Anda di halaman 1dari 17

ROLE OF NAHDLATUL ULAMA IN FOSTERING INDONESIAN

NATIONALISM IN EFFORT TO REALIZE BALDATUN THAYYIBATUN


WA ROBBUN GHOFUR

PERAN NAHDLATUL ULAMA DALAM MEMBINA


NASIONALISME INDONESIA SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN
BALDATUN THAYYIBATUN WA ROBBUN GHOFUR
Mohamad Alwi Lutfi1, Karim Suryadi2, Endang Sumantri3
1
SMPN 1 Banjarharjo, Jl. Raya Cikakak No. 12 Banjarharjo-Brebes,
2
Dosen Prodi PKn Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
3
Dosen Prodi PKn Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
E-mail : alwiprajab@gmail.com

ABSTRACT
The purpose of this study was to examine and analyze the meaning of nationalism by NU kiai. The
method used is a qualitative case study as a research reference. This research data collection using
interviews, observation, and study documentation. The results of this study regarding: the subject of
thought NU in developing nationalism in Indonesia; perspective on good citizens by Nahdlatul
Ulama; Attitudes and step NU struggles in maintaining the participation of Indonesian nationalism;
NU perspective of the international Islamic organizations that want to establish the Caliphate; NU
efforts in developing the nation's morals; NU perspective in the baldatun thoyibatun wa robbun
ghofur; and constraints faced in fostering nasioanalisme NU.

Keywords: Nahdlatul Ulama (NU), Nationalism, Baldatun Thoyibatun Wa Robbun Ghofur

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk mengkaji dan menganalis makna nasionalisme menurut kiai NU.
Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan studi kasus sebagai acuan penelitian. Pengumpulan
data penelitian ini menggunakan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini
mengenai: subjek pemikiran NU dalam mengembangkan nasionalisme di Indonesia; perspektif
tentang warga negara yang baik menurut Nahdlatul Ulama; Sikap dan langkah perjuangan NU dalam
partisipasi mempertahankan nasionalisme Indonesia; perspektif NU terhadap organisasi-organisasi
Islam internasional yang ingin mendirikan Khilafah Islamiyah; upaya Nahdlatul Ulama dalam
membina moral bangsa; perspektif NU mengenai baldatun thoyibatun wa robbun ghofur; dan
kendala yang dihadapi NU dalam membina nasioanalisme.

Kata Kunci : Nahdlatul Ulama (NU), Nasionalisme, Baldatun Thoyibatun Wa Robbun


Ghofur

Perjalanan Nahdlatul Ulama dalam pun tidak ketinggalan untuk ikut jihad fii
perpolitikan nasional sangat menarik untuk sabilillah melawan Belanda. Saat menjelang
dikaji, hal ini karena bila kita melihat latar kemerdekaan bangsa Indonesia, tokoh NU pun
belakang Nahdlatul Ulama berdiri yakni berasal – yakni KH. Wahid Hasyim – turut
dari Komite Hijaz yang merupakan kumpulan merumuskan suatu dokumen yang bersejarah
ulama yang bermaksud “me-lobi” raja Arab bagi bangsa yaitu Piagam Jakarta yang di
Saudi saat itu agar memperbolehkan madzhab- dalamnya berisi sila-sila yang terdapat dalam
madzhab tetap berkembang dan bisa ikut dalam Pancasila.
ibadah haji. Saat reformasi marak terjadi gerakan
Namun, seiring dengan perjalanan bangsa formalisasi syariat Islam di Indonesia, angin
saat itu yang sedang dijajah Belanda, maka NU segar kebebasan yang dihembuskan telah

1
melahirkan sebuah fenomena baru yang muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan
mengguncang rasa nasionalisme Indonesia aktif dalam masyarakatnya.
sebagai suatu bangsa (Setiawan, 2007: vi). Sedangkan citizenship education
Fenomena tersebut diawali dengan munculnya digunakan sebagai istilah yang memiliki
beberapa organisasi kemasyarakatan) Islam pengertian yang lebih luas yang mencakup :
seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis “...both these in-school experiences as well as
Mujahidin Indonesia, dan Front Pembela Islam out-of school or non-formal/informal learning
(FPI). Mereka hadir dalam konteks kampanye, which takes place in the family, the religious
yakni dalam rangka “penegakkan dan organization, community organizations, the
penerapan syariat Islam”, “mendirikan negara media, etc which help to shape the totality of
Islam”, sampai “pembentukan Khilafah the citizen” (Winataputra, 2012: 257) yang
Islamiyah”. artinya pendidikan kewarganegaraan
Saat ini pun Nahdlatul Ulama dihadapkan merupakan istilah generik yang mencakup
pada dua kelompok besar yaitu kelompok Islam pengalaman belajar di sekolah dan di luar
radikal yang kerap menimbulkan keresahan sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan
melalui aksi terorisme dan melarang praktik- keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam
praktik keagamaan yang telah lama dilakukan organisasi kemasyarakatan, dan dalam media.
oleh masyarakat muslim Indonesia serta Penelitian ini berfokus pada “bagaimana
gerakan formalisasi syariat Islam dan organisasi NU berperan sebagai community
munculnya kelompok liberal yang dicetuskan civic dalam membina nasionalisme Indonesia?”.
oleh anak-anak muda NU sendiri. Hal ini dapat terungkap melalui pendekatan
Pelemahan terhadap NU tersebut melaui naturalistik-kualitatif yang digunakan dalam
proses dan sejumlah cara: model studi kasus, yang satuan kajiannya
1. Melalui pendekatan kelembagaan dilakukan dalam lingkup yang terbatas. Bodgan
2. Melalui pendekatan isu HAM, pluralisme dan Biklen (1982:58) mengatakan: “... a
dan toleransi maupun isu kesetaraan gender. detailed examinitaion of one setting, or one
3. Melalui pendekatan kurikulum pesantren single subject, or one single despositiry or
dan madrasah. document, or one particular event". Dalam hal
4. Melalui pendekatan media dan permainan yang lebih khusus, model studi kasus seperti
isu (Baso, 2013: 99). digambarkan di atas, pada prinsipnya adalah
Apabila melihat empat hal tersebut di model studi kasus tunggal (single case study).
atas, hal ini termasuk penjelasan dalam Penggunaan model studi kasus dalam penelitian
pendekatan kurikulum pesantren dan madrasah, ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
seolah-olah Pendidikan Kewarganegaraan penelitiannya dilakukan pada satu fokus yaitu
“bertentangan” dengan kurikulum pesantren. di masyarakat yang dalam hal ini satu fokus
Padahal Pendidikan Kewarganegaraan tidak yang dimaksud adalah komunitas kiai NU. Di
sempit, ada dimensi sosio-kultural dalam samping itu, studi kasus mempunyai kelebihan
bentuk community civic education, artinya dibanding studi lainnya yaitu peneliti dapat
Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya mempelajari sasaran penelitian secara
berada dalam lingkup persekolahan. mendalam dan menyeluruh.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh John Penelitian ini dilakukan untuk menggali
Cogan dalam menjelaskan perbedaan istilah peran NU dalam membina nasionalisme
antara civic education dan citizenship khususnya ditinjau dari aspek studi kasus
education. Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang makna nasionalisme menurut para kiai
terjemahan dari istilah asing civic education NU di PBNU dan PCNU Kabupaten Brebes.
atau citizenship education. Terhadap dua istilah Tujuan penelitian ini adalah untuk:
ini, John Cogan telah membedakan dengan 1. mengetahui subjek pemikiran NU dalam
mengartikan civic education sebagai “...the mengembangkan nasionalisme di
foundational course work in school designed to Indonesia;
prepare young citizens for an active role in 2. mengetahui pemikiran NU dalam
their communities in their adult lives” mewujudkan warga negara yang baik dan
(Winataputra, 2012: 257), artinya bahwa PKn cerdas (smart and good citizens);
adalah suatu mata pelajaran dasar yang 3. mengetahui sikap dan langkah perjuangan
dirancang untuk mempersiapkan warga negara NU yang sesuai khittah 1926 dalam

2
partisipasi mempertahankan nasionalisme a. Masyarakat warga NU di Kabupaten
Indonesia; Brebes yang mengikuti kegiatan
4. mengetahui pandangan NU tentang istighotsah yang dipimpin oleh KH.
organisasi Islam internasional yang ingin Dimyati Rois (pengasuh Pondok
mendirikan khilafah Islamiyah di Pesantren Kaliwungu Kendal) pada
Indonesia; setiap malam Jumat Wage di Desa
5. mengetahui peran NU sebagai organisasi Tegalglagah Kecamatan Bulakamba yang
perjuangan nahdliyin terhadap pembinaan dihadiri oleh puluhan ribu warga NU.
moral bangsa Indonesia; b. Kegiatan rutin jamiyah bapak-bapak dan
6. mengetahui pandangan NU terhadap upaya ibu-ibu di Kecamatan Kersana
untuk mewujudkan Negara Kesatuan Kabupaten Brebes dan Desa Kalirahayu
Republik Indonesia sebagai baldatun Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon.
thayibatun wa robbun ghofur; c. Kegiatan santri di Babakan Ciwaringin,
7. mengetahui kendala yang dihadapi NU terutama pada kegiatan haul sesepuh
dalam memperjuangkan nasionalisme pondok pesantren Babakan Ciwaringin.
Indonesia. d. Kegiatan santri Pondok Pesantren Luhur
At-Tsaqofah yang dipimpin oleh KH.
METODE Said Aqil Siraj.
3. Dokumentasi dan literatur. Dokumentasi,
Metode penelitian yang digunakan dalam yaitu suatu teknik yang digunakan untuk
penelitian ini adalah metode penelitian mengumpulkan data sekunder dari lembaga
kualitatif dengan pendekatan studi kasus. atau organisasi Nahdlatul Ulama.
Menurut Bogdan dan Taylor metode kualitatif a. Dokumentasi dan literatur dari buku-
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan buku ke-NU-an dan penelitian tentang
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau Nahdlatul Ulama yang ada di
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat perpustakaan PBNU Jakarta maupun
diamati (Moleong, 2004: 4). Lokasi dalam penulis meminjam pada kiai atau
penelitian ini adalah di beberapa tempat yaitu: membeli sendiri.
PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dan b. Video pengajian Islam dan Kebangsaan
PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) yang disiarkan oleh ASWAJA TV yang
Kabupaten Brebes. diisi oleh KH. Saiq Aqil Siraj.
Dalam penelitian ini, mengumpulkan
data dengan cara sebagai berikut: Untuk memudahkan peneliti dalam
1. Wawancara mendalam, hal ini diawali proses menganalisis data penelitian ini, maka
dengan perkenalan peneliti terhadap peneliti menggunakan langkah analisis sebagai
informan, mengenai maksud dan tujuan berikut:
wawancara. Dalam wawancara dengan para 1. Analisis sebelum di lapangan. Peneliti
kiai NU dilakukan dengan alat perekam kualitatif telah melakukan analisis data
supaya informasi yang diperoleh bisa sebelum peneliti memasuki lapangan.
diterangkan semua dan menghindari data Analisis dilakukan terhadap data hasil studi
tidak ada yang terlupakan. Berikut ini nama pendahuluan, atau data sekunder, yang akan
narasumber yaitu para kiai NU: digunakan untuk menemukan fokus
a. Dr. KH. Said Aqil Siraj, MA penelitian. Berkaitan dengan itu maka,
b. Habib Luthfi Bin Yahya peneliti telah melakukan analisis terhadap
c. Dr. KH. Cholil Nafis,M.A beberapa penelitian terdahulu tentang
d. KH. Ahmad Baso Nahdlatul Ulama khususnya mengenai
e. KH. Athoilah, S.E.,M.Si. nasionalisme dan peran NU dalam
b. KH. Sholeh Basalamah kenegaraan. Selain itu analisis dilakukan
c. KH. Aminudin Afif. terhadap rencana tempat penelitian dengan
d. KH. Mas Mansyur Tarsudi. melakukan studi pendahuluan baik melalui
e. KH. Labib Shoqiq. dokumen penelitian, berita di situs NU
f. KH. Sayid Abdurrahman Online, maupun dengan mengamati aktivitas
g. KH. Subhan Makmun. masyarakat Nahdlatul Ulama di kabupeten
2. Observasi, dilakukan di beberapa tempat, Brebes. Analisis ini diharapkan dapat
antara lain: memberikan sedikit gambaran tentang

3
masalah yang akan dikaji oleh peneliti. - Mengikuti pengajian Rabu Sore di
Namun demikian, fokus penelitian ini masih masjid Agung Brebes yang diasuh
bersifat sementara dan akan berkembang oleh KH. Subhan Makmun.
setelah peneliti masuk dan selama di - Mengikuti istghostah yang
lapangan (Sugiyono, 2008: 90). dilaksanakan pada malam Jum`at
2. Analisis selama di lapangan. Analisis data Pahing di Masjid Islamic Center
dalam penelitian kualitatif dilakukan selama Brebes yang dipimpin oleh KH.
pengumpulan data berlangsung dan setelah Syaikh Sholeh Basalamah dan KH.
selesai pengumpulan data dalam periode Aminudin Afif.
tertentu. Pada saat wawancara, peneliti - Mengikuti kegiatan haul sesepuh
sudah melakukan analisis terhadap jawaban pondok pesantren Babakan
yang diwawancarai. Setelah dianalisis terasa Ciwaringin pada tanggal 3 Mei 2014.
belum memuaskan, maka peneliti akan c. Mencatat hasil observasi dan
melakukan wawancara lagi, sampai pada wawancara. Secara garis besar, catatan
tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap hasil observasi dan wawancara
relevan atau kredibel. Spradley membagi dilakukan saat berlangsung wawancara
analisis data dalam penelitian kualitatif dan observasi secara spontan dengan
berdasarkan tahapan dalam penelitian menuliskan kata-kata penting.
kualitatif (Sugiyono, 2008: 99). Tahapan Selanjutnya ketika observasi dan
penelitian kualitatif menurut Spradley wawancara telah selesai catatan
sebagai berikut : diperlengkap dan diperinci.
a. Memilih situasi sosial (Place, Actor, d. Melakukan observasi deskriptif.
Activity/PAA). Situasi sosial yang dipilih Observasi deskriptif dilakukan dengan
adalah masyarakat basis NU pesantren mengamati segala apa yang ada di
NU. Untuk masyarakat basis NU dan lingkungan masyarakat, majelis ta’lim
Pesantren yang dipilih adalah di serta yang ada di tempat lain untuk
Kabupaten Brebes. Tempat tersebut nantinya dijelaskan secara rinci.
dipilih karena pada masyarakat banyak e. Melakukan analisis domain.
perkumpulan masyarakat NU dalam Memperoleh gambaran yang umum dan
kegiatan yasinan, tahlilan, dan menyeluruh tentang situasi sosial yang
sejenisnya. diteliti atau obyek penelitian. Hasilnya
b. Melaksanakan observasi partisipan. berupa gambaran umum tentang obyek
Untuk mengetahui situasi sosial yang ada yang diteliti.
di suatu masyarakat komunitas santri f. Melakukan observasi terfokus.
yang akan diteliti, maka yang dilakukan Observasi terfokus yang dilakukan
adalah mengikuti beberapa kegiatan adalah melakukan pengamatan yang
masyarakat dan santri-santri ketika telah ditentukan sebelumnya, yakni dari
melaksanakan ibadah dan mengaji di hasil analisis domain, kategori yang
pesantren. Adapun kegiatan yang akan diwawancarai, sehingga setelah
dilakukan penulis di dalam observasi observasi selesai, melakukan
partisipan adalah: menentukan pihak-pihak atau para kiai
- Penulis menjadi pengurus ranting yang akan diwawancara untuk data
Nahdlatul Ulama di Desa Cigedog penelitian.
Kecamatan Kersana Kabupaten 3. Analisis setelah di lapangan. Analisis yang
Brebes periode 2012-2017. dilakukan dengan cara triangulasi, dari
- Menjadi anggota Jamiyah pengajian jawaban kiai akan dikumpulkan dan
Yasinan Al-Fadhilah setiap malam diberikan kode-kode, mulai dari kode
Jum`at di desa Cigedog Kecamatan informan sampai kode informasi yang
Kersana Kabupaten Brebes. diberikan. Langkah-langkah analisis antara
- Menjadi jamaah pada kegiatan lain:
istighostah setiap malam Jum`at a. Kategorisasi (pengkode-an). Pengkodean
Wage di Desa Tegalglagah dimulai dari pengkodean informan, para
Kecamatan Bulakamba Brebes kiai di lingkungan PBNU diberi kode PB,
dan para kiai di lingkungan PCNU
Brebes diberi kode PC. Untuk data

4
diberikan pengkodean sesuai dengan bertentangan dengan syariat atau kaitannya
rumusan masalah dan pertanyaan dengan maksiat. Kedua, hubbul wathon minal
penelitian, misalnya: PB1:A (untuk data iman itu kita berusaha menjadi warga negara
dari informan di PBNU kedua dengan yang baik. Amaliah dzikir berjamaah yang
menjawab rumusan masalah yang menjadi wujud nasionalisme dari Nahdlatul
pertama). Ulama.
b. Ringkasan dari tiap responden. Setiap Menurut KH. Aminudin Afif Kekuatan
hasil wawancara dengan responden bangsa dan rasa nasionalisme Indonesia
dibuat ringkasan untuk memudahkan sebetulnya itu pada tahlil, karena tahlil setiap
analisis. Hal ini dilakukan karena minggu ada, setiap bulan ada, setiap tahun ada,
terkadang ada beberapa informan yang itu secara tidak langsung akan mengokohkan
menjawab sekaligus untuk beberapa ukhuwah, kebersamaan, jadi dengan tahlil
pertanyaan. menjadi kekuatan yang luar biasa.
c. Kontekstualisasi. Analisis naratif Perkataan para kiai tentang kaitan antara
diuraikan pada bagian pembahasan. tradisi Nahdlatul Ulama dan rasa kebangsaan,
cinta tanah air, dibuktikan dengan hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN observasi peneliti bahwa di Kabupaten Brebes
rutin dilaksakan istghosah yang diikuti oleh
Hasil warga NU untuk mendoakan keselamatan
Subjek Pemikiran NU dalam bangsa yaitu pada malam Jumat Pahing di
Mengembangkan Nasionalisme Masjid Islamic Center yang biasa dihadiri oleh
ratusan jamaah, dan pada malam Jumat Wage di
Menurut KH. Said Aqil Siraj, “pemikiran desa Tegalglagah yang diikuti oleh ribuan
NU dalam mengembangkan nasionalisme Jamaah dari seluruh penjuru Kabupaten Brebes.
berasal pemikiran KH. Hasyim Asy’ari yang Selain itu, menurut KH. Sayid Abdurahman NU
menyatukan antara konsep Islam dan adalah organisasi Islam sebagai dinamisator
nasionalisme”. Tradisi amaliyah dalam nasionalisme yang menyatukan seluruh bangsa,
Nahdlatul Ulama sejalan dengan nilai karena menyatukan antara ajaran Islam dan
nasionalisme yaitu menjaga tradisi, menjaga jati tradisi adat yang sudah ada disesuaikan dengan
diri bangsa Indonesia, kepribadian yang nilai-nilai keislaman.
langsung ke masyarakat. Menurut Habib Luthfi
nasionalisme Indonesia timbul sebagai rasa Pemikiran NU dalam Mewujudkan
syukur kita kepada Allah. Allah menciptakan
Warga Negara yang Baik dan Cerdas
manusia bersuku-suku berbangsa supaya saling
mengenal (lita’arofu). Ketika sudah saling
(Smart and Good Citizens)
mengenal, maka akan tumbuh menjadi bangsa, Menurut KH. Said Aqil Siraj, “ciri utama
cinta tanah air. warga negara yang baik adalah memiliki rasa
Sedangkan menurut KH. Athoilah, nasionalisme yang religius dan bisa disatukan
“dalam tradisi amaliyah NU itu sebenarnya menjadi nasionalisme religius”. Dalam tujuan
adalah salah satu upaya pendekatan kepada membentuk warga negara yang baik, NU
masyarakat yang dapat memunculkan mengajarkan melalui kitab-kitab akhlak dan
persatuan, dengan persatuan maka akan muncul tauhid. Dalam mata pelajaran Pendidikan
rasa nasionalisme”. KH Athoilah menerangkan Kewarganegaraan peran NU sejak sebelum
bahwa “warga NU dapat dibagi menjadi tiga merdeka sampai sekarang kurang jelas atau
kelompok, yaitu NU struktural, NU kultural, tidak diterangkan dalam pelajaran tentang peran
dan NU lunturan”. NU dalam perjuangan, peran perjuangan kiai.
Menurut KH. Syaikh Sholeh Muhammad Menurut KH. Sayid Abduraman:
Basalamah dalam hadist hubbul wathon minal
Warga negara yang baik adalah warga
iman, yaitu cinta kepada negara adalah sebagian
negara yang taat hukum. KUHP dan
dari iman. Kandungan hadits tersebut adalah
KUHAP yang sekarang bukan murni
pertama kita harus mentati ulul amri, sebab
buatan Belanda, yang sebenarnya adalah
kalau orang membangkang dari ulul amri,
terjemahan dari kitab ihya ulumudin.
berarti tidak cinta tanah air, tapi dengan catatan
Perjuangan kemerdekaan itu
selama ulum amri atau pemerintah itu tidak
mengorbankan tidak sedikit dari ulama
mengarahkan kita kepada hal-hal yang

5
dan santri, sehingga perlu dijelaskan Bangsa, bukan hanya sebagai wadah NU,
terhadap peserta didik. Pancasila itu tetap warga NU bebas ke partai mana
dikaji dari Alquran, Pancasila kalau pun. Itu semua adalah strategi dakwah.
dalam bahasa politik disebut dengan Kita ingin membedakan antara substansi
istilah “digali dari bumi pertiwi”, nilai yang ada di NU dan strategi
mengapa? Supaya tidak menyinggung penyebaran dan penguatan NU.
perasaan minoritas, yang dimaksud bumi
Apabila melihat pendapat KH. Cholil
pertiwi dalam istilah mantiq yakni min
Nafis, NU memang berperan dalam politik
itlaqil mahal, wa irodatil mahil,
praktis saat itu, sehingga NU terkesan berubah-
menyebut tempat tapi yang dimaksud
ubah dalam berbagai kondisi. Hal tersebut
adalah orang yang menempati. Indonesia
dikuatkan alasannya oleh KH. Athoilah yang
mayoritas muslim, artinya Pancasila
berkata:
digali dari Islam, begitu bahasa mantiq-
Ada dalil yang artinya “kebijakan
nya. Buktinya sembilan orang yang
seorang pemimpin, harus memberikan
merumuskan Pancasila, banyak terdiri
maslahah pada umatnya”. Sekarang
dari para Kiai. Itu harus dijelaskan dalam
kemaslahatan bagi umat itu antar zaman
Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah.
mempunyai kondisi berbeda, kondisi
Kenapa sekarang banyak yang
yang satu dengan kondisi lain pasti
menentang Pancasila?, karena tidak di
berbeda. Di sinilah NU mengimbangi
jelaskan hal tersebut dalam pendidikan di
kondisi yang ada, yang semuanya adalah
sekolah.
untuk kemasalahan umat, dan itu semua
Untuk mewujudkan warga negara yang juga sebenarnya sudah diatur dalam
baik dalam pemberdayaannya dilakukan di kehidupan, bukan berarti lantas NU
pesantren yang selama ini sudah dilakukan oleh seperti ikut-ikutan dengan mereka-
Nahdaltul Ulama. mereka yang suka melakukan
perlawanan, Islam itu kan sebenarnya
Sikap dan Langkah Perjuangan NU lebih lunak. Kuncinya NU itu selalu
Sesuai Khittah 1926 dalam Partisipasi mengikuti jejak para Walisongo yang
Mempertahankan Nasionalisme tidak pernah melakukan perlawanan
terhadap siapa pun tidak pernah mau
KH. Said Aqil Siraj berpendapat bahwa menyerang.
“sikap NU dalam mempertahankan
nasionalisme NU adalah fleksibel, sesuai Pandangan NU Tentang Organisasi-
dengan perkembangan. Hal ini dikarenakan NU Organisasi Islam Internasional yang Ingin
sebagai ahlussunnah wal jamaah dalam Mendirikan Khilafah Islamiyah di Indonesia
kehidupan politik dan segala aspek kehidupan
lainnya berpegang pada dalil antum a’lamu bi Nahdlatul Ulama memandang bahwa
umurin dunya”. Lebih jelas lagi dipaparkan organisasi yang ingin mendirikan khilafah
oleh KH. Cholil Nafis yaitu: Islamiyah membahayakan persatuan bangsa,
Salah satu langkah yang fenomenal KH. Said Aqil Siraj berpendapat bahwa
adalah Resolusi jihad yang mengkristal. “mereka membawa idoeologi/pemikiran yang
Sebelumnya sudah ada ruh nasionalisme asing bagi kepribadian Indonesia”. Untuk
dalam Komite Hijaz yang menguatkan pendapat tersebut, KH. Syaik
mengedepankan lokal wisdom (kearifan Sholeh Basalamah mengatakan:
lokal). Kemudian NU ketika pemilihan Tidak ada dalam Alquran yang
Umum 1955 menjadi peserta pemilu menyatakan bahwa Allah memerintahkan
dalam bentuk Partai Politik. Ketika umat Islam membuat negara, dalam
Presiden Soeharto meleburkan NU dalam hadits juga tidak ada, hanya sekarang ini
PPP, NU pun taat terhadap keputusan kan ada organisasi yang mengusung
tersebut walaupun akhirnya NU kembali namanya khilafah. Jadi mereka tidak
ke khittah 1926 dan tidak ikut serta pernah mengatakan negara Islam, tetapi
dalam politik praktis, tetapi dalam era mereka ingin mewujudkan khilafah.
reformasi beberapa kiai NU Khilafah ini dalam Islam satu
mendeklarasikan Partai Kebangkitan kepemimpinan sedunia, bukan satu blok,
bukan di Indonesia khalifahnya ini, di

6
Saudi khalifahnya ini, bukan seperti itu, yang mempunyai moral, tetapi
jadi khalifahnya satu dunia, kholifah. Itu persoalannya kita ini hanya mampu
memang ada beberapa ayat, ada beberapa memperbaiki dengan dakwah bil lisan
hadits yang mendukung tentang khilafah. saja, padahal dakwah yang paling efektif
itu bil yad, dengan kekuasaan.
Kemampuan kita untuk mewujudkan
khilafah sekarang belum mampu, karena Tindakan nyata dalam usaha membina
khilafah itu bukan sebuah kewajiban, moral bangsa dilakukan oleh kiai di Brebes
dilaksanakan ketika memungkinkan dan adalah melalui pesantren yang berada di tengah
mampu, apabila belum mampu maka tidak kota, sebagimana yang dilakukan oleh KH.
berdosa bila tanpa khilafah. Subhan Makmun yang menyatakan,
“mendirikan pesantren di tengah kota adalah
Peran NU Sebagai Organisasi untuk para siswa di sekitar pesantren supaya
Perjuangan Nahdliyin Terhadap lebih mengenal agama”.
Pembinaan Moral Bangsa Indonesia.
Pandangan NU Terhadap Upaya Untuk
Peranan NU terhadap pembinaan moral Mewujudkan Negara Kesatuan Republik
bangsa dilakukan dengan cara pendidikan
Indonesia Sebagai Baldatun Thayibatun
pesantren dan pelestarian tradisi. Peran
pendidikan pesantren di NU sangat besar, akan Wa Robbun Ghofur.
tetapi harus ada penyatuan antara pendidikan Menurut KH. Said Aqil Siraj mengenai
agama dan pendidikan umum, sebagaimana bagaimana untuk mewujudkan Indonesia
dikatakan oleh KH. Cholil Nafis yaitu: sebagai baldatun thayyibatun wa robbun ghofur
NU mempunyai jurus untuk adalah:
menyelesaikan permasalahan moral Mengambil dasar dari kitab fathul
bangsa, terutama generasi muda. mu’in, yaitu warga negara harus
Pendidikan pesantren yang integrated beriman kepada Allah, menegakkan
antara keagamaan dan ibadah, dan bila perlu siap-siap perang
kenegaraan/kebangsaan, jadi tidak cukup atau pertahanan, dan memberikan
ketika NU tekun pada salaf saja, tetapi perlindungan kepada seluruh warga
juga tidak bisa dibenarkan pemerintah negara yang lemah, bahan makan
yang mengejar ke arah yang sifatnya cukup, tempat tinggal cukup, sandang
matematis saja, saintis saja itu tidak cukup, obat-obatan, dan biaya
cukup. Maka di sini dikotomi kesehatan.
Kementrian Agama dan Kementrian
Pendidikan perlu dipikirkan untuk Langkah yang dilakukan NU secara nyata
diintegrasikan antara Kementrian Agama sebagaimana dilakukan oleh para kiai adalah
membangun desa/daerah terlebih dahulu. Hal
dan Kementrian Pendidikan. Integrasi
tersebut merupakan pendapat dari KH. Cholil
keilmuwan antara ilmu agama dan ilmu
saintis perlu digabungkan. Nafis yang menyatakan bahwa .
Selama ini yang dilakukan oleh NU itu
Peranan NU dalam pesantren juga bukan langsung baldatun thoyibatun wa
diperkuat dengan pendapat dari KH. Athoilah robbun ghofur tapi qoryatun thoyibatun
yang menyatakan bahwa: wa robbun ghofur (village paradise),
NU sebagai organisasi sosial kalau baldah itu negara, yang dilakukan
kemasyarakatan sudah melakukan upaya oleh ulama NU adalah menjadikan desa
dalam memperbaiki moral bangsa, baik yang baik, maka kiai di desa itu ketika
melalui pendidikan formal maupun non tidak hanya membangun pesantren saja
formal, contoh pondok pesantren tapi lingkungan juga ikut menikmati,
membina akhlak bangsa. Ketika bukan hanya menikmati ilmunya tapi
pendidikan itu yang ditanamkan pengembangan ekonominya.
pelajaran agama, punya nilai lebih
Hal ini dibuktikan dengan dikenalnya
dibanding kurikulum pemerintah. Itu juga
bagian dari pembinaan moral bangsa nama daerah bagi sebuah pesantren, misal
termasuk kegiatan-kegiatan dakwah, pesantren Buntet dan Kempek Cirebon,
pesantren Tebu Ireng, pesantren Lirboyo,
sehingga harapan kita generasi muda

7
padahal di pesantren tersebut punya nama Pembahasan
masing-masing. Selain itu KH. Syaikh Sholeh
Muhammad Basalamah menyampaikan bahwa: Subjek Pemikiran NU dalam
Konsep baldatun thayibatun wa robbun Mengembangkan Nasionalisme di
ghofur bukan berarti sebagai negara Indonesia
Islam, tapi orang Islam itu bisa mewarnai Subjek pemikiran NU dalam
baldah dengan thoyibah. Allah berfirman mengembangkan nasionalisme di Indonesia
artinya “Barang siapa yang mengerjakan adalah pemikiran KH. Hasyim Asyari yang
amal shaleh, baik laki-laki maupun menyatukan antara nasionalisme dan Islam.
perempuan dalam keadaan beriman, Untuk pembahasan ini, maka kita harus
maka sesungguhnya akan Kami berikan mengetahui relasi antara agama dan negara.
kepadanya kehidupan yang baik dan Menurut Wahid & Ghazali (2010,460) secara
sesungguhnya akan Kami beri balasan kategorial, paling tidak ada tiga paradigma
kepada mereka dengan pahala yang lebih pemikiran politik Islam dalam melihat relasi
baik dari apa yang telah mereka agama dan negara yaitu pertama, paradigma
kerjakan” (Surat an-Nahl ayat 97 yang integralistik yang mengajukan konsep
menjadi tafsiran dari baldatun thoyibatun bersatunya agama dan negara. Agama (Islam)
wa robbun ghofur). dan negara tidak dapat dipisahkan (integrated).
Islam adalah din wa dawlah. Apa yang
Jadi, menurut Basalamah sebelum merupakan wilayah agama juga otomatis
mewujudkan baldah yang thayyibah, terlebih merupakan wilayah politik atau negara.
dahulu hayatan thayyibah, kehidupan yang Kedua, paradigma yang mengajukan
baik, yang tercipta ketika warga negaranya pandangan bahwa agama dan negara
mengerjakan kebaikan (amal shaleh). Senada berhubungan secara mutualistik, yaitu
dengan amal shaleh, warga negaranya pun berhubungan timbal balik dan saling
harus beriman, seusia dengan pendapat KH. membutuhkan-menguntungkan. Dalam kaitan
Subhan Makmun yang menyatakan bahwa: ini, agama membutuhkan negara. Sebab,
Mewujudkan baldatun thoyibatun wa melalui negara, agama dapat berbiak dengan
robbun ghofur apabila masyarakatnya law baik. Hukum-hukum agama juga dapat
amanna ahlul quro “apabila suatu umat ditegakkan melalui kekuasaan negara. Begitu
atau kaum itu iman dan taqwa, Allah akan juga sebaliknya, Negara memerlukan kehadiran
menurunkan barokah langit dan bumi” itu agama, karena hanya dengan agama suatu
memang konsep dalam Al-quran, tapi negara dapat berjalan dalam sinaran etik-moral.
pelaksanaan masih repot, tapi kita tidak Ketiga, paradigma sekularistik yang
boleh putus asa dan tetap berusaha menolak kedua paradigma sebelumnya;
mencapai baldatun thoyibatun wa robbun integralistik dan substantif. Sebagai gantinya,
ghofur. diajukanlah konsep pemisahan antara agama
dan negara. Dalam konteks Islam, paradigma
Kendala yang Dihadapi NU dalam sekularistik menolak pendasaran negara pada
Memperjuangkan Nasionalisme Indonesia. Islam, atau menolak determinasi Islam pada
Menurut KH. Said Aqil Siraj, “Sama bentuk tertentu dari negara. Agama bukanlah
sekali tidak secara internal. Alhasil andaikan dasar negara, tetapi agama lebih bersifat
Indonesia terancam, NU siap turun terdepan, sebagai persoalan individual semata.
kiai dan santri siap membela”. Semua kiai yang Tradisi amaliyah dalam Nahdlatul Ulama
diwawancara menyatakan kendala internal tidak sejalan dengan nilai nasionalisme yaitu menjaga
ada, yang ada adalah kendala pada penanaman tradisi, menjaga jati diri bangsa Indonesia,
genarasi muda atas pengaruh luar baik dari kepribadian yang menjadi ciri khas Indonesia.
paham wahabi maupun paham asing lainnya. Salah satu tradisi amalliah NU adalah dengan
istighotsah, dzikir bersama, hal ini dapat
Oleh karena itu, kendala yang dihadapi menjadi suatu unsur pembentuk nasionalisme
menjadi tantangan bagi NU untuk siap kapan yaitu persamaan dan persaudaraan. Dalil dzikir
pun menghadapinya baik kendala internal berjamaah salah satunya adalah ketika
(dating dari dalam) maupun kendala eksternal Rasulullah bersabda :”Apabila kalian melewati
(dating dari luar). taman surga maka nikmatilah (mampirlah), para
sahabat bertanya : “Wahai Rasullullah, apa

8
taman surga itu?” Rasulullah SAW menjawab : kembali ke khittah 1926, dan pandangan
“Perkumpulan dzikir” (HR. Imam Turmudzi Nahdlatul Ulama tentang Pancasila serta
dan Imam Baihaqi). paham tri ukhuwah secara terpaduu :
Quraisy Shihab dalam bukunya Wawasan Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah,
Al-Quran (Murod, 2011:54) menyatakan bahwa Wathaniyah, dan Ukhuwah Basyariah
unsur-unsur nasionalisme dapat ditemukan merupakan pedoman dasar yang
dalam Al-Quran antara lain persamaan dirasakan sangat relevan bagi
keturunan, persamaan bahasa, persamaan adat pelaksanaan kehidupan berbangsa dan
istiadat, persamaan sejarah, cinta tanah air, dan bernegara bagi warga Nahdlatul Ulama.
membela negara.
Apabila melihat uraian dari para kiai, dari
Penggunaan istilah nasionalisme oleh
para ahli dan juga hasil-hasil keputusan
beberapa pakar digunakan bergantian dengan
Nahdlatul Ulama, maka dapat diketahui bahwa
istilah rasa kebangsaan, paham kebangsaan,
nasionalisme NU sejalan dengan Alquran. Ini
dan semangat kebangsaan. Penjelasan
kembali menguatkan eksistensi NU dalam
nasionalisme sebagai rasa kebangsaan terdapat
memperjuangkan nasionalisme Indonesia
dalam beberapa literatur.
dengan tetap berdasarkan Alquran, serta
Dalam penjelasan Pasal 77J ayat 1 huruf
menguatkan eksistensi nasionalisme yang
b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
dilakukan oleh Nahdlatul Ulama sebagai upaya
Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar
mewujudkan Indonesia menjadi baldatun
Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa:
thayibatun wa robbun ghofur. Subjek
Pendidikan kewarganegaraan
pemikiran Nahdlatul Ulama tentang
dimaksudkan untuk membentuk peserta
nasionalisme Indonesia adalah pemikiran KH.
didik menjadi manusia yang memiliki
Hasyim Asy’ari dan perilaki dakwah Walisongo
rasa kebangsaan dan cinta tanah air
yang tentunya selaras dengan nilai-nilai
dalam konteks nilai dan moral Pancasila,
ahsunnah wal jamaah.
kesadaran berkonstitusi Undang –
Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, nilai dan semangat
Pemikiran NU dalam Mewujudkan
Bhinneka Tunggal Ika, serta komitmen Warga Negara yang Baik dan Cerdas
Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Smart and Good Citizenship)
Dalam penjelasan tersebut menunjukkan Dari berbagai pendapat kiai NU, menurut
lebih istilah penggunaan “rasa kebangsaan” mereka warga negara yang baik adalah mereka
daripada “nasionalisme” dalam tujuan yang taat hukum, baik hukum negara maupun
pendidikan kewarganegaraan. Berkaitan dengan hukum agama. Upaya yang dilakukan untuk
rasa kebangsaan, Nahdlatul Ulama pun lebih membentuk warga negara yang baik adalah
sering menggunakan istilah “kebangsaan”, hal melalui pesantren, karena salah satu basis
ini terbukti dari hasil-hasil Muktamar dan Nahdlatul Ulama adalah pesantren.
Konferensi NU yang disatukan dalam buku Dalam upaya membentuk warga negara
Ahkamul Fuqoha (LTNNU, 2007). Berikut ini yang baik melalui pesantren, sebagai subjek
beberapa hasil dalam muktamar dan konferensi yang dibina adalah santri yang setiap hari akan
Nahdlatul Ulama yang menyangkut kehidupan didik dan mengikuti sistem pendidikan selama
berbangsa dan bernegara Indonesia. 24 jam di pesantren. Sehingga santri merupakan
Keputusan Muktamar NU Ke-29 di unsur yang penting sekali dalam perkembangan
Cipasung Tasikmalaya, 4 Desember 1994 sebuah pesantren karena langkah pertama
(LTNNU, 2007:613-622): Pandangan dan dalam tahap-tahap membangun pesantren
Tanggung Jawab NU Terhadap Kehidupan adalah harus ada murid yang datang untuk
Kebangsaan dan Kenegaraan, dalam belajar kepada seorang alim (Dhofier, 1985:52).
Mukadimah dikatakan bahwa: Sekarang istilah warga negara yang baik
Nahdlatul Ulama telah menegaskan (good citizen) dianggap kurang sehingga perlu
hubungan antar agama dan negara dan ditambahkan kata cerdas, sehingga menjadi
memposisikan tanggung jawab sebagai warga negara yang baik dan cerdas (smart and
umat beragama (Islam) dengan tanggung good citizen). Dalam Permendiknas No. 22
jawab sebagai warga negara (Indonesia) Tahun 2006 Pendidikan kewarganegaraan
secara jelas dan proporsional. Konsep sebagai bagian dari fungsi pendidikan nasional

9
Indonesia juga diharapkan mampu membentuk seperti mentaati pemerintah,
tidak hanya warga negara yang baik saja tetapi mengarahkan lingkungan atau
juga warga negara yang cerdas, lengkapnya mengajak taat kepada pemerintah;
adalah warganegara Indonesia yang cerdas, 7. warga yang taat kepada Allah, kepada
terampil, dan berkarakter yang diamanatkan Rasulullah, dan taat kepada pemerintah,
oleh Pancasila dan UUD 1945 (Winarno, 2012: dan
55). 8. tidak melawan pemerintah selama
Pendapat Winarno di atas sesuai dengan warga negara bebas menjalankan
dimensi kurikuler pendidikan kewarganegaraan. ibadah menurut agamanya masing-
Dalam penelitian ini, melihat pendidikan masing, dan harus berpartisipasi dalam
kewarganegaraan dalam dimensi sosio kultural. Pemilihan Umum, tidak golput.
Salah satu domain Civic Education adalah
domain sosio kultural yaitu proses pendidikan Berdasarkan pemaparan di atas baik dari
kewarganegaraan yang ada di masyarakat atau hasil penelitian maupun pendapat ahli, maka
bisa disebut Community Civic Education warga negara yang baik adalah warga negara
(Winataputra, 2012: 257). Community civic yang taat terhadap hukum negara maupun
education dapat dikembangkan untuk berbagai hukum agama. Upaya yang dilakukan oleh
komunitas masyarakat bangsa dan negara, Nahdlatul Ulama adalah melalui pendidikan
misalnya untuk pejabat negara dan birokrat pesantren.
(administration civic education), politisi
(political education), akademisi (proffesional Sikap dan Langkah Perjuangan NU yang
civic education), praktisi/teknisi wartawan sdb Sesuai Khittah 1926 dalam Partisipasi
(practitioner civic education), pejabat pada Mempertahankan Nasionalisme
pemerintah daerah, kelompok masyarakat
Indonesia.
(pupular civic education) (Winataputra, 2012:
257-258). Berdasarkan pemaparan para kiai NU
Sosok warga negara yang ingin dalam penelitian ini, sikap dan langkah NU
dihasilkan oleh Pendidikan Kewarganegaraan dalam memperjuangkan nasionalisme di
adalah warga negara yang merdeka yang tidak Indonesia yang pernah dilakukan yaitu:
jadi beban bagi siapa pun, yang melibatkan diri NU dalam keputusan ijtihad politiknya
dalam kegiatan belajar, memahami garis besar dalam muktamar di Banjarmasin tahun 1936
sejarah, cita-cita dan tujuan bernegara, dan mengambil keputusan bahwa negara dan tanah
produktif dengan turut memajukan ketertiban, air Indonesia yang masih dijajah Belanda wajib
keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan dilestarikan berdasarkan hukum fiqh’ Islam.
umum (Isep, 2013:14). Indonesia saat mendapat kemerdekaan bukan
Nahdlatul Ulama dalam melihat tujuan berbentuk negara Islam (Darul Islam) atau
pendidikan kewarganegaraan yakni membentuk negara perang (Darul Harb) melainkan negara
warga negara yang baik, sudah memberikan ciri damai (Dar’as Shulh).
atau kriteria warga negara yang baik menurut Resolusi jihad yang dilontarkan oleh KH
para kiai NU dalam wawancara dengan peneliti, Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 yang
yaitu warga negara : isinya sebagai berikut: kemerdekaan Indonesia
1. memiliki rasa nasionalisme yang harus dipertahankan, RI sebagai satu-satunya
religius; pemerintahan yang wajib dibela dan
2. memiliki rasa nasionalisme yang kuat dipertahankan, warga NU wajib mengangkat
dengan menjaga keutuhan rumah senjata melawan penjajah Belanda. Memberi
tangga; gelar pemegang kekuasaan yang sah secara de
3. menaati hukum dan menjalankan ajaran facto dalam keadaan darurat kepada Presiden
agamanya; Soekarno dalam menumpas pemberontakan
4. warga yang memiliki patriotisme ala yang terjadi dimana-mana. Keputusan
pesantren yang tidak takut dengan menerima asas tunggal Pancasila dan NKRI
asing; yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
5. warga negara yang berilmu dan adalah final sesuai dengan muktamar NU ke 27
beriman; di Situbondo tahun 1984.
6. mentaati aturan-aturan pemerintah, Keputusan NU tentang wawasan
mengarahkan keluarga untuk bisa kebangsaan dalam muktamar NU ke 29 di

10
Tasikmalaya pada tahun 1994 yang isinya penjajahan Belanda, karena hal tersebut
antara lain: NU memandang bahwa dilandasi ajaran ahlussunnah waj jama’ah yang
nasionalisme tidak bertentangan dengan menganut prinsip tawassut (moderat), tawazun
universalisme Islam bahkan nasionalisme bisa (keseimbangan), ta’adul (keadilan), tasamuh
menjadi sarana untuk memakmurkan bumi (toleransi).
Allah sebagai amanat-Nya dan sejalan dengan
budaya yang dimiliki oleh bangsa, pluralitas Pandangan NU Tentang Organisasi-
yang menyangkut kemajemukan agama, etnis, Organisasi Islam Internasional yang
budaya, dan sebagainya adalah merupakan Ingin Mendirikan Khilafah Islamiyah di
sunnatullah dan rahmat dalam sejarah Islam, Indonesia
memberikan jaminan bertoleransi,
kebersamaan, keadilan, dan kejujuran. Berdasarkan data penelitian, prespektif
Selain pendapat parai kiai di atas, Nahdlatul Ulama terhadap organisasi-organisasi
keputusan organisasi NU pun mengeluarkan Islam internasional yang ingin mendirikan
beberapa hal yang tercantum dalam hasil Khilafah Islamiyah adalah sangat
Mukmatar maupun Konferensi Alim Ulama membahayakan keutuhan bangsa, Islam di
Nahdlatul Ulama. Dalam Keputusan Muktamar Indonesia adalah khas nusantara yang berbeda
NU ke-20 di Surabaya tanggal 18-13 September dengan Timur Tengah. Nasihat para kiai NU
1954 (LTNNU, 2007:269) menyatakan: terhadap santrinya “kita adalah orang Indonesia
Mengesahkan Konferensi Alim Ulama di yang beragama Islam, bukan orang Islam yang
Cipanas tahun 1954 yang menyatakan bahwa berada di Indonesia”. Hal ini menjadi acuan
Presiden RI (Soekarno) dan alat-alat negara para kiai dan santri untuk menjaga Indonesia
adalah waliyul amri dharuri bisy syaukah dari berbagai ancaman, termasuk ancaman yang
(Penguasa Pemerintahan secara darurat sebab ingin mendirikan negara Islam di Indonesia.
kekuasaannya). Keterangan diambil dari kitab Menurut pandangan para kiai NU,
Syarah Al-Ihya dan Kiyatul Akhyar yang gerakan yang ingin mendirikan negara Islam
artinya: Imam Ghazali berpendapat, keberadaan atau Khilafah Islamiyah di Indonesia tidak lepas
syarat-syarat (yang selayaknya ada bagi seorang dari aliran atau ajaran kelompok Wahabi.
pemimpin) secara lengkap adalah sulit pada Saat ini, umat Islam di dunia tidak
masa kita sekarang ini, karena tidak adanya memiliki khalifah, karena memang tidak
mujtahid mandiri. Dengan demikian, maka mampu melakukannya seperti yang
bolehlah melaksanakan semua keputusan yang diungkapkan oleh para kiai NU diatas. Suatu
telah ditetapkan oleh penguasa walaupun bodoh kewajiban akan menjadi gugur ketika tidak
atau fasik agar kepentingan umat Islam tidak mampu melakukannya. Sementara Hizbut
tersia-siakan. Menurut Imam Safi’i pendapat ini Tahrir berpendapat lain, menurut mereka umat
adalah yang paling benar. Islam saat ini menanggung dosa besar secara
Dalam Keputusan Muktamar NU ke-29 kolektif karena tidak mengangkat seorang
di Cipasung Tasikmalaya, 4 Desember 1994 khalifah, dan bahkan Islam pun sekarang telah
(LTNNU, 2007: 621) salah satunya berisi tiada karena khalifah tidak ada. tentu saja ini
tentang pandangan Nahdlatul Ulama tentang pendapat yang sangat ekstrim (ghuluw),
dasar negara Pancasila yang berisikan bahwa: berlebih-lebihan dan tidak benar dalam
Pancasila sebagai dasar dan falsafah perspektif kajian keagamaan yang jernih
negara Republik Indonesia adalah prinsip berdasarkan Alquran, Sunnah, dan pandangan
fundamental namun bukan agama, tidak para ulama yang otoratif (mu’tabar) menurut
dapat menggantikan agama, dan tidak umat Islam.
dipergunakan untuk menggantikan Mengenai konsep khilafah, ditemukan
kedudukan agama. Penerimaan dan dalam keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama di
pengamalan Pancasila merupakan Cipasung tahun 1994 yang berisikan tentang
perwujudan dan upaya umat Islam pandangan NU tentang wawasan kebangsaaan
Indonesia untuk menjalankan kewajiban dan kenegaraaan (LTNNU, 2007: 617) yang
agamanya. menyatakan bahwa:
Kehidupan berbangsa dan bernegara
Berdasarkan pemaparan di atas, maka merupakan langkah menuju
ditarik kesimpulan bahwa NU telah pengembangan tanggung jawab
menunjukan sikap nasionalisme sejak zaman kekhilafahan yang lebih besar, yang

11
menyangkut kehidupan bersama seluruh Semua tempat dimana muslim mampu
manusia dalam rangka melaksanakaan untuk menempatinya pada suatu masa tertentu,
amanat Allah, mengupayakan keadilan maka ia menjadi daerah Islam yang ditandai
dan kesejahteraan manusia, lahir dan berlakunya syariat Islam pada masa itu.
batin di dunia dan akhirat. Dalam kaitan Sedangkan pada masa sesudahnya walaupun
itu, kehidupan berbangsa dan bernegara kekuasaan umat Islam telah terputus oleh
haruslah dibangun atas dasar prinsip ke- penguasaan orang-orang kafir terhadap mereka,
Tuhanan, kedaulatan, keadilan, dan larangan mereka untuk memasukinya
persamaan dan musyawarah. Dengan kembali atau pengusiran terhadap mereka, maka
demikian, maka pemerintah (umara’) dan dalam kondisi semacam ini, penamaannya
ulama – sebagai pengemban amanat dengan “daerah perang” hanya merupakan
kekhilafahan – serta rakyat adalah satu bentuk formalnya dan tidak hukumnya. Dengan
kesatuan yang secara bersama-sama demikian, diketahui bahwa tanah Betawi dan
bertanggung jawab dalam mewujudkan bahkan sebagian besar tanah Jawa adalah
tata kehidupan bersama atas dasar “Daerah Islam” karena umat Islam pernah
prinsip-prinsip tersebut. menguasainya sebelum penguasaan oleh orang-
orang kafir.
Pemerintah dan Ulama merupakan ulil
Sehingga walaupun saat ini Indonesia
amri yang harus ditaati dan diikuti oleh segenap
tidak menggunakan dasar Islam secara legal
masyarakat sesuai Alquran surat An-Nisa ayat
formal, sudah dapat dikatakan sebagia negara
59 yang memberikan pedoman dasar mengenai
Islam walaupun menggunakan dasar Pancasila.
beberapa prinsip dalam kehidupan kebangsaan
Hal ini dikuatkan dengan pendapat KH. Sayid
dan kenegaraan yaitu:
Abdurahman ketika wawancara penelitian
a. Ketaatan kepada Allah dan Rasulnya
bahwa:
merupakan ketaatan mutlak.
Pancasila itu dikaji dari Al-Qur`an,
b. Ketaatan kepada ulil amri merupakan
Pancasila kalau dalam bahasa politik
ketaatan yang bersifat tidak mutlak dan
digali dari “bumi pertiwi”, mengapa? Ini
tergantung apakah perintah dan
untuk meredam atau supaya tidak
kebijakannya sejalan dengan perintah Allah
menyinggung perasaan minoritas, yang
dan Rasul-Nya.
dimaksud bumi pertiwi dalam istilah
c. Ulil amri harus terdiri atas orang-orang yang
mantiq yakni min itlaqil mahal, wa
mengemban amanat Allah. Rakyat memiliki
irodatil mahil, menyebut tempat tapi
hak untuk melakukan kontrol dan
yang dimaksud adalah orang yang
memberikan koreksi terhadap ulil amri
menempati. Indonesia mayoritas muslim,
dengan menggunakan cara-cara yang baik.
artinya Pancasila digali dari Islam, begitu
d. Kekuatan penentu dalam setiap
bahasa sebenarnya. Buktinya sembilan
kemungkinan terjadinya perselisihan adalah
orang yang merumuskan Pancasila,
ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
banyak terdiri dari para Kiai. Itu harus di
e. Dalam rangka mewujudkan hal itu
jelaskan, kenapa sekarang banyak yang
diperlukan adanya lembaga yang memiliki
menentang Pancasila, karena tidak
kebebasan dari (kemungkinan) tekanan dari
dijelaskan dengan tujuan tidak
rakyat dan/atau ulil amri, agar dapat
menyinggung perasaan umat agama lain.
memberikan keputusan yang adil (LTNNU,
2007:617). Dalam Keputusan Musyawarah Nasional
Merujuk pada hasil Keputusan Muktamar Alim Ulama NU di Lombok Nusa Tenggara
NU KE-11 di Banjarmasin, 9 Juni 1936 Barat, 20 November 1994 tentang Nasbul Imam
(LTNNU, 2007:176) : “sesungguhnya negara dan Demokrasi, dinyatakan bahwa : Proses
kita Indonesia dinamakan “negara Islam” pengangkatan kepemimpinan negara sebagai
karena telah pernah dikuasai sepenuhnya oleh pengemban dan pemikul amanat kekuasaan
orang Islam. Walaupun pernah direbut oleh menurut Islam dapat dilakukan dengan
kaum penjajah kafir, tetapi nama negara Islam beberapa alternatif/cara yang disepakati oleh
tetap selamanya”, keterangan dari kitab rakyat sepanjang tidak bertentangan dengan
Bughyatul Mustarsyidin bab “Hudnah wal syariah (LTNNU, 2007: 639).
Imamah” yang artinya:

12
Negara harus dibangun di atas nilai-nilai Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
luhur keislaman yang antara lain meliputi al dipahami bahwa organisasi yang ingin
‘adalah (keadilan), amanah (kejujuran), dan al- mendirikan negara Islam atau Khilafah di
syura (kebersamaan). Untuk merealisasikan Indonesia dapat membahayakan keutuhan
nilai-nilai luhur tersebut diperlukan adanya bangsa. Apabila mereka paham, sebenarnya
kesadaran dan keinginan yang kuat dari rakyat Indonesia sudah menjadi hukum Islam, dan
untuk bersama-sama melahirkannya. tidak perlu bentuk negara Islam secara legal
Negara demokratis yang merupakan formal karena tidak ada perintah dari Allah
perwujudan syura dalam Islam menuntut para maupun Rasulullah yang mengharuskan
pemimpinnya bukan saja bersedia untuk mendirikan negara Islam.
dikontrol, tetapi menyadari sepenuhnya, bahwa
kontrol sosial merupakan kebutuhan Peran NU Sebagai Organisasi
kepemimpinan yang memberi kekuatan moral Perjuangan Nahdliyin Terhadap
untuk meringankan beban dalam mewujudkan Pembinaan Moral Bangsa Indonesia
pemerintah yang adil, bersih, dan berwibawa.
Dalam keputusan tersebut menunjukkan Peran Nahdlatul Ulama terhadap
bahwa NU lebih mengutamakan penerapan pembinaan moral bangsa dilakukan melalui
nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa pendidikan pesantren yang diintegrasikan
daripada melegalformalakn Islam dalam bentuk dengan pendidikan umum. Pesantren dinilai
negara. Hal ini diperkuat dengan Keputusan dapat menjadi solusi dari masalah moral bangsa
Bahtsul Masail Muktamar XXX NU di Lirboyo Indonesia. Pendidikan pesantren menurut para
Kediri, 21-27 November 1999 Tentang Respon kiai memuat pendidikan karakter dan
Islam Terhadap Demokrasi : patriotisme Indonesia. Istilah pesantren berasal
Demokrasi kini merupakan salah satu dari bahasa Sansekerta yang memperoleh
sistem tatanan kenegaraan ideal yang wujud dan pengertian tersendiri dalam bahasa
didambakan oleh seluruh negara di dunia, Indonesia. Asal katanya adalah sant yang
terutama setelah runtuhnya Imperialisme- berarti orang baik dan tra yang berarti suka
Kolonialisme usai perang Dunia II. menolong, jadi apabila digabungkan menjadi
Demokrasi secara harfiah berarti santra berarti orang baik yang suka menolong.
pemerintahan rakyat (as-siyadah lil Perkataan pesantren berasal dari kata santri,
ummah). Dilihat dari prinsip bahwa yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an
hubungan antara negara dan rakyat berarti tempat tinggal para santri (Dhofier
didasarkan atas kontrak sosial dengan 1985:18). Maka pondok pesantren adalah
rakyat yang berhak membentuk asrama tempat tinggal para santri.
pemerintahan, maka demokrasi Pada pesantren di lingkungan Nahdlatul
sebenarnya sejalan dengan ajaran Islam Ulama ada delapan macam bidang pengetahuan
yang memandang pemerintah sebagai yang diajarkan kepada para santri dalam bentuk
amanah dan penegak keadilann kitab-kitab Islam klasik, antara lain: 1) Nahwu
(LTNNU, 2007: 660). dan Saraf (morfologi bahasa arab); 2) Fiqh; 3)
Usul fiqh; 4) Hadis; 5) Tafsir; 6) Tauhid; 7)
Dari keputusan Muktamar di atas, dapat Tasawwuf dan etika; dan 8) Cabang-cabang
diketahui bahwa sistem Demokrasi pun tidak lain seperti tarikh dan balaghah. Semua jenis
bertentangan dengan Islam, hal ini berbeda kitab ini dapat digolongkan ke dalam kelompok
dengan pendapat organisasi lain yang menurut tingkat ajarannya, misalnya : tingkat
menyatakan bahwa demokrasi adalah thoghut. dasar, menengah dan lanjut. Kitab yang
Demokrasi di Indonesia memang bukan diajarkan pesantren di Jawa pada umumnya
demokrasi Barat yang sekuler, menurut Cecep sama (Dhofier 1985: 51).
Darmawan dalam pertemuan dengan penulis Selama pengamatan peneliti, melalui
menyatakan bahwa : “demokrasi Indonesia pelajaran kitab-kitab tersebut seorang santri
adalah Teo Demokrasi, atau demokrasi yang dapat menjaid paham segala ilmu yang dapat
berdasarkan Ketuhanan”. Selanjutnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik
Darmawan pun mencontohkan “tidak mungkin dari sisi ibadah maupun muamalah. Menurut
keluar keputusan untuk melegalkan judi dan Rahmawati (2013: 307) secara tersirat inti dari
pelacuran, karena Indonesia demokrasinya tujuan pondok pesantren itu adalah untuk
adalah teo demokrasi”. meninggikan moral, melatih dan mempertinggi

13
semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan Upaya NU dalam mewujudkan NKRI
kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah menjadi baldatun thoyabatun wa robbun ghofur
laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan diawali dari desa atau daerah di sekitar
para murid untuk hidup sederhana. Keberadaan pesantren. Unsur dari baldatun thoyibatun wa
para santri di pesantren mempunyai latar robbun ghofur adalah warga negara yang baik
belakang dan alasan-alasan yang berbeda. Hal dan cerdas (beramal shaleh), pemimpin yang
ini akan membentuk kualitas pada diri santri itu menjadi teladan, dan strategi yang dimiliki oleh
sendiri dalam menyerap nilai-nilai Agama pemimpin dalam membangun negara.
Islam. Istilah Baldatun Thayyibah berasal dari
Menurut Darajat faktor-faktor penyebab Al-quran, yaitu dalam Surat Saba ayat 15.
dari kemerosotan moral dewasa ini Dalam ayat tersebut diartikan dengan negeri
sesungguhnya banyak sekali, antara lain yang atau daerah yang baik. Kata baldatun berasal
terpenting adalah: dari kata balad, secara bahasa biasa
Kurang tertanamnya jiwa agama dalam diterjemahkan dengan tempat sekumpulan
masyarakat, dikarenakan keadaan manusia hidup. Baldatun Thayyibatun berarti
masyarakat yang kurang stabil, baik dari mengacu pada tempat bukan pada kumpulan
segi ekonomi, sosial, dan politik; orang. Namun penyusun tetap memasukkan
pendidikan moral tidak terlaksana ungkapan tersebut dalam istilah masyarakat
menurut mestinya, baik di rumah tangga; ideal dengan pertimbangan faktor kebahasaan.
sekolah maupun masyarakat, Suasana Dalam studi bahasa dikenal istilah “makna
rumah tangga yang kurang baik; kolokasi”. Artinya beberapa istilah atau kata
diperkenalkannya secara populer obat- yang berada dalam lingkungan yang sama.
obat dan alat-alat anti hamil; banyaknya Sebagai contoh kalau dikatakan, kertas, lem,
tulisan, gambar, siaran TV, kesenian- daftar gaji, komputer, meja dan kursi maka
kesenian yang tidak mengindahkan dasar- bayangannya adalah kantor atau sekolah.
dasar dan tuntunan moral; kurang adanya Demikian halnya kalau dikatakan tanahnya
bimbingan untuk mengisi waktu luang subur, penduduknya makmur serta
(leisure time) dengan cara yang baik, dan pemerintahannya adil, maka bayangannya
yang membawa kepada pembinaan moral adalah masyarakat yang ideal. Menurut
(Komariah, 2011:48). Ritaudin (2013:80) menyatakan bahwa:
Allah Swt. menyuruh manusia mengikuti
Dari pemaparan di atas, dapat
Sunnah Nabi Muhammad Saw, seperti
menguatkan bahwa Nahdlatul Ulama dalam
diungkapkan oleh Siti Aisyah, bahwa
membina moral bangsa melalui pesantren
sikap dan perbuatan Nabi adalah seluruh
sebagai pusat pendidikan karakter dan moral
isi Al-Qur’ân Dari sinilah sumber nilai/
generasi muda sekaligus sebagai cara untuk
akhlak Islami, yang perlu diteladani dan
membentuk warga negara yang baik.
dilaksanakan dalam hidup dan kehidupan
sehari-hari setiap muslim dan muslimah,
Pandangan NU Terhadap Upaya Untuk tidak peduli apakah ia rakyat jelata,
Mewujudkan Negara Kesatuan Republik ataukah ia pejabat pemerintah, pengurus
Indonesia Sebagai Baldatun Thayibatun partai, alim ulama, dan lain sebagainya.
Wa Robbun Ghofur Jika tuntunan ini diimplementasikan
Menurut KH. Said Aqil Siraj dalam dalam kehidupan Negara, maka niscaya
wawancara menyebutkan bahwa: baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur
akan berdiri kokoh atas ridho Allah SWT
Untuk mewujudkan baldatun thayibatun
wa robbun ghofur syaratnya warga Dalam upaya mewujudkan baldatun
negara harus beriman kepada Allah, thayibatun wa robbun ghofur, Habib Lutfhi
menegakan ibadah, dan siap dalam dalam wawancara penelitian menyatakan bahwa
pertahanan negara. Para kiai sebelum :
membangun negara adalah membangun Indonesia, kalau ingin menjadi baldatun
desanya dulu “qoryatun thoyibatun wa thayibatun wa robbun ghofur¸ berarti kita
robbun ghofur dulu, agar terbawa dan semua sebagai pemilik bangsa, harus
mendapat keberkahan karena ampunan berbuat baik terlebih dahulu, dengan
dari Allah SWT. negara tetangga berhubungan baik,

14
sesama warga berhubungan baik, saling Kendala NU dalam Memperjuangkan
sayang dan mengasihi, sehingga akan Nasionalisme Indonesia.
turun rahmat dan ampunan dari Allah Kendala dalam memperjuangkan
untuk kita semua bangsa Indonesia. nasionalisme adalah mengenai penerapan dan
Sehingga penekanan dalam mewujudkan pembimbingan kepada generasi muda agar
baldatun thayibatun wa robbun ghofur adalah memiliki jiwa nasionalisme. Para kiai Nahdlatul
diawali dengan perbuatan baik di mulai dari Ulama menilai bahwa kendala dalam
lingkungan keluarga. Mengenai berbuat baik memperjuangkan nasionalisme berasal dari
atau beramal sholeh, dikuatkan dengan internal dan eksternal. Dari internal, tidak
pernyataan KH. Syaikh Sholeh Basalamah semuanya ingin mengikuti generasi
dalam wawancara penelitian bahwa: sebelumnya, karena perkembangan informasi
Konsep baldatun thayibatun wa robbun sangat pesat, terutama generasi muda. Makanya
ghofur bukan berarti sebagai negara muncul gerakan liberal dari generasi muda NU.
Islam, tapi orang Islam itu bisa mewarnai Sedangkan eksternal yaitu ormas yang berdiri
baldah dengan thoyibah. Allah berfirman setelah merdeka, apalagi yang berdiri setelah
artinya “Barang siapa yang mengerjakan reformasi ini yang ingin menghacurkan
amal shaleh, baik laki-laki maupun nasionalisme dengan dalil agama. KH. Said
perempuan dalam keadaan beriman, Aqil Siraj dalam wawancara menyatakan
maka sesungguhnya akan Kami berikan bahwa:
kepadanya kehidupan yang baik dan Untuk menghadapi kendala tersebut,
sesungguhnya akan Kami beri balasan warga negara khususnya dari NU harus
kepada mereka dengan pahala yang lebih sabar dalam segala posisi, biasa, dikritik
baik dari apa yang telah mereka biasa, menang biasa, kalah biasa, untung
kerjakan” (Surat an-Nahl ayat 97 yang biasa, rugi biasa, tetapi harus tetap
menjadi tafsiran dari baldatun thoyibatun semangat dalam berjuang
wa robbun ghofur). mempertahankan NKRI. Solusi dalam
menanggulangi kendala yang ada adalah
Dalam salah satu Keputusan Muktamar meningkatkan pendidikan formal di
di Cipasung Tasikmalaya Tahun 1994 merasa lingkungan pesantren, NU harus
tanggung jawab terhadap kehidupan berbangsa mempunyai pendidikan tinggi yang
di masa mendatang (LTNNU, 2007: 622) bagus, karena para pemuda itu semangat
sehingga mencantumkan : nasionalisme sangat tinggi, sehingga rasa
Indonesia dalam berbagai kondisinya nasionalisme yang didapatkan adalah
adalah rahmat yang sangat besar dari nasionalisme Indonesia bukan
Allah, yang wajib disyukuri seluhur- nasionalisme dari paham negara asing.
luhurnya, dengan melestarikannya,
mengembangkannya, dan Menurut Baso (2013:284), kendala NU
membangunnya sepanjang zaman. Segala saat ini adalah “menghadapi ancaman eksternal,
kekurangannya ditingkatkan dan yaitu kader-kader penjajah bangsa asing yang
disempurnakan untuk mencapai baldatun tidak suka ideologi-ideologi populis yang
thayibatun wa rabbun ghofur, negara adil dimiliki rakyat kita. Karena NU identik dengan
dan makmur di bawah maghfirah populis”. Dalam pandangan Setiawan (2007:vi)
(ampunan) Allah. NU harus menghadapi gerakan gerakan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat formalisasi syariat Islam di Indonesia yaitu
dilihat bahwa Nahdlatul Ulama pun turut melalui organiasi kemasyarakat (Ormas) Islam
berperan dalam upaya mewujudkan Indonesia seperti Hizbut Tahrir Indoensia, Majelis
menjadi baldatun thayibatun wa rabbun ghofur Mujahidin Indonesia, Front Pembela Islam,
yang diawali dengan membangun keluarga dan juga gerakan penegakan syaraiat Islam di
lingkungan desa di sekitar pesantren dan juga berbagai Daerah dalam pemberlakuan syariat
selalu selaras dan sejalan dengan keputusan Islam secara formal dalam bentuk Peraturan
pemerintah yang tidak bertentangan dengan Daerah. Padahal NU memiliki pandangan
syariat Islam. bahwa syariat Islam untuk dilaksanakan oleh
umat Islam dan tidak untuk dilegalformalkan
dalam kehidupan kenegaraan. Apabila merujuk
pada data penelitian ini, maka sebenarnya

15
kendala yang dihadapi oleh Nahdlatul Ulama maksimal menjadi kendala bagi NU dalam
dalam menamakan nilai nasionalisme adalah perjuangan nasionalisme saat ini.
berasal dari eskternal yaitu kelompok wahabi
dan juga kader penjajah asing. DAFTAR RUJUKAN
Andriansyah, Yuli. (2013). Kualitas Hidup
SIMPULAN Menuruttafsir Nusantara: Baldatun
Kesimpulan penelitian ini adalah subjek Thayyibatun Wa Rabbun Ghafûr Dalam
pemikiran Nahdlatul Ulama dalam Tafsir Marâh Labîd, Tafsir Al-Azhar,
mengembangkan nasionalisme di Indonesia Tafsir Annûr, Tafsir Departemen Agama
adalah berasal dari pemikiran Hasyim Asy’ari dan Tafsir Al-Mishbâh dalam Prosiding
melalui resolusi Jihad yang menyamakan seminar UII 2013 Menuju Masyarakat
pembelaan terhadap tanah air hukumnya fardu Madani dan Lesteri [Online]. Tersedia:
ain seperti kewajiban shalat. Rasulullah tidak http://dppm.uii.ac.id/dokumen/seminar/2
pernah menyerukan umatnya (warga negara) 013/ C.Yuli%20Andriansyah2.pdf. [22
untuk mendirikan negara Islam secara legal Maret 2014]
formal. Tradisi amaliah dalam Nahdlatul Ulama Baso, Ahmad. (2013). “Agama NU untuk NKRI
sejalan dengan nilai nasionalisme yaitu menjaga : Pengantar Dasar-dasar Ke-NU-an di
tradisi, menjaga jati diri Bangsa Indonesia, Era Kebebasan dan Globalisasi.
kepribadian yang menjadi ciri khas Indonesia. Tangerang Selatan : Pustaka Afid
Nasionalisme Indonesia merupakan perwujudan Dhofier, Zamakhsyari. (1985). Tradisi
rasa syukur kepada Allah dan menjaga Pesantren: Studi Tentang Pandangan
pemberian Allah. Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.
Warga negara yang baik menurut Isep. (2013). Peranan Pendidikan
Nahdaltul Ulama adalah warga yang nasionalis Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan
religius yaitu mentaati hukum negara dan Hukum Dalam Mengupayakan
hukum agama. Sikap dan langkah perjuangan Internalisasi Hukum Di Kalangan
NU dalam partisipasi mempertahankan Peserta Didik (Studi Kasus di Madrasah
nasionalisme Indonesia adalah fleksibel, tidak Aliyah Negeri Tanggeung Kabupaten
melawan pemerintah, dan mengedepankan local Cianjur). Jurnal Penelitian Pendidikan,
wisdom (kearifan lokal). Perspektif Nahdlatul Vol. 14 No. 1, April 2013 Hal 13-20.
Ulama terhadap organisasi-organisasi Islam Komariah, Kokom Siti. (2011). Model
internasional yang ingin mendirikan Khilafah pendidikan nilai moral bagi para remaja
Islamiyah adalah sangat membahayakan menurut perspektif Islam. Jurnal
keutuhan bangsa, Islam di Indonesia adalah Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 9
khas nusantara yang berbeda dengan Timur No. 1 – 2011. Hal 45-54
Tengah, jangan memaksakan Indonesia menjadi LTNNU Jatim. (2007). Ahkamul Fuqaha,
negara Islam secara formal. Kita adalah orang Solusi Problematika Aktual Hukum
Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam: Keputusan Muktamar, Munas, dan
Islam yang berada di Indonesia, sehingga wajib Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004
membela negara Indonesia, bukan mendirikan M). Surabaya: LTN NU Jawa Timur dan
negara Islam di Indonesia. Khalista
Peran Nahdlatul Ulama terhadap Moleong, Lexy. (2004). Metologi Penelitian
pembinaan moral bangsa dilakukan melalui Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda
pendidikan pesantren yang diintegrasikan Karya
dengan pendidikan umum. Upaya NU dalam Murod, Abdul Choliq. (2011). Nasionalisme ”
mewujudkan NKRI menjadi baldatun Dalam Pespektif Islam ”. Dalam Jurnal
thoyabatun wa robbun ghofur diawali dari desa Sejarah CITRA LEKHA [online], Vol.
atau daerah di sekitar pesantren. Unsur dari XVI, No. 2 Agustus 2011: hal 45-58.
baldatun thoyibatun wa robbun ghofur adalah Tersedia:
warga negara yang baik dan cerdas (beramal ejournal.undip.ac.id/index.php/cilekha/art
shaleh), pemimpin yang menjadi teladan, dan icle/download/5039/4573 [20 Mei 2014
strategi yang dimiliki oleh pemimpin dalam Rahmawati, Ida. (2013). Pola Pembinaan
membangun negara. Pembinaan nasionalisme Santri Dalam Mengendalikan Perilaku
terhadap generasi muda yang masih belum Menyimpang Di Pondok Pesantren

16
Sabilul Muttaqin, Desa Kalipuro, Wahid & Ghazali. (2010). Relasi Agama dan
Kecamatan Pungging, Mojokerto. Jurnal Negara : Prespektif Pemikiran
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nahdhatul Ulama. Makalah disajikan
(Online) No 1 Vol 1 Tahun 2013. Hal dalam Annual Conference on Islamic
306-320 (http:// Studies (ACIS) Ke-10 (halaman 459-
ejournal.unesa.ac.id/article/3256/41/articl 284). Banjarmasin, 1-4 November 2010
e.pdf) diakses 30 Juni 2014 Winataputra, Udin S. 2012. Pendidikan
Ritaudin, M.Siti. (2011). Sinergisitas Agama Kewarganegaraan Dalam Prespektif
Islam Dan Negara Dalam Mewujudkan Pendidikan Untuk Mencerdaskan
Masyarakat Madani. Jurnal TAPIs Kehidupan Bangsa (Gagasan,
(Online), Vol.9 No.1 Januari-Juni 2013 Instrumentasi, dan Praksis). Bandung:
Hal.60-82 (http:// Widya Aksara Press
ejournal.iainradenintan.ac.id) diakses 30 Winarno. (2012). Karakter warga negara yang
Juni 2014 baik dan cerdas. Dalam Progresif Vol. 7
Setiawan, Zudi. (2007). Nasionalisme NU. No 1 Juni 2012. Hal 54-62
Semarang : CV. Aneka Ilmu

17

Anda mungkin juga menyukai