Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGETAHUAN

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan bukanlah hanya sekedar pertemuan antara subjek yang

mengetahui dengan objek yang diketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara

subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini

subjek tidak melebur menjadi subjek. Pengetahuan pada hakekatnya yang dituntut

atau yang ingin dicapai tujuannya adalah mencapai kebenaran. Dengan mengetahui

yang benar kita dapat mengetahui yang salah tanpa terlebih dahulu mengetahui yang

benar (Agustrisno, 2005).

Menurut Notoadmojo (2003, hal : 128), pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng dari pada prilaku oleh pengetahuan.

Dan menurut Notoadmojo, mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan:

1. Kesadaran, di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih

dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Merasa tertarik, terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap mulai

timbul.

3. Menimbang-nimbang, terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya, hal ini berarti sikap responden mulai baik lagi.

Universitas Sumatera Utara


4. Mencoba, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulis.

5. Adopsi, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2. Beberapa Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari cara yang telah digunakan kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah,

dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni :

a). Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini, antara lain meliputi :

1. Cara coba salah (trial and error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba

kemungkinan yang lain.

2. Cara kekuasaan atau otoritas

Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas dan kekuasaan, baik

tradisi, otoritas pimpinan agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

3. Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh

dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.

4. Melalui cara pikiran

Yaitu manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuan.

b). Cara modern dalam memperoleh ilmu pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

Universitas Sumatera Utara


sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah. Kriteria

metode ilmiah ini terdiri dari :

1. Berdasarkan fakta

Informasi-informasi yang akan diperoleh penelitian, baik yang akan

dikumpulkan maupun dianalisis hendaknya berdasarkan fakta-fakta atau, bukan

berdasarkan pemikiran-pemikiran sendiri atau dugaan-dugaan.

2. Bebas dari prasangka

Penggunaan fakta hendaknya berdasarkan bukti yang lengkap dan objektif.

3. Menggunakan prinsip analisis

Fakta atau data yang diperoleh melalui penggunaan metode ilmiah tidak

hanya apa adanya. Fakta serta kejadian-kejadian tersebut harus dicari sebab

akibatnya dengan menggunakan prinsip analisis.

4. Menggunakan hipotesis

Hipotesis atau dugaan (bukti) sementara diperlukan untuk memandu jalan

pikiran kearah tujuan yang ingin dicapai. Dengan hipotesis peneliti akan dipandu

jalan pikirannya ke arah mana hasil penelitianya akan dianalisis.

5. Menggunakan ukuran objektif

Pelaksanaan penelitian atau pengumpulan data harus menggunakan ukuran-

ukuran yang objektif. (Notoatmodjo, 2005).

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan

orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat

dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagian. Pendidikan

Universitas Sumatera Utara


diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang

kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Notoadmojo, 2003).

b. Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2008), pekerjaan adalah

keburukan yang harus dilakukan terutama untuk mejunjang kehidupanya dan

kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak

merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.

Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan menyita waktu. Bekerja bagi ibu-

ibu akan mempunyai pengeruh terhadap kehidupan keluarga.

c. Umur

Menurut Elisabeth Bh yang dikutip dalam Nursalam (2008), usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

B. SIKAP

1. Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat dilihat langsung, tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. maka

sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu.

Universitas Sumatera Utara


2. Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespons (responding), yaitu memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi

dari sikap. karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah

berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (volving), yaitu Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu

indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsibel), yaitu Bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang

paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).

3. Unsur (Komponen) Sikap

Menurut Yusuf (2006) unsur (komponen) yang membentuk struktur sikap,

yaitu:

a. Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan

dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan

dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap. Merupakan

representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi

dan kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali

Universitas Sumatera Utara


komponen kognitif disamakan dengan pandangan (opini) apabila menyangkut

masalah issu atau problem controversial.

b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang

berhubungan dengan rasa senang atau rasa tidak senang terhadap objek sikap.

Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang

merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu

positif dan negatif. Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan

menyangkut masalah emosi. Aspek emosional ini yang biasanya berakar

paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling

bertahan terhadap pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.

komponen afeksi disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component, yaitu

komponen yang berhubungan dengan kecendrungan bertindak terhadap objek

sikap. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar

kecilnya kecendrungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek

sikap. Merupakan aspek kecendrungan berperilaku sesuai dengan sikap yang

dimiliki seseorang. Berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap

sesuatu dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang akan

dihadapi.

4. Kategori Sikap

Menurut Heri Purwanto, sikap terdiri dari:

1) Sikap Positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

menghadapkan objek tertentu.

2) Sikap Negatif, terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,

tidak menyukai objek tertentu.

Universitas Sumatera Utara


C. BIDAN

Bidan merupakan profesi yang diakui secara internasional maupun nasional

dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Pengertian bidan dan bidangnya

praktiknya secara internasional telah diakui oleh International Confederation of

Midwives (ICM) tahun 1972 dan International Federation of International

Gynecologist and Obstetritian (FIGO) tahun 1973, WHO dan badan lainnya. Pada

tahun 1980 pada pertemuan dewan di Kobe, ICM menyempurnakan defenisi tersebut

yang kemudian disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992).

Menurut Kepmenkes No. 900/MENKES/SK/VII/2002 : Bidan adalah seorang

wanita telah mengikuti program pendidikan kebidanan dan lulus ujian sesuai dengan

persyaratan yang berlaku. Dan Menurut IBI : Bidan adalah seorang wanita yang telah

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan yang telah diakui pemerintah dan lulus

ujian sesuai pemerintah dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku, dicatat

(registrasi), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktik (Estiwidani, dkk, 2008).

Bidan dikenal sebagai professional yang bertanggung jawab yang bekerja

sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan yang diperlukan, asuhan dan

saran selama kehamilan, peroide persalinan, dan postpartum, melakukan pertolongan

persalinan di bawah tanggung jawabnya sendiri, serta memberikan perawatan pada

bayi baru lahir dan bayi. Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan, promosi

persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anaknya, akses untuk perawatan

medis atau pertolongan semestinya , serta pemberian tindakan kedaruratan.

Bidan memiliki tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan,

tidak hanya untuk wanita tapi juga keluarga dan masyarakat. Tugas ini meliputi

pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua dan dapat meluas hingga

kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau reproduksi , dan perawatan anak.

Universitas Sumatera Utara


Bidan dapat praktik dimana sajaa termasuk di rumah, masyarakat, rumah sakit, atau

unit kesehatan. Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai

pelaksana , pengelola, pendidik , dan peneliti.

1. Peran Sebagai Pelaksana

Sebagai pelaksana , bidan memiliki tiga kategori tugas , yaitu tugas mandiri,

tugas kolaborasi, dan tugas ketergantungan.

2. Peran Sebagai Pengelola

Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan

pelayanan dasar kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.

3. Peran Sebagai Pendidik

Sebagai pendidik memiliki 2 tugas , yaitu sebagai pendidik dan penyuluhan

kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader.

4. Peran Sebagai Peneliti

Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan

baik secara mandiri maupun berkelompok (Soepardan.2008.hlm . 38).

D. RETENSIO PLASENTA

1. Defenisi

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah

jam setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2005). Plasenta dianggap mengalami “retensi”

bila belum dilahirkan batas waktu tertentu setelah bayi dilahirkan dalam 30 menit

setelah penatalaksanaan aktif dan dalam 1 jam setelah penatalaksanaan menunggu

(Chapman, 2006).

Universitas Sumatera Utara


2. Etiologi / Penyebab Retensio Plasenta

Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting),

dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya

(plasenta membranasea, plasenta anularis), ukurannya (plasenta yang sangat kecil).

Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa juga oleh karena :

a) plasenta belum lepas dari dinding uterus

b) plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Apabila plasenta belum

lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi

perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.

Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:

a) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)

b) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus

desidua sampai miometrium-sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-

perkreta).

c) Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,

disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah

penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah

uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta)

(Tiarahma,2011).

Tabel 2.1. Menurut Jenis Retensio Plasenta

Gejala Separasi / Akreta Plasenta Plasenta

Parsial Inkarserata Akreta

Konsistensi unterus Kenyal Keras Cukup

Tinggi fundus Sepusat 2 jari dibawah Sepusat

pusat

Universitas Sumatera Utara


Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid

Perdarahan Sedang – banyak Sedang Sedikit/tidak ada

Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat

seluruhnya

Syok Sering Jarang Jarang sekali

3. Anatomi Plasenta

Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20

cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat

berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya

plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang

amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta

sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang

berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua

basalis.

Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang

berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80

mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic

plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili

koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di

desidua. Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin,

Universitas Sumatera Utara


mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2,

membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.

4. Gejala klinis

a) Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta

informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas,

serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum

sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul

perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.

b) Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis

servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini

menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan

manual plasenta, karena retensio plasenta bisa disebabkan oleh beberapa hal antara

lain :

a) Plasenta adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta

sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai

sebagian lapisan miometrium. Perlekatan plasenta sebagian atau total pada

dinding uterus.

c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta sehingga mencapai

/ melewati lapisan miometrium.

d) Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus

lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

Universitas Sumatera Utara


e) Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,

disebabkan oleh kontraksi ostium uteri (Rukiyah . 2010.hlm. 299).

5. Mekanisme Pelepasan Plasenta

Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi myometrium

sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area

plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding

uterus dan tidak dapat berkontraksi pada area pemisahan bekuan darah retro plasenta

terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya

akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar vagina

disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta

(Rukiyah. 2010.hlm. 297). Menurut Rohani ,dkk (2011), ada dua metode untuk

pelepasan plasenta, yaitu:

1. Metode schultze

Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari satu titik dan merosot

ke vagina melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan fetal plasenta muncul

pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti dibelakang seperti payung

terbalik saat terkelupas dari dinding uterus . permukaan maternal plasenta tidak

terlihat dan bekuan darah dalam kantong yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot

uterus yang menimbulkan pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah dengan

kuat dan mengontrol perdarahan. Hal tersebut mungkin terjadi karena ada serat otot

oblik di bagian atas segmen uterus.

Universitas Sumatera Utara


2. Metode Duncan

Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk ke vulva dengan pembatas

lateral terlebih dahulu seperti kancing yang memasuki lubang baju, bagian plasenta

tidak berada dalam kantong. Pada metode ini, kemungkinan terjadinya bagian selaput

ketuban yang tertinggal lebih besar karena selaput ketuban tersebut tidak terkelupas

semua selengkap metode schultze. Metode yang berkaitan dengan plasenta letak

rendah di dalam uterus. Proses pelepasan berlangsung lebih lama dan darah hilang

sangat banyak (karena hanya ada sedikit serat oblik di bagian bawah segmen).

Fase pengeluaran plasenta adalah sebagai berikut :

1. Kustner

Dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada /di atas simfisis, tali pusat

ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta belum lepas, tetap bila diam

atau maju berarti plasenta sudah lepas.

2. Klein

Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti

plasenta belum lepas , tetapi bila diam atau turun berarti plasenta sudah lepas.

3. Strassman

Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti

plasenta belum lepas, tetapi bila tidak bergetar berarti plasenta sudah lepas.

Normalnya, pelepasan plasenta ini berkisar ¼ - ½ jam sesudah bayi lahir.

Namun bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan sebelumnya ada

riwayat perdarahan postpartum, maka tidak boleh menunggu, sebaiknya plasenta

dikeluarkan dengan tangan. Selain itu, bila perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau

satu nierbeken, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan.

Universitas Sumatera Utara


Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sebagai berikut :

1. Bentuk uterus berubah menjadi globular dan terjadinya perubahan tinggi

fundus

2. Tali pusat memanjang

3. Semburan darah tiba-tiba.

6. Diagnosis

a. Fundus uteri tinggi

b. Perdarahan pascapersalinan

c. Tidak adanya tanda-tanda pelepasan plasenta (Liu.2008.hlm. 246).

7. Proses penatalaksanaan aktif kala III

a) Penatalaksaan aktif Kala III pada semua ibu bersalin pervaginam.

b) Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta, apabila perdarahan yang

terjadi sebelum plasenta lahir lengkap sedangkan uterus tidak berkontraksi

biasanya disebabkan oleh retensio plasenta

c) Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit setelah bayi lahir, ulangi

penataksanaan aktif Kala III dengan memberikan oksitosin 10 IU IM dan

teruskan penegangan tali pusat terkendali. Teruskan melakukan

penatalaksanaan aktif Kala III selama 15 menit atau lebih, jika plasenta masih

belum lahir lakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya.

d) Bila plasenta belum lahir juga, maka plasenta harus dilahirkan secara manual.

Setelah melakukan langkah-langkah di atas dan plasenta belum juga lahir,

segera rujuk ke rumah sakit bila ibu mengalami perdarahan hebat.

Universitas Sumatera Utara


8. Penatalaksanaan disesuaikan dengan jenis retensio yang terjadi :

1. Separasi Parsial

a. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan

yang akan diambil.

b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk meneran. Bila ekspulsi tidak

terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.

c. Pasang infuse dan masukkan oksitosin 20 unit dalam 500 cc NC/RL

dengan 40 tetes per menit. Bila perlu, dikombinasikan dengan misoprostol

400 mg rectal )sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi

tonik yang timbul dapat mengakibatkan plasenta terperangkap dalam

kavum uteri.

d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual

plasenta secara hati-hati dan halus (melahirkan plasenta yang melekat erat

secara paksa dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi).

e. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.

f. Lakukan tranfusi darah bila diperlukan.

g. Beri antibiotik profilaksis (ampicilin 2 g IV/ peroral + metronidazole 1 g

peroral).

h. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi , dan syok

neurogenik).

2. Plasenta Inkarserata

a. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik, dan

pemeriksaaan.

b. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan

konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.

Universitas Sumatera Utara


c. Pilih fluothane atau eter untuk kontsriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan

infuse oksitosin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan tetesan 40 tetesan

permenit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang disebabkan bahan

anastesi tesebut.

d. Bila prosedur anastesi tidak tersedia, tetapi serviks dapat dilalui oleh

cunam ovum, lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plasenta. Untuk

prosedur tersebut, berikan analgetik (tramadol 100 mg IV atau pethidine

50 mg IV) dan sedative (diazepam 5mgIV) pada tabung terpisah.

3. Plasenta Akreta

Tanda penting untuk di diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya

fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi

plasenta karena implantasi yang dalam. upaya yang dpat dilakuakn pada fasilitas

pelayanan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien, dan rujuk ke rumah

sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif (Rohani.2011.hlm.218).

9. Prosedur Manual Plasenta

Menurut Rukiyah, dkk (2010), Prosedur manual plasenta terdiri dari :

1. Pasang set dan cairan infuse, jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan,

lanjutkan anastesia verbal atau analgesia per rectal, siapkan dan jalankan

prosedur pencegahan infeksi.

2. Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri : pastikan kandung kemih dalam

keadaan kosong , jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva,

tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.

3. Secara obstetrik masukan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke

bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat. Setelah

Universitas Sumatera Utara


menacapai bukaan serviks, kemudian minta seorang asisten / penolong lain

untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk

menahan fundus uteri.

4. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan ke dalam hingga ke kavum

uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta, bentangkan tangan

obstetric menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari

telunjuk dan jari-jari lainnya merapat). Tentukan implantasi plasenta,

temukan tepi plasenta paling bawah. Bila plasenta berimplantasi di korpus

belakang, tali pusat tetap disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan

diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan mengahadap

ke bawah (posterior ibu).

5. Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan

sisipkan ujung jari-jari tangan diantara placenta dan dinding uterus dimana

punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu).

6. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka

perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser plasenta ke tangan

(cranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.

7. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk

menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.

8. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simpisis (tahan segmen bawah

uterus) kemudian instruksikan asisten / penolong untuk menarik tali pusat

sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari adanya percikan

darah).

Universitas Sumatera Utara


9. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan supra simpisis) uterus ke

arah dorso cranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di

dalam wadah yang telah disediakan.

10. Lakukan tindakan pencegahan infeksi dengan cara: dekontaminasi sarung

tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan . lepaskan

dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan clorin 0,5%

selama 10 menit. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.

Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.

11. Lakukan pemantauan pasca tindakan : periksa kembali tanda vital ibu, catat

kondisi ibu dan buat laporan tindakan, tuliskan rencan pengobatan, tindakan

yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan.

12. Beritahu pada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu

harus masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan. Lanjutan

pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum pindah ke ruang gawat

gabung.

10. Penanganan Retensio Plasenta Menurut Tingkatan

Sebelum melakukan penanganan sebaiknya menegetahui beberapa hal dan

tindakan retensio plasenta yaitu : retensio plasenta dengan perdarahan langsung

melakuan manual plasenta, retensio plasenta tanpa perdarahan.

1. Di tempat bidan : setelah dapat memastikan keadaan umum pasien segera

memasang infuse dan memberikan cairan, merujuk penderita ke pusat dengan

fasilitas cukup untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik. Memeberikan

tranfusi proteksi dengan antibiotik. Memepersiapkan plasenta manual dengan

legeartis dalam pengaruh narkosa.

Universitas Sumatera Utara


2. Tingkat Polindes : penanganan retensio plasenta dari tingkatan desa sebelumnya

persiapan donor darah yang tersedia dari warga setempat yang telah di pilih dan

dicocokkan dengan donor darah pasien. Diagnosis yanglakukan stabilisasi dan

kemudian lakukan plasenta manual untuk kasus adhesive simpleks berikan

uterotonika antibiotika serta rujuk untuk kasus berat.

3. Tingkat Puskesmas : diagnosis lakukan stabilisasi kemudian lakukan plasenta

manual untuk kasus risiko rendah rujuk kasus berat dan berikan uterotonika

antibiotika.

4. Tingkat Rumah Sakit : diagnosis stabilisasi plasenta manual histerektomi transfusi

uterotonika antibiotika kedaruratan komplikasi.

11. Penanganan Secara Umum

a) Jika plasenta terlihat dalam vagina , mintalah ibu untuk mengejan, jika anda

dapat merasakan plasenta dalam vagina , keluarkan plasenta tersebut.

b) Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan kateterisasi

kandung kemih.

c) Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit I.M. jika belum

dilakukan pada penanganan aktif kala III.

d) Jangan berikan ergometrin karena dapat meneyebakan kontraksi uterus yang

tonik, yang bisa memperlambat penegeluaran plasenta.

e) Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan

uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat kembali.

f) Jika traksi pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan

pengeluaran plasenta secara manual.

Universitas Sumatera Utara


g) Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana.

Kegagalan terbentuknya pemebekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan

lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.

h) Jika terdapat tanda-tanda infeksi ( demam, secret vagina yang berbau) berikan

antibiotik untuk metritis.

i) sewaktu suatu bagian dari plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, akan

menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif.

j) Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual

uterus menggunakan tekhnik yang serupa dengan tehnik yang digunakan

untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.

k) keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar.

l) jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah.

Cara lain penanganan retensio plasenta

Segera setelah bayi lahir, cek bayi kedua. Setelah dipastikan tidak ada bayi

kedua, suntikkan oksitosin 10 IU secara Intra Muskular di 1/3 paha atas lateral.

Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali (PTT). 15 menit setelah bayi lahir,

plasenta belum lahir juga, suntikkan kembali oksitosin dosis kedua 10 IU secara I.M

di 1/3 paha atas lateral sebelah lainnya. Kembali lakukan PTT ulang ketika ada his.

15 menit plasenta belum lahir juga, periksa perdarahan. Jika terdapat perdarahan

aktif diagnosa kasus tersebut adalah retensio plasenta. Jika tidak terdapat perdarahan

aktif, maka diagnosa kasus tersebut adalah akreta plasenta.

Pasang infus RL 500cc + oksitosin 10 IU drip, 40 TPM. Berikan propenit

supp untuk meredakan nyeri. Gunakan sarung tangan ginekologi (sarung tangan

panjang). Regangkan tali pusat dengan tangan kiri, tangan kanan meyusuri tali pusat

Universitas Sumatera Utara


secara obstetrik masuk kedalam vagina. Setelah tangan kanan sampai di serviks,

minta asisten untuk memegang tali pusat, dan tangan kiri penolong berada di fundus.

Tangan kanan terus menyusuri tali pusat hingga bertemu dengan pangkal tali

pusat (insersi tali pusat). Buka tangan seperti orang bersalaman dengan ibu jari

menempel jari telunjuk. Carilah bagian plasenta yang sudah terlepas. Lepaskan

plasenta dengan cara menyisir mulai dari bagian plasenta yang terlepas dengan sisi

ulna (sisi kelingking). Setelah semua plasenta terlepas, bawa plasenta sedikit

kedepan. Tangan kanan kembali kebelakang untuk mengeksplorasi ulang apakah

plasenta sudah terlepas semua. Jika teraba licin, berarti plasenta sudah terlepas

semua.

Keluarkan plasenta dengan tangan kanan. Tangan kiri pindah diatas supra

simpisis untuk menahan agar tidak terjadi inversio uteri. Setelah plasenta keluar dari

uterus, tangan kiri mendorong uterus di atas simpisis kearah dorso kranial untuk

mengembalikan posisi uterus ke tempat semula. Setelah plasenta keluar, segera

lakukan masase 15 kali searah jarum jam.

12. Upaya Preventif Retensio Plasenta Oleh Bidan

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh bidan adalah dengan promosi untuk

meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi

retensio plasenta. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan yang terlatih. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak

diperkenankan untuk melakukan massase dengan tujuan mempercepat proses

persalinan plasenta. Massase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi

otot rahim dan melakukan pelepasan plasenta.

Universitas Sumatera Utara


13. Peran dan Sikap Bidan

A. Peran Bidan

• Meskipun usaha melahirkan palsenta telah dilakukan , bila plasenta

mengalami retensio plasenta maka bidan perlu merujuk ibu ke tim obstetric.

• Bila tidak ada kegawatan, penanganan konvensional restensio plasenta adalah

pengangkatan digital dengan anastesi di kamar operasi. Biasanya dilakukan

dengan blok regional tetapi kadang dapat dipakai anestesi umum.

• Bila tidak ada bantuan medis dan dalam keadaan gawat, pengangkatan

manual plasenta dapat dilakukan oleh bidan.

Bila kehilangan darah ibu normal/ minimal maka bidan dapat mencoba sebagai

berikut:

• Menyusui bayi. Ini akan merangsang oksitosin alami, yang bisa membantu

uterus berkontraksi.

• Penarikan tali pusat terkontrol. Bila oksitoksin telah diberikan, bidan harus

melakukan beberapa usaha untuk melahirkan plasenta dengan melakukan

penarikan pada tali pusat dan mendukung/ melindungi uterus.

• Posisi maternal. Bantulah ibu untuk tetap tegak, seperti jongkok / berlutut

atau duduk di atas toilet atau pispot.

• Beri semangat usaha mengejan.

• Kandung kemih teraba. Kebanyakan ibu tidak mampu berkemih tanpa

bantuan pada kala ni, bila kandung kemih dapat teraba, diskusikan kepada

ibu untuk pemasangan kateter untuk mengosongkan kandung kemih.

• Injeksi vena umbilicus. Bukti dari penelitian Cochrane menyatakan bahwa

menginjeksi larutan oksitosin ke vena umbilicus mengurangi perlunya

pengangkatan manual (Chapman.2006.hlm. 272).

Universitas Sumatera Utara


B. Sikap umum bidan

a) Memperhatikan keadaan umum penderita.

• Apakah anemis

• Bagaimana jumlah perdarahannya

• Keadaan umum penderita : tekanan darah, nadi, dan suhu

• Keadaan fundus uter : kontraksi dan tinggi fundus uteri.

b) Mengetahui keadaan plasenta.

• Apakah plasenta inkarsera

• Melakukan tes plasenta lepas : metode Kusnert, metode Klein, metode

Strassman, metode Manuaba.

c) Memasang infuse dan memberikan cairan pengganti.

C. Sikap khusus bidan.

a. Retensio plasenta dengan perdarahan

• Langsung melakukan plasenta manual

b. Retensio plasenta tanpa perdarahan.

• Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segera memasang infuse

dan memberikan cairan.

• Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk mendapatkan

penanganan yang lebih baik.

• Memberikan transfuse

• Proteksi dengan antibiotika

• Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh

narkosa.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai