayangkan Penyegelan 20 Gereja di Aceh",

okezonenews,.

www.triburmews.corn, 12 Oktober 2 0 1 2 , "DPR:

Pemerintah Perlu Tegas soal Penyegelan 20

Gereja", Selasa,.

www.kompas.com, Selasa 08 Mei 2 0 1 2 , "Tokoh Agama

NTT Prates Tempat Ibadah Liar".

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Dokumen lai:nnya:

Kronologi yang dikeluarkan Pokja Aliansi Kebebasan

Beragarna dan Berkeyakinan (AKBB) Jawa Timur

pada 25 Juni 2 0 1 2 .

Pernyataan Majelis Jemaat Gereja Kristen Indonesia

Bogar, "Pokok Pikiran Penelikungan H ukum

Terhadap Putusan Peninjauan Kembali

Mahkamah Agung oleh Walikota Bogar Dalam

Kasus GKI. Ta.man Yasmin", di keluarkan pada

tanggal 13 Desember 2 0 1 1 .

PBM No. 8 dan No. 9 Th. 2006 tentang Pedoman

Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala

Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat

Beragarna, Pemberdayaan Forum Kerukunan

Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Laporan Penyegelan Gereja Aceh Singkil oleh ASB

(Aliansi Sumut Bersatu) 2 0 1 2 .

Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah

diratifi.kasi Pemerintah Indonesia melalui UU No.

1 1 Th. 2005 Pasal 18.

Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 137 Th. 2002

tentang Prosedur Persetujuan Pembangunan

Tempat-tempat lbadah/Kegiatan Agama di

Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Peraturan Gubernur Aceh No. 25 Th. 2007 tentang

Pedoman Pendirian Rumah lbadah.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Undang-Undang No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan

Daerah.

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


Index

Abdul Ghofar 150

Abdullah Sarkowi 146

Abdullah Syarqowi 143, 144

Abdul Rahman 143

Abraham 16

Abu Thalib 119

Aceh Singkil 95, 96, 97, 98

Agus Darmawan 150

Ahmad Mahmud 117

Ahmad Rafiq 53

Ahmad Suaedy 83

Ahmad Sukina 143

Ahmad Umar Hasyim 117

AK.BP Priyo Waseso SS! MPP 146

AKP Parmaruo Puji Yuwana 138

Alexander Aan 58, 59, 66, 68

Ali Mochtar Ngabalin 133

al-Qur'an 16, 19, 20, 37, 39, 40, 4 1 , 44, 46, 49, 50, 117, 119, 124,

132, 133, 149

Al-Qur'an 142, 148, 152

"Amanat Keagungan llahi" (AKI) 61

Ambon 80

Amerika Serikat 19

Amidhan 133

Andi Subur Abdullah 78

Andreas Guntur Wisnu Sarsono 6 1 , 64

Angkatan Bersenjata RI (ABRI) 71

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


� L

Angkatan Muda NU 152

Antonius Richmond Bawengan 48, 55, 64

AP! Winong Kemiri 144

Article XIX 22

Asahan 73, 99

"Atheis Minang" 59

Australia 18

Sadan Kornunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia 133

Balai Mansiang 58

bali 89

Bali 86

Bambang Andreas 139

Bambang Susilo 143

Bambang Tedi 136

Barda Nawawi Arief 14, 15

Barisan Ansor Serbaguna (Banser) 148

Batuplat 88, 90, 9 1 , 92, IOI

Bekasi 92, 100, IOI, Ill, 163

Serita Acara Pemeriksaan (BAP) 37, 42

Bhinneka Tunggal Ika 140, 159

BJ Habibie 78

Blora 142 , 143, 152, 153, 154, 155

Bogor 88, 89, 90, 92, 163

Buddha 16, IOI, 120, 129

Budiyono 133

Bukhari Maksum 35

Carillo de Albornoz 134

Chalwani Nawawi 144

Cinere 88, 89

Dandung Danadi 143

Daniel Adoe 90, 91

Dawud Maskuri 144

Dawud Muchlas 143

Deli Serdang I 00

Mengelola Toieransi dw1 Kebebasw1 Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Depok 84, 88

Desa Blu'uran 34

Derasemen Khusus (Densus) 99 139

Dewan Dakwah Islam Indonesia (DOil) 129

Dewan Gereja Indonesia (DGI) 125

Dewan HAM Eropa 22

Dewan Masjid Indonesia (DMI) 132

Dharmasraya 58

Diani Budiarto 89

Didik Wuryanto 61

Djoko Nugroho 153

OKI Jakarta 107, 108

Durban Conference 20

Dusun Kenalan 48

Dusun Nangkrenang 34

Dwi Dayanto 51

Eropa 16, 17, 1 9 , 2 2

Eva Kusuma Sundari 97

Fatayat NU 153

Forkami (Forum Komunikasi Muslim lndonesi) 91

Forum Kerukunan Umat Beragama I, 2, 83, 98

Forum Komunikasi Aktivis Masjid (FKAM) Klaten 62

FPl 96, 136, 137, 138, 139, 142

Franco Frattini 54

Front Pembela Islam 6 1 , 136

Front Umat Islam 61

Gamawan Fauzi 96

Garis-garis Besar Haluan Negara 4, 77

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 4, 77

GARIS (Gerakan Refonnis Islam) 91

GBT (Gereja Bethel Tabernakel 55

Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Cabang Muntilan 139

GerejaAnglikan 17, 18

Gereja Bethel Indonesia 52

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Gereja Kristen Indonesia (GKJ) 89

Gereja Pantekosta 52

Gereja Santo Petrus 52

GKI Taman Yasmin 89, 100, I O I , 163, 164

GPIB (Gereja Protestan Indonesia Baral) 73

Gunung Merapi 139

Gus Dur 151

Habib Hasan Al Ba'bud 143, 144

Hak Asasi Manusia (HAM) 5, 24

Hamid AK 143, 146

Hasyim Muzadi 26, 28

Hefner 129

Hindu 120, 129, 130

HKBP Filadelfia IO I

lkatan Jamaah Ahl al-Bait (IJABI) 34

lkatan Pelajar Nahdlatul Ulama 148

lkatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (lPNU-lPPNU) 148

lmarn Mahdi al-Murtada 38

IMB 88,89,95,97, IOI, 1 0 7 , 109

lnformasi dan Transaksi Elektronik (ITE) 59

inggris 19

lnggris 16, 17, 18

lnjil 49, 138

lntemanonal Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) 21, 135

lptu Sudarmadji 137

Ir. H. Razali AR 96

islam 47

lslam 6, 9, 15, 16, 17, 20, 34, 38, 39, 40, 4 1 , 49, 5 1 , 53, 58, 59, 6 1 ,

104, 108, 114, 115, 117, 118, 119, 120, 121, 123, 124, 126, 129,

130, 131, 132, 133, 135, 136, 144, 145, 146, 147, 148, 151,

156, 160, 161, 163

Italia 54

lzin Mendirikan Bangunan (IMB) 88

Jakfar Samsuddin 143

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


� L

Jawa Baral 80

Jawa Tengah 48, S I , 52, 55, 142, 148, 152

Jemaat Kristen Indonesia (JKI) lnjil Kerajaan Muntilan 138

Jenewa 20

Jeran Manfred van H 19

Jerman 19

Johanes Pujosumarta 53

Johnson Siregar 57

judicial review 11, 12, 24, 48

Judicial review 32

Junaedi Jazuli 143

Junaidi Jazuli 146

Jusfiq Hadjar 59

Jusuf Kalla 132

Kabinet AMPERA 4, 77

Kafrawi 126, 136

Kalimantan Timur 73

Kamin Purwoharsono AMaPd 148

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 116

Katolik 50, 53, 54, 73, 74, 79, 96, 1 0 1 , 120, 129, 159, 163

Kerukunan Umat Beragama (KUB) 33, 127

Kesbangpolinmas 143

Ketapang 78, 79

Khalifah Us111an bin Affan 41

KH Habib Hasan Al Ba'bu 144

Khozin Sukardi 143

Khusnan 150

Kitab Perjanjian Baru 16

Kitab Undang-Undang Hukurn Pidana (KUHP) 11

Klaten 6 1 , 62, 64

Klaten Utara 6 1 , 62

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 96

Komisi Yudisial 47

Kompol Djodi 154

Konferensi Waligereja Indonesia/Kwl) 129

Konghucu I O I , 129

Kristen 16, 17, 50, 55, 57, 67, 72, 73, 74, 75, 76, 78, 79, 80, 8 1 , 87,

8 9 , 9 0 , 9 4 , 9 7 , 9 8 , 1 1 7 , 1 1 8 , 120, 1 2 1 , 122, 123, 124, 129, 130,

136, 138, 142, 156, 160, 1 6 1 , 163

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

kudus 16, 121

Kudus 130, 132, 134, 142, 148, 149, 150, 152, 155

KUHP 1 1 , 12, 15, 1 9 , 3 3 , 3 4 , 3 6 , 3 8 , 4 3 , 4 5 , 4 8 , 5 1

Kukuh Kalis Susilo 154

Kupang 79, 88, 90, 9 1 , 92, 99, I O I , 163

KW! 80

Langkat 100

Loka Adibina 146

Maftuh Basyuni 86, 92

Magelang 136, 139

Mahfudz Chamid 146

Mahkamah Agung 89, 90

Mahkamah Konstitusi (MK) 8, 11

Majelis Mujahidin Indonesia 6 1 , 62

Majelis Tafsir Al-Qur'an (MTA) 142, 143, 148, 152

Majelis Ulama Indonesia (MUI) 53, 133, 143, 146

Makassar 72, 132

Mangunbahan 72

Masjid Al lkhlas 99

Masjid Besitang I 00

Masjid Fi Sabilillah 100

Masjid Nur Hikmah 99

Masjid Nurul Musafir 88

Ma�jid Taqwa 99

Masyumi 73

MAW! (Majelis Waligereja Indonesia) 125

Mayor Inf Deny Kartiwa 143

Medan 99, 100

Medi 145, 147

Meulaboh 72

Minangkabau 58

Mohammad Dachlan 76

Much Atabik 144

Muhanunad Arwani Thomafi 134

Muhammad Muslih 137, 138

Muhanunad Natsir 73, 129

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Muhammad Younas Seikh 20

Mujiburrahman 114, 123

Muntilan 137, 138, 139, 141

nabi Muhammad 117

Nabi Muhammad 16, 20, 34, 38, 49, 59, 72, 118, 119, 132

Nashihin CH 144

New South Wales 18

NTI 79, 88, 99

Nur Aina 58, 59

Nur Mahmudi Ismail 88

Nusron Wahid 151

OKI 20

Ombudsman Republik Indonesia 90

Orde Baru 3,4, 5, 7 1 , 72, 74, 77, 1 1 9 , 120, 1 2 1 , 126, 128, 156, 158

Orde Lama 8, 77

Pakistan 19, 20, 21

Parningotan Sihite 56

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 134

Pastur Adil 56

Pati 149

PBB 20, 2 1 , 106, 107

PBM 8 1 , 84, 85, 86, 87, 9 1 , 92, 93, 95, 97, 98, 100, 101, 102, 104,

105, 107, 109, 1 1 0 , 163

PBNU 26, 151

PCNU 40, 45, 143, 146

Pendeta Andreas Yewangoe 52

Pendeta Hadassah 55, 56, 64

Pengadilan Negeri Bandung 55, 57

Pengadilan Tata Usaha Negara (PYUN) 88

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) IS I

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) 143

Pengurus Daerah Muharnmadiyah (PDM) 143

penodaan agama 7, 12, 13, 14, 16, 25, 26, 29, 3 1 , 32, 34, 35, 40, 4 1 ,

48, 55, 59, 6 1 , 63, 65, 66, 67, 68, 69, 75, 77, 1 6 1 , 162

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Penodaan agama 74

Penodaan Agama 6, 8, 1 1 , 24, 26, 27, 28, 32, 56, 64, 74, 75

Peraba 73

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) 148

Persekutuan Gereja-gereja Indonesia/PG I) 129

Persekutuan Gereja-gereja Se-Indonesia (PGI) 80

Pesantren Al Falah Lugosobo 143

Peter L. Berger 114

PG! 52, 78,80, 129

Paso 80

PP Al lman Bulus 144

PP Al lrsyad l 44

PP Al Muttaqin 143

PP An Nawawi 144

PP Ash Shiddiqiyah 144

PP Darut Tauhid 144

PP Ma'unah Plaosan 144

Provinsi NAO 107, 1 1 0

Purworejo 142, 143, 146, 147, 148, 155

Quraish Shihab 46

Rahmat lrwanto 140

Rancangan Undang-undang (RUU) 127

Riau 86

Roisul Hukama 35, 39

Roma 54

Romo Aloysius Budi Purnomo 50

Romo Aloysius Kosat 99

Romo Benny Susetyo 53

Saiful Anas 148

Saleh 73

Samarinda 73

Sampang Madura 33

Semarang 50, 53, 139, 140, 154

Siti Manahim 51

Mengelola Toieransi dw1 Kebeboson Beragwna· 3 Isu Penting


_J L

Situbondo 73

Slamet Effendi Yusuf 53

Sleman 136

Slipi 73

Soeharto 3, 4, 76, 78

Soekarno 7

Solo 146, 149, 151

Suhar 146

Sulawesi Tenggara 86

Sumatera Utara 73

Surat Keputusan Bersama (SKB) 75, 105

Susilo Bambang Yudhoyono 80

Syafiq Nashan 149

Syiah 33,34,41,42,45,46,47,48, 160, 161, 163

Tajul Muluk 33, 34, 35, 36, 38, 40, 4 1 , 42, 43, 45, 47, 48, 64, 164

Tambun Utara IO I

Temanggung 48, 5 1 , 52, 53, 54, 55, 64

Tengger 130

The Asian Human Rights Commission (AHRC) 54

The Wahid Institute 84

Thoyfur Mawardi 144

Timor Tengah Utara 98, 99

Tim Pencari Fakta (TPF) 146

Timur Pradopo 55

Tionghoa 73, 74

Taha Samosir I 00

Tri Handoyo 144

Umar Shahab 39, 46

Universitas Andalas 58

Universitas Padjajaran Bandung 58

Wiliam Lorando Jones 18

Yahudi 16,17,49

Mengelola Toteranev dan Kebebascm Beragwna 3 lsu Penting


_J L

Yesus Kristus 18

Yewangoe 52, 82

Yogyakarta 4, 30,42, 114, 121, 136

Zaenal Abidin Bagir 39

Zainun Kaina! 39

Zusron 144

Mengelola Toieransi dw1 Kebebasw1 Beragwna· 3 Isu Penting

Anda mungkin juga menyukai