Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila

Dosen Pengampu : Dr. Bakhtiar, S.Pd., M.Pd

KONSEP PANCASILA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA INDONESIA


Studi Kasus : Pengaruh Globalisasi Terhadap Konsep Pancasila dalam
Arus Perkembangan Bangsa Indonesia

DISUSUN OLEH
Kelompok 1
KELAS B (02)
Muh. Rezky Pratama S. 210701502114
Nurfadilah Irham 210701502200
Nur Awalya 210701500034
Ainun Ginaya 210701501055
M. Aqsha Mahendra Munir 210701502044

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AJARAN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar negara indonesia, Pancasila dalam sejarah
perjalanan bangsa Indonesia bukan sesuatu yang baru,melainkan sudah lama
dikenal sebagai bagian dalam nilai-nilai budaya kehidupan bangsa
Indonesia.Kemudian nilai-nilai tersebut dirumuskan sebagai dasar Negara
Indonesia. Artinya, Pancasila digali dan berasal dari nilai-nilai pandangan hidup
masyarakat Indonesia. Sejak zaman dahulu, wilayah-wilayah di nusantara ini
mempunyai beberapa nilai yang dipegang teguh oleh masyarakatnya. Nilai-nilai
Pancasila berdasarkan teori kausalitas yang diperkenalkan Notonagoro (kausa
materialis, kausa formalis, kausa efisien, kausa finalis), merupakan penyebab
lahirnya negara. Munculnya permasalahan yang mendera Indonesia,
memperlihatkan telah tergerusnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Urgensi pendidikan Pancasila di perguruan tinggi, yaitu agar mahasiswa
tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri dan agar mahasiswa memiliki
pedoman atau kaidah penuntun dalam berpikir dan bertindak dalam kehidupan
sehari-hari dengan berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Mahasiswa sebagai
pemegang tongkat estafet kepemimpinan agar tidak mudah terpengaruh oleh
paham asing yang negatif. Serta, agar mahasiswa memiliki pedoman atau kaidah
penuntun dalam berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari dengan
berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Globalisme sendiri merupakan paham atau isme yang menjadi landasan
semangat globalisasi. Salah satu tonggak sejarah perkembangan globalisme
adalah era pencerahan. Klaim pencerahan bahwa manusia pada dasarnya sama
dan memiliki kebutuhan dan aspirasi yang satu pandangan yang sering
dikemukakan para pemimpin politik menjadi salah satu penanda munculnya
masyarakat global. Globalisasi adalah suatu proses yang menempatkan
masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling
terhubungkan dalam semua aspek kehidupan manusia di berbagai belahan dunia,
baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi, lingkungan maupun hukum.
Dilihat dari prosesnya, globalisasi adalah sesuatu hal yang wajar dalam kehidupan
yang tumbuh dan berkembang. Secara umum, karakteristik globalisasi antara lain
adalah terjalinnya relasi sosial yang luas, intensitas komunikasi yang tinggi
dengan cakupan yang melampaui batas-batas negara, penetrasi budaya yang
tinggi, dan munculnya infrastruktur global.
Adanya globalisasi, maka masyarakat di berbagai belahan dunia dengan
sangat mudah untuk saling berkomunikasi satu sama lain. Globalisasi merupakan
sebuah proses global yang mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia,
seperti ekonomi, sosial budaya, politik, bahkan sistem hukum dalam satu negara,
termasuk negara Indonesia. Begitu besar dampak yang timbul dari adanya preoses
globalisasi terhadap aspek kehidupan suatu bangsa dan negara.
Adapun sasaran studi kasus yang akan dibahasa oleh kelompok kami yaitu
pengaruh adanya globalisasi, hubungan dan dampak yang timbul akibat
globalisasi terhadap konsep Pancasila dalam arus perkembangan sejarah bangsa
Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pancasila Dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia


Pancasila adalah dasar negara Indonesia, Pancasila pada sejarah perjalanan
bangsa Indonesia bukan sesuatu yang baru, melainkan telah usang dikenal
menjadi bagian pada nilai nilai budaya kehidupan bangsa Indonesia. Kemudian
nilai-nilai tadi dirumuskan menjadi dasar Negara Indonesia. Artinya, Pancasila
digali & dari berdasarkan nilai-nilai pandangan hidup warga Indonesia. Sejak
zaman dahulu, daerah-daerah pada nusantara ini mempunyai beberapa nilai yang
dipegang teguh sang masyarakatnya. Nilai-nilai Pancasila berdasarkan teori
kausalitas yang diperkenalkan Notonagoro (kausa materialis, kausa formalis,
kausa efisien, kausa finalis), adalah penyebab lahirnya negara. Munculnya
pertarungan yang mendera Indonesia, menerangkan sudah tergerusnya nilai-nilai
Pancasila pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Putri 2020).
Pancasila adalah dasar negara yang wajib dipahami oleh seluruh masyarakat.
Pancasila dirumuskan oleh para pendiri negara agar dapat menjadi pedoman
kehidupan masyarakat. Pancasila digunakan sebagai fondasi atau dasar agar dapat
melindungi seluruh masyarakat. Pancasila harus diterima oleh masyarakat luas,
karena para pendiri bangsa telah menyepakati bahwa Pancasila digunakan untuk
mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Didalam Pancasila terdapa lima dasar
yang harus dijadikan pandangan hidup dalam kehidupan, yang didalamnya,
pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Pancasila ini diharapkan bisa menjadi dasar tingkah laku untuk
menentukan perbuatan bangsa Indonesia yaitu yang berakhlak, beradab, dan
memiliki moral atau sopan santun.
Pancasila adalah suatu hal bersifat sakral sehingga warganya dapat memahami
makna dari Pancasila. Namun masih adanya masyarakat yang menganggap
pancasila hanyalah ideologi yang tanpa menonjolkan makna dalam Pancasila.
Mereka tidak menyadari bahwa Pancasila mempunyai nila yang terkandung
dalam pancasila yang berguna bagi kehidupan. Permasalahan yang terjadi adalah
karena kurangnya pemahaman saat memahami makna Pancasila dan
mengamalkan Pancasila oleh masyarakat. Karena pancasila bukan sekedar
pemahaman tapi bagaimana mengamalkannya dalam kehidupan. Apalagi saat ini
bahwa kehidupan semakin maju dan berkembang, globalisasi semakin maju
dalam kehidupan. Dalam hal ini Bangsa Indonesia harus lebih kuat dan tidak
tergoyahkan oleh masalah dan problematika berbangsa. Masalah Itu dapat
dihadapi dengan mempunyai ideologi yang kuat. Seperti yang terjadi pada
masyarakat Indonesia khususnya generasi muda, Dengan semakin pesatnya
teknologi mengakibatkan menurunnya kesadaran pada generasi muda seperti
bertindak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.
a. Sumber Historis Pancasila
Nilai ideal Pancasila sudah ada bagian dalam adat istiadat, kebudayaan,
dan aliran yang bertumbuh dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman
kerajaan dahulu. Misalnya, adab Ketuhanan sudah terdapat pada zaman
dahulu, meskipun dalam praktik pemujaan yang beranekaragam, tetapi
legalisasi tentang adanya Tuhan sudah diakui. Dalam of Philosophy
disebutkan sejumlah komponen yang terdapat dalam aliran, serupa
kepercayaan kepada. Kekuatan supranatural, kontradiksi antara yang sakral
dan yang profan, tindakan ritual pada objek sakral, sembahyang atau anjuran
serupa bentuk komunikasi kepada Tuhan, takjub sebagai perasaan identitas
keagamaan, tuntunan moral diyakini dari Tuhan, konsep kehidupan di dunia
dihubungkan dengan Tuhan, kelompok sosial seagama dan seiman.
(Taufiqurrahman, 2018)
b. Pancasila Sebagai Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
1. Era Pra Kemerdekaan
Diterimanya secara aklamasi pidato Soekarno, BPUPKI telah
berhasil menyimpan rancangan dasar negara Republik Indonesia. Untuk
membahas lebih lanjut, sebelum kabinet BPUPKI berakhir, disepakati
untuk membentuk Panitia Kecil beranggotakan 8 orang di bawah petunjuk
Soekarno. Tugas Panitia Kecil adalah mengerahkan usul dan pandangan
BPUPKI yang akan dimasukkan dalam jadwal sidang ke dua, tanggal 10-
17 Juli 1945.
Atas prakarsa Soekarno sebagai pengarah Panitia Kecil, Soekarno
membentuk Panitia 9 yang beranggotakan:
Ketua : Ir. Soekarno
Wakil ketua : Drs. Mohammad Hatta
Anggota :
1. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo
2. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H.
3. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim
4. Abdoel Kahar Moezakir
5. Raden Abikusno Tjokrosoejoso
6. Haji Agus Salim
7. Mr. Alexander Andries Maramis
Selain mempelajari masalah dasar negara, Panitia 9 juga ditugasi
untuk menyusun tulisan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada kongres
tanggal 22 Juni 1945 Panitia 9 menyepakati isi rancangan naskah
proklamasi seperti berikut: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri
keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentosa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka
rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia
Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dan untukmemajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulalan rakyat,
dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syari'at Islam bagi pemeluk pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”
Dari alinea ke dua rancangan naskah proklamasi yang dikenal luas
dengan nama Piagam Jakarta itu, dapat dilihat bahwa dasar negara
Pancasila dirumuskan sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk pemeluknya,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan,
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk melanjutkan sidang BPUPKI, pada tanggal 7 Agustus 1945


dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan
keanggotaan sejumlah 27 orang. Peranan PPKI dalam sejarah Indonesia
sangat penting, terutama setelah proklamasi kemerdekaan yang diadakan
pada tanggal 17 Agustus 1945. Badan inilah yang menyempurnakan dan
melegitimasi berbagai perlengkapan berdirinya sebuah negara baru, yaitu
Republik Indonesia. Salah satu finalisasi yang dilakukan oleh PPKI adalah
penghapusan kata “dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Tokoh utama pada penghilangan 7 kata dan
menggantinya dengan “Yang Maha Esa” adalah Muhammad Hatta yang
masa itu berperan sebagai pimpinan PPKI bersama Soekarno dan
Radjiman Wedyodiningrat.
Pagi-pagi tanggal 18 Agustus 1945, sebelum sidang PPKI dimulai,
Hatta melakukan pertemuan dengan penggerak-penggerak Islam agar
bersedia menerima usulannya demi mengempu persatuan bangsa. Teuku
Mohammad Hasan, Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo
akhirnya mau menerima usulan Hatta untuk mengganti kata “Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Adapun penggerak Islam lainnya,
yaitu Wachid Hasjim tidak hadir saat memenuhi usul Hatta. Penerimaan
penggerak Islam itu mengambil rumusan Pancasila mencapai bentuk yang
sempurna dan disahkan pada sidang PPKI (Purwanta 2018).
2. Era Kemerdekaan
Dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia pasca
kemerdekaan, Pancasila mengalami banyak perkembangan. Sesaat
setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Pancasila melewati periode-
periode percobaan demokrasi. Pada kala itu, Indonesia masuk ke dalam
kurun percobaan demokrasi multi-partai dengan sistem lembaga
parlementer. Partai-partai politik zaman itu tumbuh sangat subur, dan
taktik politik yang ada cenderung selalu berhasil bagian dalam
mengusung kelima sila sebagai dasar negara. Pancasila saat masa ini
mengalami masa kejayaannya. Selanjutnya, akhir tahun 1959, Pancasila
melewati era kelamnya dimana Presiden Soekarno menerapkan sistem
demokrasi terpimpin. Pada zaman itu, presiden dalam rangka tetap
memegang kendali kebijakan terhadap berbagai kekuatan mencoba untuk
memerankan politik integrasi paternalistic. Pada akhirnya, tata ini seakan
menyimpang ideal-ideal yang ada dalam Pancasila itu sendiri, salah
satunya adalah sila permusyawaratan. Kemudian, pada 1965 terjadi
sebuah kejadian bersejarah di Indonesia dimana partai komunis berusaha
melakukan pemberontakan. Pada 11 Maret 1965, Presiden Soekarno
memberikan kewenangan untuk Jenderal Suharto atas Indonesia. Ini
menemukan kurun awal orde baru dimana kelak Pancasila mengalami
mistifikasi. Pancasila pada zaman itu menjadi kaku dan mutlak
pemaknaannya. Pancasila pada masa negeri presiden Soeharto kemudia
menjadicore-values, akhirnya kembali menodai ideal-ideal dasar yang
sesungguhnya tertera dalam Pancasila itu sendiri. Pada 1998,
pemerintahan presiden Suharto berhenti dan Pancasila kemudian masuk
ke dalam era baru yaitu era demokrasi (Kasbal 2017).
3. Era Orde Lama
Pada periode ini, Pancasila dipahami berdasarkan ideal yang
berkembang pada situasi dunia yang waktu itu diliputi oleh kerusuhan dan
kondisi sosial-budaya berpusat di dalam suasana transisional dari
masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka. Masa ini adalah masa
pencarian bentuk pengamalan Pancasila, terutama bagian dalam tata
kenegaraan. Maka dari itu, Pancasila diimplementasikan dalam struktur
yang berbeda-beda. Pada periode tahun 1945 sampai pakai 1950, nilai
persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia masih tinggi karena menghadapi
Belanda yang masih ingin mengamankan daerah jajahannya di Indonesia.
Namun, setelah penjajah dapat diusir, bangsa Indonesia mulai
memperoleh tantangan dari dalam. Dalam kehidupan politik, sila keempat
yang mementingkan musyawarah dan mufakat tidak dapat dilaksanakan
karena demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi parlementer.
Presiden semata-mata berfungsi sebagai kepala negara, sedangkan kepala
pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Sistem ini mengakibatkan
tidak adanya stabilitas pemerintahan. Padahal dasar negara yang
digunakan adalah Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 yang
presidensil, namun bagian dalam praktiknya sistem ini tidak dapat
terwujud.
Persatuan rakyat Indonesia mulai mendapatkan tantangan pakai
munculnya upaya-cara untuk mengganti Pancasila seperti dasar negara
dengan ideologi komunis oleh PKI melalui perjuangan di Madiun pada
tahun 1948. Selain itu, terdapat juga DI/TII yang ingin mendirikan negara
berlandasan ajaran Islam. Pada periode tahun 1950 sampai dengan 1955,
penerapan Pancasila diarahkan seperti ideologi liberal, yang dekat
kenyataannya tidak dapat menjamin kestabilan pemerintahan. Walaupun
dasar negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila keempat tidak berjiwakan
musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak. Sistem
pemerintahannya yang liberal lebih mementingkan hak-hak individual.
Pada periode ini, persatuan dan kesatuan bangsa mendapat tantangan yang
berat dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan
oleh RMS, PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Pada periode tahun 1956 kait tambah 1965, dikenal sebagai
demokrasi terpimpin. Akan tetapi, demokrasi justru tidak berpusat pada
kekuasaan rakyat yang mewujudkan amanah nilai- nilai Pancasila,
kepemimpinan berada pada kekuasaan pribadi Presiden Soekarno melalui
‘Dekrit Presiden’. Oleh karena itu, terjadilah berbagai penyimpangan
definisi terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya, Presiden
Soekarno menjadi presiden yang otoriter, mengangkat dirinya menjadi
presiden dengan masa jabatan seumur hidup. Selain itu, terjadi politik
konfrontasi karena digabungkannya nasionalis, agama, dan komunis, yang
terbukti tidak cocok dengan konsep Negara Indonesia. Terbukti bahwa
pada masa ini adanya dekadensi moral di masyarakat yang tidak lagi jiwa
bersendikan nilai-nilai Pancasila, serta berusaha untuk menggantikan
Pancasila dengan ideologi lain. Dalam menjelmakan Pancasila, Presiden
Soekarno melaksanakan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang
disebut dengan USDEK. Untuk mengarahkan perjalanan bangsa, beliau
memusatkan pentingnya memegang teguh Undang-Undang Dasar 1945,
sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan
kepribadian nasional. Akan tetapi, hasilnya adalah terjadi rencana kudeta
oleh PKI dan lengsernya Presiden Soekarno dari jabatannya. Pada masa
ini juga, Presiden Soekarno membubarkan partai Islam terbesar di
Indonesia, Partai Masyumi, karena dituduh terlibat dalam pemberontakan
regional berideologi Islam. Kepentingan-kepentingan politis dan ideologis
yang saling berlawanan antara Presiden Soekarno, militer, Partai Kominis
Indonesia (PKI), serta kelompok Islam telah menimbulkan struktur politik
yang sangat labil pada awal tahun 1960-an, sampai akhirnya melahirkan
Gerakan G 30 S/PKI yang berakhir pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama
(Utama and Dewi 2018).
4. Era Orde Baru
Era Orde Baru bagian dalam sejarah republik ini mewujudkan
periode pemerintahan yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai
periode pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam pendapat tidak
banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini.
Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di segala bidang.
Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan romantisme dari
banyak kalangan. Diera Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan,
serta merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat
bagi pemerintah untuk semakin menancapkan kewibawaan di Indonesia.
Pancasila begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan
ideal dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal
tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal.
5. Era Reformasi
Kata ‘reformasi’ secara etimologis berasal dari kata reform,
sedangkan secara harfiah reformasi mempunyai pengertian suatu kiprah
yang memformat ulang, membereskan ulang, membereskan ulang hal-hal
yang menyimpang untukdikembalikan pada format atau bentuk mulanya
sesuai tambah nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Reformasi juga
diartikan perubahan dari paradigma pola tempo ke paradigma pola baru
untuk menuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila
menjadi kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya
sebagai dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perilaku baik dari warga
masyarakat maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam peluasan
hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan
dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila
Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila
pancasila. Pancasila pada Era Reformasi tidaklah jauh berbeda dengan
Pancasila pada masa Orde Lama dan Orde Baru, yaitu pasif terdapat
tantangan yang harus di hadapi. Tantangan itu adalah Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN) yang sampai hari ini tidak ada habisnya. Selain itu,
globalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia karena
semakin lama ideologi Pancasila semakin tergerus oleh liberalisme dan
kapitalisme. Apalagi tantangan pada saat ini bersifat terbuka, bebas, dan
nyata.
Fungsi dan kedudukan Pancasila mulai terancam di era reformasi
yang ditandai dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan adanya krisis
ekonomi yang mengakibatkan keterpurukan hampir di semua bidang
kehidupan. Kepercayaan terhadap pancasila mulai pudar. Era reformasi
telah banyak melahirkan perubahanperubahan signifikan yang terjadi
dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik bahkan termasuk dalam dunia
pendidikan. Pancasila mulai tergeser saat terjadi krisis yang
mengakibatkan keterpurukan di hampir semua bidang kehidupan. Saat ini
setelah reformasi terjadi selama 18 tahun kondisi bangsa Indonesia belum
sepenuhnya pulih dan stabil. (Kristiono 2017).
B. Hubungan Globalisasi Terhadap Konsep Pancasila

Kehadiran globalisasi sangat mempengaruhi perkembangsan nilai-nilai


Pancasila rakyat Indonesia. Menurut Maria (2012), arus globalisasi begitu cepat
merasuk kedalam jiwa masyarakat khususnya di kalangan muda indonesia.
Pemuda memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membangun suatu bangsa,
pemuda dapat dikatakan sebagai penentu keberhasilan suatu bangsa. Sama hal nya
dengan bangsa Indonesia, akan berhasil ketika kalangan muda berhasil dalam
semua hal, termasuk berhasil dalam menerapkan nilai-nilai pancasila.(Adhari &
Dewi, 2022)

Globalisasi telah mulai terasa semenjak akhir abad ke-20, dimana membuat
masyarakat dunia khususnya Indonesia wajib bersiap-siap menerima masuknya
akibat dari globalisasi. Menurut Adhari, P.A (2021) arus globalisasi akan mudah
merasuki pikiran dan jiwa masyarakat Indonesia jika tidak dibentengi dengan nilai
pancasila. Ruang gerak dalam menerapkan nilai pancasila sangat dibutuhkan.
Arus globalisasi merambat pada semua aspek kehidupan muali dari kehidupan
ekonomi, politik, budaya, sosial pertahanan keamanan dan dalam bidang ideologi
serta lain-lain. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya globalisasi memiliki pengaruh
yang sangat besar untuk kehidupan, diantaranya yaitu pengaruh positif dan
pengaruh negatif. Pengaruh positif yaitu mudahnya sarana dan prasarana dalam
mengakses semua informasi, serta kemajuan IPTEK yang semakin luar biasa
berkembang. Dengan kemajuan inilah yang mengakibatkan Indonesia akan
mampu bersaing dalam arus globalisasi.

C. Dampak Globalisasi Terhadap Konsep Pancasila

Menurut Cahyono (2018) globlisasi dapat memberikan ancaman sekaligus


peluang bagi identitas negara. Ancamannya yaitu dapat berupa hilangnya nilai-
nilai Pancasila masyarakat Indonesia dan peluangnya yaitu dapat menjadikan
Indonesia mampu menyaingi negara-negara lain dalam hal teknologi. Disamping
mempunyai akibat yang positif, adapula dampak negatif dari globalisasi, seperti
lunturnya budaya bangsa Indonesia yang disebabkan oleh masyarakat Indonesia
yangg lebih menyukai budaya-budaya luar bahkan lebih mencintai budaya luar
daripada budaya sendiri.. Menurut Yudhanegara, H, F. (2015) Jika pengaruh
tersebut terus menerus dibiarkan maka nilai-nilai pancasila seperti moral
bangsa akan luntur bahkan rusak ditelan arus globalisasi.

Globalisasi tidak hanya memiliki pengaruh yang baik dan tidak baik,
globalisasi memiliki sebuah tantangan, seperti menurut S.Widiyono (2019) yg
mengungkapkan globalisasi memiliki empat tantangan yang wajib diantisipasi
dengan menerapkan nilai-nilai pancasila seperti:

1. Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat dan mendasar. Pada


kondisi ini penyesuaian diri sangat penting serta sangat diperlukan yaitu
dengan menggunakan cara responsif, bijaksana dan arif. Dalam hal ini
pendidik sangat dituntut untuk menguasai hal yang baru ddalam arus
globalisasi seperti penguasaan IPTEK
2. Krisis “moral” yang melanda negara dan bangsa Indonesia, Dampak daru
arus globalisasi yaitu berkurangnya moralitas masyarakat Indonesia,
seperti nilai-nilai tradisional yg sangat menjungjung tinggi moralitas
mampu saja terkikis sewaktu-waktu oleh akibat globalisasi.
3. Krisis sosial seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan
kemiskinan yg terjadi pada masyarakat dunia khususnya Indonesia.
dampak berasal perrkembangan industry an kapitalisme yg memunculkan
masalah-masalah sosial yg ada pada rakyat, namun tidak seluruh warga
bisa dn bisa mengikuti serta menikmati global industri serta kapitalisme.
4. Krisis identitas bangsa. Dalam arus globalisasi krisis identitas bangsa
sangat perlu diperhatikan.

Arus globalisasi membawa tantangan tersendiri untuk kehidupan masyarakat


Indonesia. Dalam tantangan dalam arus globalisasi ini menurut S.Widiyono
(2019) yaitu masalah yang timbul mulai dari krisis ekonomi, masalah mengenai
gender, pengambilan hak asasi manusia secara paksa, hukum yang tidak adil, serta
lahirnya kehidupan yang democrat yang diakibatkan oleh kemajuan teknlogi dan
informasi.

Lunturnya nilai-nilai pancasila memiliki faktor-aktor, yaitu seperti menurut


Suryana, F,I, F (2021). Ancaman akan lunturnya nilai-nilai pancasila akan
menjadi ancaman akan keberhasilan negara Indonesia, nilai-nilai pancasila
memiliki peran yang sangat besar dalam keberhasilan suatu negara. Moral bangsa
Indonesia akan luntur pada arus globalisasi apabila tidak dipondasi dan landasi
dengan nilai-nilai pancasila.(Dewi & Dewi, 2021)

D. Peran Nilai-Nilai Pancasila Terhadap Globalisasi

Nilai-nilai pancasila sangat perlu untuk diterapkan dalam kehidupan,


pancasila sendiri merupakan sebuah dasar filsafat negara atau dasar negara
sekaligus ideology negara. Panasila tidak akan pernah lepas dari kehidupan
bangsa Indonesia. Pancasila merupakan suatu alat pemersatu untuk mewujudkan
kerukunan berbangsa dan bernegara, Pancasila juga sebagai pandangan hidup
masyarakat Indonesia (Bani, dkk 2021).

➢ Lunturnya nilai-nilai pancasila pada era globalisasi:


1. Kurangnya pemahaman akan urgensi pancasila dalam kehidupan sehari-
hari.
2. Cepatnya laju pertumbuhan dan perkembangan globalisasi yang berimbas
pada lunturnya nilai-nilai pancasila.
3. Lingkungan yang tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila
➢ Mengembangkan nilai-nilai pancasila:
1. Pengembangan suatu karakter yaitu generasi muda yang membangun
karakter positif bangsa melalui kemauan yang keas, untuk menjungjung
nilai-nilai pancasila.
2. Pemberdayaan karakter yaitu generasi muda yang menjadi acuan akan
pengembangan nilai-nilai pancasila.
3. Perekayasa karakter yaitu generasi muda berprestasi dan berperan dengan
menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik di
lingkungan keluarga maupun lingkungan rumah.
➢ Penerapan Nilai Pancasila pada Dampak Globalisasi
Pancasila harus diaktualisasikan mulai semenjak kesadaran subjektif dan
objektif warga negara itu sendiri. Kesadaran secara subjektif adalah
penerapan pada setiap pribadi perseorangan, setiap warga negara, setiap
individu, setiap penduduk, setiap penguasa, dan setiap orang Indonesia.
Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini lebih penting karena realisasi yang
subjektif merupakan persyaratan baik realisasi Pancasila yang objektif.
Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini sangat berkaitan dengan kesadaran
ketaatan, turut kesiapan individu untuk merealisasikan Pancasila. Dalam
pengetahuan inilah pelaksanaan Pancasila yang subjektif mewujudkan suatu
bentuk kegiatan dimana kesadaran wajib hukum telah berpadu menjadi
kesadaran ketentuan moral. Sehingga suatu perbuatan yang tidak memenuhi
wajib untuk melaksanakan Pancasila bukanlah hanya akan menimbulkan
akibat hukum namun yang lebih penting lagi akan menimbulkan akibat moral.
Lickona (Budimansyah, 2011:57) mengembangkan karakter yang baik
(good character) yang di dalamnya berisi tiga dimensi nilai moral seperti
berikut:
1) Wawasan Moral (Moral Knowing)
a) Kesadaran moral (Moral Awareness)
b) Wawasan nilai moral (Knowing moral values)
c) Kemampuan mengambil pandangan orang lain (Perspectivetaking)
d) Penalaran moral (Moral Reasoning)
e) Mengambil keputusan (Decision-making) Pemahaman diri sendiri
(Self Knowledge)
2) Perasaan Moral
a) Kata hati atau nurani (Conscience)
b) Harapan diri sendiri (Self-esteem)
c) Merasakan diri orang lain (Empathy)
d) Cinta kebaikan (Loving the good)
e) Kontrol diri (Self-control)
f) Merasakan diri sendiri (Humility)
3) Perilaku Moral
a) Kompetensi (Competence)
b) Kemauan (Will)
c) Kebiasaan (Habit)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di era globalisasi ini peran Pancasila sangat penting untuk tetap menjaga
eksistensi kepribadian bangsa Indonesia, karena dengan adanya globalisasi
batasan-batasan diantara negara seakan tak terlihat, sehingga berbagai
kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah ke masyarakat. Hal ini dapat
memberikan dampak positif dan negatif bagi bangsa indonesia, jika kita dapat
memfilter dengan baik berbagai hal yang timbul dari dampak globalisasi tentunya
globalisasi itu akan menjadi hal yang positif karena dapat menambah wawasan
dan mempererat hubungan antar bangsa dan negara di dunia, sedangkan hal
negatif dari dampak globalisasi dapat merusak moral bangsa dan eksistensi
kebudayaan Indonesia.
Untuk menjadi Indonesia yang besar, bangsa Indonesia harus
menanamkan sikap nasionalisme sejak dini, sejak kecil, atau sejak masa sekolah
dasar. Indonesia masih perlu meningkatkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air.
Karena rasa nasionalisme dan cinta tanah air sangat diperlukan untuk masa depan
bangsa Indonesia yang lebih baik. Memupuk rasa nasionalisme generasi muda
bisa dilakukan sejak dini, sehingga lambat laun seiring dengan usia diharapkan
rasa nasionalisme tetap bertahan pada diri bangsa Indonesia. Bisa dimulai dari
kelompok terdekat misalnya keluarga, karena dari keluargalah rasa cinta tanah air
bisa dilatih sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA

Adhari, P. A., & Dewi, D. A. (2022). Penguatan Nilai Pancasila dalam Kehidupan
pada Arus Globalisasi. 6, 10578–10581.
Dewi, M. S., & Dewi, D. A. (2021). Penerapan nilai pancasila dari arus sejarah
perjuangan dan dampak globalisasi. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Undiksha, 9(2), 305–317.
Taufiqurrahman. (2018). Pendidikan Pancasila.
Putri, Laura Sandila. 2020. “PANCASILA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA
INDONESIA (Periode Pengusulan Pancasila).” 2.
Kasbal, Indra Purnama. 2017. Pancasila Era Kemerdekaan.
Kristiono, Natal. 2017. “Penguatan Ideologi Pancasila Di Kalangan Mahasiswa
Universitas Negeri Semarang.” Harmony 2(2):194.
Utama, Andrew Shandy, and Sandra Dewi. 2018. “Pancasila Sebagai Ideologi
Bangsa Indonesia Serta Perkembangan Ideologi Pancasila Pada Masa Orde
Lama, Orde Baru, Dan Era Reformasi.”
Cahyono. (2018).Dampak perkembangan sosial budaya terhadap nasionalisme
mahasiswa. Vol 2(1). 41-43. Doi. [online]: Diakses dari:
https://journal.unpas.ac.id/index.php/civicedu/article/view/1313
Yudhanegara, H, F. (2015).Pancasila sebagai filter pengaruh globalisasi terhadap
nilai-nilai nasionalisme. Vol 8(2).165-169. Doi. [online]: Diakses dari:
https://scholar.google.com/scholar?=id&as_sdt=0%2C5&q=pengaruh+ras
a+nasionalis
Widiyono, S. (2019).Pembangunan nasionallisme generasi muda di era globalisasi.
Vol 7(1). 14-19. Doi. [online]: Diakses dari:
https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=rasa+nasion
alisme&btn
Suryana, F,I, F dan Dewi, D, A. (2021).Lunturnya rasa nasionalisme pada anak
milenial akibat arus globalisasi. Vol 3(2). 600-601. Doi. [online]: Diakses
dari:
https://edukatif.org/index.php/edukatif/article/view/400\
Bani, E. A. S., & Dewi, D. A. (2021). Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
Juga Penerapan dan Relevansi dalam Kehidupan Di Era Teknologi Generasi
Milenial. Syntax Idea, 3(4), 749-762. Diakses tanggal 28 Maret 2022.

Anda mungkin juga menyukai