Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Cahaya

Cahaya menurut Newton (1642 - 1727) terdiri dari partikel-partikel ringan berukuran
sangat kecil yang dipancarkan oleh sumbernya ke segala arah dengan kecepatan yang sangat
tinggi. Sementara menurut Huygens ( 1629 - 1695), cahaya adalah gelombang seperti halnya
bunyi. Perbedaan antara keduanya hanya pada frekuensi dan panjang gelombangnya saja.
Sedangkan dari hasil percobaan Einstein (1879 - 1955) dimana logam disinari dengan
cahaya akan memancarkan elektron (gejala fotolistrik). Hal ini dapat disimpulkan bahwa
cahaya memiliki sifat partikel dan gelombang magnetik. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa cahaya mempunyai sifat materi (partikel) dan sifat gelombang (Gabriel,
1996).

Sifat-Sifat Cahaya

Cahaya yang sampai atau melewati suatu media akan dapat mengalami reflection
(pantulan), transmission (menembus benda bening), merambat lurus, diuraikan dan
refraction (dibelokkan) yang disebut dengan sifat-sifat cahaya (Gabriel, 1996).

a. Pemantulan (Reflection)
Pemantulan (Reflection) adalah proses terpancarnya kembali cahaya dari permukaan
benda yang terkena cahaya. Pemantulan cahaya dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pemantulan teratur dan pemantulan baur, gambar berikut merupapkan gambar a)
pematulan teratur dan b) pemantulan baur :

Pemantulan teratur adalah pemantulan yang berkas cahaya pantulnya sejajar.


Pemantulan teratur terjadi apabila cahaya mengenai benda yang permukaannya rata dan
mengkilap/licin. Salah satu benda yang dapat memantulkan cahaya adalah cermin.
Cermin merupakan benda yang dapat memantulkan cahaya paling sempurna. Hal ini
disebabkan cermin memiliki permukaan yang halus dan mengkilap. Pada benda semacam
ini, cahaya dipantulkan dengan arah yang sejajar, sehingga dapat membentuk bayangan
benda dengan sangat baik. Contoh peristiwa pemantulan cahaya adalah saat kita
bercermin. Bayangan tubuh kita akan terliha di cermin, karena cahaya yang dipantulkan
tubuh kita, saat mengenai permukaan cermin, dipantulkan, atau dipancarkan kembali
hingga masuk ke mata kita.
Sedangkan pemantulan baur terjadi karena cahaya mengenai benda yang
permukaannya tidak rata. Contoh pemantulan baur yaitu pada tanah yang tidak rata atau
pada air yang bergelombang. Adanya pemantulan baur, tempat-tempat yang tidak ikut
terkena cahaya secara langsung akan ikut menjadi terang. Inilah keuntungan adanya
pemantulan baur. Berdasarkan sifat cahaya ini Snellius mengemukakan hukum
pemantulan cahaya yang diuraikan yaitu sinar datang, sinar pantul dan garis normal
terletak pada satu bidang datar dan sudut datang sama dengan sudut pantul (Giancoli,
2001).
b. Menembus Benda Bening (Transmission)
Benda bening adalah benda yang dapat ditembus oleh cahaya. Contoh benda bening
antara lain kaca, mika, plastik bening, air jernih, dan botol bening. Berdasarkan
kemampuan cahaya dalam menembus benda dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Benda bening atau transparan, yaitu benda-benda yang dapat ditembus atau dilewati
cahaya. Benda bening meneruskan semua cahaya yang mengenainya. Contohnya kaca
yang bening dan air jernih.
2. Benda translusens, yaitu benda-benda yang hanya dapat meneruskan sebagian cahaya
yang diterimanya. Contohnya air keruh, kaca dop, dan bohlam susu.
3. Opaque atau benda tidak tembus cahaya, yaitu benda gelap yang tidak dapat ditembus
oleh cahaya sama sekali. Opaque hanya memantulkan semua cahaya yang
mengenainya. Contohnya buku tebal, kayu, tembok, dan besi (Gabriel, 1996).
c. Merambat Lurus
Cahaya akan merambat lurus jika melewati satu medium perantara. Peristiwa ini
dapat dibuktikan dengan nyala lampu senter yang merambat lurus. Cahaya yang
merambat lurus juga dapat kita lihat dari berkas cahaya matahari yang menerobos masuk
melalui celah genting maupun ventilasi akan tampak berupa garis-garis lurus. Kedua hal
tersebut membuktikan bahwa cahaya merambat lurus (Giancoli, 2001).
d. Diuraikan
Penguraian cahaya disebut juga dispersi cahaya. Contoh peristiwa dispersi cahaya yang
terjadi secara alami adalah peristiwa terbentuknya pelangi. Pelangi terdiri dari beberapa
warna yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.
Sebenarnya warna-warna tersebut berasal dari satu warna saja yaitu warna putih dari
cahaya matahari. Namun karena cahaya matahari tersebut dibiaskan oleh titik air hujan,
akibatnya cahaya putih diuraikan menjadi beberapa macam warna, sehingga terjadilah
warna-warna indah pelangi. Peristiwa penguraian cahaya putih menjadi berbagai warna
disebut dispersi cahaya.
Cahaya putih dapat diuraikan menjadi berbagai macam warna sehingga cahaya putih
disebut sinar polikromatik. Cahaya putih seperti cahaya matahari termasuk jenis cahaya
polikromatik. Cahaya polikromatik adalah cahaya yang tersusun atas beberapa komponen
warna. Cahaya putih tersusun atas spektrum-spektrum cahaya yang berwarna merah,
jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.
Sedangkan peristiwa perpaduan berbagai warna cahaya menjadi warna putih disebut
spektrum cahaya. Spektrum warna yang tidak dapat diuraikan lagi disebut cahaya
monokromatik (Giancoli, 2001).
e. Dibiaskan (Refraction)
Pembiasan adalah pembelokan arah rambat cahaya saat melewati dua medium yang
berbeda kerapatannya. Pembiasan cahaya menyebabkan terjadinya beberapa peristiwa
dalam kehidupn sehari-hari yang diuraikan sebagai berikut : dasar air yang jernih
kelihatan lebih dangkal dari yang sebenarnya dan pensil atau benda lurus lainnya yang
diletakkan pada gelas yang berisi air akan terlihat patah atau bengkok.
Pada pembiasan cahaya berlaku hukum pembiasan cahaya yang diuraikan sebagai
berikut.
1. Apabila cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih rapat, cahaya
akan dibiaskan mendekati garis normal. Misalnya cahaya merambat dari udara ke air.
2. Apabila cahaya merambat dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang rapat, cahaya
akan dibiaskan menjauhi garis normal. Misalnya cahaya merambat dari air ke udara
(Giancoli, 2001).

Hubungan Cahaya dengan Indera Penglihatan Hewan

Photoreseptor/ Fotoreseptor yaitu alat indera pada hewan yang merespon terhadap
rangsangan cahaya seperti indera penglihatan atau mata.

a. Sistem Indera Penglihatan pada Hewan Invetebrata (Wonodireksi & Tambajong, 2009) :
1. Plathyhelminthes : contohnya pada Cacing pipih (Planaria sp) yang memiliki
sepasang bintik mata pada bagian interior tubuhnya. Bintik mata tersebut sangat peka
terhadap rangsangan cahaya. Namun Planaria sp cenderung bergerak menjahui
cahaya.
2. Coelenterata : hewan berongga seperti ubur-ubur memiliki sel-sel pigmen dan sel
sensori yang peka terhadap cahaya.
3. Mollusca : contohnya Bekicot (Achatina fulica) yang memiliki dua pasang tentakel
yaitu sepasang antena panjang yang diujungnya terdapat sepasang mata sebagai
indera penglihat.
4. Annelida : contohnya pada Cacing tanah (Lumbricus terrestris) memiliki indera
penerima rangsang cahaya yang terdapat di lapisan kulit bagian dorsal, dan banyak
terkumpul di daerah ujung tubuh terutama di ujung anterior.
5. Insecta contohnya pada serangga yang memiliki indera penglihatan berupa mata
tunggal (oseli), mata majemuk (mata faset) dan ada pula yang memiliki keduanya.
b. Sistem Indera pada Hewan Vertebrata
Pada dasarnya sistem saraf vertebrata mirip dengan manusia, karena sama-sama
mempunyai sistem saraf pusat. Perbedaanya terletak pada tingkat kesempurnaanya
(tingkat perkembangannya).
1. Ikan atau pisces : Indra penglihatan ikan terletak di kedua sisi kepalanya. Bola mata
ikan tidak dilindungi oleh kelopak, namun dilindungi oleh sel selaput tipis yang
tembus cahaya. Ikan dapat melihat dengan jelas di dalam air karena baik air maupun
kornea ikan membiasakan cahaya pada sudut yang sama.
Sel-sel saraf penglihatan pada ikan terdiri atas sel-sel batang dan sel-sel kerucut.
Adanya sel-sel batang menyebabkan ikan dapat melihat dengan jelas pada tempat
yang kurang cahayanya. Ikan juga dapat melihat warna walaupun hanya sampai
tahap tertentu. Warna merah dan kuning mudah dilihat ikan, tetapi warna hijau, biru,
dan hitam lebih disulit dibedakan.
Mata ikan dapat berakomodasi dengan cara mengubah kedudukan lensa mata ke
belakang (mundur) dan ke depan (maju). Gerakan ini dilakukan oleh otot kecil yang
disebut retraktor lentis. Pada saat melihat benda dekat, otot retraktor lentis
berelaksasi (mengendur) sehingga lensa bergerak ke depan. Sebaliknya, pada saat
melihat benda jauh, retraktor lentis berkontraksi (mengerut) sehingga lensa tertarik
ke belakang (Isnaeni, 2006).
2. Amphibi : mata katak berbentuk bulat serta dilindungi oleh kelopak mata atas dan
bawah. Pada bagian sebelah dalam mata terdapat membran niktitans, yaitu suatu
selaput tipis yang tembus cahaya. Fungsi membran niktitans adalh melindungi mata
dari kekeringan dan membantu membersihkan bola mata. Lensa mata katak tidak
dapat berakomodasi. Oleh karena itu, mata katak hanya dapat melihat benda dengan
jarak tertentu saja (Ilyas, 1997).
3. Reptil : secara umum akomodasi pada semua reptil kecuali ular diatur oleh lensa
yang dikelilingi dengan cincin otot sehingga lensa dapat memipih dan membesar.
Sementara pada ular, untuk akomodasi lensa mata dapat diarahkan maju- mundur.
Mata pada ular tidak memiliki kelopak mata, tapi dilindungi oleh selaput transparan.
Penglihatan ular tidak sejelas penglihatan manusia. Sensor yang ditangkap adalah
bayangan dan sensitif terhadap cahaya dan panas. Sebagian besar ular juga memiliki
mata median yang berada di atas kepalanya. Mata median merupakan hasil
envaginasi dari dienchephalon. Mata median ini tidak membentuk gambaran retina.
Fungsinya adalah untuk mengamati durasi dari fotoperiodisme lingkungan dan
memasukkan pengaruhnya terhadap ritme biologis. Mata median ini diduga juga
berguna untuk menakar kadar radiasi sinar matahari yang memapar tubuh ular. Pada
bunglon, mata lateralnya dapat berputar 360o. Selain itu, kedua mata lateralnya dapat
bergerak ke arah yang berbeda. Sehingga, hewan ini dapat melihat ke dua arah
sekaligus (Ilyas, 1997).
4. Mamalia : contohnya mata kucing dapat melihat dengan baik meskipun pencahayaan
di lingkungan redup atau agak gelap pada malam hari. Dalam keadaan demikian,
sinar matanya berwarna kehijauan. Warna hijau itu berasal dari pantulan suatu
lapisan di bagian belakang matanya (Ilyas, 1997).

J.F. Gabriel. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Ilyas S. 1997. Kesehatan Mata. Jakarta : FKUI

Isnaeni, W., 2006. Fisiologi Hewan. Yigyakarta : Kanisius (Anggota IKAPI)

Wonodirekso, S dan Tambajong J. 2009. Organ-Organ Indera Khusus dalam Buku Ajar
Histologi Leeson and Leeson Edisi V. Jakarta : EGC

DC, Giancoli . 2001. Fisika Jilid I. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai