Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai
adalah persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya traumatic hyfema. Walaupun
rudapaksa yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan,
namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya penglihatan
unilateral. Maka dari itu, masalah rudapaksa pada mata masih menjadi salah satu masalah
yang perlu mendapat perhatian dan Gombos menganggapnya sebagai salah satu ocular
emergencies. Hal ini disebabkan oleh karena masih seringnya timbul komplikasi-
komplikasi yang tidak diinginkan disamping cara perawatan yang terbaik masih
diperdebatkan.1
Walaupun mata mempunyai pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak mata dengan bulu matanya, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya
refleks memejam dan mengedip, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk
melindungi mata, tetapi mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar,. Terlebih-
lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakan akibat pekerjaan
bertambah pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya
bertambah pula, serta kecelakaan mata biasanya terjadi akibat mainan, seperti panahan,
ketapel, senapan angin, atau akibat lemparan, juga tusukan dari gagang mainan. Trauma
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga
orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan.2,3
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda
yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras ataupun
lambat. Bila mata terkena benda keras,maka akan terjadi : Bila tidak terjadi robekan pada
bagian mata, maka:
Benda keras yang kecil dan lembut seperti mimis senapan mainan yang tidak
tajam membentur daerah mata dan bila mata dalam keadaan terbuka akan mengenai
kornea yang menimbulkan erosi yaitu lecetnya sel epitel. Pasien akan merasa kesakitan
yang sangat pedih pada mata, penlihatan menurun dan bila lecet lebih dalam maka dalam
penyembuhannya akan terjadi jaringan parut yang mebekas keputihan di kornea, sehingga
penglihatan akan turun.
Lebih lanjut, benturan yang cukup kuat akan mengakibatkan pembuluh-
pembuluh darah dalam bola mata pecah dan timbul perdarahan dalam bilik mata, yang
biasa tampak dari luar disebut dengan hifema. Akan terasa sakit pada bola mata yang
sertai penglihatan yang menurun. Perlu diketahui pula bahwa hifema bisa saja terjadi tidak
seketika setelah benturan, tetapi akan muncul pada hari-hari berikutnya sampai hari ke 5.
Pada keadaan lain bisa saja benda tersebut secara keras membentur skera dan
meskipun hifema tidak terjadi, bisa menyebabkan perdarahan pada retina dengan segala
akibatnya. Penggumpalan pada perdarahan dibilik mata, bisa mengakibatkan hifema
sekunder yang juga disertai dengan rasa sakit pada bola mata dan bila tekanan pada bola
mata meninggi akan mengakibatkan rasa mual dan muntah-muntah. Akibat dari benturan-
benturan keras tadi tidak berhenti disitu saja, bisa juga terjadi pada bagian iris yang
terlepas dari dasarnya dan bila iridodiliasis ini cukup besar akan dapat mengakibatkan
pandangan monoklear yang ganda.
Sedangkan pada lensa bisa menyebabkan terjadinya katarak traumatika Lensa
bisa lepas dari ikatannya dan terjadi luksasi sebagian ataupaun luksasi penuh. Akibat
lanjut dari benturan pada kornea adalah gangguan pada sudut bilik mata yang lebih dalam ,
dan pada gilirannya nanti bila terjadi pembentukan jaringan ikat bisa timbul peninggian
tekanan bola mata yang bersangkutan. Bisa pula terjadi uveitis yang disertai dengan
peninggian tekanan bola mata yang memerlukan pengobatan yang serius. Pada bagian
belakang bola mata, gangguan bisa terjadi adalah edema pada makula yang menyebabkan
penglihatan menurun, robekan pada koroid yang mengakibatkan gangguan atau penurunan
penglihatan. Bila terjadi robekan pada bagian-bagian mata, maka akibatnya akan lebih
buruk lagi, robekan bagian-bagia mata memerlukan tindakan koreksi bedah dengan
berbagai akibat sampingnya, mulai kornea di depan iris, lensa, badan kaca, koroid, retina,
sklera dan saraf optik. Bila benda yang membentur bola mata berukuran besar, misalnya
bola tenis, maka struktur orbita ini terjadi didasar rongga orbita bisa menimbulkan celah
dimana otot-otot mata terjepit dan sehingga gerakan bola mata terhambat dan pada
gilirannya pandangan menjadi ganda karena aksis penglihatan tidak sejajar lagi. Selain itu
juga tampak mata yang cekung.4,5 Hifema dapat terjadi akibat suatu trauma tembus
ataupun tumpul pada mata yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar, dan dapat
juga terjadi secara spontan.Perdarahannya bisa juga bersal dari pembuluh darah kornea
atau limbus dan badan siliar. Pada pengamatan akan tampak darah dibalik kornea dan
menutupi gambaran iris. Hifema dapat disertai dengan atau tanpa perdarahan pada
konjungtiva.6,7,8
DEFINISI
Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan yang
bersal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi akibat trauma
ataupun secara spontan, sehinnga darah terkumpul di dalam bilik mata, yang hanya mengisi
sebagian ataupun seluruh isis bilik mata depan. Perdarahan bilik depan bola mata akibat
rudapaksa ini merupakan akibat yang paling sering dijumpai karena persentuhan mata dengan
benda tumpul. Berat ringannya traumatik hifema ini selain tergantung pada tingginya
perdarahan juga tergantung pada ada tidaknya komplikasi yang menyertainya.7,9

ETIOLOGI
Penyebab tersering dari hifema adalah trauma, baik trauma tumpul maupun trauma
tembus. Hifema juga dapat disebabkan oleh perdarahan spontan. Perdarahan dapat terjadi
segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari
sesudah trauma disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat
gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis
yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeo iridis, tumor
pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah. Hal ini mungkin akibat terjadinya kelemahan
pada dinding-dinding pembuluh darah.7

ANATOMI MATA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk
dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:
Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan
bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang
bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan
kornea lebih besar dibandingkan sklera. Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskuler.
Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yan potensial yang mudah dimasuki darah bila
terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakhoroid. Jaringan uvea ini
terdiri atas iris, badan siliar, dan khoroid. Pada iris didapatkan pupil, dan oleh 3 susunan otot
dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh
parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan
akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuor
humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris yang dibatasi
kornea dan sklera. Retina, terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10 lapisan
yang merupakan membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada
saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan khoroid
sehingga retina dapat terlepas dari khoroid yang disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi
rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik,
makula dan pars plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan
tarikan pada retina, maka retina akan robek dan akan terjadi ablasi retina. Lensa terletak di
belakang pupil yang dipegang di daerah akuatornya pada badan siliar melalui zonula zinn.
Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat
difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat
kelenjar lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita. Sistem sekresi
air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi dimulai pada
punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus
inferior.2

PATOFISIOLOGI
Trauma merupaka penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema
sering terutama pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau limbus
dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang singkat di dalam bola
mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis
sehingga terjadi perenggangan-perenggangan dan robekan pada kornea, sklera sudut
iridokornea, badan siliar yang dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan sekunder dapat
terjadi oleh karena resorbsi dari pembekuan darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah
tidak mendapat waktu yang cukup untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan
perdarahan lagi.2,10 Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan
primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari setelah trauma yang disebut perdarahan sekunder.
Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau
penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan
dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada iris, retinoblastoma, dan kelainan
darah yang mungkin diakibatkan karena terjadi suatu kelemahan dinding-dinding pembuluh
darah. Pada proses penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal scelemn dan permukaan depan iris.
Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh enzim proteolitik yang dapat
berlebihan di dataran depan iris.6,7
Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat
hemosiderin berlebihan di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan pigmen ini ke
dalam lapis kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan kornea terutama di bagian
sentral sehingga terjadi perubahan warna kornea menjadi coklat yang disebut imbibisi
kornea.6,7 Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya, namun
bila jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran humor aquos ke dalam trabekula,
sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.3

Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan,


hanya memenuhi sebagian bilik mata depan

Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan,


hanya memenuhi sebagian bilik mata depan
Gambar hifema, menunjukkan gambar hifema spontan

Gambar hifema, menunjukkan darah hampir memenuhi seluruh seluruh bilik mata depan

GEJALA KLINIS
Biasanya pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epiforia dan
blefaropasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun , bila pasien duduk hifema akan
terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh
ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.2
DIAGNOSIS7,8,11 Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan
pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.
Anamnesis Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu
kejadian, proses terjadi trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah
datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah,
atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan tersebut,
apakah terbuat dari kayu, besi, atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka
perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau nyeri pada mata karena berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra okuler akibat perdarahan sekunder. Apakah trauma tersebut
disertai dengan keluarnya darah, dan apakah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya.
Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila terjadi
pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan penglihatan ituterjadi sebelum atau
sesudah kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembukaan
darah atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lenkap. Semua hal yang berhubungan dengan
cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaa hifema dan menilai perdarahan ulang.
Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata
luar, hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan
kelainan berupa trauma tembus seperti ekmosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus,
fraktur yang disertai dengan gangguan pada gerakan mata. Kadang-kadang kita menemukan
kelainan berupa defek epitel, edema kornea dan imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi
lebih dari 5 hari. Ditemukan darah didalam bilik mata depan. Menentukan derajat keparahan
hifema antara lain, menurut Edward Layden: Hyphaema tingkat 1: bila perdarahan kurang
dari 1/3 bilik depan mata. Hyphaema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik
depan mata. Hyphaema tingkat III bila perdarahan lebih dari ½ bilik depan mata.

Rakusin membaginya menurut:


Hyphaema tk I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.
Hyphaema tk II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.
Hyphaema tk III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.
Hyphaema tk IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.
Hifema paling banyak memenuhi kurang dari 1/3 bilik mata depan. Saat melakukan
pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa kornea karena akan
meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotel kornea. Keadaan iris dan lensa juga
dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis atau robekan iris. Akibat trauma
yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak berada ditempatnya lagi atau telah
terjadi dislokasi lensa bahkan lensa. Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan
bola mata untuk mengetahui apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata. Penilaian
fundus perlu dicoba tetapi biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu sampai hifema
hilang. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan untuk mengetahui akiba trauma pada
segmen posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat
darah pada media penglihatan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler
o USG untk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina
o Skrining sickle cell
o X-ray
o CT-scan orbita
o Gonioskopi12

PENATALAKSANAAN
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun pada
dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :
o Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
o Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
o Mengendalikan tekanan bola mata
o Mencegah terjadinya imbibisi kornea
o Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
o Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
o Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatic
hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu (1) Perawatan dengan cara
konservatif / tanpa operasi, dan (2) Perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.
Perawatan Konservatif / Tanpa Operasi Tirah baring sempurna (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di angkat (diberi alas
bantal) kurang dari 600, hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris
serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada persesuaian pendapat dari
banyak sarjana mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus
dikerjakan bila mengenai kasus traumatic hyphaema. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan
bahwa dengan tirah baring sempurna absorbsi dari hyphaema dipercepat dan sangat
mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Bebat mata Mengenai pemakaian
bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para sarjana. Edward-Layden
lebih condong untuk menggunakan bebat mata pada mata yang terkena trauma saja, untuk
mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Bila mungkin kedua mata ditutup untuk
memberika istirahat pada mata. Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua
mata akan menyebabkan penderita gelisah, cemas dan merasa tidak enak, dengan akibat
penderita (matanya) tidak istirahat. Akhirnya Rakusin mengatakan dalam pengamatannya
tidak ditemukan adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau tidak terhadap
absorbsi, timbulnya komplikasi maupun prognosis dari tajamnya penglihatannya. Pemakaian
obat-obatan Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hyphaema tidaklah mutlak,
tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan
komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti: Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI, berguna untuk
menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit
K, dan vit C: Midriatika Miotika Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat
golongan midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan
kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan
kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Ocular Hypotensive Drug Semua
sarjana menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak 3x sehari
bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler. Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan
sekunder dibanding dengan antibiotik. Obat-obat lain Sedatif diberikan bilamana penderita
gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan analgetik aau asetozalamid bila sakit pada kepala
akibat tekanan bola mata naik. Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri seperti asetaminofen
dengan atau tanpa kodein. Perawatan Operasi Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana
ditemukan: Glaukoma sekunder yang berkurang / menghilang dengan pengobatan konservatif
Kemungkina timbulnya hemosiderosis kornea dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema
dengan perawatan non operasi selam 3-5 hari Atas dasar di atas Darr menentukan cara
pengobatan traumatic hyphaema, sedang Rakusin menganjurkan tindakan operasi setelah hari
kedua bila ditemukan hyphaema dengan tinggi perdarahannya ¾ bilik depan bola mata. Tindakan
operasi yang dikerjakan adalah: Paracentesa: mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola
mata melalui lubang yang kecil di limbus Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan
larutan fisiologik Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
korneoscleranya sebesar 1200 Tindakan pembedahan parasentese dilakukan bila terlihat tanda-
tanda imbibisi kornea, glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah 5 hari
tidak memperlihatka tanda-tanda berkurang.
Untuk mencegah atropi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila : Tekanan bola mata
maksimal > 50 mmHg selama 5 hari Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari
Untuk mencegah imbibisi kornea,dilakukan pembedahan bila : Tekanan bola mata rata-rata > 25
mmHg selama 6 hari Bila terdapat tanda-tanda dini imbibisi kornea Untuk mencegah sinekia
posterior perifer dilakukan pembedahan bila : Hifema total bertahan selama 5 hari Hifema difus
bertahan selama 9 hari

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatic hifema adalah perdarahan
sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain komplikasi dari traumanya sendiri
berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan irido dialysis. Besarnya komplikasi juga
sangat tergantung pada tingginya hyphaema. Perdarahan Sekunder Komplikasi ini sering terjadi
pada hari ketiga sampai keenam. Sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10-40 persen.
Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan
dari perdarahan primernya. Glaukoma Sekunder Timbulnya glaukoma sekunder pada traumatic
hyphaema disebabkan oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah.
Residensinya 20 persen. Hemosiderosis Kornea Hemosiderosis ini akan timbul bila ada
perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena
hemosiderosis tidak selalu permanen, tapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang
lama (dua tahun). Insidensinya 1-10 persen.11

PROGNOSIS
Dikatakan bahwa prognosis hifema bergantung pada jumlah darah di dalam bilik mata depan.
Bila darah sedikit di dalam bila mata depan, maka darah ini akan hilang dan jernih dengan
sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata depan, maka prognosis
buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit. Hifema yang penuh di dalam bilik mata
depan akan memberikan prognosis lebih buruk di bandingkan dengan hifema sebagian.7 Pada
hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat dipikirkan kemungkinan
adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma tersebut, seperti luksasi lensa, ablasi retina
dan edema makula. Hifema sekunder yang terjadi pada hari ke 5-7 sesudah trauma, biasanya
lebih masif dibanding dengan hifema primer dan dapat memberikan rasa sakit sekali.7 Dapat
terjadi keadaan yang disebut hemoftalmitis atau peradangan intraokular akibat adanya darah yang
penuh didalam bola mata. Dapat juga terjadi siderosis akibat hemoglobin atau siderin tersebar dan
diikat oleh jaringan mata. Prognosa dari hifema sangat bergantung pada: Tingginya hifema
Ada/tidaknya komplikasi dari perdarahan/traumanya Cara perawatan Keadaan dari penderitanya
sendiri1
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso, Admadi, dr. Perdarahan Bilik Mata Depan, Cermin Dunia Kedokteran Edisi 19.

Available at www.portalkalbe.files.cdk.files.15PerdarahanBilikDepan019_pdf.

2. Ilyas, Sidarta. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 2, FKUI, Jakarta, 2003

3. Wijana,N; Hifema. Dalam ; Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-5.Jakarta, 1989

4.Apotek Online dan Media Informasi Obat Penyakit; available at URL :


www.medicastore.com.

5.Sheppard, John D, Jr, MD, MMSC. Hyphema. Available at:


http://www.emedicine.com/med/EYE/ topic.2884.htm. last up date: 3rd November 2006.

6. Ilyas S; Salamun MT, Azhar Z ; Hifema dalam Sari Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-3,
Jakarta ; Balai penerbit FKUI;2003

7. Ilyas S; Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Cetakan Ke-3. Jakarta ;
Balai penerbit FKUI, 2005

8. Ilyas S. Milingky hbb, Taim H dkk ; hifema dalam Ilmu Penyakit mata edisi ke-2.Jakarta;
penerbit CV sagung seto;2002

9. Anonymous, Hyphema. Available at: http://www.revoptom.com/handbook/sec4f.htm. last


up date: 2006

10. Vaughn, Daniel G, MD. Hifema dalam: Oftalmologi Umum, edisi 14, Widya Medika,
Jakarta, 2000, hal. 384-385

11. dr. Admadi Soeroso, Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat Rudapaksa (Traumatic
Hyphaema) Bagian llmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSU
Mangkubumen Surakarta

Anda mungkin juga menyukai